kmb vol.3

8
Jurnal Ilmia h Kesehatan Keperawata n, Volume 3, No. 2, Juni 2007 108 THE CORRELATION BETWEEN EDUCATION LEVELS TOWARD ANXIETY LEVEL OF FRACTURE FEMUR PRE-OPERATED PATIENT AT PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO HOSPITAL OF PURWOKERTO Makmuri 1 , Handoyo 2 , Ridlwan Kamaludin 3 1 Mahasiswa Program sarjana Keperawatan, Universitas Jenderal Soedirman 2,3 Program sarjana Keperawatan, Universitas Jenderal Soedirman ABSTRACT Fracture femur is a ca se that most ly fo un d in daily orthopaedic pra ct ice. Caused by fract ure femur hea ling process aft er the surge ry ta ke quiet long time, so that why the patient life style perhaps become stress or scare having permanent incapability that causing them can not do their work, sport, learn or recreation. From the observation held by the author resulted, several patients with fracture femur having anxiety.  The aim of this study was to measure the correlati on between educatio n levels toward anxiety level of the pre-operated fracture femur patient, which being take care at Prof. Dr. Margono Soekarjo Hospital Purwokerto. Descr ipt ive wit h a corre lat ion stu dy ap pro ach (Co rre lation Stu dy) . Populati on were al l of the pati ent fra cture femur that woul d undergone operation in orthopaedic wa rd at Pro f. Dr . Ma rgono So ekar jo Hospita l Pur woker to. Res earch con duc t at Oct ob er 1 st  Decembe r 25 th 2006 , wit h purposive sample amount were 40 respondents. The variables were education lev el as independent var ia bl e and anxi ety lev el of the pre-operated pat ient fra cture femur as depend ent vari ab le . Research instrument us ed was questioner about anxiety level with HRS-A (Hamilton Rate Scale for Anxiety) ado pte d fro m Nursa lam (2003) . Data analy zing was using Spear man Ran k correlation statistic test. Anxi et y lev el of pa ti ent fr ac tu re fe mur that wo ul d undergone operation, mostly had a moderate anxiety, followed with mild anxiety, severe anxiety an d no anx iety . Th ere wa s no signi fi cant corr el ation betw een education levels with patient anxiety level of the patient fracture femur who would undergone operation. Keywords  : F racture femur, educat ion levels, anxiety level. PENDAHULUAN Da ri berbag ai jenis fraktur akibat kecela kaan, fra kt ur femu r me rupa k an kasus ya ng b anya k ditemukan dalam praktek orthopaedi sehari-hari . Dalam kurun waktu 6 tahun (1985 – 1990) didapatkan 142 kasus fraktu r ba ta ng femu r ya ng telah me ndap at ti nd akan reduks i te rbuka dan fiksasi internal di rumah sa ki t rujukan di Band ung, terdir i dari 117 kas us la ki- laki dan 25 kasus perempua n dengan rati o 4,68 : 1. Usia penderita yang termuda 17 tahun da n yang te rtua 64 tahun, dengan frekuensi tertinggi terdap at pada us ia antara 17 – 20 tahun sebanyak 67 kasus (47,18%). Proses penyambungan fraktur bata ng femur ditentukan baik klinis ma up un ra di ol og is. Wa kt u ya ng dibutuhkan untuk proses penyambungan menurut Thomas (1981) adalah 13 minggu, sedangkan

Transcript of kmb vol.3

8/20/2019 kmb vol.3

http://slidepdf.com/reader/full/kmb-vol3 1/8

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 2, Juni 2007 

108

THE CORRELATION BETWEEN EDUCATION LEVELS TOWARD ANXIETYLEVEL OF FRACTURE FEMUR PRE-OPERATED PATIENT AT PROF. Dr.

MARGONO SOEKARJO HOSPITAL OF PURWOKERTO

Makmuri1, Handoyo2, Ridlwan Kamaludin3

1 Mahasiswa Program sarjana Keperawatan, Universitas Jenderal Soedirman2,3Program sarjana Keperawatan, Universitas Jenderal Soedirman

ABSTRACTFracture femur is a case that mostly found in daily orthopaedic

practice. Caused by fracture femur healing process after the surgery takequiet long time, so that why the patient life style perhaps become stress orscare having permanent incapability that causing them can not do their work,sport, learn or recreation. From the observation held by the author resulted,several patients with fracture femur having anxiety.

 The aim of this study was to measure the correlation between educationlevels toward anxiety level of the pre-operated fracture femur patient, whichbeing take care at Prof. Dr. Margono Soekarjo Hospital Purwokerto.

Descriptive with a correlation study approach (Correlation Study).Population were all of the patient fracture femur that would undergoneoperation in orthopaedic ward at Prof. Dr. Margono Soekarjo HospitalPurwokerto. Research conduct at October 1st  – December 25th 2006, withpurposive sample amount were 40 respondents. The variables were educationlevel as independent variable and anxiety level of the pre-operated patientfracture femur as dependent variable. Research instrument used wasquestioner about anxiety level with HRS-A (Hamilton Rate Scale for Anxiety)adopted from Nursalam (2003). Data analyzing was using Spearman Rankcorrelation statistic test.

Anxiety level of patient fracture femur that would undergoneoperation, mostly had a moderate anxiety, followed with mild anxiety, severeanxiety and no anxiety. There was no significant correlation betweeneducation levels with patient anxiety level of the patient fracture femur whowould undergone operation.

Keywords   : Fracture femur, education levels, anxiety level.

PENDAHULUAN

Dari berbagai jenis frakturakibat kecelakaan, fraktur femurmerupakan kasus yang banyakditemukan dalam praktek orthopaedisehari-hari. Dalam kurun waktu 6tahun (1985 – 1990) didapatkan 142kasus fraktur batang femur yangtelah mendapat tindakan reduksiterbuka dan fiksasi internal dirumah sakit rujukan di Bandung,terdiri dari 117 kasus laki-laki dan

25 kasus perempuan dengan ratio

4,68 : 1. Usia penderita yangtermuda 17 tahun dan yang tertua64 tahun, dengan frekuensi tertinggiterdapat pada usia antara 17 – 20tahun sebanyak 67 kasus (47,18%).

Proses penyambungan frakturbatang femur ditentukan baik klinismaupun radiologis. Waktu yangdibutuhkan untuk prosespenyambungan menurut Thomas(1981) adalah 13 minggu, sedangkan

8/20/2019 kmb vol.3

http://slidepdf.com/reader/full/kmb-vol3 2/8

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 2, Juni 2007 

109

menurut Nichols (1963) memerlukanwaktu 19 minggu. Djojosugito, dkk

(1975) mengemukakan tindakanuntuk penanganan fraktur batangfemur yang tidak stabil (oblikpanjang, 1/3 distal, 1/3 proksimal)dengan menggunakan kombinasi K-Nail dengan Neutralization Plate.Ditemukan bahwa penyambunganterjadi antara 4 – 12 bulan denganrata-rata 7,5 bulan, Manurung(1988) mengemukakan bahwatindakan yang dapat dilakukanuntuk menangani fraktur yang tidak

stabil dengan menggunakanIntramedullary Nail yangdikombinasikan dengan CercagleWiring, dengan memerlukan waktupenyambungan rata-rata 34 minggu.Hal ini bersesuaian dengan hasil

 yang ditemukan oleh peneliti lain.Gross dengan pengalamannya dalammenangani fraktur batang femurdengan Intramedullary Nail selama20 tahun mengemukakan bahwapenyambungan terjadi antara 3,3 – 3,6 bulan pasca pembedahan (Lubisdan Djojosugito, 1991).Oleh karena proses penyambunganfraktur femur dapat memakan waktu

 yang cukup lama, dengan demikianperubahan gaya hidup yang sepertiini pasien mungkin akan mengalamistress atau takut mengalamiketidakmampuan permanen yangmembuatnya tidak dapat bekerja,olah raga, belajar atau rekreasi

(Prasetyo, 2004). Jika seorang pasien menderitastress atau kehilangan yang berat(misal akibat perkosaan, kecelakaan

 yang parah, kekerasan pada anakatau pasangan, bencana alam,perang, dipenjara dan sebagainya),maka pasien tersebut dapatmenderita sindrome klinis yangdikenal dengan gangguan stresspasca trauma (PTSD, Post-Traumatic

Stress Disorder). Gabungan darigejala-gejala berikut ini timbul pada

tahap awal : adanya kecemasan yang jelas, perubahan kepribadian denganiritabilitas dan sulit berkonsentrasi,respon terkejut yang berlebihan,pikiran yang mengganggu tentangsuatu peristiwa, perasaan seakankejadian traumatis terulang kembali,penghindaran terhadap segalasesuatu yang berhubungan dengantrauma, penumpukan emosional

 yang dapat mengganggu hubunganinterpersonal dan fungsi sehari-hari.

Di ruang orthopaedi rumahsakit Prof. Dr. Margono SoekarjoPurwokerto dari data 10 besarfraktur, fraktur femur menempatiurutan teratas dengan rata-rata 13kasus per bulan pada tahun 2005.Sedangkan pada bulan Juni 2006terdapat 14 kasus fraktur femur dari

 jumlah 65 kasus fraktur yangdirawat (21,53%). Mereka berasaldari wilayah di sekitar Banyumasdengan tingkat ekonomi dan tingkatpendidikan yang berbeda.

Banyak faktor yang dapatmempengaruhi tingkat kecemasanpada pasien fraktur femur yang akanmenjalani tindakan operasi. Responpasien terhadap tindakan operasipun berbeda untuk tiap-tiap individutergantung bagaimana prosesadaptasi individu terhadap prosesoperasi yang merupakan salah satusumber stressor bagi individu

tersebut (Luckman dan Sorensen’s1993).Dari berbagai macam respon

 yang ditunjukkan pasien ataukeluarga pasien tentang kondisinya,dan pasien berasal dari berbagaitingkat pendidikan, maka penulismerumuskan masalah penelitian ini

 yaitu: adakah hubungan tingkatpendidikan terhadap tingkatkecemasan pada pasien pre-operasi

8/20/2019 kmb vol.3

http://slidepdf.com/reader/full/kmb-vol3 3/8

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 2, Juni 2007 

110

fraktur femur yang dirawat di rumahsakit Prof. Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto. Tujuan penelitian ini

mengetahui hubungan tingkatpendidikan terhadap tingkatkecemasan pada pasien pre-operasifraktur femur yang dirawat di rumahsakit Prof. Dr. Margono SoekarjoPurwokerto.

Penulis belum pernahmenemukan penelitian terdahulutentang gambaran tingkatkecemasan pada pasien pre-operasi

fraktur femur yang dirawat di rumahsakit Prof. Dr. Margono SoekarjoPurwokerto. Penelitian yang pernahdilakukan adalah: TingkatKecemasan Individu Keluarga PasienICU/ICCU RSU PKU MuhammadiyahYogyakarta (Fitri Arofiati, 1999).Hasil yang didapat adalah tingkatkecemasan sedang, diikuti dengantingkat kecemasan luar biasa,tingkat kecemasan berat dan tingkatkecemasan ringan.

Penelitian lain tentangkecemasan adalah penelitian yangdilakukan oleh Dewi Nilamsari(1997) dengan judul Minat WanitaMelakukan Mammography DitinjauDari Kecemasan Terdiagnose dan

 Tingkat Pendidikan. Hasil penelitiantersebut menyatakan ada hubunganantara kecemasan terdiagnose dantingkat pendidikan dengan minatmelakukan mammography dan

semakin tinggi kecemasanterdiagnose maka semakin rendahminat wanita untuk melakukanmammography.

Sedangkan penelitian yangdilakukan Lulut Handayani (2003)dengan judul: Pengaruh KeberadaanSupport System Terhadap TingkatKecemasan Ibu Dalam ProsesPersalinan Di RB Ny. SudariyahMurangan Sleman Yogyakarta,

menunjukkan bahwa keberadaansupport system tidak mempengaruhi

tingkat kecemasan responden dalamproses persalinan.

Dengan melihat telaah teoritis yang sudah diuraikan dalam latarbelakang dan tinjauan teori makahipotesis penelitian yang ditetapkanadalah : Ada hubungan tingkatpendidikan dengan tingkatkecemasan pada pasien frakturfemur.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakanmetode penelitian deskriptif denganpendekatan studi korelasi(Correlation study). Studi korelasipada hakikatnya merupakanpenelitian atau penelaahanhubungan antara dua variabel padasuatu situasi atau sekelompoksubjek (Notoatmojo, 2002). Metodeini digunakan peneliti untukmengetahui hubungan antara faktortingkat pendidikan sebagai variabelbebas dengan tingkat kecemasanpada pasien fraktur femur sebagaivariabel terikat.

Populasi dalam penelitian iniadalah semua pasien fraktur femur

 yang dirawat di ruang orthopaedirumah sakit Prof. Dr. MargonoSoekarjo Purwokerto.

 Teknik yang digunakan dalampengambilan sampel dalampenelitian ini adalah purposive

sampling, yaitu penetapan sampeldengan cara memilih diantarapopulasi yang sesuai dengan yangdikehendaki peneliti (Arikunto,2002). Ukuran sampel yangdigunakan untuk analisis statistikadalah 30 orang (Cohen dan Manion,1989).

Variabel penelitian terdiri darivariabel bebas tingkat pendidikandan variabel terikat adalah tingkat

8/20/2019 kmb vol.3

http://slidepdf.com/reader/full/kmb-vol3 4/8

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 2, Juni 2007 

111

kecemasan pada pasien pre-operasifraktur femur Kriteria inklusi adalah

pasien fraktur femur akibat traumaatau kecelakaan, usia 17 – 50 tahun,belum menjalani operasi, pendidikanminimal Sekolah Dasar dan pasienkooperatif. Sedangkan kriteriaeksklusinya meliputi pasien yangmenolak ikut penelitian, pasien tidaksadar dan pasien fraktur femurpatologis

 Jenis data pada penelitian iniadalah data ordinal, sedangkaninstrumen penelitian sebagai alat

pengumpulan data yang digunakanadalah daftar pertanyaan dalambentuk kuesioner. Pertanyaan yangdiberikan berupa pertanyaantertutup dan dijawab langsung olehresponden tanpa diwakilkan kepadaorang lain.

Kuesioner tentang tingkatkecemasan, peneliti menggunakanskala HRS-A (Hamilton Rate Scale forAnxiety) dari Nursalam (2003)sebagai instrumen penelitian yangterdiri dari 14 pertanyaan denganberbagai alternatif jawaban dan diisioleh responden.Data hasil penelitian diolahmenggunakan uji statistik KorelasiSpearman Rank dengan rumus :

1)- N(N

d6-1P

2

2

P = koefisien korelasi SpearmanRankd = beda ranking variabelpertama dengan variabel keduaN = banyaknya sampel

HASIL DAN PEMBAHASANGambaran Umum Responden

Populasi dalam penelitian iniadalah semua pasien fraktur femur

 yang dirawat di ruang orthopaedirumah sakit Prof. Dr. MargonoSoekarjo Purwokerto. Dari populasi

tersebut diambil 40 orang sebagaisampel penelitian. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa sebagian besarsampel penelitian berusia antara 17

 – 25 tahun, yaitu sebanyak 17 orangatau 42,5 %, responden yang berusiaantara 26 – 35 tahun sebanyak 14orang atau 35,0 %, sedangkanresponden yang berusia lebih dari 35tahun sebanyak 9 orang atau 22,5%.

 Jenis kelamin sebagian besarresponden penelitian adalah laki – laki, yaitu sebanyak 33 orang atau

82,5 % sedangkan responden dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 7orang atau 17,5 %.

Pada penelitian ini untukmasing –masing tingkat pendidikandiambil sama besar yaitu 10 oranguntuk tingkat SD, SLTP, SLTA danPerguruan Tinggi.

Hasil penelitian menunjukkanbahwa dari 40 orang respondenterdapat 16 orang atau 40,0 % yangmemiliki tingkat kecemasan dalamkategori sedang, 15 orang atau 37,5% dalam kategori ringan, respondendengan tingkat kecemasan beratsebanyak 7 orang atau 17,5 % danresponden yang tidak merasa cemassebanyak 2 orang atau 5 %.

Hubungan Antara TingkatPendidikan Dengan TingkatKecemasan Pada Pasien Pre-operasi Fraktur Femur

Untuk meneliti ada tidaknyahubungan antara tingkat pendidikandengan tingkat kecemasan padapasien pre-operasi fraktur femur,digunakan uji korelasi SpearmanRank. Dengan kriteria pengujian,variabel dianggap berpengaruhapabila nilai ρ hitung  lebih besar dari ρ

tabel.Dari 40 responden terdapat 2

orang yang tidak merasa cemas

8/20/2019 kmb vol.3

http://slidepdf.com/reader/full/kmb-vol3 5/8

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 2, Juni 2007 

112

dengan proporsi 1 orangberpendidikan perguruan tinggi dan

1 orang berpendidikan SLTA. Terdapat 15 orang dengan tingkatkecemasan dalam kategori ringandengan proporsi SD sebanyak 3orang, SLTP sebanyak 4 orang, SLTAsebanyak 2 orang, dan perguruantinggi 6 orang.

 Terdapat 16 orang dengantingkat kecemasan dalam kategorisedang dengan proporsi SDsebanyak 5 orang, SLTP sebanyak 4orang, SLTA sebanyak 4 orang, dan

perguruan tinggi 3 orang. Terdapat 7orang dengan tingkat kecemasandalam kategori berat dengan proporsiSD sebanyak 2 orang, SLTPsebanyak 2 orang, dan SLTAsebanyak 3 orang.Berdasarkan pengujian dengankorelasi Spearman Rank diperolehnilai ρhitung   = -0,271, dengan nilaiAssymp. Sign = 0,091 nilai ini lebih

besar dari     = 0,05 yang berarti

secara statistik tidak terdapatpengaruh antara tingkat pendidikandengan tingkat kecemasan padapasien fraktur femur, dengandemikian hipotesis penelitian yangmenyatakan bahwa ada hubungantingkat pendidikan dengan tingkatkecemasan pada pasien pre-operasifraktur femur, ditolak.

Hasil penelitian menunjukkansebagaian sampel penelitian berusiaantara 17-25 tahun yaitu sebnyak 17

orang dengan proporsi 1 orang tidakmerasa cemas, 4 orang dengankecemasan ringan, 7 orang dengankecemasan sedang dan 5 orangdengan cemas berat. Hal ini sesuaidengan pendapat Wholey dan Wong(1996) yang menyatakan bawarespon remaja pada usia remajaakhir (17-22 tahun) berefek padaancaman terhadap karier dan masadepan. Dan didukung oleh Ann

(1996) yang menyatakan bahwakemampuan individu dalam

merespon terhadap kecemasantersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti usia, status kesehatan,

 jenis kelamin, pengalaman dirawat,sistem pendukung, besar kecilnyastresor dan tahap perkembangan.

Hasil penelitian menunjukkanbahwa jenis kelamin sebagian besarresponden adalah laki-laki yaitusebanyak 33 orang atau 82,5 %dengan proporsi 2 orang tidakmengalami kecemasan, 12 orang

cemas ringan, 15 orang cemassedang dan 4 orang dalamkecemasan berat. Sedangkanresponden perempuan sebanyak 7orang atau 17,5 % dengan proporsi 3orang dalam kecemasan ringan, 1orang cemas sedang dan 3 orangdalam kecemasan berat. Hal inisesuai dengan pendapat Wholey danWong (1996) yang menyatakanbahwa laki-laki mempunyai resiko

 yang lebih besar untuk mengalamistress hospitalisasi selain faktortemperamen yang sulit, intelegensi

 yang kurang dan usia.Perbedaan lama hari

perawatan pada responden dapatmemberikan respon kecemasan yangberbeda. Hal ini dapat dilihat padaprosentase yang menunjukkanbahwa kecemasan berat terjadi padaresponden dengan lama rawat antara1-7 hari yaitu 7 orang tatau 17,5 %.

Sedangkan kecemasan ringandialami responden dengan lamarawat lebih dari 7 hari yaitu 9 orangatau 22,5 %. Hasil penelitian inibertentangan dengan pernyataanSmet (1994) yang menyatakanbahwa tinggal terpisah di rumahsakit dalam jangka waktu yang lamadan jauh dari teman-teman, sekolahdan kehidupan sehari-hari ternyatameruapakan pengalaman yang

8/20/2019 kmb vol.3

http://slidepdf.com/reader/full/kmb-vol3 6/8

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 2, Juni 2007 

113

traumatis bagi remaja. Sedangkanpenelitian yang dilakukan

Cincinnanti (2003) menyatakanbahwa ada perbedaaan signifikanantara perawatan akut denganperawatan yang dilakukan dalam

 jangka waktu lama.Berdasarkan pengujian

dengan korelasi Spearman Rank

diperoleh nilai   hitung   = -0,271,dengan nilai Assymp. Sign = 0,091

nilai ini lebih besar dari     =0,05 yang berarti secara statistiktidak terdapat pengaruh antaratingkat pendidikan dengan tingkatkecemasan pada pasien pre-operasifraktur femur. Hal ini tidak sesuaidengan teori yang dikemukakanPriyono (2000) dikutip dari Nilamsari(2002) , yang menyatakan bahwatingkat pendidikan yang tinggi akanmemperluas pandangan dan ruanglingkup pergaulan, sehinggta tingkatpendidikan yang lebih tinggi akanmempermudah responden untuk

menerima informasi tentangkesehatan sehingga akanmenurunkan tingkat kecemasan.Hasil penelitian ini menunjukkanbahwa tingkat pendidikan tidakberpengaruh terhadap penurunantingkat kecemasan. Penurunatingkat kecemasan pada penelitianini lebih dipengaruhi oleh faktor lainseperti jenis kelamin, lama rawat,pengalaman dirawat, adanyapenyakit penyerta, serta sistem

pendukung.

SIMPULAN DAN SARAN Tingkat kecemasan pasien

fraktur femur yang akan menjalanioperasi ORIF (Open ReductionInternal Fixation) sesuai dengan HRS

 – A (Hamilton Rate Scale for Anxiety) yang paling banyak adalah tingkatkecemasan sedang, didikutikecemasan ringan, kecemasan berat

dan tidak ada kecemasan. Secarastatistik terdapat hubungan yang

tidak signifikan antara tingkatpendidikan dengan tingkatkecemasan pada pasien frakturfemur yang akan menjalani operasi.

 Tingkat hubungan antara tingkatpendidikan dan tingkat kecemasanpada pasien fraktur femur dalamkategori lemah dan bertanda negatif,

 yang berati semakin tinggi tingkatpendidikan akan menyebabkantingkat kecemasan semakin rendah.

Berdasarkan kesimpulan diatas

maka bebarapa saran yang dapatdiusulkan adalah keluarga atauorang – orang terdekat pasien perludilibatkan, untuk memberikandorongan moral atau mengurangikecemasan. Bagi pemberi jasapelayanan keperawatan (rumahsakit) hendaknya memperhatikanfaktor usia dalam penempatankamar perawatan terutama bagiremaja, dengan tidak menempatkanremaja bersama orang dewasa dananak-anak yang terpaut jauhusianya. Bagi peneliti berikutnyadiharapkan dapat melakukanpenelitian dengan menggunakaninstrumen yang lebih lengkap untukmendukung data dan dilakukanpenelitian perbandingan pada tiapsub-variabel penelitian dan tempatpenelitian. Bagi perawat perlumemberi dukungan berupapendidikan kesehatan yang cukup

kepada pasien fraktur femur yangakan menjalani operasi.

DAFTAR PUSTAKAAnn, I.(1996).Mental Health and

Psychiatric Nursing.Lippincott’s Review Series. 2th Ed. New York : Lippincott

Arikunto, S. (2002). ProsedurPenelitian : Suatu Pendekatan

8/20/2019 kmb vol.3

http://slidepdf.com/reader/full/kmb-vol3 7/8

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 2, Juni 2007 

114

Praktek. Edisi Revisi. Jakarta: PT Rineka Cipta

Arofiati, F. (2001). TingkatKecemasan Individu KeluargaPasien ICU/ICCU RSU PKUMuhammadiyah Yogyakarta.Skripsi (tidak diterbitkan).

Yogyakarta : UGMBrunner & Suddarth’s. (1996).

 Texbook of Medical Nursing. 9th Ed, J.B. Philadelpia :Lippincott Company 

Gross, H.P. (1986). Twenty YearsExperience With Closed

Nailing of The Femur Coventy Mark B. The Years Book of Orthopaedic. London : YearBook Medical Publisher inc.pp 77-88

Handayani, L. (2003). PengaruhKeberadaan Support System

 Terhadap Kecemasan IbuDalam Proses Persalinan diRB Ny. SudariyahMuranganSleman Yogyakarta, Skripsi(tidak diterbitkan). Yogyakarta: UGM

Harold, Kaplan, Sadock. (1994).Buku Saku Psikatri Klinik.

 Jakarta : Binarupa AksaraHawari, D. (1997). Manajemen

Stress, Kecemasan danDepresi, Sinopsis Psikiatri.Edisi ketujuh, Jilid dua,

 Jakarta : Binarupa aksaraHernawan, W. (2004). Asuhan

Keperawatan Trauma

Muskuloskeletal. Purwokerto :Seminar KeperawatanPenatalaksanaan PasienDengan Patah Tulang danCedera Sendi

Idris, Z. (1986). Dasar-DasarKependidikan. Padang :Angkasa Raya

Kaplan, Sadock. (1997). SinopsisPsikiatri. Edisi ketujuh.

 Jakarta : Binarupa Aksara

Lubis, N. R & Djojosugito, A. (1991).Faktor Yang Mempengaruhi

Union Pada Fraktur FemurPasca Fiskasi Interna,Majalah Ortopedi IndonesiaVolume XIX. Nomor 2.Desember

Luckman & Sorensen’s. (1993).Medical Surgical Nursing : APsychophysiologic Approach.4 th Ed. Philadelpia : WBSoders Company 

Manurung, H. (1988). Intramedullary Nailing dengan Cercagle

Wiring Pada Fraktur Femur.Majalah Ortopedi Indonesia.Ed. Juni (1) pp 27-31

Nichols, J.R. (1963). RehabilitationAfter Fracture of The Shaft of 

 The Femur. The Journal of Bone and Joint Surgery. Ed.February (1).vol.45-B

Nilamsari, D. (2002). Minat WanitaMelakukan Mammography Ditinjau Dari Kecemasan

 Terdiagnosa dan TingkatPendidikan. Skripsi (tidakditerbitkan)

Semarang : Universitas KatolikSoegijapranata

Notoatmojo, S. (2002). MetodologiPenelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta

Nursalam. (2003). Konsep danPenerapan MetodologiPenelitian Ilmu Keperawatan.Surabaya : Salemba Medika

Prastyo, U. B. (2004). FrakturCollumn Femur. BuletinOrthopaedi Edisi 2 Oktober

Purwodarminto, W.J.S. (1988).Kamus Umum BahasaIndonesia. Jakarta : BalaiPustaka

Sjahriati, E. (1990). BeberapaKonsep Tentang Anxiety dalam Anxiety PendekatanKlinik. Biokimia dan

8/20/2019 kmb vol.3

http://slidepdf.com/reader/full/kmb-vol3 8/8

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 2, Juni 2007 

115

Farmakologi. Jakarta :Yayasan Darma Husada

Smet,B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta : Grasindo

Struat, G. W & Sundeen, S. J. BukuSaku Keperawatan Jiwa. Edisi3. Alih Bahasa : Akhir YaniHamid. Jakarta : EGC

Sugiono. (2005). Statistik UntukPenelitian. Bandung : Alfabeta

Supardan, S. (1994). KumpulanKuliah Ilmu Bedah. Jakarta :FKUI

Supriyati, I & Rochman. (2004).

 Tahap-Tahap Penyembuhan Tulang. Surakarta : BuletinRSO Orthopaedi. Edisi 1.Agustus

 Thomas, T.L. (1981). A ComparativeStudy For Treating Fracture of 

 The Distal Half of The Femur. The Journal of Bone JointSurgery. No 1. vol 63-B

 Tomb, D, A. (2004). GangguanAnsietas. Buku SakuPsikiatri. Alih bahasa Martina.

 Jakarta : EGCUndang-Undang Republik Indonesia

Nomor 2 Tahun 1989. SistemPendidikan Nasional.Surakarta : PT Pabelan

Wong, D. L. (1996). Whaley & Wong’s

Nursing Care of Infant andChildren. USA : Mosby YearBook