Kinetika Devina Swastika 12.70.0133 B1

26
Acara III KINETIKA FERMENTASI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI ` Disusun oleh: Nama: Devina Swastika NIM: 12.70.0133 Kelompok: B1 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

description

Cider adalah hasil fermentasi dengan menggunakan bahan dasar sari apel atau dapat juga menggunakan bahan lainnya yang mengandung pati

Transcript of Kinetika Devina Swastika 12.70.0133 B1

KINETIKA FERMENTASI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI FERMENTASI

`Disusun oleh:Nama: Devina SwastikaNIM: 12.70.0133Kelompok: B1

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

Acara III20151. HASIL PENGAMATANHasil pengamatan kinetika fermentasi dalam produksi minuman vinegar dari sari apel dapat dilihat pada Tabel 1.Tabel 1. Hasil Pengamatan Kinetika Fermentasi dalam Minuman Vinegar Sari ApelKel.PerlakuanWaktu MO tiap petakRata-rata/ MO tiap petakRata-rata/ MO tiap ccODpHTotal Asam (mg/ml)

1234

B1Sari Apel + S. cereviceaeN056886,752,7 x 1070,24163,1916,32

N244047465146,0018,4 x 1070,67333,1415,36

N484342465045,2518,1 x 1071,09313,2615,36

N7211096858894,7537,9x 1071,39223,3413,44

N961428342324,759,9x 1070,55413,4013,44

B2Sari Apel + S. cereviceaeN0201715915,2516,1x 1070,25953,1916,32

N244428215035,7514,3x 1071,51543,1516,32

N484046464644,5017,8x 1071,14323,2716,32

N724046626553,2521,3x 1071,41373,3114,40

N962932141723,009,2x 1070,43123,3713,44

B3Sari Apel + S. cereviceaeN063243,751,5x 1070,21803,1716,32

N246957565258,5023,4x 1070,78143,1416,32

N483235464038,2515,3x 1071,17463,2515,36

N7210191878591,0036,4x 1071,42913,3114,01

N962633313531,2512,5 x 1070,33583,3513,44

B4Sari Apel + S. cereviceaeN07979 8,00 3,2 x 1070,21303,1916,32

N246160515356,2522,5 x 1070,98963,1616,32

N482833263129,5011,8 x 1071,21503,2516,32

N726567646765,7526,3 x 1071,64613,3114,40

N9610418 5,75 2,3 x 1070,42973,3614,40

B5Sari Apel + S. cereviceaeN081841611,50 4,6 x 1070,32583,1816,32

N245043514747,7519,1 x 1070,79773,1716,32

N485759585757,7523,1 x 1071,13733,2415,36

N726067707768,5027,4 x 1071,45243,2814,40

N968759718375,0030,0x 1071,16593,3114,40

Berdasarkan hasil pengamatan kinetika fermentasi dalam produksi minuman vinegar diatas, dapat dilihat secara keseluruhan bahwa, terdapat 4 parameter yang diamati, yang meliputi jumlah mikroba, Optical Density (OD), pH, dan total asam. Dari hasil pengamatan yang diperoleh, dapat dilihat bahwa masing-masing kelompok B1-B5 menggunakan bahan dan yeast yang sama, namun diperoleh hasil yang berbeda-beda. Pada kolom jumlah mikroba, terlihat bahwa hasil yang diperoleh beberapa kelompok menunjukkan adanya penurunan jumlah sel, dan beberapa kelompok menunjukkan adanya peningkatan jumlah sel. Untuk hasil OD, terlihat umumnya semakin menuju waktu N72, maka OD yang diperoleh semakin besar, namun pada hasil OD N96 sebagian besar mengalami penurunan. Kemudian dari segi pH, dapat dilihat bahwa adanya peningkatan pH seiring dengan peningkatan waktu fermentasi. Dari segi total asam, hasil yang diperoleh fluktuatif sehingga sulit diketahui trend yang terjadi.

14

1.2. Grafik Pengamatan Kinetika Fermentasi dalam Produksi Vinegar1.2.1. Grafik Hubungan Absorbansi dengan WaktuHasil pengamatan hubungan absorbansi dengan waktu dapat dilihat pada Grafik 1.

Grafik 1. Hubungan Absorbansi dengan WaktuDari grafik diatas dapat dilihat bahwa ada kecenderungan peningkatan absorbansi seiring berjalannya waktu fermentasi. Absorbansi maksimal pada masing-masing kelompok ditemukan pada N72. Kemudian terjadi penuurunan absorbansi pada masing-masing kelompok pada N96.

1.2.2. Grafik Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan WaktuHasil pengamatan hubungan jumlah sel mikroorganisme dengan waktu dapat dilihat pada Grafik 2.

Grafik 2. Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan WaktuDari grafik diatas terlihat bahwa hasil yang diperoleh beberapa kelompok menunjukkan adanya penurunan jumlah sel, dan beberapa kelompok menunjukkan adanya peningkatan jumlah sel. Sehingga dapat disimpulkan bahwa masing-masing kelompok memiliki hasil yang fluktuatif. Hal ini seharusnya tidak diperoleh terjadi karena sampel yang digunakan serupa. Namun dapat dilihat bahwa hubungan antara jumlah sel pada kelompok B5 mengalami peningkatan seiring dengan berjalannya waktu, sedangkan pada kelompok B1,B2,B3, dan B4 terjadi fluktuasi hasil.

1.2.3. Grafik Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan pHHasil pengamatan hubungan jumlah sel mikroorganisme dengan pH dapat dilihat pada Grafik 3.

Grafik 3. Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan pHDari grafik diatas dapat dilihat bahwa masing-masing kelompok B1-B5 memiliki hasil data yang fluktuatif. Masing-masing kelompok memiliki hasil nilai pH yang lebih tinggi pada jumlah sel yang sedikit dibandingkan jumlah sel yang banyak.

1.2.4. Grafik Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan AbsorbansiHasil pengamatan hubungan jumlah sel mikroorganisme dengan absorbansi dapat dilihat pada Grafik 4.

Grafik 4. Hubungan Jumlah Sel dengan Optical Density (OD)Dari grafik diatas, dapat dilihat bahwa pada masing-masing kelompok memiliki trend yang tidak jelas kaitannya antara hubungan jumlah sel mikroorganisme dengan absorbansi. Mayoritas kelompok mengalami peningkatan absorbansi seiring bertambahnya jumlah sel. Akan tetapi, tidak sedikit hasil ditemukan jika jumlah sel yang lebih sedikit justru memiliki nilai absorbansi yang lebih tinggi.

1.2.5. Grafik Hubungan Jumlah Sel Mikroorganisme dengan Total AsamHasil pengamatan hubungan jumlah sel mikroorganisme dengan total asam dapat dilihat pada Grafik 5.

Grafik 5. Hubungan Jumlah Sel dengan Total AsamDari grafik diatas dapat dilihat bahwa hubungan antara jumlah sel mikroorganisme dan total asam pada masing-masing kelompok tidak terlihat trendnya dengan jelas, karena memiliki data fluktuatif. Beberapa kelompok ditemukan adanya peningkatan jumlah sel sebanding dengan peningkatan asam, namun beberapa kelompok juga ditemukan hasil yang sebaliknya.

2. PEMBAHASAN

Pada praktikum fermentasi kali ini digunakan bahan dasar sari apel malang. Pada praktikum ini bahan dasar apel malang yang telah dijuicing kemudian diinokulasikan dengan menggunakan khamir kering instan yaitu Saccharomyces cereviseae. Saccharomyces cereviceae memanfaatkan semua jenis gula seperti glukosa, sukrosa, fruktosa, dan maltosa sebagai sumber karbon dalam kondisi anaerob untuk memproduksi alkohol (Kulkarni et al., 2011). Selain itu Saccharomyces cereviceae juga mampu memproduksi alkohol tanpa menghasilkan off-flavor (Wan et al, 2004). Glukosa dalam buah apel malang dapat difermentasikan oleh yeastSaccharomyces cereviceae, dimana glukosa/pati akan dipecah ini menjadi alkohol dan kardondioksida (CO2). Produk ini umumnya dikenal dengan cider apel oleh masyarakat. Cider adalah hasil fermentasi dengan menggunakan bahan dasar sari apel atau dapat juga menggunakan bahan lainnya yang mengandung pati baik dengan maupun tanpa penambahan gula yang dibantu oleh yeast (Winarno et al., 1980).

Dalam melakukan preparasi sampel, mula-mula apel malang dicuci, kemudian dipotong dan dihancurkan dengan juicer. Disini kulit apel tidak dilakukan pengupasan kulitnya, hal ini dilakukan karena kulit apel mengandung senyawa-senyawa yang akan berkontribusi memberikan rasa sari apel pada cider yang dihasilkan. Dari proses penghancuran tersebut didapatkan hasil berupa cairan sari apel berwarna coklat. Warna coklat ini disebabkan karena adanya reaksi enzimatis, karena apel mengandung senyawa fenolik (Chang, 1991). Selanjutnya, cairan sari apel tersebut disaring dengan kain saring untuk didapatkan sari apel yang lebih jernih.

Gambar 1. Penyaringan sari apel

Sari apel yang lebih jernih kemudian diambil sebanyak 250 ml dan dimasukkan kedalam wadah botol, lalu ditutup dengan plastik yang diikat dengan karet gelang. Selanjutnya, dilakukan proses sterilisasi dengan autoklaf selama 1 jam. Sterilisasi ini bertujuan untuk membunuh semua mikroorganisme yang terkandung dalam sari buah apel yang dapat mengganggu selama proses fermentasi berlangsung. Gambar 2. Sterilisasi sari apel

Setelah disterilisasi, larutan didiamkan hingga dingin, kemudian ditambahkan dengan yeast (Saccharomyces cereviceae) sebanyak 30 ml yang dilakukan secara aseptis. Proses secara aseptis ini dilakukan agar biakan murni tidak terkontaminasi dengan mikroorganisme lain yang tidak dikehendaki (Hadioetomo, 1993). Sedangkan untuk proses pendinginan dilakukan agar yeast tidak mati karena suhu yang masih tinggi (Muljohardjo, 1988). Setelah itu larutan diinkubasi pada suhu ruang selama 5 hari. Proses inkubasi pada suhu ruang cocok karena yeast mampu tumbuh pada suhu ruang menurut teori dari Fardiaz (1992). Selama proses inkubasi berlangsung, dilakukan perlakuan shaker, yang bertujuan agar substrat sampel selalu homogen, selain itu yeast juga dapat bersentuhan dan bercampur dengan sempurna pada sampel sehingga proses fermentasi berlangsung maksimal. Hal ini juga didukung oleh teori dari Said (1987) dan Winarno (1980) yang mengatakan bahwa penggoyangan dengan shaker dilakukan agar dapat memperkecil ukuran gelembung udara sehingga area yang didapatkan lebih besar untuk mentransfer oksigen. Adanya peningkatan oksigen akan menyebabkan sel mikroba makin meningkat. Sehingga hal ini sesuai dengan teori dimana Saccharomyces cereviceae tumbuh lebih baik dengan kondisi aerob. Selama proses inkubasi dilakukan pengamatan terhadap jumlah biomassa, OD, pH, dan total asam setiap harinya, dimulai dari hari pertama (N0) hingga hari ke 5 (N96). Berikut ini akan dibahas satu persatu langkah kerja yang dilakukan beserta hasil yang telah diperoleh.

Gambar 3. Inkubasi dengan shaker

2.1. Cara Kerja2.1.1. Pengukuran Biomassa dengan HaemocytometerPengujian tingkat kepadatan sel dilakukan dengan metode haemocytometer. Metode haemocytometer digunakan untuk menentukan konsentrasi sel dan pertumbuhan sel yeast (Guzzon et al. 2011). Penggunaan metode ini memiliki keunggulan murah, dapat dilakukan pada skala yang kecil. Akan tetapi terkadang dapat terjadi bias dimana penghitungan kurang akurat (Chen & Chiang, 2011). Mula-mula haemocytometer dibersihkan dengan menyemprotkan alkohol dan dilap menggunakan tissue, kemudian sampel diambil sebanyak 25 ml, lalu diambil beberapa tetes untuk diteteskan pada haemocytometer hingga membentuk huruf H pada celahnya. Selanjutnya, haemocytometer ditutup dengan kaca preparat, kemudian dilakukan pengamatan dibawah mikroskop. Dari pengamatan dengan mikroskop, dicari lokasi sel yang memiliki 4 garis vertikal dan horizontal disekitarnya, lalu dilakukan perhitungan jumlah sel dengan menghitung sel yang terdapat dalam petak. Haemocytometer memiliki ketelitian yang cukup tinggi yakni sekitar 84,6%. Perhitungan dilakukan sebanyak 4 kali, kemudian dihitung rata-rata jumlah mikroba per petak yang didapat, dan rata-rata jumlah mikroba per cc yang didapat.

Gambar 4. Pengukuran biomassa dengan haemocytometer

2.1.2. Pengukuran Total Asam Pengujian total asam dilakukan dengan metode titrasi, mula-mula sampel yang sudah diinkubasi diambil sebanyak 10 ml, kemudian ditambahakan indikator PP sebanyak 2 tetes. Indikator PP akan bereaksi dengan basa, kemudian akan membentuk warna merah muda (Sudarmadji et al., 1989). Titrasi larutan dengan menggunakan NaOH 0,1 N hingga warnanya berubah. Petrucci & Suminar (1987) menyatakan bahwa, larutan NaOH merupakan larutan basa kuat karena titrasi harus dilakukan dengan menggunakan larutan standar berupa asam atau basa kuat yang diketahui konsentrasinya. Hal ini juga didukung oleh teori dari Kwartiningsih & Nuning (2005) yang menyatakan bahwa uji kuantitatif asam asetat dilakukan degan uji titrasi menggunakan larutan NaOH 0,1 N dan ditambahkan indikator PP. Setelah dititrasi dilakukan, perhitungan total asam dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Total asam (mg/ml) :

Gambar 5. Pengukuran total asam

2.1.3. Pengukuran pH Minuman VinegarPengukuran pH dilakukan menggunakan alat pH meter. Langkah kerja awal adalah ambil larutan sampel yang telah diinkubasi, kemudian diukur dengan pH meter. pH yang terukur dicatat setiap harinya, dan dilihat apakah terjadi peningkatan atau penurunan pH.

Gambar 6. Pengukuran pH

2.1.4. Penentuan Hubungan Absorbansi Dengan Kepadatan SelPenentuan absorbansi dilakukan dengan metode spekrofotometri. Alat yang digunakan dalam proses ini adalah spektrofotometer. Satiadarma (2004) megatakan bahwa, spektrofotometri merupakan metode untuk mengukur serapan suatu larutan terhadap panjang gelombang, dimana besarnya radiasi yang diserap akan sebanding dengan banyaknya molekul analit. Langkah kerja yang harus dilakukan adalah pertama-tama, larutan sampel yang telah diinkubasi diambil sebanyak 3 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Masukkan larutan dalam tabung reaksi tersebut kedalam kuvet spektrofotometer dan diukur absorbansinya dengan panjang gelombang 660 nm. Hal ini sesuai dengan jurnal Fermentative Behavior of Saccharomyces Strains During Guava (Psidium Guajava L) Must Fermentation and Optimization of Guava Wine Production oleh Sevda & Rodrigues (2011) yang menyatakan bahwa pengukuran OD (Optical Density) untuk Saccharomyces cereviceae adalah 660 nm.

Gambar 7. Pengukuran absorbansi

2.2. Hasil Pengamatan2.2.1. Hubungan Waktu Inkubasi dan Jumlah Sel MikroorganismeTerkait antara lamanya waktu inkubasi dan jumlah sel mikroorganisme yang terhitung, pada masing-masing kelompok diperoleh hasil yang fluktuatif. Dengan penggunaan bahan dan yeast yang sama, seharusnya masing-masing kelompok memiliki trend yang sama. Trend yang terbentuk seharusnya berupa peningkatan trend jumlah sel seiring dengan penambahan waktu inkubasi. Berdasarkan teori dari Fardiaz (1992), pada awalnya mikroba akan mengalami fase lag dimana pertumbuhannya mulai mengalami peningkatan. Selanjutnya jumlah mikroba mengalami peningkatan sangat pesat saat berada pada fase log. Dari hasil yang didapatkan pada 24 jam pertama proses inkubasi, diperkirakan yeast yang digunakan telah mengalami fase lag dan fase log. Hal ini dapat dilihat dari hasil yang di dapat. Pada hasil pengamatan, semua kelompok B1 hingga B5 sudah sesuai dengan teori dimana terjadi peningkatan jumlah sel/cc dari N0 hingga N24. Triwahyuni et al. (2012) juga menyatakan bahwa selama proses fermentasi berlangsung,yeast mengalami percepatan pertumbuhan pada 24-48 jam. Setelah proses fermentasi lebih dari 48 jam, sel yeast memasuki fase stasioner sebab media menjadi semakin menipis dan semakin terbatas. Sehingga yeastberhenti dalam pembentukan tunas dan lama-lamayeast akan mati akibat makanan yang menjadi sumber energi telah habis. Hal ini sesuai dengan hasil yang didapatkan, yaitu sebagian besar diperoleh hasil mengalami penurunan jumlah mikroorganisme setelah jam ke 48. Akan tetapi pada kelompok B2 dan B5 memiliki data yang kurang sesuai yaitu terus mengalami peningkatan jumlah mikroorganisme, yang mungkin terjadi akibat mikroorganisme lain yang terbaca sehingga mengakibatkan jumlah sel terlihat tinggi. Dan saat fase stasioner maka pertumbuhan yeast serta pemroduksian etanol mengalami perlambatan. Setelah itu mikroorganisme masuk ke fase kematian, yaitu ditandai dengan penurunan jumlah sel secara drastis (Fardiaz, 1992). Frazier & Westhoff (1988) menyatakan bahwa, berkurangnya jumlah sel bisa juga disebabkan karena kadar gula pada sampel telah habis sehingga tidak ada substrat lagi untuk nutrisi bagi mikroorganisme.

N0 N24 N48 N72 N96Gambar 8. Pengukuran biomassa dengan haemocytometer pada kelompok B1

2.2.2. Hubungan Waktu Inkubasi, Jumlah Sel Mikroorganisme, dan juga AbsorbansiTerkait dengan hubungan antara waktu inkubasi dan jumlah sel mikroorganisme dengan absorbansi, didapatkan bahwa pada umumnya nilai absorbansi mengalami peningkatan seiring bertambahnya waktu fermentasi, namun terdapat juga pada beberapa kelompok ditemukan adanya kecenderungan penurunan nilai absorbansi N96. Menurut Pelezar & Chan (1976) menyatakan dalam teorinya bahwa, dimana semakin banyak massa sel yang terdapat dalam suspense, maka sinar yang dihamburkan akan semakin banyak. Hal ini didukung oleh teori dari Fardiaz (1992) yang menyatakan bahwa, dimana sinar yang dihamburkan banyak, maka nilai OD kecil. Berdasarkan grafik yaitu hubungan antara absorbansi dan waktu seharusnya memperlihatkan nilai absorbansi yang akan terus meningkat apabila waktu yang digunakan semakin lama. Penurunan ini dapat disebabkan karena volume vinegar dan jumlah sel semakin berkurang akibat pengambilan sampel 30 ml yang dilakukan setiap harinya untuk dianalisa. Menurut teori dari Jomdecha & Prateepasen (2006), semakin lama waktu yang digunakan untuk inkubasi maka akan banyak selyeast yang membentuk tunas maupun membelah diri yang mengakibatkan jumlah sel akan semakin meningkat. Dari hasil pengamatan yang dilakukan, hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada. Seharusnya, semakin tinggi jumlah sel, maka nilai absorbansi juga semakin tinggi. Namun rata-rata hasil yang diperoleh dalam titik waktu tertentu nilai absorbansi mengalami penurunan. Hal ini dapat disebabkan karena penggojokan kurang sempurna. Menurut Rahman (1992), kecepatan penggojokkan harus diatur agar media bergolak sehingga dapat terjadi aerasi. Jika penggojokan tidak berjalan dengan baik, maka laju transfer udara akan terhambat karena Saccharomyces cerevisiae tidak dapat tumbuh dengan kondisi yang optimal.

2.2.3. Hubungan Antara Jumlah Sel dan pHTerkait antara hubungan antara jumlah sel dan pH, terlihat bahwa pada masing-masing kelompok memiliki data yang sama yaitu semakin banyak jumlah sel diperoleh nilai pH yang semakin tinggi. Tingkat keasaman berpengaruh pada fermentasi, yaitu nilai pH yang semakin tinggi maka akan menurunkan laju produksi biomassa yang disebabkan yeast tumbuh pada kondisi optimum yaitu pH 4. Galaction et al(2010) mengatakan bahwa, dalam proses fermentasi akan terjadi konversi gula menjadi alkohol dan CO2 yang melibatkan organisme fermentative. Meningkatnya produksi etanol mengakibatkan substrat yang berupa glukosa akan semakin sedikit. Dari sini dapat disimpulkan bahwa hasil yang diperoleh dari masing-masing kelompok sudah sesuai dengan teori yang ada yaitu hasil menunjukkan bahwa semakin tinggi pH jumlah sel semakin meningkat. Namun pada jam ke- 96, jumlah sel yeast akan berkurang karena substrat yang digunakan oleh yeast semakin sedikit seiring dengan semakin meningkatnya produksi alkohol. Pada pengukuran total asam juga ditemukan trend yang tidak jelas. Secara keseluruhan akan dihasilkan alkohol, asam laktat, etanol, gliserol, asam asetat, serta asetaldehid. Keberadaan seyawa tersebut seharusnya menghasilkan kondisi asam pada larutan sehingga pH seharusnya semakin menurun seiring dengan bertambahnya jumlah sel yang terukur. Hal ini juga didukung oleh teori dari Azizah (2012) yang menyatakan bahwa, penambahan Saccharomyces cereviseae yang sifatnya homohermentatif menghasilkan alkohol pada akhir fermentasi. Alkohol tersebut juga bersifat asam, sehingga semakin asamnya larutan maka semakin turun nilai pH dan peningkatan total asam. Ketidaksesuaian dengan teori dimungkinkan karena proses fermentasi belum berjalan sempurna sehingga asam asetat dan alkohol belum terbentuk secara maksimal. Selain itu ada kemungkinan kesalahan pada pengukuran total asam dikarenakan karena titik akhir titrasi dari setiap kelompok tidak sama (Girindra, 1986).

3. KESIMPULAN Cider merupakan hasil fermentasi dengan menggunakan bahan dasar sari apel atau dapat juga menggunakan bahan lainnya yang mengandung pati baik dengan maupun tanpa penambahan gula yang dibantu oleh yeast Saccharomyces cereviceae dapat memanfaatkan semua jenis gula seperti glukosa, sukrosa, fruktosa, dan maltosa sebagai sumber karbon dalam kondisi anaerob untuk memproduksi alkohol Proses sterilisasi bertujuan untuk membunuh semua mikroorganisme yang terkandung dalam sari buah apel yang dapat mengganggu selama proses fermentasi berlangsung. Penggoyangan dengan shaker dilakukan agar dapat memperkecil ukuran gelembung udara sehingga area yang didapatkan lebih besar untuk mentransfer oksigen. Adanya peningkatan oksigen akan menyebabkan sel mikroba makin meningkat. Metode haemocytometer digunakan untuk menentukan konsentrasi sel dan pertumbuhan sel yeast Haemocytometer memiliki ketelitian yang cukup tinggi yakni sekitar 84,6%. Indikator PP akan bereaksi dengan basa, kemudian akan membentuk warna merah muda Larutan NaOH merupakan larutan basa kuat Selama proses fermentasi berlangsung,yeast mengalami percepatan pertumbuhan pada 24-48 jam. Setelah proses fermentasi lebih dari 48 jam, sel yeast memasuki fase stasioner sebab media menjadi semakin menipis dan semakin terbatas. Semakin banyak massa sel yang terdapat dalam suspense, maka sinar yang dihamburkan akan semakin banyak. Sinar yang dihamburkan banyak, maka nilai OD kecil. Semakin tinggi pH jumlah sel semakin meningkat.

Semarang, 28 Juni 2015Asisten dosen: Bernardus Daniel Metta Meliani Catherine Meilani Devina Swastika

17 12.70.0133

18