Kewirausahaan dan Koperasi

35
BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang PERKEMBANGAN USAHA Perkembangan usaha adalah suatu bentuk usaha kepada usaha itu sendiri agar dapat berkembang menjadi lebih baik lagi dan agar mencapai pada satu titik atau puncak menuju kesuksesan. Perkembangan usaha di lakukan oleh usaha yang sudah mulai terproses dan terlihat ada kemungkinan untuk lebih maju lagi. Pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan Koperasi merupakan langkah yang strategis dalam meningkatkan dan memperkuat dasar kehidupan perekonomian dari sebagian terbesar rakyat Indonesia,. Dengan demikian upaya untuk memberdayakan UMKM harus terencana, sistematis dan menyeluruh baik pada tataran makro, meso dan mikro yang meliputi (1) penciptaan iklim usaha dalam rangka membuka kesempatan berusaha seluas-luasnya, serta menjamin kepastian usaha disertai adanya efisiensi ekonomi; (2) pengembangan sistem pendukung usaha bagi UMKM untuk meningkatkan akses kepada sumber daya produktif sehingga dapat memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan potensi sumber daya, terutama sumber daya lokal yang tersedia; (3) pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif usaha kecil dan menengah (UKM); dan (4) pemberdayaan usaha skala mikro untuk

description

Makalah Kewirausahaan dan Koperaso

Transcript of Kewirausahaan dan Koperasi

Page 1: Kewirausahaan dan Koperasi

BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

PERKEMBANGAN USAHA

Perkembangan usaha adalah suatu bentuk usaha kepada usaha itu sendiri agar dapat berkembang menjadi lebih baik lagi dan agar mencapai pada satu titik atau puncak menuju kesuksesan. Perkembangan usaha di lakukan oleh usaha yang sudah mulai terproses dan terlihat ada kemungkinan untuk lebih maju lagi.

Pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan Koperasi merupakan langkah yang strategis dalam meningkatkan dan memperkuat dasar kehidupan perekonomian dari sebagian terbesar rakyat Indonesia,. Dengan demikian upaya untuk memberdayakan UMKM harus terencana, sistematis dan menyeluruh baik pada tataran makro, meso dan mikro yang meliputi (1) penciptaan iklim usaha dalam rangka membuka kesempatan berusaha seluas-luasnya, serta menjamin kepastian usaha disertai adanya efisiensi ekonomi; (2) pengembangan sistem pendukung usaha bagi UMKM untuk meningkatkan akses kepada sumber daya produktif sehingga dapat memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan potensi sumber daya, terutama sumber daya lokal yang tersedia; (3) pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif usaha kecil dan menengah (UKM); dan (4) pemberdayaan usaha skala mikro untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang bergerak dalam kegiatan usaha ekonomi di sektor informal yang berskala usaha mikro, terutama yang masih berstatus keluarga miskin. Selain itu, peningkatan kualitas koperasi untuk berkembang secara sehat sesuai dengan jati dirinya dan membangun efisiensi kolektif terutama bagi pengusaha mikro dan kecil.

Perkembangan peran usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang besar ditunjukkan oleh jumlah unit usaha dan pengusaha, serta kontribusinya terhadap pendapatan nasional, dan penyediaan lapangan kerja. Pada tahun 2003, persentase jumlah UMKM sebesar 99,9 persen dari seluruh unit usaha,

Page 2: Kewirausahaan dan Koperasi

yang terdiri dari usaha menengah sebanyak 62,0 ribu unit usaha dan jumlah usaha kecil sebanyak 42,3 juta unit usaha yang sebagian terbesarnya berupa usaha skala mikro. UMKM telah menyerap lebih dari 79,0 juta tenaga kerja atau 99,5 persen dari jumlah tenaga kerja pada tahun 2004 jumlah UMKM diperkirakan telah melampaui 44 juta unit. Jumlah tenaga kerja ini meningkat rata-rata sebesar 3,10 persen per tahunnya dari posisi tahun 2000. Kontribusi UMKM dalam PDB pada tahun 2003 adalah sebesar 56,7 persen dari total PDB nasional, naik dari 54,5 persen pada tahun 2000. Sementara itu pada tahun 2003, jumlah koperasi sebanyak 123 ribu unit dengan jumlah anggota sebanyak 27.283 ribu orang, atau meningkat masing-masing 11,8 persen dan 15,4 persen dari akhir tahun 2001.

Berbagai hasil pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan koperasi dan UMKM pada tahun 2004 dan 2005, antara lain ditunjukkan oleh tersusunnya berbagai rancangan peraturan perundangan, antara lain RUU tentang penjaminan kredit UMKM dan RUU tentang subkontrak, RUU tentang perkreditan perbankan bagi UMKM, RPP tentang KSP, tersusunnya konsep pembentukan biro informasi kredit Indonesia, berkembangnya pelaksanaan unit pelayanan satu atap di berbagai kabupaten/kota dan terbentuknya forum lintas pelaku pemberdayaan UKM di daerah, terselenggaranya bantuan sertifikasi hak atas tanah kepada lebih dari 40 ribu pengusaha mikro dan kecil di 24 propinsi, berkembangnya jaringan layanan pengembangan usaha oleh BDS providers di daerah disertai terbentuknya asosiasi BDS providers Indonesia, meningkatnya kemampuan permodalan sekitar 1.500 unit KSP/USP di 416 kabupaten/kota termasuk KSP di sektor agribisnis, terbentuknya pusat promosi produk koperasi dan UMKM, serta dikembangkannya sistem insentif pengembangan UMKM berorientasi ekspor dan berbasis teknologi di bidang agroindustri. Hasil-hasil tersebut, telah mendorong peningkatan peran koperasi dan UMKM terhadap perluasan penyediaan lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi, dan pemerataan peningkatan pendapatan.

Perkembangan UMKM yang meningkat dari segi kuantitas tersebut belum diimbangi oleh meratanya peningkatan kualitas UMKM. Permasalahan klasik yang dihadapi yaitu rendahnya produktivitas. Keadaan ini disebabkan oleh masalah internal yang dihadapi UMKM yaitu: rendahnya kualitas SDM UMKM

Page 3: Kewirausahaan dan Koperasi

dalam manajemen, organisasi, penguasaan teknologi, dan pemasaran, lemahnya kewirausahaan dari para pelaku UMKM, dan terbatasnya akses UMKM terhadap permodalan, informasi, teknologi dan pasar, serta faktor produksi lainnya. Sedangkan masalah eksternal yang dihadapi oleh UMKM diantaranya adalah besarnya biaya transaksi akibat iklim usaha yang kurang mendukung dan kelangkaan bahan baku. Juga yang menyangkut perolehan legalitas formal yang hingga saat ini masih merupakan persoalan mendasar bagi UMKM di Indonesia, menyusul tingginya biaya yang harus dikeluarkan dalam pengurusan perizinan. Sementara itu, kurangnya pemahaman tentang koperasi sebagai badan usaha yang memiliki struktur kelembagaan (struktur organisasi, struktur kekuasaan, dan struktur insentif) yang unik/khas dibandingkan badan usaha lainnya, serta kurang memasyarakatnya informasi tentang praktek-praktek berkoperasi yang benar (best practices) telah menyebabkan rendahnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi. Bersamaan dengan masalah tersebut, koperasi dan UMKM juga menghadapi tantangan terutama yang ditimbulkan oleh pesatnya perkembangan globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan bersamaan dengan cepatnya tingkat kemajuan teknologi.

Secara umum, perkembangan koperasi dan UMKM dalam tahun 2006 diperkirakan masih akan menghadapi masalah mendasar dan tantangan sebagaimana dengan tahun sebelumnya, yaitu rendahnya produktivitas, terbatasnya akses kepada sumber daya produktif, rendahnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi, dan tertinggalnya kinerja koperasi.

1.2 PROFIL DAN SEBARAN USAHA KECIL

Ada dua definisi usaha kecil yang dikenal di Indonesia. Pertama, definisi usaha kecil menurut Undang-Undang No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memiliki hasil penjualan tahunan maksimal Rp 1 milyar dan memiliki kekayaan bersih, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, paling banyak Rp 200 juta (Sudisman & Sari, 1996: 5). Kedua, menurut kategori Biro Pusat Statistik (BPS), usaha kecil identik dengan industri kecil dan industri rumah tangga. BPS mengklasifikasikan industri berdasrakan jumlah pekerjanya, yaitu: (1) industri rumah tangga dengan pekerja 1-4 orang; (2) industri kecil dengan pekerja 5-19 orang; (3) industri menengah dengan pekerja 20-99 orang; (4) industri besar dengan pekerja 100 orang atau lebih (BPS, 1999: 250).

Page 4: Kewirausahaan dan Koperasi

Kendati beberapa definisi mengenai usaha kecil namun agaknya usaha kecil mempunyai karakteristik yang hampir seragam. Pertama, tidak adanya pembagian tugas yang jelas antara bidang administrasi dan operasi. Kebanyakan industri kecil dikelola oleh perorangan yang merangkap sebagai pemilik sekaligus pengelola perusahaan, serta memanfaatkan tenaga kerja dari keluarga dan kerabat dekatnya. Data BPS (1994) menunjukkan hingga saat ini jumlah pengusaha kecil telah mencapai 34,316 juta orang yang meliputi 15, 635 juta pengusaha kecil mandiri (tanpa menggunakan tenaga kerja lain), 18,227 juta orang pengusaha kecil yang menggunakan tenaga kerja anggota keluarga sendiri serta 54 ribu orang pengusaha kecil yang memiliki tenaga kerja tetap.

Kedua, rendahnya akses industri kecil terhadap lembaga-lembaga kredit formal sehingga mereka cenderung menggantungkan pembiayaan usahanya dari modal sendiri atau sumber-sumber lain seperti keluarga, kerabat, pedagang perantara, bahkan rentenir.

Ketiga, sebagian besar usaha kecil ditandai dengan belum dipunyainya status badan hukum. Menurut catatan BPS (1994), dari jumlah perusahaan kecil sebanyak sebanyak 124.990, ternyata 90,6 persen merupakan perusahaan perorangan yang tidak berakta notaris; 4,7 persen tergolong perusahaan perorangan berakta notaris; dan hanya 1,7 persen yang sudah mempunyai badan hukum (PT/NV, CV, Firma, atau Koperasi).

Keempat, dilihat menurut golongan industri tampak bahwa hampir sepertiga bagian dari seluruh industri kecil bergerak pada kelompok usaha industri makanan, minuman dan tembakau (ISIC31), diikuti oleh kelompok industri barang galian bukan logam (ISIC36), industri tekstil (ISIC32), dan industri kayu,bambu, rotan, rumput dan sejenisnya termasuk perabotan rumahtangga (ISIC33) masing-masing berkisar antara 21% hingga 22% dari seluruh industri kecil yang ada. Sedangkan yang bergerak pada kelompok usaha industri kertas (34) dan kimia (35) relatif masih sangat sedikit sekali yaitu kurang dari 1%.

Page 5: Kewirausahaan dan Koperasi

1.3 KARAKTERISTIK USAHA KECIL

Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah mencatat bahwa jumlah usaha kecil adalah sebanyak 44,6 juta unit atau 99,84 % dari total jumlah unit usaha pada tahun 2005. Dari sejumlah usaha tersebut, tenaga kerja yang mampu diserap adalah sebanyak 71,2 juta atau sebesar 88,7%dari total tenaga kerja. Namun demikian, Pendapatan Domestik Bruto (PDB) yang mampu disumbangkan oleh usaha kecil tersebut baru sebesar Rp 1 triliun atau sebesar 42,8% dari total PDB.

Dari data tersebut, tampak bahwa jumlah usaha kecil sangat dominan dibandingkan dengan kelompok skala usaha lainnya. Di samping itu, peran usaha kecil dalam menyerap tenaga kerja relative besar. Penyerapan tenaga kerja tersebut selanjutnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, penumbuhan usaha kecil menjadi suatu kebijakan strategis dan efektif dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat dan pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam upaya penumbuhan usaha kecil tersebut, perlu diketahui karakteristik serta permasalahan dan kendala yang dihadapi oleh usaha kecil. Pada umumnya, usaha kecil mempunyai cirri antara lain sebagai berikut :

– Biasanya berbentuk usaha perorangan dan belum berbadan hukum perusahaan

– Aspek legalitas usaha lemah

– Struktur organisasi bersifat sederhana dengan pembagian kerja yang tidak baku

– Kebanyakan tidak mempunyai laporan keuangan dan tidak melakukan pemisahan antara kekayaan pribadi dengan kekayaan perusahaan

– Kualitas manajemen rendah dan jarang yang memiliki rencana usaha

– Sumber utama modal usaha adalah modal pribadi

– Sumber Daya Manusia (SDM) terbatas

Page 6: Kewirausahaan dan Koperasi

– Pemilik memiliki ikatan batin yang kuat dengan perusahaan, sehingga seluruh kewajiban perusahaan juga menjadi kewajiban pemilik.

Kondisi tersebut berakibat kepada:

– Lemahnya jaringan usaha serta keterbatasan kemampuan penetrasi pasar dan diversifikasi pasar

– Skala ekonomi terlalu kecil sehingga sukar menekan biaya

– Margin keuntungan sangat tipis

Para pelaku bisnis adalah agen membutuhkan kemampuan untuk memobilisasi modal, memanfaatkan sumber daya alam, menciptakan pasar dan mempertahankan bisnis mereka. Dia mampu mengkombinasikan kekuatan, kemampuan, kapasitas untuk mengelola sumber daya untuk memanfaatkan kesempatan² menjadi kegiatan yang menguntungkan. Meskipun dikatakan bahwa pengusaha tidak diciptakan, juga disepakati bahwa pengusaha tidak dilahirkan sebagai seorang pengusaha. Fakta-fakta ini mengarahkan kita pada kenyataan bahwa para pengusaha yang mempunyai potensi dapat mempelajari bisnis, berorientasi, meningkatkan motivasi dan dirangsang untuk memulai bisnis. Demikian pula, orang-orang dengan potensi tertentu (akan menjadi pengusaha / wanita) harus diidentifikasi dan dikembangkan melalui pelatihan. Apalagi saat ini Indonesia sedang berupaya untuk mengatasi kondisi krisis pada saat ini, maka usaha² skala kecil sangat membutuhkan kemampuan bertahan atau bahkan dikembangkan.

1.4 TANTANGAN DAN MASALAH

Memang cukup berat tantangan yang dihadapi untuk memperkuat struktur perekonomian nasional. Pembinaan pengusaha kecil harus lebih diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pengusaha kecil menjadi pengusaha menengah. Namun disadari pula bahwa pengembangan usaha kecil menghadapi beberapa kendala seperti tingkat kemampuan, ketrampilan, keahlian, manajemen sumber daya manusia, kewirausahaan, pemasaran dan keuangan. Lemahnya kemampuan manajerial dan sumberdaya manusia ini mengakibatkan pengusaha kecil tidak mampu menjalankan usahanya dengan baik. Secara lebih spesifik, masalah dasar yang dihadapi pengusaha kecil

Page 7: Kewirausahaan dan Koperasi

adalah: Pertama, kelemahan dalam memperoleh peluang pasar dan memperbesar pangsa pasar. Kedua, kelemahan dalam struktur permodalan dan keterbatasan untuk memperoleh jalur terhadap sumber-sumber permodalan. Ketiga, kelemahan di bidang organisasi dan manajemen sumber daya manusia. Keempat, keterbatasan jaringan usaha kerjasama antar pengusaha kecil (sistem informasi pemasaran). Kelima, iklim usaha yang kurang kondusif, karena persaingan yang saling mematikan. Keenam, pembinaan yang telah dilakukan masih kurang terpadu dan kurangnya kepercayaan serta kepedulian masyarakat terhadap usaha kecil.

Secara garis besar, tantangan yang dihadapi pengusaha kecil dapat dibagi dalam dua kategori: Pertama, bagi PK dengan omset kurang dari Rp 50 juta umumnya tantangan yang dihadapi adalah bagaimana menjaga kelangsungan hidup usahanya. Bagi mereka, umumnya asal dapat berjualan dengan “aman” sudah cukup. Mereka umumnya tidak membutuhkan modal yang besar untuk ekspansi produksi; biasanya modal yang diperlukan sekedar membantu kelancaran cashflow saja. Bisa dipahami bila kredit dari BPR-BPR, BKK, TPSP (Tempat Pelayanan Simpan Pinjam-KUD) amat membantu modal kerja mereka.

Kedua, bagi PK dengan omset antara Rp 50 juta hingga Rp 1 milyar, tantangan yang dihadapi jauh lebih kompleks. Umumnya mereka mulai memikirkan untuk melakukan ekspansi usaha lebih lanjut. Berdasarkan pengamatan Pusat Konsultasi Pengusaha Kecil UGM, urutan prioritas permasalahan yang dihadapi oleh PK jenis ini adalah (Kuncoro, 1997): (1) Masalah belum dipunyainya sistem administrasi keuangan dan manajemen yang baik karena belum dipisahkannya kepemilikan dan pengelolaan perusahaan; (2) Masalah bagaimana menyusun proposal dan membuat studi kelayakan untuk memperoleh pinjaman baik dari bank maupun modal ventura karena kebanyakan PK mengeluh berbelitnya prosedur mendapatkan kredit, agunan tidak memenuhi syarat, dan tingkat bunga dinilai terlalu tinggi; (3) Masalah menyusun perencanaan bisnis karena persaingan dalam merebut pasar semakin ketat; (4) Masalah akses terhadap teknologi terutama bila pasar dikuasai oleh perusahaan/grup bisnis tertentu dan selera konsumen cepat berubah; (5) Masalah memperoleh bahan baku terutama karena adanya persaingan yang ketat dalam mendapatkan bahan baku, bahan baku berkulaitas rendah, dan tingginya harga bahan baku; (6) Masalah perbaikan kualitas barang dan efisiensi terutama bagi yang sudah menggarap pasar

Page 8: Kewirausahaan dan Koperasi

ekspor karena selera konsumen berubah cepat, pasar dikuasai perusahaan tertentu, dan banyak barang pengganti; (7) Masalah tenaga kerja karena sulit mendapatkan tenaga kerja yang terampil.

1.5 STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KECIL

Untuk itu harus ada strategi yang tepat, yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut ini.

Pertama, peningkatan akses kepada aset produktif, terutama modal, di samping juga teknologi, manajemen, dan segi-segi lainya yang penting. Hal ini telah banyak dibahas dalam berbagai forum, seminar, kepustaka an dan sebagainya.

Kedua, peningkatan akses pada pasar, yang meliputi suatu spektrum kegiatan yang luas, mulai dari pencadangan usaha, sampai pada informasi pasar, bantuan produksi, dan prasarana serta sarana pemasaran. Khususnya, bagi usaha kecil di perdesaan, prasarana ekonomi yang dasar dan akan sangat membantu adalah prasarana perhubungan.

Ketiga, kewirausahaan, seperti yang telah dikemukakan di atas. Dalam hal ini pelatihanpelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk berusaha teramat penting. Namun, bersamaan dengan atau dalam pelatihan itu penting pula ditanamkan semangat wirausaha. Bahkan hal ini harus diperluas dan dimulai sejak dini, dalam sistem pendidikan kita, dalam rangka membangun bangsa Indonesia yang mandiri, yakni bangsa niaga yang maju dan bangsa industri yang tangguh. Upaya ini akan memperkuat proses transformasi ekonomi yang sedang berlangsung karena didorong oleh transformasi budaya, yakni modernisasi sistem nilai dalam masyarakat.

Keempat, kelembagaan. Kelembagaan ekonomi dalam arti luas adalah pasar. Maka memperkuat pasar adalah penting, tetapi hal itu harus disertai dengan pengendalian agar bekerjanya pasar tidak melenceng dan mengakibatkan melebarnya kesenjangan. Untuk itu diperlukan intervensi-intervensi yang tepat, yang tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah yang mendasar dalam suatu ekonomi bebas, tetapi tetap menjamin tercapainya

Page 9: Kewirausahaan dan Koperasi

pemerataan sosial (social equity). Untuk itu, memang diperlukan pranata -pranata yang dirancang secara tepat dan digunakan secara tepat pula. Di antaranya adalah peraturan perundangan yang mendorong dan menjamin berkembangnya lapisan usaha kecil sehingga perannya dalam perekonomian menjadi bukan hanya besar, tetapi lebih kukuh. Dengan Undang-undang tentang Usaha Kecil Tahun 1995, dan Undangundang tentang Perkoperasian Tahun 1992, sesungguhnya aturan dasar itu telah kita miliki. Kedua undang-undang itu telah mengatur pencadangan dan perlindungan usaha serta menyiapkan strategi pembinaan usaha kecil termasuk koperasi. Demikian pula telah ada berbagai kebijaksanaan, baik makro seperti dalam bidang moneter mengenai perkreditan, maupun sektoral termasuk berbagai program pemberdayaan ekonomi rakyat. Untuk pengadaan pemerintah melalui APBN, APBD, dan anggaran BUMN juga telah ditetapkan pengutamaan penggunaan produksi barang dan jasa usaha kecil pada skala-skala tertentu. Semuanya itu tinggal dimantapkan. Undang-undang yang telah ada harus dilengkapi dengan peraturan-peraturan pelaksanaannya dan dilaks anakan dengan konsekuen dan sepenuh hati.

Kelima, kemitraan usaha. Kemitraan usaha merupakan jalur yang penting dan strategis bagi pengembangan usaha ekonomi rakyat. Kemitraan telah terbukti berhasil diterapkan di negara-negara lain, sepeti keempat macan Asia, yaitu Taiwan, Hongkong, Singapore, dan Korea Selatan, dan menguntungkan pada perkembangan ekonomi dan industrialisasi mereka yang teramat cepat itu.

Dengan pola backward linkages akan terkait erat usaha besar dengan usaha menengah dan kecil, serta usaha asing (PMA) dengan usaha kecil lokal. Salah satu pola kemitraan yang juga akan besar artinya bagi pengembangan usaha kecil jika diterapkan secara meluas adalah pola subkontrak (sub-contracting), yang memberikan kepada industri kecil dan menengah peran pemasok bahan baku dan komponen, serta peran dalam pendistribusian produk usaha besar.

Kemitraan, seperti sudah sering saya kemukakan dalam berbagai kesempatan, bukanlah penguasaan yang satu atas yang lain, khususnya yang besar atas yang kecil. Kemitraan harus menjamin kemandirian pihak-pihak yang bermitra, karena kemitraan bukan merger atau akuisisi. Untuk dapat berjalan secara berkesinambungan (sustainable), kemitraan harus merupakan

Page 10: Kewirausahaan dan Koperasi

konsep ekonomi, dan karenanya menguntungkan semua pihak yang bermitra, dan bukan konsep sosial atau kedermawanan. Kemitraan jelas menguntungkan yang kecil, karena dapat turut mengambil manfaat dari pasar, modal, teknologi, kewirausahaan, dan manajemen yang dikuasai oleh usaha besar. Akan tetapi, kemitraan juga menguntungkan bagi yang besar karena dapat memberikan fleksibilitas dan kelincahan, di samping menjawab masalah yang sering diha dapi oleh usaha -usaha besar yang disebut diseconomies of scale. Kemitraan dengan demikian dapat meningkatkan daya saing baik bagi usaha besar maupun usaha kecil. Dengan kemitraan bisa dikendalikan gejala monopoli, tetapi tetap diperoleh efisiensi dan sinergi sumber daya yang dimiliki oleh pihak-pihak yang bermitra.

1.6 PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH

Pengembangan usaha kecil dan menengah dalam menghadapi pasar regional dan global harus didasari pada upaya yang keras dan terus menerus dalam menjadikan UKM sebagai usaha yang tangguh. Oleh karena itu produk yang diusahakan UKM sekurang-kurangnya mempunyai keunggulan komparatif, bahkan sangat diharapkan mempunyai keunggulan kompetitif. Pendekatan klaster bisnis merupakan upaya pengembangan usaha UKM secara sistemik, sehingga UKM yang ada di dalamnya mempunyai peluang untuk menjadi usaha yang handal dan kompetitif.

Strategi pengembangan usaha UKM harus atas dasar kekuatan dan tantangannya, oleh karena itu harus ditopang secara kuat terutama oleh adanya akses ke sumber dana, pasar, sumber bahan baku, teknologi, informasi dan manajemen.

1.7 SEKILAS MENGENAI EKONOMI DAN PENTINGNYA UKM

Prospek ekonomi dunia diprakirakan membaik pada tahun 2004 dan selanjutnya melambat pada tahun 2005-2006. Di lain pihak prospek ekonomi Indonesia tahun 2004-2006 diprakirakan terus membaik, ditandai oleh pertumbuhan ekonomi yang meningkat secara bertahap hingga sekitar 6 % pada tahun 2006. Kemudian dilihat dari kontribusi sektoral, maka sektor industri, sektor perdagangan dan sektor pertanian diprakirakan menjadi sektor utama pertumbuhan PDB tahun 2004-2006 (Miranda S.Goeltom, 2004).

Page 11: Kewirausahaan dan Koperasi

Walaupun terdapat kecenderungan perbaikan perekonomian Indonesia di masa mendatang sebagai dampak dari kondisi ekonomi global, regional dan adanya perbaikan sarana dan prasarana yang dapat menunjang kegiatan ekonomi domestik, tampaknya perlu diwaspadai kemungkinan adanya beberapa isu kritis yang sering menghambat pertumbuhan ekonomi suatu negara, diantaranya adalah:

(1) Tingginya pengangguran

(2) Rendahnya investasi

(3) Biaya ekonomi tinggi

Isu tingginya penganguran dan ekonomi biaya tinggi merupakan isu lama dan klasik yang selama ini belum dapat diatasi dengan baik. Kemudian isu rendahnya investasi merupakan produk dari kekurang percayaan investor terhadap kondisi perekonomian Indonesia, termasuk di dalamnya masalah politik dan keamanan. Kemungkinan isu kritis tersebut berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi Indonesia ke depan. Oleh karena itu, harus cepat direspon oleh semua pihak, terutama pihak pemerintah khususnya dalam menen-tukan kebijakan pengembangan ekonomi nasional pada tahun 2005-2009.

Pengalaman Indonesia selama tiga puluh tahun kebelakang terutama pada tujuh tahun terakhir, memberikan informasi dan sekaligus pelajaran berharga bagi kita, bahwa pada masa lalu runtuhnya perekonomian Indonesia ternyata sebagai akibat dari kekurang mampuan pengambil keputusan di pemerintahan Indonesia saat itu dalam merespon berbagai isu kritis, seperti telah disebutkan di atas. Pada saat itu perekonomian Indonesia hanya bertumpu pada beberapa usaha skala besar (konglomerat). Oleh karena itu, respon yang cepat dan tepat terutama oleh pihak pemerintah terhadap isu kritis yang selalu menghantui kegiatan perekonomian tersebut akan sangat bermanfaat bagi kemungkinan ketahanan dan sekaligus keamanan perekonomian Indonesia di masa mendatang. Dengan demikian, kebijakan pemerintah untuk memberikan kesempatan yang Infokop Nomor 25 Tahun XX, 2004 115 sama kepada kegiatan usaha kecil dan menengah (UKM) untuk dapat maju dan berkembang sesuai dengan kapasitas dan kapabilitasnya, merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi ketahanan dan keamanan perekonomian

Page 12: Kewirausahaan dan Koperasi

Indonesia di masa mendatang. Ini artinya bahwa UKM harus dapat tumbuh dengan baik, sehingga masalah mengenai pengangguran, rendahnya minat investasi dan ekonomi biaya tinggi dapat berkurang secara nyata.

Manggara Tambunan (2004) menyebutkan bahwa setelah krisis ekonomi berjalan selama tujuh tahun, salah satu pelajaran berharga yang dapat diambil adalah bahwa:

(1) Ekonomi Indonesia tidak dapat hanya mengandalkan peranan usaha besar,

(2) Usaha kecil menengah (UKM) memiliki ketahanan yang lebih baik dibandingkan dengan usaha besar karena UKM lebih efisien

(3) Hingga sekarang belum ada kejelasan kebijakan industri dan bagaimana yang diadopsi agar lebih mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja bagi pengangguran dan kemiskinan.

Usaha kecil dan menengah merupakan salah satu kekuatan pendorong terdepan dan pembangunan ekonomi. Gerak sektor UKM amat vital untuk menciptakan pertumbuhan dan lapangan pekerjaan. UKM cukup fleksibel dan dapat dengan mudah beradaptasi dengan pasang surut dan arah permintaan pasar. Mereka juga menciptakan lapangan pekerjaan lebih cepat dibandingkan sektor usaha lainnya, dan mereka juga cukup terdiversifikasi dan memberikan kontribusi penting dalam ekspor dan perdagangan.

Di Indonesia, sumber penghidupan amat bergantung pada sector UKM. Kebanyakan usaha kecil ini terkonsentrasi pada sector perdagangan, pangan, olahan pangan, tekstil dan garmen, kayu dan produk kayu, serta produksi mineral non-logam. Mereka bergerak dalam kondisi yang amat kompetitif dan ketidakpastian; juga amat dipengaruhi oleh situasi ekonomi makro. Lingkungan usaha yang buruk lebih banyak merugikan UKM daripada usaha besar.

Agar dapat berkompetisi secara efektif, UKM dituntut untuk dapat menekan biaya produksi mereka dengan mengadopsi teknologi usaha yang tepat guna. Aktivitas subkontrak adalah jalan yang paling umum ditempuh

Page 13: Kewirausahaan dan Koperasi

untuk menekan sejumlah biaya dan ini telah berperan penting dalam kesuksesan integrasi UKM ke dalam usaha yang lebih dinamis, yaitu sektor industri yang berorientasi ekspor, seperti yang terjadi di Jepang dan Republik Korea. Aktivitas subkontrak sampai saat ini belum meluas di Indonesia. Kenyataan yang terjadi, kebanyakan kesempatan pasar ini terhambat karena kebijakan yang ada secara efektif mencegah UKM untuk menjadi subkontraktor bagi perusahaan lain kecuali untuk aktivitas yang dirasakan hanya sebagai penunjang bagi aktivitas perusahaan.

Peraturan yang mengurangi pilihan untuk aktivitas subkontrak, telah mengurangi kesempatan bagi UKM untuk mendapatkan akses penting dan menguntungkan pada sejumlah pangsa pasar potensial, serta menghambat pertumbuhan sektor UKM. Pemerintah harus mengkaji ulang peraturan mengenai ketenagakerjaan dan khususnya UU no 13 tahun 2003 pasal 65 dimana pemerintah memberikan pengertian tentang pekerjaan apa yang boleh dan tidak boleh menggunakan aktifitas outsource.

Pendidikan bisnis dan pendidikan professional di Indonesia saat ini telah tertinggal. Agar masyarakat dapat memiliki semangat kewirausahaan, upaya-upaya baru dan radikal yang mengarah kepada pendidikan lebih tinggi dalam skala besar tertentu amat sangat dibutuhkan. Kurikulum harus terfokus kepada pengembangan nilai-nilai kewirausahaan, kebudayaan, promosi terhadap inovasi, penguasaan keahlian manajerial yang modern dan spesialisasi profesi. Pemerintah dapat mendorong perkembangan UKM melalui skema pendidikan yang lebih baik, yang terbagi dalam dua bidang:

Pertama, Pemerintah harus memasukkan pendidikan dasar bisnis yang baik dan berkualitas ditingkat SMU dan Perguruan Tinggi Keahlian bisnis yang sangat mendasar dan sangat dibutuhkan adalah: akuntansi dan keuangan, perencanaan bisnis, sumber daya manusia, hukum dan asuransi, pemasaran dan penjualan, keahlian operasional dan teknologi.

Kedua, Pemerintah harus mendorong investasi dalam bidang institusi pelatihan swasta yang memberikan berbagai macam pelatihan bisnis khusus jangka pendek yang modern. Institusi-institusi ini dapat membantu manajemen UKM untuk mencapai tingkat efisiensi dan produktivitas yang lebih tinggi serta memperkenalkan teknik operasional yang baru

Page 14: Kewirausahaan dan Koperasi

Sehubungan dengan permasalahan secara umum yang dialami oleh UKM, Badan Pusat Statistik (2003) mengidentifikasikan permasalahan yang dihadapi oleh UKM sebagai berikut:

– Kurang permodalan

– Kesulitan dalam pemasaran

– Persaingan usaha ketat

– Kesulitan bahan baku

– Kurang teknis produksi dan keahlian

– Keterampilan manajerial kurang

– Kurang pengetahuan manajemen keuangan

– Iklim usaha yang kurang kondusif (perijinan, aturan/perundangan)

1.8 STRATEGI PENGEMBANGAN UKM

Strategi yang diterapkan dalam upaya mengembangkan UKM di masa depan terlebih dalam menghadapi pasar bebas di tingkat regional dan global, sebaiknya memperhatikan kekuatan dan tantangan yang ada, serta mengacu pada beberapa hal sebagai berikut:

(1) Menciptakan iklim usaha yang kondusif dan menyediakan lingkungan yang mampu mendorong pengembangan UKM secara sistemik, mandiri dan berkelanjutan

(2) Mempermudah perijinan, pajak dan restribusi lainnya

(3) Mempermudah akses pada bahan baku, teknologi dan informasi

(4) Menyediakan bantuan teknis (pelatihan, penelitian) dan pendampingan dan manajemen

(SDM,keuangan dan pemasaran) melalui BDSP.

(5) Secara rutin BDSP melakukan pertemuan, lokakarya model pelayanan bisnis yang baik dan tepat

Page 15: Kewirausahaan dan Koperasi

(6) Mendorong BDSP untuk masingmasing memiliki keahlian khusus (spesialis), seperti: di bidang Infokop Nomor 25 Tahun XX, 2004 120 Pengembangan SDM, Keuangan, Pemasaran. Ini terutama diperlukan bagi upaya pelayanan kepada usaha menengah yang pasarnya regional dan global

(7) Menciptakan sistem penjaminan kredit (financial guarantee system) yang terutama disponsori

oleh pemerintah pusat dan daerah

(8) Secara bertahap dan berkelanjutan mentransformasi sentra bisnis (parsial) menjadi kluster bisnis (sistemik).

BAB II

KESIMPULAN

Perkembangan usaha adalah suatu bentuk usaha kepada usaha itu sendiri agar dapat berkembang menjadi lebih baik lagi dan agar mencapai pada satu titik atau puncak menuju kesuksesan. Perkembangan usaha di lakukan oleh usaha yang sudah mulai terproses dan terlihat ada kemungkinan untuk lebih maju lagi.

Pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan Koperasi merupakan langkah yang strategis dalam meningkatkan dan memperkuat dasar kehidupan perekonomian dari sebagian terbesar rakyat Indonesia, khususnya melalui penyediaan lapangan kerja dan mengurangi kesenjangan dan tingkat kemiskinan.

Pengembangan usaha kecil dan menengah dalam menghadapi pasar regional dan global harus didasari pada upaya yang keras dan terus menerus dalam menjadikan UKM sebagai usaha yang tangguh. Oleh karena itu produk yang diusahakan UKM sekurang-kurangnya mempunyai keunggulan komparatif, bahkan sangat diharapkan mempunyai keunggulan kompetitif. Pendekatan klaster bisnis merupakan upaya pengembangan usaha UKM secara sistemik, sehingga UKM yang ada di dalamnya mempunyai peluang untuk menjadi usaha yang handal dan kompetitif.

REFERENSI:

Page 16: Kewirausahaan dan Koperasi

www.google.com

http://tettychristiani.blogspot.com/2010/03/artikel-perkembangan-ekonomi-mikro

http://www.ginandjar.com/public/04StrategiPengembanganUkm.pdf

www.wikipedia.com

http://siteresource.worldbank.org/

KEWIRAUSAHAAN

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam mengahadapi era globalisasi perusahaan-perusahaan yang kecil maupun besar diharapkan mempunyai suatu inovasi-inovasi maupun strategi yang jitu untuk bisa mempertahankan kredibilitasnya dalam dunia bisnis. Seperti dalam aspek produksi barang dan jasa, kemudian dari segi personalia yang menggerakkan roda perusahaan, lalu finance kunci dimana suatu perusahaan itu bisa meraih keuntungan dan memanage aktivas yang dimiliki perusahaan, dan yang terakhir adalah marketing yaitu bagaimana perusahaan tersebut menganalisis informasi yang diapat dari lingkup eksternal. Sehingga dapat memproduksi dan memasarkan barang dan jasa yang tepat sesuai dengan kebutuhan pasar. Karena itulah, suatu perusahaan perlu untuk menganalisis dan menindak lanjuti SWOT yang dimiliki.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dibuat, penulis merumuskan beberapa pokok permasalahan yaitu :

1. Tentang Profil Perusahaan2. Strategi Bisnis

Page 17: Kewirausahaan dan Koperasi

3. Analisis SWOT4. Analisis Finansial dan Kompetitor

1.3 Tujuan

Tujuan Penulis dari dibuatnya makalah ini adalah :

Memenuhi tugas terstruktur dari mata kuliah Kewirausahaan

Memberikan referensi dan pengetahuan bagi Penulis dan Pembaca

1.4 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Berisi latar belakang, tujuan dan sistematika penulisan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berisi tentang dasar teori yang melandasi penyusunan laporan ini

BAB III PENUTUP

Berisi kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

Page 18: Kewirausahaan dan Koperasi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kewirausahaan

Pengertian Kewirausahaan

Istilah entrepreneur pertama kali diperkenalkan pada awal abad ke-18 oleh ekonom Perancis, Richard Cantillon. Menurutnya, entrepreneur adalah “agent who buys means of production at certain prices in order to combine them”. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, ekonom Perancis lainnya- Jean Baptista Say menambahkan definisi Cantillon dengan konsep entrepreneur sebagai pemimpin. Say menyatakan bahwa entrepreneur adalah seseorang yang membawa orang lain bersama-sama untuk membangun sebuah organ produktif.

Pengertian kewirausahaan relatif berbeda-beda antar para ahli/sumber acuan dengan titik berat perhatian atau penekanan yang berbeda-beda, diantaranya adalah penciptaan organisasi baru (Gartner, 1988), menjalankan kombinasi (kegiatan) yang baru (Schumpeter, 1934), ekplorasi berbagai peluang (Kirzner, 1973), menghadapi ketidakpastian (Knight, 1921), dan mendapatkan secara bersama faktor-faktor produksi (Say, 1803). Beberapa definisi tentang kewirausahaan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:

Jean Baptista Say (1816): Seorang wirausahawan adalah agen yang menyatukan berbagai alat-alat produksi dan menemukan nilai dari produksinya.

Page 19: Kewirausahaan dan Koperasi

Frank Knight (1921): Wirausahawan mencoba untuk memprediksi dan menyikapi perubahan pasar. Definisi ini menekankan pada peranan wirausahawan dalam menghadapi ketidakpastian pada dinamika pasar. Seorang worausahawan disyaratkan untuk melaksanakan fungsi-fungsi manajerial mendasar seperti pengarahan dan pengawasan.

Joseph Schumpeter (1934): Wirausahawan adalah seorang inovator yang mengimplementasikan perubahan-perubahan di dalam pasar melalui kombinasi-kombinasi baru. Kombinasi baru tersebut bisa dalam bentuk (1) memperkenalkan produk baru atau dengan kualitas baru, (2) memperkenalkan metoda produksi baru, (3) membuka pasar yang baru (new market), (4) Memperoleh sumber pasokan baru dari bahan atau komponen baru, atau (5) menjalankan organisasi baru pada suatu industri. Schumpeter mengkaitkan wirausaha dengan konsep inovasi yang diterapkan dalam konteks bisnis serta mengkaitkannya dengan kombinasi sumber daya.

Penrose (1963): Kegiatan kewirausahaan mencakup indentifikasi peluang-peluang di dalam sistem ekonomi. Kapasitas atau kemampuan manajerial berbeda dengan kapasitas kewirausahaan.

Harvey Leibenstein (1968, 1979): Kewirausahaan mencakup kegiatan-kegiatann yang dibutuhkan untuk menciptakan atau melaksanakan perusahaan pada saat semua pasar belum terbentuk atau belum teridentifikasi dengan jelas, atau komponen fungsi produksinya belum diketahui sepenuhnya.

Israel Kirzner (1979): Wirausahawan mengenali dan bertindak terhadap peluang pasar. Entrepreneurship Center at Miami University of Ohio: Kewirausahaan sebagai proses mengidentifikasi, mengembangkaan, dan membawa visi ke dalam kehidupan. Visi tersebut bisa berupa ide inovatif, peluang, cara yang lebih baik dalam menjalankan sesuatu. Hasila akhir dari proses tersebut adalah penciptaan usaha baru yang dibentuk pada kondisi resiko atau ketidakpastian. Salah satu kesimpulan yang bisa ditarik dari berbagai pengertian tersebut adalah bahwa kewirausahaan dipandang sebagai fungsi yang mencakup eksploitasi peluang-peluang yang muncul di pasar. Eksploitasi tersebut sebagian besar berhubungan dengan pengarahan dan atau kombinasi input yang produktif. Seorang wirausahawan selalu diharuskan menghadapi resiko atau peluang yang muncul, serta sering dikaitkan dengan tindakan yang kreatif dan innovatif. Selain itu, seorang wirausahawan menjalankan peranan manajerial dalam kegiatannya, tetapi manajemen rutin

Page 20: Kewirausahaan dan Koperasi

pada operasi yang sedang berjalan tidak digolongkan sebagai kewirausahaan. Seorang individu mungkin menunjukkan fungsi kewirausahaan ketika membentuk sebuah organisasi, tetapi selanjutnya menjalankan fungsi manajerial tanpa menjalankan fungsi kewirausahaannya. Jadi kewirausahaan bisa bersifat sementara atau kondisional.

Teori Kewirausahaan

Teori adalah “sekumpulan konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang saling berhubungan” yang menunjukkan pandangan sistematis terhadap sebuah fenomena dengan merinci hubungan antar variabel, dengan tujuan untuk menerangkan dan memprediksi fenomena. Mari kita lihat beberapa teori yang menjelaskan dan memprediksi fenomena mengenai kewirausahaan.

Neo Klasik, teori ini memandang perusahaan sebagai sebuah istilag teknologis, dimana manajemen (individu-individu) hanya mengetahui biaya dan penerimaan perusahaan dan sekedar melakukan kalkulasi matematis untuk menentukan nilai optimal dari variabel keputusan. Hmmm, jadi individu hanya bertindak sebagai “kalkulator pasif” yang kontribusinya relatif kecil terhadap perusahaan. Kasihan bener ya tapi Masa sih? …… Jadi pendekatan neoklasik tidak cukup mampu untuk menjelaskan isu mengenai kewirausahaan. Kata Grebel dkk, “There is no space for an entrepreneur in neoclassical theory”. Nah loh, jadi dimana letak teori kewirausahaannya dong? Tapi sebagai titik awal masih bermanfaat juga kok. Kan konsep perusahaan (the firm) yang dijelaskan dalam Neo Klasik masih mengakui juga keberadaan pihak manajemen atau individu-individu. Dan individu inilah yang nantinya berperan sebagai entrepreneur atau intrapreneur, yang akan dijelaskan pada teori-teori selanjutnya.

Schumpeter’s entrepreneur, kajian schumpeter lebih banyak dipengaruhi oleh kajian kritisnya terhadap teori keseimbangan (equilibrium theory)-nya Walras. Waduh…. harus mengulang kembali berbagai teori-teori

Page 21: Kewirausahaan dan Koperasi

ekonomi nih hehehe. Menurut beliau, untuk mencapai keseimbangan diperlukan tindakan dan keputusan aktor (pelaku) ekonomi yang harus berulang-ulang dengan “cara yang sama” sampai mencapai keseimbangan. Jadi kata kuncinya “berulang dengan cara yang sama”, yang menurut Schumpeter disebut “situasi statis”, dan situasi tersebut tidak akan membawa perubahan. Hmmm agak jelimet juga nih. Saya mencoba membuat interpretasi lain terhadap pernyataan teoritis tersebut, “Orang-orang yang statis atau bertindak seperti kebanyakan orang tidak akan membawa perubahan“. Schumpeter berupaya melakukan investigasi terhadap dinamika di balik perubahan ekonomi yang diamatinya secara empiris. Singkat cerita, akhirnya beliau menemukan unsur eksplanatory-nya yang disebut “inovasi“.

Dan aktor ekonomi yang membawa inovasi tersebut disebut entrepeneur. Jadi entrepreneur adalah pelaku ekonomi yang inovatif yang akan membuat perubahan. Hmmmm, begitulah “warisan” dari Om Schumpeter hehehe.

Austrian School, Mengutip Adaman dan Devine (2000), masalah ekonomi mencakup mobilisasi sosial dari pengetahuan yang tersembunyi (belum diketahui umum) yang terfragmentasi dan tersebar melalui interaksi dari kegiatan para entrepreneur yang bersiang. Hmmmmmm…… tambah bingung nih. Ada dua konsep utama disini yaitu pengetahuan tersembunyi (orang lain belum tahu) yang dikaji oleh Hayek dan kewirausahaan oleh Mises. Intinya mobilisasi sosial dari pengetahuan tersebut terjadi melalui tindakan entrepreneural. Dan seorang entrepreneur akan mengarahkan usahanya untuk mencapai potensi keuntungan dan dengan demikian mereka mengetahui apa yang mungkin atau tidak mungkin mereka lakukan. Oooohhh begitu toh, jadi artinya seorang entrepreneur itu harus selalu mengetahui pengetahuan (atau informasi) baru (dimana orang banyak belum mengetahuinya). Dan pengetahuan atau informasi baru tersebut dimanfaatkan untuk memperoleh keuntungan. Wah beda-beda tipis ya dengan schumpeter dengan konsep inovasinya. Kan dengan inovasi juga kita bisa mendapatkan pengetahuan, informasi, bahkan teknologi baru.

Penemuan pengetahuan tersembunyi merupakan proses perubahan yang berkelanjutan. Dan proses inilah yang merupakan titik awal dari pendekatan Austrian terhadap kewirausahaan. Ketika dunia dipenuhi ketidakpastian, proses tersebut kadang mengalami sukses dan gagal (hmmm memang begitu adanya ya hehehe). Namun seorang entrepreneur selalu

Page 22: Kewirausahaan dan Koperasi

berusaha memperbaiki kesalahannya. Wah kalo begitu sih, ternyata orang tua Saya sudah memahami Austrian Sholl ini dong. Buktinya mereka sering berkata:”Kegagalan itu adalah sukses yang tertunda”, “Belajarlah dari kesalahan”, atau “Hanya keledai lah yang terperosok dua kali”. Padahal “keledai” yang berjumpalitan beberapa kali (gagal dan gagal lagi) akhirnya bisa juga menemukan kesuksesan, itulah seorang entrepreneur.

Kirzerian Entrepreneur, Kirzer memakai pandangannya Misesian tentang “human action” dalam menganalisis peranan entrepreneural. Singkat kata, unsur entrepreneur dalam pengambilan keputusan manusia dikemukan oleh Om Kirzer ini lho. Wah beliau ini pasti setuju deh dengan jargon “the man behind the gun” ya hehehe. Menurut beliau, “knowing where to look knowledge”. Dan dengan memanfaatkan pengetahuan yang superior inilah seorang entrepreneur bisa menghasilkan keuntungan. Petuah lain dari beliau adalah “This insight is simply that for any entrepreneurial discovery creativity is never enough: it is necessary to recognize one’s own creativity“.

2.2 Pengertian SWOT

SWOT merupakan singkatan dari Strenght ( kekuatan ), Weakness ( kelemahan ) Opportunity ( peluang ), Threat ( ancaman ).

Strenght adalah kekuatan yang dimiliki sebuah perusahaan. Kekuatan yang dimaksud adalah suatu kelebihan yang dimiliki perusahaan dalam mengelola kinerja perusahaannya. Antara lain kekuatan dalam mengolah input (SDA, SDM, modal, dan manajemen ) untuk menghasilkan output yang bernilai tinggi serta dapat bersang di dunia bisnis.

Weakness adalah kelemahan-kelemahan yang dimiliki perusahaan. Dalam hal ini setiap perusahaan harus mampu meminimalkan dampak kelemahan yang mereka miliki terhadap kinerja perusahaan. Mereka juga harus mampu menindaklanjuti kelemahan yang mereka miliki agar dapat menemukan solusi dan strategi yang jitu untuk menembus pasar.

Opportunity adalah peluang perusahaan untuk meningkatkan daya saing serta untuk menciptakan inovasi-inovasi baru dalam pemenuhan kebutuhan berupa produk-produk yangberkualitas di pasaran. Peluang ini juga digunakan untuk memperluas jaringan pemasaran produk yang mereka hasilkan.

Page 23: Kewirausahaan dan Koperasi

Threat adalah ancaman bagi perusahaan baik itu dari luar maupun dari dalam. Ancaman yang datang dari dalam dapat berupa adanya perpecahan yang timbul akibat suatu perbedaan tujuan dan pandangan antara satu divisi dengan divisi lain atau salah paham antar individu atau kelompok dalam sebuah organisasi perusahaan. Ancaman yang datang dari luar dapat berupa penilaian seputar dimensi makro, faktor-faktor ekonomi ( naik turunnya harga bahan baku, krisis ekonomi ), sosial budaya, pasar, biaya, pesaing, pelanggan, pemerintah, politik dan teknologi.

Manfaat Analisa SWOT

Dengan adanya analisa SWOT seorang wirausaha akan cepat mengetahui peta/kondisi kongkrit (concrete) tentang keberadaan (kekuatan dan kelemahan), peluang dan ancaman-nya, sehingga seorang wirausaha akan menyiapkan jalan keluarnya secara rasional (menggunakan akal-pikiran), tegas dan lugas dalam menghadapinya.

Seorang wirausaha akan dapat mengetahui :

Adakah kekuatan (strenght) yang dapat mendukung kekuatan untuk mencapai sasaran usaha ?

Apa kelemahan (weakness) yang membatasi atau menghambat kemampuan dalam mencapai sasaran usaha ?

Apakah ada peluang (opportunity) yang bisa didapatkan dalam usaha tersebut ?

Apa saja yang dapat membahayakan dan merupakan ancaman (threat) terhadap kegiatan usaha tersebut ?

Hasil dari analisa SWOT dapat dimanfaatkan oleh wirausaha :

Analisa terhadap kekuatan yang ada, perlu diadakan pembinaan terus menerus terhadap usahanya.

Page 24: Kewirausahaan dan Koperasi

Analisa terhadap kelemahan yang ada, perlu melakukan segala daya upaya untuk dapat mengatasi/menyelesaikan masalah yang terjadi dalam usahanya.

Analisa terhadap peluang yang ada, perlu memanfaatkan sebaik-baiknya dan seluas-luasnya guna mendukung keberhasilan usahanya.

Analisa terhadap ancaman yang ada, perlu mewaspadai dan berjaga-jaga, serta melakukan pengawasan terhadap hal-hal yang dapat menghambat keberhasilan usahanya.

Faktor-faktor yang dikaji dalam analisis SWOT

Analisis SWOT merupakan alat analisis dasar untuk merumuskan suatu strategi usaha, berdasarkan kegiatan faktor internal yang ada di dalam perusahaan dan faktor eksternal yang ada di luar perusahaan. Di dalam analisis SWOT, faktor-faktor yang dikaji didasarkan atas matriks yang dibuat oleh Boston Consulting Group (BCG) sebagai berikut:

a. Faktor internal

Faktor internal terdiri atas advertensi, jenis jasa, pelayanan konsumen, distribusi, kekuatan finansial, kekuatan manajemen, citra perusahaan, pangsa pasar, pengembangan jasa baru, kualitas produk, pemasaran, penjualan, pelayanan purna jual, tenaga penjualan, dan sebagainya.

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal yang dikaji terdiri atas tingkat penjualan musiman, faktor demografis, faktor lingkungan, teknologi, profitabilitas, regulasi, ketersediaan sumber, politik, sosial budaya, konsentrasi pasar, hambatan-hambatan usaha, dan sebagainya.