Khazanah intelektualislam

18
1 Warisan Intelektual Islam RESENSI BUKU Judul Buku : “khazanah Intelektual Islam” Penuli : Nurcholis Madjid Penerbit : Bulan Bintang Cetakan : I, 1984, dan masih terbit sampai sekarang. Tebal : vii + 392 Halaman Kajian modern tentang warisan intelektual islam klasik umumnya berakhir dengan Ibn khaldun, ke- betulan atau tidak, kenyataannya bahwa Dunia Islam, tidak seberapa lama sesudah kepergian pemikir besar itu, berada dalam hubungan yang tidak menguntukan dengan dunia luar Islam, khususnya eropa barat. Kehebatan prestasi Ibn Khaldun dikontaskan dengan situasi Dunia Islam dalam konteks global yang kurang beruntung tersebut memang dapat menimbulakan kesan amat kuat tentang mendekatnya kegiatan Intelektual Umat sesudah pemikir besar itu.

description

silahkan didownload

Transcript of Khazanah intelektualislam

Page 1: Khazanah intelektualislam

1

Warisan Intelektual Islam

RESENSI BUKUJudul Buku : “khazanah Intelektual Islam”Penuli : Nurcholis MadjidPenerbit : Bulan BintangCetakan : I, 1984, dan masih terbit sampai sekarang.Tebal : vii + 392 Halaman

Kajian modern tentang warisan intelektual islam klasik umumnya berakhir dengan Ibn khaldun, ke-betulan atau tidak, kenyataannya bahwa Dunia Islam, tidak seberapa lama sesudah kepergian pemikir besar itu, berada dalam hubungan yang tidak menguntukan dengan dunia luar Islam, khususnya eropa barat. Kehebatan prestasi Ibn Khaldun dikontaskan dengan situasi Dunia Islam dalam konteks global yang kurang beruntung tersebut memang dapat menimbulakan kesan amat kuat tentang mendekatnya kegiatan Intelektual Umat sesudah pemikir besar itu.

Page 2: Khazanah intelektualislam

2Warisan Intelektual Islam

Diriwayatkan dalam sebuah hadis yang terkenal bah-wa Nabi Muhammad SAW, menjelang wafatnya telah

mewanti-wanti kepada kaum Muslim, jika mereka hen-dak tidak tersesat, untuk perpegang hanya kepada Al-Qur’an dan Al-Sunnah saja. Dan diatar para Sahabat

Nabi nampaknya tidak ada yang lebih bergairah kepada Al-Qur’an dan teguh kepadanya seperti Umar ibn khat-tab. Karena perhatian yang emndalam pada Al-Qur’an dan kemurniannya Umar tercatat paling keras mence-

gah kaum Muslim menulis sesuatu, termasuk Hadis, se-lain dari kitab Suci itu.

Tetapi juga nampaknya diantara para Sahabat itu tidak ada yang berfikir begitu kreatif seperti Umar. Con-

toh ide inovatif Umar adalah saat beliau mengusulkan untuk melakukan pembukuan Al-Qur’an kepada Abu

baqar yang saat itu menjabat sebagai khalfah. Sebelum-nya Abu baqar menentang ide itu akan tetapi dengan

Agrumen yang tinggii, maka Abu Baqar pun menyepak-ati ide Umar tersebut. Dan masih banyak ide-ide brilian Umar yang kadang sepintas menyeleweng dengan aja-ran Nabi atau hal yan tertera dalam Al-Qur’an, padahal ide itu memiliki kekuatan dan manfaat yang banyak un-

tuk umat muslim pada zamannya.

Page 3: Khazanah intelektualislam

3 Umar dalam tindakan-tindakanya jelas sekali meninsafi secara sem-purna bahwa ia sebagi individu akan mempertanggung jawabkan setiap keeping perbuatanya. Denagn amat kreatif dan inofati Umar berusah men-erjemahkan pandangan etika dan moralnya dalam kehidupan perorangan dan masyarakat dan ia adalah yang paling berhasi dari sekian banyak orang yang mencoba hal serupa. Namun amat disayangkan bahwa karena hak-hak yang harus dikaji lebih mendalam, keadaan gemilang masa Umar itu tak lama berlangsung seperti halnya kepergian Umar. Utsman ibn Affan, penggantinya selaku khalifah sekalifun memiliki banyak kelebihan dan jasa dibidang lain, namun dalam kepemimpinannya dicatat sebagai orang yang lemah dan karena kelemahanya, Utsman tidakk berdaya menghadapi desa-kan kelompok tertentu dari kalangan bani Umayyah. Dari semua itulah mu-lai bermunculan tuduhan-tuduhan yang dialamtkan kpada Utsam sebagai khalifah yang tak adil dan nepotisme. Oleh karena itu Utsamn dihadapkan pada gerakan pada protes dari penjuru dunia Islam. Dan pada akhirnya Utsaman terbunuh atas motif politik dari kaum muslim Mesir. Dlam keadaan itu Ali ibn Abu Thalib didaulat sebagai khali-fah pengganti Utsman. Diangkatnya Ali sebagai khalifah mendapat du-kungan dari seluruh kaum muslim kecuali pihak Umayyah yang dipimpin Muawiyyah ibn Abu Sufyan. Mereka menuntut Ali menuntaskan dulu ka-sus pembunuhan Utsman. Selanjutnya Ali gagal memenuhi tuntutan kaum Umayyah. Hingga akhirnya kedua belah pihak tak tertahankan lagi emnuju peperangan yang besar. Ali berhasil mengalahkan lawannya itu dibidang militer, tetapi ia rupanya mementingkan kesatuan umat hingga menerima usul kompromi dari Muawiyyah. Dan kelemahan yang ada dalam prosedur kompromi, membuat Ali kalah secara diplomatic. Dan akibat secara legis-timasi itu beralih ketangan Muawiyyah. Kejadian itu pun dikenal dengan pristiwa Shiffin. Peristiwa itu juga berakibat perpecahan didalam kelompok Ali sendiri. Kelompok garis keras Ali melancarkan protes kemudian bertin-dak sendiri dengan mmembentuk kelompok ketiga, yang kemudian dikenal dengan sebutan kaum khawarij (pembelot). Sesuai dengan kencenderungan keekstriman mereka, kaum khawarij kemudian meletakan progam-program social-politik yang radikal dan pu-

Page 4: Khazanah intelektualislam

4ritanis, untuk tujuan menegakan otoritas mereka sendiri. Mereka juga hen-dak merencanakan melenyapkan Ali maupun Muawiyyah sekaligus. Tetapi mereka hanya berhasil mebunuh Ali. Sebagai gerakan Sosial-polotik kaum khawarij tidak dapat dikatakan sukses. Mereka selalu dikejar-kejar setiap penguasa Islam yang mapan dan dapat membuat mereka mengalami disin-tregrasi. Tetapi dibidang pemikiran keagamaan berbagai pandangan kaum Khawarij membekas dengan kuat dalam sejarah Intelektual Isalam, dari em-rekalah muncul untuk pertama permasalaan Teologi, persoalan itu berke-naan soal orang yang telah berbuat dosa besar. Kaum khawarij memusuhi siapa saja yang bukan dari golongan mer-eka. Hal itu diakibakan Faham anarkisme mereka tentang seseorang yang berdosa besar. Mereka juga mengembangkan konsep Hijrah, yaitu bahwa setiap muslim harus berhijrah, yakni berpidah dan bergabung dengan go-longan khawarij. Dan jika mereka menolak, mereka wajib diperangi. Kaum Khawarij hanya satu dari dua ujung ekstrimitas keagamaan dalam Isalam saat itu, emreka berpendapat manusia mampu sepenuhnya memilih dan menentuka tindakan sendiri, justru dengan kemampunya itu manusia dituntut pertanggung jawabannya oleh umat islam dan tuahan. Paham ini secara teknis disebut “Qodariyyah” yang berate faham kemampuan. Diu-jung lain dari garis ekstrimitas pandangan teologis itu adalah mereka yang menganut faham keterpaksaan, manusia dihadapkan pada kehendak Tuhan. Menurut mereka manusia tidak dituntut untu mempertanggung jawabkan atas tingkahnya, karena semuanya berasal pada Tuhan, fahma ini disebut “Jabariyyah”, artinya faham keterpaksaan dan faham kedua inilah yang mendapat sarana kuat dari para penguasa karena keperluan mereka secara politik. Seorang pemikir Islam yang pertama kali dengan lantang menyatakan faham Qodariyah ialah Ma’bad al-Juhani. Namun akibat kelantangannya itu, ia harus mati ditangan Hajjaj pada tahun 80 H/723 M atas perintah khalifah Abdul Malik ibn Marwan. Selanjtnya perjuangan Juhani diteruskan oleh rekannya Ghaylan al-dimsyaqi. Dibeberapa kota pusat kegiatan intelektual Islam, tumbuh angkatan

Page 5: Khazanah intelektualislam

5muslim baru yang lebih mencurahkan pemikirannya kedalam bidang in-telektual keagamaan dan mereka bersikap netral kedalam politik. Genera-si ini kemudian mengembangkan konsep jama’ah, yaitu konsep kesatuan ideal seluruh kaum Muslim tanpa memandang aliran politik mereka. Dalam pengembanganya kelompok jama’ah ini menerima fait accompli kekuasaan Umayah di Damaskus, dan karena itu sedikit banyak ditolerir oleh pemerin-tah. Dalam kelompok Jama’ah tumbuh konsep ‘irja, yaitu faham yang men-gatakan bahwa penilaian kepada seorang yang berdosa besar harus ditunda sampai hari kemudian dan diserahkan kepada Allah semata. Faham ‘Irja ini mempunyai pendahulu dikalangan sementara kaum Khawarij. Para penga-nut faham Irja dikenal dengan sebutan kaum Murjiah, dan mereka inilah yang sesungguhnya kemudian dimanfaatkan dengan baik oleh Bani Um-ayyah. Faham Irja ini menjadi popular dikalangan masyarakat membantu meletakan dasar social-keagamaan dan budaya bagi rezim Umayyah. Pejuang hati nurani yang lainya yang sangat kenamaan ialah seorang yang lahir dan dibesarkan di Madinah tetapi kemudian menetap di Basrah, dia adalaha Hasan Al-Basri (wafat 110 H/728 M). Al-Basri dikenal sebagai orang yang berwibaha, shalih dan dia juga dikenal sebagai yang berdisiplin guna menghadapi pengadilan Tuhan. Dalam tingka lakunya al-Basri diang-gap merupakan simpatisan kaum Qodarriyah. Hal iu tentu saja membuat khalifah Abdul Malik gusar. Hingga pada suatu kuliahnya, Hasan (al-Bas-ri) ditanya tentang penilaiannya mengenai seorang muslim pendosa besar. Tetapi sebelum Hasan selesai dengan uraiannya, Washil ibn Atha, seorang muridnya yang cerdas dan dinamis. Dia tidak sefaham dengan pandangan Hasan, menurutnya Muslim pendosa besar berada diantara dua kedudukan Muslim dan Kafir (Manzila baina Al-Manzilatain). Kemudian konon Wasil memisahkan diri membentuk halaqah baru dalam masjid Basrah. Karena peristiwa tersebut Hasan mengatakan kepada yang hadir bahwa “ia Wasil telah memisahkan diri dari kita.” Maka jadilah penamaan kepada halaqah Washil itu dengan sebutan golongan Mu’tazilah (mereka yang memisahkan diri). Pada tradisi kaum Sunni mengatakan peristiwa itu menjadi titik mula gerakan pemikiran Islam yang dinamis, dengan Washil ibn Atha sebagai

Page 6: Khazanah intelektualislam

6pendirinya. Banyak pandangan terhadap kemunculan kaum Mu’tazilah itu. Tapi, kemunculan mereka tetap merupakan tahap yang teramat penting dalam se-jarah perkembangan intelektual Islam. Dan mereka juga merupakan pelopor yang amat bersungguh-sungguh dalam digiatkannya pemikiran tentang aja-ran pokok Islam secara lebih sistematis. Mereka dianggap kaum rasiona-lis karena menempatkan akan sama kedudukannya dengan wahyu dalam memahami Agama. Kebetulan pula pada masa-masa akhir kepemimpinan bani Umayyah mulai masuk pengaruh Hellenisme dikalangan umat. Kar-ena pembawaan rasional mereka juga, kaum Mu’tazilah merupakan kel-ompok yang antusias menyambut invasi filsafat. Karena berfikir rasional dan sistematis itu sesungguhnya merupakan tuntutan alamiah Agama Islam, maka penalaran dibidang lain juga menghasilakan pemikiran yang rasional dan sistematis pula, seperti dibidang hokum (syari’ah) yang dirintis Imam Syafi’I (wafat 204 H/819 M). Disebabkan berbagai kegiatan pemikiran itu, kaum Mu’tazilah menjadi perintis bagi tumbuhnya disiplin baru dalam ka-jian Islam, yaitu Ilmu Kalam. Seperti telah diuraikan diatas, bahwa Bani Umayyah cenderung kepa-da faham Jabariyah, maka adalah wajar bahwa pandangan mereka meneka-nkan kebebasan pribadi itu sebagai alat Ideologis yang tangguh bagi kaum Abbasiyyah untuk meruntuhkan kekuasaan Umayyah. Kemudian setelah revolusi Abbasiyyah itu berhasil, kemuta’zilahan untuk jangka waktu tet-rtentu menjadi ideologis dan faham keagamaan resmi pemerintahan islam, khususnya pada zaman khalifah al-Ma’mun (memerintah 198-219 H/ 813-833 M). Pemikiran Hellenisme yang telah masuk kedalam dunia Intelektual Is-lam sekitar tahun 130-340 H. dan gelombang Hellenisme itu merupakan hasil wajar dari kegiatan penerjemahan karya-karya Yunani kuno kedalam bahasa Arab. Diantara para filusuf Yunani, Aristoteles adalah yang paling menarik perhatian orang-orang Islam. Dari dia mereka mengambil terutama methode berfikir sistematis dan rasional, yaitu al-manthik (logika formal), disamping biologi, ilmu bumi matematika, dan lain-lain. Mereka meman-

Page 7: Khazanah intelektualislam

dangnya sebagai “al-mualim al-awwal” (guru pertama). Aristoteles, dengan begitu, menjadi bagian integral dari khazanah pemikiran dalam Islam.Gelombang Hellenisme merupakan suatu pengalaman yang tercampur antara manfaat dan madlarat bagi kaum muslimin. Dan membuat mereka terbagi antara menyambut dan yang menolaj. Response mereka kepada kedatangan pemikiran Hellenisme ini bisa menjadi ukuran kreatifitas kaum muslim da-lam menghadapi tantangan zaman. Diantara para filusuf yang mula pertama secara sistematis mempop-ulerkan filsafat Yunani dikalangan ummat ialah, Abu Ya’qub ibn Ashaq al-Kindi (wafat 257 H/870 M). al-Kindi secara khusus dikkenal sebagai filusuf arab, tidak saja dalam pengertian etnis tapi juga dalam pengertian kultur. Al-Kindi dikenal sebagai penulis yang ensiklopedis dalam filsafat dan ilmu pengetahuan. Banyak dari karyannya yang hilang, tapi dari yang tersisa sbagian telah diterbitkan. Jangka waktu sekitar dua ratus tahun sejak pertengahan abad kedua hi-jriah adalah masa banyak sekali diletakan dasar-dasar perumusan baku aja-ran Islam seperti kita kenal sekarang. Selain munculnya Ilmu Kalam oleh kaum Mu’taazilah serta Falsafah oleh adanya golongan masuk Hellenisme, masa itu juga mencatat adanya proses konsolidasi faham kebanyakan umat yaitu faham Jama’ah dan Sunnah. Bidang jurisprudensi (fiqih) telah semakin mantap pembakuannya, berkat kegiatan Intelektual sarjana-sarjan besar ho-kum Islam, khususnya sebagaimana tercermin dalam empat mazdhab yang diakui sama-sama sah. Empat aliran Jursipudensi itu ialah mazdhab Hanafi (oleh Abu Hanifah, wafat 150 H/767 M), mazdhab Maliki (oleh Anas ibn Malik, wafat 179 H/795 M), mazdhab Syafi’I (oleh Muhammad ibn Idris al-Syafi’I, wafat 204 H/819 M), dan mazdhab Hambali (oleh Ahmad ibn Hambal, wafat 241 H/855 M). Selain perkembangan dalam bidang Fiqih, bidang Sunnah juga mengalami perkembangan yang cukup pesat. Methode dan teori tentang hadis itu memungkinkan klasifikasi data tersebut men-jadi sejak dari yang semakin otentik. Pembukuan atau perkembangan kajian hadis itu merupakan tonggak uatma konsolidasi kaum Sunnah. Kodifikasi itu menstabilkan faham golongan terbesar ummat, yang sejak itu semakin mantap dan popular dengan sebutan Ahl al-Sunnah wa Jama’ah atau juga

Page 8: Khazanah intelektualislam

popular dengan sebutan Kaum Sunni. Diantaranya para sarjan muslim yang mengembangkan Kajian Hadis adalah, al-Bukhari (wafat 256 H/870 M), Muslim (261 H/875 M), Ibn Majah (273 H/886 M), Abu Daud (275 H/886 M), al-Tirmidzi (279 H/892 M), Al-Nasa’I (303 H/916 M), dan lain-lain.Konsolidasi kaum Sunni juga terjadi pada bidang Teologis. Hal itu diwakili oleh karya-karya intelektual besar Islam, Abu Hasan al-Asy’ari (wafat 300 H/915 M). Al-asy’ari sendiri pada awalnya adalah Mu’tazilah. Tapi karena kecewa oleh beberapa nuktah dalam pemikiran Mu’tazilah itu, pada umur 40-an al-Asy’ari meninggalkan aliran tersebut dan memeluk faham Jama’ah dan Sunnah. Dalam perjalanannya, al-Asy’ari tidak begitu saja berjalan mulus, dia pernah dianggap kafir karena ia pernah menjadi seorang Mu’tazilah. Bu-kan hanya itu, penggunaan methode-methode filsafat dan ilmu kalam dalam argument-agrumentnya membuat sebagian orang meragukan kafasitasnya. Namun seterjal itu perjalannannya, al-Asy’ari tetap sukses mereformasi pe-mikiran. Ia tercatat sebagai salah satu yang sukses dalam sejarah pemikiran Islam. Hal itu dilihat dari, pertama, ia berhasil melumpuhkan gerakan kaum Mu’tazilah dengan menggunakan logika mereka sendiri. Kemudian den-gan teologiannya itu, ia menjadi pendekar umat dalam menjawab tantan-gan gelombang pertama Hellenisme. Dan dengan sistematika al-Asy’ari, ilmu Kalam mulai memperoleh kedudukannya yang mantap dalam bangu-nan intelektual Islam. Namun tampinya al-asy’ari didunia pemikiran Islam, khususnya filsafat, tidak berhenti disitu saja. Berbeda dengan Ilmu kalam, filsafat tetap merupakan kesibukan pribadi-pribadi dalam suatu gaya yang elitis. Filsafat batu mendapatkan momentumnya kala tampilnya al-Farabi (Muhammad Abu Nashr al-Farabi, wafat 340 H/950 M). Sebagai seorang filusuf, al-Farabi adalah penerus tradisi intelektual al-Kindi. Tapi denagn kompetensi, kreatifitas, kebebasan berfikir dan tingkat sofistikasi yang lebih tinggi lagi. Oleh kerena hal itu al-Farabi dikenal seba-gai “guru kedua” setelah al-Kindi. Al-Farabi adalah ahli logika dan metafisi-ka pertama terkemuka dalam Islam. Tetapi lebih terkenal di kalangan kaum muslim ialah tulisan-tulisannya dala filsafat politik. Dasar piramida falsa-fah yang diletakan dengan kukuh olehnya segera dilanjutkan pembangunan oleh penerusnya, dan karya-karya intelektual “guru kedua” itu pun mem-

Page 9: Khazanah intelektualislam

persiapkan kondisi dunia pemikiran Islam untuk mengalami lagi sebuah Hellenisme yang lebih dahsyat. Dan tidak lama setelah wafatnya dua sarjan besar tadi, gelombang kedua Hellenisme melanda Dunia Islam, yang terjadi sekitar tahun 340-660 H (sekitar tahun 950-1260 M). Jika gelombang petama Hellenisme terjadi pada saat kemunduran rezim Umayyah di Damaskus dan permulaan kebangkitan rezim Abasiyyah, maka pada gelombang kedua ini berlangsung ketika kekuasaan Abasiyyah di Bag-dad itu mulai merosot dan situasi politik dunia Islam menjadi tidak menen-tu. Kekhalifahan di Bagdad semakin menurun pamornya, untuk kemudian berubah fungsinya menjadi sekedar lambing kesatuan ummat, namun tanpa kekuasaan politik yang efektif. Kekuasaan politik itu telah terbagi-bagi di-antara para amir dan a’yan (semacam kelas priyayi) diberbagai tempat.Pe-tentangan ideology semakin memburuk keadaan, khususnya pertentangan faham Sunnah dengan Syiah. Dan para amir dan a’yan ideology-ideolo-gi tersebut dimanfaatkan sebagai alatpembenaran ambisi masing-masing. Sebagian dari mereka, seperti misalnya rezim Ghaznawi dan bani Saljuk memperjuangkan faham Sunnah, sedangkan sebagian lagi, seperti misalnya rezim Fatimiyah di Mesir yang mendirikan kota Kairo dan Universitas al-Azhar itu, giat mempropogandakan faham Syiah Isma’illiyah. Tetapi secara mengejutkan, Dunia Islam dalam kraporakpogandakan politiknya itu tidak menghentikan kegiatan berfikir muslim. Justru berbagai kegiatan Intelektual dan ilmiah berkembang bagaikan cendawan dimusim hujan, berkat dorongan dan lindungan para amir dan a’yan yang saling ber-saing dan saling mengungguli. Dengan hal itu peradaban Islam tidak lagi memusat pada beberapa kota tertentu saja, tetapi menyebar keberbagai kota kecil juga. Diantaranya ialah sebuah tempat ditepi pantai selatanlaut Kas-pia, dikawasan Bukhara, dimana seorang bocah tertentu, setelah selesai menghafal Al-Qur’an, menguasai Nahu-Saraf dan mendalami Fiqih, seperti biasanya ana Muslim berpendidikan yang rajin dan cerdas saat itu, kemu-dian belajar ilmu logika kepada seorang guru falsafah setempat, hanya un-tuk mengejutkan orang banyak dan gurunya sendiri karena dalam usianya yang amat muda itu ia mampu denagn sangat cepat menguasai ilmu yang pelik tersebut, malahan melebih sang guru. Dia itulah Ibnu Sina (Abu Ali

Page 10: Khazanah intelektualislam

al-Husayn ibn Abdullah ibn sina, wafat 428 H/1037 M).Seperti yang mendapatkan ilmu ladunni(pengajaran gaib) dan bagaikan da-lam keharusan belajar yang tak pernah terpuasakan, Ibn Sina mempelajaari apa saja yang teraih oleh tangannya dan menguasainya dengan sempurna. Pada usia 17 tahun ia telah memahami teori kedokteran yang ada pada saat itu melebihi siapa pun juga. Ibn Sina terkenal produktif sebagai seorang penulisdan karenanya ia adalah yang terbesar diantara sekalian pemikir yang menuliskan karya filsafatnya dalam bahasa Arab. Pada Ibn Sina fal-safah mencapai puncaknya yang tertinggi, dank arena prestasinya itu Ibn Sina memperoleh gelar kehormatan sebagai “al-Syaikh al-Ra’is” (Kiyai Utama). Kemudian kira-kira satu generasi setelah Ibn Sina, tampil al-Ghazali (Abu Hamid ibn Muhammad al-Ghazali, wafat 505 H/1111 M), seorang pe-mikir yang dengan dahsyat dan tandas mengkritik filsafat, Khususnya Neo-patonisme al-Farabi dan Ibn Sina. Diakui sebagai salah seorang pemikiran paling hebat dan paling orisinal tidak saja dalam Islam tapi juga dalam seja-rah intelektual manusia, al-Ghazali, dimata banyak sarjana modern Muslim maupun bukan Muslim, adalah orang terpenting sesudah Nabi Muhammad SAW, ditinjau dari segi pengaruh dan peranannya menata dan mengukuhkan ajaran-ajaran keagamaan. Sekalipun al-Ghaazali menolak filsafah, namun ia mempelajari ilmu itu sedalam-dalamnya. Ini membuat kritik-krtitiknya dilakukan denagn kopetensi yang tak bias dipersoalkan lagi. Justru ia ber-hasil karena menggunakan methode falsafah itu sendiri yang ia pinjam dari Ibn Sina, tujuannya dengan tour de force-nya itu ialah membela dan meng-giatkan kembali kajian keagamaan, sehingga karya utamanya pun berjudul Ihya’ ‘Ulum al-Din (menghidupkan kembali Ilmu-ilmu Agama). Meskip-un ia sendiri pemikir yang sistematis dan rasional besar yang pada intinya menggabungkan falsafah dengan ilmu Kalam, namun dengan jelas melihat keterbatasan Ilmu Kalam itu, dan meyakini bahwa agama haruslah terutama berupa pendekatan diri pribadi kepada Tuhan dalam suatu kehidupan yang Zuhud seorang Sufi. Dalam banyak hal al-Ghazali adalah penerus al-Asy’ari, hanya dengan kapasitas intelektual yang jauh lebih besar. Sebagaimana al-Asy’ari dengan

Page 11: Khazanah intelektualislam

meminjam methode Mu’tazilah berhasil merumuskan dan mengkonsilidasi faham Sunni. Al-Ghazali juga dengan meminjam methode lawannya yaitu Neoplatonisme dan Aristotelianisme, berhasil membangun lebih kokoh lagi Sunnisme itu dan membuatnya. Al-Ghazali telah membendung baha-ya gelombang Hellenisme yang kedua sebagaimana al-Asy’ari mengekang daya serang gelombang pertama. Berkat pikiran-pikiran al-Ghazali itulah maka Asy’arisme mendapatkan kemenangan yang terakhir, yang kemudian menjadi cirri utama faham Sunni. Namun banyak yang mengatakan bahwa sejak itu Umat Islam terkukung dalam kamar sel Ghazaliisme. Dan dengan pandangan itu, Umat Islam tidak akan mendapatkan kembali dinamika in-telektualnay jiak tidak berhasil memecahkan kamar sel Gazalisisme itu. Tapi betapapun seperti telah disinggung, al-Ghazila amat berjasa da-lam menstabilkan pemahaman umat kepada Agamanya. Berkat al-Ghazali berbagai kekacauan pemahaman itu teratasi. Tidak lama sepeninggalan pe-mikir agung itu, di kota Cordoba, Spanyol, muncul seorang yang dengan kemampuan intelektual luar biasa berusaha memecahkan sel Ghazaliisme. Dialah Ibn Rusyd (Abu Walid ibn Muhammad ibn Rusyd, wafat 595 H/1198 M). seorang yang diakui sebagai ahli Aristoteles yang terakhir dan terbesar dalam Islam. Karyanya yang paling terkenal, meskipun bukan yang paling besar, ialah kritikannya terhadap buku tulisan al-Ghazali, tahafut al-falas-ifah (kekacauan para Failasuf). Dan Ibn Rusyd menjadi sumber utama ar-istotelianisme Eropah abad pertengahan, dan untuk jangka waktu lama Ibn Rusyd mempengaruhi jalan pikiran Eropah, diantara lain, seperti tercermin dalam apa yang dikenal dengan Averroisme Latin. Ibn Rusyd diniali sebagai filusuf yang faham keagamaan paling mendekati golongan ortodoks. Dan diatara para filusuf, tidak ada yang me-nyamai dia dalam keahliannya dibidang Fiqih. Sebagai seorang dari kelu-arga para qadli, Ibn Rusyd sangat memahami Fiqih, bukunya, bidayat al-Mujtahid, diketahui sebagai karya yang sistematika yang terbaik. Selain berfrofesi sebagai dokter, Ibn Rusyd seperti halnya ayah dan kakeknya, pernah menjabat sebagai qadli di Sevilla dan Cordoba. Seperti para pemikir sebelum-sebelumnya, ia tidak lepasndari pengalaman pahit. Penguasa Is-lam Spanyol, Abu Yusuf Ya’qub al_manshur, pernah memerintahkan untuk

Page 12: Khazanah intelektualislam

membakar semua karyanya kecuali yang murni bersifat ilmu pengetahuan seperti kedokteran, matematika, dan antronomi, atas dasar tuduhan telah membuat bid’ah. Untuk kesekian kalinya, ketidak mampuan sebagian umat, khususnya kaum ortodoks, untuk menerima tradisi intelektual falsafah. Oleh hal itu Aristoteilisme Islam Ibn Rusyd dan tradisi Falsafah pada um-umnya, hancur, bahkan juga negeri Andalusia sndiri pun harus lepas ketan-gan musuh. Tapi secara menakjubkan, karya-karya Ibn Rusyd yang sempat dicoba dimusnahkan , ternyata lebih hidup dikalangan orang-orang Yahudi dan Kristen Eropah Barat. Ada suatu hal yang menarik dalam sejarah Intelektual Isalambahwa pada Abad 14, yaitu sekitar masa satu generasi setelah gelombang Helle-nisme kedua, Ibn Taimiyyah (Taqi al-Din Ahmad ibn Taimiyyah, wafat 728 H/1328 M), seorang pemikir pembaharu dari Damaskus, telah sangat dini menyadari kesalahan prinsifil keseluruhan bangunan filsafah dan kalam, dan dengan sangat kompeten membongkar kepalsuan logika Aristoteles (ilmu Manthik) yang banyak menguasi jalan pikiran para sarjana Islam, ter-masuk misalnya al-Ghazali yang menolak filsafah itu. Ibn Taimiyyah sering digambarkan sebagai pemikir fanatic dan reaksioner. Tetapi dalam tinjauan modern, ia semakin banyak mendapatkan perlakuan yang lebih simpatik, disebabkan antara lain oleh kesadaran baru para sarjana Islam akan kopetensi Ibn Taimiyyah dalam falsafah dan Kalam yang dikritiknya. Dalam usah-anya itu, Ibn Taimiyyah menulis berbagai karya khusus. Salah satu karya besarnya adalah al-Radd ala al-Mantiqiyyah (Bantahan kepada para ahli Logika). Dengan karyanya itu dia dianggap sebagai peletak dasar pertama bagi system logika John Stuart Mill dan pendahulunya filsafat David Hume. Namun sekalipun begitu, Ibn Taimiyyah tidaklah hendak meninggalkan ke-harusan berfikir logis. Ia hanya menolak kebenaran Burhan (demontrasi) yang menurut para filusuf merupakan bukti tertinggi Dapat dilihat bahwa dalam penerapan pemikiran Ibn Taimiyyah itu te-lah mendorongnya kepada leteralisme dalam kitab suci, dan telah meno-lak interpretsi-interpretasi rasional. Inilah pangkal Ibn Taimiyyah menolak dengan keras tardisi Intelektual Islam itu. Pukulan Ibn Taimiyyah kepada pemikiran spekulatif dalam kalam dan falsafah, meskipun tidak sehebat dan

Page 13: Khazanah intelektualislam

setelak al-Ghazali sebelumnya, namun hal itu mebuat kedua disiplin Islam itu sempoyongan. Apalagi gelombang Hellenisme pun telah pula mereda. Maka pada abad 18 H (ke 14 Masehi) merupakan masa yang relative sunyi bagi dunia Intelektual Islam dipandang secara keseluruhan, dengan kesan kuat akan adanya dominasi Neo-Hambalisme. Tetapi sunyi tidaklah berar-ti samasekali mandek. Di Tunisia yang dipandangan geopolitik Dunia Is-lam termsuk pinggiran, tampil diatas pentas sejarah pemikiran manusia Ibn Khaldun (Abd al-Rahman ibn Khaldun, wafat 808 H/1406 M). Ibn Khaldun merupakan seorang ilmuan yang cemerlang dan termasuk ilmuan yang paling dihargai oleh dunia intelektual Modern. Keterampilan ibn Khaldun terjadi setelah perjelanan sejarah Intelektual Islam, seperti dis-inggung diatas, memberi penilaian kurang menguntungkan kepada falsafah berkenaan dengan Aqidah untuk mendapatkan temapt yang permanent da-lam system pemikiran keislaman. Maka, sesuai dengan atmosfir umum saat itu, Ibn Khaldun juga menolak Filsafah. Dalam kumpulan karangan buku ini kita akan baca petikan dari magnum opus Ibn Khaldun, al-muqadimah, dia-man ia membuat catatan untuk kita tentang persepsi pembagian ilmu penge-tahuan saat itu, dan tentang bagaimana ia secara fundamental mengkritik Falsafah. Ibn khaldun menyanggah kebenaran kosmologi Neoplatonisme karena, menurut dia, pembagian wujud yang berakhir pada akal pertama itu adalah tanpa dasar dan bersifat sewenang-wenan. Sedangkan alam ke-nyataan ini jauh lebih bervariasi daripada yang dikira oleh filsafah yang ia gambarkan sebagai berpandangan picik itu. Tambahan lagi, akal pertama gagasan para filusuf itu telah meredusir Tuhan menajadi suatu kenyataan, yang meskipun dikatakan absolute dan wajib, namun juga bersifat bukan-pribadi(impersonal). Ibn Khaldun beranggapan bahwa ilmu sejarah dan sosiologi adalah dua ilmu yang berasal sama. Mempelajari sosiologi adalah penting sebagai pengantar pada kajian sejarah. Ibn Khaldun nampaknya mengingkari deter-minasi Tuhan dalam sejarah manusia. Ia berpendapat, bahwa seorang seja-rawan tidak boleh terpengahruh oleh pertimabangan-pertimbangan Speku-latif ataupun teologis. Sejarah menurutnya semata-mata hasil penelitian empiris, menurut hasil orbervasi dan penelitian yang dilaksanakan secar ob-

Page 14: Khazanah intelektualislam

jektif.Ibn khaldun sangat menyadari adanya hukum-hukum sosiologisyang menguasai perjalanan sejarah. Boleh dikata bahwa dialah orang pertama yang dengan mantap menyatakan adanya hukum-hukum serupa itu. Kajian modern tentang warisan intelektual islam klasik umumnya bera-khir dengan Ibn khaldun, kebetulan atau tidak, kenyataannya bahwa Dunia Islam, tidak seberapa lama sesudah kepergian pemikir besar itu, berada da-lam hubungan yang tidak menguntukan dengan dunia luar Islam, khususnya eropa barat. Kehebatan prestasi Ibn Khaldun dikontaskan dengan situasi Dunia Islam dalam konteks global yang kurang beruntung tersebut memang dapat menimbulakan kesan amat kuat tentang mendekatnya kegiatan In-telektual Umat sesudah pemikir besar itu. Padahal Eropa itulah yang kelak dengan amat menentukan merubah jalan sejarah dunia Islam, bukan da-lam pengertian positif, tetapi dalam bentuk hubungan antara bangsa yang penuh dengan kejadian tragis. Ibn Khaldun kuurang mengetahui apa yang sedang terjadi dizamannya pada bangsa-bangsa disebrang lautan tengah itu tidak timbul dari kejahilan atau obskurantisme. Hal itu adalah semata-mata kedudukan logis istimewa Dunia dan Umat Islam yang selam berabad-abad memegang dominasi Dunia, sehingga bisa dimengerti dan dapat dibenar-kan bahwa kebanyakan kaum Muslimin, termasuk para sarjanawan, men-ganggap remeh dunia luar. Hingga ketika sedang asik mempelajari seja-rah dunianya itu, tidak menyadari bahwa bangsa-bangsa Eropa sedang giat mempelajari ilmu pengetahuan yang selama ini didominasi, jika bukannya dimonopoli oleh orang-orang Islam. Kegiatan orang-orang eropa itu, yang sebagian besar mendapatkan setimulasinya oelh adanya berbagai bentuk kontak dengan Dunia Islam, telah melicinkan jalan bagi kebangkitan kem-bali ( Renaissance) mereka, dan selanjutnya menghantakan eropa barat (dan Dunia) kepada periode sejarah umat manusia yang sama sekali baru, yaitu abada modern. Hakikat abad modern itu, sebagaimana sejauh ini penjelasan terbai-knya diberikan oleh Marsal G.S. Hodgeson, ialah teknikalisme denagn tun-tutan efisiensi kerja yang tinggi, yang diterapkan kepada bidang kehidupan. Maka, menurut Hodgeson, abad modern itu sesungguhnya lebih tepatnya disebut abad Teknik apalagi jika haruus dihindari konotasi moral yang kon-

Page 15: Khazanah intelektualislam

tropersial pada perkataan “modern” (modern berarti baik, maju, dan lain-lain). Teknikalisme itu an sich melatar belakangi timbulnya revolusi indus-tri sedangkan imflikasi kemanusiaannya menyembul dalam bentuk revolusi Francis. Dua peristiwa yang amat menentukan menadai mulainya abda mod-ern itu terjadi pada abad pertengah ke 18 bukannya dibagian eropa yang mempunyai masa lampau yang panjang dan gemilang seperti romawi dan Yunani, melaikan di Inggris dan Feraancis dieropa Barat Laut yang meru-pakan pendatang baru dalam pentas sejarah umat manusia. Dan kelak akan ternyata bahwa aspek kemanusiaanya yang tercerminkan pada cita-ciata revolusi francis itu adalah lebih bermakna dari segi tekniknya. Maka sering disebutkan tentang peranan utama generasi 1789 (Revolusi francis) dalam meletakan dasar-dasar abad modern itu. Kemajuan seterusnya dilakukan oleh orang-orang Sumeria pada sekita tiga ribu tahun sebelum Masehi. Bangsa Sumeria adalah manusia pertama yang membangun masyarakat berkota. Mereka juga yang pertama meng-gunakan bajak dan weluku secara intensif untuk menggeruk tanah dalam produksi pertaniannya. Berkat kemajuannya itu bangsa Sumeria menda-pati dirinya mampu dengan gampang mengalahkan dan menguasai bangsa disekitarnya, yaitu masyarakat pertanian tanpa kota. Dengan ebgitu perang tidak hanya pertarungan antar suku tetapi meningkat sekalnya menjadi perang antar bangsa. Maka timbullah untuk peratma kalinya dalam sejarah umat mansuia kehidupan yang bernegara dalam arti kata sebenarnya, den-gan wawasan imprealisme dan kekolonialismeannya. Jika selama ini pimpi-nan masyarakat terbatas pada pemimpin Agama sebagai satu-satunya kelas literati kini diperlukan orang-orang khusus menangani urusan kenegaraan khususnya perang. Cara dan pandangan hidup Sumeria (Sumerisme) menjadi model bagi umat manusia untuk dititu. Selama 5000 tahun, yaitu sejak tumbuhnya masyarakat berkota (City Society) pertama diSumeria itu sampai dimulai-nya abad teknik di Eropa barat laut, Samarisme merupakan dasar pola ke-budayaan umat sejagad, meskipun disana-sini, seperti pedalam Africa, Irian dan Australia, masih terdapat orang yang eblum mengenalnya sama sekali bahkan sampai sekarangpun. Sejak masa sumeria itu lah umat manusia be-

Page 16: Khazanah intelektualislam

nar-benar memiliki peradaban dan memasuki zaman sejarah. Selanjutnya kaum Sumeria diikuti perkembangan peradabanya oleh kaum Agraria. Penderitaan Dunia Islam menghadapi abad Modern memuncak ketika secara tak terelakan lagi, seperti orang-orang Sumeria dulu, bangsa-bangsa Eropa mendapati diri mereka mampu dengan gampang sekali mengalahkan bangsa-bangsa lain, khususnya Umat Islam yang selama ini dikagumi dan ditakuti namun juga dibenci. Bangsa-bangsat Eropa barat itu, seperti bang-sa Sumeri 5000 tahun yang lalu, menggunakan kenggulan peradaban baru mereka untuk melancarkan politik imperealisme dan kolonialisme, den-gan negeri-negeri muslim dengan secara wajar menjadi sasaran utamanya. Dalam keadaan terkejut dan tak berdaya kaum Muslimin diseluruh dunia memberi reaksi yang beraneka ragam kepada gelombang sebuan cultural dari barat itu. Pertanyaan terberat pada penganut agama islam adalah ba-gaimana mungkin agamma Islam yang merupakan pemeluk kebenaran Ilahi yang final bisa terkalahkan oelh kelompok lain? Apakah Tuhan tidak lagi berpihak kepada hamba-hambanya yang saleh? Jiak masih ebrpihak, lalu apa yang etrjadi pada umat, sehingga berdosa dan dihukum dengan kekala-han dan kehinaan?, apakah ada yang salah pada umat dalam memahami dan mengamalkan Agamanya itu? Jiak ada dimana letak kesalahanya, dan ba-gaiman memperbaikinya? (pertanyan serupa pernah muncul dalam serbuan kejadian bangsa mongol tapi tak sepernsifil menghadapi barat sekarang). Namun apapun yang terjadi dalam menghadapi krisis hebat itu, nampak-nya kaum muslimin, lebih dari pada para penganut agama-agama lain, tidak ada kessediaan diri dan tidak perlu, mempertanyakan sifat dasar agamnya. Dalam tinjauan salah satu mereka tetap meyakini kebenaran agama mereka, dan paling jauh hanya mempertanyakan ketepatan pemahaman dan pelaksa-naan ajaran-ajaranya saja. Meskipun demikian dunia islam tetap memlihara tradisi intelektualnya, terutama dikalangan kaum syi’ah pemikiran spekulatip terus digalakan. Iran, misalnya pada abad ke 17 masih menyaksikan tampil-nya saeorag filusup besar syiah yang meklanjutkan dan mengembangkan tradisi paham iluminasionalisme (Al-Isyrokiyah) yaitu Mula Syadra (Sadr Al-Din Al-Shiraji, wafat 1050 h/ 1640 m). beliau diakui sebagai pemikir terbesar islam jaman mutakhir. Lalu pada abad ke 13 H tumbuh seorang pe-

Page 17: Khazanah intelektualislam

mikir dan pejuang muslim modernis pertama dalam sejarah yaitu Al-Afgani (Zamal Al-Din Al-Afgani 1255-1315 h/ 1835-1897 m). letak kebesaran Al-Afgani bukanlah dia sebagai pemikir, meskipun dalam pemikiran itu ia tetap sangat penting karma ia menunjukan pandangan masa depan yang jauh dan daya baca zaman yag tajam. Dalam perananya yang sngat besar itu terlihat pada upayanya dalam membangkitkan kesadaran politik umat menghadapi barat, dan pemberi jalan bagaimana menghadapi arus modeerenisasi dunia ini. Kegiatan politiknya membawa al-Afgani mendatangi banyak negri baik islam maupun islam. Seperti ke Hijaz, Mesir, Yaman, Turki, rusia, Inggris, Prancis dan lain-lain. Diantara murid Al-Afgani yang paling terkenal dan berpengaruh di Dunia Islam ialah Abduh (Al-Syaikh Muhammad Abduh, 1261-1323 H/ 1845-1905 M). Bersama Abduh, al-Afgani karena sesuatu hal pergi ke Ferancis dan disana mereka menerbitkan Majalah berbahsa Arab, yang berjudul Al-Ur-wah al-Wutsqo. Media mereka untuk reformasi dan meoderenisai umat. Disanalah emreka bertemu dengan Ernest Rennan seorang filusuf dan seja-rawan terkenal. Sebagai ahli Filsafah dia mengatakan sudah merasa kenal sebelumnya sebab Al-Afgani terdengar suaranya seperti Ibn Sina dan Ibn Rusyd yang menyeru umat kepada Rasionalisme dan kebebasan berfikir. Tetapi dikalangan kaum Sunni seruan Al-Afgani menimbulkan kegegeran. Ditambah dengan redikalisme politiknya menghaddapi barat dan pemerin-tahan Islam Reaksioner. Selain untuk menghindari Reaksi fanati sebagian ulama dan penindasan para penguasa tertentu, al-Afgani mengembara guna menyebarkan pemikiran-pemikiran perjuangannya dan mencari pendengar yang faham dan lebih simpati. Sebagai seorang orang aktifis polotik, nam-paknya al-Afgani lebih mantap pada karya-karya lisan dari pada tulisan. Dalam beberapa bukunya menggambarkan penilaian Al-Afgani betapa mundurnya agama Islam disbanding bangsa Eropa. Al-Afgani adalah seorang revolusioner yang diilhami oleh dorongan keagamaan yang mmenyala-nyala untuk mengangkat derajat dan memaju-kan kaumnya. Seorang pejuang dengan magnetisme pribadnya yang memi-kat, pikiran-pikirannya berhasil mengelektripisir sentiment umat dan sepak terjangnya telah mengilhami berbagai gerakan revolusioner Islam melawan

Page 18: Khazanah intelektualislam

barat. Pada dasarnya ia adalah seorang revolusioner politik, al-Afgani men-gungkapkan ide-ide hanya dalam garis besar berupa kalimat-kalimat berse-mangat dan rumusan-rumusan kunci, tanpa elaborasi intelektual yang lebih jauh. Muhamad Abduh sebagai muridnya yang utama yang mengejarkan penjabaran-penjabaran pikiran al-Afgani. Setelah Abduh berpisah dengan gurunya dan lebih focus kebidang keilmuan dan pendidikan. Abduh ada-lah ahli kalam sunni yang paling berarti, Abduh mengajukan Agrumentasi tentang keharusan membuka kembali pintu Ijtihad untuk selamanya, dan dengan keras menolak system penganutan faham tanpa kritik atau taklid. Dan Abduh seperti halnya al-Afgani melihat pentingnya falsafah dan mem-pelajarinya Karya-karya Muhammad Abduh adalah yang pertama dalam kalam Is-lam dengan pandangan modernistis, ia pula yang mempelopori pembaharu-aan system pendidikan Al-Azhar, antara lain dengan measukan mata kuliah falsafah. Mungkin ia kuarang berhasil dalam usahanya dibidang pendidi-akan, namun ia sangat efektif dalam meniupkan jiwa modernisme dikalan-gan intelektual muslim yang sedang tumbuh. Dalam kuliah-kuliahnya di Al-Azhar sering menggunakan wawasan sejarah ibn Khaldun untuk mena-namkan pada jiwa para mahasiswa semangat independensi dan kebebasan berfikir. Sejalan dengan gurunya, Abduh melihat bahwa letak keunggulan Agama Islam dengan Agama lainya sebagaimana ditunjang oleh banyak tinjauan yang lebih netral yaitu bahwa dogma-dogma dasarnya dapat sep-enuhnya dijelaskan secara rasional dan bebas dari berbagai macam misteri.