Kiling - Monosodium Glutamat-EDIT
-
Upload
cassandramills -
Category
Documents
-
view
74 -
download
2
description
Transcript of Kiling - Monosodium Glutamat-EDIT
ZAT ADITIF PADA MAKANAN
MONOSODIUM GLUTAMAT
Makalah Kimia Lingkungan
Oleh
Darson (3325 10 2406)
Dea Apriyani (3325 10 2421)
Ekrima Astari (3325 10 1439)
Program Studi Kimia
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2013
KATA PENGANTAR
Bismillah, segala puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya dan juga tidak lupa shalawat serta salam dilimpahkan kepada nabi besar
Muhammad SAW yang telah menjadi suri tauladan sehingga kami dapat menyelesaikan
penulisan paper kimia lingkungan yang berjudul Zat Aditif pada Makanan: MonoSodium
Glutamat. Paper ini disusun untuk memenuhi tugas dalam menempuh matakuliah Kimia
Lingkungan, Program Studi Kimia Universitas negeri Jakarta
Penyelesaian dalam penulisan dan penyusunan makalah ini tak luput dari bantuan
dan dukungan beberapa pihak, yaitu
1. Prof. Dr. Rukaesih Ahmad, M. Si sebagai dosen pengampu mata kuliah Kimia
Lingkungan,
2. Pihak Keluarga yang terus memberikan semangat, motivasi, serta doa, dan
3. Teman-teman angkatan 2010 serta beberapa pihak yang ikut andil dalam penyelesaian
makalah ini.
Kami menyadari bahwa seorang manusia tak luput dari kesalahan, maka dari itu penuis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis
mengharapan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga tulisan ini dapat
memberikan manfaat dalam mengembangkan pengetahuan pembaca pada umumnya, dan
secara khusus bagi penulis.
Jakarta, Mei 2013
Penulis
PENDAHULUAN
Zat aditif merupakan zat tambahan terhadap suatu produk. Bahan tambahan makanan
adalah bahan yang bukan secara alamiah merupakan bagian dari bahan makanan, tetapi
terdapat dalam bahan makanan tersebut karena perlakuan saat pengolahan, penyimpanan
atau pengemasan. Penggunaan aditif makanan telah digunakan sejak zaman dahulu tujuan
untuk memperbaiki penampilan, cita rasa, tekstur, dan memperpanjang daya simpan. Zat
aditif juga ditambahkan dengan tujuan meningkatkan nilai gizi seperti protein, mineral dan
vitamin.
Zat aditif yang digunakan dalam makanan dapat berupa zat aditif yang bersifat alami
maupun buatan. Zat aditif alami merupakan zat aditif yang didapatkan dari alam. Sedangkan
untuk zat aditif buatan adalah zat aditif yang diperoleh melalui serangkaian proses kimia.
Beberapa serangkaian sumber menyatakan bahwa jika zat aditif buatan ini di konsumsi secara
berlebihan maka akan menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan tubuh.
Ajinomoto Corp, salah satu perusahaan industri pengolah penyedap makanan. Pada
tahun 1909 Ajinomoto Corp, memperkenalkan Monosodium Glutamate (MSG) sebagai salah
satu zat additif yang dapat digunakan dalam makanan. Monosodium glutamate atau yang
lebih sering kita dengan sebagai MSG merupakan zat penambah rasa pada makanan yang
dibuat dari hasil fermentasi karbohidrat gula tebu. MSG terdiri dari air, sodium, dan
Glutamat.
MSG dalam dunia industri sering disebut potensiator (alat yang dapat membangkitkan
potensi rasa makanan). Pada tahun 1986 banyak terjadi masalah akibat penggunaan msg,
salah satunya adalah Chinese Restaurant Syndrome (CRS). CRS merupakan istilah yang
digunakan untuk gejala sakit kepala dan rasa terbakar setelah mengkonsumsi makanan
tertentu. Penyababnya dicurigai karena penambahan MSG yang berlebihan pada masakan di
beberapa restoran di Cina. Akibat kejadian ini terjadi kontroversi penggunaan MSG dalam
makanan. Setelah beberapa kejadian terjadi akibat adanya penambahan MSG dalam
makanan, maka dalam paper ini akan dijelaskan aktifitas dan beberapa pengaruh penambahan
zat aditif MSG dalam makanan.
PEMBAHASAN
A. Monosodium Glutamat
Monosodium Glutamat (MSG) adalah kristal putih yang biasanya dibuat sebagai
pelengkap bumbu masak yang mempunyai cita rasa yang kuat. Manfaat MSG
sebagai penguat cita rasa, MSG menguatkan rasa atau aroma bahan makanan pokok
itu sendiri. Manfaat lainnya adalah menghilangkan rasa tidak enak yang terdapat
pada bahan makanan tertentu, misalnya menghilangkan rasa langu kentang namun,
tidak berarti bahwa MSG dapat menghilangkan rasa tidak enak bahan makanan yang
sudah rusak.
Monosodium Glutamat (MSG), merupakan turunan kimia garam natrium dari L-
Glutamic acid, yang jika di-Indonesia-kan menjadi garam natrium dari asam glutamat
(natrium glutamat atau sodium glutamat). Asam glutamat merupakan asam amino yang
terdapat penyusun protein dalam tubuh kita dan pada makanan yang kita makan. Struktur
glutamat pada MSG sama halnya dengan glutamat alami yang terdapat dalam bahan
makanan. Ha l in i menyebabkan Glutamat “alami” dan bumbu masakan tidak dapat
dibedakan oleh analisis kimia.
Monosodium glutamat tersusun atas satu ion glutamat dan satu ion natrium. Asam
glutamat merupakan ion bivalen yang mampu mengikat dua ion positif. Pada MSG, asam
glutamat hanya melepas satu atom H untuk mengikat satu atom Na dengan demikian
senyawa ini masih memiliki satu atom H yang bersifat asam . Struktur dari MSG
adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Struktur MSG
Dari struktur ini terlihat bahwa MSG memiliki satu karbon asimetrik yaitu karbon
empat dari kiri. Karbon tersebut terikat oleh 4 gugus yang saling berbeda sehingga
merupakan bentuk isomer yang optis aktif. Bentuk garam yang terikat pada karbon
empat dari kiri ini memiliki kekutan membangkitkan atau mempertegas citarasa.
Garam monosodium dari asam glutamat pada hakikatnya merupakan bentuk
glutamat dengan konsentrasi paling tinggi dan mudah ditangani diterima oleh tubuh.
Indera pengecap kita bekerja melalui beberapa reaksi kimia dan fisiologis yang
rumit sekali. Mekanisme MSG sulit dijabarkan namun gagasan yang dianggap dapat
diterima ilmuwan adalah glutamat berfungsi memastikan agar molekul-molekul tertentu bisa
melekat lebih lama pada indera pengecap sehingga rasa makanan menjadi lebih kuat.
B. Sejarah Singkat Monosodium Glutamat
Monosodium Glutamate (MSG) mulai terkenal tahun 1960-an, tetapi sebenarnya
memiliki sejarah panjang. MSG pertama kali diisolasi dari rumput laut adalah pada tahun
1908 oleh seorang seorang profesor Kimia Fisis Jepang bernama Kikunae Ikeda.
Penemuan Ikeda dilatarbelakangi oleh keingintahuannya terhadap rasa unik yang disebabkan
oleh penambahan rumput laut pada sup di Jepang. Penemuan ini melengkapi 4 jenis rasa
sebelumnya - asam, manis, asin dan pahit - dengan umami (dari akar kata umai yang
dalam bahasa Jepang berarti lezat). Sementara menurut beberapa media populer,
sebelumnya di Jerman pada tahun 1866, Ritthausen juga berhasil mengisolasi asam
glutamat dan mengubahnya dalam bentuk Monosodium Glutamate (MSG), tetapi belum
tahu kegunaannya sebagai penyedap rasa.
Sejak penemuan itu, Jepang memproduksi asam glutamat melalui ekstraksi dari bahan
alamiah. Tetapi karena permintaan pasar terus melonjak, tahun 1956 mulai ditemukan
cara produksi L-glutamic acid melalui fermentasi. L-glutamic acid inilah inti dari MSG,
yang berbentuk butiran putih mirip garam. MSG sendiri sebenarnya tidak memiliki rasa.
Tetapi bila ditambahkan ke dalam makanan, akan terbentuk asam glutamat bebas yang
ditangkap oleh reseptor khusus di otak dan mempresentasikan rasa dasar dalam makanan
itu menjadi jauh lebih lezat dan gurih.
Sejak tahun 1963, Jepang bersama Korea mempelopori produksi masal MSG
yang kemudian berkembang ke seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. Setidaknya
sampai tahun 1997 sebelum krisis, setiap tahun produksi MSG Indonesia mencapai
254.900 ton/tahun dengan konsumsi mengalami kenaikan rata-rata sekitar 24,1% per
tahun.
Gambar 2. Ajinomoto, Perusahaan pertama yang memproduksi MSG
C. Proses Pembuatan Monosodium Glutamat
Pada zaman dahulu di Jepang senyawa Monosodium Glutamat diproduksi dari
ekstrak rumput laut. Sekarang MSG diproduksi dari fermentasi karbohidrat hasil
samping gula tebu atau molases. Proses pembuatan monosodium glutamat yang sering
dipilih adalah metode fermentasi dengan alasan:
1. Ketersediaan bahan baku molasses yang melimpah di Indonesia, sehingga menjaga
kelangsungan berdirinya pabrik monosodium glutamat.
2. Proses fermentasi tidak memerlukan tekanan operasi yang tinggi sehingga biaya
produksi lebih bisa ditekan.
Secara garis besar proses produksi MSG melalui tahap-tahap persiapan bahan baku dan
bahan pembantu, fermentasi, kristalisasi, dan netralisasi serta pengeringan dan pengayakan.
Gambar 3. Proses Pembuatan MSG
1. Bahan baku
Dalam pembuatan MSG digunakan bahan baku berupa tetes tebu sebagai sumber
karbohidrat. Tetes tebu diolah terlebih dahulu untuk menghilangkan kandungan Ca
dengan menambahkan H2SO4. Kandungan sukrosa dalam molasses dikonversi terlebih
dahulu hingga terbentuk glukosa. Setelah itu tetes disterilisasi dengan menggunakan uap
panas bersuhu maksimum 1200 C selama 10 hingga 20 menit dan siap difermentasi dalam
tabung yang juga disterilisasi (Said, 1991). Selain bahan baku utama juga terdapat bahan
pembantu dalam pembuatan MSG. Bahan pembantu tersebut adalah amina (NH2), asam
sulfat (H2SO4), HCl, NaOH, karbon aktif, “beet molasses” dan “raw sugar” (Susanto dan
Sucipto, 1994).
2. Fermentasi
a. Pengertian
Fermentasi adalah suatu reaksi oksidasi reduksi di dalam sistem biologi yang
menghasilkan energi. Fermentasi menggunakan senyawa organik yang biasanya
digunakan adalah karbohidrat dalam bentuk glukosa. Senyawa tersebut akan diubah
oleh reaksi reduksi dengan katalis enzim menjadi bentuk lain (Winarno, 1990).
Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktifitas mikroba penyebab fermentasi pada
substrat organik yang sesuai. Terjadinya fermentasi dapat menyebabkan perubahan
sifat bahan pangan sebagai akibat dari pemecahan-pemecahan kandungan bahan
pangan tersebut. Hasil-hasil fermentasi terutama tergantung pada jenis bahan pangan
(substrat), macam mikroba dan kondisi sekelilingnya yang mempengaruhi
pertumbuhan mikroba dan metabolisme mikroba tersebut (Winarno, 1990).
b. Bakteri
Bakteri yang banyak digunakan dalam pembuatan MSG adalah bakteri
Brevibacterium lactofermentum. Corynebacterium glutamicum atau memiliki nama
lain Brevibacterium lactofermentum merupakan bakteri tanah Gram-positif, berbentuk
batang, tidak menghasilkan spora. Mengandung katalase dan menggunakan
metabolisme fermentasi untuk memecah karbohidrat. Pertama kali ditemukan di
Jepang pada 1950-an.
Kingdom Bacteria
Phylum Actinobacteria
Orde Actinomycetales
Sub orde Corynebacterineae
Family Corynebacteriaceae
Genus Corynebacterium
Spesies Glutamicum
Gambar 4. Brevibacterium lactofermentum
Dalam pembuatan MSG, bakteri ini harus di biakkan terlebih dahulu. Untuk
membiakannya, pertama biarkan kultur yang telah diinokulasi dimasukkan kedalam
tabung berisi medium prastarter dan diinkubasi selama 16 jam pada suhu 310C.
Selanjutnya bakteri digunakan untuk memfermentasi tetes tebu yang telah diolah.
Gambar 5. Biosintesis Asam Glutamat pada Brevibacterium lactofermentum
c. Media pembiakan bakteri
Pembuatan MSG dengan fermentasi memerlukan mikroba yang dapat dibiakkan
dengan cara sebagai berikut :
Gambar 6. Diagram produksi MSG
1. Dilakukan pembuatan media Bactosoytone yang merupakan media pertumbuhan
bakteri, dengan cara hidrolisis-enzimatik dari protein kedelai (Soyprotein). Dalam
bahasa yang sederhana, protein-kedelai dipecah dengan bantuan enzim sehingga
menghasilkan peptida rantai pendek (pepton) yang dinamakan Bactosoytone.
Enzim yang dipakai pada proses hidrolisis inilah yang disebut Porcine, dan enzim
inilah yang diisolasi dari pankreas-babi. Enzim Porcine yang digunakan dalam
proses pembuatan media Bactosoytone, hanya berfungsi sebagai katalis, artinya
enzim tersebut hanya mempengaruhi kecepatan reaksi hidrolisis dari protein
kedelai menjadi Bactosoytone, tanpa ikut masuk ke dalam struktur molekul
Bactosoytone itu. Jadi proses hidrolisis-enzimatik itu, jelas bebas dari unsur-unsur
babi, selain karena produk Bactosoytone yang terjadi itu mengalami proses
"clarification" sebelum dipakai sebagai media pertumbuhan, juga karena memang
unsur enzim Porcine ini tidak masuk dalam struktur molekul Bactosoytone,
karena Porcine hanya sebagai katalis saja.
2. Proses klarifikasi yaitu pemisahan enzim Porcine dari Bactosoytone yang terjadi.
Proses ini dilakukan dengan cara pemanasan 160oF selama sekurang-kurangnya 5
jam, kemudian dilakukan filtrasi, untuk memisahkan enzim Porcine dari produk
Bactosoytone-nya. Filtrat yang sudah bersih ini kemudian diuapkan, dan
Bactosoytone yang terjadi diambil.
3. Sebelum bakteri (pada Butir 1) tersebut digunakan untuk proses fermentasi
pembuatan MSG, maka terlebih dahulu bakteri tersebut harus diperbanyak (dalam
istilah mikrobiologi: dibiakkan atau dikultur) dalam suatu media yang disebut
Bactosoytone. Proses pada Butir 2 ini dikenal sebagai proses pembiakan bakteri,
dan terpisah sama-sekali (baik ruang maupun waktu) dengan proses pada Butir 1.
Setelah bakteri itu tumbuh dan berbiak, maka kemudian bakteri tersebut diambil
untuk digunakan sebagai agen-biologik pada proses fermentasi membuat MSG
(Proses pada Butir 1).
4. Setelah bakteri tersebut ditumbuhkan pada Media bactosoytone, kemudian
dipindahkan ke Media Cair Starter. Media ini sama sekali tidak mengandung
bactosoytone. Pada Media Cair Starter ini bakteri berbiak dan tumbuh secara
cepat.
d. Pembuatan MSG
Setelah bahan baku dan bakteri siap digunakan, tetes tebu yang telah diolah
difermentasi dengan bakteri Brevibacterium lactofermentum. Fermentasi dilakukan
selama 30jam sampai 40jam. Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk proses fermentasi
adalah kontrol pH sistem menggunakan amoniak. Kondisi optimal pertumbuhan pada
suhu 30-350C dengan pH antara 7-8.
Setelah fermentasi selesai ± 30-40 jam cairan hasil fermentasi yaitu TB (Thin
Broth) dipekatkan untuk mengurangi kadar airnya kemudian ditambahkan HCl untuk
mencapai titik isoelektrik pada pH ± 3,2. Reaksi .
3. Kristalisasi dan Netralisasi
Kristalisasi merupakan metode yang terpenting dalam purifikasi senyawa-senyawa
yang mempunyai berat molekul rendah (McCabe, et al. 1994). Kristal murni asam
glutamat yang berasal dari proses pemurnian asam glutamat digunakan sebagai dasar
pembuatan MSG. Asam glutamat yang dipakai harus mempunyai kemurnian lebih dari 99
% sehingga bisa didapatkan MSG yang berkualitas baik. Kristal murni asam glutamat
dilarutkan dalam air sambil dinetralkan dengan NaOH atau dengan Na2CO3 pada pH 6,6-
7,0 yang kemudian berubah menjadi MSG. Pada keadaan asam glutamat akan bereaksi
dengan Na dan membentuk larutan MSG. Larutan ini mempunyai derajat kekentalan 26 -
280Be. Pada suhu 300C dengan konsentrasi MSG sebesar 55 gram/larutan (Winarno,
1990).
Penambahan arang aktif digunakan untuk menjernihkan cairan MSG yang berwarna
kuning jernih dan juga menyerap kotoran lainnya, kemudian didiamkan selama satu jam
lebih untuk menyempurnakan proses penyerapan warna serta bahan asing lainnya yang
berlangsung dalam keadaan netral. Cairan yang berisi arang aktif dan MSG kemudian
disaring dengan menggunakan “vacuum filter” yang kemudian menghasilkan filter serta
“cake” berisi arang aktif dan bahan lainnya. Bila kekeruhan dan warna filter tersebut telah
sesuai dengan yang diinginkan maka cairan ini dapat dikristalkan (Said, 1991).
Larutan MSG yang telah memiliki kekentalan 260Be diuapkan pada kondisi vakum
bertekanan 64 cmHg atau setara dengan titik didih 69 gram MSG pelarutan. Pemberian
umpan akan menyebabkan terbentuknya MSG karena larutan dalam keadaan jenuh.
Umpan yang diberikan sekitar 2% lalu inti kristal yang terbentuk secara perlahan-lahan
akan diikuti dengan pemekatan larutan sehingga menghasilkan kristal yang lebih besar.
Proses kristalisasi berlangsung selama 14 jam (Said, 1991).
4. Pengeringan
Kristal MSG yang dihasilkan dari proses kristalisasi dipisahkan dengan metode
sentrifugasi dari cairannya. Filtrat hasil penyaringan dikembalikan pada proses pemurnian
dan kristal MSG yang dihasilkan setelah disaring kemudian dikeringkan dengan udara
panas dalam lorong pengeringan, setelah itu diayak dengan ayakan bertingkat sehingga
diperoleh 3 ukuran yaitu LLC (“Long Large Crystal”), LC (“Long Crystal”), dan RC
(“Regular Crystal”), sedangkan FC (“Fine Crystal”) yang merupakan kristal kecil
dikembalikan ke dalam proses sebagai umpan. Hasil MSG yang telah diayak dalam
bentuk kering kemudian dikemas. (Said, 1991).
D. Efek Monosodium Glutamat (MSG)
Batas aman konsumsi MSG per hari tidak ditentukan oleh lembaga pengawasan makanan
baik di Indonesia maupun Internasional. Rata-rata konsumsi MSG pada negara industri:
0,3g/hari sampai 1g/hari sedangkan rata-rata konsumsi MSG pada negara asia timur: 5g/hari.
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan diperoleh bahwa nilai LD50 dari MSG yang
diuji coba pada tikus adalah sebesar 15.000-18.000mg/kg.
Pemberian MSG yang berlebih (>3g/hari) dapat menimbulkan beberapa efek, baik
pada manusia dan hewan, efek yang dihasilkan antara lain:
Efek terhadap hewan
Jurnal Neurochemistry International bulan Maret 2003 melaporkan bahwa
pemberian MSG sebanyak 4 mg/g berat badan ke bayi tikus menimbulkan
neurodegenerasi berupa jumlah neuron lebih sedikit dan rami dendrit (jaringan antar
sel syaraf otak) lebih renggang. Kerusakan ini terjadi perlahan sejak umur 21 hari
dan memuncak pada umur 60 hari. Sementara bila disuntikkan kepada tikus dewasa,
dosis yang sama menimbulkan gangguan pada neuron dan daya ingat. Pada
pembedahan, ternyata terjadi kerusakan pada nucleus arkuatus di hipothalamus
(pusat pengolahan impuls syaraf).
Berdasarkan Jurnal Brain Research, pemberian MSG 4 mg/g terhadap tikus hamil
hari ke 17-21 menunjukkan bahwa MSG mampu menembus plasenta dan otak janin
menyerap MSG dua kali lipat daripada otak induknya. Juga 10 hari setelah lahir, anak-
anak tikus ini lebih rentan mengalami kejang daripada yang induknya tidak
mendapat MSG. Pada usia 60 hari, keterampilan mereka juga kalah dari kelompok
lain yang induknya tidak mendapat MSG.Tetapi kelompok anak-anak tikus yang
mendapat MSG pada penelitian di atas justru lebih gemuk. Ternyata, MSG juga
meningkatkan ekskresi insulin sehingga tikus-tikus tersebut cenderung menderita
obesitas. Pada penelitian lain, bila diteruskan sampai 3 bulan, ternyata akan terjadi
resistensi terhadap insulin dan berisiko menderita diabetes.
Penelitian lain di Jurnal Nutritional Science Vitaminologi bulan April 2003,
pemberian MSG terhadap tikus juga mengganggu metabolisme lipid dan aktivitas
enzim anti-oksidan di jaringan pembuluh darah, menjadikan risiko hipertensi dan
penyakit jantung. Kerusakan enzim anti-oksidan ini ternyata yang juga menimbulkan
kerusakan kronis di jaringan syaraf. Secara umum, antioksidan memang berperan
penting bagi kesehatan di seluruh bagian tubuh.
Efek terhadap manusia
Penambahan MSG pada makanan dapat menurunkan kandungan zat gizi makanan
tersebut, dimana terjadi pengurangan berat bahan pembuatnya, sehingga nilai gizinya
pun menurun. Penambahan MSG memang dapat meningkatkan kadar natrium dalam
makanan. Dalam 1 gram MSG, kira-kira mengandung 200 mg natrium. Natrium
merupakan zat yang harus dibatasi oleh kelompok usia lanjut, terutama mereka yang
mengidap penyakit jantung, hipertensi, dan ginjal.
Di otak memang ada asam amino glutamat yang berfungsi sebagai
neurotransmitter untuk menjalarkan rangsang antar neuron. Tetapi bila
terakumulasi di sinapsis (celah antar sel syaraf) akan bersifat eksitotoksik bagi otak oleh
karena itu ada kerja dari glutamate transporter protein untuk menyerapnya dari cairan
ekstraseluler, termasuk salah satu peranannya untuk keperluan sintesis GABA
(Gamma Amino Butyric Acid) oleh kerja enzim Glutamic Acid Decarboxylase
(GAD). GABA ini juga termasuk neurotransmitter sekaligus memiliki fungsi lain
sebagai reseptor glutamatergik, sehingga bisa menjadi target dari sifat toksik glutamat.
Disamping kerja glutamate transporter protein, ada enzim glutamine sintetase
yang bertugas merubah amonia dan glutamat menjadi glutamin yang tidak
berbahaya dan bisa dikeluarkan dari otak. Dengan cara ini, meski
terakumulasi di otak, asam glutamat diusahakan untuk dipertahankan dalam kadar
rendah dan non-toksik. Reseptor sejenis untuk glutamat juga ditemukan di
beberapa bagian tubuh lain seperti tulang, jantung, ginjal, hati, plasenta dan usus.
Pada konsumsi MSG, asam glutamat bebas yang dihasilkan sebagian akan terikat di
usus, dan selebihnya dilepaskan ke dalam ke darah. Selanjutnya menyebar ke
seluruh tubuh termasuk akan menembus sawar darah otak dan terikat oleh reseptornya.
Sayangnya, seperti disebutkan sebelumnya, asam glutamat bebas ini bersifat
eksitotoksik sehingga dihipotesiskan akan bisa merusak neuron otak bila sudah
melebihi kemampuan otak mempertahankannya dalam kadar rendah.
Laporan FASEB 31 Juli 1995 menyebutkan, secara umum MSG aman
dikonsumsi. Tetapi memang ada dua kelompok yang menunjukkan reaksi akibat
konsumsi MSG ini. Pertama adalah kelompok orang yang sensitif terhadap MSG yang
berakibat muncul keluhan berupa : rasa panas di leher, lengan dan dada, diikuti
kaku-kaku otot dari daerah tersebut menyebar sampai ke punggung. Gejala lain berupa
rasa panas dan kaku di wajah diikuti nyeri dada, sakit kepala, mual, berdebar-debar
dan kadang sampai muntah. Gejala ini mirip dengan Chinese Restaurant
Syndrome, tetapi kemudian lebih tepat disebut MSG Complex Syndrome.
Sindrom ini terjadi segera atau sekitar 30 menit setelah konsumsi, dan bertahan selama
sekitar 3 - 5 jam.
Berbagai survei dilakukan, dengan hasil persentase kelompok sensitif ini sekitar
25% dari populasi.Sedang kelompok kedua adalah penderita asma, yang banyak
mengeluh meningkatnya serangan setelah mengkonsumsi MSG. Munculnya
keluhan di kedua kelompok tersebut terutama pada konsumsi sekitar 0,5-2,5 g
MSG.
Di samping bahaya yang telah disebutkan di atas MSG memiliki bahaya lain sebagai
pencetus kanker. MSG yang dipanaskan akan terurai menjadi 2 zat kimia baru yang
sangat berbeda dengan zat aslinya; yakni glutamic pyrlosied 1 (Glu-P-1, Amino-
methyl dipyrido imidazole) dan Glu-P-2 (amino dipyrido imidazole). Kedua zat bersifat
mutagenik (menyebabkan kelainan genetik) dan karsinogenik (menyebabkan kanker).
Dengan Uji Ame's, kedua zat ini secara konsisten mengakibatkan mutagenik
pada kuman Salmonella typhimurium dan pada tikus dan mencit menyebabkan
kanker kerongkongan, lambung, usus, hati, otak, mammae dll. Kedua zat tadi
jauh lebih poten dibandingkan dengan Aflatoksin yang hanya menyebabkan kanker
hati.
Gambar 7. Proses siklisasi asam glutamat
KESIMPULAN
Monosodium glutamat merupakan zat additif yang ditambahkan ke dalam makanan,
akan terbentuk asam glutamat bebas yang ditangkap oleh reseptor khusus di otak dan
mempresentasikan rasa dasar dalam makanan itu menjadi jauh lebih lezat dan gurih.
Penggunaan monosodium glutamat telah tersebar di dunia sebagai penyedap rasa pada
makanan
Pembuatan monosodium glutamat meliputi pengumpulan bahan baku, fermentasi,
kristalisasi-netralisasi, dan pengeringan. Bahan baku berasal dari tetes tebu yang kemudian
diferentasi selama 30-40 jam dan dilakukan kristalisasi dan netralisasi untuk mendapatkan
kemurnian monosodium glutaman yang tinggi, setelah itu melalui tahap pengeringan.
Monosodium glutaman yang penggunaan nya merupakan kontroversi memeiliki
beberapa efek pad hewan dan manusia. Efek pada hewan meliputi neurodegenerasi berupa
jumlah neuron lebih sedikit dan rami dendrit , meningkatkan ekskresi insulin sehingga
tikus-tikus tersebut cenderung menderita obesitas, terhadap tikus juga mengganggu
metabolisme lipid dan aktivitas enzim anti-oksidan di jaringan pembuluh darah,
menjadikan risiko hipertensi dan penyakit jantung. Efek pada manusia dimana terjadi
pengurangan berat bahan pembuatnya, sehingga nilai gizinya pun menurun. bila
terakumulasi di sinapsis (celah antar sel syaraf) akan bersifat eksitotoksik bagi otak rasa
panas di leher, lengan dan dada, diikuti kaku-kaku otot dari daerah tersebut menyebar
sampai ke punggung. Gejala lain berupa rasa panas dan kaku di wajah diikuti nyeri dada,
sakit kepala, mual, berdebar-debar dan kadang sampai muntah pencetus kanker.
DAFTAR PUSTAKA
Danbolt, N.C. 2001. Glutamate Uptake. Prog Neurobiol. 2001 Sep;65(1):1-105DeMello, M.A.
et.al. 2001. Glucose tolerance and insulin action in monosodium glutamate (MSG) obese
exercise-trained rats. Physiol Chem Phys Med NMR. 2001;33(1):63-71
Food and Drug Administration, http://www.cfsan.fda.gov/~dms/fdacmsg.html
Herber. 1971. Sifat-sifat Zat Kimia.Bandung : Tarote.
Invesment Opportunities in Indonesia, PT Holdiko Perkasa
http://www.holdiko.com/subcatindov.php?sctid=19&ctid=10
Lipovac, M.N; Holland, T.; Poleksic, A.; Killian, C.; Lajtha, A. 2003. The possible
role of glutamate uptake in metaphit-inducted seizures. Neurochem Res. 2003
May;28(5):723-31
Millichap, J.G. and Yee, M.M. 2003. The diet factor in pediatric and adolescent migraine.
Pediatr Neurol 2003;28:9-15
Ohguro, H. et al. 2â?”2. A high dietary intake of sodium glutamate as flavoring (Ajinomoto)
causes gross changes in retinal morphology and function. Exp. Eye Res. (2002) 75; 307-
315
Park, C.H. et al. 2000. Glutamate and aspartate impair memory retention and damage
hypothalamic neurons in adult mice. Toxicol Lett. 2000 May 19; 115(2):117-25
Prescott and Young. 2002. Does information about MSG (monosodium glutamate)
content influence consumer ratings of soups with and without added MSG ? Appetite
(2002) 39;25-33
Sanabria E.R.G et al. 2002. Deficit in hippocampal long-term potentiation in monosodium
glutamate-treated rats. Brain Res. Bull. Vol 59, No 1, 47-51, 2002
Simon, R.A. 2000. Additive-induced urticaria : experience with monosodium glutamate
(MSG). J Nutr. 2000 Apr;130(4S Suppl):1063-6S
The International Glutamate Information Service (IGIS)
http://www.glutamate.org
Warta Konsumen. 1990. Kontroversi MSG. Jakarta : Yayasan Konsumen Indonesia
No.191.