Klasifikasi Urticaria
-
Upload
adhitya-purnama-putra -
Category
Documents
-
view
124 -
download
0
Transcript of Klasifikasi Urticaria
Klasifikasi Urticaria
Urticaria akut muncul selama sehari sampai seminggu, menghasilkan bengkak
yang pada individual jarang lebih dari 12 jam, dengan resolusi complete dalam 6 minggu
dari onset. Urticaria episodic berakhir lebih dari 6 minggu dapat dimasukkan ke dalam
urticaria chronic.
Urticaria juga dapat diklasifikasikan berdasarkan patogenesis, yaitu :
immunologic, nonimmunologic, dan idiopathic. Urticaria immunologic dibagi menjadi
IgE-dependent, type I hypersensitif (sensitifitas specific antigen dan physical urticaria)
dan bentuk complement-mediated (serum sickness, defisiensi C1 inhibitor, dan urticaria
vasculitis). Nonimmunologic mekanisme dibagi menjadi direct (opiates, polymyxin,
tubocurarine, radiocontrast dye) dan indirect (aspirin, NSAIDs lain, tartrazine, dan
benzoate) mast cell degranulation. Lebih dari 75 % urticaria kronik adalah idiopathic.
Stimulus fisik akan menghasilkan reaksi urticaria dan merupakan 7%-17% dari
kronik urticaria. Physical urticarial termasuk dermatographic, dingin, panas, cholinergic,
aquagenic, solar, vibratory, dan exercise-induced cases.
Classification of Urticaria/Angioedema
I. Immunologic IgE- and IgE receptor-dependent urticaria/angioedema
1. Atopic diathesis
2. Specific antigen sensitivity
3. Physical urticaria
4. Contact urticaria
5. Autoimmune urticaria
II. Urticaria/angioedema mediated by complement system and other plasma effector
systems
1. Hereditary angioedema mediated
2. acquired angioedema with C1INH deficiency and malignant disorders or
autoantibody
3. Necrotizing venulitis
4. Serum sickness
5. Reaktions to blood products
6. Infections
7. Angiotensin-converting enzyme inhibitors
III. Urticaria/angioedema after direct mast cell granulation
IV. Urticaria/angioedema relating to abnormalities of arachidonic acid metabolism
V. Idiopathic urticaria/angioedema
I. IMMUNOLOGIC IgE- AND IgE RECEPTOR-DEPENDENT URTICARIA/
ANGIOEDEMA
1. Atopic diathesis
Episode akut urticaria terjadi pada individual dengan riwayat asma atau riwayat
asma pada keluarga, riwayat rhinitis, atau eczema dipercaya sebagai IgE dependent. Pada
praktek klinis, bagaimanapun, urticaria/angioedema tidak sering disertai oleh exaserbasi
asthma, rhinitis, atau eczema. Prevalensi urticaria/angioedema kronik tidak meningkat
pada individu atopik.
2. Spesific antigen sensitivity
Contoh umum specific antigen yang mencetuskan urticaria termasuk makanan,
seperti kerang, kacang, dan coklat; obat-obatan dan therapeutic agents, perlu dicatat
penicillin; aeroallergens; dan venom hymenoptera. Urticaria pada pasien dengan infestasi
helminth juga disebabkan oleh proses IgE-dependent; bagaimanapun, bukti hubungan ini
masih kurang. Allergen spesifik dan stimulus nonspecific dapat mengaktifkan reaksi local
disebut recall urticaria pada lokasi yang sebelumnya diinjeksi dengan allergen
immunotherapy.
3. Physical Urticaria
Stimulus physical specific adalah penyebab sekitar 20% dari semua urticaria.
Muncul paling sering pada usia 17-40 tahun. Bentuk yang paling umum adalah
dermatographism diikuti dengan urticaria cholinergic dan urticaria dingin. Beberapa
bentuk physical urticaria dapat muncul pada orang yang sama. Physical urticaria,
terutama dermatographism, delayed pressure, cholinergic, dan cold urticaria, sering
ditemukan pada pasien dengan chronic idiopathic urticaria.
Dermatographia (Factitious urticaria)
Dermatographia dikenal juga sebagai dermatographism, merupakan bentuk paling
umum dari physical urticaria. Urticaria ini muncul sebagai bengkak linear dengan
kemerahan pada sisi dimana kulit terbentur dengan cepat dengan objek keras.
Ketika status hipersensitif ini muncul, sebuah goresan dapat mencetuskan sebuah
garis yang menimbul dan pucat yang dibatasi pada kedua sisinya oleh garis hiperemis,
sehingga memungkinkan untuk menulis pada kulit dengan menggoreskan sebuah benda
tumpul. Truma minor atau tekanan, seperti yang diakibatkan oleh ikat pinggang yang
terlalu ketat, dapat menimbulkan urticaria. Dermatographism dapat juga muncul spontan
setelah mengkonsumsi obat yang merangsang urticaria (seperti penicillin) dan menetap
untuk beberapa bulan. Dermatographism juga dilaporkan berhubungan dengan
penggunaan H2 bloker famotidine. Dermatographism dapat muncul pada hipotiroidism
dan hipertiroidism, penyakit infeksius, diabetes mellitus, dan selama onset dari
menopause.
Pressure urticaria
Pressure urticaria tampak sebagai erythematous, pembengkakkan lokal yang
dalam, sering nyeri, yang muncul 0,5 sampai 6 jam setelah tekanan yang konstan pada
kulit. Prevalensi tertinggi adalah pada dekade ketiga. Pressure urticaria dapat
dihubungkan dengan demam, menggigil, dan arthralgia bersamaan dengan peningkatan
erythrocyte sedimentation rate dan leukositosis. Pada suatu study, pressure urticaria ini
muncul pada 37% dengan chronic idiopathic urticaria dan demographism. Histamine,
leukotriene B4, hydroxyeicosatetraenoic acid, dan interleukin (IL) 6 telah dideteksi pada
aspirasi suction-blister dari lesi experimental. Pressure urticaria ini juga digambarkan
pada pasien dengan syndrome hypereosinophilic.
Cholinergic Urticaria
Cholinergic urticaria muncul setelah adanya peningkatan suhu dalam tubuh,
seperti saat mandi air panas, olahraga, atau demam. Prevalensi tertinggi terdapat pada
pasien usia 23 sampai 28 tahun. Erupsi muncul sebagai tonjolan yang berbeda, pruritus,
kecil, ukuran 1-2mm yang dikelilingi oleh area eritema yang luas. Terkadang, lesi
menjadi konfluen atau dapat berkembang menjadi angioedema. Gejala sistemik meliputi
pusing, sakit kepala, sinkop, merah-merah, wheezing, nafas pendek, mual, muntah, dan
diare. Peningkatan prevalensi atopi telah dilaporkan. Injeksi intrakutan obat kolinergik
seperti methacholine chloride, menyebabkan urtikaria lokal pada sekitar sepertiga pasien.
Perubahan fungsi paru ditemukan saat olahraga atau setelah inhalasi acetylcholine. Kasus
familial dilaporkan haya pada laki-laki. Hal ini menyimpulakn bahwa pewarisannya
bersifat autosomal dominan.
Adrenergic Urticaria
Adrenergic urticaria muncul sebagai tonjolan yang dikelilingi lingkaran halo putih
yang berkembang selama stess emosional. Lesi dapat disebabkan karena injeksi
intrakutan norephinephrine.
Vibratory angioedema
Vibratory angioedema dapat muncul sebagai kelainan didapat idiopathic, dalam
hubungannya dengan cholinergic urticaria, atau setelah beberapa tahun terexposure
getaran. Urticaria ini digambarkan pada keluarga dengan autosomal dominan yang
diturunkan. Bentuk yang diturunkan sering disertai dengan facial flushing. Peningkatan
sementara kadar histamine plasma tercatat selama serangan pada pasien dengan bentuk
yang herediter dan pada pasien dengan penyakit didapat.
Cold-induced urticaria
Terpapar oleh dingin dapat mengakibatkan edema dan bengkak pada area yang
terpapar, biasanya wajah dan tangan. Urticaria tidak muncul saat kedinginan tetapi pada
saat kembali menjadi hangat. Diklasifikasikan menjadi primer (essensial), sekunder, dan
familial cold urticaria.
Cold urticaria primer tidak dihubungkan dengan penyakit sistemic atau cold
reactive protein. Gejala biasanya terlokalisasi pada area yang terpapar dingin meskipun
gangguan kardiovaskular dan respirasi dapat terjadi. Fatal shock dapat terjadi ketika
seseorang pergi berenang di air yang dingin atau mandi dengan air yang dingin.
Terapi cold urticaria adalah dengan cyproheptadine (periactin) dengan dosis 4 mg
tiga kali sehari. Respon terapi baik pada generasi kedua antihistamin acrivastine
(semprex) dan ceitirizine (zyrtec) telah dilaporkan. Ketotifen juga mungkin efektif.
Corticosteroid tidak efektif.
Desensitization pemaparan dingin yang berulang dan meningkat efektif pada
beberapa kasus. Terdapat kecenderungan untuk cold urticaria untuk menghilang setelah
beberapa bulan atau tahun. Sebagai tes provokatif, sebuah plastik berisi es dioleskan pada
kulit selama 5 sampai 20 menit. Jika tidak ada urticaria yang terjadi, area dikipasi selama
10 menit. Penggunaan kombinasi dingin dan udara yang bergerak lebih efektif
menghasilkan lesi daripada hanya dingin saja. Tes provokatif tidak dilakukan jika diduga
cold urticaria sekunder.
Cold urticaria sekunder dihubungkan dengan penyakit sistemik yang
menyertainya, seperti cryoglobulinemia. Penyakit lain yang dihubungkan adalah
cryofibrinogenemia, multiple myeloma, secondary syphilis, hepatitis, dan infectious
mononucleosis. Pasien mungkin sakit kepala, hipotensi, edema laring, dan sycope. Tes
provokatif tidak direkomendasikan karena dapat merangsang oklusi vaskuler dan iskemik
jaringan.
Familial cold urticaria diobservasi pada bulan keempat kehidupan dan memiliki
pola herediter autosomal dominant. Lesi lebih menghasilkan sensasi terbakar daripada
gatal. Terdapat cyanotic centers dan halo putih disekelilingnya. Lesi berlangsung selama
24 sampai 48 jam dan dapat diikuti dengan demam, menggigil, sakit kepala, arthralgia,
myalgia, dan nyeri abdomen. Bagian yang menonjol adalah leukositosis, dimana
merupakan respon dingin yang pertama kali dapat diobservasi. Familial cold urticaria
akan menghasilkan hasil yang negatif pada ice cube test. Urticaria muncul 30 menit
sampai satu jam setelah pemaparan dingin yang lebih general. Biopsi kulit
menggambarkan lekositoklastik vaskulitis.
Local Heat Urticaria
Local heat urticaria adalah bentuk urtikaria langka dimana terjadi setelah eksposur
beberapa menit terhadap panas yang bersifat lokal. Dalam 5 menit setelah kulit terkena
panas diatas 43oC, kulit mulai terbakar dan sakit, menjadi merah, bengkak, dan keras.
Solar Urticaria
Tanda solar urticaria yaitu pruritus, eritema, bengkak, dan kadang angioedema
yang membesar dalam beberapa menit setelah terekspos matahari atau sumber cahaya
buatan. Sakit kepala, sinkop, pusing, mual adalah gejala sistemiknya. Paling sering
terkena pada usia dekade ketiga. Dalam suatu penelitian, 48 persen dari pasien memiliki
riwayat atopi. Meskipun berhubungan dengan SLE, dan polymorphous light eruption,
solar urticaria biasanya idopatik. Perkembangan lesi terhadap panjang gelombang
spesifik bisa diklasifikasikan dalam enam subtipe, tetapi seseorang bisa merespon kepada
lebih dari satu bagian dari spektrum cahaya. Pada tipe I, disebabkan panjang gelombang
285 sampai 320 nm, dan pada tipe II, disebabkan panjang gelombang 400 sampai 500nm,
dimana respon itu ditransfer secara pasif dalam darah. Pada tipe I, panjang gelombang
tertahan oleh kaca jendela.
Histamin dan faktor kemotaktik untuk eosinofil dan neutrofil terdeteksi dalam
darah setelah eksposur individu terhadap ultraviolet A, UVB dan cahaya tampak. Pada
sebagian individu, faktor serum yang tidak spesifik dengan berat molekul berkisar dari 25
sampai 1000kDa, yang menyebabkan bengkak dan eritema setelah injeksi intrakutan,
menunjukkan hubungan dalam perkembangan lesi.
Aquagenic Urticaria dan Aquagenic Pruritus
Kontak kulit dengan air temperatur apapun bisa menghasilkan pruritus atau
urtikaria meskipun jarang. Erupsinya terdiri dari urtikaria kecil yang menyerupai urtikaria
kolinergik. Urtikaria aquagenik telah dilaporkan pada lebih dari satu orang dalam lima
keluarga. Pruritus aquagenik tanpa urtikaria biasanya idiopatik tetapi juga muncul pada
orang lanjut usia dengan kulit kering dan pasien dengan polisitemia vera, penyakit
Hodgkin, sindrom myelodysplastic, dan sindrom hypereosinophilic. Pasien dengan
pruritus aquagenik harus dicek kelainan hematologiknya.
Exercise-induced Anaphylaxis
Exercise-induced anaphylaxis adalah gejala klinis kompleks yang terdiri dari
pruritus, urticaria, angioedema (kutan, laring, dan intestin), dan sinkop yang berbeda dari
urtikaria kolinergik. Pada kebanyakan pasien, urtikarianya dalam ukuran normal.
Terdapat prevalensi tinggi dari atopk diatesis. Berbagai tipe dari sindrom ini meliputi
exercise-induced anaphylaxis yang memerlukan hanya olahraga saja sebagai stimulus,
exercise-induced anaphylaxis yang tergantung makanan dan olahraga sebagai stimulan,
dan bentuk yang meyebabkan urtikaria setelah olahraga.
4. Contact Urticaria
Urticaria dapat muncul setelah kontak langsung dengan berbagai substansi. Baik
yang imunologik (IgE-mediated) ataupun yang nonimunologik. Erupsi yang bersifat
sementara muncul dalam beberapa menit, dan jika berhubungan dengan IgE, dapat
berhubungan dengan manifestasi sistemik. Protein dari produk lateks/getah adalah
penyebab utama urticaria kontak yang imunologik. Protein lateks bisa juga menjadi
alergen lewat udara. Pasien menunjukkan gejala reaktivitas silang terhadap buah seperti
pisang, alpukat, dan kiwi. Manifestasi yang ada meliputi rhinitis, konjungtivits, dispnea,
dan syok. Kelompok resiko tinggi adalah para pekerja biomedical dan individu yang
sering kontak dengan lateks seperti anak dengan spina bifida. Agen seperti tumbuhan
beracun, bulu anthropoda, dan zat kimia akan melepaskan histamin langsung dari sel
mast. Papular urticaria muncul dengan sifat sementara, tersebar simetris, gatal, papul
ukuran 3-10mm yang dihasilkan dari reaksi hipersensitivitas karena gigitan serangga
seperti nyamuk, kutu, dan pinjal. Kondisi ini terutama pada anak-anak. Lesi cenderung
muncul berkelompok pada daerah yang terbuka seperti aspek ekstensor ekstremitas.
5. Autoimmune urticaria
Antibody sirkulasi telah ditemukan pada serum beberapa pasien dengan chronic
idiophatic urticaria, mengarah kepada autoimmune urticaria. Autoantibody ini
diperkirakan ada pada kurang dari 30% pasien dengan chronic idiophatic urticaria.
II. URTICARIA/ANGIODERMA MEDIATED BY COMPLEMENT SYSTEM
AND OTHER PLASMA EFFECTOR SYSTEMS
1. Hereditary and acquired angioedema
Hereditary angioedema adalah kelainan yang diwariskan secara dominan yang
ditunjukkan dengan serangan rekuren angioedema yang meliputi kulit dan membran
mucosa dari traktus respiratorius dan traktus gastrointestinal. Urtikaria bukan
manifestasinya. Terdapat defisiensi fungsional dari inhibitor dari komponen aktif pertama
dari sistem komplemen.
2. Angiotensin-converting Enzyme Inhibitior
Angioedema dihubungkan dengan pemberian ACE-inhibitor. Frekuensi terjadinya
angioedema setelah terapi ACE inhibitor adalah 0,1-0,7 persen. Angioedema berkembang
pada minggu pertama terapi pada 72 persen individu terkena dan biasanya meliputi
kepala dan leher, mulut, lidah, pharing, dan laring. Urtikaria terjadi sangat jarang. Batuk
dan angioedema traktus gastrointestinal adalah gejala yang berhubungan. Telah
disarankan bahwa terapi ACE inhibitor merupakan kontraindikasi pada pasien dengan
riwayat idiopatik angioedema, herediter angioedema dan defisiensi komponen pertama
sistem komplemen. Mekanismenya dipercaya tidak imunologik karena angioedema
muncul berjam-jam setelah dosis pertama.
3. Necrotizing venulitis
Chronic urticaria dan angiodema dapat merupakan manifestasi dari cutaneus
necrotizing venulitis. Dihubungkan dengan malaise, artrhalgia, abdominal pain, dan yang
kurang umum seperti diffuse glomerulonefritis, penyakit paru obstruksi, dan benign
intracranial hypertension. Abnormalitas serum komplemen dan C1q precipitins telah
dilaporkan pada beberapa pasien; bagaimanapun, kadar serum komplemen normal pada
yang lain. Sebuah bentuk urticaria dari necrotizing venulitis dapat muncul pada individu
dengan serum sickness, kelainan kolagen-vaskular, sebuah komponen IgM dan infeksi.
4. Serum sickness
Serum sickness dapat terjadi setelah administrasi obat (antibiotik), muncul 7-21
hari setelah administrasi dari agen yang merangsang dan bermanifestasi sebagai demam,
urticaria,lymphadenophaty, myalgia, artrhalgia,dan arthritis. Gejala biasanya self-limited
dan berakhir 4 sampai 5 hari. Lebih dari 70 % pasien dengan serum sickness
bermanifestasi sebagai urticaria, sering didahului oleh pruritus dan erythema. Urticaria
sering muncul pada tempat injeksi.
5. Reaction to the administration of blood products
Urticaria dapat menjadi komplikasi dari administrasi dari produk darah. Ini
merupakan hasil dari pembentukan immune complex dan aktivasi komplemen mengarah
pada perubahan vascular dan otot polos (direct), dan melalui anaphylatoxins ke pelepasan
mast cell-mediator (indirect).
6. Infection
Virus hepatitis B telah dihubungkan dengan suatu episode urticaria yang
berlangsung selama 1 minggu yang dihubungkan dengan demam dan arthralgia sebagai
bagian dari prodormal sebelum munculnya ikterus. Urticaria mewakili immune complex-
mediated necrotizing vasculitis yang berhubungan dengan cryoglobulinemia.
III. URTICARIA/ANGIOEDEMA AFTER DIRECT MAST CELL
DEGRANULATION
Berbagai agen terapeutik dan diagnostik dihubung-hubungkan dengan
urticaria/angioedema. Sekitar 8 % dari pasien yang menerima kontras media radiografi
mengalami reaksi tersebut, yang timbul kebanyakan setelah pemberian intravena.
Analgetik opiate, polymixin B, curare, dan D-tubocurarine melepaskan histamin dari sel
mast dan basofil. Resiko lebih tinggi urtikaria/angioedema dan reaksi anaphylactic-like
pada wanita dilaporkan pada suatu penelitian dimana 70 persen adalah wanita.
IV. URTICARIA/ANGIOEDEMA RELATING TO ABNORMALITIES OF
ARACHIDONIC ACID METABOLISM
Intoleransi terhadap aspirin yaitu manifestasi urticaria/angioedema muncul pada
pasien dengan rhinitis alergi dan asma bronkial. Urticaria/angioedema yang merespon
terhadap aspirin dan NSAID muncul pada sekitar 10-20 % pasien rumah sakit klinik
dermatologi di UK. Pasien intoleren aspirin juga bisa bereaksi terhadap indomethacin,
dan NSAID lainnya.
Reaksi terhadap aspirin mirip dengan NSAID lainnya karena sama-sama
mengakibatkan hambatan prostaglandin endoperoxide synthase 1 (PGHS-1,
cyclooxygenase 1) daripada penghambatan dari PGHS-2 (cyclooxygenase 2). Sodium
salisilat dan cholie salisilat umumnya dapat ditolerir karena aktivitas yang rendah
terhadap PGHS-1.
V. IDIOPATHIC URTICARIA/ANGIOEDEMA
Pada kurang dari 70% individu dengan episode kronik urticaria/angioedema,
penyebabnya tidak diketahui. Meskipun infeksi, abnormalitas metabolik dan hormonal,
keadaan malignant,dan faktor emosional telah diakui sebagai penyebab, tetapi bukti yang
mendukung kurang.