KESTAN Jagung Fixx
-
Upload
sherly-ardhani-pithaloka -
Category
Documents
-
view
169 -
download
4
Transcript of KESTAN Jagung Fixx
PEMBERIAN PUPUK LENGKAP TANPA KAPUR PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays L)
(Laporan Praktikum Kesuburan Tanah dan Pemupukan)
Oleh
1. Agus Pariyanto : 10141210652. Eko Andrianto : 10141210203. Fina Destria Rahmawati : 10141210244. Immas Nurisma : 10141210285. Nur Habibah : 6. Ricky Ferdian : 7. Septianing Diah Awalia : 1014121047
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG2012
I. PENDAHULUAN
I.1.Latar Belakang
Pupuk merupakan material yang ditambahkan pada media tanam atau tanaman untuk
mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan tanaman sehingga mampu berproduksi
dengan baik. Material pupuk dapat berupa bahan organik ataupun non-organik
(mineral). Beberapa hal penting yang perlu dicermati untuk mendapatkan efisiensi
dalam pemupukan antara lain: jenis pupuk yang digunakan, sifat dari pupuk tersebut,
waktu pemupukan dan syarat pemberian pupuk serta cara atau metode pemupukan.
Tanaman jagung tidak akan mencapai potensi produksinya manakala unsur hara yang
diperlukan tidak cukup tersedia. Pemupukan dapat meningkatkan hasil panen secara
kuantitatif maupun kualitatif. Tanaman jagung memerlukan nutrisi berupa unsur hara
yang berimbang sehingga produksi jagung bisa mencapai potensi produksinya.
Tanah di Lampung kebanyakan adalah jenis tanah ultisol, yang umumnya pH nya
rendah karena kelarutan Al-dd cukup tinggi. Hal ini menyebabkan pupuk yang
diberikan ke tanah di ikat oleh alumunium sehingga tidak tersedia bagi tanaman,
bahkan bisa bersifat racun bagi tanaman. Oleh karena itu untuk mengetahui
perbandingan produksi, tinggi tanaman, dan gejala kahat kapur di dalam praktikum
ini, perlakuan yang diberikan yaitu pemberian pupuk lengkap tanpa kapur pada
tanaman jagung.
I.2.Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh gejala kahat kapur terhadap pertumbuhan tanaman jagung.
2. Mengetahui perbandingan tinggi antara tanaman jagung yang diberi pupuk
lengkap tanpa kapur dengan tanaman jagung yang tidak diberi pupuk (kontrol).
3. Mengetahui perbandingan produksi antara pemupukan lengkap tanpa kapur
dengan kontrol.
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Jagung
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting,
selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan
Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Beberapa
penduduk daerah di Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) juga
menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain sebagai sumber karbohidrat,
jagung juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan maupun tongkolnya), diambil
minyaknya (dari bulir), dibuat tepung (dari bulir, dikenal dengan istilah tepung
jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung bulir dan tepung
tongkolnya).
Deskripsi Tanaman jagung
Kerajaan : Plantae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Zea
Spesies : Zea Mays L
(Harizamry, 2007).
Tanaman jagung dapat tumbuh baik hampir di semua macam tanah, tetapi tanaman
ini akan dapat tumbuh lebih baik pada tanah yang gembur, kaya akan humus. Tanah
yang padat serta kuat menahan air tidak baik untuk ditanami jagung, karena
pertumbuhan akan akarnya kurang baik atau akar-akarnya akan menjadi busuk.
Untuk tanah berat perlu dibuat saluran drainase yang cukup dekat letaknya dengan
tanaman karena tanaman jagung tidak tahan terhadap genangan air. Jagung tumbuh
baik pada pH tanah (kemasaman tanah) antara 5,5-7,0. Tanaman ini dapat tumbuh
pada 0-1300 m dari atas permukaan laut. Jagung dapat hidup baik di daerah beriklim
panas dan daerah beriklim sedang. Tumbuh baik pada temperature 230-270C.
Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu
tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari suku
Poaceae, yang disebut floret. Pada jagung, dua floret dibatasi oleh sepasang glumae
(tunggal, gluma). Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa karangan
bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga
betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh dari buku, di antara batang dan
pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol
produktif meskipun memiliki sejumlah bunga betina (Paryo, 2010).
II.2. Pemupukan
Pemberian pupuk ditingkat petani masih sangat bervariasi dan belum penggunakan
pemupukan yang seimbang yaitu penggunaan pupuk organik dan anorganik.
Pemupukan yang berimbang mampu memberikan pertubuhan tanaman menjadi lebih
baik, tahan terhadap kerebahan, tahan terhadap hama dan penyakit, dan mampu
meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil. Pengunaan pupuk organik dapat
memberikan tambahan bahan organik, hara, memperbaiki sifat fisik tanah, serta
mengembalikan hara yang teangkut hasil anen. Selain itu juga dapat mencegah
kehilangan air dalam tanah dan laju infiltrasi air (Anonim, 2009).
Nitrogen merupakan unsur hara utama yang diperlukan oleh tanaman bagi
pertumbuhan dan produksi, sebab nitrogen berperan dalam sintesa protein dan asam
amino. Pupuk N terdiri pupuk urea dengan rumus kimia (NH2) dengan kadar
Nitrogen 45 %. Pupuk ini berbentuk kristal berwarna putih atau butir-butir bulat.
Urea sangat mudah larut karena kandungan haranya yang tinggi. Untuk dapat diserap
tanaman, nitrogen dalam urea harus diubah dulu sampai menjadi amonium dengan
bantuan enzim tanah urease melalui proses hidrolisis. Tingkat kelarutan pupuk urea
adalah sangat cepat mencair karena bersifat Higroskopis (Hardjowigeno, 1992).
Fosfor pada tanaman berfungsi dalam pembelahan sel, pembentukan albumin,
pembentukan dan pematangan buah, perkembangan akar, tahan terhadap penyakit dan
lain-lain. Gejala kekurangan fosfor (P) dapat menyebabakan pertumbuhan tanaman
kerdil karena pembelahan sel terganggu, daun-daun tidak sempurna serta mudah
terserang penyakit. Kekurangan P dalam tanah dapat disebabkan oleh jumlah P yang
sedikit, sebagian besar terdapat dalam bentuk yang tidak dapat diamabil oleh
tanaman, dan terjadi pengikatan (fiksasi) oleh Al pada tanah masam atau oleh Ca
pada tanah alkalis (Hakim, dkk., 1986).
Fungsi Unsur Hara N, P, dan K:
Nitrogen (N)
1. Merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan
2. Merupakan bagian dari sel (organ) tanaman itu sendiri
3. Berfungsi untuk sintesa asam amino dan protein dalam tanaman
4. Merangsang pertumbuhan vegetatif (warna hijau) seperti daun
5. Tanaman yang kekurangan unsur N gejalanya: pertumbuhan lambat/kerdil, daun
hijau kekuningan, daun sempit, pendek dan tegak, daun-daun tua cepat
menguning dan mati.
Phospat (P)
1. Untuk pengangkutan energi hasil metabolisme dalam tanaman
2. Merangsang pembungaan dan pembuahan
3. Merangsang pertumbuhan akar
4. Merangsang pembentukan biji
5. Merangsang pembelahan sel tanaman dan memperbesar jaringan sel
6. Tanaman yang kekurangan unsur P gejalanya: pembentukan buah/dan biji
berkurang, kerdil, daun berwarna keunguan atau kemerahan ( kurang sehat ).
Kalium (K)
1. Berfungsi dalam proses fotosintesa, pengangkutan hasil asimilasi, enzim dan
mineral termasuk air.
2. Meningkatkan daya tahan/kekebalan tanaman terhadap penyakit
3. Tanaman yang kekurangan unsur K gejalanya: batang dan daun menjadi
lemas/rebah, daun berwarna hijau gelap kebiruan tidak hijau segar dan sehat,
ujung daun menguning dan kering, timbul bercak coklat pada pucuk daun.
II.3. Kahat Hara
Unsur hara merupakan salah satu faktor yang menunjang pertumbuhan dan
perkembangan tanaman yang optimal. Penggunaan pupuk sebagai salah satu usaha
untuk meningkatkan produksi sudah sangat membudaya dan para petani telah
menganggap bahwa pupuk dan cara pemupukan sebagai salah satu hal yang tidak
dapat dipisahkan dalam kegiatan usahataninya.
Setiap unsur hara harus tersedia dalam jumlah cukup dan berimbang, jika terjadi
kekurangan akan terlihat gejala kahat seperti tanaman yang kekurangan kalium
selama pertumbuhan dapat dilihat dari pertumbuhan tanaman yang kerdil, daun relatif
panjang dan batang pendek, serta pinggiran daun dan ujung daun menjadi kering.
Pada tanaman dewasa, gejala kekurangan kalium ini pertama-tama terlihat pada daun-
daun sebelah bawah. Apabila kekurangan kalium ini lebih para pada daun-daun
tersebut akan kering dan mati, kalium yang tadinya ada pada daun-daun tersebut akan
dipindahkan ke daun yang ada diatasnya yang lebih mudah atau pada pucuk yang
masih dalam pertumbuhan. Pertumbuhan jenggel menjadi kurang sempurna terutama
pada ujungnya dan biji tidak kuat dan goyah dari jenggel dan akan mengalami bentuk
biji yang tidak sempurna (Poerwidodo, 1992).
Tanaman yang kekurangan unsur nitrogen, akan nampak kerdil, warna daun hijau
muda kekuning-kuningan, buah terbentuk sebelum waktunya dan tidak sempurna.
Gejala kekurangan unsur, phosphat. jelas terlihat terutama pada waktu tanaman masih
muda di mana daun-daunnya berwarna ungu dan akan berubah hijau kembali seperti
biasa bilamana kemudian tanaman-mendapatkan cukup, phosphat. Tanaman yang
kekurangan kalium memberikan gambaran seolah-olah layu, bagian tepi dari daun
mula-mula menjadi kuning (klorosis), kemudian berubah menjadi kecoklat-coklatan
dan bagian daun yang sudah mati akan gugur. Unsur hara merupakan salah satu
faktor yang menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang optimal.
Penggunaan pupuk sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan produksi sudah
sangat membudaya dan para petani telah menganggap bahwa pupuk dan cara
pemupukan sebagai salah satu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan usaha
taninya. Tanah ultisol memiliki pH yang umumnya rendah , sehingga sering
mengalami kahat kapur khususnya Ca yaitu pucuk daun dan akar berwarna coklat lalu
mati; pinggir daun keriting (curl) dan berwarna coklat, lalu kering, dan pinggir daun
melekat satu sama lain; kualitas buah menurun dan lebih sering timbul blossom and
root dan pembusukan internal; reproduksi terhambat dan terhenti; jaringan
pendukung pada bagian bawah tumbuhan membusuk, menurunkan kapasitas serapan
air dan hara, layu pada saat panas (Rukmana, 2003).
III.METODE PERCOBAAN
III.1. Tempat dan Waktu Percobaan
Praktikum kesuburan tanah ini dilakukan di belakang gedung tanah Fakultas
Pertanian dan dilaksanakan dimulai dari bulan Maret hingga bulan Juni 2012
III.2. Alat dan Bahan
Pada praktikum ini digunakan beberapa alat dan bahan. Adapun alat-alat yang
digunakan pada praktikum ini antara lain adalah cangkul, meteran, kamera,
timbangan, ember atau gembor, dan alat tulis. Sedangkan bahan-bahan yang
digunakan dalam praktikum ini antara lain adalah lahan seluas 2,5 m x 5 m, benih
jagung, dan air.
III.3. Prosedur Kerja
Adapun langkah-langkah kerja pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
3.3.1.Persiapan Lahan
1. Ditentukan lahan yang bertempat di samping laboratorium ilmu tanah.
2. Diukur petakan lahan dengan ukuran 2,5 m x 5 m.
3. Dibersihkan lahan dari gulma.
4. Diolah tanah tersebut sampai pada kedalaman 20 cm menggunakan cangkul.
3.3.2.Penanaman Jagung
1. Setelah lahan siap, dilakukan penanaman benih jagung dan setiap lubang di isi
dua benih.
2. Benih jagung yang ditanam merupakan jagung varietas BISI-2
3. Setelah benih di tanam di tutup dengan tanah.
3.3.3.Pemupukan Lengkap Tanpa Kapur
Pemupukan dilakukan saat tanam secara sebar rata diatas permukaan tanah, kecuali
Urea ,KCl, yang diberikan setengah dosis pada saat tanam dan sisanya 5 MST
(Minggu Setelah Tanam) atau menjelang fase pertumbuhan generatif tanaman jagung.
3.3.4.Pengamatan yang Dilakukan
1. Setiap minggunya dilakukan pengamatan terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman jagung.
2. Variabel yang diamati adalah tinggi tanaman, gejala kahat hara, dan produksi.
3. Pengukuran variabel tersebut dengan cara mengukur tinggi tanaman dengan
menggunakan meteran dan alat tulis, sedangkan untuk produksi tanaman diukur
dengan bobot tongkol tanaman contoh.
4. Setiap petak diambil lima tanaman sebagai tanaman contoh.
3.3.5.Pemeliharaan
1. Pemeliharaan meliputi penyiangan dan penyiraman tanaman.
2. Penyiangan dilakukan dengan cara manual yaitu dengan mencabuti gulma-gulma
yang tumbuh disekitar tanaman dengan menggunakan tangan.
3. Penyiraman dilakukan setiap kali pengamatan dengan menggunakan air dan
ember.
4. Pembumbunan dilakukan setelah 4 MST (Minggu Setelah Tanam).
5. Pengendalian hama dan penyakit tanaman dilakukan secara mekanik dan kimia.
3.3.6.Penimbangan Berat Basah Tanaman Jagung
1. Untuk menghitung berat basah tanaman sampel dipisahkan.
2. Tanaman pertama di timbang beserta kelobotnya setelah itu di buka kelobotnya
dan di timbang
.
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
IV.1. Hasil Pengamatan
Setelah kami melakukan praktikum budidaya tanaman jagung dengan pupuk lengkap
tanpa pemberian kapur, diperoleh hasil pengamatan sebagai berikut:
4.1.1 Data tinggi tanaman jagung
minggu ke Perlakuan
kontrol L-kapur
0 0 0
1 0 0
2 29 29.3
3 50 46.4
4 79.8 81.8
5 107.4 118.4
6 141.4 155.4
7 166.4 173.8
4.1.2 Data Bobot Tongkol Jagung
Sampel Perlakuan
Kontrol L-kapur
Bobot Basah Bobot Kering Bobot Basah Bobot Kering
1 0 0 0 0
2 189.39 106.3 229.93 160.96
3 152.09 107.7 231.13 154.49
4 169.59 111.55 0 0
5 132.9 106.49 163.44 116.71
Keterangan:
1. Untuk perlakuan kontrol: pada tanaman sampel 1 tidak diperoleh bobot tongkol,
karena tanaman yang ditanam sudah hilang sebelum buah siap dipanen oleh
praktikan.
2. Sama dengan perlakuan kontrol, data yang tidak diperoleh pada perlakuan L-
kapur karena tongkol jagung hilang sebelum dipanen oleh praktikan.
IV.2. Pembahasan
Dari grafik pertumbuhan tinggi tanaman jagung diatas dapat dilihat bahwa
pertumbuhan vegetatif tanaman jagung dengan perlakuan pupuk lengkap tanpa kapur
jauh lebih baik daripada pertumbuhan tanaman jagung dengan perlakuan kontrol.
Digrafik dapat dilihat tinggi tanaman jagung dengan perlakuan pupuk lengkap tanpa
kapur pada minggu ke-7 yaitu 173.8 cm, sedangkan tinggi tanaman jagung dengan
perlakuan kontrol pada minggu ke-7 sebesar 166.4 cm. Sehingga diperoleh
perbedaan kedua tanaman dengan 2 perlakuan yang berbeda pada minggu terakhir
masa vegetatif adalah sebesar 7.4 cm. Perlakuan kontrol adalah suatu bentuk
perlakuan yang tidak menambahkan unsur hara apapun kedalam tanah, sehingga
pertumbuhan tanaman tersebut hanya bergantung pada unsur hara yang sudah tersedia
didalam tanah.
Demikian pula dengan bobot tongkol jagung yang dihasilkan, tanaman yang diberi
pupuk lengkap tanpa kapur memiliki hasil yang jauh lebih tinggi daripada tanaman
yang diberi perlakuan kontrol. Pada grafik bobot basah tongkol tanaman jagung,
dapat dilihat bahwa berat bobot tongkol jagung dengan perlakuan pupuk lengkap
tanpa kapur pada tanaman sampel terakhir yakni sebesar 163.44 g, hasil ini jauh lebih
besar daripada tanaman yang diberi perlakuan kontrol yang hanya memiliki berat
sebesar 132.9 g. Sedangkan pada grafik bobot tongkol kering, diperoleh berat kering
tanaman jagung dengan perlakuan pupuk lengkap tanpa kapur sebesar 116.71 g dan
berat tongkol jagung dengan perlakuan kontrol sebesar 106.49 g.
Pada praktikum ini, kelompok kami melakukan perlakuan pemupukan dengan
memberikan pupuk lengkap (NPK, SP 36 dan KCl) tanpa penambahan kapur. Bahan
kapur terdiri dari unsur Ca dan Mg. tanaman yang tidak diberikan bahan kapur akan
berpengaruh pada penampang fisiologis tanaman jagung itu sendiri. Gejala kahat
kapur yang terlihat pada tanaman jagung yaitu, pinggir daun keriting (curl) dan
berwarna coklat hingga kering, dan pinggir daun melekat antara satu sama lain.
Gejala kahat yang terlihat, adalah gejala kekurangan Ca sedangkan kekurangan Mg
tidak terlihat. Hal ini dikarenakan Mg masih terdapat didalam tanah, sehingga masih
cukup untuk pertumbuhan tanaman jagung.
Pada praktikum kali ini tinggi sampel tanaman jagung, bobot basah serta bobot kering
tongkol tanaman jagung dihitung secara mingguan dengan kegiatan sebagai berikut.
Pada minggu ke-nol (praktikum pertama) dilakukan pengolahan lahan, pemupukan
serta penanaman yang bertujuan untuk mengetahui cara pengelolahan lahan pada
tanaman jagung, untuk mengetahui cara pemupukan dan kebutuhan pupuk NPK
masing-masing tanaman jagung serta mengetahui jarak tanam tanaman jagung.
Pengolahan lahan dilakukan dengan menggunakan cangkul agar tanahnya menjadi
gembur. Penanaman benih tanaman jagung dilahan berukuran 2,5 x 5 m dengan
jarak tanam 80 x 40 cm sehingga diperoleh 36 lubang tanam yang masing-masing
lubang berisi 2 benih. Hal tersebut dilakukan untuk memperkecil kemungkinan
gagalnya perkecambahan, kemudian dilakukan pemupukan. Pada kelompok 5
dilakukan pemupukan lengkap tanpa kapur (Ca+Mg), artinya tanah hanya diberikan
pupuk urea 250 g/12,5 m2, SP 36 375 g/12,5 m2, dan KCl 125 g/12,5 m2 tanpa kapur.
Pupuk-pupuk tersebut diberikan secara sebar diatas permukaan tanah, namun pada
proses penyebaran terdapat beberapa perbedaan perlakuan antara lain untuk pupuk
KCl dan Urea diberikan menjadi 2 kali yaitu pada awal penanaman dan pada fase
pertumbuhan. Hal terebut dilakukan karena pupuk KCl dan Urea mudah terurai dan
menguap di udara. Sedangkan untuk pupuk SP 36 diberikan sekaligus pada awal
penanaman benih karena pupuk SP 36 dibutuhkan oleh tanaman jagung pada saat fase
pertumbuhan vegetatif.
Pada minggu pertama dilakukan penyiangan gulma dan menghitung perkecambahan
benih tanaman jagung yang bertujuan untuk membersihkan lahan tanaman jagung
dari tumbuhan luar (gulma), untuk mengetahui tingkat pertumbuhan tanaman jagung
serta untuk menghitung persentase daya berkecambah tanaman jagung. Tanaman
jagung yang sudah ditanam, mulai berkecambah dan muncul ke permukaan dengan
daya berkecambah 100% (perhitungan terdapat di lampiran). Pada minggu kedua
dilakukan pengukuran tinggi tanaman jagung dan penyiangan gulma yang bertujuan
untuk mengetahui tinggi tanaman jagung, untuk mengetahui pertumbuhan tanaman
jagung dan untuk mengetahui cara pengambilan sampel dan perbandingan tinggi
antar sampel tanaman jagung. Namun pada minggu ketiga ini mulai dilakukan
perbandingan hasil pengamatan antara kelompok 5 yang diberi perlakuan pupuk
lengkap tanpa kapur dengan kelompok 7 yang diberi perlakuan kontrol. Tanaman
jagung yang digunakan sebagai sampel sebanyak 5 lubang tanaman dengan masing-
masing lubang terdapat 2 tanaman sehingga didapatkan tinggi rata-rata sampel
tanaman jagung dengan perlakuan kontrol setinggi 29 cm sedangkan perlakuan
lengkap tanpa kapur setinggi 29,3 cm (perhitungan terdapat dilampiran). Pemilihan
sampel dilakukan secara acak dan tidak dipilih tanaman yang terletak dipinggir
karena tanaman yang terletak dipinggir akan terganggu oleh aktivitas manusia
sehingga dikhawatirkan tidak homogen. Pada minggu ketiga dilakukan pengukuran
tinggi tanaman jagung, pembumbunan dan penyemprotan insektisida yang bertujuan
untuk mengetahui tinggi tanaman sampel dan untuk mengendalikan hama yang
menyerang tanaman jagung. Pengukuran tinggi tanaman sampel menggunakan
meteran dan pengukurannya dari dasar tanaman sampai daun yang tertinggi. Adapun
hasil tinggi rata-rata sampel tanaman jagung dengan perlakuan kontrol adalah 50 cm
sedangkan dengan perlakuan lengkap tanpa kapur adalah 46,4 cm (perhitungan
terdapat dilampiran). Pembumbunan dilakukan untuk menghasilkan kondisi tanah
yang gembur, menutup akar tanaman jagung yang muncul ke permukaan tanah serta
untuk mengendalikan gulma. Hama yang menyerang tanaman jagung ini salah
satunya adalah belalang. Hama ini dapat dikendalikan dengan menggunakan
insektisida. Dalam praktikum ini digunakan insektisida “Hamasid 25 EC” dengan
bahan aktif lamdasiholatrin 25g/l. Insektisida tersebut termasuk insektisida kontak
dengan dosis 0,5 g/l.
Pada minggu keempat dilakukan pengamatan dan pengukuran tanaman jagung serta
pengamatan defisiensi atau kahat kapur dan penjarangan tanaman yang bertujuan
untuk mengetahui tinggi tanaman sampel, untuk mengetahui gejala kahat hara pada
tanaman sampel, dan untuk mengetahui persentase kerusakan pada tanaman. Pada
pengamatan defisiensi kahat kapur (Ca+Mg) dihasilkan beberapa pucuk daun
berwarna cokelat pada 12 tanaman, pinggir daun keriting dan kering pada beberapa
tanaman, dan terdapat 5 tanaman yang pinggir daunnya melekat satu sama lain.
Penjarangan tanaman merupakan kegiatan membuang salah satu tanaman pada setiap
lubang tanam yang memiliki ciri fisik kurang bagus dibanding yang lain. Kemudian
dilakukan pengukuran tinggi tanaman sampel sehingga dihasilkan rata-rata tinggi
tanaman sampel dengan perlakuan kontrol adalah 79,8 cm sedangkan dengan
perlakuan lengkap tanpa kapur adalah 81,8 cm (perhitungan terdapat di lampiran).
Pada minggu kelima dilakukan pengukuran tinggi tanaman, pengamatan kahat dan
pengendalian gulma yang bertujuan untuk mengetahui tinggi tanaman sampel, untuk
mengetahui gejala kahat kapur dan untuk mengendalikan gulma di areal pertanaman.
Pada minggu kelima ini didapatkan hasil tinggi rata-rata sampel tanaman jagung
dengan perlakuan kontrol setinggi 107,4 cm sedangkan perlakuan lengkap tanpa
kapur setinggi 118,4 cm (perhitungan pada lampiran). Pada pengamatan di minggu
ini terlihat lahan didominasikan oleh tanaman yang memiliki pucuk daun berwarna
cokelat. Hal ini mungkin disebabkan oleh kandungan kapur di areal pertanaman
masih cukup tersedia. Teknik pengendalian gulma yang digunakan yaitu
pengendalian secara mekanis. Cara ini cukup efektif karena areal pertanaman yang
tidak terlalu luas dan anggota kelompok yang cukup banyak.
Pada minggu keenam dilakukan pengukuran tinggi tanaman, pengamatan kahat,
pembumbuna dan penyiangan gulma yang bertujuan untuk mengamati pertumbuhan
tinggi tanaman jagung, untuk mengamati gejala defisiensi atau kahat kapur pada
tanaman jagung, untuk menggemburkan kembali tanah disekitar perakaran tanaman
jagung serta untuk membersihkan lahan dari gulma. Gulma yang biasa tumbuh pada
lahan budidaya tanaman jagung adalah gulma golongan rumput teki (Cyperus
kylingia, Cyperus rotundus), gulma golongan daun lebar (Ageratum conyzoides,
euphorbiaceae), gulma golongan rumput-rumputan (Jumbang puhit). Adapun hasil
tinggi rata-rata sampel tanaman jagung dengan perlakuan kontrol adalah 141,4 cm
sedangkan dengan perlakuan lengkap tanpa kapur adalah 155,4 cm. Pembumbunan
dilakukan karena sebelumnya tanah disekitar perakaran terlihat sudah mulai
memadat. Sehingga untuk membantu efektifitas akar menyerap air atau bekerja
dalam menyerap hara maka perlu dilakukan pembumbunan pada daerah sekitar
perakaran.
Pada minggu ketujuh ini dilakukan pengukuran tinggi tanaman, pengamatan kahat
(defisiensi) kapur dan penyiangan gulma yang bertujuan untuk mengetahui tinggi
sampel tanaman jagung, untuk mengetahui gejala kahat (defisiensi) kapur pada
pertumbuhan tanaman jagung dan untuk membersihkan gulma pada lahan tanaman
jagung. Pengukuran tinggi tanaman jagung dilakukan selama fase pertumbuhan
vegetatif masih berlangsung yaitu belum tumbuh atau munculnya bunga). Adapun
hasil yang diperoleh pada perlakuan kontrol adalah 166,4 cm sedangkan pada
perlakuan lengkap tanpa kapur adalah 173,8 cm (perhitungan terdapat di lampiran).
Pada minggu kedelapan dilakukan pemupukan Urea dan KCl, pengamatan kahat,
pembubunan dan pengendalian gulma yang bertujuan untuk mendukung unsur hara
menjelang fase generatif jagung, untuk mengetahui kahat kapur (Ca(Mg), untuk
menggemburkan tanah dan untuk menutup akar jagung yang terlihat atau muncul
kepermukaan tanah serta mengendalikan gulma pada pertanaman jagung. Pada
minggu kedelapan ini dilakukan pemupukan urea dan KCl kembali. Pada
pengamatan minggu ke delapan ini tajuk tanaman jagung kanopinya sudah menutupi
tanah sehingga gulma jarang yang tumbuh. Meskipun seperti itu masih terdapat jenis
gulma daun lebar seperti Ageratum conyzoides dan jenis lainnya.
Pada minggu kesembilan dilakukan penghitungan jumlah tanaman produktif dan
pengamatan defisiensi/kahat kapur yang bertujuan untuk mengetahui jumlah tongkol
dalam satu petakan tanaman, untuk mengetahui jumlah tanaman yang produktif dan
tidak produktif serta untuk mengetahui defisiensi dan kahat kapur pada tanaman
jagung. Tanaman jagung yang ditanam pada petakan lahan seluas 12,5 m2 memiliki
populasi tanaman jagung sebanyak 36 tanaman. Setelah tanaman jagung tumbuh
selama 7 mingguan maka pertumbuhan vegetatif sudah mulai berhenti dan
dilanjutkan dengan fase pertumbuhan pembungaan (generatif). Setelah dilakukan
pengamatan terdapat 35 tanaman yang produktif dan 1 tanaman yang produktif
dengan persentase produktif sebanyak 97,2%. Dapat diketahui, bahwa tanaman yang
produktif adalah tanaman yang mampu menghasilkan tongkol jagung yang baik yakni
dengan jumlah tongkol tidak boleh kurang dari dua buah dengan sifat-sifat fenotipe
yang baik. Tanaman yang produktif harus menghasilkan tongkol 2 buah karena benih
yang digunakan adalah benih hibrida bisi-2.
Pada minggu kesepuluh dilakukan pemanenan tanaman jagung dan penimbangan
hasil panen yang bertujuan untuk mengetahui tongkol tanaman jagung yang siap
panen, untuk mengetahui berat sampel sebelum dikupas, untuk mengetahui berat
sampel sesudah dikupas dan untuk mengetahui berat keseluruhan hasil panen. Jagung
yang siap dipanen memiliki kriteria bila kelobot dikupas, dan biji jagung ditekan
tidak keluar lagi seperti susu (warna cairannya putih kekuning-kuningan). Setelah
dikupas, tongkol ditimbang sehingga didapatkan berat basah tongkol.
V. KESIMPULAN
Setelah praktikan melakukan praktikum maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Tanaman jagung yang diberi perlakuan pupuk lengkap tanpa kapur memiliki
gejala kahat berupa pinggir daun keriting (curl) dan berwarna coklat hingga
kering, dan pinggir daun melekat antara satu sama lain.
2. Tanaman jagung yang diberi perlakuan kontrol menunjukan gejala kahat berupa
tinggi tanaman dan berat tongkol yang selalu lebih rendah dibandingkan dengan
tanaman jagung yang diberi perlakuan pupuk lengkap tanpa kapur.
3. Dari grafik pertumbuhan tinggi tanaman jagung dapat dilihat bahwa pertumbuhan
vegetatif tanaman jagung dengan perlakuan pupuk lengkap tanpa kapur jauh lebih
baik daripada pertumbuhan tanaman jagung dengan perlakuan kontrol. Digrafik
dapat dilihat tinggi tanaman jagung dengan perlakuan pupuk lengkap tanpa kapur
pada minggu ke-7 yaitu 173.8 cm, sedangkan tinggi tanaman jagung dengan
perlakuan kontrol pada minggu ke-7 sebesar 166.4 cm. Sehingga diperoleh
perbedaan kedua tanaman dengan 2 perlakuan yang berbeda pada minggu terakhir
masa vegetatif adalah sebesar 7.4 cm.
4. Bobot tongkol jagung yang dihasilkan tanaman yang diberi pupuk lengkap tanpa
kapur memiliki hasil yang jauh lebih tinggi daripada tanaman yang diberi
perlakuan kontrol. Pada grafik bobot basah tongkol tanaman jagung, dapat dilihat
bahwa berat bobot tongkol jagung dengan perlakuan pupuk lengkap tanpa kapur
pada tanaman sampel terakhir yakni sebesar 163.44 g, hasil ini jauh lebih besar
daripada tanaman yang diberi perlakuan kontrol yang hanya memiliki berat
sebesar 132.9 g.
5. Jagung yang siap dipanen memiliki kriteria bila kelobot dikupas, dan biji jagung
ditekan tidak keluar lagi seperti susu (warna cairannya putih kekuning-kuningan).
Setelah dikupas, tongkol ditimbang sehingga didapatkan berat basah tongkol.
DAFTAR PUSTAKA
Harizamry. 2007. Tanaman Jagung. http://harizamrry.com/2007/11/tanaman-jagung-manis-sweet-corn/. Diakses tanggal 7 Mei 2011 pukul 22.09 WIB
Poerwidodo, 1992. Telaah Kesuburan Tanah. Bandung: Penerbit Angkasa
Paryo. Pertanian Tumpangsari. http://www.Paryo.multiply.com. Diakses tanggal 20 April 2010 pukul 20.00 WIB
Rukmana, Rahmat. 2003. Budidaya Jagung . Yogyakarta: Kanisius
Hakim. N., dkk. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Lampung: Universitas Lampung
Hardjowigeno. S. 1992. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo
LAMPIRAN
PERHITUNGAN
1. Daya Berkecambah
Daya berkecambah tanaman jagung dihitung dengan rumus:
DB =
= 2( ) x 100%
= 200%
Hasil yang diperoleh sebesar 200%, Karena tiap lubang tanam diberi 2 benih.
Artinya tanaman tersebut memiliki daya berkecambah sebesar 100%.
2. Tinggi rata-rata tanaman jagung minggu ke-2
Tinggi rata-rata untuk tanaman jagung dengan perlakuan kontrol diperoleh:
Tanaman Sampel Tinggi Tanaman
1 2
1 27 32
2 28 21
3 40 33
4 32 26
5 30 21
Tinggi rata-rata tanaman =
=
=
= 29 cm
Tinggi rata-rata untuk tanaman jagung dengan perlakuan pupuk lengkap tanpa kapur
diperoleh:
Tanaman Sampel Tinggi Tanaman
1 2
1 36 31
2 29 34
3 36 31
4 31 15
5 26 24
Tinggi rata-rata tanaman =
=
=
= 29,3 cm
3. Tinggi rata-rata tanaman jagung minggu ke-3
Tinggi rata-rata untuk tanaman jagung dengan perlakuan kontrol diperoleh:
Tanaman Sampel Tinggi Tanaman
1 2
1 48 54
2 28 58
3 50 55
4 66 52
5 54 35
Tinggi rata-rata tanaman =
=
=
= 50 cm
Tinggi rata-rata untuk tanaman jagung dengan perlakuan pupuk lengkap tanpa kapur
diperoleh:
Tanaman Sampel Tinggi Tanaman
1 2
1 63 56
2 47 56
3 65 56
4 15 53
5 25 28
Tinggi rata-rata tanaman =
=
=
= 46,4 cm
4. Tinggi rata-rata tanaman jagung minggu ke-4
Tinggi rata-rata untuk tanaman jagung dengan perlakuan kontrol diperoleh:
Tanaman Sampel Tinggi Tanaman
1 2
1 70 -
2 71 -
3 77 -
4 94 -
5 87 -
Tinggi rata-rata tanaman =
=
=
= 39,9 cm
Tinggi rata-rata untuk tanaman jagung dengan perlakuan pupuk lengkap tanpa kapur
diperoleh:
Tanaman Sampel Tinggi Tanaman
1 2
1 54 -
2 80 -
3 98 -
4 80 -
5 54 -
Tinggi rata-rata tanaman =
=
=
= 36,6 cm
5. Tinggi rata-rata tanaman jagung minggu ke-5
Tinggi rata-rata untuk tanaman jagung dengan perlakuan kontrol diperoleh:
Tanaman Sampel Tinggi Tanaman
1 2
1 96 -
2 93 -
3 110 -
4 122 -
5 116 -
Tinggi rata-rata tanaman =
=
=
= 53,7 cm
Tinggi rata-rata untuk tanaman jagung dengan perlakuan pupuk lengkap tanpa kapur
diperoleh:
Tanaman Sampel Tinggi Tanaman
1 2
1 137 -
2 118 -
3 130 -
4 124 -
5 83 -
Tinggi rata-rata tanaman =
=
=
= 59,2 cm
6. Tinggi rata-rata tanaman jagung minggu ke-6
Tinggi rata-rata untuk tanaman jagung dengan perlakuan kontrol diperoleh:
Tanaman Sampel Tinggi Tanaman
1 2
1 126 -
2 122 -
3 148 -
4 151 -
5 160 -
Tinggi rata-rata tanaman =
=
=
= 70,7 cm
Tinggi rata-rata untuk tanaman jagung dengan perlakuan pupuk lengkap tanpa kapur
diperoleh:
Tanaman Sampel Tinggi Tanaman
1 2
1 182 -
2 154 -
3 170 -
4 161 -
5 112 -
Tinggi rata-rata tanaman =
=
=
= 77,9 cm
7. Tinggi rata-rata tanaman jagung minggu ke-7
Tinggi rata-rata untuk tanaman jagung dengan perlakuan kontrol diperoleh:
Tanaman Sampel Tinggi Tanaman
1 2
1 135 -
2 157 -
3 179 -
4 190 -
5 176 -
Tinggi rata-rata tanaman =
=
=
= 83,7 cm
Tinggi rata-rata untuk tanaman jagung dengan perlakuan pupuk lengkap tanpa kapur
diperoleh:
Tanaman Sampel Tinggi Tanaman
1 2
1 146 -
2 175 -
3 200 -
4 200 -
5 148 -
Tinggi rata-rata tanaman =
=
=
= 86,9 cm
Gambar-gambar
Insektisida Hamasid 25 EC untuk menanggulangi hama belalang
Penampang Daun Jagung yang Kahat Kapur (CaMg)
Tanaman Jagung Berumur 2 MST (Minggu Setelah Tanam)
Gejala Kahat Hara pada Daun Jagung