Ketidakjujuran Akademis dalam Ruang Lingkup Perguruan Tinggi dan Sekolah Menengah Atas
description
Transcript of Ketidakjujuran Akademis dalam Ruang Lingkup Perguruan Tinggi dan Sekolah Menengah Atas
i
KETIDAKJUJURAN AKADEMIS DALAM RUANG LINGKUP
PERGURUAN TINGGI DAN SEKOLAH MENENGAH ATAS
MAKALAH
Diajukan untuk melaksanakan tugas mata kuliah Bahasa Indonesia
oleh AMANDA KISTILENSA
NRP: 0922079
Jurusan Teknik Elektro
Fakultas Teknik
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
BANDUNG
2009
ii
KATA PENGANTAR Penulis panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas rahmat-Nya
makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Berikutnya, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantunya dalam pembuatan makalah ini, di antaranya: dosen mata kuliah Bahasa Indonesia
yang telah memberi banyak bimbingan, T. Fajar Sinaga, S.T., M.T., responden dari SMAN 1
Bandung serta dari jurusan Kedokteran Umum Universitas Kristen Maranatha, yang membantu
dalam pengumpulan hasil kuesioner, Rahman Rasyidi dan Ajeng Miranti. Nahla Tetrimulya dan
Philipus Ezra, yang telah memberikan asistensi dalam penjumlahan hasil kuesioner, serta rekan-
rekan dekat penulis yang telah memberi banyak dukungan moral, juga telah berjasa besar dalam
proses penulisan makalah ini.
Penulis juga ingin menyampaikan rasa syukur kepada semua responden kuesioner yang—secara
tidak langsung, namun secara signifikan—membantu penulisan makalah ini. Walau penulis
menghadapi banyak tantangan, pada akhirnya penyusunan makalah dapat diselesaikan berkat
asistensi yang berlimpah dari pihak-pihak tersebut.
Walau penulis merasa penyusunan makalah ini cukup sukses, penulis menyadari kemampuan
penyusunan makalahnya bisa ditingkatkan lagi; kritik atau saran, baik untuk makalah ini maupun
gaya penulisan secara keseluruhan, akan diterima dengan senang hati.
Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat pada pembaca.
Bandung, Desember 2009,
Penulis
Amanda Kistilensa
iii
ABSTRAKSI Moral suatu bangsa dapat dinilai dari moral kaum berpendidikannya, dan pada saat ini, suatu
“penyakit” telah menjangkit moral kaum berpendidikan, pelajar, Indonesia. “Penyakit” ini
menyandang nama academic dishonesty, atau ketidakjujuran akademis. “Penyakit” ini tidak
hanya ditemukan pada strata pendidikan dasar, seperti SMA (Sekolah Menengah Atas); dalam
perguruan tinggi pun ketidakjujuran akademis tetap marak.
Mengapa keberadaan ketidakjujuran akademis begitu prominen di dunia pendidikan Indonesia?
Penulis akan mencoba menjawab pertanyaan ini dengan meninjau data yang didapatkan melalui
kuesioner yang ditujukan pada pelajar dengan tingkat pendidikan SMA dan perguruan tinggi.
Kuesioner ini akan mengevaluasi frekuensi pelaksanaan tindakan yang dapat dikategorikan
sebagai ketidakjujuran akademis berdasarkan jenisnya, yang akan dipaparkan dalam makalah ini,
serta faktor yang mendorong pelaksanaan tindakan itu.
Penulis berharap isi dari makalah ini akan membekas pada pembaca, yang diharapkan juga
berasal dari kaum berpendidikan bangsa Indonesia. Penulis tidak ingin sekadar memaparkan
statistik ke hadapan pembaca; penulis juga berharap pembaca, yang mungkin telah melakukan
beberapa tindakan yang dapat dianggap ketidakjujuran akademis, mendapatkan “pencerahan”
dengan peninjauan fenomena ketidakjujuran akademis secara ilmiah dalam makalah ini.
iv
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................................................... i
Abstraksi ........................................................................................................................................ ii
Daftar Isi ....................................................................................................................................... iii
Daftar Grafik, Tabel dan Lampiran .......................................................................................... iv
Bab I: Pendahuluan ...................................................................................................................... 1
I.1 Latar Belakang Masalah ......................................................................................................... 1
I.2 Deskripsi Masalah .................................................................................................................. 1
I.3 Definisi Masalah .................................................................................................................... 2
I.4 Rumusan Masalah .................................................................................................................. 2
I.5 Tujuan Penulisan .................................................................................................................... 2
I.6 Sistematika Penulisan ............................................................................................................. 2
Bab II: Landasan Pemikiran ........................................................................................................ 4
II.1 Definisi Ketidakjujuran Akademis ....................................................................................... 4
II.2 Jenis Ketidakjujuran Akademis ............................................................................................ 4
II.3 Hasil Penelitian Sebelumnya ................................................................................................ 7
Bab III: Data dan Pembahasan ................................................................................................... 8
III.1 Metode Penelitian ................................................................................................................ 8
III.2 Hasil untuk Tiap Tingkat Pendidikan .................................................................................. 9
III.3 Hasil untuk Tiap Jurusan ................................................................................................... 11
Bab IV: Kesimpulan dan Saran ................................................................................................. 15
IV.1 Kesimpulan ........................................................................................................................ 15
IV.2 Saran .................................................................................................................................. 16
Daftar Acuan ............................................................................................................................... 17
v
DAFTAR TABEL DAN LAMPIRAN
Tabel 1.1 Jumlah Responden Kuesioner ..................................................................................... 8
Tabel 1.2 Contoh Kasus Ketidakjujuran Akademis Berdasarkan Jenis ................................. 8
Tabel 1.3: Alasan Pelaksanaan Ketidakjujuran Akademis Berdasarkan Jenis .................... 9
Tabel 2.1: Bagian A, Perguruan Tinggi dan SMA ..................................................................... 9
Tabel 2.2: Bagian B, Perguruan Tinggi dan SMA ................................................................... 10
Tabel 3.1: Bagian A, Teknik Elektro & Kedokteran Umum .................................................. 11
Tabel 3.2: Bagian B, Teknik Elektro & Kedokteran Umum................................................... 12
Tabel 3.3: Bagian A, IPA dan IPS ............................................................................................. 13
Tabel 3.4: Bagian B, IPA dan IPS ............................................................................................. 14
Lampiran 1: Teks Kuesioner ..................................................................................................... 18
1
BAB 1: PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Kecurangan dan ketidakjujuran akademis lainnya bukan masalah yang baru. Perilaku ini sudah
ada sejak tes ada, dan kemungkinan besar akan terus ada selama pelajar diuji. Pernyataan
tersebut, yang berasal dari Whitley dan Keith-Spiegel (2002:3), juga berlaku di Indonesia.
Ketidakjujuran akademis adalah fenomena yang sering ditemukan di dunia pendidikan
Indonesia, dan tidak sebagai fenomena yang baru, atau fenomena yang terbatas pada satu ruang
lingkup saja. Ketidakjujuran akademis dapat ditemukan di institusi pendidikan tingkat manapun.
Walau keberadaan ketidakjujuran akademis di dunia pendidikan tidak mungkin ditiadakan
sepenuhnya, masalah ini tetap harus diperlakukan secara serius oleh akademisi Indonesia.
Ketidakjujuran akademis dapat memunculkan ketidakseimbangan dalam pencapaian prestasi—
misalnya, seseorang yang berbuat curang mendapatkan nilai lebih bagus dari yang jujur—yang
akan menurunkan motivasi belajar pelajar dan kepercayaan masyarakat pada institusi
pendidikan1 . Suatu masalah harus dikenali sebelum dapat ditangani, dan hal itu baru dapat
dilakukan ketika penjelasan komprehensif akan masalah tersebut—ketidakjujuran akademis—
tersedia.
I.2 DESKRIPSI MASALAH Sesuai dengan yang telah dituliskan pada Latar Belakang Masalah, ketidakjujuran akademis
dapat ditemukan di institusi pendidikan tingkat manapun, dari sekolah dasar hingga perguruan
tinggi. Ketidakjujuran akademis juga ditemukan dalam frekuensi pelaksanaan yang tidak rendah;
ketidakseimbangan dalam pencapaian prestasi serta masalah lain yang tertulis pada Latar
Belakang Masalah pun sudah dapat ditemukan dalam dunia pendidikan Indonesia.
Ketidakjujuran akademis mendegradasi pendidikan di Indonesia secara signifikan. Untuk
mencari pemecahan masalah ini, tipe ketidakjujuran akademis yang paling prominen dalam
institusi pendidikan Indonesia, serta faktor pendorong pelaksanaan tindakan ketidakjujuran
akademis yang utama harus ditemukan.
1 Whitley, B.E., & Keith-Spiegel, P. 2002. Academic dishonesty: An educator’s guide. Mahwah: Lawrence Erlbaum Associates, Inc. Hlm. 5-6
2
I.3. DEFINISI MASALAH Pembahasan dalam makalah ini mencakup beberapa jenis ketidakjujuran akademis dan frekuensi
pelaksanaannya, dikategorikan berdasar jenis-jenisnya, di kalangan pelajar tingkat perguruan
tinggi dan SMA (Sekolah Menengah Atas), serta alasan-alasan pelaksanaan tindakan tersebut.
Data-data tersebut akan dibandingkan berdasarkan latar belakang pendidikan responden.
I.4 RUMUSAN MASALAH • Berapa frekuensi pelaksanaan tindakan ketidakjujuran akademis di Indonesia?
• Apa yang menjadi alasan utama pelaksanaan tindakan yang tergolong ketidakjujuran
akademis di Indonesia?
I.5 TUJUAN PENULISAN Dalam dunia pendidikan Indonesia, ketidakjujuran akademis adalah fenomena yang sering
terjadi. Mengapa ketidakjujuran akademis marak di dunia pendidikan Indonesia? Melalui
makalah ini, penulis ingin meninjau alasan utama pelaksanaan tindakan ketidakjujuran akademis
oleh pelajar, serta besar pengaruh ketidakjujuran akademis terhadap pelajar dari frekuensi
pelaksanaannya.
I.6 SISTEMATIKA PENULISAN
Bab I: Pembahasan terdiri atas bagian-bagian berikut: Latar Belakang Masalah, Deskripsi
Masalah, Definisi Masalah, Rumusan Masalah yang terdiri atas dua research questions, Tujuan
Penulisan, serta Sistematika Penulisan ini sendiri. Semua bagian memberikan gambaran umum
akan topik makalah ini, ketidakjujuran akademis dalam dunia pendidikan Indonesia.
Pada Bab II: Landasan Teori, informasi mengenai ketidakjujuran akademis dari berbagai
referensi akan ditinjau sebagai landasan untuk penelitian. Definisi ketidakjujuran akademis dari
berbagai sudut pandang yang berbeda—Taylor, Jensen, Buzzanga, dan lainnya—berada dalam
bab ini. Jenis-jenis tindakan ketidakjujuran akademis, berdasarkan kategori yang diajukan oleh
Pavela dan Whitley & Keith-Spiegel, juga dipaparkan dalam Bab II. Kesimpulan yang dicapai
beberapa penelitian tentang ketidakjujuran akademis yang lain juga disertakan dalam Bab II
sebagai landasan.
3
Bab III: Data dan Analisis, berisi hasil yang diperoleh dari pengumpulan data melalui kuesioner.
Bab ini juga memaparkan metode penelitian yang digunakan oleh penulis, serta perbandingan
antara hasil-hasil yang didapatkan melalui kuesioner berdasarkan tingkat pendidikan dan
program studi/jurusan. Informasi yang dapat disimpulkan melalui data yang telah dikumpulkan
juga berada dalam bab ini.
Bab terakhir, Bab IV: Kesimpulan dan Saran, sesuai judul, berisi kesimpulan dan saran dari
pembahasan yang ada pada bab-bab sebelumnya.
4
BAB 2: LANDASAN PEMIKIRAN DEFINISI KETIDAKJUJURAN AKADEMIS Apa makna dari istilah academic dishonesty, atau ketidakjujuran akademis? Sesuai dengan yang
dikatakan Lambert (2003), “ketidakjujuran akademis sulit untuk didefinisikan secara tepat”
(“Academic dishonesty is difficult to define precisely”). Pendapat ini tidak salah; definisi yang
tersedia akan tindakan yang dianggap ketidakjujuran akademis sangat bervariasi, dari definisi
yang bersifat umum, hingga definisi yang mengacu pada tindakan spesifik, dan belum ditetapkan
satu definisi yang tepat.
Von Dran, Callahan, dan Taylor yang meninjau ketidakjujuran akademis dari niat yang dimiliki
pelaksana tindakan tersebut, menyatakan ketidakjujuran akademis “didefinisikan dalam literatur
sebagai tindakan tidak etis yang dlakukan secara sengaja”. Beberapa, seperti Jensen et. al (2001)
mendefinisikan ketidakjujuran akademis sebagai pelaksanaan tindakan ketidakjujuran yang
spesifik (“mempersembahkan hasil kerja orang lain sebagai milik sendiri2”).
Definisi yang paling sesuai dengan yang digunakan dalam makalah ini adalah pengartian
ketidakjujuran akademis dari Weaver, Davis, Look, Buzzanga dan Neal; “pelanggaran kebijakan
yang dimiliki institusi [pendidikan] atas kejujuran”.
JENIS KETIDAKJUJURAN AKADEMIS Pavela (1978) membagi tindakan ketidakjujuran akademis berdasarkan tipologinya, ke empat
kategori, sebagai berikut.
• Kecurangan (Cheating): “secara sengaja menggunakan, atau berusaha untuk
menggunakan materi, informasi, atau alat bantu belajar yang tidak diizinkan dalam suatu
pelatihan akademis3. (“intentionally using or attempting to use unauthorized materials,
information, or study aids in any academic exercise”)4
2 Jensen, et .al. 2001. It’s Wrong, But Everybody Does It: Academic Dishonesty among High School and College Students. Dalam Contemporary Educational Psychology (2002). Hlm. 210. 3 Definisi “pelatihan akademis” (academic exercise) menurut Pavela adalah segala bentuk kegiatan yang bertujuan mengumpulkan kredit. Pelatihan akademis meliput kehadiran dalam kelas, pengumpulan tugas, ujian, dll. 4 Pavela, G. 1978. Judicial review of academic decision-making after Horowitz. Dalam School Law Journal, Volume 55, Hlm. 72.
5
Tindakan kecurangan, dalam makna spesifik ini, adalah tindakan yang melibatkan
penggunaan segala sesuatu yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sebagai
contoh, menggunakan “contekan” (catatan kecil berisi informasi yang bisa membantu)
dalam ujian tutup buku adalah kecurangan. Bekerja sama dengan orang lain dalam ujian
perseorangan juga dianggap kecurangan karena tidak sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Akan tetapi, penggunaan catatan dalam situasi di mana tindakan ini
diperbolehkan tidak termasuk kecurangan karena sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
• Fabrikasi (Fabrication): “pemalsuan atau perancangan informasi atau kutipan dalam
yang sengaja dan tidak diizinkan dalam suatu pelatihan akademis” (“intentional and
unauthorized falsification or invention of any information or citation in an academic
exercise”)5
Fabrikasi data meliput segala bentuk manipulasi atau pemalsuan data. Pelaksanaan
ketidakjujuran akademis tipe ini dapat ditemukan di laboratorium; terkadang, pelajar
memodifikasi, bahkan mengarang total, data eksperimen agar sesuai dengan teori, atau
melakukan tindakan dry-labbing. Pada dry-labbing, laporan percobaan ditulis sebelum,
bahkan tanpa pelaksanaan percobaan itu sendiri, terutama saat instruktur sudah memiliki
ekspektasi akan hasil percobaan tersebut.
Tindakan lain yang termasuk fabrikasi data adalah menuliskan referensi yang sebenarnya
tidak dipakai di dalam daftar acuan; hal ini sering terjadi dalam pelatihan akademis yang
menuntut jumlah referensi minimal. Menuliskan referensi yang tidak dipakai berbeda
dengan tidak menuliskan referensi yang dipakai; tindakan pertama adalah fabrikasi data,
dan yang kedua adalah plagiarisme, yang akan dibahas di bawah.
• Plagiarisme (Plagiarism): “secara sengaja mengadopsi atau mereproduksi ide, kata-kata,
atau pernyataan orang lain sebagai milik sendiri tanpa pengakuan yang sepantasnya
(“deliberate adoption or reproduction of ideas or words or statements of another person
as one’s own without acknowledgement”)6
5Ibid. 6 Ibid.
6
Kemudahan mengakses informasi di saat ini juga mendongkrak frekuensi pelaksanaan
plagiarisme. Tindakan yang termasuk kategori plagiarisme tidak terbatas pada penyalinan
data yang menyeluruh dan tanpa pemberian kredit; penggunaan bahan yang hanya
diparafrase atau disusun ulang, walau dengan pemberian kredit, adalah plagiarisme.
Pengakuan yang sepantasnya meliput pemberian kredit yang tepat; salah satu caranya
adalah mengutip sumber informasi yang digunakan dengan lengkap. Pengutipan referensi
yang tidak lengkap dan akurat juga bisa dianggap plagiarisme, walau tidak dilakukan
secara sengaja. Pelajar tidak selalu mampu membedakan antara tindakan yang termasuk
plagiarisme dan yang tidak7; walau mereka tahu tindakan seperti “menyontek” melanggar
peraturan, tidak semua menyadari bahwa tindakan ini termasuk plagiarisme.
• Fasilitasi ketidakjujuran akademis (facilitating academic dishonesty): “secara sengaja
atau sadar membantu atau berusaha untuk membantu orang lain [melaksanakan tindakan
ketidakjujuran akademis]” (“intentionally or knowingly helping or attempting to help
another”)8
Suatu hal yang unik dalam ketidakjujuran akademis jenis ini adalah ketiadaan
keuntungan (dari segi materi, nilai, dsb.) bagi pelakunya. Pelaku fasilitasi ketidakjujuran
akademis tidak selalu berpartisipasi secara sukarela; kadang, pelajar “terpaksa”
membantu temannya dalam pelaksanaan ketidakjujuran akademis tipe lain.
Dalam buku Academic dishonesty; an educator’s guide, Whitley dan Keith-Spiegel
menambahkan beberapa jenis ketidakjujuran akademis yang lain9, di antaranya:
• Misrepresentasi (misrepresentation): “memberikan informasi yang palsu pada instruktur
[guru, dosen, dsb.], berhubungan dengan suatu pelatihan akademis” (“providing false
information to an instructor concerning an academic exercise”)10
Misrepresentasi mirip dengan fabrikasi data karena melibatkan pemalsuan informasi,
namun misrepresentasi lebih terfokus pada pemberian informasi palsu pada instruktur 7 Napitupulu, 2009. Meminimalkan Plagiarisme di Perguruan Tinggi, Bisa? Kompas. 8 Pavela, loc.cit. 9 Selain dua kategori tambahan yang dibahas dalam makalah ini, Whitley dan Keith-Spiegel juga menambahkan satu kategori lain: gagal berkontribusi dalam kerja kelompok (failure to contribute to a collaborative project). Namun, kategori ini tidak dibahas dalam makalah ini karena jumlah informasi yang berhubungan dengannya amat sedikit. 10 Whitley, B.E. & Keith-Spiegel, P., op. cit., hlm. 17
7
mengenai diri sendiri, seperti pemberian alasan yang tidak sejujurnya atas ketidakhadiran
dalam kelas (“titip absen”, yang dapat dianggap pengakuan kehadiran oleh seseorang
yang tidak menghadiri kelas) atau atas keterlambatan pengumpulan tugas.
• Sabotase (sabotage): “terdiri atas tindakan yang menghambat orang lain dari
penyelesaian pekerjaan/tugasnya” (“consists of actions that prevent others from
completing their work”)11
Sabotase meliput segala upaya penghambatan kerja orang lain secara sengaja. Biasanya,
ketidakjujuran akademis tipe ini ditemukan di latar akademis yang amat kompetitif dan
memberikan emphasis pada pencapaian nilai atau prestasi. Latar akademis seperti itu
dapat mendorong pelajar untuk mencelakakan pelajar lain demi keuntungan pribadi,
seperti mengganggu orang lain yang menjalankan percobaan secara sengaja atau merusak
properti yang dibutuhkan orang lain.
II.3 HASIL PENELITIAN SEBELUMNYA Landasan penelitian-penelitian yang berhubungan dengan ketidakjujuran akademis Hasil
penelitian tentang ketidakjujuran akademis amat bervariasi karena menggunakan landasan dan
ruang lingkup yang berbeda-beda. Penelitian Jensen et. al. menemukan hubungan berbanding
lurus antara besar toleransi yang dimiliki pelajar terhadap ketidakjujuran akademis dengan
frekuensi pelaksanaan tindakan tersebut12. Umumnya, penelitian tidak menemukan perbedaan
signifikan dalam frekuensi ketidakjujuran akademis antara program studi yang berbeda13.
Alasan pelaksanaan ketidakjujuran akademis yang ditemukan oleh penelitian juga beragam.
Umumnya, peer pressure (tekanan dari kelompok) dan kebutuhan akan nilai yang bagus, atau
ketakutan akan pencapaian nilai yang buruk, memiliki peran yang besar. Juga, pengalaman
sebelumnya dapat mendorong pelaksanaan ketidakjujuran akademis (e.g. seseorang yang telah
melakukan ketidakjujuran akademis pada tingkat SMA umumnya akan melakukannya lagi).14
Pemaparan lebih rinci berada dalam analisis data pada Bab 3.
11 Ibid. 12 Jensen, et. al., loc. cit. 13 Lambert, et. al. 2003. Collegiate Academic Dishonesty Revisited:What Have They Done, How Often Have They Done It, Who Does It, And Why Did They Do It?. 14 Ibid.
8
BAB 3: DATA DAN PEMBAHASAN III.1 METODE PENELITIAN Data dikumpulkan melalui kuesioner yang dibagikan pada pelajar tingkat perguruan tinggi (mahasiswa) dan SMA, dengan total sejumlah 139 orang. Responden mahasiswa berasal dari Universitas Kristen Maranatha, jurusan Teknik Elektro dan Kedokteran Umum. Responden SMA berasal dari program studi IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) dan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial. Kuesioner tertulis dalam bahasa semiformal untuk menghindari kesalahpahaman pertanyaan akibat bahasa yang terlalu formal, dan untuk membuat responden merasa lebih “nyaman” dengan kuesioner agar kuesioner diisi sejujur-jujurnya.
Tabel 1.1: Jumlah Responden Kuesioner
Tingkat pendidikan Jumlah responden Perguruan tinggi Teknik Elektro 43 orang
Kedokteran Umum 51 orang SMA IPA 35 orang
IPS 10 orang15
Kuesioner terbagi atas dua bagian: Bagian A dan Bagian B. Bagian A menyediakan beberapa contoh kasus tindakan yang termasuk ketidakjujuran akademis berdasarkan kategori yang disusun Pavela dan Whitley & Keith-Spiegel dan meminta responden untuk menilai frekuensi pelaksanaan tiap contoh kasus tersebut pada skala 0-4 (0 = “Tidak pernah”, 1 = “Sesekali/Jarang”, 2 = “Kadang-kadang”, 3 = “Sering”, 4 = “Hampir selalu”).
Tabel 1.2: Contoh Kasus Ketidakjujuran Akademis Berdasarkan Jenis
Jenis Contoh kasus Plagiarisme Menyalin jawaban PR (pekerjaan rumah)/tugas lainnya dari orang lain
(teman, kakak kelas, dsb.) Mengambil bahan untuk tugas dari buku/internet/sumber lain dengan langsung men-copy paste sebagian/semua tanpa menyusunnya sendiri
Fabrikasi Memanipulasi/mengarang data eksperimen Menuliskan referensi yang sebenarnya tidak digunakan pada daftar pustaka
Sabotase Merusak/melakukan sesuatu pada barang umum (meja belajar, buku perpustakaan, perangkat percobaan, komputer…) yang dibutuhkan orang lain Dengan sengaja mengganggu orang lain yang menjalankan eksperimen/mengerjakan tugas
Misrepresentasi Memberikan alasan yang tidak sejujurnya untuk keterlambatan/ketidakhadiran pada kelas/ujian/pengumpulan tugas “Titip absen”
Kecurangan Membawa catatan/kumpulan rumus, atau membuka bahan referensi lain pada 15 Dalam pengumpulan data SMA untuk jurusan IPS, hanya sebagian kecil yang mengembalikan lembar kuesioner. Penulis meminta maaf atas ketidakberhasilan pengumpulan data yang lebih untuk jurusan ini.
9
ujian tutup buku Mendapatkan jawaban/“bekerja sama” dengan orang lain pada ujian individu
Fasilitasi Memberikan jawaban pada orang lain pada ujian individu Memberikan kisi-kisi soal ujian pada siswa kelas lain yang akan menghadapi ujian yang sama setelah Anda
Pada Bagian B, responden diminta untuk memilih satu/beberapa alasan di balik pelaksanaan ketidakjujuran akademis yang dilakukan oleh dirinya; tersedia sebelas contoh alasan yang umum digunakan. Juga, kuesioner menyediakan ruang bagi responden untuk menuliskan alasan lain yang berbeda dengan pilihan yang diberikan. Alasan yang digunakan pada Bagian B didasarkan pada kompilasi alasan Jensen et. al. (2001:215) dan Whitley & Keith-Spiegel (2002:24).
Tabel 1.3: Alasan Pelaksanaan Ketidakjujuran Akademis Berdasarkan Jenis
Jenis alasan Alasan Psikologis/pribadi Panik, takut gagal/mendapatkan nilai jelek
Merasa tidak mampu mengerjakan sendiri Keuntungan pribadi (self-gain) Merasa direpotkan/malas mengerjakan sendiri Pemeliharaan relasi (relationship preservation)
Tidak ingin mengecewakan orang tua
Ketidakjujuran sebagai norma (dishonesty as a norm)
Yang lain juga melakukannya Walau ketahuan, tidak akan dihukum berat
Penyangkalan tanggung jawab (denial of responsibility)
Tidak punya cukup waktu untuk belajar Persaingan terlalu ketat
Tantangan Ingin tahu bisa lolos dari pengawasan atau tidak Pengalaman sebelumnya Pernah lolos dari pengawasan Minimalisasi keseriusan (minimalisation of seriousness)
Biasa saja
III.2 HASIL UNTUK TIAP TINGKAT PENDIDIKAN Perbandingan antara hasil survei untuk tingkat pendidikan tinggi dan SMA adalah berikut:
BAGIAN A Tabel 2.1: Bagian A, Perguruan Tinggi dan SMA
PERGURUAN TINGGI SEKOLAH MENENGAH ATAS Jenis (1) (2) Final Jenis (1) (2) Final Plagiarisme 1,98 1,82 1,90 Plagiarisme 2,29 1,93 2,11 Fabrikasi 1,33 0,94 1,13 Fabrikasi 1,44 1,04 1,24 Sabotase 0,63 0,84 0,73 Sabotase 1,02 1,07 1,04 Misrepresentasi 1,24 0,57 0,91 Misrepresentasi 1,40 0,44 0,92 Kecurangan 0,79 1,19 0,99 Kecurangan 1,44 2,29 1,87 Fasilitasi 1,44 1,89 1,66 Fasilitasi 2,07 1,24 1,66
10
Analisis penulis atas data pada Tabel 2.1 adalah berikut:
• Secara keseluruhan, nilai dari penjumlahan data dari tingkat SMA pada skala frekuensi
pelaksanaan ketidakjujuran akademis lebih tinggi dari penjumlahan data dari tingkat
perguruan tinggi, sesuai dengan hasil penelitian pada umumnya, seperti hasil penelitian
Whitley, Diekhoff, et. al., Newstead, et. al., dan lain-lain.16
• Kategori ketidakjujuran akademis yang berada pada peringkat pertama untuk tingkat
perguruan tinggi dan SMA sama, plagiarisme. Namun, kategori berperingkat dua
berbeda untuk tingkat pendidikan berbeda; fasilitasi ketidakjujuran akademis untuk
perguruan tinggi, dan kecurangan untuk SMA. Nilai yang didapatkan kategori
kecurangan menurun dari tingkat SMA (1,87) ke perguruan tinggi (0,99).
• Pada tingkat SMA, tindakan ketidakjujuran akademis dengan frekuensi pelaksanaan
terendah adalah misrepresentasi, terutama untuk contoh kasus “titip absen”; berdasarkan
pengalaman penulis, penulis menduga hal ini disebabkan oleh jumlah kesempatan untuk
melakukan tindakan “titip absen” pada tingkat SMA; akan tetapi, nilai yang didapatkan
“titip absen” pada tingkat perguruan tinggi juga mencapai peringkat terendah.
• Pada tingkat perguruan tinggi, kategori pada peringkat frekuensi terendah adalah
sabotase. Hasil kuesioner pada tingkat SMA juga memberikan nilai yang rendah pada
skala untuk kedua contoh kasus ketidakjujuran akademis tipe ini.
BAGIAN B Tabel 2.2: Bagian B, Perguruan Tinggi dan SMA
Alasan Perguruan Tinggi SMA Merasa tidak mampu mengerjakan sendiri 14,08% 14,07% Tidak ingin mengecewakan orang tua 11,17% 14,07% Yang lain juga melakukannya 9,71% 10,37% Ingin tahu bisa lolos dari pengawasan atau tidak 1,46% 2,22% Pernah lolos dari pengawasan 5,83% 3,70% Walau ketahuan, tidak akan dihukum berat 1,46% 1,48% Panik, takut gagal/mendapatkan nilai jelek 17,48% 17,78% Tidak punya cukup waktu untuk belajar 11,65% 14,07% Merasa direpotkan/malas mengerjakan sendiri 9,71% 9,63% Persaingan terlalu ketat 5,34% 7,41% Biasa saja 12,14% 5,19%
16 Lambert, et. al., loc. cit.
11
• Kedua tingkat pendidikan memandang “panik, takut gagal/mendapatkan nilai jelek”
sebagai faktor pendorong pelaksanaan tindakan ketidakjujuran akademis yang utama.
Alasan “merasa tidak mampu mengerjakan sendiri” memiliki persentase pemilih
antara tingkat perguruan tinggi dan SMA yang berselisih kecil.
• Pengaruh alasan “tidak ingin mengecewakan orang tua”, yang berhubungan dengan
pemeliharaan relasi, jauh lebih besar pada tingkat SMA ketimbang perguruan tinggi.
Sementara itu, kerendahan peringkat “walau ketahuan, tidak akan dihukum berat”
menandakan bahwa keberadaan sanksi yang tegas tidak memiliki peran yang amat
signifikan pada tingkat perguruan tinggi maupun SMA. “Ingin tahu bisa lolos dari
pengawasan atau tidak”, yang berbasis tantangan, juga memiliki persentase yang kecil.
Persaingan, melalui pernyataan “persaingan terlalu ketat”, juga tidak berperan
signifikan pada kedua kelompok.
III.3 HASIL UNTUK TIAP JURUSAN
TEKNIK ELEKTRO DAN KEDOKTERAN UMUM Perbandingan antara data kuesioner yang didapatkan dari mahasiswa Teknik Elektro dan mahasiswa Kedokteran Umum Universitas Kristen Maranatha adalah berikut:
BAGIAN A Tabel 3.1: Bagian A, Teknik Elektro dan Kedokteran Umum
TEKNIK ELEKTRO KEDOKTERAN UMUM Jenis (1) (2) Final Jenis (1) (2) Final Plagiarisme 2,28 1,77 2,02 Plagiarisme 1,73 1,86 1,90 Fabrikasi 1,58 0,91 1,24 Fabrikasi 1,12 0,96 1,13 Sabotase 0,77 0,95 0,86 Sabotase 0,51 0,75 0,73 Misrepresentasi 1,21 0,84 1,02 Misrepresentasi 1,27 0,35 0,91 Kecurangan 1,07 1,56 1,31 Kecurangan 0,55 0,88 0,99 Fasilitasi 1,53 1,79 1,66 Fasilitasi 1,35 1,98 1,66
Berikut pengamatan data yang didapatkan oleh penulis:
12
• Hasil yang didapatkan tiap jurusan mirip dengan data pengamatan pada tingkat perguruan
tinggi (Tabel 2.1); plagiarisme dan fasilitasi ketidakjujuran akademis tetap berada pada
peringkat pertama dan kedua. Untuk Teknik Elektro, contoh kasus yang mendapatkan poin
lebih besar adalah “menyalin tugas [atau semacamnya] dari orang lain”, sementara “copy
paste dari internet/buku” lebih prominen di Kedokteran Umum. Sabotase tetap memiliki
peringkat frekuensi terendah, contoh kasus “titip absen” tetap memiliki nilai terrendah.
• Secara keseluruhan, poin yang didapatkan tiap kategori ketidakjujuran akademis pada
jurusan Teknik Elektro lebih tinggi ketimbang pada Kedokteran Umum. Poin yang
didapatkan Kedokteran Umum hanya mengungguli Teknik Elektro pada contoh kasus “copy
paste”, “menuliskan referensi [yang tidak digunakan]”, dan “memberikan alasan yang tidak
sejujurnya [pada instruktur]” dengan selisih yang kecil.
• Walau jurusannya memiliki tuntutan kehadiran yang lebih besar, pelajar Kedokteran Umum
lebih banyak yang mengaku tidak pernah “titip absen” ketimbang Teknik Elektro. Penulis
mengatribusikan ini pada sanksi tegas yang bisa dijatuhkan pada pelaku tindakan “titip
absen”; sesuatu yang dapat menyebabkan pencapaian nilai oleh misrepresentasi yang cukup
rendah.
BAGIAN B
Tabel 3.2: Bagian B, Teknik Elektro dan Kedokteran Umum
Alasan Teknik Elektro Kedokteran Umum Merasa tidak mampu mengerjakan sendiri 12,07% 16,70% Tidak ingin mengecewakan orang tua 12,07% 10,00% Yang lain juga melakukannya 12,93% 5,56% Ingin tahu bisa lolos dari pengawasan atau tidak 1,72% 1,11% Pernah lolos dari pengawasan 5,83% 6,67% Walau ketahuan, tidak akan dihukum berat 5,17% 1,11% Panik, takut gagal/mendapatkan nilai jelek 17,24% 17,78% Tidak punya cukup waktu untuk belajar 10,34% 13,33% Merasa direpotkan/malas mengerjakan sendiri 8,62% 11,11% Persaingan terlalu ketat 5,17% 5,56% Biasa saja 12,93% 11,11%
• Peringkat pertama, baik untuk Teknik Elektro maupun Kedokteran Umum, sama dengan
peringkat pertama tabel pengamatan yang telah ada, “panik, takut/gagal mendapatkan nilai
13
jelek”. Hal ini menandakan signifikansinya rasa tidak percaya diri dalam mendorong
pelaksanaan tindakan ketidakjujuran akademis.
• Dua alasan utama yang menyusul “takut mendapatkan nilai jelek” bagi jurusan Kedokteran
Umum adalah rasa inferior (“merasa tidak mampu mengerjakan sendiri”), dan penyangkalan
atas tanggung jawab untuk belajar (“tidak punya cukup waktu untuk belajar”).
• Jurusan Teknik Elektro memiliki dua alasan yang peringkat persentasenya menyusul peringkat
pertama dan berbeda dengan hasil untuk jurusan Kedokteran Umum, yakni: “yang lain juga
melakukannya” dan “biasa saja”, yang mengimplikasikan bahwa alasan utama mahasiswa
Teknik Elektro berbuat tidak jujur dalam latar akademis adalah konformitas, atau justifikasi atas
tindakan tersebut yang membuatnya terkesan “biasa” dan tidak salah.
ILMU PENGETAHUAN ALAM DAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL Perbandingan antara data kuesioner yang didapatkan dari mahasiswa Teknik Elektro dan mahasiswa Kedokteran Umum Universitas Kristen Maranatha adalah berikut:
BAGIAN A
Tabel 3.3: IPA dan IPS
ILMU PENGETAHUAN ALAM ILMU PENGETAHUAN SOSIAL Jenis (1) (2) Final Jenis (1) (2) Final Plagiarisme 2,34 1,80 2,07 Plagiarisme 2,1 2,4 2,25 Fabrikasi 1,51 1,06 1,29 Fabrikasi 1,2 1,0 1,10 Sabotase 1,00 1,03 1,01 Sabotase 1,1 1,2 1,15 Misrepresentasi 1,26 0,40 0,83 Misrepresentasi 1,9 0,6 1,25 Kecurangan 1,37 2,29 1,83 Kecurangan 1,7 2,3 2,00 Fasilitasi 2,06 1,29 1,64 Fasilitasi 2,06 1,23 1,70
• Sebagian besar poin yang didapatkan per kategori bagi jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS) lebih tinggi dari data pengamatan untuk jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA),
dengan pengecualian kategori fabrikasi, yang memiliki nilai pada skala lebih besar untuk
jurusan IPA ketimbang IPS. Hal ini dipengaruhi oleh kesempatan pelaksanaan fabrikasi
data yang berbeda bagi IPA dan IPS. Wajar bagi IPA, yang lebih sering menjalankan
eksperimen yang lebih mudah dimanipulasi datanya, untuk memiliki poin lebih tinggi di
kategori fabrikasi.
14
• Sama dengan hasil-hasil yang telah disajikan di atasnya, contoh kasus “titip absen” pada
tabel perhitungan ini pun memiliki nilai frekuensi terkecil.
BAGIAN B
Tabel 3.4:Bagian B, IPA dan IPS
Alasan IPA IPS Merasa tidak mampu mengerjakan sendiri 15,56% 11,11% Tidak ingin mengecewakan orang tua 13,33% 15,56% Yang lain juga melakukannya 11,11% 8,89% Ingin tahu bisa lolos dari pengawasan atau tidak 0% 6,67% Pernah lolos dari pengawasan 2,22% 6,67% Walau ketahuan, tidak akan dihukum berat 1,11% 2,22% Panik, takut gagal/mendapatkan nilai jelek 17,78% 17,78% Tidak punya cukup waktu untuk belajar 15,56% 11,11% Merasa direpotkan/malas mengerjakan sendiri 11,11% 6,67% Persaingan terlalu ketat 5,56% 11,11% Biasa saja 6,67% 2,22%
• Sama dengan data pada tabel-tabel pengamatan sebelumnya, alasan yang memiliki
persentase pemilihan terbesar, baik bagi jurusan IPA maupun IPS, adalah “panic, takut
gagal/mendapatkan nilai jelek”. Untuk jurusan IPA, dua alasan yang memiliki
persentase kedua terbesar adalah “merasa tidak mampu mengerjakan sendiri” dan
“tidak punya cukup waktu untuk belajar”. Data ini, uniknya, hampir identik dengan
tiga alasan utama pelaksanaan ketidakjujuran akademis mahasiswa Kedokteran Umum.
Di sisi lain, alasan dengan persentase kedua terbesar bagi jurusan IPS adalah faktor
pemeliharaan relasi, “tidak ingin mengecewakan orang tua”, suatu faktor yang
perannya tidak terlalu signifikan pada kalangan mahasiswa, ataupun siswa IPA.
• Faktor tantangan, “ingin tahu bisa lolos dari pengawasan atau tidak”, yang juga tidak
terlalu berpengaruh bagi kelompok sampel data lainnya (bahkan, 0% untuk siswa IPA),
memiliki pengaruh yang lebih besar pada siswa IPS. Hal yang penulis anggap
mengejutkan adalah persentase pemilihan alasan berlatar belakang konformitas (“Yang
lain juga melakukannya”) yang tidak sebesar dugaan. Penulis memiliki praduga pelajar
SMA berkecenderungan mengikuti sesuatu yang dilakukan oleh mayoritas.
15
BAB 4: KESIMPULAN DAN SARAN IV.1 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah disajikan pada Bab 3, penulis dapat menyimpulkan
beberapa hal:
• Dari semua tipe ketidakjujuran akademis, plagiarisme adalah ketidakjujuran akademis
yang paling sering dilakukan. Contoh kasus plagiarisme yang lebih dominan pada tiap
kelompok pengambilan sampel berbeda, namun pada umumnya memiliki selisih yang
kecil. Untuk kelompok pelajar SMA, kecurangan memiliki frekuensi terbesar setelah
plagiarisme; janggalnya, kategori kecurangan mendapatkan nilai rendah pada skala untuk
tingkat perguruan tinggi, sementara fasilitasi ketidakjujuran akademis menempati
posisi kedua.
• Sabotase menduduki posisi terendah, sesuai dengan pengaruh latar belakang kompetisi,
dalam pelaksanaan ketidakjujuran akademis, yang kecil. Walau demikian, “titip absen”,
contoh kasus dari misrepresentasi yang menduduki posisi kedua-terendah, mendapatkan
nilai terendah pada skala untuk tiap kelompok pengambilan sampel.
• Rasa takut akan kegagalan/pencapaian nilai yang buruk, serta rasa tidak mampu
mengerjakan sendiri (inferior) memiliki peran yang signifikan dalam pelaksanaan
ketidakjujuran akademis. Dari ini, dan pengaruh faktor tantangan yang kecil, dapat
disimpulkan bahwa sebagian besar pelajar melakukan tindakan ketidakjujuran akademis
atas “kebutuhan” atau “situasi mendesak”. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
banyak pelajar merasa waktu yang tersedia untuk belajar (pribadi) tidak cukup.
• Faktor yang tidak memiliki signifikansi sebesar dugaan penulis adalah pemeliharaan
relasi dan konformitas (terutama di kalangan pelajar SMA). Selain itu, persentase
pemilihan alasan “Walau ketahuan, tidak akan dihukum berat” yang kecil
mengimplikasikan pemberian sanksi yang lebih tegas untuk ketidakjujuran akademis
belum tentu berefek besar.
16
IV.2 SARAN Akademisi Indonesia perlu memberikan perhatian lebih kepada isu ketidakjujuran akademis.
Instruktur dalam institusi akademis—seperti guru, dosen, dan lainnya—harus memperlakukan
ketidakjujuran akademis sebagai permasalahan yang serius, dan mencari solusi untuk masalah
kompleks ini. Untuk melakukannya, alasan utama ketidakjujuran akademis ada dan senantiasa
dilakukan oleh kalangan pelajar harus ditemukan.
Berdasarkan hasil penelitian makalah ini, yang menunjukkan bahwa rasa takut akan kegagalan
serta rasa tidak mampu mengerjakan sesuatu dengan kemampuan sendiri berperan besar, hal
yang baik dilakukan adalah evaluasi ulang sistem belajar-mengajar yang tengah digunakan.
Apakah sistem itu terlalu mendesak, atau menekankan kepentingan pencapaian nilai? Instruktur
dalam institusi akademis harus senantiasa mempertanyakan ini pada dirinya sendiri, dan
membenahi sistem yang digunakannya.
Plagiarisme, ketidakjujuran akademis dengan pelaksanaan paling frekuen, sebaiknya diberikan
perhatian khusus. Banyak pelajar belum dapat membedakan pemakaian referensi yang termasuk
plagiarisme dan yang tidak; penyuluhan rinci tentang plagiarisme bisa membantu meningkatkan
pemahaman pelajar atas ketidakjujuran akademis ini.
Pada intinya, semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan Indonesia—pelaku
ketidakjujuran akademis, pengamat, instruktur, dan lainnya—harus menghadapi masalah ini
dengan serius. Ketidakjujuran akademis tidak boleh dibiarkan terjadi, apalagi didukung
keberadaannya.
17
DAFTAR ACUAN
Jensen, Lene A., Arnett, J.J., Feldman, S. Shirley, & Cauffman, Elizabeth. 2001. It’s Wrong, But
Everybody Does It: Academic Dishonesty among High School and College Students. Dalam
Contemporary Educational Psychology (2002). Hlm. 209―228.
Lambert, E.G., Hogan, N. L., & Barton, S. M. 2003. Collegiate Academic Dishonesty
Revisited:What Have They Done, How Often Have They Done It, Who Does It, And Why Did
They Do It?. Dalam jaringan, (http://www.sociology.org/content/vol7.4/lambert_etal.html,
diakses 3 Desember 2009).
Napitupulu, Ester. 8 Juli, 2009. Meminimalkan Plagiarisme di Perguruan Tinggi, Bisa? Kompas.
Dalam jaringan, (http://edukasi.kompas.com/read/xml/2009/07/08/18161710/, diakses 4
Desember 2009)
Pavela, G. 1978. Judicial review of academic decision-making after Horowitz. Dalam School
Law Journal, Volume 55, Hlm. 55-75.
Whitley, B.E., & Keith-Spiegel, P. 2002. Academic dishonesty: an educator’s guide. Mahwah:
Lawrence Erlbaum Associates, Inc.
18
LAMPIRAN 1: Teks Kuesioner
TERIMA KASIH; ANDA TELAH MELUANGKAN WAKTU ANDA UNTUK MENGISI KUESIONER SINGKAT INI
Mohon jawab dengan sejujur-jujurnya. Anda tidak perlu menuliskan nama, dan identitas Anda selaku penjawab kuesioner ini tidak akan dibeberkan. Informasi Dasar Jenis kelamin: ¡ Lelaki ¡ Perempuan Umur: ___ tahun Tingkat pendidikan: ¡ SMA ¡ Perguruan tinggi Jurusan: (untuk SMA, tandai) ¡ IPA ¡ IPS
(untuk PT, tuliskan) ______________ Bagian A: silang (����) atau centang (����) SATU jawaban yang sesuai
No. Pernahkah Anda… Tidak pernah
Sesekali/ Jarang
Kadang-kadang
Sering Hampir selalu
1. … menyalin jawaban PR (pekerjaan rumah)/tugas lainnya dari orang lain (teman, kakak kelas, dsb.)?
¡ ¡ ¡ ¡ ¡
2. … mengambil bahan untuk tugas dari buku/internet/sumber lain dengan langsung men-copy paste sebagian/semua tanpa menyusunnya sendiri?
¡ ¡ ¡ ¡ ¡
3. … memanipulasi/mengarang data eksperimen?
¡ ¡ ¡ ¡ ¡
4. … menuliskan referensi yang sebenarnya tidak digunakan pada daftar pustaka?
¡ ¡ ¡ ¡ ¡
5. … merusak/melakukan sesuatu pada barang umum (meja belajar, buku perpustakaan, perangkat percobaan, komputer…) yang dibutuhkan orang lain?
¡ ¡ ¡ ¡ ¡
6. … dengan sengaja mengganggu orang lain yang menjalankan eksperimen/mengerjakan tugas?
¡ ¡ ¡ ¡ ¡
7. … memberikan alasan yang tidak sejujurnya untuk keterlambatan/ketidakhadiran pada kelas/ujian/pengumpulan tugas?
¡ ¡ ¡ ¡ ¡
8. … “titip absen”?
¡ ¡ ¡ ¡ ¡
9. … membawa catatan/kumpulan rumus, atau membuka bahan referensi lain pada ujian tutup buku?
¡ ¡ ¡ ¡ ¡
10. … mendapatkan jawaban/”bekerja sama” dengan orang lain pada ujian individu?
¡ ¡ ¡ ¡ ¡
11. … memberikan jawaban pada orang lain pada ujian individu? ¡ ¡ ¡ ¡ ¡ 12. … memberikan kisi-kisi soal ujian pada siswa kelas lain yang akan
menghadapi ujian yang sama setelah Anda? ¡ ¡ ¡ ¡ ¡
Bagian B: silang (����) atau centang (����) satu jawaban yang sesuai; Anda boleh memilih lebih dari satu! Jika Anda menjawab selain “Tidak pernah” untuk pertanyaan di atas [terutama (1), (2), (9), atau (10)], apakah alasan Anda melakukan tindakan tersebut?
� Merasa tidak mampu mengerjakan sendiri � Panik, takut gagal/mendapatkan nilai jelek � Tidak ingin mengecewakan orang tua � Tidak punya cukup waktu untuk belajar � Yang lain juga melakukannya � Merasa direpotkan/malas mengerjakan sendiri � Ingin tahu bisa lolos dari pengawasan atau tidak � Persaingan terlalu ketat � Pernah lolos dari pengawasan � Biasa saja � Walau ketahuan, tidak akan dihukum berat Lainnya, tuliskan: ___________________________
LAMPIRAN 1