Kodas Demensia

26
A. Definisi Demensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari. Demensia merupakan keadaan ketika seseorang mengalami penurunan daya ingat dan daya pikir lain yang secara nyata mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari (Nugroho, 2008). Menurut Asosiasi Alzheimer Indonesia (2003), demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang menyebabkan deteriorasi kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari (Asosiasi Alzheimer Indonesia, 2003). Demensia adalah satu penyakit yang melibatkan sel-sel otak yang mati secara abnormal. Namun proses penuaan bukan dengan sendirinya menjadi penyebab dementia. Penyakit ini boleh dialami oleh semua orang dari berbagai latar belakang pendidikan maupun kebudayaan. Bila seseorang menderita demensia maka akan mengalami gangguan pada daya ingatan, pemikiran, tingkah laku dan emosi. Menurut WHO dalam Clinical Deskriptions and Diagnostic Guidelines for Mental and Behavioural Disorders dan International Classification of Diseases (10th Revision) (ICD-10) (2008) demensia memiliki ciri-ciri yang harus ada diantaranya:

description

cnwlcnjvcfj

Transcript of Kodas Demensia

A. DefinisiDemensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari. Demensia merupakan keadaan ketika seseorang mengalami penurunan daya ingat dan daya pikir lain yang secara nyata mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari (Nugroho, 2008). Menurut Asosiasi Alzheimer Indonesia (2003), demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang menyebabkan deteriorasi kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari (Asosiasi Alzheimer Indonesia, 2003). Demensia adalah satu penyakit yang melibatkan sel-sel otak yang mati secara abnormal. Namun proses penuaan bukan dengan sendirinya menjadi penyebab dementia. Penyakit ini boleh dialami oleh semua orang dari berbagai latar belakang pendidikan maupun kebudayaan. Bila seseorang menderita demensia maka akan mengalami gangguan pada daya ingatan, pemikiran, tingkah laku dan emosi.Menurut WHO dalam Clinical Deskriptions and Diagnostic Guidelines for Mental and Behavioural Disorders dan International Classification of Diseases (10th Revision) (ICD-10) (2008) demensia memiliki ciri-ciri yang harus ada diantaranya:1. Kemunduran kemampuan intelektual terutama memori yang sampai menganggu aktivitas-aktivitas keseharian sehingga menjadikan penderita sulit bahkan tidak mungkin untuk hidup secara mandiri.2. Mengalami kemunduran dalam berfikir, merencanakan dan mengorganisasikan hal-hal dari hari ke hari. 3. Awalnya, mengalami kesulitan menyebutkan nama-nama benda, orientasi waktu, tempat.4. Kemunduran pengontrolan emosi, motivasi, perubahan dalam perilaku sosial yang tampak dalam kelabilan emosi, ketidak mampuan melakukan ritual keseharian, apatis (tidak peduli) terhadap perilaku sosial seperti makan, berpakaian dan interaksi dengan orang lain.Kriteria derajat demensia1. Ringan : Walaupun terdapat gangguan berat daya kerja dan aktivitas sosial, kapasitas untuk hidup mandiri tetap dengan higiene personal cukup dan penilaian umum yang baik.2. Sedang : Hidup mandiri berbahaya diperlukan berbagai tingkat suportivitas.3. Berat : Aktivitas kehidupan sehari-hari terganggu sehingga tidak berkesinambungan, inkoheren

B. KlasifikasiBerdasarkan usia dibagi menjadi dua, yaitu senilis dan presenilis, dimana untuk demensia senilis terjadi pada usia diatas 65 tahun sedangkan presenilis dibawah usia 65 tahun. Apabila dilihat berdasarkan penyebabnya, demensia dibagi menjadi 3 jenis, yaitu: 1. demensia tipe Alzheimer (primer) dicirikan oleh kemunduran intelektual yang progresif. Faktor risiko utama adalah usia yang lanjut, keturunan, trauma kepala, infeksi virus, radikal bebas, toksin, pengaruh logam alumunium. Awalnya ditemukan gejala mudah lupa (forgetfulness) yang menyebabkan penderita tidak mampu menyebut kata yang benar, berlanjut dengan kesulitan mengenal benda dan akhirnya tidak mampu menggunakan barang-barang sekalipun yang termudah. Hal ini disebabkan adanya gangguan kognitif sehingga timbul gejala neuropsikiatrik seperti, Waham (curiga, sampai menuduh ada yang mencuri barangnya), halusinasi pendengaran atau penglihatan, agitasi (gelisah, mengacau), depresi, gangguan tidur, nafsu makan dan gangguan aktifitas psikomotor, berkelana. Demensia tipe ini dibagi menjadi 3 stadium:a. Stadium IBerlangsung 2-4 tahun disebut stadium amnestik dengan gejala gangguan memori, berhitung dan aktifitas spontan menurun.Fungsi memori yang terganggu adalah memori baru atau lupa hal baru yang dialami. Namun aktifitas rutin dalam keluarga tidak tergangg, fungsi motorik dan sensorik serta koordinasi atau keseimbangan masih normal.b. Stadium IIBerlangsung selama 2-10 tahun, dengan gejala : Disorientasi, gangguan bahasa (afasia) Penderita mudah bingung, mudah agresif dan ingin berkelana Penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak dapat melakukan kegiatan sampai selesai, tidak mengenal anggota keluarganya tidak ingat sudah melakukan suatu tindakan sehingga mengulanginya lagi. Gangguan fungsi bahasa sehingga sulit menemukan kata-kata dan tak lancer berbicara, lupa apa yang sudah diucapkan, sehingga sering mengulang pembicaraan, tidak mengerti pembicaraan yang kompleks sehingga salah pengertian. Dan ada gangguan visuospasial, menyebabkan penderita mudah tersesat di lingkungannya. Sifat kepribadian yang kurang baik yang dimiliki sebelumnya menjadi lebih menonjol, misalnya sikap curiga, bandel dan suka bertengkar. Depresi berat prevalensinya 15-20%. Sistem motoric dan sensorik masih baik.c. Stadium III Stadium ini dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12 tahun.Gejala klinisnya antara lain: Penderita menjadi vegetative yaitu akinetik (tidak bergerak) dan membisu Daya intelektual serta memori memburuk sehingga tidak mengenal keluarganya sendiri Tidak bisa mengendalikan buang air besar/ kecil Untuk melakukan kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan orang lain kematian terjadi akibat infeksi atau trauma/kecelakaan. (Depkes, 2002)2. demensia vaskular (multi infrak, sekunder) seringkali dicirikan oleh adanya tanda dan gejala tertentu seperti kemunduran yang bertahap (step-wise), riwayat sroke atau hipertensi, bukti adanya aterosklerosis, gejala neurologis fokal, dan emosi stabil, dan depresi. Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat gangguan sirkulasi darah otak, sehingga depresi itu dapat diduga sebagai demensia vaskuler. Gejala depresi lebih sering dijumpai pada demensia vaskuler daripada Alzheimer.Kriteria dari demensia vaskuler mencakup :a. Gangguan vaskuler yang mengacu pada semua jenis gangguan peredaran darah otak, stroke.b. Kemunduran kognitif meliputi semua jenis kemunduran.c. Faktor risiko yang berperan adalah diabetes, hipertensi, hiperkolesterolemi, penyakit jantung, obesitas, dan fisik inaktif.Faktor risiko demensia vaskuler sering kurang memperoleh perhatian dari penyandangnya.Salah satu yang belum banyak diketahui masyarakat tentang demensia vaskuler adalah kemunduran fungsi kognitif, karena kemunduran kognitif ini biasanya terjadi secara perlahan-lahan dan samar-samar.Biasanya hal ini sulit diketahui oleh penyandangnya.Dan pengamat yang paling tepat adalah pasangannya.Faktor resiko tersebut diatas bisa menyebabkan kemunduran fungsi kognitif, kemunduran perilaku dan aktifitas hidup sehari-hari.3. Demensia lain yang penyebabnya adalah kekurangan vitamin B12 dan tumor otak.Klasifikasi lain yang berdasarkan korelasi gejala klinik dengan patologi anatomisnya:1. Anterior: Frontal premotor cortex yang akan memperlihatkan gejala klinis pada perubahan behavior, kehilangan kontrol, anti sosial, reaksi lambat.2. Posterior: lobus parietal dan temporal yang akan memperlihatkan gejala klinis pada gangguan kognitif: memori dan bahasa, akan tetapi behaviour relatif baik. 3. Subkortikal yang akan memperlihatkan gejala klinis berupa apatis, forgetful, lamban, adanya gangguan gerak. 4. Kortikal yang akan memperlihatkan gejala klinis pada gangguan fungsi luhur; afasia, agnosia, apraksia.

C. Epidemiologi Menurut data pada tahun 2009 menunjukan penduduk Lansia di Indonesia berjumlah 20.547.541 jiwa. Diperkirakan jumlah penduduk Lanjut Usia di Indonesia pada tahun 2020 akan mencapai 28,8 juta jiwa atau sekitar 11% dari total penduduk Indonesia. Pada tahun 2021 usia lanjut di Indonesia diperkirakan mencapai 30,1 juta jiwa yang merupakan urutan keempat di dunia sesudah Cina, India dan Amerika Serikat (http://www.depkes.go.id). Menjelang tahun 2050 jumlahnya diperkirakan meningkat menjadi lebih dari 50 juta jiwa, peningkatan angka kejadian kasus demensia berbanding lurus dengan meningkatnya harapan hidup suatu populasi . Kira-kira 5% usia lanjut 65 70 tahun menderita demensia dan meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun mencapai lebih 45 % pada usia diatas 85 tahun.Pada umumnya 40% penderita demensia berada di atas 65 tahun dengan angka insidens 187/100.000/tahunnya. Untuk demensia tidak ada perbedaan antara pria dan wanita sedangkan untuk demensia Alzheimer lebih banyak wanita dengan rasio 1:6. Hal ini mungkin refleksi dari usia harapan hidup wanita lebih lama dibandingkan laki-laki. Dari seluruh pasien yang menderita demensia, 50 hingga 60 persen diantaranya menderita demensia tipe Alzheimer (Alzheimersdiseases). Sedangkan Demensia vaskuler meliputi 15 hingga 30% dari seluruh kasus demensia. Demensia vaskuler paling sering ditemui pada seseorang yang berusia antara 60 hingga 70 tahun dan lebih sering pada laki-laki daripada wanita.

D. Etiologi1. Penyebab secara biologisa. Adanya penumpukan protein yang lengket yang disebut anyloid plauques yang berakumulasi di otak pada penderita demensia. Plak amiloid juga ditemukan pada lansia yang tidak memiliki gejala-gejala demensia, tetapi juga dalam jumlah yang jauh lebih sedikit (Bourgeois dkk dalam Durand dan Barlow, 2007)b. Di dalam otak ditemukan jaringan abnormal (disebut plak senilis dan serabut saraf yang semrawut) dan protein abnormal, yang bisa terlihat pada otopsi. Demensia sosok Lewy sangat menyerupai penyakit Alzheimer, tetapi memiliki perbedaan dalam perubahan mikroskopik yang terjadi di dalam otak.c. Penyebab yang lain dari demensia adalah serangan stroke yang berturut-turut. Stroke tunggal ukurannya kecil dan menyebabkan kelemahan yang ringan atau kelemahan yang timbul secara perlahan. Stroke kecil ini secara bertahap menyebabkan kerusakan jaringan otak, daerah otak yang mengalami kerusakan akibat tersumbatnya aliran darah disebut infark. Demensia yang berasal dari stroke kecil disebut demensia multi-infark. Sebagian besar penderitanya memiliki tekanan darah tinggi (hipertensi) atau kencing manis, yang keduanya menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak.d. Demensia juga bisa terjadi setelah seseorang mengalami cedera otak atau cardiac arrest. Penyebab lain dari demensia adalah penyakit parkinson, penyakit pick, AIDS, penyakit paru, ginjal, gangguan darah, gangguan nurtrisi, keracunan metabolism, diabetes.e. Penyebab biologis demensia tidak diketahui penyebabnya hanya saja masalah kerusakan cortex (jaringan otak). Penelitian otopsi mengungkapkan bahwa lebih dari setengah penderita yang meninggal karena demensia sinilis mengalami penyakit Alzheimer jenis ini. f. Faktor genetik yang berhubungan dengan apoprotein E4 (Apo E4), alela (4) kromosom 19 pada penderita Alzheimer familial/sporadic. Mutasi 21,1, 14 awal penyakit. Penyebab lainnya yaitu neorotransmiter lain yang berkurang (defisit) yaitu non adrenergic presinaptik, serotonin, somatostatin, corticotrophin, releasing faktor, glutamate, dan lain-lain.

2. Penyebab secara psikologisDepresi meningkatkan risiko demensia, karena kelainan biologis afektif ini berhubungan dengan penyakit, termasuk tingginya kadar hormon stres kortisol, atau masalah sistem saraf otonom yang dapat mempengaruhi jantung, pembekuan darah. Selain itu faktor-faktor lain yang meningkatkan risiko demensia karena perilaku umum dalam kondisi seperti merokok, makan berlebihan, kurang olahraga, dan kesulitan dalam mengikuti rejimen pengobatan dan perawatan.3. Penyebab secara sosialGaya hidup seseorang mungkin melibatkan kontak dengan faktor-faktor yang dapat menyebabkan demensia, misalnya penyalahan substansi yang dapat mengakibatkan demensia. Gaya hidup seperti diet, olahraga, dan stres mempengaruhi penyakit kardiovaskuler dan dapat membantu menentukan siapa saja yang akan mengalami demensia vaskuler. Gaya hidup yang sehat seperti diet, olahraga dan kontrol terhadap makanan dapat meminimalisir kemungkinan terjadinya stroke dan tekanan darah tinggi yang menyebabkan demensia vaskuler. Faktor-faktor kultural juga dapat memengaruhi seseorang mengalami demensia. Sebagai contoh, hipertensi dan stroke menonjol di kalangan orang-orang dari suku madura yang menyukai konsumsi makanan yang asin, ataupun kultur orang-orang kota yang gemar mengkonsumsi alkohol dan makanan cepat saji dan mengandung bahan pengawet yang meningkatkan risiko terkena hieprtensi dan stroke yang menyebabkan demensia varskuler.4. Penyebab secara spiritual (keyakinan)Hal ini berhubungan erat dengan pola keyakinan seorang individu. Keyakinan bahwa ketika seorang manusia bertambah umurnya akan mengalami penurunan ingatan sehingga menjadi pikun atau lupa hal inimerupakan suatu persepsi yang menjadi stimulasi dalam otak. Fungsi otak akan semakin menurun ketika sedikit mendapatkan stimulasi, saat hal tersebut terjadi maka neuron-neuron dalam otak akan semakin melemah dan mati sehingga akan memicu gangguan fungsi kognitif yang cukup signifikan. Jika otak berfikir mati maka fungsi-fungsi kognisi manusia seperti; bahasa dan memori kognitif akan rusak dan kehilangan kemampuan berfikir terutama kalkulasi bahasa dan matematis logis dan kesulitan untuk memberikan respon atas setiap stimulus yang masuk (Hasanuddin, 2010).

Pada gambar tersebut, menunjukkan perbadingan persentase etiologi dari demensia

E. Manifestasi KlinisGejala-gejala klinis demensia secara umum menurut Yatim (2003) meliputi:1. Hilang atau menurunnya daya ingat serta penurunan intelektual.2. Kadang-kadang gejala ini begitu ringan hingga luput dari perhatian pemeriksa bahkan dokter ahli yang berpengalaman sekalipun.3. Penderita kurang perhatian terhadap sesuatu yang merupakan kejadian sehari-hari dan tidak mampu berfikir jernih atas kejadian yang di hadapi sehari-hari, kurang inisiatif, serta mudah tersinggung.4. Kurang perhatian dalam berfikir. 5. Emosi yang mudah berubah-ubah terlihat dari mudahnya gembira, tertawa terbahak-bahak lalu tiba-tiba sedih berurai air mata hanya karena sedikit pengaruh lain.6. Muncul refleks sebagai tanda regresi (kemunduran kualitas fungsi seperti: refleks mengisap, rrefleks memegang, dan refleks glabella).7. Banyak perubahan perilaku diakibatkan oleh penyakit syaraf, maka terlihat dalam bentuk lain yang dikaburkan oleh gejala penyakit syaraf.Pada gejala klinis usia lanjut telihat dari penurunan perkembangan pemahaman yang terlihat sebagai berikut:1. Penurunan daya ingat.2. Salah satu gangguan pengamatan:a. Aphasia (kurang lancar berbahasa).b. Apraxia (tidak ada kemauan).c. Agnosia (kurang mampu merasakan rangsangan bau, penciuman dan rasa).3. Penurunan pengamatan timbul secara bertahap dan terus menurus dari waktu ke waktu sehingga menggangu kerja dan hubungan masyarakat.Menurut Maryam, et al (2008) gejala-gejala demensia adalah sebagai berikut:1. Meningkatnya kesulitan dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari2. Mengabaikan kebersihan diri3. Sering lupa akan kejadian-kejadian yang dialami, dalam keadaan yang semakin berat, nama orang atau keluarga dapat dilupakan4. Pertanyaan atau kata-kata sering diulang-ulang5. Tidak mengenal demensia waktu, misalnya bangun dan berpakaian pada malam hari6. Tidak dapat mengenal demensia ruang atau tempat7. Sifat dan perilaku berubah menjadi keras kepala dan cepat marah8. Menjadi depresi dan menangis tanpa alasan yang jelas

F. Patofisiologi dan PrognosisPerjalanan penyakit yang klasik pada demensia adalah awitan (onset) yang dimulai pada usia 50 atau 60-an dengan perburukan yang bertahap dalam 5 atau 10 tahun, yang sering berakhir dengan kematian. Usia awitan dan kecepatan perburukan bervariasi diantara jenis-jenis demensia dan kategori diagnostik masing-masing individu. Usia harapan hidup pada pasien dengan demensia tipe Alzheimer adalah sekitar 8 tahun, dengan rentang 1 hingga 20 tahun. Data penelitian menunjukkan bahwa penderita demensia dengan awitan yang dini atau dengan riwayat keluarga menderita demensia memiliki kemungkinan perjalanan penyakit yang lebih cepat. Dari suatu penelitian terbaru terhadap 821 penderita penyakit Alzheimer, rata-rata angka harapan hidup adalah 3,5 tahun. Sekali demensia didiagnosis, pasien harus menjalani pemeriksaan medis dan neurologis lengkap, karena 10 hingga 15 persen pasien dengan demensia potensial mengalami perbaikan (reversible) jika terapi yang diberikan telah dimulai sebelum kerusakan otak yang permanen terjadi. Perjalanan penyakit yang paling umum diawali dengan beberapa tanda yang samar yang mungkin diabaikan baik oleh pasien sendiri maupun oleh orang-orang yang paling dekat dengan pasien. Awitan yang bertahap biasanya merupakan gejala-gejala yang paling sering dikaitkan dengan demensia tipe Alzheimer, demensia vaskuler, endokrinopati, tumor otak, dan gangguan metabolisme. Sebaliknya, awitan pada demensia akibat trauma, serangan jantung dengan hipoksia serebri, atau ensefalitis dapat terjadi secara mendadak. Meskipun gejala-gejala pada fase awal tidak jelas, akan tetapi dalam perkembangannya dapat menjadi nyata dan keluarga pasien biasanya akan membawa pasien untuk pergi berobat. Individu dengan demensia dapat menjadi sensitif terhadap penggunaan benzodiazepin atau alkohol, dimana penggunaan zat-zat tersebut dapat memicu agitasi, sifat agresif, atau perilaku psikotik. Pada stadium terminal dari demensia pasien dapat menjadi ibarat cangkang kosong dalam diri mereka sendiri, pasien mengalami disorientasi, inkoheren, amnestik, dan inkontinensia urin dan inkontinensia alvi.Dengan terapi psikososial dan farmakologis dan mungkin juga oleh karena perbaikan bagian-bagian otak (self-healing), gejala-gejala pada demensia dapat berlangsung lambat untuk beberapa waktu atau dapat juga berkurang sedikit. Regresi gejala dapat terjadi pada demensia yang reversibel (misalnya demensia akibat hipotiroidisme, hidrosefalus tekanan normal, dan tumor otak) setelah dilakukan terapi. Perjalanan penyakit pada demensia bervariasi dari progresi yang stabil (biasanya terlihat pada demensia tipe Alzheimer) hingga demensia dengan perburukan (biasanya terlihat pada demensia vaskuler) menjadi demensia yang stabil (seperti terlihat pada demensia yang terkait dengan trauma kepala).

G. Pemeriksaan Demensia 1. MMSENoPertanyaanNilai

MaksimalKlien

1Orientasi

Tahun, musim, tanggal, hari, bulan apa sekarang?5

Dimana kita, Negara bagian, wilayah, kota, tempat, lantai?5

2Registrasi

Nama 3 objek: 1 detik untuk mengatakan masing-masing objek. Tanyakan ketiga objek tersebut setelah ditunjukkannya dan disebutkannya.3

3Perhatian dan kalkulasi

Seri 7 pertanyaan. Berhenti setelah 5 jawaban. Bergantian eja kata kebelakang5

4Mengingat

Minta untuk mengulang ketiga objek diatas. Berikan 1 poin untuk setiap pembenaran.3

5Bahasa

Menggunakan pensil dan melihat (2 poin). Mengulang hal berikut; tak-ada-jika-dan-atau-tetapi-(1 poin)9

Nilai total30

Keterangan: nilai maksimal 30, nilai 21 atau kurang, biasanya indikasi adanya kerusakan kognitif yang memerlukan pemeriksaan lanjutan.2. Riwayat medik umum (Asosiasi Alzheimer Indonesia, 2003)Perlu ditanyakan apakah penyandang mengalami gangguan medik yang dapat menyebabkan demensia seperti hipotiroidism, neoplasma, infeksi kronik. Penyakit jantung koroner, gangguan katup jantung, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes dan arteriosklerosis perifer mengarah ke demensia vaskular. Pada saat wawancara biasanya pada penderita demensia sering menoleh yang disebut head turning sign. 3. Riwayat neurologi umum Tujuan anamnesis riwayat neurologi adalah untuk mengetahui kondisi-kondisi khusus penyebab demensia seperti riwayat stroke, TIA, trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat, riwayat epilepsi dan operasi otak karena tumor atau hidrosefalus. Gejala penyerta demensia seperti gangguan motorik, sensorik, gangguan berjalan, nyeri kepala saat awitan demesia lebih mengindikasikan kelainan struktural dari pada sebab degeneratif. 4. Riwayat neurobehavioral Anamnesa kelainan neurobehavioral penting untuk diagnosis demensia atau tidaknya seseorang. Ini meliputi komponen memori. (memori jangka pendek dan memori jangka panjang) orientasi ruang dan waktu, kesulitan bahasa, fungsi eksekutif, kemampuan mengenal wajah orang, bepergian, mengurus uang dan membuat keputusan. 5. Riwayat psikiatrik Riwayat psikiatrik berguna untuk menentukan apakah penyandang pernah mengalami gangguan psikiatrik sebelumnya. Perlu ditekankan ada tidaknya riwayat depresi, psikosis, perubahan kepribadian, tingkah laku agresif, delusi, halusinasi, dan pikiran paranoid. Gangguan depresi juga dapat menurunkan fungsi kognitif, hal ini disebut pseudodemensia. 6. Riwayat keracunan, nutrisi dan obat-obatan Intoksikasi aluminium telah lama dikaitkan dengan ensefalopati toksik dan gangguan kognitif walaupun laporan yang ada masih inkonsisten. Defisiensi nutrisi, alkoholism kronik perlu menjadi pertimbangan walau tidak spesifik untuk demensia Alzheimer. Perlu diketahui bahwa anti depresan golongan trisiklik dan anti kolinergik dapat menurunkan fungsi kognitif. 7. Riwayat keluarga Pemeriksaan harus menggali kemungkinan insiden demensia di keluarga, terutama hubungan keluarga langsung, atau penyakit neurologik, psikiatrik.8. Pemeriksaan objektifPemeriksaan untuk deteksi demensia harus meliputi pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan neurologis, pemeriksaan neuropsikologis, pemeriksaan status fungsional dan pemeriksaan psikiatrik.Dapat dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang seperti:1. Pemeriksaan laboratorium rutin Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis demensia ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia khususnya pada demensia reversible, walaupun 50% penyandang demensia adalah demensia Alzheimer dengan hasil laboratorium normal, pemeriksaan laboratorium rutin sebaiknya dilakukan. Pemeriksaan laboratorium yang rutin dikerjakan antara lain: pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah, ureum, fungsi hati, hormone tiroid, kadar asam folat.2. Imaging Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) telah menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia walaupun hasilnya masih dipertanyakan. 3. Pemeriksaan EEGElectroencephalogram (EEG) tidak memberikan gambaran spesifik dan pada sebagian besar EEG adalah normal. Pada Alzheimer stadium lanjut dapat memberi gambaran perlambatan difus dan kompleks periodik. 4. Pemeriksaan cairan otak Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia akut, penyandang dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen dan panas, demensia presentasi atipikal, hidrosefalus normotensif, tes sifilis (+), penyengatan meningeal pada CT scan. 5. Pemeriksaan genetika Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid polimorfik yang memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon 4. setiap allel mengkode bentuk APOE yang berbeda. Meningkatnya frekuensi epsilon 4 diantara penyandang demensia Alzheimer tipe awitan lambat atau tipe sporadik menyebabkan pemakaian genotif APOE epsilon 4 sebagai penanda semakin meningkat. Diagnosis banding, membedakan antara delirium dan demensia dapat lebih sulit. Pasien dengan demensia amat rentan terhadap delirium, dan delirium yang bertumpang tindih dengan demensia adalah umum, berikut tabel untuk perbedaan delirium dan demensia:

H. Penatalaksaan Walaupun penyembuhan total pada berbagai bentuk pada demensia biasanya tidak mungkin, dengan penatalaksanaan yang optimal dapat dicapai perbaikan hidup sehari-hari dari penderita (dan juga dari keluarga yang merawatnya). Prinsip utama penatalaksanaan penderita adalah sebagai berikut :1. Optimalkan fungsi dari penderita, dengan : Obati penyakit yang mendasarinya Hindari pemakaian obat yang memberikan efek samping pada SSP) Upayakan aktifitas mental dan fisik Hindari situasi yang menekan kemampuan mental Persiapkan penderita bial akan berpindah tempat Perbaikan gizi2. Kenali dan obati komplikasi perilaku merusak Depresi Agresivitas inkontinensia3. Upayakan pengobatan berkesinambungan Reakses keadaan kognitif dan fisik Pengobatan gangguan medik4. Upayakan informasi medis bagi penderita dan keluarga Berbagai hal tentang penyakitnya Kemungkinan gangguan / kelainan yang bisa terjadi prognosis5. Upayakan informasi pelayanan social yang ada pada penderita dan keluarganya Berbagaai pelayanan kesehatan masyarakat Nasehat hukum dan atau keuangan6. Upayakan nasehat keluarga untuk Pengenalan dan cara atasi konflik keluarga penanganan rasa marah atau rasa bersalah pengambilan keputusan untuk perumahan respite atau di institusi Kepentingan-kepentingan hukum/masalah etikMenurut Maryam, et al (2008), tindakan yang dapat dilakukan pasa lansia dengan demensia adalah:1. evaluasi secara cermat kemampuan yang maksimal dari lansia dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari kemudian dapat ditentukan jenis perawatan yang dibutuhkan2. perbaiki lingkungan tempat tinggal untuk menghindari kecelakaan yang tidak diinginkan3. upayakan lansia tersebut dapat mempertahankan kegiatan sehari-hari secara optimal4. bantu daya penenalan terhadap waktu, tempat, dan orang dengan sering mengingat kembalihal-hal yang berhubungan dengan kejadian dan hal yang pernah dialami

I. Komplikasi Komplikasi yang dapat muncul, seperti: penurunan kemampuan berinteraksi sosial, ansietas, depresi, insomnia, agitasi, paranoia, sulit berpakaian sendiri, tidak dapat menahan buang air besar/kecil, tidak dapat mengurus diri sendiri, esulitan berjalan, Penggunaan obat anti-depresi jangka panjang dapat menyebabkan gangguan konduksi jantung, aritmia, hipertensi, konvulsi, dan koma. Gangguan hati dan gangguan ginjal.

DafpusAsosiasi Alzheimer Indonesia. 2003. Konsensus Nasional: Pengenalan dan Penatalaksanaan Demensia Alzheimer dan Demensia Lainnya. ed. 1. Jakarta: Asosiasi Alzheimer Indonesia.Depkes RI. 2008. Jumlah Penduduk Lanjut Usia Meningkat. Diakses pada tanggal 7 Desember 2014 melalui [http://www.depkes.go.id]Depkes RI. 2001. Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia lanjut bagi Petugas Kesehatan: Materi Pembinaan. Jakarta: direktorat bina kesehatan usia lanjutDurand, V. M & Barlow, D.H. 2007. Essentials of Abnormal Psychology. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Julianti, Riri & Budiono, Arif. 2008. Demensia. Riau: Fakultas Kedokteran Universitas Riau.Maryam, R. Siti, et all. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.Nugroho, Wahyudi. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik. ed. 3. Jakarta: EGC.Yatim, F. 2003.Pikun (Demensia), Penyakit Alzheimer, dan Sejenisnya. Jakarta: Pustaka.