KINETIKA_Selvi Elim S_12.70.0090_E4

30
Acara II KINETIKA FERMENTASI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh: Selvi Elim Suono !"#$%#%%&% Kelom'o( : E) PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNI*ERSITAS KATOLIK SOEGI+APRANATA SEMARANG "%!, 1. HASIL PENGAMATAN

description

Tujuan dari praktikum kinetika fermentasi di dalam produksi minuman vinegar ini adalah peserta praktikum dapat mengetahui hungan Optical Density (OD) dengan jumlah koloni sel yeast

Transcript of KINETIKA_Selvi Elim S_12.70.0090_E4

KINETIKA FERMENTASI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh:

Selvi Elim Sugono

12.70.0090

Kelompok : E4

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG

Acara II23

2015

1. HASIL PENGAMATAN1.1. Kinetika Fermentasi VinegarHasil pengamatan kinetika fermentasi dalam produksi vinegar dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kinetika Fermentasi dalam Produksi VinegarKel.PerlakuanWaktumo tiap petakRata-rata/ mo tiap petakRata-rata/ mo tiap ccOD (mm)pHTotal asam (mg/ml)

1234

E1Sari apel + S. cerevisaeNo54675,55,5 X 1070,22193,508,64

N247586889084,753,39 X 1081,22403,439,216

N4811121415135,2 X 1070,92433,438,640

N7214565222361,44 X 1081,19903,829,024

N965516263332,51,3 X 1081,51893,4711,328

E2Sari apel + S. cerevisaeNo111211910,754,3 X 1070,18333,509,792

N248961947379,253,17 X 1081,00813,539,024

N488339504353,752,15 X 1081,55543,479,600

N722854192832,251,29 X 1081,9073,728,832

N9622231437249,6 X 1071,41503,4710,368

E3Sari apel + S. cerevisaeNo1181312114,4 X 1070,17373,479,408

N244447474846,51,86 X 1081,02123,708,448

N48106104122137117,254,69 X 1081,09973,469,024

N723656544748,251,93 X 1081,44803,849,024

N965162514156 X 1070,38463,478,830

E4Sari apel + S. cerevisaeNo136647,252,9 X 1070,17983,479,216

N247251525256,52,26 X 1080,94433,539,024

N481318404328,51,14 X 1081,04063,459,216

N7281108145111111,254,45 X 1081,28703,619,408

N962730303229,751,19 X 1080,55483,439,024

Kel.PerlakuanWaktumo tiap petakRata-rata/ mo tiap petakRata-rata/ mo tiap ccOD (mm)pHTotal asam (mg/ml)

1234

E5Sari apel + S. cerevisaeNo1014713114,4 X 1070,17143,469,600

N2497103965888,53,54 X 1081,12813,469,216

N4811487989097,253,89 X 1080,91643,209,216

N7255807055652,6 X 1081,06643,408,832

N966983857878,753,15 X 1080,52063,498,640

Dari tabel hasil pengamatan kinetika fermentasi dalam minuman vinegar diatas dengan menggunakan sari apel yang ditambahkan Saccharomyces cerevisiae didapatkan hasil yang berbeda beda pada setiap kelompok. Pada kelompok E1, E2, E2, E3, E4 dan E5 terlihat adanya peningkatan dan penurunan kepadatan sel selama 5 hari, yaitu N0, N24, N48, N72, dan N96. Jumlah kepadatan sel E1 pada N96 mengalami penurunan dan pada E2, E3, E4 dan E5 kepadatan sel terlihat meningkat dan kemudian menurun pada petak ke 4. Dari nilai Optical Density (OD) setiap kelompok meningkat dan rata rata nilai OD tertinggi adalah pada N72. Pada pengukuran pH terlihat adanya penurunan dari N24 hingga N96 dan total asam pada semua kelompok menurun pada N24.

1.2. Grafik Kinetika Fermentasi dalam Produksi Minuman Vinegar

1.2.1. Grafik Hubungan Optical Density (OD) dengan WaktuHasil pengamatan hubungan Optical Density (OD) dengan waktu dapat dilihat pada Grafik 1.

Grafik 1. Hubungan Optical Density (OD) dengan Waktu

Berdasarkan grafik hasil pengamatan hubungan antara Optical Densuty (OD) dengan waktu masing masing kelompok didapatkan hasil yang berbeda beda pada N0, N24, N48, N72, dan N96. Pada N0 rata rata semua kelompok menunjukan peningkatan dan pada N48 hanya E2 yang meningkat, sedangkan hasil absorbansi kelompok E1, E3, E4 dan E5 menurun.

1.2.2. Grafik Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan WaktuHasil pengamatan hubungan jumlah sel mikroorganisme dengan waktu dapat dilihat pada Grafik 2.

Grafik 2. Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan Waktu

Berdasarkan grafik hasil pengamatan jumlah sel mikroorganisme Saccharomyces cerevisiae dengan waktu terlihat hasil yang berbeda beda pada setiap kelompok. Pada kelompok E4 didapatkan jumlah sel terbanyak pada N72 dan E1, E2 dan E5 adalah pada saat N24, serta E3 pada N48.

1.2.3. Grafik Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan pHHasil pengamatan hubungan jumlah sel mikroorganisme dengan pH dapat dilihat pada Grafik 3.

Grafik 3. Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan pH

Berdasarkan hasil pengamatan Grafik 3. Dapat diketahui bahwa hubungan antara jumlah sel mikroorganisme dengan pH masing-masing kelompok berbeda. Pada kelompok E1, E2, E3 dan E4 rata rata pH tertinggi adalah saat N72, sedangkan pada E5 pH tertinggi adalah saat N96.

1.2.4. Grafik Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan ODHasil pengamatan hubungan jumlah sel mikroorganisme dengan OD dapat dilihat pada Grafik 4.

Grafik 4. Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan OD

Hasil pengamatan grafik diatas menunjukan bahwa antara jumlah sel mikroorganisme dengan OD tidak memiliki hubungan yang spesifik. Hasil yang diperoleh kelompok E1, E2, E3, E4 dan E5 memiliki nilai OD atau nilai absorbansi yang berbeda beda. Nilai absorbansi tertinggi adalah pada E2 saat N48, yaitu sebesar 1,5554 nm dan nilai absorbansi terendah adalah pada E3 pada saat N24.

1.2.5. Grafik Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan Total AsamHasil pengamatan hubungan jumlah sel mikroorganisme dengan total asam dapat dilihat pada Grafik 5.

Grafik 5. Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan Total Asam

Berdasarkan grafik 5 yang menunjukan hasil penelitian hubungan antara jumlah sel dengan total asam dihasilkan jumlah sel mikroorganisme yang semakin meningkat dan menurun. Semakin rendah jumlah sel mikroorganisme maka dihasilkan total asam yang semakin tinggi. Pada E5 total asam yang didapatkan pada N72 dan N96 adalah stabil, yaitu sebesar 8,832 mg/ml.

2. 3. PEMBAHASANPada praktikum kinetika fermentasi di dalam produksi minuman vinegar ini bertujuan agar praktikan dapat mengetahui hubungan OD dengan jumlah koloni sel yeast, peserta praktikum dapat mengetahui metode perhitungan sel dengan menggunakan metode haemocytometer, peserta praktikum dapat mengukur asam dalam produk minuman vinegar. Dalam praktikum ini pembuatan minuman beralkohol dengan bahan baku sari apel dan ditambahkan inokulum yeast Saccharomyces cerevisiae akan dihasilkan cider. Menurut Realita & Sumanti (2010) cider merupakan minuman hasil fermentasi sari buah. Cider mengandung alcohol sebanyak 6,5% - 8,0%. Produksi cider di Indonesia tergolong masih sedikit. Mikroorganisme yang dapat digunakan dalam fermentasi cider antara lain yeast dari genus Saccharomyces, Candida dan Hansenula, serta jenis bakteri adalah Acetobacter xylinum. Pada praktikum ini menggunakan inokulum Saccharomyces cerevisiae. Hal tersebut sesuai dengan pendapat dari Realita & Sumanti (2010). Selain itu penambahan jumlah mikroorganisme adalah 2 20% dari volume sari buah dan lama fermentasi sari buah ini ditentukan oleh jenis khamir yang digunakan, kadar gula awal dan kadar alkohol yang diinginkan. Ranganna (1978) menambahkan cider memiliki kadar alkohol rendah yang mengandung pati dengan atau tanpa penambahan gula oleh sel kamir. Utami et al., (1992) menjelaskan bahwa kinetika fermentasi penting untuk diketahui dan hal tersebut bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan pembentukan produk dari mikroorganisme yang digunakan. 2.1. Fermentasi Berdasarkan jurnal Pengaruh Varietas Apel (Malus sylvestris) dan Lama Fermentasi oleh Khamir Saccharomyces cerevisiae sebagai Perlakuan Pra-Pengolahan Terhadap Karakteristik Sirup yang ditulis oleh Wahono & Bagus (2011) menyatakan bahwa fermentasi adalah proses metabolisme yang dilakukan oleh mikroorganisme. Mikroorganisme membutuhkan energi dalam melakukan metabolism. Energi diperoleh dari pemecahan gula menjadi glukosa dan fruktosa. Produk akhir fermentasi memiliki cita rasa dan bentuk yang khas. Selain itu Saccharomyces cerevisiae adalah salah satu jenis yeast yang sering ditambahkan dalam pembuatan produk fermentasi. Hal tersebut sesuai dengan inokulum dalam pembuatan minuman vinegar. Kimbal et al.,(1983) menjelaskan bahwa fermentasi adalah proses pemecahan glukosa yang menghasilkan alkohol dan karbondioksida. Energi yang terkandung dalam glukosa masih terdapat dalam etanol selama fermentasi. Hal tersebut dapat menyebabkan racun di bagi tubuh. Terdapat faktor faktor yang mempengaruhi fermentasi, yaitu konsetrasi dan jenis organisme yang akan digunakan. Inokulum murni yang digunakan dapat memperbaiki produk dan mengurangi terjadinya kontaminasi. Fermentasi dapat gagal karena pencampuran yang tidak sempurna. Setiap langkah percobaan dalam praktikum fermentasi ini harus dilakukan secara aseptis, termasuk juga penngambilan inokulum yang akan ditambahkan. Salah satu caranya adalah tangan praktikan dan setiap peralatan yang akan digunakan harus dalam keadaan yang steril, yaitu dengan dibilas menggunakan alkohol untuk mengurangi dan menghindari kontaminasi dari mikroorganisme. Hal tersebut sesuai dengan teori Hadioetomo (1993) bahwa selama proses pembuatan minuman vinegar harus dilakukan secara aseptis dan suhu fermentasi harus diperhatikan. Suhu fermentasi tidak boleh terlalu tinggi.

Fermentasi sering didefinisikan sebagai proses yang memecah karbohidrat atau pati dan asam amino dalam kondisi anaerob. Kondisi anaerob ini adalah tanpa memerluka oksigen. Senyawa yang dapat dipecah adalah karbohidrat, dan asam amino hanya dapat difermentasi oleh beberapa jenis mikroorganisme atau bakteri tertentu. Menurut Winarno et al., (1984) menjelaskan bahwa fermentasi akan menghasilkan produk akhir yang sempurna dengan adanya kesesuaian antara mikroorganisme dan substrat yang digunakan untuk pertumbuhan mikroorganisme selama fermentasi berlangsung. Fermentasi dapat meningkatkan cita rasa produk yang dihasilkan. Hal tersebut ditunjukan dengan adanya perubahan sifat bahan pangan antara sebelum dan sesudah difermentasi. Pada sari buah atau buah akan dihasilkan rasa, tekstur dan aroma alkohol. Hal tersebut sesuai dengan hasil pengamatan yang diperoleh oleh setiap kelompok pada praktikum pembuatan minuman vinegar ini. Secara uji sensori rata - rata hasil minuman vinegar sari buah apel yang didapatkan semua kelompok memiliki aroma yang asam dan terdapat kandungan alkohol.

3.2. ApelBerdasarkan jurnal Proses Pengawetan Sari Buah Apel (Mallus sylvestris Mill) Secara Non Termal Berbasis Teknologi Oscillating Magneting Field (OMF) yang ditulis Elok et al., (2012) menjelaskan bahwa apel merupakan tanaman yang berasal dari daerah subtropis dan di Indonesia terdapat dua jenis apel, yaitu apel impor dan apel lokal. Petani apel local Indonesia mengembangkan beberapa jenis apel, antara lain adalah apel manalagi, anna, rome beauty dan wangling. Sari apel merupakan salah satu produk olahan apel yang banyak disukai masyarakat. Pembuatan sari apel adalah dengan metode panas dengan suhu 87,7oC. Metode yang digunakan adalah metode pasteurisasi yang bertujuan untuk mematikan mikroorganisme pathogen yang dapat menghambat fermentasi sari apel. Hal tersebut sesuai dengan yang dilakukan pada praktikum pembuatan minuman vinegar. Pada praktikum produksi minuman vinegar ini menggunakan bahan sari apel malang. Sari apel diperoleh dengan cara pengahancuran buah apel malang menggunakan juicer dan ditambahkan air secukupnya, sehingga didapatkan sari apel murni. Sari apel dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan cider atau minuman vinegar.

Menurut Bastian (2004) apel merupakan tanaman yang dapat tumbuh di daerah tropis, seperti Indonesia. Indonesia banyak petani buah yang membudidayakan apel. Terdapat berbagai jenis apel antara lain adalah apel merah, apel hijau, apel fuji dan lain sebagainya. Bentuk dari buah apel muda mempunyai bentuk bulat hingga lonjong dan memiliki tekstur kulit agak kasar dan tebal. Berbeda dengan buah apel setelah tua yang memiliki tekstur kulit lebih halus dan mengkilat. Saha & Banerjee (2013) menjelaskan bahwa buah apel memiliki banyak sekali kandungan nutrisi yang sangat bermanfaat dan baik bagi kesehatan. Apel mengandung 64 kal energy, 0,3 gr protein, 0,4 gr lemak, 14,9 gr karbohidrat, 0,4 gr mineral, 6 gr kalsium, 10 mg phosfor, 0,3 mg besi dan 5 mg asam askorbat. Kandungan serat buah apel dapat menurunkan kadar kolestrol darah dan resiko penyakit jantung koroner.

Jenis apel rome beauty adalah salah satu jenis apel yang cukup terkenal di kalangan masyarakat Indonesia. Berdasarkan pendapat Bastian (2004) apel rome beauty memiliki warna buah hijau kemerahan dan warna merah berada pada bagian apel yang terkena sinar matahari. Ukuran buah apel ini dapat mencapai 300 gr dengan tekstur kulit berpori kasar dan agak tebal, serta warna daging buah adalah kekuningan dan daging buah agak keras. Rasa buah apel ini segar, manis, asam dan banyak dimanfaatkan dalam pembuatan minuman vinegar. Hal tersebut sesuai dengan apel yang digunakan dalam praktikum ini. Pada praktikum fermentasi minuman vinegar menggunakan buah apel hijau dengan sedikit warna kemerahan pada kulit bagian luar buah apel.

3.3. Saccharomyces cerevisiaeSaha & Banerjee (2013) menjelaskan bahwa Saccharomyces cerevisiae adalah yeast yang pada umumnya berbentuk elipsodial dan berdiameter sekitar 1 3 m hingga 1 7 m. Saccharomyces cerevisiae berperan dalam fermentasi alkohol dan pertumbuhannya dapat dilihat dengan adanya warna putih kekuningan yang terdapat pada permukaan media fermentasi, sehingga mudah untuk diamati menggunakan mikroskop. Hal tersebut sesuai dengan hasil pengamatan kinetika yang terlihat dengan jelas adanya pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae yang tidak kontras dengan media pertumbuhannya, yaitu sari apel. Pada penampakan mikroskop terlihat adanya Saccharomyces cerevisiae yang membentuk koloni dan bewarna kuning muda keputihan. Selain itu yeast jenis Saccharomyces cerevisiae dapat tumbuh pada media cair atau media padat. Hal tersebut terlihat pada media sari apel cair yang digunakan dalam pembuatan minuman vinegar. Berdasarkan jurnal Evaluation of Growth Kinetics and Biomass Yield Efficiency of Industrial Yeast Strains yang ditulis oleh Wongdimagegn et al., (2012) menjelaskan bahwa yeast dapat digunakan dalam fermentasi skala industry, seperti dalam pembuatan minuman berakohol. Mikroorganisme memiliki kadar protein yang tinggi dan waktu pertumbuhan yang singkat. Kondisi dari lingkungan sekitar dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba. Kebanyakan mikroba menggunakan media atau substrat untuk pertumbuhannya selama fermentasi.

Yeast Saccharomyces cerevisiae bersifat anaerobik, sehingga selama fermentasi minuman vinegar media berisi inokulum Saccharomyces cerevisiae ditutup dengan rapat. Saha & Banerjee (2013) menambahkan bahwa Saccharomyces cerevisiae mengandung air sebesar 68 83%, nitrogen, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral dan kadar N total adalah 2,5% - 14%. Saccharomyces cerevisiae dapat hidup dalam media dengan adanya kandungan gula yang digunakan sebagai sumber karbon. Suhu optimum pertumbuhan khamir pada umumnya adalah 25 30oC dan suhu maksimum pertumbuhannya adalah 35 37oC. Saha & Banerjee (2013) menambahkan bahwa Saccharomyces cerevisiae memproduksi enzim heksokinase, L lactase, dehydrogenase, glukosa 6 fosfat dehodrigenase dan enzim etanol dehydrogenase. Enzim dehydrogenase berperan penting dalam fermentasi alkohol. Khamir atau yeast membutuhkan oksigen pada tahapan awal fermentasi. Oksigen digunakan untuk pertumbuhan yeast, sehingga fermentasi berlangsung secara aerob dengan oksigen. Kemudian setelah CO2 terbentuk, maka fermentasi berubah menjadi fermentasi anaerob yang tidak membutuhkan oksigen dalam fermentasinya. Suhu fermentasi dan jenis yeast yang digunakan sangat mempengaruhi fermentasi. Penggunaan Saccharomyces cerevisiae untuk fermentasi minuman vinegar dikarenakan Saccharomyces cerevisiae dapat memproduksi etanol yang tinggi, tahan terhadap kadar etanol yang tinggi maupun rendah, serta dapat tumbuh baik pada pH netral. Rata rata Saccharomyces cerevisiae dapat menghasilkan etanol sebesar 2, 64% 7,89%.

Menurut Suriawiria (2005) media atau medium merupakan substrat makanan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Karakteristik media berbeda beda tergantung pada jenis mikroorganisme yang digunakan. Dalam pertumbuhannya suatu organisme memerlukan komponen utama, seperti karbon (C), hidrogen (H), dan juga nitrogen (N). Terdapat beberapa faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan suatu mikroorganisme, yaitu adalah substrat atau bahan, suhu, kelembapan, serta nilai pH yang sesuai dengan kondisi asam atau basa yang mempengaruhi kerja dari enzim yang dihasilkan oleh suatu organisme tersebut. Mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada rentang pH 7.

3.4. Bahan dan Cara Kerja2.4.1. Pembuatan Sari ApelPada praktikum kinetika fermentasi di dalam produksi minuman vinegar ini digunakan beberapa macam alat alat. Alat alat yang dibutuhkan adalah autoklaf, gelas beker, Erlenmeyer, pipet volume, pipet tetes, spektrofotometer, mikroskop, haemocytometer, bunsen, kain saring. Selain itu dibutuhkan bahan bahan antara lain adalah sari apel hasil juicer sebanyak 1,5 lt, inokulum yeast dalam media cair dan aquades steril. Pertama tama yang dilakukan dalam praktikum pembuatan minuman vinegar adalah pembuatan sari apel murni. Apel yang digunakan adalah jenis buah apel malang. Buah apel malang dicuci bersih dan kemudian dimasukan dalam juicer dan ditambahkan air secukupnya. Tujuan dari pencucian apel adalah untuk menghilangkan sisa sisa kotoran yang terdapat pada apel.

Gambar 1. Apel dicuci bersih

Lalu apel dihancurkan menggunakan juicer hingga diperoleh sari apel murni sebanyak 1,5 lt. Nougueira et al., (2008) menjelaskan bahwa buah apel yang dipress akan menghasilkan sari apel murni. Sari apel yang digunakan untuk fermentasi akan menghasilkan alkohol. Hal tersebut sesuai dengan yang dilakukan dalam pembuatan minuman vinegar. Selain itu pemilihan buah apel dikarenakan apel memiliki kandungan nutrisi yang tinggi. Hal tersebut sesuai dengan Realita & Debby (2010) bahwa apel memiliki kandungan vitamin A, B1, B2, C, kalsium, fosfor, besi dan tinggi serat. Penghancuran buah apel menggunakan juicer sesuai dengan Ikhsan (1997) yang berpendapat bahwa proses penghancuran ini bertujuan untuk mengeluarkan glukosa dalam apel, sehingga akan memudahkan mikroorganisme untuk menguraikan glukosa selama fermentasi. Penambahan air ini sesuai dengan teori Hadioetomo yang menjelaskan bahwa aquades adalah tambahan yang cocok bagi pembuatan media. Aquades mengandung sumber logam, seperti natrium, kalium, kalsium, magnesium, besi, seng, tembaga, fosfor, kobalt.

Gambar 2. Apel dihancurkan menggunakan juicer

Kemudian setelah itu sari apel disaring menggunakan kain saring berukuran 50 cm x 50 cm. Menurut Ikhsan (1997) tujuan dari penyaringan adalah untuk memisahkan ampas apel dan cairan sari apel. Pada praktikum ini digunakan sari apel murni yang bersih dan tidak bercampur dengan ampas sisa apel. Hal tersebut bertujuan agar media pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae tidak terhambat oleh adanya kontaminan pada media fermentasi yang dapat mengakibatkan kekeruhan media.

Gambar 3. Penyaringan sari apel

Lalu 250 ml sari apel dimasukkan ke dalam botol kaca. Kemudian botol kaca berisi sari apel disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.

Gambar 4. Sari apel dimasukkan dalam botol kaca untuk disterilisasi

Gambar 5. Botol kaca disterilisasi dengan autoklaf.

Menurut Hadioetomo (1993) menjelaskan bahwa sterilisasi adalah proses untuk mematikan semua mikroorganisme pathogen yang terdapat pada suatu media. Hal tersebut sesuai dengan yang dilakukan dalam praktikum ini. Sari apel yang akan digunakan sebagai media pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae disterilisasi menggunkan autoklaf yang termasuk dalam sterilisasi panas lembab. Hadieotomo (1993) menambahkan autoklaf merupakan alat seperti tangki besar dan didalamnya dapat diisi dengan uap dari air. Media yang akan disterilisasi dimasukkan dalam autoklaf dengan suhu sterilisiasi adalah 121oC selama 15 20 menit. Lama sterilisasi dan suhu yang digunakan sesuai dengan praktikum yang dilakukan. Sterilisasi basah menggunakan autoklaf dapat berlangsung selama kurang lebih 1 jam. Hal tersebut dikarenakan untuk mematikan spora yang tahan terhadap panas.

Kemudian setelah 15 menit, botol kaca yang berisi sari apel didinginkan pada suhu ruang dengan direndam dalam air. Tujuan dari perendaman botol ini adalah untuk menurunkan suhu botol kaca setelah sterilisasi agar sesuai dengan suhu pertumbuhan inokulum yang digunakan. Hal tersebut sesuai dengan Muljohardjo (1988) bahwa suhu yang terlalu panas dapat mematikan Saccharomices cerevisiae. Saccharomices cerevisiae memiliki suhu pertumbuhan optimum yang apabila terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat mematikan Saccharomices cerevisiae dan fermentasi tidak dapat berlangsung.

Setelah itu inokulum atau biakan Saccharomyces cerevisiae diambil sebanyak 30 ml. Inokulum diambil menggunakan pipet volume dan lalu dimasukkan dalam botol kaca berisi sari apel. Pengambilan inokulum Saccharomyces cerevisiae harus dilakukan secara aseptis. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Hadioetomo bahwa untuk pengambilan inokulum harus dengan teknik yang aseptis. Teknik aseptis itu sendiri adalah teknik yang dilakukan dengan menggunakan alat alat steril dan dengan aturan tertentu. Pengambilan biakan harus dilakukan secara aseptis dalam LAF atau Laminar Air Flow yang telah melalui tahap penyinaran. Irianto (2006) menambahkan bahwa sterilisasi kering dilakukan dengan cara pembakaran. Pembakaran dilakukan dengan cara menjilat jilatkan benda, seperti scalpel, jarum, mulut tabung reaksi dan sebagainya pada api bunsen dan lalu dibakar perlahan. Hal tersebut sesuai dengan yang dilakukan dalam pengambilan inokulum Saccharomyces cerevisiae. Dalam pengambilan inokulum Saccharomyces cerevisiae sebelum inokulum diambil, tangan praktikan dan meja LAF harus disemprot alkohol agar steril dan terhindar dari kontaminasi.

Gambar 6. Pemindahan Kultur Saccharomyces cerevisiae

Menurut Saha & Banerjee (2013) minuman vinegar diproduksi melalui dua tahapan fermentasi. Fermentasi pertama menghasilkan alkohol dan asam asetat dan pada tahapan fermentasi alkohol kemudian akan terfermentasi lagi secara anaerob oleh yeast. Saccharomyces cerevisiae sangat sering digunakan dalam produksi minuman vinegar. Kulkami et al., (2011) juga menjelaskan bahwa spesies yang sering digunakan dalam industri makanan adalah jenis Saccharomyces cerevisiae.

Kemudian setelah sari apel ditambah inokulum Saccharomyces cerevisiae, botol kaca dikocok hingga rata. Lalu sari apel berisi biakan Saccharomyces cerevisiae diambil 25 ml. Proses pengambilan inokulum dilakukan secara aseptis dengan menggunakan pipet volume steril. Kemudian sari apel 25 ml dipindahkan pada gelas ukur secara aseptis. Lalu diuji dan diamati jumlah biomassa yang terbentuk. Pengujian jumlah biomassa dilakukan menggunakan haemocytometer dan diukur besar nilai Optical Density (OD) dengan spektrofotometer. Kemudian diuji juga pH dan total asam dengan metode titrasi.

Gambar 7. 25 ml sampel siap uji

Setelah dilakukan pengujian tersebut, maka media pertumbuhan dan yeast yang tersisa diinkubasi dengan perlakuan shaker. Media berisi Saccharomyces cerevisiae disimpan pada suhu 25 30oC selama 5 hari dan setiap 24 jam dilakukan pengambilan sampel 25 ml secara aseptis. Kemudian 25 ml sampel digunakan untuk diuji jumlah biomassa, nilai Optical Density (OD), pH dan juga total asam. Menurut Ahmad et al., (2011) inkubasi atau penyimpanan media dalam shaker adalah supaya kandungan oksigen dalam media tetap terjaga. Hal tersebut dimaksudkan supaya pertumbuhan mikroorganisme yang berperan selama fermentasi tidak terhambat. Yeast jenis Saccharomyces cerevisiae membutuhkan suplai oksigen selama partumbuhannya.

Gambar 8. Botol kaca diinkubasi dengan cara di shaker

Menurut Stanburry & Whitaker (1984) inkubasi adalah sebagai agitasi. Agitasi merupakan tahapan pengadukan yang bertujuan untuk menghomogenisasi mikroorganisme dengan media pertumbuhan. Selain berfungsi untuk menghomogenisasi, fungsi lain dari pengadukan adalah untuk meminimalkan ukuran gelembung gelembung udara dan menjaga kondisi lingkungan dalam wadah supaya tetap stabil. Berdasarkan jurnal Variasi Proses dan Grade Apel (Malus sylvestris mill) Pada Pengolahan Minuman Sari Buah Apel : Kajian Pustaka yang ditulis Dohitra & Teti (2015) menjelaskan tentang karakteristik minuman sari buah. Sari buah merupakan hasil pengepresan buah yang telah disaring dan dihasilkan konsentrat buah murni. Pengolahan buah menjadi sari buah bertujuan untuk meningkatkan nilai ekonomis produk. Selain itu sari buah adalah produk hasil fermentasi yang memiliki umur simpan lebih lama dibandingkan buah buahan segar. Berdasarkan jurnal Karakterisasi Minuman Sari Apel Produksi Skala Mikro dan Kecil Di Kota Batu : Kajian Pustaka yang ditulis oleh Lailufary & Teti (2015) menjelaskan bahwa proses pembuatan minuman sari buah dapat ditambahkan gula, asam sitrat, asam askorbat atau vitamin C. Buah yang akan digunakan dalam produksi minuman sari buah harus memiliki mutu yang baik dan tidak busuk. Hal tersebut dilakukan supaya didapatkan produk akhir dengan mutu yang seragam.

2.4.2. Pengukuran Biomassa dengan HaemocytometerUntuk pengukuran biomassa pertama tama sampel diambil menggunakan pipet tetes. plat haemocytometer dibersihkan dengan cara disemprot alkohol dan dikeringkan menggunakan tissue. Kemudian larutan sampel diteteskan diatas plat haemocytometer. Pada plat haemocytometer tidak boleh terdapat gelembung. Keberadaan gelembung akan berpengaruh terhadap perhitungan jumlah biomassa. Setelah itu plat haemocytometer ditutup dengan kaca obyek steril dan diamati menggunakan mikroskop. Pengukuran dan pengamatan dilakukan selama 5 hari (N0, N24, N48, N72 dan N96). Hadioetomo (1993) menjelaskan bahwa haemocytometer dapat digunakan untuk mengetahui jumlah sel yang kemudian diamati menggunakan mikroskop. Pada praktikum kinetika fermentasi ini menghitung jumlah sel mikroorganisme yang terdapat di dalam 4 kotak besar yang ada di haemocytometer. Perhitungan inokulum Saccharomyces cerevisiae dihitung menggunakan handcounter.

Pertumbuhan mikroorganisme mengikuti kurva pertumbuhan logaritmik. Fardiaz (1992) berpendapat bahwa terdapat 4 fase pertumbuhan mikroorganisme. Fase pertama adalah fase lag atau fase adaptasi, kemudian setelah fase lag adalah fase log yang merupakan fase pertumbuhan dan kemudian mikroba memasuki fase stationer. Fase stationer adalah fase dimana jumlah mikroba yang mati sama dengan jumlah mikroba yang tumbuh selama fermentasi. Fase atau tahapan terakhir adalah fase kematian. Pada fase kematian ini terlihat jumlah mikroba yang berkurang secara drastis. Berdasarkan hasil pengamatan pada pengukuran biomassa menggunakan haemocytometer didapatkan hasil yang berbeda beda pada setiap kelompok. Data hasil pengamatan menunjukan peningkatan jumlah biomassa pada N24 dan pada N96 kelompok E1, E2, E3 dan E4 mengalami penurunan jumlah mikrob. Hal tersebut sesuai dengan Fardiaz (1992) bahwa rata rata pertumbuhan sel selama fermentasi meningkat selama 24 jam fermentasi. Selama fermentasi berlangsung mikroorganisme melalui 4 tahapan fase pertumbuhan. Pada hari ke 5 atau N96 merupakan fase stationer dan mulai menuju fase kematian, sehingga terlihat adanya penurunan jumlah biomassa.

Rumus perhitungan jumlah sel dengan menggunakan haemocytometer dapat dihitung menggunakan rumus:

Keterangan:Volume petak = 0,05 mm x 0,05 mm x 0,1 mm

Gambar 9. Hasil Pengamatan E4

3.4.3. Penentuan Total Asam Selama FermentasiSebanyak 10 ml sari apel yang berisi inokulum Saccharomyces cerevisiae diambil dengan pipet volume secara aseptis dan kemudian dipindahkan dalam Erlenmeyer 100 ml. Kemudian sampel ditambahkan 3 tetes indikator PP dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N. Titrasi dihentikan hingga sampel berubah menjadi merah muda. Setelah itu kadar total titrasi dihitung dengan rumus :

Untuk pengukuran asam dilakukan bersamaan waktunya dengan pengukuran biomassa. Lalu diamati kadar total asam sitrat selama fermentasi dan dibuat grafik hubungan total biomassa dan kadar asam. Penggunaan NaOH dan indikator PP dalam penentuan total asam ini sesuai dengan Petrucci & Suminar (1987). Petrucci & Suminar (1987) menjelaskan bahwa dalam titrasi digunakan asam atau basa kuat dan indikator PP digunakan untuk titran bersifat basa. Indikator PP memiliki ciri tidak bewarna didalam larutan netral atau asam dan akan bewarna merah muda jika bereaksi dengan basa. Hasil pengamatan titrasi didapatkan hasil akhir larutan sampel tidak bewarna merah muda. Hasil yang diperoleh adalah larutan bewarna coklat tua. Hal tersebut dikarenakan sampel sari apel bewarna coklat muda, sehingga pada waktu titrasi tidak dapat berubah menjadi merah muda.

Gambar 10. Hasil Titrasi E1, E2, E3, E4 dan E5

3.4.4. Pengukuran pH minuman vinegarPertama tama larutan sampel diambil 10 ml dengan pipet volume secara aseptis. Kemudian pH larutan sampel diukur dengan pH meter dan hasil pH yang terukur dicatat. Menurut Tranggono et al., (1989) pH adalah konsentrasi ion hidrogen. Langkah kerja yang dilakukan dalam pengukuran pH sesuai dengan Martoharsono (1994) yang menyatakan pH larutan dapat diketahui dengan metode titrasi. Prinsip dari pengukuran pH meter adalah pH meter dihubungkan dengan sumber energy dan kadar ion hidrogen diketahui dari adanya goyangan jarum yang terdapat pada potensiometer.

Berdasarkan data hasil pengamatan antara jumlah sel dengan pH didapatkan hasil yang berbeda beda pada masing masing kelompok. Rata rata nilai pH tertinggi adalah pada N72 dan nilai pH terendah pada N48. Hal tersebut dikarenakan adanya peningkatan jumlah sel mikroorganisme pada media sari apel. Berdasarkan analisa menggunakan grafik diperoleh hasil hubungan jumlah sel dengan pH adalah berbanding lurus. Menurut Azizah et al., (2012) menyatakan bahwa semakin banyak jumlah sel maka pH larutan semakin rendah. Hal tersebut disebabkan karena semakin banyak asam yang dihasilkan.

3.4.5. Penentuan Hubungan Absorbansi dengan Kepadatan SelPertama tama kultur yeast Saccharomyces cerevisiae diambil 3 ml sampel dan kemudian OD ditentukan dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang sebesar 660 nm. Setelah itu hasil dicatat dan diamati selama 5 hari. Kemudian hasil yang diperoleh dibandingkan dengan hasil pengamatan kepadatan sel dan dibuat grafik yang menunjukan OD dengan kepadatan sel. Penggunaan spektofotometer digunakan untuk mengukur nilai kekeruhan larutan sampel sari apel. Fardiaz (1992) menjelaskan bahwa dengan metode spektofotometri menghasilkan intensitas cahaya yang ditransmisikan yang kemudian diserap oleh larutan dan penentuan besar intensitas cahaya adalah dengan menggunakan Hukum Lambert Beer. Menurut Hukum Lambert Beer menyatakan bahwa larutan yang semakin keruh akan menjadikan semakin sedikit cahaya yang diteruskan. Rahman (1992) menambahkan tentang indikasi pertumbuhan dari yeast Saccharomyces cerevisiae dapat diketahui dengan adanya perubahan warna. Selain itu indikasi lainnya adalah adanya perubahan warna larutan sampel yang berubah menjadi keruh, sehingga semakin keruh larutan sampel menandakan bahwa biomassa yang terbentuk semakin banyak. Penetuan hubungan absorbansi dengan kepadatan sel ini ditentukan dengan pengukuran panjang gelombang menggunakan spektrofotometer. Ewing (1985) menjelaskan bahwa spektrofotometer digunakan untuk pengukuran nilai absorbansi yang merupakan nilai konstan intensitas penyerapan. Nilai absorbansi dipengaruhi oleh kejernihan dan konsentrasi larutan. Fox (1991) menambahkan bahwa larutan yang keruh dan sangat pekat memiliki nilai absorbansi yang tinggi.

3.4.6. Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan WaktuBerdasarkan data grafik jumlah sel mikroorganisme dengan waktu pada setiap kelompok didapatkan hasil yang berbeda beda. Pada N24 rata rata jumlah sel Mikroorganisme menunjukan angka paling tinggi. Pada kelompok E4 di hari ke empat atau N72 didapatkan hasil tertinggi, yaitu sebanyak 111,25 per petak dan jumlah rata rata Mikroorganisme tiap cc adalah sebanyak 4,45 x 108. Menurut Fardiaz (1992) masa awal inkubasi mikroorganisme akan melalui tahapan fase lag dan akan mulai beradaptasi dengan lingkungan dan begitu selanjutnya. Pada kelompok E1, E2, E3, E4 mengalami penurunan jumlah sel pada N96, sedangkan pada E5 mengalami peningkatan jumlah sel sebesar 78,75 dan rata rata jumlah mikroorganisme tiap cc sebanyak 3,15 x 108. Adanya penurunan sel mikroorganisme ini dikarenakan kondisi suhu fermentasi yang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Selain itu jumlah gula yang terdapat dalam media fermentasi mulai berkurang. Triwahyuni et al., (2012) menyatakan selama fermentasi sel mikroba akan mengalami pertumbuhan cepat pada masa inkubasi selama 24 48 jam. Setelah 48 jam mikroba akan memasuki fase stationer.

4. 5. KESIMPULAN Gula dimanfaatkan mikoorganisme sebagai sumber nutrisi selama ferrmentasi. Fermentasi adalah proses pemecahan gula menjadi alkohol dan CO2. Fermentasi minuman vinegar dapat menggunakan sari apel dan yeast Saccharomyces cerevisiae. Kekeruhan sampel menunjukkan aktivitas sel yeast yang tinggi. Hubungan antara OD dan jumlah sel mikroorganisme adalah berbanding lurus. Pertumbuhan yeast mengikuti kurva logaritmik dan terdapat 4 fase pertumbuhan, yaitu fase lag, fase log, fase stationer dan fase kematian. Jumlah biomassa sel yang semakin berkurang akan menurunkan tingkat keasaman dari vinegar. Semakin lama waktu fermentasi menyebabkan nilai absorbansi semakin tinggi. Semakin lama waktu fermentasi maka biomassa sel yang dihasilkan akan berkurang pada titik tertentu.

Semarang, 10 Juli 2015Asisten Dosen, Bernardus Daniel Metta Meliani Chaterine MeilaniSelvi Elim Sugono12.70.00906. DAFTAR PUSTAKAAhmad, F.; A. T. Jameel; M. H. Kamarudin & M. Mel. 2011. Study of Growth Kinetic and Modeling of Ethanol Production by Saccharomyces cerevisae. African Journal of Biotechnology, Vol. 16 (81) : 18842-18846. Malaysia.

Azizah, N. A.; N. Al-Baarri & S. Mulyani. 2012. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol, pH, dan Produksi Gas Pada Proses Fermentasi Bioetanol dari Whey dengan Substrat Kulit Nanas. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, Vol. 1 (2) : 72-77. Semarang.

Bastian, Februadi, Tawali, A.B., dan Laga A., 2004. Mempelajari Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Mutu Buah Apel Varietas Red Delicious (Malus Sylvestris)(Study Of Effect Storage Temperature To Quality Red Delicious Apple (Malus Sylvetris)). Makasar : Jurusan Teknologi Pertanian, UNHAS

Ewing, G. W. 1985. Instrumental Methods of Chemical Analysis. Mc Growhill Book Company. USA.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Fox, P. F. 1991. Food Enzymologi Vol 1. Elsevier Applied Sciences. London.

Hadioetomo, R. S. 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Ikhsan, M. B. 1997. Pengaruh Media Starter dan Cara Penambahan Gula Terhadap Kualitas Anggur Pisang Klutuk. Stiper Farming. Semarang.

Irianto, K. 2006. Mikrobiologi : Menguak Dunia Mikroorganisme Jilid I. CV. Yrama Widya. Bandung.

Jurnal Proses Pengawetan Sari Buah Apel (Mallus sylvestris Mill) Secara Non Termal Berbasis Teknologi Oscillating Magneting Field (OMF). Elok Kurnia Novita Sari, Bambang Susilo, Sumardi Hadi Sumarlan. 2012. Jurusan Keteknikan Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang. Jawa Timur.

Jurnal Evaluation of Growth Kinetics and Biomass Yield Efficiency of Industrial Yeast Strains. Wongdimagegn Damtew, Shimelis Admassu Emire, Andualem Bahiru Aber. 2012. Addis Ababa University, Institute of Technology. Chemical Engineering Department. Food Engineering Program. Ethiopia.

Jurnal Karakterisasi Minuman Sari Apel Produksi Skala Mikro dan Kecil Di Kota Batu : Kajian Pustaka. Lailufary Ichda Noor Saadah, Teti Estiasih. 2015. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. FTP Universitas Brawijaya. Malang. Jawa Timur.

Jurnal Variasi Proses dan Grade Apel (Malus sylvestris mill) Pada Pengolahan Minuman Sari Buah Apel : Kajian Pustaka. Marina Dohitra Yanuparinda, Teti Estiasih. 2015. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pangan. Universitas Brawijaya Malang. Jawa Timur.

Kulkarni, M. K.; P. T. Kininge & N. V. Ghasghase. 2011. Effect of Additives on Alcohol Production and Kinetic Studies of S. cerevisiae for Sugar Cane Wine Production. International Journal of Advanced Biotechnology and Research, Vol. 2 (1) : 154-158.

Martoharsono, S. 1994. Biokimia Jilid 1. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Muljohardjo, M. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan Edisi Ketiga. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Nogueira, A; J. M. Le Quere; P. Gestin; A. Michel; G. Wosiacki & J. F. Drilleau. 2008. Slow Fermentation in French Cider Processing due to Partial Biomass Reduction. Journal Inst. Brew., Vol. 114 (2) : 102-110.

Petrucci, R & Suminar. 1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Edisi Keempat Jilid 2. Erlangga. Jakarta.

Rahman, A. 1992. Teknologi Fermentasi. Arcan. Jakarta.

Ranganna. 1978. Analysis of Fruit and Vegetable Product. The AVI Publ. Co. Inc. New Delhi.

Realita, T. & M. S. Debby. 2010. Teknologi Fermentasi. Widya Padjajaran. Bandung.

Saha, P. & S. Banerjee. 2013. Optimization of Process Parameters for Vinegar Production Using Banana Fermentation. International Journal of Research in Engineering and Technology, Vol. 2 (9) : 501-514. India.

Stanburry, P. F. & Whitaker. 1984. Principles of Fermentation Technology. Pergamon Press. New York.

Suriawiria, H.U. 2005. Mikrobiologi Dasar. Penerbit Papas Sinar Sinanti. Jakarta.

Tranggono; B. Setiaji; Suhardi; Sudarmanto; Y. Marsono; A. Murdiati; I. S. Utami & Suparmo. 1989. Petunjuk Laboratorium Biokimia Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Triwahyuni, E.; N. Ariani; H. Hendarsyah & T. idiyanti. 2012. The Effect of Dry Yeast Saccharomyces cereviceae Concentration on Fermentation Process for Bioethanol Production from Palm Oil Empty Fruit Bunches. Proceeding of ICSEEA 31-34.

Utami, R.; Andriani, M.A.M.; dan Putri, Z.A. 2009. Kinetika Fermentasi Yoghurt Yang Diperkaya Ubi Jalar (Ipomea Batatas). fp.uns.ac.id/jurnal/caraka%20XXV_1-51-55.pdf. Diakses pada tanggal 1 Juli 2015.

Winarno, F. G.; S. Fardiaz & D. Fardiaz. 1984. Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

32

5. LAMPIRAN

5.1. Perhitungan

5.1.1. Perhitungan Total Asam

Perhitungan Kelompok E1Perhitungan Rata-rata / MO tiap cc

Volume petak = 0,05 mm x 0,05 mm x 0,1 mm= 0,00025 mm3= 0,00000025 cc= 2,5 x 10-7 ccN0N24N48N72N96

Perhitungan Total AsamTotal Asam =N0Total Asam =mg/mlN24Total Asam =mg/mlN48Total Asam = mg/mlN72Total Asam = mg/mlN96Total Asam = mg/ml

Perhitungan Kelompok E2Perhitungan Rata-rata / MO tiap cc

N0N24N48N72N96

Perhitungan Total AsamTotal Asam =N0Total Asam =mg/mlN24Total Asam =mg/mlN48Total Asam = mg/mlN72Total Asam = mg/mlN96Total Asam = mg/ml

Perhitungan Kelompok E3Perhitungan Rata-rata / MO tiap cc

N0N24N48N72N96

Perhitungan Total AsamTotal Asam =N0Total Asam =mg/mlN24Total Asam =mg/mlN48Total Asam = mg/mlN72Total Asam = mg/mlN96Total Asam = mg/ml

Perhitungan Kelompok E4Perhitungan Rata-rata / MO tiap cc

N0N24N48N72N96

Perhitungan Total AsamTotal Asam =N0Total Asam =mg/mlN24Total Asam =mg/mlN48Total Asam = mg/mlN72Total Asam = mg/mlN96Total Asam = mg/ml

Perhitungan Kelompok E5Perhitungan Rata-rata / MO tiap cc

N0N24N48N72N96

Perhitungan Total AsamTotal Asam =N0Total Asam =mg/mlN24Total Asam =mg/mlN48Total Asam = mg/mlN72Total Asam = mg/mlN96Total Asam =mg/ml

5.2. Jurnal

5.3. Laporan Sementara