KLASIFIKASI KOMODITI TANAMAN BAHAN MAKANAN DALAM …...3 klasifikasi komoditi tanaman bahan makanan...

112
1 KLASIFIKASI KOMODITI TANAMAN BAHAN MAKANAN DALAM KERANGKA PERENCANAAN PENGEMBANGAN EKONOMI DAERAH KABUPATEN KLATEN Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/ Program Studi Agrobisnis Oleh : Joko Purwanto H0305021 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

Transcript of KLASIFIKASI KOMODITI TANAMAN BAHAN MAKANAN DALAM …...3 klasifikasi komoditi tanaman bahan makanan...

1

KLASIFIKASI KOMODITI TANAMAN BAHAN MAKANAN DALAM KERANGKA PERENCANAAN

PENGEMBANGAN EKONOMI DAERAH KABUPATEN KLATEN

Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/ Program Studi Agrobisnis

Oleh : Joko Purwanto

H0305021

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2009

2

PERNYATAAN

Dengan ini kami selaku Tim Pembimbing Skripsi Mahasiswa Program Sarjana :

Nama : Joko Purwanto

NIM : H0305021

Jurusan/Program Studi : Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis

Menyetujui Naskah Publikasi Ilmiah yang disusun oleh yang bersangkutan dan

dipublikasikan dengan / tanpa*) mencantumkan nama tim pembimbing sebagai Co-

Author.

Pembimbing Utama

Pembimbing Pendamping

Ir. Ropingi, M.Si NIP. 19650801 199102 1 001

Ir. Agustono, M.Si NIP. 19640801 199003 1 004

3

KLASIFIKASI KOMODITI TANAMAN BAHAN MAKANAN DALAM KERANGKA PERENCANAAN PENGEMBANGAN EKONOMI DAERAH

KABUPATEN KLATEN

JOKO PURWANTO

H0305021

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui klasifikasi komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten berdasarkan Tipologi Klassen dan strategi pengembangan komoditi tanaman bahan makanan dalam kerangka perencanaan pengembangan ekonomi daerah Kabupaten Klaten. Metode dasar penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Daerah penelitian diambil secara sengaja (purposive) di Kabupaten Klaten. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik, BAPEDA, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Klaten, yaitu berupa data PDRB Kabupaten Klaten, PDRB Provinsi Jawa Tengah tahun 2003-2007 ADHK 2000, jumlah produksi dan harga komoditi tanaman bahan makanan tahun 2003-2007, data RPJMD Kabupaten Klaten, dan data yang ada dalam Klaten dalam Angka 2007. Hasil penelitian menunjukkan bahwa klasifikasi komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten berdasarkan pendekatan Tipologi Klassen yang termasuk komoditi prima adalah padi dan jagung; komoditi berkembang terdiri dari ubi kayu, durian, kedelai, cabe rawit, mangga, rambutan, petai, cabe besar, sukun, ubi jalar, sawi, kacang panjang, kacang hijau, mentimun, tomat, terong, bawang merah, alpukat, kubis, jambu biji, salak, jeruk, duku, jambu air, belimbing, sirsak, kangkung, dan nanas; dan komoditi terbelakang meliputi pisang, melinjo, kacang tanah, nangka, pepaya, melon, semangka, sawo, bayam, dan manggis. Strategi pengembangan jangka pendek yaitu dengan upaya pengembangan agribisnis tanaman pangan, diversifikasi pasar, penguatan kelembagaan petani, pelibatan pihak swasta sebagai mitra petani, upaya menciptakan peraturan dan kebijakan yang kondusif. Strategi pengembangan jangka menengah terdiri dua macam alternatif strategi, yaitu strategi untuk mengembangkan komoditi berkembang menjadi komoditi prima, melalui upaya pemeliharaan tanaman ubi kayu secara intensif; pengembangan agribisnis durian; perbaikan kualitas buah mangga dan rambutan dengan sortasi; penggunaan benih kedelai, cabe rawit, dan cabe besar yang bermutu dari varietas unggul. Strategi untuk mengembangkan komoditi terbelakang menjadi komoditi berkembang, melalui upaya peningkatan produktivitas pisang, pepaya, dan nangka; peningkatan kualitas buah melinjo; pengamanan produksi kacang tanah. Strategi pengembangan jangka panjang terdiri dari dua macam alternatif strategi, yaitu strategi untuk mengembangkan agar komoditi terbelakang menjadi berkembang, melalui upaya pengoptimalan sumberdaya yang tersedia untuk pisang, melinjo, dan kacang tanah; peningkatkan peranan perlindungan tanaman kacang tanah, melon, dan semangka; peningkatan kualitas SDM bagi petani melon dan semangka. Strategi untuk mengembangkan komoditi prima, strateginya yaitu melalui upaya pengembangan pembenihan unggul,

4

menjaga kesuburan tanah secara kontinuitas, penyediaan sarana dan prasarana pertanian yang memadai serta pemeliharaan sarana produksi usahatani.

Kata Kunci: klasifikasi, komoditi tanaman bahan makanan, Tipologi Klassen, strategi

pengembangan, Kabupaten Klaten

5

COMMODITY CLASSIFICATION OF CROP FOODSTUFF IN PLANNING OF ECONOMIC DEVELOPMENT KLATEN REGENCY

JOKO PURWANTO

H0305021

ABSTRACT

The aim of this research to know commodity classification of crop foodstuff in Klaten Regency based on Klassen Typology and developing strategies of commodity crop foodstuff in planning of developing economic in Klaten regency based on the short-range period, middle-range and long-range period. The basic method in this research is descriptive method. The research area is taken purposive in Klaten regency. The kind of data that used is secondary data, there are consist of Domestic Regional Bruto Product (PDRB) in Klaten regency, PDRB province of Central Java in the year 2003-2007 ADHK 2000, the total production of commodity crop foodstuff, the price of commodity crop foodstuff in the years 2003-2007 in Klaten Regency, the data of planning developing in long-range area (RPJMD) Klaten Regency, and the data that involve in Klaten in numeral 2007. The data is gotten from Badan Pusat Statistik (BPS) Klaten Regency, BAPEDA Klaten Regency, and agriculture and stamina of the food agency in Klaten Regency. The research finding indicated that commodity classifications of crop foodstuff in Klaten regency based on Klassen Typology method are that included primer commodity are rice plant and maize (corn); blossom commodity are consist of cassava, durian, soybean, a small chili, mango, the rambutan, petai, a big chili, bread fruit, sweet potato, mustard greens, legume, mug bean, cucumber, tomato, egg plant, onion, avocado, cabbage, guava, the zallaca palm, orange, tree with edible fruit, lanseh tree, star fruit, the sweet sop fruit, kinds of levy vegetable and pineapple; and the latest commodity includes banana, carelessly negligent, peanut (pellet), jackfruit, papaya, melon, watermelon, sapodilla, amaranth used as vegetable, and mangos teen.. Developing short-range strategies with developing agribusiness of foodstuff, marketing diversification, making strong for the farmer institutional, involving private sides as a farmers’ friend, efforts to create the role and conductivities policy. Developing middle-range strategies involved two kinds’ strategies; they are strategy for developing blossom commodity become primer commodity, through efforts keeping the cassava plant intensively, developing agribusiness of durian, improvement the quality of mango and the rambutan by grading, using the soybean, a small chili, a big chili excellent feed from the excellent varieties. The strategy to developing to develop the latest commodity become blossom commodity, through efforts improving the production of banana, papaya, and nangka; improving the quality of carelessly negligent, the production pacification of peanut. Developing long-range strategies include two kinds of strategies, there are: strategy for developing the latest commodity become blommed, through optimally the resources of banana; carelessly negligent, and peanut; improving the protection crop of peanut, melon, and water melon; improving the quality of melon and water melon farmer as human being. The strategy to develop primer commodity, its strategy pass through improving superior germanition, keeping

6

the continuity of fertilizer land, supplying the medium and infrastructure of agricultural with keeping the farmer efforts tool production.

Keywords: classification, commodity of crop foodstuff, Klassen Typology,

developing strategy, Klaten Regency

7

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana

pemerintah daerah dan masyarakat bekerjasama untuk mengelola sumberdaya

tersedia yang menjadi potensi bagi suatu daerah. Pembangunan dapat

dilakukan dengan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah

dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru dan

agar dapat merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah

tersebut. Pembangunan ekonomi daerah memiliki peranan penting dalam

keberhasilan pembangunan di tingkat nasional. Keadaan perekonomian

nasional disusun oleh keadaan perekonomian daerah, sehingga keberhasilan

pembangunan di daerah akan turut menentukan keberhasilan pembangunan di

tingkat nasional.

Pembangunan di Provinsi Jawa Tengah yang berlangsung secara

menyeluruh dan berkesinambungan telah meningkatkan perekonomian

masyarakat. Pencapaian hasil-hasil pembangunan yang dirasakan masyarakat

merupakan hasil pembangunan dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah yang

tidak terlepas dari usaha keras secara bersama-sama antara pemerintah dan

masyarakat. Potensi daerah dan kekayaan alam yang dimiliki dapat dilihat

sebagai keunggulan komparatif bagi daerah. Namun untuk dapat

memanfaatkan potensi tersebut masih ada kendala seperti lemahnya sumber

daya manusia yang harus dihadapi oleh penentu kebijakan baik di tingkat

provinsi maupun di tingkat daerah kabupaten/kota.

Kabupaten Klaten merupakan salah satu dari 35 kabupaten/kota di Jawa

Tengah yang memiliki kekayaan alam yang menjadi potensi bagi daerah.

Dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan ekonomi daerah,

Pemerintah Daerah Kabupaten Klaten memiliki kewenangan untuk

mengembangkan daerahnya sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang

dimiliki. Perumusan perencanaan pembangunan ekonomi daerah harus

disesuaikan dengan karakteristik wilayah, sehingga sumberdaya manusia,

1

8

sumberdaya alam maupun sumberdaya lainnya yang mendukung

pembangunan daerah dapat dimanfaatkan secara optimal, sehingga akan

berdampak positif terhadap pembangunan wilayah di Kabupaten Klaten.

Pembangunan ekonomi daerah di Kabupaten Klaten tidak terlepas dari

kontribusi beberapa sektor perekonomian, yaitu sektor pertanian; penggalian;

industri pengolahan; listrik dan air minum; bangunan/kontruksi; perdagangan,

hotel, dan restoran; angkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan dan jasa

perusahaan; dan jasa-jasa. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor

perekonomian yang memberikan kontribusi PDRB yang relatif besar terhadap

PDRB Kabupaten Klaten, tetapi ada kecenderungan yang semakin menurun

dari tahun ke tahun, yaitu sebesar 22,61% pada tahun 2004; 22,08% pada

tahun 2005; 22,17% pada tahun 2006 dan pada tahun 2007 sebesar 21,78%.

(BAPEDA Kabupaten Klaten, 2007). Hal ini menjadikan sektor pertanian

sebagai salah satu sektor yang mempunyai peranan penting bagi

perekonomian daerah Kabupaten Klaten. Oleh karena itu, pemerintah daerah

hendaknya membuat kebijakan pembangunan pertanian berkelanjutan yang

diarahkan untuk mengembangkan sistem ketahanan pangan dan agrobisnis.

Sektor pertanian di Kabupaten Klaten terdiri dari lima subsektor, yaitu

subsektor tanaman bahan makanan, subsektor perkebunan, subsektor

peternakan, subsektor kehutanan, dan subsektor perikanan. Kelima subsektor

pertanian memberikan kontribusi yang berbeda terhadap PDRB Kabupaten

Klaten. Besarnya kontribusi masing-masing subsektor pertanian dapat dilihat

dari distribusi persentase PDRB subsektor pertanian di Kabupaten Klaten.

Tabel 1. Distribusi Persentase PDRB Subsektor Pertanian Kabupaten Klaten Tahun 2004-2007

Tahun Subsektor Pertanian 2004 2005 2006 2007

Tanaman Bahan Makanan 16,84 16,21 16,64 16,42 Perkebunan 1,11 1,03 0,85 0,77 Peternakan 3,61 3,82 3,67 3,59 Kehutanan 0,74 0,71 0,72 0,71 Perikanan 0,30 0,30 0,30 0,29 Total 22,61 22,08 22,17 21,78

Sumber : BAPEDA Kabupaten Klaten, 2007

9

Tabel 1 menunjukkan bahwa dari kelima subsektor pertanian, ternyata

subsektor tanaman bahan makanan merupakan subsektor yang paling besar

kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Klaten, yaitu sebesar 16,84% pada

tahun 2004; 16,21% pada tahun 2005; 16,64% pada tahun 2006; dan pada

tahun 2007 sebesar 16,42%. Subsektor tanaman bahan makanan selalu

memberikan kontribusi yang relatif besar dalam total share sektor pertanian

terhadap PDRB di Kabupaten Klaten. Hal ini disebabkan luas wilayah di

Kabupaten Klaten yang sebagian besar dimanfaatkan untuk lahan pertanian

sawah, yaitu sebanyak 51% dari total luas wilayah di Kabupaten Klaten

sebesar 65.556 Ha (BAPEDA Kabupaten Klaten, 2006), sehingga menunjang

untuk memberikan kontribusi subsektor tanaman bahan makanan relatif besar.

Distribusi PDRB subsektor tanaman bahan makanan masih dalam

kondisi yang fluktuatif, yaitu terjadi penurunan pada tahun 2005 dan 2007

serta terjadi peningkatan pada tahun 2006. Kondisi yang demikian perlu

diperhatikan untuk dikembangkan lebih lanjut agar dapat menjaga eksistensi

kontribusi subsektor tanaman bahan makanan, sehingga subsektor tanaman

bahan makanan dapat memegang peranan penting dalam perekonomian daerah

Kabupaten Klaten.

Selain memperhatikan kontribusi sektor pertanian, faktor lain untuk

mengetahui peranan subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten

dapat juga diketahui dari tingkat laju pertumbuhannya. Adapun laju

pertumbuhan PDRB masing-masing subsektor pertanian Kabupaten Klaten

disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Laju Pertumbuhan PDRB Subsektor Pertanian Kabupaten Klaten Tahun 2004-2007 (%)

Tahun Subsektor Pertanian 2004 2005 2006 2007

Rata-rata

Tanaman Bahan Makanan 6,17 0,71 5,02 1,92 3,45 Perkebunan -5,39 -3,08 -16,03 -5,55 -7,51 Peternakan 2,92 10,67 -1,88 1,08 3,20 Kehutanan 10,75 0,44 2,65 2,59 4,11 Perikanan 5,61 5,87 0,04 1,40 3,23 Total 20,06 14,61 -10,20 1,44 6,48

Sumber : BAPEDA Kabupaten Klaten, 2007

10

Sektor pertanian secara umum mengalami pertumbuhan positif dari

tahun 2004-2007 adalah subsektor tanaman bahan makanan, subsektor

kehutanan dan subsektor perikanan. Subsektor perkebunan dari tahun 2004-

2007 selalu mengalami pertumbuhan negatif. Sedangkan subsektor peternakan

mengalami pertumbuhan negatif hanya pada tahun 2006.

Tabel 2 menunjukkan bahwa subsektor tanaman bahan makanan

merupakan subsektor pembentuk PDRB Kabupaten Klaten yang memiliki

nilai laju pertumbuhan yang positif selama empat tahun berturut-turut, yaitu

pada tahun 2004 nilai laju pertumbuhannya sebesar 6,17%; pada tahun 2005

nilai laju pertumbuhannya sebesar 0,71%; pada tahun 2006 nilai laju

pertumbuhannya sebesar 5,02%; dan pada tahun 2007 nilai laju

pertumbuhannya sebesar 1,92%; dengan rata-rata pertumbuhannya sebesar

3,45%. Walaupun pada tahun 2005 dan 2007 mengalami pertumbuhan positif

yang lambat karena terjadinya penurunan produksi komoditi tanaman bahan

makanan pada tahun tersebut, akan tetapi secara umum subsektor ini memiliki

peranan besar dalam memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan PDRB

sektor pertanian di Kabupaten Klaten.

Subsektor tanaman bahan makanan merupakan subsektor yang

memiliki peranan penting dalam pembangunan sektor pertanian di Kabupaten

Klaten karena sebagai penyedia pangan dan kebutuhan masyarakat. Subsektor

tanaman bahan makanan terdiri dari berbagai macam komoditi tanaman

pangan, sayur-sayuran dan buah-buahan. Dalam kerangka perencanaan

pengembangan ekonomi daerah, Kabupaten Klaten tidak dapat mengandalkan

hanya pada salah satu jenis komoditi sebagai penyangga utama. Kabupaten

Klaten perlu menentukan komoditi tanaman bahan makanan yang termasuk

kategori komoditi prima, komoditi potensial, komoditi berkembang dan

komoditi terbelakang. Dari keempat kategori komoditi tanaman bahan

makanan itu merupakan komoditi yang menjadi kebutuhan pokok yang

dikonsumsi masyarakat di berbagai daerah termasuk Kabupaten Klaten,

sehingga mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan lebih lanjut di

masa mendatang agar dapat menunjang pembangunan ekonomi daerah.

11

Penelitian ini merupakan lanjutan penelitian dari penelitian sebelumnya

yang telah dilakukan di Kabupaten Klaten, diantaranya adalah penelitian Sari

(2002), yang menunjukkan bahwa subsektor tanaman bahan makanan

merupakan subsektor pertanian yang paling banyak memberikan kontribusi

terhadap perekonomian daerah Kabupaten Klaten pada tahun 1995-2000.

Sedangkan dari penelitian Dewi (2004), dapat diketahui bahwa subsektor

tanaman bahan makanan merupakan subsektor basis di Kabupaten Klaten, dan

pada penelitian Listiyani (2006), yang menunjukkan bahwa subsektor tanaman

bahan makanan bukan merupakan leading sector di Kabupaten Klaten.

Penelitian-penelitian tersebut hanya menganalisis besarnya kontribusi sektor

pertanian terhadap perekonomian daerah, mengidentifikasi sektor basis

maupun sektor nonbasis dan juga keterkaitan suatu sektor terhadap sektor

perekonomian lain. Semua penelitian tersebut belum memfokuskan bagaimana

strategi pengembangannya, maka dari itu perlu adanya penelitian mengenai

strategi pengembangan pada sektor pertanian (subsektor tanaman bahan

makanan) dalam perekonomian daerah Kabupaten Klaten.

Strategi pengembangan diperlukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten

Klaten dalam upaya mewujudkan pembangunan pertanian yang berkelanjutan

di Kabupaten Klaten. Dalam hal ini, strategi pengembangan komoditi tanaman

bahan makanan diperlukan untuk mempertahankan eksistensi kontribusi dan

pertumbuhan komoditi agar dapat meningkat di masa mendatang. Oleh karena

itu, diperlukan adanya kajian yang lebih mendalam mengenai strategi

pengembangan yang tepat dalam pembangunan pertanian, khususnya untuk

komoditi tanaman bahan makanan. Penelitian ini diharapkan dapat

memberikan informasi mengenai strategi pengembangan komoditi tanaman

bahan makanan, baik pengembangan dalam periode waktu jangka pendek,

jangka menengah maupun jangka panjang.

B. Perumusan Masalah

Kabupaten Klaten memiliki keadaan alam yang sebagian besar adalah

berupa dataran rendah dan didukung dengan banyaknya sumber air, maka

daerah Kabupaten Klaten merupakan daerah pertanian yang potensial (BPS

12

Kabupaten Klaten, 2007). Kabupaten Klaten memiliki luas wilayah sebesar

65.556 ha, sebanyak 51% (33.435 ha) lahan di Kabupaten Klaten

dimanfaatkan untuk lahan pertanian sawah dengan status teririgasi dan hanya

1,59% berupa sawah tadah hujan. Lahan yang luas maupun persentase untuk

lahan sawah teririgasi menunjukkan bahwa tanah pertanian di Kabupaten

Klaten termasuk subur (BAPEDA Kabupaten Klaten, 2006).

Wilayah Kabupaten Klaten sebagian besar merupakan lahan subur,

sehingga relatif potensial untuk menunjang tumbuhnya sektor pertanian. Sub

sektor tanaman bahan makanan merupakan salah satu subsektor pada sektor

pertanian. Subsektor ini terdiri dari tanaman pangan, tanaman sayur-sayuran

dan tanaman buah-buahan. Padi adalah salah satu komoditi tanaman pangan di

Kabupaten Klaten yang jumlah produksinya termasuk tinggi, yaitu sebesar

3.472.300 kwintal pada tahun 2007 dengan produktivitas 59,47 kwintal/ha.

Sedangkan komoditi lain yang jumlah produksinya tinggi adalah jagung yaitu

sebesar 579.700 kwintal dengan produktivitas 60,32 kwintal/ha. Sedangkan

jumlah produksi ubi kayu 518.370 kwintal, produktivitas 306,55 kwintal/ha

(Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Klaten, 2007). Peranan

pertanian tanaman pangan yang relatif besar tersebut dikarenakan kondisi di

Kabupaten Klaten yang potensial, sehingga mendukung untuk

dikembangkannya komoditi tanaman bahan makanan.

Subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten memperoleh

kontribusi dari berbagai macam komoditi tanaman pangan, sayuran dan buah-

buahan. Jenis komoditi tanaman pangan di Kabupaten Klaten antara lain padi,

jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kedelai, dan kacang hijau. Jenis

komoditi tanaman sayuran antara lain bawang merah, kubis, sawi, kacang

panjang, cabe besar, cabe rawit, tomat, terong, mentimun, kangkung, dan

bayam. Sedangkan jenis komoditi buah-buahan terdiri dari alpukat, belimbing,

duku, durian, jambu, jeruk, mangga, manggis, nanas, pepaya, pisang,

rambutan, salak, sawo, melon, dan semangka. Adapun beberapa komoditi

beserta nilai produksinya dari subsektor tanaman bahan makanan yang

dihasilkan di Kabupaten Klaten pada tahun 2004-2007 disajikan pada Tabel 3.

13

Tabel 3. Nilai Produksi Komoditi Tanaman Bahan Makanan di Kabupaten Klaten Tahun 2004-2007 (Rp)

Tahun Komoditi Tanaman Bahan Makanan 2004 2005 2006 2007

Padi 429.706.750.000 541.103.382.000 801.203.531.000 948.979.590.000 Jagung 85.454.441.000 88.697.278.000 110.584.890.000 136.519.350.000 Ubi Kayu 19.844.906.000 23.501.676.000 28.748.343.000 43.180.221.000 Kacang Panjang 2.500.675.800 2.121.004.800 2.523.534.400 3.014.145.200 Mentimun 840.844.800 1.640.433.600 1.368.427.200 1.281.707.700 Cabe Rawit 27.099.457.000 15.306.662.800 13.901.157.900 15.736.800.000 Rambutan 7.600.671.100 17.301.980.000 19.351.050.000 5.286.367.800 Mangga 5.140.260.000 16.938.272.000 21.980.567.700 18.795.525.000 Pisang 50.596.253.400 32.731.405.200 38.972.375.000 39.638.414.400

Total Komoditi Pertanian

1.210.739.796.620 1.344.627.985.796 1.751.326.842.508 1.930.050.538.580

Sumber : Diadopsi dari Lampiran 8

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa dari beberapa jenis

komoditi tanaman bahan makanan yang dihasilkan di Kabupaten Klaten,

ternyata komoditi yang memiliki nilai produksi terbesar pada tahun 2004-2007

adalah padi dimana nilai produksinya cenderung meningkat dari tahun ke

tahun. Selain padi, komoditi lain yang memiliki nilai produksi yang besar dan

memiliki kecenderungan meningkat dari tahun 2004-2007 adalah jagung dan

ubi kayu. Sedangkan komoditi lain seperti kacang panjang, mentimun, cabe

rawit, dan rambutan memiliki nilai produksi yang cenderung fluktuatif dari

tahun 2004-2007. Besarnya nilai produksi komoditi dipengaruhi oleh jumlah

produksi dan harga komoditi di tingkat produsen pada waktu tertentu. Selain

itu, besarnya nilai produksi juga dipengaruhi oleh keadaan alam di Kabupaten

Klaten yang cocok dan mendukung untuk pertumbuhan komoditi tanaman

bahan makanan. Nilai produksi komoditi yang besar akan berpengaruh

terhadap besarnya kontribusi yang diberikan terhadap PDRB sektor pertanian.

Akan tetapi komoditi yang memiliki nilai produksi yang besar belum tentu

memberikan kontribusi yang besar juga terhadap PDRB sektor pertanian.

Selain memperhatikan nilai produksi untuk mengetahui besarnya

kontribusi komoditi tanaman bahan makanan terhadap sektor pertanian, faktor

lain yang dapat digunakan untuk mengetahui peranan komoditi tanaman bahan

makanan di Kabupaten Klaten dapat dilihat melalui laju pertumbuhannya.

Adapun laju pertumbuhan beberapa komoditi tanaman bahan makanan yang

dihasilkan di Kabupaten Klaten disajikan pada Tabel 4.

14

Tabel 4. Laju Pertumbuhan Komoditi Tanaman Bahan Makanan di Kabupaten Klaten Tahun 2004-2007 (%)

Tahun Komoditi Tanaman Bahan Makanan 2004 2005 2006 2007

Rata-rata

Padi -3,33 26,07 48,07 18,44 22,31 Jagung 5,84 3,79 24,68 23,45 14,44 Ubi Kayu -10,71 18,43 22,32 50,20 20,06 Kacang Panjang 44,47 -15,18 18,98 19,44 16,93 Mentimun 35,03 95,09 -16,58 -6,34 26,80 Cabe Rawit 243,34 -43,52 -9,18 13,20 50,96 Rambutan -49,76 290,32 11,84 -72,68 44,93 Mangga -65,17 228,71 29,77 -14,49 44,71 Pisang -41,30 -33,24 19,07 1,71 -13,44

Total -30,02 656,62 96,30 51,80 193,67 Sumber : Diadopsi dari Lampiran 10

Tabel 4 menunjukkan bahwa pada tahun 2007 sebagian besar komoditi

mengalami pertumbuhan positif, kecuali mentimun, rambutan, dan mangga

yang tumbuh negatif. Komoditi tanaman bahan makanan yang memiliki laju

pertumbuhan positif pada tahun 2004-2007 adalah jagung dengan rata-rata

pertumbuhan 14,44%; sedangkan padi dan ubi kayu mengalami pertumbuhan

negatif pada tahun 2004. Kacang panjang mengalami pertumbuhan negatif

pada tahun 2005 dan cabe rawit mengalami pertumbuhan negatif pada tahun

2005 dan 2006. Pada tahun 2004-2007 sebagian besar komoditi tanaman

bahan makanan memiliki nilai rata-rata pertumbuhan positif, kecuali pisang

yang memiliki rata-rata pertumbuhan negatif, yaitu sebesar -13,44%. Laju

pertumbuhan komoditi yang positif berarti bahwa produksi komoditi

mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, sedangkan laju pertumbuhan

komoditi yang negatif terjadi karena penurunan produksi pada tahun tersebut.

Secara umum komoditi tanaman bahan makanan yang memiliki pertumbuhan

positif memiliki peranan besar terhadap pertumbuhan sektor pertanian di

Kabupaten Klaten.

Berbagai komoditi tanaman bahan makanan yang dihasilkan di

Kabupaten Klaten tersebut tentunya tidak semuanya memiliki potensi yang

besar untuk dikembangkan. Ada beberapa komoditi tanaman bahan makanan

tertentu yang layak mendapatkan prioritas untuk dikembangkan dan ada juga

15

komoditi yang tidak layak untuk dikembangkan. Hal itu dapat ditentukan

dengan melihat besarnya laju pertumbuhan dan kontribusi komoditi tanaman

bahan makanan terhadap PDRB Kabupaten Klaten. Setelah diketahui komoditi

yang dapat diprioritaskan untuk dikembangkan, maka pengembangan sektor

pertanian dan penetapan kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Klaten

dalam pembangunan wilayah berbasis komoditi tanaman bahan makanan di

masa mendatang dapat lebih baik dan terarah.

Berdasarkan informasi dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Daerah (RPJMD) Kabupaten Klaten, Pemerintah Daerah Kabupaten Klaten

menentukan beberapa kebijakan terkait dengan pembangunan sektor

pertanian, meliputi:

1. Mengembangkan usaha pertanian dan wawasan bisnis, menghasilkan nilai

tambah dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan

pertanian

2. Mengembangkan sistem ketahanan pangan dan gizi melalui peningkatan

ketersediaan komoditas pangan dalam jumlah yang cukup dan kualitas

yang memadai

3. Meningkatkan kemampuan dan produktivitas usaha melalui optimalisasi

sumberdaya pertanian, peternakan dan perikanan

4. Mengembangkan perekonomian yang berorientasi global berdasarkan

keunggulan produk perkebunan

5. Mengembangkan perhutanan sosial sebagai penyeimbang ekosistem

Sedangkan program-program pembangunan daerah Kabupaten Klaten

pada sektor pertanian diantaranya adalah:

1. Peningkatan dan pengembangan pertanian rakyat terpadu

2. Pengembangan kelembagaan kelompok tani peternak sapi dan kambing

3. Pengembangan agribisnis

4. Ketahanan pangan dan gizi

5. Penyediaan sarana dan prasarana pertanian

6. Pengembangan usaha perkebunan

7. Pengelolaan dan pelestarian hutan

16

Selain itu, Pemerintah Daerah Kabupaten Klaten juga perlu

merumuskan perencanaan pengembangan ekonomi daerah pada sektor

pertanian, khususnya untuk komoditi tanaman bahan makanan yaitu dengan

menentukan klasifikasi dan strategi pengembangannya. Hal ini diupayakan

untuk mempertahankan eksistensi kontribusi dan laju pertumbuhan subsektor

tanaman bahan makanan terhadap perekonomian daerah Kabupaten Klaten.

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini

dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Termasuk klasifikasi apakah komoditi tanaman bahan makanan dalam

kerangka perencanaan pengembangan ekonomi daerah Kabupaten Klaten?

2. Strategi apakah yang dapat diterapkan untuk pengembangan komoditi

tanaman bahan makanan dalam kerangka perencanaan pengembangan

ekonomi daerah Kabupaten Klaten?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam

melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui klasifikasi komoditi tanaman bahan makanan dalam

kerangka perencanaan pengembangan ekonomi daerah Kabupaten Klaten

2. Untuk mengetahui strategi pengembangan komoditi tanaman bahan

makanan dalam kerangka perencanaan pengembangan ekonomi daerah

Kabupaten Klaten

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini meliputi:

1. Bagi penulis, diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan

terutama yang berkaitan dengan topik penelitian serta merupakan salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas

Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Klaten, diharapkan dapat dijadikan

sebagai bahan pertimbangan Pemerintah Daerah dalam mengambil

17

keputusan terkait dengan kebijakan dalam perencanaan pengembangan

ekonomi daerah khususnya subsektor tanaman bahan makanan.

3. Bagi pembaca, diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian guna

menambah wawasan dan pengetahuan serta sebagai referensi untuk

penelitian selanjutnya.

18

II. LANDASAN TEORI

A. Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian Susilowati (2009) yang berjudul Strategi

Pengembangan Sektor Pertanian di Kabupaten Sukoharjo (Pendekatan

Tipologi Klassen), disimpulkan bahwa dengan menggunakan Analisis

Tipologi Klassen dapat diketahui hasil klasifikasi sektor pertanian di

Kabupaten Sukoharjo, yaitu subsektor tanaman bahan makanan adalah

termasuk subsektor prima, subsektor peternakan merupakan subsektor

potensial, subsektor perikanan merupakan subsektor berkembang adalah dan

subsektor perkebunan dan subsektor kehutanan termasuk subsektor

terbelakang di Kabupaten Sukoharjo. Sedangkan strategi pengembangan

sektor pertanian di Kabupaten Sukoharjo terdiri dari:

1. Strategi pengembangan jangka pendek, meliputi strategi untuk

mengembangkan subsektor prima (subsektor tabama) yaitu dengan

pengotimalan potensi yang ada, yaitu dengan cara diversifikasi pasar,

kerjasama dengan pihak swalayan, membuka lapangan kerja untuk

pengemasan dan pemasaran, penetapkan harga oleh pemerintah.

Sedangkan strategi untuk mengupayakan subsektor potensial menjadi

subsektor prima (subsektor peternakan), yaitu dengan meningkatkan laju

pertumbuhannya yaitu dengan cara meningkatkan produksi peternakan

dengan menurunkan harga ternak dan pakan ternak dan gaduh ternak,

memanfaatkan kotoran dan urine ternak sebgai pupuk organik dan

menjalin kerjasama dengan Kabupaten lain.

2. Strategi pengembangan jangka menengah yaitu strategi untuk

mengembangkan subsektor berkembang menjadi subsektor potensial

(subsektor perikanan), strateginya yaitu dengan meningkatkan

kontribusinya yaitu dengan cara meningkatkan permintaan ikan dengan

diversifikasi produk, meningkatkan produksi dengan penggunaan bibit

unggul dan meningkatkan daya beli masyarakat.

12

19

3. Strategi pengembangan jangka panjang yaitu dengan pengembangan

subsektor prima (subsektor tabama) strateginya yaitu dengan menjaga

kesuburan tanah, perwujudan pertanian organik, penetapan daerah sebagai

penghasil komoditi unggulan, sistem tanam bergilir.

Hasil penelitian Listiyani (2006) yang berjudul Analisis Keterkaitan

Sektor Tanaman Bahan Makanan Terhadap Sektor Perekonomian lain di

Kabupaten Klaten, menunjukkan bahwa sektor tanaman bahan makanan

mempunyai nilai Kepekaan Penyebaran dan Koefisien Penyebaran yang

rendah (kurang dari 1), maka sektor tanaman bahan makanan di Kabupaten

Klaten bukan merupakan leading sector karena sektor tanaman bahan

makanan mempunyai ketergantungan yang rendah dan daya dorong yang

relatif kecil bagi sektor perekonomian lain di Kabupaten Klaten. Leading

sector di Kabupaten Klaten adalah sektor industri pengolahan dan sektor

perdagangan, hotel dan restoran. Karena itu untuk memajukan sektor

perekonomian, maka hal yang terlebih dahulu dilakukan adalah dengan

memajukan sektor kunci yaitu sektor industri pengolahan dan sektor

perdagangan, hotel dan restoran.

Dewi (2004) dalam penelitiannya berjudul Analisis Penentuan Sektor

Pertanian Unggulan dalam Perekonomian Wilayah Kabupaten Klaten

Dengan Pendekatan Ekonomi Basis, menunjukkan bahwa pada tahun 1998–

2002 Kabupaten Klaten mempunyai empat sektor basis yaitu sektor

bangunan/konstruksi; sektor keuangan dan persewaan; sektor jasa-jasa; serta

sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sedangkan sektor pertanian bukanlah

sektor basis di Kabupaten Klaten. Berdasarkan analisis DLQ, sektor pertanian

muncul sebagai sektor basis di tahun-tahun mendatang bersama dengan sektor

bangunan/konstruksi. Sub sektor pendukung sektor pertanian yang

mempunyai nilai LQ>1 adalah sub sektor tanaman bahan makanan dan

perkebunan, namun analisis DLQ membuktikan bahwa sub sektor perkebunan

tidak dapat bertahan dan kedudukannya tergantikan oleh sub sektor

peternakan di tahun-tahun mendatang. Sektor pertanian mempunyai angka

pengganda pendapatan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun selama

20

kurun waktu 1998 – 2002. Secara umum sektor basis di Kabupaten Klaten

mempunyai kontribusi pendapatan yang menguntungkan bagi pendapatan

daerah, meskipun pertumbuhannya lambat.

Hasil penelitian Harsanti (2003) yang berjudul Peranan Permintaan

Akhir Terhadap Sektor Tanaman Pangan dalam Perekonomian Jawa Tengah

dengan Pendekatan Analisis Input-Output menunjukkan bahwa pemicu

produksi sektor tanaman pangan adalah sektor industri makanan, minuman

dan tembakau, sektor industri lainnya dan sektor perdagangan. Sektor

tanaman pangan juga sangat dipengaruhi oleh peningkatan produksi dari

sektor lain dalam peningkatan produksinya.

Sari (2002) dalam penelitiannya tentang Kinerja Sektor Pertanian

Terhadap Perekonomian Daerah di Kabupaten Klaten, menganalisis bahwa

selama tahun 1995 – 2000 sektor pertanian di Kabupaten Klaten memberikan

kontribusi rata-rata 21,94 persen setiap tahunnya dengan proporsi yang

semakin menurun. Sedangkan sub sektor pertanian yang paling banyak

memberikan kontribusi adalah tanaman bahan makanan yang tiap tahunnya

rata-rata memberikan sumbangan sebesar 189,49 milyar rupiah.

Hasil penelitian Aswandi dan Kuncoro (2002), yang berjudul Evaluasi

Penetapan Kawasan Andalan: Studi Empiris di Kalimantan Selatan 1993-

1999 disimpulkan bahwa dengan menggunakan Analisis Tipologi Klassen

menunjukkan, dari tiga daerah di kawasan andalan hanya Kabupaten

Kotabaru yang berada pada daerah cepat-maju dan cepat-tumbuh dengan

tingkat pertumbuhan dan pendapatan per kapita tinggi. Kota Banjarmasin

merupakan daerah maju tapi tertekan dengan tingkat pertumbuhan rendah,

sedangkan Kabupaten Hulu Sungai Selatan merupakan daerah dengan

klasifikasi relatif tertinggal dengan tingkat pertumbuhan dan pendapatan per

kapita rendah. Hasil analisis pengklasifikasian daerah menunjukkan bahwa

pengklasifikasian daerah di Provinsi Kalimantan Selatan lebih baik dengan

menggunakan empat klasifikasi menurut Tipologi Klassen daripada hanya

berdasarkan klasifikasi kawasan andalan dan kawasan bukan andalan. Empat

21

klasifikasi daerah tersebut yaitu daerah cepat-maju dan cepat-tumbuh, daerah

maju tapi tertekan, daerah berkembang cepat, dan daerah relatif tertinggal.

Penelitian-penelitian tersebut di atas dijadikan sebagai acuan atau

bahan referensi dalam penelitian ini karena:

1. Adanya kesamaan topik dalam bidang kajian penelitian, yaitu mengenai

sektor pertanian dalam penelitian Sari (2002) dan Dewi (2004), sedangkan

mengenai sektor/komoditi tanaman bahan makanan dalam penelitian

Harsanti (2003) dan Listiyani (2006).

2. Adanya kesamaan metode pendekatan analisis, yaitu menggunakan

analisis pendekatan Tipologi Klassen dalam penelitian Susilowati (2009),

Aswandi dan Kuncoro (2002).

3. Adanya kesamaan lokasi penelitian di Kabupaten Klaten, yaitu dalam

penelitian Sari (2002), Dewi (2004), dan Listiyani (2006).

Hasil penelitian di Kabupaten Klaten tersebut memberikan informasi dan

gambaran secara komprehensif, sehingga akan mempermudah penelitian ini

dalam menentukan strategi pengembangan selanjutnya.

B. Tinjauan Pustaka

1. Perencanaan Pembangunan

Perencanaan pembangunan di Indonesia didasarkan pada suatu

undang-undang tersendiri, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Nasional. Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan

masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan

sumberdaya yang tersedia. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk

menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang,

jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur

penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah.

(Indonesia, 2004).

Perencanaan pembangunan nasional harus dapat dilaksanakan

secara terintegrasi, sinkron, dan sinergis baik antar daerah, antar ruang,

22

antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antara pusat dan daerah.

Rencana pembangunan nasional dimulai dari Rencana Pembangunan

Jangka Panjang (RPJP). Kemudian Rencana Pembangunan Jangka

Menegah (RPJM) yang berupa penjabaran visi dan misi presiden dan

berpedoman kepada RPJP Nasional. Sedangkan untuk daerah, RPJM

Nasional menjadi perhatian bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun

RPJM Daerah (RPJMD). Di tingkat nasional proses perencanaan

dilanjutkan dengan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang sifatnya

tahunan dan sesuai dengan RPJM Nasional (Suzetta, 2008).

Menurut Mahi (2003), secara umum unsur-unsur pokok yang

termasuk dalam perencanaan pembangunan sebagai berikut:

a. Kebijaksanaan dasar atau strategi dasar rencana pembangunan. Sering

pula disebut sebagai tujuan, arah dan prioritas pembangunan. Pada

unsur ini perlu ditetapkan tujuan-tujuan rencana (development

objective/plan objective).

b. Perkiraan sumber-sumber pembangunan terutama pembiayaan.

c. Adanya kerangka rencana yang menunjukan hubungan variabel-

variabel pembangunan dan implikasinya.

d. Adanya kebijaksanaan yang konsisten dan serasi seperti

kebijaksanaan fiskal, moneter, anggaran, harga, sektoral dan

pembangunan daerah.

e. Adanya program investasi yang dilakukan secara sektoral seperti

petanian, industri, pendidikan, kesehatan dan lain-lain.

f. Adanya administrasi pembangunan yang mendukung perencanaan

dan pelaksanaan pembangunan.

Ada dua kondisi yang mempengaruhi proses perencanaan

pembangunan daerah, yaitu (a) tekanan yang berasal dari lingkungan

dalam negeri maupun luar negeri yang mempengaruhi kebutuhan daerah

dalam proses pembangunanperekonomiannya, (b) kenyataan bahwa

perekonomian daerah dalam suatu negara dipengaruhi oleh setiap sektor

secara berbeda-beda, misalkan beberapa daerah mengalami pertumbuhan

23

pada sektor industrinya sedangkan daerah lain mengalami penuruan.

Inilah yang menjelaskan perbedaan perspektif masyarakat daerah

mengenai arah dan makna pembangunan daerah (Kuncoro, 2004).

2. Pembangunan

Pembangunan adalah suatu konsep yang lebih luas. Konsep ini

mencakup pula modernisasi lembaga baik yang bersifat ekonomi maupun

bukan ekonomi, seperti pemerintahan, desa, dan kota. Cara bekerja tidak

saja berkenaan dengan tujuan agar dapat memproduksi secara efisien

melainkan juga dapat mengkonsumsi rasional dan hidup lebih baik

(Anonim, 2009a).

Pembangunan merupakan proses transformasi yang dalam

perjalanan waktu ditandai oleh perubahan struktural, yaitu perubahan

pada landasan kegiatan ekonomi maupun pada kerangka susunan

ekonomi masyarakat yang bersangkutan (Djojohadikusumo, 1994).

Menurut Arsyad (2005), bahwa pembangunan harus dilihat secara

dinamis dan bukan dilihat sebagai konsep statis. Pembangunan adalah

suatu orientasi dan kegiatan usaha tanpa akhir. Pembangunan pada

dasarnya merupakan proses transportasi dan proses tersebut membawa

perubahan dalam alokasi sumber-sumber ekonomi, distribusi manfaat

dari akumulasi yang membawa pada peningkatan produksi, pendapatan

dan kesejahteraan.

Tiga tujuan pembangunan yang secara universal diterima sebagai

prioritas dan mutlak untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar

manusia di negara-negara sedang berkembang khususnya yaitu ketahanan

pangan (food security), penghapusan kemiskinan atau peningkatan

kualitas hidup manusia (poverty eradication / people livehood

improvement), dan pembangunan desa berkelanjutan (sustainablerural

development). Ketiga prioritas tujuan pembangunan tersebut saling

berkaitan. Ketahanan pangan saling pengaruh-mempengaruhi dengan

kemiskinan maupun dengan pembangunan desa (Simatupang, 2004).

24

3. Pembangunan Ekonomi

Pada hakekatnya pembangunan ekonomi adalah usaha dan

kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup

masyarakat, memperbesar kesempatan kerja, meningkatkan pemerataan

pembagian pendapatan masyarakat, meningkatkan hubungan ekonomi,

dan mengusahakan penggeseran kegiatan ekonomi dari sektor primer ke

sektor sekunder dan tersier. Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan

ekonomi dan pendapatan masyarakat, maka perlu disajikan statistik

pendapatan regional secara berkala sebagai bahan

Perencanaan pembangunan regional khususnya dibidang ekonomi

(BPS Kabupaten Jayapura, 2005).

Pembangunan ekonomi akan optimal bila didasarkan pada

keunggulan komparatif (comparative advantage) dan keunggulan

kompetitif (competitive advantage). Keunggulan komparatif lebih

menekankan kepemilikan sumber ekonomi, sosial, politik dan

kelembagaan suatu daerah, seperti: kepemilikan kepemilikan sumber

daya alam, sumber daya manusia, infrastruktur. Sementara itu,

keunggulan kompetitif lebih menekankan efisiensi pengelolaan

(manajemen perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan) penggunaan

sumber-sumber tersebut dalam produksi, konsumsi maupun distribusi

(Widodo, 2006).

Pembangunan ekonomi sering diukur berdasarkan tingkat

kemajuan struktur produksi dan penyerapan sumber daya yang

diupayakan secara terencana. Biasanya, peranan sektor pertanian akan

turun untuk memberi kesempatan bagi tampilnya sektor-sektor

manufaktur dan jasa-jasa yang selalu diupayakan untuk berkembang

(Todaro dan Smith, 2003).

4. Pembangunan Daerah

Pembangunan daerah merupakan pembangunan yang segala

sesuatunya dipersiapkan dan dilaksanakan oleh daerah, mulai dari

perencanaan, pembiayaan, pelaksanaan sampai dengan

25

pertanggungjawabannya. Dalam kaitan ini daerah memiliki hak otonom.

Sedangkan pembangunan wilayah merupakan kegiatan pembangunan

perencanaan, pembiayaan, dan pertanggungjawabannya dilakukan oleh

pusat, sedangkan pelaksanaannya bisa melibatkan daerah dimana tempat

kegiatan berlangsung (Munir, 2002).

Pembangunan daerah pada hakekatnya adalah upaya terencana

untuk meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah sehingga tercipta

suatu kemampuan yang andal dan professional dalam memberikan

pelayanan kepada masyarakat, serta kemampuan untuk mengelola

sumber daya ekonomi daerah secara berdaya guna dan berhasil guna

untuk kemajuan perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat.

Pembangunan daerah juga merupakan upaya untuk memberdayakan

masyarakat di seluruh daerah sehingga tercipta suatu lingkungan yang

memungkinkan masyarakat untuk menikmati kualitas kehidupan yang

lebih baik, maju, tenteram, dan sekaligus memperluas pilihan yang dapat

dilakukan masyarakat bagi peningkatan harkat, martabat, dan harga diri.

Pembangunan daerah dilaksanakan melalui pengembangan otonomi

daerah dan pengaturan sumber daya yang memberikan kesempatanbagi

terwujudnya tata kepemerintahan yang baik (good governance)

(Republik Indonesia, 2008).

Menurut Kuncoro (2004b), ada unsur dasar dari perencanaan

pembangunan ekonomi daerah jika dihubungkan pusat dan daerah, yaitu:

a. Perencanan pembangunan ekonomi daerah yang realistik

memerlukan pemahaman tentang hubungan antar daerah dengan

lingkungan nasional dimana daerah tersebut merupakan bagian

darinya, keterkaitan secara mendasar antara keduanya, dan

konsekuensi akhir dari interaksi tersebut.

b. Sesuatu yang tampaknya baik secara nasional belum tentu baik untuk

daerah, dan sebaliknya yang baik bagi daerah belum tentu baik

secara nasional.

26

c. Perangkat kelembagaan yang tersedia untuk pembangunan daerah

misalnya administrasi, proses pengambilan keputusan, otoritas,

biasanya sangat berbeda pada tingkat daerah dengan yang tersedia

pada tingkat pusat. Selain itu derajat pengendalian kebijakan sangat

berbeda pada dua tingkat tersebut.

5. Pembangunan Pertanian

Pembangunan pertanian adalah suatu proses yang ditujukan untuk

selalu menambah produk pertanian untuk setiap konsumsi yang sekaligus

meningkatkan pendapatan, produktivitas usaha tiap-tiap petani dengan

jalan menambah modal dan skill untuk memperbesar campur

tangan manusia dalam perkembangbiakan tumbuhan dan hewan

(Surahman dan Sutrisno, 1997).

Musyawarah perencanaan pembangunan pertanian merumuskan

bahwa kegiatan pembangunan pertanian periode 2005-2009 dilaksanakan

melalui tiga program, yaitu: (a) Program peningkatan ketahanan pangan,

(b) Program pengembangan agribisnis, dan (c) Program peningkatan

kesejahteraan petani. Program ketahanan pangan tersebut diarahkan pada

kemandirian masyarakat/petani yang berbasis sumberdaya lokal yang

secara operasional dilakukan melalui program peningkatan produksi

pangan; menjaga ketersediaan pangan yang cukup, aman dan halal di

setiap daerah setiap saat; dan antisipasi agar tidak terjadi kerawanan

pangan (Darwanto dan Prima, 2007).

Paradigma baru pembangunan pertanian perlu dikembangkan

berdasarkan pada pendekatan sistem agribisnis, yaitu berdasar pada lima

premis dasar agribisnis. Pertama, adalah suatu kebenaran umum bahwa

semua usaha pertanian berorientasi laba (profit oriented), termasuk di

Indonesia. Kedua, pertanian adalah komponen rantai dalam sistem

komoditi, sehingga kinerjanya ditentukan oleh kinerja sistem komoditi

secara keseluruhan. Ketiga, pendekatan sistem agribisnis adalah

formulasi kebijakan sektor pertanian yang logis, dan harus dianggap

sebagai alasan ilmiah yang positif, bukan ideologis dan normatif.

27

Keempat, Sistem agribisnis secara intrinsik netral terhadap semua skala

usaha, dan kelima, pendekatan sistem agribisnis khususnya ditujukan

untuk negara sedang berkembang. Rumusan inilah yang nampaknya

digunakan sebagai konsep pembangunan pertanian dari Departemen

Pertanian, yang dituangkan dalam visi terwujudnya perekonomian

nasional yang sehat melalui pembangunan sistem dan usaha agribisnis

yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan, dan terdesentralisasi

(Mubyarto dan Awan, 2003).

Menurut Arifin (2003), Pengembangan pertanian dilihat dari

aspek development management harus dilandasi oleh beberapa hal antara

lain: pembangunan pertanian yang terencana secara matang, terlaksana

dengan baik, termonitor secara periodik dan adanya check dan balance

secara terukur. Pendekatan tersebut di atas selama ini tidak dapat berjalan

dengan sebagaimana mestinya. Hal ini dikarenakan ada beberapa

penyebab kegagalan dari program dan kegiatan pembangunan pertanian

yang dilakukan, yaitu:

a. Kurang tepatnya mengidentifikasi kondisi yang sesungguhnya dari

petani baik dari aspek sosial, ekonomi dan budaya,

b. Belum akuratnya menilai positioning dari teknologi yang diperlukan

oleh petani, karena masih didistorsi oleh kepentingan-kepentingan

tertentu,

c. Program pengembangan usaha tani yang dikembangkan sifatnya

masih sangat umum, dan tidak aplicable terhadap wilayah tertentu,

d. Kebijakan-kebijakan pembangunan pertanian masih sulit

diterjemahkan oleh daerah,

e. Masih belum optimalnya support dari pusat maupun daerah terhadap

potensi wilayah, dan atau mengamankan wilayah-wilayah yang

memang strategis dan ekonomis untuk wilayah pertanian.

6. Peranan Sektor Pertanian

Peranan pertanian dalam pembangunan ekonomi dipandang pasif

dan hanya sebagai penunjang. Pembangunan ekonomi dipandang

28

memerlukan transformasi struktural yang cepat, yaitu yang semula

mengutamakan kegiatan pertanian menjadi masyarakat lebih kompleks

dimana terdapat bidang industri dan jasa yang lebih modern. Dengan

demikian peranan utama pertanian adalah menyediakan tenaga kerja dan

pangan yang cukup dengan harga murah untuk pengembangan industri

yang dinamis sebagai sektor penting dalam semua strategi pembangunan

ekonomi (Todaro, 2000).

Pada hakekatnya pertanian adalah sumber utama dari keseluruhan

pertumbuhan ekonomi bahkan sebagai batu penjuru (cornerstone) dari

pengurangan kemiskinan. Sebenarnya kontribusi pertumbuhan pertanian

jauh lebih proporsional terhadap pembangunan ekonomi daripada

pertumbuhan industri karena “multiplier effects” pertumbuhan pertanian

terhadap perekonomian domestik lebih besar. Banyak studi menunjukkan

bahwa pertanian merupakan sektor yang paling efektif untuk mengurangi

kemiskinan perdesaan dan perkotaan yang distribusi pendapatannya

sangat timpang. Tingkat harga riil yang memadai secara berkelanjutan

pada tingkat petani merupakan salah satu kunci pertumbuhan pertanian

yang pada gilirannya mengurangi kemiskinan (Napitupulu, 2007).

Pertanian merupakan basis perekonomian Indonesia. Walaupun

sumbangsih sektor pertanian dalam perekonomian diukur berdasarkan

proporsi nilai tambahnya dalam membentuk produk domestik bruto atau

pendapatan nasional tahun demi tahun kian mengecil, hal itu bukanlah

berarti bahwa nilai dan peranannya semakin tidak bermakna. Nilai

tambah sektor pertanian dari waktu ke waktu tetap selalu meningkat.

Kecuali itu, peranan sektor ini dalam menyerap tenaga kerja tetap

terpenting. Mayoritas penduduk Indonesia sebagian besar tinggal di

pedesaan hingga saat ini masih menyadarkan mata pencahariannya pada

sektor pertaniaan (Dumairy, 1997).

7. Pembangunan Subsektor Tanaman Bahan Makanan

Pembangunan tanaman pangan difokuskan kepada aspek

ketersediaan pangan, dimana operasional program pembangunan

29

tanaman pangan pada dasarnya merupakan rangkaian upaya untuk

memfasilitasi tumbuh dan berkembangnya usaha-usaha bidang tanaman

pangan yang mampu menghasilkan produk, memiliki daya saing dan

nilai tambah yang tinggi sehingga mampu meningkatkan pendapatan dan

kesejahteraan petani dan masyarakat. Pembangunan tanaman pangan

diprioritaskan pada beberapa komoditas unggulan nasional. Untuk

prioritas pertama pada padi, jagung, kedelai, dan prioritas kedua pada

kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar, dan komoditas

alternatif/unggulan daerah, seperti talas, garut, gembili, sorgum, gandum

dan lain-lain (Alimoeso, 2008).

Menurut Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten

Klaten (2005), tujuan pembangunan pertanian tanaman pangan adalah

sebagai berikut:

a. Meningkatkan produksi pangan untuk memenuhi kebutuhan pangan,

dalam rangka mencapai ketahanan pangan nasional.

b. Menumbuhkembangkan usaha-usaha dan sentra-sentra pertanian.

c. Meningkatkan produktivitas, mutu dan nilai tambah hasil produksi

pertanian.

d. Mengembangkan kesempatan kerja dengan produktivitas tinggi dan

kesempatan berusaha yang efisien melalui pengembangan agribisnis.

e. Meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani melalui

pengembangan usaha pertanian dengan wawasan agribisnis.

f. Mendorong pembangunan ekonomi pedesaan melalui pengembangan

agribisnis yang berwawasan lingkungan.

Subsektor tanaman pangan memegang peranan penting sebagai

pemasok kebutuhan konsumsi penduduk. Khusus di Indonesia, tanaman

pangan juga berkedudukan strategis dalam memelihara stabilitas

ekonomi nasional. Bahan pangan, terutama beras sebagai makanan

pokok, masih menjadi salah satu komoditas “kunci” dalam

mempengaruhi kestabilan harga-harga umum. Kenaikan harga beras

30

dapat memicu kenaikan harga barang-barang lain. Oleh karenanya

tanaman pangan, khususnya produksi padi, senantiasa menjadi perhatian

serius pemerintah (Dumairy, 1997).

Program ketahanan pangan belum bisa terlepas sepenuhnya dari

beras sebagai komoditi basis yang strategis. Hal ini tersurat pada

rumusan pembangunan pertanian bahwa sasaran indikatif produksi

komoditas utama tanaman pangan sampai tahun 2006 dan cadangan

pangan pemerintah juga masih berbasis pada beras. Namun demikian,

dengan semakin berkurangnya areal garapan per petani, keterbatasan

pasokan air irigasi dan mahalnya harga input serta relatif rendahnya

harga produk dapat menjadi faktor-faktor pembatas/kendala untuk

program peningkatan kesejahteraan dan kemandirian petani yang

berbasis sumberdaya lokal tersebut (Darwanto dan Prima, 2007).

8. Strategi Pembangunan Pertanian Tanaman Bahan Makanan

Program subsektor Tanaman Pangan dan Hortikultura

dilaksanakan sebagai bagian dari Rencana Strategis Dinas Pertanian

karena pembangunan pertanian menjadi inti pembangunan daerah, ada

beberapa alasan yang mendasar yaitu: (a) Amanat konstitusi yang

dicantumkan dalam GBHN 1999-2004, (b) Potensi dan kekayaan sebagai

daerah agraris perlu dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan

masyarakat, (c) Keterlibatan sebagian besar masyarakat dalam Bidang

Pertanian, (d) Dampak pembangunan pertanian dan aktivitas ekonomi

lainnya yang terkait sangat besar terhadap porsi pendapatan daerah,

pertumbuhan, pemerataan dan pengentasan kemiskinan. Pembangunan

Pertanian harus dilakukan melalui pendekatan Sistim Agribisnis, yaitu

keseluruhan (totalitas) kinerja sub sistim usaha yang saling terkait, saling

bergantung dan saling berpengaruh dengan pertanian mulai dari sektor

hulu, usaha tani dan hilir serta jasa penunjang. Semua subsistim

tersebut harus dikembangkan secara simultan, serasi dan seimbang

(Dinas Pertanian Provinsi Nusa Tenggara Barat, 2006).

31

Sejalan dengan penetapan sasaran revitalisasi pertanian

khususnya untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional, maka

pelaksanaan pembangunan tanaman pangan dilakukan dengan strategi

peningkatan produktivitas yang dilakukan melalui penggunaan benih

bermutu dari varietas unggul, pemupukan berimbang dan penggunaan

pupuk organik, pengaturan pengairan dan tata guna air, penggunaan alat

mesin pertanian, dan perbaikan budidaya (Alimoeso, 2008).

Menurut Dinas Tanaman Pangan Kabupaten Sumenep (2007),

dalam upaya untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan pertanian

tanaman pangan dalam rangka mewujudkan visi dan misi Dinas

Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Sumenep yang ditetapkan, dan

berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

2006–2010, maka dirumuskan Strategi Pembangunan Pertanian Tanaman

Pangan Kabupaten Sumenep, sebagai berikut:

a. Pelaksanaan pembangunan pertanian berdasarkan demokrasi

ekonomi berbasis kerakyatan

b. Pembangunan agribisnis yang berbasis pada pendayagunaan sumber

daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya teknologi

c. Revitalisasi program pembangunan pertanian mengarah pada

pemberdayaan masyarakat pertanian

d. Pengembangan industri pertanian hilir dan industri pertanian hulu

serta jasa-jasa pendukungnya secara harmonis dan simultan untuk

mendayagunakan keunggulan komperatif menjadi keunggulan

kompetitif.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Kalimantan Selatan

(2008), menyatakan bahwa dalam pengembangan sektor pertanian

dirasakan sangat potensial, hal ini didukung oleh kondisi lahan yang

cukup luas, dan tenaga kerja yang cukup tersedia serta kondisi keamanan

yang kondusif. Berbagai kebijakan dan langkah strategis dalam

mengakselerasikan pembangunan di bidang ini, Pemerintah Provinsi

32

Kalimantan Selatan melalui Dinas Pertanian Tanaman Pangan melakukan

kebijakan sebagai berikut:

a. Kebijakan dalam pengamanan Ketahanan Pangan diarahkan untuk

Mempertahankan/meningkatkan surplus produksi beras di dan

meningkatkan ketersediaan pangan lainnya (palawija dan

hortikultura).

b. Kebijakan dalam peningkatan produksi, produktifitas, daya saing dan

nilai tambah produk TPH melalui memfokuskan kepada

pengembangan komoditas unggulan (padi, jagung, kacang tanah,

jeruk, pisang dan rimpang) dengan pendekatan pewilayahan

komoditas.

c. Kebijakan dalam Pengembangan Sarana dan Prasarana TPH

mendukung peningkatan produksi, produktivitas dan mutu hasil TPH

melalui Peningkatan mekanisasi pertanian baik di on farm maupun

off farm.

d. Kebijakan dalam peningkatan kemampuan petani/pelaku pertanian

dan penguatan kelembagaan pendukungnya dilaksanakan melalui

meningkatkan kemampuan/kualitas SDM Pertanian.

e. Peningkatan kinerja manajemen pembangunan TPH (koordinasi,

perencanaan, pembenahan data dan informasi TPH, serta

pengembangan sistem monitoring, evaluasi dan pengendalian).

9. Metode Analisis Potensi Relatif Perekonomian Wilayah

Ada beberapa metode analisis yang dapat digunakan untuk

menentukan potensi relatif perekonomian suatu wilayah. Metode analisis

itu diantaranya adalah:

a. Metode Analisis Location Quotient

Metode Location Quotient (LQ) merupakan perbandingan

antara pangsa relatif pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat

wilayah terhadap pendapatan (tenaga kerja) total wilayah dengan

pangsa relatif pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat nasional

terhadap pendapatan (tenaga kerja) nasional. Apabila LQ suatu sektor

33

(industri) ³ 1 maka sektor (industri) tersebut merupakan sektor basis.

Sedangkan bila LQ suatu sektor (industri) < 1 maka sektor (industri

tersebut) merupakan sektor non-basis. Asumsi model LQ ini adalah

penduduk di wilayah yang bersangkutan mempunyai pola permintaan

wilayah yang sama dengan pola permintaan nasional. Asumsi lainnya

adalah bahwa permintaan wilayah akan sesuatu barang akan dipenuhi

terlebih dahulu oleh produksi wilayah, kekurangannya diimpor dari

wilayah lain (Budiharsono, 2005).

Location Quotient (LQ) yaitu usaha mengukur konsentrasi

suatu kegiatan (industri) dalam suatu daerah dengan dengan cara

membandingkan peranannya dalam perekonomian daerah itu dengan

peranan kegiatan atau industri sejenis dalam perekonomian regional

atau nasional. Kriteria penggolongan dapat bermacam-macam sesuai

dengan keperluan. Misalnya dapat dilihat dari aspek kesempatan kerja,

maka ukuran dasar yang dipakai adalah jumlah tenaga kerja yang

diserap. Jika dilihat dari usaha menaikkan pendapatan daerah maka

ukuran dasar yang dipakai adalah besarnya kenaikan pendapatan yang

diciptakan di daerah (Arsyad, 2005).

Analisis Location Quotients (LQ) untuk menentukan kapasitas

ekspor perekonomian daerah dan derajat self-sufficiency suatu sektor.

Dalam teknik ini kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi dua golongan,

yaitu: (BAPPEDA Bangka Belitung dan PSE-KP UGM, 2007)

1) Kegiatan industri yang melayani pasar di darah itu sendiri maupun

di luar daerah yang bresangkutan. Industri seperti ini dinamakan

industri basis.

2) Kegiatan ekonomi atau industri yang melayani pasar di daerah

tersebut, jenis ini dinamakan industri non basis atau industri lokal.

b. Metode Analisis Shift Share

Keragaman dalam struktur industri menimbulkan perbedaan

pertumbuhan output produksi dan kesempatan kerja. Wilayah yang

tumbuh cepat disebabkan karena struktur industri/sektornya

34

mendukung dalam arti lain sebagian besar sektornya mempunyai laju

pertumbuhan yang cepat. Sedangkan bagi wilayah yang

pertumbuhannya lamban, sebagian besar sektornya mempunyai laju

pertumbuhan lamban. Untuk mengidentifikasi sumber atau komponen

pertumbuhan wilayah lazim digunakan analisis Shift Share

(Budiharsono, 2005).

Analisis Shift Share adalah salah satu teknik kuantitatif yang

bisa digunakan untuk menganalisis perubahan struktur ekonomi

daerah relatif terhadap struktur ekonomi wilayah administratif yang

lebih tinggi sebagai pembanding atau referensi. Untuk tujuan tersebut,

analisis ini menggunakan tiga informasi dasar yang berhubungan satu

sama lain, yaitu: (Widodo, 2006)

1) Pertumbuhan ekonomi referensi propinsi atau nasional (national

growth effect), yang menunjukkan bagaimana pengaruh

pertumbuhan ekonomi nasional terhadap perekonomian daerah.

2) Pergeseran proporsional (proportional shift), yang menunjukkan

perubahan relatif kinerja suatu sektor di daerah tertentu terhadap

sektor yang sama di referensi propinsi atau nasional.

3) Pergeseran diferensial (differential shift) yang memberikan

informasi dalam menentukan seberapa jauh daya saing industri

daerah (lokal) dengan perekonomian yang dijadikan referensi.

Analisis Shift Share menggunakan metode pengisolasian

berbagai faktor yang menyebabkan perubahan struktur industri suatu

daerah dalam pertumbuhannya dari satu kurun waktu ke kurun waktu

berikutnya. Hal ini meliputi penguraian faktor penyebab pertumbuhan

berbagai sektor di suatu daerah tetapi dalam kaitannya dengan

ekonomi nasional. Ada juga yang menamakan model analisis ini

sebagai industrial mix analysis, karena komposisi industri yang ada

sangat mempengaruhi laju pertumbuhan wilayah tersebut. Artinya,

apakah industri yang berlokasi di wilayah tersebut termasuk ke dalam

kelompok industri yang secara nasional memang berkembang pesat

35

dan bahwa industri tersebut cocok berlokasi di wilayah itu atau tidak

(Tarigan, 2004).

c. Metode Analisis Input-Output (I-O)

Analisis input-output (analisis masukan-keluaran) adalah suatu

analisis atas perekonomian wilayah secara komprehensif karena

meluhat keterkaitan antar sektor ekonomi di wiilayah tersebut secara

keseluruhan. Dengan demikian, apabila terjadi perubahan tingkat

produksi atas sektor tertentu, dampaknya terhadap sektor lain dapat

dilihat. Selain itu, analisis ini juga terkait dengan tingkat kemakmuran

masyarakat wilayah tersebut melalui input primer (nilai tambah).

Artinya akibat perubahan tingkat produksi sektor-sektor tersebut,

dapat dilihat seberapa besar kemakmuran masyarakat

bertambah/berkurang (Tarigan, 2004).

Analisis I-O dipergunakan untuk perencanaan ekonomi

nasional. Model I-O dapat diterapkan dalam mempersiapkan kerangka

rencana di negara sedang bekembang. Model ini memberikan

informasi yang perlu mengenai koefisien struktural perekonomian

selama suatu jangka waktu tertentu yang dapat digunakan untuk

seoptimal mungkin mengalokasikan sumber-sumber ekonomi menuju

cita-cita yang diinginkan (Budiharsono, 2005).

Menurut Kuncoro (2004a), manfaat analisis input output antara

lain menyajikan gambaran rinci mengenai struktur ekonomi pada

suatu kurun waktu tertentu, memberikan gambaran lengkap mengenai

aliran barang, jasa, dan input antar sektor, dan sebagai alat peramal

mengenai pengaruh suatu perubahan situasi/kebijakan ekonomi.

d. Metode Analisis Tipologi Klassen

Tipologi Klassen merupakan alat analisis yang dapat

digunakan untuk mengidentifikasi sektor, subsektor, usaha, atau

komoditi prioritas atau unggulan suatu daerah. Dalam hal ini analisis

Tipologi Klassen dilakukan dengan membandingkan pertumbuhan

ekonomi daerah dengan pertumbuhan ekonomi daerah yang menjadi

36

acuan atau nasional dan membandingkan pangsa sektor, subsektor,

usaha, atau komoditi suatu daerah dengan nilai rata-ratanya di tingkat

yang lebih tinggi atau secara nasional. Hasil analisis Tipologi Klassen

akan menunjukkan posisi pertumbuhan dan pangsa sektor, subsektor,

usaha, atau komoditi pembentuk variabel regional suatu daerah

(Anonim, 2009b).

Pendekatan Tipologi Klassen digunakan untuk mengetahui

gambaran tentang pola dan pertumbuhan ekonomi tiap-tiap daerah

(Bank Indonesia, 2006). Pendekatan Tipologi Klassen pada dasarnya

membagi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan

ekonomi daerah dan pendapatan per kapita daerah (Wardana, 2007).

Dengan menentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebagai

sumbu vertikal dan rata-rata pendapatan perkapita sebagai sumbu

horizontal, daerah yang diamati dapat dibagi menjadi empat

klasifikasi. Dalam Tipologi Klassen, daerah dibagi menjadi empat

klasifikasi: (Emilia dan Imelia, 2006)

1) Daerah cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high

income) adalah daerah yang memiliki laju pertumbuhan ekonomi

dan pendapatan perkapita yang lebih tinggi dari rata-rata wilayah.

2) Daerah maju tapi tertekan (high income but low growth) adalah

daerah yang memiliki pendapatan perkapita yang lebih tinggi,

tetapi tingkat pertumbuhan ekonominya lebih rendah dari rata-rata.

3) Daerah berkembang cepat (high growth but low income) adalah

daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan, tetapi tingkat

perkapita lebih rendah dari rata-rata.

4) Daerah relatif tertinggal (low growth and low income) adalah

daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan

pendapatan perkapita yang rendah.

Analisis ini mendasarkan pengelompokkan suatu sektor

dengan melihat pertumbuhan dan kontribusi sektor tertentu terhadap

total PDRB suatu daerah. Dengan menggunakan analisis tipologi

37

Klassen, suatu sektor dapat dikelompokkan ke dalam empat kategori,

yaitu: sektor prima, sektor potensial, sektor berkembang, dan sektor

terbelakang. Penentuan kategori suatu sektor ke dalam empat kategori

di tersebut didasarkan pada laju pertumbuhan kontribusi sektoralnya

dan rerata besar kontribusi sektoralnya terhadap PDRB, seperti yang

ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Matriks Tipologi Klassen Rerata Kontribusi

Sektoral thd Rerata Laju PDRB Pertumbuhan Sektoral

YSEKTOR ≥ YPDRB YSEKTOR < YPDRB

rSEKTOR ≥ rPDRB

Sektor Prima Sektor Berkembang

rSEKTOR < rPDRB

Sektor Potensial Sektor Terbelakang

Sumber: BAPPEDA Bangka Belitung dan PSE-KP UGM, 2007

Keterangan:

YSEKTOR = nilai sektor ke i

YPRDB = rata-rata PDRB

rSEKTOR = laju pertumbuhan sektor ke i

rPDRB = laju pertumbuhan PDRB

Hasil pemetaan dari analisis Tipologi Klassen, bila dikaitkan

dengan kegiatan perencanaan untuk pengembangan ekonomi daerah di

masa mendatang, antara lain dapat dilakukan dengan strategi.

Pengembangannya menurut periode waktunya dapat dilakukan dalam

tiga tahap yaitu prioritas pengembangan ekonomi untuk masa jangka

pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Untuk periode jangka

pendek bagaimana pemerintah mengupayakan kegiatan ekonomi yang

masuk dalam kategori potensial diupayakan untuk menjadi sektor

prima dengan mendorong pertumbuhannya yang lebih cepat lagi.

Jangka menengah, pemerintah daerah mengupayakan sektor yang saat

ini berstatus sektor berkembang menjadi sektor prima dengan

38

memperbesar porsi outputnya pada perekonomian daerah, dan sektor

berkembang yang tadinya berasal dari sektor terbelakang diupayakan

menjadi sektor prima dalam jangka panjang. Berikut matriks strategi

pengembangannya.

Tabel 6. Matriks Strategi Pengembangan Jangka Pendek

(1-5 tahun) Jangka Menengah

(5-10 tahun) Jangka Panjang

(10-25 tahun) Sektor Prima

Sektor Potensial

menjadi Sektor

Prima

Sektor Berkembang

menjadi Sektor

Prima

Sektor Terbelakang

menjadi Sektor

Berkembang

Sektor Berkembang

menjadi Sektor

Prima

Sumber: Widodo, 2006

Implikasi kebijakan alat analisis Tipologi Klassen dapat

membantu pengambil keputusan di daerah untuk menetapkan prioritas

anggaran daerahnya, terutama yang berkaitan dengan sisi pengeluaran.

Analisis Tipologi Klassen pada tingkat sektor, subsektor, usaha,

bahkan komoditi untuk menentukan sektor, subsektor, usaha, dan

komoditi prioritas atau unggulan dapat mengarahkan pemerintah

daerah untuk lebih fokus pada pengembangan sektor, subsektor,

usaha, dan komoditi tersebut. Dengan kata lain, alokasi pengeluran

pemerintah dapat lebih difokuskan untuk mengembangkan sektor,

subsektor, usaha, dan komoditi yang termasuk ke dalam kuadran maju

dan tumbuh pesat. Selain itu, sektor, subsektor, usaha dan komoditi

yang termasuk ke dalam kuadran maju dan tumbuh pesat sudah

terbukti kontribusinya bagi perekonomian suatu daerah. Apabila

pemerintah daerah memberikan stimulasi dana dan dorongan dengan

kebijakan yang mendukung, maka sektor, subsektor, usaha, maupun

komoditi tersebut akan dapat menyumbang lebih banyak kepada

perekonomian daerah (Anonim, 2009b).

39

C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah

Perencanaan pembangunan adalah suatu proses mempersiapkan secara

sistematis tindakan di masa yang akan datang dengan memperhitungkan

sumberdaya yang tersedia supaya lebih baik secara efektif dan efisien dalam

mencapai tujuannya. Perencanaan pembangunan daerah dimaksudkan agar

semua daerah dapat melaksanakan pembangunan secara proporsional dan

merata sesuai dengan sumberdaya dan potensi yang ada di daerah. Manfaat

perencanaan pembangunan daerah adalah untuk pemerataan pembangunan

dari pusat ke daerah. Apabila perencanaan pembangunan daerah dan

pembangunan daerah dapat dilaksanakan dengan baik maka diharapkan

daerah dapat tumbuh dan berkembang secara mandiri. Dengan demikian

maka kenaikan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di daerah tidak lagi

terlalu bergantung dari pusat, tetapi dapat didorong dari daerah sendiri yang

bersangkutan.

Adanya perencanaan pembangunan daerah maka akan mempermudah

pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan bersama dengan

masyarakat, yaitu dengan mengembangkan potensi daerah dan mengelola

sumberdaya tiap sektor yang tersedia, serta menentukan prioritas dan arah

program pembangunan ekonomi daerah dalam upaya untuk mencapai tujuan

pembangunan. Pembangunan daerah bertujuan untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat kearah yang lebih baik dan merata, sehingga dapat

meningkatkan taraf hidup dan kualitas hidup masyarakat. Dalam rangka

membangun perekonomian daerah yang lebih baik, maka pemerintah daerah

harus menentukan sektor-sektor yang perlu dikembangkan agar

perekonomian daerah dapat tumbuh cepat. Sektor yang memiliki keunggulan

memiliki prospek yang lebih baik untuk dikembangkan dan diharapkan dapat

mendorong sektor-sektor lain untuk berkembang. Kabupaten Klaten sebagai

salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah, diharapkan mampu

menetapkan strategi pembangunan bagi daerahnya sendiri, sesuai dengan

potensi sumberdaya yang dimilikinya, dengan tetap mengacu kepada

kebijakan pemerintah pusat.

40

Pembangunan daerah Kabupaten Klaten terdiri dari pembangunan

sektor perekonomian dan sektor non perekonomian. Dalam pembangunan

perekonomian daerah di Kabupaten Klaten terdiri dari pembangunan sektor

pertanian dan non pertanian dimana masing-masing pembangunan sektor

tersebut memberikan kontribusi dan peranan yang berbeda bagi pendapatan

daerah dan kesejahteraan masyarakat. Sektor pertanian terdiri dari lima sub

sektor pertanian yaitu subsektor tanaman bahan makanan, sub sektor

perkebunan, subsektor peternakan, subsektor kehutanan dan subsektor

perikanan. Sektor non pertanian terdiri dari sektor penggalian; sektor industri

pengolahan; sektor listrik dan air minum; sektor bangunan/konstruksi; sektor

perdagangan, hotel dan restoran; sektor angkutan dan komunikasi; sektor

keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; serta sektor jasa-jasa.

Subsektor tanaman bahan makanan merupakan salah satu subsektor

yang memberikan kontribusi terbesar dari sektor pertanian, sehingga tanaman

bahan makanan memiliki peranan penting bagi sektor pertanian di Kabupaten

Klaten. Subsektor ini memperoleh kontribusi dari berbagai komoditi tanaman

pangan, sayuran dan buah-buahan. Dari hasil produksi komoditi tersebut dapat

diketahui besarnya nilai produksi dan laju pertumbuhan komoditi dengan

melihat jumlah produksi dan harga komoditi tingkat produsen pada tahun

tertentu, sehingga dapat pula diketahui besarnya kontribusi komoditi tanaman

bahan makanan yaitu dengan membandingkan nilai produksi masing-masing

komoditi tanaman bahan makanan terhadap total nilai produksi komoditi

pertanian secara keseluruhan di Kabupaten Klaten.

Analisis Pendekatan Tipologi Klassen digunakan untuk mengetahui

klasifikasi komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten, yaitu

dengan mengidentifikasi komoditi tanaman bahan makanan yang menjadi

prioritas atau unggulan melalui laju pertumbuhan dan kontribusi komoditi

tanaman bahan makanan. Pada teknik pendekatan Tipologi Klassen ini,

komoditi tanaman bahan makanan dapat diklasifikasikan menjadi empat

kategori, yaitu terdiri dari komoditi prima, komoditi potensial, komoditi

berkembang, dan komoditi terbelakang. Analisis ini mendasarkan

41

pengelompokan suatu komoditi dengan indikator laju pertumbuhan dan

kontribusinya terhadap kontribusi PDRB Kabupaten Klaten.

Berdasarkan hasil klasifikasi komoditi tanaman bahan makanan

dengan analisis pendekatan Tipologi Klassen tersebut, maka pemerintah

daerah dapat menentukan strategi pengembangannya dalam kerangka

perencanaan pengembangan ekonomi daerah Kabupaten Klaten. Strategi

pengembangan komoditi tanaman bahan makanan diperlukan dalam upaya

mewujudkan pembangunan pertanian yang berkelanjutan di Kabupaten Klaten

agar dapat menunjang pendapatan daerah. Dalam hal ini, strategi

pengembangan komoditi tanaman bahan makanan bertujuan untuk

meningkatkan besarnya pertumbuhan dan kontribusi komoditi terhadap PDRB

Kabupaten Klaten. Strategi pengembangan komoditi tanaman bahan makanan

ini dapat diketahui melalui matriks strategi pengembangan komoditi tanaman

bahan makanan, yaitu berdasarkan pada periode waktu, meliputi

pengembangan untuk masa jangka pendek (1-5 tahun), jangka menengah (5-

10 tahun) dan jangka panjang (10-25 tahun). Hasil rumusan strategi

pengembangan yang telah ditentukan berdasarkan periode waktu tersebut

dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah,

sehingga akan mempermudah pemerintah daerah dalam menyusun rencana

pembangunan daerah Kabupaten Klaten. Dengan demikian, perencanaan

pembangunan daerah merupakan tindak lanjut dari penetapan strategi

pengembangan komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten.

Gambar alur kerangka pemikiran dalam penelitian tentang Klasifikasi

Komoditi Tanaman Bahan Makanan Dalam Kerangka Perencanaan

Pengembangan Ekonomi Daerah Kabupaten Klaten disajikan pada Gambar 1.

42

Gambar 1. Alur Pemikiran dan Kerangka Penentuan Klasifikasi Komoditi Tanaman Bahan Makanan di Kabupaten Klaten

Pembangunan Daerah Kabupaten Klaten

Perencanaan Pembangunan

Komoditi Terbelakang

Strategi Pengembangan Komoditi Tanaman Bahan Makanan

Jangka Pendek Jangka Panjang Jangka Menengah

Komoditi Berkembang

Komoditi Potensial

Komoditi Prima

Tipologi Klassen

Klasifikasi Komoditi Tanaman Bahan Makanan

di Kabupaten Klaten

Komoditi Tanaman Bahan Makanan

Subsektor Perikanan

Subsektor Tabama

Subsektor Perkebunan

Subsektor Peternakan

Subsektor Kehutanan

Sektor Non Pertanian

Sektor Perekonomian

Sektor Pertanian

Sektor Non Perekonomian

43

D. Pembatasan Masalah

1.Model Analisis yang dapat digunakan untuk menentukan potensi relatif

perekonomian suatu wilayah adalah meliputi model teori ekonomi basis,

model Shift Share, model input-output, model linear programing, model

sistem neraca sosial ekonomi maupun pendekatan Tipologi Klassen.

Dalam penelitian ini analisis dibatasi hanya menggunakan analisis

pendekatan Tipologi Klassen.

2.Penentuan klasifikasi dalam penelitian ini didekati dengan menggunakan

data nilai produksi komoditi tanaman bahan makanan, laju pertumbuhan

komoditi tanaman bahan makanan, kontribusi PDRB dan laju

pertumbuhan PDRB Kabupaten Klaten maupun PDRB Provinsi Jawa

Tengah pada periode tahun 2003-2007.

3. Harga komoditi tanaman bahan makanan yang digunakan adalah harga

rata-rata komoditi tanaman bahan makanan di tingkat produsen di

Kabupaten Klaten pada periode tahun 2003-2007.

E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Klasifikasi adalah pengelompokkan yang sistematis pada sejumlah objek,

gagasan, atau benda-benda lain ke dalam kelas atau golongan tertentu

berdasarkan ciri-ciri yang sama (Hamakonda dan Tairas, 1999).

Klasifikasi dalam penelitian ini adalah pengelompokkan komoditi tanaman

bahan makanan berdasarkan laju pertumbuhan dan kontribusi komoditi

tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten. Klasifikasi dalam

penelitian ini terdiri dari empat kategori, yaitu komoditi prima, komoditi

potensial, komoditi berkembang, dan komoditi terbelakang.

2. Komoditi adalah barang perdagangan (niaga) atau barang keperluan

(Kamus Besar Bahasa Indonesia). Dalam penelitian ini, komoditi diartikan

sebagai produk yang dihasilkan oleh suatu usaha/kegiatan dengan

menggunakan sumberdaya yang tersedia di Kabupaten Klaten.

3. Tanaman bahan makanan adalah tanaman atau tumbuh-tumbuhan yang

biasa ditanam orang yang dapat dijadikan atau dibuat menjadi bentuk lain

yang biasa dimakan (Kamus Besar Bahasa Indonesia).

44

4. Komoditi tanaman bahan makanan adalah komoditi yang dihasilkan oleh

suatu usaha/kegiatan di sektor pertanian yang dapat dijadikan bahan

pangan, khususnya dihasilkan dari subsektor tanaman bahan makanan.

Komoditi tanaman bahan makanan meliputi tanaman pangan, tanaman

sayur-sayuran dan buah-buahan di Kabupaten Klaten.

5. Nilai produksi komoditi adalah hasil balas jasa dari suatu komoditi

tanaman bahan makanan yang diperoleh dari hasil perkalian antara jumlah

produksi komoditi tanaman bahan makanan dengan harga rata-rata

komoditi tanaman bahan makanan di tingkat produsen dalam satu tahun di

Kabupaten Klaten yang dinyatakan dalam satuan Rupiah (Rp).

6. Kontribusi adalah peranan atau fungsi suatu kegiatan ekonomi. Dalam

penelitian ini kontribusi tanaman bahan makanan merupakan perbandingan

antara nilai produksi komoditi tanaman bahan makanan terhadap total nilai

produksi komoditi pertanian dan dikalikan dengan 100%. Untuk

mengetahui kriteria kontribusi komoditi tanaman bahan makanan yaitu

dibandingkan dengan besar kontribusi PDRB Kabupaten Klaten terhadap

PDRB Provinsi Jawa Tengah. Ada dua kriteria kontribusi komoditi

tanaman bahan makanan, yaitu:

a. Kontribusi besar, jika kontribusi komoditi tanaman bahan makanan

lebih besar/sama dengan kontribusi PDRB Kabupaten Klaten.

b. Kontribusi kecil, jika kontribusi komoditi tanaman bahan makanan

lebih kecil daripada kontribusi PDRB Kabupaten Klaten.

7. Laju pertumbuhan adalah proses perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang

terjadi dari tahun ke tahun. Dalam penelitian ini laju pertumbuhan

komoditi tanaman bahan makanan adalah perubahan nilai produksi

komoditi tanaman bahan makanan yang terjadi dari tahun ke tahun. Untuk

mengetahui kriteria laju pertumbuhan komoditi tanaman bahan makanan

yaitu dibandingkan dengan laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Klaten.

Ada dua kriteria laju pertumbuhan komoditi tanaman bahan makanan,

yaitu:

45

a. Tumbuh cepat, jika laju pertumbuhan komoditi tanaman bahan

makanan lebih besar/sama dengan laju pertumbuhan PDRB Kabupaten

Klaten.

b. Tumbuh lambat, jika laju pertumbuhan komoditi tanaman bahan

makanan lebih kecil daripada laju pertumbuhan PDRB Kabupaten

Klaten.

8. Strategi merupakan perencanaan sasaran, tujuan, dan arah tindakan serta

alokasi sumber daya yang diperlukan untuk mencapai sasaran dan tujuan

itu (James dan Robert, 2002). Strategi pengembangan komoditi tanaman

bahan makanan dalam penelitian ini adalah suatu perencanaan untuk

mengembangkan komoditi tanaman bahan makanan sesuai dengan

kebutuhan dan potensi yang ada di Kabupaten Klaten berdasarkan pada

kontribusi dan pertumbuhan komoditi tanaman bahan makanan dalam

jangka waktu tertentu. Strategi pengembangan didasarkan pada periode

waktu, terdiri dari:

a. Strategi jangka pendek, dilakukan dalam jangka waktu 1-5 tahun

b. Strategi jangka menengah, dilakukan dalam jangka waktu 5-10 tahun

c. Strategi jangka panjang, dilakukan dalam jangka waktu 10-25 tahun.

46

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar Penelitian

Metode dasar penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode deskriptif. Metode deskriptif merupakan metode penelitian yang

memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa

sekarang, pada masalah-masalah yang aktual, dimana data yang dikumpulkan

mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisis (Surakhmad, 2001).

B. Metode Pengambilan Daerah Penelitian

Metode pengambilan daerah penelitian dilakukan secara sengaja

(purposive), yaitu pengambilan daerah penelitian secara sengaja berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian

(Singarimbun dan Effendi, 1997).

Daerah penelitian yang diambil adalah Kabupaten Klaten berdasarkan

pertimbangan bahwa kontribusi sektor pertanian terhadap sektor

perekonomian di Kabupaten Klaten pada periode tahun 2004-2007 memiliki

kecenderungan terjadi penurunan (BAPEDA Kabupaten Klaten, 2007).

Subsektor tanaman bahan makanan terhadap sektor pertanian memiliki besar

kontribusi dan laju pertumbuhan yang cenderung fluktuatif dari tahun 2004-

2007 (Tabel 1 dan Tabel 2). Selain itu, kontribusi dan laju pertumbuhan

komoditi tanaman bahan makanan pada tahun 2004-2007 di Kabupaten Klaten

juga cenderung fluktuatif (Tabel 3 dan Tabel 4). Oleh karena itu, kondisi yang

demikian perlu diperhatikan untuk diusahakan dapat lebih meningkat pada

waktu mendatang, yaitu dengan menentukan strategi pengembangan pada

sektor pertanian, khususnya pada komoditi dari subsektor tanaman bahan

makanan di Kabupaten Klaten. Strategi pengembangan ditentukan baik dalam

periode waktu jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang.

C. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.

Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan cara mengutip data laporan

40

47

maupun dokumen dari lembaga atau instansi yang ada hubungannya dengan

penelitian. Data sekunder merupakan data yang terlebih dahulu telah

dikumpulkan dan dilaporkan oleh orang di luar peneliti (Surakhmad, 2001).

Data sekunder ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten

Klaten, BAPEDA Kabupaten Klaten, dan Dinas Pertanian dan Ketahanan

Pangan Kabupaten Klaten. Data sekunder yang digunakan berupa data Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Klaten tahun 2003-2007, PDRB

Provinsi Jawa Tengah tahun 2003-2007 ADHK 2000, jumlah produksi

komoditi tanaman bahan makanan, harga komoditi tanaman bahan makanan di

tingkat produsen tahun 2003-2007 di Kabupaten Klaten, data Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Klaten, data

kualitatif untuk strategi pengembangan dan data yang ada pada Klaten Dalam

Angka 2007/2008.

D. Metode Analisis Data

1. Klasifikasi Komoditi Tanaman Bahan Makanan

Penentuan klasifikasi komoditi tanaman bahan makanan di

Kabupaten Klaten dapat diketahui dengan menggunakan pendekatan

Tipologi Klassen. Tipologi Klassen merupakan alat analisis yang dapat

digunakan untuk mengklasifikasi sektor, subsektor, usaha atau komoditi

prioritas atau unggulan suatu daerah. Tipologi Klassen pada dasarnya

membagi komoditi berdasarkan dua indikator utama, yaitu laju

pertumbuhan dan kontribusi komoditi terhadap PDRB.

Penelitian ini menggunakan analisis pendekatan Tipologi Klassen

untuk menentukan klasifikasi komoditi tanaman bahan makanan di

Kabupaten Klaten. Pendekatan Tipologi Klassen dilakukan dengan cara:

a. Membandingkan laju pertumbuhan komoditi tanaman bahan makanan

dengan laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Klaten.

b. Membandingkan besarnya kontribusi, yaitu antara nilai produksi

komoditi tanaman bahan makanan terhadap total nilai produksi

komoditi pertanian dibandingkan dengan kontribusi PDRB Kabupaten

Klaten terhadap PDRB Provinsi Jawa Tengah.

48

Pengklasifikasian komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten

Klaten ini dapat diketahui dari Matriks Tipologi Klassen pada Tabel 7.

Tabel 7. Matriks Tipologi Klassen Komoditi Tanaman Bahan Makanan di Kabupaten Klaten

Kontribusi Komoditi

Laju Pertumbuhan Komoditi

Kontribusi Besar (Kontribusi komoditi i > Kontribusi PDRB)

Kontribusi Kecil (Kontribusi komoditi i < Kontribusi PDRB)

Tumbuh Cepat (rkomoditi i > rPDRB) Komoditi Prima Komoditi Berkembang

Tumbuh Lambat (rkomoditi i< rPDRB) Komoditi Potensial Komoditi Terbelakang

Keterangan :

rkomoditi i : laju pertumbuhan komoditi tanaman bahan makanan

rPDRB : laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Klaten

Hasil dari analisis Tipologi Klassen ini akan menunjukkan posisi

pertumbuhan dan kontribusi komoditi tanaman bahan makanan di

Kabupaten Klaten. Berdasarkan Matriks Tipologi Klassen, komoditi

tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten dapat diklasifikasikan

menjadi empat kategori, yaitu:

a. Komoditi prima adalah komoditi yang memiliki laju pertumbuhan

cepat dan kontribusi yang besar terhadap PDRB Kabupaten Klaten

b. Komoditi potensial adalah komoditi yang memiliki laju pertumbuhan

lambat dan kontribusi yang besar terhadap PDRB Kabupaten Klaten

c. Komoditi berkembang adalah komoditi yang memiliki pertumbuhan

cepat dan kontribusi yang kecil terhadap PDRB Kabupaten Klaten

d. Komoditi terbelakang adalah komoditi yang memiliki laju pertumbuhan

lambat dan kontribusi yang kecil terhadap PDRB Kabupaten Klaten.

2. Strategi Pengembangan Komoditi Tanaman Bahan Makanan

Berdasarkan hasil klasifikasi komoditi tanaman bahan makanan

dengan pendekatan Tipologi Klassen, maka dalam merumuskan

perencanaan pengembangan ekonomi daerah Kabupaten Klaten dapat

49

dilakukan dengan menentukan beberapa strategi pengembangan. Strategi

pengembangan komoditi tanaman bahan makanan ini dapat diketahui

melalui matriks strategi pengembangan komoditi tanaman bahan makanan,

yaitu berdasarkan pada periode waktu, meliputi strategi pengembangan

dalam jangka pendek (1-5 tahun), jangka menengah (5-10 tahun) dan

jangka panjang (10-25 tahun). Matriks strategi pengembangan komoditi

tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Matriks Strategi Pengembangan Komoditi Tanaman Bahan Makanan di Kabupaten Klaten

Jangka Pendek (1-5th)

Jangka Menengah (5-10th)

Jangka Panjang (10-25th)

komoditi prima komoditi potensial menjadi komoditi prima

komoditi potensial menjadi komoditi prima

komoditi berkembang menjadi komoditi potensial

komoditi terbelakang menjadi komoditi berkembang

komoditi terbelakang menjadi komoditi berkembang komoditi prima menjadi komoditi prima

Berdasarkan matriks strategi pengembangan komoditi tanaman

bahan makanan dapat diketahui bahwa strategi pengembangan komoditi

tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten, dimana dapat dijadikan

sebagai dasar bagi pemerintah daerah dalam perencanaan pengembangan

ekonomi daerah, yaitu dapat dilaksanakan dengan:

a. Strategi Pengembangan Jangka Pendek

Strategi pengembangan jangka pendek dilakukan dalam jangka

waktu antara 1-5 tahun. Pada strategi pengembangan jangka pendek

bertujuan untuk memanfaatkan komoditi prima secara optimal agar

dapat menunjang pendapatan daerah. Selain itu juga mengupayakan

komoditi potensial dapat menjadi komoditi prima, sehingga komoditi

potensial ini dapat dijadikan cadangan/alternatif pengganti bagi

komoditi prima. Strategi yang dapat dilakukan yaitu dengan

meningkatkan laju pertumbuhan komoditi tanaman bahan makanan.

50

b. Strategi Pengembangan Jangka Menengah

Strategi pengembangan dalam jangka menengah dilakukan untuk

jangka waktu 5-10 tahun. Pada strategi jangka menengah

mengupayakan komoditi potensial menjadi komoditi prima yang dapat

ditempuh dengan strategi meningkatkan laju pertumbuhan komoditi.

Selain itu, mengupayakan agar komoditi berkembang dapat menjadi

komoditi potensial dengan melakukan strategi meningkatkan kontribusi

komoditi. Sedangkan upaya agar komoditi terbelakang menjadi

komoditi berkembang dapat dilakukan strategi dengan meningkatkan

laju pertumbuhan komoditi tanaman bahan makanan.

c. Strategi Pengembangan Jangka Panjang

Strategi pengembangan jangka panjang dilakukan dalam jangka

waktu 10-25 tahun. Pada strategi jangka panjang bertujuan untuk

mengupayakan agar komoditi terbelakang menjadi berkembang yaitu

strateginya dengan meningkatkan laju pertumbuhan komoditi tanaman

bahan makanan. Sedangkan untuk mempertahankan komoditi prima

menjadi komoditi prima dalam jangka panjang, strateginya dilakukan

dengan mempertahankan dan atau meningkatkan besarnya kontribusi

dan laju pertumbuhan tanaman bahan makanan.

51

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN KLATEN

A. Keadaan Alam

1. Kondisi Geografis dan Wilayah Administratif

Kabupaten Klaten berada di dalam Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis Kabupaten Klaten berada antara 7o32’19”LS sampai 7o48’33”LS dan antara 110o26’14”BT sampai 110o47’51”BT yang berjarak + 113 km dari kota Semarang. Letak Kabupaten Klaten cukup strategis karena berbatasan langsung dengan kota Surakarta yang merupakan salah satu pusat perdagangan dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang dikenal sebagai kota pelajar dan salah satu DTW (Daerah Tujuan Wisata). Sedangkan batas-batas wilayah Kabupaten Klaten adalah :

Sebelah Utara : Kabupaten Boyolali Sebelah Timur : Kabupaten Sukoharjo Sebelah Selatan : Kabupaten Gunung Kidul (DIY) Sebelah Barat : Kabupaten Sleman (DIY)

Jarak Kabupaten Klaten dengan kabupaten atau kota lain se-Karesidenan Surakarta adalah Kabupaten Klaten ke Kabupaten Boyolali sejauh 38 Km, ke Kota Solo sejauh 36 Km, ke Kabupaten Sukoharjo sejauh 47 Km, ke Kabupaten Wonogiri sejauh 67 Km, ke Kabupaten Karanganyar sejauh 49 Km, dan Kabupaten Klaten ke Kabupaten Sragen sejauh 63 Km.

Secara administratif Kabupaten Klaten dibagi menjadi 26 Kecamatan, 391 desa dan 10 kelurahan. Kecamatan dengan jumlah desa terbanyak adalah Kecamatan Cawas sebanyak 20 desa, sedangkan yang paling sedikit adalah Kecamatan Kalikotes dan Kecamatan Kebonarum masing-masing tujuh desa. Seluruh desa yang ada merupakan desa swasembada. Luas wilayah Kabupaten Klaten keseluruhan seluas 65.556 ha (655,56 km2) atau seluas 2,104% dari luas Provinsi Jawa Tengah yang luasnya 3.254.412 ha.

Keadaan geografis di Kabupaten Klaten cocok untuk pengembangan sektor pertanian, mulai dari subsektor tanaman bahan makanan maupun subsektor pertanian lainnya. Banyak komoditi tanaman bahan makanan yang dibudidayakan di Kabupaten Klaten. Komoditi tanaman bahan makanan meliputi komoditi tanaman pangan dan hortikultura. Komoditi hortikultura yang diusahakan di Kabupaten Klaten berupa sayur-sayuran, dan buah-buahan, sedangkan komoditi tanaman hias diusahakan hanya dalam jumlah kecil.

2. Kondisi Topografi

Wilayah Kabupaten Klaten diapit oleh Gunung Merapi dan Pegunungan Seribu dengan ketinggian antara 76-160 m dpl (diatas permukaan laut) yang terbagi menjadi 3 (tiga) dataran:

45

52

a. Dataran Lereng Gunung Merapi membentang di sebelah utara (alam

area yang miring), meliputi sebagian kecil sebelah utara wilayah

Kecamatan Kemalang, Karangnongko, Jatinom, dan Tulung.

b. Dataran Rendah membujur di tengah (wilayah bagian tengah),

meliputi seluruh wilayah kecamatan di Kabupaten Klaten, kecuali

sebagian kecil wilayah merupakan dataran lereng Gunung Merapi

dan Gunung Kapur. Wilayah datar ini meliputi wilayah kecamatan

Manisrenggo, Klaten Tengah, Kalikotes, Klaten Utara, Klaten

Selatan, Ngawen, Kebonarum, Wedi, Jogonalan, Prambanan,

Gantiwarno, Delanggu, Wonosari, Juwiring, Ceper, Pedan,

Karangdowo, Trucuk, Cawas, Karanganom, Polanharjo.

c. Dataran Gunung Kapur yang membujur di sebelah selatan (wilayah

bagian selatan), meliputi sebagian kecil sebelah selatan Kecamatan

Bayat dan Cawas dan Gantiwarno. Ketinggian daerah di Kabupaten Klaten, sekitar 3,72% terletak

diantara ketinggian 0-100 meter di atas permukaan laut. Terbanyak 83,52% terletak diantara ketinggian 100-500 meter diatas permukaan laut, dan sisanya 12,76% terletak diantara ketinggian 500-2500 meter di atas permukaan laut.

Melihat kondisi topografi di Kabupaten Klaten yang sebagian besar berupa dataran rendah dan didukung dengan banyaknya sumber air yang ada, maka daerah Kabupaten Klaten merupakan daerah pertanian yang potensial. Oleh karena kondisi yang mendukung ini sehingga dalam mengusahakan pengembangan sektor pertanian khususnya komoditi tanaman bahan makanan akan dapat berjalan dengan baik.

3. Jenis Tanah

Jenis tanah di Kabupaten Klaten terdiri dari 5 (lima) macam, meliputi : a. Litosol, merupakan tanah yang beraneka sifat dan warnanya,

produktivitasnya rendah dan biasanya merupakan tanah pertanian

yang kurang baik atau padang rumput. Tanah litosol berupa bahan

induk dari kristalin dan batu tulis, ada di daerah Kecamatan Bayat.

b. Regosol Kelabu, merupakan tanah yang bersifat netral sampai asam

dengan warna putih coklat kekuning-kuningan, coklat atau kelabu.

Produktivitasnya sedang sampai tinggi dan biasanya digunakan

untuk pertanian dan perkebunan. Tanah regosol kelabu berupa bahan

53

induk abu dan pasir vulkanis intermediant, terdapat di Kecamatan

Klaten Tengah, Klaten Utara, Klaten Selatan, Ngawen, Kalikotes,

Kebonarum, Trucuk, Cawas, Pedan, Karangdowo, Ceper, Juwiring

Wonosari, Delanggu, Polanharjo, Tulung, Jatinom, Karanganom,

dan Kemalang dan Jogonalan.

c. Regosol Coklat Kelabu, bahan induk berupa abu dan pasir vulkan

intermediant, terdapat di daerah Kecamatan Kemalang,

Menisrenggo, Prambanan, Jogonalan, Wedi, Kebonarum dan

Karangnongko.

d. Kompleks Regosol Kelabu dan Kelabu Tua, yaitu bahan induk

berupa batu kapur, terdapat di daerah Kecamatan Klaten Selatan dan

Kebonarum.

e. Grumusol Kelabu Tua, merupakan tanah yang agak netral berwarna

kelabu sampai hitam, produktivitasnya rendah sampai sedang dan

biasanya untuk pertanian atau perkebunan. Bahan induk tanah

grumusol kelabu tua berupa abu dan pasir vulkan intermediant,

terdapat di daerah Kecamatan Bayat dan Cawas sebelah Selatan.

Berbagai jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Klaten akan berpengaruh terhadap keragaman komoditi pertanian yang diusahakan masyarakat Kabupaten Klaten. Suatu komoditi pertanian tertentu hanya dapat tumbuh dengan baik pada kondisi dan jenis tanah tertentu pula. Sebagian besar wilayah di Kabupaten Klaten memiliki jenis tanah regosol kelabu yang merupakan tanah yang bersifat netral sampai asam, dimana tanah ini memiliki potensi untuk produktivitas yang sedang sampai tinggi dan biasanya digunakan untuk lahan pertanian dan perkebunan. Oleh karena itu, Kabupaten Klaten banyak menghasilkan macam-macam komoditi tanaman bahan makanan dari berbagai wilayah.

4. Keadaan Iklim

Wilayah Kabupaten Klaten memiliki iklim tropis dengan musim hujan dan musim kemarau silih berganti sepanjang tahun, dengan temperatur antara 28-30oC dan kecepatan angin rata-rata berkisar 20-25 km/jam. Kabupaten Klaten mempunyai hari hujan dalam satu tahun dengan rata-rata di bawah 125 hari dengan curah hujan rata-rata di bawah 2.635 mm per tahun. Jadi secara umum wilayah di Kabupaten Klaten merupakan wilayah yang memiliki banyak ketersediaan air yang digunakan untuk sarana irigasi lahan-lahan pertanian, sehingga akan

54

mendukung untuk usaha pengembangan berbagai komoditi tanaman bahan makanan lebih lanjut.

5. Penggunaan Lahan

Kabupaten Klaten yang memiliki luas lahan total 65.556 ha. Secara umum penggunaan lahan yang ada di Kabupaten Klaten dibagi menjadi dua yaitu penggunaan untuk lahan sawah dan lahan kering. Penggunaan lahan di Kabupaten Klaten yang relatif beragam disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Luas Penggunaan Lahan di Kabupaten Klaten Tahun 2004-2007

Luas (ha) Penggunaan Lahan 2004 2005 2006 2007

Lahan Sawah Irigasi Teknis Irigasi ½ Teknis Irigasi Sederhana Tadah Hujan

33.541 18.795 11.044 2.478 1.224

33.494 19.173 10.455 2.386 1.480

33.467 19.170 10.450 2.633 1.214

33.435 19.670 10.086 2.567 1.112

Lahan Kering Pekarangan Tegalan Kolam/Rawa Hutan Negara Lain-lain

32.015 19.933 6.316

201 1.450 4.115

32.062 19.920 6.312

201 1.450 4.179

32.089 19.938

6312 201

1.450 4.188

32.121 19.995 6.287

202 1.450 4.187

Jumlah 65.556 Sumber: BPS Kabupaten Klaten, 2007

Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa pada tahun 2007, ternyata lahan yang digunakan untuk lahan sawah seluas 33.435 ha, yang terdiri dari sawah dengan irigasi teknis seluas 19.670 ha, irigasi ½ teknis seluas 10.086 ha, irigasi sederhana seluas 2.567 ha dan sawah tadah hujan seluas 1.112 ha. Luasnya lahan untuk lahan sawah teririgasi menunjukkan bahwa tanah pertanian di Klaten subur dan banyak mengembangkan budidaya tanaman bahan makanan yang berupa padi.

Penggunaan lahan kering di Kabupaten Klaten terdiri dari lahan pekarangan, lahan tegalan, kolam/rawa, hutan negara dan lainnya. Berdasarkan jumlah lahan kering yang ada, penggunaan untuk lahan pekarangan memiliki adalah yang paling luas dan terlihat adanya kecenderungan meningkat dari tahun 2004-2007, hal ini terjadi akibat semakin meningkatnya kebutuhan tempat tinggal seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di Kabupaten Klaten. Sedangkan lahan kering yang digunakan untuk kegiatan pertanian dilakukan pada lahan tegalan. Berbagai komoditi tanaman pangan seperti padi gogo, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, dan kedelai cocok untuk lahan tegalan diusahakan oleh sebagian besar petani di Kabupaten Klaten. Pengembangan budidaya tanaman pangan tersebut diusahakan terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat di daerah Kabupaten

55

Klaten dan apabila ada kelebihan produksi juga digunakan untuk memenuhi permintaan masyarakat di luar daerah Kabupaten Klaten.

B. Keadaan Penduduk

1. Jumlah Penduduk

Penduduk merupakan sumberdaya manusia yang menjadi subyek sekaligus obyek dalam kegiatan pembangunan yang dilaksanakan di suatu daerah. Jumlah penduduk yang besar dapat menjadi kekuatan sekaligus juga dapat menjadi beban dalam menunjang keberhasilan pembangunan di suatu daerah. Jumlah penduduk di Kabupaten Klaten pada tahun 2007 sebanyak 1.296.987 jiwa atau 0,56%, kondisi ini menunjukkan penambahan 3.745 jiwa dari tahun 2006 yang berjumlah 1.293.242 jiwa dan pertumbuhannya sebesar 0,29%. Pertumbuhan jumlah penduduk di Kabupaten Klaten disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Kepadatan Penduduk Kabupaten Klaten Tahun 2003-2007

Tahun Luas

Wilayah (km2)

Jumlah Penduduk

(jiwa)

Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)

Pertumbuhan Penduduk (%)

2003 2004 2005 2006 2007

655,56 655,56 655,56 655,56 655,56

1.277.297 1.281.786 1.286.058 1.293.242 1.296.987

1948 1955 1962 1973 1978

0,45 0,35 0,33 0,56 0,29

Sumber : BPS Kabupaten Klaten, 2007

Seiring dengan jumlah penduduk yang terus bertambah dan kepadatan penduduk dalam kurun waktu lima tahun terakhir juga menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Pada tahun 2003 kepadatan penduduk sebesar 1.948 jiwa/km2, pada tahun 2007 sudah menjadi 1.978 jiwa/km2. Sedangakan pertumbuhan penduduk tiap tahunnya adalah fluktuatif. Pertumbuhan penduduk yang paling tinggi terjadi pada tahun 2006 sebesar 0,56% dan pada tahun 2005 sebesar 0,33 merupakan pertumbuhan penduduk yang paling rendah. Pertumbuhan penduduk di Kabupaten Klaten yang semakin meningkat ini dikarenakan jumlah penduduk yang semakin bertambah dari tahun ke tahun, yang ditandai dengan tingginya angka kelahiran maupun jumlah penduduk yang datang lebih besar daripada jumlah penduduk yang pergi ke luar daerah Kabupaten Klaten.

Laju pertumbuhan penduduk yang pesat akan berdampak negatif pada pengembangan sektor pertanian, karena ketersediaan lahan pertanian akan semakin berkurang. Salah satunya karena adanya konversi lahan pertanian menjadi pemukiman penduduk. Upaya pengembangan potensi wilayah berbasis komoditi pertanian, terutama komoditi tanaman bahan makanan sangat diperlukan untuk dapat mempertahankan dan meningkatkan produksi pertanian di wilayah Kabupaten Klaten.

2. Komposisi Penduduk

56

a. Menurut Jenis Kelamin

Tabel 11. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio di Kabupaten Klaten Tahun 2003-2007

Jenis Kelamin Tahun Laki-laki Perempuan

Jumlah Sex Ratio (%)

2003 2004 2005 2006 2007

622.443 625.173 627.751 631.231 633.552

654.854 656.613 658.307 662.011 663.435

1.277.297 1.281.786 1.286.058 1.293.242 1.296.987

95,05 95,21 95,36 95,35 95,50

Sumber : BPS Kabupaten Klaten, 2007

Tabel 11 menunjukkan bahwa dari tahun 2003-2007 jumlah penduduk laki-laki dan perempuan memiliki kecenderungan meningkat. Jumlah penduduk terbesar pada tahun 2007, yaitu penduduk laki-laki berjumlah 633.552 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 663.435 jiwa. Apabila dilihat dari dari jenis kelaminnya, jumlah penduduk perempuan lebih besar dibandingkan jumlah penduduk laki-laki. Hal ini bisa dilihat dari besarnya rasio jenis kelamin (sex ratio) pada tahun 2007 sebesar 95,50% yang berarti bahwa setiap 100 penduduk perempuan terdapat 95 penduduk laki-laki di Kabupaten Klaten.

b. Menurut Kelompok Umur

Tabel 12. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kabupaten Klaten Tahun 2007

Kelompok Umur Jumlah (jiwa) 0 – 14 15 – 64 > 65

315.217 868.036 113.734

Angka Beban Tanggungan (ABT) 49,42 Sumber : BPS Kabupaten Klaten, 2007

Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk menurut kelompok umur, pada tahun 2007 penduduk di Kabupaten Klaten paling banyak merupakan penduduk umur produktif (umur 15-64 tahun), yaitu sebanyak 868.036 jiwa dan yang paling sedikit adalah kelompok umur lebih dari 65 tahun, yaitu berjumlah 113.734 jiwa. Jumlah penduduk umur produktif lebih banyak jika dibandingkan dengan penduduk umur non produktif. Dengan demikian, banyaknya penduduk umur produktif dapat dijadikan sebagai modal (tenaga kerja) untuk meningkatkan pembangunan ekonomi daerah di Kabupaten Klaten. Angka Beban Tanggungan (ABT) penduduk di Kabupaten Klaten pada tahun 2007

57

adalah sebesar 49,42. Hal ini berarti bahwa setiap 100 penduduk umur produktif harus menanggung 49 penduduk umur non produktif. Semakin besar angka beban tanggunggan, maka akan semakin kecil sumber daya manusia yang digunakan untuk proses pembangunan daerah di Kabupaten Klaten.

c. Menurut Tingkat Pendidikan

Tabel 13. Pencari Kerja Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten Klaten Tahun 2003-2007

Tahun SD SLTP SMU/SMK Sarjana Muda

Sarjana (S1)

2003 2004 2005 2006 2007

6 3

12 1

17

348 116 66

130 147

9677 10178 14357 11685 10921

1522 2492 2252 1482 1456

3363 8331 4156 2464 2969

Sumber : BPS Kabupaten Klaten, 2007

Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk pencari kerja menurut tingkat pendidikan di Kabupaten Klaten dari tahun 2003-2007 sebagian besar merupakan penduduk dengan tingkat pendidikan SMU/SMK, Sarjana dan Sarjana Muda. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk sudah sadar akan pentingnya pendidikan untuk masa depan. Penduduk dengan sumberdaya manusia yang berkualitas ini sangat diperlukan dalam menunjang pembangunan daerah di Kabupaten Klaten.

C. Keadaan Perekonomian

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu tolok ukur dari tingkat keberhasilan pembangunan daerah. Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh faktor-faktor internal maupun faktor eksternal yang berkembang. Pemerintah Daerah Kabupaten Klaten dari tahun ke tahun terus berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi guna meningkatkan kesejahteraan penduduk Kabupaten Klaten. Kondisi perekonomian di Kabupaten Klaten dapat dilihat dari beberapa variabel seperti besarnya PDRB dan juga dengan melihat pendapatan perkapita penduduk untuk mengetahui tingkat kemakmuran penduduk di Kabupaten Klaten. 1. Struktur Perekonomian

Tabel 14. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Klaten Tahun 2004-2007 ADHK 2000 (Jutaan Rupiah)

Lapangan Usaha 2004 2005 2006 2007

Pertanian 898.771,87 918.295,98 943.060,85 957.297,31

Penggalian 38.020,95 45.641,61 53.338,31 55.826,27

Industri Pengolahan 855.226,78 896.705,60 841.653,96 869.903,33

Listrik dan Air Minum 25.869,72 26.760,65 27.849,31 30.423,64

58

Bangunan/Konstruksi 293.239,59 318.018,30 365.824,54 398.079,88 Perdagangan, Hotel dan Restoran

1,083.938,75 1.140.169,48 1.191.778,73 1.230.415,46

Angkutan dan Komunikasi

104.199,89 109.166,14 113.985,64 119.386,12

Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 156.029,23 162.220,04 148.969,69 156.907,22

Jasa-jasa 520.496,09 541.227,36 567.326,97 576.448,79

PDRB 3.975.792,87 4.158.205,16 4.253.788,00 4.394.688,02

Sumber : Diadopsi dari Lampiran 4

Besarnya nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat digunakan untuk mengetahui struktur perekonomian suatu daerah. Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa kegiatan perekonomian di Kabupaten Klaten ditopang oleh sembilan sektor perekonomian, antara lain sektor pertanian; sektor penggalian; sektor industri pengolahan; sektor listrik dan air minum; sektor bangunan/konstruksi; sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor angkutan dan komunikasi; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; serta sektor jasa-jasa. Dari kesembilan sektor perekonomian Kabupaten Klaten tersebut, ada tiga sektor yang memberikan kontribusi paling besar terhadap PDRB Kabupaten Klaten pada tahun 2004-2007, yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor pertanian; dan sektor industri pengolahan. Sedangkan sektor perekonomian yang memberikan kontribusi terkecil terhadap PDRB Kabupaten Klaten adalah sektor listrik dan air minum.

Sektor pertanian memberikan kontribusi PDRB yang terbesar kedua setelah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sumbangan sektor pertanian terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Klaten dari tahun 2004-2007 cenderung semakin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian di Kabupaten Klaten merupakan sektor perekonomian yang penting dalam pembangunan daerah Kabupaten Klaten.

2. Pendapatan Per Kapita

Pendapatan per kapita dapat digunakan sebagai salah satu indikator dalam melihat keberhasilan pembangunan perekonomian di suatu daerah. Pendapatan per kapita dihitung untuk mengetahui pendapatan rata-rata penduduk di suatu perekonomian pada suatu waktu tertentu. Data pendapatan per kapita menurut harga konstan ini perlu dihitung karena untuk menunjukkan perkembangan tingkat kemakmuran di suatu daerah. Suatu daerah dikatakan mengalami pertambahan dalam kemakmuran masyarakatnya apabila pendapatan per kapita atas dasar harga konstan terus menerus bertambah. Pendapatan per kapita di Kabupaten Klaten pada tahun 2004-2007 disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Pendapatan Per Kapita Menurut PDRB Kabupaten Klaten

Tahun 2004-2007 Atas Dasar Harga Konstan 2000

Tahun PDRB (Rp)

Penduduk Pertengahan Tahun (jiwa)

PDRB Per Kapita

(Rp)

Pertumbuhan PDRB

Per Kapita (%)

59

2004 2005 2006 2007

3.975.792.870.000 4.158.205.160.000 4.253.788.000.000 4.394.688.020.000

1.279.487 1.283.915 1.292.760 1.295.602

3.107.333,54 3.238.691,94 3.290.470,00 3.392.004,66

4,47 4,23 1,60 3,09

Sumber : BPS Kabupaten Klaten, 2007

PDRB per kapita merupakan hasil bagi antara PDRB Kabupaten Klaten dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun. Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa besarnya PDRB per kapita di Kabupaten Klaten dari tahun 2004-2007 cenderung meningkat. Pada tahun 2004 nilai PDRB per kapita sebesar Rp. 3.107.333,54; pada tahun 2005 sebesar Rp. 3.238.691,94; tahun 2006 sebesar Rp 3.290.470,00 dan pada tahun 2007 sebesar Rp. 3.392.004,66. Meskipun PDRB per kapita tiap tahun mengalami peningkatan, tetapi pertumbuhannya cenderung fluktuatif. Pertumbuhan PDRB per kapita paling tinggi terjadi pada tahun 2004 sebesar 4,47%. Tingginya pertumbuhan PDRB per kapita pada tahun 2004 dipengaruhi oleh besarnya PDRB Kabupaten Klaten dan jumlah penduduk pertengahan tahun 2004 yang lebih besar daripada tahun sebelumnya. Sedangkan pertumbuhan PDRB per kapita paling rendah sebesar 1,60% yang terjadi pada tahun 2006 yang disebabkan oleh karena terjadinya bencana alam yaitu gempa bumi di sebagian wilayah Kabupaten Klaten, dimana bencana tersebut dapat memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan beberapa sektor perekonomian, seperti sektor industri pengolahan; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yang mengalami penurunan, sehingga juga berpengaruh pada pertumbuhan PDRB per kapita di Kabupaten Klaten.

D. Keadaan Sektor Pertanian

Sektor pertanian di Kabupaten Klaten ditunjang oleh lima subsektor, yaitu subsektor tanaman bahan makanan, subsektor perkebunan, subsektor peternakan, subsektor kehutanan, dan subsektor perikanan. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Tahun 2004-2007 atas dasar harga konstan tahun 2000 di Kabupaten Klaten pada sektor pertanian disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. PDRB Subsektor Pertanian Kabupaten Klaten Tahun 2004-2007

Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Jutaan Rupiah)

Tahun Subsektor Pertanian 2004 2005 2006 2007

Tanaman Bahan Makanan

669.459,21

674.185,75

708.006,82

721.583,76

Perkebunan 44.183,92 42.825,04 35.961,73 33.965,94

Peternakan 143.652,87

158.983,39

155.998,64

157.688,29

Kehutanan 29.599,98 29.728,76 30.515,97 31.306,05 Perikanan 11.875,89 12.573,04 12.577,69 12.753,27

PDRB Sektor Pertanian

898.771,87 918.295,98

943.060,85

957.297,31

60

Sumber : Diadopsi dari Lampiran 5

Berdasarkan Tabel 16 diketahui bahwa besarnya nilai PDRB setiap subsektor pertanian cenderung mengalami peningkatan dari tahun 2004 sampai tahun 2007 kecuali subsektor perkebunan yang cenderung menurun dari tahun ke tahun. Dari kelima subsektor pertanian tersebut, subsektor tanaman bahan makanan merupakan subsektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pembentukan PDRB pada sektor pertanian di Kabupaten Klaten. Hal ini menunjukkan bahwa subsektor tanaman bahan makanan merupakan subsektor yang penting karena memiliki peranan besar dalam pembentukan PDRB di Kabupaten Klaten. Secara lebih rinci kedaan dari masing-masing subsektor pertanian di Kabupaten Klaten dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Subsektor Tanaman Bahan Makanan

Subsektor tanaman bahan makanan memiliki peranan penting dalam penyediaan kebutuhan pangan bagi masyarakat di Kabupaten Klaten. Subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten menghasilkan komoditi yang meliputi tanaman pangan (padi dan palawija), sayur-sayuran, dan buah-buahan. Adapun jumlah produksi komoditi tanaman bahan makanan yang dihasilkan beserta nilai produksinya di Kabupaten Klaten pada tahun 2007 secara lebih rinci disajikan pada Tabel 17, Tabel 18 dan Tabel 19. Tabel 17. Produksi dan Nilai Produksi Komoditi Padi dan Palawija

di Kabupaten Klaten Tahun 2007

Komoditi Produksi (kg) Nilai Produksi (Rp) Padi 347.230.000 948.979.590.000 Jagung 57.970.000 136.519.350.000 Ubi Kayu 51.837.000 43.180.221.000 Ubi Jalar 4.497.000 6.669.051.000 Kacang Tanah 1.868.000 6.530.528.000 Kedelai 4.074.000 22.541.442.000 Kacang Hijau 171.000 1.503.432.000

Sumber : Diadopsi dari Lampiran 8

Tanaman padi merupakan komoditi tanaman pangan yang paling banyak diusahakan oleh petani di Kabupaten Klaten. Hal ini dapat diketahui dari jumlah produksi dan nilai produksi komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten yang terbesar pada tahun 2007 adalah padi yaitu mempunyai jumlah produksi 347.230.000 kg dan nilai produksi sebesar Rp. 948.979.590.000. Besarnya jumlah produksi maupun nilai produksi padi didukung oleh topografi Kabupaten Klaten yang sebagian besar berupa dataran rendah dan sebesar 51% dari total luas lahan di Kabupaten Klaten dimanfaatkan sebagai lahan sawah dan juga didukung ketersediaan air untuk sarana irigasi, sehingga sesuai untuk mengusahakan tanaman padi.

61

Tanaman palawija yang diusahakan di Kabupaten Klaten adalah jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kedelai, dan kacang hijau. Tanaman jagung merupakan tanaman palawija yang memiliki jumlah produksi dan nilai produksi paling besar yaitu 57.970.000 kg dan Rp. 136.519.350.000. Tanaman jagung diusahakan hampir di seluruh wilayah Kabupaten Klaten. Hasil tanaman jagung selain untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk juga dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Sedangkan tanaman palawija yang produksinya paling kecil yaitu tanaman kacang hijau sebesar 171.000 kg dan nilai produksinya sebesar Rp. 1.503.432.000. Hal ini dikarenakan tanaman kacang hijau hanya sedikit diusahakan oleh petani di Kabupaten Klaten.

Beberapa komoditi sayuran yang dihasilkan di Kabupaten Klaten yaitu bawang merah, kubis, petsai/sawi, kacang panjang, cabai besar, cabe rawit, tomat, terong, mentimun, kangkung dan bayam. Jumlah produksi dan nilai produksi komoditi sayur-sayuran di Kabupaten Klaten pada tahun 2007 disajikan pada Tabel 18. Tabel 18. Produksi dan Nilai Produksi Komoditi Sayuran di Kabupaten

Klaten Tahun 2007

Komoditi Produksi (kg) Nilai Produksi (Rp) Bawang Merah 214.100 1.810.857.800 Kubis 318.300 815.802.900 Petsai/sawi 1.325.500 4.722.756.500 Kacang Panjang 787.600 3.014.145.200 Cabe Besar 1.075.900 6.616.785.000 Cabe Rawit 1.967.100 15.736.800.000 Tomat 520.600 1.887.175.000 Terong 527.200 1.361.757.600 Mentimun 741.300 1.281.707.700 Kangkung 36.600 117.412.800 Bayam 9.900 38.194.200

Sumber : Diadopsi dari Lampiran 8

Berdasarkan Tabel 18 dapat diketahui bahwa cabe rawit menghasilkan produksi paling banyak dan mempunyai nilai produksi tertinggi diantara komoditi sayuran lainnya di Kabupaten Klaten pada tahun 2007. Komoditi cabe rawit mampu berproduksi sebesar 1.967.100 kg dengan nilai produksi Rp. 15.736.800.000. Tanaman cabe rawit banyak diproduksi petani karena keadaan Kabupaten Klaten yang berupa dataran rendah yang relatif subur dan beriklim tropis dengan suhu kurang lebih 30oC menyebabkan tanaman cabe rawit dapat tumbuh subur.

Komoditi sayuran yang produksinya paling sedikit pada tahun 2007 adalah bayam sebesar 9.900 kg dan nilai produksinya juga yang terkecil, yaitu sebesar Rp. 38.194.200. Rendahnya produksi bayam ini disebabkan bayam tidak banyak ditanam dan pada umumnya petani

62

mengusahakan bayam hanya sebagai usaha sampingan terutama untuk kebutuhan keluarga, sedangkan hanya sedikit yang hasilnya untuk dijual.

Selain komoditi padi, palawija dan sayuran, komoditi tanaman bahan makanan yang berupa buah-buahan juga relatif banyak dihasilkan di Kabupaten Klaten. Jenis komoditi buah-buahan di Kabupaten Klaten ada berbagai macam yang meliputi alpukat, belimbing, duku, durian, jambu biji, jeruk, mangga, manggis, nanas, pepaya, pisang, rambutan, salak, sawo, melon, semangka, jambu air, nangka, sirsak, sukun, melinjo dan petai. Adapun data jumlah produksi maupun nilai produksi komoditi tanaman bahan makanan yang berupa buah-buahan di Kabupaten Klaten pada tahun 2007 disajikan pada Tabel 19. Tabel 19. Produksi dan Nilai Produksi Komoditi Buah-buahan di

Kabupaten Klaten Tahun 2007

Komoditi Produksi (kg) Nilai Produksi (Rp) Alpukat 170.300 1.213.387.500 Belimbing 75.500 166.100.000 Duku/Langsat 48.800 375.174.400 Durian 836.900 13.855.716.400 Jambu biji 431.400 862.800.000 Jeruk 63.500 359.854.500 Mangga 3,580.100 18.795.525.000 Manggis 3.800 20.425.000 Nanas 4.400 7.774.800 Pepaya 1.041.700 2.300.073.600 Pisang 4.756.800 39.638.414.400 Rambutan 1.591.800 5.286.367.800 Salak 87.900 432.204.300 Sawo 132.300 529.200.000 Melon 797.400 2.066.063.400 Semangka 379.300 518.882.400 Jambu air 77.300 231.900.000 Nangka 2.011.400 3.017.100.000 Sirsak 19.900 59.700.000 Sukun 1.483.700 4.451.100.000 Melinjo 2.554.700 20.756.937.500 Petai 1.198.000 9.519.308.000

Sumber : Diadopsi dari Lampiran 8

Jenis komoditi buah yang paling banyak diproduksi di Kabupaten Klaten adalah pisang yaitu sebesar 4.756.800 kg dan pisang juga memiliki nilai produksi paling besar diantara komoditi buah-buahan yang lain, yaitu Rp. 39.638.414.400. Tanaman pisang diproduksi hampir tersebar merata di seluruh kecamatan di Kabupaten Klaten. Kecamatan

63

yang paling banyak memproduksi pisang adalah Kecamatan Juwiring. Pisang banyak diproduksi di Kabupaten Klaten karena dipengaruhi faktor alam di Kabupaten Klaten yang topografinya berupa dataran rendah, berada pada ketinggian di bawah 500 m, beriklim tropis dan kisaran curah hujan 2.000 mm/tahun, sehingga mendukung pertumbuhan pisang dengan baik.

Sedangkan komoditi buah-buahan di Kabupaten Klaten yang produksinya paling rendah pada tahun 2007 adalah manggis, yaitu sebesar 3.800 kg, tetapi manggis memiliki nilai produksi relatif besar, yaitu Rp. 20.425.000 dikarenakan manggis tidak banyak diusahakan masyarakat Klaten, sehingga harga manggis juga relatif mahal jika dibandingkan buah-buahan lainnya. Seperti halnya produksi tanaman nanas di Kabupaten Klaten termasuk rendah dan nilai produksinya adalah paling kecil, yaitu sebesar Rp. 7.774.800. Nanas tidak banyak diproduksi di Kabupaten Klaten karena faktor alam yang kurang mendukung pertumbuhan nanas. Selain itu juga sempitnya lahan yang digunakan untuk mengusahakan tanaman nanas di Kabupaten Klaten.

2. Subsektor Perkebunan

Subsektor perkebunan di Kabupaten Klaten memberikan sumbangan sebesar 0,77 persen terhadap sektor pertanian Kabupaten Klaten pada tahun 2007. Produksi tanaman perkebunan merupakan sumber devisa sektor pertanian. Perkebunan rakyat di Kabupaten Klaten mengusahakan komoditi perkebunan berupa kelapa, kopi, cengkeh, kapuk, lada, cabe jamu, sirih, tembakau, tebu, wijen dan nilam. Tanaman kopi di Kabupaten Klaten ada dua jenis, yaitu kopi Arabika dan kopi Robusta. Sedangkan jenis tembakau terdiri atas tembakau rajang, tembakau asepan, tembakau Virginia, tembakau Vorstenland (VBN) dan tembakau Vorstenland (NO). Jenis tembakau rajang, tembakau asepan, dan tembakau Virginia merupakan jenis tembakau yang dikelola langsung oleh petani dan tembakau Vorstenland baik yang VBN maupun NO dikelola oleh petani dengan pembinaan dari PT. Perkebunan Nusantara X. Berikut ini beberapa jenis komoditi, jumlah produksi dan nilai produksi komoditi subsektor perkebunan di Kabupaten Klaten pada tahun 2007 disajikan pada Tabel 20.

Tabel 20. Produksi dan Nilai Produksi Komoditi Subsektor Perkebunan di Kabupaten Klaten Tahun 2007

Komoditi Produksi (kg) Nilai Produksi (Rp) Kelapa 6.002.096 11.752.103.968 Kopi Arabika 153.900 329.653.800 Kopi Robusta 3.174 6.348.000 Cengkeh 51.575 1.704.141.150 Kapuk 47.268 346.616.244 Lada 14.941 401.658.903

64

Cabe Jamu 2.100 54.600.000 Sirih 16.858 16.858.000 Tembakau Rajang 848.000 33.920.000.000 Tembakau Asepan 943.445 16.510.287.500 Tembakau Virginia 15.300 122.400.000 Tembakau VBN 237.450 2.137.050.000 Tembakau NO 76.881 653.488.500 Tebu 5.822.055 36.434.420.190 Wijen 14.175 99.225.000 Nilam 48.175 111.621.475

Jumlah 14.297.393 104.600.472.730

Sumber : Diadopsi dari Lampiran 9

Berdasarkan Tabel 20 dapat diketahui bahwa pada tahun 2007 komoditi subsektor perkebunan di Kabupaten Klaten yang memiliki jumlah produksi terbesar adalah kelapa yaitu sebesar 6.002.096 kg. Jenis kelapa yang diproduksi di Kabupaten Klaten terdiri dari kelapa dalam, kelapa hybrida dan kelapa deres. Sedangkan komoditi perkebunan di Kabupaten Klaten yang memiliki nilai produksi yang paling besar adalah tebu, yaitu sebesar Rp. 36.434.420.190. Tanaman tebu dikembangkan di seluruh kecamatan di wilayah Klaten kecuali di Kecamatan Juwiring, Polanharjo dan Kemalang.

Komoditi perkebunan yang produksinya paling kecil adalah cabe jamu yaitu 2.100 kg, dimana cabe jamu hanya diusahakan di beberapa kecamatan, seperti di Kecamatan Prambanan, Jogonalan, Tulung dan Kecamatan Jatinom. Sedangkan nilai produksi terkecil komoditi perkebunan adalah Kopi Robusta yaitu sebesar Rp. 6.348.000. Rendahnya nilai produksi ini disebabkan jumlah produksi Kopi Robusta yang sedikit yaitu 3.174 kg dan hanya sedikit wilayah di Kabupaten Klaten yang mengusahakannya.

3. Subsektor Peternakan

Subsektor Peternakan memberikan sumbangan yang besar pada urutan kedua setelah subsektor tanaman bahan makanan terhadap sektor pertanian di Kabupaten Klaten pada tahun 2007, yaitu sebesar 16,42 persen. Subsektor Peternakan di Kabupaten Klaten dimanfaatkan sebagai komoditi perdagangan, selain itu juga sebagai sumber protein hewani, sumber tenaga pengolah lahan pertanian juga digunakan sebagai alat angkut. Komoditi peternakan tidak hanya menghasilkan daging, susu, telur maupun kulit/lulang sebagai sumber pendapatan, tetapi juga mendapatkan keuntungan dari penjualan pupuk kandang, retribusi penjualan ternak, retribusi rumah pemotongan hewan, dan retribusi alat transportasi ternak.

65

Peternakan yang ada di Kabupaten Klaten dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu ternak besar, ternak kecil dan ternak unggas. Ternak besar terdiri atas sapi perah, sapi potong, kerbau dan kuda. Ternak kecil terdiri atas kambing, domba dan babi. Sedangkan ternak unggas terdiri dari ayam buras (ayam kampung), ayam pedaging, ayam petelur, itik, entok, angsa dan burung puyuh. Adapun produksi dan nilai produksi yang dihasilkan oleh subsektor peternakan di Kabupaten Klaten disajikan pada Tabel 21.

Tabel 21. Produksi dan Nilai Produksi Komoditi Subsektor Peternakan di Kabupaten Klaten Tahun 2007

Komoditi Produksi (kg) Nilai Produksi (Rp) Sapi 2.113.020 118.329.120.000 Kerbau 1.617.750 55.003.500.000 Kambing 1.887.445 57.567.072.500 Domba 1.513.588 46.164.434.000 Babi 36.696 990.792.000 Ayam Buras 2.147.438 32.211.570.000 Ayam Pedaging 9.766.106 117.193.272.000 Ayam Petelur 6.754.872 5.066.154.000 Itik (ekor) 390.955 11.728.650.000 Entok (ekor) 16.450 575.750.000 Angsa (ekor) 9.831 344.085.000 Burung Puyuh 1.122.798 112.279.800 Susu (liter) 3.006.677 7.516.692.500

Jumlah 30.383.626 452.803.371.800 Sumber : Diadopsi dari Lampiran 9

Tabel 21 menunjukkan bahwa komoditi peternakan yang nilai produksinya paling besar di Kabupaten Klaten pada tahun 2007 adalah sapi, yaitu sebesar Rp. 118.329.120.000 dengan jumlah produksi daging sapi sebanyak 2.113.020 kg. Hal ini dapat diketahui bahwa sapi merupakan komoditi yang paling besar kontribusinya terhadap pendapatan subsektor peternakan di Kabupaten Klaten.

Jenis komoditi ternak unggas yang paling banyak diusahakan oleh penduduk Kabupaten Klaten adalah ayam ras. Ayam ras pedaging (broiler) memiliki jumlah produksi paling besar diantara komoditi peternakan lainnya, yaitu menghasilkan 9.766.106 kg dan dengan nilai produksinya sebesar Rp.117.193.272.000. Ayam ras petelur (layer) menghasilkan telur 6.754.872 kg dengan nilai produksi sebesar Rp.5.066.154.000. Hal ini dikarenakan hasil dari ayam ras pedaging dan

66

petelur umum dikonsumsi masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, yaitu melalui daging dan telurnya yang relatif murah dan bergizi. Sedangkan komoditi ternak unggas yang paling sedikit diusahakan oleh penduduk Kabupaten Klaten adalah angsa yang populasinya sebanyak 9.831 ekor.

Hasil dari berbagai komoditi subsektor peternakan di Kabupaten Klaten ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan protein hewani penduduk daerah maupun luar daerah Kabupaten Klaten serta dapat menghasilkan pendapatan bagi penduduk sehingga kesejahteraan penduduk dapat lebih meningkat.

4. Subsektor Kehutanan

Subsektor Kehutanan memberikan sumbangan sebesar 0,71 persen terhadap sektor pertanian di Kabupaten Klaten pada tahun 2007. Sumbangan subsektor kehutanan terhadap sektor pertanian tersebut menempati urutan keempat, yaitu setelah subsektor tanaman bahan makanan, peternakan, dan perkebunan.

Potensi subsektor kehutanan di Kabupaten Klaten meliputi hutan negara dan hutan rakyat. Hutan negara seluas 1.450 ha yang terdiri dari hutan lindung (810,6 ha) terletak di lereng Gunung Merapi dan Kemalang, dan hutan produksi (639,8 ha) terletak di Kecamatan Bayat, Kalikotes, dan Wedi. Hutan rakyat terdiri dari pola swadaya, bantuan pemerintah, dan pola kemitraan. Hutan rakyat dikembangkan khusus pada wilayah yang masih mempunyai lahan kritis. Hutan rakyat diusahakan penduduk dengan bantuan pemerintah yaitu dari proyek penghijauan, proyek bantuan bibit, dan GNRHL (Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan).

Hasil komoditi dari subsektor kehutanan di Kabupaten Klaten ada dua jenis yaitu hasil yang berupa kayu dan non kayu. Jenis kayu yang diusahakan antara lain kayu jati, mahoni, sengon, mindi, trembesi, bayur, dan akasia. Sedangkan hasil hutan jenis non kayu adalah kokon ulat sutera dan madu. Kokon ulat sutera banyak diusahakan di Kecamatan Trucuk, Kecamatan Jatinom dan Kecamatan Tulung. Dalam perkembangannya budidaya ulat sutera berhenti sama sekali karena kendala bibit ulatnya yang selalu ada ketergantungan dengan produksi telur. Budidaya lebah madu dilaksanakan oleh kelompok tani lebah yang berada di Kecamatan Bayat dan Kecamatan Jatinom. Jumlah produksi madu tahun 2007 sebanyak 1.200 kg. Adapun data produksi dan nilai produksi komoditi kehutanan secara lebih rinci disajikan pada Tabel 22.

Tabel 22. Produksi dan Nilai Produksi Komoditi Subsektor Kehutanan di Kabupaten Klaten Tahun 2007

Komoditi Produksi (m3) Nilai Produksi (Rp) Jati 3.816.215 11.448.645.000 Mahoni 2.815.979 2.111.984.250

67

Sengon 18.157.960 9.078.980.000 Mindi 3.207.292 1.603.646.000 Trembesi 2.378.048 1.070.121.600 Bayur 62.690 28.210.500 Akasia 303.172 227.379.000 Madu (kg) 1.200 36.000.000

Jumlah 31.941.356 25.604.966.350

Sumber : Diadopsi dari Lampiran 9

Berdasarkan pada Tabel 22 dapat diketahui bahwa komoditi subsektor kehutanan yang memiliki nilai produksi terbesar pada tahun 2007 adalah kayu jati yaitu sebesar Rp.11.448.645.000,00. Nilai produksi kayu jati merupakan paling besar diantara komoditi kehutanan yang lain, karena jumlah produksi kayu jati termasuk besar yaitu 3.816.215 m3. Masyarakat relatif banyak mengusahakan tanaman jati karena selain secara umum kayu jati cocok untuk ditanam di daerah Kabupaten Klaten, kayu jati juga memiliki nilai ekonomis yang paling tinggi jika dibandingkan dengan komoditi kehutanan yang lainnya.

Hutan di Kabupaten Klaten selain berfungsi sebagai penyangga air, juga digunakan sebagai obyek wisata yaitu di Deles di kawasan lereng Gunung Merapi. Disamping itu hasil hutan yang berupa kayu digunakan sebagai bahan baku industri mebel. Pembangunan subsektor kehutanan di Kabupaten Klaten diarahkan agar dapat meningkatkan kesejahteraan petani hutan.

5. Subsektor Perikanan

Subsektor Perikanan memberikan sumbangan paling kecil terhadap sektor pertanian di Kabupaten Klaten pada tahun 2007 yaitu sebesar 0,29 persen. Pembangunan subsektor perikanan di Kabupaten Klaten ditujukan untuk menciptakan usaha perikanan yang memanfaatkan sumberdaya secara efisien dan berkelanjutan, maju, mandiri serta berwawasan akuabisnis yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

Potensi perikanan di Kabupaten Klaten terbagi menjadi perikanan darat dan perikanan umum dengan luas total 465,9 ha. Perikanan darat terdiri dari kolam (28,19 ha), sawah (5,40 ha) dan keramba (28,21 ha), sedangkan perikanan umum terdiri dari waduk (180 ha), sungai (181,36 ha) dan genangan air (42,75 ha). Pada tahun 2007 produksi ikan yang berasal dari kolam 16.488,85 kw, dari sawah 28 kw, dari keramba 3.516 kw, waduk 2.042,74 kw, sungai 1.059 kw dan genangan air menghasilkan 294 kw. Produksi ikan terbesar adalah Kecamatan Bayat dan Kecamatan Polanharjo. Hal ini disebabkan karena di Kecamatan Bayat dan Polanharjo terdapat kolam pemancingan yang sekaligus dimanfaatkan sebagai obyek wisata. Jenis ikan yang dihasilkan

68

bermacam-macam, meliputi ikan karper, tawes, nila, mujahir, lele, gabus, belut, gurami, katak hijau, wader, dan udang kali. Adapun data produksi dan nilai produksi komoditi subsektor perikanan di Kabupaten Klaten.

Tabel 23. Produksi dan Nilai Produksi Komoditi Subsektor Perikanan di Kabupaten Klaten Tahun 2007

Komoditi Produksi (kg) Nilai Produksi (Rp) Karper 11.588 107.189.000 Tawes 38.775 281.118.750 Nila 1.214.318 10.018.123.500 Mujahir 4.865 34.055.000 Lele 857.947 6.863.576.000 Gabus 9.945 79.560.000 Belut 20.336 279.620.000 Gurami 1.190 19.040.000 Katak Hijau 15.801 169.860.750 Wader 42.501 371.883.750 Udang Kali 33.177 356.652.750 Ikan lainnya 92.418 670.030.500

Jumlah 2.342.861 19.250.710.000

Sumber : Diadopsi dari Lampiran 9

Tabel 23 menunjukkan bahwa nilai produksi komoditi perikanan terbesar di Kabupaten Klaten pada tahun 2007 adalah ikan nila yaitu sebesar Rp 10.018.123.500 dengan jumlah produksi juga paling besar diantara komoditi perikanan yang lain, yaitu sebesar 1.214.318 kg. Komoditi perikanan yang memiliki nilai produksi terkecil adalah ikan gurami yaitu Rp.19.040.000 dengan jumlah produksinya juga terkecil yaitu sebesar 1.190 kg.

Secara umum produksi komoditi perikanan di Kabupaten Klaten mengalami kenaikan dengan produksi 2.342.861 kg dibandingkan dengan tahun 2006 yaitu mencapai 2.315.379 kg. Oleh karena itu, sumbangan terhadap total PDRB sektor pertanian pada tahun 2007 juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2006 karena nilai produksi dari komoditi tersebut juga meningkat.

69

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Keragaan Umum Komoditi Tanaman Bahan Makanan di Kabupaten

Klaten

Kabupaten Klaten merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi wilayah pada sektor pertanian yang ditunjukkan dengan keadaan alam yang mendukung. Sektor pertanian termasuk memiliki peranan yang penting dalam pembangunan daerah Kabupaten Klaten. Sektor pertanian di Kabupaten Klaten terdiri dari lima subsektor, yaitu subsektor tanaman bahan makanan, subsektor perkebunan, subsektor peternakan, subsektor kehutanan, dan subsektor perikanan Dari kelima subsektor pertanian, subsektor tanaman bahan makanan merupakan subsektor pertanian yang paling banyak memberikan sumbangan terhadap sektor pertanian di Kabupaten Klaten. Hal ini dapat diketahui dari berbagai macam komoditi yang dihasilkan oleh subsektor tanaman bahan makanan, dimana komoditi ini memiliki jumlah produksi paling banyak diantara komoditi dari subsektor pertanian yang lain.

Subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten menghasilkan komoditi tanaman bahan makanan yang terdiri dari komoditi tanaman pangan (padi dan palawija), komoditi sayuran dan komoditi buah-buahan. Masing-masing komoditi tanaman bahan makanan memiliki tingkat laju pertumbuhan dan besar kontribusi yang berbeda-beda terhadap sektor pertanian di Kabupaten Klaten. Adapun secara lebih rinci keadaan laju pertumbuhan dan kontribusi dari masing-masing komoditi tanaman bahan makanan terhadap sektor pertanian secara keseluruhan yang ada di Kabupaten Klaten dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Laju Pertumbuhan Komoditi Tanaman Bahan Makanan di

Kabupaten Klaten

Pertumbuhan komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten dapat diketahui dari tingkat laju pertumbuhan komoditi tanaman bahan makanan yang dihasilkan di Kabupaten Klaten dari tahun ke tahun. Laju pertumbuhan komoditi tanaman bahan makanan tersebut dapat menunjukkan tingkat perkembangan dari masing-masing komoditi di Kabupaten Klaten. Adapun laju pertumbuhan komoditi tanaman bahan makanan yang berupa komoditi tanaman pangan (padi dan palawija) di Kabupaten Klaten disajikan pada Tabel 24. Tabel 24. Laju Pertumbuhan Komoditi Padi dan Palawija di Kabupaten

Klaten Tahun 2004-2007 (%)

Komoditi 2004 2005 2006 2007 Rata-rata Padi -3,2159 25,9239 48,0685 18,4443 22,3052 Jagung 5,8450 3,7948 24,6768 23,4521 14,4422 Ubi Kayu -10,7053 18,4267 22,3247 50,2007 20,0617 Ubi Jalar 20,2847 13,8186 5,7669 77,0391 29,2273 Kacang Tanah 67,4960 -11,4913 -2,6775 -42,2447 2,7707

68

70

Kedelai 27,7992 -10,4348 36,8034 -31,0153 5,7882 Kacang Hijau 356,7468 -25,6869 24,9774 -37,9196 79,5294

Sumber: Diadopsi dari Lampiran 10 Berdasarkan Tabel 24 dapat diketahui bahwa laju pertumbuhan

komoditi padi dan palawija di Kabupaten Klaten tahun 2004-2007 secara umum mengalami pertumbuhan yang cenderung fluktuatif. Komoditi yang selalu mengalami pertumbuhan positif dari tahun 2004-2007 adalah jagung dengan rata-rata pertumbuhan 14,4422% dan ubi jalar dengan rata-rata pertumbuhan 29,2273%. Hal ini berarti bahwa produksi jagung dan ubi jalar selalu mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Sedangkan padi dan ubi kayu terjadi pertumbuhan negatif pada tahun 2004 masing-masing besarnya -3,2159% dan -10,7053%, yang berarti bahwa padi dan ubi kayu terjadi penurunan nilai produksi pada tahun 2004. Hal ini disebabkan oleh karena harga padi (gabah) dan ubi kayu pada tahun 2004 terjadi penurunan dari tahun sebelumnya, sehingga juga berpengaruh pada menurunnya nilai produksi padi dan ubi kayu. Komoditi padi dan palawija yang mempunyai rata-rata laju pertumbuhan tertinggi pada tahun 2004-2007 adalah kacang hijau yaitu sebesar 79,5294% dan jenis komoditi yang mempunyai rata-rata laju pertumbuhan terendah sebesar 2,7707% adalah kacang tanah. Rata-rata laju pertumbuhan komoditi padi dan palawija untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik Laju Pertumbuhan Rata-rata Komoditi Padi dan Palawija di Kabupaten Klaten Tahun 2004-2007

Komoditi sayur-sayuran juga termasuk salah satu jenis komoditi tanaman bahan makanan yang dihasilkan di Kabupaten Klaten. Adapun laju pertumbuhan komoditi tanaman bahan makanan yang berupa komoditi sayuran di Kabupaten Klaten disajikan pada Tabel 25. Tabel 25. Laju Pertumbuhan Komoditi Sayuran di Kabupaten Klaten

Tahun 2004-2007 (%)

Komoditi 2004 2005 2006 2007 Rata-rata Bawang Merah 0,0000 0,0000 763,9137 206,2876 485,1006 Kobis 38,9562 29,8269 -40,6930 215,7484 60,9596 Petsai/sawi 13,2988 29,5197 58,4561 55,0775 39,0881 Kacang Panjang 44,4693 -15,1827 18,9783 19,4414 16,9266 Cabe Besar 104,2066 1,5173 14,8257 -21,8650 24,6712

71

Cabe Rawit 243,3420 -43,5167 -9,1823 13,2050 50,9620 Tomat -39,3643 82,5465 115,9803 28,0172 46,7949 Terong 128,3198 56,8272 21,0037 90,2667 74,1044 Mentimun 35,0299 95,0935 -16,5814 -6,3372 26,8012 Kangkung 28,6561 16,4532 48,2430 226,3125 79,9162 Bayam -55,0204 -37,3775 16,4368 39,8840 -9,0193

Sumber: Diadopsi dari Lampiran 10 Berdasarkan Tabel 25 dapat diketahui bahwa laju pertumbuhan

komoditi sayuran di Kabupaten Klaten pada tahun 2004-2007 secara umun laju pertumbuhannya memiliki kecenderungan yang fluktuatif. Komoditi yang selalu mengalami pertumbuhan positif dari tahun 2004-2007 adalah petsai/sawi, terong dan kangkung dengan rata-rata pertumbuhannya masing-masing adalah sebesar 39,0881%; 79,9162% dan 74,1044%. Hal ini berarti bahwa petsai/sawi, terong dan kangkung selalu mengalami peningkatan produksi dari tahun sebelumnya. Sedangkan komoditi buah-buahan yang terjadi penurunan produksi pada tahun tertentu karena mengalami pertumbuhan negatif antara lain kobis, kacang panjang, cabe besar, cabe rawit, tomat, mentimun dan bayam.

Komoditi sayuran yang memiliki laju pertumbuhan rata-rata tertinggi pada tahun 2004-2007 adalah bawang merah sebesar 485,1006%. Bawang merah pada tahun 2004-2005 memiliki pertumbuhan nol, karena pada tahun tersebut petani tidak menanam bawang merah, sehingga tidak ada produksi yang dihasilkan. Sedangkan jenis komoditi yang mempunyai rata-rata laju pertumbuhan terendah -9,0193% adalah komoditi bayam. Rata-rata laju pertumbuhan komoditi sayuran untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik Laju Pertumbuhan Rata-rata Komoditi Sayuran di

Kabupaten Klaten Tahun 2004-2007

Selain tanaman padi, palawija dan sayuran, komoditi tanaman bahan makanan yang banyak menghasilkan beragam komoditi di Kabupaten Klaten adalah buah-buahan. Laju pertumbuhan komoditi tanaman bahan makanan yang berupa buah-buahan di Kabupaten Klaten disajikan pada Tabel 26.

72

Tabel 26. Laju Pertumbuhan Komoditi Buah-buahan di Kabupaten Klaten Tahun 2004-2007 (%)

Komoditi 2004 2005 2006 2007 Rata-rata Alpukat -81,4202 44,4297 -27,0739 334,6542 67,6474 Belimbing 39,1560 240,0797 77,6501 -9,9095 86,7441 Duku/langsat -68,7317 71,9012 87,3169 94,1896 46,1690 Durian 23,1096 196,8221 -16,7029 -61,8212 35,3519 Jambu biji -51,2983 -45,0343 402,0717 79,5695 96,3271 Jeruk -52,5830 76,6958 32,0901 57,2209 28,3559 Mangga -65,2523 229,5217 29,7687 -14,4903 44,8870 Manggis -56,0606 109,1954 -100,0000 0,0000 -15,6217 Nanas -96,0040 106,9395 -62,3502 167,7826 29,0920 Pepaya -31,3939 67,4844 -32,8172 5,0939 2,0918 Pisang -39,4159 -35,3086 19,0672 1,7090 -13,4871 Rambutan -14,1330 127,6375 11,8430 -72,6818 13,1664 Salak 179,3946 27,5038 134,2962 -30,2014 77,7483 Sawo -50,5878 20,2645 47,3550 -41,2364 -6,0512 Melon -74,7747 -45,1511 11,6136 16,9944 -22,8294 Semangka 36,2470 36,2484 -65,8142 -6,6414 0,0100 Jambu air -35,4305 111,5385 -47,9273 115,9218 36,0256 Nangka -62,8019 58,3716 -46,2578 17,0031 -8,4213 Sirsak -87,9607 639,5918 -39,5695 -45,4795 116,6455 Sukun -11,0554 147,8484 14,8698 -40,4639 27,7997 Melinjo -45,0875 -20,7164 48,2797 -34,1419 -12,9165 Petai -12,1167 45,2910 27,7360 -13,5805 11,8325

Sumber: Diadopsi dari Lampiran 10 Berdasarkan Tabel 26 dapat diketahui bahwa laju pertumbuhan

komoditi buah-buahan di Kabupaten Klaten selama periode tahun 2004-2007 secara umum mengalami pertumbuhan yang cenderung fluktuatif, kecuali buah duku yang pertumbuhannya selalu meningkat dari tahun ke tahun, dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 46,1690%. Semua komoditi buah-buahan di Kabupaten Klaten pernah mengalami pertumbuhan negatif pada tahun yang berbeda-beda. Hal ini menunjukkan bahwa komoditi buah-buahan dihasilkan di Kabupaten Klaten terjadi penurunan produksi pada tahun tertentu.

Laju pertumbuhan komoditi buah-buahan tertinggi terjadi pada tahun 2005 sebesar 639,5918% yaitu buah sirsak dengan rata-rata pertumbuhan juga paling tinggi diantara komoditi buah-buahan yang lain, yaitu sebesar 116,6455% dan laju pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2007 sebesar -100%, yaitu pada buah manggis. Sedangkan melon merupakan komoditi buah-buahan yang mempunyai rata-rata laju pertumbuhan terendah pada tahun 2004-2007 yaitu sebesar -22,8294%.

73

Hal ini dapat diketahui bahwa buah melon terjadi penurunan jumlah produksi yang relatif tinggi pada tahun 2004 dan 2005 dikarenakan pada tahun tersebut petani tidak banyak menanam melon, sehingga produksi yang dihasilkan juga rendah. Rata-rata laju pertumbuhan komoditi buah-buahan di Kabupaten Klaten dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik Laju Pertumbuhan Rata-rata Komoditi Buah-buahan di

Kabupaten Klaten Tahun 2004-2007

Secara umum komoditi tanaman bahan makanan yang memiliki rata-rata laju pertumbuhan paling tinggi diantara komoditi tanaman pangan, sayuran dan buah-buahan pada tahun 2004-2007 adalah komoditi bawang merah, yaitu sebesar 485,10%. Hal ini berarti bahwa bawang merah banyak dihasilkan petani di Kabupaten Klaten, tetapi pada tahun 2004-2005 tidak ada produksinya karena saat itu petani lebih memilih menanam tanaman lain yang dirasa lebih menguntungkan. Sedangkan komoditi tanaman bahan makanan yang memiliki rata-rata laju pertumbuhan paling rendah pada tahun 2004-2007 adalah komoditi melon yaitu sebesar -22,83%. Hal ini dapat diketahui bahwa buah melon terjadi penurunan jumlah produksi yang relatif tinggi pada tahun 2004 dan 2005 dikarenakan pada tahun tersebut petani tidak banyak menanam melon.

2. Kontribusi Komoditi Tanaman Bahan Makanan Kabupaten Klaten

Salah satu peranan sektor pertanian dalam pembangunan daerah Kabupaten Klaten adalah kontribusi yang diberikan terhadap pendapatan daerahyang relatif besar. Subsektor tanaman bahan makanan merupakan subsektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap sektor pertanian di Kabupaten Klaten diantara subsektor pertanian yang lain. Subsektor tanaman bahan makanan memperoleh kontribusi dari berbagai jenis komoditi tanaman pangan, sayuran dan buah-buahan. Kontribusi komoditi tanaman bahan makanan dapat diketahui dari perbandingan besarnya nilai produksi masing-masing komoditi tanaman bahan makanan terhadap total

74

nilai produksi komoditi pertanian secara keseluruhan yang dihasilkan di Kabupaten Klaten. Besarnya kontribusi masing-masing komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten disajikan pada Tabel 27, Tabel 28 dan Tabel 29. Tabel 27. Kontribusi Komoditi Padi dan Palawija di Kabupaten Klaten

Tahun 2004-2007 (%)

Komoditi 2004 2005 2006 2007 Rata-rata Padi 27,5559 34,6995 51,3790 60,8555 43,6225 Jagung 5,4800 5,6879 7,0915 8,7546 6,7535 Ubi Kayu 1,2726 1,5071 1,8436 2,7690 1,8481 Ubi Jalar 0,2007 0,2284 0,2416 0,4277 0,2746 Kacang Tanah 0,8418 0,7451 0,7251 0,4188 0,6827 Kedelai 1,7102 1,5317 2,0954 1,4455 1,6957 Kacang Hijau 0,1672 0,1243 0,1553 0,0964 0,1358

Sumber: Diadopsi dari Lampiran 11 Tabel 27 menunjukkan bahwa besarnya kontribusi komoditi

tanaman bahan makanan yang berupa komoditi padi dan palawija terhadap komoditi pertanian di Kabupaten Klaten. Komoditi padi dan palawija yang memberikan kontribusi yang cenderung meningkat selama kurun waktu 2004-2007 adalah komoditi padi, jagung, ubi kayu dan ubi jalar. Sedangkan komoditi palawija yang lain seperti kacang tanah, kedelai dan kacang hijau memberikan kontribusi yang memiliki kecenderungan fluktuatif dari tahun 2004 hingga 2007. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Grafik Kontribusi Komoditi Padi dan Palawija di Kabupaten Klaten Tahun 2004-2007

Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa padi merupakan komoditi tanaman pangan yang memberikan kontribusi terbesar selama periode tahun 2004-2007. Padi juga memiliki rata-rata kontribusi terbesar yaitu 43,6225%. Hal ini dikarenakan padi merupakan makanan pokok penduduk di Kabupaten Klaten, sehingga petani selalu mengusahakan tanaman padi, baik padi sawah maupun padi gogo. Petani juga mengupayakan peningkatan produksi padi untuk dapat memenuhi permintaan sebagian besar penduduk daerah maupun luar daerah Kabupaten Klaten guna memenuhi kebutuhan pangan. Oleh karena itu,

75

padi termasuk komoditi tanaman pangan yang paling banyak dihasilkan di Kabupaten Klaten. Sedangkan komoditi palawija yang memberikan kontribusi paling kecil adalah kacang hijau dengan rata-rata kontribusi yang juga terkecil yaitu sebesar 0,1358% karena jumlah produksi yang dihasilkan juga kecil dari tahun ke tahun. Tabel 28. Kontribusi Komoditi Sayuran di Kabupaten Klaten Tahun

2004-2007 (%)

Komoditi 2004 2005 2006 2007 Rata-rata Bawang Merah 0,0000 0,0044 0,0379 0,1161 0,0528 Kubis 0,0215 0,0279 0,0166 0,0523 0,0296 Sawi 0,0952 0,1232 0,1953 0,3029 0,1791 Kacang Panjang 0,1604 0,1360 0,1618 0,1933 0,1629 Cabe Besar 0,4659 0,4729 0,5431 0,4243 0,4765 Cabe Rawit 1,7378 0,9816 0,8914 1,0092 1,1550 Tomat 0,0240 0,0438 0,0945 0,1210 0,0708 Terong 0,0242 0,0379 0,0459 0,0873 0,0488 Mentimun 0,0539 0,1052 0,0878 0,0822 0,0823 Kangkung 0,0013 0,0016 0,0023 0,0075 0,0032 Bayam 0,0024 0,0015 0,0018 0,0024 0,0020

Sumber: Diadopsi dari Lampiran 11 Kontribusi komoditi sayuran yang cenderung terjadi peningkatan

dari tahun 2004 hingga 2007 adalah komoditi sawi, tomat, terong dan kangkung. Hal ini dikarenakan di setiap tahunnya komoditi tersebut ada peningkatan produksi. Komoditi sayuran yang lain seperti bawang merah, kubis, kacang panjang, cabe besar, cabe rawit, mentimun dan bayam memberikan kontribusi dari tahun 2004 hingga 2007 yang cenderung fluktuatif. Hal ini dikarenakan produksi komoditi tersebut juga fluktuatif dari tahun ke tahun. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Grafik Kontribusi Komoditi Sayuran di Kabupaten Klaten

Tahun 2004-2007

76

Sesuai dengan Gambar 6 tersebut dapat diketahui bahwa komoditi sayuran yang memiliki kontribusi terbesar diantara komoditi yang lain pada tahun 2004-2007 adalah cabe rawit dengan rata-rata sebesar 1,1550%. Hal ini disebabkan produksi cabe rawit dari tahun 2004 hingga 2007 terjadi peningkatan karena petani di Kabupaten Klaten banyak yang menanam cabe rawit. Sedangkan rata-rata kontribusi komoditi sayuran yang paling kecil adalah sebesar 0,0020%, yaitu komoditi kangkung. Hal ini disebabkan produksi kangkung di Kabupaten Klaten tiap tahun sedikit.

Selain dari komoditi tanaman pangan dan sayuran, kontribusi komoditi tanaman bahan makanan juga diperoleh dari komoditi buah-buahan. Adapun kontribusinya disajikan pada Tabel 29. Tabel 29. Kontribusi Komoditi Buah-buahan di Kabupaten Klaten Tahun

2004-2007 (%)

Komoditi 2004 2005 2006 2007 Rata-rata Alpukat 0,0170 0,0245 0,0179 0,0778 0,0343 Belimbing 0,0020 0,0067 0,0118 0,0107 0,0078 Duku 0,0038 0,0066 0,0124 0,0241 0,0117 Durian 0,9413 2,7940 2,3273 0,8885 1,7378 Jambu biji 0,0112 0,0061 0,0308 0,0553 0,0259 Jeruk 0,0063 0,0111 0,0147 0,0231 0,0138 Mangga 0,3296 1,0862 1,4096 1,2053 1,0077 Manggis 0,0011 0,0023 0,0000 0,0013 0,0016 Nanas 0,0002 0,0005 0,0002 0,0005 0,0004 Pepaya 0,1247 0,2089 0,1403 0,1475 0,1554 Pisang 3,2446 2,0990 2,4992 2,5419 2,5962 Rambutan 0,4874 1,1095 1,2409 0,3390 0,7942 Salak 0,0133 0,0169 0,0397 0,0277 0,0244 Sawo 0,0326 0,0392 0,0578 0,0339 0,0409 Melon 0,1850 0,1015 0,1132 0,1325 0,1330 Semangka 0,0765 0,1043 0,0356 0,0333 0,0624 Jambu air 0,0063 0,0132 0,0069 0,0149 0,0103 Nangka 0,1943 0,3077 0,1654 0,1935 0,2152 Sirsak 0,0016 0,0116 0,0070 0,0038 0,0060 Sukun 0,1684 0,4174 0,4794 0,2854 0,3377 Melinjo 1,7192 1,3631 2,0211 1,3311 1,6086 Petai 0,3806 0,5530 0,7064 0,6104 0,5626

Sumber: Diadopsi dari Lampiran 11 Berdasarkan Tabel 29 dapat diketahui bahwa kontribusi komoditi

buah-buahan secara umun cenderung fluktuatif selama periode tahun 2004 hingga 2007, kecuali komoditi duku dan jeruk memberikan kontribusi yang selalu meningkat dari tahun ke tahun, dengan rata-rata kontribusi komoditi masing-masing sebesar 0,0117% dan 0,0138%. Kontribusi duku

77

dan jeruk yang meningkat disebabkan produksi komoditi yang juga terjadi peningkatan dari tahun ke tahun, karena petani banyak yang mengusahakannya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Gambar 7.

Gambar 7. Grafik Kontribusi Komoditi Buah-buahan di Kabupaten Klaten

Tahun 2004-2007

Berdasarkan Gambar 7 dapat diketahui bahwa komoditi buah-buahan yang memiliki rata-rata kontribusi paling besar pada tahun 2004-2007 adalah pisang yaitu sebesar 2,5962%. Hal ini disebabkan karena lahan di Kabupaten Klaten banyak yang ditanami pisang, sehingga produksi diperoleh juga relatif besar bahkan terjadi peningkatan dari tahun ke tahun. Sedangkan rata-rata kontribusi komoditi buah-buahan yang paling kecil adalah sebesar 0,0004%, yaitu komoditi nanas. Hal ini

78

disebabkan produksi nanas di Kabupaten Klaten tiap tahun hanya sedikit karena petani juga tidak banyak yang menanam nanas.

Secara umum komoditi tanaman bahan makanan yang memberikan kontribusi paling besar diantara komoditi tanaman pangan, sayuran dan buah-buahan adalah komoditi padi dengan rata-rata kontribusi sebesar 43,6225%. Besarnya kontribusi padi ini dipengaruhi oleh jumlah produksi dan harga padi (gabah) pada tahun tertentu, yang kemudian menghasilkan nilai produksi padi. Nilai produksi padi merupakan yang paling tinggi diantara komoditi tanaman bahan makanan, bahkan juga tertinggi diantara komoditi pertanian lain secara keseluruhan di Kabupaten Klaten. Oleh karena itu, padi memberikan kontribusi yang terbesar terhadap komoditi pertanian di Kabupaten Klaten. Kontribusi komoditi tanaman bahan makanan yang paling kecil adalah komoditi nanas yaitu sebesar 0,0004%, yaitu komoditi nanas. Hal ini disebabkan produksi nanas di Kabupaten Klaten tiap tahun hanya sedikit dan juga harga nanas yang relatif murah, sehingga nilai produksi yang dihasilkan juga rendah.

B. Klasifikasi Komoditi Tanaman Bahan Makanan di Kabupaten Klaten

dengan Pendekatan Tipologi Klassen

Penentuan klasifikasi komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten dapat diketahui dengan menggunakan analisis pendekatan Tipologi Klassen. Analisis Pendekatan Tipologi Klassen merupakan alat analisis yang dapat digunakan untuk mengklasifikasi/mengkategorikan komoditi tanaman bahan makanan yang menjadi prioritas atau unggulan suatu daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu tingkat laju pertumbuhan dan besarnya kontribusi komoditi tanaman bahan makanan terhadap kontribusi PDRB Kabupaten Klaten.

Laju pertumbuhan komoditi tanaman bahan makanan merupakan proses perubahan komoditi, perubahan yang berupa jumlah produksi maupun harga di tingkat produsen yang terjadi dari tahun ke tahun. Laju pertumbuhan memiliki kriteria tumbuh cepat, jika laju pertumbuhan komoditi tanaman bahan makanan lebih besar atau sama dengan laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Klaten. Sedangkan komoditi dikatakan tumbuh lambat, jika laju pertumbuhan komoditi tanaman bahan makanan lebih kecil daripada laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Klaten.

Kontribusi komoditi tanaman bahan makanan ditunjukkan dengan perbandingan antara nilai produksi komoditi tanaman bahan makanan terhadap total nilai produksi dari komoditi pertanian, kemudian dibandingkan dengan besarnya nilai kontribusi PDRB Kabupaten Klaten terhadap kontribusi PDRB Provinsi Jawa Tengah. Kriteria kontribusi dikatakan memiliki kontribusi besar, jika kontribusi komoditi tanaman bahan makanan lebih besar atau sama dengan kontribusi PDRB Kabupaten Klaten. Sedangkan kontribusi dikatakan kecil, jika kontribusi komoditi tanaman bahan makanan memilki nilai yang lebih kecil daripada kontribusi PDRB Kabupaten Klaten.

Hasil dari analisis Tipologi Klassen ini menunjukkan posisi pertumbuhan dan kontribusi komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten

79

Klaten. Berdasarkan Matriks Tipologi Klassen, komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu komoditi prima, komoditi berkembang, dan komoditi terbelakang. Adapun matriks Tipologi Klassen komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten dapat dilihat pada Tabel 30.

Tabel 30. Matriks Tipologi Klassen Komoditi Tanaman Bahan Makanan di Kabupaten Klaten

Kontribusi Komoditi

Laju Pertumbuhan Komoditi

Kontribusi Besar (Kontribusi komoditi i > Kontribusi PDRB)

Kontribusi Kecil (Kontribusi komoditi i < Kontribusi PDRB)

Tumbuh Cepat (rkomoditi i > rPDRB)

Komoditi Prima: padi dan jagung

Komoditi Berkembang: ubi kayu, durian,

kedelai, cabe rawit, mangga, rambutan, petai, cabe besar, sukun, ubi jalar,

sawi, kacang panjang, kacang hijau, mentimun, tomat, terong, bawang merah, alpukat, kubis,

jambu biji, salak, jeruk, duku, jambu air,

belimbing, sirsak, kangkung, dan nanas

Tumbuh Lambat (rkomoditi i< rPDRB)

Komoditi Potensial: -

Komoditi Terbelakang: pisang, melinjo,

kacang tanah, nangka, pepaya, melon,

semangka, sawo, bayam, dan manggis

Sumber: Diadopsi dari Lampiran 13 Berdasarkan Tabel 30 dapat diketahui bahwa dari hasil analisis

Tipologi Klassen, diperoleh klasifikasi komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten terdiri atas tiga kategori yaitu komoditi prima, komoditi berkembang dan komoditi terbelakang. Komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten tidak ada yang termasuk kategori komoditi potensial, karena di Kabupaten Klaten tidak terdapat komoditi tanaman bahan makanan yang memiliki kriteria laju pertumbuhan lambat dan memberikan kontribusi besar terhadap PDRB Kabupaten Klaten. Adapun penjelasan secara rinci

80

mengenai hasil klasifikasi komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten adalah sebagai berikut:

1. Komoditi Prima

Komoditi prima adalah komoditi tanaman bahan makanan yang memiliki kriteria laju pertumbuhan cepat dan kontribusi komoditi yang besar terhadap PDRB Kabupaten Klaten. Berdasarkan hasil analisis Tipologi Klassen, terdapat dua jenis komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten yang termasuk kategori komoditi prima, yaitu komoditi padi dan jagung. Hal ini menunjukkan bahwa padi dan jagung merupakan komoditi yang memiliki keunggulan diantara komoditi tanaman bahan makanan yang lain, karena padi dan jagung memiliki laju pertumbuhan cepat dan kontribusinya yang besar terhadap PDRB Kabupaten Klaten.

Padi termasuk komoditi prima di Kabupaten Klaten karena laju pertumbuhannya cepat dan kontribusinya yang besar terhadap PDRB Kabupaten Klaten. Laju pertumbuhan padi dikatakan cepat karena tingkat laju pertumbuhan padi lebih besar nilainya, yaitu 22,3052% dibandingkan dengan laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Klaten yang nilainya sebesar 3,7651%. Sedangkan kontribusi padi yang besar ditunjukkan dengan kontribusinya senilai 43,6225% yang lebih besar daripada kontribusi PDRB Kabupaten Klaten yang senilai 2,8511%.

Laju pertumbuhan yang cepat dan kontribusi padi yang besar ini dipengaruhi oleh jumlah produksi padi yang cenderung terjadi peningkatan dari tahun ke tahun dan juga ditunjang dengan peningkatan harga gabah setiap tahunnya. Hasil produksi padi juga merupakan terbesar diantara komoditi pertanian lain di Kabupaten Klaten. Hal ini dapat terjadi tentunya didukung oleh kondisi topografis di Kabupaten Klaten yang sebagian besar dataran rendah dengan banyaknya sumber air yang ada dan sebesar 51% luas lahan di Kabupaten Klaten dimanfaatkan untuk lahan sawah. Oleh karena itu, padi termasuk komoditi yang memiliki peranan penting dalam pembangunan wilayah Kabupaten Klaten. Dengan demikian, pemerintah daerah bekerjasama dengan petani untuk terus berupaya mengembangkan komoditi padi lebih lanjut agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat maupun pendapatan daerah Kabupaten Klaten.

Komoditi tanaman bahan makanan yang termasuk kategori komoditi prima selain padi adalah komoditi jagung. Jagung memiliki laju pertumbuhan 14,4422% yang lebih besar daripada laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Klaten 3,7651%. Kontribusi jagung sebesar 6,7535% memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan kontribusi PDRB Kabupaten Klaten 2,8511%. Laju pertumbuhan jagung yang cepat ini dikarenakan nilai produksi yang diperoleh dari jagung dari tahun 2004-2007 memiliki kecenderungan yang meningkat. Sedangkan kontribusi jagung yang besar ini disebabkan oleh karena jumlah produksi jagung yang relatif besar di setiap tahunnya dan produksinya merupakan urutan kedua setelah komoditi padi. Hal ini dikarenakan jagung termasuk komoditi yang menjadi bahan pangan bagi masyarakat di Kabupaten

81

Klaten disamping mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok. Selain itu jagung juga dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan pakan ternak, sehingga banyaknya populasi ternak yang ada di Kabupaten Klaten dapat tercukupi kebutuhan pakannya dengan jagung yang memiliki jumlah produksi relatif besar pula. Oleh karena itu, komoditi jagung perlu untuk dikembangkan lebih lanjut oleh pemerintah daerah Kabupaten Klaten guna memenuhi permintaan masyarakat baik untuk bahan pangan maupun untuk pakan ternak, dan diharapkan dengan kontribusi yang semakin meningkat dapat juga meningkatkan pendapatan daerah Kabupaten Klaten.

2. Komoditi Berkembang

Komoditi berkembang adalah komoditi tanaman bahan makanan yang memiliki kriteria pertumbuhan cepat tetapi kontribusi komoditi yang kecil terhadap PDRB Kabupaten Klaten. Berdasarkan hasil analisis Tipologi Klassen, komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten yang termasuk kategori komoditi berkembang terdiri dari 28 komoditi. Komoditi berkembang ini meliputi ubi kayu, durian, kedelai, cabe rawit, mangga, rambutan, petai, cabe besar, sukun, ubi jalar, sawi, kacang panjang, kacang hijau, mentimun, tomat, terong, bawang merah, alpukat, kubis, jambu biji, salak, jeruk, duku, jambu air, belimbing, sirsak, kangkung, dan nanas. Hal ini dapat diketahui bahwa 28 komoditi tersebut merupakan komoditi yang memiliki keunggulan diantara komoditi tanaman bahan makanan yang lain, karena memiliki laju pertumbuhan cepat dimana laju pertumbuhan komoditi tersebut lebih besar daripada laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Klaten.

Komoditi ubi kayu, ubi jalar, kedelai dan kacang hijau merupakan komoditi palawija yang termasuk kategori komoditi berkembang. Diantara komoditi berkembang pada palawija, kacang hijau adalah komoditi yang mempunyai laju pertumbuhan terbesar yaitu 20,0617% dan ubi kayu merupakan komoditi palawija yang mempunyai kontribusi terbesar yaitu 1,8481%. Meskipun komoditi palawija tersebut memiliki laju pertumbuhan yang lebih besar daripada laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Klaten yang sebesar 3,7651%. Akan tetapi kontribusi ubi kayu yang termasuk komoditi berkembang yang kontribusinya terbesar diantara komoditi palawija lainnya, ternyata masih dibawah kontribusi PDRB Kabupaten Klaten yang sebesar 2,8511% maka dapat dikatakan bahwa komoditi berkembang ini memiliki kontribusi yang kecil terhadap PDRB Kabupaten Klaten.

Semua komoditi sayuran termasuk komoditi berkembang kecuali bayam. Jenis komoditi sayuran tersebut adalah bawang merah, kubis, sawi, kacang panjang, cabe besar, cabe rawit, tomat, terong, mentimun dan kangkung. Bawang merah adalah jenis komoditi sayuran yang laju pertumbuhannya paling besar diantara komoditi tanaman bahan makanan lainnya, yaitu sebesar 485,1006% tetapi kontribusinya hanya sebesar 0,0528%. Sedangkan cabe rawit memiliki kontribusi yang paling besar diantara komoditi sayuran yaitu sebesar 1,1550%, ternyata masih jauh

82

lebih kecil nilainya jika dibandingkan dengan kontribusi PDRB Kabupaten Klaten yang sebesar 2,8511%. Komoditi sayuran lainnya seperti kubis, sawi, kacang panjang, cabe besar, tomat, terong, mentimun dan kangkung juga memiliki laju pertumbuhan lebih besar daripada laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Klaten, tetapi tidak ada komoditi yang memiliki kontribusi besar terhadap PDRB Kabupaten Klaten.

Komoditi buah-buahan yang termasuk kategori komoditi berkembang terdiri dari alpukat, belimbing, duku, durian, jambu biji, jeruk, mangga, nanas, rambutan, salak, jambu air, sirsak, sukun, dan petai. Komoditi berkembang yang memiliki laju pertumbuhan paling besar diantara komoditi tanaman bahan makanan yang lain adalah sirsak yaitu sebesar 116,6455% dengan kontribusinya sebesar 0,0060%. Semua jenis buah-buahan yang termasuk komoditi berkembang ini memiliki laju pertumbuhan yang cepat, tetapi kontribusi yang dimiliki lebih kecil daripada kontribusi PDRB Kabupaten Klaten.

Secara umum kategori komoditi berkembang di Kabupaten Klaten merupakan komoditi tanaman bahan makanan yang termasuk jumlah komoditi terbanyak diantara kategori komoditi lain. Semua komoditi berkembang ini memiliki laju pertumbuhan yang cepat tetapi kontribusinya kecil terhadap PDRB Kabupaten Klaten. Besarnya tingkat laju pertumbuhan membuat komoditi berkembang dapat dikatakan mampu bersaing dengan komoditi lainnya. Akan tetapi perlu adanya upaya untuk meningkatkan besarnya kontribusi komoditi terhadap kontribusi PDRB Kabupaten Klaten agar peranan yang diberikan dapat menimbulkan pengaruh positif terhadap pembangunan ekonomi daerah Kabupaten Klaten seperti terjadinya peningkatan pendapatan daerah.

3. Komoditi Terbelakang

Komoditi terbelakang adalah komoditi tanaman bahan makanan yang memiliki kriteria laju pertumbuhan lambat dan kontribusi komoditi yang kecil terhadap PDRB Kabupaten Klaten. Berdasarkan hasil analisis Tipologi Klassen, ada 10 jenis komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten yang termasuk kategori komoditi terbelakang. Komoditi terbelakang tersebut adalah komoditi pisang, melinjo, kacang tanah, nangka, pepaya, melon, semangka, sawo, bayam, dan manggis.

Kacang tanah merupakan salah satu komoditi tanaman palawija di Kabupaten Klaten yang termasuk kategori komoditi terbelakang, padahal jenis palawija yang lain termasuk kategori komoditi prima dan komoditi berkembang. Hal ini dikarenakan produksi kacang tanah di Kabupaten Klaten dari tahun ke tahun cenderung terjadi penurunan produksi dan juga harga kacang tanah fluktuatif pada setiap tahunnya. Kacang tanah memiliki laju pertumbuhan hanya sebesar 2,7707% dimana nilainya lebih kecil dari laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Klaten yang sebesar 3,7651%. Sedangkan kontribusi kacang tanah sebesar 0,6827% jauh di bawah kontribusi PDRB Kabupaten Klaten. Oleh karena itu kacang tanah termasuk kategori komoditi terbelakang di Kabupaten Klaten.

83

Bayam merupakan satu-satunya komoditi tanaman sayuran yang termasuk kategori komoditi terbelakang padahal semua jenis sayuran dalam komoditi tanaman bahan makanan adalah termasuk komoditi berkembang. Bayam mengalami pertumbuhan sebesar -9,0193% yang berarti bahwa produksi bayam di Kabupaten Klaten cenderung menurun dari tahun ke tahun. Pertumbuhan bayam tersebut jelas lebih kecil daripada pertumbuhan PDRB Kabupaten Klaten yang sebesar 3,7651%. Rendahnya produksi dan tingkat pertumbuhannya, mengakibatkan bayam hanya mampu memberikan kontribusi sebesar 0,0020% dimana jauh lebih kecil daripada kontribusi PDRB Kabupaten Klaten yang sebesar 2,8511%.

Komoditi buah-buahan yang termasuk kategori komoditi terbelakang adalah manggis, pepaya, pisang, sawo, melon, semangka, nangka, dan melinjo. Komoditi terbelakang yang memiliki pertumbuhan paling besar diantara jenis buah-buahan adalah semangka yaitu sebesar 0,0100% dengan kontribusinya yang relatif rendah yaitu 0,0624%. Hal ini dikarenakan nilai produksi buah semangka di Kabupaten Klaten memiliki kecenderungan menurun di setiap tahunnya. Sedangkan komoditi terbelakang dari jenis buah-buahan yang memiliki kontribusi paling besar adalah pisang yaitu sebesar 2,5962% dengan pertumbuhannya -13,4871%. Produksi pisang di Kabupaten Klaten termasuk dalam jumlah yang relatif besar, tetapi apabila dilihat dari trendnya terjadi penurunan produksi setiap tahunnya. Buah-buahan lainnya seperti manggis, pepaya, sawo, melon, nangka, dan melinjo juga memiliki tingkat pertumbuhan yang termasuk lambat dan kontribusinya kecil terhadap PDRB Kabupaten Klaten.

Kategori komoditi terbelakang pada umumnya merupakan komoditi tanaman bahan makanan yang perlu diperhatikan oleh petani maupun pemerintah daerah di Kabupaten Klaten untuk dilakukan usaha pengembangan komoditi lebih lanjut. Laju pertumbuhan yang lambat dari tahun ke tahun maupun kontribusi komoditi yang kecil dibandingkan kontribusi PDRB Kabupaten Klaten akan menjadikan komoditi ini terpuruk diantara komoditi tanaman bahan makanan yang lainnya. Hal ini dapat terjadi karena adanya beberapa kendala dalam pengusahaan komoditi tersebut, seperti sempitnya luas lahan yang digunakan maupun rendahnya sumberdaya manusia dalam pengelolaan tanaman yang termasuk komoditi terbelakang. Oleh karena itu, perlu adanya usaha untuk pengembangan lebih lanjut komoditi terbelakang dengan memanfaatkan potensi wilayah dan juga dengan menggali sumberdaya yang tersedia seoptimal mungkin. Komoditi terbelakang diharapkan agar dapat laju pertumbuhan dan kontribusinya dapat lebih meningkat, sehingga juga akan meningkatkan peranan komoditi terhadap pembangunan sektor pertanian maupun pembangunan daerah Kabupaten Klaten.

C. Strategi Pengembangan Komoditi Tanaman Bahan Makanan di

Kabupaten Klaten

Pembangunan pertanian tanaman bahan makanan yang dilaksanakan di Kabupaten Klaten ternyata masih banyak kendala yang menghambat laju

84

peningkatan produksi, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani dimana juga akan berdampak negatif pada pembangunan ekonomi daerah Kabupaten Klaten. Pertanian tanaman bahan makanan dewasa ini masih bercirikan petani yang umumnya miskin, produktivitas rendah dan juga biaya produksi relatif mahal. Kondisi tersebut disebabkan oleh karena lahan garapan yang belum optimal, keterbatasan modal, lemahnya industri pengolahan hasil pertanian dan pemasaran hasil-hasilnya serta masih lemahnya kelembagaan ekonomi petani. Keadaan tersebut diperburuk lagi dengan adanya kecenderungan peningkatan perubahan fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian. Dengan situasi yang digambarkan tersebut, sehingga diperlukan upaya perbaikan kinerja pembangunan pertanian tanaman bahan makanan, yaitu dengan merumuskan perencanaan strategi-strategi pengembangan pertanian tanaman bahan makanan dalam kerangka pengembangan ekonomi daerah. Adanya strategi pengembangan yang tepat tersebut diharapkan dapat meningkatkan pendapatan daerah yang termasuk di dalamnya pendapatan dan kesejahteraan petani di Kabupaten Klaten.

Berdasarkan hasil klasifikasi komoditi tanaman bahan makanan dengan pendekatan Tipologi Klassen, maka dalam merumuskan perencanaan pengembangan ekonomi daerah Kabupaten Klaten dapat dilakukan dengan menentukan beberapa strategi pengembangan. Strategi pengembangan pertanian tanaman bahan makanan ini diarahkan pada komoditi yang dihasilkan sesuai dengan hasil klasifikasi. Strategi pengembangan komoditi tanaman bahan makanan ini dilakukan berdasarkan pada beberapa periode waktu, yaitu strategi pengembangan dalam masa jangka pendek (1-5 tahun), jangka menengah (5-10 tahun) dan jangka panjang (10-25 tahun). Untuk mengetahui strategi pengembangan komoditi tanaman bahan makanan maka digunakan matriks strategi pengembangan komoditi tanaman bahan makanan. Hasil matriks strategi pengembangan untuk komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten disajikan pada Tabel 31.

Tabel 31. Matriks Strategi Pengembangan Komoditi Tanaman Bahan Makanan di Kabupaten Klaten

Jangka Pendek (1-5th)

Jangka Menengah (5-10th)

Jangka Panjang (10-25th)

Komoditi Prima (padi dan jagung)

Strateginya yaitu dengan memanfaatkan komoditi prima secara optimal, melalui upaya:

Komoditi Berkembang menjadi

Komoditi Prima Strateginya dengan meningkatkan kontribusi komoditi

Komoditi Terbelakang menjadi

Komoditi Berkembang Strateginya yaitu dengan meningkatkan laju pertumbuhan komoditi

85

- Pengembangan agribisnis tanaman pangan

- Diversifikasi pasar - Penguatan

kelembagaan petani - Pelibatan pihak swasta

sebagai mitra petani - Upaya menciptakan

peraturan dan perundangan yang kondusif

berkembang, melalui upaya: - Pemeliharaan

tanaman ubi kayu secara intensif

- Pengembangan agribisnis durian

- Penggunaan benih kedelai, cabe rawit, dan cabe besar bermutu dari varietas unggul

- Perbaikan kualitas buah mangga dan rambutan dengan sortasi

Komoditi Terbelakang

menjadi Komoditi Berkembang Strateginya yaitu dengan meningkatkan laju pertumbuhan komoditi terbelakang, melalui upaya: - Peningkatan

produktivitas pisang, pepaya, dan nangka

- Peningkatan kualitas buah melinjo

- Pengamanan produksi kacang tanah

terbelakang, melalui upaya: - Pengoptimalan

sumberdaya yang tersedia untuk pisang, melinjo, dan kacang tanah

- Peningkatkan peranan perlindungan tanaman kacang tanah, melon, dan semangka

- Peningkatan kualitas SDM bagi petani melon dan semangka

Komoditi Prima menjadi

Komoditi Prima (padi dan jagung)

Strateginya yaitu melalui upaya: - Upaya pengembangan

pembenihan unggul - Menjaga tingkat

kesuburan tanah secara kontinuitas

- Penyediaan sarana dan prasarana pertanian yang memadai serta pemeliharaan sarana produksi usahatani

Sumber: Diadopsi dari Lampiran 14 Strategi pengembangan komoditi tanaman bahan makanan di

Kabupaten Klaten dalam penelitian ini merupakan serangkaian perencanaan dalam upaya pengembangan komoditi tanaman bahan makanan yang dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu. Adapun penjelasan tentang berbagai strategi pengembangan dalam jangka waktu masing-masing adalah sebagai berikut: 1. Strategi Pengembangan Jangka Pendek

Strategi pengembangan jangka pendek dilakukan dalam jangka waktu antara 1-5 tahun. Pada strategi pengembangan jangka pendek ini bertujuan untuk memanfaatkan komoditi prima seoptimal mungkin agar

86

dapat menopang pendapatan daerah Kabupaten Klaten. Berdasarkan hasil analisis klasifikasi komoditi tanaman bahan makanan dapat diketahui bahwa padi dan jagung merupakan komoditi prima di Kabupaten Klaten. Oleh karena itu kedua komoditi prima ini diperlukan strategi untuk dapat mempertahankan laju pertumbuhannya yang cepat dan besarnya nilai kontribusi yang dimiliki agar padi dan jagung dapat bertahan pada posisi sebagai komoditi prima dan dapat memberikan manfaat yang optimal. Ada beberapa strategi pengembangan untuk memanfaatkan komoditi prima seoptimal mungkin yang dilakukan pada jangka pendek guna menunjang pembangunan ekonomi daerah Kabupaten Klaten, antara lain: a. Pengembangan agribisnis tanaman pangan

Pengembangan agribisnis tanaman pangan pada komoditi prima, yaitu tanaman padi dan jagung dapat dilakukan dengan mendorong sinergi antar subsistem agribisnis. Upaya pengembangan agribisnis padi dan jagung ini diarahkan agar kegiatan petani di bidang pertanian tidak hanya terpaku pada kegiatan budidaya pertanian saja, tetapi upaya ini dilakukan ke arah agrobisnis yang bersifat luas, yaitu meliputi pengembangan kegiatan pertanian dari on farm hingga off farm, kegiatan dari hulu sampai hilir serta penanganan pasca panen dan pengolahan dari hasil produksi padi maupun jagung. Apabila kegiatan petani yang mulai dari persiapan, budidaya, panen, pascapanen maupun pengolahan hasil dapat dipadukan akan memberikan tingkat pendapatan yang lebih tinggi bagi petani sehingga kesejahteraan petani juga akan meningkat. Dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas komoditi prima baik padi maupun jagung.

b. Diversifikasi pasar

Upaya mempertahankan dan atau meningkatan kontribusi maupun laju pertumbuhan komoditi prima dapat ditempuh melalui diversifikasi pasar. Diversifikasi pasar merupakan upaya yang perlu dilakukan petani dalam pemasaran hasil panen, yaitu dengan perluasan hasil-hasil produksi padi dan jagung. Hasil produksi pertanian yang berupa gabah dan pipilan kering jagung tidak hanya dijual langsung kepada tengkulak, tetapi juga dijual kepada pihak BULOG melalui KUD setempat. Tujuannya agar petani memperoleh harga yang stabil sehingga dapat memperkecil risiko turunnya pendapatan petani yang diakibatkan karena turunnya harga hasil produksi pada saat tertentu.

c. Penguatan kelembagaan petani

Pengembangan komoditi prima diperlukan penguatan kelembagaan petani maupun kelembagaan usaha dan pemerintah agar dapat berfungsi sesuai dengan peran masing-masing. Kelembagaan petani dibina dan dikembangkan berdasarkan kepentingan masyarakat dan harus tumbuh dan berkembang di masyarakat itu sendiri. Dalam hal ini peran penyuluh sangatlah diharapkan untuk memotivasi agar petani dengan kesadarannya dapat berkelompok untuk membentuk kelompok tani dan yang sudah berkelompok dapat membentuk gabungan

87

kelompok ataupun membentuk assosiasi. Kelembagaan pertanian yang lainnya seperti penangkar benih, pengusaha benih, kios pertanian, pasar desa, Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A), Usaha Penyewaan Jasa Alsintan (UPJA) diberdayakan juga seoptimal mungkin untuk mendukung pengembangan komoditi prima di Kabupaten Klaten.

d. Pelibatan pihak swasta sebagai mitra petani

Pengembangan komoditi prima diperlukan kerjasama antara petani dan pihak swasta. Pihak swasta yang menjadi mitra bagi petani akan dapat saling membutuhkan, saling menguntungkan dan berkesinambungan. Di samping itu padi dan jagung sebagai komoditi prima yang merupakan bagian dari subsektor tanaman bahan makanan memiliki keterkaitan yang erat dengan sektor lain. Dalam kemitraan ini meliputi seluruh aspek dari sistem produksi yang meliputi pengadaan sarana produksi pertanian, pengolahan hasil, maupun penjualan hasil produksi. Dalam pengadaan saprotan seperti pengadaan benih, pupuk, pestisida dan alsintan, petani memerlukan mitra usaha dari sektor lain. Agar dalam pengolahan hasil produksi padi dapat berjalan dengan baik diperlukan kerjasama dengan pengusaha penggilingan padi. Sedangkan untuk memperkuat permodalan petani, maka kredit petani yang disertai bunga rendah serta prosedur pengembalian yang sederhana. Oleh karena itu, dengan adanya hubungan mitra kerjasama dengan pihak swasta dari sektor lain diharapkan hasil komoditi padi dapat meningkatkan pendapatan petani.

e. Upaya menciptakan peraturan dan kebijakan yang kondusif

Agar dapat menunjang semua upaya dalam pengembangan tanaman padi dan jagung sebagai komoditi prima, maka perlu dilakukan koordinasi yang baik dengan pihak pemerintah yang berwenang untuk menciptakan peraturan yang kondusif bagi pengembangan pertanian tanaman padi dan jagung. Selain itu juga diperlukan dukungan kebijakan pemerintah terhadap pelaku agribisnis, baik masyarakat (petani) maupun swasta. Hal ini diharapkan dapat lebih memudahkan petani dalam menjalankan kegiatan usahataninya, yaitu antara lain kebijakan subsidi, kebijakan harga saprodi dan juga diberikan kemudahan pada pihak swasta untuk dapat berperan aktif dengan petani sehingga akan mempercepat upaya peningkatan investasi.

2. Strategi Pengembangan Jangka Menengah

Strategi pengembangan jangka menengah dilakukan dalam jangka waktu 5-10 tahun. Pada strategi jangka menengah bertujuan untuk mengupayakan komoditi potensial menjadi komoditi prima, komoditi berkembang menjadi komoditi potensial dan komoditi terbelakang menjadi komoditi berkembang. Berdasarkan hasil klasifikasi, ternyata tidak ada komoditi tanaman bahan makanan yang termasuk kategori komoditi

88

potensial, dikarenakan tidak ada komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten yang memiliki laju pertumbuhan lambat dan kontribusi yang besar. Oleh karena itu, dalam penentuan strategi pengembangan dalam jangka waktu menengah, ada dua alternatif strategi yang dapat direncanakan, yaitu mengupayakan komoditi berkembang menjadi komoditi prima dan mengupayakan komoditi terbelakang menjadi komoditi berkembang. Adapun penjelasan masing-masing alternatif strateginya sebagai berikut: a. Strategi pengembangan jangka menengah yang mengupayakan

komoditi berkembang menjadi komoditi prima

Komoditi berkembang memiliki peranan sebagai alternatif pengganti atau penerus bagi komoditi prima apabila mengalami kemunduran. Hal ini dikarenakan tidak adanya komoditi potensial yang lebih diprioritaskan sebagai pengganti komoditi prima di Kabupaten Klaten. Pengembangan komoditi berkembang yang dihasilkan di Kabupaten Klaten dalam jangka menengah ini diprioritaskan pada komoditi berkembang yang bernilai ekonomi tinggi, mempunyai peluang pasar besar dan memiliki potensi produksi tinggi, serta mempunyai peluang pengembangan teknologi. Komoditi berkembang yang diutamakan untuk dikembangkan berdasarkan urutan besarnya nilai produksi komoditi yang tinggi meliputi ubi kayu, durian, kedelai, cabe rawit, mangga, rambutan, dan cabe besar. Komoditi berkembang tersebut memiliki kriteria laju pertumbuhan yang cepat tetapi kontribusinya kecil. Oleh karena itu, dilakukan strategi pengembangan dengan meningkatkan kontribusi dari komoditi berkembang ini. Adapun strategi yang dapat dirumuskan untuk dapat meningkatkan kontribusi komoditi berkembang ini yaitu dengan upaya: 1) Pemeliharaan tanaman ubi kayu secara intensif

Ubi kayu merupakan komoditi yang diprioritaskan untuk dikembangkan dalam jangka menengah karena komoditi ini memiliki nilai produksi terbesar diantara komoditi berkembang yang lain di Kabupaten Klaten. Ubi kayu juga termasuk komoditi yang memiliki potensi produksi yang relatif tinggi dimana hasil produksinya menunjukkan trend semakin meningkat dalam kurun waktu 2004-2007. Meskipun demikian, ubi kayu masih perlu diupayakan agar kontribusinya dapat meningkat. Salah satunya dengan upaya pemeliharaan tanaman secara intensif. Ubi kayu dapat tumbuh pada tanah yang sedikit unsur hara, sehingga petani di Kabupaten Klaten pada umumnya jarang memberi pupuk. Namun, untuk memperoleh hasil yang baik perlu dilakukan pemupukan secara tepat. Sebaiknya petani menggunakan pupuk organik/pupuk kandang. Selain menambah unsur hara, pupuk organik juga dapat menjaga kesuburan tanah dan memperbaiki kondisi tanah. Pengembangan ubi kayu dengan upaya ini diharapkan dapat lebih

89

meningkatkan tingkat produksinya, sehingga kontribusi komoditi juga dapat meningkat.

2) Pengembangan agribisnis durian

Komoditi berkembang yang diutamakan untuk dikembangkan setelah ubi kayu adalah buah durian. Pengembangan agribisnis durian di Kabupaten Klaten termasuk dari salah satu pilihan strategis dari komoditi berkembang, Dilihat dari prospek untuk dikembangkan berdasarkan basis sumberdaya yang dimiliki dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Sehingga pengembangan agribisnis durian dapat ditetapkan menjadi fokus sebagai pengembangan komoditas unggulan. Sampai saat ini budidaya durian oleh petani belum mengarah pada pengembangan sebuah kawasan agribisnis. Oleh karena itu, perlu dikembangkan hortikultura durian melalui pendekatan kawasan/sentra berupa hamparan kebun buah durian dan selanjutnya didukung dengan pengembangan usaha dan pengembangan komoditi melalui manajemen kebun modern. Dengan demikian petani akan lebih terangsang untuk berupaya lebih lanjut dalam meningkatkan produksinya, karena dapat meningkatkan kesejahteraan bagi petani.

3) Penggunaan benih kedelai, cabe rawit, dan cabe besar bermutu dari

varietas unggul

Bagi daerah-daerah yang saat ini petani di Kabupaten Klaten yang masih menggunakan varietas lokal yang tergolong potensi rendah, sebaiknya dikembangkan dengan penggunaan benih varietas unggul yang memiliki potensi produksi tinggi. Misalnya varietas unggul kedelai meliputi varietas galunggung, lokon, guntur, wilis, kerinci, merbabu, muria. Sedangkan untuk komoditi cabe telah banyak dikembangkan oleh para pemulia tanaman maupun perusahaan benih yaitu berupa varietas cabe hibrida. Meskipun harga benih yang relatif mahal, petani akan tertarik dengan penggunaan varietas unggul tersebut karena hasil produksi lebih unggul dari induknya, memiliki tingkat produksi tinggi dan juga memiliki ketahanan yang tinggi terhadap penyakit tertentu. Oleh karena itu, harga jual hasil produksinya juga dapat memberikan keuntungan lebih besar bagi petani.

4) Perbaikan kualitas buah mangga dan rambutan dengan sortasi

Buah mangga dan rambutan sebagai komoditi berkembang di Kabupaten Klaten perlu diperhatikan untuk dikembangkan melalui perbaikan kualitas buah yang dihasilkan. Hasil produksi mangga dan rambutan yang akan dipasarkan hendaknya dilakukan sortasi/pemilihan buah berdasarkan atas warna, ukuran, bentuk, dan kualitasnya. Upaya sortasi secara seksama ini diharapkan akan diperoleh harga buah yang tinggi di pasar, sehingga nilai tambah

90

yang dihasilkan dari mangga dan rambutan sebagai komoditi berkembang dapat meningkat.

b. Strategi pengembangan jangka menengah yang mengupayakan

komoditi terbelakang menjadi komoditi berkembang

Strategi pengembangan jangka menengah juga mengupayakan komoditi terbelakang menjadi komoditi berkembang. Apabila komoditi berkembang telah menggantikan posisi komoditi prima maka diharapkan komoditi terbelakang dapat menjadi alternatif pengganti bagi komoditi berkembang. Komoditi terbelakang yang akan dikembangkan adalah komoditi terbelakang yang memiliki nilai produksi tinggi antara lain pisang, melinjo, kacang tanah, nangka, pepaya, melon, semangka. Komoditi tanaman bahan makanan yang termasuk kategori terbelakang tersebut perlu dikembangkan dapat menjadi komoditi berkembang, yaitu strateginya dengan meningkatkan laju pertumbuhannya, karena komoditi terbelakang memiliki laju pertumbuhan yang lambat. Ada beberapa strategi pengembangan yang dapat dirumuskan untuk dapat meningkatkan laju pertumbuhan komoditi terbelakang dalam jangka waktu menengah yaitu meliputi: 1) Peningkatan produktivitas pisang, pepaya, dan nangka

Pada umumnya komoditi terbelakang seperti pisang, pepaya dan nangka di Kabupaten Klaten tidak banyak diusahakan oleh petani secara intensif, melainkan hanya ditanam pada lahan pekarangan sekitar rumah yang hasil produksinya tidak semata-mata untuk dijual, tetapi sebagian untuk dikonsumsi sendiri. Oleh karena itu diperlukan upaya peningkatan produktivitas komoditi terbelakang tersebut yang dapat ditempuh dengan perluasan areal tanam, yaitu dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan lahan-lahan sementara yang tidak diusahakan dan dibiarkan kosong oleh petani (sleeping land) maupun lahan kering yang belum digunakan agar dapat dikelola sebaik-baiknya untuk budidaya tanaman seperti pisang, pepaya, dan nangka. Dengan memanfaatkan lahan-lahan kosong tersebut diharapkan dapat meningkatkan jumlah produksi komoditi terbelakang, sehingga produktivitasnya juga dapat meningkat.

2) Peningkatan kualitas buah melinjo

Komoditi terbelakang yang perlu mendapat perhatian karena memiliki nilai ekonomi yang relatif tinggi adalah melinjo. Upaya peningkatan kualitas melinjo perlu diperhatikan oleh petani agar komoditi ini dapat lebih berkembang. Salah satu langkah yang dilakukan adalah pembibitan melinjo untuk mendapatkan bibit yang lebih baik, seragam, mudah pemeliharaannya, mudah penanganan teknologi pasca panen serta kualitas yang memenuhi selera konsumen. Selain itu juga perlu dilakukan perbaikan dalam teknik pemeliharaan tanaman melinjo seperti pengairan, pemupukan, pemangkasan dan pemberantasan hama dan penyakit. Dengan

91

adanya upaya dalam peningkatan kualitas melinjo tersebut diharapkan diperoleh hasil produksi yang lebih baik dan hasil yang meningkat.

3) Pengamanan produksi kacang tanah

Laju pertumbuhan kacang tanah yang lambat di Kabupaten Klaten dapat ditingkatkan dengan upaya pengamanan produksi kacang tanah. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kerusakan dan penurunan produksi akibat dari serangan organisme pengganggu tanaman maupun karena bencana kekeringan atau banjir. Upaya yang dapat dilakukan dengan langkah pergiliran tanaman dan varietasnya. Untuk pergiliran varietas perlu perencanaan yang matang dalam penyediaan benih oleh penangkar benih serta produksi benih, baik pemerintah maupun pihak swasta.

3. Strategi Pengembangan Jangka Panjang

Strategi pengembangan dalam jangka panjang dilakukan untuk jangka waktu 10-25 tahun. Pada strategi jangka panjang bertujuan untuk mengupayakan agar komoditi terbelakang menjadi berkembang dan juga untuk mempertahankan komoditi prima menjadi tetap menjadi komoditi prima. Dalam penentuan strategi pengembangan jangka panjang ini perlu memperhatikan faktor terkait dengan biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan berbagai strategi yang dirumuskan, karena mengingat bahwa jangka waktunya lama agar tidak banyak memghabiskan biaya maupun tenaga yang dikeluarkan juga tidak sia-sia sehingga strategi yang ditempuh bisa efektif dan efisien. Adapun dua alternatif strategi pengembangan dalam jangka panjang, yaitu: a. Strategi pengembangan jangka panjang yang mengupayakan komoditi

terbelakang menjadi komoditi berkembang

Komoditi terbelakang diperlukan adanya beberapa strategi pengembangan agar dapat menjadi komoditi berkembang. Mengingat bahwa komoditi terbelakang merupakan komoditi yang memiliki kontribusi yang besar terhadap PDRB Kabupaten Klaten namun laju pertumbuhannya lambat, sehingga strateginya yaitu dengan meningkatkan laju pertumbuhannya. Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk dapat meningkatkan laju pertumbuhan komoditi terbelakang dalam jangka panjang, yaitu meliputi: 1) Pengoptimalan sumberdaya yang tersedia untuk pisang, melinjo, dan

kacang tanah

Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal, efisien dan produktif serta berkelanjutan perlu dilakukan, sebab dapat mendukung ketahanan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Selain itu, tingkat laju pertumbuhan komoditi terbelakang yang masih lambat dapat disebabkan oleh karena keterbatasan sumberdaya alam maupun kurangnya tenaga kerja

92

pertanian. Keterbatasan sumberdaya ini yaitu sempitnya rata-rata luas lahan untuk budidaya pisang, melinjo, dan kacang tanah yang dikuasai oleh petani karena terjadinya penyusutan lahan pertanian dari tahun ke tahun. Pada masa mendatang penyusutan lahan pertanian bisa diperkirakan akan cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya pembangunan di bidang industri perumahan dan prasarana lainnya. Sedangkan mengingat semakin berkembang teknologi, maka penggunaan tenaga kerja pertanian akan semakin berkurang penggunaannya. Oleh karena itu perlu strategi untuk pengoptimalan sumberdaya yang tersedia baik sumberdaya alam yang tersedia maupun dengan penambahan jumlah tenaga kerja. Upaya ini dilakukan agar dapat memanfaatkan potensi lahan yang ada agar dapat memperoleh hasil produksi yang optimal sehingga juga dapat meningkatkan pertumbuhan produksi pisang, melinjo, dan kacang tanah yang diusahakan petani.

2) Peningkatkan peranan perlindungan tanaman kacang tanah, melon,

dan semangka

Pertumbuhan komoditi terbelakang seperti kacang tanah, melon, dan semangka yang masih lambat dapat disebabkan oleh karena tingkat produktivitas komoditi yang belum optimal. Hal ini dapat terjadi karena serangan Organisme Pengganggu Tanaman yang tidak terkendali. Oleh karena itu perlu upaya untuk meningkatan peranan perlindungan tanaman untuk menekan serangan OPT. Apabila perlindungan tanaman meningkat maka dapat menjamin penyediaan produksi secara merata sepanjang waktu yang pada gilirannya akan mengurangi terjadinya fluktuasi harga. Pada daerah-daerah yang menjadi sentra produksi dan daerah endemis terhadap OPT dapat dilakukan dengan menerapkan konsep pengendalian hama terpadu (PHT) yaitu melakukan budidaya kacang tanah, melon, semangka secara tepat dan melestarikan musuh alami.

3) Peningkatan kualitas SDM bagi petani melon dan semangka

Sebagian besar petani di pedesaan merupakan petani yang memiliki pendidikan dan pengetahuan relatif rendah dalam budidaya tanaman seperti melon dan semangka. Maka diperlukan usaha peningkatan sumberdaya manusia bagi petani. Upaya ini dilaksanakan melalui peningkatan ketrampilan dan kemampuan petani dalam hal inovasi atau teknologi baru yang belum dikenal petani. Kegiatan yang dapat diadakan adalah semacam pelatihan intensif dan kursus manajemen usahatani bagi petani. Untuk mempercepat adopsi teknologi baru bagi petani, maka pada lokasi-lokasi tertentu dilaksanakan kaji terap, demonstrasi dan pilot percontohan. Dengan demikian diharapkan dengan petani mampu mengadopsi teknologi baru, maka dapat meningkatkan pertumbuhan produksi komoditi lebih cepat lagi.

93

b. Strategi pengembangan jangka panjang yang mengupayakan komoditi

prima agar tetap menjadi komoditi prima

Strategi pengembangan jangka panjang juga mengupayakan komoditi prima agar tetap menjadi komoditi prima. Komoditi padi dan jagung sebagai komoditi prima diperlukan strategi yang tepat agar dalam jangka panjang kedua komoditi ini mampu bertahan sebagai komoditi prima. Upaya pengembangan padi dan jagung dalam jangka panjang ini dilakukan untuk mengantisipasi agar laju pertumbuhan dan kontribusinya tidak terjadi penurunan pada setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan komoditi prima termasuk komoditi yang dapat menopang pembangunan pertanian tanaman pangan yang merupakan bagian dari pembangunan ekonomi daerah di Kabupaten Klaten. Ada beberapa strategi yang perlu dicermati agar komoditi prima dapat bertahan dalam jangka panjang, yaitu meliputi: 1) Upaya pengembangan pembenihan unggul

Pengembangan pembenihan unggul ini dilakukan untuk mengatasi terjadinya peningkatan produktivitas yang semakin menurun dalam jangka waktu panjang, maka dirasa perlu pengembangan pembenihan dengan mendorong pengembangan dan penyebarluasan varietas unggul. Penggunaan benih bermutu dari varietas unggul tipe baru seperti dikembangkan benih padi hibrida dan jagung hibrida. Penggunaan varietas benih unggul ini dilaksanakan secara kontinuitas dalam jangka panjang, sehingga diharapkan padi dan jagung dapat memberikan kontribusi yang besar dan pertumbuhannya terus meningkat dalam jangka panjang.

2) Penyediaan sarana dan prasarana pertanian yang memadai serta

pemeliharaan sarana produksi usahatani

Terjadinya penurunan kontribusi maupun laju pertumbuhan komoditi prima seperti padi dan jagung ini perlu diantisipasi meskipun dalam jangka waktu yang panjang. Oleh karena itu diperlukan upaya penyediaan sarana dan prasarana pertanian yang memadai sesuai dengan kebutuhan petani. Penyediaan sarana dan prasarana menuju teknologi yang berupa alat dan mesin pertanian juga diperlukan, karena diperkirakan akan terjadi penurunan jumlah tenaga kerja di bidang pertanian ke non pertanian dalam beberapa tahun mendatang. Oleh karena itu diperlukan upaya pengembangan mekanisasi pertanian yaitu dengan membentuk pola kelompok usaha pelayanan jasa alat dan mesin pertanian dalam suatu daerah. Dalam penyediaan sarana dan prasarana pertanian ini hal yang terpenting adalah diperlukan adanya upaya pemeliharaan sarana produksi usahatani tersebut agar dalam jangka waktu yang panjang, alat dan mesin yang digunakan dalam usaha tani dapat digunakan dengan baik secara kontinuitas sehingga produksi komoditi padi dan jagung yang dihasilkan juga dapat terus ditingkatkan.

94

3) Menjaga kesuburan tanah secara kontinuitas

Komoditi padi dan jagung sebagai komoditi prima dapat bertahan dalam jangka panjang dapat diusahakan dengan mempertahankan laju pertumbuhan dan kontribusi yang besar. Upaya lain yang dapat ditempuh adalah dengan menjaga kesuburan tanah secara kontinuitas yaitu dengan menggunakan pupuk secara berimbang, mengurangi penggunaan pupuk kimia dan lebih banyak pemakaian pupuk organik, seperti pupuk hijau dan pupuk kompos. Hal ini untuk mempertahankan kesuburan fisik dan biologi tanah sebagai tempat tumbuh tanaman dapat terjaga dalam waktu yang lama. Dalam pengaturan tata guna air juga perlu diperhatikan dengan meningkatkan upaya pengaturan tata guna air yang tepat dan usaha penghematan air terutama pada daerah-daerah sentra produksi padi maupun jagung yang rawan terjadi kekeringan.

Strategi pengembangan komoditi tanaman bahan makanan yang dihasilkan dari penelitian ini baik dalam periode jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang tersebut diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, membantu proses pembangunan pertanian khususnya tanaman bahan makanan dalam upaya memenuhi kebutuhan pangan bagi penduduk di Kabupaten Klaten. Selain itu tentunya agar upaya pembangunan ekonomi daerah di Kabupaten Klaten dapat berjalan dengan baik karena kontribusi dan pertumbuhan komoditi tanaman bahan makanan sebagai salah satu faktor penopang pembangunan dapat terus meningkat dan berkembang di masa mendatang.

95

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang Klasifikasi Komoditi Tanaman Bahan Makanan Dalam Kerangka Perencanaan Pengembangan Ekonomi Daerah Kabupaten Klaten dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Klasifikasi komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten

berdasarkan pendekatan Tipologi Klassen diperoleh tiga kategori

komoditi, yaitu:

a. Komoditi prima terdiri dari komoditi padi dan jagung.

b. Komoditi berkembang terdiri dari komoditi ubi kayu, durian,

kedelai, cabe rawit, mangga, rambutan, petai, cabe besar, sukun, ubi

jalar, sawi, kacang panjang, kacang hijau, mentimun, tomat, terong,

bawang merah, alpukat, kubis, jambu biji, salak, jeruk, duku, jambu

air, belimbing, sirsak, kangkung, dan nanas.

c. Komoditi terbelakang terdiri dari komoditi pisang, melinjo, kacang

tanah, nangka, pepaya, melon, semangka, sawo, bayam, dan

manggis.

2. Strategi pengembangan komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten

Klaten, meliputi:

a. Strategi pengembangan jangka pendek merupakan strategi untuk

memanfaatkan komoditi prima (padi dan jagung) secara optimal

yaitu dengan upaya pengembangan agribisnis tanaman pangan,

diversifikasi pasar, penguatan kelembagaan petani, pelibatan pihak

swasta sebagai mitra petani, upaya menciptakan peraturan dan

kebijakan yang kondusif.

b. Strategi pengembangan jangka menengah terdiri dua macam

alternatif strategi, yaitu:

1) Strategi untuk mengembangkan komoditi berkembang menjadi

komoditi prima, strateginya dengan meningkatkan kontribusi

komoditi tanaman bahan makanan yaitu melalui upaya

pemeliharaan tanaman ubi kayu secara intensif; pengembangan

103

96

agribisnis durian; perbaikan kualitas buah mangga dan rambutan

dengan sortasi; penggunaan benih kedelai, cabe rawit, dan cabe

besar yang bermutu dari varietas unggul.

2) Strategi untuk mengembangkan komoditi terbelakang menjadi

komoditi berkembang, strateginya dengan meningkatkan laju

pertumbuhan komoditi tanaman bahan makanan yaitu melalui

upaya peningkatan produktivitas pisang, pepaya, nangka,

peningkatan kualitas buah melinjo; dan pengamanan produksi

kacang tanah.

c. Strategi pengembangan jangka panjang terdiri dari dua macam

alternatif strategi, yaitu:

1) Strategi untuk mengembangkan agar komoditi terbelakang

menjadi berkembang, strateginya dengan meningkatkan laju

pertumbuhan komoditi tanaman bahan makanan, yaitu melalui

upaya pengoptimalan sumberdaya yang tersedia untuk pisang,

melinjo, dan kacang tanah; peningkatkan peranan perlindungan

tanaman kacang tanah, melon, dan semangka; peningkatan

kualitas SDM bagi petani melon dan semangka.

2) Strategi untuk mengembangkan komoditi prima (padi dan

jagung), strateginya yaitu melalui upaya pengembangan

pembenihan unggul, menjaga kesuburan tanah secara

kontinuitas, penyediaan sarana dan prasarana pertanian yang

memadai serta pemeliharaan sarana produksi usahatani.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dapat diberikan yaitu: 1. Sebaiknya upaya pengembangan komoditi tanaman bahan makanan yang

dilaksanakan riil di lapangan diusahakan sesuai dengan hasil klasifikasinya,

sehingga dapat menentukan strategi yang tepat dalam mengembangkan komoditi

prima, komoditi potensial, komoditi berkembang dan komoditi terbelakang.

2. Setelah diketahui hasil strategi pengembangan komoditi tanaman bahan

makanan dengan pendekatan Tipologi Klassen maka diperlukan adanya

penelitian lanjutan untuk melengkapi informasi yang ada, misalnya penelitian

97

mengenai strategi pengembangan komoditi tanaman bahan makanan di

Kabupaten Klaten dengan menggunakan pendekatan Analisis Hierarki Proses

(AHP) maupun pendekatan dengan analisis SWOT (Strengh Weakness

Oppurtunity and Threatment), sehingga diharapkan diperoleh informasi yang

lebih komprehensif dari berbagai sudut pandang.

98

DAFTAR PUSTAKA

Alimoeso, S. 2008. Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Pembangunan Tanaman Pangan TA

2009. http://ditjentan.deptan.go.id/. Diakses Tanggal 26 Februari 2009.

Anonim. 2009a. Pengertian Pembangunan. http://id.wikipedia.org/. Diakses Tanggal 13 Januari 2009.

______. 2009b. Tipologi Klassen. http://d.scribd.com/docs/. Diakses Tanggal 13 Januari 2009.

Arifin, B. C. 2003. Pembangunan Pertanian Dari Aspek Development Management. Badan Litbang Pertanian. Deptan.

Aswandi, H. dan Kuncoro, M. 2002. Evaluasi Penetapan Kawasan Andalan: Studi Empiris di Kalimantan Selatan 1993-1999. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol. 17, No. 1, Tahun 2002. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Bank Indonesia. 2006. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Bali. Bank Indonesia Denpasar.

BAPEDA Kabupaten Klaten. 2006. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Klaten Tahun 2006-2010. Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Klaten.

________________________. 2007. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Klaten Tahun 2007. Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Klaten.

BAPPEDA Bangka Belitung dan PSE-KP UGM. 2007. Masterplan Pembangunan Ekonomi Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. BAPPEDA Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik (PSE-KP) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

BPS Kabupaten Jayapura. 2005. PDRB Kabupaten Jayapura 2005. Badan Pusat Statistik Kabupaten Jayapura.

BPS Kabupaten Klaten. 2007. Klaten Dalam Angka Tahun 2007/2008 (Klaten In Figure 2007/2008). Badan Pusat Statistik Kabupaten Klaten.

Budiharsono, S. 2005. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan.

Pradnya Paramita. Jakarta.

Darwanto, D. H. dan Prima Y. R. 2007. Kesejahteraan Petani dan Peningkatan Ketersediaan Pangan: Sebuah Dilemma. http://www.ekonomirakyat.org Diakses Tanggal 29 Januari 2009.

Dewi, D. K. 2004. Analisis Penentuan Sektor Pertanian Unggulan dalam Perekonomian Wilayah Kabupaten Klaten dengan Pendekatan Ekonomi Basis. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

106

99

Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Klaten. 2005. Laporan Tahunan 2005. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Klaten.

Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Klaten. 2007. Laporan Tahunan 2007. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Klaten.

Dinas Pertanian Provinsi Nusa Tenggara Barat. 2006. Rencana Strategis (Renstra) dan

Program Kerja Dinas Pertanian Provinsi NTB.

http://agribisnis.deptan.go.id/web/diperta-ntb/. Diakses Tanggal 26 Februari

2009.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Kalimantan Selatan. 2008. Potensi Pertanian

di Kalimantan Selatan. http://kalseprov.go.id/. Diakses Tanggal 26 Februari

2009.

Dinas Tanaman Pangan Kabupaten Sumenep. 2007. Tujuan, Strategi, dan Arah

Kebijakan. http:/diperta-sumenep.go.id/. Diakses Tanggal 23 Februari 2009.

Djojohadikusumo. 1994. Perkembangan Pemikiran Ekonomi, Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan. LP3ES. Jakarta.

Dumairy, 1997. Perekonomian Indonesia. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Emilia dan Imelia. 2006. Ekonomi Regional. Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Jambi.

Hamakonda, T. P. dan Tairas, J.N.B. 1999. Pengantar Klasifikasi Persepuluhan Dewey. BPK Gunung Mulia. Jakarta.

Harsanti, H.K., 2003. Peranan Permintaan Akhir terhadap Sektor Tanaman Pangan dalam Perekonomian Jawa Tengah dengan Pendekatan Analisis Input-Output. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Indonesia. 2004. Undang-Undang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. UU Nomor 25 Tahun 2004. Lembaran Negara Nomor 104 Tahun 2004, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4421.

James C. Craig dan Robert M. Grant. 2002. Strategic Management. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.

Kuncoro, M. 2004a. Modul Input-Output. Fakultas Ekonomi dan Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. http://www.mudrajad.com. Diakses pada tanggal 23 Februari 2009.

__________. 2004b. Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Listiyani, P. 2006. Analisis Keterkaitan Sektor Tanaman Bahan Makanan Terhadap Sektor Perekonomian lain di Kabupaten Klaten. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

100

Mahi, I. I. 2003. Perencanaan Pembangunan Perikanan Budidaya Laut (Marine Culture Development Planning). http://tumoutou.net/. Diakses Tanggal 28 Januari 2009.

Mubyarto dan Awan S. 2003. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan (Kritik Terhadap Paradigma Agribisnis). http://www.ekonomirakyat.org/. Diakses Tanggal 29 Januari 2009.

Munir, B. 2002. Perencanaan Pembangunan Daerah Dalam Perspektif Otonomi Daerah. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Nusa Tenggara Barat. Mataram.

Napitupulu, E. 2007. Pertanian Indonesia Dalam Dominasi Politik Global. http://www.ekonomirakyat.org/. Diakses Tanggal 29 Januari 2009.

Republik Indonesia. 2008. Infrastruktur dan Pembangunan Daerah: Membantu Pengurangan Kemiskinan. Buku Pegangan Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah Edisi Tahun 2008. Republik Indonesia.

Sari, Y. M. 2002. Kinerja Sektor Pertanian terhadap Perekonomian Daerah di Kabupaten Klaten. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Simatupang, P. 2004. Justifikasi dan Metode Penetapan Komoditas Strategis. Perhepi. Jakarta.

Singarimbun, M. dan S. Effendi. 1997. Metode Penelitian Survey. LP3ES. Jakarta

Surahman dan J. Sutrisno. 1997. Pembangunan Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Surakhmad, W. 2001. Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode, dan Teknik. Penerbit Tarsito. Bandung.

Susilowati, I. 2009. Strategi Pengembangan Sektor Pertanian di Kabupaten Sukoharjo (Pendekatan Tipologi Klassen). Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Suzetta, P. 2008. Perencanaan Pembangunan Indonesia. http://www.setneg.go.id. Diakses Tanggal 28 Januari 2009.

Tarigan, R. 2004. Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Todaro, M. P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga : jilid 1. Erlangga. Jakarta.

___________ dan S.C. Smith, 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga: Jilid 1. Erlangga. Jakarta.

Widodo, T. 2006. Perencanaan Pembangunan: Aplikasi Komputer (Era Otonomi Daerah). UPP STIM YKPN. Yogyakarta.

101

Lampiran 1

Gambar Peta Kabupaten Klaten

102

Lampiran 3. PDRB Provinsi Jawa Tengah Tahun 2004-2007 Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Jutaan Rupiah)

Lapangan Usaha 2004 2005 Pertanian 28,606,237.28 29,924,642.25Penggalian 1,330,759.58 1,454,230.59Industri Pengolahan 43,995,611.83 46,105,706.52Listrik dan Air Minum 1,065,114.58 1,179,891.98Bangunan / Konstruksi 7,448,715.40 7,960,948.49Perdagangan, Hotel dan Restoran 28,343,045.24 30,056,962.75Angkutan dan Komunikasi 6,510,447.43 6,988,425.75Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 4,826,541.38 5,067,665.70Jasa-jasa 13,663,399.59 14,312,739.85

Total PDRB 135,789,872.31 143,051,213.88Rata-rata 147,158,498.68

Lampiran 4. PDRB Kabupaten Klaten Tahun 2004-2007 Atas Dasar

Harga Konstan 2000 (Jutaan Rupiah) Lapangan Usaha 2004 2005

Pertanian 898,771.87 918,295.98Penggalian 38,020.95 45,641.61Industri Pengolahan 855,226.78 896,705.60Listrik dan Air Minum 25,869.72 26,760.65Bangunan / Konstruksi 293,239.59 318,018.30Perdagangan, Hotel dan Restoran 1,083,938.75 1,140,169.48Angkutan dan Komunikasi 104,199.89 109,166.14Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 156,029.23 162,220.04Jasa-jasa 520,496.09 541,227.36

Total PDRB 3,975,792.87 4,158,205.16Laju Pertumbuhan PDRB (%) 4.8614 4.5881

Rata-rata (%) Kontribusi PDRB terhadap Jawa Tengah (%)

Lampiran 5. PDRB Subsektor Pertanian Kabupaten Klaten Tahun 2004-2007 Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Jutaan Rupiah)

Tahun Subsektor Pertanian

2004 2005 2006Tanaman Bahan Makanan 669,459.21 674,185.75 708,006.82Perkebunan 44,183.92 42,825.04 35,961.73Peternakan 143,652.87 158,983.39 155,998.64Kehutanan 29,599.98 29,728.76 30,515.97Perikanan 11,875.89 12,573.04 12,577.69

103

Total PDRB 898,771.87 918,295.98 943,060.85 Lampiran 6. Distribusi Persentase PDRB Subsektor Pertanian

Kabupaten Klaten Tahun 2004-2007 Tahun

Subsektor Pertanian 2004 2005 2006

Tanaman Bahan Makanan 16.84 16.21 Perkebunan 1.11 1.03 Peternakan 3.61 3.82 Kehutanan 0.74 0.71 Perikanan 0.30 0.30

Total PDRB 22.61 22.08 Lampiran 7. Laju Pertumbuhan PDRB Subsektor Pertanian

Kabupaten Klaten Tahun 2004-2007 (%) Tahun

Subsektor Pertanian 2004 2005 2006

Tanaman Bahan Makanan 6.17 0.71 Perkebunan -5.39 -3.08 Peternakan 2.92 10.67 Kehutanan 10.75 0.44 Perikanan 5.61 5.87

Total PDRB 20.06 14.61

104

Lampiran 8. Nilai Produksi Komoditi Tanaman Bahan Makanan di Kabupaten Klaten Tahun

2004-2007 Tahun No.

Komoditi Tanaman

Bahan Makanan 2004 2005 2006 2007

1 Padi 429,706,750,000 541,103,382,000 801,203,531,000 948,979,590,000

2 Jagung 85,454,441,000 88,697,278,000 110,584,890,000 136,519,350,000

3 Ubi Kayu 19,844,906,000 23,501,676,000 28,748,343,000 43,180,221,000

4 Ubi Jalar 3,129,190,000 3,561,600,000 3,766,994,000 6,669,051,000

5 Kacang Tanah 13,126,737,000 11,618,310,000 11,307,232,000 6,530,528,000

6 Kedelai 26,668,125,000 23,885,368,000 32,676,000,000 22,541,442,000

7 Kacang Hijau 2,607,549,000 1,937,750,000 2,421,750,000 1,503,432,000

8 Bawang Merah 0 68,436,000 591,228,000 1,810,857,800

9 Kubis 335,562,500 435,650,400 258,371,200 815,802,900

10 Petsai/sawi 1,483,890,100 1,921,930,400 3,045,416,800 4,722,756,500

11 Kacang Panjang 2,500,675,800 2,121,004,800 2,523,534,400 3,014,145,200

12 Cabe Besar 7,264,776,000 7,375,003,200 8,468,400,500 6,616,785,000

13 Cabe Rawit 27,099,457,000 15,306,662,800 13,901,157,900 15,736,800,000

14 Tomat 373,900,800 682,542,700 1,474,157,600 1,887,175,000

15 Terong 377,152,400 591,477,600 715,709,800 1,361,757,600

16 Mentimun 840,844,800 1,640,433,600 1,368,427,200 1,281,707,700

17 Kangkung 20,842,800 24,272,100 35,981,700 117,412,800

18 Bayam 37,446,300 23,449,800 27,304,200 38,194,200

19 Alpukat 265,042,800 382,800,600 279,161,600 1,213,387,500

20 Belimbing 30,517,200 103,782,800 184,370,200 166,100,000

21 Duku/Langsat 60,000,000 103,140,700 193,200,000 375,174,400

22 Durian 14,678,467,100 43,568,934,500 36,291,637,500 13,855,716,400

23 Jambu biji 174,108,600 95,700,000 480,482,600 862,800,000

24 Jeruk 98,066,400 173,279,200 228,884,600 359,854,500

25 Mangga 5,140,260,000 16,938,272,000 21,980,567,700 18,795,525,000

26 Manggis 17,400,000 36,400,000 0 20,425,000

27 Nanas 3,726,500 7,711,600 2,903,400 7,774,800

28 Pepaya 1,945,055,100 3,257,663,400 2,188,589,200 2,300,073,600

29 Pisang 50,596,253,400 32,731,405,200 38,972,375,000 39,638,414,400

30 Rambutan 7,600,671,100 17,301,980,000 19,351,050,000 5,286,367,800

31 Salak 207,278,400 264,287,800 619,216,200 432,204,300

32 Sawo 508,170,000 611,148,300 900,557,600 529,200,000

33 Melon 2,884,650,000 1,582,200,000 1,765,950,000 2,066,063,400

34 Semangka 1,193,265,000 1,625,805,000 555,795,000 518,882,400

35 Jambu air 97,500,000 206,250,000 107,400,000 231,900,000

105

36 Nangka 3,029,700,000 4,798,183,500 2,578,650,000 3,017,100,000

37 Sirsak 24,500,000 181,200,000 109,500,000 59,700,000

38 Sukun 2,626,000,000 6,508,500,000 7,476,300,000 4,451,100,000

39 Melinjo 26,809,507,500 21,255,542,500 31,517,662,500 20,756,937,500

40 Petai 5,935,286,500 8,623,440,000 11,015,236,700 9,519,308,000

JUMLAH 702,197,263,100 840,072,733,500 1,144,791,424,900 1,287,170,026,400 Lampiran 9. Nilai Produksi Komoditi Pertanian di Kabupaten Klaten

Tahun 2004-2007 Tahun No. Komoditi

2004 2005 2006 2007

1 Padi 429,706,750,000 541,103,382,000 801,203,531,000 948,979,590,000

2 Jagung 85,454,441,000 88,697,278,000 110,584,890,000 136,519,350,000

3 Ubi Kayu 19,844,906,000 23,501,676,000 28,748,343,000 43,180,221,000

4 Ubi Jalar 3,129,190,000 3,561,600,000 3,766,994,000 6,669,051,000

5 Kacang Tanah 13,126,737,000 11,618,310,000 11,307,232,000 6,530,528,000

6 Kedelai 26,668,125,000 23,885,368,000 32,676,000,000 22,541,442,000

7 Kacang Hijau 2,607,549,000 1,937,750,000 2,421,750,000 1,503,432,000

8 Bawang Merah 0 68,436,000 591,228,000 1,810,857,800

9 Kubis 335,562,500 435,650,400 258,371,200 815,802,900

10 Sawi 1,483,890,100 1,921,930,400 3,045,416,800 4,722,756,500

11 Kacang Panjang 2,500,675,800 2,121,004,800 2,523,534,400 3,014,145,200

12 Cabe Besar 7,264,776,000 7,375,003,200 8,468,400,500 6,616,785,000

13 Cabe Rawit 27,099,457,000 15,306,662,800 13,901,157,900 15,736,800,000

14 Tomat 373,900,800 682,542,700 1,474,157,600 1,887,175,000

15 Terong 377,152,400 591,477,600 715,709,800 1,361,757,600

16 Mentimun 840,844,800 1,640,433,600 1,368,427,200 1,281,707,700

17 Kangkung 20,842,800 24,272,100 35,981,700 117,412,800

18 Bayam 37,446,300 23,449,800 27,304,200 38,194,200

19 Alpukat 265,042,800 382,800,600 279,161,600 1,213,387,500

20 Belimbing 30,517,200 103,782,800 184,370,200 166,100,000

21 Duku 60,000,000 103,140,700 193,200,000 375,174,400

22 Durian 14,678,467,100 43,568,934,500 36,291,637,500 13,855,716,400

23 Jambu biji 174,108,600 95,700,000 480,482,600 862,800,000

24 Jeruk 98,066,400 173,279,200 228,884,600 359,854,500

25 Mangga 5,140,260,000 16,938,272,000 21,980,567,700 18,795,525,000

26 Manggis 17,400,000 36,400,000 0 20,425,000

27 Nanas 3,726,500 7,711,600 2,903,400 7,774,800

28 Pepaya 1,945,055,100 3,257,663,400 2,188,589,200 2,300,073,600

106

29 Pisang 50,596,253,400 32,731,405,200 38,972,375,000 39,638,414,400

30 Rambutan 7,600,671,100 17,301,980,000 19,351,050,000 5,286,367,800

31 Salak 207,278,400 264,287,800 619,216,200 432,204,300

32 Sawo 508,170,000 611,148,300 900,557,600 529,200,000

33 Melon 2,884,650,000 1,582,200,000 1,765,950,000 2,066,063,400

34 Semangka 1,193,265,000 1,625,805,000 555,795,000 518,882,400

35 Jambu air 97,500,000 206,250,000 107,400,000 231,900,000

36 Nangka 3,029,700,000 4,798,183,500 2,578,650,000 3,017,100,000

37 Sirsak 24,500,000 181,200,000 109,500,000 59,700,000

38 Sukun 2,626,000,000 6,508,500,000 7,476,300,000 4,451,100,000

39 Melinjo 26,809,507,500 21,255,542,500 31,517,662,500 20,756,937,500

40 Petai 5,935,286,500 8,623,440,000 11,015,236,700 9,519,308,000

41 Kelapa 11,256,629,648 10,749,802,104 10,298,583,742 11,752,103,968

42 Kopi Arabika 1,397,636,250 1,362,703,240 977,840,015 329,653,800

43 Kopi Robusta 6,500,000 6,440,000 6,338,000 6,348,000

44 Cengkeh 1,912,564,225 1,662,278,424 1,234,640,688 1,704,141,150

Lanjutan Lampiran 9

45 Kapuk 357,203,000 373,263,600 376,177,500 346,616,244

46 Lada 400,716,250 382,819,500 417,982,180 401,658,903

47 Cabe Jamu 52,078,000 61,750,000 54,600,000 54,600,000

48 Sirih 5,328,500 7,700,000 13,125,000 16,858,000

49 Tembakau Rajang 56,152,467,000 46,356,625,000 32,594,520,000 33,920,000,000

50 Tembakau Asepan 10,489,000,000 7,910,000,000 9,071,177,500 16,510,287,500

51 Tembakau Virginia 313,607,160 291,048,180 47,495,000 122,400,000

52 Tembakau VBN 3,438,147,987 3,958,016,598 1,990,099,575 2,137,050,000

53 Tembakau NO 2,896,080,000 2,203,392,000 1,464,487,200 653,488,500

54 Tebu 25,860,544,000 33,775,374,750 29,828,861,725 36,434,420,190

55 Wijen 39,600,000 147,378,000 99,225,000 99,225,000

56 Nilam 45,170,000 82,541,250 85,806,000 111,621,475

57 Sapi 62,769,000,000 66,486,000,000 103,750,500,000 118,329,120,000

58 Kerbau 46,635,000,000 46,867,500,000 50,504,000,000 55,003,500,000

60 Kambing 27,810,850,000 33,166,595,000 59,269,620,000 57,567,072,500

61 Domba 19,084,350,000 27,677,595,000 47,220,900,000 46,164,434,000

62 Babi 819,720,000 920,700,000 948,024,000 990,792,000

63 Ayam Buras 17,633,612,500 23,115,898,000 26,689,515,000 32,211,570,000

64 Ayam Pedaging 137,331,648,000 94,817,010,000 99,772,228,500 117,193,272,000

65 Ayam Petelur 2,148,042,500 3,223,703,400 4,871,431,500 5,066,154,000

66 Itik 5,974,175,000 8,695,075,000 9,490,450,000 11,728,650,000

67 Entok 233,370,000 398,350,000 452,816,000 575,750,000

107

68 Angsa 110,240,000 142,358,000 312,305,000 344,085,000

69 Burung Puyuh 99,986,000 55,698,300 109,010,100 112,279,800

70 Susu 6,011,400,000 5,205,760,000 5,396,540,000 7,516,692,500

70 Jati 3,247,352,000 13,383,126,000 15,404,352,500 11,448,645,000

71 Mahoni 1,926,403,800 2,314,589,550 3,935,898,400 2,111,984,250

72 Sengon 248,463,900 2,524,549,650 12,129,367,740 9,078,980,000

73 Mindi 1,499,676,000 2,920,905,450 2,355,067,500 1,603,646,000

74 Trembesi 31,136,700 116,730,600 1,093,385,200 1,070,121,600

75 Bayur 0 19,320,700 402,534,000 28,210,500

76 Akasia 3,522,600 42,497,000 331,345,700 227,379,000

77 Madu 0 33,750,000 25,000,000 36,000,000

78 Karper 50,940,000 30,177,000 37,999,254 107,189,000

79 Tawes 51,261,000 194,805,000 212,961,600 281,118,750

80 Nila 10,172,545,000 10,054,720,000 9,922,074,808 10,018,123,500

81 Mujahir 24,563,000 24,913,000 23,401,170 34,055,000

82 Lele 6,278,775,000 6,330,787,500 6,387,551,499 6,863,576,000

83 Gabus 111,280,000 135,920,000 115,901,516 79,560,000

84 Belut 140,960,000 183,960,000 206,255,079 279,620,000

85 Gurami 16,064,000 18,976,000 19,602,000 19,040,000

86 Katak Hijau 161,550,000 176,710,000 192,195,237 169,860,750

87 Wader 209,516,500 330,981,500 364,760,712 371,883,750

88 Udang Kali 372,170,000 314,000,000 348,517,083 356,652,750

89 Ikan lainnya 111,279,000 519,337,000 552,453,185 670,030,500 JUMLAH 1,210,739,796,620 1,344,627,985,796 1,751,326,842,508 1,930,050,538,580 1,559,398,353,109

Lampiran 10. Laju Pertumbuhan Komoditi Tanaman Bahan

Makanan di Kabupaten Klaten Tahun 2004-2007 Tahun No.

Komoditi Tanaman

Bahan Makanan 2004 2005 2006 2007 1 Padi -3.2159 25.9239 48.0685 18.4443 2 Jagung 5.8450 3.7948 24.6768 23.4521 3 Ubi Kayu -10.7053 18.4267 22.3247 50.2007 4 Ubi Jalar 20.2847 13.8186 5.7669 77.0391 5 Kacang Tanah 67.4960 -11.4913 -2.6775 -42.2447 6 Kedelai 27.7992 -10.4348 36.8034 -31.0153 7 Kacang Hijau 356.7468 -25.6869 24.9774 -37.9196 8 Bawang Merah 0.0000 0.0000 763.9137 206.2876 9 Kobis 38.9562 29.8269 -40.6930 215.7484 10 Petsai/sawi 13.2988 29.5197 58.4561 55.0775 11 Kacang Panjang 44.4693 -15.1827 18.9783 19.4414

108

12 Cabe Besar 104.2066 1.5173 14.8257 -21.8650 13 Cabe Rawit 243.3420 -43.5167 -9.1823 13.2050 14 Tomat -39.3643 82.5465 115.9803 28.0172 15 Terong 128.3198 56.8272 21.0037 90.2667 16 Mentimun 35.0299 95.0935 -16.5814 -6.3372 17 Kangkung 28.6561 16.4532 48.2430 226.3125 18 Bayam -55.0204 -37.3775 16.4368 39.8840 19 Alpukat -81.4202 44.4297 -27.0739 334.6542 20 Belimbing 39.1560 240.0797 77.6501 -9.9095 21 Duku/Langsat -68.7317 71.9012 87.3169 94.1896 22 Durian 23.1096 196.8221 -16.7029 -61.8212 23 Jambu biji -51.2983 -45.0343 402.0717 79.5695 24 Jeruk -52.5830 76.6958 32.0901 57.2209 25 Mangga -65.2523 229.5217 29.7687 -14.4903 26 Manggis -56.0606 109.1954 -100.0000 0.0000 27 Nanas -96.0040 106.9395 -62.3502 167.7826 28 Pepaya -31.3939 67.4844 -32.8172 5.0939 29 Pisang -39.4159 -35.3086 19.0672 1.7090 30 Rambutan -14.1330 127.6375 11.8430 -72.6818 31 Salak 179.3946 27.5038 134.2962 -30.2014 32 Sawo -50.5878 20.2645 47.3550 -41.2364 33 Melon -74.7747 -45.1511 11.6136 16.9944 34 Semangka 36.2470 36.2484 -65.8142 -6.6414 35 Jambu air -35.4305 111.5385 -47.9273 115.9218 36 Nangka -62.8019 58.3716 -46.2578 17.0031 37 Sirsak -87.9607 639.5918 -39.5695 -45.4795 38 Sukun -11.0554 147.8484 14.8698 -40.4639 39 Melinjo -45.0875 -20.7164 48.2797 -34.1419 40 Petai -12.1167 45.2910 27.7360 -13.5805 JUMLAH 347.9438 2441.2131 1656.7660 1443.4860

Lampiran 11. Kontribusi Komoditi Tanaman Bahan Makanan di

Kabupaten Klaten Tahun 2004- 2007

Tahun No. Komoditi

2004 2005 2006 2007 1 Padi 27.5559 34.6995 51.3790 60.8555 2 Jagung 5.4800 5.6879 7.0915 8.7546 3 Ubi Kayu 1.2726 1.5071 1.8436 2.7690

109

4 Ubi Jalar 0.2007 0.2284 0.2416 0.4277 5 Kacang Tanah 0.8418 0.7451 0.7251 0.4188 6 Kedelai 1.7102 1.5317 2.0954 1.4455 7 Kacang Hijau 0.1672 0.1243 0.1553 0.0964 8 Bawang Merah 0.0000 0.0044 0.0379 0.1161 9 Kubis 0.0215 0.0279 0.0166 0.0523 10 Sawi 0.0952 0.1232 0.1953 0.3029 11 Kacang Panjang 0.1604 0.1360 0.1618 0.1933 12 Cabe Besar 0.4659 0.4729 0.5431 0.4243 13 Cabe Rawit 1.7378 0.9816 0.8914 1.0092 14 Tomat 0.0240 0.0438 0.0945 0.1210 15 Terong 0.0242 0.0379 0.0459 0.0873 16 Mentimun 0.0539 0.1052 0.0878 0.0822 17 Kangkung 0.0013 0.0016 0.0023 0.0075 18 Bayam 0.0024 0.0015 0.0018 0.0024 19 Alpukat 0.0170 0.0245 0.0179 0.0778 20 Belimbing 0.0020 0.0067 0.0118 0.0107 21 Duku 0.0038 0.0066 0.0124 0.0241 22 Durian 0.9413 2.7940 2.3273 0.8885 23 Jambu biji 0.0112 0.0061 0.0308 0.0553 24 Jeruk 0.0063 0.0111 0.0147 0.0231 25 Mangga 0.3296 1.0862 1.4096 1.2053 26 Manggis 0.0011 0.0023 0.0000 0.0013 27 Nanas 0.0002 0.0005 0.0002 0.0005 28 Pepaya 0.1247 0.2089 0.1403 0.1475 29 Pisang 3.2446 2.0990 2.4992 2.5419 30 Rambutan 0.4874 1.1095 1.2409 0.3390 31 Salak 0.0133 0.0169 0.0397 0.0277 32 Sawo 0.0326 0.0392 0.0578 0.0339 33 Melon 0.1850 0.1015 0.1132 0.1325 34 Semangka 0.0765 0.1043 0.0356 0.0333 35 Jambu air 0.0063 0.0132 0.0069 0.0149 36 Nangka 0.1943 0.3077 0.1654 0.1935 37 Sirsak 0.0016 0.0116 0.0070 0.0038 38 Sukun 0.1684 0.4174 0.4794 0.2854 39 Melinjo 1.7192 1.3631 2.0211 1.3311 40 Petai 0.3806 0.5530 0.7064 0.6104 JUMLAH 47.7619 56.7433 76.9475 85.1476

110

Lampiran 12. Klasifikasi Komoditi Tanaman Bahan Makanan di Kabupaten Klaten Tahun

2004-2007

No.

Komoditi Tanaman

Bahan Makanan

Kontribusi Komoditi

Kontribusi PDRB Kab.

Klaten

Laju Pertumbuhan

Komoditi

Laju Pertumbuhan PDRB Kab.

Klaten 1 Padi 43.6225 2.8511 22.3052 3.7651 2 Jagung 6.7535 14.4422 3 Ubi Kayu 1.8481 20.0617 Berkembang4 Ubi Jalar 0.2746 29.2273 Berkembang5 Kacang Tanah 0.6827 2.7707 Terbelakang6 Kedelai 1.6957 5.7882 Berkembang7 Kacang Hijau 0.1358 79.5294 Berkembang8 Bawang Merah 0.0528 485.1006 Berkembang9 Kubis 0.0296 60.9596 Berkembang10 Sawi 0.1791 39.0881 Berkembang11 Kacang Panjang 0.1629 16.9266 Berkembang12 Cabe Besar 0.4765 24.6712 Berkembang13 Cabe Rawit 1.1550 50.9620 Berkembang14 Tomat 0.0708 46.7949 Berkembang15 Terong 0.0488 74.1044 Berkembang16 Mentimun 0.0823 26.8012 Berkembang17 Kangkung 0.0032 79.9162 Berkembang18 Bayam 0.0020 -9.0193 Terbelakang19 Alpukat 0.0343 67.6474 Berkembang20 Belimbing 0.0078 86.7441 Berkembang21 Duku 0.0117 46.1690 Berkembang22 Durian 1.7378 35.3519 Berkembang23 Jambu biji 0.0259 96.3271 Berkembang24 Jeruk 0.0138 28.3559 Berkembang25 Mangga 1.0077 44.8870 Berkembang26 Manggis 0.0016 -15.6217 Terbelakang27 Nanas 0.0004 29.0920 Berkembang28 Pepaya 0.1554 2.0918 Terbelakang29 Pisang 2.5962 -13.4871 Terbelakang30 Rambutan 0.7942 13.1664 Berkembang31 Salak 0.0244 77.7483 Berkembang32 Sawo 0.0409 -6.0512 Terbelakang33 Melon 0.1330 -22.8294 Terbelakang

111

34 Semangka 0.0624 0.0100 Terbelakang35 Jambu air 0.0103 36.0256 Berkembang36 Nangka 0.2152 -8.4213 Terbelakang37 Sirsak 0.0060 116.6455 Berkembang38 Sukun 0.3377 27.7997 Berkembang39 Melinjo 1.6086 -12.9165 Terbelakang40 Petai 0.5626 11.8325 Berkembang JUMLAH 66.6637 1710.9971 Lampiran 13. Matriks Tipologi Klassen Komoditi Tanaman Bahan

Makanan di Kabupaten Klaten

Kontribusi Komoditi

Laju Pertumbuhan Komoditi

Kontribusi Besar (Kontribusi komoditi i >

Kontribusi PDRB)

Kontribusi Kecil (Kontribusi komoditi i < Kontribusi PDRB)

Tumbuh Cepat (rkomoditi i > rPDRB)

Komoditi Prima: padi dan jagung

Komoditi Berkembang: ubi kayu, durian,

kedelai, cabe rawit, mangga, rambutan, petai, cabe besar,

sukun, ubi jalar, sawi, kacang panjang, kacang hijau,

mentimun, tomat, terong, bawang merah, alpukat, kubisjambu biji, salak, jeruk, dukujambu air, belimbing, sirsak,

kangkung, dan nanas

Tumbuh Lambat (rkomoditi i< rPDRB)

Komoditi Potensial: -

Komoditi Terbelakang: pisang, melinjo,

kacang tanah, nangka, pepaya, melon, semangka, sawo

bayam, dan manggis Lampiran 14. Matriks Strategi Pengembangan Komoditi Tanaman

Bahan Makanan di Kabupaten Klaten

Jangka Pendek (1-5th)

Jangka Menengah (5-10th)

Jangka Panjang(10-25th)

Komoditi Prima (padi dan jagung)

Strateginya yaitu dengan memanfaatkan komoditi prima secara optimal, yaitu melalui upaya:

Komoditi Berkembang menjadi Komoditi Prima

Strateginya dengan meningkatkan kontribusi komoditi berkembang, yaitu melalui upaya:

Komoditi Terbelakang menjadi Komoditi Berke

Strateginya yaitu dengan meningkatkan laju pertumbuhan komoditi terbelakang, yaitu melalui

112

- Pengembangan agribisnis tanaman pangan

- Diversifikasi pasar - Penguatan kelembagaan

petani - Pelibatan pihak swasta

sebagai mitra petani - Upaya menciptakan peraturan

dan perundangan yang kondusif

- Pemeliharaan tanaman ubi kayu secara intensif

- Pengembangan agribisnis durian

- Penggunaan benih kedelai, cabe rawit, dan cabe besar bermutu dari varietas unggul

- Perbaikan kualitas buah mangga dan rambutan dengan sortasi

Komoditi Terbelakang menjadi Komoditi Berkembang

Strateginya yaitu dengan meningkatkan laju pertumbuhan komoditi terbelakang, melalui upaya: - Peningkatan produktivitas

pisang, pepaya, dan nangka - Peningkatan kualitas buah

melinjo - Pengamanan produksi kacang

tanah

upaya: - Pengoptimalan sumberdaya

yang tersedia untuk pisang, melinjo, kacang tanah

- Peningkatkan peranan perlindungan tanaman kacang tanah, melon, dan seman

- Peningkatan kualitas SDM bagi petani melon dan semangka

Komoditi PrimaMenjadi

Komoditi Prima(padi dan jagung)

Strateginya yaitu melalui upaya: - Upaya pengembangan

pembenihan unggul- Menjaga tingkat kesuburan

tanah secara kontinuitas - Pemeliharaan sarana produksi

usahatani