Kitin Kitosan_Lia Limiarti_13.70.0127_E3_Unika SOegijapranata
-
Upload
praktikumhasillaut -
Category
Documents
-
view
228 -
download
0
Transcript of Kitin Kitosan_Lia Limiarti_13.70.0127_E3_Unika SOegijapranata
-
7/24/2019 Kitin Kitosan_Lia Limiarti_13.70.0127_E3_Unika SOegijapranata
1/19
Acara II
CHITIN & CHITOSAN
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
TEKNOLOGI HASIL LAUT
Disusun oleh:
Nama : Lia Limiarti
NIM : 13.70.0127
Kelompok : E1
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
2015
-
7/24/2019 Kitin Kitosan_Lia Limiarti_13.70.0127_E3_Unika SOegijapranata
2/19
1
1. MATERI DAN METODE
1.1. Materi
1.1.1. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah oven, beaker glass, pengaduk,
thermometer, kain saring, hot plate, gelas ukur dan neraca analitik.
1.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah limbah udang, HCl 0,75 N, HCl 1 N,
HCl 1,25 N, NaOH 3,5% dan NaOH 40%, 50% dan 60%.
1.2. Metode
1.2.1. Demineralisasi
Bahan dihancurkan dan diayak menggunakan ayakan 40-60 meshdan
ditimbang
Dicampur dengan HCl 0,75N, 1N dan 1,25N dengan perbandingan
10:1
Limbah udang dicuci menggunakan air mengalir dan dikeringkan
Dicuci dengan air panas sebanyak 2x dan dikeringkan
-
7/24/2019 Kitin Kitosan_Lia Limiarti_13.70.0127_E3_Unika SOegijapranata
3/19
2
1.2.2. Deproteinasi
Dipanaskan hingga suhu 80oC dan diaduk selama 1 jam
Dicuci hingga pH netral dan dikeringkan pada suhu 90oC selama 24
jam
Hasil demineralisasi dicampur dengan NaOH 3,5% dengan
perbandingan 6:1
Dipanaskan pada suhu 70oC selama 1 jam dan dilakukan pengadukan
-
7/24/2019 Kitin Kitosan_Lia Limiarti_13.70.0127_E3_Unika SOegijapranata
4/19
3
1.2.3.
Deasetilasi
Dipanaskan pada suhu 80oC selama 1 jam dan dilakukan pengadukan
Residu dicuci dan disaring hingga pH netral dan dikeringkan pada suhu
90oC selama 24 jam dan dihasilkan chitosan
Residu disaring dan dicuci hingga pH netral dan dikeringkan pada suhu 90oC
selama 24 jam dan dihasilkan chitin
Hasil deproteinasi dicampur dengan NaOH 40%, 50% dan 60% dengan
perbandingan 20:1
-
7/24/2019 Kitin Kitosan_Lia Limiarti_13.70.0127_E3_Unika SOegijapranata
5/19
4
2. HASIL PENGAMATAN
2.1. Tabel pengamatan kitin dan kitosan
Hasil pengamatan kitin dan kitosan yang didapatkan setelah proses demineralisasi,
deproteinasi dan deasetilasi dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengukuran kadar rendemen kitin dan kitosan
Kel Perlakuan
Rendemen
Kitin I
(%)
Rendemen
Kitin II
(%)
Rendemen
Kitosan
(%)
E1 HCl 0,75 N + NaOH 3,5% +
NaOH 40%
26,32 28,57 32
E2 HCl 0,75 N + NaOH 3,5% +
NaOH 40%
37,93 27,78 17,23
E3 HCl 1 N + NaOH 3,5% +
NaOH 50%
23,53 30,77 28,89
E4 HCl 1 N + NaOH 3,5% +
NaOH 50%
35 18,18 15,33
E5 HCl 1,25 N + NaOH 3,5% +
NaOH 60%
29,17 25 42,5
Dari tabel hasil pengamatan kitin dan kitosan diatas dapat kita lihat bahwa pada
kelompok E1 yang menggunakan HCl 0,75 N dan NaOH 40% menghasilkan rendemen
kitin I sebesar 26,32%, rendemen kitin II sebesar 28,57%, dan rendemen kitosan sebesar
32%. Pada kelompok E2 yang menggunakan HCl 0,75 N dan NaOH 40% menghasilkanrendemen kitin I sebesar 37,93%, rendemen kitin II sebesar 27,78%, dan rendemen
kitosan sebesar 17,23%. Pada kelompok E3 yang menggunakan HCl 1 N dan NaOH
50% menghasilkan rendemen kitin I sebesar 23,53%, rendemen kitin II sebesar 30,77%,
dan rendemen kitosan sebesar 28,89%. Pada kelompok E4 yang menggunakan HCl 1 N
dan NaOH 50% menghasilkan rendemen kitin I sebesar 35%, rendemen kitin II sebesar
18,18%, dan rendemen kitosan sebesar 15,33%. Sedangkan, pada kelompok E5 yang
-
7/24/2019 Kitin Kitosan_Lia Limiarti_13.70.0127_E3_Unika SOegijapranata
6/19
5
menggunakan HCl 1,25N dan NaOH 60% menghasilkan rendemen kitin I sebesar
29,17% dan rendemen kitin II sebesar 25%, dan rendeman kitosan sebesar 42,5%.
-
7/24/2019 Kitin Kitosan_Lia Limiarti_13.70.0127_E3_Unika SOegijapranata
7/19
6
3. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, pembuatan kitin dan kitosan diambil dari limbah udang yaitu
kulit udang. Udang merupakan hal yang penting dalam dunia perikanan, termasuk
Indonesia. Proses pemisahan ini mengakibatkan, limbah padat yang dihasilkan banyak
dan berdampak bagi lingkungan. Namun, limbah perikanan ini memiliki nilai ekonomis
yang tinggi karena mengandung kitin dan kitosan (Budiyanto 1993). Sedangkan bagian
kepala dan kulit udang hanya dijadikan sebagai limbah industri perikanan. Kulit dan
kepala udang merupakan limbah yang dapat mencapai 60 -70 % dari berat udang.
Padahal bagian yang menjadi limbah tersebut, mengandung kitin yang cukup banyak.
Limbah udang merupakan bahan yang mudah busuk. Oleh karena itu, diperlukanpengolahan limbah udang untuk memperoleh nilai ekonomis.
Kitin merupakan polimer ikatan (1-4) 2-acetamido2deoxy glucan yang dapat
diekstrak dari kulit atau eksoskeleton Arthropoda seperti crustaceae dan insekta (Peter,
1995). Selain itu kitosan merupakan polisakarida yang banyak di alam, yang merupakan
senyawa poli (N-amino-2 deoksi -D-glukopiranosa) atau glukosamin hasil deasetilasi
kitin/ poli (N-asetil-2 amino-2-deoksi -D-glukopiranosa) yang diproduksi dalam
jumlah besar di alam, yaitu terdapat pada limbah udang dan kepiting. Kitin terdapat
dalam komponen struktural eksoskeleton dari serangga dan crustacean. Kitin
merupakan makromolekul yang berbentuk padatan amorf atau kristal, berwarna putih
dan dapat terurai apabila melalui proses kimiawi (asam atau basa kuat) ataupun biologis
(biodegradable) terutama oleh mikroba penghasil enzim lisozim dan kitinase. Kitin
dapat digunakan sebagai bahan pendukung enzim seperti papain, laktasedan lainnya
yang banyak digunakan pada industri makanan dan kosmetik. Kitin serta turunannya
mempunyai sifat sebagai bahan pengemulsi koagulasi dan penebal emulsi. Kulit udang
mengandung protein sebanyak 25-40%, kalsium karbonat sebanyak 45-50%, dan kitin
sebanyak 15-20%. Banyaknya kandungan komponen tersebut, bergantung pada jenis
udang dan tempat hidupnya. (Krissetiana, 2004).Selain itu Knorr (1991) juga
menambahkan bahwa, dalam limbah pengolahan udang terdapat sekitar 30% kitin,
disamping protein dan mineral, sedangkan turunan dari kitin disebut kitosan, keduanya
dapat diperoleh dengan cara isolasi dan dilanjutkan dengan deasetilasi untuk kitosan.
-
7/24/2019 Kitin Kitosan_Lia Limiarti_13.70.0127_E3_Unika SOegijapranata
8/19
7
Pada praktikum kitin kitosan, yang dilakukan adalah membuat kitin kitosan dari limbah
crustaceansdengan berbagai perlakuan konsentrasi larutan asam dan basa sehingga
didapatkanvalue-added by product. Untuk tahap pertama praktikum, yang dilakukan
adalah tahap demineralisasi. Pada tahap ini limbah udang dicuci dan dikeringkan.
Setelah itu, dicuci kembali menggunakan air panas sebanyak 2 kali pencucian dan
dikeringkan kembali. Tujuan dari dilakukannya pencucian adalah untuk menghilangkan
kotoran yang dapat mencemari ektraksi kitin. Selanjutnya dilakukan penggilingan yang
bertujuan untuk menghancurkan bahan yang akan digunakan untuk proses
demineralisasi. Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Zaitsev et al., (1969)
bahwa sebelumproses pengilingan, kulit udang dicuci lalu di keringkan. Kemudian
dicuci dengan air panas sebanyak 2 kali dan dikeringkan. Setelah itu digiling dan diayak
40-60 mesh untuk mendapatkan bentuk serbuk atau tepung.Penghancuran bahan akan
meningkatkan efektivitas ekstraksi karena kerusakan sel akan mempermudah keluarnya
senyawa flavor dan filtrat udang yang dihasilkan sehingga aroma yang dihasilkan
semakin tajam.Hal yang menyebabkan aroma flavorudang yang digiling menjadi kuat
adalah komponen flavor yang awalnya terikat di dalam sel, akan mudah berpindah,
bereaksi dengan udara, dan terlepas keluar (Davidek et al., 1990).
Kemudian selanjutnya yang dilakukan yaitu tahapan demineralisasi, tahapan dimana
bubuk limbah akan dicampurkan dengan asam klorida yang konsentrasinya berbeda-
beda. Untuk kelompok kelompok E1 dan E2 ditambahkan HCl 0,75 N, untuk kelompok
E3 dan E4 ditambahkan HCl 1 N, sedangkan kelompok E5 ditambahkan HCl 1,25N
dengan jumlah perbandingan 10:1. Kemudian dipanaskan pada suhu 80oC sambil
diaduk selama 1 jam. Pengadukan bertujuan untuk menghomogenkan campuran dengan
HCl. Setelah 1 jam, larutan disaring dan dicuci hingga pH netral, untuk mengetahuiapakah pH sudah netral, maka dilakukan pengecekan dengan menggunakan kertas pH
meter. Penyaringan dilakukan agar dapat memisahkan antara padatan terlarut dan
larutannya. Setelah itu, endapan yang didapatkan ditimbang terlebih dahulu sebelum
dikeringkan selama 24 jam pada suhu 80oC. Hal ini sudah sesuai dengan teori Bastaman
(1989), bahwa demineralisasi bertujuan untuk menghilangkan kandungan mineral
terutama pada bagian yang mengandung banyak kalsium. Pada proses demineralisasi,
senyawa kalsium akan bereaksi dengan asam klorida yang larut dalam air.Kitin pada
-
7/24/2019 Kitin Kitosan_Lia Limiarti_13.70.0127_E3_Unika SOegijapranata
9/19
8
tahap selanjutnya akan diubah menjadi kitosan dengan proses deasetilasi (Huang et al.,
2004). Sedangkan proses penetralan dengan pencucian, yang dilakukan pada proses
demineralisasi akan mempengaruhi sifat penggembungan kitin dengan alkali. Hal ini
akan mengakibatkan efektivitas proses hidrolisis basa pada gugus asetamida pada rantai
kitin akan lebih baik (Rogers, 1986).
Tahap kedua setelah demineralisasi adalah tahap deproteinasi, tahap dimana tepung
kering yang dihasilkan dari proses demineralisasi akan dicampurkan dengan NaOH
3,5% dengan perbandingan 6:1. Penambahan NaOH sangat sesuai dengan teori menurut
(Bastaman, 1989) bahwa, ekstraksi kitin secara kimiawi dilakukan dengan
menggunakan basa kuat. Tahap ini dilakukan untuk menghilangkan atau memisahkan
ikatan-ikatan antara protein dan kitin dengan penambahan NaOH. Lalu didiamkan dan
dipanaskan pada suhu 90C selama 1 jam sambil diaduk. Pemanasan bertujuan untuk
mendenaturasi protein sehingga protein dapat dipisahkan dengan lebih mudah.
Sedangkan pengadukan dilakukan agar NaOH mampu mendenaturasi protein secara
merata dan efisien. Selain itu, Ramadhan et al., (2010) berpendapat bahwa pada proses
deproteinase juga dilakukan pemanasan dan pengadukan, dengan tujuan
mengkonsentrasikan NaOH, sehingga hasil kitin yang didapatkan lebih optimal.
Kemudian dicuci sampai pH netral dan disaring padatannya hingga diperoleh residu
padatan dan diletakan pada suatu wadah lalu dikeringkan pada suhu 80C selama 24 jam
(Marganof, 2003). Proses deproteinasi yang dilakukan pada saat praktikum sudah
sesuai, hanya saja ada yang berbeda yaitu suhu pemanasan yang digunakan adalah 70oC.
Penggunaan suhu 70oC dikarenakan protein sudah dapat terdenaturasi pada suhu diatas
50 C (Gaman & Sherrington, 1994), maka suhu 70oC sudah cukup maksimal untuk
membantu proses denaturasi protein.
Tahap ketiga setelah deproteinasi adalah tahap deasetilasi, yang merupakan tahap
pembuatan kitosan dengan cara mencampurkan kitin yaitu limbah udang yang telah
mengalami proses demineralisasi dan deproteinasi dengan larutan NaOH dengan
perbandingan 20:1. NaOH yang digunakan dalam praktikum ini berbeda-beda, untuk
kelompok E1 dan E2 menggunakan NaOH 40%, untuk kelompok E3 dan E4
menggunakan NaOH 50%, dan kelompok E5 menggunakan NaOH 60%. Kemudian
-
7/24/2019 Kitin Kitosan_Lia Limiarti_13.70.0127_E3_Unika SOegijapranata
10/19
9
didiamkan selama 30 menit dan dipanaskan pada suhu 90oC selama 60 menit.Setelah
itu dicuci menggunakan air sampai pH netral, lalu dikeringkan pada suhu 70 oC selama
24 jam.
Berdasarkan hasil pengamatan pada percobaan tahap demineralisasi, digunakan
konsentrasi yang berbeda-beda, yakni HCl konsentrasi 0,75 N untuk kelompok E1 dan
E2, konsentrasi 1 N untuk kelompok E3 dan E4, serta konsentrasi 1,25N untuk
kelompok E5. Nilai rendeman yang dihasilkan pada tahap demineralisasi yakni sebesar
26,32% untuk kelompok E1; 37,93% untuk kelompok E2; 23,53% pada kelompok E3;
35% pada kelompok E4; dan 29,17% pada kelompok E5. Dari hasil rendeman yang
diperoleh dari tahap demineralisasi tiap kelompok berbeda-beda. Hal ini dapat terjadi
karena adanya konsentrasi yang digunakan masing-masing kelompok berbeda-beda.
Dengan demikian hasil terbesar adalah kelompok E2 pada konsentrasi 0,75N dan yang
terendah adalah kelompok E1 dengan konsentrasi yang sama. Perlakuan kimia dengan
menambahkan asam atau basa dengan dosis tinggi dan disertai waktu yang lebih lama
akan melepaskan ikatan protein dan mineral dengan kitin serta bahan organik lainnya.
Dapat disimpulkan bahwa penambahan konsentrasi HCl semakin tinggi akan
menghasilkan rendemen yang tinggi pula. Hal ini tidak sesuai untuk kelompok E1 yang
hasilnya paling sedikit pada konsentrasi 0,75 N.
Sedangkan hasil pengamatan pada percobaan tahap deproteinasi, dengan dilakukan
penambahan NaOH pada konsentrasi 3,5% untuk setiap kelompok dan menghasilkan
rendeman sebanyak 28, 57% untuk kelompok E1. Sedangkan kelompok E2
menghasilkan rendeman sebanyak 27, 78% dan kelompok E3 sebanyak 30, 77%. Untuk
kelompok E4 sebanyak 18,88% dan 25% untuk kelompok E5. Dari keseluruhan hasilrendeman deproteinasi, kelompok E1 dan E3 yang menghasilkan peningkatan
rendeman. Seharusnya hasil rendeman kitin II atau setelah proses proteinase mengalami
kenaikan, akan tetapi terdapat 3 kelompok yang mengalami penurunan yaitu E2, E4 dan
E5. Ketidaksesuaian ini dapat terjadi karena dalam proses pencucian, terdapat kitin yang
terbuang sehingga rendemen demineralisasi berbeda jauh atau lebih banyak bila
dibandingkan dengan rendemen deproteinasi. Dari hasil yang diperoleh, dapat diketahui
bahwa nilai rendemen pada kedua tahap tersebut lebih dari 20%. Hal ini sesuai dengan
-
7/24/2019 Kitin Kitosan_Lia Limiarti_13.70.0127_E3_Unika SOegijapranata
11/19
10
pendapat Puspawati & Simpen (2010) dan Ramadhan et al. (2010), bahwa hasil
rendemen yang dihasilkan lebih dari 20%.
Selanjutnya hasil pengamatan pada percobaan tahap deasetilasi, dengan dilakukan
penambahan NaOH 40% untuk kelompok E1 dan E2, 50% untuk kelompok E3 dan E4
dan 60% untuk kelompok E5. Hal ini sudah sesuai dengan teori bahwa Penambahan
NaOH dengan konsentrasi sekitar 50% ini sudah sesuai dengan teori dari Hirano (1989)
yang menyatakan bahwa struktur kristal kitin panjang akan memiliki ikatan kuat antara
gugus karboksil dan ion nitrogen dan sehingga di proses deasetilasi ini digunakan
larutan natrium hidroksida (NaOH) dengan konsentrasi 40-50% dan suhu yang tinggi
untuk mengubah struktur kitin menjadi struktur kitosan.Sehingga rendeman kitosan
yang didapatkan adalah 32% kelompok E1; 27, 23% kelompok E2; 28, 89% kelompok
E3; 15,33% kelompok E4 dan 42% kelompok E5. Hasil rendeman paling banyak adalah
E5 dan paling sedikit adalah E4. Hal ini sudah sesuai untuk E5 dengan penambahan
NaOH 60% menghasilkan kitosan yang paling banyak. Menurut Mekawati et al.,
(2000). semakin tinggi konsentrasi NaOH yang digunakan pada proses deasetilasi, maka
akan menghasilkan kitosan yang tinggi ketika diproses dengan derajat deasetilasi. Hal
ini disebabkan oleh gugus fungsional amino yang mensubstitusi gugus asetil pada kitin
dalam larutan akan semakin menjadi aktif sehingga proses deasetilasi yang dilakukan
akan lebih optimal. Kualitas kitosan yang dihasilkan bergantung pada derajat
deasetilasi,di mana derajat deasetilasi bergantung pada bahan dan kondisi seperti larutan
alkali, suhu dan waktu (Suhardi, 1993).Kelarutan kitosan yang dihasilkan akan semakin
meningkat apabila,suhu pemanasan tinggi dan waktu pemanasan lama.Peningkatan
proporsi dalam kelarutan ditunjukkan dengan meningkatnya derajat deasetilasi. Hal ini
disebabkan oleh kelompok asetil dalam proses deasetilasi kitin yang akan dipotong danmeninggalkan gugus amina. ion H pada gugus amina akan membuat kitosan dengan
mudah berinteraksi dengan air melalui ikatan hidrogen. Kitosan akan larut dalam asam
seperti asam asetat, asam format dan asam sitrat. Kehadiran gugus karboksil dalam
asam asetat yang akan memudahkan pelarutan kitosan karena terjadi interaksi hidrogen
antara gugus karboksil dan gugus amina dari kitosan (Li et al 1997).
-
7/24/2019 Kitin Kitosan_Lia Limiarti_13.70.0127_E3_Unika SOegijapranata
12/19
11
Kitosan yang dihasilkan dari praktikum berwarna putih yang sedikit kuning, warna yang
dihasilkan belum sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa kitosan yang diperoleh
pada tahap asetilasi akan berbentuk krim putih (Muzzarelli dan Rochetti, 1985). Pada
umumnya kitosan memiliki bentuk padatan amorf berwarna putih dengan struktur
kristal tetap dari bentuk awal kitin. Menurut Muzzrelli et al, (1996) dan Lehr et al,
(1992), kitosan memiliki potensi yang tinggi dalam bidang farmasi sebagai obat yang
berperan dalam penyembuhan luka. Selain itu, kitosan jugadapat digunakan untuk
suplemen diet, pengawetan makanan, pengolahan air (pangan), pertanian, kosmetik dan
kertas. Kitosan memiliki banyak sifat fungsional(Gallaher et al., 2002) sebagai
pembentuk film pelindung (Cuero, 1999; Jeon et al, 2002) antimikroba, texturizing
(Benjakul et al, 2003), binding action (Tidak et al, 2000); dan aktivitas antioksidan
(Kamil et al, 2002).
-
7/24/2019 Kitin Kitosan_Lia Limiarti_13.70.0127_E3_Unika SOegijapranata
13/19
12
4. KESIMPULAN
Penghancuran bahan untukmeningkatkan efektivitas ekstraksi karena kerusakan
sel akan mempermudah keluarnya senyawaflavor.
Penyaringan dilakukan agar dapat memisahkan antara padatan terlarut dan
larutannya.
Demineralisasi bertujuan untuk menghilangkan kandungan mineral terutama pada
bagian yang mengandung banyak kalsium.
Penetralan dengan pencucian, yang dilakukan pada proses demineralisasi akan
mempengaruhi sifat penggembungan kitin dengan alkali.
Ekstraksi kitin secara kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan basa kuat
melalui proses deproteinasi.
Pemanasan bertujuan untuk mendenaturasi protein sehingga pemisahan protein
lebih mudah.
Pemanasan dan pengadukan bertujuan untuk mengkonsentrasikan NaOH,
sehingga hasil kitin yang didapatkan lebih optimal.
Penggunaan suhu 70oC sudah cukup maksimal untuk membantu proses denaturasi
protein pada tahap deproteinasi.
Semakin tinggi konsentrasi HCl yang digunakan, maka akan diperoleh rendemen
yang tinggi.
Rendemen demineralisasi lebih banyak bila dibandingkan dengan rendemen
deproteinasi karena selama proses pencucianterdapat kitin yang terbuang.
Semakin tinggi konsentrasi NaOH yang digunakan pada proses deasetilasi akan
menghasilkan kitosan yang tinggi.
Kualitas kitosan yang dihasilkan bergantung pada derajat deasetilasi, yang
bergantung pada bahan dan kondisi seperti larutan alkali, suhu dan waktu.
Kitosan yang diperoleh pada tahap asetilasi akan berbentuk krim putih
Kitosan memiliki potensi yang tinggi dalam bidang farmasi sebagai obat,
suplemen diet, pengawetan makanan, pengolahan air (pangan), pertanian,
kosmetik dan kertas, pembentuk film pelindung, antimikroba, texturizing, binding
actiondan aktivitas antioksidan.
-
7/24/2019 Kitin Kitosan_Lia Limiarti_13.70.0127_E3_Unika SOegijapranata
14/19
13
Semarang, 4 November 2015 Mengetahui,
Asisten Dosen:
Tjan, Ivana Chandra
Lia Limiarti
13.70.0127
-
7/24/2019 Kitin Kitosan_Lia Limiarti_13.70.0127_E3_Unika SOegijapranata
15/19
14
5. DAFTAR PUSTAKA
Abdou Entsar S. et al.Effect of Chitosan and Chitosan-Nanoparticles as Active Coating
on Microbiological Characteristics of Fish Fingers. International Journal of
Applied Science and Technology. Vol. 2 No. 7; August 2012.
Abhrajyoti Tarafdar & Gargi Biswas. Extraction of Chitosan from Prawn Shell Wastes
and Examination of its Viable Commercial Applications. ISSN : 23193182,
Volume-2, Issue-3, 2013
Bastaman, S. (1989). Studies on Degradationb and Extraction of Chitin and Chitosan
from Prawn Shells. Thesis. The Depatment of Mechanical. Manufacturing
Aeronautical and Chemical Engineering. The Queen's University. Belfast.
Gaman, P. M. & K. B. Sherrington. (1994). Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan,
Nutrisi dan Mikrobiologi. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta.
Hirano. (1989). Production and Aplication on Chitin and Chitosan in Japan.Jepang.
Islam Md. Monarul et al. Preparation of Chitosan from Shrimp Shell and Investigation
of Its Properties. International Journal of Basic & Applied Sciences IJBAS-
IJENS Vol: 11 No: 01. 2011.
Johnson, A.H. dan M.S. Peterson.(1974). Encyclopedia of Food Technology Vol. II.
The AVI Publishing Co., Inc., Connecticut.
Knorr, D. (1991). Recovery and Utilization of Chitin and Chitosan in Food Processing
Waste Management in Food Technology 45, 114-122
Krissetiana, Henny. (2004). Khitin dan Khitosan dari Limbah Udang.
Marganov. (2003). Potensi Limbah Udang sebagai Penyerap Logam Berat (Timbal,
Kadmium, dan Tembaga) di Perairan.
Mekawati, Fachriyah, E. dan Sumardjo, D. (2000).Aplikasi Kitosan Hasil tranformasi
Kitin Limbah Udang (Penaeus merguiensis) untuk Adsorpsi Ion Logam
Timbal.Jurnal Sains and Matematika, FMIPA Undip, Semarang, Vol. 8 (2), hal.
51-54.
Patria Anshar et al. Production and characterization of Chitosan fromshrimp shells
waste. AACL Bioflux, Volume 6, Issue 4. 2013.
-
7/24/2019 Kitin Kitosan_Lia Limiarti_13.70.0127_E3_Unika SOegijapranata
16/19
15
Peter, Martin G. (1995). Application and Environmental Aspects of Chitin and
Chitosan.Journal of Pure and Appl. Chem. Marcel Dekker, Inc., Germany. Hlm.
629-639.
Puspawati, N. M. dan I N. Simpen. (2010).Optimasi Deasetilasi Khitin dari Kulit Udang
dan Cangkang Kepiting Limbah Restoran Seafood Menjado Khitosan melalui
variasi konsentrasi NaOH.http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/j-kim-4-1-12.pdf
Puvvada et al.,Extraction of chitin from chitosan from exoskeleton of shrimp for
application in the pharmaceutical industry. International Current Pharmaceutical
Journal 2012, 1(9): 258-263.
Ramadhan, L. O. A. N.; C. L. Radiman; D. Wahyuningrum; V. Suendo; L. O. Ahmad;
dan S.Valiyaveetiil. (2010). Deasetilasi Kitin secara Bertahap dan Pengaruhnyaterhadap Derajat Deasetilasi serta Massa Molekul Kitosan. Jurnal Kimia
Indonesia Vol. 5 (1), 2010, 4. 17-21.
Rogers, E.P. (1986). Fundamental of Chemistry. Books/Cole Publishing Company.
California.
http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/j-kim-4-1-12.pdfhttp://ejournal.unud.ac.id/abstrak/j-kim-4-1-12.pdfhttp://ejournal.unud.ac.id/abstrak/j-kim-4-1-12.pdf -
7/24/2019 Kitin Kitosan_Lia Limiarti_13.70.0127_E3_Unika SOegijapranata
17/19
16
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
Kelompok E1
Rendemen kitin I
Rendemen kitin II
Rendemen kitin III
Kelompok E2
Rendemen kitin I
Rendemen kitin II
Rendemen kitin III
-
7/24/2019 Kitin Kitosan_Lia Limiarti_13.70.0127_E3_Unika SOegijapranata
18/19
17
Kelompok E3
Rendemen kitin I
Rendemen kitin II
Rendemen kitin III
Kelompok E4
Rendemen kitin I
Rendemen kitin II
Rendemen kitin III
Kelompok E5
-
7/24/2019 Kitin Kitosan_Lia Limiarti_13.70.0127_E3_Unika SOegijapranata
19/19
18
Rendemen kitin I
Rendemen kitin II
Rendemen kitin III
6.2. Laporan sementara
6.3. Diagram Alir
6.4. Abstrak Jurnal