Kode/Nama Bidang Ilmu: 113/ Biologi dan Bioteknologi Umum ...

39
LAPORAN AKHIR PENELITIAN DOSEN MUDA POTENSI ANTIOKSIDAN PAKAN YANG MENGANDUNG TANIN DAN PROTEASE UNTUK MEMPERBAIKI FUNGSI HATI DAN GINJAL TIKUS SELAMA PERIODE GESTASI TIM PENGUSUL: Iriani Setyawati S.Si., M.Si. (Ketua) NIDN. 0017097401 I Gusti Ngurah Agung Dewantara Putra, S.Farm., Apt., M.Sc (Anggota) NIDN. 0023038205 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA NOVEMBER 2014 Kode/Nama Bidang Ilmu: 113/ Biologi dan Bioteknologi Umum

Transcript of Kode/Nama Bidang Ilmu: 113/ Biologi dan Bioteknologi Umum ...

Page 1: Kode/Nama Bidang Ilmu: 113/ Biologi dan Bioteknologi Umum ...

LAPORAN AKHIR PENELITIAN DOSEN MUDA

POTENSI ANTIOKSIDAN PAKAN YANG MENGANDUNG TANIN DAN PROTEASE UNTUK MEMPERBAIKI FUNGSI HATI DAN GINJAL

TIKUS SELAMA PERIODE GESTASI

TIM PENGUSUL:

Iriani Setyawati S.Si., M.Si. (Ketua) NIDN. 0017097401

I Gusti Ngurah Agung Dewantara Putra, S.Farm., Apt., M.Sc (Anggota) NIDN. 0023038205

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA

NOVEMBER 2014

Kode/Nama Bidang Ilmu: 113/ Biologi dan Bioteknologi Umum

Page 2: Kode/Nama Bidang Ilmu: 113/ Biologi dan Bioteknologi Umum ...
Page 3: Kode/Nama Bidang Ilmu: 113/ Biologi dan Bioteknologi Umum ...

iii

Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT, atas

rahmat-Nya, penulis berhasil melakukan penelitian dan menyelesaikan laporan akhir hasil

penelitian yang berjudul “Potensi Antioksidan Pakan yang Mengandung Tanin dan Protease

untuk Memperbaiki Fungsi Hati dan Ginjal Tikus selama Periode Gestasi”.

Keberhasilan penulis menyelesaikan penelitian ini karena adanya keterlibatan

berbagai pihak yang telah rela meluangkan waktu, pikiran, dan tenaganya, oleh karena itu

penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas

Udayana yang telah mendanai penelitian ini melalui Dana DIPA Tahun Anggaran

2014.

2. Laboratorium Struktur dan Perkembangan Hewan Jurusan Biologi FMIPA

Universitas Udayana.

3. Laboratorium Patologi FKH Universitas Udayana (Pak Dewa).

4. Haryo Seto Wicaksono, S.Si. dan Nur Assiam, S.Si. atas segala bantuan yang

diberikan dalam penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa laporan akhir hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna,

oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga hasil

penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Denpasar, 26 November 2014

Penulis

Page 4: Kode/Nama Bidang Ilmu: 113/ Biologi dan Bioteknologi Umum ...

iv

DAFTAR ISI

Lembar Identitas dan Pengesahan ………………………………………… ii Kata Pengantar ……………………………………………………………. iii Daftar Isi ………………………………………………………………….. iv Daftar Tabel ………………………………………………………………. v Daftar Gambar ……………………………………………………………. v Ringkasan …………………………………………………………………. vi BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 3

2.1. Potensi Antioksidan Daun Kaliandra ............................................... 3

2.2. Penambahan Protease untuk Mengurangi Sifat Antinutrisi Tanin… 4

2.3. Nutrisi Hewan Gestasi …………………………………………….. 4

2.4. Fungsi Hati dan Ginjal sebagai Indikator Status Kesehatan………. 5

BAB III. METODE PENELITIAN ……………………………………... 7

3.1. Bahan Penelitian……………………………………………………. 7

3.2. Persiapan dan Penentuan Dosis Penyusun Ransum………………… 7

3.3. Pembuatan Ransum………………………………………………… 7

3.4. Penentuan Kadar Tanin Ransum…………………………………… 8

3.5. Analisis Aktivitas Antioksidan DPPH Scavenging Ransum in Vitro 9

3.6. Penelitian dengan Tikus Percobaan………………………………… 9

3.7. Preparasi Sediaan Histologi Hati dan Ginjal……………………….. 10

3.8. Penentuan Kadar SGOT- SGPT dan Kreatinin Plasma……………... 11

3.9. Analisis Data………………………………………………………… 11

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………. 12

4.1. Nilai IC 50% dan Kapasitas Antioksidan Ransum…………………. 12

4.2. Kadar SGPT, SGOT, dan Kreatinin dalam Darah Tikus…………… 14

4.3. Histopatologi Hati Tikus…………………………………………… 16

4.3. Histopatologi Ginjal Tikus…………………………………………. 18

BAB V. KESIMPULAN…………………………………………………… 22

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………… 23

LAMPIRAN………………………………………………………………… 25

Page 5: Kode/Nama Bidang Ilmu: 113/ Biologi dan Bioteknologi Umum ...

v

Daftar Tabel

Tabel 1. Level dosis perlakuan ………………………….………………… 7

Tabel 2. Level Ransum Perlakuan ………………………………………… 8

Tabel 3. Nilai IC 50% dan kapasitas antioksidan ransum ………………… 13

Tabel 4. Rataan kadar SGOT, SGPT, dan Kreatinin darah tikus bunting…. 14

Tabel 5-6. Histopatologi Hati Tikus …………………………………………. 16

Tabel 7-8. Histopatologi Ginjal Tikus ………………………………………. 19

Daftar Gambar

Gambar 1. Gambaran histologi hati tikus yang diberi perlakuan ransum

selama gestasi …………………………………………………… 17

Gambar 2. Gambaran histologi ginjal tikus yang diberi perlakuan ransum

selama gestasi …………………………………………………… 20

Page 6: Kode/Nama Bidang Ilmu: 113/ Biologi dan Bioteknologi Umum ...

vi

RINGKASAN

Daun kaliandra adalah legum tinggi protein (20-25%) yang mudah beradaptasi, tahan

hama dan mudah berkembang pada berbagai kondisi tanah dan lingkungan. Pemanfaatan

kaliandra di Bali masih terbatas untuk sapi, walaupun tersedia cukup melimpah di dataran

tinggi Tabanan dan Singaraja. Disana banyak dipelihara ternak non ruminansia (kelinci, babi

dan ayam) yang belum memanfaatkan kaliandra. Kendala pemanfaatan kaliandra untuk pakan

ternak non ruminansia adalah tingginya kadar tanin terkondensasi.

Tanin merupakan senyawa polifenol yang umumnya banyak mengandung

antioksidan. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat spesies oksigen

reaktif dan radikal bebas sehingga mampu mencegah kerusakan sel normal, protein (enzim,

reseptor, antibodi, dan pembentuk matriks serta sitoskeleton), DNA serta asam lemak tak

jenuh jamak yaitu komponen penting fosfolipid penyusun membran sel (Halliwell dan

Gutteridge, 1999). Namun, pakan yang kaya tanin dapat menurunkan digestibilitas protein

karena tanin dapat menghambat aktivitas tripsin dan enzim digestif lainnya dalam usus tikus

dan ayam (Los dan Podsedek, 2004).

Efek antinutrisi tanin dapat dikurangi dengan penambahan protease (enzim bromelin)

yang terkandung dalam limbah kulit nanas. Limbah ini banyak dihasilkan pasar/pedagang

buah di Bali, selama ini hanya dibuang. Kombinasi daun kaliandra, limbah kulit nanas dan

konsentrat diharapkan dapat mengurangi penggunaan pakan komersial, dan mengurangi biaya

produksi melalui pemanfaatan tanaman atau limbah.

Nutrisi sangat vital perannya untuk induk bunting. Nutrisi yang kurang baik dapat

mengurangi tingkat ovulasi, rendahnya angka konsepsi, tingginya kehilangan embrio dan

fetus, panjangnya anestrus pasca melahirkan, kurangnya air susu, tingginya kematian

perinatal dan rendahnya performans anak yang baru lahir. Potensi antioksidan alami daun

kaliandra diharapkan meningkatkan imunitas dan kesehatan induk bunting, diantaranya

tercermin dari perbaikan fungsi hati dan ginjal, tanpa efek merugikan bagi fetus dalam

kandungan.

Dibuat 16 kombinasi ransum dari konsentrat (pakan standar tikus), tepung daun

kaliandra dan kulit nanas. Pakan diproses dengan mesin pelleting, pelet dikeringkan dengan

freeze dryer lalu disimpan dalam refrigerator untuk menjaga kadar tanin dan protease.

Kapasitas antioksidan ransum diukur secara in vitro dengan metode DPPH Radical

Scavenging juga diukur kemampuan antioksidan menangkap radikal bebas DPPH (Okawa et

al., 2001). Tikus bunting 32 ekor dibagi 16 kelompok dan diberi perlakuan ransum selama

Page 7: Kode/Nama Bidang Ilmu: 113/ Biologi dan Bioteknologi Umum ...

vii

gestasi. Bobot tubuh dan jumlah konsumsi pakan ditimbang setiap hari. Setelah kelahiran,

induk dikorbankan untuk koleksi sampel darah dan organ. Serum darah dianalisa kadar

SGPT, SGOT dan kreatinin. Organ hati dan ginjal induk dibuat sediaan histologi dengan

(metode parafin, pewarnaan HE) untuk pengamatan histopatologi. Data dianalisa secara

statistik dengan program SPSS.

Berdasarkan nilai IC 50% dan kapasitas antioksidan, ransum dengan potensi

antioksidan yang tertinggi adalah ransum B2T3 dari kombinasi 25% daun kaliandra dan

13,05 g/kg bb dalam ransum. Level daun kaliandra maupun protease nanas (bromelin) dalam

ransum tidak nyata meningkatkan kadar SGOT, SGPT dan kreatinin darah dibandingkan

kontrol. Sementara itu, derajat kerusakan sel pada gambaran histopatologi hati dan ginjal

tikus cenderung meningkat seiring peningkatan level kaliandra dan kulit nanas dalam ransum

yang diberikan selama gestasi, walaupun peningkatan nyata baru terjadi pada level tertinggi

yaitu 25% kaliandra dalam ransum, sebaliknya dosis protease nanas tidak nyata pengaruhnya.

Pakan yang mengandung kombinasi tanin dan protease dapat digunakan untuk

mempertahankan fungsi hati dan ginjal tikus selama periode gestasi karena potensial sebagai

antioksidan dan penangkap radikal bebas, juga tidak nyata pengaruhnya terhadap fungsi hati

dan ginjal yang dibuktikan melalui kadar SGPT, SGOT dan kreatinin darah serta gambaran

histopatologi hati dan ginjal.

Page 8: Kode/Nama Bidang Ilmu: 113/ Biologi dan Bioteknologi Umum ...

1

BAB I. PENDAHULUAN

Hijauan legum kaliandra (Calliandra calothyrus) digunakan sebagai pakan ternak

karena kandungan proteinnya cukup tinggi 20-25%. Kaliandra segar yang diberikan pada

induk domba bunting dan laktasi dapat meningkatkan bobot badan induk saat melahirkan dan

penyapihan, pertumbuhan anak dan bobot sapih, dan menurunkan tingkat kematian anak

domba. Hal yang sama terjadi pada induk dan anak sapi yang sedang menyusui yang diberi

pakan campuran kaliandra dan legum lain (Wina dan Tangendaja, 2000).

Keunggulan kaliandra dibandingkan legum lain adalah memiliki banyak fungsi,

mudah beradaptasi, tahan hama dan mudah berkembang pada berbagai kondisi tanah dan

lingkungan. Namun demikian, pemanfaatan tanaman kaliandra di Bali masih terbatas untuk

ternak ruminansia sapi, padahal ketersediaan tanaman ini cukup melimpah di kawasan

dataran tinggi Kab. Tabanan dan Singaraja. Sementara itu, di daerah tersebut juga banyak

dipelihara ternak non r uminansia seperti kelinci, babi dan ayam yang belum tersentuh

pemanfaatan tanaman kaliandra.

Kendala yang membatasi pemanfaatan daun kaliandra sebagai sumber pakan bagi

ternak non ruminansia adalah kadar tanin terkondensasi 11,07% (Ahn et al., 1989) yang

tinggi dibandingkan legum lain. Tanin terkondensasi merupakan golongan senyawa polifenol.

Golongan senyawa polifenol dapat berupa asam-asam fenolat, polimer fenolat, dan flavonoid.

Polimer fenolat tersusun dari senyawa yang memiliki berat molekul besar seperti tanin, yang

terbagi menjadi dua jenis tanin yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Pada

umumnya tanaman golongan senyawa polifenol banyak mengandung senyawa aktif yang

berfungsi sebagai antioksidan.

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat spesies oksigen reaktif dan

radikal bebas sehingga mampu mencegah kerusakan yang ditimbulkan terhadap sel normal,

protein (enzim, reseptor, antibodi, dan pembentuk matriks serta sitoskeleton), DNA (piranti

genetik dari sel) dan asam lemak tak jenuh jamak atau PUFA, yang merupakan komponen

penting fosfolipid penyusun membran sel. Senyawa ini memiliki struktur molekul yang dapat

memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas (donor elektron) tanpa terganggu

sama sekali fungsinya dan dapat memutus reaksi berantai (Halliwell dan Gutteridge, 1999).

Di balik keunggulan sebagai sumber protein dan tingginya potensi antioksidan dengan

adanya senyawa tanin, tingginya kadar tanin juga merupakan kelemahan kaliandra. Selain

menurunkan palatabilitas akibat rasa sepat (astrigency), tanin dapat berinteraksi dengan

protein sehingga menurunkan kecernaan protein pakan. Pakan kaya tanin dapat menyebabkan

Page 9: Kode/Nama Bidang Ilmu: 113/ Biologi dan Bioteknologi Umum ...

2

penurunan digestibilitas protein dan bahan kering akibat efek penghambatan tanin terhadap

aktivitas tripsin dan enzim digestif lain di dalam usus tikus dan ayam (Los dan Podsedek,

2004). Pengaruh utama inhibitor tripsin adalah sekresi zymogen berlebihan dari pankreas,

sehingga menyebabkan hipertropi dan hiperplasia pankreas.

Efek antinutrisi tanin tersebut dapat dikurangi antara lain dengan penambahan

protease eksogen yaitu enzim bromelin yang terkandung dalam limbah kulit nanas. Limbah

kulit nanas cukup banyak dihasilkan setiap hari di pasar dan pedagang buah di Bali dan hanya

dibuang percuma, belum ada yang mengolah atau memanfaatkannya sebagai pakan ternak.

Padahal kombinasi limbah kulit nanas dengan tanaman tinggi protein seperti kaliandra dan

konsentrat diharapkan dapat mengurangi penggunaan pakan komersial yang mahal harganya

sehingga dapat mengurangi bahkan menekan biaya produksi ternak non ruminansia.

Penambahan protease eksogen alami dari limbah kulit nanas terhadap ransum yang

mengandung tanin dari daun kaliandra diharapkan akan dapat mencegah efek antinutrisi tanin

terhadap protein pakan sehingga dapat meningkatkan kualitas protein ransum. Potensi

antioksidan alami dari senyawa polifenol (tanin) diharapkan juga dapat meningkatkan status

kesehatan ternak itu sendiri, diantaranya tercermin dari pengingkatan fungsi hati dan ginjal,

tanpa perlu adanya penambahan antioksidan sintetis ke dalam ransum.

Dalam bidang peternakan, peran nutrisi dalam pakan atau ransum sangatlah vital

terhadap reproduksi ternak. Pengaruh nutrisi tidak hanya ditemukan pada performans

reproduksi ternak yang bersangkutan tetapi juga bisa berlanjut ke performans reproduksi

keturunan ternak tersebut. Nutrisi yang kurang baik yang disebabkan tidak cukup, kelebihan

atau ketidakseimbangan konsumsi nutrisi, dapat mempengaruhi berbagai tahapan proses

reproduksi antara lain mengurangi tingkat ovulasi dan rendahnya angka konsepsi, tingginya

kehilangan embrio dan fetus, panjangnya lama anestrus pasca melahirkan, kurangnya air

susu, tingginya kematian perinatal dan rendahnya performans anak yang baru lahir.

Potensi antioksidan alami senyawa fenolik (tanin) dalam daun kaliandra diharapkan

mampu membantu pertahanan tubuh induk bunting akibat stres atau turunnya status

kesehatan selama gestasi. Disamping itu sifat antinutrisi tanin terhadap protein pakan dapat

dikurangi dengan penambahan protease alami dari limbah kulit nanas, tanpa efek yang

merugikan fetus di dalam kandungan.

Page 10: Kode/Nama Bidang Ilmu: 113/ Biologi dan Bioteknologi Umum ...

3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Potensi Antioksidan Daun Kaliandra

Kandungan tanin dalam daun kaliandra merupakan salah satu yang tertinggi

dibandingkan dengan daun legum lain (Wina dan Tangendjaja, 2000). Tanin tergolong

senyawa polifenol dengan karakteristiknya yang dapat membentuk senyawa kompleks

dengan makromolekul lainnya. Tanin dibagi menjadi dua kelompok yaitu tanin yang mudah

terhidrolisis dan tanin terkondensasi (Waghorn dan McNabb, 2003; Westendarp, 2006).

Tanin umumnya terrdapat di dalam buah-buahan, teh, coklat, hijauan dan pohon-pohon

leguminosa serta rumput (sorgum, jagung, dan lain-lain).

Pada umumnya senyawa aktif yang berfungsi sebagai antioksidan pada tanaman

merupakan golongan senyawa polifenol. Senyawa polifenol dapat berupa golongan asam-

asam fenolat, polimer fenolat, dan flavonoid. Polimer fenolat tersusun dari senyawa yang

memiliki berat molekul besar seperti tanin. Tanin dapat dikelompokkan menjadi tanin

terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Tanin terhidrolisis adalah senyawa tanin yang dapat

dihidrolisis oleh asam, alkali atau enzim menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana

seperti gula dan asam tanat (asam galat dan elagat). Tanin terkondensasi juga disebut

proanthosianidin, merupakan tanin yang tersusun dari flavonoid seperti katekin atau

epikatekin (Hagerman, 2002).

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat spesies oksigen reaktif atau

spesies nitrogen reaktif dan radikal bebas sehingga mampu mencegah kerusakan yang

ditimbulkan terhadap sel normal, protein (enzim, reseptor, antibodi, dan pembentuk matriks

serta sitoskeleton), DNA (piranti genetik dari sel) dan asam lemak tak jenuh jamak atau

PUFA, yang merupakan komponen penting fosfolipid penyusun membran sel. Senyawa ini

memiliki struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas

(donor elektron) tanpa terganggu sama sekali fungsinya dan dapat memutus reaksi berantai.

(Halliwell dan Gutteridge, 1999).

Biasanya senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan adalah senyawa fenol

yang mempunyai gugus hidroksi yang tersubstitusi pada posisi ortho dan para terhadap gugus

–OH dan –OR (Okawa et al., 2001). Senyawa antioksidan alami polifenol adalah

multifungsional dan dapat beraksi sebagai (a) pereduksi, (b) penangkap radikal bebas, (c)

pengkelat logam, dan (d) peredam terbentuknya singlet oksigen.

Senyawa fenolik memberikan kontribusi yang signifikan pada kapasitas antioksidan

tanaman obat (Cai et al., 2004). Penentuan kapasitas antioksidan yang terdapat dalam

Page 11: Kode/Nama Bidang Ilmu: 113/ Biologi dan Bioteknologi Umum ...

4

tumbuhan pada umumnya menggunakan spektrofotometer. Salah satu metode pengukuran

kapasitas antioksidan secara in vitro yang digunakan dewasa ini adalah metode 1,1-Diphenyl-

2-Picrylhydrazyl atau DPPH Radical Scavenging Method.

2.2. Penambahan Protease untuk Mengurangi Sifat Antinutrisi Tanin

Tanin dapat berkombinasi dengan protein menyebabkan tahan terhadap enzim

proteolitik. Interaksi tanin dengan protein tergantung pada karakteristik protein (berat

molekul tinggi, struktur terbuka dan fleksibel, kaya prolin) serta karakteristik tanin itu sendiri

(berat molekul dan mobilitas konformasi tinggi). Dalam penelitian in vivo, kecernaan protein

sangat berkurang jika pakan yang diberikan mengandung tanin (Cannas, 2008). Aksi tanin

tidak hanya terhadap protein pakan namun juga terhadap enzim-enzim pada dinding usus dan

protein dalam saliva (Norton, 1998).

Berlawanan dengan aksi tanin sebagai inhibitor protease, bromelin merupakan enzim

protease sistein yang terkandung dalam seluruh bagian tanaman nanas termasuk kulitnya.

Bromelin mampu menghidrolisis ikatan peptida pada protein atau polipeptida menjadi

molekul yang lebih kecil atau asam amino (proteolitik eksogen) sehingga sangat bermanfaat

membantu pencernaan protein. Enzim bromelin yang diisolasi dari kulit buah nanas berkisar

0,05-0,075% (Gunawan, 2000) atau 0,075% (Suhermiyati dan Setyawati, 2008).

Pada prinsipnya penambahan enzim dalam pakan bertujuan untuk menyingkirkan

faktor anti nutrisi yang lazim terdapat dalam bahan baku asal tanaman, serta meningkatkan

daya cerna bahan dan membuat nutrisi-nutrisi tertentu secara biologis lebih tersedia. Enzim

adalah satu atau beberapa gugus polipeptida (protein) yang berfungsi sebagai katalis (senyawa

yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia. Enzim

adalah senyawa yang umum digunakan dalam proses produksi. Penggunaan enzim dalam

proses produksi dapat meningkatkan efisiensi yang akan meningkatkan jumlah produksi.

2.3. Nutrisi Hewan Gestasi

Pakan adalah makanan atau asupan yang diberikan kepada hewan atau ternak

peliharaan, zat yang terpenting di dalamnya adalah protein. Pakan berkualitas adalah pakan

yang kandungan protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitaminnya seimbang (Anonim,

2010). Ransum adalah pakan jadi yang siap diberikan pada ternak yang diberikan pada ternak

yang disusun dari berbagai jenis bahan pakan yang sudah dihitung (dikalkulasi) sebelumnya

berdasarkan kebutuhan nutrisi dan energi yang diperlukan (Hartadi et al., 1997).

Nutrisi memiliki peran yang penting bagi ternak, baik bagi pemenuhan kebutuhan

Page 12: Kode/Nama Bidang Ilmu: 113/ Biologi dan Bioteknologi Umum ...

5

hidup pokok, bunting, laktasi, produksi (telur, daging dan susu), maupun untuk kepentingan

kesehatan ternak yang bersangkutan. Karena ternak jika salah diberi pakan juga dapat

menimbulkan penyakit yang merugikan bagi ternak dan peternak. Kebutuhan ternak terhadap

pakan dicerminkan oleh kebutuhannya terhadap nutrisi.

Jumlah kebutuhan nutrisi tergantung pada jenis hewan ternak, umur, fase

pertumbuhan dewasa, gestasi atau bunting, menyusui, kondisi tubuh (normal atau sakit),

temperatur, kelembaban nisbi udara serta bobot badannya. Tujuan utama pemberian pakan

pada hewan bunting adalah meningkatkan daya hidup dari embrio atau fetus yang akhirnya

meningkatkan litter size. Fetus dalam kandungan yang dilindungi oleh plasenta dan selaput

ketuban tidaklah terlepas dari pengaruh buruk zat yang dikonsumsi induk. Kecepatan zat

menembus barier plasenta tergantung besarnya molekul, kelarutan dalam lemak, dan derajat

ionisasinya.

2.4. Fungsi Hati dan Ginjal sebagai Indikator Status Kesehatan

a. Hati

Hati adalah organ kelenjar yang terletak di dalam rongga perut sebelah kanan. Fungsi

hati diantaranya sebagai organ detoksifikasi karena hati memecah beberapa senyawa

racun menjadi urea, amonia dan asam urat. Berbagai jenis fungsi hati dijalankan oleh sel

hati yang disebut dengan sel hepatosit. Lobus hati terbentuk dari sel parenkimal dan sel non-

parenkimal. Sel parenkimal pada hati disebut hepatosit, menempati sekitar 80%

volume hati dan melakukan berbagai fungsi utama hati (Kmiec, 2001). Hati menghasilkan

empedu yang berasal dari sel darah merah yang telah rusak atau mati. Empedu

mengandung garam empedu, bilirubin dan biliverdin, sekresi empedu i n i berguna untuk

pencernaan lemak. Selain empedu, hati juga menghasilkan sebagian besar asam amino,

faktor koagulan (pembeku darah), albumin, angiotensinogen, IGF-1 dan banyak enzim

lainnya (Delarea et. al. 2010).

Hati merupakan organ yang menopang kelangsungan hidup hampir seluruh organ lain

di dalam tubuh. Oleh karena lokasi yang sangat strategis dan fungsi multi-dimensional, hati

menjadi sangat rentan terhadap datangnya berbagai penyakit. Hati akan merespon berbagai

penyakit tersebut dengan meradang, yang disebut hepatitis. Seringkali hepatitis dimulai

dengan reaksi radang patobiokimiawi yang disebut fibrosis hati (Sebastiani, 2009). Untuk

mengetahui adanya kerusakan hati dilakukan beberapa tes darah sederhana seperti uji kadar

aspartate aminotransferase (AST atau SGOT) dan alanine aminotransferase (ALT atau

SGPT). Enzim-enzim ini biasanya terkandung dalam sel-sel hati. Jika hati terluka, sel-sel

Page 13: Kode/Nama Bidang Ilmu: 113/ Biologi dan Bioteknologi Umum ...

6

hati menumpahkan enzim-enzim ke dalam darah, menaikkan tingkat-tingkat enzim dalam

darah dan menandai kerusakan hati (Ashoka et al., 2012).

b. Ginjal

Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal

bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke medial.

Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah lebih dari satu juta

buah dalam satu ginjal normal manusia dewasa. Nefron berfungsi sebagai regulator air

dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian

mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan

lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme

pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang lalu diekskresikan disebut urin.

Ginjal termasuk organ penting yang memiliki fungsi yaitu menyaring dan

mengeluarkan racun maupun kelebihan mineral dari dalam tubuh melalui urin. Jika fungsi

ginjal terganggu akibat peradangan atau karena penyakit batu ginjal maka dengan

sendirinya tubuh akan mengalami keracunan (Multaram, 2013). Selain itu, indikasi adanya

kerusakan atau penurunan fungsi ginjal bisa dilihat dari kadar kreatinin plasma yang

meningkat. Hal ini sebagai akibat ketidakmampuan ginjal mengeluarkan kreatinin ke

dalam urin dan dalam jumlah besar kreatinin masuk kembali ke dalam darah hingga

kadarnya dalam plasma meningkat di atas batas normal (Soesanti dan Darmawan, 2009).

Page 14: Kode/Nama Bidang Ilmu: 113/ Biologi dan Bioteknologi Umum ...

7

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan adalah daun kaliandra (Caliandra calothyrsus) diameter <5

mm dipetik tangan di daerah Mekarsari, Baturiti, Kab. Tabanan, dikering-anginkan hingga

berat konstan (6 hari pelayuan) lalu diblender dan diayak menjadi tepung. Limbah kulit nanas

(Ananas comosus) segar dikoleksi dari pedagang di Pasar Badung, dihaluskan dan disimpan

dalam refrigerator agar kandungan enzim bromelin (protease) tidak hilang. Konsentrat yang

digunakan berupa pakan komplit butiran standar babi CP 551 ( PT Charoen Pokphand

Indonesia, protein 18-20%), biasa digunakan sebagai pakan tikus, dihaluskan menjadi tepung.

3.2. Persiapan dan Penentuan Dosis Penyusun Ransum

Berdasarkan pengujian awal, tepung daun kaliandra dari hasil sampling memiliki

kandungan tanin terkondensasi 7,43 g /100 g dan kadar protein 23,24 g/100 g. Pemberian

tepung daun kaliandra dalam penelitian ini terdiri dari empat level. Setelah melalui uji

pendahuluan, kulit nanas segar hasil sampling memiliki kadar enzim bromelin 0,058 g/100 g

atau setara dengan 58 mg/100 g kulit segar. Dari riset terdahulu (Maurer, 2001) diketahui

LD50 enzim bromelin pada tikus (intravena) adalah 85 mg/kg BB atau setara 17 mg/ekor (BB

tikus 200 g). Pada penelitian ini, dengan kadar bromelin 58 mg/100 g kulit segar diperoleh

LD50 sebesar 29 gram, kemudian ditetapkan empat level kulit nanas segar.

Tabel 1. Level dosis perlakuan

Level % tepung

daun kaliandra

Setara tanin terkondensasi

(g/100 g) Level

Kulit nanas segar

(g/ekor/hari)

Setara bromelin

(mg) T0 0% (kontrol) 0 B0 0 (kontrol) 0

T1 10% 0,743 B1 4,35 2,5

T2 17,5% 1,30 B2 8,70 5

T3 25% 1,858 B3 13,05 7,5

3.3. Pembuatan Ransum

Prosentase tepung daun kaliandra dalam ransum diperhitungkan sebagai substitusi

dari tepung PK dan CMC (carboxymetyl cellulose, pengikat) karena ketiganya berbentuk

tepung (DW, Dry Weight). Tepung CMC ditambahkan sebanyak 2% dari gabungan PK dan

tepung daun kaliandra. Perhitungan dikonversi dari bentuk DW agar diperoleh berat riil (As

Page 15: Kode/Nama Bidang Ilmu: 113/ Biologi dan Bioteknologi Umum ...

8

Fed). Kulit nanas diberikan segar (dihaluskan tanpa ditambah air), dijaga dalam kondisi 40C

agar enzim bromelin tidak berkurang atau hilang. Pakan dicampur dengan mixer hingga

homogen, lalu dimasukkan ke mesin pelleting. Pelet yang dihasilkan dikeringkan dengan

freeze dryer hingga kering (6-8 jam), lalu dibungkus kantong plastik berlabel nomor ransum.

Stok ransum disimpan dalam refrigerator untuk menjaga kadar tanin terkondensasi dan

enzim bromelin.

Tabel 2. Level Ransum Perlakuan

Ransum 0 PK, T0, B0

Ransum 1 PK, T1, B0

Ransum 2 PK, T2, B0

Ransum 3 PK, T3, B0

Ransum 4 PK, T0, B1

Ransum 5 PK, T0, B2

Ransum 6 PK, T0, B3

Ransum 7 PK, T1, B1

Ransum 8 PK, T2, B1

Ransum 9 PK, T3, B1

Ransum 10 PK, T1, B2

Ransum 11 PK, T2, B2

Ransum 12 PK, T3, B2

Ransum 13 PK, T1, B3

Ransum 14 PK, T2, B3

Ransum 15 PK, T3, B3

Keterangan: PK= pakan komersial, T= tepung daun kaliandra, B= jus kulit nanas.

3.4. Penentuan Kadar Tanin Ransum

a. Persiapan pereaksi

Pereaksi Follin Dennis disiapkan dengan cara menambahkan 100 gram natrium tungstat

(Na2WO4.2H2O), 29 gram asam fosfomolibdat dan 50 ml asam fosfat (H3PO3) ke dalam 750

ml air suling. Pereaksi Folin Dennis diaduk selama 2 jam, didinginkan dan ditepatkan hingga

1 liter dengan air suling. Larutan jenuh natrium karbonat (Na2CO3) dibuat dengan cara

menambahkan 3,5 gram Na2CO3 anhidrad ke dalam 100 m l air suling pada suhu 70-800C.

Larutan jenuh natrium karbonat didinginkan selama saatu malam. Larutan standar asam tanat

dibuat dengan cara melarutkan 100 m g asam tanat ke dalam 100 ml air suling, larutan ini

diencerkan 100 kali sebelum analisis dan dibuat dalam keadaan segar setiap kali analisis.

b. Persiapan kurva standar

Pereaksi Folin Dennis sebanyak 2 ml ditambahkan ke dalam labu takar 100 ml yang

telah diisi 5075 m l air suling. Larutan standar asam tanat dimasukkan ke dalam masing-

masing tabung dengan ukuran 0,1, 0,2, 0,3, 0,4 dan 0,5 m l dengan 5 m l natrium karbonat

jenuh, hingga tanda tera dengan air suling, dikocok dan dibiarkan selama 35 menit. Serapan

dibaca dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 725 nm.

Page 16: Kode/Nama Bidang Ilmu: 113/ Biologi dan Bioteknologi Umum ...

9

c. Analisis sampel dan perhitungan

Sampel kering (BK) sebanyak 200 mg yang telah dihaluskan (sekitar 80 mesh atau 1

mm), dimasukkan ke dalam tabung. Sampel ditambahkan 10 m l aseton 70%, diletakkan

dalam waterbath 90 menit pada suhu 300C dengan sesekali digojog. Supernatant dipindahkan

ke tabung lain sebanyak mungkin tanpa mengganggu endapannya. Supernatant disimpan di

refrigerator 40C pada botol warna gelap atau terlindung dari cahaya langsung. Supernatant

sebanyak 0,05 ml dimasukkan ke dalam tabung, ditambahkan 0,95 ml akuades diikuti 0,5 ml

reagent Folin, kemudian digojog. Ditambahkan 2,5 m l Na2CO3 dan digojog lagi, lalu

dibiarkan 35 menit. Serapan warna yang terbentuk diukur pada panjang gelombang 725 nm.

Tanin dihitung sebagai asam tanat dengan menggunakan rumus :

Tanin (mg/ 100 mg) = konsentrasi x fp x k x 10

1000 B

(B = bobot sampel, fp = faktor pengencer, k = berat standar) (Daryatmo, 2010).

3.5. Analisis Aktivitas Antioksidan DPPH Scavenging Ransum in Vitro

Sampel ransum dengan konsentrasi 1000 ppm diambil sebanyak 1 m l kemudian

dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Dibuat larutan DPPH 7,5765 10-5 mol/L dalam etanol

kemudian diambil satu ml dan ditambahkan tiga ml a ir suling ditera absorbansinya dengan

panjang gelombang 516 nm akan diperoleh absorbansi 0,8. Untuk menera sampel diambil

satu ml sampel antioksidan ditambahkan tiga ml larutan DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil),

kemudian tabung reaksi divortex dan dibiarkan di udara terbuka selama 20 menit. Campuran

ditera dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 516 nm.

Penentuan nilai IC-50 atau kemampuan antioksidan menangkap radikal bebas DPPH

menggunakan kurva larutan standar dengan konsentrasi asam galat masing-masing sebanyak

0, 50, 100, 150, 200, 2 50, dan 300 ppm . Setelah hasil absorbansi didapat, maka untuk

mendapatkan konsentrasi sampel dicari dengan menghubungkan absorbansi sampel dengan

menggunakan kurva standar (Okawa et al., 2001).

3.6. Penelitian dengan Tikus Percobaan

Hewan coba yang digunakan adalah tikus (Rattus sp) betina dewasa, berumur 3 bulan,

dan bobot badan 170-200 gram. Tikus betina yang memenuhi kriteria inklusi, diaklimatisasi

di dalam laboratorium, dikandangkan serta diberi pakan pellet selama satu minggu dan air

minum secara ad libitum. Hewan dipelihara di lingkungan dengan suhu dan kelembaban

relatif yang dipertahankan konstan serta pencahayaan 12 jam terang dan 12 jam gelap.

´

Page 17: Kode/Nama Bidang Ilmu: 113/ Biologi dan Bioteknologi Umum ...

10

Siklus estrus ditentukan dengan melihat hasil apus vagina dan pewarnaan Giemsa,

sesuai dengan metode Brancroft dan Steven (1996) disitasi Sitasiwi (2008). Sampel apus

vagina diambil setiap hari sekitar jam 10 pa gi. Penentuan fase penyusun siklus estrus

dilakukan dengan melihat perbandingan sel epitel berinti, sel epitel menanduk (kornifikasi),

leukosit dan lendir, pada hasil apus vagina (Sitasiwi, 2008). Tikus betina yang sedang dalam

masa estrus dikandangkan bersama mencit jantan dalam bak perkawinan pada sore hari agar

terjadi perkawinan. Jika keesokan harinya ditemukan sumbat vagina (vaginal plug) atau sisa

sperma dalam vagina, maka keesokan harinya ditentukan sebagai hari ke-1 gestasi

(Kaufmann, 1992).

Tiga puluh dua ekor tikus betina yang sudah diaklimatisasi kemudian dibagi secara

acak menjadi 16 kelompok dengan pemberian ransum yang berbeda. Pemberian perlakuan

dibagi menjadi tiga tahap yaitu tujuh hari selama masa adaptasi pakan, saat pengawinan, dan

sejak tikus dinyatakan bunting hingga sehari setelah kelahiran fetus atau selama gestasi.

3.7. Preparasi Sediaan Histologi Hati dan Ginjal

Di akhir perlakuan, induk tikus dikorbankan dengan injeksi ketamine secara

intramuskuler pada bagian paha belakang dan dibedah. Pembuatan preparat sayatan histologi

hati dan ginjal dilakukan dengan metode parafin (Siolin dkk., 1984) . Organ dibersihkan

dengan larutan NaCl 0,9% dan dikeringkan dengan kertas tissue. Fiksasi organ dilakukan

dengan larutan Bouin.

Organ yang telah difiksasi dicuci ke dalam alkohol 50%, lalu didehidrasi dengan

alkohol 70, 80, 95 dan 100% masing-masing 1,5 jam. Sediaan dipindahkan ke campuran

alkohol absolut : xilol (perbandingan 3:1, 1:1 dan 1:3, masing-masing 1 jam), dilanjutkan ke

dalam campuran xilol : parafin (1:1) selama 30 menit lalu ke parafin murni I, parafin murni II

dan parafin murni III masing-masing 1 jam. Setelah itu dilakukan penanaman jaringan dalam

blok parafin.

Penyayatan pankreas dilakukan secara melintang (ketebalan 5 mikrometer), lalu pita

parafin ditempelkan pada gelas benda dengan Meyers Albumin. Setelah kering, preparat

dimasukkan ke dalam xilol murni (15 menit), campuran xilol : alkohol (3:1, 1:1 dan 1:3,

masing-masing 2 menit) kemudian ke dalam alkohol 95, 80, 70, 50 m asing-masing 1 menit.

Sebelum perwarnaan, preparat dimasukkan ke aquadest (1 menit), lalu direndam dalam

larutan pewarna hematoxylin (10 menit).

Preparat dicuci dengan air mengalir dan aquadest (10 menit), lalu dimasukkan ke

dalam alkohol 30, 50 da n 70% masing-masing 1 menit. Setelah itu dimasukkan ke larutan

Page 18: Kode/Nama Bidang Ilmu: 113/ Biologi dan Bioteknologi Umum ...

11

pewarna Eosin 0,5% selama 10 de tik, dilanjutkan ke dalam alkohol 70, 80, 95 da n 100%

(masing-masing 1 m enit). Berikutnya dimasukkan ke dalam campuran xilol : alkohol

(perbandingan 1:3, 1:1, 3:1, masing-masing 2 menit) dan direndam dalam xilol murni (5

menit). Terakhir preparat ditutup dengan gelas penutup dengan bantuan canada balsam.

Pemeriksaan histopatologi organ hati dan ginjal mengunakan mikroskop listrik dengan

perbesaran 400 kali.

3.8. Penentuan Kadar SGOT- SGPT dan Kreatinin Plasma

Pada keadaan terbius, darah diambil dari jantung dengan jarum 1 ml k emudian

darah dimasukkan dalam tabung b e r i si heparin untuk mencegah pembekuan darah. Darah

disentrifuge untuk mendapatkan plasma darah dengan kecepatan 1200 rpm selama 10 menit.

Plasma yang didapat dipipet ke dalam tabung ependorf dan dimasukkan ke dalam

refrigerator sampai siap untuk diuji.

Kadar Serum Glutamate Oxalloacetate Transaminase (SGOT) dan Serum Glutamate

Pyruvate Transaminase (SGPT) plasma ditentukan sesuai prosedur kit standar (Ashoka et

al., 2012). Kadar kreatinin plasma diukur dengan spektrofotometer sistem fotometrik

menurut metode Daffe (Susanti dan Darmawan, 2009).

3.9. Analisis Data

Data dianalisis dengan program SPSS for Windows versi 20. Jika data berdistribusi

normal dengan varians homogen, dianalisa menggunakan One Way Anova (p=0.05) dan jika

ada perbedaan bermakna maka dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test. Jika varians

tidak homogen, dilanjutkan dengan uji Dunnet T3. Apabila data tidak berdistribusi normal,

maka akan dianalisa non parametrik dengan uji Kruskal Wallis, dan jika terdapat perbedaan

bermakna akan dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney U.

Page 19: Kode/Nama Bidang Ilmu: 113/ Biologi dan Bioteknologi Umum ...

12

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Nilai IC (Inhibition Concentration) 50% dan Kapasitas Antioksidan Ransum

Penangkapan radikal bebas DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil) merupakan salah satu

metode untuk menentukan aktivitas antioksidan (Gulcin, 2012). DPPH merupakan radikal

nitrogen organik yang berwarna ungu dan memiliki λ maks 515 nm. Adanya antioksidan akan

terjadi penurunan intensitas warna ungu (Alam et al., 2013) menjadi berwarna kuning (Lu et

al., 2010).

Metode DPPH merupakan metode yang mudah, cepat, sederhana dan sensitive serta

secara luas dapat diterapkan untuk mengukur kemampuan suatu sampel sebagai agen

penangkap radikal bebas atau pendonor radikal hidrogen. DPPH juga dapat bereaksi dengan

sampel yang memiliki aktivitas antioksidan sangat lemah dalam rentang waktu tertentu

(Kedare and Singh, 2011);(Koleva et al., 2002).

DPPH merupakan radikal sintetik yang stabil dan dapat diukur intensitasnya pada

panjang gelombang 516 nm dan diketahui hanya dapat terlarut pada pelarut organik serta

bekerja baik dengan pelarut metanol atau etanol, sehingga pada penelitian ini DPPH

dilarutkan menggunakan metanol. Konsentrasi larutan DPPH dalam metanol yang digunakan

sebesar 0,1 mM, mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Kikuzaki et al. (2002).

Sampel yang mengandung senyawa penangkap radikal bebas DPPH akan membuat

perubahan warna pada larutan DPPH, dimana yang awalnya berwarna ungu menjadi

memudar dan dapat pula menjadi berwarna kuning jika sampel yang diuji mempunyai

aktivitas penangkap radikal DPPH yang kuat. Hal ini disebabkan oleh senyawa penangkap

radikal mendonorkan atom hidrogen atau elektronnya yang menjadikan larutan DPPH

berubah warna sehingga terjadi penurunan absorbansi (Amarowicz et al., 2004).

Parameter yang digunakan untuk aktivitas antioksidan dengan metode penangkapan

radikal DPPH ini adalah IC50, yaitu konsentrasi senyawa uji yang dibutuhkan untuk

menangkap radikal bebas DPPH sebanyak 50%. Nilai IC50 diperoleh dengan membuat suatu

persamaan regresi linier yang menyatakan hubungan konsentrasi senyawa uji dengan persen

aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH. Semakin kecil nilai dari IC50, maka semakin kuat

senyawa uji tersebut sebagai penangkap radikal DPPH.

Hasil pengukuran aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH dari 5 fraksi gabungan

tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Nilai IC 50% atau Inhibition Concentration 50% pada

ransum B0T1 sebesar 53,75 mg/mL berarti bahwa dalam konsentrasi ekstrak pada ransum

B0T1 sebanyak 53,75 mg/mL mampu mereduksi radikal bebas DPPH 0,1 mM sebesar 50%.

Page 20: Kode/Nama Bidang Ilmu: 113/ Biologi dan Bioteknologi Umum ...

13

Sementara itu nilai IC 50% yang tertinggi adalah pada ransum B2T0 sebesar 129,70 mg/mL

yang berarti bahwa dalam konsentrasi ekstrak pada ransum B2T0 sebanyak 129,70 mg/mL

mampu mereduksi radikal bebas DPPH 0,1 mM sebesar 50%.

Tabel 3. Nilai IC 50% dan kapasitas antioksidan ransum

Kode Ransum Kombinasi Ransum IC 50% (mg/mL) ppm GAEAC 0 B0T0 (Kontrol) 0 0 1 B0T1 53,75 154,550 2 B0T2 17,06 293,344 3 B0T3 21,11 269,079 4 B1T0 122,30 62,829 5 B2T0 129,70 58,624 6 B3T0 123,26 61,212 7 B1T1 29,40 270,050 8 B1T2 28,18 285,579 9 B1T3 16,67 299,168

10 B2T1 33,82 243,197 11 B2T2 19,22 308,388 12 B2T3 14,32 314,859 13 B3T1 32,02 252,579 14 B3T2 19,27 310,168 15 B3T3 15,00 312,918

GAEAC = Gallic Acids Equivalent Antioxidant Capacity

Dari Tabel 3 tampak bahwa pada ransum 0 atau B0T0 (kontrol atau tanpa tanin dan

tanpa protease bromelin), nilai IC 50% tidak dapat terdeteksi. Nilai IC 50% terkecil adalah

pada ransum B2T3 sebesar 14,32 mg/mL yang berarti bahwa dalam konsentrasi ekstrak pada

ransum B2T3 sebanyak 14,32 mg/mL mampu mereduksi radikal bebas DPPH 0,1 m M

sebesar 50%.

Kapasitas antioksidan ditunjukkan dengan nilai GAEAC (Gallic Acids Equivalent

Antioxidant Capacity) dalam ppm, dimana pada ransum 0 t idak terdeteksi. Selain pada

kontrol nilai kapasitas antioksidan terendah pada ransum B2T0 sebesar 58,624 ppm.

Sementara nilai kapasitas antioksidan tertinggi pada ransum B2T3 sebesar 314,859 ppm.

Berdasarkan nilai IC 50% dan kapasitas antioksidan yang diperoleh dari ke-16 ransum

yang dianalisis, lima ransum dengan potensi antioksidan yang tertinggi adalah ransum dengan

kombinasi kulit nanas mengandung bromelin (B) dan tepung daun kaliandra (T) berturut-

turut yaitu ransum B2T3, B3T3, B3T2 dan B2T2. Daun kaliandra yang tinggi kandungan

senyawa fenoliknya, memberikan kontribusi yang terbesar terhadap antioksidan yang terdapat

di dalam ransum, selain itu kulit nanas juga mengandung antioksidan walaupun dalam jumlah

Page 21: Kode/Nama Bidang Ilmu: 113/ Biologi dan Bioteknologi Umum ...

14

yang lebih sedikit. Sebaliknya ransum kontrol (B0T0) yang digunakan dalam penelitian ini

tidak mengandung antioksidan dimana kadarnya tidak terdeteksi oleh spektrofotometer.

4.2. Kadar SGPT, SGOT, dan Kreatinin dalam Darah Tikus

Semua kelompok perlakuan ransum menunjukkan tidak ada interaksi antara tanin

dengan bromelin terhadap kadar SGOT, SGPT dan kreatinin dalam plasma darah induk.

Level tanin maupun bromelin dalam ransum tidak berpengaruh secara nyata terhadap kadar

SGOT, SGPT dan kreatinin darah. Walaupun tidak nyata secara statistik, peningkatan level

tanin maupun protease bromelin dalam ransum cenderung meningkatkan kadar SGOT dan

SGPT dalam darah (Tabel 4).

Tabel 4. Rataan kadar SGOT, SGPT, dan Kreatinin darah tikus bunting yang diberi ransum

Tanin Kadar dalam Darah

SGOT SGPT Kreatinin T0 97,63 a 34,50 a 0,34 a T1 115,13 a 42,88 ab 0,40 a T2 117,38 a 50,00 b 0,34 a T3 153,88 a 67,75 c 0,35 a

Bromelin B0 105,38 a 45,13 a 0,34 a

B1 112,13 a 46,00 a 0,35 a B2 114,63 a 47,63 a 0,38 a B3 151,88 a 56,38 a 0,36 a

Interaksi Tanin*Bromelin tidak nyata

Kerusakan sel hati akan mempengaruhi kadar enzim-enzim hati, bilirubin, dan protein

dalam serum. Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) merupakan enzim yang

berfungsi sebagai katalis berbagai fungsi tubuh. Enzim ini ditemukan paling dominan di sel

hati, selain dalam konsentrasi kecil juga ditemukan di jantung, ginjal dan otot. Variasi level

serum ini digunakan untuk mendiagnosis penyakit atau kerusakan organ hati. Serum

Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) adalah enzim yang ditemukan di jaringan atau

sel yang mempunyai aktivitas metabolik tinggi misalnya di jantung, hati dan otot lurik.

Enzim ini dikeluarkan ke aliran darah karena adanya jejas atau kematian sel.

Kerusakan yang relatif kecil pada sel hati akan meningkatkan kadar enzim SGPT dan

SGOT di dalam darah. Namun, pada tingkat kerusakan yang luas dan parah, ketersediaan

enzim SGPT dan SGOT di dalam sel hati sudah sangat rendah akibat kemampuan sel hati

dalam mensintesis enzim tersebut sudah berkurang atau hilang sama sekali. Peningkatan

kadar SGPT dalam darah terutama disebabkan oleh kerusakan sel hati dan sel otot rangka.

Page 22: Kode/Nama Bidang Ilmu: 113/ Biologi dan Bioteknologi Umum ...

15

Kerusakan hepatosit diawali perubahan permeabilitas membran yang diikuti dengan kematian

sel. Peningkatan kadar SGOT dalam darah disebabkan oleh kerusakan hati yang parah dan

disertai nekrosis, sehingga enzim dari mitokondria ikut keluar sel (Panjaitan, 2007).

Peningkatan kadar SGPT dapat digunakan sebagai alat diagnostik dalam menentukan

kerusakan hepar secara umum. Kenaikan kadar enzim SGPT maupun SGOT di dalam darah

disebabkan oleh sel-sel yang mengandung enzim ini mengalami nekrosis atau hancur. Enzim

yang dikeluarkan sel kemudian masuk ke dalam peredaran darah (Noer, 2002). Dalam

penelitian ini, peningkatan kadar SGPT dan SGOT dalam darah disebabkan pengaruh tanin

dalam daun kaliandra. Masuknya tanin melalui jalur saluran pencernaan akan bermuara pada

vena porta yang ada pada hepar. Dalam hepar, pemberian ransum mengandung tanin selama

perlakuan akan menyebabkan akumulasi kandungan senyawa xenobiotik ini di dalam sel-sel

hepatosit hati sehingga sel tidak mampu lagi mendetoksifikasinya. Akibatnya hepar akan

mengalami kerusakan atau nekrosis dan mengeluarkan kandungan enzimnya ke peredaran

darah.

Semakin tinggi pemberian kaliandra mengandung tanin dalam ransum dalam

penelitian ini, cenderung meningkatkan kadar SGPT dan SGOT dalam darah tikus. Walaupun

demikian, peningkatan tersebut tidak berbeda nyata dengan kontrol maupun dengan ransum

yang tidak mengadung tepung daun kaliandra. Walaupun kandungan tanin dalam daun

kaliandra dapat memicu kerusakan sel-sel hati, namun daun kaliandra juga mengandung

senyawa fenolat yang berperan sebagai antioksidan yang melindungi sel dari serangan radikal

bebas dan sebagai senyawa yang mengkonjugasi senyawa xenobiotik agar lebih larut dalam

air sehingga mudah diekskresikan melalui urin atau empedu.

Dari hasil analisis ransum, daun kaliandra terbukti dapat menjadi scavenger radikal

bebas, diduga sebagai golongan antioksidan pemutus rantai, yang dapat memutuskan reaksi

berantai peroksidasi lipid. Selain itu tanin dalam daun kaliandra merupakan senyawa

polifenol yang merupakan salah satu golongan antioksidan, suatu senyawa kimia yang dapat

menghambat terjadinya proses oksidasi yang dipicu oleh radikal bebas.

Walaupun tidak nyata secara statistik, peningkatan level tanin maupun protease

bromelin dalam ransum dalam penelitian ini juga cenderung meningkatkan kadar kreatinin

dalam darah (Tabel 4). Sintesis kreatinin melibatkan secara langsung arginin yang merupakan

protein dari asam amino esensial dan diproduksi di ginjal. Tanin dikenal karena

kemampuannya mengikat protein atau asam amino maupun enzim. Diduga terjadinya

pengikatan protein mitokondria glomerulus oleh senyawa tanin akan menyebabkan

perubahan enzim proteolitik (glisin amidinotransferase di dalam ginjal) dalam menjaga

Page 23: Kode/Nama Bidang Ilmu: 113/ Biologi dan Bioteknologi Umum ...

16

keseimbangan proteolitik-antiproteolitik. Selain itu, interaksi dengan tanin diduga

mengganggu kerja metabolisme dalam sintesis arginin menjadi kreatinin. Kreatinin yang

dihasilkan kadarnya menjadi lebih tinggi atau mengalami peningkatan dari keadaan

normalnya. Tingginya kadar kreatinin serum menyebabkan kemampuan filtrasi glomerulus

berkurang dan proses reabsorbsi tubulus kontortus proksimalis terganggu.

Aliran kadar kreatinin serum yang tinggi menuju ren dapat menyebabkan kerusakan

pembuluh darah dan membran glomerulus untuk filtrasi, serta nekrosis pada tubulus untuk

reabsorbsi (Tosetti et al., 2001). Kadar kreatinin serum normal, menunjukkan kerja dari ginjal

untuk menghasilkan produk yang dialirkan ke darah dan ke urin. Kadar kreatinin yang rendah

dapat menunjukkan status nutrisi yang rendah, karena protein yang dikonsumsi sangat

sedikit. Kadar kreatinin serum yang tinggi sangat berguna untuk mengetahui kerusakan ren

pada nekrosis tubulus, glomerulonefritis, serta dapat menentukan kemampuan filtrasi

glomerulus (Yuan et al., 2004; Stevens and Levey, 2004).

4.3.1. Histopatologi Hati Tikus

Tabel 5. Histopatologi Hati Tikus

B0 B1 B2 B3 Rataan

Kongesti Sinusoid

T0 5,0 a 10,3 ab 21,5 c 5,5 a 10,58 a

T1 6,6 a 20,0 c 20,0 c 6,5 a 13,28 ab

T2 4,5 a 18,3 bc 9,8 ab 8,5 a 10,28 a T3 21,5 c 5,7 a 20,8 c 20,5 c 17,13 b

Rataan 9,40 a 13,58 a 18,03 b 10,25 a

B0 B1 B2 B3 Rataan

Inti Piknotik

T0 2,4 ab 1,6 ab 7,2 d 4,2 bc 3,85 a T1 2,1 ab 4,1 bc 0,4 a 2,2 ab 2,20 b T2 0,8 a 6,0 cd 0,5 a 2,8 ab 2,53 b T3 1,5 ab 1,1 a 1,8 ab 2,3 ab 1,68 b

Rataan 1,70 a 3,20 b 2,48 ab 2,88 ab

Interaksi Tanin*Bromelin nyata

Tabel 6. Histopatologi Hati Tikus

Degenerasi Lemak Infiltrasi Sel Radang Nekrosis

Tanin

T0 3,00 ab 7,15 a 2,58 a T1 2,38 a 7,03 a 2,58 a T2 3,38 b 7,35 a 2,85 a T3 2,50 ab 8,73 a 2,63 a

Bromelin

B0 3,15 a 8,75 a 2,58 a B1 2,30 a 5,68 a 2,78 a B2 2,83 a 8,23 a 2,63 a B3 2,98 a 7,60 a 2,65 a

Interaksi Tanin*Bromelin tidak nyata

Page 24: Kode/Nama Bidang Ilmu: 113/ Biologi dan Bioteknologi Umum ...

17

Pada tabel 5 dan 6, derajat kerusakan organ hati akibat perlakuan ransum

mengandung condensed tannin dari daun kaliandra (T) dan enzim protease bromelin dari

kulit nanas (B), menunjukkan terdapat interaksi antara tanin kaliandra dengan bromelin kulit

nanas terhadap kerusakan berupa kongesti pada sinusoid hati dan inti piknotik sel-sel

hepatosit (Tabel 5), namun tidak terdapat interaksi terhadap kerusakan berupa degenerasi

lemak dan nekrosis sel-sel hati serta infiltrasi sel radang (Tabel 6).

Gambar 1. Gambaran histologi hati tikus yang diberi perlakuan ransum selama gestasi.

Keterangan: A. Sel hati (hepatosit), B. Sinusoid, C. Vena sentralis. Histopatologi: a. Inti piknotik sel hepatosit, b. Kongesti pembuluh darah dan sinusoid, c. Infiltrasi sel radang.

Kontrol (B0T0)

B0T2

B3T0

B1T3 B3T2

B0T3

A

B C

a

b

b

c

c

c

a

Page 25: Kode/Nama Bidang Ilmu: 113/ Biologi dan Bioteknologi Umum ...

18

Di dalam hati terjadi proses-proses penting, yaitu proses penyimpanan energi,

pembentukan protein, pengaturan metabolisme kolesterol, dan penetralan racun/obat yang

masuk dalam tubuh. Apabila bahan-bahan mengandung toksin atau racun, hati akan bekerja

sangat keras untuk menetralisasinya. Cara kerja ini menyebabkan hati mudah terkena racun,

sehingga hati gampang rusak. Kerusakan hati dapat meliputi kerusakan struktur maupun

gangguan fungsi hati (Susanto, 2006).

Preparat hati menunjukkan gambaran normal pada sediaan histologi hati pada

kelompok kontrol (ransum B0T0). Pada perlakuan ransum yang lain ditemukan beberapa

jenis kerusakan seperti kerusakan sel hati (hepatosit) yang memiliki inti piknotik yaitu inti

terpulas gelap karena pemadatan kromatin. Jika piknosis semakin parah maka sel akan

mengalami kematian atau nekrosis. Kerusakan lain adalah adanya kongesti atau penyumbatan

pada pembuluh darah (arteri atau vena) serta kongesti pada sinusoid. Selain itu pada beberapa

lokasi pada beberapa preparat ditemukan adanya infiltrasi sel radang yang menandakan

adanya inflamasi pada wilayah tersebut.

Masuknya suatu substansi toksik dalam waktu yang lama akan menyebabkan nekrosis

yang diawali dengan perubahan morfologi inti sel yaitu piknosis.Tahap berikutnya inti pecah

(karioheksis) dan inti menghilang (kariolisis). Piknosis dapat terjadi karena adanya kerusakan

di dalam sel antara lain kerusakan membran yang diikuti oleh kerusakan mitokondria dan

aparatus golgi sehingga sel tidak mampu mengeliminasi air dan trigliserida sehingga

tertimbun dalam sitoplasma sel (Robbins, 1992).

4.3.2. Histopatologi Ginjal Tikus

Pada tabel 7 dan 8 d isajikan analisis statistik faktorial histopatologi ginjal yang

menunjukkan derajat kerusakan organ ginjal akibat perlakuan ransum yang mengandung

condensed tannin dari daun kaliandra (T) dan enzim protease bromelin dari limbah kulit

nanas (B), masing-masing dengan empat level dosis.

Histopatologi ginjal menunjukkan terdapat interaksi antara tanin kaliandra dengan

bromelin kulit nanas terhadap kerusakan berupa endapan protein dalam tubulus, hemoragi

jaringan ginjal dan degenerasi lemak pada sel-sel tubulus ginjal (Tabel 7). Sebaliknya tidak

terdapat interaksi terhadap kerusakan berupa inti piknotik dan nekrosis sel-sel hati,

penyempitan dan kongesti pada glomerulus ginjal, serta infiltrasi sel radang (Tabel 8).

Preparat ginjal (Gambar 2) menunjukkan gambaran normal pada kontrol (ransum

B0T0). Pada perlakuan ransum lain ditemukan beberapa jenis kerusakan berupa kontriksi

atau pengerutan glomerulus dibandingkan glomerulus pada kontrol yang menyebabkan ruang

Page 26: Kode/Nama Bidang Ilmu: 113/ Biologi dan Bioteknologi Umum ...

19

kapsula Bowman tampak melebar; tampak adanya endapan protein dalam lumen tubulus;

terdapat hemoragi atau perdarahan pada jaringan ginjal, serta infiltrasi sel radang pada

beberapa lokasi yang menandakan terjadi inflamasi pada wilayah tersebut.

Tabel 7. Histopatologi Ginjal Tikus

B0 B1 B2 B3 Rataan

Endapan Protein

T0 0,2 a 2,0 abc 3,7 abcd 0,5 a 1,60 a T1 0,9 ab 2,0 abc 3,8 abcd 3,0 abcd 2,43 ab T2 4,4 bcd 2,4 abc 2,0 abc 3,5 abcd 3,08 ab T3 0,9 ab 2,7 abcd 5,1 cd 6,1 d 3,70 b

Rataan 1,60 a 2,28 ab 3,28 b 3,65 b

B0 B1 B2 B3 Rataan

Hemoragi

T0 2,8 a 18,1 abcd 33,0 cd 16,2 abcd 17,53 a T1 31,7 cd 32,7 cd 32,9 cd 15,1 abc 28,10 b T2 10,5 ab 34,2 d 11,6 ab 6,9 ab 15,80 a T3 8,1 ab 16,1 abcd 23,9 bcd 30,0 cd 19,53 a

Rataan 13,28 a 25,28 b 25,35 b 17,05 a

B0 B1 B2 B3 Rataan

Degenerasi Lemak

T0 0 1,8 abcd 0,7 ab 1,4 abc 0,98 a T1 3,5 d 0,8 ab 1,3 abc 1,0 abc 1,65 ab T2 0,8 ab 1,8 abcd 0,4 a 0,7 ab 0,93 a T3 2,9 cd 1,4 abc 1,1 abc 2,5 bcd 1,98 b

Rataan 1,80 a 1,45 ab 0,88 b 1,40 ab

Interaksi Tanin*Bromelin nyata

Tabel 8. Histopatologi Ginjal Tikus

Inti Piknotik

Penyempitan Glomerulus

Kongesti Glomerulus

Infiltrasi Sel Radang

Nekrosis

Tanin

T0 6,60 a 0,75 a 1,40 a 4,33 a 3,03 a T1 3,80 c 1,83 b 1,95 ab 7,75 a 3,23 a T2 4,68 bc 1,58 b 1,63 a 6,55 a 3,95 b T3 5,38 ab 1,78 b 2,53 b 5,23 a 4,93 c

Bromelin

B0 4,20 a 1,35 a 1,20 a 4,10 a 3,23 a B1 5,08 ab 1,65 a 2,25 b 6,25 a 3,98 b B2 5,78 b 1,30 a 2,03 b 8,38 a 3,65 ab B3 5,40 ab 1,63 a 2,03 b 5,13 a 4,28 b

Interaksi Tanin*Bromelin tidak nyata

Degenerasi dalam patologi dapat didefinisikan secara luas sebagai kehilangan struktur

dan fungsi normal sel (Confer dan Panciera 1995). Degenerasi juga dapat diartikan sebagai

gangguan mekanisme pemompaan natrium sehingga terjadi penimbunan cairan intraseluler.

Page 27: Kode/Nama Bidang Ilmu: 113/ Biologi dan Bioteknologi Umum ...

20

Degenerasi menunjukkan gangguan biokimiawi sel yang dapat disebabkan oleh iskhemi,

metabolisme abnormal dan zat kimia.

Gambar 2. G ambaran histologi ginjal tikus yang diberi perlakuan ransum selama gestasi.

Keterangan: A. Glomerulus, B. Kapsula Bowman, C. Tubulus. Histopatologi: a. Kontriksi glomerulus, b. Endapan protein dalam lumen tubulus, c. Hemoragi, d. Infiltrasi sel radang, e. Degenerasi lemak

Degenerasi yang berlangsung terus-menerus akan menyebabkan kematian sel.

Kematian sel merupakan kerusakan yang bersifat irreversible (menetap), sehingga hepatosit

tidak dapat kembali kebentuk normal. Kematian sel dapat terjadi melalui proses apoptosis

B3T0 B1T2

a

b

T3B2 T3B3

b

d

e

Kontrol (B0T0)

B0T3

B1T2

A

B

C

c d

c

c

c

Page 28: Kode/Nama Bidang Ilmu: 113/ Biologi dan Bioteknologi Umum ...

21

dan nekrosa sel. Apoptosis merupakan proses kematian sel yang terprogram yang dipicu oleh

fragmen DNA, sedangkan nekrosa sel dicirikan dengan adanya sel radang. Nekrosa dapat

bersifat lokal atau difus, yang disebabkan oleh keadaan iskemia, anemia, kekurangan

oksigen, bahan-bahan radikal bebas, gangguan sintetis DNA dan peptida (Lu, 1995).

Inflamasi atau reaksi peradangan merupakan mekanisme penting yang diperlukan

tubuh untuk mempertahankan diri dari berbagai bahaya yang mengganggu keseimbangan

juga memperbaiki struktur serta gangguan fungsi jaringan yang ditimbulkan bahaya tersebut

(Baratawidjaya, 2002).

Masuknya suatu substansi toksik dalam waktu yang lama akan menyebabkan nekrosis

pada lobulusnya. Nekrosis diawali dengan perubahan morfologi inti sel yaitu piknosis.Tahap

berikutnya inti pecah (karioheksis) dan inti menghilang (kariolisis). Piknosis dapat terjadi

karena adanya kerusakan di dalam sel antara lain kerusakan membran yang diikuti oleh

kerusakan mitokondria dan aparatus golgi sehingga sel tidak mampu mengeliminasi air dan

trigliserida sehingga tertimbun dalam sitoplasma sel (Robbins, 1992).

Degenerasi melemak ditandai dengan adanya vakuola yang besarnya bervariasi dan

pada kasus berat mendesak nukleus ke tepi. Lemak dalam sitoplasma sel dapat mendesak inti

sel ke pinggir yang tampak pada pemeriksaan mikroskopis. Menurut Corwin (2001), adanya

endapan protein di tubulus disebabkan peningkatan tekanan osmotik koloid cairan

interstitium sehingga mengganggu filtrasi glomerulus dan reabsorbsi tubulus. Menurut

Carlton dalam McGavine (1995), protein yang lolos dari glomerulus tidak dapat diserap

dengan sempurna oleh epitel-epitel tubulus sehingga terjadi penumpukan protein di lumen

tubulus (Adikara, 2013).

Page 29: Kode/Nama Bidang Ilmu: 113/ Biologi dan Bioteknologi Umum ...

22

BAB V. KESIMPULAN

1. Berdasarkan nilai IC 50% dan kapasitas antioksidan, ransum dengan potensi antioksidan

yang tertinggi adalah ransum B2T3 dari kombinasi 25% daun kaliandra dan 13,05 g/kg bb

dalam ransum.

2. Level tanin maupun bromelin dalam ransum tidak nyata meningkatkan kadar SGOT,

SGPT dan kreatinin darah.

3. Terdapat interaksi antara pemberian kaliandra mengandung tanin dan kulit nanas

mengandung protease (bromelin) terhadap kerusakan berupa kongesti sinusoid dan inti

piknotik pada hati, serta endapan protein dalam tubulus, hemoragi jaringan dan

degenerasi lemak pada ginjal.

4. Derajat kerusakan sel pada gambaran histopatologi hati dan ginjal tikus cenderung

meningkat seiring peningkatan level kaliandra dan kulit nanas dalam ransum yang

diberikan selama gestasi. Peningkatan nyata dimulai pada level 25% kaliandra sedangkan

dosis kulit nanas (protease) tidak nyata pengaruhnya.

Page 30: Kode/Nama Bidang Ilmu: 113/ Biologi dan Bioteknologi Umum ...

23

DAFTAR PUSTAKA

Adikara, I.P.A., I.B.O. Winaya dan I.W. Sudira. 2013. Studi Histopatologi Hati Tikus Putih

(Rattus norvegicus) yang Diberi Ekstrak Etanol Daun Kedondong (Spondias dulcis G.Forst) secara Oral, Buletin Veteriner Udayana 5(2): 107-113.

Ahn, J.H., B.M. Robertson, R. Elliot, R.C. Gutteridge, C.W. Ford. 1989. Q uality

Assessment of Tropical Browse Legumes: Tannin Content and Protein Degradation, Animal Feed Science and Technology 27: 147-156.

Ashoka, B.V.L., G. Arunachalam, K. Narasimha, Jayaveera, Varadharajan, M.S Banu. 2012.

Hepatoprotective activity of methalonic extract of Ecrobolium viride (FOR SSK) alston roots against carbon tetrachloride induce hepatocity. IRJP. 3(8)

Baratawidjaya, K.G. 2002. Imunologi Dasar. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI. Cai, Y., Q. Luo, M. Sun and H. Corke. 20 04. A ntioxidant Activity and Phenolic

Compounds of 112 T raditional Chinese Medicinal Plants Associated with Anticancer. Life Science 74 : 2157 – 2184

Cannas A. 2008. T annins: Fascinating but Sometimes Dangerous Molecules, USA:

Department of Animal Science - Cornell University. Confer AW dan Panciera RJ. 1995. Thomson’s Special Veterinary Pathology. Edisi ke-2. Edited

by: Carlton WW dan McGavin MD. Mosby. Corwin EJ. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta. Delaere, F.Magnan, C.Mathieuk, G. 2010. Hypothalamic integration of portal glucose signals

and control of food intake and insulin sensitivity. Diabetes Metab.36(4): 257-62 Gunawan. 2000. K eempukan, pH dan Daya Mengikat Air Otot Semitendinosus Sapi

Peranakan Ongole pada Berbagai Taraf Suhu dan Konsentrasi Perendaman Sari Hati Nanas Muda [Skripsi], Bogor: IPB.

Hagerman, A.E. 2002. Condensed Tannin Structural Chemistry. Dept. Of Chemistry and

Biochemistry, Miami University, Oxford, OH 45056. Halliwell, B and J.M.C.Gutteridge 1999. Free Radical in Biology and Medicine. Oxford

University Press, New York. Kmiec Z. 2001. Cooperation of liver cells in health and disease. Anat Embriol Cell Biol. 161

(3):1- 151 Los, J., A. Podsedek. 2004. Tannins from Different Foodstuff as Trypsin Inhibitors, Pol. J.

Food Nutr. Sci. Vol.13/54, No.1: 51-55. Lu, F.C. 1995. Toksikologi dasar (diterjemahkan oleh Edi Nugroho). UI Press. Jakarta.

Page 31: Kode/Nama Bidang Ilmu: 113/ Biologi dan Bioteknologi Umum ...

24

Multaram, Al. 2013. Batu Ginjal. Available at : http://www.metris- community.com/ gejalabatuginjal-penyebab-penyakitbatuginjal/

Norton, B.W. 1998. Anti-Nutritive and Toxic Factors in Forage Tree Legumes, In: Forage

Tree Legumes in Tropical Agriculture, Queensland. Okawa, M., Kinjo, J., Nohara, T., Ono, M., 2001. DPPH (1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazyl)

Radical Scavenging Activity of Flavonoids Obtained from Some Medicinal Plants, Biol. Pharm. Bull. 24 (10), 1202-1205.

Panjaitan, R.G.P., Handharyani, E., Chairul, Masriani, Zakiah, Z., dan Manalu, W. 2007.

Pengaruh Pemberian Karbon Tetraklorida terhadap Fungsi Hati dan Ginjal Tikus, Makara Kesehatan 11(1):11-16.

Robbins, S. L dan Kumar V.1992. Buku Ajar Patologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. Santoso G. 2002. P engaruh pemberian dua varietas Acacia villosa (Lamtoro Merah) terhadap

pertumbuhan histopatologi organ ayam. [skripsi]. FKH-IPB. Bogor. Sebastiani, G. 2009.Non-invasive assessment of liver fibrosis in chronic liver diseases:

Implementation in clinical practice and decisional algorithms. J Gastroenterol. 15(18): 2190–2203.

Soesanti, N. H., R. Darmawan. 2009. Pengaruh VCO terhadap Hitung Jenis Leukosit, Kadar

Glukosa dan Kreatinin Darah Mus musculus Balb/c Hiperglikemi dan Tersensitisasi Ovalbumin. Bioteknologi 6 (1): 1-10.

Stevens, L.A. and Levey, A.S. 2004. C linical Implications for Estimating Equations for

Glomerular Filtration Rate. Ann. Intern. Med. 141: 959-961. Suhermiyati, S., S.J. Setyawati. 2008. P otensi Limbah Nanas untuk Peningkatan Kualitas

Limbah Ikan Tongkol sebagai Bahan Pakan Unggas, Animal Production Vol. 10 No.3: 174-178.

Tosetti, M., Fornai, F., and Cioni, G. 2001. Arginine: Glicine Amidinotransferase

Deficiency: the Third Inbor Error of Creatin Metabolism in Human. Am. J. Hum. Genet. 69: 1127-1133.

Waghorn, G.C.. W.C. McNabb. 2003. C onsequences of Plant Phenolic Compounds for

Productivity and Health of Ruminants, Proc. Nutr. Soc. 62 : 383-392. Westendarp, H. 2006. Effects of Tannins in Animal Nutrition, Dtsch. Tierarztl. Wochenschr.

113: 264-268. Wina, E., B.Tangendaja. 2000. P emanfaatan Kaliandra (Calliandra calothyrsus) sebagai

Hijauan Pakan Ruminansia di Indonesia, Prosiding Lokakarya Produksi Benih dan Pemanfaatan Kaliandra 14-16 November 2000, Bogor, hal. 13-20.

Yuan, P.S.T., Dunn, S.R., Miyaji, T., Yasuda, H., Sharma, K., and Star, R.A. 2004. A

Simplified Method for HPLC Determination of Creatinine in Mouse Serum. Am. J. Physiol. 286: F1116-F1119.

Page 32: Kode/Nama Bidang Ilmu: 113/ Biologi dan Bioteknologi Umum ...

25

Lampiran 1. Analisa Statistik Kadar SGOT, SGPT dan Kreatinin dalam Plasma Darah TWO WAY ANOVA COMPLETELY RANDOMIZED Variable: SGOT Source SS df MS F P ------------------------------------------------------------------------------------------------------------ Main Effects Brom 10534,5 3 3511,5 1,0879516672 ,3826 ns Tann 13398,5 3 4466,1666667 1,383731588 ,2838 ns Interaction Brom x Tann 19511 9 2167,8888889 0,6716669033 ,7231 ns Error 51642 16 3227,625 ------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Total 95086 31 Duncan's Multiple Range Test Factor: Brom Error mean square = 3227,625 Degrees of freedom = 16 Significance level = 5% LSD .05 = 60,218231949 Rank Trt# Mean n Non-significant ranges --------------------------------------------------- 1 4 151,875 8 a 2 3 114,625 8 a 3 2 112,125 8 a 4 1 105,375 8 a

Duncan's Multiple Range Test Factor: Tann Error mean square = 3227,625 Degrees of freedom = 16 Significance level = 5% LSD .05 = 60,218231949 Rank Trt# Mean n Non-significant ranges --------------------------------------------------- 1 4 153,875 8 a 2 3 117,375 8 a 3 2 115,125 8 a 4 1 97,625 8 a

TWO WAY ANOVA COMPLETELY RANDOMIZED Variable: SGPT Source SS df MS F P -------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Main Effects Brom 640,84375 3 213,61458333 1,3976010359 ,2798 ns Tann 4801,09375 3 1600,3645833 10,470592244 ,0005 *** Interaction Brom x Tann 378,03125 9 42,003472222 0,2748131489 ,9726 ns Error 2445,5 16 152,84375 --------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Total 8265,46875 31 Duncan's Multiple Range Test Factor: Brom Error mean square = 152,84375 Degrees of freedom = 16 Significance level = 5% LSD .05 = 13,104193793 Rank Trt# Mean n Non-significant ranges -------------------------------------------------------- 1 4 56,375 8 a 2 3 47,625 8 a 3 2 46 8 a 4 1 45,125 8 a

Duncan's Multiple Range Test Factor: Tann Error mean square = 152,84375 Degrees of freedom = 16 Significance level = 5% LSD .05 = 13,104193793 Rank Trt# Mean n Non-significant ranges -------------------------------------------------------- 1 4 67,75 8 a 2 3 50 8 b 3 2 42,875 8 bc 4 1 34,5 8 c

Page 33: Kode/Nama Bidang Ilmu: 113/ Biologi dan Bioteknologi Umum ...

26

TWO WAY ANOVA COMPLETELY RANDOMIZED Variable: Kreatinin Source SS df MS F P ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------ Main Effects Brom 0,00625 3 0,0020833333 0,6666666667 ,5847 ns Tann 0,02125 3 0,0070833333 2,2666666667 ,1200 ns Interaction Brom x Tann 0,06125 9 0,0068055556 2,1777777778 ,0836 ns Error 0,05 16 0,003125 ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Total 0,13875 31 Duncan's Multiple Range Test Factor: Brom Error mean square = 0,003125 Degrees of freedom = 16 Significance level = 5% LSD .05 = 0,0592531544 Rank Trt# Mean n Non-significant ranges ------------------------------------------------------- 1 3 0,375 8 a 2 4 0,3625 8 a 3 2 0,35 8 a 4 1 0,3375 8 a

Duncan's Multiple Range Test Factor: Tann Error mean square = 0,003125 Degrees of freedom = 16 Significance level = 5% LSD .05 = 0,0592531544 Rank Trt# Mean n Non-significant ranges ------------------------------------------------------- 1 2 0,4 8 a 2 4 0,35 8 a 3 3 0,3375 8 a 4 1 0,3375 8 a

Lampiran 2. Analisis Statistik Histopatologi Hati

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Kongesti_Sinusoid Source Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 7538.975a 15 502.598 5.953 .000 Intercept 26265.625 1 26265.625 311.107 .000 Tanin 1210.275 3 403.425 4.778 .003 Bromelin 1838.525 3 612.842 7.259 .000 Tanin * Bromelin 4490.175 9 498.908 5.909 .000 Error 12157.400 144 84.426 Total 45962.000 160 Corrected Total 19696.375 159 a. R Squared = .383 (Adjusted R Squared = .318)

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Inti_Piknotik Source Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 556.775a 15 37.118 4.728 .000 Intercept 1050.625 1 1050.625 133.814 .000 Tanin 103.125 3 34.375 4.378 .006 Bromelin 50.225 3 16.742 2.132 .099 Tanin * Bromelin 403.425 9 44.825 5.709 .000 Error 1130.600 144 7.851 Total 2738.000 160 Corrected Total 1687.375 159 a. R Squared = .330 (Adjusted R Squared = .260)

Page 34: Kode/Nama Bidang Ilmu: 113/ Biologi dan Bioteknologi Umum ...

27

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Degenerasi_Lemak Source Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 95.975a 15 6.398 1.674 .062 Intercept 1265.625 1 1265.625 331.123 .000 Tanin 25.625 3 8.542 2.235 .087 Bromelin 16.125 3 5.375 1.406 .243 Tanin * Bromelin 54.225 9 6.025 1.576 .128 Error 550.400 144 3.822 Total 1912.000 160 Corrected Total 646.375 159 a. R Squared = .148 (Adjusted R Squared = .060)

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Infiltrasi_Sel_Radang Source Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 986.775a 15 65.785 1.104 .358 Intercept 9150.625 1 9150.625 153.566 .000 Tanin 74.225 3 24.742 .415 .742 Bromelin 216.525 3 72.175 1.211 .308 Tanin * Bromelin 696.025 9 77.336 1.298 .243 Error 8580.600 144 59.587 Total 18718.000 160 Corrected Total 9567.375 159 a. R Squared = .103 (Adjusted R Squared = .010)

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Nekrosis Source Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 12.394a 15 .826 1.326 .194 Intercept 1128.906 1 1128.906 1812.291 .000 Tanin 2.069 3 .690 1.107 .348 Bromelin .869 3 .290 .465 .707 Tanin * Bromelin 9.456 9 1.051 1.687 .097 Error 89.700 144 .623 Total 1231.000 160 Corrected Total 102.094 159 a. R Squared = .121 (Adjusted R Squared = .030)

Lampiran 3. Analisis Statistik Histopatologi Ginjal

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Inti_Piknotik Source Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 295.975a 15 19.732 2.519 .002 Intercept 4182.025 1 4182.025 533.876 .000 Tanin 167.825 3 55.942 7.141 .000 Bromelin 54.225 3 18.075 2.307 .079 Tanin * Bromelin 73.925 9 8.214 1.049 .405 Error 1128.000 144 7.833 Total 5606.000 160 Corrected Total 1423.975 159 a. R Squared = .208 (Adjusted R Squared = .125)

Page 35: Kode/Nama Bidang Ilmu: 113/ Biologi dan Bioteknologi Umum ...

28

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Endapan_Protein Source Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 422.800a 15 28.187 2.313 .006 Intercept 1166.400 1 1166.400 95.716 .000 Tanin 97.050 3 32.350 2.655 .051 Bromelin 104.950 3 34.983 2.871 .039 Tanin * Bromelin 220.800 9 24.533 2.013 .042 Error 1754.800 144 12.186 Total 3344.000 160 Corrected Total 2177.600 159 a. R Squared = .194 (Adjusted R Squared = .110)

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Hemoragi Source Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 17766.775a 15 1184.452 3.952 .000 Intercept 65529.025 1 65529.025 218.652 .000 Tanin 3575.025 3 1191.675 3.976 .009 Bromelin 4406.025 3 1468.675 4.901 .003 Tanin * Bromelin 9785.725 9 1087.303 3.628 .000 Error 43156.200 144 299.696 Total 126452.000 160 Corrected Total 60922.975 159 a. R Squared = .292 (Adjusted R Squared = .218)

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Penyempitan_Glomerulus Source Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 61.244a 15 4.083 1.757 .047 Intercept 351.056 1 351.056 151.037 .000 Tanin 29.919 3 9.973 4.291 .006 Bromelin 3.969 3 1.323 .569 .636 Tanin * Bromelin 27.356 9 3.040 1.308 .238 Error 334.700 144 2.324 Total 747.000 160 Corrected Total 395.944 159 a. R Squared = .155 (Adjusted R Squared = .067)

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Kongesti_Glomerulus Source Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 99.500a 15 6.633 2.341 .005 Intercept 562.500 1 562.500 198.529 .000 Tanin 28.650 3 9.550 3.371 .020 Bromelin 25.650 3 8.550 3.018 .032 Tanin * Bromelin 45.200 9 5.022 1.773 .078 Error 408.000 144 2.833 Total 1070.000 160 Corrected Total 507.500 159 a. R Squared = .196 (Adjusted R Squared = .112)

Page 36: Kode/Nama Bidang Ilmu: 113/ Biologi dan Bioteknologi Umum ...

29

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Degenerasi_Lemak Source Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 131.044a 15 8.736 2.533 .002 Intercept 305.256 1 305.256 88.498 .000 Tanin 31.919 3 10.640 3.085 .029 Bromelin 17.469 3 5.823 1.688 .172 Tanin * Bromelin 81.656 9 9.073 2.630 .008 Error 496.700 144 3.449 Total 933.000 160 Corrected Total 627.744 159 a. R Squared = .209 (Adjusted R Squared = .126)

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Infiltrasi_Sel_Radang Source Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 1632.775a 15 108.852 1.278 .223 Intercept 5688.225 1 5688.225 66.795 .000 Tanin 270.625 3 90.208 1.059 .368 Bromelin 402.925 3 134.308 1.577 .198 Tanin * Bromelin 959.225 9 106.581 1.252 .269 Error 12263.000 144 85.160 Total 19584.000 160 Corrected Total 13895.775 159 a. R Squared = .118 (Adjusted R Squared = .026)

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Nekrosis Source Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 130.044a 15 8.670 3.768 .000 Intercept 2287.656 1 2287.656 994.333 .000 Tanin 88.719 3 29.573 12.854 .000 Bromelin 24.319 3 8.106 3.523 .017 Tanin * Bromelin 17.006 9 1.890 .821 .597 Error 331.300 144 2.301 Total 2749.000 160 Corrected Total 461.344 159 a. R Squared = .282 (Adjusted R Squared = .207)

Page 37: Kode/Nama Bidang Ilmu: 113/ Biologi dan Bioteknologi Umum ...

30

Lampiran 4. Dokumentasi Jalannya Penelitian

Tanaman Calliandra calothyrsus (kaliandra bunga merah) di daerah Baturiti, Tabanan

Ransum: Kontrol (R0), Dosis tepung daun kaliandra 10% (R1), 17,5% (R2) dan 25% (R3)

Kandang perlakuan individual Induk bunting Kandang saat perkawinan

Timbangan berat badan Organ dalam fiksatif sebelum preparasi histologi

Page 38: Kode/Nama Bidang Ilmu: 113/ Biologi dan Bioteknologi Umum ...

31

Laporan Penggunaan Dana Penelitian Dosen Muda (PNBP) 2014

Judul Penelitian : Potensi Antioksidan Pakan yang Mengandung Tanin dan Protease untuk

Memperbaiki Fungsi Hati dan Ginjal Tikus selama Periode Gestasi Tim Peneliti : Iriani Setyawati, S.Si., M.Si. (Ketua)

: I Gusti Ngurah Agung Dewantara Putra, S.Farm., Apt., M.Sc (Anggota) No Aktivitas Pembiayaan 1 Terima dana penelitian Rekening 5.950.000 (Tahap I), 2.550.000 (Tahap II) Kontrak 10.000.000 Bahan habis pakai Unit Harga/ Unit Harga (Rp) 2 Botol minum tikus 16 10000 160000 3 Botol vial kaca 30 4000 120000 4 Tikus betina (dgn cadangan) 35 30000 1050000 5 Tikus pejantan 8 30000 240000 6 Sekam 2 15000 30000 7 NaCl 0,9% 2 botol 10000 20000 8 Blood Tube 40 3000 120000 9 Ketamine 25 ml 75000 75000 10 Giemsa 10 ml 70000 70000 11 Bouin 100 ml 100000 100000 12 Xylol (Merck) 100 ml 200000 200000 13 Parafin (PA) 0,5 kg 150000 150000 14 Hematoxylin (Sigma) 100 ml 425000 425000 15 Eosin Y, Sigma 50 g 200000 200000 16 Canada balsam 50 ml 150000 150000 17 Object glass 1 box 50000 50000 18 Cover glass 1 box 50000 50000

19 Pakan standar tikus dari PT. Charoen Pokphand kode 551 1 sak 250000 250000

20 DPPH Radical Scaveging Kit ½ paket 500000 500000 21 Kit SGOT-SGPT 1 lot 650000 650000 22 Kit Kreatinin 1 lot 500000 500000 23 Sarung tangan 1 box 50000 50000 24 Kertas label 3 set 15000 45000 25 Tissue 5 pak 10000 50000 26 Aquades 5 L 10000 50000 27 Carboxymetyl Cellulose (Teknis) 1 kg 50000 50000 28 Pereaksi Folin Dennis ½ paket 400000 400000 29 Etanol 96% 500 ml 100000 100000 30 Na2CO3 50 g 155000 155000 Sub total 6010000

Page 39: Kode/Nama Bidang Ilmu: 113/ Biologi dan Bioteknologi Umum ...

32

Unit Harga/ Unit Harga (Rp) Perjalanan

31 Denpasar – Bedugul dan lokal Denpasar 2x perjalanan 50 100000

32 Denpasar – Gondol – Denpasar 1x perjalanan 150 150000 Sub total 250000 Peralatan penunjang

33 Sewa kandang 16 buah 5000 80000 34 Sewa spektrofotometer 1 set 100000 100000 35 Sewa sentrifuge 1 set 100000 100000 36 Sewa freeze dryer 1 set 100000 100000 37 Sewa mesin pelleting 1 set 100000 100000 Sub total 480000 Gaji dan upah

38 Honor ketua 19 minggu 10 jam/ mgg @ 4000

760000 39 Honor anggota 10 minggu 400000

Sub total 1160000

Lain-lain 40 Laporan lot 100000 100000

41 Publikasi di Jurnal Terakreditasi lot 500000 500000

Sub total 600000

Total anggaran yang digunakan 8500000