Klasifikasi Penyakit Autoimun
-
Upload
komang-shary -
Category
Documents
-
view
472 -
download
0
description
Transcript of Klasifikasi Penyakit Autoimun
1
Komang Shary K., 1206238633
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
LTM Pemicu 3 Imunologi Dasar
Klasifikasi Penyakit Autoimun
Pendahuluan:
Autoimunitas adalah kemampuan tubuh dalam menoleransi antigen self. Kejadian ini
dipengaruhi oleh faktor genetik maupun lingkungan. Autoimunitas telah dikenal oleh para
ahli imunologi sejak ditemukannya sifat spesifisitas respons imun terhadap antigen. Bahkan,
pada tahun 1900-an, Paul Ehrlich menyebut reaksi imun yang berbahaya terhadap self
sebagai “horror autotoxicus”. Sebagai penyebab berbagai penyakit, autoimunitas merupakan
faktor yang penting. Di Amerika Serikat, autoimunitas diperkirakan menimpa 2-5% dari
populasi.1
Isi:
Klasifikasi penyakit autoimun dapat disusun dalam bentuk spektrum, yaitu dari
penyakit yang paling spesifik pada organ tertentu sampai penyakit yang sangat tidak spesifik
pada organnya.2 Suatu penyakit disebut spesifik organ apabila antibodi atau limfosit T yang
tersensitisasi menyerang komponen satu organ pada host. Pada penyakit nonspesifik organ,
antibodi atau limfosit T tersebut menyerang lebih dari satu organ.3 Penyakit yang berada di
tengah-tengah spektrum adalah penyakit dengan kerusakan yang spesifik tetapi berasal dari
reaksi autoantibodi yang tidak spesifik pada organ tertentu. Contoh penyakit yang berada
pada spektrum di tengah ini adalah anemia hemolitik autoimun, sirosis bilier primer, dan
diopathic trombocytopenic purpura (ITP).2
Kerusakan pada penyakit autoimun dapat diperantarai antibodi maupun sel T.
Kerusakan yang diperantarai antibodi di antaranya adalah penyakit yang menyertakan
hipersensitivitas tipe II atau III sedangkan keterlibatan sel T mengacu pada hipersensitivitas
tipe IV. 4 Kerusakan juga dapat diakibatkan oleh autoantibodi yang berikatan dengan reseptor
self sehingga fungsi tubuh terganggu.2,4
Berikut adalah tabel susunan nama penyakit dan spektrum spesifisitasnya terhadap
organ atau jaringan yang terlibat.2,3
2
NAMA PENYAKIT SPESIFISITAS ORGANA PET Tiroiditis Hashimoto Sangat spesifik
Myxedema primer Graves' disease Pernicious anemia Addison's disease Premature onset menopause Infertilitas laki-laki Insulin dependent juvenile diabetes Insulin resistant diabetic Alergi atopik Myasthenia gravis Goodpasture's syndrome
Pemphigus Pemphigoid Phacogenic uveitis AI hemolytic anemia Idiopathic thrombocytopenia Sirosis bilier primer Idiopathic neutropenia Ulcerative collitis Sjogren’s syndrome Vitilligo Artritis reumatoid Lupus eritematosus sistemik
Mekanisme terjadinya kerusakan patologik tergantung pada letak penyakitnya dalam
spektrum ini. Apabila dalam penyakit tersebut antigen berpusat pada organ tertentu, maka
patogenesis hipersensitivitas tipe II perlu diperhatikan.2 Pada autoimunitas yang tidak
spesifik organ, inflamasi dapat diakibatkan pengendapan kompleks imun, yang dapat
diklasifikasikan juga menjadi hipersensitivitas tipe III.2,5
Berbagai aspek penyakit imun yang sama dapat memiliki mekanisme yang berbeda.4
Kemudian, seseorang yang menderita suatu penyakit autoimun biasanya juga menderita
penyakit autoimun lain yang masih dalam spektrum yang sama. Contohnya, orang yang
menderita SLE juga menderita artritis rheumatoid. Maka dari itu, seringkali terjadi tumpang
tindih dalam hasil pemeriksaan serologisnya.2
PENYAKIT AUTOIMUN SPESIFIK ORGAN
Beberapa penyakit autoimun endokrin merupakan penyakit yang sering dijumpai dalam
penyakit autoimun spesifik organ. Pada autoimunitas endokrin ini, proses diduga diawali
dengan proses inflamasi dalam kelenjar endokrin. Sel-sel inflamasi menghasilkan berbagai
Tidak spesifik (sistemik)
Tabel 1. Spektrum klasifikasi penyakit autoimun.2,3
3
sitokin yang merangsang ekspresi MHC kelas II pada permukaan sel endokrin. Kesalahan
dalam ekspresi ini atau pengenalan kompleks MHC dengan antigen menyebabkan
autoantigen dianggap sel asing sehingga sel-sel endokrin dihancurkan secara oksidatif dan
enzimatik. Hal ini menyebabkan antigen-antigen kelenjar endokrin semakin banyak yang
dilepas dan berinteraksi dengan sel-sel imun. Keberadaan autoantibodi akan menunjang
diagnosis penyakit.2
Penyakit-penyakit yang akan dibahas berikutnya adalah tiroiditis Hashimoto, Grave’s
disease, dan diabetes melitus tipe I.
a. Tiroiditis Hashimoto
Pada penyakit ini, terjadi apoptosis yang mengakibatkan kehancuran sel-sel tiroid.
Dalam prosesnya, respons imun selular berperan utama dalam menimbulkan keadaan
patologik, meskipun autoantibodi juga dapat ditemukan dalam tiroiditis Hashimoto. Diduga
sitotoksisitas yang terjadi adalah sitotoksisitas dengan bantuan antibodi (ADCC), karena di
sini limofist T sendiri tidak bersifat sitotoksik terhadap sel kelenjar. Manifestasi klinis dapat
berupa kelainan fungsi dan perbesaran kelenjar.2
b. Graves’ Disease atau Tirotoksikosis Grave2
Tirotoksikosis adalah peristiwa berlebihnya hormon tiroid pada tubuh yang biasa
diakibatkan oleh hipertiroidisme atau hiperaktivitas tiroid.6 Graves’ disease merupakan
penyebab hipertiroidisme yang paling umum.7 Penyakit ini timbul akibat produksi antibodi
yang merangsang tiroid.2 Antibodi yang menstimulasi tiroid disebut juga thyroid-stimulating
immunoglobulin (TSI) atau long-acting thyroid stimulator (LATS). Target dari antibodi
tersebut adalah reseptor TSH pada sel tiroid.7 TSI kemudian menstimulasi sekresi dan
pertumbuhan tiroid seperti halnya hormon TSH. Akan tetapi, TSI tidak dapat diberikan
negative-feedback sehingga pertumbuhan tiroid tersebut tidak terkontrol.7,8 Terkadang TSI
juga dapat memblok produksi hormon tiroid sehingga menimbulkan gejala yang kompleks.8
c. Diabetes Melitus Tipe I
Diabetes melitus tipe I dahulu biasa disebut sebagai diabetes melitus yang bergantung
insulin (insulin-dependent diabetes mellitus).1 Diabetes tipe ini adalah penyakit metabolik
multisistem. Dasar penyakit ini adalah hancurnya sel-sel B pankreas yang memproduksi
insulin oleh proses autoimun yang spesifik sel B sehingga produksi insulin terganggu.1,2
Hancurnya sel B dapat terjadi karena beberapa mekanisme, misalnya lisis oleh sel T
4
sitotoksik, inflamasi yang dimediasi sel TH1 yang reaktif, produksi sitokin yang
menghancurkan sel, dan autoantibodi. Gejala-gejala penyakit ini adalah hiperglikemia dan
ketoasidosis. Ateroskerosis progresif dapat terjadi pada komplikasi kronis. Gejala ini dapat
berujung pada nekrosis iskemik pada organ internal dan alat gerak. Saraf perifer, glomerulus,
dan retina juga dapat rusak akibat obstruksi mikrovaskular.1
II. PENYAKIT AUTOIMUN NONSPESIFIK ORGAN
Contoh penyakit autoimun nonspesifik organ yang paling sering dijumpai adalah lupus
eritematosus sistemik (SLE) dan artritis reumatoid,2 tetapi ada juga penyakit lain seperti
sklerosis sistemik, spondiloartropati seronegatif, dan Sindrom Sjörgen5. Yang akan dibahas
dalam LTM ini hanyalah SLE dan artritis reumatoid.
a. Lupus Eritematosus Sistemik (SLE)
SLE adalah penyakit autoimun kronis multisistemik yang umumnya terjadi pada
wanita, dengan perbandingan insidens wanita banding pria 10:1. Faktor risiko SLE
bergantung pada faktor genetik dan lingkungan. Gejala-gejala umum pada SLE adalah ruam,
artritis, glomerulonefritis.1
SLE merupakan penyakit yang diakibatkan endapan kompleks imun. Pertama-tama,
agregat kompleks imun akan disaring di ginjal sehingga mengendap di membran basal
glomerulus. Kompleks lainnya dapat mengaktifkan komplemen sehingga terjadi proses
inflamasi. Gejala yang bersifat sistemik pada SLE melibatkan berbagai organ, seperti sendi,
sistem saraf pusat, jantung, dan ginjal. Akan tetapi, kematian oleh SLE umumnya disebabkan
kerusakan pada ginjal.8
Mekanisme pembentukan endapan kompleks imun pada SLE adalah hasil ikatan
autoantibodi dengan berbagai sel sehingga menimbulkan artritis, glomerulonefritis, dan
vaskulitis.1,2 Gejala-gejala seperti trombositopenia, anemia hemolitik, dan keterlibatan sistem
saraf pusat juga umum ditemukan. Pembentukan kompleks imun oleh autoantibodi dengan
eritrosit menghasilkan anemia hemolitik sedangkan autoantibodi dengan platelet
menghasilkan trombositopenia.1
b. Artritis Reumatoid
Artritis reumatoid (RA) adalah penyakit kelainan sendi yang terjadi akibat tulang dan
tulang rawan yang rusak.2 Sendi-sendi yang rusak termasuk sendi pada jari, bahu, siku, lutut,
dan pergelangan kaki. Respons imun seluler dan humoral sama-sama berperan dalam
5
inflamasi pada sinovial. Seperti penyakit autoimun yang lain, faktor lingkungan dan genetik
berpengaruh dalam menimbulkan penyakit ini. Dalam satu model mengenai ide patogenesis
RA, faktor lingkungan seperti infeksi dan rokok merangsang pembentukan epitop antigen
baru sehingga sel T dan antibodi individu-individu yang rentan gagal melakukan toleransi.1
Penutup:
Penyakit autoimun dapat diklasifikasikan menjadi penyakit autoimun spesifik organ
dan nonspesifik organ. Lupus eritematosus sistemik (SLE) yang dibahas pada pemicu
termasuk dalam penyakit autoimun nonspesifik organ karena gejalanya bersifat sistemik,
yakni melibatkan ginjal, sistem saraf pusat, jantung, dan sendi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Abbas AK, Lichtman AH, Pillai S. Cellular and Molecular Immunology, Seventh
Edition. USA: Elsevier Inc.; 2012.
2. Kresno BS. Imunologi: Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. Bab III, Penyakit
Autoimun; p. 364-395.
3. Ghaffar A, Nagarkatti P. Tolerance and Autoimmunity [internet]. 2010 [updated 2010
Jul 7; cited 2013 Apr 23]. Available from:
http://pathmicro.med.sc.edu/ghaffar/tolerance2000.htm
4. Baratawidjaja KG, Rengganis I. Imunologi Dasar. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2012. Bab 12, Autoimunitas; p.313-334.
5. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku Ajar Patologi Robbins, Ed 7, Vol. 1 [A.
Prasetyo, B. U. Pendit, T. Priliono, trans]. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2011. Chapter 5, Penyakit Imunitas; p.113-184.
6. Virginia Mason Medical Center. Thyrotoxicosis, Seattle, Washington –
Thyrotoxicosis Treatment at Virginia Mason [internet]. 2013 [cited 2013 Apr 25].
Available from: https://www.virginiamason.org/Thyrotoxicosis
7. Sherwood L. Human Physiology: From Cells to Systems, Seventh Edition. Canada:
Brooks/Cole, Cengage Learning; 2010. Chapter 19, The Peripheral Endocrine Glands;
p.641-740.
8. National Endocrine and Metabolic Diseases Information Service. Graves’ Disease
Page – National Endocrine and Metabolic Diseases Information Service [internet].
6
2012 [updated 2012 Aug 10; cited 2013 Apr 25]. Available from:
http://www.endocrine.niddk.nih.gov/pubs/graves/
9. Sudoyo AW, Stiyohadi B, Alwi I, Simadibrata K M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009. Bab 64, Penyakit
Kompleks Imun; p415-420.