Ketika Paradigma Positif Mendampingi Paradigma Non-Positif...

24
Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan ISSN 1411- 0393 Akreditasi No. 80/DIKTI/Kep/2012 409 KETIKA PARADIGMA POSITIF MENDAMPINGI PARADIGMA NON-POSITIF DALAM RISET AKUNTANSI Mohamad Suyunus [email protected] Departemen Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga ABSTRACT On the last Accounting National Symposium at Banjarmasin, a quantitative accounting research approach was still dominating in the paper presentation, eventhough this event had been conducted more than a decade. So, why the quantitative approach or positive paradigm is still strong enough in its position and having a good track of development during the penetration of a qualitative approach? By understanding the positivist accounting researcher’s thought about qualitative approach, a gap could be seen and then used for developing both approaches simultaneously. This research is on the area of an interpretive paradigm and using case study method. By using in-depth interview, data are collected from informan at Gadjah Mada University, Brawijaya University, and Airlangga University. The results, all informan accept the qualitative approach or a multiparadigm accounting research with a certain note, especially regarding to the research stages. Besides, they think about the need for a dialogue between quantitative and qualitative researchers. Key words: paradigm, accounting research, dialogue ABSTRAK Dalam Simposium Nasional Akuntansi (SNA) terakhir di Banjarmasin tahun 2012, hasil riset akuntansi kuantitatif masih mendominasi presentasi makalah dalam aktivitas tersebut, padahal SNA telah berlangsung lebih dari satu dekade. Lalu mengapa periset akuntansi dengan pendekatan kuantatif atau paradigma positif tetap kokoh dan lebih berkembang ditengah masuknya pendekatan riset kualitatif?. Dengan memahami pemikiran periset akuntansi kuantitatif tentang kehadiran pendekatan kualitatif diharapkan ditemukan celah untuk mengembangkan kedua pendekatan tersebut secara bersama-sama. Riset ini berada di area paradigma interpretif dengan menggunakan metode studi kasus. Wawancara secara mendalam dilakukan terhadap tiga belas informan dari tiga situs JAFEB Universitas Gadjah Mada, Universitas Brawijaya, dan Universitas Airlangga. Hasilnya, para informan menerima kehadiran riset kualitatif atau riset akuntansi multiparadigma dengan beberapa catatan, terutama yang berkaitan dengan tahapan riset. Selain itu, terkuak bahwa dialog antara periset akuntansi dengan pendekatan yang berbeda masih diperlukan. Kata kunci: paradigma, riset akuntansi, dialog PENDAHULUAN Simposium Nasional Akuntansi (SNA) yang diadakan setiap tahun oleh IAI KAPd merupakan ajang bagi peneliti akuntansi dalam memaparkan hasil risetnya. Peserta SNA pada umumnya adalah para dosen akuntansi di berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Sejak awal, SNA yang digagas oleh para alumni S-2 dan S-3 dari luar negeri (baca: Amerika dan Australia), membuka ruang bagi para presenter untuk memapar- kan riset yang mengikuti aliran kuantitatif dan kualitatif. Sudah menjadi pengetahuan umum dalam dunia riset akuntansi, bahwa

Transcript of Ketika Paradigma Positif Mendampingi Paradigma Non-Positif...

Page 1: Ketika Paradigma Positif Mendampingi Paradigma Non-Positif …perpustakaan.unitomo.ac.id/repository/20140124002.pdf · Dalam Simposium Nasional Akuntansi (SNA) terakhir di Banjarmasin

Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan ISSN 1411- 0393Akreditasi No. 80/DIKTI/Kep/2012

409

KETIKA PARADIGMA POSITIF MENDAMPINGI PARADIGMA NON-POSITIFDALAM RISET AKUNTANSI

Mohamad [email protected]

Departemen Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan BisnisUniversitas Airlangga

ABSTRACT

On the last Accounting National Symposium at Banjarmasin, a quantitative accounting research approach wasstill dominating in the paper presentation, eventhough this event had been conducted more than a decade. So,why the quantitative approach or positive paradigm is still strong enough in its position and having a goodtrack of development during the penetration of a qualitative approach? By understanding the positivistaccounting researcher’s thought about qualitative approach, a gap could be seen and then used for developingboth approaches simultaneously. This research is on the area of an interpretive paradigm and using case studymethod. By using in-depth interview, data are collected from informan at Gadjah Mada University, BrawijayaUniversity, and Airlangga University. The results, all informan accept the qualitative approach or amultiparadigm accounting research with a certain note, especially regarding to the research stages. Besides, theythink about the need for a dialogue between quantitative and qualitative researchers.

Key words: paradigm, accounting research, dialogue

ABSTRAK

Dalam Simposium Nasional Akuntansi (SNA) terakhir di Banjarmasin tahun 2012, hasil risetakuntansi kuantitatif masih mendominasi presentasi makalah dalam aktivitas tersebut, padahal SNAtelah berlangsung lebih dari satu dekade. Lalu mengapa periset akuntansi dengan pendekatankuantatif atau paradigma positif tetap kokoh dan lebih berkembang ditengah masuknya pendekatanriset kualitatif?. Dengan memahami pemikiran periset akuntansi kuantitatif tentang kehadiranpendekatan kualitatif diharapkan ditemukan celah untuk mengembangkan kedua pendekatantersebut secara bersama-sama. Riset ini berada di area paradigma interpretif dengan menggunakanmetode studi kasus. Wawancara secara mendalam dilakukan terhadap tiga belas informan dari tigasitus JAFEB Universitas Gadjah Mada, Universitas Brawijaya, dan Universitas Airlangga. Hasilnya,para informan menerima kehadiran riset kualitatif atau riset akuntansi multiparadigma denganbeberapa catatan, terutama yang berkaitan dengan tahapan riset. Selain itu, terkuak bahwa dialogantara periset akuntansi dengan pendekatan yang berbeda masih diperlukan.

Kata kunci: paradigma, riset akuntansi, dialog

PENDAHULUANSimposium Nasional Akuntansi (SNA)

yang diadakan setiap tahun oleh IAI KAPdmerupakan ajang bagi peneliti akuntansidalam memaparkan hasil risetnya. PesertaSNA pada umumnya adalah para dosenakuntansi di berbagai perguruan tinggi diIndonesia.

Sejak awal, SNA yang digagas olehpara alumni S-2 dan S-3 dari luar negeri(baca: Amerika dan Australia), membukaruang bagi para presenter untuk memapar-kan riset yang mengikuti aliran kuantitatifdan kualitatif. Sudah menjadi pengetahuanumum dalam dunia riset akuntansi, bahwa

Page 2: Ketika Paradigma Positif Mendampingi Paradigma Non-Positif …perpustakaan.unitomo.ac.id/repository/20140124002.pdf · Dalam Simposium Nasional Akuntansi (SNA) terakhir di Banjarmasin

410 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 16, Nomor 4, Desember 2012 : 409 - 432

riset akuntansi kuantitatif (paradigma po-sitif)1 lebih berkembang pesat daripada risetakuntansi kualitatif (paradigma non-posi-tif).

Namun, Jurusan Akuntansi FakultasEkonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya(JAFEB UB), malah menggunakan “merk”Multiparadigma untuk menawarkan pro-gram S-2 dan S-3. Makna kata Multi-paradigma secara umum adalah banyakparadigma (cara pandang) dalam melak-sanakan riset akuntansi. Di JAFEB UB, paramahasiswa bisa melaksanakan penelitianakuntansi dengan berbagai paradigma riset.

Perbedaan kecepatan dalam perkemba-ngan riset semacam itu juga terjadi diAmerika, sebagaimana yang diamati olehMerchant (2008). Dia juga memberi bebe-rapa alasan yang diduga menjadi penyebabtidak berkembangnya aliran riset non-positif di Amerika. Selain itu, Hopwood(2007) menambahkan bahwa ada kemung-kinan para dosen memang menolak danbahkan tidak mencoba memperhatikan danmengembangkan riset kualitatif dengan ber-bagai alasan tertentu, diantaranya berkaitandengan karir mereka. Peneliti ingin meng-gali pemikiran tersebut mengingat hampirdua dekade riset akuntansi positif dan non-positif ada di benak periset akuntansi diIndonesia, tetapi dengan perkembanganyang berbeda. Dengan kata lain fenomenaperkembangan pemikiran riset kualitatifbelum terlalu menggembirakan sebagai-mana perkembangan riset kuantitatif.

Riset ini unik dan penting untuk pe-ngembangan riset akuntansi di Indonesia.Paling tidak, riset mengenai pemikiran parapeneliti akuntansi tentang apa yang diteliti,bagaimana cara atau metode untuk menelitimasih jarang dilaksanakan di Indonesia,

1 Peneliti cenderung mengucapkan paradigma positif dannon-positif. Sementara itu di SNA dan di situs penelitian ini,UGM dan UA, para informan lebih memilih kata risetkuantitatif dan riset kualitatif (sebagai suatu pendekatanriset), karena mereka kurang akrab dengan kata paradigma(sebagai suatu cara pandang, world view).

sehingga penelitian ini menjadi unik sifat-nya. Selanjutnya, bila akuntansi adalah informasi, maka kita banyak melihat bahwa saatini, riset akuntansi berada di hilir penge-tahuan akuntansi, baik mengenai perilakupara penggunan informasi atau pengaruhinformasi dari sisi decision usefulness (FASB,1978); maupun tentang makna informasi itusendiri. Penelitian tentang perilaku parapengguna informasi akuntansi yang beradadi hilir pengetahuan akuntansi, sudah ba-nyak dilakukan. Dengan demikian, keuni-kan riset ini juga karena penelitian tentangperilaku periset akuntansi, jarang atau bisajadi belum pernah dilaksanakan di Indo-nesia. Posisi periset akuntansi berada dihulu pengetahuan akuntansi.

Riset ini menjadi penting untuk me-nambah wawasan pikiran para periset akuntansi dan para editor jurnal ilmiah di Indo-nesia agar bersikap lebih terbuka dalammenghadapi perubahan yang terjadi dalamrealitas akuntansi, maupun ruang lingkupriset akuntansi (Guthrie and Parker, 2006;Williams, 2009). Dengan memperluas carapandang (paradigma), termasuk, metodepenelitiannya maka para periset akuntansiakan lebih leluasa menggunakan berbagaiparadigma riset sesuai dengan tujuan riset-nya (Burrell and Morgan, 1979; Chua, 1986,Neuman, 2011).

Perembesan Pemikiran Riset AkuntansiSosial

Paparan Chua (1986) mengemukakanpendekatan riset akuntansi yang meliputiperspektif (paradigma) positif, interpretifdan kritis. Dua paradigma yang terakhiradalah sebagian dari kelompok paradigmanon-positif. Hal yang dikemukakan olehChua (1986) berawal dari penjelasan para-digma riset yang dikemukakan oleh ahliriset sosiologi (Burrel and Morgan, 1979).Kemudian, tulisan beberapa ahli riset sosiallainnya muncul di bursa pengetahuan risetseperti Sarantakos (1993) dan Neuman(2011). Selanjutnya, Broadbent (1992) dalamBaker and Bettner (1997), menyatakan bah-

Page 3: Ketika Paradigma Positif Mendampingi Paradigma Non-Positif …perpustakaan.unitomo.ac.id/repository/20140124002.pdf · Dalam Simposium Nasional Akuntansi (SNA) terakhir di Banjarmasin

Ketika Paradigma Positif Mendampingi Paradigma Non-Positif … -- Suyunus 411

wa dalam kenyataan dan perkembangan-nya, lebih banyak periset yang mengikutialiran riset positif (mainstream).

Salah satu sebabnya berkaitan denganpublikasi ilmiahnya. Sementara itu Mer-chant (2008) memberi opini bahwa haltersebut disebabkan oleh relevansi riset dankontribusi riset terhadap dunia praktis dandunia pendidikan, serta lemahnya carakomunikasi para periset2, termasuk publi-kasi ilmiahnya.

Di Indonesia, ditengarai bahwa paraalumni dari berbagai Universitas di AS akanberada di paradigma positif, sedangkanpara alumni dari Universitas di Australia,terutama alumni dari University of Wollo-ngong, dan belakangan alumni dari Inggris,sebagian besar ada di paradigma riset non-positif. Ghozali (2004) telah mengingatkanpara periset akuntansi di Indonesia me-ngenai masuknya ilmu sosial dalam risetakuntansi serta bagaimana implikasinyapada pendidikan akuntansi di Indonesia.Artinya ada perkembangan cara pandangterhadap realitas akuntansi (Tomkins andGroves, 1983; Morgan 1988; Triyuwono,2006; Djamhuri, 2011). Difusi pemikiran ini,sebagaimana telah diungkapkan di atas,paling tampak terjadi di JAFEB UB. Ditempat ini ada Program S-2 dan S-3Akuntansi dengan berbagai paradigma risetatau cara pandang riset (Multiparadigma).

Untuk Apa Riset Ini Dilaksanakan?Perkembangan pemikiran riset akun-

tansi yang lebih berwarna itu bisa terjadicepat melalui proses penyebaran pemikiranatau difusi pemikiran. Namun, difusi pemi-kiran yang dilakukan periset kualitatif me-lalui berbagai jalur-jalur difusi pemikiran(Suyunus, 2011) belum cukup untuk meng-hasilkan posisi yang pas bagi periset

2 Merchant (2008) membahas tentang dampakInterdisciplinary Accounting Research (IAR) di Amerika danmenemukan sebab tidak berdampaknya IAR di AmerikaSerikat , baik bagi dunia akademik maupun praktis

kualitatif dalam dunia riset akuntansi diIndonesia. Dalam hal ini, perubahan realitasakuntansi (realitas sosial) seolah merubahpandangan bahwa pendekatan kualitatifmungkin lebih cocok untuk suatu penelitianakuntansi dengan permasalahan yang ber-hubungan dengan orang-orangnya atau pe-laku akuntansinya (Merchant, 2008; Djam-huri, 2011) Lalu, mengapa para perisetdengan (mindset) pemikiran riset akuntansipositif kukuh dan kokoh menyambut pene-trasi pemikiran riset akuntansi non-positif?

Jawaban dari pertanyaan ini menjaditeks yang penting untuk memahami apakahpara periset akuntansi positif menerimaatau menolak kehadiran pemikiran risetakuntansi non-positif. Sehingga tujuan penelitian ini untuk memahami (to understand)pemikiran para periset akuntansi kuantitatif(paradigma positif) atas kehadiran pende-katan riset yang lain (paradigma non-positif). Dengan mendalami alasan-alasanyang dikemukakan akan diketahui dandipahami berbagai kategori alasan penola-kan terhadap pemikiran riset yang baru danbisa diketahui realitas perbedaan pemikiranriset yang terjadi. Selain itu, riset ini bisamemicu dibukanya dialog di antara perisetakuntansi di Indonesia, sehingga bukantidak mungkin, jika dialog telah berlang-sung, akan lahir kolaborasi penelitian akun-tansi di antara para periset dari berbagaisudut pandang atas realitas akuntansi diIndonesia.

TINJAUAN TEORETISBerbagai Paradigma Riset

Paradigma dimaknai berbeda oleh ber-bagai periset. Perhatikan saja apa yang di-katakan oleh Kuhn (1970); universally recognized scientific achievements that for a timeprovide model problems and solutions to acommunity of practitioners. Peneliti lebih me-nyukai makna yang umum bahwa para-digma adalah cara pandang tentang dunia,sebagaimana dikatakan oleh Triyuwono(2006).

Page 4: Ketika Paradigma Positif Mendampingi Paradigma Non-Positif …perpustakaan.unitomo.ac.id/repository/20140124002.pdf · Dalam Simposium Nasional Akuntansi (SNA) terakhir di Banjarmasin

412 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 16, Nomor 4, Desember 2012 : 409 - 432

Burrell and Morgan (1979) mengguna-kan istilah paradigma dengan makna “com-monality of perspective which binds the work ofa group of theoriest together”.

Selanjutnya, Burrell and Morgan (1979)mengemukakan paradigma riset ilmu sosialdengan asumsi-asumsinya (lihat juga Golesand Hirschheim, 2000).

Asumsi tersebut (tabel 1), amat penting

untuk periset, karena perbedaan carapan-dang ini akan membawa periset ke tempat-nya dalam versi Burrell and Morgan (1979,lihat juga Guba, 1990 dan Sarantakos, 1993).Selain itu, kedudukan periset terhadap rea-litas yang ingin diketahui sudah tergambar-kan dalam asumsi ini. Asumsi berikutnyapada tabel 2.

Tabel 1Asumption about the nature of social science

Assumption Subjective ObjectiveOntological Reality is interpreted by individual.

It is socially constructed(nominalism)

Reality is external to the individual. Itis “given” (realism)

Epistemological Knowledge is relative. Researchershould focus on meaning andexamine the totality of situation(anti-positivism)

Researcher should focus on empiricalevidence and hypothesis testing, lookingfor fundamental lawa and causalrelationships (positivism)

Human nature Humans posses free will and haveautonomy (voluntarism)

Humans are product of theirenvironment (determinism)

Epistemological Understanding the world is the bestdone by analyzing subjectiveaccounts of situation or phenomena(idiographic)

Operationalizing and measuringconstruct, along wih quantitativeanalysis techniques and hypothesistesting, will uncover universal lawsthat explain and govern reality(nomothetic)

Sumber : Burrell and Morgan (1979) dan Goles and Hirschheim (2000)

Tabel 2Assumption about the nature of society

Regulation Radical ChangeSociety tends towards unity and cohesionSociety forces uphold the status quo

Society contains deep-seated structural conflictSociety tends to oppress and constrain its member

Sumber : Burrell and Morgan (1979)

Asumsi yang kedua berkaitan denganthe nature of society. Dengan kedua asumsitersebut, Burrell and Morgan (1979) telahmenggambarkan tempat atau kuadran un-tuk masing-masing paradigma riset. Garisyang vertikal merupakan garis asumsi ke-adaan stabil dan konflik; sementara itu garishorizontal menggambarkan posisi perisetterhadap relitas, dengan ada dua kutub

yaitu kutub subyektif dan obyektif. Chua(1986), dan Baker and Bettner (1997), ahliriset akuntansi, tidak semata-mata meng-ikuti pandangan Burrell and Morgan (1979)sebagaimana yang tampak dalam Gambar 1.Mereka tidak memaparkan empat paradig-ma tersebut, melainkan hanya tiga para-digma; yaitu positif, interpretif dan kritis.Sarantakos (1993) dan Neuman (2011)

Page 5: Ketika Paradigma Positif Mendampingi Paradigma Non-Positif …perpustakaan.unitomo.ac.id/repository/20140124002.pdf · Dalam Simposium Nasional Akuntansi (SNA) terakhir di Banjarmasin

Ketika Paradigma Positif Mendampingi Paradigma Non-Positif … -- Suyunus 413

adalah ahli riset sosial yang pembahasan-nya tentang paradigma riset Tidak miripdengan paparan Burrell and Morgan (1979).Sarantakos (1993) adalah ahli riset sosial

yang pandangan paradigmanya sesuai de-ngan pandangan ahli riset akuntansi, yaituada 3 paradigma riset; positif, interpretif,dan kritis.

Radical Change

RadicalHumanist

RadicalStructuralist

Subjective

Interpretivist Functionalist

Objective

Regulation

Gambar 1.Paradigma Riset Sosial

Sumber : Burrell and Morgan (1979)

Sementara itu Neuman (2011), menam-bahkannya dengan 2 paradigma riset sosialyang lain; yaitu paradigma riset feminimistdan paradigma riset postmodernist. Di Indonesia, Triyuwono (2011) menguraikan para-digma riset akuntansi dalam bentuk yangselalu berkembang. Dalam bukunya adaparadigma positif, interpretif, kritis danposmodernis (Triyuwono, 2006). Kemudian,akhir-akhir ini dikenalkan paradigma Spiri-tual. Tujuan dari penggunaan paradigmariset spiritual tentu untuk membangun ke-sadaran akan Tuhan atau God conscious-ness. Ada yang menarik ketika Neuman(2011) mengungkapkan pemikirannya ten-tang paradigma riset sosial. Dia mem-bicarakan hal yang sama dengan asumsiyang dikemukakan oleh Burrell and Mor-gan (1979) dengan menggunakan 10 per-tanyaan.

Penolakan IAR di North AmericaPada tahun awal 2007, seorang peng-

ajar di University of Southern California, me-maparkan pemikirannya tentang dampakriset akuntansi interdisiplin (Interdiplinaryaccounting research atau IAR) terhadap para

akademisi dan periset di Amerika (NorthAmerica). Dalam pandangan para periset“mainstream” (maksudnya aliran riset posi-tif, kuantitatif), IAR menghadapi tiga masa-lah penting yang meliputi (a) lack of rele-vance, (b) questionable research contribution,dan (c) poor communication of findings (Mer-chant, 2008). Memang Merchant (2008) me-ngatakan bahwa dirinya merasa tidak adamasalah dengan riset IAR, dan dia telahberusaha menjabarkan dan menemukan persoalan yang timbul dengan adanya difusipemikiran riset IAR. Namun penjabaranberikut, akan lebih menjelaskan maksudkata-katanya

Namun, tiga masalah penting di atasperlu disimak. Pertama, masalah relevandikaitkan Merchant (2008) manfaatnya se-cara praktis, dalam jangka pendek di kelas.Dia menginginkan hasil IAR segera bisamengisi keperluan teori-teori, atau segeramengatasi persoalan praktik akuntansi yangdibahas dalam kelas. Tapi hal ini tidakterjadi. Kedua, Merchant (2008) memangmenginginkan hasil IAR, bisa digeneralisasi,sehingga kontribusinya risetnya untukdunia pendidikan dan praktik akuntansi

Page 6: Ketika Paradigma Positif Mendampingi Paradigma Non-Positif …perpustakaan.unitomo.ac.id/repository/20140124002.pdf · Dalam Simposium Nasional Akuntansi (SNA) terakhir di Banjarmasin

414 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 16, Nomor 4, Desember 2012 : 409 - 432

jelas. Tapi dia, mempunyai pandangan bah-wa IAR terlalu kompleks dan tidak seder-hana (parsimony), dan kurang membahastentang fakta, serta terlalu focus pada halyang kurang penting (focus mostly on theexception). Sekali lagi Mercant tidak merasa-kan manfaat IAR dalam proses mengajar-nya dan bagi dunia pendidikan akuntansi.Ketiga, Merchant (2008) mengakui bahwatidak mudah memahami struktur penulisanlaporan risetnya. Dia biasa membaca lapo-ran dalam struktur riset kuantitatif–positif,sehingga tidak mudah untuk membaca laporan riset yang tidak serupa strukturnyadengan yang biasa dia baca. Selain itu diamengkui bahwa ada “jargon” atu istilah-istilah di IAR yang sulit dipahami oleh parapositivist. Maka dari itu, Merchant (2008)mengatakan bahwa laporan IAR kurangkomunikatif. Merchant (2008) menyatakanbahwa dia memang mencoba melihat pe-nyebab penolakan IAR dari kacamata se-orang penganut aliran riset “mainstream”,sehingga muncul ketiga masalah tersebut

Dari sisi paradigma sebagaimana yangdikemukakan oleh Burrell and Morgan(1979), para periset masalah organisasi danakuntansi di Amerika Serikat juga tidakmudah untuk merubah pandangannya dariparadigma positif ke paradigma riset yanglain. Stern dan Barley (1996), kemudiandisempurnakan Goles dan Hirschheim(2000) menyatakan pendapat bahwa adabeberapa situasi yang menyebabkan parapembangun teori sulit untuk mengadopsipemikiran (paradigma riset) alternatif. Me-reka mengungkapkan lima penyebab ter-sebut adalah (1) social milieu. (2) search forrespectability, (3) problematic boundary setting,(4) social construction for academic careers, dan(5) unpalatable alternatives. Penyebab yangterakhir merupakan pendapat dari Golesand Hirschheim (2000).

Dalam uraiannya, kehadiran programsekolah bisnis (MBA) di Amerika adalahsimbol rumah baru bagi para periset or-ganisasi. Kepraktisan pengetahuan menjadiciri yang kuat pada sekolah-sekolah bisnis

yang demikian, Disiplin yang dipelajariseperti akuntansi, keuangan, manajemensains, sistem informasi dan sebagainya amatmenggunakan paradigma positif atau func-tional paradigm. Para periset sistem infor-masi (SI) banyak yang berasal dari latarbelakang computer scientist dan engineersyang mempelajari “hard disciplines”. Merekaini tentu amat dekat dengan functionalistparadigm. Sebagai suatu komunitas dalamlingkungan periset yang baru muncul, tentupara periset di lingkungan tersebut ingincapat dihargai oleh lingkungan riset. Jalantercepat adalah mengikuti cara yang sudahada. Dalam cara yang sudah ada, untukmelaksanakan riset lebih fokus pada varia-bel-variabel tertentu (functionalism). Di lainsisi, fenomena dan realitas di dunia organi-sasi semakin jauh dari sederhana.

Selanjutnya, berkaitan dengan masalahpenghargaan (respectabity), karir akademikpara pengajar dan periset diperguruan ting-gi tidak lepas dari keharusan untuk mem-publikasikan hasil risetnya di jurnal-jurnalilmiah. Jika para editor di jurnal ilmiah“tidak berubah” dalam menilai artikel manayang bisa dipublikasi dan ditolak untukdipublikasikan (masih positivist), maka dilain pihak ada kepentingan yang terabaikandari sebagian periset (kualitatif) untuk me-muat hasil risetnya. Apa yang kemudianterjadi pada para dosen atau periset yangingin berkarir tentu bisa ditebak (Goles andHirschheim, 2000),

Dari sisi karir para dosen, riset kuali-tatif dan kuantitatif diyakini amat berbedadalam durasi risetnya (Merchant, 2008).Tujuan riset akuntansi positif yang men-jelaskan dan memprediksi fenomena telah“dibantu” oleh statistik sebagai alat pengu-kuran dan analisis. Obyektivitas yang ber-jarak antara periset dengan realitasnya,ditambah dengan alat tersebut (statistik),membuat durasi riset menjadi relatif tidakmembutuhkan waktu riset yang panjang.Sementara itu, riset akuntansi yang meng-gunakan pendekatan kualitatif tentu menyebabkan periset harus “nyemplung” atau

Page 7: Ketika Paradigma Positif Mendampingi Paradigma Non-Positif …perpustakaan.unitomo.ac.id/repository/20140124002.pdf · Dalam Simposium Nasional Akuntansi (SNA) terakhir di Banjarmasin

Ketika Paradigma Positif Mendampingi Paradigma Non-Positif … -- Suyunus 415

terjun langsung ke realitas yang diteliti.Langkah ini diambil karena tujuan risetnyaadalah memahami fenomena, membebas-kan pemikiran atau melakukan dekonstruk-si terhadap realitas. Tentu saja periset mem-butuhkan waktu relatif panjang. Karir pe-riset di dunia akademik tentu juga dibatasiusia atau waktu. Hasil riset juga perludipublikasi. Masalahnya adalah para editoratau gate-keeper di jurnal-jurnal terkemukabelum bisa menerima sepenuhnya aliranpemikiran riset kualitatif.

Durasi riset, karir para akademisi dangate-keeper jurnal-jurnal terkemuka diyakiniHopwood (2008), Merchant (2008) dan Bis-man (2010) sebagai tekanan atas perisetakuntansi kualitatif. Selama editor tersebutbelum bisa mengakomodasi pemikiran risetnon-positif, maka perkembangan pengetahuan akuntansi yang dihasilkan dengan carariset selain dengan pendekatan positif, tidakakan terjadi dengan cepat. Namun Chua(2011), mencoba berargumentasi yang inti-nya bahwa riset yang baik tidak selaluharus dimuat di jurnal terkemuka. Memangada artikel yang sukses seperti tulisanSterling (1975), tetapi nyatanya tidak di-muat di jurnal riset akuntansi terkemuka.

Jalur Penyebaran Inovasi Pemikiran RisetAkuntansi

Ada beberapa jalur difusi lain, selainseminar. Jalur penyebaran (atau komuni-kasi) pemikiran riset akuntansi terebut ada-lah (a) Publikasi hasil riset. (b) interpersonalnetwork, (c) menerbitkan majalah ilmiah se-suai dengan paradigma risetnya (Birnbergand Shields, 2009). Dalam tulisan tersebut,jalur penyebaran pemikiran sebagaimanayang peneliti uraikan, disebut sebagai jalurkomunikasi. SNA adalah ajang untuk mengkomunikasikan hasil riset, baik itu risetkuantitatif atau riset kualitatif. Beberapatokoh riset akuntansi non positif di Indo-nesia, aktif dalam organisasi profesi.Dengan aktifnya para periset dalam SNA(interpersonal network) maka mereka men-dapat posisi di organisasi, menjadi editor di

majalah ilmiah, bahkan menjadi gatekee-pernya. Peneliti yakin dengan pandanganlain yang menyatakan bahwa selain pen-dapat Birnberg and Shileds (2009), jalurpendidikan juga merupakan jalur penyeba-ran pemikiran yang penting (Hopwood,2007, lihat juga Suyunus, 2011).

METODE PENELITIANDalam tulisan ini perlu dibedakan an-

tara peneliti dengan periset. Peneliti adalahsaya yang sedang melakukan penelitian ini.Periset adalah mereka, para dosen (infor-man) yang pemikirannya menjadi fokuspenelitian ini. Penelitian ini berusaha untukmenjawab pertanyaan penelitian tentang alasan penolakan (informan) terhadap pemi-kiran riset akuntansi non-positif. Oleh sebabitu peneliti akan memasuki kehidupan pe-mikiran para informan secara mendalam,agar bisa memahami pemikiran mereka(Sugiyono, 2008).

Pengumpulan data dan informanSelama dua minggu peneliti berada di

kota Jogjakarta, dan muncul di lingkunganFakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGMuntuk berjumpa dengan informan. Selainitu, peneliti sedang melanjutkan studi diMalang, tepatnya di Fakultas Ekonomi danBisnis Universitas Brawijaya (FEB UB).Peneliti berhasil menemui tiga orang gurubesar yang mengawal perkembangan RisetAkuntansi Multiparadigma (RAM). Penelitijuga mengumpulkan data di kota Surabaya,tepatnya di Fakultas Ekonomi dan BisnisUniversitas Airlangga (FEB UA), denganmenemui 3 orang informan. Berikut inipeneliti sajikan para informan yang penelititemui di Jogja, Malang dan Surabaya selamabeberapa waktu. Walaupun masih ada per-debatan, peneliti memilih untuk menuliskaninsial nama mereka.

Aksesabilitas penelitiUntuk memasuki dunia pemikiran in-

forman merupakan hasil dari kolegialitasjangka panjang, dalam arti berhubungan

Page 8: Ketika Paradigma Positif Mendampingi Paradigma Non-Positif …perpustakaan.unitomo.ac.id/repository/20140124002.pdf · Dalam Simposium Nasional Akuntansi (SNA) terakhir di Banjarmasin

416 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 16, Nomor 4, Desember 2012 : 409 - 432

baik dalam pertemanan dan dalam komu-nitas akademik, khususnya jurusan akun-tansi. Aksesabilitas ini memang telah me-lancarkan proses wawancara, namun pene-liti tetap menjaga prosfesionalitas sebagaipeneliti.

Wawancara secara mendalamDengan pedoman wawancara yang

telah peneliti siapkan, wawancara dilaku-kan secara bebas, dengan pertanyaan-per-tanyaan yang terbuka.

Tabel 3Daftar Informan

No Nama Dosen di Alumni S-2 Alumni S-31 SWD UGM AS AS2 SGR UGM AS UGM3 JGH UGM AS AS4 ABH UGM AS UGM5 BRT UGM AS AS6 MFS UGM AUS ING7 IRF UGM UGM -8 BSB UB UI UGM9 STR UB UGM UGM

10 ITY UB AUS AUS11 SGS UA - UA12 IMN UA UGM UGM13 ZFN UA UB UB

Sumber: Peneliti

Sepanjang proses wawancara, gerakan spontan (gestures) dari para informan juga menjadi data penting untuk proses selanjutnya.

Proses wawancara dilakukan denganbantuan alat perekam (MP3-Transcends)dan buku catatan (field notes).

Hasil penelitian, artikel, buku, dan bahanceramah

Para informan yang berkaitan denganpenelitian ini tentu juga menjadi datapenting. Kumpulan makalah yang dipresen-tasikan di SNA, artikel di majalah ilmiah,makalah dalam ceramah, atau karya bukutentu menjadi data penting dalam menye-lami pemikiran para informan.

Riset kualitatif sifatnya amat subyektif.Sehingga sering dikatakan bahwa alat atauinstrument utama dalam penelitian iniadalah peneliti sendiri. Seorang penelitiharus memiliki mempunyai stock of know-ledge yang cukup untuk melakukan ber-

bagai langkah dalam riset seperti ini.Peneliti suka membaca berbagai topik yangamat berguna dalam riset ini. Beberapabacaan yang disukai peneliti berkaitandengan human interest, filsafat, psikologi,spionase, kebudayaan, politik, olahraga,bahasa, dan lain-lain. Dalam beberapatahun terakhir peneliti banyak membacaartikel tentang pemikiran riset akuntansimultiparadigma, buku-buku maupun arti-kel tentang pemikiran para ilmuwan akun-tansi dan dan pemikir filsafat ilmu yangberaneka ragam pemikirannya.

Proses analisis dilakukan dengan menghubungkan antara tema satu dengan tema-tema jawaban lainnya. Dalam proses inilahpeneliti menjadi amat subyektif berdasar-kan stock of knowledge-nya. Pemikiran ten-tang berbagai paradigma riset di bidangsosiologi (Burrell and Morgan, 1979; Saran-takos, 1993: dan Neuman, 2011) menjadireferensi penting dalam menganalisis.

Page 9: Ketika Paradigma Positif Mendampingi Paradigma Non-Positif …perpustakaan.unitomo.ac.id/repository/20140124002.pdf · Dalam Simposium Nasional Akuntansi (SNA) terakhir di Banjarmasin

Ketika Paradigma Positif Mendampingi Paradigma Non-Positif … -- Suyunus 417

ANALISIS DAN PEMBAHASANKepak Sayap Rajawali Akuntansi Multi-paradigma

Rajawali adalah nama burung yangkerap di jadikan simbol kekuatan atau ke-kuasaan. Dia menjadi simbol kekuatankarena pendidikan anak-anak burung ter-sebut memang membuat mereka menjadiburung yang kuat. Dia menjadi simbolkekuasaan karena kemampuan terbangnyayang mengarungi angin dan jauh tinggi diatas langit dengan mata yang memandangpenuh dengan kekuasaan atas angkasa,lautan dan daratan di sekitarnya. Rajawaliakuntansi merujuk pada para periset akun-tansi yang mengembangkan akuntansi de-ngan riset-risetnya.

Ada dua nama yang berperan besar diawal perkembangan Riset Akuntansi Multi-paradigma (RAM). Dua nama itu adalahITY dan BSB3. Mereka berdua adalah pen-cetus ide RAM dan strategy maker yang ber-sama-sama memulai pengembangan RAM.Pertama, BSB yang 10 tahun lebih seniordari ITY telah banyak membangun JurusanAkuntansi di UB dan menjadi pengelolajurusan dan fakultas, hingga akhirnya men-jadi Dekan FEB UB. Dia dikenal sebagaipribadi yang tenang, tidak bicara jika tidakperlu, santun dalam bertutur kata dan sukaberolahraga.

Ada dua hal penting yang merupakankeputusan strategisnya sebagai pengayomdi FEB UB. Pertama, ketika BSB berbincangdengan ITY yang mengungkapkan pikiran-nya tentang pengembangan fakultas, khu-susnya di jurusan akuntansi yang menye-pakati pengembangan RAM tersebut. Ke-

3 Mereka peneliti anggap berpengaruh dalam mengem-bangkan RAM, melalui pendirian Program S-3 di JAFEB UB.Tetapi yang “membidani” kelahiran pemikiran RAM adalahtim yang terdiri dari lima orang dosen muda JurusanAkuntansi di FEB UB, ketika membangun Program S-2Akuntansi. Salah satu diantara mereka ITY, sebagai pencetuside RAM dan kala itu merupakan satu-satunya Ph.D . Empatorang lainnya masih bergelar Master.

dua, pada saat BSB menjadi Dekan FEB UB,dia berhasil memindahkan pengelolaan pro-gram S-2 dan S-3 dari payung Universitas(Pasca Sarjana) ke Fakultas. Putusan yangpertama membuat lahan pengembanganRAM tersedia, sedangkan putusan yangkedua membuat pengelolaan dan pengem-bangan pendidikan akuntansi semakin lelu-asa, dalam arti inovatif dan tidak terjebakoleh birokrasi yang rumit. Berikut adalahpenuturan BSB:

di sini saya omong-omong sama ITY. Yapemikiran dia juga, ya… bagus juga.Karna waktu ITY datang, saya kan PD1 di sini, banyak berinteraksi sama diawaktu itu. Saya berinteraksi dan sayaliat .. pemikiran mereka juga harusditampung gitu lho, jadi saya segera(mengambil) S3, dan setelah sayapulang dari S3.. di sini mau merintispendirian S3. Tadinya cuman kan, yangada kan, cuma saya dengan dia…kemudian datang EGS4, ya kitangomong-ngomong bertiga gitu, ya dia(S3) harus dibuat lain.. karena sumberdaya. (FN 2011 1115 BS-pendirian S-3Multiparadigma).

BSB juga pernah mengungkapkan bah-wa strategi pendirian PDIA berdasarkansumber daya. Saat itu, dari tiga orang yangmerupakan pendiri PDIA, ada dua orangyang orientasi risetnya non-positivistik, danseorang dengan orientasi riset positif. EGSyang bergabung kemudian telah memper-kuat kelompok non-positif dalam memba-ngun RAM.

Sebelum mereka mendirikan S-3, tentusaja mereka juga telah membuka programS-2. Saat pendirian itu, baru ada ITY yangmerupakan inisiator dan satu-satunyadoktor. Bersama dengan empat orang kole-ga dosen lainnya mereka mendirikan pro-

4 EGS, tadinya adalah dosen di salah satu perguruan tinggiswasta di Malang. dia alumni dari University ofWollongong. Kemudian dia pindah ke FEB UB dan dia ikutmembangun S-3 Multiparadigma bersama BSB, dan ITY.Sejak 13 Desember 2010, EGS juga menyandang jabatanGuru Besar Akuntansi.

Page 10: Ketika Paradigma Positif Mendampingi Paradigma Non-Positif …perpustakaan.unitomo.ac.id/repository/20140124002.pdf · Dalam Simposium Nasional Akuntansi (SNA) terakhir di Banjarmasin

418 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 16, Nomor 4, Desember 2012 : 409 - 432

gram S-2 yang pendekatan risetnya jugamultiparadigma.

Dalam perjalanan pengembangan RAMdi JAFEB UB, bukannya tanpa masalah. Halini juga dirasakan dan dialami oleh BSB.Program RAM dirasakan menjadi menekankarena setiap dosen diharapkan juga me-nguasai RAM; artinya setiap dosen di-harapkan mampu menguasi riset akuntansidengan empat paradigma tesebut, positif,interpretif, kritis dan posmodernis. Mung-kin saja ini persepsi BSB, tapi perasaan seseorang tidak akan tumpul jika telah terasahketika mengamati keadaan sekitarnya. BSBtidak setuju dengan proses memultiparadigmakan para dosen, dan dia mengusul-kan adanya dialog bukan pemaksaan ke-hendak oleh penguasa5.

iyaaaa.. awalnya sama pak, awalnyasama.. wong itu.. kurikulum S3 itukami rancang bersama-sama… tapiterakhir-terakhir..eee… dia lalu artikanlain gitu ..tidak seperti awal. Namanyaproses pemikiran memang berjalan.Tapi..oo iyaa, makanya saya bilang,jangan menggunakan kuasa ataumenggunakan kekerasan.. tapi dialog..nanti bersama dengan berlalunyawaktu.. nanti nemu sendiri…makanyakan saya selalu mengatakan dialog..dialog..ee sonjo-sonjo (bahasa jawa)sonjo itu saling mengunjungi.....kemudian.... omong-omongnya itubukan.... kalo orang desa itu kalo datangitu, dia omongnya macem-macem gitu,tapi di situ itu nanti… menemukan.Jadi bukan.. misalnya aku mengkondatangi pak MQ arep ngomong iki..bukan gitu….(FN 2011 1115 BS-pendirian S-3 Multiparadigma)

Perbedaan nilai ini cepat diselesaikanoleh mereka dengan melakukan silaturahmidan dialog, sehingga RAM tetap memiliki

5 Dalam konteks ini, pada saat itu, tahun 2011, penyandangjabatan Dekan, Kajur Akuntansi, KPS S-1, KPS S-3 di FEB UBadalah dosen akuntansi dengan orientasi riset non-positif.Itu sebabnya Prof BSB mengingatkan tentqang pendekatandialog, bukan pendekatan kekuasaan

lahan subur untuk berkembang di FEB UB.ITY memang menjadi motor penggerakberjalannya RAM di UB. Ketua JurusanAkuntansi Fakultas Ekonomi dan BisnisUniversitas Brawijaya (JAFEB UB), Prof. Dr.Unti Ludigdo, mengatakan bahwa ada tigafaktor yang membawa keberhasilan penye-baran pemikiran RAM di tempat tersebut.Pertama dari diri ITY sendiri yang kuatargumentasinya. Kekuatan tersebut terben-tuk karena dalam masa studi di luar negeri,ITY tekun membaca dan berpikir. Kedua,ITY konsisten penetrasinya. Dia tidak per-nah berhenti menyebarkan pemikirannyasecara formal, maupun informal. Ketiga,ada dukungan yang kuat dari teman-temannya karena telah memahami pikiranITY (lihat Suyunus, 2011).

Kehidupan relijiusnya ITY memantap-kan hati untuk menggabungkan antaraakuntansi dan Islam sehingga lahir karya-nya tentang akuntansi Syariah (Triyuwono,2000). Pejalanan penyebaran pemikiran risetakuntansi multiparadigma (RAM) bisa di-katakan berawal dari hasil pemikiran dankaryanya tersebut. Di samping mengawin-kan Islam dengan akuntansi, ITY jugamengembangkan cara mengajar di kelasdan menyebarkan pemikiran RAM.

Jika BSB dan ITY saling mendukungRAM walaupun berbeda “keyakinan”, STRterkenal dalam posisinya sebagai positivistdi FEB UB. Pendapat dan tantangan beliauterhadap multiparadigma amat dirasakanoleh para koleganya. Namun, kenyataannyaSTR juga ikut membangun berkembangnyaRAM di JAFEB UB. Dalam satu kesempatanSTR mengatakan dengan gayanya,

“saya sudah terima multiparadigma.Walaupun saya sudah memberiargumentasi agar kurikulum kitajangan seperti sekarang6. Tapi ya

6 Kurikulum S-3 PDIA di FEB UB akhirnya berubah sejaktahun ajaran 2012/2013/ Pendapat STR merupakan salahsatu pertimbangannya. Tetapi pemicunya adalahkedatangan para doktor muda dari berbagai tempatstudinya, dan mereka memiliki “kepentingan” untuk ikutberkiprah juga.

Page 11: Ketika Paradigma Positif Mendampingi Paradigma Non-Positif …perpustakaan.unitomo.ac.id/repository/20140124002.pdf · Dalam Simposium Nasional Akuntansi (SNA) terakhir di Banjarmasin

Ketika Paradigma Positif Mendampingi Paradigma Non-Positif … -- Suyunus 419

sudahlah, teman-teman sudah setu-ju”.

Menurut peneliti perkembangan RAMdi JAFEB UB justru disebabkan adanyasikap oposan seperti sikap STR. Denganadanya dua “kubu” yang saling berargu-mentasi, maka ada kecenderungan keduapihak itu berusaha untuk saling memahamidengan cara mempelajari paradigma yanglain dan berdiskusi. STR juga pernah me-nyampaikan hal berikut ini kepada peneliti;

“saya sudah tidak ada masalahdengan multiparadigma, dan sayasudah mulai mempelajarinya, tapisaya belum pernah diberi bimbinganyang kualitatif”.

Walaupun STR menyampaikan dengangayanya yang oratoris, peneliti mengang-gap bahwa dia setuju dengan RAM, dan diamemilih untuk menjalani satu paradigmasaja; paradigma positif sebagaimana halnyaBSB.

Mendengarkan Suara Rajawali LainPara akademisi akuntansi FEB UGM

dikenal cukup memiliki pengaruh di kala-ngan akademisi akuntansi di Indonesia.Maksudnya, apa yang menjadi keyakinanmereka segera diikuti oleh para akademisidi Indonesia, termasuk paradigma yangdianut oleh akademisi di Universitas itu.Menurut peneliti, hal ini amat di dukungoleh aktivitas penyelenggaraan S-2 dan S-3akuntansi di FEB UGM serta tingginyakredibilitas para akademisi UGM dalamsetiap pertemuan ilmiah, termasuk SNA.

Peneliti berhasil menemui SWD (angkatan 1973), sebagai informan yang pertama.Beliau cukup dikenal sebagai akuntanpendidik yang amat memperhatikan bahasaIndonesia. SWD amat piawai dalam mata-kuliah Statistik. Filosofi tentang pengguna-an alat analisis (statistik) dalam riset amatdikuasai SWD. Sebagai alumni dari sebuahperguruan tinggi di Amerika Serikat (KentState Univ), tentu sudah bisa diduga, ke-

mana orientasi paradigma riset akuntansi-nya.

SWD tidak menolak kehadiran risetakuntansi non-positif, dalam arti dia mene-rima kehadiran riset kualitatif tetapi tidakingin mempertanyakannya untuk meng-hindari argumentasi yang menurutnya me-rupakan stratagem7. SWD juga tidak ber-usaha berpihak pada pemikiran riset kuantitatif maupun kualitatif; tetapi orientasi diaadalah riset akuntansi positif. Alasannyakarena academic life experience dia berada diriset akuntansi positif. Selain itu, tentu adakebijakan jurusan akuntansi yang inginlebih mengembangkan akuntansi denganmenggunakan pendekatan riset akuntansipositif. Dalam salah satu kesempatan SWDmengatakan

…Ya ndak papa, ndak masalah. Kalokita sudah bicara ilmiah, apapun itutergantung komunitas. Hanya sajakalau saya menjadi tim untuk mem-bimbing mahasiswa fakultas hukumya saya frustasi. Menurut saya kalauitu memaparkan undang-undang iniini, itu itu, menurut saya itu bukandisertasi. Tapi itu tergantung komuni-tasnya,.. ya sudah kalau begitu. Saya..ndak bisa memberi banyak. Baca sajadisertasinya AT8, pengalaman diamenjadi tokoh ini ini ini, menurutsaya itu memoir,..memoir itu bukanpenelitian ilmiah... tapi itu pandangansaya.

SWD berusaha konsekuen untuk me-nganggap bahwa di manapun posisi risetseseorang, akan menghadapi komunitasyang mengakui keilmiahan dan ketidak

7 Stratagem adalah argumen yang digunakan untuk membelapendapat yang sebenarnya lemah atau tidak dapatdipertahankan secara logis. Tujuannya untuk memaksakankehendak, menjatuhkan bicara atau membuat yang keliruseolah-olah benar (Suwardjono, 2010,72).

8 AT adalah salah satu tokoh (ketua) partai di era orde baruyang meneruskan studi di universitas “Y”. setahu penelitidia adalah alumni dari fakultas teknik (S-1), bukan darifakultas sosial

Page 12: Ketika Paradigma Positif Mendampingi Paradigma Non-Positif …perpustakaan.unitomo.ac.id/repository/20140124002.pdf · Dalam Simposium Nasional Akuntansi (SNA) terakhir di Banjarmasin

420 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 16, Nomor 4, Desember 2012 : 409 - 432

ilmiahan suatu riset. Dalam komunitas risetakuntansi positif, maka cara atau epis-temologi positif adalah yang ilmiah. Sebagaikonsekuensinya, cara riset yang lain tentutidak ilmiah. SWD sepaham dengan cupli-kan berikut.

If we agree that the meaning of the word“scientific” comes from science (naturalscience) in the sense of emulating naturalscience, then anything else that does notfollow natural science study may be called“unscientific”. It does not mean thatunscientific approach is useless ormeaningless. When it comes to socialphenomena or policy making, unscientificapproach may be shown or even proven tobe useful, fruitful, and meaningful(Suwardjono, 2006)

Buku-buku riset yang dibaca SWDtentu buku riset yang yang membahasmengenai riset kuantitatif dan riset kuali-tatif. Salah satunya SWD menyebutkanbuku Social Research karangan Neuman9

(2003). Peneliti bisa memahaminya, karenabuku Burrell and Morgan (1979) tidakpopuler di kalangan mereka, tetapi artikelChua (1986), dan Gioia and Pitre (1990)yang banyak merujuk pada pikiran paraahli riset sosial amat populer di kalanganmereka, para dosen Jurusan Akuntansi diFEB UGM.

Walaupun SWD menerima kehadiranriset akuntansi non-positif dengan segalakonsekuensinya, dia masih punya satu per-tanyaan penting yaitu; apa bedanya laporanriset non-positif dengan laporan jurnalistikyang ditulis dengan baik setelah melakukaninvestigasi dengan cermat pula. Penelitisempat mencatat secara relektif ketika ber-bincang dengan SWD, dalam field notesebagai berikut;

Pertanyaan mendasarnya adalah; kitaharus sepakat dulu dengan apa yangdisebut sebagai binatang akuntansi.Kemudian kita memilih orientasi kita.

9 Edisi terbaru terbit tahun 2011

Jika laporan penelitian adalah sepertitulisan AT, maka menurut pendapatbeliau tulisan itu bukanlah suatudisertasi karena tak memenuhikaidah-kaidah untuk tulisan yangdisebut science. Dengan lugas ditanyakan apa bedanya disertasi dengantulisan wartawan yang disebutdengan investigation report (FieldNote, 2012 0111 U”X”-SWD 1).

Beberapa catatan lainnya adalah dijelaskannya istilah escapism dan pemberontakan.SWD tidak mengharapkan terjadinya pela-rian (escapism) dari riset akuntansi positifkuantitatif ke riset akuntansi non positif-kualitatif hanya karena seseorang tidakpaham dengan statistik (Sugiyono, 2008).Jika ini terjadi, maka escapism merupakanalasannya. Menurut SWD seseorang tidaksekedar memilih (paradigma) orientasi posi-tif atau non positif, riset kuantitatif atauriset kualitatif; tetapi seseorang melakukanpemberontakan.

Menarik sekali pandangan SWD ten-tang pemberontakan yang terjadi ketikaseseorang memilih paradigma. Idenya ada-lah periset hendaknya menguasai metoderiset yang standar dulu (positif) sampaiperiset tersebut menjadi expert dan puasdengan metode tersebut. Kemudian penelititersebut bisa melakukan perluasan metodedengan memilih metode baru; itu yang di-katakan bahwa memilih paradigma merupakan bentuk dari pemberontakan (Suwar-djono, 2006). Perubahan paradigm ini biasa-nya terjadi karena tujuan riset yang ber-beda, sehingga cara risetnya juga berbeda

Positivism cannot do what non-positivismcan do. Non-positivism has its ownfeatures and merits. It is true (at least weagree) that cars are the best for travellingand bycycles would be futile. It is so withconfronting one paradigm to anotherespecially if the purpose is to win theclaim of truth (Suwardjono, 2006)

SWD memang tidak ingin terjebakdalam monism, bahwa harapan para kaumpositivism, metode (cara) inilah satu-satunya

Page 13: Ketika Paradigma Positif Mendampingi Paradigma Non-Positif …perpustakaan.unitomo.ac.id/repository/20140124002.pdf · Dalam Simposium Nasional Akuntansi (SNA) terakhir di Banjarmasin

Ketika Paradigma Positif Mendampingi Paradigma Non-Positif … -- Suyunus 421

yang ilmiah. Tetapi dia punya pendapattentang anything goes, sepertinya semua bisaditeliti, semua boleh. Dia kuatir jika nanti-nya akan dihasilkan karya kontemporer,bukan karya ilmiah, padahal maksudnyamelakukan riset akuntansi. Orang bisa ter-jebak, sehingga menjadi seniman kontemporer, bukan melakukan hal yang ilmiah(Suwardjono, 2006).

Pengaruh pandangan institusi terhadapindividu dosen juga diungkapkan MFS,salah satu dosen muda di FEB UGM. MFSlulus dari UGM tahun 1998, lalu melanjut-kan ke The University of Western Australia (S-2), kemudian melanjutkan lagi ke The Uni-versity of Bradford di Inggris (S-3). MFS me-nerima kehadiran riset akuntansi multi-paradigma. MFS mengatakan bahwa ke-benaran (Truth) menurut para positivist dankebenaran menurut non-positivist selalu di-lihat dari sudut pandangnya masing-ma-sing sehingga ontologi dan epistemologinyamemang ada tempatnya sendiri-sendiri..

Kalo saya kembali ke itu ya….filosofinya kan, orang mendefinisikantruth itu apa. Artinya begini, kaloorang positivist itu kan jelas, kalo truthadalah out there, di sana… ya positivistkan. Ya mau tidak mau yaaa harusseperti itu. Lalu kalau orang inter-pretif yaaa, the truth around us, harusdiinterpretasikan gitu. Jadi sebenar-nya kalo saya pribadi itu ya ndakmasalah ya. Karena memang kalobahasa pak MQ10 yang memangsecara ontology sudah beda dan secaraepistemology sudah beda. ., ya itu yanggak mungkin ketemu.

MFS juga menjelaskan bahwa meski-pun secara institusi dia positivist, tapi secarapribadi dia bisa menerima kehadiran keduaorientasi riset tersebut. Tapi mengapa me-reka tidak mau membimbing riset denganpendekatan kualitatif? Dia mengatakan bah-

10 Ini adalah nama kecil peneliti, begitu para informanmemanggil peneliti

wa ekspertis mereka adalah di orientasiriset positif. Jika mereka memaksakan diriuntuk mau membimbing mahasiswa de-ngan orientasi riset kualitatif tentu akankacau hasilnya, karena itu bukan expertisepara dosen di lingkungan pak MFS. Karenaekspertis di riset akuntansi positif, makaada pertanyaan yang ada di kepala MFS.Mungkin dia menganggap sebagai kelema-han

Secara pribadi, kalo sudah gini njurngopo? Seperti disertasi saya, sesudahselesai ya harus dicari kenapa begitu.Saya harus interview juga; itu untukmemuaskan saya.

Kelemahan yang kedua, berkaitan de-ngan pertanyaan tentang apakah socialscience sama dengan natural science. Jikatelah telah dilakukan uji validitas dan hasil-nya valid; apakah ini memang valid betulsebagaimana yang terjadi pada data dinatural science. Pertanyaan ini selalu ada dibenak MFS.

Dulu sebelum MFS sampai pada tahapskripsi, masih banyak topik skripsi yangjudulnya tentang internal control, sistemdan prosedur dan semacamnya. Setelahpara dosen berdatangan dari Amerika, ma-ka muncul cara riset baru yang kemudianmenjadi bahan ajar bagi mahasiswa. Sejarahdi jurusan akuntansi FEB UGM telah men-catat perubahan cara riset yang besarsetelah empat orang dosen mudanya pulangdari Amerika, tepatnya dari Temple Uni-versity, Philadelphia di sekitar tahun 1995atau 1996.

Yang diungkapkan oleh MFS tentangriset yang dulu juga dialami oleh IRF,seorang dosen senior yang dikenal sebagaisosok dosen sederhana dan amat relijius.Peneliti mengenalnya sejak masa kuliahdulu. Dia adalah dosen untuk mata kuliahauditing. Ciri khasnya adalah selalu me-makai sepatu sandal dan selalu tersenyum..Menurut pandangan peneliti, IRF merupa-kan pribadi yang menyenangkan karenasuka membantu. IRF tidak mempermasalah

Page 14: Ketika Paradigma Positif Mendampingi Paradigma Non-Positif …perpustakaan.unitomo.ac.id/repository/20140124002.pdf · Dalam Simposium Nasional Akuntansi (SNA) terakhir di Banjarmasin

422 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 16, Nomor 4, Desember 2012 : 409 - 432

kan tentang epistemologi riset akuntansi(kualitatif dan kuantitatif). Namun, diamulai mempertanyakan manfaat riset akun-tansi dengan topik masalah pasar modal.IRF mengatakan bahwa saat ini dia mulaimendorong mahasiswa S-1 untuk menulistentang internal control, sistem akuntansi,overhead cost dan sebagainya, yang dipikir-kan lebih bermanfaat untuk perusahaanyang diteliti. Ini adalah topik dan cara risetjaman dulu yang dimaksudkan oleh MFS.

Salah satu dari empat dosen mudaUGM yang lulus dari Temple Universityadalah JGH. peneliti berhasil menemui JGHdi ruang kerjanya. Saat itu JGH mendudukiposisi sebagai direktur MAKSI (S-2). Diaalumni UGM (S-1), Western Michigan Uni-versity (S-2), dan Temple University (S-3).Dalam perbincangan itu, peneliti mencatatpenjelasan JGH sebagai berikut:

“Intinya kami menerima itu sebagaisesuatu yang saling melengkapi da-lam akuntansi”. JGH mengatakanbahwa dirinya ingin melihat, mencaritahu akuntansi dari sisi yang nyata,sehingga hasil (riset) nya dapat digunakan oleh praktisi untuk men-jelaskan dan memprediksi. MenurutJGH itu saja amat banyak masalahyang bisa diangkat, dan tidak adahabisnya, sehingga mereka (UGM)fokus ke sana, lalu aku bertanya,apakah semua begitu berpikirnya?Lalu kata JGH, ya tidak semua begitu.Ada yang melihat akuntansi dengancara dan sudut pandang yang lain,tapi kami sepakat untuk fokus kesana. Biar yang lain diluar yangditeliti UGM diteliti oleh yang lain.Kata JGH, “kita kan menolak Groun-ded Theory. Kita melihat fenomena danmenggunakan statistik sebagai alatanalisis” (FN 2012 0112 U”X” IBAS 1-Ideologi and JGH-Positivism)

JGH mengatakan bahwa masing-masing (pendekatan penelitian) ada kele-bihan dan kelemahannya dalam memahami(realitas) akuntansi. Dia merujuk pada pen-dapat yang ada di buku yang berjudul

Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprahdan Pengalaman-Pengalaman (Hartono,2004), Mengingat posisi JGH yang strategis,peneliti membicarakan tentang arah JAFEBUB yang membangun School of Thought.Pada dasarnya, JGH senang dan meng-hargai sekali keberanian dan pilihan teman-teman di UB untuk berbeda, tidak ikut-ikutan sehingga ada posisi yang baik bagiJAFEB UB sebagai suatu pilihan tempatstudi bagi banyak orang. Di lain sisi teman-teman di UB tidak terjebak untuk ikut-ikutan sebagaimana yang dijelaskan dalamsalah teori keperilakuan yang disebut TeoriAdjusting and Anchoring (Warsono, 2011).Mendengar pendapat JGH, peneliti yakinbahwa dia juga memahami bahwa di UB,orientasi para dosennya berada tidak hanyadi paradigma positif saja, melainkan jugaberada di paradigma non-positif.

Sementara ini, mereka di JAFEB UGMtidak atau belum mengarah ke school ofthought. Mereka hanya “kumpulan orang”yang berpikir untuk mencari solusi danmenjelaskan pada masyarakat mengenaifenomena (akuntansi) yang tampak. JGHmengatakan bahwa mereka meneliti realitasyang tampak dipermukaan, sedangkanteman-teman di JAFEB UB mengarah padarealitas yang ada di bawah permukaan.Tentu lebih sulit untuk meneliti sesuatuyang tidak tampak dipermukaan. Keduapendekatan riset ini saling melengkapi.

Saat menemui BRT yang juga merupa-kan salah seorang dari four musketeers dariTemple University, peneliti menemui penda-pat yang berbeda tantang RAM. Merekaberempat, the four musketeers, menjadi motorgerakan riset positif kuantitatif setelahmatang belajar di Temple University. BRTmenempuh S-2 di Memphis State University.Menariknya, dalam pandangan pribadi BRTdan khususnya di Indonesia. kehadiranparadigma non-positif merupakan noise.

“Saya tidak banyak berinteraksidengan mereka, paling hanya duatiga kali. Tapi kehadiran merekadalam arti mereka itu ada malah

Page 15: Ketika Paradigma Positif Mendampingi Paradigma Non-Positif …perpustakaan.unitomo.ac.id/repository/20140124002.pdf · Dalam Simposium Nasional Akuntansi (SNA) terakhir di Banjarmasin

Ketika Paradigma Positif Mendampingi Paradigma Non-Positif … -- Suyunus 423

noise, sing interpretif kuwi mau.Karena mereka yang saya temuiselalu menyerang. Untungnya, sayabisa menahan (diri) untuk tidaknyerang balik. Jadi orang-orang(interpretif) yang saya temui itunoise. (Padahal) saya selalu menga-gumi tulisan-tulisan orang inter-pretif; karena angel tenan kuwi.. danwaktunya luar biasa”.

Menurut BRT, tulisan mereka (kuali-tatif) tidak banyak di baca dan dinilai orang,dan tentu saja tidak memperkaya penge-tahuan akuntansi. Laporan riset yang di-hasilkan tampak tidak mengikuti protokolyang seharusnya sehingga sulit untuk men-jadi pengetahuan (science). BRT sendiri tidakmau menjadi naïf dalam penelitian. Seorangpeneliti harus tahu kelemahan dan kekua-tan paradigma yang dipilihnya. MenurutBRT, dirinya amat mengetahui kelemahanmetode kuantitatif ini, sehingga dia amatberhati-hati dalam penelitian. Hampir se-mua peneliti riset kuantitatif mengakuibahwa tantangan terbesarnya adalah saatmencari data. Ini yang disebut dengankeasyikan oleh BRT.

“Kalo kekuatan positif, saya tidakpernah memikirkan tentang kekuatanpositivis, tapi….itulah yang saya tau.Tapi saya tau kelemahannya yaitukeasyikan. Keasyikan itu bisa terjadikarena tantangane dalam positivis ikukoyo wayahe ngumpulne data”.

Perkembangaan riset akuntansi multi-paradigma (kualitatif) merupakan hal yangjuga menjadi perhatian BRT. Ada kekua-tiran di balik tarikan senyumannya ketikapeneliti masuk ke topik ini. Dengan gayakhasnya, BRT mengatakan bahwa cara risetakuntansi kualitatif akan berkembang cepatkarena belum mapannya atau belum sem-purnanya cara riset tersebut di Indonesia.Artinya, cara riset tersebut masih belumbenar dan jadi lebih mudah diikuti. Semen-tara itu, BRT mengetahui kelemahan epis-temologi dalam paradigma positif, BRT

amat cermat dan berhati-hati dalam riset-risetnyat.

BRT tetap menghargai keberadaan risetkualitatif dengan catatan perlu diadakandialog antara pengikut masing-masing paradigma, baik periset kuantitatif, maupunperiset kualitatif. Dengan kata lain, BRTadalah seorang peneliti yang menyadari ke-hadiran dan perkembangan cara riset kuali-tatif tidak bisa dihalangi, sehingga merasaperlu dilakukan dialog demi penyempurna-an cara riset yang ada saat ini. Menariknyabeberapa argumentasi BRT sesuai denganpemikiran Merchant (2008) dan Wilmott(2008).

SGR dan ABH adalah dua orang dosenyang sama-sama meyelesaikan S-1 di UGMdan S-2 di Murray State University. Ke-mudian mereka meneruskan studi S-3UGM. Keduanya juga mengikuti sandwichprogram di University of Kentucky pada saatsedang menempuh kuliah S-3. Peneliti ha-nya berbincang sebentar dengan ABH.Kami duduk berhadap-hadapan dipisahkanoleh meja. ABH ada di sisi Barat danpeneliti duduk di sisi Timur. Saat itu hariJumat, menjelang pukul sebelas siang, dankami agak sedikit tergesa-gesa ketika ber-bincang. Walaupun demikian, ada yang bisapeneliti peroleh dari perbincangan ini,diantaranya adalah kata-kata berikut ini:

“Gini pak, di sini juga sudah lama adamasalah riset kuantitatif dan kuali-tatif. Kalo saya, nggak ada masalah.Saya tidak keberatan kalo tulisanmahasiswa saya menggunakan pendekatan kualitatif. Sementara itu teman-teman di sini tidak terlalu setuju ataubelum setuju benar dengan kualitatif.Mungkin saya ini secara inherent telahmenjadi moderat. Artinya moderattelah melekat (embedded) dalam dirisaya sejak lahir.”

“Satu saat saya bertanya padaseorang kiai tentang moderat ini,karena saya gelisah. Lalu kata kiai,lho.. nabi Muhammad itu adalahseorang moderat sejati. Tidak pernahada pemaksaaan untuk memeluk

Page 16: Ketika Paradigma Positif Mendampingi Paradigma Non-Positif …perpustakaan.unitomo.ac.id/repository/20140124002.pdf · Dalam Simposium Nasional Akuntansi (SNA) terakhir di Banjarmasin

424 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 16, Nomor 4, Desember 2012 : 409 - 432

agama Islam kecuali jika untuk me-ngenalkannya. Ada waktu untukmemutuskan perang dan ada waktuuntuk tetap berdampingan denganpihak lain. Saya merasa senang. Jadikalau ada yang meminggirkan kuali-tatif, maka saya berusaha “membela”nya dalam arti menjelaskan tentangbagusnya kualitatif. Demikian pulasebaliknya.”

Jelas sekali apa yang diungkapkan olehABH, bahwa kehadiran riset akuntansikualitatif tidak menjadi masalah bagi ABH.Dalam perjalanan hidup ABH, dia menemu-kan bahwa ada sesuatu yang oleh Tuhandiberikan kepada masing-masing orang danitu menjadi wataknya. Misalnya ABH sen-diri diberi kemampuan (lebih) untuk selalumoderat, sementara ada orang lain yangdiberi kemampuan (lebih) untuk menguasaistatistik atau sebaliknya. Nah, dalam risethal itu kelihatan; artinya ada yang bertahanpada riset positif kuantitatif dan ada yangtetap dalam riset kualitatif. Kalau ABH se-cara pribadi justru mencoba untuk menge-tahui riset kualitatif, ketika cara riset itumuncul.

Selain itu secara individu, ABH jugamerasakan bahwa koleganya masih belumsetuju benar dengan riset kualitatif. Setelahpeneliti berusaha mendalami maksudnya,ABH mengatakan bahwa pemilihan orien-tasi riset Positif bisa jadi karena beberapahal, misalnya kepentingan tertentu, ataumemang tidak mau terganggu dengan be-lajar lagi tentang cara riset yang sedangberkembang.

Dia mengungkapkan bahwa mindsetmahasiswa di sini (JAFEB UGM) sepertidiarahkan untuk selalu melakukan riset de-ngan pendekatan positif; padahal tidak se-dikit permasalahan yang bisa diteliti de-ngan pendekatan kualitatif. Menurut ABH,penelitian positif selalu mencoba meng-ungkapkan hal yang berada dalam arearata-rata, dan kenyataannya ada (data) yangdi bawah rata-rata dan ada juga (data) yangdi atas rata-rata. Jadi riset kualitatif bisa

digunakan untuk memahami data yang diluar rata-rata atau outlier. ABH berusahalebih jauh agar masalah dikotomi kuantitatifversus kualitatif bisa dieliminasi. ABHmengusulkan agar para dosen (positif) maumempelajari riset akuntansi non-positif.

Pandangan ABH di atas, berbeda de-ngan reaksi SGR. Ketika peneliti berjumpadengan SGR dan menyampaikan maksudkedatangan peneliti, SGR menceritakan pe-ngalaman beliau saat membaca riset yangditulis oleh GRH11 dan kawannya (mungkinmahasiswanya) di Jurnal Akuntansi Multi-paradigma. Muncul pertanyaan dibenak-nya, bagaimana ceritanya, artikel itu ditulisdari hasil wawancara dengan 3 pengusahamuslim yang sukses, lalu dengan mudahmenyimpulkan sesuatu? Tentu saja SGRmengungkapkan dengan wajah heran, lalutersenyum yang penuh arti.

Memang SGR tidak banyak membericerita tentang masalah yang peneliti hendakpahami. Tetapi komentar SGR mengenaiartikel GRH yang dibacanya sudah me-nunjukkan posisi orientasi riset SGR. Justruada pertanyaan sederhana dari SGR yangmembuat peneliti merasa terkjut sekaligusterkesan. “Ki, ITY kuwi dina-dinane piye? Opodekne dina-dinane koyo sing ditulis nangbukune?” begitu pertanyaan SGR. Rupanyakedalaman pemikiran SGR dalam masalahagama, membuat dia justru bertanya ten-tang orang yang bukunya amat terkenal.Pertanyaannya adalah tentang bagaimanakeseharian ITY, sehingga dia bisa menulisdan memberikan ide untuk akuntansisyariah seperti itu. SGR tampaknya telahmencoba untuk memahami pemikiran ITYdan membutuhkan lebih banyak data atauinformasi mengenai ITY sebelum SGR me-ngambil sikap yang jelas. Hal ini bisadijelaskan dalam Langkah-langkah Peru-

11 GRH seorang Guru Besar Akuntansi di UniversitasMerdeka - Malang, yang merupakan alumni Program S-3 diUGM

Page 17: Ketika Paradigma Positif Mendampingi Paradigma Non-Positif …perpustakaan.unitomo.ac.id/repository/20140124002.pdf · Dalam Simposium Nasional Akuntansi (SNA) terakhir di Banjarmasin

Ketika Paradigma Positif Mendampingi Paradigma Non-Positif … -- Suyunus 425

bahan Sikap menurut Model Hovland, Janisand Kelly (Azwar, 2010) yang mengungkap-kan bahwa perubahan sikap sebagai efeksuatu komunikasi tertentu akan tergantungpada sejauh mana komunikasi diperhatikan,dipahami, dan diterima.

Peneliti hanya bisa meraba arah per-tanyaan itu. Orang bertanya tentang oranglain seperti itu, adalah orang yang ingintahu sosok sebenarnya orang lain itu.Mungkin ada value yang ingin dicari. SGRmencoba mengaitkan gambaran sosok ITYdengan buku Teori Akuntansi Syariah karyaITY. Mungkin pula, karena dia tidak sukaatau amat suka dengan karya orang laintersebut sehingga dia perlu informasi ten-tang siapa yang menghasilkan karya itu.Dalam pandangan peneliti, pertanyaan SGRlebih ke arah kemungkinan yang kedua. Bsajuga SGR, sebagaimana halnya BRT merasaada noise atau hal yang tidak mudah di-pahami, yang disebabkan oleh beberapapikiran di buku karya ITY. Ketika penelitimenawarkan suatu dialog terjadi pembicaraan seperti di bawah ini.

MSY: “perlu moderator?”SGR: “perlu.”.MSY: “sopo kiro-kiro? (kira-kira

siapa?)”SGR: “SJE”

Nama yang disebutkan, SJE12, adalahdosen di Universitas Surabaya, alumni dariAustralia (S-2) dan Inggris (S-3). Dia dikenalsebagai periset kualitatif yang sering men-jadi moderator dalam SNA. Perawakannyayang tinggi, atletis, wajahnya yang terangserta mudah tersenyum, serta pilihan kata-nya dalam memandu diskusi, membuat SJEsering diminta untuk menjadi moderator.

12 SJE pernah menjadi Dekan di Fakultas EkonomiUniversitas Surabaya, sebuah Perguruan Tinggi Swastabesar di kota Surabaya. SJE adalah sosok yangmenghidupkan penelitian kualitatif di institusinya. Salahsatu pandangannya adalah bahwa untuk menyebarkanpemikiran di perlukan kekuasaan .

Peneliti juga memperoleh informasi bahwasalah satu mata kuliah di S-3, ada yangmembahas beraneka macam riset, termasukriset kualitatif. Untuk topik riset kualitatif,SJE diminta untuk mengisi kelas dalam 2kali pertemuan. Peneliti jadi maklum jikaSGR menyebut nama SJE.

Peneliti memulai proses pengumpulandata di FEB UA dengan menemui ZFN, se-orang dosen muda Departemen Akuntansidi FEB UA, Surabaya. Dia lahir di Tulung-agung dan merupakan alumni dari JAFEBUB. Sejak dari S-1, kemudian S-2 dan S-3,semuanya ditempuh di JAFEB UB. Kemudi-an ZFN diterima sebagai dosen di FEB UA.Saat ini, ZFN adalah Ketua Program PPAkdi FEB UA. Dia mengatakan tidak ada masalah dengan multiparadigma; tergantungpada tujuan risetnya, dan masing-masingparadigma memiliki kelemahan dan kekua-tannya masing-masing.

Ide saya benar tetapi mungkin me-ngandung kesalahan

Ide anda salah tetapi mungkin me-ngandung kebenaran

Kebenaran ada diantaranya (Fanani,2010)

Cara ZFN mengungkapkan pendapat-nya membuat peneliti paham maksudnya13.Sebagaimana halnya JGH, dia ingin meng-ungkapkan kelebihan dan kekurangan ma-sing-masing cara riset. Sementara itu, SGSlebih memandang fenomena riset ini darisisi praktis danSGS mengungkapkan pan-dangannya dengan menggunakan metaforasimbol. SGS adalah senior peneliti ketikakuliah di UGM, sekarang SGS menjadikolega senior peneliti di JAFEB UA. Dalampandangan SGS, akuntansi adalah simboldan tergantung bagaimana orang meng-artikan simbol itu, terutama apa makna dibalik simbol itu. Jadi akuntansi yang me-

13 Dia mengutip kata-kata indah Imam Syafi’i.

Page 18: Ketika Paradigma Positif Mendampingi Paradigma Non-Positif …perpustakaan.unitomo.ac.id/repository/20140124002.pdf · Dalam Simposium Nasional Akuntansi (SNA) terakhir di Banjarmasin

426 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 16, Nomor 4, Desember 2012 : 409 - 432

rupakan angka-angka dan akhirnya menjadilaporan, sebenarnya juga simbol saja. Kitayang mencari makna di balik symbol ter-sebut

SGS mengingatkan bahwa secara prak-tis orang membicarakan akuntansi sebagaiangka-angka dan kebijakan mengenai ang-ka dalam arti angka itu bisa dijelaskan dandengan angka tersebut bisa diprediksitentang angka berikutnya. SGS amat mene-kankan pada azas manfaat dalam risetakuntansi. Hal ini perlu disadari agar risetyang dilakukan memang bermanfaat diIndonesia.

IMN punya cara lain ketika meng-ungkapkan pendapatnya tentang kehadiranriset kualitatif atau sering disebut non-mainstream. Realitas itu ada yang teraturdan ada yang tidak teratur (Chaos). Jikayang ditangkap oleh peneliti adalah realitasyang teratur, maka riset kuantitatif bisa pasjika digunakan. Sebaliknya jika yang ter-tangkap adalah realitas yang chaos, makariset kualitatif yang lebih pas digunakan.

IMN merupakan alumni S-3 di UGMyang cemerlang. Dia amat terkesan denganmateri kuliah BRT dalam mata kuliahMetodologi Penelitian. Ada sesi kuliah yangmembahas materi riset kualitatif. di sanaBRT menyajikan berbagai artikel risetkualitatif yang benar menurut keyakinanBRT. Tentu saja benar itu juga menuruttuntunan dan tahapan riset yang ditulisdalam buku-buku metodologi penelitian.Dengan demikian IMN tetap sepakat danmenerima kehadiran riset kualitatif atauRAM.

Diskusi Hasil Pandangan Para RajawaliDi lapangan, peneliti ternyata lebih ba-

nyak menemui informan yang berorientasiriset positivist daripada berorientsi riset non-positivist (lihat Tabel 4). Orientasi risetakuntansi para informan di UGM memangdi dominasi oleh positivism. Tetapi ada duainforman menganut orientasi positif dan

non positif. Jika di tilik dari asal studi lanjutmereka, rata-rata adalah lulusan dari per-guruan tinggi di AS. Sebagaimana yangdiketahui, pendidikan di AS seperti meng-arahkan para mahasiswa akuntansinya keorientasi positivism (Hopwood, 2008;Bisman, 2010, Fraser 2012).

Dalam tabel 4, Dua informan yang pe-neliti masukkan dalam orientasi riset multi-paradigma adalah sang innovator RAM,ITY, dan muridnya, ZFN. Khusus untuk ITYorientasi risetnya seperti sudah di atasparadigma yang ditawarkan (Triyuwono,2011). Sementara itu ZFN, memang telahdengan sadar memilih orientasi Positif. Diamenjadi cantrik di S-1, S-2 dan S-3 diUniversitas Brawijaya, sehingga pikiranrisetnya sudah multiparadigma. Sementaraitu, MFS, alumni dari Australia dan Inggris,sadar sekali akan kehadiran pendekatanriset kualitatif, sebagaimana seniornya. Na-mun posisinya sebagai dosen yang relatifmuda, lebih membawanya untuk mengikutikeyakinan dan kebijakan institusi sehinggaorientasi risetnya positif.

Dengan alasan academic life experience(ALE), maka sebagian besar dari informanpenelitian di UGM berada di orientasi po-sitif. Hal ini tentu berkaitan dengan peng-alaman mereka ketika studi lanjut, serta dimana mereka melanjutkan studinya.

Semakin lama mereka studi, maka akansemakin matang dan naik tingkat keahlianmereka (expertise) dalam orientasi positif.Para alumni dari universitas di AS, UGM,UI tentu akan berada di orientasi ini.

Tiga orang informan, SWD, BRT danJGH mengungkapkannya secara eksplisitkepada peneliti tentang pengalaman kehidupan akademik merekalah yang membuatmereka berada di orientasi positif.

Alasan ALE juga diakui oleh BSB danSTR dan hal ini tidak mengherankan. Keduanya dibesarkan di lingkungan yang sudahmemilih orientasi positif-kuantitatif.

Page 19: Ketika Paradigma Positif Mendampingi Paradigma Non-Positif …perpustakaan.unitomo.ac.id/repository/20140124002.pdf · Dalam Simposium Nasional Akuntansi (SNA) terakhir di Banjarmasin

Ketika Paradigma Positif Mendampingi Paradigma Non-Positif … -- Suyunus 427

Tabel 4Orientasi Paradigma Riset Akuntansi Para Informan

No Nama Dosen di S-2 S-3 Orientasi Paradigma1 SWD UGM AS AS Positif2 SGR UGM AS UGM Positif3 JGH UGM AS AS Positif4 ABH UGM AS UGM Positif/Non Positif5 BRT UGM AS AS Positif6 MFS UGM AUS ING Positif7 IRF UGM UGM - Positif/Non Positif8 BSB UB UI UGM Positif9 STR UB UGM UGM Positif

10 ITY UB AUS AUS Positif/Non Positif11 SGS UA - UA Positif12 IMN UA UGM UGM Positif13 ZFN UA UB UB Positif

Sumber: Peneliti

BSB lulus dari MM-UI dan program S-3di UGM, sedangkan STR adalah alumni S-2dan S-3 di UGM.

JGH menyatakan pula bahwa paradosen di institusinya (UGM) memang lebihbanyak yang melihat fenomena akuntansi dipermukaan, jadi riset akuntansi kita diper-mukaan saja. Riset akuntansi atas fenomenaakuntansi yang di kedalaman biar di telitioleh pihak lain saja, karena bagi JGH dankoleganya tidak mudah untuk melaksana-kan riset semacam itu. BRT yakin bahwariset kualitatif takes time atau time consuming,sehingga pilihannya lebih kepada orientasipositif, karena begitu banyak tantangandalam riset akuntansi positif. Kedua orangini, demikian juga dengan SWD, memahamibahwa realitas menurut riset kualitatif be-rada di sekitar peneliti, tidak berjarak de-ngan peneliti, untuk merisetnya, tentu di-butuhkan kemampuan untuk masuk kelingkungan tersebut dalam waktu yangcukup lama (Burrell and Morgan, 1979,Sarantakos 1993, Guba 1990, Nasution, 1996;Merchant, 2008).

Para informan dari JAFEB UGM, UB,dan UA; semua menerima kehadiran multi-paradigma yang berseberangan denganparadigma positif dalam riset akuntansi.Namun berdasarkan hasil wawancara, se-bagian besar informan memberi catatan.

Memilih untuk menerima RAM jikaada pilihan menolak atau menerima hampirpasti berarti tidak menolak kehadiran RAM,akan tetapi dengan memperhatikan komen-tar mereka dan gesture masing-masinginforman dalam proses wawancara, bisamuncul pendapat peneliti yang berbeda.

Komentar yang mengatakan bahwahasil riset kualitatif di Indonesia masihmerupakan noise, bisa peneliti artikan bah-wa periset (poisitif) tersebut menolak ke-hadiran RAM.

Ada dua kesan yang muncul di UGMketika pikiran mereka yang menerimakehadiran RAM diungkapkan. Kesan itunantinya merupakan pesan yang perludiperhatikan oleh pengikut riset non-positif.

Page 20: Ketika Paradigma Positif Mendampingi Paradigma Non-Positif …perpustakaan.unitomo.ac.id/repository/20140124002.pdf · Dalam Simposium Nasional Akuntansi (SNA) terakhir di Banjarmasin

428 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 16, Nomor 4, Desember 2012 : 409 - 432

Tabel 5Sikap Informan atas Kehadiran RAM

No Nama Dosen di Sikap atasKehadiran RAM

Memberi catatan atassikapnya?

1 SWD UGM Menerima Ya2 SGR UGM Menerima Ya3 JGH UGM Menerima Ya4 ABH UGM Menerima Tidak5 BRT UGM Menerima Ya6 MFS UGM Menerima Ya7 IRF UGM Menerima Tidak8 BSB UB Menerima Ya9 STR UB Menerima Ya

10 ITY UB Menerima Tidak11 SGS UA Menerima Ya12 IMN UA Menerima Ya13 ZFN UA Menerima Tidak

Sumber: Peneliti

Pertama, periset kualitatif hendaknyatidak sembarangan dalam melakukan riset.Ada tahapan yang harus diikuti dalam risetkualitatif agar hasil risetnya bisa diterimasecara ilmiah. Menurut BRT, hasil risetkualitatif terkesan masih kurang baik ka-rena tahapan risetnya mungkin tidak diikutidengan baik. Kedua, sepertinya para perisetnon-positism kurang bersungguh-sungguh,MFS mengungkapkan secara eksplisit. BRTsampai beranggapan bahwa kaum non-positif adalah seperti orang yang sedangmencari jati diri, dan belum berhasil.

Dalam pandangan peneliti, apa yangdiungkapkan oleh Burrell and Morgan(1979) merupakan item yang perlu dipikir-kan baik tentang kontinum subyektif-obyektif maupun tentang kondisi sosialmasyarakat. Tujuan riset akuntansi dalamsuatu paradigma, tentu berbeda dengantujuan riset dengan paradigma lainnya.Perbedaan tujuan tersebut juga terlihat jelasjika dikembangkan pemikiran ontology,epistemology, human nature, dan methodology(Burrell and Morgan, 1979) sebagaimanatampak dalam table 2 di atas. Sebaiknya

masing-masing periset tidak terjebak dalampemikiran dalam paradigmanya sendiri jikamenilai riset dengan paradigma yang lain.

STR menerima Multiparadigma, tetapimengingatkan bahwa akuntansi berawaldari matematika (lihat juga Warsono, 2011).Ketika beliau masih menolak RAM, diamenyangsikan apakah empat paradigmatersebut (positif, interpretif, kritis, danposmodernis) bisa dipahami sekaligus olehmahasiswa dalam waktu tertentu selamamasa studi. Tetapi karena kebijakan BSByang saat itu menjadi Dekan, maka STR bisamenerima kehadiran RAM. Ontologi men-jadi penyebab penolakan RAM oleh STR,sementara kemapanan cara riset membuat(epistemologi) STR dan hampir semuainforman memilih orientasi riset akuntansipositif. BSB menerima RAM dengan catatantentang ontologi; yang di riset harus akun-tansi, dan kebebasan memilih paradigma.

BRT mengungkapkannya dengan me-ngatakan bahwa kehadiran dan perkemba-ngan riset kualitatif tidak bisa pesat karenaketerbatasan medianya. Di Indonesia, lebihbanyak jurnal yang bisa menerima artikel

Page 21: Ketika Paradigma Positif Mendampingi Paradigma Non-Positif …perpustakaan.unitomo.ac.id/repository/20140124002.pdf · Dalam Simposium Nasional Akuntansi (SNA) terakhir di Banjarmasin

Ketika Paradigma Positif Mendampingi Paradigma Non-Positif … -- Suyunus 429

riset positif daripada artikel riset non-positif. Lebih banyak jurnal yang memuatartikel riset positif akan membuka jalanyang lebih bagi para periset dengan orien-tasi positif untuk mencapai kedudukanakademik yang tinggi, sebagaimana yangdiungkapkan oleh Hopwood (2008), Mer-chant (2008) dan Fraser (2012). Kebijakaninstitusi menjadi salah satu hal yang di-ungkapkan secara eksplisit atau implisitoleh informan sebagai penyebab utama parainforman memilih paradigmanya masing-masing. Alasan ini bisa juga peneliti analisisdan baca sebagai cara untuk mengatakanmenolak kehadiran RAM.

Sikap BRT menurut peneliti tidak lepasdari pemikirannya Merchant (2008) tentangkurang relevannya hasil penelitian risetnon-positif (IAR), dan tidak banyak kontri-businya. Di samping itu cara berkomunikasipara periset akuntansi non-positif amat ber-beda sekali dengan cara yang biasa dilaku-kannya. Tidak mudah mencari motivasiriset, tujuan riset dan sebagainya dalamlaporan hasil riset kualitatif. Laporan yangditulis panjang lebar ditambah denganjargon (Merchant, 2008) justru memperbesargap pemikiran di dua kubu yang berbeda.Namun, jika SNA menjadi ajang untukmenilai, dari sisi peneliti riset Non-positiftidak mudah untuk menyusun laporan risetnya dalam halaman yang terbatas. Beberapaelaborasi yang dihilangkan akan membuatpembaca yang beraliran mainstream bisakehilangan arah.

Akhirnya, memahami perbedaan pemi-kiran para periset di tiga situs dalam risetini memang bukan untuk digeneralisasi.Tujuan riset ini memang memahami feno-mena sikap periset positivist dalam mendampingi kehadiran RAM. Beberapa keter-batasan yang muncul dalam benak pembacasebaiknya dilihat dari sisi paradigma yangsama. Keterbatasan riset positif-kuantitatifhendaknya dibaca dari sisi paradigmapositif, keterbatasan studi kasus ini hen-daknya dibaca dari sisi paradigma inter-pretif dan seterusnya.

Proses mengambil sikap menolak ataumenerima pandangan baru bisa melaluitahap memperhatikan, memahami, dan me-ngambil sikap. Persuasi dari pembawapandangan riset akuntansi yang baru perludiperhatikan agar bisa dipahami, setelah itubaru yang bersangkutan mengambil sikap(Azwar, 2010). Beberapa dari informan risetini baru sampai tahap memperhatikan atautidak memperhatikan, belum sampai padatahap memahami. Jika seseorang belummemahami dan dihadapkan pada keputu-san sikap, biasanya yang bersangkutanbersikap menolak (Azwar, 2010).

SIMPULAN DAN SARANPemikiran RAM seringkali diartikan

sebagai pemikiran riset akuntansi kualitatif.Sebenarnya RAM terdiri atas berbagai para-digma riset, termasuk paradigma positif,dan non-positif seperti paradigma interpre-tif, kritis dan lainnya. Dalam situs penelitiandi UGM dan UA, sebagian besar perisetmenggunakan kata riset kuantitatif untukriset dengan paradigma positif dan risetkualitatif untuk riset dengan paradigmalainnya. Bagi periset yang tidak mendalamimakna RAM, kata tersebut diidentikkandengan riset kualitatif.

Para periset akuntansi paradigma positif tidak menolak kehadiran periset denganparadigma non-positif. Akan tetapi agartetap bisa berdampingan dalam mengem-bangkan riset akutantansi di Indonesia, paraperiset dengan paradigma positif menyarankan agar periset akuntansi non-positif mem-perbaiki cara risetnya(epistemologi) denganmengikuti protokol atau langkah-langkahriset non-positif yang benar. Saran inipeneliti simpulkan sebagai indikator bahwaada perbedaan realitas akuntansi (ontologi)dan cara riset (epistemologi). Di lain sisi,saran itu juga bisa dianggap sebagai bentukmenerima kehadiran riset akuntansi kuali-tatif dengan syarat tertentu di Indonesia.Peneliti menengarai pola pikir positivistmasih digunakan dalam menyikapi kehadi-ran pemikiran RAM (Merchant, 2008).

Page 22: Ketika Paradigma Positif Mendampingi Paradigma Non-Positif …perpustakaan.unitomo.ac.id/repository/20140124002.pdf · Dalam Simposium Nasional Akuntansi (SNA) terakhir di Banjarmasin

430 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 16, Nomor 4, Desember 2012 : 409 - 432

Dengan demikian ada celah untuk risetberikutnya.

Academic life experience, kekuatan institusi, protokol dalam riset akuntansi positifyang mapan, membuat kukuh dan kokohposisi seseorang dam dunia riset akuntansi.Di samping itu lebih terbukanya media bagihasil riset positif, serta sistem kenaikan karirdosen, juga bisa menyebabkan pilihan pe-riset jatuh pada paradigma positif (Mer-chant, 2008 ; Hopwood, 2008). Zona nyamanini menyebabkan para periset positif engganuntuk mencoba mempelajari dan mema-hami paradigma lain, apalagi berpindahparadigma. Dengan demikian, mereka be-lum mengenal betul bagaimana riset akun-tansi non-positif dilaksanakan. Jika kesada-ran diri dalam hubungan manusia denganalam telah muncul, tentu muncul keinginanuntuk mendalami riset kualitatif (Guba,1990), proses pemahaman akan berlangsunglebih cepat.

Dialog atau sonjo-sonjo merupakan usu-lan dari beberapa informan untuk menga-tasi perbedaan pemikiran atas riset akun-tansi. Tanpa diadakan dialog, bisa sajaproses hegemoni aliran riset tetap akanterjadi baik disengaja atau tidak disengaja(Hopwood 2007, 2008;. Monism, sebagaimana yang diungkapkan olah SWD bisaterjadi terus menerus jika dialog belumpernah dilakukan. Namun, menjadi peringatan SWD bagi periset akuntansi untuk tidakmenghasilkan laporan riset akuntansikontemporer.

Walaupun demikian, para periset tidakperlu ragu untuk melakukan penelitianakuntansi lebih banyak dalam konteksakuntansi Indonesia. Peneliti juga men-dorong periset akuntansi untuk melakukanpenelitian tidak hanya di hilir pengetahuanakuntansi, tetapi juga ke arah hulu penge-tahuan akuntansi di Indonesia agar pemi-kiran periset Indonesia dari berbagaiPerguruan Tinggi di Indoensia, misalnyaProf. Hadibroto, Prof. Zaki Baridwan, Prof.Katjep A, Prof. Bambang Sudibyo, Prof.Roni K Muntoro, Prof. Suwardjono, Prof.

Tjiptohadi, Prof. Sidharta dan lain-lainnya,tidak hilang ditelan masa. Sejarah pemi-kiran mereka, di manapun orientasi risetakuntansi mereka, bisa memicu perkembangan pemikiran riset akuntansi di Indo-nesia. Selain itu, hal tersebut juga akanmenjadi kebanggaan bangsa, khususnyabagi profesi akuntan di berbagai bidang.

Pemikiran JGH dan ungkapan ImamSyafi’i yang digunakan ZN merupakankristalisasi pemikirannya setelah mem-pelajari berbagai paradigma riset. KhususZN, ada dialog pemikiran riset akuntansidibenaknya setelah dia melahap berbagaipemikiran riset sosial (Burrell and Morgan,1979; Chua, 1986, 2010; Sarantakos, 1993,Neuman, 2011) dan berbagai ulasan kritismengenai Interdiciplanary AccountingResearch (Mechant, 2008; Willmott, 2008;Williams, 2009; Bisman 2010). Pemilihanorientasi paradigma positif, diputuskannyasetelah dia bergerak “ke atas” untuk me-mahami berbagai paradigma riset, sehinggadia menjadi seorang periset dengan orien-tasi positif yang mendampingi periset non-positif karena dia memahami berbagaiparadigma riset. Menurut peneliti hal inibisa menjadi sarana menuju titik temu bagikedua kubu pemikiran riset akuntansi,dalam dialog pemikiran riset akuntansi.Dalam konteks ini jalan yang telah di-tempuh ZN juga dilakukan oleh beberapaorang yang peneliti kenal. Artinya, ini sahuntuk dilakukan oleh orang lain.

DAFTAR PUSTAKAAzwar, S. 2010. Sikap Manusia: Teori dan

Pengukurannya. Edisi 2. Pustaka Pelajar.Yogyakarta.

Baker, C. R. and M. S. Bettner (1997).Interpretive and Critical Research inAccounting: A Commentary on itsAbsence from Mainstream AccountingResearch. Critical perspectives on Accoun-ting Research 8: 293-310

Birnberg, J. G., and M. D. Shield, 2009,Organizationally Oriented Manage-ment Accounting Research in the

Page 23: Ketika Paradigma Positif Mendampingi Paradigma Non-Positif …perpustakaan.unitomo.ac.id/repository/20140124002.pdf · Dalam Simposium Nasional Akuntansi (SNA) terakhir di Banjarmasin

Ketika Paradigma Positif Mendampingi Paradigma Non-Positif … -- Suyunus 431

United States: A Case Study of theDiffusion of a Radical Research Inno-vation, in Accounting, Organizations, andInstitutions. Edited by Christopher S.Chapman, David J. Cooper and Peter B.Miller. OXFORD University Press.

Bisman, J. 2010. Postpositivism and Accoun-ting Research: A (Personal) Primer onCritical Realism. Australasian Accoun-ting Business and Finance Journal 4(4): 3-25

Burrell, G. and G. Morgan. 1979. SociologicalParadigm and Organizational Analysis.Ashgate Publishing Company. Alder-shot-Hants. England.

Chua, W. F. 1986. Radical Development inAccounting Thought. The AccountingReview LX1(4): Oktober 1986

Chua, W. F. 2011. In Search of SuccessfulAccounting Research. European Accoun-ting Review 20(1): 27-39.

Djamhuri, A. 2011. Ilmu Pengetahuan Sosialdan Berbagai Paradigma dalam KajianAkuntansi. Jurnal Akuntansi Multipara-digma 2(1): April 2011.

Fanani, Z. 2010. Kritik Terhadap Teori danMetodologi Akuntansi Positif. Makalah,dalam Debat Epistemologi dan TemuAlumni Program Doktor Ilmu Akun-tansi JAFEB UB, di Malang 20 Desem-ber 2010.

FASB. 1978. Statement of Financial AccountingConcepts No. 1: Objectives of FinancialReporting for Business Enterprises. Stam-ford, CN:FASB

Fraser, K. 2012. Reinventing philosophicalfoundation of positivism: breakingthrough the traditional (positive)accounting research methods. Paperdalam The 4th International Consortiumon Accounting – Brawijaya University.20-24 November 2012

Ghozali, I. 2004. Pergeseran ParadigmaAkuntansi dari Positivisme ke PerspektifSosiologis dan Implikasinya TerhadapPendidikan Akuntansi di Indonesia. PidatoPengukuhan Guru Besar Dalam IlmuAkuntansi. Fakultas Ekonomi, Universi

tas Diponegoro. Semarang, 11 Desem-ber 2004.

Gioia, D. A. and E. Pitre. 1990. Multi-paradigm Perspective on Theory Buil-ding. Academic of Management Review15(4): 584-602

Goles, T. and R. Hirschheim. 2000. Theparadigm is dead, the paradigm isdead…long live the paradigm: thelegacy of Burrell and Morgan. Omega.28: 249-68

Guba, E G. 1990. The Paradigm Dialog. SAGEPublications: The International Professional Publisher, the United States ofAmerica

Guthrie, J. and L. Parker. 2006.Editorial:The coming out of accounting researchspecialism. Accounting, Auditing andAccountability Journal 19: 1. 2006

Hopwood, A G. 2007. Whither AccountingResearch. The Accounting Review 82(5):1365-1374

Hopwood, A. G. 2008. Changing Pressureon the Research Process: OnTrying toresearch in an Age when Curiousity isnot Enough. European AccountingReview 17(1): 87-96

Hartono, J. 2004. Metodologi Penelitian Bisnis:Salah kaprah dan Pengalaman-Penga-laman. BPFE. Yogyakarta

Kuhn, T. S. 1970. The Structure of ScientificRevolutions.The University of ChicagoPress. USA.

Merchant, K. A. 2008. Why interdiciplanaryaccounting research tends not to impactmost North American academic accountants. Critical Perspectives on Accounting19: 901-908

Morgan, G. 1988. Accounting as realityconstruction: Towards a New Epis-temology for Accounting Practice.Accounting, Organizations and Society13(5): 447-485

Nasution, S, 1996. Metode Penelitian Natura-listik Kualitatif. Penerbit TARSITO.Bandung

Neuman, W. L. 2011. Social ResearchMethods. Qualitative and Quantitative

Page 24: Ketika Paradigma Positif Mendampingi Paradigma Non-Positif …perpustakaan.unitomo.ac.id/repository/20140124002.pdf · Dalam Simposium Nasional Akuntansi (SNA) terakhir di Banjarmasin

432 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 16, Nomor 4, Desember 2012 : 409 - 432

Approaches. 7th Edition. Pearson Edu-cation Inc.

Rutherford, B. A. 2010. The social scientificturn in UK financial accountingresearch: a philosophical and socio-logical analysis. Accounting and BusinessResearch 40(2): 149–171

Sarantakos, S. 1993. Social Research. Austra-lia. Macmillan Education Australia PTYLTD.

Sterling, R. R. 1975. Toward a Science ofAccounting. Financial Analysts JournalSeptember-October 1975.

Stern, R. and S. Barley. 1996. Organizationsand social systems: organization theo-ry’s neglected mandate. AdminitrativeScience Quaterly 41(1): 146-62

Sugiyono. 2008. Memahami Penelitian Kuali-tatif. C.V. Alfabeta. Bandung

Suwardjono. 2006. Positivism in AccountingResearch: What It Can and What ItCannot Do. Paper. The Second Post-graduate Consortium on Accounting2006. Multiparadigm Accounting: Broa-dening Our View. Malang.

Suwardjono. 2010. Teori Akuntansi: Pereka-yasaan Pelaporan Keuangan. Edisi ketiga.BPFE-Yogyakarta.

Suyunus, M. 2011. Mengikuti PerjalananPembawa Bendera: Penyebaran Pemi-kiran Radikal Riset Akuntansi Multi-paradigma. Jurnal Akuntansi Multipara-digma 2(1): April 2011,

Tomkins, C. and R. Groves. 1983. TheEveryday Accountant and His Reality.Accounting, Organizations and Society8(4): 361-374.

Triyuwono, I. 2000. Organisasi dan AkuntansiSyari’ah. LKiS. Yogyakarta.

Triyuwono, I. 2006. Perspektif, Metodologi,dan Teori Akuntansi Syariah. PT RajaGrafindo Persada.

Triyuwono, I. 2011. “Sususaya” MelampauiParadigma-Paradigma Metodologi Pe-nelitian. Makalah. Accounting ResearchTraining Series 2. Fakultas Ekonomidan Bisnis. Universitas Brawijaya. 7-8Desember 2011

Warsono, S. 2011. Adopsi Standar AkuntansiIFRS: Fakta, Dilema, dan Matematika.ABpublishER. Yogyakarta.

Williams, P. F. 2009. Reshaping accountingresearch: Living in the world we live.Accounting Forum 33: 274-279

Willmott, H. 2008. Listening, interpreting,commending: A commentary on thefuture of interpretive accounting re-search. Critical Perspective on Accounting19: 920-925.

Field Notes1. FN 2011 1115 BS-pendirian S-3 Multi-

paradigma2. FN 2012 0112 U”X” IBAS 1-Ideologi and

JGH-Positivism