Hubungan antara Religiusitas dengan Pemaafan pada Pelayan ...
KISAH HIDUP PEREMPUAN YANG DIPERDAGANGKAN DAN …digilib.unila.ac.id/19719/1/BAB I-VI .pdfBelitung...
Transcript of KISAH HIDUP PEREMPUAN YANG DIPERDAGANGKAN DAN …digilib.unila.ac.id/19719/1/BAB I-VI .pdfBelitung...
0
KISAH HIDUP PEREMPUAN YANG DIPERDAGANGKAN
DAN BENTUK BANTUAN SOSIAL
PSIKOLOGIS PENANGANAN
KORBAN
(Studi Pada Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR)
(Skripsi)
Oleh
DARA PRAMONITHA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2010
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Provinsi Lampung, tepatnya di Kampung Karang Jaya, Kelurahan Karang
Maritim, Kecamatan Panjang, selama tahun 2001 kejadian trafficking - perempuan
dan anak perempuan - untuk kepentingan bisnis pelayanan jasa seksual komersial
sebanyak lima orang. Kelima korban trafficking itu adalah yang terpantau dan
terekspose di media massa lokal. Di antara kelima korban trafficking itu ada
seorang korban (14 tahun) yang sampai saat ini belum diketahui keberadaannya.
Berita terakhir (14 Januari 2003) yang diterima oleh keluarga korban melalui
telpon yang diterima oleh bibinya menunjukkan bahwa korban, saat ini, berada di
Tawau, Malaysia. Hanya seorang – di antara kelima korban - yang melaporkan
kejadiannya serta memproses perkaranya dengan berakhir pada dijatuhkannya
putusan pengadilan selama 3,5 tahun bagi pelaku karena melanggar pasal 55
KUHP jo pasal 328 KUHP sebagai dakwaan primair dan pasal 55 jo pasal 330
KUHP dan pasal 55 jo pasal 247 sebagai dakwaan subsidair dan lebih subsidair.
Kejadian yang hampir sama terjadi juga di Desa Tanjung Ratu, Kecamatan
Katibung, Provinsi Lampung pada tahun 2003, dengan korban yang jumlahnya
lebih banyak lagi (9 orang) yang direkrut oleh Maas Setiawan dengan cara
dijanjikan untuk bekerja di restauran yang ada di Bangka Belitung. Tetapi dalam
proses menuju Bangka Belitung salah satu korban diperkosa oleh Maas Setiawan.
Di samping itu, janji untuk dipekerjakan sebagai pelayan kafe milik Asnita dan
Herman alias Manlago yang berada di Kecamatan Toboali, Kepulauan Bangka
Belitung tidak hanya sebagai pelayan tetapi juga melayani tamu yang ingin
melakukan hubungan seks. Atas kejadian ini, Maas Setiawan didakwa oleh jaksa
penuntut umum dengan dakwaan pidana sebagaimana diatur dalam pasal 332 ayat
(1) ke-2 KUHP primair, dan subsidair pasal 332 ayat (1) ke-1 KUHP, atau lebih
subsidair pasal 297 KUHP dengan tuntutan pidana penjara selama 7 (tujuh) tahun.
Pada 23 Juni 2003 persidangan dengan pelaku Maas berakhir dengan
dijatuhkannya putusan pengadilan selama 4 (empat) tahun, 6 (enam) bulan.
Isu dan Wacana trafficking di Provinsi Lampung dapat dikatakan relatif baru
menjadi isu dan wacana, meskipun sebenarnya kriminalisasi perdagangan manusia
sendiri bukanlah masalah yang baru dan cukup banyak kejadian yang pernah
dipaparkan di media massa dan telah ada beberapa kasus yang dapat diputuskan di
pengadilan. Hal ini tercermin dari telah adanya perangkat hukum (KUHP Pasal
297) yang isinya pemidanaan atau mengancam akan menjatuhkan hukuman paling
lama enam tahun penjara bagi siapa pun yang memperdagangkan perempuan (usia
tidak ditentukan) dan anak laki-laki yang belum cukup umur.
Trafficking yang sebenarnya merupakan isu lokal yang kemudian ditarik menjadi
isu global dan memperoleh perhatian pemerintah pusat – dengan telah
dirumuskannya program kerja melawan trafficking oleh beberapa departemen
dengan koordinasi kementerian negara pemberdayaan perempuan - setelah
Indonesia dimasukkan ke dalam kelompok negara-negara Tier-3. Negara yang
masuk kategori Tier-3 dianggap tidak sepenuhnya memenuhi (not fully comply)
standar penanganan trafficking yang seperti yang ada dalam The Trafficking
Victim Protection Act of 2000, dan tidak melakukan usaha-usaha yang berarti
(significant efforts) untuk memenuhi standar tersebut.
Usaha-usaha yang semestinya dilakukan oleh pemerintah mencakup 3 kegiatan,
yaitu (a) pencegahan (prevention) di mana pemerintah perlu melakukan kampanye
dan dapat juga pendidikan ―melawan trafficking‖, (b) perlindungan (protection)
di mana pemerintah melindungi dan memberikan bantuan kepada korban
trafficking serta memastikan korban tidak dipidana, (c) penindakan hukum
(prosecution) di mana pemerintah dengan sungguh-sumgguh menyelidiki dan
menindak kegiatan trafficking, termasuk pejabat publik yang terlibat,
memfasilitasi atau membiarkan terjadinya trafficking. Tentunya, sebelum
merumuskan kembali program/kegiatan untuk menaikkan peringkat yang lebih
baik dalam penanganan trafficking perlu dilakukan kajian berdasarkan situasi,
kondisi, dan kebutuhan korban.
Kajian life herstory korban trafficking dapat menggambarkan korban trafficking
berdasarkan situasi dan kondisi yang menjadi akselerasi terjadinya trafficking dan
kebutuhan korban sebelum kejadian, pada saat kejadian, dan setelah menjadi
korban trafficking. Hanya saja belum banyak dan sulit diperoleh hasil kajiannya –
untuk mengatakan tidak ada yang telah dipublikasikan dan hanya dilakukan untuk
kajian komunitas/wilayah tertentu. Kekosongan atau kelangkaan kajian
lifeherstory perempuan dan anak perempuan korban trafficking menjadi minat
peneliti untuk dikaji dengan tujuan mengungkap situasi dan kondisi serta
kebutuhan perempuan dan anak perempuan korban trafficking yang berasal dari
Provinsi Lampung.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah :
1. Bagaimana karakteristik perempuan korban trafficking serta kondisi
lingkungan sosialnya?
2. Bagaimanakah modus operasi trafficking perempuan untuk kepentingan
bisnis pelayanan jasa seksual komersial yang digunakan oleh traffickers
dan bentuk bantuan sosial psikologis penangan korban ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah di atas, tujuan
penelitian ini adalah :
1. Untuk memperoleh karakteristik perempuan korban trafficking serta
gambaran kondisi lingkungan sosialnya.
2. Untuk memperoleh gambaran tentang modus operasi trafficking
perempuan untuk kepentingan bisnis pelayanan jasa seksual komersial
yang sering digunakan oleh traffickers dalam menjerat korbannya.
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian tentang trafficking perempuan sebagai pekerja seks diharapkan
memiliki kegunaan, secara praktis, untuk menambah atau memulai dilakukan
diskursus/wacana trafficking perempuan dengan perspektif sosiologis psikologis
yang menekankan pada kebutuhan korban yang hingga kini belum begitu banyak
dilakukan oleh para akademisi, maupun pengamat masalah sosial. Adapun
kegunaan lainnya, secara strategis, di antaranya sebagai masukan dalam
penyusunan program maupun kegiatan sehingga pemerintah memiliki formula
(contents, structure, culture) anti trafficking agar Indonesia dapat memenuhi
standar penanganan trafficking seperti yang ada dalam The Trafficking Victim
Protection Act of 2000 dan juga dapat merubah tingkatannya, saat ini ada pada
tingkkatan tier 3, kelompok negara-negara yang tidak memiliki program atau
kebijakan penanganan dan perlawanan terhadap trafficking.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Perdagangan Manusia
Protokol Perserikatan Bangsa-Bangsa Untuk Mencegah, Menanggulangi dan
Menghukum Trafficking (Perdagangan Manusia), terutama Perempuan dan Anak
Perempuan (2000) membatasi pengertian Trafficking sebagai:
―Kegiatan mencari, mengirim, memindahkan, menampung, atau menerima tenaga
kerja dengan ancaman, kekerasan atau bentuk-bentuk pemaksaan lainnya, dengan
cara menculik, menipu, memperdaya (termasuk membujuk dan mengiming-
imingi) korban, menyalahgunakan kekuasaan/wewenang atau memanfaatkan
ketidaktahuan, keingintahuan, kepolosan, ketidakberdayaan dan tidak adanya
perlindungan terhadap korban, atau dengan memberikan atau menerima
pembayaran atau imbalan untuk mendapatkan ijin/persetujuan dari orang tua,
wali, atau orang lain yang mempunyai wewenang atas diri korban, dengan tujuan
untuk mengisap dan memeras tenaga (mengeksploitasi) korban‖.
Eksploitasi mencakup, sedikitnya, eksploitasi prostitusi atau bentuk-bentuk
eksploitasi seksual lainnya, kerja paksa, perbudakan atau praktik -praktik
sejenisnya, perhambaan atau pengambilan organ-organ tubuh.
Kunci dari protokol tersebut adalah :
Menjelaskan tentang perdagangan manusia sebagai sesuatu bentuk kejahatan
terhadap kemanusiaan yang ditandai dengan maksud untuk menipu dan
mengeksploitasi.
Memperluas jarak aksi dengan mempertimbangkan bagian dari proses
perdagangan manusia meliputi proses perekrutan, pengangkutan,
pemindahtanganan, penampungan atau penerimaan manusia pada akhir
kebiasaannya.
Menunjuk cakupan yang luas dari makna-makna yang digunakan, dari
paksaan yang kasar sampai dengan bujukan yang halus yang menjadi modal
untuk mencapai persetujuan.
Membuat persetujuan untuk eksploitasi dengan tujuan yang berhubungan,
dimana maksud setiap maksud-maksud rancangan digunakan di dalam
definisi.
Pengakuan bahwa laki-laki juga termasuk korban perdagangan manusia,
walaupun menitik beratkan perdagangan manusia tersebut kepada perempuan
dan anak-anak
Mengenali batas-batas tujuan perdagangan manusia dengan tujuan eksploitasi
sex.
Mengandung hak-hak dasar dan perlindungan sosial, ekonomi, politik, dan
ukuran-ukuran yang sah untuk mencegah perdagangan manusia, melindungi,
membantu, dan mengembalikan korban ke dalam masyarakat dan untuk
menghukum pelaku perdagangan manusia dan kejahatan yang berhubungan
dengan perdagangan manusia; dan merupakan panggilan untuk suatu
kerjasama internasional untuk mencegah dan memerangi perdagangan
manusia.
1. Bentuk dan Modus Operasi serta Pelaku Perdagangan Perempuan
Dari hasil pemetaan bentuk kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh
Komnas Perempuan (2001) setidaknya ada tujuh bentuk perdagangan perempuan
yang terjadi di Indonesia, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Perempuan-
perempuan tersebut diperdagangkan sebagai:
1. Pekerja domestik
2. Pengemis
3. Pengedar napza (obat adiktif)
4. Pekerja nondomestik dengan kondisi kerja yang sangat buruk
5. Pekerja seks
6. Pemuas pedofil
7. Pengantin perempuan dalam perkawinan transnasional
Menurut Global Alliance Against Traffic in Women (2000) bentuk-bentuk
perdagangan perempuan dapat diidentifikasikan menurut jenis pekerjaan, yaitu:
1. Perdagangan perempuan sebagai pekerja seks;
2. Perdagangan perempuan untuk pekerja domestik;
3. Perdagangan perempuan untuk perkawinan (mail bride order);
4. Perdagangan perempuan untuk kerja paksa;
5. Perdagangan perempuan untuk mengemis.
Modus operasi yang sering digunakan untuk memperoleh sasarannya dengan (1)
menyebar agen-agen mereka (berkedok jasa tenaga kerja atau entertainment)
untuk mencari anak-anak perempuan yang berasal dari kalangan miskin dan anak-
anak perempuan yang ingin mencari pekerjaan, (2) memacari atau menikahi untuk
kemudian anak-anak perempuan tersebut mereka jual dengan mendapatkan
untung yang berlipat, dan (3) merayu, menjanjikan berbagai kesenangan dan
kemewahan, menipu, menjebak, membohongi, mengancam, menyalahgunakan
wewenang, menjerat dengan hutang, menculik, menyekap, memperkosa.
Menurut Ruth Rosenberg (2003:23), pelaku perdagangan perempuan dan anak
perempuan adalah (1) Agen Perekrut Tenaga Kerja; (2) Agen/calo; (3)
Pemerintah; (4) Majikan; (5) Pemilik dan Pengelola Rumah Bordir; (6) Calo
Pernikahan; (7) Orang Tua dan Sanak Saudara; (8) Suami.
2. Situasi dan Kondisi Perempuan Diperdagangkan
Berdasarkan penelitian Pelapor Khusus PBB (2000) teridentifikasi situasi yang
menyebabkan terjadinya perempuan diperdagangkan, yaitu:
1. Kelompok pertama mencakup perempuan yang ditipu mentah-mentah dan
dipaksa dengan kekerasan. Perempuan tersebut tidak tahu sama sekali ke
mana mereka akan pergi atau pekerjaan apa yang akan mereka lakukan.
2. Kelompok kedua terdiri atas perempuan yang diberitahu separuh
kebenaran oleh orang yang merekrut mereka mengenai pekerjaan yang
akan dilakukan dan kemudian dipaksa bekerja untuk apa yang sebelumnya
tidak mereka setujui dan mereka hanya mempunyai sedikit atau tidak sama
sekali pilihan lainnya. Baik gerak dan kekuasan mereka untuk mengubah
situasi mereka sangat dibatasi oleh jeratan hutang dan penyitaan dokumen
perjalanan atau paspor mereka.
3. Kelompok ketiga adalah perempuan yang mendapat informasi mengenai
jenis pekerjaan yang akan mereka lakukan. Walaupun mereka tidak mau
mengerjakan pekerjaan semacam itu, mereka tidak melihat adanya pilihan
ekonomi lain yang bisa mereka kerjakan, dan karena itu mempercayakan
kendali pada pedagang yang mengeksploitasi kerentanan ekonomi dan
hukum mereka untuk keuntungan uang, sementara mereka dipertahankan,
sering berlawanan dengan keinginan mereka, dalam jeratan hutang.
4. Kelompok keempat terdiri atas perempuan yang mendapat informasi
sepenuhnya mengenai pekerjaan yang akan mereka lakukan, tidak
keberatan untuk mengerjakannya, memiliki kendali atas keuangan mereka,
secara relatif gerakannya tidak terbatas. Kelompok keempat adalah satu-
satunya dari keempat situasi di atas yang tidak dapat digolongkan sebagai
perdagangan perempuan.
Berdasarkan situasi di atas dapat dinyatakan bahwa perubahan hakikat
pengalaman perempuan yang berpindah dan yang dipindahkan dimana status
perempuan seringkali tidak tetap, posisi mereka dapat berubah diantara keempat
kategori itu. Sepanjang perpindahan mereka, terlepas dari bagaimana, mengapa
atau di mana mereka pindah, perempuan dihadapkan pada begitu banyak bentuk
kekerasan.
Kekerasan dan ancaman kekerasan merupakan bentuk-bentuk paksaan dengan
kekerasan yang biasa muncul seperti perkosaan dan bentuk-bentuk lain kekerasan
seksual sering digunakan untuk mematahkan perempuan yang diperdagangkan
secara fisik, mental, dan emosional dan untuk mendapatkan kerelaan yang
terpaksa dalam situasi kerja paksa dan praktik seperti perbudakan lainya.
3. Penyebab Terjadinya Perdagangan Perempuan
Hasil penelitian Suyanto (2001) menunjukkan bahwa kasus perdagangan
perempuan disebabkan beberapa faktor, di antaranya (1) perdagangan perempuan
dan anak perempuan merupakan salah satu kegiatan shadow economy (ekonomi
bayangan) yang menghasilkan keuntungan yang terbesar di antara kegiatan
shadow economy lainnya, seperti perdagangan senjata dan narkoba; (2) sering
dijadikan sebagai perangkap pengaruh narkoba yang sengaja dipasang para
mucikari untuk menciptakan kondisi ketergantungan para korban; (3) di samping
adanya dukungan oknum-oknum aparat yang bertindak sebagai beking, sebagai
pelindung atau bahkan merangkap pemilik; (4) sebagai dampak dari model
penanganan aparat yang bersifat kuratif dari pada preventif; dan (5) aparat
cenderung lebih baik mengurus tindak kejahatan lain yang dinilai lebih mendesak
seperti curanmor, unjuk rasa, penodongan, dan lain-lain.
Aparat penegak hukum memiliki kontribusi yang besar terhadap banyaknya kasus
perdagangan anak perempuan dikarenakan aparat penegak hukum dalam
penanganan kasus perdagangan anak perempuan dirasakan kurang profesional
seperti yang dilaporkan oleh ILO (2001), yakni: aparat penegak hukum tidak
melihat perdagangan anak sebagai masalah dan tidak mengetahui kasus
perdagangan anak, tidak secara efektif mengawasi dan memonitor para
anggotanya yang terlibat dalam kejahatan yang terorganisir, keterlibatannya dalam
kegiatan-kegiatan illegal merupakan strategi untuk bertahan hidup.
4. Faktor-faktor yang Mengakibatkan Perdagangan
Menurut Ruth Rosenberg (2003:24), faktor-faktor yang membuat perempuan dan
anak semakin rentan terhadap perdagangan yaitu, kemiskinan, tingkat pendidikan
yang rendah, peran perempuan dalam keluarga, status dan kekuasaan, peran anak
dalam keluarga, asal mula buruh ijon, pernikahan dini, kebijakan dan undang-
undang yang bias gender, korupsi.
Perempuan dan anak perempuan lebih rentan menjadi korban perdagangan
manusia karena :
Tabel 1. Faktor-faktor yang menyebabkan perdagangan
Faktor-Faktor yang Menyebabkan
Permintaan
Faktor-Faktor yang Menyebabkan
Pensuplai-an
Perempuan merasa cocok untuk
berkerja sebagai tenaga kerja
produksi yang intensif dan
bekerja di sektor informal
tumbuh yang memiliki ciri upah
yang rendah, kepegawaian yang
biasa, kondisi kerja yang
berbahaya dan tidak adanya
mekanisme penawaran secara
kolektif;
Permintaan yang meningkat atas
Hak pendidikan yang tidak
seimbang yang membatasi
kesempatan perempuan untuk
meningkatkan pendapatan mereka
dari pekerjaan yang lebih baik;
Kurangnya legitimasi dan
pemenuhan kesempatan bekerja
khususnya bagi komunitas
pinggiran;
Kebijakan migrasi selektif
berdasarkan jenis kelamin dan
pekerja asing untuk pekerjaan
domestik dan peranan pemberi
perawatan, dan sedikitnya
peraturan yang kuat untuk
mendukung;
Pertumbuhan industri seks dan
hiburan yang bernilai jutaan
dollar, yang ditolerir sebagai
―kepentingan setan‖; sementara
perempuan dalam prostitusi
dianggap sebagai kriminal dan
didiskriminasikan.
Risiko yang kecil dan
keuntungan yang besar dari
perdagangan manusia yang
didorong oleh sedikitnya
keinginan agensi untuk
menghukum pelaku
perdagangan manusia (yang
termasuk pemilik/manajer
ditempat kejadian perdagangan
manusia)
Kemampuan untuk
mengendalikan dan
kebijakan/hukum yang
mengekang, yang sering
dilembagakan sebagai tindakan
―perlindungan‖, yang membatasi
legitimasi migrasi perempuan.
Kebanyakan saluran migrasi yang
legal menawarkan kesempatan
dalam sektor yang biasanya
didominasi oleh laki-laki
(konstruksi dan pekerjaan di
bidang agrikultur);
Sedikitnya akses informasi
mengenai kesempatan
migrasi/kerja, saluran perekrutan,
dan tingginya tingkat ke
tidaksadaran risiko untuk
bermigrasi dibanding dengan laki-
laki
Gangguan sistem pendukung oleh
karena alam dan kekacauan yang
diciptakan oleh manusia; dan
Perilaku komunitas dan praktek-
praktek, yang mentolerir
memanipulasi perempuan
Sedikitnya akses untuk
memberikan hukuman yang
setimpal bagi pelaku
perdagangan manusia atau
pengobatan untuk korban
perdagangan manusia; dan
Devaluasi hak-hak asasi
perempuan dan anak-anak
kekerasan terhadap perempuan
5. Rute Perdagangan Perempuan
Rute perdagangan manusia mengikuti perjalanan migrasi: perpindahan secara
tradisional bergerak dari Selatan ke Utara. Namun, kecenderungan modern
memperlihatkan bahwa perdagangan juga terjadi di dalam wilayah-wilayah
maupun di dalam negara-negara. Seperti rute migrasi, rute perdagangan dan
negara asal, transit dan tujuan, bisa dengan cepat berubah karena perubahan
politik dan ekonomi.
Hasil Sidang Umum PBB tahun 1994 mendefinisikan bahwa:
1. Negara asal : Negara di mana perempuan itu tinggal sebelum ia bermigrasi
atau diperdagangkan.
2. Negara transit : Negara yang dikunjungi selama perjalanan dari negara
asal ke negara tujuan, seringkali dengan tujuan memperoleh dokumen
perjalanan, dokumen perkawinan atau visa.
3. Negara tujuan : Negara di mana orang itu tinggal setelah ia menikah
atau diperdagangkan.
Pelapor Khusus PBB (2000) ingin menyoroti negara-negara berikut, yang
menjadi perhatiannya sebagai negara asal dan/atau negara tujuan. Namun, ini
bukanlah daftar lengkap dari negara-negara atau wilayah-wilayah asal atau tujuan.
Negara atau wilayah asal: Afganistan, Albania, Banglades, Belarusia, Bulgaria,
Kamboja, Cina, Colombia, Kroasia, Hongaria, India, Indonesia, Yamaica,
Kosovo, Latvia, Lithuania, Meksiko, Myanmar, Nepal, Pakistan, Filipina,
Polandia, Rusia, Rumania, Slovakia, Thailand, Ukraina, negara-negara bekas Uni
Soviet, Vietnam.
Negara atau wilayah tujuan: Austria, Australia, Belgia, Canada, Cina (termasuk
Hong kong dan Macao), Cyprus, Dubai, Republik Federasi Yugoslavia, Yunani,
Jerman, Hongaria, India, Israel, Italia, Jepang, Malaysia, Belanda, Pakistan,
Polandia, Saudi Arabia, Singapura, Spanyol, Swiss, Taiwan, Thailand, Turki,
Inggris, Amerika Serikat, dan Uni Emirat Arab.
Namun, perdagangan ini tidak selalu melibatkan perlintasan perbatasan
internasional. Perdagagangan internal terjadi di sebagian besar negara-negara atau
wilayah-wilayah tersebut. Di Indonesia, daerah-daerah yang biasanya dijadikan
sebagai daerah asal, daerah tujuan, dan daerah transit. Selain itu, perdagangan
tidaklah stagnan. Rute perdagangan terus saja berubah.
B. Masalah dalam Penanganan Perdagangan Perempuan
Upaya penanganan perdagangan perempuan menurut Mansour Fakih (1998) tidak
terlepas dari sejarah perkembangan hubungan antara laki-laki dan perempuan.
Perbedaan jender telah menciptakan suatu hubungan yang tidak adil, menindas,
serta mendominasi antara jenis kelamin tersebut. Manifestasi ketidakadilan jender
yang dapat muncul dalam bentuk kekerasan kerja terhadap perempuan, salah
satunya adalah pelacuran, yang merupakan suatu mekanisme ekonomi yang
merugikan perempuan selama tidak diakui sebagai suatu profesi kerja yang sama
dengan profesi kerja lainnya. Perempuan korban perdagangan selalu dirugikan
karena pola penanganan perempuan korban perdagangan ditempatkan sebagai
―korban‖ atau pelaku tindak kriminal karena kegiatan seksual komersilnya
(Irwanto, 2002).
Irwin Leslie Magryta (1993) mengungkapkan masalah umum yang dialami
perempuan korban perdagangan dalam penanganan kasusnya, seperti:
Penyuapan perempuan korban, saksi, atau petugas hukum oleh pedagang.
Proses persidangan yang panjang akan menambah tekanan pada si
perempuan. Memberikan peluang yang luas bagi pedagang manusia untuk
mengintimidasi saksi, perempuan korban dan keluarga.
Hilangnya saksi jika persidangan terlalu lama.
Pedagang manusia menyewa pengacara dengan kemampuan yang sangat
baik namun tidak bermoral.
Tidak adanya belas kasihan dari pihak penguasa, yang melihat para
perempuan korban sebagai penjahat atau migran gelap. Dalam beberapa
kasus, perempuan korban perdagangan yang mengajukan tuntutan sering
dikenai tahanan kerena status keimigrasian mereka. Sedangkan lainnya,
banyak yang langsung dideportasi dan tidak mempunyai kesanggupan
untuk mengajukan gugatan hukum (Pertemuan Stockholm 1996 dan
Yokohama 2001 sepakat bahwa anak-anak adalah ―korban‖ – bukan
pelaku kejahatan. Di Thailand, Kamboja, Filipina dan bahkan AS telah
merumuskan UU yang mengakui bahwa individu yang berusia di bawah
18 tahun dan terlibat dalam trafficking dianggap sebagai korban dan
diperlakukan seperti layaknya korban dengan berbagai entitlements atau
pelayanan-pelayanan medis dan lain-lain yang seharusnya diterima oleh
korban).
Aparat penegak hukum seperti polisi tidak mengerti tentang undang-
undang terkait (undang-undang perdagangan manusia, perburuhan,
imigrasi, perlindungan anak, dan lain-lain), yang dapat digunakan untuk
menjatuhkan hukuman kepada pedagang manusia.
Petugas berwenang mungkin frustasi dengan banyaknya jumlah gugatan,
jaringan operasi perdagangan manusia yang besar, keengganan perempuan
untuk memberikan informasi (yang sekaligus juga dianggap sebagai saksi
yang paling dapat dipercaya). Mereka mungkin memilih untuk menangani
kasus yang dapat mengacu pada satu gugatan.
Tidak adanya kerja sama bilateral antarnegara yang terlibat.
Keterbatasan jangkauan hukum dan kebutuhan perubahan legislatif untuk
hukuman yang lebih berat.
Kemungkinan tidak dilaksanakannya hukuman dan diperlukan
pengawasan.
Prosedur hukum yang tidak memihak perempuan
Prasangka kultural, rasial dan seksual oleh petugas.
C. Bentuk Bantuan Sosial Psikologis
Ketika negara menangani perempuan dan anak perempuan yang direkrut menjadi
pekerja seks, penanganan dilakukan tanpa membedakan anak-anak dari orang
dewasa dan pendekatan yang dilakukan bersifat pemenuhan kebutuhan korban.
Bentuk bantuan yang sering diterima oleh perempuan dan anak perempuan korban
trafficking, di antaranya tinggal di rumah aman (shelter), pengobatan fisik dan
penguatan psikis; di samping bantuan hukum (litigasi).
Semua perempuan yang terlibat pelacuran, baik yang masih anak-anak maupun
yang dewasa, dianggap secara sukarela mau menjadi pekerja seks dan dijatuhi
sanksi hukum. Dalam hal ini polisi atau aparat penegak hukum dapat
menggunakan Pasal 281 (a) KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) yang
menghukum mereka yang dengan sengaja mengabaikan norma-norma etika dalam
masyarakat.
Aturan hukum lainnya yang dapat digunakan untuk penanggulangan perdagangan
perempuan tertera pada pasal 297 KUHP yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 297 KUHP
Perdagangan wanita dan perdagangan anak laki-laki (tidak dibatasi umur),
diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
Sayangnya, pasal ini tidak pernah dilaksanakan, setidak-tidaknya karena tiga
alasan. Pertama, perdagangan perempuan sering dihubungkan (atau dianggap
berkaitan) dengan pelacuran atau proses jual beli dan ada harga yang disepakati.
Kedua, perdagangan anak perempuan tidak dibedakan dari perdagangan
perempuan dewasa. Ketiga, penegak hukum jarang menemukan kasus anak laki-
laki yang diperdagangkan.
Dalam kasus polisi menemukan anak perempuan dikurung untuk tujuan prostitusi,
pasal 332 digunakan untuk menjerat pelaku. Pasal 332 menetapkan:
1. Diancam dengan pidana penjara:
Ke-1. Paling lama tujuh tahun, barang siapa membawa pergi seorang
wanita yang belum cukup umur, tanpa dikehendaki orang tuanya atau
walinya tetapi dengan persetujuannya, dengan maksud untuk memastikan
penguasaannya terhadap wanita itu, baik di dalam maupun di luar
pernikahan;
Ke-2. Paling lama sembilan tahun barangsiapa membawa seorang wanita
dengan tipu muslihat, kekerasan atau ancaman kekerasan, dengan maksud
untuk memastikan penguasaannya terhadap wanita itu, baik di dalam
maupun di luar pernikahan;
2. Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan
3. Pengaduan dilakukan
a. Jika wanita ketika dibawa pergi belum cukup umur, oleh dia sendiri,
atau orang lain yang harus memberi ijin bila dia nikah;
b. Jika wanita ketika dibawa pergi sudah cukup umur, oleh dia sendiri atau
oleh suaminya;
Hakim dapat mempertimbangkan hukuman tambahan berdasarkan pasal 334 dan
335 tentang pembatasan kebebasan dengan paksaan.
Aparat penegak hukum lainnya mengunakan peraturan pemerintah daerah
(misalnya, Perda No.11/ 1995 di DKI Jakarta) mengenai keamanan umum
gangguan ketertiban umum. Hal ini berlawanan dengan hukum karena menurut
hukum, hukuman harus ditujukan kepada orang yang merekrut perempuan untuk
dijadikan pekerja seks dan mucikarinya (Irwanto dkk, 2001).
Aturan-aturan (perangkat hukum) yang dapat digunakan untuk menangani
masalah perdagangan perempuan dan anak perempuan untuk tujan seks sangat
terbatas dan sangat tidak jelas untuk dapat digunakan menjerat atau menjatuhkan
sanksi hukum terhadap agen yang terlibat dalam prostitusi.
III. METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lifeherstory
dengan pendekatan pada kebutuhan korban dan bersifat kualitatif. Hal ini
dikarenakan masalah yang akan dijawab dalam penelitiann ini lebih bersifat
kualitatif dan sangat membutuhkan pemahaman (verstehen) peneliti dalam
mengungkap atau menggali pengalaman hidup perempuan korban trafficking. Di
samping itu, untuk tiidak menjadikan informan atau korban trafficking menjadi
korban kedua kalinya dari peneliti atau dalam bahasa penelitian untuk tidak hanya
menjadi obyek peneliti maka digunakan pendekatan kkebutuuhan korban attau
menjadikan informan atau korban traffiicking sebagai subyek yang ingin berbagai
pengalaman dan menyampaikan pengalamannya.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR, salah satu
Lembaga Perempuan yang ada di Kotamadya Bandar Lampung. Bersamaan
dengan pesatnya perkembangan kota, tentunya dibarengi pula dengan semakin
kompleksnya masalah sosial, di antaranya trafficking. Berdasar data yang ada
yang dihimpun oleh Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR, kasus trafficking
yang terekspose di media massa lokal tahun 2007 sebanyak 22 kasus.
C. Informan dan Penentuan Informan
Informan awal penelitian ini dipilih mengunakan cara purposive dengan
mendasarkan pada subjek yang menguasai permasalahan, memiliki data dan
bersedia memberikan data dengan kriteria sebagai berikut:
Informan adalah perempuan atau anak perempuan (usia belum genap 18
tahun ketika menjadi korban trafficing in persons);
Belum menikah;
Pernah atau masih berkerja sebagai pekerja seks;
Berdomisili di Bandar Lampung.
Sebagai titik awal dalam penentuan informan, peneliti mulai dengan beberapa
informan yang telah dikenal dan didampingi Lembaga Advokasi Perempuan
(DAMAR). Penetuan informan semacam ini dikenal dengan sebutan purposive
incidental. Dengan purposive dimaksudkan bahwa pencuplikan informan
dilakukan dengan memperhatikan ciri atau sifat yang sesuai dengan kriteria yang
telah ditentukan sebelumnya, sedangkan incidental dimaksudkan bahwa informan
dengan karakteristik tersebut yang alamatnya dapat dijumpai sesuai dengan
catatan yang ada di Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR.
D. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini mengunakan teknik pengumpulan data yang sifatnya kualitatif
dikarenakan metode tersebut memberi kelonggaran bagi peneliti untuk berkreasi
dalam memilih dan menerapkan cara-cara pengumpulan data. Oleh karena itu,
pada penelitian ini akan digunakan metode pengumpulan data dengan wawancara
mendalam (indepht interview). Wawancara mendalam digunakan untuk
memperoleh informasi yang sifatnya sangat pribadi yang menuntut interviewer
untuk melakukan probing dalam mendalam mendapatkan informasi tersebut.
Wawancara mendalam akan dilakukan dengan mengunakan pedoman wawancara.
Hal ini dimaksudkan agar pertanyaan yang diajukan oleh peneliti akan terarah,
tanpa mengurangi kebebasan dalam mengembangkan pertanyaan, serta suasana
tetap dijaga agar terkesan dialogis dan nampak informal.
Wawancara mendalam akan dilakukan pada 5 informan yang ditentukan.
Berdasarkan Data Kekerasan terhadap Perempuan di Lampung Januari-Desember
2007 termonitor kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dalam berbagai
bentuk di antaranya:
Tabel 2. Tabel Data Kekerasan Terhadap Perempuan di Lampung
No. Bentuk Jumlah
1. Kekerasan dalam Ranah Privat
Seksual Perkosaan 22
Pelecehan Seksual 2
Fisik Penganiayaan 35
Pembunuhan 2
Ekonomi 6
2. Kekerasan dalam Ranah Publik
Seksual Perkosaan 90
Pelecehan Seksual 14
Perdagangan Perempuan 22
Fisik
Penganiayaan 12
Pelarian Perempuan 3
Sumber Data : Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR Tahun 2007
Ditentukannya 5 informan sebagai subyek untuk memperoleh data dikarenakan
kelima informan yang dimaksud merupakan informan yang mengadukan kasusnya
untuk diselesaikan secara hukum dan memperoleh pendampingan secara litigasi
dan non litigasi dari Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR serta kasusnya telah
berakhir dengan terbitnya putusan pengadilan. Kelima informan yang dimaksud
bertempat tinggal di wilayah Bandar Lampung dan Lampung Selatan. Namun,
kelima informan masih melakukan aktivitasnya dalam bentuk peer group sebagai
sarana penguatan dan pemulihan kondisi fisik dan psikologis korban trafficking
yang diadakan leh DAMAR setiap bulan. Hal ini menjadi pertimbangan peneliti
untuk melakukan wawancara pada informan mengingat informan mudah ditemui
dan siap (dalam arti telah memperoleh penguatan) sehingga akan memudahkan
proses wawancara. Masalah-masalah dalam membangun hubungan baik (rapport)
dan kepercayaan (trust) sebagai unsur penting dalam melakukan wawancara
mungkin sudah tidak lagi menjadi kendala dalam proses penggalian informasi dari
informan.
Wawancara mendalam dilakukan kepada setiap informan agar didapat gambaran
yang lengkap dan utuh tentang karakteristik korban (usia, agama, pendidikan,
pekerjaan, dan pendapatan) dan kondisi lingkungan sosialnya, modus operasi,
relasi korban dan pelaku, proses pengiriman, cara transaksi/ pengalihan,
perlakuan majikan, upaya-upaya yang dilakukan perempuan dan anak perempuan
ketika berada di tempat majikan, bentuk bantuan non litigasi dan litigasi yang
diinginkan perempuan dan anak perempuan korban trafficking dalam
menyelesaikan masalahnya.
E. Teknik Pengolahan Data
Setelah data terkumpul, tahap selanjutnya adalah dilakukannya pengolahan data.
Adapun langkah-langkah pengolahan data melalui tahapan-tahapan sebagai
berikut:
1. Seleksi data
Tahap pengolahan data yang dilakukan dengan cara meneliti ulang data-
data yang diperoleh mencakup kelengkapan jawaban, kejelasan tulisan,
serta kesesuaian antara jawaban yang satu dengan yang lain serta untuk
mengetahui apakah ada kekurangan data/tidak sesui dengan pokok
permasalahan.
2. Klarifikasi data
Yaitu menempatkan atau mengelompokkan data sesuai dengan pokok
gagasan atau pokok permasalahan yang telah disusun.
3. Penyusunan data
Yaitu kegiatan menyusun data secara sistematis menurut tata urutan
yang telah ditetapkan sehingga menjadi mudah dianalisis.
F. Analisis Data
Tahapan analisis data meliputi:
1. Pembuatan transkripsi hasil wawancara.
2. Mengkategorikan informasi yang terkumpul yang ada di transkripsi
hasil wawancara.
3. Mencari persamaan dan perbedaan serta melakukan perbandingan
informasi setiap kasus.
4. Reduksi Data
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanan, pengabstrakan dan transformasi data ―kasar‖ yang
muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan dengan membuat
ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, membuat
partisi dan menulis memo.
5. Penyajian Data (Display Data)
Penyajian data sebagai kumpulan informasi tersusun yang memberikan
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan
yang dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus
dilakukan. Lebih jauh lagi menganalisis atau mengambil tindakan
berdasarkan atau pemahaman yang didapat dari penyajian-penyajian
tersebut.
6. Penarikan Kesimpulan
Kegiatan analisis yang terakhir adalah penarikan kesimpulan. Meninjau
ulang catatan-catatan yang diperoleh di lapangan sebagai upaya yang
luas untuk mendapatkan temuan-temuan dalam seperangkat data yang
ada.
7. Melakukan penafsiran data yang menggambarkan satu kesatuan sebagai
jawaban dari permasalahan yang telah dirumuskan.
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Berdirinya DAMAR
Pada tanggal 5 Oktober 1995, sekelompok orang yang terdiri dari aktivis ornop
mahasiswa dan pengacara perempuan di Bandar Lampung mendirikan sebuah
kelompok studi yang bernama Elsapa (Lembaga studi Advokasi Perempuan dan
Anak) bersamaan dengan maraknya kasus – kasus kekerasan, perkosaan,
diskriminasi, dan ekspoitasi terhadap anak, khususnya anak jalanan yang memiliki
profesi seperti pemulung, penjual koran, tukang semir dan pedagang asongan.
Kondisi seperti di atas dialami oleh kaum perempuan karena kuatnya nilai – nilai
patriakhi di masyarakat dan sistem masyarakat yang tidak adil bila dipandang
dari relasi perempuan dan laki – laki, serta sistem yang ekspolitatif terhadap
perempuan dan kondisi perempuan yang tersubordinasi, sedangkan persoalan
mendasar yang dihadapi pekerja anak jalanan yang tidak terlepas dari masalah
ekonomi, urban development dan kekerasan dalam rumah tangga.
Pada tahap perkembangannya untuk mengantisipasi kondisi perempuan dan anak
perempuan. Elsapa kemudian berubah menjadi organisasi non pemerintahan
dengan bentuk yayasan yang secara legal dikuatkan dengan Akte Notaris Erdy
Muluk, SH no. 19/1997 tanggal 4 Desember 1997. seiring dengan berjalannya
waktu dan menjawab kondisi yang ada di Propinsi Lampung. Lembaga Advokasi
Perempuan Damar terbentuk karena Elsapa berencana mengubah bentuk
organisasi dari yayasan menjadi perkumpulan terbatas yang merupakan bentuk
organisasi yang sesuai dengan nafas pembangunan gerakan perempuan dengan
struktur dan kepengurusan yang jelas agar dapat menunjang pelaksanaan atau
diterapkannya manajemen organisasi yang didukung oleh Sumber Daya Manusia
yang professional, kesejahteraan karyawan yang terjamin, fasilitas kantor yang
memadai, adanya deskripsi tugas dan sumber dana yang kuat.
Lembaga Advokasi Perempuan Damar dikukuhkan dan dicatat sebagai badan
hukum dengan Akte Notaris Erdy Muluk, SH. Tanggal 23 Desember 1999 yang
berdomisili di Kota Bandar Lampung tepatnya di JL. Wijaya Kusuma no. 1 Rawa
Laut, dengan wilayah kerja di Propinsi Bandar Lampung. Program Lembaga
Advokasi Perempuan Damar secara keseluruhan mengarah pada melakukan
pemberdayaan dengan dimensi pemberdayaan untuk menumbuhkan kesadaran
kritis perempuan miskin korban kekerasan agar tidak tersubordinasi,
termaginalisasi dan tereksploitasi sehingga tidak menjadi rentan terhadap tindak
kekerasan melakukan advokasi litigasi dan non litigasi korban kekerasan secara
integrative.
1. Visi dan Misi
Lembaga Advokasi Perempuan dammar adalah organisasi yang terbentuk
perkumpulan terbatas berbasiskan keanggotaan dan merupakan organisasi paying
dari beberapa lembaga . Lembaga Advokasi Perempuan Damar menjalankan
program advokasi terhadap perempuan miskin perkotaan maupun pedesaan,
buruh, petani dan korban kekerasan domestik, publik dan negara.
Visi Lembaga Advokasi Perempuan Damar adalah bertujuan mewujudkan tatanan
masyarakat yang demokratis dengan memberikan kehormatan kepada HAM,
khususnya perempuan miskin perkotaan, pdesaan, buruh, dan petani dari
kekerasan domestik, publik, dan negara.
Misi Lembaga Advokasi Perempuan Damar adalah :
1. Mulai terlindungnya perempuan dari tindak kekerasan domestik, publik
dan negara melalui kajian kebijakan, pendidikan politik dan lobby.
2. Tertanganinya kasus – kasus kekerasan terhadap perempuan secara litigasi
dan non litigasi dengan baik.
3. Terbangunnya kerjasama dengan organisasi non pemerintah dalam
perorganisasian komunitas untuk pemberdayaan dan advokasi anti
kekerasan terhadap perempuan.
4. menguatnya organisasi dan kelembagaan serta manajemen Lembaga
Advokasi Perempuan Damar sebagai sebuah organisasi masyarakat sipil
yang mampu meningkatkan tranparansi, tanggung gugat social dan
kinerjanya.
Program lembaga Advokasi Perempun Damar secara keseluruhan mengarah pada
melakukan pemberdayaan dengan dimensi pemberdayaan untuk menumbuhkan
kesadarn kritis perempuan miskin korban kekerasan agar tidak mudah
tersubordinasi, termaginalisasi, tereksploitasi, sehingga tidak menjadi rentan
terhadap tindak kekerasan dan melakukan advokasi litigasi dan non litigasi korban
kekerasan secara integratife.
Perencanaan dan arah program diharapkan dapat dilaksanakan Lembaga Advokasi
Perempuan Damar untuk mencapai visi dan misi secara rinci dijabarkan dalam
tujuan strategis dan tujuan program dengan melakukan (1) kajian dan pendidikan
opini publik, (2) penanganan kasus perempuan miskin korban perkosaan yang
berdimensi publik dan kasus – kasus lainnya baik secara litigasi maupun non
litigasi dan (3) pembenahan organisasi da kelembagaan serta manajemen
Lembaga Advokasi Perempuan Damar agar mampu meningkatkan tanggung
gugat kinerjanya.
2. Struktur Organisasi Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR
Struktur Organisasi Lembaga Advokasi Perempuan Damar terdiri dari struktur
organisasi perkumpulan Lembaga Advokasi Perempuan Damar dan sruktur
Lembaga Advokasi Perempuan Damar sendiri. Struktur organisasi perkumpulan
lembaga Advokasi Perempuan Damar terdiri dari Rapat Umum Anggota (RUA)
dan Dewan Pengurus Perkumpulan (DPP).
RUA adalah forum pengambil keputusan tertinggi organisasi. Kepengurusan DPP
terdiri dari seorang ketua dan empat orang anggota. Sedangkan struktur organisasi
Lembaga Advokasi Perempuan Damar terdiri dari seorang Direktur Rksekutif
dengan dibantu oleh Divisi Kajian dan Pendidikan Publik (KPP) dan Divisi
penanganan Kasus dan pengembangan Jaringan (PKPJ) serta didukung oleh
Divisi pengembangan Sumber Daya dan Organisasi (PSDO).
Berikut adalah gambaran struktur organisasi perkumpulan Damar.
Struktur Lembaga Advokasi Perempuan Damar
Majelis Kehormatan Perkumpulan
Dewan Pengurus Perkumpulan
Ketua
Anggota
RAPAT UMUM ANGGOTA
Direktur Eksekutif
Pengembangan Sumber Daya &
Organisasi
PO
FO
Kasir
Janitor
Kajian dan Pendidikan Publik
Koordinator
Pelaksana Pendidikan
Kajian
Pelaksana Pendidikan
Publik
Penanganan Kasus dan
Pengembangan Jaringan
Koordinator
Pelaksana Penanganan
Kasus
Pelaksana
Pengembangan
B. Gambaran Umum Sub Bagian Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR
Berdasarkan Bagan struktur organisasi lembaga Advokasi perempuan Damar,
fungsi dan tugas pokok masing–masing unit kerja tersebut adalah sebagai berikut :
1. Rapat Umum Anggota
Fungsi Pokok :
1. Sebagai forum pengambil keputusan tertinggi organisasi.
2. mengangkat atau memberhentikan Majelis Kehormatan Perkumpulan dan
Direktur Eksekutif.
3. Menerima/ menolak pertanggung jawaban Majelis Kehormatan
Perkumpulan, dewan Pengurus perkumpulan dan Eksekutif.
4. Sebagai forum menetapkan pengesahan atau pembubaran organisasi.
Tugas pokok :
1. Menyelenggarakan RUA atau Rapat Umum Anggota Luar Biasa/
Istimewa.
2. Membuat/ menetapkan/ mengubah anggaran dasar rumah tangga
organisasi dan kebijakan – kebijakan yang berkenaan dengan organisasi.
3. membuat/ menetapkan Garis Besar Haluan Organisasi (GBHO).
2. Majelis Kehormatan Perkumpulan
Fungsi Pokok :
1. Membuat prosesing kewenangan Majelis Kehormatan Perkumpulan
1. Menerima Laporan
2. Pra siding
• Cross cek fakta/ data
• Memanggil pihak yang bersangkutan
• Analisa/ kesimpulan
3. Persidangan
2. Rapat – rapat
1. In casuss
2. Rutin (tiga bulan sekali)
3. Implementasi kewenangan temporal
Tugas Pokok :
Memberiakan laporan hasil tugas Majelis Kehormatam Perkumpulan pada Rapat
Umum Anggota.
3. Dewan Pengurus Perkumpulan
Fungsi Pokok:
Forum konsultasi antar dewan Pengurus Perkumpulan dan Direktur Eksekutif
dalam menjalani amanah.
Tugas Pokok :
1. Menjalankan control monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan oleh
Direktur Eksekutif atau keputusan – keputusan yang telah dibuat oleh
RUA.
2. Membuat laporan hasil pekerjaannya kepada RUA.
4. Direktur Eksekutif
Fungsi Pokok :
1. Pelaksana dari keputusan – keputusan RUA.
2. berwenang melakukan perjanjian – perjanjian atau tindakan hokum dengan
pihak eksternal sepanjang tidak menyimpang dari garis kebijakan
organisasi.
3. Berwenang mengankat dan memmberhentikan staf.
Tugas Pokok :
1. Menjabarkan GBHO dalam bentuk program kerja.
2. Mengkoordinir unit – unit kerja.
3. Melaksanakan rapat – rapat dari tingkat divisi hingga kerja tahunan.
4. membuat Laporan kerja per enam bulan kepada DPP dan laporan
pertanggung jawaban diakhiri masa jabatan kepengurusannya.
5. Pengembangan Sumber Daya dan Organisasi
Fungsi Pokok :
1. Sebagai pusat pengembangan pengurus dan anggota dalam hal
keterampilan dan skill
2. Perencana, pelaksana, dan penyusun laporan atau anggaran untuk setiap
kegiatan pengembangan sumber daya organisasi.
Tugas Pokok :
1. Membentuk kelembagaan DAMAR sebagai perkumpulan terbatas,
berbadan hukum, memiliki anggota pengurus dan berjalan efektif.
2. Melaksanakan manajemen personalia, keuangan, SIM dan SIAyang
efektif.
3. Menyediakan kantor dan fasilitas yabg mendukung pelaksanaan program.
4. Menyelenggarakan pelatihan – pelatihan yang meliputi ID dan OD,
gender, CO dan Advokasi.
5. Merekrut tenaga pengacara dan mendapatkan izin praktek pengacara bagi
staf Lembaga Advokasi Perempuan Damar.
6. Menyelenggarakan rapat keanggotaan untuk memilih kepengurusan.
7. Rapat kerja bagi pengurus baru.
8. Menyusun laporan keuangan dan mengundang tim audit.
9. Monitoring, evaluasi dan pelaporan.
6. Kajian dan Pendidikan Publik
Fungsi Pokok :
1. Sebagai pusat kajian adanya kekerasan terhadap perempuan.
2. Perencanaan, pelaksana dan penyusun laporan anggaran untuk setiap
kegiatan program kajian dan pendidikan publik.
Tugas Pokok :
1. Melakukan kajian – kajian terhadap pola – pola kekerasan terhadap
perempuan se- Sumbagsel.
2. Melakukan kajian – kajian terhadap Perda yang melanggengkan kekerasan
terhadap perempuan.
3. Menyusun daftar Perda yang melindungi perempuan dari kekerasan.
4. Pengembangan opini publik.
7. Penanganan Kasus dan Pengembangan Jaringan.
Fungsi Pokok :
1. Sebagai tempat penanganan persoalan – persoalan kekerasan terhadap
perempuan.
2. Perencana, pelaksana, dan penyusun laporan atau anggaran untuk setiap
kegiatan program penanganan kasus pengembangan organisasi kelompok
basis.
Tugas Pokok :
1. Menangani kasus kekerasan terhadap perempuan.
2. Mendokumentasikan proses penanganan kasus.
3. Menerbitkan buku tentang keberhasilan penanganan kasus.
4. Membangun kelompok dampingan ornop atau mitra kerja.
C. Nama – nama personil dalam organisasi Lembaga Advokasi Perempuan
Damar adalah sebagai berikut :
A. Dewan Pengurus Perkumpulan
No. Nama Jabatan
1. Y. Joko Purwanto Ketua
2. Budi Susilo, SE Anggota
3. Heri Hermianto Anggota
4. Drs. Miftahul Huda Anggota
5. A. Imam Ghozali, SH Anggota
B. Majelis Kehormatan Perkumpulan
No. Nama Jabatan
1. Budi Marwadi, SH Anggota
2. Suster Maria Katarina Anggota
3. Muhammad Sukemi Anggota
C. DAMAR
No. Nama Jabatan
1. SN. Laila, SH Direktur Eksekutif
2. Sofiyan, Hd Kepala Rumah Tangga dan Rumah Tangga
3. Shinta. P Kepala Keuangan
4. Teguh Tapip. P Kasir
5. Syamsuri Janitor
6. Drs. Ikram, M. Si Koordinator Kajian dan Pendidikan Publik
7. Alfu Zamratin, S. Ag Pelaksana Kajian
8. Qony‘ Khoiriyah, SE Pelaksana Pendidikan Publik
9. SN. Laila, SH Koordinator Penandanan Kasus dan
Pengembangan Jaringan
10. Agus Triani, SH Pelaksana Penanganan Kasus
11. Mahmuda dan Novi R. Sos Pelaksana Pengembangan Jaringan
D. Rangkaian Kegiatan Utama Perdivisi
1. Divisi KPP
Divisi ini mendapatkan tugas untuk melaksanakan tujuan strategis (a) mulai
terlindunginya perempuan dari tindak kekerasan domestic, publik dan negara
melalui kajian, pendidikan publik dan lobi. Tujuan operasionalnya adalah :
Terlaksanakannya kajian – kajian tentang (a) pola – pola kekerasan terhadap
perempuan se- Sumbagsel dan (b) Perda yang melanggengkan kekerasan terhadap
perempuan.
Mulai berkembangnya opini publik dan adanya perubahan sikap pemerintah yang
menolak tindak kekerasan sebagai legal draft yang akan diusulkan pada Pemda
setempat. Untuk mencapai tujuan strategis dan operasional dilakukan serangkaian
kegiatan utama sebagai berikut.
a. Studi Kajian
Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui pola – pola kekerasan terhadap
perempuan se – Sumbagsel dan budaya Lampung yang melanggengkan terjadinya
kekerasan terhadap perempuan. Dalam pelaksanaannya dilakukan dengan studi
kebijakan – kebijakandan studi pola kebijakan domestik, publik dan negara
terhadap perempuan khususnya perempuan miskin di pedesaan dan perkotaan,
buruh dan petani serta studi budaya Lampung yang melanggengkan kekerasan.
Kegiatan ini meliputi :
1. Pembuatan Rancangan Penelitian,
2. Pengumpulan Data,
3. Pengolahan dan Analisa Data,
4. Pembuatan Laporan Penelitian,
5. Seminar,
6. Penerbitan dan Buku Hasil Penelitian.
b. Kampanye Anti Kekerasan
Kegiatan ini dilakukan untuk menstimulus masyarakat demi berkembangnya opini
publik dan adanya perubahan sikap masyarakat dan pemerintah yang menolak
tindak kekerasan terhadap perempuan. Dalam pelaksanaannya dilakukan dengan
lobby ke pemerintah daerah, dialog dengan aparat yang menangani kasus
perkosaan dan kekerasan, aksi yang akan dilakukan sendiri oleh DAMAR maupun
melibatkan jaringan serta pembuatan sarana – sarana kampenye.
Kegiatan ini meliputi :
1. Lobby ke Pejabat Pemerintah,
2. Dialog dengan Hakim, Jaksa dan Kepolisian,
3. Penyelenggaraan Dialog Publik,
4. Membuat dan Menyebarkan brosur, stiker, poster, info sheet, fact sheet,
bulletin, jingle anti kekerasan,
5. Menyelenggarakan Bulan Anti Kekerasan.
c. Penyusunan Draft Perda
Draft perda dibuat drngan maksud memberi perlindungan hukum bagi setiap
perempuan dari tindak kekerasan domestik, publik dan negara. Dalam
pelaksanaannya dilakukan dengan studi kebijakan (Perda). Hearing dengan
pengambil kebijakan dan penggalanagan kekuatan dengan aparat yang berwenang
menangani kasus kekerasan (hakim, jaksa, dan kepolisian) dan ornop/ mitra
jaringan untuk pemberdayaan dan advokasi anti kekerasan terhadap perempiuan.
Kegiatan ini meliputi :
1. Membentuk tim kerja penyusunan Draft Perda.
2. Mengumpulkan bahan – bahan untuk pembuatan Draft Perda.
3. Konsultasi dengan ahli hukum dan bahasa.
4. Workshop.
5. Sosialisasi Draft Perda kepada lembaga Kehakiman, Kejaksaan,
Kepolisian dan Mitra jaringan.
6. Mengusulkan draft ke DPRD.
2. Divisi Penanganan Kasus dan Pengembangan Jaringan
Divisi ini mendapatkan tugas untuk melakanakan tujuan startegis (b)
tertanganinya kasus kekerasan terhadap perempuan berdimensi publik kasus –
kasus lainnya secara litigasi dan non litigasi dengan baik dan (c) terbangunnya
kerja sama dengan organisasi non Pemerintah/ mitra kerja dalam pengorganisasian
komunitas untuk pemberdayaan dan advokasi terhadap perempuan.
Tujuannya operasinalnya adalah :
1. Penanganan kasus terhadap perempuan berdimensi publik dan kaus –
kasus lainnya berjalan efektif.
2. Pendokumentasian kasus kekerasan terhadap perempuan berdimensi
publik dan kasus – kasus lainnya berjalan efekktif.
3. Penerbitan buku tentang keberhasilan penanganan kasus berdimensi publik
dan kasus – kasus lainnya berjalan efektif.
4. Terbentuknya 14 kelompok dampingan organisasi non pemerintah/ mitra
kerja di Propinsi Lampung yang menolak kekerasan perempuan.
Untuk mencapai tujuan strategis dan operasional dilakukan serangkaian kegiatan
utama sebagai berikut :
a. Penangan Kasus
Kegiatan ini dilakukan untuk menangani kasus korban kekerasan khususnya
berdimensi publik dan lainnya yang diterima Lembaga Advokasi Perempuan
Damar dari mitra kerja ditingkat basis. Penanganan kasus – kasus kekerasan
berdimensi publik selain dimaksudkan untuk pembelaan korban tetapi juga untuk
membangun opini publik, baik melalui persidangan yang berlangsung maupun
pemberitaan media massa. Penanganan kasus – kasus secara non litigasi bertujuan
untuk penguatan diri dan rehabilitas korban melalui penanganan kasus – kasus
secara litigasi melalui persidangan.
Pembelaan secara litigasi dan pendokumentasian proses persidangan yang
berlangsung daris sudut pandang sosial politik dari kasus tersbut dapat
dimanfaatkan untuk perbaikan stategis pembelaan.
Kegiatan penangan kasus meliputi
1. Investigasi.
2. Pembentukan tim penanganan kasus.
3. Penyusunan Kronologis kasus.
4. Melakukan analisis kasus.
5. Penyusunan gugatan.
6. Gelar perkara.
7. Testimoni/ kesaksian.
8. Persidangan (litigasi).
9. Rehabilitasi korban dengan penanganan oleh tenaga medis, psikolog, dan
rohaniawan (non – litigasi).
b. Pendokumentasian
Kegiatan ini dilakukan untuk mendokumentasikan proses penanganan kasus
kekerasan yang berdimensi publik dan yang lainnya untuk bahan pembuatan buku,
pemberitaan media massa dan strategi memenangkan kasus – kasus kekerasan
berdimensi publik dan strategi pembelaan.
Kegiatan pendokumentasian meliputi :
1. Pengumpulan data.
2. Analisis data.
3. Membuat kronologis kasus.
c. Penerbitan Buku
Kegiatan ini dilakuakan untuk menyusun dan menerbitkan buku tentang
penanganan kasus kekerasan yang berdimensi publik yang dimenangkan oleh
Lembaga Advokasi Damar. Buku yang dimaksudkan diperlukan untuk kampanye
anti kekerasan terhadap perempuan dan pembentukan opini publik serta
menambah koleksi pustaka tentang strategi penanganan kasus khususnya kasus –
kasus kekerasan.
Kegiatan ini meliputi :
1. Penyusunan buku oleh tim penyusun.
2. Pra cetak (setting dan lay out naskah).
3. Pencetakan buku.
4. peluncuran dan penbistribusian buku.
d. Pelatihan
Kegiatan ini dilakukan untuk penyadaran gender dan pemahaman tentang
kekerasan terhadap perempuan bagi calon pelatih sehingga dapat melakukan
pelatihan dan pengorganisasian ditingkat basis mereka agar dapat membentuk
kelompok yang memiliki kesadaran kritis dan maupun membangun kolektif untuk
advokasi anti kekerasan terhadap perempuan.
Dalam pelaksanaannya dilakukan dengan pelatihan gender dan kekerasan bagi
calon pelatih dengan output berupa modul untuk pelatihan penyadaran gender dan
kekerasan bagi komunitas basis dan komunitas perempuan korban perkosaan
dengan harapan nantinya akan muncul kelompok yang menolak kekerasan
terhadap perempuan.
Kegiatan ini meliputi :
1. Pelatihan.
2. Penyusunan modul.
3. Workshop.
4. Pertemuan berkala bagi komunitas basis.
e. Pendataan Kasus
Kegiatan ini dilakukan dengan maksud untuk mengumpulkan data kasus
perkosaan dan kekerasan yang terjadi dikomunitas jaringan sehingga dapat
dideskripsikan tentang besaran kasus perkosaan dan kekerasan serta keragamanan
korban maupun pelaku untuk perencanaan penyusunan strategis penanganan
kasus. Pelaksanaannya kan dijalankan oleh masing – masing komunitas jaringan
dengan Lembaga Advokasi Perempuan Damar sebagai pusat pengaduannya.
Kegiatannya meliputi :
1. Survei atau investigasi kasus untuk menghasilkan data kasus.
2. Pendampingan paada korban untuk penanganan selanjutnya.
3. Divisi pengembangan Sumber Daya dan Organisasi
Divisi ini mendapaatkan tugas untuk melaksanakan tujuan stategis (d)
menguatnya organisasi dan kelembagaan serta menagemen Lembaga Advokasi
Perempuan sebagai perkumpulan terbatas yang mampu meningkatkan
transparansi, tanggung gugat sosial dan kinerjanya. Tujuan operasionalnya adalah
Terbentuknya kelembagaan DAMAR menjadi perkumpulan yang berbadan
hukum, adanya sistem keanggotaan dan terpilihnya kepengurusan.
1. Tersedianya managemen personalia, keuangan, SIM, SIA yang efektif.
2. Tersedianya kantor dan fasilitas yang mendukung pelaksanaan program.
3. Tersedianya sistem perencanaan, monitoring, evaluasi dan pelaporan.
4. Tersedianya laporan audit tahunan Lembaga Advokasi Perempuan Damar
dan diterbitkannya sertifikat oleh tim audit.
Untuk mencapai tujuan strategis dan operasional dilakukan serangkaian kegiatan
utama sebagai berikut :
1. Persiapan, penyusunan dan pembentukan perkumpulan terbatas.
2. Penyusunan AD/ART.
3. Pelatihan organisasi dan kelembagaan.
4. Membuka pendaftaran dan menerima anggota perkumpulan.
5. Menyelenggarakan rapat anggota untuk memilih kepengurusan .
6. Mengadakan rapat kerja bagi kepengurusan baru.
7. Magang, in – house traiinning gender, community organizer dan advokasi
serta mengkursuskan staffnya untuk kursus computer dan bahasa inggris.
8. Merekrut tenaga pengacara siap pakai dan beberapa tenaga relawan.
9. Penyusunan sistem manajemen personalia, keuangan, komprnsasi dan
ketenagaan serta menyediakan fasilitas antara lain kantor, computer, filling
cabinet, meja – kursi lainnya.
10. Monitoring dan evaluasi terhadap hasil kerja serta disusunnya laporan
yang akan diberikan kepada funding dan anggota perkumpulan.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kronologis Kasus W ( Inisial )
1. Kronologis Kejadian
Korban mendatangi sponsor di Kupang, sebutan untuk orang yang merekrut di
daerah, dengan tujuan untuk bekerja sebagai PRT di Malaysia. Korban mencontoh
teman sekampungnya yang berhasil menjadi TKI di Negeri Jiran tersebut. Karena
menurut keterangan yang ia dapatkan gaji yang diperoleh cukup lumayan,
sehingga hal itulah yang menbulatkan hatinya untuk mendaftarkan diri pada H
sebagai sponsor calon TKI di NTT. Keinginan itu didorong dengan berbagai
kemudahan yaitu dalam pendaftaran tersebut korban dan beberapa calon lainnya
tidak dipungut biaya. Ditambah lagi pembuatan passport dan surat – menyurat
lainnya tidak dilakukan sendiri oleh mereka melainkan oleh pihak pelaku.
Korban dan 7 orang lainnya sebagai calon TKI kemudian diberangkatkan dengan
menggunakan perahu menuju Kupang. Di Kupang mereka ditampung dalam
sebuah asrama selama 1 bulan. Calon TKI tersebut mengikuti sponsor yang terus
membawanya menuju Tanjung Periok Jakarta dengan kapal laut selama 1 minggu.
Di Jakarta ia ditampung di Tebet (Cabang PJTKI A-SKM) selama 1 bulan.
Penampungan itu dijalani untuk melakukan medical checking/ pemeriksaan
kesehatan. Selanjutnya ia dan teman – temannya dibawa Bekasi dengan tujuan
pembuatan passport. Di cabang Bekasi ini ia di tampung selama 3 minggu. Dan
akhirnya dibawa oleh sponsor ke asrama TKI A-SKM Pringsewu untuk menjalani
pendidikan.
Sesampainnya di Jakarta ia dan teman – temannya tetap dijanjikan akan
diterbangkan ke Malaysia meski janji itu tidak terlaksana hingga akhirnya dibawa
ke Lampung di Asrama TKI A-SKM Pringsewu. Di asrama tersebut korban
mendapatkan pendidikan di BLK Pringsewu selama 3 bulan. Pelajaran yang
didapat antara lain menjadi baby sitter, menggunakan mesin cuci, memasak,
menata tempat tidur, membersihkan kamar tidur serta urusan rumah tangga
lainnya. PJTKI A-SKM berjanji untuk menerbangkannya setelah 3 bulan
pendidikan tersebut. Sudah sekian lama mereka menanti untuk mendapatkan
pekerjaan di negeri orang tersebut. Sebagian ada yang ingin balik kampung
halaman tetapi ada yang malu kembali ke rumahnya dan memilih mendapatkan
kerja apapun dan tidak harus ke Malaysia. Bukan karena sakit mereka yang
ditinggal dari teman – temannya yang telah deberangkatkan ke Malaysia tapi
karena belum ada majikan dan surat – suratnya belum lengkap.
Kehidupan dipenampungan tidak seperti yang diketahui orang selama ini. Mereka
disekap dalam rumah itu dan tidak diizinkan keluar. Apabila terpaksa harus keluar
mereka selalu dikawal oleh penjaga. Tidur beramai – ramai dalam satu kamar
yang lumayan besar. Tiap kamar terdiri dari 20 orang, dengan kasur yang mulai
usang bahkan tidak mencukupi jumlah mereka. Suhu udara yang lembab
mewarnai kamar mereka yang kusam. Makan dua kali sehari dengan menu yang
yang seadanya dan sering makan makanan sisa dari makanan sebelumnya.
Kebutuhan sehari – hari yang tidak pernah dipenuhi, seperti keperluan mandi dan
mencuci. Apalagi kebutuhan bulanan perempuan. Awalnya mereka dapat
memenuhi semua kebutuhan itu dengan uang yang mereka bawa dari rumah.
Setelah persediaan itu habis mereka hanya bias bertahan dengan meminjam dari
rumah Sulaiman walau jarang diberi. Dan untuk membeli keperluan tersebut
mereka bertransaksi pada penjaga warung dengan saling melemparkan uang dan
barang. Belum lagi perawatan kesehatan yang tidak pernah diperhatikan.
Sudah 4 bulan ia mendekam di penampungan tersebut tetapi pekerjaan belum
kunjung juga ia dapatkan. Korban dan teman – temannya telah sekian kali
menagih janji pekerjaan tersebut pada staf asrama maupun pada pelaku, tetapi
jawabannya selalu berasalan pada passport yang belum turun. Ia juga pernah
memberikan penawaran untuk memberikan pekerjaan didaerah sekitar (tidak perlu
membawanya ke Malaysia), tetapi mereka tidak mengizinkan. Dengan kondisi
yang tidak nyaman dan tidak menentu tersebut membuat korban memilih untuk
kabur.
Suatu malam ketika waktu menunjukkan pukul 02.00WIB dini hari ia dan seorang
temannya berasal dari Palembang melarikan diri dengan melompati pagar tembok.
Tas besar yang berisi seluruh pakaiannya dilemparkan terlebih dahulu kemudian
ia melompati tembok itu dari lantai dua asrama tersebut. Selanjutnya ia lari tak
tahu kemana pergi, tujuannya hanya Bandar Lampung. Karena korban memiliki
kenalan dari berbagai LSM, ketika mereka mengunjungi asrama tersebut.
Akhirnya ia berhasil menghubungli Makmuri (staf KBH lampung). Oleh Makmuri
korban langsung dijemput dan dibawa ke kantornya.
Hari itu juga Yudi (staf KBH Lampung) menghubungi DAMAR dan Lada untuk
melakukan diskusi untuk menindaklanjuti korban. Akhirnya didapat kesimpulan
untuk memulangkannya ke NTT ( sesuai keinginan korban) dan melanjutkan
kasus dengan melaporkannya ke Polsek Pringsewu. Dan untuk beberapa waktu
sementara menunggu biaya pemulangan dan kelanjutan di kepolisian korban
ditampung dirumah aman.
2. Usaha – Usaha yang Dilakukan Damar
Tim Penanganan Kasus yaitu Eka, Uci dan Novie mendapatkan informasi via hot
line service tentang korban trafficking yang kabur dari penyekapan di Asrama A-
SKM. Dari diskusi tersebut diperoleh kesimpulan bahwa kasus didampingi oleh
Damar dan KBH. Serta sesuai keinginan korban maka ia akan dipulangkan. Tetapi
untuk sementara waktu selagi kasusnya berjalan di kepolisian dan menunggu
biaya pemulangan korban ditampung dirumah aman milik Damar.
Kemudian, Tim Penanganan Kasus yaitu Eka, Uci, dan Novie mendampingi
korban yang melapor kejadian itu pada polsek Pringsewu. Hari itu polisi Bripda
Okta Devi langsung melakukan penyidikan pada korban.
Selanjutnya, menunggu selang beberapa hari untuk dipanggil kembali
memberikan kesaksiannya, tetap Tim Penanganan Kasus yaitu Eka, Uci, dan
Novie mendampingi korban yang dipanggil kembali .oleh Polsek Pringsewu untuk
dimintai keterangan tambahan untuk kasusnya.
3. Analisis
Kasus ini merupakan kasus yang dapat dikategorikan Trafficking walaupun unsur
– unsur lintas batas negara tidak ada. Adapun unsur – unsur yang dapat diterapkan
adalah :
1. Unsur – unsure perekrutan dan pemindahtanganan ada dalam proses kasus
ini. Jadi Wt direkrut oleh H dn dalam proses pelatihan dipindahtanganan
ke asrama A-SKM Jakarta, Bekasi, akhirnya ke Pringsewu.
2. Korban memiliki posisi kerentanan, yakni situasi dimana seseorang tidak
memiliki pilihan bebas.
3. Dalam proses penempatan ini, sarat dengan penipuan, baik penipuan yang
bersangkutan dengan jenis kerja, kondisi kerja, maupun standar upah.
4. Dan dalam hal ini termasuk dalam kelompok False Promises (Dzuhyantin
dan Silawati 2001 : 79).
B. Kronologis Kasus Rnk ( Inisial )
1. Kronologis Kejadian
Pada saat korban sedang mencari sayur dikebun dekat rumah bersama Gimen
bulenya, korban dipanggil oleh teman mainnya, Yana. Yana adalah anak dari SI,
berpesan bahwa ibunya ingin bertemu. Dengan penuh kepatuhan korban langsung
mendatangi rumah temannya itu. Di rumah SI ternyata telah menunggu seorang
lelaki separuh baya. SI mengatakan pada korban bahwa lelaki itu adalah Jm, orang
paling kaya di Gemah Ripah, sawahnya luas, punya mobil, dan sangat baik hati.
SI membujuk korban agar mau berkenalan dengan pelaku, maka korban akan
dibelikan baju bagus dan diajak jalan – jalan naik mobilnya. Tak lupa SI
mengajarkan agar korban mengaku bernama Dewi dan duduk kelas II SMP.
Kemudian korban berkenalan dengan pelaku, itulah kali pertama korban
mengenalnnya. Meski letak rumah mereka tidak terlalu jauh namun baru kali ini
korban melihat pelaku. Pelaku telah mempunyai 2 orang istri, dari istri pertama ia
memiliki 2 orang anak, sementara istri keduanya sedang hamil.
Hari itu tepatnya pada pertengahan bulan Februari pelaku langsung mengajak
korban jalan – jalan ke Tanjung Karang. Semula korban menolak karena takut
pada pelaku yang baru dikenalnya. Tetapi SI terus membujuk korban, dengan
mengatakan bahwa jika korban mau ikut ia akan dibelikan baju bagus, bedak dan
akan diberi uang banyak untuk bayaran sekolah dan uang jajan. Mendengar
perkataan SI korban langsung teringat bahwa ia belum bayar uang sekolah dan
uang ulangan. Serta terbayang olehnya akan baju – baju yang bagus dan uang
yang banyak. Apalagi SI berkali – kali meyakinkan bahwa pelaku adalah orang
yang sangat baik dan sering membantu orang lain.
Siang itu korban termakan bujuk rayu SI. Mobil Suzuki Carry warna merah yang
dikendarai pelaku membawa korban pergi ke Tanjung karang. Setelah menempuh
perjalanan yang jauh akhirnya mobil berhenti di Pasar Bambu Kuning. Di pasar
itu pelaku turun untuk berbelanja sementara korban menunggu di dalam mobil.
Tak lama pelaku kembali membawa beberapa bungkusan untuk korban yang
berisi antara lain, 1 buah baju pesta, 2 pasang baju stelan, 2 buah baju ―you can
see‖, 1 buah bedak ―fanbo dan sebotol minyak wangi yang bermerk Harmoni.
Setelah itu pelaku sempat mengajak korban berkeliling Tanjung Karang sebelum
mengantarkan korban kembali ke Gemah Ripah. Setiba dari perjalanan ke
Tanjung Karang korban diantarkan ke rumah SI. Tak lupa pelaku memberikan
uang sebesar Rp.120.000, dengan rincian Rp.100.000 untuk membayar biaya
sekolah dan Rp20.000 untuk uang jajan. Tetapi uang Rp20.000 itu harus diberikan
pada SI. Ajakan pertama ini korban tidak diapa – apakn oleh pelaku, hanya diajak
jalan – jalan saja.
Kejadian berulang pada selang seminggu di bulan Februari akhir, korban kembali
dibujuk oleh SI agar ikut dengan pelaku ke Tanjung Karang. Saat itu SI kembali
mengatakan akan baju dan uang yang akan korban dapatkan apabila mau diajak
pelaku pergi. Korban sempat menolak karena takut, namun SI membujuk dengan
mengatakan bahwa pelaku adalah orang baik, sering membelikan baju, dan
kemarin (kepergian yang pertama) korban tidak dicelakai oleh pelaku malah
diajak jalan – jalan. Karen iming – imingan itu akhirnya korban mau diajak jalan –
jalan lagi dengan mobil, dibelikan baju, kalung, dan diberi uang. Sebelum
berangkat tak lupa SI berpesan pada korban bahwa jika korban mau kurus,
langsing serta terlihat cantik maka korban harus mau disuntik dan meminum jamu
yang diberikan oleh pelaku. Dan menyuruh korban untuk meminta baju, uang
serta perhiasan sebanyak – banyaknya pada pelaku, ―Karena dia orang kaya jadi
harus banyak diminta,‖ujar SI. Korban yang tidak mengerti maksud dan tujuan
perkataan SI mengiyakan sementara terpikir dibenaknya bahwa ia memang ingin
memiliki banyak baju, kalung, uang yang banyak agar bisa jajan.
Pelaku dan korban kembali pergi bersama menuju Tanjung Karang. Sudah dua
kali kepergian itu korban tidak melihat ada orang lain yang mengetahui kepergian
mereka. Mobil pergi menuju ke Bandar Lampung dan sempat berhenti di Pasar
Pringsewu. Di pasar itu pelaku meninggalkan korban di dalam mobil untuk
membelikan sebuah kalung emas seberat 3,5gr. Kemudian mereka kembali
melanjutkan perjalanan, tetapi di tengah perjalanan korban sempat pusing, dan
oleh pelaku korban diberi obat berupa pil kecil berwarna kuning dengan tujuan
agar korban tidak muntah. Namun setelah korban meminum obat tersebut, ia
merasakn kepalanya bertambah pusing kemudian ia tertidur di dalam mobil
tersebut.
Pelaku tetap mengendarai mobil tersebut. Tetapi ia membawa mobil itu menuju
―Hotel Jk‖ di Sukarame Bandar Lampung. Waktu menunjukkan pukul 18.30WIB
saat mobil yang korban tumpangi memasuki sebuah hotel. Korban yang setengah
terbangun dari tidurnya sempat membaca nama ―Jk‖ dan menyadari bahwa mobil
masuk garasi dan pintunya langsung tertutup. Korban juga ingat mereka masuk
sebuah kamar yang berada pertama dari pintu masuk hotel tersebut. Pada saat itu
korban sempat bertanya tentang tempat yang mereka datangi dan siapa
pemiliknya. Ia juga meminta pelaku untuk mengantarnya pulang karena ia takut.
Namun pelaku menenangkan korban dan mengatakan bahwa tempat itu adalah
rumah temannya, yang orangnya sangat baik.
Di dalam kamar korban diberi sebotol kecil minuman berwarna merah tua. Pelaku
juga mengatakan bahwa jika korban meminum – minuman itu maka ia akan cantik
dan langsing. Mendengar hal itu korban langsung teringat kata – kata SI ketika ia
akan berangkat sehingga korban bersedia meminumnya meski tanpa dipaksa
pelaku. Setelah minum, korban merasakan kepalanya semakin pusing dan seluruh
tubuhnya terasa lemas. Melihat reaksi korban, pelaku kembali mendekati korban
sambil membawa sebuah suntikan yang berisi cairan berwarna putih seperti
santan. Pelaku kemudian mengatakn pada korban bahwa suntikan itu
mempercantik dirinya dan tubuhnya kembali segar. Korban yang masih anak –
anak dan sedikit mabuk diam saja, ia tidak pernah mengerti akibat yang akan
terjadi dengan suntikan itu. Ia hanya membayangkan dirinya akan menjadi
perempuan dewasa yang cantik dan langsing, seperti yang ia lihat di TV. Korban
masih sadar ketika pelaku menyuntik pantatnya yang sebelah kiri dan setelahnya
korban sadarkan diri.
Kira – kira pukul 04.30WIB korban tersadar dan bangun. Ia mendapatkan
restleting celananya rusak dan seprei terdapat bercak darah, sementara
disebelahnya masih tertidur pelaku. Masih dalam kondisi kepala pusing,
sempoyongan dan badan yang terasa sakit serta nyeri, juga kebingungan yang
teramat sangat. Ia mencoba bangkit dari tempat tidurnya menuju kamar mandi
yang terdapat didalam kamar. Di dalam kamar mandi ketika hendakuang air kecil,
ia merasakan kemaluannya sakit dan terasa nyeri, ia melihat disela – sela pahanya
ada bercak – bercak darah bercampur cairan lender begitu juga didalam lubang
kemaluannya. Saat buang air kecil itu darah kembali keluar bercampur dengan air
seni. Merasakan kemaluannya yang perih korban hanya menangis dan tidak tahu
apa yang telah terjadi. Ia juga belum mengerti bahwa saat itu dirinya telah
menjadi korban perkosaan.
Tepat pada pukul 08.00WIB korban diantarkan pulang oleh pelaku. Tetapi ia
sempat dititipkan di rumah teman pelaku di daerah pagelaran karena pelaku akan
bekerja. Pelaku berpesan pada korban untuk tidak pergi kemana – mana ketika
menunggu ia pulang dari kerja dan berjanji akan mengantarkan korban pulang.
Sepulang kerja sekitar pukul 14.00WIB pelaku mengantarkan korban ke rumah
SI, kemudian SI mengantarkan korban pulang ke rumah pamannya karena korban
merasa takut semalam tidak pulang. Sesampainya di rumah, pamannya bertanya
mengapa semalaman korban tidak pulang dan mengapa tidak sekolah, namun
korban diam saja dan tidak menjawab. Pamannya tidak menduga bahwa
kemenakannya telah menjadi korban perkosaan, dan hanya mengira bahwa korban
bermalam di rumah saudara dari pihak ayahnya di Babakan.
Beberapa hari kemudian korban demam, namun ia masih ke sekolah dan
mengangon kambing seperti biasanya. Ketika korban sedang melakukan pekerjaan
yang setiap hari dilakoninya, mengangon kambing, seorang tetangganya bertanya
mengapa korban terlihat pucat dan dijawab oleh korban bahwa ia masuk angin.
Tetangga itu langsung menyampaikan pada paman korban. Kemudian pamannya
segera menghubungi W, ibu korban, untuk mengabari korban yang sedang sakit.
Disinilah kasus perkosaan itu terungkap. Pada malam hari di rumah pamannya,
Gito, dihadapkan ibu, bibi dan pamannya yang lain, dengan berlinang air mata
korban menceritakan semua yang telah ia alami. Yaitu bahwa dirinya telah
menjadi korban perkosaan oleh tetangganya yang juga berprofesi sebagai seorang
mantra desa. Cerita ini membuat seluruh keluarganya sangat terkejut, sedih,
kecewa serta marah terhadap SI dan Jm.
Berita tentang perkosaan itu dengan cepat menyebar di desa Gemah Ripah. Tetapi
tidak semua orang punya rasa empaty terhadap korban, banyak anggapan miring
yang harus diterima korban. Cibiran ia dapat dari para tetangga, teman – teman
bermainnya dan teman – teman sekolahnya. Sejak saat itu korban jadi enggan
keluar rumah dan hanya melamun di dalam rumah. Ia juga tidak mau lagi pergi ke
sekolah karena malu dan jadi bahan ejekan teman – temannya, padahal sebentar
lagi korban akan menghadapi ulangan umum.
Musibah itu akhirnya diketahui pula oleh Ustadz Ikhsan, guru ngaji korban.
Beliau sangat terkejut mandengar kasus perkosaan yang menimpa murid ngajinya
dan tidak menyangka bahwa pelakunya adalah watga pagelaran, tetangga dekat
korban. Guru ngaji yang sangat prihatin terhadap peristiwa itu, segera memanggil
korban untuk meminta keterangan lengkap pada korban, dan korban kembali
menceritakan semua yang telah dialami. Ustadz Ikhsan juga meminta izin pada
keluarga korban agar korban dapat tinggal di pondok pesantrennya ―AL Ikhsan‖
dalam beberapa waktu. Menurutnya di pesantren itu beliau akan memberikan
bimbingan konseling kerohanian untuk penyembuhan fisik mentalnya, korban
juga dapat kembalimengaji serta ditempat itu banyak teman – temannya agar
korban tidak minder dan merasa sendiri lagi. Bukan itu saja, Ustadz juga
menghubungi kepala sekolah korban untuk membicarakan masalah yang dialami
korban serta meminta bantuan pada guru – guru sekolahnya untuk membantu
mengawasi korban yang akan kembali bersekolah agar teman – temannya tidak
mengejiknya lagi. Atas usaha ustadz tersebut akhirnya korban kembali sekolah,
serta tetap tinggal di pondok pesantren itu.
Sudah lewat dari seminggu kejadian perkosaan itu, tepatnya pada hari itu korban
diantar oleh Pak Rahmat tokoh masyarakat desa tersebut, pak Ikhsan, serta Pak
Muhajir saudara korban, melaporkan kasus tersebut ke Polsek Pagelaran. Saat itu
ibu korban dipaksa keterangannya mengenai kasus ini dan dibuatkan BAP,
sedangkan untuk korban dilakukan pada besok hari.
2. Usaha – Usaha yang dilakukan Damar
Pertama, Tim Penanganan Kasus yaitu Uci menerima laporan pengaduan via hot
line service dari basis KoAK di pagelaran. Mereka menyampaikan bahwa telah
terjadi kasus perkosaan yang menimpa warganya, korban masih duduk di Sekolah
Dasar, berumur 13 tahun. Pelaku adalah PNS RSUD Pringsewu dan mantra desa
di Pagelaran. Saat itu kami berjanji akan dating kerumah korban.
Kedua, Tim Penanganan Kasus yaitu Uci melakukan investigasi kasus perkosaan
terhadap anak dibawah umur di Pagelaran. Sebelumnya kami ke Desa Bumintoro
dulu untuk menemui Misno Dani, kontak person dari basis KoAK. Beliau yang
melaporkan telah terjadinya kasus perkosaan via hot line service. Dari sana kami
lalu menuju rumag Pak Rahmat ( orang yang mengetahui rumah korban), tetapi
tidak bertemu. Akhirnya kami menuju rumah Ustadz Muhajir dan kembali kami
tidak menemukan orang yang dimaksud karena ia mendampingi korban sedang di
Polsek pagelaran sejak pukul 08.00WIB pagi dan kami langsung menuju Polsek
Pagelaran. Di tempat itu kami bertemu dengan korban, pamannya, Ustadz
Muhajir, Ustadz Ikhsan, sementara korban sedang diverbal. Kami berusaha bias
mendampingi korban dalam pembuatan BAPnya, namun saat itu penyidiknya
Briptu Rizal keberatan karena kami tidak membawa kuasa. Melihat bahwa dalam
kasus ini korban perlu pendampingan maka kami menawarkan pendampingan
terhadap korban.
Ketiga, Selang 3 hari Tim Penanganan Kasus yaitu Uci dating kepagelaran untuk
menemui korban, sebelumnnya kami ke rumah Misno dulu beliau yang tahu
dimana saat ini korban tinggal. Dari sana kami langsung menuju ke Yayasan
Yatim Piatu Al Ikhsan tempat kami mengadakan pertemuan dengan keluarga
korban. Disana ternyata banyak berkumpul tokoh – tokoh masyarakat dari basis
KoAK, FPI, Forum Pemuda Pagelaran, Tamtama, Ketua dan pengurus Yayasan
Al Ikhsan, NU dsb. Namun kami tidak melihat keluarga korban, menurut
keterangan mereka saat ini korban dan ibunya mengungsi di desa Babakan kec.
Pugung (sekitar 10KM dari Patemon). Menurut keterangan masyarakat bahwa
Kepala Desa telah mendatangi paman korban dan meminta agar kasus ini tidak
diteruskan dengan alasan akan mencelakai keluarga mereka sendiri. Dan ia
membujuk agar W (ibu korban) mau menanda tangani surat damai. Namun W
tetap menolak dan ingin menuntaskan kasusnya melalui jalur hokum. Ketegasan
sikap ibu korban ini patut untuk dihargai dan perlu untuk didukung, mereka
memperjuangkan nasib anak tunggalnya yang telah menjadi korban . Di sana kami
juga membicarakan tindak lanjut upaya – upaya yang akan kami lakukan untuk
menjaga korban dan keluarganya serta mempengaruhi masyarakat agar
memberikan dukungan moral. Sedangkan bantuan hokum, pemulihan fisik dan
pemulihan psikis korban Lembaga Advokasi Perempua Damar yang akan
bertanggung jawab.
Kami kemudian mendatangi ibu W untuk menawarkan pendapingan kasus tanpa
dipungut biaya. Ibu korban bersedia lalu membaca dan menanda tangani surat
kuasa tersebut. Kami jelaskan bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan
hokum akan ditangani oleh kami. Dari rumah korban kami menuju kerumah
Ustadz Ikhsan, kemudian bersama – sama dengan pak Rahmat kami menuju
Polsek Pagelaran untuk menanyakan perkembangan kasusnya. Kami langsung
menemui Pak Bismark (Kapolsek) dan Pak Rizal (Penyidik). Menurut Keterangan
beliau bahwa sampai saat ini Polsek Pagelaran sedang mengumpulkan bukti –
bukti untuk mendukung kasusnya. Mereka juga sudah melakukan pemanggilan
terhadap tersangka (Jm) untuk dimintai keterangan nya. Kami kecewa karena
tersangka tidak ditahan padahal ancaman hukumannya lebih dari 5 tahun dan
tersangka wajib untuk ditahan sesuai dengan KUHAP. Mereka menjawab indikasi
kearah sana belum cukup bukti, ada indikasi bahwa tersangka bukan pelaku
utama.
Keempat, Tim Penannganan Kasus yaitu Uci mendatangi rumah korban untuk
mendampinginya di Polsek Pagelaran sehubungan adanya pemanggilan dengan
surat panggilan no. SP.Gil/26/III/03/SERSE, yang ditanda tangani oleh Ipda
Bismark. Sebelum mendatangi Polsek Pagelaran kami terlebih dahulu ke rumah
Pak Rahmat saait itu sekitar pukul 08.50WIB, disana sudah berkumpul tokoh
masyarakat, LSM , PDIP, Para tokoh Pemuda Gemah Ripah, Serta wartawan
Radar, mereka menceritakan tentang perkembangan kasusnya. Juga mengatakan
bahwa telah membuat Surat Pernyataan bersama yang ditanda tangani oleh
seluruh element masyarakat yang inti isinya desakan terhadap Polsek Pagelaran
untuk mengusut tuntas kasus perkosaan yang menimpa Rn dan menahan pelaku
secepatnya. Pukul 10.00WIB kami bersama – sama tokoh masyarakat, korban dan
ibunya menuju polsek Pagelaran. Kami segera menemui Kapolseknya Ipda
Bismar, beliau menjelaskan maksud tujuannya memanggil korban dan ibunya.
Menurutnya bahwa BAP yang dibuat penyidik (Rizal) belum lengkap dan masih
kurang tajam oleh karena itu perlu dibuatkan BAP tambahan untuk melengkapi
proses penyidikan. Kapolsek juga menjelaskan bahwa beliau dan jajarannya serius
menangani kasus tersebut, saat ini pelaku telah diamankan. (Namun kami tidak
melihat pelaku berada di sel tahanan, kami sempat tanyakan tetapi jawabannya
tidak memuaskan. Menurut Kapolsek, pelaku diamankan ditempat yang tidak
diketahui orang luar karena takut terjadi hal – hal yang tidak diinginkan).
Sekitar pukul 11.45WIB dilakukan BAP lanjutan oleh Penyidik Brigadir Imam
Subagyo selaku Kanit Reskim Polsek Pagelaran yang baru, materi pemeriksaan
lebih tertuju pada proses perkenalan korban dengan pelaku, serta proses
perjalanan pelaku ke Bandar Lampung. Dan ada beberapa point yang sempat kami
interupsi karena menurut kami terlalu menyudutkan korban. Selanjutnya
pemeriksaan tambahan terhadap ibu wt, namun karena tidak didapat keterangan
baru pemeriksaan tidak dilanjutkan, hanya mengacu pada BAP terdahulu. Selesai
proses verbal lanjutan kami dipanggil oleh Kapolsek Ipda Bismark. Beliau,
berpesan agar kita bisa menjadi tim kerjasama yang baik. Kami mengatakan pada
beliau bahwa kami mempercayakan semua proses penanganan kasus ini pada
Polsek Pagelaran, karena kami tahu bahwa aparat kepolisian adalah yang
mewakili kepentingan korban. Oleh karenanya kami juga berharap agar Kapolsek
Pagelaran serius dalam penanganan kasus ini. Kapolsek juga meminta kami untuk
membantu manghadirkan saksi petunjuk dari keluarga korban yang lain, misalnya
orang yang rumahnya menjadi tempat tinggal korban sebelum kejadian, orang
yang melihat pergi bersama pelaku, orang yang melihat korban dan pelaku berada
di rumah SI. Selain itu kami juga diminta untuk membantu menyerahkan barang –
barang bukti seperti pakaian yang dikenakan korban saat kejadian, serta pakaian
dan barang barang yang dibeli Jm. Sekita pukul 19.45WIB kami permisi pulang
dan melanjutkan perjalanan dengan mengantarkan ibu korban pulang ke Babakan
Pagelaran.
Kelima, Selang sepuluh hari setelah pemanggilan itu, Tim Penanganan Kasus
Damar yaitu Uci mendapat informasi dari Pak Rahmat via hot line service
mengenai kondisi ibu korban yang mendapat intimidasi dari pihak pelaku.
Sehingga untuk menghindari intervensi tersebut kami memindahkan ibu W ke
tempat aman. Ketika akan menuju Pagelaran, Pak Rahmat mendatangi Damar
dengan membawa barang bukti yang dibutuhkan penyidik. Setelah berkoordinasi
kami memutuskan untuk pergi bersama. Sesampainya di Pringsewu kami menuju
ke Podomoro (kediaman keluarga suami ke-2 ibu W). Ditermpat tersebut ternyata
ibu W telah dibawa suaminya ke rumah kakaknya di Kaliwungu – Kalirejo.
Kemudian kami pun segera menuju kesana. Sesampainya di Kaliwungu, ternyata
ibu W masih trauma. Bila ada orang yang datang, ia lari dan bersembunyi ke
kebun rambutan di belakang rumah. Lalu kami pun menjelaskan maksud dan
tujuan membawanya ke Damar yaitu memberikan keamanan dan membantu
pemulihan psikis akibat dari musibah yang menimpanya. Akhirnya ibu W
bersedia, kemudian kami membawanya ke tempat aman.
Keenam, Hari keempat setelah mengamankan ibu W, Tim Penanganan Kasus
Damar yaitu Uci mendatangi Polsek Pagelaran untuk memberikan barang bukti.
Ditempat itu kami bertemu dengan Kaplosek Pagelaran. Pada beliau kami
serahkan barang bukti tersebut serta meminta surat keterangan penyerahan barang
bukti. Tak lupa kami juga meminta keterangan tentang perkembangan kasus
tersebut. Menurutnya ia belum dapat menemukan SI sedangkan Jm telah ditahan
ditempat yang aman, tetapi tidak di polsek tersebut dan ia tidak memberikan
keterangan tempatnya. Dari Polsek Pagelaran kami menemui Pak Rahmat untuk
memberikan perkembangan kasus yang telah dimonitoring.
Ketujuh, Sudah lebih dari tujuh hari dari penyerahan barang bukti, Tim Penangan
Kasus Damar melakukan monitoring melalui via hot line ke Kanitreskim Polsek
Pagelaran untuk menanyakan perkembangan kasus. Kami mendapatkan informasi
yaitu tentang penahan pelaku, tetapi ia tidak dapat memberikan bukti tertulis
bahwa pelaku pernah ditahan di polsek atau ditempat yang diamankan oleh
Kapolsek. Menurutnya kasus ini juga sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Talang
Padang. Pelaku dijerat dengan pasal 285 jo 290, pasal 287 jo pasal81 UU No.23 th
2002 tentang Perlindungan Anak. Monitoring ini dilakukan setelah kami
mendatangi Polsek tersebut untuk memberikan penekanan kasus ini yang telah
berjalan selama 3 bulan.
Kedelapan, Memasuki bulan keempat Tim Penanganan Kasus Damar kembali
mendatangi Polsek Pagelaran untuk memonitoring perkembangan kasus. Serta
menemui ibu W untuk klasifikasi pencabutan surat kuasa dan mengajaknya
kembali untuk tinggal di Damar. Sebelumnya kami mendatangikediaman Pak
Rahmat yang mengetahui keberadaan ibu W. Di tempat itu kami mengikuti
pertemuan tokoh masyarakat di rumah Naseb di Patemon yang membahas kasus
tersebut. Selanjutnya kami beserta Pak Rahmat dan Misno Dani mendatangi
Polsek Pagelaran. Ditempat itu kami mendapat intimidasi dari Kapolsek karena
kami membawa 2 tokoh masyarakat yang peduli akan kasus tersebut. Beliau yang
tidak menghendaki turut campurnya pihak lain yang menurutnya memperkeruh
suasana memberikan intimidasi kepada kami. Kemudian informasi yang kami
dapatkan dari Kapolsek tersebut yaitu pelaku telah ditangkap dan ditahan di Polres
Tanggamus.
Kemudian kami mendatangi rumah ibu W di Kaliwungu – Pringsewu untuk
klarifikasi pencabutan surat kuasa. Menurutnya ia terjepit untuk menandatangani
surat pencabutan yang telah dbuat oleh Musli (kerabat ayah korban), karena
korban ingin turut serta Musli untuk sekolah di Tanjung Karang atas biaya Musli.
Setelah Berkoordinasi akhirnya ibu W bersedia ikut ke Tanjung Karang untuk
tinggal di dammar dan membuat pernyataan bahwa ia membantah pencabutan
kuasa tersebut. Tetapi sebelum ia tinggal di Damar ia akan menjemput anaknya di
rumah Musli dan kami pun mengantarnya.
3. Analisis
Kasus ini merupakan kasus yang dapat dikategorikan trafficking dan perkosaan,
karena termasuk didalam definisi Protokol Perserikatan Bangsa – Bangsa yaitu
termasuk menipu, memperdaya (termasuk mambujuk dan mengiming – imingi)
korban, menyalahgunakan dan memanfaatkan ketidaktahuan, keingintahua,
kepolosan, ketidakberdayaan dan tidak adanya perlindungan terhadap korban,
serta ekspoitasi seksual.
C. Kronologis Kasus Sr (Inisial)
1. Kronologis Kejadian
Hari itu korban bertandang ke rumah Fatmawati, temanya di Panjang dengan izin
kepada orang tuannya hendak ke rumah Purnawati, bibinya di Kec. Karang
Maritim Panjang. Sesampainya di Panjang korban sempat menghubungi pelaku di
no. 0815 – 4023322—selama ini hubungan korban dan pelaku adalah sepasang
kekasih,unjtuk sekerdar memberitahukan keberadaan dirinya pada pelaku. Ketika
dihubungi pelaku meminta korban untuk menunggunya sebelum pergi ke rumah
Fatmawati. Setelah menunggu disamping gedung Teater Panjang selama 30 menit
pelaku datang dengan mengendarai sepeda motor. Kemudian mereka mendatangi
rumah Fatmawati yang letaknya di depan Teater Panjang tersebut.
Dirumah Fatmawati pelaku menawarkan kepada korban untuk bekerja di Bangka,
dan krban menjawab : ―ya sudah kalau memang ada kerjaan‖. Setelah menjawab
pertanyaan tersebut ia pamit untuk ke kamar kecil. Pada saat itu pelaku berbicang
– bincang dengan Fatmawati. Setelah korban kembali, pelaku mengajak korban
pamit. Kemudian pelaku mengajak korban pergi ke tempat saudaranya di Teluk.
Tetapi dalam perjalanan pelaku beralasan kalau rumah saudaranya tersebut sedang
ramai dan ia membawa korban ke Hotel R panjang.
Dihotel tersebut mereka berbincang – bincang sampai malam. Pelaku kemudian
merayu korban untuk melakukan hubungan badan, tetapi ditolak oleh korban
dengan alasan mereka belum menikah. Pelaku memaksa korban untuk melakukan
hubungan badan, tetapi ditolak oleh korban dengan alasan mereka belum
menikah. Pelaku kembali memaksa korban dengan janji akan menikahi korban
setibanya di Bangka, dan korban terus menolak. Akhirnya karena terus dipaksa
dan dibuaian janji bertanggungjawab menikahi sesampainnya di Bangka, korban
terpaksa menuruti kemauan pelaku yaitu melakukan hubungan badan.
Siang harinya, datanglah Ida ke Hotel R menemui pelaku dengan tujuan untuk
ikut pergi ke Bangka. Korban yang tidak mempunyai hubungan apapun dengan
Ida turut bertemu dan terlibat perbincangan. Setelah menyampaikan tujuannya
kepada pelaku Ida pun pulang.
Malam hari pelaku kembali memaksa korban untuk melakukan hubungan badan
seperti malam sebelumnya, hal itu kembali ditolak oleh korban. Tetapi dengan
alasan yang sama pelaku berhasil melakukan hubungan badan yang ke – 2 kalinya
pada korban. Pada siang hari orang tua pelaku datang diiringi kedaatangan Ida,
dan selanjutnya adik pelaku, Ipan. Kemudian mereka semua meninggalkan Hotel
R menuju Dusun Suka Tinggi Desa Parda Suka Kec. Katibung Lampung Selatan.
Setelah menunggu 30 menit dirumah yang korban tidak kenal itu, pelaku, korban
dan Ida berangkat ke Bangka dengan mobil travel berwarna putih dengan merk
Purnama, disaksikan oleh orang tua pelaku, Ipan serta pasangan suami istri
pemilik rumah tersebut. Mobil tersebut transit di Palembang sebelum melanjutkan
perjalanan ke Bangka dan mereka bermalam di Pul Purnama tersebut. Di tempat
itulah korban mengetahui kalau di Bangka ia terlebih dahulu harus bekerja di
sebuah diskotik, bukan seperti yang dijanjikan pelaku yaitu akan menikahi
ataupun selajuntnya bekerja di sebuah rumah makan. Saat itu pelaku juga
mengatakan pada korban : ―Kamu harus bekerja dulu untuk biaya nikah kita‖.
Setelah mengetahui hal itu korban hanya bisa menerima dan tidak bisa berbuat
apapun karena janji pelaku akan menikahinya.
Di Bangka ternyata korban dipekerjakan di sebuah diskotik sebagai pelayan tamu
untuk minum dan tidur di kamar, singkatnya sebagai PSK ( Pekerja Seks
Komersial ). Selama 17 hari di tempat itu korban sempat ‗melayani tamu‘
sebanyak 5 kali. Tarif dalam sekali dalam melayani tamu seharga Rp.100.000.
Tetapi uang tersebut harus dibagi dua dengan ―Mami‖ pemilik diskotik. Pada hari
ke-5 pada saat berada di Bangkan korban pernah disetubuhi lagi oleh pelaku. Saat
yang sama korban sempat pula menanyakan pada pelaku tentang pernikahan yang
ia janjikan. Hal itu terjadi karena pelaku bekerja sebagai kasir ditempat yang
sama. Namun ketika ia tanyakan hal itu tidak pernah dijawab oleh pelaku. Korban
akhirnya dapat kembali pulang ke Lampung dengan dijemput pamannya yang
mengetahui nasib kemenakannya dari orang tua korban.
2. Analisis
Kasus ini merupakan kasus yang dapat dikategorikan trafficking, karena modus
yang digunakan yaitu mencari atau menikahi untuk kemudian Srj dijual dengan
mendapatkan keuntungan yang berlipat, dan merayu, menjanjikan berbagai
kesenangan dan kemewahan, menipu, menjebak, membohongi, Promises
(Dzuhayantin dan Silawati 2001: 79) mengancam, menyalahgunakan wewenang,
memperkosa. Dan dikelompokkan kedalam Seduction dan False.
D. Kronologis Kasus Asn ( Inisial )
1. Kronologis Kejadian
Pada siang hari sekitar pukul 14.00WIB pelaku ( Asnita ) mendatangi rumah
korban dengan tujuan mencari orang untuk bekerja di rumah makan di Cirebon.
Korban yang terkena bujuk rayu pelaku akan pekerjaan tersebut meminta isin
pada orangtuannya untuk bekerja. Karena hanya bekerja di rumah makan dan
letaknya di Cirebon orang tua korban lantas mengizinkan anaknya bekerja. Selain
itu dengan alasan mencari nafkah untuk korban yang tidak lagi memiliki ayah
karena telah meninggal.
Tepat pukul 16.00WIB korban meninggalkan rumah bersama pelaku. Oleh pelaku
korban diajak kesebuah rumah yang tidak dikenalnya. Dirumah itu ternyata telah
menunggu seorang perempuan. Kemudian dari tempat itu korban beserta
perempuan tersebut dibawa ole pelaku ke rumahnya di Desa Tanjungan Kec.
Katibung Lampung Selatan. Setelah menunggu sampai pukul 20.00WIB korban
dibawa pelaku ke Palembang dengan menggunakan sebuah mobil travel. Dalam
perjalanan itu korban yang merasa janggal menanyakan tujuan keberangkatan
pada pelaku, tetapi selalu dijawab dengan kemarahan. Korban juga diintimidasi
untuk tidak banyak bertanya, serta mengatakan ―Kamu ini mau kerja apa gak!!‖
karena takut akhirnya korban memilih diam.
Setibanya di Bangka tepatnya di daerah Toboali korban tidak dipekerjakan di
rumah makan tetapi dibawa oleh pelaku ke sebuah kafe miliknya yang berada
ditengah hutan. Di kafe tersebut korban dipaksa untuk melayani tamu laki – laki
yang datang untuk sekedar minum bahkan hingga tidur. Selama bekerja disana
korban pernah mengalami intimidasi fisik berupa pukulan dari pelaku ( Manlago )
karena korban menolak melakukan pekerjaan tersebut. Pada masa awal
kedatangan. Korban pernah meminta izin kepada pelaku ( Asnita ) tetapi ia tidak
diizinkan malah dimarahi dan mendapat caci maki pelaku.
Perjanjian yang berlaku ditempat itu yang berkaitan dengan pendapatan dalam
sekali melayani tamu harus dibagi dua. Perhitungannya jika sekali melayani tamu
mendapatkan bayaran sebesar Rp.100.000, dibagi dua dengan pelaku. Setengah
bagian diberikan kepada korban untuk kebutuhan sehari – harinya. Setengahnya
dibagi dua lagi untuk biaya sewa kamar dan tabungan untuk kepulangan, yang
kesemua bagian tersebut dipegang pelaku, walaupun pada akhirnya korban tidak
dapat mengambil tabungannya tersebut.
Selama dua bulan korban tersekap di kafe tersebut dan dipaksa bekerja sebagai
Pekerja Seks Komersial ( PSK ). Namun akhirnya ia dapat keluar dari tempat itu
dengan bantuan kenalannya yaitu Maas Setiawan yang kemudian membawanya
pulang ke Lampung. Setelah menceritakan seluruh kejadiannya pada keluarga
akhirnya korban memberanikan diri melaporkan kejadian tersebut pada Polsek
lampung selatan.
2. Usaha – Usaha yang dilakukan Damar
Pertama, Tim Penanganan Kasus Damar yaitu Uci dan KBH yang mengetahui
adanya kasus trafficking langsung melakukan investigasi. Karena Tim PK tidak
mengetahui identitas dan alammat korban tapi hanya mengetahui bahwa korban
pernah melapor ke Polres Lampung Selatan maka mereka langsung mendatangi
polres tersebut. Ditempat itu Tim PK yang disambut kedatangannya oleh Bripda
Abkhoiriyah lansung menanyakan tentang kasus dan perkembangannya setelah
sebelunmnya memperkenalkan diri. Bripda Khoiriyah lantas menceritakan
kronologis kasus tersebut serta memberikan salinan BAP saksi korban. Serta
mengatakan bahwa kasus ini akan segera dilimpahkan ke Kejaksaan Lampung
Selatan.
Kedua, Dengan menunggu perkembangan kasus selama seminggu, Tim
Penanganan Kasus melakukan monitoring dengan mendatangi Kejaksaan
Lampungg Selatan. Kedterangan yang kami dapatkan dari bapak Suwardi selaku
kasi Pidum bahwa perkara kasus belum terregistrer di Kejaksaaan tersebut.
Mendengar informasi tersebut Tim PK mendatangi Porles Kalianda untuk
meminta keterangan. Oleh Bripda Abkhoiriyah Tim PK membahas kasus yang
ternyata masih di kepolisian untuk ditambahkan beberapa bukti lain.
Ketiga, Sudah hampir sebulan kasus ini berlangsung, Tim Penanganan Kasus
kembali melakukan monitoring perkembangan kasus dengan mendatangi Porles
Lampung selatan. Dalam perkembangannya kasus masih berada di kepolisisn dan
belum dilimpahkan ke Kejaksaan karena masih dalam proses.
Dengan kemudian menunggu dalam waktu sepuluh hari, Tim Penanganan Kasus
Memonitoring lagi perkembangan kasus yang masih berada di Polres Kalianda.
Menurut Bripda Abkhoiriyah SPDP kasus tersebut akan segera dibuat.
3. Analisis
Kasus ini dapat dikategorikan dalam trafficking, karena didalamnya terdapat
perekrutan, pengangkutan, pemindahtanganan, pemberangkatan, dan penerimaan,
posisi kerentanan (situasi dimana seseorang tidak memiliki pilihan bebas),
Eksploitasi seksual dimana korban dipaksa melayani laki – laki dalam jumlah
yang banyak dan dipekerjakan sebagai pekerja seks, Penipuan, berdasarkan
Pelaporan Khusus PBB. Dan termasuk kelompok False Promises ( Dzhuyantin
dan Silawati 2001:79)
E. Kronologis Kasus Fr ( Inisial )
1. Kronologis Kejadian
Saat itu pada hari jumat korban diajak teman yang juga tetangganya, Rina untuk
berkunjung ke kost Rina di Sukaraja Raden Intan Bandar Lampung. Sebelum
pergi ke tempat yang dituju, Rina membawa korban ke Terminal Panjang.
Ditempat itu korban dikenalkan pada pacarnya, Yadi kakak pelaku. Kemudian
korban dibawa oleh Rina dan Yadi ke tempat kaka Yadi yaitu Khoiri di Pantai (
dekat terminal panjang ). Ketika berada dirumah khoiri, Rina berangkat lebih dulu
ke kostannya dengan alasan untuk beres – beres. Pada pukul 12.00WIB Yadi serta
korban menuju ke tempat kostan Rina, pada saat itu Yadi bersedia mengantarkan
korban. Tetapi Yadi tidak langsung mengantarkan korban pelang ke rumahnya, ia
kembali membawa korban ke Terminal Panjang menuju rumah Imran, yang
disebut pamannya. Diam – diam pada istri Imran, yang ternyata mucikari di
Bangka, Yadi mengatakan akan berangkat dan ia meminta uang Rp.150ribu untuk
keberangkatan yang korban sendiri tidak tahu tujuannya.
Pada pukul 20.00WIB sebuah mobil Travel Purnama datang kerumah Imran dan
ternyata mobil tersebut ditujukan untuk membawa korban. Di dalam mobil yang
belum berangkat tersebut, korban meminta tolong pada salah satu penumpang
untuk menyatakan pada sopir akan tujuan mobil yang akan dia naiki. Dan teryata
tujuannya ke Palembang. Merasa ada yang aneh korban kembali meminta tolong
agar mengatakan pada sopir untuk mengantarnya ke Way Halim dan jangan
memberitahukan hal tersebut kepada Yadi. Tetapi sial sopir tersebut, belakangan
diketahui turut bekerjasama untuk mengantar perempuan – perempuan ke Bangka,
dan memberikan informasi itu kepada Yadi. Karena merasa dibohongi korban
berusaha lari, sayangnya Yadi masih sempat memegang tangan korban. Akhirnya
Yadi menyarankan untuk kembali ke kostan Rina. Sesampainya kembali di kostan
tersebut, Yadi dan Rina tetap mendesak korban untuk bermalam. Korban sempat
menolak karena ketika akan berangkat menuju ke kostan Rina korban mengatakan
tidak berniat untuk bermalam. Tetapi Rina menyuruh korban tidak pulang karena
hari sudah malam dan ia tidak memiliki uang untuk ongkos pulang. Kemudian
Yadi dan Rina berjanji untuk mengantarkan korban pada esok pagi sehingga
korban pun menuruti kemauan mereka.
Keesokan harinya, korban tidak juga diantar pulang oleh Yadi. Melainkan
dibawanya ke Menggala tepatnya di Desa Bujuk Agung dengan kendaraan umum.
Di tengah perjalanan Yadi sempat mengancam: ―Kamu jangan sampai pergi,
Awas!‖. Sesampainya di Menggala korban dikenalkan Yadi pada pelaku yaitu Ef,
yang diakui sebagai adiknya. Pada saat perkenalan itu pelaku mengatakan belum
mempunyai istri/bujangan. Kebohongan itu terungkap ketika istrinya datang dan
marah – marah pada korban. Kemudian korban kabur menuju ke rumah RT Bujuk
Agung untuk mengadukan nasibnya. Selang beberapa waktu Yadi datang
menjemputnya dan berunding dengan Pak RT, kemudian Yadi berhasil membawa
korban pulang. Hari itu korban terpaksa bermalam di Menggala, dirumah Yadi.
Karena Yadi berjanji besok akan mengantarkannya pulang dengan menumpang
mobil Bumi Waras ( BW ) pengantar sagu di Way Lunik.
Sesuai janji, tetapi korban diantar oleh pelaku ke BW, tepatnya ke Mes BW
tempat tinggal Darmadi, kakak pelaku. Mereka menanyakan mobil yang akan
berangkat tersebut. Tetapi sampai malam mobil yang dimaksud tidak datang juga,
dan pelaku berjanji akan mengantarkan korban besok pagi. Tiba – tiba pada pukul
20.00WIB Yadi datang bersama 5 orang lainnya, yang disebutnya sebagai paman
mereka. Kemudian Yadi mengancam, menampar, dan membentak korban sambil
mengeluarkan golok: ―Kamu ngelunjak, kok mau pulang masih disini!‖. ―Kamu
harus tidur dengan adik saya, nurut dengan adik saya, kalau tidak kamu akan saya
umpani dengan orang rame‖, ancam Yadi. Kemudian Yadi dan kelima orang
lainnya pulang pada pukul 22.00WIB, dan tinggallah Darmadi dan istri, korban
serta pelaku. Pada malam itu korban terpaksa tidur satu kamar dengan
pelaku,sambil mengancam seperti yang diungkapkan Yadi sebelumnya,anehnya
Darmadi beserta istrinya tidak keberatan. Tetapi Ef sempat mengatakan ― Kamu
nurut dengan saya nanti kamu saya lindungi.‖
Keesokannya, pada pukul 16.00 korban dibawa ke Unit 6 Menggala menuju
kerumah Leman, paman mereka. Disana korban terpaksa untuk tinggal selama 2
hari, dan untungnya mereka tidak menempati satu kamar, karena Leman melarang
dan sempat menanyakan tentang hubungan mereka. Menjawab pertanyaan Leman,
pelaku mengatakan bahwa mereka mau menikah tetapi korban mengatakan bahwa
mereka belum menikah. Di tempat itu korban sempat disuruh membuat surat segel
untuk menikah agar terhindar dari tuntutan keluarga korban, tetapi korban
menganjurkan untuk datang baik-baik ke rumah korban.
Setelah dua hari di Unit 6 Menggala, korban tiba sekitar pukul 21.00 di rumah
Yanti di daerah Palang Besi Kemiling (dekat rumah Bidan Asti). Menurut pelaku
yanti adalah adik ibunya. Pada saat itu Yanti sedang berada di Bangka, di rumah
tersebut dihuni oleh nenek, dan 2 adik pelaku. Di rumah itu korban ditahan selama
1 minggu dan kembali menempati kamar yang sama dengan pelaku. Selama
dalam sekapan itu korban diperkosa. Dan ia tidak dapat kabur karena pintu rumah
itu selalu di kunci dan gerak geriknya selalu diawasi.
Di hari ketiga penyekapan tersebut Yadi datang dengan menggunakan kendaraan
dan sopir yang sama sewaktu ia akan dilarikan dari rumah Imran. Ia akan datang
bersama 3 orang perempuan untuk dibawa ke Bangka, hal ini diketahui korban
karena sopir tersebut menanyakan mengapa korban belum juga berangkat ke
Bangka. Tujuan Yadi datang ke tempat itu untuk kembali membawa korban ke
Bangka. Yadi kembali mengancam korban ―Kamu harus menikah dengan Ef atau
saya dibawa ke Bangka.‖
Untuk menutupi aksinya korban disuruh menghubungi orang tuanya melalui
telpon agar orang tuanya tidak khawatir. Tetapi harus berbohong tentang
keberadaan yang sebenarnya. Telp. yang pertama korban dipaksa pelaku untuk
mengatakan bahwa ia sedang berada di Kotabumi. Sedang beberapa hari korban
kembali di suruh menghubungi orang tuanya. Korban memberitahu bahwa ia
berada di Kemiling. Mendengar hal itu pelaku langsung marah dan sempat ingin
membawanya lagi ke Menggala.
Untuk bisa terlepas dari jeratan tersebut korban melakukan berbagai cara, seperti
berusaha kabur, lari ke RT, dll. Sampai pada setelah empat hari, korban berbicara
baik – baik atau merayu pelaku agar diantarkan pulang ke rumah orang tuanya
dengan tujuan mengutarakan keinginan mereka menikah. Pelaku setuju dan
mengantarkan korban pulang. Pukul 16.00WIB mereka sampai di rumah korban,
tetapi di rumah tersebut tidak ada orang. Karena tidak bertemu orang tua korban,
akhirnya pelaku pulang tepat pukul 16.30WIB.
Setelah paman orang tuanya tiba kembali ke rumah, pukul 19.00WIB korban
menceritakan seluruh kejadian itu pada pamannya dan didengarkan oleh anggota
keluarga. Keesokannya korban detemani pamannya melapor ke Polsek Tanjung
Karang Barat. Sekarang pelaku ditahan di Polsek Tersebut.
2. Usaha – Usaha Yang Dilakukan Damar
Pertama, Memasuki Hari kesepuluh setelah pelaporan, Tim Penanganan Kasus
mendatangi Polsek Tanjung Karang Barat untuk meminta keterangan tentang
kasus Frd. Kasus ini kami dapat dari hasil monitoring kasus pada Harian Umum
Lampung Post. Surat kabar tersebut memberitakan bahwa telah terjadi tindak
criminal yaitu perkosaan dan bertempat tinggal di Kemiling Tanjung Karang
Barat. Setelah melakukan analisa terhadap kasus tersebut kami menggolongkan
kasus tersebut pada dua sisi yaitu pemerkosaan dan perdagangan perempuan
( Trafficking ).
Kedua, Tim penanganan kasus Trafficking melakukan investigasi dengan
mendatangi rumah korban. Untuk meminta sejumlah keterangan tentang kasus
tersebut dan kronologis kejadian serta menawarkan bantuan secara psikis untuk
pemulihan traumatiknya. Karena terlihat keluarga itu masih trauma terhadap
kejadian yang baru menimpa mereka. Kedatangan kami di sambut rasa curiga oleh
keluarga itu, tetapi setelah menjelaskan asal dan tujuan kami mereka mulai
terbuka tentang kasus tersebut. Beberapa anggota keluarga hadir menemani
korban, kemudian kami memintanya untuk menceritakan kronologis kejadian
tersebut. Kami berjanji untuk datang kembali memberikan surat kuasa, dan
keesokannya kami kembali untuk menandatangani surat kuasa. Setelah
penandatanganan surat itu yang tergolong perdagangan perempuan ini akhirnya
ditangani oleh pihak Damar.
Ketiga, Selanjutnya Tim Penanganan Kasus melakukan pendampingan terhadap
korban dalam menjalani pemeriksaan tambahan di Polsek Tanjung Karang Barat.
Kemudian Polsek Tanjung Karang Barat mengadakan pemeriksaan saksi. Dalam
hal ini kami selaku kuasa hukum korban melakukan pendampingan pada ayah
korban, yang turut dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus tersebut.
Keempat, Setelah lewat beberapa hari, Tim Penanganan kasus memonitoring
melalui telpon ke Polsek Tanjung Karang Barat. Tujuannya untuk mengetahui
perkembangan kasus Frd lebih lanjut. Pak Rahmat selaku penyidik Polsek
Tanjung Karang Barat menginformasikan bahwa BAP kasus Frd telah
dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri.
Kelima, Setelah menunggu selama seminggu, Tim Penanganan Kasus
memonitoring kasus Frd yang telah dilimpahkan ke Pngadilan Negeri Tanjung
Karang. Yang dipimpin oleh Manalu Rambe, SH sebagai hakim ketua dan Ujang
Suryana, SH sebagai JPU, yang akan disidangkan sepuluh hari mendatang.
Keenam, Tim Penanganan Kasus menghadiri sidang perdana kasus tersebut.
Dalam persidangan ini DAMAR juga mendampingi korban yang dihadirkan
sebagai saksi korban dalam persidangan, yaitu saksi Rojali dan Samsiah (
keluarga korban ) dalam memberikan kesaksian atas kasus tersebut. Sidang ini
menegaskan akan perlu dihadirkannya Yadi dan Rina untuk didengar
kesaksiannya, yang menyebabkan peristiwa naas yang terjadi pada korban. Hakim
lalu menugaskan kepada Jaksa untuk menghadirkan Yadi bin Zainal dan Rina bin
Semi.
Selanjutnya setelah beberapa hari siding dilanjutkan kembali, Tim Penanganan
kasus menghadiri sidang yang menghadirkan saksi Wati binti Winarno ( Tante
Korban ) dan Rina Binti Efendi ( Keluarga Pelaku ), dilanjutkan dengan
pemeriksaan terdakwa. Sidang selesai dan menunggu untuk waktu yang lumayan
lama untuk pengagendan pembacaan tuntutan.
Ketujuh, Tiba pada persidangan, Tim Penanganan kasus memonitoring sidang
dengan pembacaan tuntutan kepada terdakwa. JPU menuntut terdakwa dengan
Pasal 289 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP dan tuntutan selama 4 tahun penjara.
Kedelapan, Tim Penanganan Kasus Memonitoring kembali ke Pengadilan Negeri
Tanjung Karang. Ditempat itulah tengah berlangsung sidang dengan agenda
pembacaan putusan kepada terdakwa. Hakim akhirnya memutuskan hukuman 3
tahun penjara atas perbuatannya yan sangat merugikan orang lain tersebut.
3. Analisis
Kasus ini termasuk dalam kategori trafficking karena sesuai dengan Pelapor
khusus PBB yaitu perekrutan, transportasi, pembelian, penjualan, pemindahan,
penyembunyian atau penerimaan orang dengan ancaman kekerasan atau
penggunaan kekerasan, penculikan, pemerkosaan, dan tekanan terhadap korban.
Tabel 4. Matriks Analisis Hasil
Karakteristik
Demografis
W
(Inisial)
Rnk
(Inisial)
Sr
(Inisial)
Asn
(Inisial)
Fr
(Inisial)
Usia 22 13 18 23 19
Pendidikan SD SD SD SD PT
Status
Ekonomi
Miskin Miskin Miskin Miskin Miskin
Modus
Operandi
Penipuan Penipuan Pemerkosaan Pemerkosaan Pemerkosaan
Bentuk
Bantuan
Hukum Psikologis Psikologis Hukum Psikologis
Pada gambar di atas dapat penulis gambarkan bahwa korban trafficking terjadi
pada usia 13 tahun hingga 23 tahun. Kemiskinan merupakan faktor yang membuat
modus operandi berjalan lancar, kemiskinan pula yang membuat mereka hanya
dapat menyelesaikan pendidikan sampai SD. Bentuk bantuan psikologis yang di
berikan DAMAR dapat membantu para korban dalam memulihkan mental dan
menyelesaikan masalah serta kebingungan untuk masa depan hidupnya.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan dengan adanya
realita yang ada yaitu perempuan korban trafficking untuk kepentingan bisnis jasa
pelayanan seksual komersial di Provinsi Lampung, terlihat bahwa daerah tersebut
adalah daerah transit dan juga sebagai daerah pengirim anak perempuan.
1. Dengan karakteristik dan kondisi lingkungan sosialnya, modus operasinya,
relasi yang membawanya, proses pengirimannya, cara transaksi/ pengalihannya
dari traffickers kepada majikannya, perlakuan majikan terhadap perempuan
korban trafficking, upaya – upaya yang dilakukan korban trafficking ketika
berada ditempat majikannya, serta bentuk bantuan sosial psikologis yang
diinginkan perempuan korban trafficking dalam menyelesaikan masalah. Dari
hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga korban berasal dari keluarga
miskin dengan latar belakang pendidikan yang sangat minim dan juga pada saat
perekrutan umur korban yang masih sangat belia menyebabkan perempuan
korban trafficking menjadi sangat rentan terhadap praktik trafficking.
2. Dengan modus yang digunakan yaitu menipu, menjerat korban, memacari,
menjanjikan berbagai kemewahan dengan ancaman, pemaksaan, atau
penculikan dan relasi yang membawanya merupakan jaringan yang cukup
luas, transportasi yang digunakan yaitu menggunakan kapal, ataupun
kendaraan roda empat yaitu mobil, perlakuan yang sangat kasar yang didapat
oleh korban trafficking ketika berada ditempat majikan yaitu mencoba
melarikan diri dan berusaha mengadukan aparat yang berwajib. Bantuan yang
dibutuhkan korban trafficking dalam menyelesaikannya masalahnya adalah
perlindungan hukum dan menghukum pelaku trafficking sesuai dengan
undang – undang dan perlindungan korban serta pemulihan psikis korban.
Kelima perempuan korban trafficking mengalami prosedur yang tidak
memihak dimana mereka dijadikan korban utuk kedua kalinya ( viktimidasi )
dan ketika mereka mengadukan kasusnya ke pihak yang berwajib mereka
diperlakukan sebagai pelanggar hukum ( deskriminasi ) sementara para pelaku
trafficking terlepas dari jeratan hukuman. Kekerasan yang dialami kelima
perempuan korban trafficking baik kekerasan fisik, mental ataupun psikis
membuat mereka takut umengulangi yang telah mereka lakukan seperti
mencoba melarikan diri ataupun berontak dengan mengurung dikamar. Cara –
cara tersebut adalah hal yang biasanya dilakukan untuk membuat perempuan
menjadi takut mengambil keputusan penting untuk hidupnya. Sampai saat ini
kelima korban mengakui mereka masih bingung dengan masa depannya.
Trauma psikologis bisa juga timbul akibat trauma fisik atau tanpa ada trauma
fisik sekalipun. Penyebab trauma psikologis antara lain pelecehan seksual,
kekerasan, ancaman, atau bencana. Namun tidak semua penyebab tersebut
punya efek sama terhadap tiap orang. Ada orang yang bisa mengatasi masalah
tersebut, namun ada pula yang tidak bisa mengatasi emosi dan ingatan pada
peristiwa traumatik yang dialami. Gejala dan Perawatan trauma psikologis
dapat diantisipasi sebagai berikut:
1. Gejala, Penderita trauma biasanya menghindari tiap hal yang memicu
timbulnya ingatan akan penyebab trauma. Jika mereka melihat pemicu,
apapun jenisnya, mereka akan panik, depresi, marah-marah, atau disosiasi.
2. Perawatan, Perawatan untuk penderita trauma psikologis atara lain
meliputi:
a. Membangun kepercayaan dengan orang lain.
b. Belajar mengatur emosi.
c. Terapi proses yang berhubungan dengan kenangan dan perasaan
B. Saran
Dengan maraknya kasus trafficking perempuan di Indonesia umumnya dan di
Provinsi Lampung khususnya yang menimbulkan dampak cukup komplek bagi
para korban, beberapa langkah aksi penanggulangan trafficking perempuan untuk
tujuan kepentingan pelayanan jasa seksual komersil.
Pertama, hendak nya masyarakat lebih takut akan jeratan hukum dan lebih
menekankan lagi pada Undang – Undang khususnya tentang penanggulangan
trafficking yaitu Undang – Undang Anti Perdagangan Terhadap Perempuan, yang
bersifat menjerat para aktor pelaku dan pelanggan dengan melindungi korban
berdasarkan situasi, kondisi serta kebutuhan korban.
Kedua, kepada masyarakat sebaiknya jangan memusuhi dan memvonis para
pekerja seks yang sudah kembali ke tengah – tengah masyarakat sebagai manusia
yang hina. Justru masyarakat seharusnya merangkul mereka dengan memahami
bahwa mereka adalah korban bukan pelaku kejahatan, mereka melakukan
pekerjaan tersebut bukan karena keinginan mereka tetapi dikondisikan untuk
seperti itu. Dan untuk masyarakat luas sebaiknya berhati – hati terhadap para
pelaku trafficking perempuan yang melakukan berbagai cara untuk menarik atau
menjerat korbannya yaitu dengan janji – janjinya menawarkan pekerjaan dan
berpura – pura menjadi pacar.