KEVIN AKSAMA - NASKAH DRAMA PENDEK DRUPADI DALAM ADEGAN PERMAINAN DADU
-
Upload
kevin-aksama -
Category
Documents
-
view
1.482 -
download
18
Transcript of KEVIN AKSAMA - NASKAH DRAMA PENDEK DRUPADI DALAM ADEGAN PERMAINAN DADU
1
NASKAH DRAMA PENDEK DRUPADI DALAM ADEGAN
PERMAINAN DADU
NON SKRIPSI
Diajukan oleh :
Nama : Kevin Aksama
NIM : 2011.15.0174
Konsentrasi : Performing Arts Communication
Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Guna Mencapai Gelar
Sarjana Ilmu Komunikasi
JAKARTA
2015
ABSTRAK
SEKOLAH TINGGI ILMU KOMUNIKASI THE LONDON SCHOOL OF
PUBLIC RELATIONS – JAKARTA PROGRAM SARJANA ILMU KOMUNIKASI
Nama : Kevin Aksama NIM : 2011.15.0174 Judul : Naskah Drama Pendek Drupadi dalam Adegan
Permainan Dadu Jumlah Halaman : 85, 1 Appendix Referensi : 11 books, 1 journal, 3 websites
Drupadi adalah salah satu karakter kunci di kisah Mahabharta. Ia adalah simbol sebagai wanita kuat bagi dirinya sendiri, seorang istri yang berbakti kepada kelima suaminya dan seorang ibu yang pengasih kepada anak-anaknya. Ia paham benar posisinya dan tahu waktu yang tepat bagi dirinya untuk berbicara, mendengarkan dan mematuhi. Drupadi adalah contoh di dunia feminisme, berkat tekad dan keberaniannya untuk angkat bicara dan membela diri demi harga dirinya. Hampir setiap waktu, Drupadi dikelilingi oleh pria yang mendominasi namun hal tersebut tidak mengintimidasi dirinya. Dia sudah terbiasa di situasi patriarki dan tetap menjadi dirinya sendiri. Di era baru ini, banyak wanita telah terlibat dalam ranah politik meski masih didominasi oleh pria. Walau begitu, mereka memiliki tempat untuk membagikan apa yang ada dipikiran mereka dan membuat kebijakan, tanpa perlu merasa terintimidasi oleh pria. Seorang perempuan harus tahu kesempatannya dan di mana posisi mereka sama seperti pria. Kata kunci: Drupadi, Feminisme, Patriarki, Naskah
ABSTRACT
SEKOLAH TINGGI ILMU KOMUNIKASI THE LONDON SCHOOL OF
PUBLIC RELATIONS – JAKARTA BACHELOR DEGREE IN COMMUNICATION
Name : Kevin Aksama NIM : 2011.15.0174 Project Title : Drupadi’s Short Script in a Gambling Scene Total Pages : 85, 1 Appendix References : 11 books, 1 journal, 3 websites
Drupadi is one of the key characters in Mahabharata story. She is the symbol of being a strong woman on her own, a good wife for her five husbands and a caring mother to her children. She knows her position very well and knows when she has the right time to talk, listen and obey. Drupadi is one example in the feminist world, because of her courage and bravery to speak up and stand up in the name of her dignity. Almost all the time, Drupadi is surrounded by male domination but it doesn’t intimidate her. She is used to the patriarchy situation and is still being herself. In this new era, a lot of women have joined the political field eventhough it is still dominated by men. However, they do have a place to share what is on their minds and make wisdom, without feeling intimidated by men. A woman must know her chances and where she belongs to just like a man.
Keywords: Drupadi, Feminist, Patriarchy, Script
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Sang
EmpuNya Kehidupan, Kematian dan Keajaiban, Penguasa Alam Semesta,
Yang Maha Pengasih dan Pemaaf, atas segala karunia, rahmat dan
kekuatan yang telah disalurkannya, sehingga penulis boleh menyelesaikan
non skripsi ini.
Non skripsi dengan judul “Naskah Drama Pendek Drupadi dalam
Adegan Permainan Dadu” ini merupakan prasyarat guna meraih gelar
Sarjana Ilmu Komunikasi dalam jurusan Performing Arts Communication di
Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi, The London School of Public Relations –
Jakarta.
Selama proses penulisan non skripsi ini, penulis mendapatkan banyak
bantuan, dukungan, bimbingan, kritik dan saran, petunjuk, baik secara moril
maupun spiritual dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali
ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Prita Kemal Gani, MBA, MCIPR, APR (UK)., Ketua Sekolah Tinggi
Ilmu Komunikasi, The London School of Public Relations – Jakarta.
2. Ms. Renata Tirta Kurniawan, M.Si., Dean Performing Arts
Communication, Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi, The London School
of Public Relations – Jakarta.
3. Ms. Olivia D. Hutagaol, M.Si., thesis counselor saya yang telah
membantu saya memperdalami teori-teori, khususnya teori dan
pemahaman mengenai feminisme dan patriarki, dan juga telah
membantu saya untuk memperbaiki teknis penulisan non skripsi
penulis sehingga non skripsi ini bisa menjadi lebih baik lagi.
4. Bapak Harris Priadie Bah, thesis advisor saya yang telah
menyediakan waktunya dan mau membagikan pengetahuannya,
khususnya dalam bidang teater dan penulisan naskah drama pendek,
terima kasih atas dukungannya terhadap pengangkatan kisah Drupadi
ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan non skripsinya.
5. Seluruh staf akademik dan tempat percetakan Sekolah Tinggi Ilmu
Komunikasi, The London School of Public Relations – Jakarta, yang
telah membantu secara perizinan dan penyusunan untuk
menyelesaikan non skripsi ini.
6. (Alm.) Herman Aksama, terima kasih atas hadiah laptop yang
diberikan semenjak penulis mulai pertama kali berkuliah dan masih
dapat penulis gunakan untuk menyelesaikan non skripsi ini. Penulis
mendedikasikan non skripsi ini untukmu Papi, yang telah
mendapatkan tempat terbaik di sana. Terima kasih untuk
kebersamaannya selama ini, meski penulis hanya diberikan
kesempatan selama 19 tahun untuk mengenalmu. Semoga penulis
selalu dapat membanggakan dirimu.
7. Untuk Mama (Krisnawati Marimba) dan adik-adik kandung penulis
(Michelle Angela dan Michael Angelo), semoga kalian dapat turut
merasakan kebahagiaan dan kelegaan penulis di saat penulis dapat
menyelesaikan non skripsinya. Terima kasih Mama sudah mau
meneruskan perjuangan Papi untuk menjadikan penulis menjadi
seorang sarjana. Terima kasih sudah mau menerima penulis apa
adanya. Apa yang telah penulis lakukan dan dicita-citakan, semuanya
demi kalian, keluarga tercinta.
8. Kelas 15-10A, kelas PAC 15-1B dan LSPR Teatro, terima kasih telah
menjadi teman seperjuangan dan sama-sama berkembang dalam
kehidupan penulis di kampus.
9. Billy Homario, Christiffany S. Prawin, Chrysogonus S. Malilang,
Jacqueline G. Tanoto. Sherley Pitrus, Sylviana Yeblo, Yuris Aryanna,
dan teman-teman penulis lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan
satu per satu, terima kasih atas pertemanan serta dukungan yang
sangat berarti selama ini, khususnya pada saat penulisan non skripsi
ini. Penulis sangat bersyukur bisa memiliki kalian semua.
Akhir kata penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan non skripsi ini. Untuk itu, penulis mohon maaf dan pengertian
sebesar-besarnya apabila terdapat kekeliruan, kesalahan, ataupun segala
kekurangan dalam penulisan non skripsi ini, baik yang disadari maupun yang
tidak disadari.
Besar harapan penulis agar non skripsi ini dapat berguna bagi pembaca
dan pihak-pihak lainnya.
Jakarta, 29 Juni 2015
Kevin Aksama
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL Halaman
TANDA PERSETUJUAN PROPOSAL NON SKRIPSI
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... VIII
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... IX
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah .................................................................... 2
1.2. Masalah Perencanaan ....................................................................... 8
1.3. Tujuan Perencanaan .......................................................................... 8
1.4. Manfaat Karya .................................................................................... 9
1.4.1. Manfaat Akademis ............................................................................ 9
1.4.2. Manfaat Praktis .................................................................................. 9
1.5. Sistematika Penulisan ........................................................................ 9
1.5.1. Bab I Pendahuluan ............................................................................ 9
1.5.2. Bab II Kerangka Pemikiran .............................................................. 10
1.5.3. Bab III Langkah-Langkah ................................................................. 10
1.5.4. Bab IV Aplikasi .................................................................................. 10
1.5.5. Bab V Simpulan Karya ...................................................................... 10
BAB II KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Referensi ........................................................................................... 11
2.1.1. Testimoni Drupadi ............................................................................. 11
2.1.2. Pulung Gelung Drupadi ..................................................................... 13
2.1.3. Drupadi ............................................................................................. 15
2.2. Teori Komunikasi .............................................................................. 17
2.2.1. Tiga Konseptualiasi Komunikasi ....................................................... 17
2.2.2. Komunikasi Antarpribadi ................................................................... 20
2.2.3. Komunikasi Naratif ............................................................................ 21
2.2.4. Komunikasi Teater ............................................................................ 21
2.3. Teori Feminisme ............................................................................... 22
2.3.1. Feminisme Radikal ........................................................................... 23
BAB III LANGKAH-LANGKAH
3.1. Identifikasi Masalah .......................................................................... 25
3.2. Objektif Pembuatan Karya ................................................................ 26
3.3. Peranan Penulis ................................................................................ 27
3.4. Langkah-Langkah ............................................................................. 28
3.4.1. Bahan-Bahan untuk Pengarang ........................................................ 28
3.4.2. Alat-Alat Pengarang .......................................................................... 33
3.4.3. Proses Inspirasi yang Merangsang Daya Cipta ................................ 37
3.4.4. Proses Mengarang ............................................................................ 37
3.4.5. Konstruksi Dramatik .......................................................................... 39
3.5. Batasan Karya .................................................................................. 42
BAB IV APLIKASI
4.1. Penjabaran ........................................................................................... 45
4.1.1. Ilustrasi Karakter ................................................................................ 45
4.1.2. Ilustrasi Situasi ................................................................................... 65
4.1.3. Penggalan Dialog Penanda Bagian dalam Konstruksi Dramatis ...... 67
4.2. Pengaplikasian ..................................................................................... 77
4.2.1. Pengaplikasian terhadap Tiga Konsep Komunikasi .......................... 77
4.2.2. Pengaplikasian terhadap Komunikasi Antar Pribadi ......................... 78
4.3.3. Pengaplikasian terhadap Komunikasi Naratif .................................... 78
4.4.4. Pengaplikasian terhadap Komunikasi Teater .................................... 79
4.4.5. Pengaplikasian terhadap Teori Feminisme dan Patriarki ................. 79
BAB V REKOMENDASI DAN IMPLIKASI
5.1. Rekomendasi ........................................................................................ 80
5.1.1. Rekomendasi untuk Akademis .......................................................... 65
5.1.2. Rekomendasi untuk Praktisi .............................................................. 81
5.1.3. Rekomendasi untuk Meningkatkan Proyek Non Skripsi .................... 81
5.2. Implikasi ................................................................................................ 82
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 84
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Testimoni Drupadi .................................................................. 11
Gambar 2 Pelung Gelung Drupadi .......................................................... 13
Gambar 3 Drupadi ................................................................................... 15
Gambar 4 Komunikasi Teater ................................................................ 23
Gambar 5 Konstruksi Dramatik ............................................................... 39
Gambar 6 Ilustrasi Drupadi ..................................................................... 45
Gambar 7 Ilustrasi Yudhistira .................................................................. 46
Gambar 8 Ilustrasi Arjuna ....................................................................... 47
Gambar 9 Ilustrasi Bhima .........................................................................48
Gambar 10 Ilustrasi Nakula ....................................................................... 49
Gambar 11 Ilustrasi Sadewa ....................................................................... 50
Gambar 12 Ilustrasi Destrarasta ............................................................... 51
Gambar 13 Ilustrasi Gandari ..................................................................... 52
Gambar 14 Ilustrasi Dewi Kunti ................................................................. 53
Gambar 15 Ilustrasi Bisma .......................................................................... 54
Gambar 16 Ilustrasi Drona ........................................................................ 55
Gambar 17 Ilustrasi Widura ...................................................................... 56
Gambar 18 Ilustrasi Duryudana ................................................................ 57
Gambar 19 Ilustrasi Dursasana ................................................................ 58
Gambar 20 Ilustrasi Wikarna ..................................................................... 59
Gambar 21 Ilustrasi Karna ........................................................................ 60
Gambar 22 Ilustrasi Sri Khrisna ................................................................ 61
Gambar 23 Ilustrasi Kurawa Bersaudara .................................................. 62
Gambar 24 Ilustrasi Pengawal .................................................................. 63
Gambar 25 Ilustrasi Dayang ..................................................................... 64
Gambar 26 Ilustrasi Gerbang Istana ......................................................... 65
Gambar 27 Ilustrasi Ruang Tunggu Drupadi ............................................ 66
Gambar 28 Ilustrasi Area Permainan Dadu ................................................ 67
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Naskah Drama Pendek Drupadi
Lampiran 2 Surat Pernyataan
Lampiran 3 Riwayat Hidup
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kasim Achmad menyatakan, sejarah teater tradisional di Indonesia di
mulai sejak sebelum zaman Hindu. Pada zaman itu, ada tanda-tanda bahwa
unsur-unsur teater tradisional banyak digunakan untuk mendukung upacara
ritual. Teater tradisional merupakan bagian dari suatu upacara keagamaan
ataupun upacara adat-istiadat dalam tata cara kehidupan masyarakat kita.
Pada saat itu, yang disebut “teater”, sebenarnya baru merupakan unsur-
unsur teater, dan belum merupakan suatu bentuk kesatuan teater yang utuh.
Setelah melepaskan diri dari kaitan upacara, unsur-unsur teater tersebut
membentuk suatu seni pertunjukan yang lahir dari spontanitas rakyat dalam
masyarakat lingkungannya. (Kasim Achmad, Mengenal Teater Tradisional di
Indonesia, 2006).
Dalam arti sempit: Drama, kisah hidup dan kehidupan manusia yang
diceritakan di atas pentas, disaksikan oleh orang banyak, dengan media:
percakapan, gerak dan laku, dengan atau tanpa dekor (set properti, layar
dan sebagainya), didasarkan pada naskah yang tertulis (hasil seni sastra)
dengan atau tanpa musik, nyanyian dan tarian. (RMA. Harymawan,
Dramaturgi, 1993).
Teater memiliki dua zaman yang berbeda dengan keunikannya
masing-masing. Teater pada zaman dahulu berupa spontanitas dan
berkaitan erat dengan adat istiadat, budaya dan memiliki pesan moral yang
terbentuk dalam masyarakat sekitarnya. Sedangkan teater modern,
menggunakan skrip atau naskah sebagai acuan permainannya dan ditonton
oleh banyak orang dan memiliki tujuan komersil. Namun keduanya sama-
sama menyampaikan sebuah kisah yang memiliki tujuan atau pesan dan
dibalut dalam sebuah hiburan yang mampu membuat penontonnya katarsis
(bersama menyampai puncak / titik klimaks yang diinginkan).
Teater dan drama merupakan dua kajian yang sangat erat dan tidak
dapat dipisahkan. Teater merupakan tempat untuk melakukan pertunjukan
dan drama merupakan manifestasi dari sebuah narasi atau naskah drama
yang dipentaskan. Drama sendiri dapat dikategorikan dalam drama panjang
maupun drama pendek. Keduanya membutuhkan beberapa tokoh untuk
mendukung alur cerita yang ada. Dalam setiap drama memiliki konflik
internal di dalam diri atau jiwa dari tokoh tersebut dan konflik eksternal
dengan lawan mainnya maupun dengan situasi sekitarnya.
Drama adalah kualitas komunikasi, situasi, action, (segala apa yang
terlihat dalam pentas) yang menimbulkan perhatian, kehebatan (exciting),
dan ketegangan pada pendengar / penonton. (Harymawan, 1993).
Ditinjau dari aspek kuantitas waktu pementasan drama pendek jika
dipentaskan hanya memerlukan waktu yang pendek (tidak lebih dari 50
menit). Drama jenis ini menuntut pemusatan pada satu tema, dan
peringkasan dalam gaya, latar, dan pengaluran. Di samping itu juga terdapat
drama panjang. Di mana merupakan kebalikan dari drama pendek, yang
memiliki durasi lebih panjang dan pengisahan yang lebih kompleks dan
rumit. Tetapi dari jumlah pemain sangat relatif, bahkan kita mengenal juga
naskah yang panjang tetapi pemainnya hanya beberapa orang saja, sebagai
contoh, “Dag Dig Dug” karya Putu Wijaya yang hanya sejumlah lima orang
pemain, atau “Kereta Kencana” karya Eugene Ionesco yang hanya dua
orang (peran suami - istri) atau juga naskah drama absurd yang sangat
terkenal karya Samuel Beckett, berjudul “Waiting for Godot”. Drama-drama
yang terkenal biasanya berupa jenis drama panjang karena terdiri dari tiga
atau lima babak, mempunyai karakter dan latar beragam, dan jika
dipentaskan akan memerlukan waktu yang panjang (lebih dari satu jam).
(Yusi Rosdiana, 2007).
Setiap pementasan drama pasti menampilkan akting dari para aktor
dan aktris yang terlibat di atas panggung. Para aktor dan aktris yang
mementaskan drama merupakan perwakilan dari karakter-karakter yang ada
dalam pementasan teater dan di setiap pementasan terdapat babak. Babak
dalam sebuah drama merupakan kajian yang akan disampaikan dalam
pertunjukan teater tersebut. Jumlah babak pun juga tergantung dari jenis
durasi drama.
Naskah drama adalah salah satu genre karya sastra yang sejajar
dengan prosa dan puisi. Berbeda dengan prosa maupun puisi, naskah drama
memiliki bentuk sendiri yaitu ditulis dalam bentuk dialog yang didasarkan
atas konflik batin dan mempunyai kemungkinan dipentaskan. (Waluyo,
2003).
Menurut Sendratasik (Seni drama tari dan karawitan / musik), naskah
drama merupakan bahan dasar sebuah pementasan dan belum sempurna
bentuknya apabila belum dipentaskan. Dengan kata lain, naskah drama
adalah panggung yang telah selesai di tangan penulisnya, tetapi belum
dimulai kehidupannya ketika dia belum dipentaskan. Naskah drama juga
sebagai ungkapan pernyataan penulis (play wright) yang berisi nilai-nilai
pengalaman umum juga merupakan ide dasar bagi aktor.
Para aktris dan aktor harus menguasai naskah drama yang akan
mereka pentaskan karena melalui naskah tersebut mereka dapat mendalami
karakter yang akan mereka perankan. Melalui naskah drama, para pemain
teater dapat mengetahui situasi sekitar maupun konflik yang terjadi baik
dengan sesama karakter atau pun dengan dirinya sendiri. Naskah drama
hanyalah sebuah tulisan, namun bisa menjadi sebuah kehidupan apabila
dilakukan dalam sebuah pertunjukan.
Naskah drama adalah buah pemikiran dan terkadang naskah drama
disadur dari sebuah cerita, seperti kitab Mahabharata. Kitab Mahabharata
sendiri merupakan kumpulan kisah dan merupakan bagian pengajaran dalam
agama Hindu. Kitab Mahabharata merupakan cerita kuno yang mengajarkan
manusia mengenai kebaikan dan kebatilan. Inti dari kisah Mahabharata ini
terletak pada perang Bharatayuddha di mana terjadi perang saudara antara
lima Pandawa dengan seratus Kurawa beserta sekutunya masing-masing.
Perang ini terjadi akibat pelecehan yang menimpa Drupadi, istri dari lima
Pandawa dan perebutan tanah Hastinapura.
Feminisme adalah suatu gerakan dari kaum perempuan yang
menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum perempuan dan laki-laki.
Pada gilirannya kemudian, gerakan Feminisme mampu memberikan
kesadaran dari kaum perempuan untuk melawan penindasan dan eksploitasi
terhadap perempuan yang terjadi baik dalam keluarga, di tempat kerja,
maupun di masyarakat serta adanya tindakan sadar akan laki-laki maupun
perempuan untuk mengubah keadaan tersebut secara leksikal. (Najmah &
Khatimah Sai’da, Revisi Politik Perempuan, 2003:34)
Drupadi merupakan tokoh wanita yang digambarkan kuat dan memiliki
pendirian yang teguh. Ia juga dipandang sebagai feminis, karena ia adalah
wanita yang berani angkat bicara ketika ia merasa ada hal yang tidak pantas
untuk diterima oleh seorang wanita. Jiwa feminisnya terkuak ketika dirinya
telah dilucuti oleh Dursasana. Meski niat jahat Dursasana gagal karena baju
Drupadi gagal dilucuti dan hal tersebut berkat dari Sri Khrisna yang
melindungi Drupadi yang merupakan belahan jiwanya. Banyak seniman dan
sastrawan yang tertarik pada adegan ini sehingga banyak karya yang
berkaitan dengan kisah dalam kitab Mahabharata, terutama dalam adegan
permainan dadu.
Drupadi merupakan tokoh kunci atau bisa dikatakan sebagai kuda
hitam dalam kitab Mahabharata. Dirinya telah diceritakan dalam banyak
pertunjukan baik dalam pertunjukan wayang, drama maupun film. Adegan
dalam permainan dadu juga dijadikan sebagai sorotan atas kelalaian para
pria kepada ketamakan dunia politik yang dijalaninya. Drupadi yang dijadikan
sebagai bahan pertaruhan dan korban pelecehan pun angkat bicara dan
menentang dengan lantang atas perbuatan keji yang ia terima. Ia pun juga
kecewa dengan kelima suaminya, karena tak ada satupun yang
membelanya.
Kisah feminisme yang tercermin dalam diri Drupadi dapat dicurahkan
dalam sebuah naskah drama. Karena naskah drama pada dasarnya memiliki
pesan di dalamnya untuk disampaikan melalui medium seni pemeranan para
aktor maupun aktris kepada para penontonnya. Naskah drama yang
mengisahkan pelecehan dan kekuatan Drupadi ini merupakan bentuk dari
suatu kritik sosial, terutama mengenai kedudukan perempuan di mata lelaki.
Teater merupakan suatu pertunjukan atau manifestasi dari sebuah
naskah drama yang telah dibuat dan dipentaskan oleh aktor dan aktris,
sehingga dapat menghidupkan pesan yang tertulis dalam naskah drama
tersebut. Selain sebagai bentuk hiburan, drama juga sebagai media
penyampaian pesan dalam sebuah seni pertunjukan dan kitab Mahabharata
memiliki potensi untuk dituangkan kembali dalam sebuah naskah drama dan
pementasan. Dalam kitab Mahabharata terdapat tokoh feminis yang
bernama Drupadi dan melalui seorang Drupadi, sebuah naskah drama
memiliki isi pesan yang ingin disampaikan kepada para penontonnya.
1.2. Masalah Perencanaan
Drupadi merupakan karakter atau tokoh wanita yang memiliki peran
terpenting dalam kitab Mahabharata. Jiwa feminisnya tergambar dengan
jelas terutama ketika dirinya dilecehkan dan dijadikan sebagai barang
pertaruhan oleh suaminya sendiri. Melalui naskah drama pendek ini,
kekuatan dari dalam diri seorang wanita untuk memerjuangkan hak dan
suaranya akan disorot.
1.3. Tujuan Perencanaan
Naskah drama yang dibuat berjenis naskah drama pendek. Naskah
drama pendek ini akan memuat sepenggal kisah dari kitab Mahabharata dan
mengambil adegan permainan dadu, dengan memfokuskan kepada karakter
Drupadi. Di sini Drupadi akan ditampilkan kekuatan dalam dirinya karena ia
telah dijadikan sebagai barang pertaruhan dan para suaminya, kelima
Pandawa tidak berdaya untuk membelanya ketika dirinya dilecehkan di
hadapan mereka.
Naskah drama pendek yang dibuat juga tidak sembarangan, karena
akan memerhitungkan setiap dialog yang diucapkan pada setiap karakter.
Dialog yang ada pada naskah drama pendek harus dapat mencerminkan
karakter tersebut sehingga tergambar dengan jelas sifat maupun wataknya.
Naskah drama juga memiliki pesan intrinsik melalui penggambaran suasana
dan dialog yang ada di dalamnya.
1.4. Manfaat Karya
1.4.1. Manfaat Akademis
Karya ini bermanfaat bagi para mahasiswa-mahasiswi yang ingin
belajar membuat sebuah naskah drama, khususnya naskah drama pendek
yang memiliki kualitas dalam menyampaikan pesan-pesan khusus atau
intrinsik, terutama dalam hal pengangkatan isu feminisime.
1.4.2. Manfaat Praktis
Karya ini bermanfaat bagi masyarakat umum yang ingin belajar
membuat sebuah sebuah naskah drama, khususnya naskah drama pendek
yang dapat dinikmati dan memiliki isi pesan dengan isu feminisme, sehingga
naskah drama tersebut dapat dimengerti oleh sesamanya.
1.5. Sistematika Penulisan
1.5.1. Bab I Pendahuluan
Dalam bab ini, penulis akan menyampaikan dan latar belakang dari
karya tersebut. Di samping itu, penulis juga akan menyampaikan tujuan dari
pembuatan karya, beserta dengan manfaatnya dalam dunia akademis
maupun praktis.
1.5.2. Bab II Kerangka Pemikiran
Dalam bab ini, penulis akan merujuk pada sebuah referensi karya
yang sudah pernah dibuat sebelumnya untuk dijadikan sebagai bahan
perbandingan dengan karya yang akan dibuat. Kemudian penulis akan
menyampaikan satu atau dua teori sebagai landasan pembuatan karya dan
akan berguna dalam membuat kesimpulan kelak.
1.5.3. Bab III Langkah-Langkah
Dalam bab ini, penulis akan menjabarkan prosedur yang ada pada
referensi sesuai dengan tujuan karya. Di sini penulis juga akan merinci posisi
dan tugasnya dalam membuat karyanya.
1.5.4. Bab IV Aplikasi
Dalam bab ini, penulis akan menjabarkan langkah-langkah yang telah
dibuat pada bab III. Langkah-langkah yang telah dibuat akan dieksekusi atau
diaplikasikan melalui sebuah proses dalam sebuah bentuk karya yang sudah
jadi.
1.5.5. Simpulan Karya
Pada bab ini, penulis akan memberikan kesimpulan pada karya yang
telah dibuat. Penulis juga akan menyampaikan kritik atau rekomendasi
terhadap karyanya sendiri.
BAB II
KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Referensi
2.1.1. Testimoni Drupadi
Gambar 1
Testimoni Drupadi
Sumber: chic-id.com, 2014
Testimoni Drupadi merupakan pertunjukan teater yang mengisahkan
pelecehan yang diterima Drupadi oleh para Kurawa dihadapan kelima
suaminya atau yang lebih dikenal sebagai lima Pandawa. Pertunjukan teater
ini disutradarai oleh Yono Daryono dari Teater RSPD Tegal pada tanggal 14
Oktober 2014, yang juga sekaligus sebagai penutupan dari Gelar Teater
Jawa Tengah yang telah dilaksanakan semenjak 12 Oktober 2014 di Teater
Arena, Taman Budaya Jawa Tengah. Dalam pementasan ini, Teater RSPD
Tegal mengaplikasikan unsur tarian, penyanyi pengiring dan pemain musik
dengan akting terhadap para aktornya seperti para Kurawa, kelima Pandawa
dan empat dayang.
Pengisahan Testimoni Drupadi sendiri memfokuskan kepada
kesetaraan gender akibat dari perlakuan yang tidak menyenangkan yang
dialami oleh Drupadi. Ia dijadikan sebagai barang taruhan oleh suaminya
sendiri, Yudhistira dalam permainan dadu dengan lawannya Duryudana yang
diwakili oleh Patih Sengkuni. Ia ditarik dengan kasar oleh Dursasana ke
arena perjudian tersebut dan harga dirinya dilucuti di depan semua orang
yang berada di sana, termasuk kelima suaminya.
Drupadi yang tak terima dengan perlakuan yang tidak manusiawi itu
langsung angkat bicara. Ia berpendapat bahwa Yudhistira tidak memiliki hak
untuk mempertaruhkan dirinya karena ia telah kehilangan kehormatannya
sebagai ksatria, begitupun dengan keempat suaminya yang lain yang juga
dijadikan sebagai barang taruhan. Kelima Pandawa tidak sanggup membela
istrinya dan juga diri mereka masing-masing, bahkan menyalahkan Drupadi
yang tidak mau tinggal di istana.
Di sini, Drupadi memperjuangkan hak kemerdekaan dan juga haknya
sebagai perempuan yang terhormat. Dengan berani, ia menuntut para
Kurawa yang telah bersengkongkol untuk melaksanakan tindakan pelecehan
tersebut dan juga bersumpah bahwa akan ada hari pembalasan bagi
mereka. Dalam salah satu sumpahnya, Drupadi tidak akan mengikat kembali
rambutnya sampai ia membasuhnya dengan darah Dursasana yang telah
menarik rambutnya, dan Bima berjanji akan membunuh Dursasana demi
memenuhi sumpah istrinya itu. (http://chic-id.com/testimoni-drupadi-
menuntut-kesetaraan-gender/)
2.1.2. Pulung Gelung Drupadi
Gambar 2
Pulung Gelung Drupadi
Sumber: www.gatra.com, 2014
Drama tari musikal Pulung Gelung Drupadi dibawakan oleh Yayasan
Suksma Budaya pada tanggal 25-26 April 2014 di Teater Jakarta, Taman
Ismail Marzuki. Pementasan ini terbentuk akibat dari riset yang dilakukan
oleh Sri Astari Rasjid yang menjadi produser dan penata artistik pentas
dengan seorang arkeolog, Mitu M. Prie. Pulung Gelung Drupadi disutradarai
oleh Wasi Bantolo dan Gandung Bondowoso, serta dibantu oleh maestro
gamelan, Rahayu Supanggah sebagai penata musik. Drama tari musikal
yang berdurasi 80 menit ini dimainkan oleh 80 orang penari, pemusik dan
pengrawit, dengan penari utama Nungki Kusumastuti.
Gelung berartikan ikatan rambut dan puling berartikan wahyu dari
Tuhan, sehingga dari jaman dulu kala sebuah rambut yang diikat merupakan
sebuah kekuatan dan kehormatan. Rambut wanita yang terikat juga
menggambarkan simbol kewanitaan yang berbudi pekerti dan welas asih.
Namun semuanya itu berbanding terbalik ketika Drupadi dipermalukan di
depan banyak orang, termasuk kelima suaminya dan ikatan rambutnya
dilepas oleh Dursasana.
Pulung Gelung Drupadi mengisahkan perjudian yang dilakukan oleh
Yudhistira dalam permainan dadu dengan para Kurawa dan kemudian
dijadikan sebagai barang taruhan. Hingga pada akhirnya, ia bersama-sama
dengan kelima suaminya merebut kembali kehormatan yang telah dirampas
dalam suatu perang yang dikenal Baratayuddha dan memilih untuk menjadi
ibu bumi dalam perjalanan menuju alam dewa. Pementasan drama tari
musikal ini juga sebagai pengingat akan adanya legenda Drupadi yang telah
mengakar kuat di Indonesia semenjak kerajaan Hindu-Buddha dan juga
keberadaannya dalam relief Candi Jago dari abad ke-13 di Malang, Jawa
Timur. (http://www.gatra.com/budaya-1/seni/51543-pulung-gelung-drupadi-
pentas-25-26-april-di-tim.html)
2.1.3. Drupadi
Gambar 3
Drupadi
Sumber: Sinemart Pictures, 2008
Sinemart Pictures memproduksi sebuah film pendek yang bertajuk “Drupadi”.
Sinemart Pictures memproduksi sebuah film pendek yang bertajuk “Drupadi”.
Film pendek yang naskahnya ditulis oleh Leila S. Chudori ini disutradari oleh
Riri Riza dan diproduseri oleh Mira Lesmana, Wisnu Dharmawan dan Dian
Sastrowardoyo. Selain sebagai produser, Dian Sastrowardoyo juga berperan
sebagai Drupadi, didampingi oleh Dwi Sasono sebagai Yudhistira, Ario Bayu
sebagai Bhima, Donny Alamsyah sebagai Karna dan Nicholas Saputra
sebagai Arjuna. Pembuatan film pendek ini kebanyakan mengambil tempat di
Yogyakarta dan bekerja sama dengan murid-murid Padepokan Seni Bagong
Kusudiardja yang juga turut berperan sebagai Kurawa bersaudara.
Dikisahkan di dalam film pendek Drupadi, perjalanan cinta Drupadi
terhadap Arjuna yang memenangkan sayembara, kehidupannya sebagai istri
dari kelima Pandawa atas janji Dewi Kunti, hingga sumpah Drupadi untuk
membasuh rambutnya dengan darah Dursasana yang telah melucutinya.
Film pendek ini tak hanya menampilkan akting tapi juga terdapat musik dan
tarian di dalamnya. Terdapat adegan di mana Dian Sastrowardoyo menari
dan unsur tarian kecak ketika bajunya hendak dilucuti oleh Dursasana.
Bagi Dian Satrowardoyo, Drupadi merupakan simbol dari perjuangan
perempuan yang menolak menjadi komoditas dan selalu bertindak untuk
memanusiakan dirinya, sehingga bisa menjadi insprasi bagi perempuan
lainnya di jaman sekarang. Dalam pembuatan naskahnya sendiri, Leila S.
Chudori mengatakan bahwa dirinya menyadur beberapa versi Mahabharata
karya P. Lal, NK Narayan dan Ramesh Menon dengan beberapa riset di
Jawa dan Bali. Film pendek Drupadi sendiri diputar pertama kali di Indonesia
pada Desember tahun 2008, dalam Jakarta International Film Festival
(JIFFEST) dan kembali diputar di Galeri Indonesia Kaya pada Oktober tahun
2014. (http://www.antaranews.com/berita/113746/drupadi-pertemukan-dian-
sastro-dan-nicholas-saputra)
2.2. Teori Komunikasi
2.2.1. Tiga Konseptualisasi Komunikasi
A. Komunikasi sebagai Tindakan Satu Arah
Komunikasi manusia adalah komunikasi yang mengisyaratkan
penyampaian pesan searah dari seseorang (atau suatu lembaga) kepada
seseorang (sekelompok orang) lainnya, baik secara langsung (tatap muka)
ataupun melalui media, seperti surat (selebaran), surat kabar, majalah, radio,
atau televisi. Michael Burgoon mendefinisikan pemahaman komunikasi
sebagai proses searah sebagai definisi berorientasi simber (source-oriented
definition), sehingga definisi ini mengisyaratkan komunikasi sebagai semua
kegiatan yang secara sengaja dilakukan seseorang untuk menyampaikan
rangsangan untuk membangkitkan respons orang lain. Konseptualisasi
komunikasi sebagai tindakan satu arah menyoroti penyampaian pesan yang
efektif dan mengisyaratkan bahwa semua kegiatan komunikasi bersifat
instrumental dan persuasif.
Menurut Harorld Lasswell dalam Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar,
Who? Says What? In Which Channel? To Whom? With What Effect? Atau
Siapa? Mengatakan Apa? Dengan Saluran Apa? Kepada Siapa? Dengan
Pengaruh Bagaimana?
Berdasarkan definisi Laswell dapat ditarik lima unsur komunikasi yang
saling bergantung satu sama lain. Pertama, sumber (source) sebagai pihak
yang memiliki kebutuhan untuk berkomunikasi, sering disebut juga pengirim
(sender), penyandi (enconder), komunikator (communicator), pembicara
(speaker) atau originator.
Kedua, pesan, yaitu apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada
penerima. Pesan merupakan seperangkat simbol verbal dan atau nonverbal
yang mewakili perasaan, nilai, gagasan atau maksud sumber tadi. Pesan
memiliki tiga komponen yang berupa makna, simbol yang digunakan untuk
menyampaikan makna, dan bentuk atau organisasi pesan.
Ketiga, saluran atau media, yakni alat atau wahana yang digunakan
sumber untuk menyampaikan pesannya kepada penerima bergantung pada
situasi, tujuan yang hendak dicapai dan jumlah penerima pesan yang
dihadapi. Saluran juga merujuk pada cara penyajian pesan, bisa dengan
penyampaian pesan secara langsung, media cetak, media elektronik,
multimedia, telepon atau surat pribadi.
Keempat, penerima (receiver), atau dengan sebutan lain, tujuan
(destination), komunikate (comunicatee), penyandi balik (decoder), khayalak
(audience), pendengar (listener), penafsir (interpreter), yakni orang yang
menerima pesan dari sumber. Berdasarkan pengalaman masa lalu, rujukan
nilai, pengetahuan, persepsi, pola pikir dan perasaannya, penerima pesan ini
menerjemahkan atau menafsirkan seperangkat simbol verbal dan atau
nonverbal yang ia terima menjadi gagasan yang dapat ia pahami. Proses ini
disebut penyandian-balik (decoding).
Kelima, efek, yaitu apa yang terjadi pada penerima setelah ia
menerima pesan tersebut, seperti penambahan pengetahuan, terhibur,
perubahan sikap, perubahan keyakinan, perubahan perilaku, dan
sebagainya.
Namun untuk melengkapi kelima unsur Laswell tersebut, juga terdapat
beberapa unsur lain yang ditambahkan oleh Shannon dan Weaver dalam
Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, berupa umpan balik (feed back) dan
gangguan (noise). Umpan balik dapat berupa respon secara verbal maupun
non verbal. Seperti respon dari seorang pembaca naskah ataupun penonton
pertunjukan teater yang mengangguk, gelisah, sampai menyampaikan
pendapatnya secara lisan. Sedangkan gangguan bisa muncul karena
beberapa hal, seperti naskah drama yang diketik tidak rapih atau banyak
kesalahan eja dan lain-lain. Begitupun di dalam gedung pertunjukan,
gangguan dapat berupa suara air conditioner, bersin atau batuk dari
penonton atau teknisi, foto dengan menggunakan kilat dan lain-lain.
B. Komunikasi sebagai Interaksi
Interaksi berarti saling mempengaruhi (mutual influence) karena
terdapat proses sebab-akibat atau aksi-reaksi seperti memberi jawaban
secara verbal maupun non verbal. Interaksi ini juga disebut sebagai umpan
balik (feed back), yakni apa yang disampaikan penerima pesan kepada
sumber pesan, yang sekaligus digunakan sumber pesan sebagai petunjuk
mengenai efektivitas pesan yang disampaikan sebelumnya sehingga
mendapat kesimpulan apakah pesan tersebut dapat dimengerti, dapat
diterima, menghadapi kendala dan sebagainya, sehingga berdasarkan
umpan balik itu, sumber dapat mengubah pesan selanjutnya agar sesuai
dengan tujuan. Sama halnya dengan sebuah naskah dan pertunjukan yang
baik, maka pembaca atau para penonton akan memberikan responnya baik
secara verbal maupun non verbal.
C. Komunikasi sebagai Transaksi
Dalam komunikasi transaksional, komunikasi telah dianggap telah
berlangsung bila seseorang telah menafsirkan perilaku orang lain, baik
perilaku verbal maupun non-verbalnya. Proses penyandian (encoding) dan
penyandian-balik (decoding) bersifat dan simultan di antara orang-orang
yang terlibat dalam komunikasi. Istilah transaksi mengisyaratkan bahwa
pihak-pihak yang berkomunikasi berada dalam keadaan interpedensi atau
timbal balik, eksistensi satu pihak ditentukan oleh eksistensi lainnya.
Pemahaman atau penambahan pengetahuan merupakan esensi dalam
komunikasi transaksional, terlebih lagi ketika membaca sebuah naskah atau
menonton sebuat pertunjukan teater.
2.2.2. Komunikasi Antarpribadi
Menurut George Herbert Mead dalam Teori Komunikasi Antarpribadi,
interaksionalisme simbolik merupakan cara bagi individu-individu mengenal
atau mengetahui mereka melalui interaksi dengan orang lain, yang
berkomunikasi kepada mereka dan siapa mereka. Mead juga menjelaskan
teori self-looking glass yang dikemukakan oleh Charles Horton Cooley,
bahwa tidak seorang pun dilahirkan dengan dirinya dan diri itu tidak
berkembang secara naluriah. Sebaliknya, diri itu dikembangkan melalui
proses sosial mengenai interaksi dengan orang lain. Di samping itu, terdapat
harapan-harapan dari orang-orang lain dengan siapa seseorang berinteraksi
dan yang menjadi pedoman umum bagi perilaku seseorang disebut dengan
generalized other.
2.2.3. Komunikasi Naratif
Menurut Siergfield dalam Komunikasi Naratif, bidang penelaahan ilmu
sastra diterima sebagai proses total tentang komunikasi kesastraan,
komunikasi sastra dianggap sebagai subsistem dari sistem komprehensif
komunikasi verbal dalam masyarakat. Berdasarkan definisi tersebut, Schmidt
membagi proses global komunikasi sastra menjadi empat komponen.
Pertama, produksi teks yang dilakukan oleh pengarang yang memerlukan
penelitian terhadap varian tekstual ke dalam aktivitas mengarang. Kedua,
teks yang merupakan kegiatan interpretatif langsung. Ketiga, transmisi teks
di mana teks tersebut mencapai tahap editing oleh editor. Keempat, resepsi
teks yang merupakan kegiatan pembaca atau penerima sebagai sasaran
untuk mendapatkan reaksi.
2.2.4. Komunikasi Teater
Dalam komunikasi seni, yang bertindak sebagai sumber adalah
seniman, sasaran adalah apresiator, dan saluran (channel) adalah karya
seni. Sehingga kegiatan berkesenian merupakan kegiatan komunikasi,
karena di dalamnya memiliki unsur-unsur utama yang dipersyaratkan bagi
terjadinya suatu komunikasi.
Gambar 4
Komunikasi Teater
Sumber: Ipit Saefidier Dimyati, Komunikasi Teater Indonesia, 2010
Proses penyampaian komunikasi dalam teater juga bergantung pada
gangguan atau noise. Gangguan pada hal ini bisa berupa pada kendala
teknis pada saat pertunjukan dan lain-lain.
2.3. Teori Feminisme
Chreris Kramarae dalam Teori Komunikasi Individu Hingga Massa
menyatakan, kita dilatih untuk melihat adanya dua jenis kelamin. Dan
kemudian kita melakukan banyak pekerjaan untuk terus melihat kepada dua
jenis kelamin ini. Kramarae juga menganggap bahwa bahasa juga
merupakan simbol dari kekuasaan, sehingga gender dan bahasa dapat
mempengaruhi pesan yang lebih menguntungkan pria daripada wanita.
Feminisme diawali oleh persepsi tentang ketimpangan yang terjadi di
masyarakat antaraposisi perempuan dengan laki-laki. Akibat dari persepsi
Karya
Seni Appresiator
ini, timbul berbagai upaya pengkajian atas penyebab ketimpangan tersebut
untuk mengeliminasi dan menemukan formula penyetaraan antara laki-laki
dan perempuan sesuai dengan potensi mereka sebagai manusia. (Hubies,
1997).
Women, said Kant, have principles, but these principles are “hard to
relate with character in the narrow sense of the word” (Anthropology, p. 222).
They have character, but in the sense that a natural kind has character. They
have principles, but these are the result not of autonomous reasoning but of
maxims like “what is generally believed is true” or “what people generally do
is good.” (Andrea Nye, Feminism and Modern Philosophy, 2004:14)
2.3.1. Feminisme Radikal
Gerakan feminisme radikal terbangun karena adanya asumsi bahwa
hubungan antarmanusia atau antarkelompok pada dasarnya adalah
hubungan yang saling menguasai dan mengendalikan. Oleh karena itu,
perempuan dipandang lebih rendah melalui status dan kewenangan daripada
laki-laki karena perempuan berada diranah domestik, sedangkan laki-laki
diranah publik dan hal ini biasa terjadi dalam kehidupan politik. Konsep-
konsep yang menjadi dasar pemikiran feminisme radikal adalah pratiarki,
keluarga dan perempuan sebagai subordinasi.
Pratiarki adalah dasar dari ketidakadilan terhadap perempuan karena
hal tersebut merupakan basis dari preferensi perempuan. Keluarga
dipandang sebagai lembaga tempat kewenangan yang dipegang oleh
seorang laki-laki atau bapak, dan merupakan suatu bentukan dari
masyarakat bukan secara alamiah. Feminisme radikal berpendapat bahwa
harus ada transformasi keluarga dan nilai-nilai pratiarkat yang melandasi
agar terbentuk keluarga yang bebas gender, karena terdapat sebuah
penindasan pada perempuan dan kekuasaan yang lebih kepada laki-laki.
39
BAB III
LANGKAH-LANGKAH
3.1. Identifikasi Masalah
Naskah drama pendek merupakan bentuk dari sebuah komunikasi
dan menyiratkan sebuah pesan di dalam teks yang tertulis di dalamnya. Di
sini, naskah drama pendek akan bertindak sebagai komunikator dan
pembacanya sebagai komunikan. Komunikasi yang terjadi antara sender dan
receiver ini bersifat satu arah, sehingga dapat menambahkan pengetahuan
baru melalui pesan yang terdapat dalam naskah drama pendek tersebut.
Dalam sebuah naskah drama diperlukan sebuah grafik untuk
membuat cerita di dalamnya hidup, tak terkecuali naskah drama pendek.
Sebuah cerita pada dasarnya dapat diawali dengan sebuah pengenalan, lalu
terdapat konflik, kemudian berlanjut ke klimaks, dan berakhir pada sebuah
resolusi. Naskah drama harus dapat mempengaruhi emosi dan memberikan
sebuah pengetahuan kepada pembacanya untuk mencapai tujuan
komunikasi.
Cerita yang akan disampaikan dalam naskah drama pendek kali ini
mengangkat seorang tokoh Drupadi dalam sebuah kisah di kitab
Mahabharata. Di mana, di dalam naskah drama ini akan mengambil fragment
mengenai permainan dadu yang dilakukan antara Yudhistira dengan
Duryudana yang diwakili oleh pamannya, Sengkuni. Drupadi dijadikan
sebagai bahan taruhan terakhir yang dimiliki oleh Yudhistira, meski
sebenarnya ia telah kehilangan segalanya dengan memertaruhkan dirinya
sendiri. Pelecehan, duka cita dan kekuatan Drupadi sebagai wanita akan
tergambarkan melalui naskah drama pendek ini.
3.2. Objektif Pembuatan Karya
Naskah drama pendek dengan tokoh utama Drupadi ini dimaksudkan
untuk menjadi inspirasi bagi para wanita untuk berani angkat bicara dan
memerdekakan dirinya. Kelima suaminya tak berdaya ketika melihat istrinya
hendak dilucuti bajunya oleh Dursasana, saudara dari Duryudana. Sehingga
pada akhirnya kejadian tersebut memicu sebuah kemarahan yang besar
dalam diri Drupadi dan menyebabkan sebuah perang saudara secara besar-
besaran yang dikenal dengan perang Baratayuddha.
Drupadi akan menuturkan apa yang menurutnya tak pantas diterima
dan haknya sebagai wanita di hadapan para pria yang ada di ruangan
permainan dadu tersebut. Drupadi tidak segan untuk meluapkan amarah dan
kekecewaannya kepada kelima suami yang dicintainya dan kepada para
tetua yang dihormatinya, karena tak ada satupun yang membela dirinya
ketika ia dilecehkan. Melalui naskah drama pendek ini, diharapkan dialog
yang disampaikan Drupadi dapat memersuasi pembaca melalui pemikiran
dan perilaku feminisnya.
Naskah drama pendek ini akan menyampaikan pesan dan
memersuasi para wanita yang berada dalam ikatan maupun di bawah
pimpinan pria. Drupadi akan menjadi simbol bagi para wanita untuk tak
hanya menurut pada suami dan mengikuti keadaan yang ada, tapi juga tahu
kapan ia harus berbicara dan melawan, jika ia merasa bahwa hal itu tidak
berkenan bagi dirinya. Naskah drama pendek ini juga akan menggambarkan
ketamakan, pemikiran pendek dan gengsi yang di miliki oleh para pria ketika
dirinya merasa tertantang sehingga akal sehatnya pun tak dapat
membantunya lagi.
3.3. Peranan Penulis
Penulis akan berperan sebagai pengarang naskah drama pendek
yang menyorot tokoh utama Drupadi berdasarkan Kitab Mahabharata di
dalam adegan permainan dadu. Pengalaman dalam mengarang naskah
telah didapatkan oleh penulis di saat mengikuti pelajaran Creative Writing
oleh Pak Arswendo Atmowiloto, dengan naskah drama pendek (untuk radio)
berjudul “Lagu Gagu”. Bersama dengan Ibu Yessy Goesman dalam mata
pelajaran Fundamental of Performance I (Dramathology), penulis juga
pernah membuat sebuah monolog berjudul “Inilah Aku”, penulis juga kembali
belajar membuat naskah drama pendek berjudul “Kisah Enam Telaga”,
bersama Pak Arswendo Atmowiloto dalam mata pelajaran Fundamental of
Performance II (Acting) dan dalam mata pelajaran Directing oleh Mr. Andrew
Trigg, penulis membuat naskah drama pendek berjudul “Pengadilan”. Di
samping itu, penulis juga membaca beberapa naskah drama sebagai
referensi dan mengandalkan kemampuan otodidak.
3.4. Langkah-Langkah
Dalam membuat suatu drama, maka dibutuhkan beberapa langkah
menurut RMA. Harymawan dalam Dramaturgi, seperti berikut:
3.4.1. Bahan-Bahan untuk Pengarang
A. Karakter: Untuk mengembangkan konflik, pengarang menggunakan
watak manusia sebagai bahan. Karakter yang akan terlibat dalam naskah
drama pendek ini antara lain sebagai berikut:
1. Drupadi: Seorang permaisuri dari lima Pandawa dan putri dari
Raja Panchala. Ia biasa dipanggil oleh kelima suaminya
sebagai Panchali. Drupadi memiliki sifat yang welas asih,
namun memiliki karakter yang kuat dan cerdas. Drupadi
dilahirkan dari api yang suci berkat doa yang dikabulkan oleh
Mahadewa Syiwa yang dipanjatkan oleh Raja Panchala untuk
kelak menikahi Arjuna.
2. Yudhistira: Suami dari Drupadi, anak sulung dari Dewi Kunti
dan Raja Pandu. Ia memiliki kebijaksanaan yang tinggi dan
memegang teguh pada kebenaran. Namun, ia memiliki gengsi
yang tinggi dan tak dapat menahan godaan untuk berjudi,
terutama dalam permainan dadu.
3. Bhima: Suami dari Drupadi, adik Yudhistira dan anak dari Dewi
Kunti dan Raja Pandu. Ia memiliki kekuatan yang sangat luar
biasa, setara dengan 100 ekor gajah. Ia juga merupakan
seorang panglima perang dan memiliki keberanian yang sangat
besar.
4. Arjuna: Suami dari Drupadi, adik Yudhistira dan Bhima dan
anak dari Dewi Kunti dan Raja Pandu. Ia memiliki keahlian
memanah yang sangat hebat dan tak terkalahkan oleh
siapapun. Ia lah yang telah memenangkan sayembara untuk
memeristri Drupadi dan berhasil membuat Drupadi jatuh cinta
kepadanya.
5. Nakula: Suami dari Drupadi, anak dari Dewi Madri dan Raja
Pandu namun di bawah asuhan Dewi Kunti. Ia dianugerahi
ketampanan pada dirinya.
6. Sadewa: Suami dari Drupadi, anak dari Dewi Madri dan Raja
Pandu namun di bawah asuhan Dewi Kunti. Ia memiliki
kepintaran yang sangat cemerlang.
7. Duryudana: Putra sulung dari Raja Destrarasta dan Ratu
Gandari. Seorang yang mudah dengki dan iri hati meski ia
mengerti dari nilai-nilai kebenaran, namun ia tidak
mempedulikannya. Ia juga seorang yang ceroboh dan memiliki
pemikiran yang pendek. Gaya berbicaranya tidak menunjukan
bahwa ia adalah putra seorang raja.
8. Sengkuni: Paman dari Duryudana, ipar Raja Destrarasta dan
kakak dari Ratu Gandari. Seorang yang licik dan suka
memanasi Duryudana untuk melangkahi tindakan raja. Ia juga
sebagai pemicu dari terjadinya permainan dadu dan pemberi
saran bahwa Drupadi dapat dijadikan sebagai barang
perjudian.
9. Dursasana: Adik Duryudana, anak dari Raja Destrarasta dan
Ratu Gandari. Ia adalah seorang yang terlalu percaya diri
dengan kekuatannya. Dursasana lah yang menyeret rambut
Drupadi ke tempat permainan dadu dan ia yang melucuti baju
Drupadi.
10. Karna: Sahabat dari Duryudana dan memiliki hutang budi
dengannya karena pernah dibela. Ia memiliki dendam kepada
Drupadi yang telah menolaknya dalam sayembara dan kepada
Arjuna yang telah menantangnya untuk bertarung. Pada saat
itu, Karna tidak menyadari bahwa Arjuna adalah saudara
kandungnya karena ia merupakan anak dari Dewi Kunti, namun
ia memiliki perasaan persaudaraan yang tak dapat ia mengerti
kepada Arjuna.
11. Bhisma: Ia adalah putra dari Dewi Gangga dan Raja Sentanu,
kakek yang dihormati dari anak-anak Raja Destrarasta dan
Raja Pandu. Ia telah bersumpah untuk mengabdikan hidupnya
kepada kerajaan Hastinapura dan melindungi raja Destrarasta
beserta keturunannya. Hal ini yang menjebak dirinya yang
agung dan bijaksana dalam sebuah dilema karena ia akan
berperang untuk melawan kebenaran.
12. Drona: Putra dari seorang brahmana yang bernama
Bharawadja. Ia juga seorang ahli senjata dan mengajari Arjuna
dalam seni keterampilan dalam menggunakan senjata. Ia
berada dalam kerajaan Hastinapura, menjadi penasihat bagi
Raja Destrarasta dan sosok guru bagi anak-anak Kurawa dan
kelima Pandawa.
13. Widura: Penasihat Raja Destrasta yang bijak dan sangat tidak
setuju dengan adanya permainan dadu yang diselenggarakan
oleh Duryudana di bawah pengaruh Paman Sengkuni.
14. Raja Destrarasta: Seorang raja dari Hastinapura yang memiliki
100 anak atau dikenal sebagai 100 Kurawa dan beristrikan
Ratu Gandari. Ia adalah seorang yang buta dan karena
kebutaannya itu ia sering gegabah dan mengambil kebijakan
yang kurang bijaksana untuk menyenangi hati anak sulungnya,
Duryudana. Ia juga mudah dipengaruhi karena tidak memiliki
pendirian yang kuat.
15. Ratu Gandari: Permaisuri dari Raja Destrarasta, saudari
Sengkuni dan memiliki 100 anak atau dikenal sebagai 100
Kurawa. Ia juga seorang yang buta, sama seperti suaminya. Ia
memiliki karakter yang lemah dan cenderung tidak berdaya. Ia
sangat emosional, namun kurang peka dengan keadaan
sekitarnya.
16. Dewi Kunti: Permaisuri dari Raja Pandu dan ibu dari kelima
Pandawa. Ia adalah seorang yang welas asih dan bijak. Ia
memiliki rahasia bahwa Karna adalah anak pertamanya dengan
Dewa Surya. Namun, ia telah menanamkan nilai-nilai kebajikan
kepada anak-anaknya dan menyarankan bahwa apa yang
mereka miliki harus dibagi sama rata, seperti halnya Drupadi
yang dimenangi oleh Arjuna, menjadi istri bagi saudara-
saudaranya yang lain.
17. Sri Khrisna: Sri Khrisna adalah reinkarnasi dari Dewa Wisnu
dan ia adalah belahan jiwa Drupadi. Ia lah yang menolong
Drupadi dari peristiwa pelucutan bajunya sehingga baju yang
ditarik oleh Dursasana tidak habis-habis berkat dari Sri Khrisna.
Ia teringat ketika Drupadi pernah merobek sebagian kain
bajunya untuk membalut luka Sri Khrisna yang mengeluarkan
kekuatan untuk membunuh Sisupala yang telah menghinanya.
18. Dayang-dayang Drupadi dan prajurit-prajurit Hastinapura:
Drupadi akan ditemani oleh dayang-dayangnya dan area
permainan dadu akan disaksikan juga oleh para prajurit
Hastinapura.
B. Situasi
Lakon adalah rentetan situasi, dimulai dengan situasi yang akan
berkembang selama akting terlaksana. Situasi yang akan ada dalam
drama pendek ini adalah:
1. Ruang tunggu Drupadi dengan dayang-dayangnya.
2. Area permainan dadu yang dipenuhi dengan kelima Pandawa,
anak-anak Kurawa dan pihak dari kerajaan Hastinapura.
C. Subjek
Subjek atau tema ialah ide pokok lakon atau drama. Drama pendek ini
akan mengangkat isu hak asasi wanita yang diwakili oleh Drupadi.
3.4.2. Alat-Alat Pengarang
A. Dialog
Lewat dialog tergambarlah watak-watak sehingga latar belakang
perwatakan diketahui. Dalam naskah drama pendek ini, akan terdapat
dialog antara lain seperti:
1. Dalam dialog antara Yudhistira dengan Duryudana dan
Sengkuni ketika bermain dadu, akan tergambar bahwa
Yudhistira mengalami kebimbangan dan kepedihan ketika ia
mempertaruhkan segala harta yang dimiliki kerajaannya
hingga adik-adiknya. Ia tahu bahwa ia sedang dijebak oleh
Paman Sengkuni, namun ia sudah terlanjur menyepakati
peraturan yang telah dibuat dan ia tidak dapat menahan
hasratnya untuk berjudi dalam permainan dadu tersebut.
Hingga akhirnya ia memertaruhkan dirinya sendiri dan
kalah. Namun hal tersebut tidak membuat Duryudana dan
Paman Sengkuni puas karena ini merupakan awal dari
tujuan mereka sebenarnya, yaitu menjadikan Drupadi
sebagai barang taruhan. Duryudana yang tamak dan
Paman Sengkuni yang licik akan terlihat dalam dialog ini
dan mereka berhasil memengaruhi Yudhistira dan disetujui
olehnya. Namun sayangnya, keberuntungan tak berpihak
padanya.
2. Drupadi dihampiri oleh salah seorang pengawal
Hastinapura namun tak lama ia kembali ke area pemainan
dadu tanpa Drupadi dan membuat Duryudana murka.
Melalui dialog ini, ketidaksabaran Duryudana meluap dan ia
memerintahkan adiknya Dursasana untuk menjemput
Drupadi. Dursasana menghampiri Drupadi di ruang
tunggunya dan menyampaikan dialog yang bersifat
merendahkan. Kemudian ia memerlakukan Drupadi dengan
tidak manusiawi.
3. Bhima menyampaikan dialognya dengan menggebu-gebu
karena ia marah besar kepada Dursasana yang melihat
Drupadi diseret dan tak berdaya. Di sini ia akan
mendialogkan sumpah serapahnya kepada Dursasana.
Arjuna juga turut memaki Duryudana namun dibalas oleh
Karna. Raja Destrarasta bertanya-tanya mengenai apa yang
terjadi di area permainan dadu.
4. Drupadi bangkit berdiri dan mulai mempertanyakan
kepantasan dari tindakan yang ia telah terima kepada para
suaminya, dan juga kepada tetua yang berada area
permainan dadu. Ia mendialogkan kekecewaannya kepada
orang-orang yang berada di sana. Duryudana menunjukkan
kesombongannya dengan dialog penghinaan kepada
Drupadi dan kelima Pandawa. Ia kembali memerintahkan
Dursasana untuk melucuti pakaian Drupadi namun
langsung ditentang keras oleh Bhisma, Guru Durna dan
Widura. Drupadi menantang Dursasana dan ketika
Dursasana melaksanakan aksi kejinya, Drupadi berdoa
meminta pertolongan kepada Sri Khrisna.
5. Dursasana tidak dapat melucuti pakaian Drupadi karena
kainnya tidak dapat habis dan ia pun kelelahan. Setelah itu,
Dewi Kunti dan Ratu Gandari menyusul ke area permainan
dadu dan melihat kejadian memalukan yang telah menimpa
Drupadi. Drupadi semakin marah dan kecewa dengan
kelima suami dan para tetua yang ada di sana karena
mereka tidak berbuat apa-apa ketika dirinya dilucuti oleh
Dursasana. Ia mengatakan bahwa akan ada hari
pembalasan bagi kerajaan Hastinapura. Arjuna bersumpah
akan membalas perbuatan keji dari kerajaan Hastinapura
dan Bhima juga bersumpah akan membunuh Duryudana
dan Dursasana yang darahnya akan dipersembahkan untuk
Drupadi.
B. Action
Dalam hal banyak, laku (action) lebih penting daripada dialog karena
“laku berbicara keras daripada kata-kata” (to see is to believe).
1. Drupadi akan melakukan gerakan tarian tradisional yang
diinterpretasikan ulang pada awal pementasan dan ketika
pakaiannnya dilucuti oleh Dursasana. Tarian tradisional
yang digabungkan antara lain berasal dari Jawa dan Bali,
karena dalam budaya Jawa sendiri terdapat kisah
pewayangannya dan Mahabharata merupakan kisah dalam
agama Hindu dan mayoritas agama di Bali adalah Hindu.
Melalui gerakan tarian ini, Drupadi akan memberikan
gambaran mengenai dirinya yang lemah lembut tapi juga
memiliki kekuatan dan keberanian yang teguh di dalam
dirinya.
2. Drupadi akan terseret karena Dursasana menarik
rambutnya yang telah tergerai sampai di tengah area
permainan dadu dan Bhima yang melihat kejadian tersebut,
akan marah besar dan memukul dirinya dan memukul
tanah.
3. Drupadi membalikkan meja permainan dadu karena sangat
kecewa dengan gengsi dari Yudhistira dan karena
permainan dadu itu lah, ia dijadikan sebagai barang
taruhan.
3.4.3. Proses Inspirasi yang Merangsang Daya Cipta
A. Sendiri, karena pikiran pengarang telah menemukan suatu
gagasan yang merangsang daya cipta.
B. Pengarang pernah memerhatikan suatu peristiwa yang
disaksikan sendiri, didengar maupun dibaca.
C. Pengarang tertarik dengan kehidupan seseorang.
D. Daya cipta pengarang dihidupkan dalam sebuah cerita.
E. Pengarang menciptakan penggambaran yang masih mentah.
F. Pengarang membuat proses perumusan hakikat (intisari) cerita.
G. Terciptanya rumus intisari cerita oleh pengarang.
3.4.4. Proses Mengarang
A. Seleksi
Selektif dan dengan hati-hati pengarang memilih situasi yang
menjadi kunci dalam pelakinan. Dalam naskah drama pendek ini, pengarang
akan memilih fragment permainan dadu dalam kitab Mahabharata, di mana
Drupadi dijadikan sebagai bahan pertaruhan oleh Yudhistira, suaminya
sendiri. Pengarang akan memfokuskan pada peristiwa pelucutan baju
Drupadi yang dilakukan oleh Dursasana dan perlawanan Drupadi dalam
menuntut hak dan kemerdekaannya sebagai wanita.
B. Re-arrangement
Pengarang mengatur/menyusun kembali kekalutan hidup menjadi
pola yang berarti. Dalam naskah drama pendek ini, pengarang akan
menyoroti sisi feminisme dari Drupadi yang telah mengalami pelecehan oleh
Dursasana dihadapan kelima suami dan para tetua yang tak berdaya.
Pengarang berharap bahwa naskah drama pendek ini memiliki relasi yang
kuat dengan para wanita di jaman sekarang ini.
C. Intensifikasi
Pengarang mempunyai kisah untuk diceritakan, kesan untuk
digambarkan dan suasana hati untuk diciptakan. Penyampaian artistik
tersebut harus direncanakan sedemikian rupa untuk mengintensifikasikan
(meningkatkan) komunikasi. Dalam naskah drama pendek ini, pengarang
akan menggambarkan suasana kepedihan, kekecewaan dan duka cita dari
seorang Drupadi yang dijadikan sebagai barang taruhan dan dilecehkan oleh
Dursasana. Namun pengarang juga akan menyoroti kekuatan di dalam
dirinya sebagai wanita perkasa yang berani melawan dan angkat bicara
mengenai hak asasinya sebagai wanita. Di samping itu, perdebatan antara
pihak Duryudana dengan kelima Pandawa dan tetua akan sangat sengit,
disertai dengan sumpah serapah. Kemudian pengarang juga akan
menggambarkan hubungan yang sangat intim antara Drupadi dengan Sri
Khrisna melalui adegan pelucutan baju Drupadi yang dilakukan oleh
Dursasana, namun kain dari baju Drupadi tidak habis-habis berkat kekuatan
magis dari Sri Khrisna yang merupakan belahan jiwa dari Drupadi.
3.4.5. Konstruksi Dramatik
Gambar 5
Konstruksi Dramatik oleh Gustav Freytag
(2) Complication (3) Climax
(3 A) Resolution
(1) Exposition (4 A) Catastrophe (4) Conclusion (4 B) Denounment
Sumber: RMA. Harymawan, Dramaturgi, 1993
Keterangan:
(1) Exposition: Cerita dalam naskah drama pendek ini akan diawali
dengan Drupadi dan kelima Pandawa, beserta para dayang dan
beberapa prajurit berjalan memasuki ruangan pertunjukan yang
merupakan area permainan dadu, diiringi dengan musik gamelan
Jawa. Tarian dari para dayang akan membukakan jalan sekaligus
mengantarkan Drupadi dan kelima Pandawa memasuki area
permainan dadu. Di depan pintu masuk ruang pertunjukan yang
merupakan simbol dari kerajaan Hastinapura, Drupadi dan kelima
Pandawa disambut dengan hangat oleh Raja Destrarasta, Ratu
Gandari, Bhisma, Guru Durna, Widura dan Dewi Kunti. Setelah
mengucapkan salam dan memberikan berkat, mereka diantar ke
dalam. Drupadi akan tinggal di ruangan tunggu bersama dengan
para dayangnya, sedangkan kelima Pandawa berada di area
permainan dadu.
(2) Complication: Yudhistira telah memertaruhkan dan kalah atas
harta kerajaannya, keempat adik-adiknya, hingga dirinya sendiri.
Paman Sengkuni menawarkan Yudhistira untuk mempertaruhkan
Drupadi dengan penawaran jika Yudhistira menang, maka harta
kerajaan dan adik-adiknya akan sepenuhnya kembali menjadi
miliknya. Yudhistira kembali kalah dan Dursasana, adik dari
Duryudana menjemput Drupadi di ruang tunggunya.
(3) Climax: Rambut Drupadi digerai dan diseret oleh Dursasana
hingga ke tengah area permainan dadu. Drupadi sangat marah
dan kecewa dengan kelima suaminya dan para tetua yang
membiarkan dirinya dijadikan sebagai barang taruhan.
Duryudana memerintahkan Dursasana untuk melucuti baju dari
Drupadi dan Drupadi menantangnya. Ketika Dursasana melucuti
bajunya, ia berdoa pada Sri Khrisna untuk meminta pertolongan
dan kain yang ditarik tidak habis-habis. Di dalam adegan ini,
Drupadi akan menari dengan tarian adat Bali yang ditafsirkan
kembali dan beberapa penari yang merupakan simbol dari
kekuatan magis Sri Khrisna akan muncul dan melakukan aksi
tarian kecak, mengelilingi Drupadi dan sebagai simbol dari
mantra untuk kain baju Drupadi sehingga tak dapat habis.
Drupadi akan menunjukkan kesucian serta kekuatan yang
dahsyat di dalam dirinya lewat tarian dan iringan musik gamelan
Jawa yang dinamis dan klimaks.
(3 A) Resolution: Dursasana ambruk ke tanah karena kelelahan
menari kain baju dari Drupadi yang tak kunjung habis. Dewi Kunti
dan Ratu Gandari memasuki area permainan dadu dan mereka
terkejut melihat keadaan Drupadi. Drupadi memberitahu Ratu
Gandari bahwa dirinya diperlakukan seperti itu oleh anak-
anaknya dan ia mulai bersumpah bahwa ia tidak akan mengikat
kembali rambutnya sampai ia membasuhnya dengan darah
Dursasana. Bhima bersumpah bahwa kelak ia yang akan
mempersembahkan darah Dursasana untuk Drupadi. Dewi Kunti
menghibur Drupadi yang telah terlanjur marah dan memintanya
untuk sabar. Ratu Gandari memohon kepada Drupadi untuk tidak
bersungguh-sungguh atas sumpahnya, namun tidak ditanggapi
oleh Drupadi.
(4) Conclusion: Raja Destrarasta menawarkan Drupadi tiga
permintaan namun Drupadi hanya meminta dua permintaan,
diantaranya: Kelima Pandawa dibebaskan dan harta miliki
kerajaan yang telah dipertaruhkan dikembalikan. Namun
Duryudana tidak setuju dengan penawaran antara Drupadi dan
Raja Destrarasta. Ia meminta supaya Drupadi dan kelima
Pandawa untuk mengasingkan diri mereka selama 12 tahun
ditambah setahun tidak boleh dikenal oleh siapapun. Raja
Destrarasta tak kuasa menolak permintaan anaknya dan
menyetujuinya. Kelima Pandawa bersumpah setelah mereka
kembali dari pengasingannya, mereka akan balas dendam dan
menghancurkan Hastinapura. Drupadi bersumpah bahwa hari
pembalasan tersebut akan tergenapi dan ia meninggalkan area
permainan dadu terlebih dahulu.
3.5. Batasan Karya
Jumlah akademisi yang membuat naskah drama pendek terbilang
masih sedikit terutama dengan isu yang ingin diangkat oleh penulis,
sehingga penulis harus mencari beberapa sumber untuk membuat karya
yang diinginkan. Selain itu, meski penulis pernah membuat beberapa
naskah drama pendek, tapi penulis masih memiliki keterbatasan dalam hal
penulisan naskah drama yang baik dan benar dikarenakan pengetahuan
penulis yang masih terbatas. Di lain hal, terdapat banyak versi mengenai
Drupadi sehingga penulis perlu menyatukan beberapa referensi yang ada
sehingga karya yang dibuat dapat orisinil.
Penulis berencana untuk merealisasikan naskah drama pendek yang
dibuat menjadi sebuah pertunjukan teater. Namun untuk hal tersebut
diperlukan perencanaan yang matang baik dari segi pemilihan aktor dan
aktris, tempat pementasan, hingga pendanaan. Apabila penulis dapat
merancang perencanaan dengan tepat waktu dan matang, maka naskah
drama pendek karya penulis akan direalisasikan. Apabila hal-hal tersebut
tidak memungkinkan maka karya yang disajikan hanya berupa naskah drama
pendek.
BAB IV
APLIKASI
4.1. Penjabaran
4.1.1. Ilustrasi Karakter
1. Drupadi
Gambar 6
Ilustrasi Drupadi
Sumber: Pribadi, 2015
2. Yudhistira
Gambar 7
Ilustrasi Yudhistira
Sumber: Pribadi, 2015
3. Arjuna
Gambar 8
Ilustrasi Arjuna
Sumber: Pribadi, 2015
4. Bhima
Gambar 9
Ilustrasi Bhima
Sumber: Pribadi, 2015
5: Nakula
Gambar 10
Ilustrasi Nakula
Sumber: Pribadi, 2015
6. Sadewa
Gambar 11
Ilustrasi Sadewa
Sumber: Pribadi, 2015
7. Destrarasta
Gambar 12
Ilustrasi Destrarasta
Sumber: Pribadi, 2015
8. Gandari
Gambar 13
Ilustrasi Gandari
Sumber: Pribadi, 2015
9. Dewi Kunti
Gambar 14
Ilustrasi Dewi Kunti
Sumber: Pribadi, 2015
10. Bisma
Gambar 15
Ilustrasi Bisma
Sumber: Pribadi, 2015
11. Drona
Gambar 16
Ilustrasi Drona
Sumber: Pribadi, 2015
12. Widura
Gambar 17
Ilustrasi Widura
Sumber: Pribadi, 2015
13. Duryudana
Gambar 18
Ilustrasi Duryudana
Sumber: Pribadi, 2015
14. Dursasana
Gambar 19
Ilustrasi Dursasana
Sumber: Pribadi, 2015
15. Wikarna
Gambar 20
Ilustrasi Wikarna
Sumber: Pribadi, 2015
16. Karna
Gambar 21
Ilustrasi Karna
Sumber: Pribadi, 2015
16. Sri Khrisna
Gambar 22
Ilustrasi Sri Khrisna
Sumber: Pribadi, 2015
17. Kurawa bersaudara
Gambar 23
Ilustrasi Kurawa Bersaudara
Sumber: Pribadi, 2015
18. Pengawal
Gambar 24
Ilustrasi Pengawal
Sumber: Pribadi, 2015
19. Dayang
Gambar 25
Ilustrasi Dayang
Sumber: Pribadi, 2015
4.1.2. Ilustrasi Situasi
1. Gerbang istana
Gambar 26
Ilustrasi Gerbang Istana
Sumber: Pribadi, 2015
2. Ruang tunggu Drupadi
Gambar 27
Ilustrasi Ruang Tunggu Drupadi
Sumber: Pribadi, 2015
3. Area permainan dadu
Gambar 27
Ilustrasi Area Permainan Dadu
Sumber: Pribadi, 2015
4.1.3. Penggalan Dialog Penanda Bagian dalam Konstruksi Dramatik
1. Exposition
Bisma: Diberkatilah kalian yang dengan rendah hati, bersedia untuk
mengunjungi kerajaan Hastinapura yang sederhana ini! Yudhistira
yang bijaksana, kini telah diangkat menjadi Rajasuya. Arjuna yang ahli
dalam memainkan senjata. Bhima sang panglima perang namun
lembut hatinya. Nakula dan Sadewa, kembar yang tampan, pecinta
seni dan ahli dalam pengobatan. Dan kepada Drupadi, wanita yang
sangat kakek kagumi atas kecantikan dan kewelas-asihannya.
Selamat datang! Semoga Hastinapura berkenan di hati kalian dan
menjadi rumah kalian sendiri.
Destrarasta: Semoga damai selalu menyertai kerajaan Hastinapura
dan kerajaan Indraprasta! Ketahuilah, bahwa kalian akan selalu
diterima di sini!
Gandari: Ijinkan aku mewakili putra-putraku untuk menyambut kalian.
Sebuah kehormatan bagi kami untuk didatangi oleh saudara-saudara
yang sangat kami cintai.
Yudhistira: Terima kasih atas sambutannya yang begitu istimewa.
Ijinkan kami untuk bersinggah di kerajaan Hastinapura yang juga
merupakan contoh bagi perkembangan kerajaan Indraprasta.
Diberkatilah kita semua oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan
keharmonisan dari alam semesta!
2. Complication
Sengkuni: Raja Yudhistira, bukankah dirimu masih memiliki Drupadi?
Mengapa tidak kau jadikan dirinya sebagai barang pertaruhan?
Wikarna bergegas maju dari antara Kurawa.
Wikarna: Aku memang bukan siapa-siapa tapi aku rasa aku memiliki
hak untuk membicarakan hal ini! Mengapa Kakak Duryudana dan
Paman Sengkuni menganjurkan Raja Yudhistira untuk
memertaruhkan Drupadi? Bukankah sudah dikatakan sejak awal
untuk tidak ada satu pun wanita yang terlibat dalam permainan ini?
Sebagai pemain, sebaiknya kita tidak mengajurkan ataupun meminta
barang pertaruhan dari lawan!
Karna: Wikarna! Kau ini memang bukan siapa-siapa! Lihatlah dirimu!
Kau berbicara layaknya seorang yang lebih tua dari antara kita
semua yang berada di sini! Bukankah dirimu tadi menganjurkan diri
sebagai barang pertaruhan dan terlibat dalam permainan dadu ini?
Kau seperti burung yang merusak sarangnya sendiri! Melukai
keluarga yang membesarkan dirimu dengan kelancanganmu!
Yudhistira berada di sini untuk memertaruhkan segala miliknya,
termasuk Drupadi!
Widura: Yudhistira! Janganlah kau tega memakan orang yang telah
memberikan seluruh hidupnya padamu! Kau pasti sudah sadar bahwa
dirimu telah tertipu oleh Duryudana dan Sengkuni! Jangan sampai
engkau menipu dirimu sendiri! Kukatakan sekarang, jika kau
memertaruhkan Drupadi, maka kau akan memulai sebuah kekacauan
yang besar!
Drona: Yudhistira! Seorang ksatria memang memegang teguh prinsip
dan perkataannya. Tetapi bukan berarti ia tidak mendengarkan isi
hatinya! Janganlah kau terbunuh oleh pedangmu sendiri!
Duryudana: Kalian boleh mengatakan apa saja. Tetapi semua itu
berada di tangan Yudhistira. Ia yang punya andil sepenuhnya sebagai
pemain. Namun jikalau Yudhistira tidak meneruskan permainan ini,
berarti ia menghina undangan dan perjamuan dari Hastinapura
kepada Indraprasta. Bukankah begitu, Kakek?
Drona: Janganlah engkau mencari perlindungan dari kakekmu! Jikalau
kau memang ingin menjadi seorang raja, belajarlah untuk melindungi
dirimu sendiri! Bahkan sekarang pun kau masih disuapi oleh
Sengkuni! Seharusnya kau malu, Duryudana!
Sengkuni: Kalian banyak berbicara, sehingga Raja Yudhistira tidak
memiliki kesempatan untuk menjawab penawaran kami. Lagipula,
kami tidak menawarkan pertaruhan. Kami hanya mengingatkan bahwa
Raja Yudhistira masih memiliki Drupadi. Mengapa tidak ia pertaruhkan
juga Drupadi dalam permainan ini? Bukankah seorang ksatria akan
bertarung sampai titik darah penghabisan?
Yudhistira: (Terdiam sejenak, air matanya mulai mengalir). Aku akan
memertaruhkan Drupadi.
Duryudana: Kalau begitu, aku tetap memertaruhkan diriku. Kita
gunakan persyaratan yang sama. Jika kau menang, maka aku akan
menjadi budakmu dan adik-adikmu beserta kerajaanmu akan
kukembalikan. Jika kau kalah, maka kau tahu sendiri akibatnya.
(Tertawa).
3. Climax
Lampu panggung perlahan menyala dan menyoroti area permainan
dadu. Terdengar jeritan Drupadi dan membuat para Pandawa resah
dam melihat keluar panggung. Jeritan Drupadi semakin keras dan
terlihat Dursasana memasuki area permainan dadu sambil menarik
rambut Drupadi. Para Kurawa menertawakan Drupadi yang diseret
sampai ke tengah area permainan dadu. Dursasana melepas rambut
Drupadi dan berdiri di samping Dursasana. Drupadi menangis dan
menatap kelima Pandawa, kemudian ia menatap Raja Destrarasta,
Bisma Yang Agung, Guru Drona dan Widura.
Widura: Sungguh di luar batas kewarasan, Dursasana! Beginikah
engkau memerlakukan seorang wanita yang terhormat?! Kau seperti
seutas benang yang sebentar lagi akan memutuskan bagianmu
sendiri! Duryudana! Kau sekarang memang sedang mabuk dan
terhanyut dalam kemenanganmu! Tapi ingatlah! Sebentar lagi kau
akan benar-benar tenggelam dalam lautanmu sendiri!
Drupadi berdiri dan menatap seluruh orang yang berada di area
permainan dadu.
Drupadi: Jikalau memang kalian mengormati seorang ibu yang telah
mengandung selama sembilan bulan. Jikalau memang kalian
menghormati seorang ibu yang telah menyusui. Jikakalau memang
kalian menghormati seorang ibu yang memberikan seluruh nyawanya
hanya untuk membesarkan anaknya. Kalian tidak akan pernah
melakukan hal seperti ini. Menajiskan diriku, sama saja dengan
menajiskan ibu kalian! Menginjak-injak diriku, sama saja dengan
menginjak-injak ibu kalian! Menjambak rambutku yang sebelumnya
tergelung, sama saja dengan membunuh ibu kalian! Tak pernah
kusangka, seorang Rajasuya akan menelanjangi harga dirinya sendiri!
Mengorbankan permaisurinya sendiri! Bahkan seorang penjudi
kawakan yang tidak memiliki apapun lagi, tidak akan pernah
memertaruhkan sundalnya yang hina! Aku adalah Drupadi! Putri Raja
Drupada dari kerajaan Panchala! Seorang Ratu dari kerajaan
Indraprasta! Seorang Permaisuri dari lima Putra Pandu! Yudhistira!
Inikah kebijakan dari dalam dirimu yang terdalam, yang dikagumi oleh
banyak orang?! Pantaskah seseorang yang baru diangkat sebagai
Rajasuya, menjadikan permaisurinya sebagai barang pertaruhan?!
Atau memang selama ini di pikiranmu, aku hanyalah sebuah barang?!
Lihatlah dirimu! Berlutut bersama adik-adikmu! Kau bahkan sudah
kehilangan dirimu sendiri! Bagaimana bisa kau memertaruhkan
diriku?! Arjuna! Kau begitu ahli dalam memainkan senjata, bahkan kau
yang memenangkan sayembara yang mustahil itu dan mempersunting
diriku. Tapi ternyata kemanisan yang kau selama ini kau berikan
adalah sebuah kemanisan yang pada akhirnya menyakitkan diriku!
Bhima! Seorang panglima perang yang paling kuat yang pernah aku
ketahui dan aku kagumi. Namun sayangnya, nyalimu menciut di sini!
Bahkan kau tidak dapat membuktikan kekuatanmu yang tak
terkalahkan seperti apa yang dikatakan banyak orang! Nakula dan
Sadewa! Kalian seharusnya saling mengingatkan tindakan kakak-
kakak kalian! Meski kalian yang paling muda, kalian juga harus
memperingatkan yang lebih tua mana yang benar dan tidak! Paman
Widura, kata-katamu memang benar. Namun sangat disayangkan,
bahkan Raja Destrarasta pun tidak mengindahkan nasihatmu. Jika
seorang raja tidak mendengarkan penasihatnya, bagaimana dengan
yang lainnya? Guru Drona! Kau mengajarkan mereka bagaimana
caranya menjadi seorang ksatria. Tapi sepertinya kau lupa untuk
mengajarkan mereka bagaimana caranya menjadi manusia. Kakek
Bisma! Semua orang segan kepadamu tapi kau sendiri tidak paham
betul dengan kedudukanmu! Kau telah dikalahkan oleh dirimu sendiri!
Raja Destrarasta! Beginikah penyambutan dari Hastinapura yang
sebenarnya?! Kalian semua para lelaki pasti sangat senang melihat
seorang perempuan dikepung oleh kaum kalian! Kalian pasti sangat
menikmati tontonan ini! Bahkan aku harus berdiri sendiri setelah
dianiaya oleh Dursasana! Sungguh tega sekali kalian! Hanya dapat
mematung ketika kalian melihat seorang wanita dianiaya di depan
mata dan kepala kalian sendiri!
Dengan geram Drupadi membalikkan meja permainan dadu.
Kemudian ia membalikkan badannya, hendak meninggalkan area
permainan dadu.
...
Drupadi: Tak usah merepotkan diri untuk membelaku. Karena
sedaritadi, akulah yang membela diriku sendiri. Dursasana,
lakukanlah apa yang diperintahkan oleh Kakakmu yang bodoh itu!
Dursasana: Tak kusangka ternyata kau seberani ini, Drupadi! dengan
senang hati aku akan melucuti pakaianmu!
Dursasana mendekati Drupadi kemudian ia memegang ujung kain
Drupadi. Para Kurawa tertawa dan menyemangati Dursasana yang
hendak menarik kain pakaiannya. Drupadi memejamkan matanya,
menempelkan kedua telapak tangannya dan mengambil posisi
berdoa. Seketika seluruh pemain yang berada di atas panggung
mematung.
Drupadi: Oh Dewata Penguasa Alam Semesta! Kepadamu,
kuserahkan segala keyakinanku! Aku percaya bahwa Engkaulah yang
paling mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di sini! Janganlah Kau
biarkan aku dipermalukan di antara para biadab ini! Engkaulah satu-
satunya pelindungku! Gowinda sahabatku, aku sangat berharap kau
berada di sini dan menyelamatkanku! Doakanlah belahan jiwamu ini di
manapun dirimu berada! Gowinda... Gowinda... Gowinda...
Para Kurawa kembali gaduh dan Dursasana mulai menarik kain
Drupadi. Drupadi masih dalam keadaan berdoa dan memejamkan
matanya. Suara musik gamelan mulai terdengar. Dengan sekuat
tenaga, Dursasana menarik kain Drupadi namun kain tersebut tidak
habis-habis dan bertambah panjang. Suara kegaduhan para Kurawa
perlahan menghilang. Kemudian para penari mulai memasuki
panggung dan Drupadi menari bersama-sama dengan mereka.
Drupadi menari dengan anggun dan musik gamelan semakin intens.
Para penari melucuti pakaian seluruh pria yang berada di sana tanpa
terkecuali kemudian mengumpulkannya di dekat Drupadi. Drupadi
kembali pada posisi berdoanya dan para penari keluar dari panggung.
Dursasana membeku dalam posisi menarik kain Drupadi. Suara musik
gamelan perlahan memelan, kemudian Sri Krishna memasuki area
permainan dadu.
4. Resolution
Drupadi: Sudah puaskah kalian tertawa para Kurawa? Seratus
Kurawa menertawakan seorang wanita yang sedang dilucuti
pakaiannya di hadapan mereka. Ingatlah hari di mana terakhir kali
kalian tertawa bersama-sama. Karena sebentar lagi, satu per satu dari
kalian akan binasa dan menyengsarakan orang tua, istri dan anak-
anak kalian. Aku bersumpah kalian akan merasakan akibat dari
perbuatan kalian ini!
Gandari: Cukup Drupadi! Aku mohon, maafkanlah mereka. Aku tidak
membenarkan perbuatan mereka tapi biar bagaimanapun juga,
mereka adalah anak-anakku! Tariklah sumpahmu, nak.
Drupadi: Tak’kan pernah kutarik perkataanku! Ini adalah sumpah dari
seorang wanita yang teraniaya dan terinjak-injak kehormatannya!
...
Duryudana: Aku akan mengembalikan segala milik Indraprasta tapi
dengan satu syarat. Kalian harus mengasingkan diri selama dua belas
tahun dan ditambah dengan satu tahun tidak boleh diketahui oleh
siapapun keberadaan kalian. Apabila dalam tahun terakhir ada yang
mengenali kalian, maka kalian harus mengulangi tiga belas tahun
pengasingan tersebut.
Yudhistira: Kami terima penawaranmu itu Duryudana. Sampai
bertemu tiga belas tahun lagi.
Arjuna: Dan ingatlah Duryudana! Tiga belas tahun lagi, kami akan
kembali dan menghancurkan Hastinapura! Sebaiknya kau bersiap-
siap menghadapi kematianmu sendiri!
Bhima: Aku akan menghabisimu Dursasana dan juga saudara-
saudaramu yang lainnya! Akan kuminum semua darah kalian!
Nakula: Tiga belas tahun bukanlah waktu yang lama bagi kami! Kami
akan kembali dengan kekuatan yang lebih besar!
Sadewa: Bersiap-siaplah Hastinapura! Aku memiliki perasaan kalau
hari ini adalah hari terakhir kalian bersama-sama!
Sengkuni: Musuh hanya memiliki satu hubungan, permusuhan dan
kebencian.
4.2. Pengaplikasian
4.2.1. Pengaplikasian terhadap Tiga Konsep Komunikasi
A. Komunikasi Satu Arah
Naskah drama pendek ini memiliki peran sebagai komunikasi satu
arah kepada pembacanya. Melalui naskah drama pendek ini, pembaca dapat
menafsirkan dan menginterpretasi maksud dan tujuan dari dialog-dialog di
dalamnya. Pembaca juga akan mendapatkan efek atau rangsangan dalam
bentuk peruasif kepada naskah drama tersebut. Di sini naskah drama
pendek “Drupadi – Wanita Api” bertindak sebagai who, menyampaikan
pesan mengenai hak dan kekuatan wanita sebagai says what, naskah
dengan dialog-dialog di dalamnya sebagai in which channel, pembaca
sebagai to whom, sehingga naskah drama pendek ini diharapkan dapat
mempersuasi wanita untuk dapat membela haknya dan menyadarkan pria
terhadap kesetaraan gender sebagai with what effect.
B. Komunikasi sebagai Interaksi
Pembaca dapat melakukan interaksi terhadap penulis maupun
pembaca lainnya untuk turut mendisuksikan naskah drama pendek ini.
Interaksi verbal maupun non verbal dapat menandakan bahwa pembaca
telah mengerti, menerima ataupun mengalami kendala dengan naskah
drama pendek yang ditulis oleh penulis. Kritik dan saran untuk penulis
ataupun diskusi dengan pembaca lainnya merupakan umpan balik yang
merupakan inti dari komunikasi sebagai interaksi.
C. Komunikasi sebagai Transaksi
Pembaca yang telah melalui proses penyandian balik (decoding)
ketika ia telah membaca atau menyandi (encoding) naskah drama pendek ini
atau mendapatkan pemahaman atas pesan dam dapat menarik kesimpulan,
maka komunikasi sebagai transaksi telah terjadi. Sehingga hal ini dapat
membuktikan bahwa naskah drama pendek dapat menjadi medium
komunikasi terhadap pembacanya. Khususnya apabila pembaca dapat
merasakan sisi feminisme yang ada pada karakter utama, Drupadi, maka
komunikasi sebagai transaksi dapat dinyatakan berhasil.
4.2.2. Pengaplikasian terhadap Komunikasi Antar Pribadi
Di dalam naskah drama pendek ini, terdapat dialog-dialog antar
karakter sehingga dapat menimbulkan komunikasi antar pribadi. Melalui
dialog-dialog yang terdapat di dalam naskah drama pendek ini, dapat
membuktikan bahwa penuturan kata maupun tingkah laku seseorang sangat
dipengaruhi oleh sekitarnya (self-looking glass). Seperti contohnya, Drupadi
yang angkat bicara dan membela dirinya karena telah dilecehkan dan tidak
ada yang membantunya. Begitu pun dengan tindakan yang diharapkan oleh
situasi yang ada (generalized others), seperti ketika Yudhistira diperingatkan
berkali-kali untuk sadar diri dan dapat melawan nafsunya ketika bermain
dadu.
4.3.3. Pengaplikasian terhadap Komunikasi Naratif
Sebelum menulis naskah drama pendek ini, penulis telah melakukan
beberapa penelitian khususnya terhadap adegan permainan dadu dalam
kisah Mahabharata melalui buku cerita, internet dan sinetron Mahabharata.
Sehingga penulis memiliki gambaran dan interpretasi sendiri khususnya
kepada karakter utama, Drupadi dan menuliskannya melalui dialog-dialog
yang ada dalam naskah drama pendek ini. Kemudian penulis melakukan
evaluasi terhadap penulisannya, khususnya gaya bahasa yang diinginkan
dan melakukan tahap editing akhir. Pada akhirnya, penulis meminta
pendapat, kritik dan saran kepada para pembacanya guna mendapatkan
umpan balik.
4.4.4. Pengaplikasian terhadap Komunikasi Teater
Penulis dapat diartikan sebagai seniman dan naskah drama pendek
yang dibuat merupakan karya seninya. Apabila naskah drama pendek ini
dipentaskan dihadapan para penonton yang sebagai apresiator, maka
komunikasi teater dapat terjadi.
4.4.5. Pengaplikasian terhadap Teori Feminisme dan Patriarki
Melalui naskah drama pendek ini, penulis menonjolkan sisi
feminisme yang ada dalam Drupadi, yaitu ketika ia angkat bicara setelah
dirinya dilecehkan. Drupadi merasa adanya dominasi yang berlebihan oleh
para pria yang berada di area permainan dadu dan ia tidak ingin dijadikan
sebagai bahan politik, demi kepentingan sepihak. Di samping itu, penulis
juga menonjolkan patriarki dalam naskah drama pendek ini, seperti
keputusan yang dibuat oleh para pria dan hanya untuk kepentingan mereka
saja, sehingga menimbulkan penindasan yang dapat merugikan, khususnya
kaum wanita.
BAB V
REKOMENDASI DAN IMPLIKASI
5.1. Rekomendasi
5.1.1. Rekomendasi untuk Akademis
Rekomendasi di bawah ini disediakan oleh penulis untuk akademisi
yang akan melakukan penelitian dalam proyek selanjutnya, khususnya bagi
para mahasiswa yang berada di jurusan Performing Arts Communication
maupun jurusan seni pertunjukan lainnya. Terutama dalam pembuatan
naskah drama pendek.
1. Proyek non skripsi ini dapat dijadikan sebagai bahan penelitian,
khususnya untuk pendalaman secara kualitatif dan menggunakan
semiotika sebagai landasan untuk memahami makna yang
terdapat dalam dialog-dialog yang ada dalam naskah drama
pendek ini.
2. Proyek non skripsi ini dapat dijadikan sebagai bahan penelitian
mengenai dunia seni pertunjukan yang tak hanya sebagai media
penghiburan, namun juga sebagai media yang informatif, edukatif
atau penyampaian pesan tertentu lainnya.
3. Proyek non skripsi ini dapat dijadikan sebagai bahan
pembelajaran untuk membuat naskah drama pendek yang
memiliki pesan dan makna tertentu yang ingin disampaikan,
berdasarkan langkah-langkah penelitian dan landasan teori yang
digunakan.
4. Proyek non skripsi ini dapat dijadikan sebagai dasar pengetahuan
khususnya untuk memahami lebih dalam prihal feminisme dan
patriarki yang dapat disalurkan melalui sebuah naskah drama
pendek.
5.1.2. Rekomendasi untuk Praktisi
1. Proyek non skripsi ini memuat langkah-langkah yang detail dan
kompleks dalam hal pembuatan naskah drama pendek yang
mencakup latar belakang, landasan teori, grafis penceritaan,
karakter, set dan dialog.
2. Proyek non skripsi ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk
menulis naskah drama pendek yang memiliki tema dan pesan
tertentu, khususnya feminisme dan patriarki.
5.1.3. Rekomendasi untuk Meningkatkan Proyek Non Skripsi
1. Penulis merekomendasikan kepada pembuat proyek non skripsi,
khususnya yang juga ingin membuat naskah drama pendek,
sebaiknya melakukan penelitian terlebih dahulu ke beberapa
tema sebelum dipilih salah satunya. Hal ini juga termasuk apakah
penulis naskah drama pendek memilih untuk membuat cerita
berdasarkan kisah nyata, legenda, cerita rakyat maupun fiksi.
2. Penulis merekomendasikan kepada pembuat naskah drama
pendek, untuk mengambil tema yang memiliki nilai lebih pada
pesan yang akan disampaikan, sehingga naskah drama pendek
tersebut tidak hanya sebagai media hiburan tapi juga informatif
dan edukatif.
3. Penulis merekomendasikan kepada pembuat naskah drama
pendek untuk juga memikirkan pengaturan jaman pada ceritanya,
sehingga tidak melenceng baik dalam karakter, busana, gaya
bahasa, tempat dan aksesoris lainnya.
4. Penulis merekomendasikan kepada pembuat naskah drama
pendek untuk turut membaca ataupun menonton pertunjukan,
sehingga dapat menambah wawasannya dalam membuat sebuah
cerita yang berkualitas.
5. Penulis merekomendasikan kepada pembuat naskah drama
pendek untuk meminta saran dan kritik kepada para ahli atau
orang lain guna memperbaiki cerita tanpa menghilangkan esensi
yang dimaksud.
5.2 Implikasi
Naskah drama pendek yang berjudul “Drupadi – Wanita Api” ini
mengambil tema feminisme berdasarkan dari tokoh fiksi Drupadi dalam
sebuah kisah akbar yang legendaris, berjudul Mahabharata. Feminisme di
era sekarang ini mulai bermunculan dan melakukan pergerakannya,
terutama dalam bidang politik yang didominasi oleh kaum pria. Melalui
penelitian dan pembelajaran cara membuat naskah drama pendek, maka
penulis menulis naskah drama pendek dengan memilih adegan permainan
dadu dalam kisah Mahabharata dan menyorot sisi feminisme yang ada
dalam diri Drupadi.
Jaman sudah mulai berkembang dan terdapat beberapa perubahan,
seperti salah satunya dalam bidang politik. Kini, di dalam dunia politik, para
wanita sudah memiliki posisi atau jabatan yang penting dan berpengaruh.
Meski dunia politik masih didominasi oleh kaum pria, hal ini tidak
menyurutkan semangat, kemampuan dan intelektual dari kaum wanita untuk
turut maju dan menyamai posisinya dengan kaum pria.
DAFTAR PUSTAKA Achmad, A. A. (2006). Mengenal Teater Tradisional di Indonesia. Jakarta:
Dewan Kesenian Jakarta. Anonim. (2008, 22 Agustus). From http://www.antaranews.com/berita/
113746/drupadi-pertemukan-dian-sastro-dan-nicholas-saputra, 15 Oktober 2014 pukul 22.00 WIB.
Budyatna M., & Leila Mona Ganiem. (2011). Teori Komunikasi Antarpribadi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Dimyati, I. S.(2010). Komunikasi Teater Indonesia. Bandung: Kelir. Harymawan, RMA. (1993, Februari 4). Dramaturgi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Littlejohn S. W., & Karen A. Foss. (2009). Teori Komunikasi (Theories Of
Human Communication). Jakarta: Salemba Humanika. Meiliana, S. (n.d). Perdebatan Mengenai Perempuan di Amerika Serikat.
Jakarta: Universitas Bina Nusantara Morissan. (2013). Teori Komunikasi Individu Hingga Massa. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group. Morissan. (2013). Teori Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia. Mulyana, D. (2014). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya. Nye, A. (2004). Feminism and Modern Philosophy. New York: Routledge Riantiarno, M. (2003). Menyentuh Teater Tanya Jawab Seputar Teater Kita.
Jakarta: MU: 3 Books. Sobur, A. (2014). Komunikasi Naratif (Paradigma, Analisis, Dan Aplikasi).
Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Surajah, W. (2012, Oktober 15). Testimoni Drupadi Menuntut Kesetaraan
Gender. From http://chic-id.com/testimoni-drupadi-menuntut kesetaraan-gender/, 15 Oktober 2014 pukul 20.00 WIB.
Tania, V. (2014, 25 April). From http://www.gatra.com/budaya-1/seni/51543
pulung-gelung-drupadi-pentas-25-26-april-di-tim.html, 15 Oktober 2014 pukul 21.00 WIB.
RIWAYAT HIDUP
Kevin Aksama adalah putra pertama dari pasangan
(Alm.) Herman Aksama dan Krisnawati Marimba, lahir
di Jakarta pada tanggal 20 Februari 1994. Kevin
merupakan lulusan dari SMA Santo Kristoforus 1,
sebelum pada akhirnya memutuskan untuk mengambil
jurusan Performing Arts Communication di Sekolah
Tinggi Ilmu Komunikasi – The London School of Public Relations Jakarta,
sebagai lulusan sarjana ilmu komunikasi. Di tempat perkuliahannya, Kevin
sempat aktif sebagai salah satu cast LSPR Teatro dan terlibat dalam
produksi Anything Goes (2012) dan Cabaret (2013). Di luar kampus, Kevin
juga sempat aktif sebagai penyanyi tenor di Vita Voxa Choir yang merupakan
paduan suara gereja paroki Santo Kristoforus selama kurang lebih lima tahun
dan beberapa kali pernah menjadi bagian panitia inti ketika konser diadakan.
Kini, Kevin aktif sebagai salah satu anggota tim pada festival film yang
mengangkat isu kemanusiaan dan terlibat sebagai Project Manager di Yuris
Laboratory milik salah satu sahabatnya, Yuris Aryanna, di mana sebelumnya
Kevin pernah magang di sana selama 6 bulan, sebagai syarat kelulusan dari
mata kuliah Internship in Communication.
ADEGAN 1
Drupadi bersama-sama dengan kelima Pandawa, para
prajurit, beserta dengan para dayang berjalan menuju
istana dari kerajaan Hastinapura. Setiap langkah mereka
diiringi oleh alunan gamelan dan para dayang menari untuk
membukakan jalan bagi Drupadi dan kelima Pandawa. Di
depan pintu istana, berdiri Raja Destrarasta, Ratu
Gandari, Bisma Yang Agung, disertai dengan para prajurit
dan para dayang. Drupadi memberikan sebuah persembahan
yang berisikan berbagai macam bunga dan buah-buahan
kepada Ratu Gandari. Setelah ia menerimanya, Ratu Gandari
menyerahkan persembahan tersebut kepada salah satu
dayangnya. Yudhistira memberikan sebuah persembahan yang
berisikan batu-batuan mulia dan beberapa kepingan emas
kepada Raja Destrarasta. Setelah ia menerimanya, Raja
Destrarasta menyerahkan persembahannya kepada salah satu
dayangnya. Bisma Yang Agung mengambil bejana yang
berisikan air dan kelopak-kelopak bunga dari salah satu
dayangnya dan memerciki Drupadi beserta kelima Pandawa.
Seorang dayang yang membawa bejana berisikan beras
berdiri di samping Raja Destrarasta dan seorang dayang
yang membawa bejana berisikan kelopak-kelopak bunga
berdiri di samping Ratu Gandari.
Bisma: [Membuka kedua tangannya lebar-lebar seperti ingin
memeluk rombongan kerajaan Indraprasta dan tersenyum
dengan lebar, namun tetap berwibawa]. Diberkatilah kalian
yang dengan rendah hati, bersedia untuk mengunjungi
kerajaan Hastinapura yang sederhana ini! Yudhistira yang
bijaksana, kini telah diangkat menjadi Rajasuya. Arjuna
yang ahli dalam memainkan senjata. Bhima sang panglima
perang namun lembut hatinya. Nakula dan Sadewa, kembar
yang tampan, pecinta seni dan ahli dalam pengobatan. Dan
kepada Drupadi, wanita yang sangat kakek kagumi atas
kecantikan dan kewelas-asihannya. Selamat datang! Semoga
Hastinapura berkenan di hati kalian dan menjadi rumah
kalian sendiri.
Destrarasta: [Memerciki rombongan kerajaan Indraprasta
dengan beras, kemudian membuka kedua tangannya lebar-
lebar sambil menghela nafas panjang]. Semoga damai selalu
menyertai kerajaan Hastinapura dan kerajaan Indraprasta!
Ketahuilah, bahwa kalian akan selalu diterima di sini!
Gandari: [Memerciki rombongan kerajaan Indraprasta dengan
kelopak-kelopak bunga, kemudian menutup telapak tangannya
dan meletakannya di atas dadanya, sambil tersenyum].
Ijinkan aku mewakili putra-putraku untuk menyambut
kalian. Sebuah kehormatan bagi kami untuk didatangi oleh
saudara-saudara yang sangat kami cintai.
Yudhistira: [Tersenyum lebar, kemudian membungkuk untuk
memberi hormat]. Terima kasih atas sambutannya yang
begitu istimewa. Ijinkan kami untuk bersinggah di
kerajaan Hastinapura yang juga merupakan contoh bagi
perkembangan kerajaan Indraprasta. Diberkatilah kita
semua oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan keharmonisan dari
alam semesta!
Raja Destrarasta, Ratu Gandari dan Bisma Yang Agung
memasuki pintu istana terlebih dahulu dan disusul oleh
Drupadi, beserta kelima Pandawa. Setelah mereka masuk,
para prajurit dan para dayang dari kedua kerajaan
ADEGAN 2
Dalam keadaan panggung yang masih gelap total, terdengar
dialog antara Bisma Yang Agung, kelima Pandawa dan para
Kurawa.
Bisma Yang Agung: [Berbicara dengan tenang dan pernuh
wibawa]. Demi keadilan dan kenyamanan bagi kita semua,
maka aku menyatakan untuk tidak ada perempuan di arena
perjudian ini! Oleh karena itu, dengan hormat kepada Ratu
Gandari, Dewi Kunti dan Drupadi, dipersilahkan untuk
meninggalkan tempat ini yang sebentar lagi akan ternoda.
Tidaklah pantas bagi para wanita yang terhormat seperti
kalian berada di sini.
Duryudana: [Berbicara dengan lantang]. Kakek! Aku
memiliki satu permintaan sebelum permainan dimulai. Aku
ingin Paman Sengkuni mewakiliku untuk melemparkan kedua
dadu ini.
Arjuna: [Penuh amarah]. Permainan bahkan belum dimulai
tapi kau sudah berniat melakukan sebuah kecurangan!
Duryudana: [Berbicara dengan tenang]. Arjuna, sekarang
kau mudah terbakar amarah seperti saudaramu, Bhima.
Katakan padaku apa yang kau sebut dengan kecurangan itu?
Kedua dadu yang kita gunakan sama. Yang berbeda hanyalah
tangan yang melemparkannya.
Bhima: [Berbicara dengan nada menantang]. Kalau begitu,
biar aku yang mewakili kakakku, Yudhistira untuk
melemparkan kedua dadunya! Supaya aku bisa melemparkannya
ke wajahmu yang bodoh itu dan melukainya!
Sengkuni: [Berbicara dengan tenang namun terdengar
picik]. Bisma Yang Agung, maafkan diriku yang terbilang
lancang ini. Tapi aku rasa sebaiknya kita bisa tanyakan
kepada Yudhistira. Apakah ia setuju bila tangan
keponakanku digantikan dengan tanganku ini untuk
melemparkan dadunya? Atau ia juga ingin ada seseorang
yang mewakili tangannya? Bagaimana Rajasuya?
Yudhistira: [Berbicara dengan tenang dan berwibawa].
Permainan dadu memang tak bisa dijauhkan dengan kata
perjudian, karena ada hal yang harus dikorbankan untuk
mencapai kemenangan. Namun permainan dadu ini juga tak
bisa dijauhkan dengan keberuntungan. Dalam hal ini, aku
percaya tidak ada tangan yang lebih beruntung dan sebagai
raja, akulah yang akan mempertanggungjawabkan segala
kerugian yang akan kuperbuat nantinya. Sehingga tidak ada
yang perlu disalahkan selain diriku.
Nakula: [Berbicara dengan tempo tergesa-gesa]. Tapi Kak!
Kita semua tahu kalau Paman Sengkuni ini sangat licik dan
ia sangat ahli dalam permainan dadu!
Sadewa: [Berbicara dengan tempo tergesa-gesa]. Iya Kak!
Ia memiliki kekuatan magis dalam kedua tangannya itu yang
dapat membuatnya selalu menang!
Duryudana: [Berbicara dengan lantang]. Nakula! Sadewa!
Tidakkah kalian dengar perkataan Kakak kalian? Apakah
kalian ingin membantah dan melawan raja kalian sendiri?
Sengkuni: [Berbicara dengan tenang dan picik]. Seperti
yang apa Raja Yudhistira katakan, bahwa permainan dadu
ini membutuhkan keberuntungan dan tidak ada tangan yang
lebih beruntung. Berarti, Raja Yudhistira tidak keberatan
jika aku yang melemparkan dadu mewakili Duryudana.
Bagaimana Bisma Yang Agung?
Bisma: [Menghela napas, kemudian berbicara dengan
tenang]. Baiklah, jikalau Yudhistira tidak keberatan
dengan kebijakan ini. Maka biarlah permainan dadu ini
berjalan seperti yang telah kalian sepakati.
Duryudana: [Berbicara dengan lantang]. Dan satu hal lagi,
Kakek! Kedua pemain berhak menyerahkan apapun dari
kerajaannya. Baik itu benda mati, maupun benda hidup.
Tidak ada yang boleh melarangnya, kecuali ia telah
menyatakan dirinya kalah dari permainan dadu ini!
Arjuna: [Berbicara dengan nada amarah]. Bukankah ini
hanyalah permainan dadu belaka? Kami datang ke sini untuk
bermain! Bukannya memertaruhkan kerajaan kami!
Sengkuni: [Berbicara dengan tenang dan picik]. Bisma Yang
Agung, sekali lagi maafkanlah diriku yang lancang ini.
Mungkin kita bisa tanyakan kembali kepada Raja
Yudhistira?
Yudhistira: [Berbicara dengan tenang]. Tenang Arjuna. Aku
terima pertaruhan yang dimaksud dalam permainan dadu ini.
Bisma: [Menghela nafas, kemudian berbicara dengan
tenang]. Semoga kau dalam keadaan sadar dan sehat
walafiat ketika menerima pertaruhan yang ditawarkan ini.
Yudhistira: [Terdiam sejenak, kemudian berbicara dengan
tenang]. Iya, Kakek. Aku benar-benar sadar dan sehat
walfiat.
Para Kurawa tertawa terbahak-bahak mendengar pernyataan
dari Yudhistira. Lampu panggung perlahan menyala dan
terlihat Duryudana dan Paman Sengkuni duduk bersebelahan
berhadapan dengan Yudhistira yang duduk sendiri. Diantara
mereka terdapat papan permainan dadu yang besar.
Yudhistira memegang kedua buah dadu ditangan kanannya. Di
belakang Duryudana dan Paman Sengkuni, berdiri para
Kurawa. Sedangkan di belakang Yudhistira, berdiri Arjuna,
Bhima, Nakula dan Sadewa. Di antara mereka, berhadapan
dengan meja permainan dadu, Raja Destrarasta duduk di
singgahsananya ditemani oleh Bisma Yang Agung, Guru Drona
dan Widura.
Duryudana: Saudaraku, apa yang akan pertama kali kau
pertaruhkan?
Yudhistira: Adalah sebuah kesalahan bila aku
memertaruhkan hewan ternakku, karena melalui hewan ternak
aku bisa mendapatkan kembali emasku. Oleh karena itu, aku
memertaruhkan emas dan batu mulia dari kerajaanku.
Sengkuni: Bijak sekali, pilihanmu. Kami juga memutuskan
untuk memertaruhkan emas dan batu mulia Hastinapura. Mari
kita lihat apakah keberuntungan ada dipihakmu?
Kedua pengawal masing-masing dari kerajaan Hastinapura
dan Indraprasta, maju ke area permainan dadu sambil
membawa mangkuk logam besar yang berisikan emas dan batu-
batuan yang berkilauan. Yudhistira melemparkan dadunya.
Ia tersenyum lega melihat hasil lemparannya.
Sengkuni: [Menyelak]. Jangan senang dulu, Raja
Yudhistira. Ini baru awal permainan. Lagipula, sekarang
giliranku. Mari kita lihat, siapa yang jumlah angka
dadunya lebih besar.
Sengkuni mengambil kedua dadu di atas meja permainan,
lalu mengusap dadu-dadu tersebut dikedua tangannya.
Sebelum ia melempar dadu-dadu itu, ia mencium kedua
tangannya yang terkepal, kemudian ia melemparkannya ke
atas meja permainan. Ia tersenyum dengan lebar melihat
hasilnya.
Sengkuni: Maafkan aku, Raja Yudhistira. Tapi sepertinya,
emas dan batu mulia Indraprasta kini menjadi milik kami.
Duryudana dan para Kurawa tertawa terbahak-bahak.
Pengawal dari kerajaan Indraprasta menyerahkan bejana
logam beserta isinya kepada pengawal dari kerajaan
Hastinapura. Kemudian kembali ke tempatnya masing-masing.
Sengkuni: Karena dadu hamba jumlah angkanya lebih besar,
maka sekarang giliran hamba yang melemparkannya lebih
dulu. Duryudana, apa yang ingin kau pertaruhkan kali ini?
Duryudana: Aku ingin memertaruhkan seluruh hewan
ternakku.
Bhima: [Menyelak]. Bahkan hewan ternakmu tidak bisa
mengenyangkan aku karena mereka terlalu kurus! [Kemudian
tertawa].
Para Pandawa ikut tertawa mendengar ejekan Bhima.
Yudhistira: Aku juga akan memertaruhkan seluruh hewan
ternakku. Masih lebih baik kami masih berpakaian,
sehingga kami bisa diterima dan dapat bekerja untuk
mendapatkan emas. Sehingga kami bisa kembali memiliki
hewan ternak.
Sengkuni: Baiklah, kalau begitu.
Kedua pengawal masing-masing dari kerajaan Hastinapura
dan Indraprasta maju ke area permainan dadu, berdiri di
sebelah pihaknya masing-masing, sembari membawa patung
lembu sebagai lambang hewan-hewan ternak milik kerajaan.
Sengkuni kembali mencium kedua tangannya yang terkepal
dan melemparkan kedua dadu itu. Ia kembali tersenyum
lebar.
Sengkuni: Kedua dadu itu memberikan jumlah angka yang
sempurna. Jika Raja Yudhistira dapat memberikan jumlah
angka yang sama, maka tidak akan ada satupun hewan ternak
yang akan dipertaruhkan dari kedua belah pihak.
Yudhistira mengambil kedua dadu di atas meja permainan
kemudian melemparkannya kembali. Ia menghela napas
panjang.
Duryudana: Bhima! Sepertinya kau yang akan menjadi kurus,
karena hewan ternak kalian menjadi milik kami!
Duryudana dan para Kurawa tertawa terbahak-bahak.
Pengawal dari kerajaan Indraprasta memberikan patung
lembunya kepada pengawal dari kerajaan Hastinapura,
kemudian kembali ke tempatnya masing-masing.
Sengkuni: [Dengan nada mencemooh]. Sayang sekali, Raja
Yudhistira. Bagaimanapun juga permainan tetap harus
dilanjutkan. Sekali lagi dadu akan dilemparkan pertama
kali oleh diriku. Duryudana, apa yang kali ini ingin
engkau pertaruhkan?
Duryudana: Aku ingin memertaruhkan seluruh pakaian milik
Hastinapura serta bahan-bahannya yang terbuat dari sutera
dan benang emas. Akan sangat memalukan sekali bagi kita
yang tidak berpakaian. Tidak akan ada yang mau
memerkerjakan kita untuk mendapatkan kembali hewan ternak
dan emas.
Sengkuni: Apakah Raja Yudhistira setuju?
Yudhistira: Pakaian yang dilepaskan, bukan berarti kita
telanjang. Tapi hal ini juga dapat melambangkan
sumbangsih dari apa yang terakhir kali dapat kita berikan
kepada mereka yang membutuhkan. Oleh karena itu, aku juga
memertaruhkan seluruh pakaian milik Indraprasta serta
bahan-bahannya.
Sengkuni: Memang tidak dapat diragukan lagi kebijakan
dari seorang Rajasuya.
Kedua pengawal masing-masing dari kerajaan Hastinapura
dan Indraprasta memasuki area permainan dadu sambil
membawa bejana logam dan berdiri di sebelah pihaknya
masing-masing. Sengkuni tersenyum licik. Ia mengambil
kedua dadu tersebut dan kembali mencium kedua tangannya
yang terkepal, kemudian melemparkan kedua dadu ke atas
meja permainan. Duryudana melihat jumlah kedua dadu dan
kemudian tertawa terbahak-bahak memancing tawa para
Kurawa lainnya.
Sengkuni: Keponakanku, Raja Yudhistira bahkan belum
melemparkan bagiannya. Bersikaplah santun seperti
layaknya pangeran. Maaf Raja Yudhistira. Sama seperti
sebelumnya, jika Raja Yudhistira bisa memberikan jumlah
angka yang sempurna sama seperti jumlah angka pada dadu
yang kulemparkan ini, maka pertaruhan akan dibatalkan.
Yudhistira mengambil kedua dadu dari atas meja permainan.
Ia terhening sejenak sebelum akhirnya ia melemparkan
kembali kedua dadu tersebut. Yudhistira kembali menghela
napasnya. Duryudana dan para Kurawa tertawa lebih keras
dari yang sebelumnya. Yudhistira berdiri dari bangkunya,
kemudian pengawal dari kerajaan Indraprasta melepaskan
satu per satu pakaian dan perhiasan yang menempel di
tubuh Yudhistira, kemudian memasukannya ke dalam bejana
logam. Yang tersisa dari Yudhistira hanyalah mahkota dan
kain terakhir yang menutupi auratnya. Pengawal dari
kerajaan Indraprasta memberikan bejana logam yang
berisikan pakaian dan perhiasan dari Yudhistira kepada
pengawal dari kerajaan Hastinapura, kemudian kembali ke
tempatnya masing-masing.
Sengkuni: Tampaknya Raja Yudhistira sudah tidak memiliki
harta maupun benda yang dapat dipertaruhkan. Tapi dengan
hormat, Raja Yudhistira masih diperkenankan untuk
melanjutkan permainan bersama-sama dengan kita.
Widura yang telah gelisah semenjak melihat Yudhistira
menanggalkan pakaian dan perhiasannya, akhirnya menyelak
perbincangan Sengkuni.
Widura: Raja Yudhistira yang terhormat! Ingatlah, untuk
tidak terbawa arus nafsu! Berhentilah bermain jikalau
memang sudah cukup waktunya untuk bermain!
Duryudana: [Mencemooh]. Paman Widura, apakah pantas bagi
seorang ksatria menyerah begitu saja? Bila dalam
permainan dadu saja seorang ksatria menyatakan mundur,
bagaimana dengan perang yang sesungguhnya?
Widura: [Berbicara dengan lantang]. Setiap orang tahu,
bahwa permainan dadu adalah pangkal dari sebuah tindak
kejahata! Namun bagaimanapun juga aku tak punya kuasa
atas dirimu. Bukan aku yang menghadapi Duryudana atau
Sengkuni, melainkan dirimu! [Dengan nada pasrah]. Oleh
karena itu, terserah padamu, Raja Yudhistira. Lakukanlah
apa yang menurutmu benar. Namun kebenaran belum tentu
mencerminkan kebaikan dan aku ingin kau tahu, bahwa aku
telah memperingatkan hal ini.
Yudhistira: Terima kasih, Paman Widura. Namun benar apa
yang dikatakan oleh Duryudana. Sebagai ksatria, aku tidak
akan menyerah begitu saja dan tidak akan membohongi diri
sendiri. Mari kita lanjutkan permainan ini.
Sengkuni: Kau memang seorang ksatria sejati, Raja
Yudhistira. Untuk kesekian kalinya, aku yang akan pertama
kali melemparkan kedua dadu ini. Duryudana, kali ini apa
yang ingin kau pertaruhkan?
Duryudana: Aku ingin salah satu dari para saudaraku,
untuk maju sebagai barang pertaruhanku!
Arjuna: [Menyelak]. Kau memang manusia bodoh, Dursasana!
Bahkan saudaramu sendiri ingin kau jadikan barang
pertaruhan!
Salah seorang Kurawa maju ke depan dan berdiri di samping
Duryudana.
Duryudana: [Tersenyum lebar]. Hebat sekali adikku,
Wikarna. Aku yakin ia tidak takut karena selama ini aku
terus menang. Sekarang giliranmu, Yudhistira!
Yudhistira: Aku memilih adikku yang tampan dan ahli dalam
pengobatan, Nakula.
Nakula melihat ke saudara-saudaranya. Sadewa menepuk
pundak Nakula. Kemudian Nakula maju ke depan dan berdiri
di samping Yudhistira.
Sengkuni: Baiklah, aku harap Raja Yudhistira tidak
menyesali pilihannya. Karena jika Raja Yudhistira kalah,
maka Nakula akan menjadi budak Duryudana. Dan jenis
pertaruhan ini berlaku bagi orang-orang lainnya yang akan
dipertaruhkan.
Yudhistira: Setuju.
Sengkuni mengambil kedua dadu dan kembali menciumi kedua
tangannya yang terkepal, kemudian melemparkannya.
Sengkuni: Bukan jumlah angka yang sempurna tapi jumlahnya
cukup besar. Jadi Raja Yudhistira memiliki peluang yang
lebih besar untuk menyelamatkan Pangeran Nakula.
Yudhistira tersenyum kecil, lalu mengambil kedua dadu
tersebut. Ia melihat Nakula sambil tersenyum lalu
melemparkan kedua dadu ke atas meja permainan. Wajah
Yudhistira seketika berubah menjadi kecut. Duryudana
tertawa terbahak-bahak.
Duryudana: [Mencemooh]. Sayang sekali Nakula! Bahkan
Kakakmu tidak bisa menyelamatkan dirimu! Tanggalkan semua
yang ada pada dirimu dan berlututlah di sampingku.
Nakula melepaskan mahkotanya kemudian melepaskan pakaian
dan perhiasannya. Ia melihat Yudhistira, namun Yudhistira
tidak membalas tatapan Nakula. Kemudian ia berlutut di
samping Duryudana. Para Kurawa menertawakan Nakula.
Duryudana: Wikarna, apakah kau masih ingin berdiri di
sampingku atau kau ingin aku gantikan dengan saudara kita
yang lainnya?
Wikarna: [Tegas]. Ijinkan aku untuk tetap menjadi
pertaruhanmu, Kakak!
Duryudana: [Tertawa]. Kau memang seorang Kurawa! Kali ini
siapa yang ingin kau pertaruhkan, Yudhistira?
Yudhistira: Aku akan memertaruhkan adikku yang seorang
pecinta seni dan memiliki insting yang kuat, Sadewa.
Sadewa menghela napasnya sebelum maju ke depan dan
berdiri di samping Yudhistira. Tanpa berlama-lama,
Sengkuni mengambil kedua dadu dari atas meja permainan,
mencium kedua tangannya yang terkepal dan melemparkannya
kembali. Yudhistira segera mengambil kedua dadu tersebut
dan melemparkannya kembali ke atas meja permainan.
Duryudana tertawa terbahak-bahak.
Duryudana: Kemarilah Sadewa! Berlututlah di sebelah
adikmu!
Duryudana dan para Kurawa tertawa terbahak-bahak. Sadewa
menepuk bahu Yudhistira, kemudian melepaskan mahkota,
perhiasan dan pakaiannya dan berlutut di sebelah Nakula.
Sengkuni: [Mencemooh]. Sepertinya Raja Yudhistira tidak
akan tega memertaruhkan kedua saudara yang lainnya karena
kalian bertiga terlahir dari satu ibu.
Yudhistira: [Dengan nada lantang]. Janganlah Paman
Sengkuni mencoba untuk memecah belah kami! Kami berlima
adalah putra-putra Pandu dan sama-sama dibesarkan,
dididik dan diberi makan oleh Ibu Kunti. Kali ini aku
akan memertaruhkan adikku yang kuat dan seorang panglima
perang, Bhima.
Bhima maju ke depan dan berdiri di samping Yudhistira. Ia
menatap tajam Duryudana sehingga membuat Duryudana
melengos.
Duryudana: Wikarna, kembalilah ke tempatmu. Aku memiliki
taruhan yang lebih seimbang kali ini. Karna, sahabatku.
Majulah!
Karna yang berdiri di antara para Kurawa maju ke depan
dan bediri di samping Duryudana.
Bhima: [Mencemooh]. Karna seorang anak kusir? Ia bahkan
tidak sebanding denganku!
Duryudana: Karna adalah seorang Raja Angga! Ia juga
merupakan murid terbaik yang pernah dilatih oleh Guru
Drona! Bukankah begitu Guru Drona?
Guru Drona tidak menjawab. Ia hanya mengangguk pelan.
Karna: [Dengan nada lantang]. Tidak usahlah kau banyak
berbicara, Bhima! Mari kita lihat, siapakah yang akan
menjadi budak nantinya?!
Sengkuni tertawa pelan. Ia mengambil kedua dadu tersebut
di atas meja permainan, mencium kedua tangannya yang
terkepal kemudian melemparkannya kembali. Yudhistira
bergegas mengambil kedua dadu dari atas meja permainan
dan melemparkannya kembali.
Duryudana: Saat yang sangat tepat bagimu untuk diam,
Bhima! Lepaskan mahkotamu dan berlututlah di samping
adik-adikmu! [Tertawa]
Bhima: [Mencemooh]. Baiklah Pangeran Duryudana yang
bodoh.
Bhima memberikan hormat kepada Duryudana, sehingga
memancing tawa dari Pandawa kecuali Yudhistira. Bhima
melepaskan mahkota, perhiaan dan pakaiannnya dan berlutut
di samping adik-adiknya. Yudhistira mengepalkan tangannya
kuat-kuat.
Bhima: Apa yang bisa hamba lakukan, Pangeran Duryudana?
Menyuapi Pangeran, karena selama ini cara makan Pangeran
masih berantakan, layaknya balita raksasa? [Tertawa].
Duryudana: [Kesal]. Untuk sekarang ini yang bisa kau
lakukan hanyalah diam, Bhima! Sebelum kau kusuruh makan
sisa makananku!
Sengkuni: Mari kita lanjutkan permainan dadu ini!
Duryudana: Aku tetap mempertahankan Karna sebagai
pertaruhanku!
Yudhistira: [Menghela napas]. Sepertinya aku tidak
memiliki pilihan lain, selain adikku Arjuna, yang ahli
dalam memainkan senjata.
Karna: [Mencemooh]. Arjuna, seorang yang ahli menyamar
dan menggoda seorang wanita, sehingga wanita tersebut
bersedia bertekuk lutut di hadapannya.
Arjuna: Jaga mulutmu itu, Raja Angga!
Arjuna maju ke depan dan berdiri di samping Yudhistira.
Sengkuni mengambil kedua dadu dari atas meja permainan,
kemudian mencium kedua tangannya yang terkepal dan
melemparkannya kembali. Ia tersenyum lebar.
Sengkuni: Silahkan, Raja Yudhistira. Semoga
keburuntunganmu dapat menyamai jumlah angka daduku yang
sempurna ini.
Yudhistira mengambil kedua dadu tersebut. Sebelum ia
melemparkannya kembali, ia menghela napas panjang.
Duryudana: Arjuna, kau memang ahli dalam memainkan
senjata. Tetapi sepertinya kakakmu, Yudhistira, tidak
ahli dalam memainkan dadu! [Tertawa]. Lepaskan mahkotamu
dan berlututlah di samping adik-adikmu!
Arjuna melepaskan mahkota, perhiasan dan pakaiannya dan
kemudian berlutut di samping adik-adiknya. Yudhistira
mulai menitikkan air mata.
Sengkuni: Sepertinya kali ini Raja Yudhistira akan
memertaruhkan dirinya sendiri.
Yudhistira: Ya, kali ini aku akan memertaruhkan diriku.
Duryudana: Sungguh sigap sekali. Kalau begitu, aku juga
akan memertaruhkan diriku sendiri! Karna, kembalilah ke
tempatmu.
Sengkuni: Apabila Duryudana kalah, maka ia akan menjadi
budakmu dan kamu memiliki hak untuk membebaskan adik-
adikmu. Namun jika Raja Yudhistira kalah, maka seluruh
kerajaan Indraprasta akan tunduk kepada Hastinapura,
khususnya kepada Duryudana. Bagaimana?
Yudhistira: [Mengangguk]. Aku setuju.
Sengkuni mengambil kedua dadu dari atas meja permainan,
kemudian mencium kedua tangannya yang terkepal kemudian
melemparkannya kembali.
Sengkuni: Raja Yudhistira, sepertinya keburuntungan akan
berpihak padamu. Daduku hanya memberikan jumlah angka
tiga!
Yudhistira: Semoga demikian, Paman Sengkuni.
Yudhistira mengambil kedua dadu tersebut, memejamkan
matanya sejenak, kemudian melemparkannya kembali. Matanya
terbelalak melihat hasil kedua dadu tersebut.
Duryudana: [Mencemooh]. Dengan sukses dirimu
mempermalukan dirimu sendiri! Bahkan keberuntungan pun
tak sudi berada di pihakmu! Lepaskan mahkotamu
Yudhistira. Tetapi janganlah terburu-buru, karena
sesungguhnya kau belum kalah total! Kau masih memiliki
barang pertaruhan yang lainnya!
Yudhistira: [Melepaskan mahkotanya]. Apa maksudmu?
Sengkuni: [Menyelak]. Raja Yudhistira, bukankah dirimu
masih memiliki Drupadi? Mengapa tidak kau jadikan dirinya
sebagai barang pertaruhan?
Wikarna bergegas maju dari antara Kurawa. Napasnya tidak
beraturan.
Wikarna: [Gugup]. Aku memang bukan siapa-siapa tapi aku
rasa aku memiliki hak untuk membicarakan hal ini! Mengapa
Kakak Duryudana dan Paman Sengkuni menganjurkan Raja
Yudhistira untuk memertaruhkan Drupadi? Bukankah sudah
dikatakan sejak awal untuk tidak ada satu pun wanita yang
terlibat dalam permainan ini? Sebagai pemain, sebaiknya
kita tidak mengajurkan ataupun meminta barang pertaruhan
dari lawan!
Karna: [Menyelak dan berbicara dengan lantang]. Wikarna!
Kau ini memang bukan siapa-siapa! Lihatlah dirimu! Kau
berbicara layaknya seorang yang lebih tua dari antara
kita semua yang berada di sini! Bukankah dirimu tadi
menganjurkan diri sebagai barang pertaruhan dan terlibat
dalam permainan dadu ini? Kau seperti burung yang merusak
sarangnya sendiri! Melukai keluarga yang membesarkan
dirimu dengan kelancanganmu! Yudhistira berada di sini
untuk memertaruhkan segala miliknya, termasuk Drupadi!
Widura: [Tergesa-gesa]. Yudhistira! Janganlah kau tega
memakan orang yang telah memberikan seluruh hidupnya
padamu! Kau pasti sudah sadar bahwa dirimu telah tertipu
oleh Duryudana dan Sengkuni! Jangan sampai engkau menipu
dirimu sendiri! Kukatakan sekarang, jika kau
memertaruhkan Drupadi, maka kau akan memulai sebuah
kekacauan yang besar!
Drona: [Dengan nada lantang]. Yudhistira! Seorang ksatria
memang memegang teguh prinsip dan perkataannya. Tetapi
bukan berarti ia tidak mendengarkan isi hatinya!
Janganlah kau terbunuh oleh pedangmu sendiri!
Duryudana: [Menyelak]. Kalian boleh mengatakan apa saja.
Tetapi semua itu berada di tangan Yudhistira. Ia yang
punya andil sepenuhnya sebagai pemain. Namun jikalau
Yudhistira tidak meneruskan permainan ini, berarti ia
menghina undangan dan perjamuan dari Hastinapura kepada
Indraprasta. Bukankah begitu, Kakek?
Drona: [Dengan nada lantang]. Janganlah engkau mencari
perlindungan dari kakekmu! Jikalau kau memang ingin
menjadi seorang raja, belajarlah untuk melindungi dirimu
sendiri! Bahkan sekarang pun kau masih disuapi oleh
Sengkuni! Seharusnya kau malu, Duryudana!
Sengkuni: [Menyelak]. Kalian banyak berbicara, sehingga
Raja Yudhistira tidak memiliki kesempatan untuk menjawab
penawaran kami. Lagipula, kami tidak menawarkan
pertaruhan. Kami hanya mengingatkan bahwa Raja Yudhistira
masih memiliki Drupadi. Mengapa tidak ia pertaruhkan juga
Drupadi dalam permainan ini? Bukankah seorang ksatria
akan bertarung sampai titik darah penghabisan?
Yudhistira: [Terdiam sejenak, air matanya mulai
mengalir]. Aku akan memertaruhkan Drupadi.
Duryudana: [Tersenyum lebar]. Kalau begitu, aku tetap
memertaruhkan diriku! Kita gunakan persyaratan yang sama.
Jika kau menang, maka aku akan menjadi budakmu dan adik-
adikmu beserta kerajaanmu akan kukembalikan. Jika kau
kalah, maka kau tahu sendiri akibatnya. [Tertawa
terbahak-bahak].
Yudhistira hanya mengangguk pasrah. Sengkuni kembali
mengambil kedua dadu dari atas meja permainan, kemudian
mencium kedua tangannya yang terkepal dan melemparkannya
kembali.
Sengkuni: Jumlah angka yang sempurna, Raja Yudhistira.
Jika kamu bisa memberikan jumlah angka yang sempurna
juga, maka Drupadi tidak akan pernah menjadi budak
Duryudana.
Yudhistira: [Menghela napas]. Jika aku bisa memberikan
angka yang sempurna, maka permainan juga akan dihentikan.
Cukup sampai di sini saja.
Sengkuni: Kami sangat setuju sekali, Raja Yudhistira!
Yudhistira mengambil kedua dadu tersebut, kemudian ia
melemparkannya ke atas meja permainan. Air matanya tak
dapat terbendung lagi. Duryudana dan para Kurawa tertawa
terbahak-bahak.
Duryudana: [Dengan nada lantang]. Pengawal, bawalah
Drupadi ke sini!
Salah satu pengawal istana yang berdiri di belakang
Kurawa berlari meninggalkan ruangan. Tak beberapa lama,
ia kembali seorang diri.
Pengawal: [Gugup]. Maafkan hamba, Pangeran Duryudana.
Ratu Drupadi tidak ingin datang ke sini.
Duryudana: [Marah]. Dasar perempuan sombong! Hei,
Dursasana! Aku rasa kau dengan senang hati akan membuat
Drupadi datang ke tempat ini!
Dursasana maju dari antara Kurawa.
Dursasana: [Tersenyum lebar]. Tentu saja, Duryudana! Aku
akan membawa perempuan itu ke sini!
Bhima: [Menyelak]. Jangan macam-macam kau Dursasana! Atau
akan aku pecahkan kepalamu sekarang juga!
Bhima hendak berdiri namun ditahan oleh Arjuna.
Dursasana: Tenang saja, Bhima! Istrimu akan kubawa dalam
keadaan utuh! [Tertawa].
Dursasana meninggalkan area permainan dadu.
Duryudana: Yudhistira, berlututlah di sebelah adik-
adikmu! Kau adalah budakku sekarang! Dan aku tak sabar
untuk memiliki Drupadi sebagai budak baruku! [Tertawa].
Lampu panggung perlahan menggelap.
ADEGAN 3
Drupadi berdiri di dalam kamar yang menjadi tempat
penantiannya. Meski ia berdiri dengan tegap dan anggun,
namun kegelisahan dalam dirinya sangat terlihat. Perlahan
lampu panggung menyorot dirinya dan panggung berubah
warna menjadi merah.
Drupadi:
Aku adalah Drupadi
Putri dari Raja Drupada
Lahir dari api
Aku adalah Drupadi
Dilahirkan untuk sebuah peperangan
Namun tetap memiliki rasa welas asih
Aku adalah Drupadi
Istri dari lima putra Pandu
Dipanggil oleh mereka sebagai Panchali
Aku adalah Drupadi
Tahu kapan harus menjadi seorang istri
Tahu kapan harus membela diri sendiri
Yudhistira!
Arjuna!
Bima!
Nakula!
Sadewa!
Mengapa?
Mengapa kalian hanya bisa diam dan menatap?
Mengapa?
Mengapa kalian tak sedikitpun bergerak?
Mengapa?
Mengapa kalian mengijinkan mereka menodaiku?
Aku adalah Drupadi
Lahir dari api
Tahu kapan harus membela diri
Drupadi berdiri mematung kemudian menari dan diiringi
dengan musik gamelan. Ia menari dengan indah namun dengan
kepedihan yang mendalam. Panggung masih dalam keadaan
merah dan lampu sorot perlahan padam, kemudian panggung
gelap total. Tak beberapa lama, lampu panggung kembali
menyala. Latar pada panggung menggambarkan ruang tunggu
Drupadi. Di sana terdapat Drupadi dan dayang-dayangnya.
Drupadi sedang duduk termenung.
Drupadi: [Kebingungan]. Apa yang sebenarnya terjadi di
sana? Mengapa prajurit Hastinapura datang untuk
menjemputku ke arena permainan dadu? Bukankah sudah
diputuskan kalau tidak boleh ada perempuan di sana?
Apakah aku dijadikan sebagai barang pertaruhan oleh
Tuanku Yudhistira? Benarkah Tuanku Yudhistira setega itu?
Terdengar suara orang bertengkar. Drupadi berdiri melihat
arah luar panggung. Para dayangnya membentuk formasi
untuk melindungi Drupadi. Tak lama, Dursasana masuk ke
dalam ruang tunggu Drupadi. Para dayang Drupadi menyerang
Dursasana namun satu persatu dikalahkan olehnya.
Drupadi: [Penuh amarah]. Siapa kau?! Lancang sekali
dirimu masuk ke tempat wanita?!
Dursasana: Apakah ini pertemuan kita yang pertama
kalinya, Ratu Drupadi? Kalau begitu ijinkan aku
memperkenalkan diriku. Aku Dursasana, adik dari
Duryudana.
Drupadi: [Mencemooh]. Tak heran jika kau adalah adik dari
Duryudana. Kalian memiliki kebodohan yang sama!
Dursasana: [Tertawa kecil]. Aku anggap itu sebagai
pujian. Tak bisa kubayangkan bagaimana rasanya menjadi
dirimu yang harus melayani lima lelaki! Pasti hal
tersebut sungguh melelahkan dirimu!
Drupadi: [Dengan nada lantang]. Hati-hati dalam
berbicara, Dursasana! Apakah engkau tidak mengenal
diriku? Aku adalah Drupadi! Putri dari Raja Drupada dan
istri dari para Putra Pandu! Aku tidak dilahirkan oleh
kedua orangtua yang buta sehingga tidak dapat menuntun
anak-anaknya untuk menjadi orang yang baik dan benar!
Dursasana: [Marah]. Jangan kau mengolok-olok kedua
orangtuaku! Ingatlah! Kau sedang berada di tanah mereka!
Sekarang, ikutlah aku ke area permainan dadu!
Drupadi: Jelaskan kepadaku, mengapa aku harus ke area
permainan dadu?
Dursasana: Suamimu telah memertaruhkan dirimu dan ia
kalah! Oleh karena itu, sekarang kau adalah milik
Duryudana! [Tertawa].
Drupadi: Tidak akan pernah aku menjadi milik orang lain
selain milik keluargaku sendiri, kerajaan Indraprasta
yang dititipkan oleh Ayahku! Apalagi menjadi milik
seorang yang bodoh pemikiran dan hatinya seperti
Duryudana!
Dursasana: [Dengan nada lantang]. Sudah tidak pantas lagi
engkau menyombongkan dirimu! Kini kau adalah seorang
budak! Mengabdilah kepada Duryudana!
Drupadi: [Marah]. Tidak akan pernah!
Dursasana memegang tangan Drupadi dan menariknya dengan
kencang. Drupadi melawannya, kemudian mengambil pedang
Dursasana yang tersarung di pinggangnya. Ia mengacungkan
pedang tersebut ke Dursasana. Dengan gesit Dursasana
merampas pedangnya dari Drupadi dan melemparkannya jauh-
jauh. Kemudian ia menjambak rambut Drupadi, sehingga
rambutnya yang tergelung pun terurai. Drupadi didorong
kemudian disiksa secara fisik dengan penuh nafsu dan
amarah oleh Dursasana. Ia pun menyempatkan untuk meraba
tubuh dan paha Drupadi, kemudian menciuminya. Setelah adu
fisik yang cukup intens, Drupadi pun terjatuh ke lantai.
Ia menangis dan berteriak dengan keras. Kemudian
Dursasana menjambak rambut Drupadi dan menyeretnya keluar
ruangan. Ia berteriak kesakitan. Lampu perlahan meredup.
ADEGAN 4
Lampu panggung perlahan menyala dan menyoroti area
permainan dadu. Terdengar jeritan Drupadi yang melengking
dan membuat para Pandawa resah dan melihat ke arah luar
panggung. Jeritan Drupadi semakin keras dan terlihat
Dursasana memasuki area permainan dadu sambil menarik
rambut Drupadi. Para Kurawa menertawakan Drupadi yang
diseret sampai ke tengah area permainan dadu. Dursasana
melepas rambut Drupadi dan berdiri di samping Dursasana.
Drupadi menangis dan menatap kelima Pandawa, kemudian ia
menatap Raja Destrarasta, Bisma Yang Agung, Guru Drona
dan Widura.
Widura: [Marah]. Sungguh di luar batas kewarasan,
Dursasana! Beginikah engkau memerlakukan seorang wanita
yang terhormat?! Kau seperti seutas benang yang sebentar
lagi akan memutuskan bagianmu sendiri! Duryudana! Kau
sekarang memang sedang mabuk dan terhanyut dalam
kemenanganmu! Tapi ingatlah! Sebentar lagi kau akan
benar-benar tenggelam dalam lautanmu sendiri!
Drupadi berdiri dan menatap tajam seluruh orang yang
berada di area permainan dadu.
Drupadi: [Berbicara dengan tegas]. Jikalau memang kalian
mengormati seorang ibu yang telah mengandung selama
sembilan bulan. Jikalau memang kalian menghormati seorang
ibu yang telah menyusui. Jikakalau memang kalian
menghormati seorang ibu yang memberikan seluruh nyawanya
hanya untuk membesarkan anaknya. Kalian tidak akan pernah
melakukan hal seperti ini. Menajiskan diriku, sama saja
dengan menajiskan ibu kalian! Menginjak-injak diriku,
sama saja dengan menginjak-injak ibu kalian! Menjambak
rambutku yang sebelumnya tergelung, sama saja dengan
membunuh ibu kalian! Tak pernah kusangka, seorang
Rajasuya akan menelanjangi harga dirinya sendiri!
Mengorbankan permaisurinya sendiri! Bahkan seorang
penjudi kawakan yang tidak memiliki apapun lagi, tidak
akan pernah memertaruhkan sundalnya yang hina! Aku adalah
Drupadi! Putri Raja Drupada dari kerajaan Panchala!
Seorang Ratu dari kerajaan Indraprasta! Seorang
Permaisuri dari lima Putra Pandu! Yudhistira! Inikah
kebijakan dari dalam dirimu yang terdalam, yang dikagumi
oleh banyak orang?! Pantaskah seseorang yang baru
diangkat sebagai Rajasuya, menjadikan permaisurinya
sebagai barang pertaruhan?! Atau memang selama ini di
pikiranmu, aku hanyalah sebuah barang?! Lihatlah dirimu!
Berlutut bersama adik-adikmu! Tak bermahkota dan tak
berpakaian! Kau bahkan sudah kehilangan dirimu sendiri!
Bagaimana bisa kau memertaruhkan diriku?! Arjuna! Kau
begitu ahli dalam memainkan senjata, bahkan kau yang
memenangkan sayembara yang mustahil itu dan mempersunting
diriku. Tapi ternyata kemanisan yang selama ini kau
berikan adalah sebuah kemanisan yang pada akhirnya
menyakitkan diriku! Bhima! Seorang panglima perang yang
paling kuat yang pernah aku ketahui dan aku kagumi. Namun
sayangnya, nyalimu menciut di sini! Bahkan kau tidak
dapat membuktikan kekuatanmu yang tak terkalahkan seperti
apa yang dikatakan oleh banyak orang! Nakula dan Sadewa!
Kalian seharusnya saling mengingatkan tindakan kakak-
kakak kalian! Meski kalian yang paling muda, kalian juga
harus memperingatkan yang lebih tua mana yang benar dan
tidak! Paman Widura, kata-katamu memang benar. Namun
sangat disayangkan, bahkan Raja Destrarasta pun tidak
mengindahkan nasihatmu. Jika seorang raja tidak
mendengarkan penasihatnya, bagaimana dengan yang lainnya?
Guru Drona! Kau mengajarkan mereka bagaimana caranya
menjadi seorang ksatria. Tapi sepertinya kau lupa untuk
mengajarkan mereka bagaimana caranya menjadi manusia!
Kakek Bisma! Semua orang segan kepadamu tapi kau sendiri
tidak paham betul dengan kedudukanmu! Kau telah
dikalahkan oleh dirimu sendiri! Raja Destrarasta!
Beginikah penyambutan dari Hastinapura yang sebenarnya?!
Kalian semua para lelaki pasti sangat senang melihat
seorang perempuan dikepung oleh kaum kalian! Kalian pasti
sangat menikmati tontonan ini! Bahkan aku harus berdiri
sendiri setelah dianiaya oleh Dursasana! Sungguh tega
sekali kalian! Hanya dapat mematung ketika kalian melihat
seorang wanita dianiaya di depan mata dan kepala kalian
sendiri!
Dengan geram Drupadi membalikkan meja permainan dadu.
Duryudana dan Sengkuni terkejut dan berdiri dari
kursinya. Drupadi membalikkan badannya, hendak
meninggalkan area permainan dadu.
Duryudana: Drupadi! Mau ke mana kau? Berbaliklah dan
duduklah di pangkuanku! [Kembali duduk, sembari menepuk
pahanya dan tertawa].
Bisma: [Dengan suara yang parau]. Duryudana, biarkanlah
Drupadi pergi. Lepaskanlah dirinya. Janganlah kau membuat
perkara yang lebih besar lagi.
Duryudana: [Dengan nada lantang]. Tidak bisa, Kakek! Aku
berhak untuk memiliki Drupadi! Karena Yudhistira sendiri
lah yang memertaruhkan Drupadi kepadaku! Bukankah
seharusnya begitu, Ayah?
Destrarasta: [Gugup]. Drupadi, kembalilah dan patuhilah
Duryudana!
Drupadi: Begitukah cara seorang Raja memerlakukan ibunya
atau permaisurinya?
Duryudana: [Menyelak]. Sekarang kau adalah budakku,
Drupadi! Turutilah perintahku! Kemarilah dan layanilah
Tuanmu ini!
Drupadi: [Geram]. Jika kalian memang benar-benar
menghargai istri, saudara perempuan atau anak perempuan
dan benar-benar percaya kepada Yang Maha Agung dan
dharma, kalian tidak memperlakukanku seperti ini! Ini
jauh lebih kejam daripada pembunuhan!
Karna: [Menyelak]. Sudahlah, jangan banyak berbicara
budak Drupadi! Yudhistira sendiri lah yang setuju untuk
membawamu ke dalam permasalahan ini! Bahkan suami-suamimu
yang lainnya tak berdaya untuk membelamu! Apakah kau
menyesal telah menikahi mereka berlima? Percuma saja kau
memiliki lima suami, tapi mereka tidak dapat
mempertahankan istrinya!
Drupadi: Memang benar, jikalau memiliki mereka berlima
adalah sebuah kesia-siaan! Namun lebih baik aku menjadi
milik lima Putra Pandu, daripada menjadi milik seseorang
yang bodoh hati dan pemikirannya! Apalagi menjadi milik
seseorang yang rela berada di pihak yang salah, demi
menaikkan status dan derajatnya!
Karna: [Geram]. Kau seorang perempuan yang banyak
berbicara, Drupadi!
Drupadi: Apakah itu sebuah kesalahan, jika ada seorang
wanita yang angkat berbicara dan membela dirinya sendiri
di hadapan banyak pria?
Duryudana: Dursasana! Buatlah budak ini diam!
Bhima: [Menyelak dan marah]. Apa yang kali ini akan kau
lakukan, Dursasana?!
Sadewa: Kakak, tahanlah amarahmu. Kita sedang dijebak!
Dari awal kita tahu rencana busuk mereka. Jangan sampai
kita menginjak jebakannya.
Duryudana: Jangan khawatir, Bhima. Aku hanya ingin
Dursasana melucuti baju Drupadi. [Tertawa].
Yudhistira: [Marah]. Dursasana! Kau tidak memiliki hak
untuk melucuti baju Drupadi! Aku tidak menyerahkannya
kepadamu! Mengapa tidak kau sendiri yang melakukannya,
Duryudana?! Apakah sebenarnya kau tidak memiliki nyali?!
Duryudana: Jangan menantangku, Yudhistira! Kalian
hanyalah budak! Kalian tidak berhak untuk mengaturku!
Drupadi: [Dengan nada menantang]. Tak usah merepotkan
diri untuk membelaku. Karena sedaritadi, akulah yang
membela diriku sendiri. Dursasana, lakukanlah apa yang
diperintahkan oleh Kakakmu yang bodoh itu!
Dursasana: [Tertawa]. Tak kusangka ternyata kau seberani
ini, Drupadi! dengan senang hati aku akan melucuti
pakaianmu!
Dursasana mendekati Drupadi kemudian ia memegang ujung
kain Drupadi. Para Kurawa tertawa dan menyemangati
Dursasana yang hendak menarik kain pakaian Drupadi.
Drupadi memejamkan matanya, menempelkan kedua telapak
tangannya dan mengambil posisi berdoa. Seketika seluruh
pemain yang berada di atas panggung mematung. Lampu
panggung meredup dan lampu sorot fokus kepada Drupadi.
Drupadi: Oh Dewata Penguasa Alam Semesta! Kepadamu,
kuserahkan segala keyakinanku! Aku percaya bahwa
Engkaulah yang paling mengetahui apa yang sebenarnya
terjadi di sini! Janganlah Kau biarkan aku dipermalukan
di antara para biadab ini! Engkaulah satu-satunya
pelindungku! Gowinda sahabatku, aku sangat berharap kau
berada di sini dan menyelamatkanku! Doakanlah belahan
jiwamu ini di manapun dirimu berada! Gowinda...
Gowinda... Gowinda...
Para Kurawa kembali gaduh dan Dursasana mulai menarik
kain Drupadi. Drupadi masih dalam keadaan berdoa dan
memejamkan matanya. Suara musik gamelan mulai terdengar.
Lampu panggung mulai dinamis dengan suasana kemerahan dan
terdapat efek kilat. Dengan sekuat tenaga, Dursasana
menarik kain Drupadi namun kain tersebut tidak habis-
habis dan bertambah panjang. Suara kegaduhan para Kurawa
perlahan menghilang. Dursasana membeku dalam posisi
menarik kain Drupadi. Kemudian para penari mulai memasuki
panggung dan Drupadi menari bersama-sama dengan mereka.
Drupadi menari dengan anggun dan musik gamelan semakin
intens. Para penari melucuti pakaian seluruh pria yang
berada di sana tanpa terkecuali kemudian mengumpulkannya
di dekat Drupadi. Drupadi kembali pada posisi berdoanya
dan para penari keluar dari panggung. Suara musik gamelan
perlahan memelan, kemudian Sri Krishna memasuki area
permainan dadu. Lampu sorot menyoroti Sri Khrisna.
Sri Krishna: [Penuh wibawa]. Sungguh menyedihkan di jaman
sekarang ini, ketika wanita masih dijadikan objek dan
ajang kepuasaaan dari keegoisan para pria. Ketika kita
tidak mengormati dan menyakiti ibu, istri, saudara
perempuan maupun cucu perempuan kita, maka sama saja
dengan kita memulai sebuah peperangan yang besar.
Peperangan yang sama-sama menghancurkan pihak yang
menyakiti maupun yang tersakiti. Drupadi, belahan jiwaku.
Kau pernah mengobati tanganku yang terluka. Kini saat
yang tepat bagiku untuk membalaskan budimu. Ingatlah
Drupadi, kau dilahirkan dari api, ditakdirkan untuk
menikahi putra-putra Pandu dan sebagai sumber awal perang
yang dahsyat. Namun bagaimanapun juga, kau tetap seorang
wanita yang tangguh, berani dan penuh welas asih. Sampai
kapanpun, aku akan tetap berada di sisimu dan bertarung
untuk mendapatkan kembali kehormatanmu. Peperangan yang
dahsyat untuk mendapatkan keadilan dan melawan kebatilan
akan segera terjadi.
Sri Krishna membuka perban pada telapak tangannya dan
mencium perban itu. Kemudian ia meninggalkan area
permainan dadu. Musik gamelan perlahan menghilang dan
para Kurawa kembali gaduh. Lampu panggung kembali normal.
Dursasana mulai letih dan kehabisan napas. Kain drupadi
menumpuk seperti gunung namun ia masih mengenakan
pakaiannya. Dursasana menarik kainnya sekali lagi,
kemudian ambruk. Seluruh pemain pria yang berada di
panggung mulai sadar bahwa mereka tidak berpakaian dan
semua pakaian mereka berserakan di sekeliling Drupadi.
Drupadi membuka kedua matanya dan melihat sekelilingnya.
ADEGAN 5
Kelima Pandawa berdiri dan mengelilingi Drupadi. Ratu
Gandari dan Dewi Kunti bergegas memasuki area permainan
dadu. Mereka terkejut melihat situasi area permainan
dadu.
Destrarasta: [Panik]. Apa yang terjadi? Mengapa aku tidak
merasakan pakaianku menempel dikulitku? Drona, jelaskan
apa yang terjadi?
Drona: Keajaiban telah terjadi, Raja Destrarasta.
Keajaiban yang melindungi Drupadi sehingga pakaiannya tak
bisa dilucuti oleh Dursasana dan membuatnya ambruk ke
tanah.
Dewi Kunti: Drupadi, anakku! Apa yang terjadi padamu?
Dewi Kunti hendak mendatangi Drupadi, namun Drupadi
segera mengangkat tangannya.
Drupadi: Jangan ke sini, Ibu Kunti! Jangan menginjak
tempat yang telah kotor ini! Aku telah dinajiskan oleh
mereka semua yang berada di sini! Putra-putra kalian
telah menjadikanku sebagai barang pertaruhan dan
pakaianku hendak dilucuti oleh Dursasana. Katakan
kepadaku, Ibu Kunti. Apakah aku pantas diperlakukan
seperti ini? Inikah akhir dari Dinasti Kuru?
Dewi Kunti: [Dengan nada terisak-isak]. Tentu saja kau
tidak pantas diperlakukan seperti ini, anakku! Bagaimana
aku bisa tega melihat kau dihina oleh mereka?
Drupadi: [Marah]. Bahkan Yang Maha Agung pun takkan diam
begitu saja dengan tindakan najismu itu, Dursasana! Aku
bersumpah aku tidak akan pernah menggelung rambutku ini
sampai aku membasuhinya dengan darahmu, Dursasana!
Bhima: [Geram]. Ijinkan aku yang mempersembahkan darah
Dursasana kepadamu, Panchali! Biarkan aku menebus
kesalahanku kepadamu dengan dengan sumpahku ini untuk
menghabisi nyawa Dursasana!
Keadaan masih dalam keadaan hening.
Drupadi: Sudah puaskah kalian tertawa para Kurawa?
Seratus Kurawa menertawakan seorang wanita yang sedang
dilucuti pakaiannya di hadapan mereka. Ingatlah hari di
mana terakhir kali kalian tertawa bersama-sama. Karena
sebentar lagi, satu per satu dari kalian akan binasa dan
menyengsarakan orang tua, istri dan anak-anak kalian. Aku
bersumpah kalian akan merasakan akibat dari perbuatan
kalian ini!
Gandari: [Gugup]. Cukup Drupadi! Aku mohon, maafkanlah
mereka. Aku tidak membenarkan perbuatan mereka tapi biar
bagaimanapun juga, mereka adalah anak-anakku! Tariklah
sumpahmu, nak!
Drupadi: [Geram]. Tak’kan pernah kutarik perkataanku! Ini
adalah sumpah dari seorang wanita yang teraniaya dan
terinjak-injak kehormatannya!
Arjuna: [Marah]. Ingatlah Duryudana! Kau telah memulai
sebuah peperangan yang besar! Aku tak peduli bahwa kita
bersaudara! Aku bersumpah, bahwa Hastinapura akan berduka
karena akan kehilangan putra-putranya!
Dewi Kunti: [Dengan nada yang lemah]. Drupadi...
Sabarlah.
Drupadi: Sabar? Sabar...
Drupadi menangis dan terjatuh ke lantai. Dewi Kunti
bergegas menghampirinya dan memeluknya.
Dewi Kunti: [Dengan nada terisak-isak]. Aku seharusnya
datang lebih cepat, Drupadi. Sedaritadi aku mendengar
kegaduhan di ruangan ini. Namun aku terlalu takut untuk
melihat. Maafkan aku, Drupadi. Maafkan juga putra-
putraku.
Drupadi: [Dengan nada terisak-isak]. Ibu Kunti... Mengapa
aku diperlakukan seperti ini? Apa salahku?
Dewi Kunti: Kau tidak bersalah, nak! [Geram]. Sungguh
tega sekali anak-anakmu, Raja Destrarasta! Apakah kau
hanya akan duduk terdiam saja? Kau harus bertanggung
jawab atas perbuatan anak-anakmu ini!
Destrarasta: [Gugup]. Drupadi, aku sungguh tidak
menyangka bahwa semua ini akan menimpa pada dirimu.
Ijinkan aku menebus perbuatan anak-anakku yang tidak
pantas kepadamu. Aku akan memberikanmu tiga permintaan.
Katakanlah permintaanmu, nak.
Drupadi berdiri, dibantu oleh Dewi Kunti.
Drupadi: Aku hanya memiliki dua permintaan. Kembalikan
apa yang seharusnya menjadi milik kerajaan Indraprasta
dan bebaskan kelima suamiku.
Destrarasta: Pergilah dan kembalilah ke Indraprasta.
Lupakanlah pertaruhan tadi.
Duryudana: [Geram]. Ayah! Apa yang Ayah lakukan?! Sejak
awal kita semua telah menyetujui pertaruhan dan
konsekuensinya! Mengapa tiba-tiba Ayah melepaskannya
begitu saja?
Bisma: [Menyelak]. Cukup Duryudana! Kita semua adalah
saudara! Hiduplah dalam persaudaraan!
Duryudana: [Geram]. Tidak, Kakek! Tidak akan aku ijinkan
mereka kembali begitu saja dan menghanguskan pertaruhan
yang sebelumnya adalah milikku! Ini adalah permainan
antara aku dan Yudhistira. Maka seharusnya akulah yang
menentukan nasibnya!
Bisma: Lalu penawaran terbijak apa yang bisa kau berikan,
Duryudana?
Duryudana: [Dengan nada lantang]. Aku akan mengembalikan
segala milik Indraprasta tapi dengan satu syarat! Kalian
harus mengasingkan diri selama dua belas tahun dan
ditambah dengan satu tahun tidak boleh diketahui oleh
siapapun keberadaan kalian! Apabila dalam tahun terakhir
ada yang mengenali kalian, maka kalian harus mengulangi
tiga belas tahun pengasingan tersebut!
Yudhistira: Kami terima penawaranmu itu Duryudana. Sampai
bertemu tiga belas tahun lagi.
Arjuna: [Marah]. Dan ingatlah Duryudana! Tiga belas tahun
lagi, kami akan kembali dan menghancurkan Hastinapura!
Sebaiknya kau bersiap-siap menghadapi kematianmu sendiri!
Bhima: [Marah]. Aku akan menghabisimu Dursasana dan juga
saudara-saudaramu yang lainnya! Akan kuminum semua darah
kalian!
Nakula: [Marah]. Tiga belas tahun bukanlah waktu yang
lama bagi kami! Kami akan kembali dengan kekuatan yang
lebih besar!
Sadewa: [Marah]. Bersiap-siaplah Hastinapura! Aku
memiliki perasaan kalau hari ini adalah hari terakhir
kalian bersama-sama!
Sengkuni: [Dengan nada tenang]. Musuh hanya memiliki satu
hubungan, permusuhan dan kebencian.
Terdengar suara musik gamelan dan seluruh para pemain
mematung di atas panggung. Sri Krishna kembali memasuki
area permainan dadu. Lampu sorot menyoroti Sri Khrisna.
Sri Krishna: [Dengan penuh wibawa]. Perang Bharatayuddha
akan segera terjadi. Perang antar saudara, antara
kerajaan Hastinapura dan kerajaan Indraprasta. Perang
untuk menegakkan keadilan. Perang untuk mengembalikan
kehormatan. Perang untuk melawan kebatilan. Cinta yang
menyetujui perbuatan buruk dan mencelakakan bukanlah
cinta sejati, melainkan cinta yang buta. Pria yang tidak
menghormati wanita akan berujung pada kematian. Hanya
dengan wajah yang seram dan badan yang besar, tidak
menandakan bahwa mereka adalah pemberani. Ini adalah
kisah sebuah perjuangan yang hebat yang diketahui oleh
seluruh dunia. Yang mengajarkan tentang kesucian dan
dosa, yang membedakan peninggalan dan keabadian,
kebajikan dan kebatilan, kemurahan hati dan keegoisan.
Ini adalah kisah yang menyatakan kekuatan cinta kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan kejayaan Basudewa Krishna. Inilah
Mahabharata.