Keutamaan Malu

2
Keutamaan Malu Al-Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Para ulama mengatakan bahwa malu hakikatnya adalah akhlak yang mengantar seseorang untuk meninggalkan kejelekan dan menghalanginya mengurangi hak-hak orang lain.” Kami telah meriwayatkan dari al-Qasim al-Junaidi rahimahullah, ia berkata, “Malu adalah memerhatikan nikmat-nikmat (Allah Subhanahu wa Ta’ala) dan menganggap dirinya kurang (mensyukuri nikmat-nikmat tersebut). Dari keduanya terlahir rasa malu.” Ummu Abdillah al-Wadi’iyyah hafizhahallahu ta’ala berkata, “Malu adalah salah satu akhlak yang utama. Ia merupakan perhiasan manusia. Hilangnya rasa malu akan menyebabkan segala macam keburukan, sehingga terjadilah pertumpahan darah, dinodainya kehormatan manusia,

description

Keutamaan Malu

Transcript of Keutamaan Malu

Page 1: Keutamaan Malu

Keutamaan Malu

Al-Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Para ulama mengatakan bahwa malu hakikatnya

adalah akhlak yang mengantar seseorang untuk meninggalkan kejelekan dan menghalanginya

mengurangi hak-hak orang lain.”

Kami telah meriwayatkan dari al-Qasim al-Junaidi rahimahullah, ia berkata, “Malu adalah

memerhatikan nikmat-nikmat (Allah Subhanahu wa Ta’ala) dan menganggap dirinya kurang

(mensyukuri nikmat-nikmat tersebut). Dari keduanya terlahir rasa malu.”

Ummu Abdillah al-Wadi’iyyah hafizhahallahu ta’ala berkata, “Malu adalah salah satu akhlak

yang utama. Ia merupakan perhiasan manusia. Hilangnya rasa malu akan menyebabkan segala

macam keburukan, sehingga terjadilah pertumpahan darah, dinodainya kehormatan manusia,

dilakukannya perbuatan-perbuatan keji, tidak dihargainya orang-orang tua, dan campur baurnya

laki-laki dengan para wanita. Para wanita keluar sembari menampakkan perhiasan dan

Page 2: Keutamaan Malu

berdandan, bepergian tanpa mahram. Hilangnya rasa malu juga akan menyebabkan al-haq

hanya didengar namun selanjutnya ditolak.”

Al-Imam al-Fudhail bin Iyadh rahimahullah berkata, “Lima tanda celakanya seseorang adalah

kerasnya hati, mata yang tidak bisa menangis, sedikitnya rasa malu, cinta dunia, dan panjang

angan-angan.”

(Nashihati lin Nisa’, hlm. 196-197)

Sumber: Majalah Asy Syariah no. 62/VI/1431 H/2010, hal. 1, rubrik Permata Salaf.