Kimia Amami Pemanis Buaatan

31
BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Saat ini, masih banyak pemanis buatan atau sintetis yang beredar dan digunakan sebagai pemanis dalam berbagai produk makanan dan minuman, termasuk yang digunakan dalam beberapa produk minuman berenergi. Hal ini merupakan contoh kasus penggunaan bahan kimia yang belum diawasi secara penuh. Padahal, pihak produsen dapat menggunakan pihak pengawas dalam hal ini Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM) serta Departemen Kesehatan (Depkes) untuk merekomendasikan jenis pemanis lain yang lebih aman. Beberapa pemanis tersebut adalah senyawa-senyawa turunan sukrosa (gula tebu), jenis gula reduksi poliol atau gula alkohol dan gula dari pati-patian (starch sweetener). Pengamatan secara kualitatif terhadap jenis pemanis pada makanan jajanan menunjukkan bahwa pemanis yang digunakan pada sebagian besar makanan jajanan adalah campuran pemanis sintetis sakarin dan siklamat. Pemanis sakarin dan siklamat terdapat pada berbagai jenis makanan jajanan. Sedangkan untuk pemanis jenis dulcin tidak ada, karena di Indonesia sudah dilarang beredar, yaitu berdasarkan pada Permenkes No 722/MenKes/Per/IX/1988. b. Landasan Teori Menurut WHO (1983) seperti yang dikutip oleh Frank C.Lu (1995), zat tambahan makanan adalah “bahan apapun yang biasanya tidak digunakan sebagai bahan-bahan khas untuk makanan, baik mempunyai nilai gizi atau tidak, yang bila ditambahkan dengan sengaja pada makanan untuk tujuan teknologi (termasuk organoleptik) dalam pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengmasan, pengangkutan, atau penanganan makanan akan mengakibatkan atau dapat diharapkan berakibat (secara langsung atau tak langsung) makanan itu atau mempengaruhi ciri-ciri makanan itu. Istilah ini tidak mencakup ‘pencemar’ atau zat-zat yang ditambahkan pada makanan untuk mempertahankan atau memperbaiki mutu gizi”. Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan digunakan untuk keperluan produk olahan pangan, industri serta minuman dan makanan kesehatan. Menurut peraturan Menteri

Transcript of Kimia Amami Pemanis Buaatan

Page 1: Kimia Amami Pemanis Buaatan

BAB IPENDAHULUAN

a. Latar Belakang Saat ini, masih banyak pemanis buatan atau sintetis yang beredar dan digunakan sebagai pemanis dalam berbagai produk makanan dan minuman, termasuk yang digunakan dalam beberapa produk minuman berenergi. Hal ini merupakan contoh kasus penggunaan bahan kimia yang belum diawasi secara penuh. Padahal, pihak produsen dapat menggunakan pihak pengawas dalam hal ini Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM) serta Departemen Kesehatan (Depkes) untuk merekomendasikan jenis pemanis lain yang lebih aman. Beberapa pemanis tersebut adalah senyawa-senyawa turunan sukrosa (gula tebu), jenis gula reduksi poliol atau gula alkohol dan gula dari pati-patian (starch sweetener).Pengamatan secara kualitatif terhadap jenis pemanis pada makanan jajanan menunjukkan bahwa pemanis yang digunakan pada sebagian besar makanan jajanan adalah campuran pemanis sintetis sakarin dan siklamat. Pemanis sakarin dan siklamat terdapat pada berbagai jenis makanan jajanan. Sedangkan untuk pemanis jenis dulcin tidak ada, karena di Indonesia sudah dilarang beredar, yaitu berdasarkan pada Permenkes No 722/MenKes/Per/IX/1988.

b. Landasan Teori Menurut WHO (1983) seperti yang dikutip oleh Frank C.Lu (1995), zat tambahan makanan adalah “bahan apapun yang biasanya tidak digunakan sebagai bahan-bahan khas untuk makanan, baik mempunyai nilai gizi atau tidak, yang bila ditambahkan dengan sengaja pada makanan untuk tujuan teknologi (termasuk organoleptik) dalam pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengmasan, pengangkutan, atau penanganan makanan akan mengakibatkan atau dapat diharapkan berakibat (secara langsung atau tak langsung) makanan itu atau mempengaruhi ciri-ciri makanan itu. Istilah ini tidak mencakup ‘pencemar’ atau zat-zat yang ditambahkan pada makanan untuk mempertahankan atau memperbaiki mutu gizi”. Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan digunakan untuk keperluan produk olahan pangan, industri serta minuman dan makanan kesehatan. Menurut peraturan Menteri Kesehatan (Menkes) RI Nomor 235, pemanis termasuk ke dalam bahan tambahan kimia, selain zat yang lain seperti antioksidan, pemutih, pengawet, pewarna, dan lain sebagainya. Pemanis alternatif umum digunakan sebagai pengganti gula jenis sukrosa, glukosa atau fruktosa. Ketiga jenis gula tersebut merupakan pemanis utama yang sering digunakan dalam berbagai industri. Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma, memperbaiki sifat-sifat fisik, sebagai pengawet, dan untuk memperbaiki sifat-sifat kimia sekaligus merupakan sumber kalori bagi tubuh. (Rismana, 2002).Glukosa adalah suatu aldoheksosa dan sering disebut dekstrosa, karena mempunyai sifat dapat memutar cahaya terpolarisasi ke arah kanan. Di alam, glukosa terdapat dalam buah-buahan dan madu lebah. Dalam dunia perdagangan, glukosa dikenal sirup glukosa, yaitu suatu larutan glukosa yang sangat pekat, sehingga mempunyai viskositas atau kekentalan yang tinggi. Sirup glukosa ini diperoleh dari amilum melalui proses hidrolisis yang asam. (Poedjiadi, 1994). Madu lebah selain mengandung glukosa juga mengandung fruktosa. Fruktosa adalah suatu ketohektosa yang mempunyai sifat memutar cahaya terpolarisasi ke arah kiri dan karenanyadisebut juga levulosa. Pada umumnya, monosakarida dan disakarida mempunyai rasa manis. Fruktosa mempunyai rasa lebih manis daripada glukosa, juga lebih manis daripada sukrosa atau gula tebu. (Poedjiadi, 1994).

Page 2: Kimia Amami Pemanis Buaatan

Sukrosa adalah gula yang kita kenal sehari-hari, baik yang berasal dari tebu maupun dari bit. Selain pada tebu dan bit, sukrosa terdapat pula pada tumbuhan lain, misalnya dalam buah nanas dan dalam wortel. Dengan hidrolisis, sukrosa akan dipecah dan menghasilkan glukosa dan fruktosa. (Poedjiadi, 1994).Berdasarkan proses produksi dikenal suatu jenis pemanis yaitu sintetis dan natural atau alami. Sedangkan berdasarkan fungsinya, pemanis dibagi dalam dua kategori yaitu bersifat nutritif dan non-nutritif. Pemanis sintetis dihasilkan melalui proses kimia. Contoh dari pemanis ini antara lain taumatin, alimat, siklamat, aspartam, dan sakarin. Pemanis natural dihasilkan dari proses ekstraksi atau isolasi dari tanaman dan buah atau melalui enzimatis, contohnya sukrosa, glukosa, fruktosa, sorbitol, mantitol, dan isomalt. (Rismana, 2002). Pemanis nutritif adalah pemanis yang dapat menghasilkan kalori atau energi sebesar 4 kalori/gram. Sedangkan pemanis non-nutritif adalah pemanis yang digunakan untuk meningkatkan kenikmatan cita rasa produk-produk tertentu, tetapi hanya menghasilkan sedikit energi atau sama sekali tidak ada. Pemanis jenis ini banyak membantu dalam manajemen mengatasi kelebihan berat badan, kontrol glukosa darah, dan kesehatan gigi. (Rismana, 2002).Menurut Frank C.Lu (1995), bahan pemanis buatan mempunyai suatu rasa manis yang kuat tetapi nilai kalorinya sedikit atau tidak ada. Karena itu berguna bagi penderita diabetes dan siapa saja yang ingin menikmati rasa manis tanpa tambahan asupan kalori. Selain itu, bahan pemanis buatan yang menonjol adalah sakarin, siklamat, dan aspartame. Natrium siklamat dalam industri makanan dipakai sebagai bahan pemanis nirgizi (non-nutritive) untuk mengganti sukrosa. (Sudarmadji, 1982). Sedangkan menurut Wiranto (1984), meski ditemukan zat pemanis sintetis, tetapi hanya bebrapa saja yang boleh dipakai dalam bahan makanan dan yang mula-mula digunakan adalah garam Na- dan Ca- siklamat yang kemanisannya tiga puluh kali kemanisan sukrosa.Perubahan kecil pada struktur kimia dapat mengubah rasa senyawa dari manis menjadi pahit atau tidak berasa. Contohnya Beidler (1966) meneliti sakarin dan senyawa penyulihnya. Sakarin kemanisannya 500 kali gula. (de Man, 1977).

BAB II PELAKSANAAN

a. AlatAlat-alat yang digunakan dalam praktikum pemeriksaan kualitatif bahan pemanis dalam makanan dan minuman adalah :1. Gelas ukur 2. Beker glass3. Labu pemisah4. Cawan porselen 5. Kompor6. Water bath (pengukus) 7. Pipet ukur8. Pipet tetes9. Tabung reaksi

Page 3: Kimia Amami Pemanis Buaatan

10. Indikator universal

b. BahanBahan-bahan yang digunakan dalam pemeriksaan kualitatif bahan pemanis dalam makanan dan minuman adalah : 1. Residu (5 ml)2. Larutan H2SO4 (secukupnya)3. Larutan eter (50 ml)4. Aquades (10 ml)5. Larutan K.Na Tartrat 3% (0,5 ml)6. Larutan Nessler (0,5 ml)7. 5 tetes larutan NaNO2 10%8. 5 tetes larutan BaCl2 10%

c. Prosedur KerjaProsedur kerja dari praktikum pemeriksaan kualitatifbahan pemanis dalam makanan dan minuman adalah sebagai berikut :1. 100 ml sampel diasamkan dengan larutan H2SO42. Lapisan eter dipisahkan sampai berbentuk residu, kemudian ditambahkan 10 ml aquades3. Setelah itu, dibagi menjadi 2 (dua) bagian, satu bagian untuk pemeriksaan sakarin (bagian I), dan bagian yang lain (bagian II) untuk pemeriksaan siklamat. Bagian I dan II diperiksa kandungan pemanisnya secara kualitatif yaitu : i. Bagian I (Pemeriksaan Sakarin)a. Residu ditambah 0,5 ml larutan K.Na Tartrat 3%b. Kemudian tambahkan 0,5 ml Nessler dan dikocokc. Masukkan ke dalam tabung reaksi dan amati warna dan endapan yang terbentuk ii. Bagian II (Pemeriksaan Siklamat) a. Residu ditambah 5 tetes larutan NaNO2 10%b. Lalu tambahkan 5 tetes larutan BaCl2 10%c. Masukkan ke dalam water bath selama 10 menit untuk dipanaskand. Amati perubahan yang terjadi

d. TujuanPraktikum pemeriksaan kualitatif bahan pemanis dalam makanan dan minuman bertujuan untuk :1. Agar mahasiswa mengetahui cara penentuan ada tidaknya bahan tambahan makanan dalam makanan dan minuman.2. Agar mahasiswa dapat mengetahui ada tidaknya bahan tambahan makanan dan minuman dalam sampel.

BAB IIIHASIL PEMERIKSAAN

Page 4: Kimia Amami Pemanis Buaatan

BAB IVPEMBAHASAN

Sakarin dan Siklamat merupakan pemanis sintetik atau buatan yang penggunaannya sudah cukup luas di dalam masyarakat. Kedua jenis pemanis itu memiliki ciri-ciri yang berbeda yaitu : a. Sakarin dengan rumus molekul C2H5NO3S memiliki sifat sebagai berikut :1. Intensitas rasa manis sangat tinggi, kira-kira 200-700 kali lebih manis dari sukrosa.2. Berat molekul 183,18.3. Masih dapat dirasakan manis dalam pengenceran 1:100.0004. Panas pembakaran sakarin sebesar 4,753 kkal/gram.5. Absorbsi spektroskopis maksimum dalam 0,1N NaOH tercapai pada panjang gelombang 267,3 nm.6. Mudah larut dalam larutan alkali karbonat, dan sedikit larut dalam kloroform atau ester.b. Siklamat dengan rumus molekul C6H11NHSO3Na memiliki sifat sebagai berikut :1. Sangat mudah larut dalam air, dan tidak larut dalam alkohol, eter, benzene dan kloroform. 2. Intensitas kemanisan siklamat lebih rendah dari sakarin, yaitu sekitar 30 kali tingkat kemanisan sukrosa.3. Rasa manis siklamat masih dapat dirasakan sampai pengenceran 1:10.000

Page 5: Kimia Amami Pemanis Buaatan

4. Tahan panas, sehingga sesuai untuk dipakai dalam makanan yang diproses (kemasan). Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh hasil bahwa sampel mengandung pemanis sintetis berupa sakarin dan siklamat. Untuk sakarin dapat diketahui pada hasil perlakuan dengan K.Na Tartrat dan Nessler yang menghasilkan larutan berwarna kuning dan adanya endapan kuning yang terbentuk. Selain itu, pada sampel mengandung siklamat terdapat endapan putih yang terbentuk pada dasar larutan sampel setelah ditambahkan NaNO3 dan larutan BaCl2.Zat pemanis sintetis sakarin dan siklamat merupakan jenis zat pemanis yang sebetulnya khusus ditujukan bagi penderita diabetes atau konsumen dengan diet rendah kalori.Penggunaan sakarin yang tidak seharusnya dapat menyebabkan gangguan kesehatan, seperti dapat menimbulkan kanker kandung kemih pada tikus percobaan. Siklamat berbahaya karena hasil metabolismenya, yaitu sikloheksamina bersifat karsinogenik sehingga ekskresi lewat urin dapat merangsang pertumbuhan tumor pada kandung kemih tikus percobaan.Pemakaian sakarin dan siklamat telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 10/79/A/SK/74 tahun 1974 untuk sakarin, yang membolehkan penggunaan sakarin dalam kadar maksimum yang jauh lebih kecil daripada siklamat yang diperbolehkan dan untuk makanan khas olahan khusus (berkalori rendah) dan untuk penderita Diabetes Mellitus, kadar maksimum sakarin yang diperbolehkan adalah 0,15ppm. Sedangkan untuk minuman adalah 0,005ppm. Adapun untuk pemakaian siklamat diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 10/79/A/SK/74 tahun 1974 yang membolehkan kadar maksimum asam siklamat dalam makanan berkalori rendah dan untuk penderita Diabetes Mellitus adalah 2,0ppm dan untuk bahan minuman (yang diizinkan ditambah pemanis) kadar siklamat maksimum yang diperbolehkan hanya 0,06ppm.Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi produksi bahan kimia dan teknologi pengolahan pangan atau produk farmasi dan kesehatan, bahan pemanis alternatif natural mulai banyak digunakan. Hal ini juga ditunjang oleh tren back to nature dan adanya kesadaran konsumen untuk menggunakan produk yang aman dan bergizi. Penggunaan pemanis natural juga dipacu oleh adanya data-data penelitian yang menunjukkan efek samping dalam penggunaan pemanis sintetis, yaitu bersifat karsinogenik.Tujuan digunakan bahan pemanis alternatif antara lain untuk mengembangkan jenis minuman dan makanan dengan jumlah kalori terkontrol, mengontrol program pemeliharaan dan penurunan berat badan, mengurangi kerusakan gigi, dan sebagai bahan substitusi pemanis utama. Selain itu, pemanis alternatif dengan nilai kalori rendah sangat dibutuhkan untuk penderita diabetes atau gula tinggi sebagai bahan substitusi gula reduksi lainnya.Trend saat ini menunjukkan adanya penggunaan kombinasi dua jenis pemanis untuk produk tertentu. Kombinasi ternyata menyebabkan sinergi pada tingkat kemanisan, sehingga menguntungkan karena akan mengurangi pemakaian jumlah pemanis dan meningkatkan cita rasa produk. Pemilihan penggunaan bahan pemanis alternatif yang baik biasanya didasarkan pada sifat-sifatnya yang menyerupai sukrosa. Yaitu tingkat kemanisan mendekati sukrosa, tidak berwarna, tidak berbau, mempunyai cita rasa yang menyenangkan, aman dikonsumsi, dan mudah larut.Ada beberapa pemanis alternatif yang dapat digunakan yang aman bagi kesehatan. Turunan

Page 6: Kimia Amami Pemanis Buaatan

(derivat) sukrosa yang dihasilkan melalui proses fermentasi, pirolisis, beberapa senyawa poliol jenis gula, reduksi poliol atau gula alkohol, dan gula dari pati-patian seperti high fructose syrup (HFS), merupakan bahan pemanis alternatif yang potensial untuk menggantikan pemanis sintetis. Pemanis-pemanis tersebut selain aman untuk digunakan, juga mempunyai tingkat kemanisan yang cukup tinggi.Selain itu, gula dari pati-patian (starch sweetener) dapat dijadikan pemanis. Gula dari pati-patian adalah pemanis non tebu seperti halnya gula kelapa, gula aren dan gula bit. Contoh pemanis ini adalah high fructose syrup (HFS), fruktosa, glukosa, dan inulin. HFS diproses dari pati jagung, gandum, beras, kentang dan umbi-umbian lainnya melalui proses ekstraksi enzimatik dan mikrobial.Selain itu, sukralosa yang dihasilkan dari proses klorinasi sukrosa dapat dijadikan bahan pemanis alternatif . Pemanis ini mempunyai tingkat relatif kemanisan yang sangat tinggi terhadap sukrosa yaitu 550-750 kalinya. Keuntungan lain pemanis ini adalah sifatnya yang tidak menyebabkan karies dan tidak merusak gigi, sehingga cocok untuk digunakan dalam industri kembang gula. Sukralosa juga bersifat non-nutritif, dicirikan dari rendahnya kalori yang dihasilkan yaitu sekitar 2 kalori per satu sendok teh, sehingga dapat digunakan untuk penderita diabetes dan program penurunan berat badan.Masih banyak sebenarnya pilihan bahan pemanis alternatif yang aman dan bergizi yang dapat digunakan produsen untuk substitusi bahan pemanis sintetis di industri makanan dan minuman. Tetapi bagaimanapun penggunaan ini harus didasari oleh niat baik produsen untuk menghasilkan produknya yang bergizi serta sehat dan tidak hanya menitikberatkan pada besarnya keuntungan semata. Keberhasilan ini tentunya harus ditunjang peran aktif pihak pengawas, yaitu Badan POM dan Depkes di dalam implementasi fungsi pengawasan peredaran makanan dan minuman yang sehat, terutama dalam merekomendasikan jenis pemanis yang aman.(Rismana, 2002).

Page 7: Kimia Amami Pemanis Buaatan

BAB VPENUTUP

1. Zat pemanis sintetis sakarin dan siklamat merupakan jenis zat pemanis yang sebetulnya khusus ditujukan bagi penderita diabetes atau konsumen dengan diet rendah. Namun ada beberapa produsen makanan dan minuman yang menggunakan sakarin dan siklamat karena memiliki tingkat kemanisan yang sangat tinggi dibandingkan dengan gula.2. Berdasarkan hasil praktikum, diketahui bahwa sampel minuman mengandung pemanis sinteteis yaitu sakarin dan siklamat. 3. Sebaiknya digunakan bahan pemanis yang alami atau natural. Jika tidak, dapat menggunakan bahan pemanis alternatif yang lebih aman bagi kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

De Man, John M. 1997. Kimia Makanan : Edisi Kedua. ITB, Bandung.

Lu, Frank C. 1995. Toksikologi Dasar: Asas, Organ, Sasaran, dan Penilaian Resiko, Edisi 2. UI Press, Jakarta.

Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. UI Press, Jakarta.

Page 8: Kimia Amami Pemanis Buaatan

Rismana, Eriawan. 2002. Beberapa Bahan Pemanis Alternatif yang Aman. http://www.kompas.com/kesehatan/news/0212/07/201426.htm. Diakses tanggal 15 Desember 2006.

Sudarmadji, Slamet. 1982. Bahan-Bahan Pemanis. Agritech, Yogyakarta.

Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia, Jakarta

Page 9: Kimia Amami Pemanis Buaatan

PENETAPAN KADAR SIKLAMATPADA BEBERAPA MINUMAN RINGAN KEMASAN GELASDENGAN METODA GRAVIMETRISKRIPSI SARJANA FARMASIOlehAZAN PUTRA06 131 012FAKULTAS FARMASIUNIVERSITAS ANDALASPADANG2011

Page 22ABSTRAKTelah dilakukan penetapan kadar siklamat pada beberapa minuman ringankemasan gelas dengan menggunakan metoda Gravimetri. Penetapan kadardilakukan pada 3 sampel yang berbeda. Hasil penetapan kadar sampel Amengandung siklamat sebanyak 0,0093 %, sampel B 0,01 %, sampel C 0,0124 %.Hasil ini menunjukkan bahwa kadar siklamat pada masing-masing sampel tidakmelebihi kadar yang diperbolehkan menurut Peraturan Menteri KesehatanRepublik Indonesia No.208/MenKes/Per/IV/85 TentangBahan TambahanMakanan pada minuman ringan, yaitu 1 g/kg bahan atau 0,1% bahan.

Page 33PENDAHULUANMinuman ringan adalah minuman yang tidak mengandung alkohol,merupakan minuman olahan dalam bentuk bubur atau cair yang mengandungbahan makanan atau bahan tambahan lainnya, baik alami maupun sintetis yangdikemas dalam kemasan siap saji. Bahan tambahan tersebut dapat berupa pemanisbuatan.Pemanis merupakan bahan tambahan makanan yang berfungsi untukmemberikan rasa manis dan membantu mempertajam terhadap rasa manis tersebut,biasanya memiliki nilai kalori yang lebih rendah dari gula biasa dan hampir tidakmempunyai nilai gizi (Winarno, 1997).Berdasarkan proses produksi bahan pemanis dapat dibagi menjadi 2golongan, yaitu pemanis alami dan pemanis buatan (sintetis). Pemanis alamibiasanya berasal dari tanaman. Tanaman penghasil pemanis yang utama adalahtebu (Saccharum officinarum L.) dan bit (Beta vulgaris L.). Bahan pemanis yangdihasilkan oleh kedua tanaman tersebut dikenal sebagai gula alam atau sukrosa.Pemanis sintetis merupakan bahan tambahan yang dapat menyebabkan rasa manispada pangan, tetapi tidak memiliki nilai gizi. Beberapa pemanis sintetis yangtelah dikenal dan banyak digunakan adalah sakarin, siklamat dan aspartam(Cahyadi, 2008).

Page 10: Kimia Amami Pemanis Buaatan

Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan POM RI No:HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004, siklamat merupakan pemanis sintetis non-kaloriyang diperbolehkan untuk dikonsumsi di Indonesia. Dalam perdagangan dikenalsebagai assugrin atau sucaryl. Menurut Departemen Kesehatan Republik

Page 44Indonesia, penggunaannya hanya diperbolehkan untuk pasien diabetes ataupunorang yang membutuhkan makanan berkalori rendah (BPOM,2004; Winarno,1984). Tetapi pada kenyataannya penggunaan siklamat semakin meluas padaberbagai kalangan dan beragam produk. Hal ini dikarenakan harganya yang jauhlebih murah, menimbulkan rasa manis tanpa rasa ikutan (tidak ada after taste-nya)dan memiliki tingkat kemanisan 30 kali gula (Sudarmaji, 1982; Winarno danBirowo, 1988).World Health Organization (WHO) menyatakan adanya batas maksimumyang boleh dikomsumsikan per hari atau Acceptable Daily Intake (ADI) yaknibanyaknya milligram suatu bahan atau zat yang boleh dikomsumsi per kilogrambobot badan per hari. Batas maksimun yang ditetapkan oleh WHO adalah 11mg/kg BB. Di Indonesia penggunaan bahan pemanis sintetis ditetapkanberdasarkanPeraturanMenteriKesehatanRepublikIndonesiaNo.208/MenKes/Per/IV/85 tentang Bahan Tambahan Makanan, yaitu 1 g/kgbahan. (BPOM RI,2004; Windholz,1976)Walaupun penggunaannya diperbolehkan dan telah dibatasi, pemakaiansiklamat dilaporkan sering disalahgunakan dan penggunaannya melebihi batasyang diizinkan. Riset BPOM pada November-Desember 2002 sudahmenunjukkan bahwa konsumsi siklamat sudah mencapai 240 % Accaptable DailyIntake (ADI) (Badan POM, 2004). Pemanis buatan siklamat hingga saat inipenggunaannya masih banyak menimbulkan kontroversi karena aspek keamananjangka panjangnya yang berpotensi karsinogenik jika terkonversi menjadicyclohexylamine di dalam saluran pencernaan (Cahyadi, 2008). Dari beberapapenelitian yang telah dilakukan memperlihatkan bahwa pada penambahan 10 %

Page 55natrium siklamat dapat merangsang terjadinya tumor kandung kemih (Frank,1995).Mengingat adanya bahaya yang dapat ditimbulkan oleh siklamat terhadapkesehatan, maka diperlukan pemeriksaan terhadap bahan pemanis sintetis ini padamakanan dan minuman, khususnya pada minuman ringan kemasan gelas.Penetapan kadar pemanis sintetis ini akan dilakukan dengan metode gravimetri.Hasil pemeriksaan ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan tambahaninformasi bagi yang berwenang dalam pengawasan terhadap kesehatan

Page 11: Kimia Amami Pemanis Buaatan

masyarakat (SNI, 1992).

Page 66KESIMPULAN DAN SARANKesimpulanBerdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan :Kadar siklamat yang diperoleh dalam sampel minuman ringan kemasan gelassebagai berikut :Sampel A (minuman ringan kemasan gelas jenis nata de coco) 0,0095 % b/v atau0,0093 %.Sampel B (minuman ringan kemasan gelas jenis capuccino) 0,0104 % b/v atau0,01 %.Sampel C (minuman ringan kemasan gelas jenis sirup) 0,0128 % b/v atau 0,0124%.Kadar siklamat pada masing-masing sampel tidak melebihi kadar yangdiperbolehkanmenurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNo.208/MenKes/Per/IV/85 Tentang Bahan Tambahan Makanan pada minumanringan, yaitu 1 g/kg bahan atau 0,1% bahan.5.2SaranDisarankan pada peneliti selanjutnya untuk melakukan penetapan kadarsiklamat pada produk konsumsi yang lain.Disarankan pada peneliti selanjutnya untuk melakukan penetapan kadarsiklamat dengan metoda penetapan kadar yang lain .

Page 77DAFTAR PUSTAKABadan POM, Direktorat Surveilan dan Keamanan Pangan. 2004. Surat KeputusanKepala Badan POM RI No:HK.00.05.5.1.4547 tentang Peraturan TeknisPersyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Badan POM.Badan POM. 2004. Peraturan Teknis Penggunaan Bahan Tambahan PanganPemanis Buatan dalam Produk Pangan. Direktorat Standarisasi Produk Pangan,Deputi Bidang Pengawasan Keaman Pangan dan Bahan Berbahaya, p : 34-36.Badan POM. 2007. Jajanan Anak Sekolah, Food Watch Sistem KeamananPangan Terpadu, Volume 1. Jakarta : Badan POMCahyadi, W. 2008. Analisis Dan Aspek Kesehatan Bahan TambahanPangan.(Edisi Kedua). Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.Day, R. A,. 2002. Analisa Kimia Kuantitatif. (Edisi keenam). Jakarta: Erlangga.Depertemen Kesehatah Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia (Edisiketiga). Jakarta: Departeman Kesehatan RI.Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia (EdisiKeempat). Jakarta : Departemen Kesehatan RI.Frank, C. 1995. Toksikologi Dasar (Edisi Kedua). Diterjemahkan oleh EdiNugroho. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Page 12: Kimia Amami Pemanis Buaatan

Harmita, 2004. Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metoda dan Cara Perhitungannya.Majalah Ilmu Kefarmasian volume 1 no 3.Nurlita, F. 1997. Kadar Natrium Siklamat dalam Minuman yang Dijual di PasaranKota Singaraja. ISSN, 30 (3), 66-75

Page 13: Kimia Amami Pemanis Buaatan

Pendahuluan

Keamanan pangan merupakan persyaratan utama yang harus dimiliki oleh setiap produk yang beredar di pasaran. Oleh karena itu untuk menjamin keamanan pangan olahan, dibutuhkan kerjasama antara pemerintah dan produsen industri makanan. Dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 pasal 10 disebutkan bahwa peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan diselenggarakan melalui 15 macam kegiatan, di antaranya adalah pengamanan makanan dan minuman. Hal itu merupakan salah satu upaya untuk melindungi masyarakat dari makanan dan minuman yang tidak memenuhi persyaratan.

Sejak pertengahan abad ke-20, peranan bahan tambahan pangan (BTP) semakin penting sejalan dengan kemajuan teknologi pangan sintetis. Banyaknya BTP dalam bentuk murni yang tersedia secara komersial dengan harga relatif murah, akan mendorong meningkatnya pemakaian BTP, yang berarti meningkatkan konsumsi bahan tersebut bagi setiap individu (Cahyadi 2008).

Namun demikian, perlu kita sadari bahwa seringkali makanan hasil industri rumah tangga mengandung BTP yang berbahaya, seperti borak, formalin, asam benzoat, natrium siklamat, dan sakarin. Bahan-bahan tambahan tersebut ditambahkan pada makanan dengan tujuan untuk pengawet, pengenyal, pemanis, dan penambah warna.

Pemanis dapat dikelompokkan menjadi pemanis alami dan pemanis buatan/sintetis. Pemanis alami biasanya berasal dari tanaman. Pemanis buatan (sintetis) merupakan bahan tambahan yang dapat memberikan rasa manis dalam makanan, tetapi tidak memiliki nilai gizi. Contoh pemanis buatan yaitu sakarin, siklamat, aspartam, dulsin, sorbitol sintetis, nitro-propoksi-anilin. Banyak aspek digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan jenis pemanis buatan yang diizinkan untuk produk pangan, antara lain nilai kalori, tingkat kemanisan, toksisitas, dan pengaruhnya terhadap metabolisme tubuh manusia. Selain jenis pemanis buatan, batasan jumlah maksimum penggunaannya juga dijadikan dasar pertimbangan (Ambarsari et al. 2008).

Konsumsi makanan dan minuman dengan kandungan gula tinggi secara berlebihan tanpa diimbangi dengan asupan gizi lain dapat menimbulkan gangguan metabolisme tubuh (Usmiati & Yuliani 2004). Kondisi ini menyebabkan penggunaan sukrosa atau yang lebih dikenal dengan gula sebagai bahan pemanis utama semakin tergeser.

Sebagai bagian dari produk pangan, pemanis termasuk golongan bahan tambahan kimia selain bahan-bahan lainnya seperti antioksidan, pemutih, pengawet, pewarna, dan sebagainya. Pada dasarnya pemanis buatan (artificial sweeteners) merupakan senyawa yang secara substansial memiliki tingkat kemanisan lebih tinggi, yaitu berkisar antara 30 sampai ribuan kali lebih manis dibandingkan sukrosa. Tingginya tingkat kemanisan pemanis buatan, menyebabkan penggunaannya hanya dalam jumlah kecil sehingga dikatakan rendah kalori atau tidak mengandung kalori. Selain itu penggunaan pemanis buatan juga jauh lebih murah dibandingkan sukrosa. Seperti diketahui, sukrosa sebagai bahan pemanis alamiah memiliki kandungan kalori yang cukup tinggi, yaitu sebesar 251 kal/100 gram bahan (Usmiati & Yuliani 2004).

Page 14: Kimia Amami Pemanis Buaatan

Penggunaan pemanis buatan yang semula hanya ditujukan bagi penderita diabetes, saat ini penggunaannya semakin meluas pada berbagai produk pangan secara umum. Beberapa pemanis buatan bahkan dapat langsung digunakan konsumen hanya dengan menambahkan ke dalam makanan atau minuman sebagai pengganti gula. Propaganda penggunaan pemanis buatan umumnya dikaitkan dengan isu-isu kesehatan seperti pengaturan berat badan, pencegahan kerusakan gigi, dan mencegah peningkatan kadar glukosa darah. Namun demikian, penggunaan pemanis buatan tidak selamanya aman bagi kesehatan (Usmiati & Yuliani 2004).

Cahyadi (2008) menyatakan bahwa industri pangan dan minuman lebih menyukai menggunakan pemanis sintetis karena harganya relatif murah dan tingkat kemanisannya yang lebih tinggi. Hal ini mengakibatkan semakin meningkatnya penggunaan pemanis sintetis terutama sakarin dan siklamat. Dalam kehidupan sehari-hari, pemanis buatan sakarin dan siklamat maupun campuran keduanya sering ditambahkan ke dalam berbagai jenis jajanan anak-anak seperti makanan ringan (snack), cendol, limun, makanan tradisional, dan sirup (Yulianti 2007).

Pemanis buatan diperoleh secara sintetis melalui reaksi-reaksi kimia di laboratorium maupun skala industri. Karena diperoleh melalui proses sintetis dapat dipastikan bahan tersebut mengandung senyawa-senyawa sintetis. Penggunaan pemanis buatan perlu diwaspadai karena dalam jumlah berlebihan akan menimbulkan efek samping yang merugikan kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa jenis pemanis buatan berpotensi menyebabkan tumor dan bersifat karsinogenik. Oleh karena itu WHO telah menetapkan Acceptable Daily Intake (ADI) atau kebutuhan per orang per hari, yaitu sebesar 0-5 mg/kg BB/hari.

Hasil penelitian Lembaga Konsumen Jakarta (LKJ) menunjukkan bahwa sembilan dari 48 jenis makanan khususnya makanan anak-anak menggunakan pemanis buatan (aspartam, sakarin, dan siklamat), yang efek negatifnya dapat mempengaruhi syaraf otak dan kanker. Penggunaan bahan-bahan tersebut di negara-negara Eropa sudah lama dilarang (Syah 2005).

Bahan tambahan makanan yang diizinkan untuk digunakan terdiri dari golongan antioksidan (antioxidant), antikempal (anticakingagent), pengatur keasaman (acidity regulator), pemanis buatan (artificial sweetener), pemutih dan pematang tepung (flour treatment agent), pengemulsi, pemantap, dan pengental (emulsifier, stabilizer, and tickener), pengawet (preservative), pengeras (firmingagent), pewarna (colour), penyedap rasa dan aroma, penguat rasa (flavour, flavour enhancer) dan sekuestran (sequestrant). Selain itu, beberapa bahan tambahan yang biasa digunakan dalam makanan adalah enzim, penambahan gizi, dan humektan (Syah 2005).

Efek samping penggunaan BTP berlebih untuk jangka pendek adalah sakit perut, diare, demam, sakit kepala, mual, dan muntah-muntah sedangkan pada jangka panjang dapat menyebabkan kanker, tumor, gangguan saraf, gangguan fungsi hati, iritasi lambung, dan perubahan fungsi sel (Saparinto & Hidayati 2006).

Berdasarkan hal-hal tersebut, perlu dilakukan penelitian tentang bahaya penggunaan pemanis buatan terhadap kesehatan tubuh. Dalam penelitian ini akan diteliti pengaruh pemanis buatan terhadap kerusakan hati. Sakarin yang digunakan akan dicobakan kepada hewan coba mencit (Mus musculus L.) jantan dan dilihat tingkat kerusakan hatinya melalui gambaran mikroanatomi hati.

Page 15: Kimia Amami Pemanis Buaatan

Metode

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola satu arah. Variabel utama adalah dosis pemanis buatan sebesar 5 mg/KgBB, 10 mg/KgBB, dan 15 mg/KgBB, sedangkan variabel tergantungnya adalah gambaran histopatologi hati mencit. Populasi dari penelitian ini adalah mencit (Mus musculus L.) Balb/c jantan umur 3 bulan dengan berat badan 100-150 gram. Sebanyak 20 ekor mencit dibagi secara acak menjadi empat kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari lima ekor. Kelompok 1 sebagai kelompok kontrol, diberi akuades sebagai placebo. Kelompok 2, 3, dan 4 berturut-turut diberi pemanis buatan sebanyak 5 mg/KgBB, 10 mg/KgBB, dan 15 mg/KgBB. Pemanis buatan diberikan secara peroral dengan pelarut akuades dan diberikan selama 30 hari. Selama penelitian tikus diberi pakan standar dan air minum secara ad libitum.

Setelah 30 hari, semua mencit dianastesi menggunakan kloroform kemudian dibedah untuk diambil organ hatinya. Pembedahan dan pengambilan organ dilakukan menggunakan alat-alat bedah dan dilakukan secara hati-hati agar organ yang diambil tidak rusak. Organ hati selanjutnya dicuci dengan NaCl fisiologis (NaCl 0,9%). Setelah dicuci, organ hati difiksasi dengan cara dimasukkan ke dalam botol berisi formalin 4%. Organ hati yang telah difiksasi kemudian dibuat preparat histologinya sesuai prosedur Suntoro (1983).

Organ hati yang telah difiksasi selanjutnya dicuci dengan akuades dan direndam ke dalam larutan FAA (formaldehyde: acetic acid: alcohol) selama 24 jam. Tahap berikutnya adalah dehidrasi yang dilakukan secara bertingkat dengan alkohol 70%, 80%, 90%, 95%, dan alkohol absolut masing-masing selama 1 jam. Setelah dehidrasi, dilakukan penjernihan selama 1 jam dengan cara organ hati dimasukkan ke dalam larutan alcohol xylol, kemudian dimasukkan ke dalam xylol murni I, II, III masing-masing selama 20 menit. Organ yang tidak jernih menunjukkan dehidrasi kurang baik sehingga harus didehidrasi kembali. Setelah organ hati tampak jernih, dilakukan tahap infiltrasi parafin. Tahap ini dilakukan dengan cara merendam organ hati dalam cairan paraffin dengan titik leleh 48-52°C, 52-54°C, dan 54-56°C masing-masing selama 1-2 jam (Suntoro 1983).

Setelah diinfiltrasi, organ ditanam dalam cetakan berisi parafin cair sampai mengeras. Selanjutnya organ dalam parafin dipotong menggunakan microtome dengan ketebalan 6-10 µm. Irisan yang diperoleh ditempelkan pada gelas objek yang sebelumnya telah diolesi albumin. Albumin yang digunakan dicampur gliserin dengan perbandingan 1:1 dan disimpan dalam kotak sediaan selama satu hari sebelum digunakan. Agar benar-benar menempel, irisan ditetesi akuades kemudian diletakkan di atas hot plate pada suhu 40°C hingga mengering. Tahap selanjutnya adalah deparafinisasi yaitu menghilangkan parafin yang terdapat pada jaringan dengan cara merendam jaringan dalam xylol selama 10 menit. Setelah itu dilakukan proses pewarnaan. Jaringan histologis dihisap xylol-nya menggunakan kertas saring. Kemudian berturut-turut dimasukkan kedalam alkohol 96%, 90%, 80%, 70%, 60%, 50%, 40%, dan 30% masing-masing selama 5 menit lalu ke akuades selama 5 menit. Kemudian dicuci dengan air mengalir kurang lebih 2 menit (Suntoro 1983).

Setelah itu jaringan dimasukkan ke dalam haemotoxylin erlich selama 4 menit kemudian dicuci dengan air mengalir selama 10 menit. Selanjutnya jaringan dimasukkan ke dalam aquades dan

Page 16: Kimia Amami Pemanis Buaatan

alkohol 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, 96% masing-masing beberapa celupan. Kemudian jaringan direndam dalam larutan pewarna yang kedua yaitu eosin yellow 0,5% (dalam alkohol 70%) selama 1,5 menit. Setelah terwarnai, jaringan dicelupkan ke dalam alkohol 70%, 80%, 90%, 96%, dan alkohol absolut selama 10 menit. Tahap selanjutnya preparat dikeringanginkan dan dimasukkan ke dalam xylol selama 15 menit. Sediaan histologi selanjutnya ditetesi Canada balsame lalu ditutup dengan coverglass. Tahap terakhir preparat diberi label dan keterangan, kemudian diamati di bawah mikroskop (Suntoro 1983).

Perubahan sel-sel hati (degenerasi dan nekrosis) diamati di mikroskop pada perbesaran 400 kali. Perubahan sel-sel hati dilihat dengan cara membagi lobus hati menjadi tiga zona yang terdiri dari zona 1, zona 2, dan zona 3. Zona-zona tersebut sama dengan area periportal, midzona, dan centrilobular. Perubahan sel-sel hati yang terlihat dihitung dalam satu lapang pandang dengan jumlah 100 sel. Rata-rata jumlah kerusakan sel dihitung pada lima lapang pandang per slide pada zona 3. Derajat kerusakan dikuantitatifkan berdasarkan metode Mitchel (Ghufron 2001), yakni skor 0 jika tidak terjadi kerusakan sel hepar, skor 1 jika kerusakan sel hepar mencapai 0,1-5%, skor 2 jika kerusakan sel hepar mencapai 6-25%, skor 3 jika kerusakan sel hepar mencapai 26-50%, skor 4 jika kerusakan sel hepar lebih dari 50%. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan membandingkan hasil pengamatan mikroskopik organ hati dari setiap kelompok perlakuan dengan kontrol.

Hasil dan Pembahasan

Hasil pengamatan mikroskopis kelompok 1 (kontrol) tampak sel hati tersusun radier mengelilingi vena sentralis, yang berhubungan dengan ruang perisinusoid (Gambar 1a). Unit fungsional hepar terkecil adalah asinus hepar yang terdiri atas sel-sel parenkim sekitar arteriol, venul, dan duktus biliaris terminal serta terletak di antara dua vena sentralis. Konsep asiner ini dapat menjelaskan gangguan patofisiologis penyakit hepar (Fawcett 2002).

Pada kelompok 2 yang diberi pemanis buatan dosis 5 mg/KgBB/hari mulai terjadi perubahan sel hepar. Sel hepar mengalami degenerasi dan nekrosis dengan rata-rata sebesar 0,52% (skor 1) (Gambar 1b).

Pada kelompok 3 yaitu kelompok yang diberi pemanis buatan sebanyak 10 mg/KgBB/hari menunjukkan kerusakan sel hepar yang tidak berbeda jauh dengan kelompok 2 yaitu 0,56% (skor 1) (Gambar 1c). Kerusakan hepar oleh zat toksin kemungkinan terjadi karena beberapa faktor, seperti jenis zat kimia, dosis, dan lama paparan (akut, subkronik, atau kronik). Selain itu, hepar mempunyai kemampuan regenerasi yang tinggi. Kehilangan jaringan akibat zat-zat toksik memacu mekanisme pembelahan sel dan terus berlangsung sampai perbaikan massa jaringan tercapai (Junqueira et al. 2007).

Lain halnya yang terjadi pada kelompok 4 yaitu kelompok yang diberi pemanis buatan 15 mg/KgBB/hari menimbulkan perubahan bermakna pada gambaran histopatologi sel hepar mencit. Sinusoid tampak melebar serta tampak peningkatan jumlah sel-sel yang mengalami degenerasi dan nekrosis yaitu sebesar 35,72% (skor 3) (Gambar 1d). Hal ini terjadi karena akumulasi lemak di dalam sel hati yang biasanya ditandai dengan adanya vakuola-vakuola kecil di dalam sitoplasma. Vakuola-vakuola ini dapat membesar dan mendesak inti sel ke bagian tepi

Page 17: Kimia Amami Pemanis Buaatan

sel hati. Apabila sel hati mengalami kerusakan oleh berbagai sebab, maka serangkaian perubahan morfologi dapat dijumpai pada hati (Arief 2006).

Nilai rerata skor perubahan organ hepar mencit Balb/c yang diberi pemanis buatan ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai rerata skor perubahan hepar mencit Balb/c yang diberi pemanis buatan

Keterangan:

: tidak terjadi kerusakan sel hepar

: kerusakan sel hepar mencapai 0,1-5%

: kerusakan sel hepar mencapai 6-25%

: kerusakan sel hepar mencapai 26-50%

: kerusakan sel hepar lebih dari 50%

Hepar merupakan organ yang berperan penting dalam tubuh manusia. Metabolisme intermedier dari seluruh bahan makanan berlangsung di hepar. Hepar merupakan tempat utama untuk aktivitas sintesis, katabolik, dan detoksifikasi dalam tubuh. Selain itu, hati berperan dalam ekskresi pigmen darah. Sel-sel Kupffer dalam hati juga ikut berperan dalam reaksi imunologik. Kerusakan hepar dapat disebabkan oleh berbagai agen antara lain virus, alkohol, dan obat-obatan (seperti isoniazid, aspirin, tetrasiklin). Agen-agen tersebut dapat menyebabkan gangguan fungsi hepar berupa karsinoma ataupun sirosis hepatis (Junqueira et al. 2007). Semua jejas pada hati menimbulkan gambaran patologi yang sama yaitu terjadinya degenerasi dan akumulasi intraseluler, nekrosis, inflamasi, regenerasi, dan fibrosis (Huang et al. 2003).

Berdasarkan hasil pengamatan, hepatosit normal menunjukkan susunan sel secara radier terhadap vena sentralis, bentuk sel bulat dan oval, dan terdapat lempeng-lempeng hepatosit. Sel terlihat memiliki satu nukleus, namun ada juga yang memiliki lebih dari satu nukleus (binukleat) yang terdapat di tengah sel. Karakteristik hepatosit yang mengalami vakuolisasi adalah volume hepatosit membesar, nukleus rata-rata hanya satu terletak di tengah sel, bagian sitoplasma hepatosit agak cekung tampak lebar dan berwarna putih. Hepatosit bervakuola ditemukan pada zona sentrolobuler yakni di sekitar daerah vena sentralis. Hepatosit yang mengalami vakuolisasi tidak sebanyak sel yang mengalami piknosis dan nekrosis. Hepatosit yang mengalami piknosis tampak menghitam, namun masih memiliki membran sel. Nukleus belum tampak terfragmentasi. Beberapa sel yang mengalami piknosis tampak lebih besar daripada hepatosit normal, namun ada juga yang mempunyai ukuran lebih kecil dari hepatosit normal. Hepatosit berbentuk bulat dengan kondisi sel yang masih tersusun secara radier (Fajariah et al. 2010).

Hal ini sesuai dengan pernyataan Ngabekti dan Isnaeni (2000) bahwa piknosis atau pengerutan inti merupakan homogenisasi sitoplasma. Hepatosit yang mengalami piknosis ini tampak lebih gelap daripada hepatosit normal. Selain kerusakan berupa piknosis dan sel bervakuola, hepatosit

Page 18: Kimia Amami Pemanis Buaatan

juga mengalami nekrosis. Kerusakan hepatosit berupa nekrosis ditandai dengan nukleus yang menghitam dan mengalami fragmentasi. Selain itu, hapatosit tampak semakin kecil dan mengkerut sehingga mempunyai bentuk yang tidak teratur.

Perubahan yang terjadi setelah pemberian pemanis buatan meliputi degenerasi parenkimatosa, degenerasi hidropik, dan nekrosis yang tampak pada Gambar 1c. Degenerasi parenkimatosa merupakan degenerasi paling ringan, terjadi pembengkakan dan kekeruhan sitoplasma. Degenerasi ini reversibel karena hanya terjadi pada mitokondria dan retikulum endoplasma akibat gangguan oksidasi. Sel yang terkena jejas tidak dapat mengeliminasi air sehingga tertimbun di dalam sel dan sel mengalami pembengkakan. Degenerasi hidropik merupakan derajat kerusakan yang lebih berat, tampak vakuola yang berisi air dalam sitoplasma yang tidak mengandung lemak atau glikogen. Perubahan ini umumnya merupakan akibat gangguan metabolisme seperti hipoksia atau keracunan bahan kimia. Degenerasi ini juga bersifat reversibel meskipun tidak menutup kemungkinan bisa menjadi irreversibel apabila penyebab cederanya menetap. Sel yang telah cedera kemudian bisa mengalami robekan membran plasma dan perubahan inti sehingga sel mati atau nekrosis.

Menurut Santosa (2005) apabila senyawa racun yang masuk terlalu besar sehingga bersifat toksik pada hepar, maka akan menimbulkan degenerasi jaringan hepar. Kemudian terjadi nekrosis yang dapat merusak jaringan hepar. Dengan demikian perlu hati-hati dan pertimbangan yang cermat agar terhindar dari bahaya pemanis buatan dengan dosis tinggi. Pemanis buatan dalam darah dapat menyebabkan kerusakan berbagai organ termasuk organ hati. Hal ini diakibatkan oleh kemampuan pemanis buatan untuk membentuk radikal bebas dalam tubuh serta menurunkan kemampuan antioksidan sehingga dengan sendirinya akan terjadi stres oksidatif. Selain itu dari berbagai penelitian diketahui bahwa pemanis buatan secara langsung dapat menimbulkan terjadinya gangguan dalam proses biokimia normal sistem hepatobilier dan juga dapat menyebabkan nekrosis sel hati.

Adanya infiltrasi sel-sel radang, baik pada jaringan hati ataupun ginjal diduga terkait dengan adanya respon tubuh terhadap beberapa kelainan akibat teraktivasinya termoregulator. Pada tubuh yang menderita peradangan akan melepaskan berbagai jenis senyawa biokimia, seperti beberapa jenis hormon glukokortikoid dan sitokin. Sitokin yang dilepaskan memegang peran penting dalam upaya tubuh mempertahankan homeostasis akibat peradangan. Selama terjadi peradangan sekresi sitokin meningkat, hal ini akan meningkatkan respons inflamasi. Selain itu, pada keadaan peradangan yang kronis, protektif protein yang dihasilkan akibat radang (heat shock protein; HSP) menjadi tidak terkendali, sehingga menyebabkan beberapa jenis protein seluler mengalami kerusakan, kejadian apoptosis dan nekrosis jaringan juga meningkat (Huang et al. 2003).

Natrium sakarin yang dikonsumsi tikus percobaan secara terus menerus dalam waktu yang lama (minimal 10 minggu) dengan dosis melebihi ketentuan dapat menimbulkan anemia dan peningkatan, kadar bilirubin, SGPT, dan SGOT meningkat. Secara normal kedua enzim (SGPT, SGOT) ini ditemukan di darah dalam jumlah sedikit. Kalau kadar kedua atau salah satu dari enzim ini dalam aliran darah meningkat, hal itu merupakan petunjuk bahwa sel-sel hati mengalami kerusakan. Pemberian natrium sakarin terlalu lama dapat meningkatkan jumlah

Page 19: Kimia Amami Pemanis Buaatan

leukosit dan limfosit atau sel-sel radang lainnya. Akan tetapi, kadar hemoglobin dan jumlah eritrosit menurun jika dibandingkan dengan normal (Demacario & Macario 2000).

Natrium sakarin yang diberikan dalam dosis tunggal memiliki sifat retensi atau tersisa dalam organ tubuh mencit. Kalau diberi dosis terus menerus atau dosis berulang, natrium sakarin yang tersisa mengalami akumulasi. Natrium sakarin yang tertimbun dalam organ akan bersifat racun terhadap organ tersebut, akibatnya organ akan mengalami kerusakan bahkan dapat menimbulkan tumor.

Selain natrium sakarin, pemanis buatan lainnya adalah siklamat. Sebesar 0.1-8% dari total siklamat yang masuk ke dalam tubuh manusia diubah menjadi sikloheksilamin, namun berbeda tiap individu untuk jumlah yang diekskresikan (dapat mencapai 60% dari total yang masuk kedalam tubuh) (IARC 1980; Buss et al. 1992). Sebagian siklamat yang tidak diabsorbsi tubuh akan dikonversi oleh mikroflora gastrointestinal menjadi sikloheksilamin yang dapat diabsorbsi oleh usus (Drasar et al. 1972).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bauchinger et al. (1970), menunjukkan bahwa konsumsi siklamat secara rutin dalam jangka panjang mengakibatkan terjadinya aberasi kromosomal pada limfosit dan kandung kemih. Aberasi kromosom disebabkan oleh adanya interaksi antara sikloheksilamin dan protein regulator gen kanker (Dick et al. 1974).

Pemberian pemanis buatan pada hepatosit dapat menyebabkan hambatan terhadap aktivitas beberapa enzim yang berperan dalam respirasi seluler, yaitu malat dehidrogenase dan enzim 2-oksoglutarat dehidrogenase yang berperan dalam siklus asam sitrat, serta enzim NADH sitokrom-reduktase dalam sistim transfer elektron sehingga mengakibatkan penurunan ATP. Selanjutnya fungsi pompa natrium yang memerlukan ATP untuk mengatur keluar masuknya ion-ion Na+ dan K+ dari dan keluar hepatosit dengan cara transport aktif terhambat. Hal ini mengakibatkan terjadinya akumulasi ion-ion Na+ di dalam sel, sehingga nilai osmosis plasma sel meningkat. Keadaan ini menyebabkan air di sekitar hepatosit masuk ke dalam hepatosit, sehingga terjadi pembengkakan sel dan organela-organela sel, termasuk mitokondria, dan retikulum endoplasma. Hal ini mengakibatkan kerusakan struktur serta penurunan fungsi organela-organela tersebut. Mitokondria berfungsi untuk respirasi seluler. Bila mitokondria, khususnya membran luar, membran dalam, dan krista mitokondria mengalami kerusakan, maka enzim-enzim yang berperan dalam siklus asam sitrat dan sistim transfer elektron akan keluar dari mitokondria. Selanjutnya respirasi seluler tidak dapat berlangsung. Akibatnya terjadi penurunan energi yang diperlukan untuk berbagai aktivitas hepatosit. Akhirnya hepatosit-hepatosit mengalami nekrosis dan mati. Apabila banyak hepatosit yang mengalami nekrosis, maka dapat terjadi gangguan fungsi hepar (Hastuti 2010).

Simpulan

Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian pemanis buatan peroral berpengaruh terhadap gambaran histopatologi hepar mencit Balb/c jantan. Pengamatan secara mikroskopik pada hepar mencit Balb/c jantan setelah pemberian pemanis buatan peroral dosis 5 mg/KgBB/hari dan 10 mg/KgBB/hari menunjukkan perubahan hepar dengan skor 1 (perubahan

Page 20: Kimia Amami Pemanis Buaatan

0,52% dan 0,56%). Namun pemberian pemanis buatan dosis 15 mg/KgBB/hari selama 30 hari dapat menyebabkan perubahan degenerasi dan nekrosis sel hepar sebesar 35,72% (skor 3).

Daftar Pustaka

Ambarsari I, Qanytah & Sarjana. 2008. Penerapan Standar Penggunaan Pemanis Buatan Pada Produk Pangan. Balai Pengkajian Teknologi. dst: Pertanian Jawa Tengah.

Arief S. 2006. Radikal Bebas. Surabaya: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/ RS. Dr. Sutomo.

Bauchinger M, Schmid E, Pieper M & Zollner N. 1970. Cytogenetic effects of cyclamateon human peripheral lymphocytes in vivo. Deutch Med Wochenschr. 95: 2220–2223.

Buss NE, Renwick AG, Donaldson KM & George CF. 1992. The metabolism ofcyclamate to cyclohexylamine and its cardiovascular consequences in human volunteers. Toxicol Appl Pharmacol. 115: 199-210.

Cahyadi W. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara.

Demacario EC & Macario AJL. 2000. Stressors, stress and survival; overview. Frontiers Biosci 5: 780-786.

Dick CE, Schniepp M, Sonders RC & Wiegand RG. 1974. Cyclamate and cyclohexylamine: Lack of effect on the chromosomes of man and rats in vivo. Mutant Res. 26: 199–203.

Drasar BS, Renwick AG & Williams RT. 1972. The role of the gut flora in the metabolism of cyclamate. Biochem J 129: 881–890.

Fajariyah S, Utami ET & Arisandi Y. 2010. Efek pemberian estrogen sintetis (Diethylstillbestrol) terhadap struktur hepar dan kadar SGOT dan SGPT pada mencit (Mus musculus) betina strain Bal/C. J Ilmu dasar 11(1): 76-82.

Fawcett DW. 2001. Buku Ajar Histologi. 12th ed. Jakarta: EGC 583-97.

Ghufron M. 2001. Gambaran struktur histologik hepar dan ren mencit setelah perlakuan infusa akar rimpang jahe (Zingiber officinale) dengan dosis bertingkat. J Kedokteran YARSI 9(1): 72.

Hastuti US. 2010. Efek Mikotoksin terhadap Tubuh. Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Mikrobiologi. FMIPA Universitas Negeri Malang. 16 Desember 2010.

Huang KL, Wu CP, Chen YL, Kang BH & Lin YC. 2003. Heat stress attenuates air bubble-induced acute lung injury: a novel mechanism of diving acclimatization. J Appl Physiol 94: 1485 – 1490.

Page 21: Kimia Amami Pemanis Buaatan

IARC. 1980. IARC Monographs on the Evaluation of the Carcinogenic Risk of Chemicals to Humans some Non-nutritive Sweetening Agents. Lyon. 22: 55–109, 171–185.

Junqueira LC, Carneiro J & Kelley RO. Alih bahasa Tambayong J. 2007. Histologi Dasar. Jakarta: EGC 370-387.

Lu CF. 1995. Toksikologi Dasar. Jakarta: UI Press.

Ngabekti S & Isnaeni W. 2000. Pemanfaatan Kurkumin Untuk Mengeliminir Pengaruh Diazonin terhadap Kerusakan Hati Mencit (Mus musculus L). Semarang: Fakultas MIPA Universitas Negeri Semarang.

Saparianto C & Hidayati D. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta: Kanisius.

Santosa MH. 2005. Uji toksisitas akut dan subakut ekstrak etanol dan ekstrak air kulit batang Artocarpus champeden Spreng dengan parameter histopatologi hati mencit. Majalah Farmasi Airlangga: 91-5.

Suntoro H. 1983, Metode Pewarnaan (Histologi dan Histokimia). Jakarta: Bhratara Karya Aksara.

Syah D. 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.

Usmiati S & Yuliani S. 2004. Pemanis alami dan buatan untuk kesehatan. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri 10(1): 13-17.

Yulianti N. 2007. Awas! Bahaya Lezatnya di Balik Makanan. Yogyakarta: Penerbit Andi