KLASIFIKASI KOMODITI TANAMAN BAHAN MAKANAN DALAM …...3 klasifikasi komoditi tanaman bahan makanan...
Transcript of KLASIFIKASI KOMODITI TANAMAN BAHAN MAKANAN DALAM …...3 klasifikasi komoditi tanaman bahan makanan...
1
KLASIFIKASI KOMODITI TANAMAN BAHAN MAKANAN DALAM KERANGKA PERENCANAAN
PENGEMBANGAN EKONOMI DAERAH KABUPATEN KLATEN
Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/ Program Studi Agrobisnis
Oleh : Joko Purwanto
H0305021
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2009
2
PERNYATAAN
Dengan ini kami selaku Tim Pembimbing Skripsi Mahasiswa Program Sarjana :
Nama : Joko Purwanto
NIM : H0305021
Jurusan/Program Studi : Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis
Menyetujui Naskah Publikasi Ilmiah yang disusun oleh yang bersangkutan dan
dipublikasikan dengan / tanpa*) mencantumkan nama tim pembimbing sebagai Co-
Author.
Pembimbing Utama
Pembimbing Pendamping
Ir. Ropingi, M.Si NIP. 19650801 199102 1 001
Ir. Agustono, M.Si NIP. 19640801 199003 1 004
3
KLASIFIKASI KOMODITI TANAMAN BAHAN MAKANAN DALAM KERANGKA PERENCANAAN PENGEMBANGAN EKONOMI DAERAH
KABUPATEN KLATEN
JOKO PURWANTO
H0305021
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui klasifikasi komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten berdasarkan Tipologi Klassen dan strategi pengembangan komoditi tanaman bahan makanan dalam kerangka perencanaan pengembangan ekonomi daerah Kabupaten Klaten. Metode dasar penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Daerah penelitian diambil secara sengaja (purposive) di Kabupaten Klaten. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik, BAPEDA, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Klaten, yaitu berupa data PDRB Kabupaten Klaten, PDRB Provinsi Jawa Tengah tahun 2003-2007 ADHK 2000, jumlah produksi dan harga komoditi tanaman bahan makanan tahun 2003-2007, data RPJMD Kabupaten Klaten, dan data yang ada dalam Klaten dalam Angka 2007. Hasil penelitian menunjukkan bahwa klasifikasi komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten berdasarkan pendekatan Tipologi Klassen yang termasuk komoditi prima adalah padi dan jagung; komoditi berkembang terdiri dari ubi kayu, durian, kedelai, cabe rawit, mangga, rambutan, petai, cabe besar, sukun, ubi jalar, sawi, kacang panjang, kacang hijau, mentimun, tomat, terong, bawang merah, alpukat, kubis, jambu biji, salak, jeruk, duku, jambu air, belimbing, sirsak, kangkung, dan nanas; dan komoditi terbelakang meliputi pisang, melinjo, kacang tanah, nangka, pepaya, melon, semangka, sawo, bayam, dan manggis. Strategi pengembangan jangka pendek yaitu dengan upaya pengembangan agribisnis tanaman pangan, diversifikasi pasar, penguatan kelembagaan petani, pelibatan pihak swasta sebagai mitra petani, upaya menciptakan peraturan dan kebijakan yang kondusif. Strategi pengembangan jangka menengah terdiri dua macam alternatif strategi, yaitu strategi untuk mengembangkan komoditi berkembang menjadi komoditi prima, melalui upaya pemeliharaan tanaman ubi kayu secara intensif; pengembangan agribisnis durian; perbaikan kualitas buah mangga dan rambutan dengan sortasi; penggunaan benih kedelai, cabe rawit, dan cabe besar yang bermutu dari varietas unggul. Strategi untuk mengembangkan komoditi terbelakang menjadi komoditi berkembang, melalui upaya peningkatan produktivitas pisang, pepaya, dan nangka; peningkatan kualitas buah melinjo; pengamanan produksi kacang tanah. Strategi pengembangan jangka panjang terdiri dari dua macam alternatif strategi, yaitu strategi untuk mengembangkan agar komoditi terbelakang menjadi berkembang, melalui upaya pengoptimalan sumberdaya yang tersedia untuk pisang, melinjo, dan kacang tanah; peningkatkan peranan perlindungan tanaman kacang tanah, melon, dan semangka; peningkatan kualitas SDM bagi petani melon dan semangka. Strategi untuk mengembangkan komoditi prima, strateginya yaitu melalui upaya pengembangan pembenihan unggul,
4
menjaga kesuburan tanah secara kontinuitas, penyediaan sarana dan prasarana pertanian yang memadai serta pemeliharaan sarana produksi usahatani.
Kata Kunci: klasifikasi, komoditi tanaman bahan makanan, Tipologi Klassen, strategi
pengembangan, Kabupaten Klaten
5
COMMODITY CLASSIFICATION OF CROP FOODSTUFF IN PLANNING OF ECONOMIC DEVELOPMENT KLATEN REGENCY
JOKO PURWANTO
H0305021
ABSTRACT
The aim of this research to know commodity classification of crop foodstuff in Klaten Regency based on Klassen Typology and developing strategies of commodity crop foodstuff in planning of developing economic in Klaten regency based on the short-range period, middle-range and long-range period. The basic method in this research is descriptive method. The research area is taken purposive in Klaten regency. The kind of data that used is secondary data, there are consist of Domestic Regional Bruto Product (PDRB) in Klaten regency, PDRB province of Central Java in the year 2003-2007 ADHK 2000, the total production of commodity crop foodstuff, the price of commodity crop foodstuff in the years 2003-2007 in Klaten Regency, the data of planning developing in long-range area (RPJMD) Klaten Regency, and the data that involve in Klaten in numeral 2007. The data is gotten from Badan Pusat Statistik (BPS) Klaten Regency, BAPEDA Klaten Regency, and agriculture and stamina of the food agency in Klaten Regency. The research finding indicated that commodity classifications of crop foodstuff in Klaten regency based on Klassen Typology method are that included primer commodity are rice plant and maize (corn); blossom commodity are consist of cassava, durian, soybean, a small chili, mango, the rambutan, petai, a big chili, bread fruit, sweet potato, mustard greens, legume, mug bean, cucumber, tomato, egg plant, onion, avocado, cabbage, guava, the zallaca palm, orange, tree with edible fruit, lanseh tree, star fruit, the sweet sop fruit, kinds of levy vegetable and pineapple; and the latest commodity includes banana, carelessly negligent, peanut (pellet), jackfruit, papaya, melon, watermelon, sapodilla, amaranth used as vegetable, and mangos teen.. Developing short-range strategies with developing agribusiness of foodstuff, marketing diversification, making strong for the farmer institutional, involving private sides as a farmers’ friend, efforts to create the role and conductivities policy. Developing middle-range strategies involved two kinds’ strategies; they are strategy for developing blossom commodity become primer commodity, through efforts keeping the cassava plant intensively, developing agribusiness of durian, improvement the quality of mango and the rambutan by grading, using the soybean, a small chili, a big chili excellent feed from the excellent varieties. The strategy to developing to develop the latest commodity become blossom commodity, through efforts improving the production of banana, papaya, and nangka; improving the quality of carelessly negligent, the production pacification of peanut. Developing long-range strategies include two kinds of strategies, there are: strategy for developing the latest commodity become blommed, through optimally the resources of banana; carelessly negligent, and peanut; improving the protection crop of peanut, melon, and water melon; improving the quality of melon and water melon farmer as human being. The strategy to develop primer commodity, its strategy pass through improving superior germanition, keeping
6
the continuity of fertilizer land, supplying the medium and infrastructure of agricultural with keeping the farmer efforts tool production.
Keywords: classification, commodity of crop foodstuff, Klassen Typology,
developing strategy, Klaten Regency
7
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana
pemerintah daerah dan masyarakat bekerjasama untuk mengelola sumberdaya
tersedia yang menjadi potensi bagi suatu daerah. Pembangunan dapat
dilakukan dengan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah
dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru dan
agar dapat merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah
tersebut. Pembangunan ekonomi daerah memiliki peranan penting dalam
keberhasilan pembangunan di tingkat nasional. Keadaan perekonomian
nasional disusun oleh keadaan perekonomian daerah, sehingga keberhasilan
pembangunan di daerah akan turut menentukan keberhasilan pembangunan di
tingkat nasional.
Pembangunan di Provinsi Jawa Tengah yang berlangsung secara
menyeluruh dan berkesinambungan telah meningkatkan perekonomian
masyarakat. Pencapaian hasil-hasil pembangunan yang dirasakan masyarakat
merupakan hasil pembangunan dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah yang
tidak terlepas dari usaha keras secara bersama-sama antara pemerintah dan
masyarakat. Potensi daerah dan kekayaan alam yang dimiliki dapat dilihat
sebagai keunggulan komparatif bagi daerah. Namun untuk dapat
memanfaatkan potensi tersebut masih ada kendala seperti lemahnya sumber
daya manusia yang harus dihadapi oleh penentu kebijakan baik di tingkat
provinsi maupun di tingkat daerah kabupaten/kota.
Kabupaten Klaten merupakan salah satu dari 35 kabupaten/kota di Jawa
Tengah yang memiliki kekayaan alam yang menjadi potensi bagi daerah.
Dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan ekonomi daerah,
Pemerintah Daerah Kabupaten Klaten memiliki kewenangan untuk
mengembangkan daerahnya sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang
dimiliki. Perumusan perencanaan pembangunan ekonomi daerah harus
disesuaikan dengan karakteristik wilayah, sehingga sumberdaya manusia,
1
8
sumberdaya alam maupun sumberdaya lainnya yang mendukung
pembangunan daerah dapat dimanfaatkan secara optimal, sehingga akan
berdampak positif terhadap pembangunan wilayah di Kabupaten Klaten.
Pembangunan ekonomi daerah di Kabupaten Klaten tidak terlepas dari
kontribusi beberapa sektor perekonomian, yaitu sektor pertanian; penggalian;
industri pengolahan; listrik dan air minum; bangunan/kontruksi; perdagangan,
hotel, dan restoran; angkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan; dan jasa-jasa. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor
perekonomian yang memberikan kontribusi PDRB yang relatif besar terhadap
PDRB Kabupaten Klaten, tetapi ada kecenderungan yang semakin menurun
dari tahun ke tahun, yaitu sebesar 22,61% pada tahun 2004; 22,08% pada
tahun 2005; 22,17% pada tahun 2006 dan pada tahun 2007 sebesar 21,78%.
(BAPEDA Kabupaten Klaten, 2007). Hal ini menjadikan sektor pertanian
sebagai salah satu sektor yang mempunyai peranan penting bagi
perekonomian daerah Kabupaten Klaten. Oleh karena itu, pemerintah daerah
hendaknya membuat kebijakan pembangunan pertanian berkelanjutan yang
diarahkan untuk mengembangkan sistem ketahanan pangan dan agrobisnis.
Sektor pertanian di Kabupaten Klaten terdiri dari lima subsektor, yaitu
subsektor tanaman bahan makanan, subsektor perkebunan, subsektor
peternakan, subsektor kehutanan, dan subsektor perikanan. Kelima subsektor
pertanian memberikan kontribusi yang berbeda terhadap PDRB Kabupaten
Klaten. Besarnya kontribusi masing-masing subsektor pertanian dapat dilihat
dari distribusi persentase PDRB subsektor pertanian di Kabupaten Klaten.
Tabel 1. Distribusi Persentase PDRB Subsektor Pertanian Kabupaten Klaten Tahun 2004-2007
Tahun Subsektor Pertanian 2004 2005 2006 2007
Tanaman Bahan Makanan 16,84 16,21 16,64 16,42 Perkebunan 1,11 1,03 0,85 0,77 Peternakan 3,61 3,82 3,67 3,59 Kehutanan 0,74 0,71 0,72 0,71 Perikanan 0,30 0,30 0,30 0,29 Total 22,61 22,08 22,17 21,78
Sumber : BAPEDA Kabupaten Klaten, 2007
9
Tabel 1 menunjukkan bahwa dari kelima subsektor pertanian, ternyata
subsektor tanaman bahan makanan merupakan subsektor yang paling besar
kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Klaten, yaitu sebesar 16,84% pada
tahun 2004; 16,21% pada tahun 2005; 16,64% pada tahun 2006; dan pada
tahun 2007 sebesar 16,42%. Subsektor tanaman bahan makanan selalu
memberikan kontribusi yang relatif besar dalam total share sektor pertanian
terhadap PDRB di Kabupaten Klaten. Hal ini disebabkan luas wilayah di
Kabupaten Klaten yang sebagian besar dimanfaatkan untuk lahan pertanian
sawah, yaitu sebanyak 51% dari total luas wilayah di Kabupaten Klaten
sebesar 65.556 Ha (BAPEDA Kabupaten Klaten, 2006), sehingga menunjang
untuk memberikan kontribusi subsektor tanaman bahan makanan relatif besar.
Distribusi PDRB subsektor tanaman bahan makanan masih dalam
kondisi yang fluktuatif, yaitu terjadi penurunan pada tahun 2005 dan 2007
serta terjadi peningkatan pada tahun 2006. Kondisi yang demikian perlu
diperhatikan untuk dikembangkan lebih lanjut agar dapat menjaga eksistensi
kontribusi subsektor tanaman bahan makanan, sehingga subsektor tanaman
bahan makanan dapat memegang peranan penting dalam perekonomian daerah
Kabupaten Klaten.
Selain memperhatikan kontribusi sektor pertanian, faktor lain untuk
mengetahui peranan subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten
dapat juga diketahui dari tingkat laju pertumbuhannya. Adapun laju
pertumbuhan PDRB masing-masing subsektor pertanian Kabupaten Klaten
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Laju Pertumbuhan PDRB Subsektor Pertanian Kabupaten Klaten Tahun 2004-2007 (%)
Tahun Subsektor Pertanian 2004 2005 2006 2007
Rata-rata
Tanaman Bahan Makanan 6,17 0,71 5,02 1,92 3,45 Perkebunan -5,39 -3,08 -16,03 -5,55 -7,51 Peternakan 2,92 10,67 -1,88 1,08 3,20 Kehutanan 10,75 0,44 2,65 2,59 4,11 Perikanan 5,61 5,87 0,04 1,40 3,23 Total 20,06 14,61 -10,20 1,44 6,48
Sumber : BAPEDA Kabupaten Klaten, 2007
10
Sektor pertanian secara umum mengalami pertumbuhan positif dari
tahun 2004-2007 adalah subsektor tanaman bahan makanan, subsektor
kehutanan dan subsektor perikanan. Subsektor perkebunan dari tahun 2004-
2007 selalu mengalami pertumbuhan negatif. Sedangkan subsektor peternakan
mengalami pertumbuhan negatif hanya pada tahun 2006.
Tabel 2 menunjukkan bahwa subsektor tanaman bahan makanan
merupakan subsektor pembentuk PDRB Kabupaten Klaten yang memiliki
nilai laju pertumbuhan yang positif selama empat tahun berturut-turut, yaitu
pada tahun 2004 nilai laju pertumbuhannya sebesar 6,17%; pada tahun 2005
nilai laju pertumbuhannya sebesar 0,71%; pada tahun 2006 nilai laju
pertumbuhannya sebesar 5,02%; dan pada tahun 2007 nilai laju
pertumbuhannya sebesar 1,92%; dengan rata-rata pertumbuhannya sebesar
3,45%. Walaupun pada tahun 2005 dan 2007 mengalami pertumbuhan positif
yang lambat karena terjadinya penurunan produksi komoditi tanaman bahan
makanan pada tahun tersebut, akan tetapi secara umum subsektor ini memiliki
peranan besar dalam memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan PDRB
sektor pertanian di Kabupaten Klaten.
Subsektor tanaman bahan makanan merupakan subsektor yang
memiliki peranan penting dalam pembangunan sektor pertanian di Kabupaten
Klaten karena sebagai penyedia pangan dan kebutuhan masyarakat. Subsektor
tanaman bahan makanan terdiri dari berbagai macam komoditi tanaman
pangan, sayur-sayuran dan buah-buahan. Dalam kerangka perencanaan
pengembangan ekonomi daerah, Kabupaten Klaten tidak dapat mengandalkan
hanya pada salah satu jenis komoditi sebagai penyangga utama. Kabupaten
Klaten perlu menentukan komoditi tanaman bahan makanan yang termasuk
kategori komoditi prima, komoditi potensial, komoditi berkembang dan
komoditi terbelakang. Dari keempat kategori komoditi tanaman bahan
makanan itu merupakan komoditi yang menjadi kebutuhan pokok yang
dikonsumsi masyarakat di berbagai daerah termasuk Kabupaten Klaten,
sehingga mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan lebih lanjut di
masa mendatang agar dapat menunjang pembangunan ekonomi daerah.
11
Penelitian ini merupakan lanjutan penelitian dari penelitian sebelumnya
yang telah dilakukan di Kabupaten Klaten, diantaranya adalah penelitian Sari
(2002), yang menunjukkan bahwa subsektor tanaman bahan makanan
merupakan subsektor pertanian yang paling banyak memberikan kontribusi
terhadap perekonomian daerah Kabupaten Klaten pada tahun 1995-2000.
Sedangkan dari penelitian Dewi (2004), dapat diketahui bahwa subsektor
tanaman bahan makanan merupakan subsektor basis di Kabupaten Klaten, dan
pada penelitian Listiyani (2006), yang menunjukkan bahwa subsektor tanaman
bahan makanan bukan merupakan leading sector di Kabupaten Klaten.
Penelitian-penelitian tersebut hanya menganalisis besarnya kontribusi sektor
pertanian terhadap perekonomian daerah, mengidentifikasi sektor basis
maupun sektor nonbasis dan juga keterkaitan suatu sektor terhadap sektor
perekonomian lain. Semua penelitian tersebut belum memfokuskan bagaimana
strategi pengembangannya, maka dari itu perlu adanya penelitian mengenai
strategi pengembangan pada sektor pertanian (subsektor tanaman bahan
makanan) dalam perekonomian daerah Kabupaten Klaten.
Strategi pengembangan diperlukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten
Klaten dalam upaya mewujudkan pembangunan pertanian yang berkelanjutan
di Kabupaten Klaten. Dalam hal ini, strategi pengembangan komoditi tanaman
bahan makanan diperlukan untuk mempertahankan eksistensi kontribusi dan
pertumbuhan komoditi agar dapat meningkat di masa mendatang. Oleh karena
itu, diperlukan adanya kajian yang lebih mendalam mengenai strategi
pengembangan yang tepat dalam pembangunan pertanian, khususnya untuk
komoditi tanaman bahan makanan. Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi mengenai strategi pengembangan komoditi tanaman
bahan makanan, baik pengembangan dalam periode waktu jangka pendek,
jangka menengah maupun jangka panjang.
B. Perumusan Masalah
Kabupaten Klaten memiliki keadaan alam yang sebagian besar adalah
berupa dataran rendah dan didukung dengan banyaknya sumber air, maka
daerah Kabupaten Klaten merupakan daerah pertanian yang potensial (BPS
12
Kabupaten Klaten, 2007). Kabupaten Klaten memiliki luas wilayah sebesar
65.556 ha, sebanyak 51% (33.435 ha) lahan di Kabupaten Klaten
dimanfaatkan untuk lahan pertanian sawah dengan status teririgasi dan hanya
1,59% berupa sawah tadah hujan. Lahan yang luas maupun persentase untuk
lahan sawah teririgasi menunjukkan bahwa tanah pertanian di Kabupaten
Klaten termasuk subur (BAPEDA Kabupaten Klaten, 2006).
Wilayah Kabupaten Klaten sebagian besar merupakan lahan subur,
sehingga relatif potensial untuk menunjang tumbuhnya sektor pertanian. Sub
sektor tanaman bahan makanan merupakan salah satu subsektor pada sektor
pertanian. Subsektor ini terdiri dari tanaman pangan, tanaman sayur-sayuran
dan tanaman buah-buahan. Padi adalah salah satu komoditi tanaman pangan di
Kabupaten Klaten yang jumlah produksinya termasuk tinggi, yaitu sebesar
3.472.300 kwintal pada tahun 2007 dengan produktivitas 59,47 kwintal/ha.
Sedangkan komoditi lain yang jumlah produksinya tinggi adalah jagung yaitu
sebesar 579.700 kwintal dengan produktivitas 60,32 kwintal/ha. Sedangkan
jumlah produksi ubi kayu 518.370 kwintal, produktivitas 306,55 kwintal/ha
(Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Klaten, 2007). Peranan
pertanian tanaman pangan yang relatif besar tersebut dikarenakan kondisi di
Kabupaten Klaten yang potensial, sehingga mendukung untuk
dikembangkannya komoditi tanaman bahan makanan.
Subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten memperoleh
kontribusi dari berbagai macam komoditi tanaman pangan, sayuran dan buah-
buahan. Jenis komoditi tanaman pangan di Kabupaten Klaten antara lain padi,
jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kedelai, dan kacang hijau. Jenis
komoditi tanaman sayuran antara lain bawang merah, kubis, sawi, kacang
panjang, cabe besar, cabe rawit, tomat, terong, mentimun, kangkung, dan
bayam. Sedangkan jenis komoditi buah-buahan terdiri dari alpukat, belimbing,
duku, durian, jambu, jeruk, mangga, manggis, nanas, pepaya, pisang,
rambutan, salak, sawo, melon, dan semangka. Adapun beberapa komoditi
beserta nilai produksinya dari subsektor tanaman bahan makanan yang
dihasilkan di Kabupaten Klaten pada tahun 2004-2007 disajikan pada Tabel 3.
13
Tabel 3. Nilai Produksi Komoditi Tanaman Bahan Makanan di Kabupaten Klaten Tahun 2004-2007 (Rp)
Tahun Komoditi Tanaman Bahan Makanan 2004 2005 2006 2007
Padi 429.706.750.000 541.103.382.000 801.203.531.000 948.979.590.000 Jagung 85.454.441.000 88.697.278.000 110.584.890.000 136.519.350.000 Ubi Kayu 19.844.906.000 23.501.676.000 28.748.343.000 43.180.221.000 Kacang Panjang 2.500.675.800 2.121.004.800 2.523.534.400 3.014.145.200 Mentimun 840.844.800 1.640.433.600 1.368.427.200 1.281.707.700 Cabe Rawit 27.099.457.000 15.306.662.800 13.901.157.900 15.736.800.000 Rambutan 7.600.671.100 17.301.980.000 19.351.050.000 5.286.367.800 Mangga 5.140.260.000 16.938.272.000 21.980.567.700 18.795.525.000 Pisang 50.596.253.400 32.731.405.200 38.972.375.000 39.638.414.400
Total Komoditi Pertanian
1.210.739.796.620 1.344.627.985.796 1.751.326.842.508 1.930.050.538.580
Sumber : Diadopsi dari Lampiran 8
Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa dari beberapa jenis
komoditi tanaman bahan makanan yang dihasilkan di Kabupaten Klaten,
ternyata komoditi yang memiliki nilai produksi terbesar pada tahun 2004-2007
adalah padi dimana nilai produksinya cenderung meningkat dari tahun ke
tahun. Selain padi, komoditi lain yang memiliki nilai produksi yang besar dan
memiliki kecenderungan meningkat dari tahun 2004-2007 adalah jagung dan
ubi kayu. Sedangkan komoditi lain seperti kacang panjang, mentimun, cabe
rawit, dan rambutan memiliki nilai produksi yang cenderung fluktuatif dari
tahun 2004-2007. Besarnya nilai produksi komoditi dipengaruhi oleh jumlah
produksi dan harga komoditi di tingkat produsen pada waktu tertentu. Selain
itu, besarnya nilai produksi juga dipengaruhi oleh keadaan alam di Kabupaten
Klaten yang cocok dan mendukung untuk pertumbuhan komoditi tanaman
bahan makanan. Nilai produksi komoditi yang besar akan berpengaruh
terhadap besarnya kontribusi yang diberikan terhadap PDRB sektor pertanian.
Akan tetapi komoditi yang memiliki nilai produksi yang besar belum tentu
memberikan kontribusi yang besar juga terhadap PDRB sektor pertanian.
Selain memperhatikan nilai produksi untuk mengetahui besarnya
kontribusi komoditi tanaman bahan makanan terhadap sektor pertanian, faktor
lain yang dapat digunakan untuk mengetahui peranan komoditi tanaman bahan
makanan di Kabupaten Klaten dapat dilihat melalui laju pertumbuhannya.
Adapun laju pertumbuhan beberapa komoditi tanaman bahan makanan yang
dihasilkan di Kabupaten Klaten disajikan pada Tabel 4.
14
Tabel 4. Laju Pertumbuhan Komoditi Tanaman Bahan Makanan di Kabupaten Klaten Tahun 2004-2007 (%)
Tahun Komoditi Tanaman Bahan Makanan 2004 2005 2006 2007
Rata-rata
Padi -3,33 26,07 48,07 18,44 22,31 Jagung 5,84 3,79 24,68 23,45 14,44 Ubi Kayu -10,71 18,43 22,32 50,20 20,06 Kacang Panjang 44,47 -15,18 18,98 19,44 16,93 Mentimun 35,03 95,09 -16,58 -6,34 26,80 Cabe Rawit 243,34 -43,52 -9,18 13,20 50,96 Rambutan -49,76 290,32 11,84 -72,68 44,93 Mangga -65,17 228,71 29,77 -14,49 44,71 Pisang -41,30 -33,24 19,07 1,71 -13,44
Total -30,02 656,62 96,30 51,80 193,67 Sumber : Diadopsi dari Lampiran 10
Tabel 4 menunjukkan bahwa pada tahun 2007 sebagian besar komoditi
mengalami pertumbuhan positif, kecuali mentimun, rambutan, dan mangga
yang tumbuh negatif. Komoditi tanaman bahan makanan yang memiliki laju
pertumbuhan positif pada tahun 2004-2007 adalah jagung dengan rata-rata
pertumbuhan 14,44%; sedangkan padi dan ubi kayu mengalami pertumbuhan
negatif pada tahun 2004. Kacang panjang mengalami pertumbuhan negatif
pada tahun 2005 dan cabe rawit mengalami pertumbuhan negatif pada tahun
2005 dan 2006. Pada tahun 2004-2007 sebagian besar komoditi tanaman
bahan makanan memiliki nilai rata-rata pertumbuhan positif, kecuali pisang
yang memiliki rata-rata pertumbuhan negatif, yaitu sebesar -13,44%. Laju
pertumbuhan komoditi yang positif berarti bahwa produksi komoditi
mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, sedangkan laju pertumbuhan
komoditi yang negatif terjadi karena penurunan produksi pada tahun tersebut.
Secara umum komoditi tanaman bahan makanan yang memiliki pertumbuhan
positif memiliki peranan besar terhadap pertumbuhan sektor pertanian di
Kabupaten Klaten.
Berbagai komoditi tanaman bahan makanan yang dihasilkan di
Kabupaten Klaten tersebut tentunya tidak semuanya memiliki potensi yang
besar untuk dikembangkan. Ada beberapa komoditi tanaman bahan makanan
tertentu yang layak mendapatkan prioritas untuk dikembangkan dan ada juga
15
komoditi yang tidak layak untuk dikembangkan. Hal itu dapat ditentukan
dengan melihat besarnya laju pertumbuhan dan kontribusi komoditi tanaman
bahan makanan terhadap PDRB Kabupaten Klaten. Setelah diketahui komoditi
yang dapat diprioritaskan untuk dikembangkan, maka pengembangan sektor
pertanian dan penetapan kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Klaten
dalam pembangunan wilayah berbasis komoditi tanaman bahan makanan di
masa mendatang dapat lebih baik dan terarah.
Berdasarkan informasi dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) Kabupaten Klaten, Pemerintah Daerah Kabupaten Klaten
menentukan beberapa kebijakan terkait dengan pembangunan sektor
pertanian, meliputi:
1. Mengembangkan usaha pertanian dan wawasan bisnis, menghasilkan nilai
tambah dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan
pertanian
2. Mengembangkan sistem ketahanan pangan dan gizi melalui peningkatan
ketersediaan komoditas pangan dalam jumlah yang cukup dan kualitas
yang memadai
3. Meningkatkan kemampuan dan produktivitas usaha melalui optimalisasi
sumberdaya pertanian, peternakan dan perikanan
4. Mengembangkan perekonomian yang berorientasi global berdasarkan
keunggulan produk perkebunan
5. Mengembangkan perhutanan sosial sebagai penyeimbang ekosistem
Sedangkan program-program pembangunan daerah Kabupaten Klaten
pada sektor pertanian diantaranya adalah:
1. Peningkatan dan pengembangan pertanian rakyat terpadu
2. Pengembangan kelembagaan kelompok tani peternak sapi dan kambing
3. Pengembangan agribisnis
4. Ketahanan pangan dan gizi
5. Penyediaan sarana dan prasarana pertanian
6. Pengembangan usaha perkebunan
7. Pengelolaan dan pelestarian hutan
16
Selain itu, Pemerintah Daerah Kabupaten Klaten juga perlu
merumuskan perencanaan pengembangan ekonomi daerah pada sektor
pertanian, khususnya untuk komoditi tanaman bahan makanan yaitu dengan
menentukan klasifikasi dan strategi pengembangannya. Hal ini diupayakan
untuk mempertahankan eksistensi kontribusi dan laju pertumbuhan subsektor
tanaman bahan makanan terhadap perekonomian daerah Kabupaten Klaten.
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Termasuk klasifikasi apakah komoditi tanaman bahan makanan dalam
kerangka perencanaan pengembangan ekonomi daerah Kabupaten Klaten?
2. Strategi apakah yang dapat diterapkan untuk pengembangan komoditi
tanaman bahan makanan dalam kerangka perencanaan pengembangan
ekonomi daerah Kabupaten Klaten?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam
melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui klasifikasi komoditi tanaman bahan makanan dalam
kerangka perencanaan pengembangan ekonomi daerah Kabupaten Klaten
2. Untuk mengetahui strategi pengembangan komoditi tanaman bahan
makanan dalam kerangka perencanaan pengembangan ekonomi daerah
Kabupaten Klaten
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini meliputi:
1. Bagi penulis, diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
terutama yang berkaitan dengan topik penelitian serta merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Klaten, diharapkan dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan Pemerintah Daerah dalam mengambil
17
keputusan terkait dengan kebijakan dalam perencanaan pengembangan
ekonomi daerah khususnya subsektor tanaman bahan makanan.
3. Bagi pembaca, diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian guna
menambah wawasan dan pengetahuan serta sebagai referensi untuk
penelitian selanjutnya.
18
II. LANDASAN TEORI
A. Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian Susilowati (2009) yang berjudul Strategi
Pengembangan Sektor Pertanian di Kabupaten Sukoharjo (Pendekatan
Tipologi Klassen), disimpulkan bahwa dengan menggunakan Analisis
Tipologi Klassen dapat diketahui hasil klasifikasi sektor pertanian di
Kabupaten Sukoharjo, yaitu subsektor tanaman bahan makanan adalah
termasuk subsektor prima, subsektor peternakan merupakan subsektor
potensial, subsektor perikanan merupakan subsektor berkembang adalah dan
subsektor perkebunan dan subsektor kehutanan termasuk subsektor
terbelakang di Kabupaten Sukoharjo. Sedangkan strategi pengembangan
sektor pertanian di Kabupaten Sukoharjo terdiri dari:
1. Strategi pengembangan jangka pendek, meliputi strategi untuk
mengembangkan subsektor prima (subsektor tabama) yaitu dengan
pengotimalan potensi yang ada, yaitu dengan cara diversifikasi pasar,
kerjasama dengan pihak swalayan, membuka lapangan kerja untuk
pengemasan dan pemasaran, penetapkan harga oleh pemerintah.
Sedangkan strategi untuk mengupayakan subsektor potensial menjadi
subsektor prima (subsektor peternakan), yaitu dengan meningkatkan laju
pertumbuhannya yaitu dengan cara meningkatkan produksi peternakan
dengan menurunkan harga ternak dan pakan ternak dan gaduh ternak,
memanfaatkan kotoran dan urine ternak sebgai pupuk organik dan
menjalin kerjasama dengan Kabupaten lain.
2. Strategi pengembangan jangka menengah yaitu strategi untuk
mengembangkan subsektor berkembang menjadi subsektor potensial
(subsektor perikanan), strateginya yaitu dengan meningkatkan
kontribusinya yaitu dengan cara meningkatkan permintaan ikan dengan
diversifikasi produk, meningkatkan produksi dengan penggunaan bibit
unggul dan meningkatkan daya beli masyarakat.
12
19
3. Strategi pengembangan jangka panjang yaitu dengan pengembangan
subsektor prima (subsektor tabama) strateginya yaitu dengan menjaga
kesuburan tanah, perwujudan pertanian organik, penetapan daerah sebagai
penghasil komoditi unggulan, sistem tanam bergilir.
Hasil penelitian Listiyani (2006) yang berjudul Analisis Keterkaitan
Sektor Tanaman Bahan Makanan Terhadap Sektor Perekonomian lain di
Kabupaten Klaten, menunjukkan bahwa sektor tanaman bahan makanan
mempunyai nilai Kepekaan Penyebaran dan Koefisien Penyebaran yang
rendah (kurang dari 1), maka sektor tanaman bahan makanan di Kabupaten
Klaten bukan merupakan leading sector karena sektor tanaman bahan
makanan mempunyai ketergantungan yang rendah dan daya dorong yang
relatif kecil bagi sektor perekonomian lain di Kabupaten Klaten. Leading
sector di Kabupaten Klaten adalah sektor industri pengolahan dan sektor
perdagangan, hotel dan restoran. Karena itu untuk memajukan sektor
perekonomian, maka hal yang terlebih dahulu dilakukan adalah dengan
memajukan sektor kunci yaitu sektor industri pengolahan dan sektor
perdagangan, hotel dan restoran.
Dewi (2004) dalam penelitiannya berjudul Analisis Penentuan Sektor
Pertanian Unggulan dalam Perekonomian Wilayah Kabupaten Klaten
Dengan Pendekatan Ekonomi Basis, menunjukkan bahwa pada tahun 1998–
2002 Kabupaten Klaten mempunyai empat sektor basis yaitu sektor
bangunan/konstruksi; sektor keuangan dan persewaan; sektor jasa-jasa; serta
sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sedangkan sektor pertanian bukanlah
sektor basis di Kabupaten Klaten. Berdasarkan analisis DLQ, sektor pertanian
muncul sebagai sektor basis di tahun-tahun mendatang bersama dengan sektor
bangunan/konstruksi. Sub sektor pendukung sektor pertanian yang
mempunyai nilai LQ>1 adalah sub sektor tanaman bahan makanan dan
perkebunan, namun analisis DLQ membuktikan bahwa sub sektor perkebunan
tidak dapat bertahan dan kedudukannya tergantikan oleh sub sektor
peternakan di tahun-tahun mendatang. Sektor pertanian mempunyai angka
pengganda pendapatan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun selama
20
kurun waktu 1998 – 2002. Secara umum sektor basis di Kabupaten Klaten
mempunyai kontribusi pendapatan yang menguntungkan bagi pendapatan
daerah, meskipun pertumbuhannya lambat.
Hasil penelitian Harsanti (2003) yang berjudul Peranan Permintaan
Akhir Terhadap Sektor Tanaman Pangan dalam Perekonomian Jawa Tengah
dengan Pendekatan Analisis Input-Output menunjukkan bahwa pemicu
produksi sektor tanaman pangan adalah sektor industri makanan, minuman
dan tembakau, sektor industri lainnya dan sektor perdagangan. Sektor
tanaman pangan juga sangat dipengaruhi oleh peningkatan produksi dari
sektor lain dalam peningkatan produksinya.
Sari (2002) dalam penelitiannya tentang Kinerja Sektor Pertanian
Terhadap Perekonomian Daerah di Kabupaten Klaten, menganalisis bahwa
selama tahun 1995 – 2000 sektor pertanian di Kabupaten Klaten memberikan
kontribusi rata-rata 21,94 persen setiap tahunnya dengan proporsi yang
semakin menurun. Sedangkan sub sektor pertanian yang paling banyak
memberikan kontribusi adalah tanaman bahan makanan yang tiap tahunnya
rata-rata memberikan sumbangan sebesar 189,49 milyar rupiah.
Hasil penelitian Aswandi dan Kuncoro (2002), yang berjudul Evaluasi
Penetapan Kawasan Andalan: Studi Empiris di Kalimantan Selatan 1993-
1999 disimpulkan bahwa dengan menggunakan Analisis Tipologi Klassen
menunjukkan, dari tiga daerah di kawasan andalan hanya Kabupaten
Kotabaru yang berada pada daerah cepat-maju dan cepat-tumbuh dengan
tingkat pertumbuhan dan pendapatan per kapita tinggi. Kota Banjarmasin
merupakan daerah maju tapi tertekan dengan tingkat pertumbuhan rendah,
sedangkan Kabupaten Hulu Sungai Selatan merupakan daerah dengan
klasifikasi relatif tertinggal dengan tingkat pertumbuhan dan pendapatan per
kapita rendah. Hasil analisis pengklasifikasian daerah menunjukkan bahwa
pengklasifikasian daerah di Provinsi Kalimantan Selatan lebih baik dengan
menggunakan empat klasifikasi menurut Tipologi Klassen daripada hanya
berdasarkan klasifikasi kawasan andalan dan kawasan bukan andalan. Empat
21
klasifikasi daerah tersebut yaitu daerah cepat-maju dan cepat-tumbuh, daerah
maju tapi tertekan, daerah berkembang cepat, dan daerah relatif tertinggal.
Penelitian-penelitian tersebut di atas dijadikan sebagai acuan atau
bahan referensi dalam penelitian ini karena:
1. Adanya kesamaan topik dalam bidang kajian penelitian, yaitu mengenai
sektor pertanian dalam penelitian Sari (2002) dan Dewi (2004), sedangkan
mengenai sektor/komoditi tanaman bahan makanan dalam penelitian
Harsanti (2003) dan Listiyani (2006).
2. Adanya kesamaan metode pendekatan analisis, yaitu menggunakan
analisis pendekatan Tipologi Klassen dalam penelitian Susilowati (2009),
Aswandi dan Kuncoro (2002).
3. Adanya kesamaan lokasi penelitian di Kabupaten Klaten, yaitu dalam
penelitian Sari (2002), Dewi (2004), dan Listiyani (2006).
Hasil penelitian di Kabupaten Klaten tersebut memberikan informasi dan
gambaran secara komprehensif, sehingga akan mempermudah penelitian ini
dalam menentukan strategi pengembangan selanjutnya.
B. Tinjauan Pustaka
1. Perencanaan Pembangunan
Perencanaan pembangunan di Indonesia didasarkan pada suatu
undang-undang tersendiri, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional. Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan
masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan
sumberdaya yang tersedia. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk
menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang,
jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur
penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah.
(Indonesia, 2004).
Perencanaan pembangunan nasional harus dapat dilaksanakan
secara terintegrasi, sinkron, dan sinergis baik antar daerah, antar ruang,
22
antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antara pusat dan daerah.
Rencana pembangunan nasional dimulai dari Rencana Pembangunan
Jangka Panjang (RPJP). Kemudian Rencana Pembangunan Jangka
Menegah (RPJM) yang berupa penjabaran visi dan misi presiden dan
berpedoman kepada RPJP Nasional. Sedangkan untuk daerah, RPJM
Nasional menjadi perhatian bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun
RPJM Daerah (RPJMD). Di tingkat nasional proses perencanaan
dilanjutkan dengan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang sifatnya
tahunan dan sesuai dengan RPJM Nasional (Suzetta, 2008).
Menurut Mahi (2003), secara umum unsur-unsur pokok yang
termasuk dalam perencanaan pembangunan sebagai berikut:
a. Kebijaksanaan dasar atau strategi dasar rencana pembangunan. Sering
pula disebut sebagai tujuan, arah dan prioritas pembangunan. Pada
unsur ini perlu ditetapkan tujuan-tujuan rencana (development
objective/plan objective).
b. Perkiraan sumber-sumber pembangunan terutama pembiayaan.
c. Adanya kerangka rencana yang menunjukan hubungan variabel-
variabel pembangunan dan implikasinya.
d. Adanya kebijaksanaan yang konsisten dan serasi seperti
kebijaksanaan fiskal, moneter, anggaran, harga, sektoral dan
pembangunan daerah.
e. Adanya program investasi yang dilakukan secara sektoral seperti
petanian, industri, pendidikan, kesehatan dan lain-lain.
f. Adanya administrasi pembangunan yang mendukung perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan.
Ada dua kondisi yang mempengaruhi proses perencanaan
pembangunan daerah, yaitu (a) tekanan yang berasal dari lingkungan
dalam negeri maupun luar negeri yang mempengaruhi kebutuhan daerah
dalam proses pembangunanperekonomiannya, (b) kenyataan bahwa
perekonomian daerah dalam suatu negara dipengaruhi oleh setiap sektor
secara berbeda-beda, misalkan beberapa daerah mengalami pertumbuhan
23
pada sektor industrinya sedangkan daerah lain mengalami penuruan.
Inilah yang menjelaskan perbedaan perspektif masyarakat daerah
mengenai arah dan makna pembangunan daerah (Kuncoro, 2004).
2. Pembangunan
Pembangunan adalah suatu konsep yang lebih luas. Konsep ini
mencakup pula modernisasi lembaga baik yang bersifat ekonomi maupun
bukan ekonomi, seperti pemerintahan, desa, dan kota. Cara bekerja tidak
saja berkenaan dengan tujuan agar dapat memproduksi secara efisien
melainkan juga dapat mengkonsumsi rasional dan hidup lebih baik
(Anonim, 2009a).
Pembangunan merupakan proses transformasi yang dalam
perjalanan waktu ditandai oleh perubahan struktural, yaitu perubahan
pada landasan kegiatan ekonomi maupun pada kerangka susunan
ekonomi masyarakat yang bersangkutan (Djojohadikusumo, 1994).
Menurut Arsyad (2005), bahwa pembangunan harus dilihat secara
dinamis dan bukan dilihat sebagai konsep statis. Pembangunan adalah
suatu orientasi dan kegiatan usaha tanpa akhir. Pembangunan pada
dasarnya merupakan proses transportasi dan proses tersebut membawa
perubahan dalam alokasi sumber-sumber ekonomi, distribusi manfaat
dari akumulasi yang membawa pada peningkatan produksi, pendapatan
dan kesejahteraan.
Tiga tujuan pembangunan yang secara universal diterima sebagai
prioritas dan mutlak untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar
manusia di negara-negara sedang berkembang khususnya yaitu ketahanan
pangan (food security), penghapusan kemiskinan atau peningkatan
kualitas hidup manusia (poverty eradication / people livehood
improvement), dan pembangunan desa berkelanjutan (sustainablerural
development). Ketiga prioritas tujuan pembangunan tersebut saling
berkaitan. Ketahanan pangan saling pengaruh-mempengaruhi dengan
kemiskinan maupun dengan pembangunan desa (Simatupang, 2004).
24
3. Pembangunan Ekonomi
Pada hakekatnya pembangunan ekonomi adalah usaha dan
kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat, memperbesar kesempatan kerja, meningkatkan pemerataan
pembagian pendapatan masyarakat, meningkatkan hubungan ekonomi,
dan mengusahakan penggeseran kegiatan ekonomi dari sektor primer ke
sektor sekunder dan tersier. Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan
ekonomi dan pendapatan masyarakat, maka perlu disajikan statistik
pendapatan regional secara berkala sebagai bahan
Perencanaan pembangunan regional khususnya dibidang ekonomi
(BPS Kabupaten Jayapura, 2005).
Pembangunan ekonomi akan optimal bila didasarkan pada
keunggulan komparatif (comparative advantage) dan keunggulan
kompetitif (competitive advantage). Keunggulan komparatif lebih
menekankan kepemilikan sumber ekonomi, sosial, politik dan
kelembagaan suatu daerah, seperti: kepemilikan kepemilikan sumber
daya alam, sumber daya manusia, infrastruktur. Sementara itu,
keunggulan kompetitif lebih menekankan efisiensi pengelolaan
(manajemen perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan) penggunaan
sumber-sumber tersebut dalam produksi, konsumsi maupun distribusi
(Widodo, 2006).
Pembangunan ekonomi sering diukur berdasarkan tingkat
kemajuan struktur produksi dan penyerapan sumber daya yang
diupayakan secara terencana. Biasanya, peranan sektor pertanian akan
turun untuk memberi kesempatan bagi tampilnya sektor-sektor
manufaktur dan jasa-jasa yang selalu diupayakan untuk berkembang
(Todaro dan Smith, 2003).
4. Pembangunan Daerah
Pembangunan daerah merupakan pembangunan yang segala
sesuatunya dipersiapkan dan dilaksanakan oleh daerah, mulai dari
perencanaan, pembiayaan, pelaksanaan sampai dengan
25
pertanggungjawabannya. Dalam kaitan ini daerah memiliki hak otonom.
Sedangkan pembangunan wilayah merupakan kegiatan pembangunan
perencanaan, pembiayaan, dan pertanggungjawabannya dilakukan oleh
pusat, sedangkan pelaksanaannya bisa melibatkan daerah dimana tempat
kegiatan berlangsung (Munir, 2002).
Pembangunan daerah pada hakekatnya adalah upaya terencana
untuk meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah sehingga tercipta
suatu kemampuan yang andal dan professional dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat, serta kemampuan untuk mengelola
sumber daya ekonomi daerah secara berdaya guna dan berhasil guna
untuk kemajuan perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat.
Pembangunan daerah juga merupakan upaya untuk memberdayakan
masyarakat di seluruh daerah sehingga tercipta suatu lingkungan yang
memungkinkan masyarakat untuk menikmati kualitas kehidupan yang
lebih baik, maju, tenteram, dan sekaligus memperluas pilihan yang dapat
dilakukan masyarakat bagi peningkatan harkat, martabat, dan harga diri.
Pembangunan daerah dilaksanakan melalui pengembangan otonomi
daerah dan pengaturan sumber daya yang memberikan kesempatanbagi
terwujudnya tata kepemerintahan yang baik (good governance)
(Republik Indonesia, 2008).
Menurut Kuncoro (2004b), ada unsur dasar dari perencanaan
pembangunan ekonomi daerah jika dihubungkan pusat dan daerah, yaitu:
a. Perencanan pembangunan ekonomi daerah yang realistik
memerlukan pemahaman tentang hubungan antar daerah dengan
lingkungan nasional dimana daerah tersebut merupakan bagian
darinya, keterkaitan secara mendasar antara keduanya, dan
konsekuensi akhir dari interaksi tersebut.
b. Sesuatu yang tampaknya baik secara nasional belum tentu baik untuk
daerah, dan sebaliknya yang baik bagi daerah belum tentu baik
secara nasional.
26
c. Perangkat kelembagaan yang tersedia untuk pembangunan daerah
misalnya administrasi, proses pengambilan keputusan, otoritas,
biasanya sangat berbeda pada tingkat daerah dengan yang tersedia
pada tingkat pusat. Selain itu derajat pengendalian kebijakan sangat
berbeda pada dua tingkat tersebut.
5. Pembangunan Pertanian
Pembangunan pertanian adalah suatu proses yang ditujukan untuk
selalu menambah produk pertanian untuk setiap konsumsi yang sekaligus
meningkatkan pendapatan, produktivitas usaha tiap-tiap petani dengan
jalan menambah modal dan skill untuk memperbesar campur
tangan manusia dalam perkembangbiakan tumbuhan dan hewan
(Surahman dan Sutrisno, 1997).
Musyawarah perencanaan pembangunan pertanian merumuskan
bahwa kegiatan pembangunan pertanian periode 2005-2009 dilaksanakan
melalui tiga program, yaitu: (a) Program peningkatan ketahanan pangan,
(b) Program pengembangan agribisnis, dan (c) Program peningkatan
kesejahteraan petani. Program ketahanan pangan tersebut diarahkan pada
kemandirian masyarakat/petani yang berbasis sumberdaya lokal yang
secara operasional dilakukan melalui program peningkatan produksi
pangan; menjaga ketersediaan pangan yang cukup, aman dan halal di
setiap daerah setiap saat; dan antisipasi agar tidak terjadi kerawanan
pangan (Darwanto dan Prima, 2007).
Paradigma baru pembangunan pertanian perlu dikembangkan
berdasarkan pada pendekatan sistem agribisnis, yaitu berdasar pada lima
premis dasar agribisnis. Pertama, adalah suatu kebenaran umum bahwa
semua usaha pertanian berorientasi laba (profit oriented), termasuk di
Indonesia. Kedua, pertanian adalah komponen rantai dalam sistem
komoditi, sehingga kinerjanya ditentukan oleh kinerja sistem komoditi
secara keseluruhan. Ketiga, pendekatan sistem agribisnis adalah
formulasi kebijakan sektor pertanian yang logis, dan harus dianggap
sebagai alasan ilmiah yang positif, bukan ideologis dan normatif.
27
Keempat, Sistem agribisnis secara intrinsik netral terhadap semua skala
usaha, dan kelima, pendekatan sistem agribisnis khususnya ditujukan
untuk negara sedang berkembang. Rumusan inilah yang nampaknya
digunakan sebagai konsep pembangunan pertanian dari Departemen
Pertanian, yang dituangkan dalam visi terwujudnya perekonomian
nasional yang sehat melalui pembangunan sistem dan usaha agribisnis
yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan, dan terdesentralisasi
(Mubyarto dan Awan, 2003).
Menurut Arifin (2003), Pengembangan pertanian dilihat dari
aspek development management harus dilandasi oleh beberapa hal antara
lain: pembangunan pertanian yang terencana secara matang, terlaksana
dengan baik, termonitor secara periodik dan adanya check dan balance
secara terukur. Pendekatan tersebut di atas selama ini tidak dapat berjalan
dengan sebagaimana mestinya. Hal ini dikarenakan ada beberapa
penyebab kegagalan dari program dan kegiatan pembangunan pertanian
yang dilakukan, yaitu:
a. Kurang tepatnya mengidentifikasi kondisi yang sesungguhnya dari
petani baik dari aspek sosial, ekonomi dan budaya,
b. Belum akuratnya menilai positioning dari teknologi yang diperlukan
oleh petani, karena masih didistorsi oleh kepentingan-kepentingan
tertentu,
c. Program pengembangan usaha tani yang dikembangkan sifatnya
masih sangat umum, dan tidak aplicable terhadap wilayah tertentu,
d. Kebijakan-kebijakan pembangunan pertanian masih sulit
diterjemahkan oleh daerah,
e. Masih belum optimalnya support dari pusat maupun daerah terhadap
potensi wilayah, dan atau mengamankan wilayah-wilayah yang
memang strategis dan ekonomis untuk wilayah pertanian.
6. Peranan Sektor Pertanian
Peranan pertanian dalam pembangunan ekonomi dipandang pasif
dan hanya sebagai penunjang. Pembangunan ekonomi dipandang
28
memerlukan transformasi struktural yang cepat, yaitu yang semula
mengutamakan kegiatan pertanian menjadi masyarakat lebih kompleks
dimana terdapat bidang industri dan jasa yang lebih modern. Dengan
demikian peranan utama pertanian adalah menyediakan tenaga kerja dan
pangan yang cukup dengan harga murah untuk pengembangan industri
yang dinamis sebagai sektor penting dalam semua strategi pembangunan
ekonomi (Todaro, 2000).
Pada hakekatnya pertanian adalah sumber utama dari keseluruhan
pertumbuhan ekonomi bahkan sebagai batu penjuru (cornerstone) dari
pengurangan kemiskinan. Sebenarnya kontribusi pertumbuhan pertanian
jauh lebih proporsional terhadap pembangunan ekonomi daripada
pertumbuhan industri karena “multiplier effects” pertumbuhan pertanian
terhadap perekonomian domestik lebih besar. Banyak studi menunjukkan
bahwa pertanian merupakan sektor yang paling efektif untuk mengurangi
kemiskinan perdesaan dan perkotaan yang distribusi pendapatannya
sangat timpang. Tingkat harga riil yang memadai secara berkelanjutan
pada tingkat petani merupakan salah satu kunci pertumbuhan pertanian
yang pada gilirannya mengurangi kemiskinan (Napitupulu, 2007).
Pertanian merupakan basis perekonomian Indonesia. Walaupun
sumbangsih sektor pertanian dalam perekonomian diukur berdasarkan
proporsi nilai tambahnya dalam membentuk produk domestik bruto atau
pendapatan nasional tahun demi tahun kian mengecil, hal itu bukanlah
berarti bahwa nilai dan peranannya semakin tidak bermakna. Nilai
tambah sektor pertanian dari waktu ke waktu tetap selalu meningkat.
Kecuali itu, peranan sektor ini dalam menyerap tenaga kerja tetap
terpenting. Mayoritas penduduk Indonesia sebagian besar tinggal di
pedesaan hingga saat ini masih menyadarkan mata pencahariannya pada
sektor pertaniaan (Dumairy, 1997).
7. Pembangunan Subsektor Tanaman Bahan Makanan
Pembangunan tanaman pangan difokuskan kepada aspek
ketersediaan pangan, dimana operasional program pembangunan
29
tanaman pangan pada dasarnya merupakan rangkaian upaya untuk
memfasilitasi tumbuh dan berkembangnya usaha-usaha bidang tanaman
pangan yang mampu menghasilkan produk, memiliki daya saing dan
nilai tambah yang tinggi sehingga mampu meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan petani dan masyarakat. Pembangunan tanaman pangan
diprioritaskan pada beberapa komoditas unggulan nasional. Untuk
prioritas pertama pada padi, jagung, kedelai, dan prioritas kedua pada
kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar, dan komoditas
alternatif/unggulan daerah, seperti talas, garut, gembili, sorgum, gandum
dan lain-lain (Alimoeso, 2008).
Menurut Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten
Klaten (2005), tujuan pembangunan pertanian tanaman pangan adalah
sebagai berikut:
a. Meningkatkan produksi pangan untuk memenuhi kebutuhan pangan,
dalam rangka mencapai ketahanan pangan nasional.
b. Menumbuhkembangkan usaha-usaha dan sentra-sentra pertanian.
c. Meningkatkan produktivitas, mutu dan nilai tambah hasil produksi
pertanian.
d. Mengembangkan kesempatan kerja dengan produktivitas tinggi dan
kesempatan berusaha yang efisien melalui pengembangan agribisnis.
e. Meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani melalui
pengembangan usaha pertanian dengan wawasan agribisnis.
f. Mendorong pembangunan ekonomi pedesaan melalui pengembangan
agribisnis yang berwawasan lingkungan.
Subsektor tanaman pangan memegang peranan penting sebagai
pemasok kebutuhan konsumsi penduduk. Khusus di Indonesia, tanaman
pangan juga berkedudukan strategis dalam memelihara stabilitas
ekonomi nasional. Bahan pangan, terutama beras sebagai makanan
pokok, masih menjadi salah satu komoditas “kunci” dalam
mempengaruhi kestabilan harga-harga umum. Kenaikan harga beras
30
dapat memicu kenaikan harga barang-barang lain. Oleh karenanya
tanaman pangan, khususnya produksi padi, senantiasa menjadi perhatian
serius pemerintah (Dumairy, 1997).
Program ketahanan pangan belum bisa terlepas sepenuhnya dari
beras sebagai komoditi basis yang strategis. Hal ini tersurat pada
rumusan pembangunan pertanian bahwa sasaran indikatif produksi
komoditas utama tanaman pangan sampai tahun 2006 dan cadangan
pangan pemerintah juga masih berbasis pada beras. Namun demikian,
dengan semakin berkurangnya areal garapan per petani, keterbatasan
pasokan air irigasi dan mahalnya harga input serta relatif rendahnya
harga produk dapat menjadi faktor-faktor pembatas/kendala untuk
program peningkatan kesejahteraan dan kemandirian petani yang
berbasis sumberdaya lokal tersebut (Darwanto dan Prima, 2007).
8. Strategi Pembangunan Pertanian Tanaman Bahan Makanan
Program subsektor Tanaman Pangan dan Hortikultura
dilaksanakan sebagai bagian dari Rencana Strategis Dinas Pertanian
karena pembangunan pertanian menjadi inti pembangunan daerah, ada
beberapa alasan yang mendasar yaitu: (a) Amanat konstitusi yang
dicantumkan dalam GBHN 1999-2004, (b) Potensi dan kekayaan sebagai
daerah agraris perlu dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan
masyarakat, (c) Keterlibatan sebagian besar masyarakat dalam Bidang
Pertanian, (d) Dampak pembangunan pertanian dan aktivitas ekonomi
lainnya yang terkait sangat besar terhadap porsi pendapatan daerah,
pertumbuhan, pemerataan dan pengentasan kemiskinan. Pembangunan
Pertanian harus dilakukan melalui pendekatan Sistim Agribisnis, yaitu
keseluruhan (totalitas) kinerja sub sistim usaha yang saling terkait, saling
bergantung dan saling berpengaruh dengan pertanian mulai dari sektor
hulu, usaha tani dan hilir serta jasa penunjang. Semua subsistim
tersebut harus dikembangkan secara simultan, serasi dan seimbang
(Dinas Pertanian Provinsi Nusa Tenggara Barat, 2006).
31
Sejalan dengan penetapan sasaran revitalisasi pertanian
khususnya untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional, maka
pelaksanaan pembangunan tanaman pangan dilakukan dengan strategi
peningkatan produktivitas yang dilakukan melalui penggunaan benih
bermutu dari varietas unggul, pemupukan berimbang dan penggunaan
pupuk organik, pengaturan pengairan dan tata guna air, penggunaan alat
mesin pertanian, dan perbaikan budidaya (Alimoeso, 2008).
Menurut Dinas Tanaman Pangan Kabupaten Sumenep (2007),
dalam upaya untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan pertanian
tanaman pangan dalam rangka mewujudkan visi dan misi Dinas
Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Sumenep yang ditetapkan, dan
berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun
2006–2010, maka dirumuskan Strategi Pembangunan Pertanian Tanaman
Pangan Kabupaten Sumenep, sebagai berikut:
a. Pelaksanaan pembangunan pertanian berdasarkan demokrasi
ekonomi berbasis kerakyatan
b. Pembangunan agribisnis yang berbasis pada pendayagunaan sumber
daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya teknologi
c. Revitalisasi program pembangunan pertanian mengarah pada
pemberdayaan masyarakat pertanian
d. Pengembangan industri pertanian hilir dan industri pertanian hulu
serta jasa-jasa pendukungnya secara harmonis dan simultan untuk
mendayagunakan keunggulan komperatif menjadi keunggulan
kompetitif.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Kalimantan Selatan
(2008), menyatakan bahwa dalam pengembangan sektor pertanian
dirasakan sangat potensial, hal ini didukung oleh kondisi lahan yang
cukup luas, dan tenaga kerja yang cukup tersedia serta kondisi keamanan
yang kondusif. Berbagai kebijakan dan langkah strategis dalam
mengakselerasikan pembangunan di bidang ini, Pemerintah Provinsi
32
Kalimantan Selatan melalui Dinas Pertanian Tanaman Pangan melakukan
kebijakan sebagai berikut:
a. Kebijakan dalam pengamanan Ketahanan Pangan diarahkan untuk
Mempertahankan/meningkatkan surplus produksi beras di dan
meningkatkan ketersediaan pangan lainnya (palawija dan
hortikultura).
b. Kebijakan dalam peningkatan produksi, produktifitas, daya saing dan
nilai tambah produk TPH melalui memfokuskan kepada
pengembangan komoditas unggulan (padi, jagung, kacang tanah,
jeruk, pisang dan rimpang) dengan pendekatan pewilayahan
komoditas.
c. Kebijakan dalam Pengembangan Sarana dan Prasarana TPH
mendukung peningkatan produksi, produktivitas dan mutu hasil TPH
melalui Peningkatan mekanisasi pertanian baik di on farm maupun
off farm.
d. Kebijakan dalam peningkatan kemampuan petani/pelaku pertanian
dan penguatan kelembagaan pendukungnya dilaksanakan melalui
meningkatkan kemampuan/kualitas SDM Pertanian.
e. Peningkatan kinerja manajemen pembangunan TPH (koordinasi,
perencanaan, pembenahan data dan informasi TPH, serta
pengembangan sistem monitoring, evaluasi dan pengendalian).
9. Metode Analisis Potensi Relatif Perekonomian Wilayah
Ada beberapa metode analisis yang dapat digunakan untuk
menentukan potensi relatif perekonomian suatu wilayah. Metode analisis
itu diantaranya adalah:
a. Metode Analisis Location Quotient
Metode Location Quotient (LQ) merupakan perbandingan
antara pangsa relatif pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat
wilayah terhadap pendapatan (tenaga kerja) total wilayah dengan
pangsa relatif pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat nasional
terhadap pendapatan (tenaga kerja) nasional. Apabila LQ suatu sektor
33
(industri) ³ 1 maka sektor (industri) tersebut merupakan sektor basis.
Sedangkan bila LQ suatu sektor (industri) < 1 maka sektor (industri
tersebut) merupakan sektor non-basis. Asumsi model LQ ini adalah
penduduk di wilayah yang bersangkutan mempunyai pola permintaan
wilayah yang sama dengan pola permintaan nasional. Asumsi lainnya
adalah bahwa permintaan wilayah akan sesuatu barang akan dipenuhi
terlebih dahulu oleh produksi wilayah, kekurangannya diimpor dari
wilayah lain (Budiharsono, 2005).
Location Quotient (LQ) yaitu usaha mengukur konsentrasi
suatu kegiatan (industri) dalam suatu daerah dengan dengan cara
membandingkan peranannya dalam perekonomian daerah itu dengan
peranan kegiatan atau industri sejenis dalam perekonomian regional
atau nasional. Kriteria penggolongan dapat bermacam-macam sesuai
dengan keperluan. Misalnya dapat dilihat dari aspek kesempatan kerja,
maka ukuran dasar yang dipakai adalah jumlah tenaga kerja yang
diserap. Jika dilihat dari usaha menaikkan pendapatan daerah maka
ukuran dasar yang dipakai adalah besarnya kenaikan pendapatan yang
diciptakan di daerah (Arsyad, 2005).
Analisis Location Quotients (LQ) untuk menentukan kapasitas
ekspor perekonomian daerah dan derajat self-sufficiency suatu sektor.
Dalam teknik ini kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi dua golongan,
yaitu: (BAPPEDA Bangka Belitung dan PSE-KP UGM, 2007)
1) Kegiatan industri yang melayani pasar di darah itu sendiri maupun
di luar daerah yang bresangkutan. Industri seperti ini dinamakan
industri basis.
2) Kegiatan ekonomi atau industri yang melayani pasar di daerah
tersebut, jenis ini dinamakan industri non basis atau industri lokal.
b. Metode Analisis Shift Share
Keragaman dalam struktur industri menimbulkan perbedaan
pertumbuhan output produksi dan kesempatan kerja. Wilayah yang
tumbuh cepat disebabkan karena struktur industri/sektornya
34
mendukung dalam arti lain sebagian besar sektornya mempunyai laju
pertumbuhan yang cepat. Sedangkan bagi wilayah yang
pertumbuhannya lamban, sebagian besar sektornya mempunyai laju
pertumbuhan lamban. Untuk mengidentifikasi sumber atau komponen
pertumbuhan wilayah lazim digunakan analisis Shift Share
(Budiharsono, 2005).
Analisis Shift Share adalah salah satu teknik kuantitatif yang
bisa digunakan untuk menganalisis perubahan struktur ekonomi
daerah relatif terhadap struktur ekonomi wilayah administratif yang
lebih tinggi sebagai pembanding atau referensi. Untuk tujuan tersebut,
analisis ini menggunakan tiga informasi dasar yang berhubungan satu
sama lain, yaitu: (Widodo, 2006)
1) Pertumbuhan ekonomi referensi propinsi atau nasional (national
growth effect), yang menunjukkan bagaimana pengaruh
pertumbuhan ekonomi nasional terhadap perekonomian daerah.
2) Pergeseran proporsional (proportional shift), yang menunjukkan
perubahan relatif kinerja suatu sektor di daerah tertentu terhadap
sektor yang sama di referensi propinsi atau nasional.
3) Pergeseran diferensial (differential shift) yang memberikan
informasi dalam menentukan seberapa jauh daya saing industri
daerah (lokal) dengan perekonomian yang dijadikan referensi.
Analisis Shift Share menggunakan metode pengisolasian
berbagai faktor yang menyebabkan perubahan struktur industri suatu
daerah dalam pertumbuhannya dari satu kurun waktu ke kurun waktu
berikutnya. Hal ini meliputi penguraian faktor penyebab pertumbuhan
berbagai sektor di suatu daerah tetapi dalam kaitannya dengan
ekonomi nasional. Ada juga yang menamakan model analisis ini
sebagai industrial mix analysis, karena komposisi industri yang ada
sangat mempengaruhi laju pertumbuhan wilayah tersebut. Artinya,
apakah industri yang berlokasi di wilayah tersebut termasuk ke dalam
kelompok industri yang secara nasional memang berkembang pesat
35
dan bahwa industri tersebut cocok berlokasi di wilayah itu atau tidak
(Tarigan, 2004).
c. Metode Analisis Input-Output (I-O)
Analisis input-output (analisis masukan-keluaran) adalah suatu
analisis atas perekonomian wilayah secara komprehensif karena
meluhat keterkaitan antar sektor ekonomi di wiilayah tersebut secara
keseluruhan. Dengan demikian, apabila terjadi perubahan tingkat
produksi atas sektor tertentu, dampaknya terhadap sektor lain dapat
dilihat. Selain itu, analisis ini juga terkait dengan tingkat kemakmuran
masyarakat wilayah tersebut melalui input primer (nilai tambah).
Artinya akibat perubahan tingkat produksi sektor-sektor tersebut,
dapat dilihat seberapa besar kemakmuran masyarakat
bertambah/berkurang (Tarigan, 2004).
Analisis I-O dipergunakan untuk perencanaan ekonomi
nasional. Model I-O dapat diterapkan dalam mempersiapkan kerangka
rencana di negara sedang bekembang. Model ini memberikan
informasi yang perlu mengenai koefisien struktural perekonomian
selama suatu jangka waktu tertentu yang dapat digunakan untuk
seoptimal mungkin mengalokasikan sumber-sumber ekonomi menuju
cita-cita yang diinginkan (Budiharsono, 2005).
Menurut Kuncoro (2004a), manfaat analisis input output antara
lain menyajikan gambaran rinci mengenai struktur ekonomi pada
suatu kurun waktu tertentu, memberikan gambaran lengkap mengenai
aliran barang, jasa, dan input antar sektor, dan sebagai alat peramal
mengenai pengaruh suatu perubahan situasi/kebijakan ekonomi.
d. Metode Analisis Tipologi Klassen
Tipologi Klassen merupakan alat analisis yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi sektor, subsektor, usaha, atau
komoditi prioritas atau unggulan suatu daerah. Dalam hal ini analisis
Tipologi Klassen dilakukan dengan membandingkan pertumbuhan
ekonomi daerah dengan pertumbuhan ekonomi daerah yang menjadi
36
acuan atau nasional dan membandingkan pangsa sektor, subsektor,
usaha, atau komoditi suatu daerah dengan nilai rata-ratanya di tingkat
yang lebih tinggi atau secara nasional. Hasil analisis Tipologi Klassen
akan menunjukkan posisi pertumbuhan dan pangsa sektor, subsektor,
usaha, atau komoditi pembentuk variabel regional suatu daerah
(Anonim, 2009b).
Pendekatan Tipologi Klassen digunakan untuk mengetahui
gambaran tentang pola dan pertumbuhan ekonomi tiap-tiap daerah
(Bank Indonesia, 2006). Pendekatan Tipologi Klassen pada dasarnya
membagi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan
ekonomi daerah dan pendapatan per kapita daerah (Wardana, 2007).
Dengan menentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebagai
sumbu vertikal dan rata-rata pendapatan perkapita sebagai sumbu
horizontal, daerah yang diamati dapat dibagi menjadi empat
klasifikasi. Dalam Tipologi Klassen, daerah dibagi menjadi empat
klasifikasi: (Emilia dan Imelia, 2006)
1) Daerah cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high
income) adalah daerah yang memiliki laju pertumbuhan ekonomi
dan pendapatan perkapita yang lebih tinggi dari rata-rata wilayah.
2) Daerah maju tapi tertekan (high income but low growth) adalah
daerah yang memiliki pendapatan perkapita yang lebih tinggi,
tetapi tingkat pertumbuhan ekonominya lebih rendah dari rata-rata.
3) Daerah berkembang cepat (high growth but low income) adalah
daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan, tetapi tingkat
perkapita lebih rendah dari rata-rata.
4) Daerah relatif tertinggal (low growth and low income) adalah
daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan
pendapatan perkapita yang rendah.
Analisis ini mendasarkan pengelompokkan suatu sektor
dengan melihat pertumbuhan dan kontribusi sektor tertentu terhadap
total PDRB suatu daerah. Dengan menggunakan analisis tipologi
37
Klassen, suatu sektor dapat dikelompokkan ke dalam empat kategori,
yaitu: sektor prima, sektor potensial, sektor berkembang, dan sektor
terbelakang. Penentuan kategori suatu sektor ke dalam empat kategori
di tersebut didasarkan pada laju pertumbuhan kontribusi sektoralnya
dan rerata besar kontribusi sektoralnya terhadap PDRB, seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Matriks Tipologi Klassen Rerata Kontribusi
Sektoral thd Rerata Laju PDRB Pertumbuhan Sektoral
YSEKTOR ≥ YPDRB YSEKTOR < YPDRB
rSEKTOR ≥ rPDRB
Sektor Prima Sektor Berkembang
rSEKTOR < rPDRB
Sektor Potensial Sektor Terbelakang
Sumber: BAPPEDA Bangka Belitung dan PSE-KP UGM, 2007
Keterangan:
YSEKTOR = nilai sektor ke i
YPRDB = rata-rata PDRB
rSEKTOR = laju pertumbuhan sektor ke i
rPDRB = laju pertumbuhan PDRB
Hasil pemetaan dari analisis Tipologi Klassen, bila dikaitkan
dengan kegiatan perencanaan untuk pengembangan ekonomi daerah di
masa mendatang, antara lain dapat dilakukan dengan strategi.
Pengembangannya menurut periode waktunya dapat dilakukan dalam
tiga tahap yaitu prioritas pengembangan ekonomi untuk masa jangka
pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Untuk periode jangka
pendek bagaimana pemerintah mengupayakan kegiatan ekonomi yang
masuk dalam kategori potensial diupayakan untuk menjadi sektor
prima dengan mendorong pertumbuhannya yang lebih cepat lagi.
Jangka menengah, pemerintah daerah mengupayakan sektor yang saat
ini berstatus sektor berkembang menjadi sektor prima dengan
38
memperbesar porsi outputnya pada perekonomian daerah, dan sektor
berkembang yang tadinya berasal dari sektor terbelakang diupayakan
menjadi sektor prima dalam jangka panjang. Berikut matriks strategi
pengembangannya.
Tabel 6. Matriks Strategi Pengembangan Jangka Pendek
(1-5 tahun) Jangka Menengah
(5-10 tahun) Jangka Panjang
(10-25 tahun) Sektor Prima
Sektor Potensial
menjadi Sektor
Prima
Sektor Berkembang
menjadi Sektor
Prima
Sektor Terbelakang
menjadi Sektor
Berkembang
Sektor Berkembang
menjadi Sektor
Prima
Sumber: Widodo, 2006
Implikasi kebijakan alat analisis Tipologi Klassen dapat
membantu pengambil keputusan di daerah untuk menetapkan prioritas
anggaran daerahnya, terutama yang berkaitan dengan sisi pengeluaran.
Analisis Tipologi Klassen pada tingkat sektor, subsektor, usaha,
bahkan komoditi untuk menentukan sektor, subsektor, usaha, dan
komoditi prioritas atau unggulan dapat mengarahkan pemerintah
daerah untuk lebih fokus pada pengembangan sektor, subsektor,
usaha, dan komoditi tersebut. Dengan kata lain, alokasi pengeluran
pemerintah dapat lebih difokuskan untuk mengembangkan sektor,
subsektor, usaha, dan komoditi yang termasuk ke dalam kuadran maju
dan tumbuh pesat. Selain itu, sektor, subsektor, usaha dan komoditi
yang termasuk ke dalam kuadran maju dan tumbuh pesat sudah
terbukti kontribusinya bagi perekonomian suatu daerah. Apabila
pemerintah daerah memberikan stimulasi dana dan dorongan dengan
kebijakan yang mendukung, maka sektor, subsektor, usaha, maupun
komoditi tersebut akan dapat menyumbang lebih banyak kepada
perekonomian daerah (Anonim, 2009b).
39
C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah
Perencanaan pembangunan adalah suatu proses mempersiapkan secara
sistematis tindakan di masa yang akan datang dengan memperhitungkan
sumberdaya yang tersedia supaya lebih baik secara efektif dan efisien dalam
mencapai tujuannya. Perencanaan pembangunan daerah dimaksudkan agar
semua daerah dapat melaksanakan pembangunan secara proporsional dan
merata sesuai dengan sumberdaya dan potensi yang ada di daerah. Manfaat
perencanaan pembangunan daerah adalah untuk pemerataan pembangunan
dari pusat ke daerah. Apabila perencanaan pembangunan daerah dan
pembangunan daerah dapat dilaksanakan dengan baik maka diharapkan
daerah dapat tumbuh dan berkembang secara mandiri. Dengan demikian
maka kenaikan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di daerah tidak lagi
terlalu bergantung dari pusat, tetapi dapat didorong dari daerah sendiri yang
bersangkutan.
Adanya perencanaan pembangunan daerah maka akan mempermudah
pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan bersama dengan
masyarakat, yaitu dengan mengembangkan potensi daerah dan mengelola
sumberdaya tiap sektor yang tersedia, serta menentukan prioritas dan arah
program pembangunan ekonomi daerah dalam upaya untuk mencapai tujuan
pembangunan. Pembangunan daerah bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat kearah yang lebih baik dan merata, sehingga dapat
meningkatkan taraf hidup dan kualitas hidup masyarakat. Dalam rangka
membangun perekonomian daerah yang lebih baik, maka pemerintah daerah
harus menentukan sektor-sektor yang perlu dikembangkan agar
perekonomian daerah dapat tumbuh cepat. Sektor yang memiliki keunggulan
memiliki prospek yang lebih baik untuk dikembangkan dan diharapkan dapat
mendorong sektor-sektor lain untuk berkembang. Kabupaten Klaten sebagai
salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah, diharapkan mampu
menetapkan strategi pembangunan bagi daerahnya sendiri, sesuai dengan
potensi sumberdaya yang dimilikinya, dengan tetap mengacu kepada
kebijakan pemerintah pusat.
40
Pembangunan daerah Kabupaten Klaten terdiri dari pembangunan
sektor perekonomian dan sektor non perekonomian. Dalam pembangunan
perekonomian daerah di Kabupaten Klaten terdiri dari pembangunan sektor
pertanian dan non pertanian dimana masing-masing pembangunan sektor
tersebut memberikan kontribusi dan peranan yang berbeda bagi pendapatan
daerah dan kesejahteraan masyarakat. Sektor pertanian terdiri dari lima sub
sektor pertanian yaitu subsektor tanaman bahan makanan, sub sektor
perkebunan, subsektor peternakan, subsektor kehutanan dan subsektor
perikanan. Sektor non pertanian terdiri dari sektor penggalian; sektor industri
pengolahan; sektor listrik dan air minum; sektor bangunan/konstruksi; sektor
perdagangan, hotel dan restoran; sektor angkutan dan komunikasi; sektor
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; serta sektor jasa-jasa.
Subsektor tanaman bahan makanan merupakan salah satu subsektor
yang memberikan kontribusi terbesar dari sektor pertanian, sehingga tanaman
bahan makanan memiliki peranan penting bagi sektor pertanian di Kabupaten
Klaten. Subsektor ini memperoleh kontribusi dari berbagai komoditi tanaman
pangan, sayuran dan buah-buahan. Dari hasil produksi komoditi tersebut dapat
diketahui besarnya nilai produksi dan laju pertumbuhan komoditi dengan
melihat jumlah produksi dan harga komoditi tingkat produsen pada tahun
tertentu, sehingga dapat pula diketahui besarnya kontribusi komoditi tanaman
bahan makanan yaitu dengan membandingkan nilai produksi masing-masing
komoditi tanaman bahan makanan terhadap total nilai produksi komoditi
pertanian secara keseluruhan di Kabupaten Klaten.
Analisis Pendekatan Tipologi Klassen digunakan untuk mengetahui
klasifikasi komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten, yaitu
dengan mengidentifikasi komoditi tanaman bahan makanan yang menjadi
prioritas atau unggulan melalui laju pertumbuhan dan kontribusi komoditi
tanaman bahan makanan. Pada teknik pendekatan Tipologi Klassen ini,
komoditi tanaman bahan makanan dapat diklasifikasikan menjadi empat
kategori, yaitu terdiri dari komoditi prima, komoditi potensial, komoditi
berkembang, dan komoditi terbelakang. Analisis ini mendasarkan
41
pengelompokan suatu komoditi dengan indikator laju pertumbuhan dan
kontribusinya terhadap kontribusi PDRB Kabupaten Klaten.
Berdasarkan hasil klasifikasi komoditi tanaman bahan makanan
dengan analisis pendekatan Tipologi Klassen tersebut, maka pemerintah
daerah dapat menentukan strategi pengembangannya dalam kerangka
perencanaan pengembangan ekonomi daerah Kabupaten Klaten. Strategi
pengembangan komoditi tanaman bahan makanan diperlukan dalam upaya
mewujudkan pembangunan pertanian yang berkelanjutan di Kabupaten Klaten
agar dapat menunjang pendapatan daerah. Dalam hal ini, strategi
pengembangan komoditi tanaman bahan makanan bertujuan untuk
meningkatkan besarnya pertumbuhan dan kontribusi komoditi terhadap PDRB
Kabupaten Klaten. Strategi pengembangan komoditi tanaman bahan makanan
ini dapat diketahui melalui matriks strategi pengembangan komoditi tanaman
bahan makanan, yaitu berdasarkan pada periode waktu, meliputi
pengembangan untuk masa jangka pendek (1-5 tahun), jangka menengah (5-
10 tahun) dan jangka panjang (10-25 tahun). Hasil rumusan strategi
pengembangan yang telah ditentukan berdasarkan periode waktu tersebut
dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah,
sehingga akan mempermudah pemerintah daerah dalam menyusun rencana
pembangunan daerah Kabupaten Klaten. Dengan demikian, perencanaan
pembangunan daerah merupakan tindak lanjut dari penetapan strategi
pengembangan komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten.
Gambar alur kerangka pemikiran dalam penelitian tentang Klasifikasi
Komoditi Tanaman Bahan Makanan Dalam Kerangka Perencanaan
Pengembangan Ekonomi Daerah Kabupaten Klaten disajikan pada Gambar 1.
42
Gambar 1. Alur Pemikiran dan Kerangka Penentuan Klasifikasi Komoditi Tanaman Bahan Makanan di Kabupaten Klaten
Pembangunan Daerah Kabupaten Klaten
Perencanaan Pembangunan
Komoditi Terbelakang
Strategi Pengembangan Komoditi Tanaman Bahan Makanan
Jangka Pendek Jangka Panjang Jangka Menengah
Komoditi Berkembang
Komoditi Potensial
Komoditi Prima
Tipologi Klassen
Klasifikasi Komoditi Tanaman Bahan Makanan
di Kabupaten Klaten
Komoditi Tanaman Bahan Makanan
Subsektor Perikanan
Subsektor Tabama
Subsektor Perkebunan
Subsektor Peternakan
Subsektor Kehutanan
Sektor Non Pertanian
Sektor Perekonomian
Sektor Pertanian
Sektor Non Perekonomian
43
D. Pembatasan Masalah
1.Model Analisis yang dapat digunakan untuk menentukan potensi relatif
perekonomian suatu wilayah adalah meliputi model teori ekonomi basis,
model Shift Share, model input-output, model linear programing, model
sistem neraca sosial ekonomi maupun pendekatan Tipologi Klassen.
Dalam penelitian ini analisis dibatasi hanya menggunakan analisis
pendekatan Tipologi Klassen.
2.Penentuan klasifikasi dalam penelitian ini didekati dengan menggunakan
data nilai produksi komoditi tanaman bahan makanan, laju pertumbuhan
komoditi tanaman bahan makanan, kontribusi PDRB dan laju
pertumbuhan PDRB Kabupaten Klaten maupun PDRB Provinsi Jawa
Tengah pada periode tahun 2003-2007.
3. Harga komoditi tanaman bahan makanan yang digunakan adalah harga
rata-rata komoditi tanaman bahan makanan di tingkat produsen di
Kabupaten Klaten pada periode tahun 2003-2007.
E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
1. Klasifikasi adalah pengelompokkan yang sistematis pada sejumlah objek,
gagasan, atau benda-benda lain ke dalam kelas atau golongan tertentu
berdasarkan ciri-ciri yang sama (Hamakonda dan Tairas, 1999).
Klasifikasi dalam penelitian ini adalah pengelompokkan komoditi tanaman
bahan makanan berdasarkan laju pertumbuhan dan kontribusi komoditi
tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten. Klasifikasi dalam
penelitian ini terdiri dari empat kategori, yaitu komoditi prima, komoditi
potensial, komoditi berkembang, dan komoditi terbelakang.
2. Komoditi adalah barang perdagangan (niaga) atau barang keperluan
(Kamus Besar Bahasa Indonesia). Dalam penelitian ini, komoditi diartikan
sebagai produk yang dihasilkan oleh suatu usaha/kegiatan dengan
menggunakan sumberdaya yang tersedia di Kabupaten Klaten.
3. Tanaman bahan makanan adalah tanaman atau tumbuh-tumbuhan yang
biasa ditanam orang yang dapat dijadikan atau dibuat menjadi bentuk lain
yang biasa dimakan (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
44
4. Komoditi tanaman bahan makanan adalah komoditi yang dihasilkan oleh
suatu usaha/kegiatan di sektor pertanian yang dapat dijadikan bahan
pangan, khususnya dihasilkan dari subsektor tanaman bahan makanan.
Komoditi tanaman bahan makanan meliputi tanaman pangan, tanaman
sayur-sayuran dan buah-buahan di Kabupaten Klaten.
5. Nilai produksi komoditi adalah hasil balas jasa dari suatu komoditi
tanaman bahan makanan yang diperoleh dari hasil perkalian antara jumlah
produksi komoditi tanaman bahan makanan dengan harga rata-rata
komoditi tanaman bahan makanan di tingkat produsen dalam satu tahun di
Kabupaten Klaten yang dinyatakan dalam satuan Rupiah (Rp).
6. Kontribusi adalah peranan atau fungsi suatu kegiatan ekonomi. Dalam
penelitian ini kontribusi tanaman bahan makanan merupakan perbandingan
antara nilai produksi komoditi tanaman bahan makanan terhadap total nilai
produksi komoditi pertanian dan dikalikan dengan 100%. Untuk
mengetahui kriteria kontribusi komoditi tanaman bahan makanan yaitu
dibandingkan dengan besar kontribusi PDRB Kabupaten Klaten terhadap
PDRB Provinsi Jawa Tengah. Ada dua kriteria kontribusi komoditi
tanaman bahan makanan, yaitu:
a. Kontribusi besar, jika kontribusi komoditi tanaman bahan makanan
lebih besar/sama dengan kontribusi PDRB Kabupaten Klaten.
b. Kontribusi kecil, jika kontribusi komoditi tanaman bahan makanan
lebih kecil daripada kontribusi PDRB Kabupaten Klaten.
7. Laju pertumbuhan adalah proses perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang
terjadi dari tahun ke tahun. Dalam penelitian ini laju pertumbuhan
komoditi tanaman bahan makanan adalah perubahan nilai produksi
komoditi tanaman bahan makanan yang terjadi dari tahun ke tahun. Untuk
mengetahui kriteria laju pertumbuhan komoditi tanaman bahan makanan
yaitu dibandingkan dengan laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Klaten.
Ada dua kriteria laju pertumbuhan komoditi tanaman bahan makanan,
yaitu:
45
a. Tumbuh cepat, jika laju pertumbuhan komoditi tanaman bahan
makanan lebih besar/sama dengan laju pertumbuhan PDRB Kabupaten
Klaten.
b. Tumbuh lambat, jika laju pertumbuhan komoditi tanaman bahan
makanan lebih kecil daripada laju pertumbuhan PDRB Kabupaten
Klaten.
8. Strategi merupakan perencanaan sasaran, tujuan, dan arah tindakan serta
alokasi sumber daya yang diperlukan untuk mencapai sasaran dan tujuan
itu (James dan Robert, 2002). Strategi pengembangan komoditi tanaman
bahan makanan dalam penelitian ini adalah suatu perencanaan untuk
mengembangkan komoditi tanaman bahan makanan sesuai dengan
kebutuhan dan potensi yang ada di Kabupaten Klaten berdasarkan pada
kontribusi dan pertumbuhan komoditi tanaman bahan makanan dalam
jangka waktu tertentu. Strategi pengembangan didasarkan pada periode
waktu, terdiri dari:
a. Strategi jangka pendek, dilakukan dalam jangka waktu 1-5 tahun
b. Strategi jangka menengah, dilakukan dalam jangka waktu 5-10 tahun
c. Strategi jangka panjang, dilakukan dalam jangka waktu 10-25 tahun.
46
III. METODE PENELITIAN
A. Metode Dasar Penelitian
Metode dasar penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif. Metode deskriptif merupakan metode penelitian yang
memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa
sekarang, pada masalah-masalah yang aktual, dimana data yang dikumpulkan
mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisis (Surakhmad, 2001).
B. Metode Pengambilan Daerah Penelitian
Metode pengambilan daerah penelitian dilakukan secara sengaja
(purposive), yaitu pengambilan daerah penelitian secara sengaja berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian
(Singarimbun dan Effendi, 1997).
Daerah penelitian yang diambil adalah Kabupaten Klaten berdasarkan
pertimbangan bahwa kontribusi sektor pertanian terhadap sektor
perekonomian di Kabupaten Klaten pada periode tahun 2004-2007 memiliki
kecenderungan terjadi penurunan (BAPEDA Kabupaten Klaten, 2007).
Subsektor tanaman bahan makanan terhadap sektor pertanian memiliki besar
kontribusi dan laju pertumbuhan yang cenderung fluktuatif dari tahun 2004-
2007 (Tabel 1 dan Tabel 2). Selain itu, kontribusi dan laju pertumbuhan
komoditi tanaman bahan makanan pada tahun 2004-2007 di Kabupaten Klaten
juga cenderung fluktuatif (Tabel 3 dan Tabel 4). Oleh karena itu, kondisi yang
demikian perlu diperhatikan untuk diusahakan dapat lebih meningkat pada
waktu mendatang, yaitu dengan menentukan strategi pengembangan pada
sektor pertanian, khususnya pada komoditi dari subsektor tanaman bahan
makanan di Kabupaten Klaten. Strategi pengembangan ditentukan baik dalam
periode waktu jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang.
C. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan cara mengutip data laporan
40
47
maupun dokumen dari lembaga atau instansi yang ada hubungannya dengan
penelitian. Data sekunder merupakan data yang terlebih dahulu telah
dikumpulkan dan dilaporkan oleh orang di luar peneliti (Surakhmad, 2001).
Data sekunder ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten
Klaten, BAPEDA Kabupaten Klaten, dan Dinas Pertanian dan Ketahanan
Pangan Kabupaten Klaten. Data sekunder yang digunakan berupa data Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Klaten tahun 2003-2007, PDRB
Provinsi Jawa Tengah tahun 2003-2007 ADHK 2000, jumlah produksi
komoditi tanaman bahan makanan, harga komoditi tanaman bahan makanan di
tingkat produsen tahun 2003-2007 di Kabupaten Klaten, data Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Klaten, data
kualitatif untuk strategi pengembangan dan data yang ada pada Klaten Dalam
Angka 2007/2008.
D. Metode Analisis Data
1. Klasifikasi Komoditi Tanaman Bahan Makanan
Penentuan klasifikasi komoditi tanaman bahan makanan di
Kabupaten Klaten dapat diketahui dengan menggunakan pendekatan
Tipologi Klassen. Tipologi Klassen merupakan alat analisis yang dapat
digunakan untuk mengklasifikasi sektor, subsektor, usaha atau komoditi
prioritas atau unggulan suatu daerah. Tipologi Klassen pada dasarnya
membagi komoditi berdasarkan dua indikator utama, yaitu laju
pertumbuhan dan kontribusi komoditi terhadap PDRB.
Penelitian ini menggunakan analisis pendekatan Tipologi Klassen
untuk menentukan klasifikasi komoditi tanaman bahan makanan di
Kabupaten Klaten. Pendekatan Tipologi Klassen dilakukan dengan cara:
a. Membandingkan laju pertumbuhan komoditi tanaman bahan makanan
dengan laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Klaten.
b. Membandingkan besarnya kontribusi, yaitu antara nilai produksi
komoditi tanaman bahan makanan terhadap total nilai produksi
komoditi pertanian dibandingkan dengan kontribusi PDRB Kabupaten
Klaten terhadap PDRB Provinsi Jawa Tengah.
48
Pengklasifikasian komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten
Klaten ini dapat diketahui dari Matriks Tipologi Klassen pada Tabel 7.
Tabel 7. Matriks Tipologi Klassen Komoditi Tanaman Bahan Makanan di Kabupaten Klaten
Kontribusi Komoditi
Laju Pertumbuhan Komoditi
Kontribusi Besar (Kontribusi komoditi i > Kontribusi PDRB)
Kontribusi Kecil (Kontribusi komoditi i < Kontribusi PDRB)
Tumbuh Cepat (rkomoditi i > rPDRB) Komoditi Prima Komoditi Berkembang
Tumbuh Lambat (rkomoditi i< rPDRB) Komoditi Potensial Komoditi Terbelakang
Keterangan :
rkomoditi i : laju pertumbuhan komoditi tanaman bahan makanan
rPDRB : laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Klaten
Hasil dari analisis Tipologi Klassen ini akan menunjukkan posisi
pertumbuhan dan kontribusi komoditi tanaman bahan makanan di
Kabupaten Klaten. Berdasarkan Matriks Tipologi Klassen, komoditi
tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten dapat diklasifikasikan
menjadi empat kategori, yaitu:
a. Komoditi prima adalah komoditi yang memiliki laju pertumbuhan
cepat dan kontribusi yang besar terhadap PDRB Kabupaten Klaten
b. Komoditi potensial adalah komoditi yang memiliki laju pertumbuhan
lambat dan kontribusi yang besar terhadap PDRB Kabupaten Klaten
c. Komoditi berkembang adalah komoditi yang memiliki pertumbuhan
cepat dan kontribusi yang kecil terhadap PDRB Kabupaten Klaten
d. Komoditi terbelakang adalah komoditi yang memiliki laju pertumbuhan
lambat dan kontribusi yang kecil terhadap PDRB Kabupaten Klaten.
2. Strategi Pengembangan Komoditi Tanaman Bahan Makanan
Berdasarkan hasil klasifikasi komoditi tanaman bahan makanan
dengan pendekatan Tipologi Klassen, maka dalam merumuskan
perencanaan pengembangan ekonomi daerah Kabupaten Klaten dapat
49
dilakukan dengan menentukan beberapa strategi pengembangan. Strategi
pengembangan komoditi tanaman bahan makanan ini dapat diketahui
melalui matriks strategi pengembangan komoditi tanaman bahan makanan,
yaitu berdasarkan pada periode waktu, meliputi strategi pengembangan
dalam jangka pendek (1-5 tahun), jangka menengah (5-10 tahun) dan
jangka panjang (10-25 tahun). Matriks strategi pengembangan komoditi
tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Matriks Strategi Pengembangan Komoditi Tanaman Bahan Makanan di Kabupaten Klaten
Jangka Pendek (1-5th)
Jangka Menengah (5-10th)
Jangka Panjang (10-25th)
komoditi prima komoditi potensial menjadi komoditi prima
komoditi potensial menjadi komoditi prima
komoditi berkembang menjadi komoditi potensial
komoditi terbelakang menjadi komoditi berkembang
komoditi terbelakang menjadi komoditi berkembang komoditi prima menjadi komoditi prima
Berdasarkan matriks strategi pengembangan komoditi tanaman
bahan makanan dapat diketahui bahwa strategi pengembangan komoditi
tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten, dimana dapat dijadikan
sebagai dasar bagi pemerintah daerah dalam perencanaan pengembangan
ekonomi daerah, yaitu dapat dilaksanakan dengan:
a. Strategi Pengembangan Jangka Pendek
Strategi pengembangan jangka pendek dilakukan dalam jangka
waktu antara 1-5 tahun. Pada strategi pengembangan jangka pendek
bertujuan untuk memanfaatkan komoditi prima secara optimal agar
dapat menunjang pendapatan daerah. Selain itu juga mengupayakan
komoditi potensial dapat menjadi komoditi prima, sehingga komoditi
potensial ini dapat dijadikan cadangan/alternatif pengganti bagi
komoditi prima. Strategi yang dapat dilakukan yaitu dengan
meningkatkan laju pertumbuhan komoditi tanaman bahan makanan.
50
b. Strategi Pengembangan Jangka Menengah
Strategi pengembangan dalam jangka menengah dilakukan untuk
jangka waktu 5-10 tahun. Pada strategi jangka menengah
mengupayakan komoditi potensial menjadi komoditi prima yang dapat
ditempuh dengan strategi meningkatkan laju pertumbuhan komoditi.
Selain itu, mengupayakan agar komoditi berkembang dapat menjadi
komoditi potensial dengan melakukan strategi meningkatkan kontribusi
komoditi. Sedangkan upaya agar komoditi terbelakang menjadi
komoditi berkembang dapat dilakukan strategi dengan meningkatkan
laju pertumbuhan komoditi tanaman bahan makanan.
c. Strategi Pengembangan Jangka Panjang
Strategi pengembangan jangka panjang dilakukan dalam jangka
waktu 10-25 tahun. Pada strategi jangka panjang bertujuan untuk
mengupayakan agar komoditi terbelakang menjadi berkembang yaitu
strateginya dengan meningkatkan laju pertumbuhan komoditi tanaman
bahan makanan. Sedangkan untuk mempertahankan komoditi prima
menjadi komoditi prima dalam jangka panjang, strateginya dilakukan
dengan mempertahankan dan atau meningkatkan besarnya kontribusi
dan laju pertumbuhan tanaman bahan makanan.
51
IV. KONDISI UMUM KABUPATEN KLATEN
A. Keadaan Alam
1. Kondisi Geografis dan Wilayah Administratif
Kabupaten Klaten berada di dalam Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis Kabupaten Klaten berada antara 7o32’19”LS sampai 7o48’33”LS dan antara 110o26’14”BT sampai 110o47’51”BT yang berjarak + 113 km dari kota Semarang. Letak Kabupaten Klaten cukup strategis karena berbatasan langsung dengan kota Surakarta yang merupakan salah satu pusat perdagangan dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang dikenal sebagai kota pelajar dan salah satu DTW (Daerah Tujuan Wisata). Sedangkan batas-batas wilayah Kabupaten Klaten adalah :
Sebelah Utara : Kabupaten Boyolali Sebelah Timur : Kabupaten Sukoharjo Sebelah Selatan : Kabupaten Gunung Kidul (DIY) Sebelah Barat : Kabupaten Sleman (DIY)
Jarak Kabupaten Klaten dengan kabupaten atau kota lain se-Karesidenan Surakarta adalah Kabupaten Klaten ke Kabupaten Boyolali sejauh 38 Km, ke Kota Solo sejauh 36 Km, ke Kabupaten Sukoharjo sejauh 47 Km, ke Kabupaten Wonogiri sejauh 67 Km, ke Kabupaten Karanganyar sejauh 49 Km, dan Kabupaten Klaten ke Kabupaten Sragen sejauh 63 Km.
Secara administratif Kabupaten Klaten dibagi menjadi 26 Kecamatan, 391 desa dan 10 kelurahan. Kecamatan dengan jumlah desa terbanyak adalah Kecamatan Cawas sebanyak 20 desa, sedangkan yang paling sedikit adalah Kecamatan Kalikotes dan Kecamatan Kebonarum masing-masing tujuh desa. Seluruh desa yang ada merupakan desa swasembada. Luas wilayah Kabupaten Klaten keseluruhan seluas 65.556 ha (655,56 km2) atau seluas 2,104% dari luas Provinsi Jawa Tengah yang luasnya 3.254.412 ha.
Keadaan geografis di Kabupaten Klaten cocok untuk pengembangan sektor pertanian, mulai dari subsektor tanaman bahan makanan maupun subsektor pertanian lainnya. Banyak komoditi tanaman bahan makanan yang dibudidayakan di Kabupaten Klaten. Komoditi tanaman bahan makanan meliputi komoditi tanaman pangan dan hortikultura. Komoditi hortikultura yang diusahakan di Kabupaten Klaten berupa sayur-sayuran, dan buah-buahan, sedangkan komoditi tanaman hias diusahakan hanya dalam jumlah kecil.
2. Kondisi Topografi
Wilayah Kabupaten Klaten diapit oleh Gunung Merapi dan Pegunungan Seribu dengan ketinggian antara 76-160 m dpl (diatas permukaan laut) yang terbagi menjadi 3 (tiga) dataran:
45
52
a. Dataran Lereng Gunung Merapi membentang di sebelah utara (alam
area yang miring), meliputi sebagian kecil sebelah utara wilayah
Kecamatan Kemalang, Karangnongko, Jatinom, dan Tulung.
b. Dataran Rendah membujur di tengah (wilayah bagian tengah),
meliputi seluruh wilayah kecamatan di Kabupaten Klaten, kecuali
sebagian kecil wilayah merupakan dataran lereng Gunung Merapi
dan Gunung Kapur. Wilayah datar ini meliputi wilayah kecamatan
Manisrenggo, Klaten Tengah, Kalikotes, Klaten Utara, Klaten
Selatan, Ngawen, Kebonarum, Wedi, Jogonalan, Prambanan,
Gantiwarno, Delanggu, Wonosari, Juwiring, Ceper, Pedan,
Karangdowo, Trucuk, Cawas, Karanganom, Polanharjo.
c. Dataran Gunung Kapur yang membujur di sebelah selatan (wilayah
bagian selatan), meliputi sebagian kecil sebelah selatan Kecamatan
Bayat dan Cawas dan Gantiwarno. Ketinggian daerah di Kabupaten Klaten, sekitar 3,72% terletak
diantara ketinggian 0-100 meter di atas permukaan laut. Terbanyak 83,52% terletak diantara ketinggian 100-500 meter diatas permukaan laut, dan sisanya 12,76% terletak diantara ketinggian 500-2500 meter di atas permukaan laut.
Melihat kondisi topografi di Kabupaten Klaten yang sebagian besar berupa dataran rendah dan didukung dengan banyaknya sumber air yang ada, maka daerah Kabupaten Klaten merupakan daerah pertanian yang potensial. Oleh karena kondisi yang mendukung ini sehingga dalam mengusahakan pengembangan sektor pertanian khususnya komoditi tanaman bahan makanan akan dapat berjalan dengan baik.
3. Jenis Tanah
Jenis tanah di Kabupaten Klaten terdiri dari 5 (lima) macam, meliputi : a. Litosol, merupakan tanah yang beraneka sifat dan warnanya,
produktivitasnya rendah dan biasanya merupakan tanah pertanian
yang kurang baik atau padang rumput. Tanah litosol berupa bahan
induk dari kristalin dan batu tulis, ada di daerah Kecamatan Bayat.
b. Regosol Kelabu, merupakan tanah yang bersifat netral sampai asam
dengan warna putih coklat kekuning-kuningan, coklat atau kelabu.
Produktivitasnya sedang sampai tinggi dan biasanya digunakan
untuk pertanian dan perkebunan. Tanah regosol kelabu berupa bahan
53
induk abu dan pasir vulkanis intermediant, terdapat di Kecamatan
Klaten Tengah, Klaten Utara, Klaten Selatan, Ngawen, Kalikotes,
Kebonarum, Trucuk, Cawas, Pedan, Karangdowo, Ceper, Juwiring
Wonosari, Delanggu, Polanharjo, Tulung, Jatinom, Karanganom,
dan Kemalang dan Jogonalan.
c. Regosol Coklat Kelabu, bahan induk berupa abu dan pasir vulkan
intermediant, terdapat di daerah Kecamatan Kemalang,
Menisrenggo, Prambanan, Jogonalan, Wedi, Kebonarum dan
Karangnongko.
d. Kompleks Regosol Kelabu dan Kelabu Tua, yaitu bahan induk
berupa batu kapur, terdapat di daerah Kecamatan Klaten Selatan dan
Kebonarum.
e. Grumusol Kelabu Tua, merupakan tanah yang agak netral berwarna
kelabu sampai hitam, produktivitasnya rendah sampai sedang dan
biasanya untuk pertanian atau perkebunan. Bahan induk tanah
grumusol kelabu tua berupa abu dan pasir vulkan intermediant,
terdapat di daerah Kecamatan Bayat dan Cawas sebelah Selatan.
Berbagai jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Klaten akan berpengaruh terhadap keragaman komoditi pertanian yang diusahakan masyarakat Kabupaten Klaten. Suatu komoditi pertanian tertentu hanya dapat tumbuh dengan baik pada kondisi dan jenis tanah tertentu pula. Sebagian besar wilayah di Kabupaten Klaten memiliki jenis tanah regosol kelabu yang merupakan tanah yang bersifat netral sampai asam, dimana tanah ini memiliki potensi untuk produktivitas yang sedang sampai tinggi dan biasanya digunakan untuk lahan pertanian dan perkebunan. Oleh karena itu, Kabupaten Klaten banyak menghasilkan macam-macam komoditi tanaman bahan makanan dari berbagai wilayah.
4. Keadaan Iklim
Wilayah Kabupaten Klaten memiliki iklim tropis dengan musim hujan dan musim kemarau silih berganti sepanjang tahun, dengan temperatur antara 28-30oC dan kecepatan angin rata-rata berkisar 20-25 km/jam. Kabupaten Klaten mempunyai hari hujan dalam satu tahun dengan rata-rata di bawah 125 hari dengan curah hujan rata-rata di bawah 2.635 mm per tahun. Jadi secara umum wilayah di Kabupaten Klaten merupakan wilayah yang memiliki banyak ketersediaan air yang digunakan untuk sarana irigasi lahan-lahan pertanian, sehingga akan
54
mendukung untuk usaha pengembangan berbagai komoditi tanaman bahan makanan lebih lanjut.
5. Penggunaan Lahan
Kabupaten Klaten yang memiliki luas lahan total 65.556 ha. Secara umum penggunaan lahan yang ada di Kabupaten Klaten dibagi menjadi dua yaitu penggunaan untuk lahan sawah dan lahan kering. Penggunaan lahan di Kabupaten Klaten yang relatif beragam disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Luas Penggunaan Lahan di Kabupaten Klaten Tahun 2004-2007
Luas (ha) Penggunaan Lahan 2004 2005 2006 2007
Lahan Sawah Irigasi Teknis Irigasi ½ Teknis Irigasi Sederhana Tadah Hujan
33.541 18.795 11.044 2.478 1.224
33.494 19.173 10.455 2.386 1.480
33.467 19.170 10.450 2.633 1.214
33.435 19.670 10.086 2.567 1.112
Lahan Kering Pekarangan Tegalan Kolam/Rawa Hutan Negara Lain-lain
32.015 19.933 6.316
201 1.450 4.115
32.062 19.920 6.312
201 1.450 4.179
32.089 19.938
6312 201
1.450 4.188
32.121 19.995 6.287
202 1.450 4.187
Jumlah 65.556 Sumber: BPS Kabupaten Klaten, 2007
Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa pada tahun 2007, ternyata lahan yang digunakan untuk lahan sawah seluas 33.435 ha, yang terdiri dari sawah dengan irigasi teknis seluas 19.670 ha, irigasi ½ teknis seluas 10.086 ha, irigasi sederhana seluas 2.567 ha dan sawah tadah hujan seluas 1.112 ha. Luasnya lahan untuk lahan sawah teririgasi menunjukkan bahwa tanah pertanian di Klaten subur dan banyak mengembangkan budidaya tanaman bahan makanan yang berupa padi.
Penggunaan lahan kering di Kabupaten Klaten terdiri dari lahan pekarangan, lahan tegalan, kolam/rawa, hutan negara dan lainnya. Berdasarkan jumlah lahan kering yang ada, penggunaan untuk lahan pekarangan memiliki adalah yang paling luas dan terlihat adanya kecenderungan meningkat dari tahun 2004-2007, hal ini terjadi akibat semakin meningkatnya kebutuhan tempat tinggal seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di Kabupaten Klaten. Sedangkan lahan kering yang digunakan untuk kegiatan pertanian dilakukan pada lahan tegalan. Berbagai komoditi tanaman pangan seperti padi gogo, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, dan kedelai cocok untuk lahan tegalan diusahakan oleh sebagian besar petani di Kabupaten Klaten. Pengembangan budidaya tanaman pangan tersebut diusahakan terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat di daerah Kabupaten
55
Klaten dan apabila ada kelebihan produksi juga digunakan untuk memenuhi permintaan masyarakat di luar daerah Kabupaten Klaten.
B. Keadaan Penduduk
1. Jumlah Penduduk
Penduduk merupakan sumberdaya manusia yang menjadi subyek sekaligus obyek dalam kegiatan pembangunan yang dilaksanakan di suatu daerah. Jumlah penduduk yang besar dapat menjadi kekuatan sekaligus juga dapat menjadi beban dalam menunjang keberhasilan pembangunan di suatu daerah. Jumlah penduduk di Kabupaten Klaten pada tahun 2007 sebanyak 1.296.987 jiwa atau 0,56%, kondisi ini menunjukkan penambahan 3.745 jiwa dari tahun 2006 yang berjumlah 1.293.242 jiwa dan pertumbuhannya sebesar 0,29%. Pertumbuhan jumlah penduduk di Kabupaten Klaten disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Kepadatan Penduduk Kabupaten Klaten Tahun 2003-2007
Tahun Luas
Wilayah (km2)
Jumlah Penduduk
(jiwa)
Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)
Pertumbuhan Penduduk (%)
2003 2004 2005 2006 2007
655,56 655,56 655,56 655,56 655,56
1.277.297 1.281.786 1.286.058 1.293.242 1.296.987
1948 1955 1962 1973 1978
0,45 0,35 0,33 0,56 0,29
Sumber : BPS Kabupaten Klaten, 2007
Seiring dengan jumlah penduduk yang terus bertambah dan kepadatan penduduk dalam kurun waktu lima tahun terakhir juga menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Pada tahun 2003 kepadatan penduduk sebesar 1.948 jiwa/km2, pada tahun 2007 sudah menjadi 1.978 jiwa/km2. Sedangakan pertumbuhan penduduk tiap tahunnya adalah fluktuatif. Pertumbuhan penduduk yang paling tinggi terjadi pada tahun 2006 sebesar 0,56% dan pada tahun 2005 sebesar 0,33 merupakan pertumbuhan penduduk yang paling rendah. Pertumbuhan penduduk di Kabupaten Klaten yang semakin meningkat ini dikarenakan jumlah penduduk yang semakin bertambah dari tahun ke tahun, yang ditandai dengan tingginya angka kelahiran maupun jumlah penduduk yang datang lebih besar daripada jumlah penduduk yang pergi ke luar daerah Kabupaten Klaten.
Laju pertumbuhan penduduk yang pesat akan berdampak negatif pada pengembangan sektor pertanian, karena ketersediaan lahan pertanian akan semakin berkurang. Salah satunya karena adanya konversi lahan pertanian menjadi pemukiman penduduk. Upaya pengembangan potensi wilayah berbasis komoditi pertanian, terutama komoditi tanaman bahan makanan sangat diperlukan untuk dapat mempertahankan dan meningkatkan produksi pertanian di wilayah Kabupaten Klaten.
2. Komposisi Penduduk
56
a. Menurut Jenis Kelamin
Tabel 11. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio di Kabupaten Klaten Tahun 2003-2007
Jenis Kelamin Tahun Laki-laki Perempuan
Jumlah Sex Ratio (%)
2003 2004 2005 2006 2007
622.443 625.173 627.751 631.231 633.552
654.854 656.613 658.307 662.011 663.435
1.277.297 1.281.786 1.286.058 1.293.242 1.296.987
95,05 95,21 95,36 95,35 95,50
Sumber : BPS Kabupaten Klaten, 2007
Tabel 11 menunjukkan bahwa dari tahun 2003-2007 jumlah penduduk laki-laki dan perempuan memiliki kecenderungan meningkat. Jumlah penduduk terbesar pada tahun 2007, yaitu penduduk laki-laki berjumlah 633.552 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 663.435 jiwa. Apabila dilihat dari dari jenis kelaminnya, jumlah penduduk perempuan lebih besar dibandingkan jumlah penduduk laki-laki. Hal ini bisa dilihat dari besarnya rasio jenis kelamin (sex ratio) pada tahun 2007 sebesar 95,50% yang berarti bahwa setiap 100 penduduk perempuan terdapat 95 penduduk laki-laki di Kabupaten Klaten.
b. Menurut Kelompok Umur
Tabel 12. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kabupaten Klaten Tahun 2007
Kelompok Umur Jumlah (jiwa) 0 – 14 15 – 64 > 65
315.217 868.036 113.734
Angka Beban Tanggungan (ABT) 49,42 Sumber : BPS Kabupaten Klaten, 2007
Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk menurut kelompok umur, pada tahun 2007 penduduk di Kabupaten Klaten paling banyak merupakan penduduk umur produktif (umur 15-64 tahun), yaitu sebanyak 868.036 jiwa dan yang paling sedikit adalah kelompok umur lebih dari 65 tahun, yaitu berjumlah 113.734 jiwa. Jumlah penduduk umur produktif lebih banyak jika dibandingkan dengan penduduk umur non produktif. Dengan demikian, banyaknya penduduk umur produktif dapat dijadikan sebagai modal (tenaga kerja) untuk meningkatkan pembangunan ekonomi daerah di Kabupaten Klaten. Angka Beban Tanggungan (ABT) penduduk di Kabupaten Klaten pada tahun 2007
57
adalah sebesar 49,42. Hal ini berarti bahwa setiap 100 penduduk umur produktif harus menanggung 49 penduduk umur non produktif. Semakin besar angka beban tanggunggan, maka akan semakin kecil sumber daya manusia yang digunakan untuk proses pembangunan daerah di Kabupaten Klaten.
c. Menurut Tingkat Pendidikan
Tabel 13. Pencari Kerja Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten Klaten Tahun 2003-2007
Tahun SD SLTP SMU/SMK Sarjana Muda
Sarjana (S1)
2003 2004 2005 2006 2007
6 3
12 1
17
348 116 66
130 147
9677 10178 14357 11685 10921
1522 2492 2252 1482 1456
3363 8331 4156 2464 2969
Sumber : BPS Kabupaten Klaten, 2007
Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk pencari kerja menurut tingkat pendidikan di Kabupaten Klaten dari tahun 2003-2007 sebagian besar merupakan penduduk dengan tingkat pendidikan SMU/SMK, Sarjana dan Sarjana Muda. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk sudah sadar akan pentingnya pendidikan untuk masa depan. Penduduk dengan sumberdaya manusia yang berkualitas ini sangat diperlukan dalam menunjang pembangunan daerah di Kabupaten Klaten.
C. Keadaan Perekonomian
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu tolok ukur dari tingkat keberhasilan pembangunan daerah. Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh faktor-faktor internal maupun faktor eksternal yang berkembang. Pemerintah Daerah Kabupaten Klaten dari tahun ke tahun terus berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi guna meningkatkan kesejahteraan penduduk Kabupaten Klaten. Kondisi perekonomian di Kabupaten Klaten dapat dilihat dari beberapa variabel seperti besarnya PDRB dan juga dengan melihat pendapatan perkapita penduduk untuk mengetahui tingkat kemakmuran penduduk di Kabupaten Klaten. 1. Struktur Perekonomian
Tabel 14. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Klaten Tahun 2004-2007 ADHK 2000 (Jutaan Rupiah)
Lapangan Usaha 2004 2005 2006 2007
Pertanian 898.771,87 918.295,98 943.060,85 957.297,31
Penggalian 38.020,95 45.641,61 53.338,31 55.826,27
Industri Pengolahan 855.226,78 896.705,60 841.653,96 869.903,33
Listrik dan Air Minum 25.869,72 26.760,65 27.849,31 30.423,64
58
Bangunan/Konstruksi 293.239,59 318.018,30 365.824,54 398.079,88 Perdagangan, Hotel dan Restoran
1,083.938,75 1.140.169,48 1.191.778,73 1.230.415,46
Angkutan dan Komunikasi
104.199,89 109.166,14 113.985,64 119.386,12
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 156.029,23 162.220,04 148.969,69 156.907,22
Jasa-jasa 520.496,09 541.227,36 567.326,97 576.448,79
PDRB 3.975.792,87 4.158.205,16 4.253.788,00 4.394.688,02
Sumber : Diadopsi dari Lampiran 4
Besarnya nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat digunakan untuk mengetahui struktur perekonomian suatu daerah. Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa kegiatan perekonomian di Kabupaten Klaten ditopang oleh sembilan sektor perekonomian, antara lain sektor pertanian; sektor penggalian; sektor industri pengolahan; sektor listrik dan air minum; sektor bangunan/konstruksi; sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor angkutan dan komunikasi; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; serta sektor jasa-jasa. Dari kesembilan sektor perekonomian Kabupaten Klaten tersebut, ada tiga sektor yang memberikan kontribusi paling besar terhadap PDRB Kabupaten Klaten pada tahun 2004-2007, yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor pertanian; dan sektor industri pengolahan. Sedangkan sektor perekonomian yang memberikan kontribusi terkecil terhadap PDRB Kabupaten Klaten adalah sektor listrik dan air minum.
Sektor pertanian memberikan kontribusi PDRB yang terbesar kedua setelah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sumbangan sektor pertanian terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Klaten dari tahun 2004-2007 cenderung semakin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian di Kabupaten Klaten merupakan sektor perekonomian yang penting dalam pembangunan daerah Kabupaten Klaten.
2. Pendapatan Per Kapita
Pendapatan per kapita dapat digunakan sebagai salah satu indikator dalam melihat keberhasilan pembangunan perekonomian di suatu daerah. Pendapatan per kapita dihitung untuk mengetahui pendapatan rata-rata penduduk di suatu perekonomian pada suatu waktu tertentu. Data pendapatan per kapita menurut harga konstan ini perlu dihitung karena untuk menunjukkan perkembangan tingkat kemakmuran di suatu daerah. Suatu daerah dikatakan mengalami pertambahan dalam kemakmuran masyarakatnya apabila pendapatan per kapita atas dasar harga konstan terus menerus bertambah. Pendapatan per kapita di Kabupaten Klaten pada tahun 2004-2007 disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Pendapatan Per Kapita Menurut PDRB Kabupaten Klaten
Tahun 2004-2007 Atas Dasar Harga Konstan 2000
Tahun PDRB (Rp)
Penduduk Pertengahan Tahun (jiwa)
PDRB Per Kapita
(Rp)
Pertumbuhan PDRB
Per Kapita (%)
59
2004 2005 2006 2007
3.975.792.870.000 4.158.205.160.000 4.253.788.000.000 4.394.688.020.000
1.279.487 1.283.915 1.292.760 1.295.602
3.107.333,54 3.238.691,94 3.290.470,00 3.392.004,66
4,47 4,23 1,60 3,09
Sumber : BPS Kabupaten Klaten, 2007
PDRB per kapita merupakan hasil bagi antara PDRB Kabupaten Klaten dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun. Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa besarnya PDRB per kapita di Kabupaten Klaten dari tahun 2004-2007 cenderung meningkat. Pada tahun 2004 nilai PDRB per kapita sebesar Rp. 3.107.333,54; pada tahun 2005 sebesar Rp. 3.238.691,94; tahun 2006 sebesar Rp 3.290.470,00 dan pada tahun 2007 sebesar Rp. 3.392.004,66. Meskipun PDRB per kapita tiap tahun mengalami peningkatan, tetapi pertumbuhannya cenderung fluktuatif. Pertumbuhan PDRB per kapita paling tinggi terjadi pada tahun 2004 sebesar 4,47%. Tingginya pertumbuhan PDRB per kapita pada tahun 2004 dipengaruhi oleh besarnya PDRB Kabupaten Klaten dan jumlah penduduk pertengahan tahun 2004 yang lebih besar daripada tahun sebelumnya. Sedangkan pertumbuhan PDRB per kapita paling rendah sebesar 1,60% yang terjadi pada tahun 2006 yang disebabkan oleh karena terjadinya bencana alam yaitu gempa bumi di sebagian wilayah Kabupaten Klaten, dimana bencana tersebut dapat memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan beberapa sektor perekonomian, seperti sektor industri pengolahan; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yang mengalami penurunan, sehingga juga berpengaruh pada pertumbuhan PDRB per kapita di Kabupaten Klaten.
D. Keadaan Sektor Pertanian
Sektor pertanian di Kabupaten Klaten ditunjang oleh lima subsektor, yaitu subsektor tanaman bahan makanan, subsektor perkebunan, subsektor peternakan, subsektor kehutanan, dan subsektor perikanan. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Tahun 2004-2007 atas dasar harga konstan tahun 2000 di Kabupaten Klaten pada sektor pertanian disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. PDRB Subsektor Pertanian Kabupaten Klaten Tahun 2004-2007
Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Jutaan Rupiah)
Tahun Subsektor Pertanian 2004 2005 2006 2007
Tanaman Bahan Makanan
669.459,21
674.185,75
708.006,82
721.583,76
Perkebunan 44.183,92 42.825,04 35.961,73 33.965,94
Peternakan 143.652,87
158.983,39
155.998,64
157.688,29
Kehutanan 29.599,98 29.728,76 30.515,97 31.306,05 Perikanan 11.875,89 12.573,04 12.577,69 12.753,27
PDRB Sektor Pertanian
898.771,87 918.295,98
943.060,85
957.297,31
60
Sumber : Diadopsi dari Lampiran 5
Berdasarkan Tabel 16 diketahui bahwa besarnya nilai PDRB setiap subsektor pertanian cenderung mengalami peningkatan dari tahun 2004 sampai tahun 2007 kecuali subsektor perkebunan yang cenderung menurun dari tahun ke tahun. Dari kelima subsektor pertanian tersebut, subsektor tanaman bahan makanan merupakan subsektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pembentukan PDRB pada sektor pertanian di Kabupaten Klaten. Hal ini menunjukkan bahwa subsektor tanaman bahan makanan merupakan subsektor yang penting karena memiliki peranan besar dalam pembentukan PDRB di Kabupaten Klaten. Secara lebih rinci kedaan dari masing-masing subsektor pertanian di Kabupaten Klaten dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Subsektor Tanaman Bahan Makanan
Subsektor tanaman bahan makanan memiliki peranan penting dalam penyediaan kebutuhan pangan bagi masyarakat di Kabupaten Klaten. Subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten menghasilkan komoditi yang meliputi tanaman pangan (padi dan palawija), sayur-sayuran, dan buah-buahan. Adapun jumlah produksi komoditi tanaman bahan makanan yang dihasilkan beserta nilai produksinya di Kabupaten Klaten pada tahun 2007 secara lebih rinci disajikan pada Tabel 17, Tabel 18 dan Tabel 19. Tabel 17. Produksi dan Nilai Produksi Komoditi Padi dan Palawija
di Kabupaten Klaten Tahun 2007
Komoditi Produksi (kg) Nilai Produksi (Rp) Padi 347.230.000 948.979.590.000 Jagung 57.970.000 136.519.350.000 Ubi Kayu 51.837.000 43.180.221.000 Ubi Jalar 4.497.000 6.669.051.000 Kacang Tanah 1.868.000 6.530.528.000 Kedelai 4.074.000 22.541.442.000 Kacang Hijau 171.000 1.503.432.000
Sumber : Diadopsi dari Lampiran 8
Tanaman padi merupakan komoditi tanaman pangan yang paling banyak diusahakan oleh petani di Kabupaten Klaten. Hal ini dapat diketahui dari jumlah produksi dan nilai produksi komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten yang terbesar pada tahun 2007 adalah padi yaitu mempunyai jumlah produksi 347.230.000 kg dan nilai produksi sebesar Rp. 948.979.590.000. Besarnya jumlah produksi maupun nilai produksi padi didukung oleh topografi Kabupaten Klaten yang sebagian besar berupa dataran rendah dan sebesar 51% dari total luas lahan di Kabupaten Klaten dimanfaatkan sebagai lahan sawah dan juga didukung ketersediaan air untuk sarana irigasi, sehingga sesuai untuk mengusahakan tanaman padi.
61
Tanaman palawija yang diusahakan di Kabupaten Klaten adalah jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kedelai, dan kacang hijau. Tanaman jagung merupakan tanaman palawija yang memiliki jumlah produksi dan nilai produksi paling besar yaitu 57.970.000 kg dan Rp. 136.519.350.000. Tanaman jagung diusahakan hampir di seluruh wilayah Kabupaten Klaten. Hasil tanaman jagung selain untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk juga dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Sedangkan tanaman palawija yang produksinya paling kecil yaitu tanaman kacang hijau sebesar 171.000 kg dan nilai produksinya sebesar Rp. 1.503.432.000. Hal ini dikarenakan tanaman kacang hijau hanya sedikit diusahakan oleh petani di Kabupaten Klaten.
Beberapa komoditi sayuran yang dihasilkan di Kabupaten Klaten yaitu bawang merah, kubis, petsai/sawi, kacang panjang, cabai besar, cabe rawit, tomat, terong, mentimun, kangkung dan bayam. Jumlah produksi dan nilai produksi komoditi sayur-sayuran di Kabupaten Klaten pada tahun 2007 disajikan pada Tabel 18. Tabel 18. Produksi dan Nilai Produksi Komoditi Sayuran di Kabupaten
Klaten Tahun 2007
Komoditi Produksi (kg) Nilai Produksi (Rp) Bawang Merah 214.100 1.810.857.800 Kubis 318.300 815.802.900 Petsai/sawi 1.325.500 4.722.756.500 Kacang Panjang 787.600 3.014.145.200 Cabe Besar 1.075.900 6.616.785.000 Cabe Rawit 1.967.100 15.736.800.000 Tomat 520.600 1.887.175.000 Terong 527.200 1.361.757.600 Mentimun 741.300 1.281.707.700 Kangkung 36.600 117.412.800 Bayam 9.900 38.194.200
Sumber : Diadopsi dari Lampiran 8
Berdasarkan Tabel 18 dapat diketahui bahwa cabe rawit menghasilkan produksi paling banyak dan mempunyai nilai produksi tertinggi diantara komoditi sayuran lainnya di Kabupaten Klaten pada tahun 2007. Komoditi cabe rawit mampu berproduksi sebesar 1.967.100 kg dengan nilai produksi Rp. 15.736.800.000. Tanaman cabe rawit banyak diproduksi petani karena keadaan Kabupaten Klaten yang berupa dataran rendah yang relatif subur dan beriklim tropis dengan suhu kurang lebih 30oC menyebabkan tanaman cabe rawit dapat tumbuh subur.
Komoditi sayuran yang produksinya paling sedikit pada tahun 2007 adalah bayam sebesar 9.900 kg dan nilai produksinya juga yang terkecil, yaitu sebesar Rp. 38.194.200. Rendahnya produksi bayam ini disebabkan bayam tidak banyak ditanam dan pada umumnya petani
62
mengusahakan bayam hanya sebagai usaha sampingan terutama untuk kebutuhan keluarga, sedangkan hanya sedikit yang hasilnya untuk dijual.
Selain komoditi padi, palawija dan sayuran, komoditi tanaman bahan makanan yang berupa buah-buahan juga relatif banyak dihasilkan di Kabupaten Klaten. Jenis komoditi buah-buahan di Kabupaten Klaten ada berbagai macam yang meliputi alpukat, belimbing, duku, durian, jambu biji, jeruk, mangga, manggis, nanas, pepaya, pisang, rambutan, salak, sawo, melon, semangka, jambu air, nangka, sirsak, sukun, melinjo dan petai. Adapun data jumlah produksi maupun nilai produksi komoditi tanaman bahan makanan yang berupa buah-buahan di Kabupaten Klaten pada tahun 2007 disajikan pada Tabel 19. Tabel 19. Produksi dan Nilai Produksi Komoditi Buah-buahan di
Kabupaten Klaten Tahun 2007
Komoditi Produksi (kg) Nilai Produksi (Rp) Alpukat 170.300 1.213.387.500 Belimbing 75.500 166.100.000 Duku/Langsat 48.800 375.174.400 Durian 836.900 13.855.716.400 Jambu biji 431.400 862.800.000 Jeruk 63.500 359.854.500 Mangga 3,580.100 18.795.525.000 Manggis 3.800 20.425.000 Nanas 4.400 7.774.800 Pepaya 1.041.700 2.300.073.600 Pisang 4.756.800 39.638.414.400 Rambutan 1.591.800 5.286.367.800 Salak 87.900 432.204.300 Sawo 132.300 529.200.000 Melon 797.400 2.066.063.400 Semangka 379.300 518.882.400 Jambu air 77.300 231.900.000 Nangka 2.011.400 3.017.100.000 Sirsak 19.900 59.700.000 Sukun 1.483.700 4.451.100.000 Melinjo 2.554.700 20.756.937.500 Petai 1.198.000 9.519.308.000
Sumber : Diadopsi dari Lampiran 8
Jenis komoditi buah yang paling banyak diproduksi di Kabupaten Klaten adalah pisang yaitu sebesar 4.756.800 kg dan pisang juga memiliki nilai produksi paling besar diantara komoditi buah-buahan yang lain, yaitu Rp. 39.638.414.400. Tanaman pisang diproduksi hampir tersebar merata di seluruh kecamatan di Kabupaten Klaten. Kecamatan
63
yang paling banyak memproduksi pisang adalah Kecamatan Juwiring. Pisang banyak diproduksi di Kabupaten Klaten karena dipengaruhi faktor alam di Kabupaten Klaten yang topografinya berupa dataran rendah, berada pada ketinggian di bawah 500 m, beriklim tropis dan kisaran curah hujan 2.000 mm/tahun, sehingga mendukung pertumbuhan pisang dengan baik.
Sedangkan komoditi buah-buahan di Kabupaten Klaten yang produksinya paling rendah pada tahun 2007 adalah manggis, yaitu sebesar 3.800 kg, tetapi manggis memiliki nilai produksi relatif besar, yaitu Rp. 20.425.000 dikarenakan manggis tidak banyak diusahakan masyarakat Klaten, sehingga harga manggis juga relatif mahal jika dibandingkan buah-buahan lainnya. Seperti halnya produksi tanaman nanas di Kabupaten Klaten termasuk rendah dan nilai produksinya adalah paling kecil, yaitu sebesar Rp. 7.774.800. Nanas tidak banyak diproduksi di Kabupaten Klaten karena faktor alam yang kurang mendukung pertumbuhan nanas. Selain itu juga sempitnya lahan yang digunakan untuk mengusahakan tanaman nanas di Kabupaten Klaten.
2. Subsektor Perkebunan
Subsektor perkebunan di Kabupaten Klaten memberikan sumbangan sebesar 0,77 persen terhadap sektor pertanian Kabupaten Klaten pada tahun 2007. Produksi tanaman perkebunan merupakan sumber devisa sektor pertanian. Perkebunan rakyat di Kabupaten Klaten mengusahakan komoditi perkebunan berupa kelapa, kopi, cengkeh, kapuk, lada, cabe jamu, sirih, tembakau, tebu, wijen dan nilam. Tanaman kopi di Kabupaten Klaten ada dua jenis, yaitu kopi Arabika dan kopi Robusta. Sedangkan jenis tembakau terdiri atas tembakau rajang, tembakau asepan, tembakau Virginia, tembakau Vorstenland (VBN) dan tembakau Vorstenland (NO). Jenis tembakau rajang, tembakau asepan, dan tembakau Virginia merupakan jenis tembakau yang dikelola langsung oleh petani dan tembakau Vorstenland baik yang VBN maupun NO dikelola oleh petani dengan pembinaan dari PT. Perkebunan Nusantara X. Berikut ini beberapa jenis komoditi, jumlah produksi dan nilai produksi komoditi subsektor perkebunan di Kabupaten Klaten pada tahun 2007 disajikan pada Tabel 20.
Tabel 20. Produksi dan Nilai Produksi Komoditi Subsektor Perkebunan di Kabupaten Klaten Tahun 2007
Komoditi Produksi (kg) Nilai Produksi (Rp) Kelapa 6.002.096 11.752.103.968 Kopi Arabika 153.900 329.653.800 Kopi Robusta 3.174 6.348.000 Cengkeh 51.575 1.704.141.150 Kapuk 47.268 346.616.244 Lada 14.941 401.658.903
64
Cabe Jamu 2.100 54.600.000 Sirih 16.858 16.858.000 Tembakau Rajang 848.000 33.920.000.000 Tembakau Asepan 943.445 16.510.287.500 Tembakau Virginia 15.300 122.400.000 Tembakau VBN 237.450 2.137.050.000 Tembakau NO 76.881 653.488.500 Tebu 5.822.055 36.434.420.190 Wijen 14.175 99.225.000 Nilam 48.175 111.621.475
Jumlah 14.297.393 104.600.472.730
Sumber : Diadopsi dari Lampiran 9
Berdasarkan Tabel 20 dapat diketahui bahwa pada tahun 2007 komoditi subsektor perkebunan di Kabupaten Klaten yang memiliki jumlah produksi terbesar adalah kelapa yaitu sebesar 6.002.096 kg. Jenis kelapa yang diproduksi di Kabupaten Klaten terdiri dari kelapa dalam, kelapa hybrida dan kelapa deres. Sedangkan komoditi perkebunan di Kabupaten Klaten yang memiliki nilai produksi yang paling besar adalah tebu, yaitu sebesar Rp. 36.434.420.190. Tanaman tebu dikembangkan di seluruh kecamatan di wilayah Klaten kecuali di Kecamatan Juwiring, Polanharjo dan Kemalang.
Komoditi perkebunan yang produksinya paling kecil adalah cabe jamu yaitu 2.100 kg, dimana cabe jamu hanya diusahakan di beberapa kecamatan, seperti di Kecamatan Prambanan, Jogonalan, Tulung dan Kecamatan Jatinom. Sedangkan nilai produksi terkecil komoditi perkebunan adalah Kopi Robusta yaitu sebesar Rp. 6.348.000. Rendahnya nilai produksi ini disebabkan jumlah produksi Kopi Robusta yang sedikit yaitu 3.174 kg dan hanya sedikit wilayah di Kabupaten Klaten yang mengusahakannya.
3. Subsektor Peternakan
Subsektor Peternakan memberikan sumbangan yang besar pada urutan kedua setelah subsektor tanaman bahan makanan terhadap sektor pertanian di Kabupaten Klaten pada tahun 2007, yaitu sebesar 16,42 persen. Subsektor Peternakan di Kabupaten Klaten dimanfaatkan sebagai komoditi perdagangan, selain itu juga sebagai sumber protein hewani, sumber tenaga pengolah lahan pertanian juga digunakan sebagai alat angkut. Komoditi peternakan tidak hanya menghasilkan daging, susu, telur maupun kulit/lulang sebagai sumber pendapatan, tetapi juga mendapatkan keuntungan dari penjualan pupuk kandang, retribusi penjualan ternak, retribusi rumah pemotongan hewan, dan retribusi alat transportasi ternak.
65
Peternakan yang ada di Kabupaten Klaten dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu ternak besar, ternak kecil dan ternak unggas. Ternak besar terdiri atas sapi perah, sapi potong, kerbau dan kuda. Ternak kecil terdiri atas kambing, domba dan babi. Sedangkan ternak unggas terdiri dari ayam buras (ayam kampung), ayam pedaging, ayam petelur, itik, entok, angsa dan burung puyuh. Adapun produksi dan nilai produksi yang dihasilkan oleh subsektor peternakan di Kabupaten Klaten disajikan pada Tabel 21.
Tabel 21. Produksi dan Nilai Produksi Komoditi Subsektor Peternakan di Kabupaten Klaten Tahun 2007
Komoditi Produksi (kg) Nilai Produksi (Rp) Sapi 2.113.020 118.329.120.000 Kerbau 1.617.750 55.003.500.000 Kambing 1.887.445 57.567.072.500 Domba 1.513.588 46.164.434.000 Babi 36.696 990.792.000 Ayam Buras 2.147.438 32.211.570.000 Ayam Pedaging 9.766.106 117.193.272.000 Ayam Petelur 6.754.872 5.066.154.000 Itik (ekor) 390.955 11.728.650.000 Entok (ekor) 16.450 575.750.000 Angsa (ekor) 9.831 344.085.000 Burung Puyuh 1.122.798 112.279.800 Susu (liter) 3.006.677 7.516.692.500
Jumlah 30.383.626 452.803.371.800 Sumber : Diadopsi dari Lampiran 9
Tabel 21 menunjukkan bahwa komoditi peternakan yang nilai produksinya paling besar di Kabupaten Klaten pada tahun 2007 adalah sapi, yaitu sebesar Rp. 118.329.120.000 dengan jumlah produksi daging sapi sebanyak 2.113.020 kg. Hal ini dapat diketahui bahwa sapi merupakan komoditi yang paling besar kontribusinya terhadap pendapatan subsektor peternakan di Kabupaten Klaten.
Jenis komoditi ternak unggas yang paling banyak diusahakan oleh penduduk Kabupaten Klaten adalah ayam ras. Ayam ras pedaging (broiler) memiliki jumlah produksi paling besar diantara komoditi peternakan lainnya, yaitu menghasilkan 9.766.106 kg dan dengan nilai produksinya sebesar Rp.117.193.272.000. Ayam ras petelur (layer) menghasilkan telur 6.754.872 kg dengan nilai produksi sebesar Rp.5.066.154.000. Hal ini dikarenakan hasil dari ayam ras pedaging dan
66
petelur umum dikonsumsi masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, yaitu melalui daging dan telurnya yang relatif murah dan bergizi. Sedangkan komoditi ternak unggas yang paling sedikit diusahakan oleh penduduk Kabupaten Klaten adalah angsa yang populasinya sebanyak 9.831 ekor.
Hasil dari berbagai komoditi subsektor peternakan di Kabupaten Klaten ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan protein hewani penduduk daerah maupun luar daerah Kabupaten Klaten serta dapat menghasilkan pendapatan bagi penduduk sehingga kesejahteraan penduduk dapat lebih meningkat.
4. Subsektor Kehutanan
Subsektor Kehutanan memberikan sumbangan sebesar 0,71 persen terhadap sektor pertanian di Kabupaten Klaten pada tahun 2007. Sumbangan subsektor kehutanan terhadap sektor pertanian tersebut menempati urutan keempat, yaitu setelah subsektor tanaman bahan makanan, peternakan, dan perkebunan.
Potensi subsektor kehutanan di Kabupaten Klaten meliputi hutan negara dan hutan rakyat. Hutan negara seluas 1.450 ha yang terdiri dari hutan lindung (810,6 ha) terletak di lereng Gunung Merapi dan Kemalang, dan hutan produksi (639,8 ha) terletak di Kecamatan Bayat, Kalikotes, dan Wedi. Hutan rakyat terdiri dari pola swadaya, bantuan pemerintah, dan pola kemitraan. Hutan rakyat dikembangkan khusus pada wilayah yang masih mempunyai lahan kritis. Hutan rakyat diusahakan penduduk dengan bantuan pemerintah yaitu dari proyek penghijauan, proyek bantuan bibit, dan GNRHL (Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan).
Hasil komoditi dari subsektor kehutanan di Kabupaten Klaten ada dua jenis yaitu hasil yang berupa kayu dan non kayu. Jenis kayu yang diusahakan antara lain kayu jati, mahoni, sengon, mindi, trembesi, bayur, dan akasia. Sedangkan hasil hutan jenis non kayu adalah kokon ulat sutera dan madu. Kokon ulat sutera banyak diusahakan di Kecamatan Trucuk, Kecamatan Jatinom dan Kecamatan Tulung. Dalam perkembangannya budidaya ulat sutera berhenti sama sekali karena kendala bibit ulatnya yang selalu ada ketergantungan dengan produksi telur. Budidaya lebah madu dilaksanakan oleh kelompok tani lebah yang berada di Kecamatan Bayat dan Kecamatan Jatinom. Jumlah produksi madu tahun 2007 sebanyak 1.200 kg. Adapun data produksi dan nilai produksi komoditi kehutanan secara lebih rinci disajikan pada Tabel 22.
Tabel 22. Produksi dan Nilai Produksi Komoditi Subsektor Kehutanan di Kabupaten Klaten Tahun 2007
Komoditi Produksi (m3) Nilai Produksi (Rp) Jati 3.816.215 11.448.645.000 Mahoni 2.815.979 2.111.984.250
67
Sengon 18.157.960 9.078.980.000 Mindi 3.207.292 1.603.646.000 Trembesi 2.378.048 1.070.121.600 Bayur 62.690 28.210.500 Akasia 303.172 227.379.000 Madu (kg) 1.200 36.000.000
Jumlah 31.941.356 25.604.966.350
Sumber : Diadopsi dari Lampiran 9
Berdasarkan pada Tabel 22 dapat diketahui bahwa komoditi subsektor kehutanan yang memiliki nilai produksi terbesar pada tahun 2007 adalah kayu jati yaitu sebesar Rp.11.448.645.000,00. Nilai produksi kayu jati merupakan paling besar diantara komoditi kehutanan yang lain, karena jumlah produksi kayu jati termasuk besar yaitu 3.816.215 m3. Masyarakat relatif banyak mengusahakan tanaman jati karena selain secara umum kayu jati cocok untuk ditanam di daerah Kabupaten Klaten, kayu jati juga memiliki nilai ekonomis yang paling tinggi jika dibandingkan dengan komoditi kehutanan yang lainnya.
Hutan di Kabupaten Klaten selain berfungsi sebagai penyangga air, juga digunakan sebagai obyek wisata yaitu di Deles di kawasan lereng Gunung Merapi. Disamping itu hasil hutan yang berupa kayu digunakan sebagai bahan baku industri mebel. Pembangunan subsektor kehutanan di Kabupaten Klaten diarahkan agar dapat meningkatkan kesejahteraan petani hutan.
5. Subsektor Perikanan
Subsektor Perikanan memberikan sumbangan paling kecil terhadap sektor pertanian di Kabupaten Klaten pada tahun 2007 yaitu sebesar 0,29 persen. Pembangunan subsektor perikanan di Kabupaten Klaten ditujukan untuk menciptakan usaha perikanan yang memanfaatkan sumberdaya secara efisien dan berkelanjutan, maju, mandiri serta berwawasan akuabisnis yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
Potensi perikanan di Kabupaten Klaten terbagi menjadi perikanan darat dan perikanan umum dengan luas total 465,9 ha. Perikanan darat terdiri dari kolam (28,19 ha), sawah (5,40 ha) dan keramba (28,21 ha), sedangkan perikanan umum terdiri dari waduk (180 ha), sungai (181,36 ha) dan genangan air (42,75 ha). Pada tahun 2007 produksi ikan yang berasal dari kolam 16.488,85 kw, dari sawah 28 kw, dari keramba 3.516 kw, waduk 2.042,74 kw, sungai 1.059 kw dan genangan air menghasilkan 294 kw. Produksi ikan terbesar adalah Kecamatan Bayat dan Kecamatan Polanharjo. Hal ini disebabkan karena di Kecamatan Bayat dan Polanharjo terdapat kolam pemancingan yang sekaligus dimanfaatkan sebagai obyek wisata. Jenis ikan yang dihasilkan
68
bermacam-macam, meliputi ikan karper, tawes, nila, mujahir, lele, gabus, belut, gurami, katak hijau, wader, dan udang kali. Adapun data produksi dan nilai produksi komoditi subsektor perikanan di Kabupaten Klaten.
Tabel 23. Produksi dan Nilai Produksi Komoditi Subsektor Perikanan di Kabupaten Klaten Tahun 2007
Komoditi Produksi (kg) Nilai Produksi (Rp) Karper 11.588 107.189.000 Tawes 38.775 281.118.750 Nila 1.214.318 10.018.123.500 Mujahir 4.865 34.055.000 Lele 857.947 6.863.576.000 Gabus 9.945 79.560.000 Belut 20.336 279.620.000 Gurami 1.190 19.040.000 Katak Hijau 15.801 169.860.750 Wader 42.501 371.883.750 Udang Kali 33.177 356.652.750 Ikan lainnya 92.418 670.030.500
Jumlah 2.342.861 19.250.710.000
Sumber : Diadopsi dari Lampiran 9
Tabel 23 menunjukkan bahwa nilai produksi komoditi perikanan terbesar di Kabupaten Klaten pada tahun 2007 adalah ikan nila yaitu sebesar Rp 10.018.123.500 dengan jumlah produksi juga paling besar diantara komoditi perikanan yang lain, yaitu sebesar 1.214.318 kg. Komoditi perikanan yang memiliki nilai produksi terkecil adalah ikan gurami yaitu Rp.19.040.000 dengan jumlah produksinya juga terkecil yaitu sebesar 1.190 kg.
Secara umum produksi komoditi perikanan di Kabupaten Klaten mengalami kenaikan dengan produksi 2.342.861 kg dibandingkan dengan tahun 2006 yaitu mencapai 2.315.379 kg. Oleh karena itu, sumbangan terhadap total PDRB sektor pertanian pada tahun 2007 juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2006 karena nilai produksi dari komoditi tersebut juga meningkat.
69
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Keragaan Umum Komoditi Tanaman Bahan Makanan di Kabupaten
Klaten
Kabupaten Klaten merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi wilayah pada sektor pertanian yang ditunjukkan dengan keadaan alam yang mendukung. Sektor pertanian termasuk memiliki peranan yang penting dalam pembangunan daerah Kabupaten Klaten. Sektor pertanian di Kabupaten Klaten terdiri dari lima subsektor, yaitu subsektor tanaman bahan makanan, subsektor perkebunan, subsektor peternakan, subsektor kehutanan, dan subsektor perikanan Dari kelima subsektor pertanian, subsektor tanaman bahan makanan merupakan subsektor pertanian yang paling banyak memberikan sumbangan terhadap sektor pertanian di Kabupaten Klaten. Hal ini dapat diketahui dari berbagai macam komoditi yang dihasilkan oleh subsektor tanaman bahan makanan, dimana komoditi ini memiliki jumlah produksi paling banyak diantara komoditi dari subsektor pertanian yang lain.
Subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten menghasilkan komoditi tanaman bahan makanan yang terdiri dari komoditi tanaman pangan (padi dan palawija), komoditi sayuran dan komoditi buah-buahan. Masing-masing komoditi tanaman bahan makanan memiliki tingkat laju pertumbuhan dan besar kontribusi yang berbeda-beda terhadap sektor pertanian di Kabupaten Klaten. Adapun secara lebih rinci keadaan laju pertumbuhan dan kontribusi dari masing-masing komoditi tanaman bahan makanan terhadap sektor pertanian secara keseluruhan yang ada di Kabupaten Klaten dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Laju Pertumbuhan Komoditi Tanaman Bahan Makanan di
Kabupaten Klaten
Pertumbuhan komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten dapat diketahui dari tingkat laju pertumbuhan komoditi tanaman bahan makanan yang dihasilkan di Kabupaten Klaten dari tahun ke tahun. Laju pertumbuhan komoditi tanaman bahan makanan tersebut dapat menunjukkan tingkat perkembangan dari masing-masing komoditi di Kabupaten Klaten. Adapun laju pertumbuhan komoditi tanaman bahan makanan yang berupa komoditi tanaman pangan (padi dan palawija) di Kabupaten Klaten disajikan pada Tabel 24. Tabel 24. Laju Pertumbuhan Komoditi Padi dan Palawija di Kabupaten
Klaten Tahun 2004-2007 (%)
Komoditi 2004 2005 2006 2007 Rata-rata Padi -3,2159 25,9239 48,0685 18,4443 22,3052 Jagung 5,8450 3,7948 24,6768 23,4521 14,4422 Ubi Kayu -10,7053 18,4267 22,3247 50,2007 20,0617 Ubi Jalar 20,2847 13,8186 5,7669 77,0391 29,2273 Kacang Tanah 67,4960 -11,4913 -2,6775 -42,2447 2,7707
68
70
Kedelai 27,7992 -10,4348 36,8034 -31,0153 5,7882 Kacang Hijau 356,7468 -25,6869 24,9774 -37,9196 79,5294
Sumber: Diadopsi dari Lampiran 10 Berdasarkan Tabel 24 dapat diketahui bahwa laju pertumbuhan
komoditi padi dan palawija di Kabupaten Klaten tahun 2004-2007 secara umum mengalami pertumbuhan yang cenderung fluktuatif. Komoditi yang selalu mengalami pertumbuhan positif dari tahun 2004-2007 adalah jagung dengan rata-rata pertumbuhan 14,4422% dan ubi jalar dengan rata-rata pertumbuhan 29,2273%. Hal ini berarti bahwa produksi jagung dan ubi jalar selalu mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Sedangkan padi dan ubi kayu terjadi pertumbuhan negatif pada tahun 2004 masing-masing besarnya -3,2159% dan -10,7053%, yang berarti bahwa padi dan ubi kayu terjadi penurunan nilai produksi pada tahun 2004. Hal ini disebabkan oleh karena harga padi (gabah) dan ubi kayu pada tahun 2004 terjadi penurunan dari tahun sebelumnya, sehingga juga berpengaruh pada menurunnya nilai produksi padi dan ubi kayu. Komoditi padi dan palawija yang mempunyai rata-rata laju pertumbuhan tertinggi pada tahun 2004-2007 adalah kacang hijau yaitu sebesar 79,5294% dan jenis komoditi yang mempunyai rata-rata laju pertumbuhan terendah sebesar 2,7707% adalah kacang tanah. Rata-rata laju pertumbuhan komoditi padi dan palawija untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Grafik Laju Pertumbuhan Rata-rata Komoditi Padi dan Palawija di Kabupaten Klaten Tahun 2004-2007
Komoditi sayur-sayuran juga termasuk salah satu jenis komoditi tanaman bahan makanan yang dihasilkan di Kabupaten Klaten. Adapun laju pertumbuhan komoditi tanaman bahan makanan yang berupa komoditi sayuran di Kabupaten Klaten disajikan pada Tabel 25. Tabel 25. Laju Pertumbuhan Komoditi Sayuran di Kabupaten Klaten
Tahun 2004-2007 (%)
Komoditi 2004 2005 2006 2007 Rata-rata Bawang Merah 0,0000 0,0000 763,9137 206,2876 485,1006 Kobis 38,9562 29,8269 -40,6930 215,7484 60,9596 Petsai/sawi 13,2988 29,5197 58,4561 55,0775 39,0881 Kacang Panjang 44,4693 -15,1827 18,9783 19,4414 16,9266 Cabe Besar 104,2066 1,5173 14,8257 -21,8650 24,6712
71
Cabe Rawit 243,3420 -43,5167 -9,1823 13,2050 50,9620 Tomat -39,3643 82,5465 115,9803 28,0172 46,7949 Terong 128,3198 56,8272 21,0037 90,2667 74,1044 Mentimun 35,0299 95,0935 -16,5814 -6,3372 26,8012 Kangkung 28,6561 16,4532 48,2430 226,3125 79,9162 Bayam -55,0204 -37,3775 16,4368 39,8840 -9,0193
Sumber: Diadopsi dari Lampiran 10 Berdasarkan Tabel 25 dapat diketahui bahwa laju pertumbuhan
komoditi sayuran di Kabupaten Klaten pada tahun 2004-2007 secara umun laju pertumbuhannya memiliki kecenderungan yang fluktuatif. Komoditi yang selalu mengalami pertumbuhan positif dari tahun 2004-2007 adalah petsai/sawi, terong dan kangkung dengan rata-rata pertumbuhannya masing-masing adalah sebesar 39,0881%; 79,9162% dan 74,1044%. Hal ini berarti bahwa petsai/sawi, terong dan kangkung selalu mengalami peningkatan produksi dari tahun sebelumnya. Sedangkan komoditi buah-buahan yang terjadi penurunan produksi pada tahun tertentu karena mengalami pertumbuhan negatif antara lain kobis, kacang panjang, cabe besar, cabe rawit, tomat, mentimun dan bayam.
Komoditi sayuran yang memiliki laju pertumbuhan rata-rata tertinggi pada tahun 2004-2007 adalah bawang merah sebesar 485,1006%. Bawang merah pada tahun 2004-2005 memiliki pertumbuhan nol, karena pada tahun tersebut petani tidak menanam bawang merah, sehingga tidak ada produksi yang dihasilkan. Sedangkan jenis komoditi yang mempunyai rata-rata laju pertumbuhan terendah -9,0193% adalah komoditi bayam. Rata-rata laju pertumbuhan komoditi sayuran untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Grafik Laju Pertumbuhan Rata-rata Komoditi Sayuran di
Kabupaten Klaten Tahun 2004-2007
Selain tanaman padi, palawija dan sayuran, komoditi tanaman bahan makanan yang banyak menghasilkan beragam komoditi di Kabupaten Klaten adalah buah-buahan. Laju pertumbuhan komoditi tanaman bahan makanan yang berupa buah-buahan di Kabupaten Klaten disajikan pada Tabel 26.
72
Tabel 26. Laju Pertumbuhan Komoditi Buah-buahan di Kabupaten Klaten Tahun 2004-2007 (%)
Komoditi 2004 2005 2006 2007 Rata-rata Alpukat -81,4202 44,4297 -27,0739 334,6542 67,6474 Belimbing 39,1560 240,0797 77,6501 -9,9095 86,7441 Duku/langsat -68,7317 71,9012 87,3169 94,1896 46,1690 Durian 23,1096 196,8221 -16,7029 -61,8212 35,3519 Jambu biji -51,2983 -45,0343 402,0717 79,5695 96,3271 Jeruk -52,5830 76,6958 32,0901 57,2209 28,3559 Mangga -65,2523 229,5217 29,7687 -14,4903 44,8870 Manggis -56,0606 109,1954 -100,0000 0,0000 -15,6217 Nanas -96,0040 106,9395 -62,3502 167,7826 29,0920 Pepaya -31,3939 67,4844 -32,8172 5,0939 2,0918 Pisang -39,4159 -35,3086 19,0672 1,7090 -13,4871 Rambutan -14,1330 127,6375 11,8430 -72,6818 13,1664 Salak 179,3946 27,5038 134,2962 -30,2014 77,7483 Sawo -50,5878 20,2645 47,3550 -41,2364 -6,0512 Melon -74,7747 -45,1511 11,6136 16,9944 -22,8294 Semangka 36,2470 36,2484 -65,8142 -6,6414 0,0100 Jambu air -35,4305 111,5385 -47,9273 115,9218 36,0256 Nangka -62,8019 58,3716 -46,2578 17,0031 -8,4213 Sirsak -87,9607 639,5918 -39,5695 -45,4795 116,6455 Sukun -11,0554 147,8484 14,8698 -40,4639 27,7997 Melinjo -45,0875 -20,7164 48,2797 -34,1419 -12,9165 Petai -12,1167 45,2910 27,7360 -13,5805 11,8325
Sumber: Diadopsi dari Lampiran 10 Berdasarkan Tabel 26 dapat diketahui bahwa laju pertumbuhan
komoditi buah-buahan di Kabupaten Klaten selama periode tahun 2004-2007 secara umum mengalami pertumbuhan yang cenderung fluktuatif, kecuali buah duku yang pertumbuhannya selalu meningkat dari tahun ke tahun, dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 46,1690%. Semua komoditi buah-buahan di Kabupaten Klaten pernah mengalami pertumbuhan negatif pada tahun yang berbeda-beda. Hal ini menunjukkan bahwa komoditi buah-buahan dihasilkan di Kabupaten Klaten terjadi penurunan produksi pada tahun tertentu.
Laju pertumbuhan komoditi buah-buahan tertinggi terjadi pada tahun 2005 sebesar 639,5918% yaitu buah sirsak dengan rata-rata pertumbuhan juga paling tinggi diantara komoditi buah-buahan yang lain, yaitu sebesar 116,6455% dan laju pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2007 sebesar -100%, yaitu pada buah manggis. Sedangkan melon merupakan komoditi buah-buahan yang mempunyai rata-rata laju pertumbuhan terendah pada tahun 2004-2007 yaitu sebesar -22,8294%.
73
Hal ini dapat diketahui bahwa buah melon terjadi penurunan jumlah produksi yang relatif tinggi pada tahun 2004 dan 2005 dikarenakan pada tahun tersebut petani tidak banyak menanam melon, sehingga produksi yang dihasilkan juga rendah. Rata-rata laju pertumbuhan komoditi buah-buahan di Kabupaten Klaten dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Grafik Laju Pertumbuhan Rata-rata Komoditi Buah-buahan di
Kabupaten Klaten Tahun 2004-2007
Secara umum komoditi tanaman bahan makanan yang memiliki rata-rata laju pertumbuhan paling tinggi diantara komoditi tanaman pangan, sayuran dan buah-buahan pada tahun 2004-2007 adalah komoditi bawang merah, yaitu sebesar 485,10%. Hal ini berarti bahwa bawang merah banyak dihasilkan petani di Kabupaten Klaten, tetapi pada tahun 2004-2005 tidak ada produksinya karena saat itu petani lebih memilih menanam tanaman lain yang dirasa lebih menguntungkan. Sedangkan komoditi tanaman bahan makanan yang memiliki rata-rata laju pertumbuhan paling rendah pada tahun 2004-2007 adalah komoditi melon yaitu sebesar -22,83%. Hal ini dapat diketahui bahwa buah melon terjadi penurunan jumlah produksi yang relatif tinggi pada tahun 2004 dan 2005 dikarenakan pada tahun tersebut petani tidak banyak menanam melon.
2. Kontribusi Komoditi Tanaman Bahan Makanan Kabupaten Klaten
Salah satu peranan sektor pertanian dalam pembangunan daerah Kabupaten Klaten adalah kontribusi yang diberikan terhadap pendapatan daerahyang relatif besar. Subsektor tanaman bahan makanan merupakan subsektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap sektor pertanian di Kabupaten Klaten diantara subsektor pertanian yang lain. Subsektor tanaman bahan makanan memperoleh kontribusi dari berbagai jenis komoditi tanaman pangan, sayuran dan buah-buahan. Kontribusi komoditi tanaman bahan makanan dapat diketahui dari perbandingan besarnya nilai produksi masing-masing komoditi tanaman bahan makanan terhadap total
74
nilai produksi komoditi pertanian secara keseluruhan yang dihasilkan di Kabupaten Klaten. Besarnya kontribusi masing-masing komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten disajikan pada Tabel 27, Tabel 28 dan Tabel 29. Tabel 27. Kontribusi Komoditi Padi dan Palawija di Kabupaten Klaten
Tahun 2004-2007 (%)
Komoditi 2004 2005 2006 2007 Rata-rata Padi 27,5559 34,6995 51,3790 60,8555 43,6225 Jagung 5,4800 5,6879 7,0915 8,7546 6,7535 Ubi Kayu 1,2726 1,5071 1,8436 2,7690 1,8481 Ubi Jalar 0,2007 0,2284 0,2416 0,4277 0,2746 Kacang Tanah 0,8418 0,7451 0,7251 0,4188 0,6827 Kedelai 1,7102 1,5317 2,0954 1,4455 1,6957 Kacang Hijau 0,1672 0,1243 0,1553 0,0964 0,1358
Sumber: Diadopsi dari Lampiran 11 Tabel 27 menunjukkan bahwa besarnya kontribusi komoditi
tanaman bahan makanan yang berupa komoditi padi dan palawija terhadap komoditi pertanian di Kabupaten Klaten. Komoditi padi dan palawija yang memberikan kontribusi yang cenderung meningkat selama kurun waktu 2004-2007 adalah komoditi padi, jagung, ubi kayu dan ubi jalar. Sedangkan komoditi palawija yang lain seperti kacang tanah, kedelai dan kacang hijau memberikan kontribusi yang memiliki kecenderungan fluktuatif dari tahun 2004 hingga 2007. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Grafik Kontribusi Komoditi Padi dan Palawija di Kabupaten Klaten Tahun 2004-2007
Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa padi merupakan komoditi tanaman pangan yang memberikan kontribusi terbesar selama periode tahun 2004-2007. Padi juga memiliki rata-rata kontribusi terbesar yaitu 43,6225%. Hal ini dikarenakan padi merupakan makanan pokok penduduk di Kabupaten Klaten, sehingga petani selalu mengusahakan tanaman padi, baik padi sawah maupun padi gogo. Petani juga mengupayakan peningkatan produksi padi untuk dapat memenuhi permintaan sebagian besar penduduk daerah maupun luar daerah Kabupaten Klaten guna memenuhi kebutuhan pangan. Oleh karena itu,
75
padi termasuk komoditi tanaman pangan yang paling banyak dihasilkan di Kabupaten Klaten. Sedangkan komoditi palawija yang memberikan kontribusi paling kecil adalah kacang hijau dengan rata-rata kontribusi yang juga terkecil yaitu sebesar 0,1358% karena jumlah produksi yang dihasilkan juga kecil dari tahun ke tahun. Tabel 28. Kontribusi Komoditi Sayuran di Kabupaten Klaten Tahun
2004-2007 (%)
Komoditi 2004 2005 2006 2007 Rata-rata Bawang Merah 0,0000 0,0044 0,0379 0,1161 0,0528 Kubis 0,0215 0,0279 0,0166 0,0523 0,0296 Sawi 0,0952 0,1232 0,1953 0,3029 0,1791 Kacang Panjang 0,1604 0,1360 0,1618 0,1933 0,1629 Cabe Besar 0,4659 0,4729 0,5431 0,4243 0,4765 Cabe Rawit 1,7378 0,9816 0,8914 1,0092 1,1550 Tomat 0,0240 0,0438 0,0945 0,1210 0,0708 Terong 0,0242 0,0379 0,0459 0,0873 0,0488 Mentimun 0,0539 0,1052 0,0878 0,0822 0,0823 Kangkung 0,0013 0,0016 0,0023 0,0075 0,0032 Bayam 0,0024 0,0015 0,0018 0,0024 0,0020
Sumber: Diadopsi dari Lampiran 11 Kontribusi komoditi sayuran yang cenderung terjadi peningkatan
dari tahun 2004 hingga 2007 adalah komoditi sawi, tomat, terong dan kangkung. Hal ini dikarenakan di setiap tahunnya komoditi tersebut ada peningkatan produksi. Komoditi sayuran yang lain seperti bawang merah, kubis, kacang panjang, cabe besar, cabe rawit, mentimun dan bayam memberikan kontribusi dari tahun 2004 hingga 2007 yang cenderung fluktuatif. Hal ini dikarenakan produksi komoditi tersebut juga fluktuatif dari tahun ke tahun. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Grafik Kontribusi Komoditi Sayuran di Kabupaten Klaten
Tahun 2004-2007
76
Sesuai dengan Gambar 6 tersebut dapat diketahui bahwa komoditi sayuran yang memiliki kontribusi terbesar diantara komoditi yang lain pada tahun 2004-2007 adalah cabe rawit dengan rata-rata sebesar 1,1550%. Hal ini disebabkan produksi cabe rawit dari tahun 2004 hingga 2007 terjadi peningkatan karena petani di Kabupaten Klaten banyak yang menanam cabe rawit. Sedangkan rata-rata kontribusi komoditi sayuran yang paling kecil adalah sebesar 0,0020%, yaitu komoditi kangkung. Hal ini disebabkan produksi kangkung di Kabupaten Klaten tiap tahun sedikit.
Selain dari komoditi tanaman pangan dan sayuran, kontribusi komoditi tanaman bahan makanan juga diperoleh dari komoditi buah-buahan. Adapun kontribusinya disajikan pada Tabel 29. Tabel 29. Kontribusi Komoditi Buah-buahan di Kabupaten Klaten Tahun
2004-2007 (%)
Komoditi 2004 2005 2006 2007 Rata-rata Alpukat 0,0170 0,0245 0,0179 0,0778 0,0343 Belimbing 0,0020 0,0067 0,0118 0,0107 0,0078 Duku 0,0038 0,0066 0,0124 0,0241 0,0117 Durian 0,9413 2,7940 2,3273 0,8885 1,7378 Jambu biji 0,0112 0,0061 0,0308 0,0553 0,0259 Jeruk 0,0063 0,0111 0,0147 0,0231 0,0138 Mangga 0,3296 1,0862 1,4096 1,2053 1,0077 Manggis 0,0011 0,0023 0,0000 0,0013 0,0016 Nanas 0,0002 0,0005 0,0002 0,0005 0,0004 Pepaya 0,1247 0,2089 0,1403 0,1475 0,1554 Pisang 3,2446 2,0990 2,4992 2,5419 2,5962 Rambutan 0,4874 1,1095 1,2409 0,3390 0,7942 Salak 0,0133 0,0169 0,0397 0,0277 0,0244 Sawo 0,0326 0,0392 0,0578 0,0339 0,0409 Melon 0,1850 0,1015 0,1132 0,1325 0,1330 Semangka 0,0765 0,1043 0,0356 0,0333 0,0624 Jambu air 0,0063 0,0132 0,0069 0,0149 0,0103 Nangka 0,1943 0,3077 0,1654 0,1935 0,2152 Sirsak 0,0016 0,0116 0,0070 0,0038 0,0060 Sukun 0,1684 0,4174 0,4794 0,2854 0,3377 Melinjo 1,7192 1,3631 2,0211 1,3311 1,6086 Petai 0,3806 0,5530 0,7064 0,6104 0,5626
Sumber: Diadopsi dari Lampiran 11 Berdasarkan Tabel 29 dapat diketahui bahwa kontribusi komoditi
buah-buahan secara umun cenderung fluktuatif selama periode tahun 2004 hingga 2007, kecuali komoditi duku dan jeruk memberikan kontribusi yang selalu meningkat dari tahun ke tahun, dengan rata-rata kontribusi komoditi masing-masing sebesar 0,0117% dan 0,0138%. Kontribusi duku
77
dan jeruk yang meningkat disebabkan produksi komoditi yang juga terjadi peningkatan dari tahun ke tahun, karena petani banyak yang mengusahakannya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Gambar 7.
Gambar 7. Grafik Kontribusi Komoditi Buah-buahan di Kabupaten Klaten
Tahun 2004-2007
Berdasarkan Gambar 7 dapat diketahui bahwa komoditi buah-buahan yang memiliki rata-rata kontribusi paling besar pada tahun 2004-2007 adalah pisang yaitu sebesar 2,5962%. Hal ini disebabkan karena lahan di Kabupaten Klaten banyak yang ditanami pisang, sehingga produksi diperoleh juga relatif besar bahkan terjadi peningkatan dari tahun ke tahun. Sedangkan rata-rata kontribusi komoditi buah-buahan yang paling kecil adalah sebesar 0,0004%, yaitu komoditi nanas. Hal ini
78
disebabkan produksi nanas di Kabupaten Klaten tiap tahun hanya sedikit karena petani juga tidak banyak yang menanam nanas.
Secara umum komoditi tanaman bahan makanan yang memberikan kontribusi paling besar diantara komoditi tanaman pangan, sayuran dan buah-buahan adalah komoditi padi dengan rata-rata kontribusi sebesar 43,6225%. Besarnya kontribusi padi ini dipengaruhi oleh jumlah produksi dan harga padi (gabah) pada tahun tertentu, yang kemudian menghasilkan nilai produksi padi. Nilai produksi padi merupakan yang paling tinggi diantara komoditi tanaman bahan makanan, bahkan juga tertinggi diantara komoditi pertanian lain secara keseluruhan di Kabupaten Klaten. Oleh karena itu, padi memberikan kontribusi yang terbesar terhadap komoditi pertanian di Kabupaten Klaten. Kontribusi komoditi tanaman bahan makanan yang paling kecil adalah komoditi nanas yaitu sebesar 0,0004%, yaitu komoditi nanas. Hal ini disebabkan produksi nanas di Kabupaten Klaten tiap tahun hanya sedikit dan juga harga nanas yang relatif murah, sehingga nilai produksi yang dihasilkan juga rendah.
B. Klasifikasi Komoditi Tanaman Bahan Makanan di Kabupaten Klaten
dengan Pendekatan Tipologi Klassen
Penentuan klasifikasi komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten dapat diketahui dengan menggunakan analisis pendekatan Tipologi Klassen. Analisis Pendekatan Tipologi Klassen merupakan alat analisis yang dapat digunakan untuk mengklasifikasi/mengkategorikan komoditi tanaman bahan makanan yang menjadi prioritas atau unggulan suatu daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu tingkat laju pertumbuhan dan besarnya kontribusi komoditi tanaman bahan makanan terhadap kontribusi PDRB Kabupaten Klaten.
Laju pertumbuhan komoditi tanaman bahan makanan merupakan proses perubahan komoditi, perubahan yang berupa jumlah produksi maupun harga di tingkat produsen yang terjadi dari tahun ke tahun. Laju pertumbuhan memiliki kriteria tumbuh cepat, jika laju pertumbuhan komoditi tanaman bahan makanan lebih besar atau sama dengan laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Klaten. Sedangkan komoditi dikatakan tumbuh lambat, jika laju pertumbuhan komoditi tanaman bahan makanan lebih kecil daripada laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Klaten.
Kontribusi komoditi tanaman bahan makanan ditunjukkan dengan perbandingan antara nilai produksi komoditi tanaman bahan makanan terhadap total nilai produksi dari komoditi pertanian, kemudian dibandingkan dengan besarnya nilai kontribusi PDRB Kabupaten Klaten terhadap kontribusi PDRB Provinsi Jawa Tengah. Kriteria kontribusi dikatakan memiliki kontribusi besar, jika kontribusi komoditi tanaman bahan makanan lebih besar atau sama dengan kontribusi PDRB Kabupaten Klaten. Sedangkan kontribusi dikatakan kecil, jika kontribusi komoditi tanaman bahan makanan memilki nilai yang lebih kecil daripada kontribusi PDRB Kabupaten Klaten.
Hasil dari analisis Tipologi Klassen ini menunjukkan posisi pertumbuhan dan kontribusi komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten
79
Klaten. Berdasarkan Matriks Tipologi Klassen, komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu komoditi prima, komoditi berkembang, dan komoditi terbelakang. Adapun matriks Tipologi Klassen komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten dapat dilihat pada Tabel 30.
Tabel 30. Matriks Tipologi Klassen Komoditi Tanaman Bahan Makanan di Kabupaten Klaten
Kontribusi Komoditi
Laju Pertumbuhan Komoditi
Kontribusi Besar (Kontribusi komoditi i > Kontribusi PDRB)
Kontribusi Kecil (Kontribusi komoditi i < Kontribusi PDRB)
Tumbuh Cepat (rkomoditi i > rPDRB)
Komoditi Prima: padi dan jagung
Komoditi Berkembang: ubi kayu, durian,
kedelai, cabe rawit, mangga, rambutan, petai, cabe besar, sukun, ubi jalar,
sawi, kacang panjang, kacang hijau, mentimun, tomat, terong, bawang merah, alpukat, kubis,
jambu biji, salak, jeruk, duku, jambu air,
belimbing, sirsak, kangkung, dan nanas
Tumbuh Lambat (rkomoditi i< rPDRB)
Komoditi Potensial: -
Komoditi Terbelakang: pisang, melinjo,
kacang tanah, nangka, pepaya, melon,
semangka, sawo, bayam, dan manggis
Sumber: Diadopsi dari Lampiran 13 Berdasarkan Tabel 30 dapat diketahui bahwa dari hasil analisis
Tipologi Klassen, diperoleh klasifikasi komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten terdiri atas tiga kategori yaitu komoditi prima, komoditi berkembang dan komoditi terbelakang. Komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten tidak ada yang termasuk kategori komoditi potensial, karena di Kabupaten Klaten tidak terdapat komoditi tanaman bahan makanan yang memiliki kriteria laju pertumbuhan lambat dan memberikan kontribusi besar terhadap PDRB Kabupaten Klaten. Adapun penjelasan secara rinci
80
mengenai hasil klasifikasi komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten adalah sebagai berikut:
1. Komoditi Prima
Komoditi prima adalah komoditi tanaman bahan makanan yang memiliki kriteria laju pertumbuhan cepat dan kontribusi komoditi yang besar terhadap PDRB Kabupaten Klaten. Berdasarkan hasil analisis Tipologi Klassen, terdapat dua jenis komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten yang termasuk kategori komoditi prima, yaitu komoditi padi dan jagung. Hal ini menunjukkan bahwa padi dan jagung merupakan komoditi yang memiliki keunggulan diantara komoditi tanaman bahan makanan yang lain, karena padi dan jagung memiliki laju pertumbuhan cepat dan kontribusinya yang besar terhadap PDRB Kabupaten Klaten.
Padi termasuk komoditi prima di Kabupaten Klaten karena laju pertumbuhannya cepat dan kontribusinya yang besar terhadap PDRB Kabupaten Klaten. Laju pertumbuhan padi dikatakan cepat karena tingkat laju pertumbuhan padi lebih besar nilainya, yaitu 22,3052% dibandingkan dengan laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Klaten yang nilainya sebesar 3,7651%. Sedangkan kontribusi padi yang besar ditunjukkan dengan kontribusinya senilai 43,6225% yang lebih besar daripada kontribusi PDRB Kabupaten Klaten yang senilai 2,8511%.
Laju pertumbuhan yang cepat dan kontribusi padi yang besar ini dipengaruhi oleh jumlah produksi padi yang cenderung terjadi peningkatan dari tahun ke tahun dan juga ditunjang dengan peningkatan harga gabah setiap tahunnya. Hasil produksi padi juga merupakan terbesar diantara komoditi pertanian lain di Kabupaten Klaten. Hal ini dapat terjadi tentunya didukung oleh kondisi topografis di Kabupaten Klaten yang sebagian besar dataran rendah dengan banyaknya sumber air yang ada dan sebesar 51% luas lahan di Kabupaten Klaten dimanfaatkan untuk lahan sawah. Oleh karena itu, padi termasuk komoditi yang memiliki peranan penting dalam pembangunan wilayah Kabupaten Klaten. Dengan demikian, pemerintah daerah bekerjasama dengan petani untuk terus berupaya mengembangkan komoditi padi lebih lanjut agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat maupun pendapatan daerah Kabupaten Klaten.
Komoditi tanaman bahan makanan yang termasuk kategori komoditi prima selain padi adalah komoditi jagung. Jagung memiliki laju pertumbuhan 14,4422% yang lebih besar daripada laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Klaten 3,7651%. Kontribusi jagung sebesar 6,7535% memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan kontribusi PDRB Kabupaten Klaten 2,8511%. Laju pertumbuhan jagung yang cepat ini dikarenakan nilai produksi yang diperoleh dari jagung dari tahun 2004-2007 memiliki kecenderungan yang meningkat. Sedangkan kontribusi jagung yang besar ini disebabkan oleh karena jumlah produksi jagung yang relatif besar di setiap tahunnya dan produksinya merupakan urutan kedua setelah komoditi padi. Hal ini dikarenakan jagung termasuk komoditi yang menjadi bahan pangan bagi masyarakat di Kabupaten
81
Klaten disamping mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok. Selain itu jagung juga dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan pakan ternak, sehingga banyaknya populasi ternak yang ada di Kabupaten Klaten dapat tercukupi kebutuhan pakannya dengan jagung yang memiliki jumlah produksi relatif besar pula. Oleh karena itu, komoditi jagung perlu untuk dikembangkan lebih lanjut oleh pemerintah daerah Kabupaten Klaten guna memenuhi permintaan masyarakat baik untuk bahan pangan maupun untuk pakan ternak, dan diharapkan dengan kontribusi yang semakin meningkat dapat juga meningkatkan pendapatan daerah Kabupaten Klaten.
2. Komoditi Berkembang
Komoditi berkembang adalah komoditi tanaman bahan makanan yang memiliki kriteria pertumbuhan cepat tetapi kontribusi komoditi yang kecil terhadap PDRB Kabupaten Klaten. Berdasarkan hasil analisis Tipologi Klassen, komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten yang termasuk kategori komoditi berkembang terdiri dari 28 komoditi. Komoditi berkembang ini meliputi ubi kayu, durian, kedelai, cabe rawit, mangga, rambutan, petai, cabe besar, sukun, ubi jalar, sawi, kacang panjang, kacang hijau, mentimun, tomat, terong, bawang merah, alpukat, kubis, jambu biji, salak, jeruk, duku, jambu air, belimbing, sirsak, kangkung, dan nanas. Hal ini dapat diketahui bahwa 28 komoditi tersebut merupakan komoditi yang memiliki keunggulan diantara komoditi tanaman bahan makanan yang lain, karena memiliki laju pertumbuhan cepat dimana laju pertumbuhan komoditi tersebut lebih besar daripada laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Klaten.
Komoditi ubi kayu, ubi jalar, kedelai dan kacang hijau merupakan komoditi palawija yang termasuk kategori komoditi berkembang. Diantara komoditi berkembang pada palawija, kacang hijau adalah komoditi yang mempunyai laju pertumbuhan terbesar yaitu 20,0617% dan ubi kayu merupakan komoditi palawija yang mempunyai kontribusi terbesar yaitu 1,8481%. Meskipun komoditi palawija tersebut memiliki laju pertumbuhan yang lebih besar daripada laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Klaten yang sebesar 3,7651%. Akan tetapi kontribusi ubi kayu yang termasuk komoditi berkembang yang kontribusinya terbesar diantara komoditi palawija lainnya, ternyata masih dibawah kontribusi PDRB Kabupaten Klaten yang sebesar 2,8511% maka dapat dikatakan bahwa komoditi berkembang ini memiliki kontribusi yang kecil terhadap PDRB Kabupaten Klaten.
Semua komoditi sayuran termasuk komoditi berkembang kecuali bayam. Jenis komoditi sayuran tersebut adalah bawang merah, kubis, sawi, kacang panjang, cabe besar, cabe rawit, tomat, terong, mentimun dan kangkung. Bawang merah adalah jenis komoditi sayuran yang laju pertumbuhannya paling besar diantara komoditi tanaman bahan makanan lainnya, yaitu sebesar 485,1006% tetapi kontribusinya hanya sebesar 0,0528%. Sedangkan cabe rawit memiliki kontribusi yang paling besar diantara komoditi sayuran yaitu sebesar 1,1550%, ternyata masih jauh
82
lebih kecil nilainya jika dibandingkan dengan kontribusi PDRB Kabupaten Klaten yang sebesar 2,8511%. Komoditi sayuran lainnya seperti kubis, sawi, kacang panjang, cabe besar, tomat, terong, mentimun dan kangkung juga memiliki laju pertumbuhan lebih besar daripada laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Klaten, tetapi tidak ada komoditi yang memiliki kontribusi besar terhadap PDRB Kabupaten Klaten.
Komoditi buah-buahan yang termasuk kategori komoditi berkembang terdiri dari alpukat, belimbing, duku, durian, jambu biji, jeruk, mangga, nanas, rambutan, salak, jambu air, sirsak, sukun, dan petai. Komoditi berkembang yang memiliki laju pertumbuhan paling besar diantara komoditi tanaman bahan makanan yang lain adalah sirsak yaitu sebesar 116,6455% dengan kontribusinya sebesar 0,0060%. Semua jenis buah-buahan yang termasuk komoditi berkembang ini memiliki laju pertumbuhan yang cepat, tetapi kontribusi yang dimiliki lebih kecil daripada kontribusi PDRB Kabupaten Klaten.
Secara umum kategori komoditi berkembang di Kabupaten Klaten merupakan komoditi tanaman bahan makanan yang termasuk jumlah komoditi terbanyak diantara kategori komoditi lain. Semua komoditi berkembang ini memiliki laju pertumbuhan yang cepat tetapi kontribusinya kecil terhadap PDRB Kabupaten Klaten. Besarnya tingkat laju pertumbuhan membuat komoditi berkembang dapat dikatakan mampu bersaing dengan komoditi lainnya. Akan tetapi perlu adanya upaya untuk meningkatkan besarnya kontribusi komoditi terhadap kontribusi PDRB Kabupaten Klaten agar peranan yang diberikan dapat menimbulkan pengaruh positif terhadap pembangunan ekonomi daerah Kabupaten Klaten seperti terjadinya peningkatan pendapatan daerah.
3. Komoditi Terbelakang
Komoditi terbelakang adalah komoditi tanaman bahan makanan yang memiliki kriteria laju pertumbuhan lambat dan kontribusi komoditi yang kecil terhadap PDRB Kabupaten Klaten. Berdasarkan hasil analisis Tipologi Klassen, ada 10 jenis komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten yang termasuk kategori komoditi terbelakang. Komoditi terbelakang tersebut adalah komoditi pisang, melinjo, kacang tanah, nangka, pepaya, melon, semangka, sawo, bayam, dan manggis.
Kacang tanah merupakan salah satu komoditi tanaman palawija di Kabupaten Klaten yang termasuk kategori komoditi terbelakang, padahal jenis palawija yang lain termasuk kategori komoditi prima dan komoditi berkembang. Hal ini dikarenakan produksi kacang tanah di Kabupaten Klaten dari tahun ke tahun cenderung terjadi penurunan produksi dan juga harga kacang tanah fluktuatif pada setiap tahunnya. Kacang tanah memiliki laju pertumbuhan hanya sebesar 2,7707% dimana nilainya lebih kecil dari laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Klaten yang sebesar 3,7651%. Sedangkan kontribusi kacang tanah sebesar 0,6827% jauh di bawah kontribusi PDRB Kabupaten Klaten. Oleh karena itu kacang tanah termasuk kategori komoditi terbelakang di Kabupaten Klaten.
83
Bayam merupakan satu-satunya komoditi tanaman sayuran yang termasuk kategori komoditi terbelakang padahal semua jenis sayuran dalam komoditi tanaman bahan makanan adalah termasuk komoditi berkembang. Bayam mengalami pertumbuhan sebesar -9,0193% yang berarti bahwa produksi bayam di Kabupaten Klaten cenderung menurun dari tahun ke tahun. Pertumbuhan bayam tersebut jelas lebih kecil daripada pertumbuhan PDRB Kabupaten Klaten yang sebesar 3,7651%. Rendahnya produksi dan tingkat pertumbuhannya, mengakibatkan bayam hanya mampu memberikan kontribusi sebesar 0,0020% dimana jauh lebih kecil daripada kontribusi PDRB Kabupaten Klaten yang sebesar 2,8511%.
Komoditi buah-buahan yang termasuk kategori komoditi terbelakang adalah manggis, pepaya, pisang, sawo, melon, semangka, nangka, dan melinjo. Komoditi terbelakang yang memiliki pertumbuhan paling besar diantara jenis buah-buahan adalah semangka yaitu sebesar 0,0100% dengan kontribusinya yang relatif rendah yaitu 0,0624%. Hal ini dikarenakan nilai produksi buah semangka di Kabupaten Klaten memiliki kecenderungan menurun di setiap tahunnya. Sedangkan komoditi terbelakang dari jenis buah-buahan yang memiliki kontribusi paling besar adalah pisang yaitu sebesar 2,5962% dengan pertumbuhannya -13,4871%. Produksi pisang di Kabupaten Klaten termasuk dalam jumlah yang relatif besar, tetapi apabila dilihat dari trendnya terjadi penurunan produksi setiap tahunnya. Buah-buahan lainnya seperti manggis, pepaya, sawo, melon, nangka, dan melinjo juga memiliki tingkat pertumbuhan yang termasuk lambat dan kontribusinya kecil terhadap PDRB Kabupaten Klaten.
Kategori komoditi terbelakang pada umumnya merupakan komoditi tanaman bahan makanan yang perlu diperhatikan oleh petani maupun pemerintah daerah di Kabupaten Klaten untuk dilakukan usaha pengembangan komoditi lebih lanjut. Laju pertumbuhan yang lambat dari tahun ke tahun maupun kontribusi komoditi yang kecil dibandingkan kontribusi PDRB Kabupaten Klaten akan menjadikan komoditi ini terpuruk diantara komoditi tanaman bahan makanan yang lainnya. Hal ini dapat terjadi karena adanya beberapa kendala dalam pengusahaan komoditi tersebut, seperti sempitnya luas lahan yang digunakan maupun rendahnya sumberdaya manusia dalam pengelolaan tanaman yang termasuk komoditi terbelakang. Oleh karena itu, perlu adanya usaha untuk pengembangan lebih lanjut komoditi terbelakang dengan memanfaatkan potensi wilayah dan juga dengan menggali sumberdaya yang tersedia seoptimal mungkin. Komoditi terbelakang diharapkan agar dapat laju pertumbuhan dan kontribusinya dapat lebih meningkat, sehingga juga akan meningkatkan peranan komoditi terhadap pembangunan sektor pertanian maupun pembangunan daerah Kabupaten Klaten.
C. Strategi Pengembangan Komoditi Tanaman Bahan Makanan di
Kabupaten Klaten
Pembangunan pertanian tanaman bahan makanan yang dilaksanakan di Kabupaten Klaten ternyata masih banyak kendala yang menghambat laju
84
peningkatan produksi, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani dimana juga akan berdampak negatif pada pembangunan ekonomi daerah Kabupaten Klaten. Pertanian tanaman bahan makanan dewasa ini masih bercirikan petani yang umumnya miskin, produktivitas rendah dan juga biaya produksi relatif mahal. Kondisi tersebut disebabkan oleh karena lahan garapan yang belum optimal, keterbatasan modal, lemahnya industri pengolahan hasil pertanian dan pemasaran hasil-hasilnya serta masih lemahnya kelembagaan ekonomi petani. Keadaan tersebut diperburuk lagi dengan adanya kecenderungan peningkatan perubahan fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian. Dengan situasi yang digambarkan tersebut, sehingga diperlukan upaya perbaikan kinerja pembangunan pertanian tanaman bahan makanan, yaitu dengan merumuskan perencanaan strategi-strategi pengembangan pertanian tanaman bahan makanan dalam kerangka pengembangan ekonomi daerah. Adanya strategi pengembangan yang tepat tersebut diharapkan dapat meningkatkan pendapatan daerah yang termasuk di dalamnya pendapatan dan kesejahteraan petani di Kabupaten Klaten.
Berdasarkan hasil klasifikasi komoditi tanaman bahan makanan dengan pendekatan Tipologi Klassen, maka dalam merumuskan perencanaan pengembangan ekonomi daerah Kabupaten Klaten dapat dilakukan dengan menentukan beberapa strategi pengembangan. Strategi pengembangan pertanian tanaman bahan makanan ini diarahkan pada komoditi yang dihasilkan sesuai dengan hasil klasifikasi. Strategi pengembangan komoditi tanaman bahan makanan ini dilakukan berdasarkan pada beberapa periode waktu, yaitu strategi pengembangan dalam masa jangka pendek (1-5 tahun), jangka menengah (5-10 tahun) dan jangka panjang (10-25 tahun). Untuk mengetahui strategi pengembangan komoditi tanaman bahan makanan maka digunakan matriks strategi pengembangan komoditi tanaman bahan makanan. Hasil matriks strategi pengembangan untuk komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten disajikan pada Tabel 31.
Tabel 31. Matriks Strategi Pengembangan Komoditi Tanaman Bahan Makanan di Kabupaten Klaten
Jangka Pendek (1-5th)
Jangka Menengah (5-10th)
Jangka Panjang (10-25th)
Komoditi Prima (padi dan jagung)
Strateginya yaitu dengan memanfaatkan komoditi prima secara optimal, melalui upaya:
Komoditi Berkembang menjadi
Komoditi Prima Strateginya dengan meningkatkan kontribusi komoditi
Komoditi Terbelakang menjadi
Komoditi Berkembang Strateginya yaitu dengan meningkatkan laju pertumbuhan komoditi
85
- Pengembangan agribisnis tanaman pangan
- Diversifikasi pasar - Penguatan
kelembagaan petani - Pelibatan pihak swasta
sebagai mitra petani - Upaya menciptakan
peraturan dan perundangan yang kondusif
berkembang, melalui upaya: - Pemeliharaan
tanaman ubi kayu secara intensif
- Pengembangan agribisnis durian
- Penggunaan benih kedelai, cabe rawit, dan cabe besar bermutu dari varietas unggul
- Perbaikan kualitas buah mangga dan rambutan dengan sortasi
Komoditi Terbelakang
menjadi Komoditi Berkembang Strateginya yaitu dengan meningkatkan laju pertumbuhan komoditi terbelakang, melalui upaya: - Peningkatan
produktivitas pisang, pepaya, dan nangka
- Peningkatan kualitas buah melinjo
- Pengamanan produksi kacang tanah
terbelakang, melalui upaya: - Pengoptimalan
sumberdaya yang tersedia untuk pisang, melinjo, dan kacang tanah
- Peningkatkan peranan perlindungan tanaman kacang tanah, melon, dan semangka
- Peningkatan kualitas SDM bagi petani melon dan semangka
Komoditi Prima menjadi
Komoditi Prima (padi dan jagung)
Strateginya yaitu melalui upaya: - Upaya pengembangan
pembenihan unggul - Menjaga tingkat
kesuburan tanah secara kontinuitas
- Penyediaan sarana dan prasarana pertanian yang memadai serta pemeliharaan sarana produksi usahatani
Sumber: Diadopsi dari Lampiran 14 Strategi pengembangan komoditi tanaman bahan makanan di
Kabupaten Klaten dalam penelitian ini merupakan serangkaian perencanaan dalam upaya pengembangan komoditi tanaman bahan makanan yang dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu. Adapun penjelasan tentang berbagai strategi pengembangan dalam jangka waktu masing-masing adalah sebagai berikut: 1. Strategi Pengembangan Jangka Pendek
Strategi pengembangan jangka pendek dilakukan dalam jangka waktu antara 1-5 tahun. Pada strategi pengembangan jangka pendek ini bertujuan untuk memanfaatkan komoditi prima seoptimal mungkin agar
86
dapat menopang pendapatan daerah Kabupaten Klaten. Berdasarkan hasil analisis klasifikasi komoditi tanaman bahan makanan dapat diketahui bahwa padi dan jagung merupakan komoditi prima di Kabupaten Klaten. Oleh karena itu kedua komoditi prima ini diperlukan strategi untuk dapat mempertahankan laju pertumbuhannya yang cepat dan besarnya nilai kontribusi yang dimiliki agar padi dan jagung dapat bertahan pada posisi sebagai komoditi prima dan dapat memberikan manfaat yang optimal. Ada beberapa strategi pengembangan untuk memanfaatkan komoditi prima seoptimal mungkin yang dilakukan pada jangka pendek guna menunjang pembangunan ekonomi daerah Kabupaten Klaten, antara lain: a. Pengembangan agribisnis tanaman pangan
Pengembangan agribisnis tanaman pangan pada komoditi prima, yaitu tanaman padi dan jagung dapat dilakukan dengan mendorong sinergi antar subsistem agribisnis. Upaya pengembangan agribisnis padi dan jagung ini diarahkan agar kegiatan petani di bidang pertanian tidak hanya terpaku pada kegiatan budidaya pertanian saja, tetapi upaya ini dilakukan ke arah agrobisnis yang bersifat luas, yaitu meliputi pengembangan kegiatan pertanian dari on farm hingga off farm, kegiatan dari hulu sampai hilir serta penanganan pasca panen dan pengolahan dari hasil produksi padi maupun jagung. Apabila kegiatan petani yang mulai dari persiapan, budidaya, panen, pascapanen maupun pengolahan hasil dapat dipadukan akan memberikan tingkat pendapatan yang lebih tinggi bagi petani sehingga kesejahteraan petani juga akan meningkat. Dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas komoditi prima baik padi maupun jagung.
b. Diversifikasi pasar
Upaya mempertahankan dan atau meningkatan kontribusi maupun laju pertumbuhan komoditi prima dapat ditempuh melalui diversifikasi pasar. Diversifikasi pasar merupakan upaya yang perlu dilakukan petani dalam pemasaran hasil panen, yaitu dengan perluasan hasil-hasil produksi padi dan jagung. Hasil produksi pertanian yang berupa gabah dan pipilan kering jagung tidak hanya dijual langsung kepada tengkulak, tetapi juga dijual kepada pihak BULOG melalui KUD setempat. Tujuannya agar petani memperoleh harga yang stabil sehingga dapat memperkecil risiko turunnya pendapatan petani yang diakibatkan karena turunnya harga hasil produksi pada saat tertentu.
c. Penguatan kelembagaan petani
Pengembangan komoditi prima diperlukan penguatan kelembagaan petani maupun kelembagaan usaha dan pemerintah agar dapat berfungsi sesuai dengan peran masing-masing. Kelembagaan petani dibina dan dikembangkan berdasarkan kepentingan masyarakat dan harus tumbuh dan berkembang di masyarakat itu sendiri. Dalam hal ini peran penyuluh sangatlah diharapkan untuk memotivasi agar petani dengan kesadarannya dapat berkelompok untuk membentuk kelompok tani dan yang sudah berkelompok dapat membentuk gabungan
87
kelompok ataupun membentuk assosiasi. Kelembagaan pertanian yang lainnya seperti penangkar benih, pengusaha benih, kios pertanian, pasar desa, Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A), Usaha Penyewaan Jasa Alsintan (UPJA) diberdayakan juga seoptimal mungkin untuk mendukung pengembangan komoditi prima di Kabupaten Klaten.
d. Pelibatan pihak swasta sebagai mitra petani
Pengembangan komoditi prima diperlukan kerjasama antara petani dan pihak swasta. Pihak swasta yang menjadi mitra bagi petani akan dapat saling membutuhkan, saling menguntungkan dan berkesinambungan. Di samping itu padi dan jagung sebagai komoditi prima yang merupakan bagian dari subsektor tanaman bahan makanan memiliki keterkaitan yang erat dengan sektor lain. Dalam kemitraan ini meliputi seluruh aspek dari sistem produksi yang meliputi pengadaan sarana produksi pertanian, pengolahan hasil, maupun penjualan hasil produksi. Dalam pengadaan saprotan seperti pengadaan benih, pupuk, pestisida dan alsintan, petani memerlukan mitra usaha dari sektor lain. Agar dalam pengolahan hasil produksi padi dapat berjalan dengan baik diperlukan kerjasama dengan pengusaha penggilingan padi. Sedangkan untuk memperkuat permodalan petani, maka kredit petani yang disertai bunga rendah serta prosedur pengembalian yang sederhana. Oleh karena itu, dengan adanya hubungan mitra kerjasama dengan pihak swasta dari sektor lain diharapkan hasil komoditi padi dapat meningkatkan pendapatan petani.
e. Upaya menciptakan peraturan dan kebijakan yang kondusif
Agar dapat menunjang semua upaya dalam pengembangan tanaman padi dan jagung sebagai komoditi prima, maka perlu dilakukan koordinasi yang baik dengan pihak pemerintah yang berwenang untuk menciptakan peraturan yang kondusif bagi pengembangan pertanian tanaman padi dan jagung. Selain itu juga diperlukan dukungan kebijakan pemerintah terhadap pelaku agribisnis, baik masyarakat (petani) maupun swasta. Hal ini diharapkan dapat lebih memudahkan petani dalam menjalankan kegiatan usahataninya, yaitu antara lain kebijakan subsidi, kebijakan harga saprodi dan juga diberikan kemudahan pada pihak swasta untuk dapat berperan aktif dengan petani sehingga akan mempercepat upaya peningkatan investasi.
2. Strategi Pengembangan Jangka Menengah
Strategi pengembangan jangka menengah dilakukan dalam jangka waktu 5-10 tahun. Pada strategi jangka menengah bertujuan untuk mengupayakan komoditi potensial menjadi komoditi prima, komoditi berkembang menjadi komoditi potensial dan komoditi terbelakang menjadi komoditi berkembang. Berdasarkan hasil klasifikasi, ternyata tidak ada komoditi tanaman bahan makanan yang termasuk kategori komoditi
88
potensial, dikarenakan tidak ada komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten yang memiliki laju pertumbuhan lambat dan kontribusi yang besar. Oleh karena itu, dalam penentuan strategi pengembangan dalam jangka waktu menengah, ada dua alternatif strategi yang dapat direncanakan, yaitu mengupayakan komoditi berkembang menjadi komoditi prima dan mengupayakan komoditi terbelakang menjadi komoditi berkembang. Adapun penjelasan masing-masing alternatif strateginya sebagai berikut: a. Strategi pengembangan jangka menengah yang mengupayakan
komoditi berkembang menjadi komoditi prima
Komoditi berkembang memiliki peranan sebagai alternatif pengganti atau penerus bagi komoditi prima apabila mengalami kemunduran. Hal ini dikarenakan tidak adanya komoditi potensial yang lebih diprioritaskan sebagai pengganti komoditi prima di Kabupaten Klaten. Pengembangan komoditi berkembang yang dihasilkan di Kabupaten Klaten dalam jangka menengah ini diprioritaskan pada komoditi berkembang yang bernilai ekonomi tinggi, mempunyai peluang pasar besar dan memiliki potensi produksi tinggi, serta mempunyai peluang pengembangan teknologi. Komoditi berkembang yang diutamakan untuk dikembangkan berdasarkan urutan besarnya nilai produksi komoditi yang tinggi meliputi ubi kayu, durian, kedelai, cabe rawit, mangga, rambutan, dan cabe besar. Komoditi berkembang tersebut memiliki kriteria laju pertumbuhan yang cepat tetapi kontribusinya kecil. Oleh karena itu, dilakukan strategi pengembangan dengan meningkatkan kontribusi dari komoditi berkembang ini. Adapun strategi yang dapat dirumuskan untuk dapat meningkatkan kontribusi komoditi berkembang ini yaitu dengan upaya: 1) Pemeliharaan tanaman ubi kayu secara intensif
Ubi kayu merupakan komoditi yang diprioritaskan untuk dikembangkan dalam jangka menengah karena komoditi ini memiliki nilai produksi terbesar diantara komoditi berkembang yang lain di Kabupaten Klaten. Ubi kayu juga termasuk komoditi yang memiliki potensi produksi yang relatif tinggi dimana hasil produksinya menunjukkan trend semakin meningkat dalam kurun waktu 2004-2007. Meskipun demikian, ubi kayu masih perlu diupayakan agar kontribusinya dapat meningkat. Salah satunya dengan upaya pemeliharaan tanaman secara intensif. Ubi kayu dapat tumbuh pada tanah yang sedikit unsur hara, sehingga petani di Kabupaten Klaten pada umumnya jarang memberi pupuk. Namun, untuk memperoleh hasil yang baik perlu dilakukan pemupukan secara tepat. Sebaiknya petani menggunakan pupuk organik/pupuk kandang. Selain menambah unsur hara, pupuk organik juga dapat menjaga kesuburan tanah dan memperbaiki kondisi tanah. Pengembangan ubi kayu dengan upaya ini diharapkan dapat lebih
89
meningkatkan tingkat produksinya, sehingga kontribusi komoditi juga dapat meningkat.
2) Pengembangan agribisnis durian
Komoditi berkembang yang diutamakan untuk dikembangkan setelah ubi kayu adalah buah durian. Pengembangan agribisnis durian di Kabupaten Klaten termasuk dari salah satu pilihan strategis dari komoditi berkembang, Dilihat dari prospek untuk dikembangkan berdasarkan basis sumberdaya yang dimiliki dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Sehingga pengembangan agribisnis durian dapat ditetapkan menjadi fokus sebagai pengembangan komoditas unggulan. Sampai saat ini budidaya durian oleh petani belum mengarah pada pengembangan sebuah kawasan agribisnis. Oleh karena itu, perlu dikembangkan hortikultura durian melalui pendekatan kawasan/sentra berupa hamparan kebun buah durian dan selanjutnya didukung dengan pengembangan usaha dan pengembangan komoditi melalui manajemen kebun modern. Dengan demikian petani akan lebih terangsang untuk berupaya lebih lanjut dalam meningkatkan produksinya, karena dapat meningkatkan kesejahteraan bagi petani.
3) Penggunaan benih kedelai, cabe rawit, dan cabe besar bermutu dari
varietas unggul
Bagi daerah-daerah yang saat ini petani di Kabupaten Klaten yang masih menggunakan varietas lokal yang tergolong potensi rendah, sebaiknya dikembangkan dengan penggunaan benih varietas unggul yang memiliki potensi produksi tinggi. Misalnya varietas unggul kedelai meliputi varietas galunggung, lokon, guntur, wilis, kerinci, merbabu, muria. Sedangkan untuk komoditi cabe telah banyak dikembangkan oleh para pemulia tanaman maupun perusahaan benih yaitu berupa varietas cabe hibrida. Meskipun harga benih yang relatif mahal, petani akan tertarik dengan penggunaan varietas unggul tersebut karena hasil produksi lebih unggul dari induknya, memiliki tingkat produksi tinggi dan juga memiliki ketahanan yang tinggi terhadap penyakit tertentu. Oleh karena itu, harga jual hasil produksinya juga dapat memberikan keuntungan lebih besar bagi petani.
4) Perbaikan kualitas buah mangga dan rambutan dengan sortasi
Buah mangga dan rambutan sebagai komoditi berkembang di Kabupaten Klaten perlu diperhatikan untuk dikembangkan melalui perbaikan kualitas buah yang dihasilkan. Hasil produksi mangga dan rambutan yang akan dipasarkan hendaknya dilakukan sortasi/pemilihan buah berdasarkan atas warna, ukuran, bentuk, dan kualitasnya. Upaya sortasi secara seksama ini diharapkan akan diperoleh harga buah yang tinggi di pasar, sehingga nilai tambah
90
yang dihasilkan dari mangga dan rambutan sebagai komoditi berkembang dapat meningkat.
b. Strategi pengembangan jangka menengah yang mengupayakan
komoditi terbelakang menjadi komoditi berkembang
Strategi pengembangan jangka menengah juga mengupayakan komoditi terbelakang menjadi komoditi berkembang. Apabila komoditi berkembang telah menggantikan posisi komoditi prima maka diharapkan komoditi terbelakang dapat menjadi alternatif pengganti bagi komoditi berkembang. Komoditi terbelakang yang akan dikembangkan adalah komoditi terbelakang yang memiliki nilai produksi tinggi antara lain pisang, melinjo, kacang tanah, nangka, pepaya, melon, semangka. Komoditi tanaman bahan makanan yang termasuk kategori terbelakang tersebut perlu dikembangkan dapat menjadi komoditi berkembang, yaitu strateginya dengan meningkatkan laju pertumbuhannya, karena komoditi terbelakang memiliki laju pertumbuhan yang lambat. Ada beberapa strategi pengembangan yang dapat dirumuskan untuk dapat meningkatkan laju pertumbuhan komoditi terbelakang dalam jangka waktu menengah yaitu meliputi: 1) Peningkatan produktivitas pisang, pepaya, dan nangka
Pada umumnya komoditi terbelakang seperti pisang, pepaya dan nangka di Kabupaten Klaten tidak banyak diusahakan oleh petani secara intensif, melainkan hanya ditanam pada lahan pekarangan sekitar rumah yang hasil produksinya tidak semata-mata untuk dijual, tetapi sebagian untuk dikonsumsi sendiri. Oleh karena itu diperlukan upaya peningkatan produktivitas komoditi terbelakang tersebut yang dapat ditempuh dengan perluasan areal tanam, yaitu dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan lahan-lahan sementara yang tidak diusahakan dan dibiarkan kosong oleh petani (sleeping land) maupun lahan kering yang belum digunakan agar dapat dikelola sebaik-baiknya untuk budidaya tanaman seperti pisang, pepaya, dan nangka. Dengan memanfaatkan lahan-lahan kosong tersebut diharapkan dapat meningkatkan jumlah produksi komoditi terbelakang, sehingga produktivitasnya juga dapat meningkat.
2) Peningkatan kualitas buah melinjo
Komoditi terbelakang yang perlu mendapat perhatian karena memiliki nilai ekonomi yang relatif tinggi adalah melinjo. Upaya peningkatan kualitas melinjo perlu diperhatikan oleh petani agar komoditi ini dapat lebih berkembang. Salah satu langkah yang dilakukan adalah pembibitan melinjo untuk mendapatkan bibit yang lebih baik, seragam, mudah pemeliharaannya, mudah penanganan teknologi pasca panen serta kualitas yang memenuhi selera konsumen. Selain itu juga perlu dilakukan perbaikan dalam teknik pemeliharaan tanaman melinjo seperti pengairan, pemupukan, pemangkasan dan pemberantasan hama dan penyakit. Dengan
91
adanya upaya dalam peningkatan kualitas melinjo tersebut diharapkan diperoleh hasil produksi yang lebih baik dan hasil yang meningkat.
3) Pengamanan produksi kacang tanah
Laju pertumbuhan kacang tanah yang lambat di Kabupaten Klaten dapat ditingkatkan dengan upaya pengamanan produksi kacang tanah. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kerusakan dan penurunan produksi akibat dari serangan organisme pengganggu tanaman maupun karena bencana kekeringan atau banjir. Upaya yang dapat dilakukan dengan langkah pergiliran tanaman dan varietasnya. Untuk pergiliran varietas perlu perencanaan yang matang dalam penyediaan benih oleh penangkar benih serta produksi benih, baik pemerintah maupun pihak swasta.
3. Strategi Pengembangan Jangka Panjang
Strategi pengembangan dalam jangka panjang dilakukan untuk jangka waktu 10-25 tahun. Pada strategi jangka panjang bertujuan untuk mengupayakan agar komoditi terbelakang menjadi berkembang dan juga untuk mempertahankan komoditi prima menjadi tetap menjadi komoditi prima. Dalam penentuan strategi pengembangan jangka panjang ini perlu memperhatikan faktor terkait dengan biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan berbagai strategi yang dirumuskan, karena mengingat bahwa jangka waktunya lama agar tidak banyak memghabiskan biaya maupun tenaga yang dikeluarkan juga tidak sia-sia sehingga strategi yang ditempuh bisa efektif dan efisien. Adapun dua alternatif strategi pengembangan dalam jangka panjang, yaitu: a. Strategi pengembangan jangka panjang yang mengupayakan komoditi
terbelakang menjadi komoditi berkembang
Komoditi terbelakang diperlukan adanya beberapa strategi pengembangan agar dapat menjadi komoditi berkembang. Mengingat bahwa komoditi terbelakang merupakan komoditi yang memiliki kontribusi yang besar terhadap PDRB Kabupaten Klaten namun laju pertumbuhannya lambat, sehingga strateginya yaitu dengan meningkatkan laju pertumbuhannya. Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk dapat meningkatkan laju pertumbuhan komoditi terbelakang dalam jangka panjang, yaitu meliputi: 1) Pengoptimalan sumberdaya yang tersedia untuk pisang, melinjo, dan
kacang tanah
Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal, efisien dan produktif serta berkelanjutan perlu dilakukan, sebab dapat mendukung ketahanan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Selain itu, tingkat laju pertumbuhan komoditi terbelakang yang masih lambat dapat disebabkan oleh karena keterbatasan sumberdaya alam maupun kurangnya tenaga kerja
92
pertanian. Keterbatasan sumberdaya ini yaitu sempitnya rata-rata luas lahan untuk budidaya pisang, melinjo, dan kacang tanah yang dikuasai oleh petani karena terjadinya penyusutan lahan pertanian dari tahun ke tahun. Pada masa mendatang penyusutan lahan pertanian bisa diperkirakan akan cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya pembangunan di bidang industri perumahan dan prasarana lainnya. Sedangkan mengingat semakin berkembang teknologi, maka penggunaan tenaga kerja pertanian akan semakin berkurang penggunaannya. Oleh karena itu perlu strategi untuk pengoptimalan sumberdaya yang tersedia baik sumberdaya alam yang tersedia maupun dengan penambahan jumlah tenaga kerja. Upaya ini dilakukan agar dapat memanfaatkan potensi lahan yang ada agar dapat memperoleh hasil produksi yang optimal sehingga juga dapat meningkatkan pertumbuhan produksi pisang, melinjo, dan kacang tanah yang diusahakan petani.
2) Peningkatkan peranan perlindungan tanaman kacang tanah, melon,
dan semangka
Pertumbuhan komoditi terbelakang seperti kacang tanah, melon, dan semangka yang masih lambat dapat disebabkan oleh karena tingkat produktivitas komoditi yang belum optimal. Hal ini dapat terjadi karena serangan Organisme Pengganggu Tanaman yang tidak terkendali. Oleh karena itu perlu upaya untuk meningkatan peranan perlindungan tanaman untuk menekan serangan OPT. Apabila perlindungan tanaman meningkat maka dapat menjamin penyediaan produksi secara merata sepanjang waktu yang pada gilirannya akan mengurangi terjadinya fluktuasi harga. Pada daerah-daerah yang menjadi sentra produksi dan daerah endemis terhadap OPT dapat dilakukan dengan menerapkan konsep pengendalian hama terpadu (PHT) yaitu melakukan budidaya kacang tanah, melon, semangka secara tepat dan melestarikan musuh alami.
3) Peningkatan kualitas SDM bagi petani melon dan semangka
Sebagian besar petani di pedesaan merupakan petani yang memiliki pendidikan dan pengetahuan relatif rendah dalam budidaya tanaman seperti melon dan semangka. Maka diperlukan usaha peningkatan sumberdaya manusia bagi petani. Upaya ini dilaksanakan melalui peningkatan ketrampilan dan kemampuan petani dalam hal inovasi atau teknologi baru yang belum dikenal petani. Kegiatan yang dapat diadakan adalah semacam pelatihan intensif dan kursus manajemen usahatani bagi petani. Untuk mempercepat adopsi teknologi baru bagi petani, maka pada lokasi-lokasi tertentu dilaksanakan kaji terap, demonstrasi dan pilot percontohan. Dengan demikian diharapkan dengan petani mampu mengadopsi teknologi baru, maka dapat meningkatkan pertumbuhan produksi komoditi lebih cepat lagi.
93
b. Strategi pengembangan jangka panjang yang mengupayakan komoditi
prima agar tetap menjadi komoditi prima
Strategi pengembangan jangka panjang juga mengupayakan komoditi prima agar tetap menjadi komoditi prima. Komoditi padi dan jagung sebagai komoditi prima diperlukan strategi yang tepat agar dalam jangka panjang kedua komoditi ini mampu bertahan sebagai komoditi prima. Upaya pengembangan padi dan jagung dalam jangka panjang ini dilakukan untuk mengantisipasi agar laju pertumbuhan dan kontribusinya tidak terjadi penurunan pada setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan komoditi prima termasuk komoditi yang dapat menopang pembangunan pertanian tanaman pangan yang merupakan bagian dari pembangunan ekonomi daerah di Kabupaten Klaten. Ada beberapa strategi yang perlu dicermati agar komoditi prima dapat bertahan dalam jangka panjang, yaitu meliputi: 1) Upaya pengembangan pembenihan unggul
Pengembangan pembenihan unggul ini dilakukan untuk mengatasi terjadinya peningkatan produktivitas yang semakin menurun dalam jangka waktu panjang, maka dirasa perlu pengembangan pembenihan dengan mendorong pengembangan dan penyebarluasan varietas unggul. Penggunaan benih bermutu dari varietas unggul tipe baru seperti dikembangkan benih padi hibrida dan jagung hibrida. Penggunaan varietas benih unggul ini dilaksanakan secara kontinuitas dalam jangka panjang, sehingga diharapkan padi dan jagung dapat memberikan kontribusi yang besar dan pertumbuhannya terus meningkat dalam jangka panjang.
2) Penyediaan sarana dan prasarana pertanian yang memadai serta
pemeliharaan sarana produksi usahatani
Terjadinya penurunan kontribusi maupun laju pertumbuhan komoditi prima seperti padi dan jagung ini perlu diantisipasi meskipun dalam jangka waktu yang panjang. Oleh karena itu diperlukan upaya penyediaan sarana dan prasarana pertanian yang memadai sesuai dengan kebutuhan petani. Penyediaan sarana dan prasarana menuju teknologi yang berupa alat dan mesin pertanian juga diperlukan, karena diperkirakan akan terjadi penurunan jumlah tenaga kerja di bidang pertanian ke non pertanian dalam beberapa tahun mendatang. Oleh karena itu diperlukan upaya pengembangan mekanisasi pertanian yaitu dengan membentuk pola kelompok usaha pelayanan jasa alat dan mesin pertanian dalam suatu daerah. Dalam penyediaan sarana dan prasarana pertanian ini hal yang terpenting adalah diperlukan adanya upaya pemeliharaan sarana produksi usahatani tersebut agar dalam jangka waktu yang panjang, alat dan mesin yang digunakan dalam usaha tani dapat digunakan dengan baik secara kontinuitas sehingga produksi komoditi padi dan jagung yang dihasilkan juga dapat terus ditingkatkan.
94
3) Menjaga kesuburan tanah secara kontinuitas
Komoditi padi dan jagung sebagai komoditi prima dapat bertahan dalam jangka panjang dapat diusahakan dengan mempertahankan laju pertumbuhan dan kontribusi yang besar. Upaya lain yang dapat ditempuh adalah dengan menjaga kesuburan tanah secara kontinuitas yaitu dengan menggunakan pupuk secara berimbang, mengurangi penggunaan pupuk kimia dan lebih banyak pemakaian pupuk organik, seperti pupuk hijau dan pupuk kompos. Hal ini untuk mempertahankan kesuburan fisik dan biologi tanah sebagai tempat tumbuh tanaman dapat terjaga dalam waktu yang lama. Dalam pengaturan tata guna air juga perlu diperhatikan dengan meningkatkan upaya pengaturan tata guna air yang tepat dan usaha penghematan air terutama pada daerah-daerah sentra produksi padi maupun jagung yang rawan terjadi kekeringan.
Strategi pengembangan komoditi tanaman bahan makanan yang dihasilkan dari penelitian ini baik dalam periode jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang tersebut diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, membantu proses pembangunan pertanian khususnya tanaman bahan makanan dalam upaya memenuhi kebutuhan pangan bagi penduduk di Kabupaten Klaten. Selain itu tentunya agar upaya pembangunan ekonomi daerah di Kabupaten Klaten dapat berjalan dengan baik karena kontribusi dan pertumbuhan komoditi tanaman bahan makanan sebagai salah satu faktor penopang pembangunan dapat terus meningkat dan berkembang di masa mendatang.
95
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang Klasifikasi Komoditi Tanaman Bahan Makanan Dalam Kerangka Perencanaan Pengembangan Ekonomi Daerah Kabupaten Klaten dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Klasifikasi komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten
berdasarkan pendekatan Tipologi Klassen diperoleh tiga kategori
komoditi, yaitu:
a. Komoditi prima terdiri dari komoditi padi dan jagung.
b. Komoditi berkembang terdiri dari komoditi ubi kayu, durian,
kedelai, cabe rawit, mangga, rambutan, petai, cabe besar, sukun, ubi
jalar, sawi, kacang panjang, kacang hijau, mentimun, tomat, terong,
bawang merah, alpukat, kubis, jambu biji, salak, jeruk, duku, jambu
air, belimbing, sirsak, kangkung, dan nanas.
c. Komoditi terbelakang terdiri dari komoditi pisang, melinjo, kacang
tanah, nangka, pepaya, melon, semangka, sawo, bayam, dan
manggis.
2. Strategi pengembangan komoditi tanaman bahan makanan di Kabupaten
Klaten, meliputi:
a. Strategi pengembangan jangka pendek merupakan strategi untuk
memanfaatkan komoditi prima (padi dan jagung) secara optimal
yaitu dengan upaya pengembangan agribisnis tanaman pangan,
diversifikasi pasar, penguatan kelembagaan petani, pelibatan pihak
swasta sebagai mitra petani, upaya menciptakan peraturan dan
kebijakan yang kondusif.
b. Strategi pengembangan jangka menengah terdiri dua macam
alternatif strategi, yaitu:
1) Strategi untuk mengembangkan komoditi berkembang menjadi
komoditi prima, strateginya dengan meningkatkan kontribusi
komoditi tanaman bahan makanan yaitu melalui upaya
pemeliharaan tanaman ubi kayu secara intensif; pengembangan
103
96
agribisnis durian; perbaikan kualitas buah mangga dan rambutan
dengan sortasi; penggunaan benih kedelai, cabe rawit, dan cabe
besar yang bermutu dari varietas unggul.
2) Strategi untuk mengembangkan komoditi terbelakang menjadi
komoditi berkembang, strateginya dengan meningkatkan laju
pertumbuhan komoditi tanaman bahan makanan yaitu melalui
upaya peningkatan produktivitas pisang, pepaya, nangka,
peningkatan kualitas buah melinjo; dan pengamanan produksi
kacang tanah.
c. Strategi pengembangan jangka panjang terdiri dari dua macam
alternatif strategi, yaitu:
1) Strategi untuk mengembangkan agar komoditi terbelakang
menjadi berkembang, strateginya dengan meningkatkan laju
pertumbuhan komoditi tanaman bahan makanan, yaitu melalui
upaya pengoptimalan sumberdaya yang tersedia untuk pisang,
melinjo, dan kacang tanah; peningkatkan peranan perlindungan
tanaman kacang tanah, melon, dan semangka; peningkatan
kualitas SDM bagi petani melon dan semangka.
2) Strategi untuk mengembangkan komoditi prima (padi dan
jagung), strateginya yaitu melalui upaya pengembangan
pembenihan unggul, menjaga kesuburan tanah secara
kontinuitas, penyediaan sarana dan prasarana pertanian yang
memadai serta pemeliharaan sarana produksi usahatani.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dapat diberikan yaitu: 1. Sebaiknya upaya pengembangan komoditi tanaman bahan makanan yang
dilaksanakan riil di lapangan diusahakan sesuai dengan hasil klasifikasinya,
sehingga dapat menentukan strategi yang tepat dalam mengembangkan komoditi
prima, komoditi potensial, komoditi berkembang dan komoditi terbelakang.
2. Setelah diketahui hasil strategi pengembangan komoditi tanaman bahan
makanan dengan pendekatan Tipologi Klassen maka diperlukan adanya
penelitian lanjutan untuk melengkapi informasi yang ada, misalnya penelitian
97
mengenai strategi pengembangan komoditi tanaman bahan makanan di
Kabupaten Klaten dengan menggunakan pendekatan Analisis Hierarki Proses
(AHP) maupun pendekatan dengan analisis SWOT (Strengh Weakness
Oppurtunity and Threatment), sehingga diharapkan diperoleh informasi yang
lebih komprehensif dari berbagai sudut pandang.
98
DAFTAR PUSTAKA
Alimoeso, S. 2008. Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Pembangunan Tanaman Pangan TA
2009. http://ditjentan.deptan.go.id/. Diakses Tanggal 26 Februari 2009.
Anonim. 2009a. Pengertian Pembangunan. http://id.wikipedia.org/. Diakses Tanggal 13 Januari 2009.
______. 2009b. Tipologi Klassen. http://d.scribd.com/docs/. Diakses Tanggal 13 Januari 2009.
Arifin, B. C. 2003. Pembangunan Pertanian Dari Aspek Development Management. Badan Litbang Pertanian. Deptan.
Aswandi, H. dan Kuncoro, M. 2002. Evaluasi Penetapan Kawasan Andalan: Studi Empiris di Kalimantan Selatan 1993-1999. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol. 17, No. 1, Tahun 2002. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Bank Indonesia. 2006. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Bali. Bank Indonesia Denpasar.
BAPEDA Kabupaten Klaten. 2006. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Klaten Tahun 2006-2010. Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Klaten.
________________________. 2007. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Klaten Tahun 2007. Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Klaten.
BAPPEDA Bangka Belitung dan PSE-KP UGM. 2007. Masterplan Pembangunan Ekonomi Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. BAPPEDA Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik (PSE-KP) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
BPS Kabupaten Jayapura. 2005. PDRB Kabupaten Jayapura 2005. Badan Pusat Statistik Kabupaten Jayapura.
BPS Kabupaten Klaten. 2007. Klaten Dalam Angka Tahun 2007/2008 (Klaten In Figure 2007/2008). Badan Pusat Statistik Kabupaten Klaten.
Budiharsono, S. 2005. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan.
Pradnya Paramita. Jakarta.
Darwanto, D. H. dan Prima Y. R. 2007. Kesejahteraan Petani dan Peningkatan Ketersediaan Pangan: Sebuah Dilemma. http://www.ekonomirakyat.org Diakses Tanggal 29 Januari 2009.
Dewi, D. K. 2004. Analisis Penentuan Sektor Pertanian Unggulan dalam Perekonomian Wilayah Kabupaten Klaten dengan Pendekatan Ekonomi Basis. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
106
99
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Klaten. 2005. Laporan Tahunan 2005. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Klaten.
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Klaten. 2007. Laporan Tahunan 2007. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Klaten.
Dinas Pertanian Provinsi Nusa Tenggara Barat. 2006. Rencana Strategis (Renstra) dan
Program Kerja Dinas Pertanian Provinsi NTB.
http://agribisnis.deptan.go.id/web/diperta-ntb/. Diakses Tanggal 26 Februari
2009.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Kalimantan Selatan. 2008. Potensi Pertanian
di Kalimantan Selatan. http://kalseprov.go.id/. Diakses Tanggal 26 Februari
2009.
Dinas Tanaman Pangan Kabupaten Sumenep. 2007. Tujuan, Strategi, dan Arah
Kebijakan. http:/diperta-sumenep.go.id/. Diakses Tanggal 23 Februari 2009.
Djojohadikusumo. 1994. Perkembangan Pemikiran Ekonomi, Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan. LP3ES. Jakarta.
Dumairy, 1997. Perekonomian Indonesia. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Emilia dan Imelia. 2006. Ekonomi Regional. Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Jambi.
Hamakonda, T. P. dan Tairas, J.N.B. 1999. Pengantar Klasifikasi Persepuluhan Dewey. BPK Gunung Mulia. Jakarta.
Harsanti, H.K., 2003. Peranan Permintaan Akhir terhadap Sektor Tanaman Pangan dalam Perekonomian Jawa Tengah dengan Pendekatan Analisis Input-Output. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Indonesia. 2004. Undang-Undang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. UU Nomor 25 Tahun 2004. Lembaran Negara Nomor 104 Tahun 2004, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4421.
James C. Craig dan Robert M. Grant. 2002. Strategic Management. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.
Kuncoro, M. 2004a. Modul Input-Output. Fakultas Ekonomi dan Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. http://www.mudrajad.com. Diakses pada tanggal 23 Februari 2009.
__________. 2004b. Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Listiyani, P. 2006. Analisis Keterkaitan Sektor Tanaman Bahan Makanan Terhadap Sektor Perekonomian lain di Kabupaten Klaten. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
100
Mahi, I. I. 2003. Perencanaan Pembangunan Perikanan Budidaya Laut (Marine Culture Development Planning). http://tumoutou.net/. Diakses Tanggal 28 Januari 2009.
Mubyarto dan Awan S. 2003. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan (Kritik Terhadap Paradigma Agribisnis). http://www.ekonomirakyat.org/. Diakses Tanggal 29 Januari 2009.
Munir, B. 2002. Perencanaan Pembangunan Daerah Dalam Perspektif Otonomi Daerah. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Nusa Tenggara Barat. Mataram.
Napitupulu, E. 2007. Pertanian Indonesia Dalam Dominasi Politik Global. http://www.ekonomirakyat.org/. Diakses Tanggal 29 Januari 2009.
Republik Indonesia. 2008. Infrastruktur dan Pembangunan Daerah: Membantu Pengurangan Kemiskinan. Buku Pegangan Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah Edisi Tahun 2008. Republik Indonesia.
Sari, Y. M. 2002. Kinerja Sektor Pertanian terhadap Perekonomian Daerah di Kabupaten Klaten. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Simatupang, P. 2004. Justifikasi dan Metode Penetapan Komoditas Strategis. Perhepi. Jakarta.
Singarimbun, M. dan S. Effendi. 1997. Metode Penelitian Survey. LP3ES. Jakarta
Surahman dan J. Sutrisno. 1997. Pembangunan Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Surakhmad, W. 2001. Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode, dan Teknik. Penerbit Tarsito. Bandung.
Susilowati, I. 2009. Strategi Pengembangan Sektor Pertanian di Kabupaten Sukoharjo (Pendekatan Tipologi Klassen). Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Suzetta, P. 2008. Perencanaan Pembangunan Indonesia. http://www.setneg.go.id. Diakses Tanggal 28 Januari 2009.
Tarigan, R. 2004. Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. PT. Bumi Aksara. Jakarta.
Todaro, M. P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga : jilid 1. Erlangga. Jakarta.
___________ dan S.C. Smith, 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga: Jilid 1. Erlangga. Jakarta.
Widodo, T. 2006. Perencanaan Pembangunan: Aplikasi Komputer (Era Otonomi Daerah). UPP STIM YKPN. Yogyakarta.
102
Lampiran 3. PDRB Provinsi Jawa Tengah Tahun 2004-2007 Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Jutaan Rupiah)
Lapangan Usaha 2004 2005 Pertanian 28,606,237.28 29,924,642.25Penggalian 1,330,759.58 1,454,230.59Industri Pengolahan 43,995,611.83 46,105,706.52Listrik dan Air Minum 1,065,114.58 1,179,891.98Bangunan / Konstruksi 7,448,715.40 7,960,948.49Perdagangan, Hotel dan Restoran 28,343,045.24 30,056,962.75Angkutan dan Komunikasi 6,510,447.43 6,988,425.75Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 4,826,541.38 5,067,665.70Jasa-jasa 13,663,399.59 14,312,739.85
Total PDRB 135,789,872.31 143,051,213.88Rata-rata 147,158,498.68
Lampiran 4. PDRB Kabupaten Klaten Tahun 2004-2007 Atas Dasar
Harga Konstan 2000 (Jutaan Rupiah) Lapangan Usaha 2004 2005
Pertanian 898,771.87 918,295.98Penggalian 38,020.95 45,641.61Industri Pengolahan 855,226.78 896,705.60Listrik dan Air Minum 25,869.72 26,760.65Bangunan / Konstruksi 293,239.59 318,018.30Perdagangan, Hotel dan Restoran 1,083,938.75 1,140,169.48Angkutan dan Komunikasi 104,199.89 109,166.14Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 156,029.23 162,220.04Jasa-jasa 520,496.09 541,227.36
Total PDRB 3,975,792.87 4,158,205.16Laju Pertumbuhan PDRB (%) 4.8614 4.5881
Rata-rata (%) Kontribusi PDRB terhadap Jawa Tengah (%)
Lampiran 5. PDRB Subsektor Pertanian Kabupaten Klaten Tahun 2004-2007 Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Jutaan Rupiah)
Tahun Subsektor Pertanian
2004 2005 2006Tanaman Bahan Makanan 669,459.21 674,185.75 708,006.82Perkebunan 44,183.92 42,825.04 35,961.73Peternakan 143,652.87 158,983.39 155,998.64Kehutanan 29,599.98 29,728.76 30,515.97Perikanan 11,875.89 12,573.04 12,577.69
103
Total PDRB 898,771.87 918,295.98 943,060.85 Lampiran 6. Distribusi Persentase PDRB Subsektor Pertanian
Kabupaten Klaten Tahun 2004-2007 Tahun
Subsektor Pertanian 2004 2005 2006
Tanaman Bahan Makanan 16.84 16.21 Perkebunan 1.11 1.03 Peternakan 3.61 3.82 Kehutanan 0.74 0.71 Perikanan 0.30 0.30
Total PDRB 22.61 22.08 Lampiran 7. Laju Pertumbuhan PDRB Subsektor Pertanian
Kabupaten Klaten Tahun 2004-2007 (%) Tahun
Subsektor Pertanian 2004 2005 2006
Tanaman Bahan Makanan 6.17 0.71 Perkebunan -5.39 -3.08 Peternakan 2.92 10.67 Kehutanan 10.75 0.44 Perikanan 5.61 5.87
Total PDRB 20.06 14.61
104
Lampiran 8. Nilai Produksi Komoditi Tanaman Bahan Makanan di Kabupaten Klaten Tahun
2004-2007 Tahun No.
Komoditi Tanaman
Bahan Makanan 2004 2005 2006 2007
1 Padi 429,706,750,000 541,103,382,000 801,203,531,000 948,979,590,000
2 Jagung 85,454,441,000 88,697,278,000 110,584,890,000 136,519,350,000
3 Ubi Kayu 19,844,906,000 23,501,676,000 28,748,343,000 43,180,221,000
4 Ubi Jalar 3,129,190,000 3,561,600,000 3,766,994,000 6,669,051,000
5 Kacang Tanah 13,126,737,000 11,618,310,000 11,307,232,000 6,530,528,000
6 Kedelai 26,668,125,000 23,885,368,000 32,676,000,000 22,541,442,000
7 Kacang Hijau 2,607,549,000 1,937,750,000 2,421,750,000 1,503,432,000
8 Bawang Merah 0 68,436,000 591,228,000 1,810,857,800
9 Kubis 335,562,500 435,650,400 258,371,200 815,802,900
10 Petsai/sawi 1,483,890,100 1,921,930,400 3,045,416,800 4,722,756,500
11 Kacang Panjang 2,500,675,800 2,121,004,800 2,523,534,400 3,014,145,200
12 Cabe Besar 7,264,776,000 7,375,003,200 8,468,400,500 6,616,785,000
13 Cabe Rawit 27,099,457,000 15,306,662,800 13,901,157,900 15,736,800,000
14 Tomat 373,900,800 682,542,700 1,474,157,600 1,887,175,000
15 Terong 377,152,400 591,477,600 715,709,800 1,361,757,600
16 Mentimun 840,844,800 1,640,433,600 1,368,427,200 1,281,707,700
17 Kangkung 20,842,800 24,272,100 35,981,700 117,412,800
18 Bayam 37,446,300 23,449,800 27,304,200 38,194,200
19 Alpukat 265,042,800 382,800,600 279,161,600 1,213,387,500
20 Belimbing 30,517,200 103,782,800 184,370,200 166,100,000
21 Duku/Langsat 60,000,000 103,140,700 193,200,000 375,174,400
22 Durian 14,678,467,100 43,568,934,500 36,291,637,500 13,855,716,400
23 Jambu biji 174,108,600 95,700,000 480,482,600 862,800,000
24 Jeruk 98,066,400 173,279,200 228,884,600 359,854,500
25 Mangga 5,140,260,000 16,938,272,000 21,980,567,700 18,795,525,000
26 Manggis 17,400,000 36,400,000 0 20,425,000
27 Nanas 3,726,500 7,711,600 2,903,400 7,774,800
28 Pepaya 1,945,055,100 3,257,663,400 2,188,589,200 2,300,073,600
29 Pisang 50,596,253,400 32,731,405,200 38,972,375,000 39,638,414,400
30 Rambutan 7,600,671,100 17,301,980,000 19,351,050,000 5,286,367,800
31 Salak 207,278,400 264,287,800 619,216,200 432,204,300
32 Sawo 508,170,000 611,148,300 900,557,600 529,200,000
33 Melon 2,884,650,000 1,582,200,000 1,765,950,000 2,066,063,400
34 Semangka 1,193,265,000 1,625,805,000 555,795,000 518,882,400
35 Jambu air 97,500,000 206,250,000 107,400,000 231,900,000
105
36 Nangka 3,029,700,000 4,798,183,500 2,578,650,000 3,017,100,000
37 Sirsak 24,500,000 181,200,000 109,500,000 59,700,000
38 Sukun 2,626,000,000 6,508,500,000 7,476,300,000 4,451,100,000
39 Melinjo 26,809,507,500 21,255,542,500 31,517,662,500 20,756,937,500
40 Petai 5,935,286,500 8,623,440,000 11,015,236,700 9,519,308,000
JUMLAH 702,197,263,100 840,072,733,500 1,144,791,424,900 1,287,170,026,400 Lampiran 9. Nilai Produksi Komoditi Pertanian di Kabupaten Klaten
Tahun 2004-2007 Tahun No. Komoditi
2004 2005 2006 2007
1 Padi 429,706,750,000 541,103,382,000 801,203,531,000 948,979,590,000
2 Jagung 85,454,441,000 88,697,278,000 110,584,890,000 136,519,350,000
3 Ubi Kayu 19,844,906,000 23,501,676,000 28,748,343,000 43,180,221,000
4 Ubi Jalar 3,129,190,000 3,561,600,000 3,766,994,000 6,669,051,000
5 Kacang Tanah 13,126,737,000 11,618,310,000 11,307,232,000 6,530,528,000
6 Kedelai 26,668,125,000 23,885,368,000 32,676,000,000 22,541,442,000
7 Kacang Hijau 2,607,549,000 1,937,750,000 2,421,750,000 1,503,432,000
8 Bawang Merah 0 68,436,000 591,228,000 1,810,857,800
9 Kubis 335,562,500 435,650,400 258,371,200 815,802,900
10 Sawi 1,483,890,100 1,921,930,400 3,045,416,800 4,722,756,500
11 Kacang Panjang 2,500,675,800 2,121,004,800 2,523,534,400 3,014,145,200
12 Cabe Besar 7,264,776,000 7,375,003,200 8,468,400,500 6,616,785,000
13 Cabe Rawit 27,099,457,000 15,306,662,800 13,901,157,900 15,736,800,000
14 Tomat 373,900,800 682,542,700 1,474,157,600 1,887,175,000
15 Terong 377,152,400 591,477,600 715,709,800 1,361,757,600
16 Mentimun 840,844,800 1,640,433,600 1,368,427,200 1,281,707,700
17 Kangkung 20,842,800 24,272,100 35,981,700 117,412,800
18 Bayam 37,446,300 23,449,800 27,304,200 38,194,200
19 Alpukat 265,042,800 382,800,600 279,161,600 1,213,387,500
20 Belimbing 30,517,200 103,782,800 184,370,200 166,100,000
21 Duku 60,000,000 103,140,700 193,200,000 375,174,400
22 Durian 14,678,467,100 43,568,934,500 36,291,637,500 13,855,716,400
23 Jambu biji 174,108,600 95,700,000 480,482,600 862,800,000
24 Jeruk 98,066,400 173,279,200 228,884,600 359,854,500
25 Mangga 5,140,260,000 16,938,272,000 21,980,567,700 18,795,525,000
26 Manggis 17,400,000 36,400,000 0 20,425,000
27 Nanas 3,726,500 7,711,600 2,903,400 7,774,800
28 Pepaya 1,945,055,100 3,257,663,400 2,188,589,200 2,300,073,600
106
29 Pisang 50,596,253,400 32,731,405,200 38,972,375,000 39,638,414,400
30 Rambutan 7,600,671,100 17,301,980,000 19,351,050,000 5,286,367,800
31 Salak 207,278,400 264,287,800 619,216,200 432,204,300
32 Sawo 508,170,000 611,148,300 900,557,600 529,200,000
33 Melon 2,884,650,000 1,582,200,000 1,765,950,000 2,066,063,400
34 Semangka 1,193,265,000 1,625,805,000 555,795,000 518,882,400
35 Jambu air 97,500,000 206,250,000 107,400,000 231,900,000
36 Nangka 3,029,700,000 4,798,183,500 2,578,650,000 3,017,100,000
37 Sirsak 24,500,000 181,200,000 109,500,000 59,700,000
38 Sukun 2,626,000,000 6,508,500,000 7,476,300,000 4,451,100,000
39 Melinjo 26,809,507,500 21,255,542,500 31,517,662,500 20,756,937,500
40 Petai 5,935,286,500 8,623,440,000 11,015,236,700 9,519,308,000
41 Kelapa 11,256,629,648 10,749,802,104 10,298,583,742 11,752,103,968
42 Kopi Arabika 1,397,636,250 1,362,703,240 977,840,015 329,653,800
43 Kopi Robusta 6,500,000 6,440,000 6,338,000 6,348,000
44 Cengkeh 1,912,564,225 1,662,278,424 1,234,640,688 1,704,141,150
Lanjutan Lampiran 9
45 Kapuk 357,203,000 373,263,600 376,177,500 346,616,244
46 Lada 400,716,250 382,819,500 417,982,180 401,658,903
47 Cabe Jamu 52,078,000 61,750,000 54,600,000 54,600,000
48 Sirih 5,328,500 7,700,000 13,125,000 16,858,000
49 Tembakau Rajang 56,152,467,000 46,356,625,000 32,594,520,000 33,920,000,000
50 Tembakau Asepan 10,489,000,000 7,910,000,000 9,071,177,500 16,510,287,500
51 Tembakau Virginia 313,607,160 291,048,180 47,495,000 122,400,000
52 Tembakau VBN 3,438,147,987 3,958,016,598 1,990,099,575 2,137,050,000
53 Tembakau NO 2,896,080,000 2,203,392,000 1,464,487,200 653,488,500
54 Tebu 25,860,544,000 33,775,374,750 29,828,861,725 36,434,420,190
55 Wijen 39,600,000 147,378,000 99,225,000 99,225,000
56 Nilam 45,170,000 82,541,250 85,806,000 111,621,475
57 Sapi 62,769,000,000 66,486,000,000 103,750,500,000 118,329,120,000
58 Kerbau 46,635,000,000 46,867,500,000 50,504,000,000 55,003,500,000
60 Kambing 27,810,850,000 33,166,595,000 59,269,620,000 57,567,072,500
61 Domba 19,084,350,000 27,677,595,000 47,220,900,000 46,164,434,000
62 Babi 819,720,000 920,700,000 948,024,000 990,792,000
63 Ayam Buras 17,633,612,500 23,115,898,000 26,689,515,000 32,211,570,000
64 Ayam Pedaging 137,331,648,000 94,817,010,000 99,772,228,500 117,193,272,000
65 Ayam Petelur 2,148,042,500 3,223,703,400 4,871,431,500 5,066,154,000
66 Itik 5,974,175,000 8,695,075,000 9,490,450,000 11,728,650,000
67 Entok 233,370,000 398,350,000 452,816,000 575,750,000
107
68 Angsa 110,240,000 142,358,000 312,305,000 344,085,000
69 Burung Puyuh 99,986,000 55,698,300 109,010,100 112,279,800
70 Susu 6,011,400,000 5,205,760,000 5,396,540,000 7,516,692,500
70 Jati 3,247,352,000 13,383,126,000 15,404,352,500 11,448,645,000
71 Mahoni 1,926,403,800 2,314,589,550 3,935,898,400 2,111,984,250
72 Sengon 248,463,900 2,524,549,650 12,129,367,740 9,078,980,000
73 Mindi 1,499,676,000 2,920,905,450 2,355,067,500 1,603,646,000
74 Trembesi 31,136,700 116,730,600 1,093,385,200 1,070,121,600
75 Bayur 0 19,320,700 402,534,000 28,210,500
76 Akasia 3,522,600 42,497,000 331,345,700 227,379,000
77 Madu 0 33,750,000 25,000,000 36,000,000
78 Karper 50,940,000 30,177,000 37,999,254 107,189,000
79 Tawes 51,261,000 194,805,000 212,961,600 281,118,750
80 Nila 10,172,545,000 10,054,720,000 9,922,074,808 10,018,123,500
81 Mujahir 24,563,000 24,913,000 23,401,170 34,055,000
82 Lele 6,278,775,000 6,330,787,500 6,387,551,499 6,863,576,000
83 Gabus 111,280,000 135,920,000 115,901,516 79,560,000
84 Belut 140,960,000 183,960,000 206,255,079 279,620,000
85 Gurami 16,064,000 18,976,000 19,602,000 19,040,000
86 Katak Hijau 161,550,000 176,710,000 192,195,237 169,860,750
87 Wader 209,516,500 330,981,500 364,760,712 371,883,750
88 Udang Kali 372,170,000 314,000,000 348,517,083 356,652,750
89 Ikan lainnya 111,279,000 519,337,000 552,453,185 670,030,500 JUMLAH 1,210,739,796,620 1,344,627,985,796 1,751,326,842,508 1,930,050,538,580 1,559,398,353,109
Lampiran 10. Laju Pertumbuhan Komoditi Tanaman Bahan
Makanan di Kabupaten Klaten Tahun 2004-2007 Tahun No.
Komoditi Tanaman
Bahan Makanan 2004 2005 2006 2007 1 Padi -3.2159 25.9239 48.0685 18.4443 2 Jagung 5.8450 3.7948 24.6768 23.4521 3 Ubi Kayu -10.7053 18.4267 22.3247 50.2007 4 Ubi Jalar 20.2847 13.8186 5.7669 77.0391 5 Kacang Tanah 67.4960 -11.4913 -2.6775 -42.2447 6 Kedelai 27.7992 -10.4348 36.8034 -31.0153 7 Kacang Hijau 356.7468 -25.6869 24.9774 -37.9196 8 Bawang Merah 0.0000 0.0000 763.9137 206.2876 9 Kobis 38.9562 29.8269 -40.6930 215.7484 10 Petsai/sawi 13.2988 29.5197 58.4561 55.0775 11 Kacang Panjang 44.4693 -15.1827 18.9783 19.4414
108
12 Cabe Besar 104.2066 1.5173 14.8257 -21.8650 13 Cabe Rawit 243.3420 -43.5167 -9.1823 13.2050 14 Tomat -39.3643 82.5465 115.9803 28.0172 15 Terong 128.3198 56.8272 21.0037 90.2667 16 Mentimun 35.0299 95.0935 -16.5814 -6.3372 17 Kangkung 28.6561 16.4532 48.2430 226.3125 18 Bayam -55.0204 -37.3775 16.4368 39.8840 19 Alpukat -81.4202 44.4297 -27.0739 334.6542 20 Belimbing 39.1560 240.0797 77.6501 -9.9095 21 Duku/Langsat -68.7317 71.9012 87.3169 94.1896 22 Durian 23.1096 196.8221 -16.7029 -61.8212 23 Jambu biji -51.2983 -45.0343 402.0717 79.5695 24 Jeruk -52.5830 76.6958 32.0901 57.2209 25 Mangga -65.2523 229.5217 29.7687 -14.4903 26 Manggis -56.0606 109.1954 -100.0000 0.0000 27 Nanas -96.0040 106.9395 -62.3502 167.7826 28 Pepaya -31.3939 67.4844 -32.8172 5.0939 29 Pisang -39.4159 -35.3086 19.0672 1.7090 30 Rambutan -14.1330 127.6375 11.8430 -72.6818 31 Salak 179.3946 27.5038 134.2962 -30.2014 32 Sawo -50.5878 20.2645 47.3550 -41.2364 33 Melon -74.7747 -45.1511 11.6136 16.9944 34 Semangka 36.2470 36.2484 -65.8142 -6.6414 35 Jambu air -35.4305 111.5385 -47.9273 115.9218 36 Nangka -62.8019 58.3716 -46.2578 17.0031 37 Sirsak -87.9607 639.5918 -39.5695 -45.4795 38 Sukun -11.0554 147.8484 14.8698 -40.4639 39 Melinjo -45.0875 -20.7164 48.2797 -34.1419 40 Petai -12.1167 45.2910 27.7360 -13.5805 JUMLAH 347.9438 2441.2131 1656.7660 1443.4860
Lampiran 11. Kontribusi Komoditi Tanaman Bahan Makanan di
Kabupaten Klaten Tahun 2004- 2007
Tahun No. Komoditi
2004 2005 2006 2007 1 Padi 27.5559 34.6995 51.3790 60.8555 2 Jagung 5.4800 5.6879 7.0915 8.7546 3 Ubi Kayu 1.2726 1.5071 1.8436 2.7690
109
4 Ubi Jalar 0.2007 0.2284 0.2416 0.4277 5 Kacang Tanah 0.8418 0.7451 0.7251 0.4188 6 Kedelai 1.7102 1.5317 2.0954 1.4455 7 Kacang Hijau 0.1672 0.1243 0.1553 0.0964 8 Bawang Merah 0.0000 0.0044 0.0379 0.1161 9 Kubis 0.0215 0.0279 0.0166 0.0523 10 Sawi 0.0952 0.1232 0.1953 0.3029 11 Kacang Panjang 0.1604 0.1360 0.1618 0.1933 12 Cabe Besar 0.4659 0.4729 0.5431 0.4243 13 Cabe Rawit 1.7378 0.9816 0.8914 1.0092 14 Tomat 0.0240 0.0438 0.0945 0.1210 15 Terong 0.0242 0.0379 0.0459 0.0873 16 Mentimun 0.0539 0.1052 0.0878 0.0822 17 Kangkung 0.0013 0.0016 0.0023 0.0075 18 Bayam 0.0024 0.0015 0.0018 0.0024 19 Alpukat 0.0170 0.0245 0.0179 0.0778 20 Belimbing 0.0020 0.0067 0.0118 0.0107 21 Duku 0.0038 0.0066 0.0124 0.0241 22 Durian 0.9413 2.7940 2.3273 0.8885 23 Jambu biji 0.0112 0.0061 0.0308 0.0553 24 Jeruk 0.0063 0.0111 0.0147 0.0231 25 Mangga 0.3296 1.0862 1.4096 1.2053 26 Manggis 0.0011 0.0023 0.0000 0.0013 27 Nanas 0.0002 0.0005 0.0002 0.0005 28 Pepaya 0.1247 0.2089 0.1403 0.1475 29 Pisang 3.2446 2.0990 2.4992 2.5419 30 Rambutan 0.4874 1.1095 1.2409 0.3390 31 Salak 0.0133 0.0169 0.0397 0.0277 32 Sawo 0.0326 0.0392 0.0578 0.0339 33 Melon 0.1850 0.1015 0.1132 0.1325 34 Semangka 0.0765 0.1043 0.0356 0.0333 35 Jambu air 0.0063 0.0132 0.0069 0.0149 36 Nangka 0.1943 0.3077 0.1654 0.1935 37 Sirsak 0.0016 0.0116 0.0070 0.0038 38 Sukun 0.1684 0.4174 0.4794 0.2854 39 Melinjo 1.7192 1.3631 2.0211 1.3311 40 Petai 0.3806 0.5530 0.7064 0.6104 JUMLAH 47.7619 56.7433 76.9475 85.1476
110
Lampiran 12. Klasifikasi Komoditi Tanaman Bahan Makanan di Kabupaten Klaten Tahun
2004-2007
No.
Komoditi Tanaman
Bahan Makanan
Kontribusi Komoditi
Kontribusi PDRB Kab.
Klaten
Laju Pertumbuhan
Komoditi
Laju Pertumbuhan PDRB Kab.
Klaten 1 Padi 43.6225 2.8511 22.3052 3.7651 2 Jagung 6.7535 14.4422 3 Ubi Kayu 1.8481 20.0617 Berkembang4 Ubi Jalar 0.2746 29.2273 Berkembang5 Kacang Tanah 0.6827 2.7707 Terbelakang6 Kedelai 1.6957 5.7882 Berkembang7 Kacang Hijau 0.1358 79.5294 Berkembang8 Bawang Merah 0.0528 485.1006 Berkembang9 Kubis 0.0296 60.9596 Berkembang10 Sawi 0.1791 39.0881 Berkembang11 Kacang Panjang 0.1629 16.9266 Berkembang12 Cabe Besar 0.4765 24.6712 Berkembang13 Cabe Rawit 1.1550 50.9620 Berkembang14 Tomat 0.0708 46.7949 Berkembang15 Terong 0.0488 74.1044 Berkembang16 Mentimun 0.0823 26.8012 Berkembang17 Kangkung 0.0032 79.9162 Berkembang18 Bayam 0.0020 -9.0193 Terbelakang19 Alpukat 0.0343 67.6474 Berkembang20 Belimbing 0.0078 86.7441 Berkembang21 Duku 0.0117 46.1690 Berkembang22 Durian 1.7378 35.3519 Berkembang23 Jambu biji 0.0259 96.3271 Berkembang24 Jeruk 0.0138 28.3559 Berkembang25 Mangga 1.0077 44.8870 Berkembang26 Manggis 0.0016 -15.6217 Terbelakang27 Nanas 0.0004 29.0920 Berkembang28 Pepaya 0.1554 2.0918 Terbelakang29 Pisang 2.5962 -13.4871 Terbelakang30 Rambutan 0.7942 13.1664 Berkembang31 Salak 0.0244 77.7483 Berkembang32 Sawo 0.0409 -6.0512 Terbelakang33 Melon 0.1330 -22.8294 Terbelakang
111
34 Semangka 0.0624 0.0100 Terbelakang35 Jambu air 0.0103 36.0256 Berkembang36 Nangka 0.2152 -8.4213 Terbelakang37 Sirsak 0.0060 116.6455 Berkembang38 Sukun 0.3377 27.7997 Berkembang39 Melinjo 1.6086 -12.9165 Terbelakang40 Petai 0.5626 11.8325 Berkembang JUMLAH 66.6637 1710.9971 Lampiran 13. Matriks Tipologi Klassen Komoditi Tanaman Bahan
Makanan di Kabupaten Klaten
Kontribusi Komoditi
Laju Pertumbuhan Komoditi
Kontribusi Besar (Kontribusi komoditi i >
Kontribusi PDRB)
Kontribusi Kecil (Kontribusi komoditi i < Kontribusi PDRB)
Tumbuh Cepat (rkomoditi i > rPDRB)
Komoditi Prima: padi dan jagung
Komoditi Berkembang: ubi kayu, durian,
kedelai, cabe rawit, mangga, rambutan, petai, cabe besar,
sukun, ubi jalar, sawi, kacang panjang, kacang hijau,
mentimun, tomat, terong, bawang merah, alpukat, kubisjambu biji, salak, jeruk, dukujambu air, belimbing, sirsak,
kangkung, dan nanas
Tumbuh Lambat (rkomoditi i< rPDRB)
Komoditi Potensial: -
Komoditi Terbelakang: pisang, melinjo,
kacang tanah, nangka, pepaya, melon, semangka, sawo
bayam, dan manggis Lampiran 14. Matriks Strategi Pengembangan Komoditi Tanaman
Bahan Makanan di Kabupaten Klaten
Jangka Pendek (1-5th)
Jangka Menengah (5-10th)
Jangka Panjang(10-25th)
Komoditi Prima (padi dan jagung)
Strateginya yaitu dengan memanfaatkan komoditi prima secara optimal, yaitu melalui upaya:
Komoditi Berkembang menjadi Komoditi Prima
Strateginya dengan meningkatkan kontribusi komoditi berkembang, yaitu melalui upaya:
Komoditi Terbelakang menjadi Komoditi Berke
Strateginya yaitu dengan meningkatkan laju pertumbuhan komoditi terbelakang, yaitu melalui
112
- Pengembangan agribisnis tanaman pangan
- Diversifikasi pasar - Penguatan kelembagaan
petani - Pelibatan pihak swasta
sebagai mitra petani - Upaya menciptakan peraturan
dan perundangan yang kondusif
- Pemeliharaan tanaman ubi kayu secara intensif
- Pengembangan agribisnis durian
- Penggunaan benih kedelai, cabe rawit, dan cabe besar bermutu dari varietas unggul
- Perbaikan kualitas buah mangga dan rambutan dengan sortasi
Komoditi Terbelakang menjadi Komoditi Berkembang
Strateginya yaitu dengan meningkatkan laju pertumbuhan komoditi terbelakang, melalui upaya: - Peningkatan produktivitas
pisang, pepaya, dan nangka - Peningkatan kualitas buah
melinjo - Pengamanan produksi kacang
tanah
upaya: - Pengoptimalan sumberdaya
yang tersedia untuk pisang, melinjo, kacang tanah
- Peningkatkan peranan perlindungan tanaman kacang tanah, melon, dan seman
- Peningkatan kualitas SDM bagi petani melon dan semangka
Komoditi PrimaMenjadi
Komoditi Prima(padi dan jagung)
Strateginya yaitu melalui upaya: - Upaya pengembangan
pembenihan unggul- Menjaga tingkat kesuburan
tanah secara kontinuitas - Pemeliharaan sarana produksi
usahatani