kista bartolini, dewi sasmita kumala sari

of 27 /27
BAB I PENDAHULUAN Organ kelamin wanita terdiri atas organ genitalia interna dan organ genitalia eksterna. Kedua bagian besar organ ini sering mengalami gangguan. Salah satunya adalah infeksi, infeksi dapat mengenai organ genitalia interna maupun eksterna dengan berbagai macam manifestasi dan akibatnya. Tidak terkecuali pada glandula vestibularis major atau dikenal dengan kelenjar bartolini. Kelenjar bartolini merupakan kelenjar yang terdapat pada bagian bawah introitus vagina. Jika kelenjar ini mengalami infeksi yang berlangsung lama dapat menyebabkan terjadinya kista bartolini, kista bartolini adalah salah satu bentuk tumor jinak pada vulva. Kista bartolini merupakan kista yang terbentuk akibat adanya sumbatan pada duktus kelenjar bartolini, yang menyebabkan retensi dan dilatasi kistik. Dimana isi di dalam kista ini dapat berupa nanah yang dapat keluar melalui duktus atau bila tersumbat dapat dapat mengumpul di dalam menjadi abses. 1,5 Kista bartolini ini merupakan masalah pada wanita usia subur, kebanyakan kasus terjadi pada usia 20 sampai 30 tahun dengan sekitar 1 dalam 50 wanita akan mengalami kista bartolini atau abses dalam hidup mereka, sehingga hal ini merupakan masalah yang perlu 1

Embed Size (px)

description

kista bartolini dewi sasmita kumala sari

Transcript of kista bartolini, dewi sasmita kumala sari

BAB IPENDAHULUANOrgan kelamin wanita terdiri atas organ genitalia interna dan organ genitalia eksterna. Kedua bagian besar organ ini sering mengalami gangguan. Salah satunya adalah infeksi, infeksi dapat mengenai organ genitalia interna maupun eksterna dengan berbagai macam manifestasi dan akibatnya. Tidak terkecuali pada glandula vestibularis major atau dikenal dengan kelenjar bartolini. Kelenjar bartolini merupakan kelenjar yang terdapat pada bagian bawah introitus vagina. Jika kelenjar ini mengalami infeksi yang berlangsung lama dapat menyebabkan terjadinya kista bartolini, kista bartolini adalah salah satu bentuk tumor jinak pada vulva. Kista bartolini merupakan kista yang terbentuk akibat adanya sumbatan pada duktus kelenjar bartolini, yang menyebabkan retensi dan dilatasi kistik. Dimana isi di dalam kista ini dapat berupa nanah yang dapat keluar melalui duktus atau bila tersumbat dapat dapat mengumpul di dalam menjadi abses.1,5Kista bartolini ini merupakan masalah pada wanita usia subur, kebanyakan kasus terjadi pada usia 20 sampai 30 tahun dengan sekitar 1 dalam 50 wanita akan mengalami kista bartolini atau abses dalam hidup mereka, sehingga hal ini merupakan masalah yang perlu untuk dicermati. Kista bartolini bisa tumbuh dari ukuran seperti kacang polong menjadi besar dengan ukuran seperti telur. Kista bartolini tidak menular secara seksual, meskipun penyakit menular seksual seperti Gonore adalah penyebab paling umum terjadinya infeksi pada kelenjar bartolini yang berujung pada terbentuknya kista dan abses, sifilis ataupun infeksi bakteri lainnya juga dianggap menjadi penyebab terjadinya infeksi pada kelenjar ini.4

BAB IITINJAUAN PUSTAKA1. DEFINISIKista Bartolini adalah suatu pembesaran berisi cairan yang terjadi akibat sumbatan pada salah satu duktus sehingga mukus yang dihasilkan tidak dapat disekresi. Kista dapat unilobuler atau multilobuler. Kista bartolini adalah kista yang paling umum terjadi pada vulva labia mayor, menyerang kira-kira pada 2% wanita, terutama saat usia reproduktif. Normalnya kista ini tidak menimbulkan rasa sakit, berkembang secara perlahan dan dapat menghilang secara perlahan tanpa pengobatan. Kista bartolini biasanya kecil, antara ibu jari dan bola pingpong bahkan sebesar telur ayam, tidak terasa nyeri dan tidak mengganggu koitus, bahkan kadang tidak disadari oleh penderita.3,5

2. FISIOLOGI Kelenjar ini mengeluarkan lendir untuk memberikan pelumasan vagina. Kelenjar Bartolini mengeluarkan jumlah lendir yang relatif sedikit sekitar satu atau dua tetes cairan tepat sebelum seorang wanita orgasme.1

Gambar 1. Anatomi Kelenjar Bartolini

3. ETIOLOGIKista Bartolini disebabkan oleh sumbatan terutama pada duktus, termasuk duktus kecil dan kelenjar asinus. Sumbatan dapat disebabkan oleh karena mukus yang mengental, infeksi, trauma, inflamasi kronik atau gangguan kongenital. Sekresi yang dihasilkan oleh kelenjar terakumulasi dan menyebabkan kelenjar membesar dan membentuk kista.2,3

4. PATOGENESISKelenjar bartolini menghasilkan cairan yang membasahi vagina mulai masa pubertas, yang selain berfungsi untuk melumasi vagina pada saat berhubungan, juga pada kondisi normal. Kista Bartolini terjadi karena adanya sumbatan pada salah satu duktus sehingga mukus yang dihasilkan tidak dapat disekrese. Hal ini menyebabkan akumulasi cairan sekresi. Sumbatan dapat disebabkan oleh mukus yang mengental, infeksi, trauma, inflamasi kronik atau gangguan kongenital. Jika terjadi infeksi pada kista Bartolini maka kista ini dapat berubah menjadi abses, yang ukurannya dapat meningkat setiap hari dan sangat nyeri. Namun kista tidak selalu harus ada mendahului terbentuknya abses.4,5

5. GEJALA KLINIS

Gambar 2. Kista bartoliniKista Bartolini tidak selalu menyebabkan keluhan akan tetapi kadang dirasakan sebagai benda yang berat dan menimbulkan kesulitan pada waktu koitus. Jika kista Bartolini masih kecil dan tidak terinfeksi, umunya asimptomatik. Tetapi bila berukuran besar dapat menyebabkan rasa kurang nyaman saat berjalan atau duduk. Gejala yang paling umum seperti dispareunia, rasa tidak nyaman saat duduk atau berjalan. Tanda kista bartolini yang terinfeksi berupa penonjolan yang nyeri pada salah satu sisi vulva disertai kemerahan atau pembengkakan pada daerah vulva.2,3

6. DIAGNOSIS a. Anamnesis2,4Pasien dengan kista memberi gejala berupa pembengkakan labia tanpa disertai nyeri. Pasien pada abses dapat memberikan gejala :1. Nyeri yang akut disertai pembengkakan labial unilateral2. Dispareunia3. Nyeri pada waktu berjalan dan duduk4. Nyeri yang mendadak mereda, diikuti dengan timbulnya discharge.

b. Pemeriksaan ginekologi5Hasil pemeriksaan ginekologi yang dapat diperoleh dari pemeriksaan terhadap Kista Bartolini adalah sebagai berikut : Pasien mengeluhkan adanya massa yang tidak disertai rasa sakit, unilateral, dan tidak disertai dengan tanda-tanda selulitis di sekitarnya. Jika berukuran besar kista dapat tender. Discharge dari kista yang pecah bersifat nonpurulent.Kista bartolini harus dibedakan dari abses dan dari massa vulva lainnya. Karena kelenjar Bartolini mengecil saat usia menopause, suatu pertumbuhan massa pada wanita postmenopause perlu dievaluasi terhadap tanda-tanda keganasan, terutama bila massanya bersifat irreguler, noduler, dan keras. c. Pemeriksaan penunjangApabila pasien dalam kondisi sehat, afebris, tes laboratorium darah tidak diperlukan untuk mengevaluasi abses tanpa komplikasi atau kista. Kultur bakteri dapat bermanfaat dalam menentukan kuman dan pengobatan yang tepat bagi abses Bartolini.3,5

7. DIAGNOSIS BANDING3,5Beberapa jenis lesi vulva dan vagina dapat menyerupai kista Bartolini. Beberapa diantaranya adalah :1. Kista sebasea pada vulva sangat sering ditemukan. Kista sebaseous ini merupakan suatu kista epidermal inklusi dan seringkali asimptomatik. Pada keadaan terinfeksi, diperlukan insisi dan drainase sederhana.2. Dysontogenetic cysts merupakan kista jinak yang berisi mukus dan berlokasi pada introitus atau labia minora. Terdiri dari jaringan yang menyerupai mukosa rektum, dan seringkali asimptomatik.3. Hematoma pada vulva. Dapat dibedakan dengan adanya trauma akibat berolahraga, kekerasan.4. Fibroma merupakan tumor solid jinak vulva yang sering ditemukan. Indikasi untuk eksisi berupa timbulnyarasa nyeri, pertumbuhan yang progresif, dan kosmetik. 5. Hidradenoma merupakan tumor jinak yang dapat muncul pada labia mayora dan labia minora. Perlu dipertimbangkan untuk dilakukan biopsi apabila timbul perdarahan dan diangkat bila timbul gejala.

8. PENATALAKSANAANPengobatan kista Bartolini bergantung pada gejala pasien. Suatu kista tanpa gejala mungkin tidak memerlukan pengobatan, kista yang menimbulkan gejala dan abses kelenjarmemerlukan drainase.3a. Tindakan Operatif1,2,3,5Beberapa prosedur yang dapat digunakan:1. Insisi dan Drainase3,5Meskipun insisi dan drainase merupakan prosedur yang cepat dan mudah dilakukan serta memberikan pengobatan langsung pada pasien, namun prosedur ini harus diperhatikan karena ada kecenderungan kekambuhan kista atau abses. Ada studi yang melaporkan, bahwa terdapat 13% kegagalan pada prosedur ini.2. Kateter4Word catheter ditemukan pertama kali pada tahun 1960-an. Merupakan sebuah kateter kecil dengan balon yang dapat digembungkan dengan saline pada ujung distalnya, biasanya digunakan untuk mengobati kista dan abses Bartholin. Panjang dari kateter karet ini adalah sekitar 1 inch dengan diameter No.10 French Foley kateter. Balon kecil di ujung Word catheter dapat menampung sekitar 3-4 mL larutan saline.

Gambar 3. Word catheter

Setelah persiapan steril dan pemberian anestesi lokal, dinding kista atau abses dijepit dengan forceps kecil dan blade no.11 digunakan untukmembuat incisi sepanjang 5mm pada permukaan kista atau abses.Penting untukmenjepit dinding kista sebelum dilakukan incisi, atau bila tidak kista dapat collapse dan dapat terjadi incisi pada tempat yang salah.Incisi harus dibuat dalam introitusexternal hingga ke cincin hymenal pada area sekitar orifice dari duktus.Apabila incise dibuat terlalu besar, Word catheter dapat lepas.Setelah insisi dibuat, Word catheter dimasukkan, dan ujung balon dikembangkan dengan 2 ml hingga3 ml larutan saline. Balon yang mengembang ini membuat kateter tetap berada di dalam rongga kista atau abses. Ujung bebas dari kateter dapat dimasukkan ke dalam vagina.Agar terjadi epitelisasi pada daerah bekaspembedahan, Word catheter dibiarkan di tempat selama empat sampai enam minggu, meskipun epithelialisasi mungkin terjadi lebih cepat,sekitar tiga sampai empat minggu. Jika Kista Bartholin atau abses terlalu dalam, pemasangan Wordcatheter tidak praktis, dan pilihan lain harus dipertimbangkan.

Gambar 4. Insisi, drainase dan word catheter

Abses biasanya dikelilingi oleh selulitis yang signifikan, dan pada kasus- kasus tersebut, antibiotik diperlukan. Antibiotik yang digunakan harus merupakan antibiotic spektrum luas untuk mengobati infeksi polymicrobial dengan aerob dan anaerob. Dapat dilakukan kultur untuk mencari kuman penyebab. Selama menunggu hasil kultur, diberikan terapi antibiotikempiris. Pasien dianjurkan untuk merendam di bak mandi hangat dua kali sehari (Sitzbath). Koitus harus dihindari untuk kenyamanan pasien dan untuk mencegah lepasnya word catheter.Sitz bath (disebut juga hip bath, merupakan suatu jenis mandi, dimana hanyabagian pinggul dan bokong yang direndam di dalam air atau saline; berasal dari Bahasa Jerman yaitu sitzen yang berarti duduk) dianjurkan dua sampai tiga kali sehari dapat membantu kenyamanan dan penyembuhan pasien selama periode pascaoperasi. Gambar 5. Alat yang digunakan untuk Sitz Bath3. Marsupialisasi 1,5Alternatif pengobatan selain penempatan Wordcatheter adalah marsupialisasi dari kista Bartholin . Prosedur ini tidak boleh dilakukan ketika terdapat tanda- tanda abses akut.

Gambar 6. Tindakan Marsupialisasi Kista BartholiniSetelah dilakukan persiapan yang steril dan pemberian anestesi lokal, dinding kista dijepit dengan dua hemostat kecil. Lalu dibuat incisivertikal pada vestibular melewati bagian tengah kista dan bagian luar dari hymenal ring.Incisi dapat dibuat sepanjang 1.5 hingga 3cm, bergantung pada besarnya kista.Berikut adalah peralatan yang diperlukan dalam melakukan tindakan marsupialisasi.Setelah kista diincisi, isi rongga akan keluar. Rongga ini dapat diirigasi dengan larutan saline, dan lokulasi dapat dirusak dengan hemostat. Dinding kista ini lalu dieversikan dan ditempelkan pada dindung vestibular mukosa dengan jahitan interrupted menggunakan benang absorbable 2 -0.18 Sitz bath dianjurkan pada hari pertama setelah prosedur dilakukan. Kekambuhan kista Bartolini setelah prosedur marsupialisasi adalah sekitar 5-10 %.4. Eksisi (Bartholinectomy)5Eksisi dari kelenjar Bartolini dapat dipertimbangkan pada pasien yang tidakberespon terhadap drainase, namun prosedur ini harus dilakukan saat tidak ada infeksi aktif.Eksisi kista bartolini karena memiliki risiko perdarahan, maka sebaiknya dilakukan di ruang operasi dengan menggunakan anestesi umum. Pasien ditempatkan dalam posisi dorsal lithotomy. Lalu dibuat insisi kulit berbentuk linear yangmemanjang sesuai ukuran kista pada vestibulum dekat ujung medial labia minora dansekitar 1 cm lateral dan parallel dari hymenal ring. Hati hati saat melakukan incisikulit agar tidak mengenai dinding kista.Struktur vaskuler terbesar yang memberi supply pada kista terletak pada bagianposterosuperior kista. Karena alasan ini, diseksi harus dimulai dari bagian bawahkista dan mengarah ke superior. Bagian inferomedial kista dipisahkan secara tumpul dan tajam dari jaringan sekitar. Alur diseksi harus dibuat dekat dengandinding kista untuk menghindari perdarahan plexus vena dan vestibular bulb danuntuk menghindari trauma pada rectum.

Gambar 7. Bartolinectomy Setelah diseksi pada bagian superior selesai dilakukan, vaskulariasi utama dari kista dicari dan diklem dengan menggunakan hemostat. Lalu dipotong dan diligasi dengan benangchromic atau benang delayed absorbable 3-0.Cool packs pada saat 24 jam setelah prosedur dapat mengurangi nyeri, pembengkakan, dan pembentukan hematoma. Setelah itu, dapat dianjurkan sitz bath hangat 1-2 kali sehari untuk mengurangi nyeri post operasi dan kebersihan luka.

b. Pengobatan Medikamentosa1,2,3,5Antibiotik sebagai terapi empirik untuk pengobatan penyakit menular seksual biasanya digunakan untuk mengobati infeksi gonococcal dan chlamydia. Idealnya, antibiotik harus segera diberikan sebelum dilakukan insisi dan drainase. Beberapa antibiotikyang digunakan dalam pengobatan abses bartholini:

1. Ceftriaxone1,5Ceftriaxone adalah sefalosporin generasi ketiga dengan efisiensi broad spectrum terhadap bakteri gram-negatif, efficacy yang lebih rendah terhadap bakteri gram-positif, dan efficacy yang lebih tinggi terhadap bakteri resisten. Dengan mengikat pada satu atau lebih penicillin-binding protein, akan menghambat sintesis dari dinding sel bakteri dan menghambat pertumbuhan bakteri. Dosis yang dianjurkan: 125 mg IM sebagai single dose .2. Ciprofloxacin3 Sebuah monoterapi alternatif untuk ceftriaxone. Merupakan antibiotik tipe bakterisida yang menghambat sintesis DNA bakteri dan, oleh sebab itu akan menghambat pertumbuhan bakteri dengan menginhibisi DNA-gyrase pada bakteri. Dosis yang dianjurkan: 250 mg PO 1 kali sehari3. Doxycycline2 Menghambat sintesis protein dan replikasi bakteri dengan cara berikatan dengan 30S dan50S subunit ribosom dari bakteri. Diindikasikan untuk Ctra chomatis. Dosis yang dianjurkan: 100 mg PO 2 kali sehari selama 7 hari4. Azitromisin1Digunakan untuk mengobati infeksi ringan sampai sedangyang disebabkan oleh beberapa strain organisme. Alternatif monoterapi untukC trachohomatis. Dosis yang dianjurkan: 1 g PO 1x

9. KOMPLIKASI5 Komplikasi yang paling umum dari abses Bartolini adalah kekambuhan. Pada beberapa kasus dilaporkan necrotizing fasciitis setelah dilakukan drainase abses. Perdarahan, terutama pada pasien dengan koagulopati.

BAB IIIILUSTRASI KASUS1. Identitas pasien No rekam medik: 109672Masuk : 05-11-2014 jam 05.30 WIBNama : Ny.EYUmur: 32 tahunJenis kelamin : PerempuanPekerjaan : IRTAlamat : Kampung panjang, Air TirisAgama: islamStatus perkawinan : sudah kawin

2. Anamnesis : autoanamnesisKeluhan Utama : Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari sejak 1 hari yang lalu

3. Riwayat Penyakit Sekarang : Seorang ibu datang ke IGD dengan kehamilan keempat dengan usia kehamilan 39 - 40 minggu mengeluh nyeri pinggang menjalar ke ari-ari sejak jam 00.00 WIB yang lalu disertai keluarnya lendir dan darah, air berwarna jernih (-), keluhan pusing (-), mual (-), muntah (-), BAK dan BAB dalam batas normal. Terdapat benjolan pada labia mayora kiri diameter 3 cm sejak 1 bulan yang lalu, tidak sakit, tidak gatal dan terdapat varises diatasnya, tungkai udema. HPHT: 03-02-2014 TP: 10-11-2014

Riwayat HaidMenarche usia 13 tahun, teratur, selama 5-7 hari, siklus 30 hari, ganti pembalut 1-2 kali/hari, nyeri berlebihan saat menstruasi (-)

Riwayat KB Mengunakan KB suntikan

Riwayat perkawinan Pasien menikah saat usia 23 tahun, ini pernikahan yang pertama dan lama pernikahan 9 tahun.Riwayat persalinan Hamil 1 2006, aterm, RS, jenis tindakan : vakum, penolong : DokterHamil 2 2009, aterm, Klinik, spontan, BidanHamil 3 2012, aterm, RS, spontan, DokterHamil 4 ini4. Riwayat Penyakit Dahulu :Riwayat Hipertensi (-)Riwayat DM (-)

5. R Penyakit Keluarga : Riwayat Hipertensi (-)Riwayat DM (-)

6. Pemeriksaan Fisik :Status Generalis:Keadan umum : BaikKesadaran : ComposmentisVital sign : TD = 130/90: R = 20x/menit: N = 89x/menit : T = 36,7oC: DJJ = 152 x/menit, PukaKepala : Bentuk normalMata : Konjungtiva anemis, Sclera tidak ikterik Hidung : Septum nasi tidak ada deviasi, secret (-)Telinga : Tidak terdapat deformitas, secret (-)Mulut : Bibir normal, tidak pucat, tidak sianosis, mukosa mulut lembab, tidak hiperemisTenggorokan : Tidak ada bendungan vena jugularis, tidak ada pemembesaran kelenjar getah bening, Trakea berada ditengah ditengahThorax: Paru-Paru : I: simertris kiri dan kananPa: gerak nafas simetris Pr: sonor pada kedua paruAu: vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung : I: tidak tampak pulsasi ictus cordisPa: teraba pulsasi ictus cordis pada ICS V, 1 cm linea midclavicula sinistraPr:batas jantung kanan ICS:III, IV,V linea sternalis dextra, batas kiri ICS V, 1-2 cm disebelah medial midclavicula sinistraAu:bunyi jantung regular, murmur (-), gallop (-) Abdomen: abdomen membuncit sesuai usia kehamilanEkstremitas : tidak tampak deformitas, akral hangat pada keempat ekstremitas, udemSTATUS OBSTETRI ABDOMEN : Leopold I : TFU 3 jari dibawah procesus xypiodeus, massa bulat lunak Leopold II : Puka (punggung kanan) Leopold III : Massa bulat, keras. (Presentasi kepala) Leopold IV : Masuk PAP TFU (tinggi Fundus Uteri ): 3 jari dibawah procecus xypoideus = 39-40 minggu TBJ (taksiran berat janin) : 3410 gram DJJ : 158 puka HIS : sudah ada (+) Pemeriksaan dalam vagina : VT : 7-8 cm, ketuban (+) Tampak benjolan pada labia mayora kiri diameter 3 cm dan terdapat varises diatasnya

7. Pemeriksaan penunjang :

Pemeriksaan laboratoriumTanggal 06-11-2014 Hb : 9,8 g/dl (normal 13,5-16,5)Leukosit : 7,8 (3,5-10,9)

8. Diagnosa kerja : G4P3A0H3 gravid 39-40 minggu + Kista bartolini

Follow up 05/11/2014 S : nyeri jalan lahir (+), nyeri kepala (-), mual (-), muntah (-), BAK (-), ASI (+), mobilisasi (+), nyeri benjolan pada labia (-)O : Kesadaran Composmentis Vital sign : TD : 120/80 mmHgLochia : RubraHR : 78 x/menitTFU : 2 jari dibawah umbilikus RR : 20 x/menit T : 36,7 CA : Post partus spontan + Kista BartoliniP : - Metronidazole 3x1 tab Amoxicilin tab 3x1 tab As.mefenamat 3x1 tab Neurodex 3x1 tab

06/11/2014 S : nyeri jalan lahir (+), nyeri kepala (-), mual (-), muntah (-), BAK (+), ASI (+), mobilisasi (+),nyeri benjolan pada labia (-)O : Kesadaran Composmentis Vital sign : TD : 110/70 mmHgLochia : RubraHR : 84 x/menitTFU : 1 jari dibawah umbilikus RR : 18 x/menit T : 36,5 CA : Post partus spontan + Kista BartoliniP : BOPUL- As.mefenamat X Neurodex X S.F X

BAB IVPEMBAHASANPada anamnesis didapatkan G4P3A0H3, HPHT 03-02-2014 sehingga dapat disimpulkan bahwa usia kehamilan adalah 39-40 minggu, nyeri pinggang menjalar ke ari-ari sejak jam 00.00 WIB yang lalu disertai keluarnya lendir dan darah, air berwarna jernih (-), keluhan pusing (-), mual (-), muntah (-), BAK dan BAB dalam batas normal, tungkai udema.Dari pemeriksaan fisik terdapat benjolan pada labia mayora kiri diameter 3 cm, sejak 1 bulan yang lalu, tidak sakit, tidak gatal dan terdapat varises diatasnya. Namun tidak didapatkan adanya riwayat trauma.Kista Bartolini tidak selalu menyebabkan keluhan akan tetapi kadang dirasakan sebagai benda yang berat dan menimbulkan kesulitan pada waktu koitus. Jika kista Bartolini masih kecil dan tidak terinfeksi, umunya asimptomatik. Tetapi bila berukuran besar dapat menyebabkan rasa kurang nyaman saat berjalan atau duduk. Gejala yang paling umum seperti nyeri, dispareunia, rasa tidak nyaman saat duduk atau berjalan.

DAFTAR PUSTAKA1. Treat Bartholin Gland Cyst and Abscesses with a Simple Solution (editorial). Cook Medical 2011.2. Figueiredo ACN, Duarte PEFDSAR, Gomes TPM, Borrego JMP, Marques CAC. Bartholins Gland Cysts: management with carbon-dioxide laser vaporization. Rev Bras Ginecol Obstet 2012:34(12):550-4.3. Omole F, Simmons BJ, Hacker Y. Management of Bartholins Duct Cyst and Gland Abscess. Am Fam Physician 2003 Jul 1;68(1):135-140.4. Sarwono Prawiro hardjo, ilmu kebidanan, Yayasan Bina Pustaka, 2006, Jakarta5. Kozawa E, Irisawa M, Heshiki A, Kimura F, Shimizu Y. MR Findings of a Giant Bartholins Duct Cyst. MAGN Reson Med Sci 2008: 7(2):101-103.

8