Kesintasan Lima Tahun Pasien Mieloma Multipel Aktif ...

13
LAPORAN PENELITIAN 161 Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 7, No. 3 | September 2020 | Kesintasan Lima Tahun Pasien Mieloma Multipel Aktif berdasarkan Kriteria Diagnostik Durie-Salmon dan International Myeloma Working Group 2003 Five Year Survival of Active Multiple Myeloma Patients Based on Durie-Salmon and International Myeloma Working Group 2003 Diagnostic Criteria Sri Agustini Kurniawati 1 , Ary Harryanto Reksodiputro 2 , Tubagus Djumhana Atmakusuma 2 1 Divisi Hematologi Onkologi Medik – RS Pusat Kanker Nasional Dharmais, Jakarta 2 Divisi Hematologi Onkologi Medik Departemen Ilmu Penyakit Dalam – FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta Korespondensi: Sri Agustini Kurniawati. Divisi Hematologi Onkologi Medik – RS Pusat Kanker Nasional Dharmais. Jl. Let. Jend. S. Parman Kav. 84-86, Slipi, Jakarta 11420. Email: [email protected] ABSTRAK Pendahuluan. Kesintasan pasien mieloma multipel (MM) aktif ditentukan oleh diagnosis dini dan berbagai faktor prognostik. Perkembangan kriteria diagnostik MM dari sebelumnya yaitu kriteria Durie-Salmon (DS) menjadi International Myeloma Working Group (IMWG) 2003 merupakan upaya mendiagnosis MM aktif lebih dini. Akan tetapi karena keterbatasan sumber daya, upaya pemenuhan kriteria diagnostik tersebut tidak dapat dilakukan secara konsisten di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu diketahui proporsi pemenuhan diagnosis MM berdasarkan kriteria diagnostik DS dan IMWG 2003 serta dampaknya pada kesintasan pasien MM di Indonesia. Metode. Penelitian ini menggunakan desain kohort retrospektif dengan analisis kesintasan pada pasien MM aktif yang berobat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan Rumah Sakit Kanker Dharmais selama tahun 2005-2015. Data disajikan dalam kurva Kaplan Meier dan tabel kesintasan dengan interval kepercayaan (IK) 95%. Hasil. Studi ini melibatkan 102 pasien MM aktif yang memiliki data penunjang diagnosis dan kesintasan lebih dari satu bulan. Sebesar 56,9% pasien memenuhi kriteria diagnostik DS dan 72,5% memenuhi kriteria IMWG 2003. Median kesintasan keseluruhan pasien berdasarkan kriteria DS sama dengan IMWG 2003, yaitu 77,8 bulan. Kesintasan keseluruhan tahun ke-1, ke-3, ke-5 pasien MM yang memenuhi kriteria DS secara berturut-turut adalah 89,9%, 77,5%, dan 54,8%; sedangkan pasien MM yang memenuhi kriteria IMWG 2003 adalah 87,5%, 75,6%, dan 55,9%. Simpulan. Proporsi pasien MM aktif yang memenuhi kriteria diagnostik IMWG 2003 lebih tinggi daripada yang memenuhi kriteria DS. Kesintasan menyeluruh pasien MM aktif yang memenuhi kriteria diagnostik DS sama dengan yang memenuhi kriteria IMWG 2003. Kata Kunci: Durie-Salmon, IMWG 2003, mieloma multipel aktif, kesintasan, kriteria diagnostik ABSTRACT Introduction. Survival of active multiple myeloma (MM) patients is determined by early diagnosis and various prognostic factors. The development of MM diagnostic criteria from Durie-Salmon (DS) criteria to International Myeloma Working Group (IMWG) 2003 is an attempt to diagnose active MM earlier. However, due to limited resources, these diagnostic criteria cannot be fulfilled consistently in Indonesia. Based on this reason, it is necessary to know the proportion of MM based on DS and IMWG 2003 diagnostic criteria and also their impact on the survival of MM patients in Indonesia. Methods. This was a retrospective cohort study with survival analysis. Subjects were active MM patients in Cipto Mangunkusumo Hospital and Dharmais Cancer Hospital during 2005-2015. Data were presented in Kaplan-Meier survival curve and table with 95% confidence interval (CI). Results. This study involved 102 active MM patients with complete diagnostic data and survival for more than 1 month. As much as 56.9% of patients met DS diagnostic criteria and 72.5% met IMWG 2003 criteria. Median of overall survival (OS) based on DS criteria (77.8 months) was similar with IMWG 2003 criteria. Overall survival in the first, third, and fifth year of MM patients who met DS criteria were 89.9%, 77.5%, and 54.8%, respectively. Meanwhile overall survival in the first, third, and fifth year of MM patients who met IMWG 2003 criteria were 87.5%, 75.6% and 55.9%, respectively. Conclusions. The proportion of active MM patients who met IMWG 2003 diagnostic criteria was higher than those who met DS criteria. Overall survival of active MM patients who meet DS diagnostic criteria is similar with those who met IMWG 2003

Transcript of Kesintasan Lima Tahun Pasien Mieloma Multipel Aktif ...

Page 1: Kesintasan Lima Tahun Pasien Mieloma Multipel Aktif ...

LAPORAN PENELITIAN

161 Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 7, No. 3 | September 2020 |

Kesintasan Lima Tahun Pasien Mieloma Multipel Aktif berdasarkan Kriteria Diagnostik Durie-Salmon dan

International Myeloma Working Group 2003Five Year Survival of Active Multiple Myeloma Patients Based on Durie-Salmon and International Myeloma Working Group 2003

Diagnostic CriteriaSri Agustini Kurniawati1, Ary Harryanto Reksodiputro2, Tubagus Djumhana Atmakusuma2

1Divisi Hematologi Onkologi Medik – RS Pusat Kanker Nasional Dharmais, Jakarta 2Divisi Hematologi Onkologi Medik Departemen Ilmu Penyakit Dalam – FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Korespondensi: Sri Agustini Kurniawati. Divisi Hematologi Onkologi Medik – RS Pusat Kanker Nasional Dharmais. Jl. Let. Jend. S. Parman Kav. 84-86, Slipi, Jakarta 11420. Email: [email protected]

ABSTRAKPendahuluan. Kesintasan pasien mieloma multipel (MM) aktif ditentukan oleh diagnosis dini dan berbagai faktor prognostik. Perkembangan kriteria diagnostik MM dari sebelumnya yaitu kriteria Durie-Salmon (DS) menjadi International Myeloma Working Group (IMWG) 2003 merupakan upaya mendiagnosis MM aktif lebih dini. Akan tetapi karena keterbatasan sumber daya, upaya pemenuhan kriteria diagnostik tersebut tidak dapat dilakukan secara konsisten di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu diketahui proporsi pemenuhan diagnosis MM berdasarkan kriteria diagnostik DS dan IMWG 2003 serta dampaknya pada kesintasan pasien MM di Indonesia.

Metode. Penelitian ini menggunakan desain kohort retrospektif dengan analisis kesintasan pada pasien MM aktif yang berobat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan Rumah Sakit Kanker Dharmais selama tahun 2005-2015. Data disajikan dalam kurva Kaplan Meier dan tabel kesintasan dengan interval kepercayaan (IK) 95%.

Hasil. Studi ini melibatkan 102 pasien MM aktif yang memiliki data penunjang diagnosis dan kesintasan lebih dari satu bulan. Sebesar 56,9% pasien memenuhi kriteria diagnostik DS dan 72,5% memenuhi kriteria IMWG 2003. Median kesintasan keseluruhan pasien berdasarkan kriteria DS sama dengan IMWG 2003, yaitu 77,8 bulan. Kesintasan keseluruhan tahun ke-1, ke-3, ke-5 pasien MM yang memenuhi kriteria DS secara berturut-turut adalah 89,9%, 77,5%, dan 54,8%; sedangkan pasien MM yang memenuhi kriteria IMWG 2003 adalah 87,5%, 75,6%, dan 55,9%.

Simpulan. Proporsi pasien MM aktif yang memenuhi kriteria diagnostik IMWG 2003 lebih tinggi daripada yang memenuhi kriteria DS. Kesintasan menyeluruh pasien MM aktif yang memenuhi kriteria diagnostik DS sama dengan yang memenuhi kriteria IMWG 2003.

Kata Kunci: Durie-Salmon, IMWG 2003, mieloma multipel aktif, kesintasan, kriteria diagnostik

ABSTRACTIntroduction. Survival of active multiple myeloma (MM) patients is determined by early diagnosis and various prognostic factors. The development of MM diagnostic criteria from Durie-Salmon (DS) criteria to International Myeloma Working Group (IMWG) 2003 is an attempt to diagnose active MM earlier. However, due to limited resources, these diagnostic criteria cannot be fulfilled consistently in Indonesia. Based on this reason, it is necessary to know the proportion of MM based on DS and IMWG 2003 diagnostic criteria and also their impact on the survival of MM patients in Indonesia.

Methods. This was a retrospective cohort study with survival analysis. Subjects were active MM patients in Cipto Mangunkusumo Hospital and Dharmais Cancer Hospital during 2005-2015. Data were presented in Kaplan-Meier survival curve and table with 95% confidence interval (CI).

Results. This study involved 102 active MM patients with complete diagnostic data and survival for more than 1 month. As much as 56.9% of patients met DS diagnostic criteria and 72.5% met IMWG 2003 criteria. Median of overall survival (OS) based on DS criteria (77.8 months) was similar with IMWG 2003 criteria. Overall survival in the first, third, and fifth year of MM patients who met DS criteria were 89.9%, 77.5%, and 54.8%, respectively. Meanwhile overall survival in the first, third, and fifth year of MM patients who met IMWG 2003 criteria were 87.5%, 75.6% and 55.9%, respectively.

Conclusions. The proportion of active MM patients who met IMWG 2003 diagnostic criteria was higher than those who met DS criteria. Overall survival of active MM patients who meet DS diagnostic criteria is similar with those who met IMWG 2003

Page 2: Kesintasan Lima Tahun Pasien Mieloma Multipel Aktif ...

162 | Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 7, No. 3 | September 2020

Sri Agustini Kurniawati, Ary Harryanto Reksodiputro, Tubagus Djumhana Atmakusuma

criteria.

Keywords: Active multiple myeloma, diagnostic criteria, Durie-Salmon, IMWG 2003, survival

PENDAHULUANMieloma multipel (MM) aktif merupakan salah

satu keganasan sel plasma yang mempunyai kelainan sitogenetika dan manifestasi klinis heterogen, serta dapat menimbulkan gejala kerusakan jaringan dan organ seperti hiperkalsemia (calcium elevated), gangguan fungsi ginjal (renal insufficiency), anemia, dan lesi litik tulang (bone lesions) atau yang disingkat dengan CRAB.1,2 Mieloma multipel merupakan penyakit keganasan darah nomor dua di dunia setelah limfoma non-Hodgkin dengan 103.826 kasus baru dan 72.453 kematian setiap tahun, meliputi 0,8% dan 1% dari semua kanker.3 Data publikasi kasus baru MM aktif di Indonesia belum ada, namun studi deskriptif potong lintang multisenter di Indonesia oleh Tadjoedin, dkk.4 tahun 2011 melaporkan terdapat 70 pasien MM pada periode November 2008 – November 2009. Bagian Rekam Medik di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan Registrasi Kanker Rumah Sakit Kanker Dharmais (RSKD) melaporkan pada tahun 2005-2015 terdapat 185 kasus MM di RSCM dan 171 kasus MM di RSKD dengan angka kunjungan pasien MM baru yang makin meningkat dari 10 pasien pada tahun 2005 menjadi sekitar diatas 20 pasien pada tahun 2015.5,6

Kesintasan pasien MM aktif bervariasi mulai dari beberapa bulan sampai dengan bertahun-tahun, bergantung pada beberapa faktor prognosis.7-9 Faktor prognosis independen yang utama adalah biologi tumor (profil kelainan kromosom/sitogenetika tumor) dan beban penyakit (yaitu stadium penyakit, tipe mieloma, hitung trombosit, dan plasmasitoma ekstrameduler). Pasien MM aktif dengan risiko tinggi harus mencapai dan mempertahankan derajat respons pengobatan complete response (CR) untuk mendapatkan kesintasan jangka panjang. Sebaliknya, pasien MM aktif dengan risiko standar dapat menunjukkan kesintasan keseluruhan jangka panjang baik dengan atau tanpa mencapai derajat respons pengobatan CR. Oleh karena itu, pasien MM aktif dengan risiko tinggi membutuhkan strategi pengobatan antikanker sistemik yang lebih agresif dibandingkan pasien MM aktif dengan risiko standar.7,9

Meskipun MM sulit disembuhkan, namun kesintasan MM mengalami perbaikan dalam dua dekade terakhir. Studi retrospektif multisenter 3.405 pasien MM di Asia oleh Kim, dkk.10 tahun 2014 melaporkan median kesintasan keseluruhan pasien yang didiagnosis pada tahun 1986-2001 adalah 35 bulan dibandingkan yang didiagnosis tahun 2002-2011 memiliki median

kesintasan keseluruhan 49 bulan.10 Perbaikan kesintasan ini disebabkan oleh pengobatan autologus hematopoeitic stem cell transplantation (ASCT) dan obat antimieloma golongan baru (novel agents) sebagai bagian dari pengobatan kemoterapi konvensional. High dose therapy (HDT) dan ASCT memperbaiki respons pengobatan dan kesintasan dengan median kesintasan keseluruhan 4-5 tahun dibandingkan kemoterapi konvensional 11-35 bulan.11

Upaya mendiagnosis MM aktif sedini mungkin dan membedakannya dengan kondisi premaligna (MM smoldering) menjadi salah satu hal yang penting untuk memperbaiki kesintasan pasien MM. Hal tersebut dilakukan melalui pembaharuan kriteria diagnostik penyakit ini dari waktu ke waktu.11 Awalnya, untuk mendiagnosis MM aktif digunakan kriteria Durie-Salmon (DS) yang terdiri dari beberapa parameter biopsi plasmasitoma jaringan, plasmasitosis, kadar protein monoklonal (imunoglobulin patologik), dan adanya lesi litik tulang.12 Pada tahun 2003, International Myeloma Working Group (IMWG) mengusulkan kriteria diagnostik baru yang mewajibkan untuk memenuhi tiga kriteria utama (sitopatologi, protein monoklonal, dan kerusakan organ akibat mieloma) dengan kriteria hitung sel plasma lebih rendah daripada kriteria DS, biopsi plasmasitoma dapat berasal dari jaringan dan tulang, menghilangkan batasan protein monoklonal, dan mengidentifikasi kerusakan sistemik organ akibat mieloma selain lesi litik tulang, yaitu kriteria CRAB. Dengan menerapkan kriteria diagnostik IMWG 2003, maka diharapkan pasien MM aktif dapat lebih dini didiagnosis dan diobati.11,13

Di Indonesia, persyaratan mendiagnosis MM berdasarkan kriteria IMWG 2003 lebih memungkinkan dibandingkan kriteria DS oleh karena keterbatasan teknologi pemeriksaan penunjang diagnosis serta tidak semua pemeriksaan tersebut dibiayai oleh jaminan kesehatan nasional (JKN). Namun demikian, kriteria IMWG 2003 yang mengharuskan pemeriksaan sumsum tulang juga tidak semuanya dilakukan karena ketidaktersediaan alat dan penolakan tindakan oleh sebagian pasien. Studi oleh Tadjoedin, dkk.4 melaporkan dari 70 pasien MM di Indonesia, 66 pasien dilakukan pemeriksaan aspirasi sumsum tulang dan 46 pasien dilakukan pemeriksaan Bence-Jones proteinuria. Sutandyo, dkk.14 melaporkan bahwa dari 39 pasien MM di RSKD, 20 pasien dilakukan aspirasi sumsum tulang, 21 pasien dilakukan imunofiksasi, dan 27 pasien dilakukan serum protein electrophoresis

Page 3: Kesintasan Lima Tahun Pasien Mieloma Multipel Aktif ...

163Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 7, No. 3 | September 2020 |

Kesintasan Lima Tahun Pasien Mieloma Multipel Aktif berdasarkan Kriteria Diagnostik Durie-Salmon dan International Myeloma Working Group 2003

(SPEP). Hal tersebut memungkinkan adanya sebagian pasien yang kurang lengkap memenuhi kriteria diagnostik MM berdasarkan DS maupun IMWG 2003.

Selain faktor prognostik, ketidakkonsistenan pemenuhan kriteria diagnostik pada pasien MM aktif salah satunya diduga dapat memengaruhi kesintasan pasien. Di Indonesia belum ada data kesintasan pasien MM aktif berdasarkan pemenuhan kriteria diagnostik DS dan IMWG 2003. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kesintasan pasien MM aktif berdasarkan kriteria DS dan IMWG 2003.

METODEDesain penelitian adalah studi kohort retrospektif

dengan analisis kesintasan. Pengambilan data dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan Rumah Sakit Kanker Dharmais pada periode 20 November 2016 hingga Desember 2016. Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan etik dari Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia no. 945/UN2.F1/ETIK/2016.

Subjek penelitian adalah pasien MM aktif yang datang berobat di RS Cipto Mangunkusumo dan RS Kanker Dharmais pada tahun 2005-2015 yang memenuhi kriteria pemilihan subjek penelitian. Adapun kriteria inklusi pada penelitian ini adalah pasien berusia di atas 18 tahun, terdiagnosis sebagai mieloma multipel aktif oleh dokter penanggung jawab pasien dan tertulis di dalam rekam medis pasien serta belum maupun sudah mendapatkan pengobatan definitif antimieloma. Pasien dengan data hasil pemeriksaan penunjang diagnosis tidak lengkap dan memiliki kesintasan kurang dari satu bulan sejak tanggal diagnosis masuk dalam kriteria eksklusi. Subjek dipilih menggunakan metode non-probability sampling dengan teknik total sampling. Dari perhitungan besar sampel untuk angka (laju) kesintasan (descriptive rate) didapatkan jumlah sampel minimal sebesar 99 subjek.

Pengumpulan data diambil dari rekam medis yang diberi kode mieloma multipel. Pasien-pasien yang memenuhi kriteria pemilihan subjek penelitian dilakukan pengambilan data karakteristik klinis dan variabel yang diteliti. Dilakukan penilaian pemenuhan kriteria diagnostik DS dan IMWG 2003 pada seluruh subjek penelitian oleh peneliti dan tim dokter spesialis penyakit dalam (konsulen hemato-onkologi medik/KHOM). Bila terdapat ketidaklengkapan data pemeriksaan diagnosis di dalam rekam medis atau diduga pasien hilang dari pengamatan, maka pasien akan dikontak melalui telepon maksimal sebanyak 2 kali dengan jarak waktu 1 minggu untuk menanyakan kelengkapan data pemeriksaan penunjang

dan/atau follow up luaran klinis terakhir. Data diolah menggunakan program SPSS 17.0.

Perhitungan nilai rerata hitung dan sebaran dilakukan untuk data yang bersifat kuantitatif, sekaligus dihitung rentangan (interkuartil). Kesintasan juga disajikan dalam kurva Kaplan-Meier dan tabel kesintasan dengan mencantumkan Interval Kepercayaan 95% (IK 95%).

HASILTotal populasi terjangkau pada penelitian ini adalah

356 pasien yang diberi kode MM, terdiri dari 185 pasien di RSCM dan 171 pasien di RSKD. Adapun total subjek yang lanjut ke tahap analisis adalah 102 orang. Alur perekrutan subjek dapat dilihat pada Gambar 1.

Dari 102 pasien MM aktif dengan data awal diagnosis yang dapat dinilai dan kesintasan lebih dari 1 bulan, didapatkan hasil 58 (56,9%) pasien memenuhi kriteria diagnostik DS, 74 (72,5%) pasien memenuhi kriteria IMWG 2003, 15 (14,7%) kurang lengkap memenuhi kriteria diagnostik DS dan IMWG 2003, dan tidak ada pasien yang tidak memenuhi kriteria diagnostik DS maupun IMWG 2003. Median lama pengamatan pada studi ini 17,1 bulan (rentang 1,3-96,7 bulan). Tabel 1 menampilkan karakteristik pasien berdasarkan pemenuhan berbagai parameter kriteria diagnostik Durie-Salmon dan IMWG 2003. Dari 102 pasien MM aktif didapat bahwa pemeriksaan yang paling banyak dilakukan adalah pemeriksaan kadar hemoglobin sebanyak 100% pasien, pemeriksaan radiologi tulang 91,2% pasien, kreatinin serum 88,2%, dan SPEP 84,3% pasien. Pemeriksaan lainnya yaitu aspirasi sumsum tulang dilakukan pada 73,6%, kalsium serum 70,6%, imunofiksasi 69,65% pasien, dan kadar Ig kuantitatif 41,2%.

Pasien dengan kesintasan < 1 bulan (N= 24)

Subjek Penelitian : Pasien dengan kesintasan > 1 bulan (N= 102)

MM dengan data objektif diagnosis tidak tersedia (N= 103)

Pasien diberi kode mieloma multipel (2005-2015) di RSCM dan RSKD (N= 356)

Rekam Medis Tidak Ditemukan (N= 102)

Diagnosis bukan MM (N= 18) Plasma cell dyscrasia selain MM aktif (N= 7)

Rekam Medis Ditemukan dan Ditelaah (N= 254)

Diagnosis MM aktif (N= 229)

MM dengan data objektif diagnosis tersedia (N= 126)

Gambar 1. Alur perekrutan subjek penelitian

Page 4: Kesintasan Lima Tahun Pasien Mieloma Multipel Aktif ...

164 | Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 7, No. 3 | September 2020

Sri Agustini Kurniawati, Ary Harryanto Reksodiputro, Tubagus Djumhana Atmakusuma

Tabel 1. Karakteristik pasien MM aktif berdasarkan parameter kriteria diagnostik

Variabel Seluruh pasien, n (%)Kriteria

DS, n (%) IMWG 2003, n (%) Kurang lengkap memenuhi, n (%)

Jumlah subjek 102 (100) 58 (56,9) 74 (72,5) 15 (14,7)

Biopsi plasmasitoma

Jaringan 8 (7,8) 7 (12,1) 7 (9,5) 0(0,0)Tulang 33 (32,4) 16 (27,6) 28 (37,8) 3 (20,0)

Tidak ada data 61 (59,8) 35 (60,3) 39 (52,7) 12 (80,0)

Sel plasma sumsum tulang > 30% 41 (40,2) 34 (58,6) 33 (44,6) 0 (0,0)>10% 67 (65,7) 48 (82,8) 55 (74,3) 2 (13,3)

< 10% 8 (7,8) 1 (1,7) 2 (2,7) 6 (40,0)

Tidak ada data 27 (26,5) 9 (15,5) 17 (23,0) 7 (46,7)

Pemeriksaan SPEPMemenuhi 76 (74,5) 43(74,1) 61 (82,4) 10 (66,7)

Tidak memenuhi 10 (9,8) 7 (12,1) 5 (6,8) 1 (6,7)Tidak ada data 16 (15,7) 8 (13,8) 8 (10,8) 4 (26,7)

Protein Bence-Jones

Memenuhi 5 (4,9) 3 (5,2) 1 (1,4) 2 (13,3)

Tidak memenuhi 31 (30,4) 16 (27,6) 24 (32,4) 6(40,0)

Tidak ada data 66 (64,7) 39 (67,2) 49 (66,2) 7 (46,7)

ImunofiksasiSerum 70 (68,6) 43(74,1) 56 (75,7) 9 (60,0)

Urin 1 (1,0) 0 (0,0) 0 (0,0) 1 (6,7)Tidak ada data 31 (30,4) 15 (25,9) 18 (24,3) 5 (33,3)

Imunoglobulin Kuantitatif pada kriteria DS

IgG >3,5 16 (15,8) 13 (22,4) 11 (14,9) 1 (6,7)IgA >2 13 (12,7) 10 (17,2) 11 (14,9) 0 (0,0)IgG <3,5/IgA< 2 13 (12,7) 8 (13.8) 9 (12,1) 3 (20,0)

Tidak ada data 60 (58,8) 27 (46,6) 43 (58,1) 11 (73,3)

Kalsium serum

<11,5 mg/dL 66 (64,7) 35 (60,3) 49 (66,2) 9 (60,0)

>11,5 mg/dL 6 (5,9) 4 (6,9) 3 (4,1) 2 (13,3)

Tidak ada data 30 (29,4) 19 (32,8) 22 (29,7) 4 (26,7)

Kreatinin serum

<2,0 mg/dL 74 (72,5) 41 (70,7) 54 (73,0) 11 (73,3)

>2,0 mg/dL 16 (15,7) 10 (17,2) 11 (14,9) 2 (13,3)Tidak ada data 12 (11,8) 7 (12,1) 9 (12,2) 2 (13,3)

Hemoglobin <10 g/dL 68 (66,7) 42 (72,4) 54 (73,0) 7 (46,7)>10 g/dL 34 (33,3) 16 (27,6) 20 (27,0) 8 (53,3)Tidak ada data 0 (0,0) 0 (0,0) 0 (0,0) 0 (0,0)

Lesi litik tulang

Ya 85 (83,3) 52 (89,7) 62 (83,8) 14 (93,3)

Tidak 8 (7,8) 2 (3,4) 7 (9,5) 1 (6,7)

Tidak ada data 9 (8,8) 4 (6,9) 5(6,8) 0 (0,0)

Page 5: Kesintasan Lima Tahun Pasien Mieloma Multipel Aktif ...

165Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 7, No. 3 | September 2020 |

Kesintasan Lima Tahun Pasien Mieloma Multipel Aktif berdasarkan Kriteria Diagnostik Durie-Salmon dan International Myeloma Working Group 2003

Tabel 2. Karakteristik pasien MM aktif berdasarkan faktor pejamu, biologi tumor, dan beban penyakit

Variabel Seluruh pasien, n (%)Kriteria

DS, n (%) IMWG 2003, n (%) Kurang lengkap memenuhi, n (%)

Usia, median 58 tahun (interkuartil 52–64,5)

< 65tahun 76 (74,5) 45 (77,6) 59 (80,8) 7 (46,7)

> 65 tahun 25 (24,5) 12 (20,7) 14 (19,2) 8 (53,3)

Tidak ada data 1 (1,0) 1 (1,7) 0 (0,0) 0 (0,0)

Jenis kelamin Laki-laki 53 (52,0) 29 (50,0) 37 (50,0) 11 (73,3)Perempuan 49 (48,0) 29 (50,0) 37 (50,0) 4 (26,7)

Tidak ada data 0 (0,0) 0 (0,0) 0 (0,0) 0 (0,0)Tipe Mieloma

IgG 28 (27,5) 21 (36,2) 24 (32,4) 2 (13,3)IgM 2 (2,0) 0 (0,0) 1 (1,4) 1 (6,7)IgA 28 (27,5) 15 (25,9) 23 (31,1) 4 (26,7)

LCD 18 (17,6) 10 (17,2) 13 (17,6) 3 (20,0)Nonsekretorik 1 (0,9) 1 (1,7) 0 (0,0) 0 (0,0)Tidak ada data 25 (24,5) 11 (19,0) 13 (17,6) 5 (33,3)

Trombosit <70.000/uL 9 (8,8) 5 (8,6) 8 (10,8) 1 (6,7)

>70.000/uL 83 (81,4) 47 (81,0) 58 (78,4) 14 (93,3)

Tidak ada data 10 (9,8) 6 (10,3) 8 (10,8) 0 (0,0)Plasmasitoma ekstrameduler

Ada 8 (7,8) 7 (12,1) 7 (9,5) 0 (0,0)Tidak ada 94 (92,2) 51 (87,9) 67 (90,5) 15 (100,0)

Albumin serum

< 3,5 g/dL 62 (60,8) 35 (60,3) 49 (66,2) 8 (53,3)> 3,5 g/dL 14 (13,7) 11 (19,0) 11 (14,9) 1 (6,7)

Tidak ada data 26 (25,5) 12 (20,7) 14 (18,9) 6 (40,0)β2M serum

< 3,5 mg/L 12 (11,8) 9 (15,5) 8 (10,8) 2 (13,3)

3,5-5,5 mg/L 5 (4,9) 2 (3,4) 3 (4,1) 2 (13,3)

> 5,5 mg/L 9 (8,8) 4 (6,9) 7 (9,5) 2 (13,3)Tidak ada data 76 (74,5) 43 (74,1) 56 (75,7) 9 (60,0)

Stadium ISS I 8 (7,8) 4 (6,9) 5 (6,8) 2 (13,3)II 10 (9,8) 7 (12,1) 8 (10,8) 2 (13,3)III 8 (7,8) 3 (5,2) 6 (8,1) 2 (13,3)Tidak ada data 76 (74,5) 44 (75,9) 55 (74,3) 9 (60,0)

Stadium Durie- Salmon

I/IB 2 (2,0) 2 (3,4) 1 (1,4) 0 (0,0)

IIA/IIB 25 (24,5) 10 (17,2) 20 (27,4) 3 (21,4)IIIA/IIIB 72 (70,6) 45 (77,6) 52 (71,2) 11 (78,6)

Tidak ada data 3 (2,9) 1 (1,7) 1 (1,3) 2 (13,3)ISS = international staging system

Tabel 3. Kesintasan pasien MM aktif berdasarkan kriteria diagnostik

Kriteria diagnostik n (%)Median Kesintasan

(bulan)IK 95 %

Proporsi Kesintasan (%)

Tahun ke-1 Tahun ke-3 Tahun ke-5

DS 58 (56,9) 77,8 31,444 – 124,233 89,9 77,5 54,8

IMWG 2003 74 (72,5) 77,8 51,608 – 104,509 87,5 75,6 55,9

Tidak lengkap 15(14,7) *18,0 17,449 – 18,551 72,0 43,2 43,2

Keterangan: DS = Durie-Salmon; IMWG 2003= International Myeloma Working Group 2003; *merupakan rerata kesintasan

Page 6: Kesintasan Lima Tahun Pasien Mieloma Multipel Aktif ...

166 | Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 7, No. 3 | September 2020

Sri Agustini Kurniawati, Ary Harryanto Reksodiputro, Tubagus Djumhana Atmakusuma

Tabel 2 menampilkan karakteristik pasien MM aktif berdasarkan berbagai faktor prognosis, yaitu faktor pejamu, biologi tumor dan beban penyakit baik pada keseluruhan pasien, maupun berdasarkan pemenuhan kriteria diagnostik DS dan IMWG 2003. Selain itu, peneliti mendapatkan data berbagai keluhan yang dilaporkan pasien MM aktif antara lain adalah nyeri tulang (73,5%), lemas/mudah lelah (42,2%), berat badan turun (18,6%), dan patah tulang (16,7%).

Kesintasan pasien MM aktif berdasarkan pemenuhan kriteria diagnostik DS dan IMWG 2003 disajikan dalam tabel 3. Hasil berupa median kesintasan keseluruhan dan nilai IK 95% disertai kesintasan pada tahun ke-1, ke-3, dan ke-5. Perbandingan kesintasan pasien secara keseluruhan, dengan kriteria diagnostik DS dan IMWG 2003 dalam bentuk kurva Kaplan-Meier disajikan pada Gambar 2.

Kesintasan pasien MM aktif juga dipengaruhi oleh beberapa faktor prognostik klinikopatologi, seperti faktor pejamu (usia, jenis kelamin), biologi tumor dan beban penyakit (stadium penyakit, tipe mieloma, hitung trombosit, dan plasmasitoma ekstrameduler), dan profil pengobatan. Gambaran median kesintasan keseluruhan pasien MM aktif berdasarkan berbagai variabel klinikopatologi disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 5 menggambarkan kesintasan pasien MM aktif berdasarkan pengobatan lini pertama dan seluruh lini pengobatan. Jenis pengobatan dibagi dalam golongan bortezomib dan non-bortezomib, juga golongan obat baru dan konvensional.

Gambar 2. Kurva Kaplan-Meier kesintasan pasien MM aktif secara keseluruhan (A), berdasarkan kriteria DS (B), dan IMWG 2003 (C)

DISKUSIPenilaian pemenuhan kriteria diagnostik MM pada

102 subjek penelitian mendapatkan hasil sebesar 58 (56,9%) pasien memenuhi kriteria diagnostik DS dan sebesar 74 (72,5%) pasien memenuhi kriteria diagnostik IMWG 2003. Hal ini menunjukkan perkembangan kriteria diagnostik DS menjadi kriteria IMWG 2003 sebagai upaya mendiagnosis MM aktif lebih dini dapat meningkatkan proporsi pasien yang baru didiagnosis MM aktif. Hal ini terjadi karena pada kriteria IMWG 2003 memberikan batasan hitung sel plasma yang lebih rendah yaitu 10% dibandingkan DS 30%, kriteria plasmasitoma yang dibuktikan oleh biopsi pada kriteria IMWG 2003 dapat berasal dari jaringan maupun tulang sedangkan pada DS hanya plasmasitoma pada jaringan, kriteria protein monoklonal pada IMWG 2003 hanya mensyaratkan adanya monoklonalitas protein (kualitatif) dan tidak mensyaratkan batas kadar imunoglobulin tertentu seperti pada kriteria DS, dan kriteria kerusakan organ akibat mieloma yang lebih luas (CRAB) pada IMWG 2003 dibandingkan dengan kriteria DS yang hanya mencantumkan lesi litik saja sebagai gejala kerusakan organ.7,12,13 Penambahan kriteria kerusakan organ pada kriteria diagnostik IMWG 2003 sebenarnya sudah tercantum pada parameter klinis untuk menentukan stadium MM berdasarkan Durie-Salmon. Seiring dengan perubahan kriteria diagnostik MM berdasarkan IMWG 2003 maka pada tahun 2005 terjadi perubahan penentuan stadium MM menjadi berdasarkan international staging system (ISS).

Page 7: Kesintasan Lima Tahun Pasien Mieloma Multipel Aktif ...

167Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 7, No. 3 | September 2020 |

Kesintasan Lima Tahun Pasien Mieloma Multipel Aktif berdasarkan Kriteria Diagnostik Durie-Salmon dan International Myeloma Working Group 2003

Tabel 4. Kesintasan pasien MM aktif berdasarkan karakteristik klinikopatologi

Variabel Median kesintasan (bulan)

Median ksintasan (bulan)

DS IMWG 2003 Kurang lengkap memenuhi

Usia (n= 101)

< 65 tahun 77,8 77,8 77,8 *33,8

> 65 tahun *26,6 *33,5 *28,6 18,0

Jenis Kelamin (n= 102) Laki-laki *56,0 *64,7 59,6 18,0

Perempuan 77,8 37,6 77,8 *13,7

Tipe Mieloma (n= 77)

IgG 77,8 77,8 77,8 3,1

Non-IgG 59,6 59,6 40,4 18,0Hemoglobin (n= 102)

<10 g/dL 37,6 37,6 40,4 3,4> 10 g/dL 77,8 *74,8 77,8 *36,8

Trombosit (n= 92)

<70.000u/L *57,3 *65,2 59,6 *3,1

>70.000u/L *53,5 77,8 96,7 *29,5

Kalsium serum (n= 72)

> 11,5 mg/dL *25,7 *23,6 *23,6 *23,6

< 11,5mg/dL 77,8 77,8 77,8 77,8

Plasmasitoma ekstrameduler (n= 102)

Ada *15,8 *41,6 *41,6

Tidak ada 77,8 77,8 77,8 18,0

Kreatinin serum (n= 90)

< 2,0 mg/dL 77,8 59,6 59,6 *36,7

> 2,0 mg/dL 21,8 *60,5 *60,6 *10,5

Albumin serum (n= 76)

< 3,5 g/dL *53,6 77,8 77,8

> 3,5 g/dL *86,8 96,7 96,7

β2M serum (n= 26)

<3,5 mg/L *77,8 *69,6 77,8

3,5-5,5 mg/L 24,1 *24,1 24,1

> 5,5 mg/L *24,9 *54,6 *62,3Sel plasma sumsum tulang (n= 62)

<30% *74,4 77,8 77,8 *43,6

30-70% 59,6 59,6 59,6

>70% 19,9 *23,8 *23,0Stadium ISS (n= 26)

I/II *68,6 *71,7 77,8 *29,2 III 18,0 *48,7 *60,6 18,0Stadium Durie-Salmon (n=99)

IB / IIA/ IIB *49,2 *28,9 *49,0 IIIA / IIIB 77,8 77,8 77,8Lesi litik tulang (n= 93)

Ya 77,8 77,8 18,0 Tidak 21,9 40,4 8,9

Keterangan: *merupakan rerata kesintasan

Page 8: Kesintasan Lima Tahun Pasien Mieloma Multipel Aktif ...

168 | Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 7, No. 3 | September 2020

Sri Agustini Kurniawati, Ary Harryanto Reksodiputro, Tubagus Djumhana Atmakusuma

Tabel 5. Kesintasan pasien MM aktif berdasarkan profil pengobatan

Variabel Median Kesintasan (bulan)

Median Kesintasan (bulan)DS IMWG 2003 Kurang lengkap

Pengobatan lini pertama (n= 99)Golongan bortezomib *52,7 *54,8 59,6 18,0Golongan IMiD *55,1 *59,6 77,8 *30,4Golongan konvensional *64,7 *68,1 96,7 17,8

Jumlah lini pengobatan (n=99)0-1 *39,2 *44,8 37,62 *73,9 *72,7 96,7> 3 *70,9 *64,0 77,8

Pengobatan lini pertama (n= 99)Non-Bortezomib 77,8 77,8 77,8 17,7Bortezomib 52,7 *59,6 59,6 18,0

Semua lini pengobatan (n= 99)Non-Bortezomib *54,5 *55,6 *52,1 17,7Bortezomib 77,8 77,8 77,8 18,0

Keterangan: *merupakan rerata kesintasan

mieloma.15 Pada MM smoldering, kerusakan organ terkait mieloma belum terjadi meskipun ditemukan plasmasitosis dan monoklonalitas protein. Perubahan kriteria diagnostik penting untuk menyingkirkan diagnosis MM smoldering karena penatalaksanaan pasien MM smoldering berbeda dengan MM aktif yaitu berupa pemantauan klinis dan laboratorium tanpa mendapatkan pengobatan definitif antimieloma.11,12

Pemeriksaaan aspirasi sumsum tulang merupakan pemeriksaan yang mutlak dilakukan untuk mendiagnosis MM. Pada studi ini didapatkan sebanyak 27 (26,5%) pasien tidak ada data sel plasma sumsum tulang. Pasien yang telah mempunyai hasil biopsi plasmasitoma jaringan/tulang tetap harus dilakukan pemeriksaan aspirasi sumsum tulang untuk menilai keterlibatan sel plasma. Berdasarkan hal tersebut, standardisasi kriteria diagnostik MM pada tahun 2003 dilakukan dengan menekankan perlunya ketiga parameter sitologi/biopsi plasmasitoma, adanya monoklonalitas protein (kecuali pada tipe MM yang tidak menghasilkan protein monoklonal), dan salah satu dari gejala CRAB. Salah satu alasan pemeriksaan aspirasi sumsum tulang tidak dilakukan adalah adanya kondisi medis yang tidak memungkinkan dan penolakan dari pasien itu sendiri.

Studi ini mendapatkan sebesar 15 (14,7%) pasien yang kurang lengkap memenuhi kriteria diagnostik baik DS maupun IMWG. Karakteristik pasien yang dikelompokkan sebagai kurang lengkap memenuhi kedua kriteria diagnostik adalah semua pasien memenuhi minimal salah satu darigejala CRAB, sebesar 6/15 pasien yang kurang lengkap memenuhi kedua kriteria yang mana sel plasma sumsum tulang <10%, semua menunjukkan adanya monoklonalitas protein disertai dengan 3 gejala CRAB pada 1 pasien, 2 gejala CRAB pada 1 pasien, 1 gejala

Kombinasi kriteria diagnostik DS yang paling banyak terpenuhi adalah kriteria hitung sel plasma > 30% dengan lesi osteolitik (50%), protein monoklonal kriteria mayor dengan kadar Ig normal (27,6%), dan protein monoklonal kriteria mayor dengan lesi osteolitik (25,9%). Dari 58 pasien yang memenuhi kriteria DS, hanya 2% yang tidak mempunyai data plasmasitoma jaringan maupun hitung sel plasma klonal dan tidak ada pasien yang memenuhi stadium Durie-Salmon IA. Kriteria diagnostik DS memungkinkan pasien yang tidak mempunyai data plasmositosis/plasmasitoma jaringan didiagnosis MM asalkan memenuhi kriteria batas kadar protein monoklonal yang ditentukan dan atau terdapat lesi litik tulang. Kelemahan kriteria diagnostik DS ini adalah batasan hitung sel plasma lebih tinggi, adanya kombinasi kriteria diagnostik yang tidak mensyaratkan plasmasitosis, batasan kadar protein monoklonal kuantitatif, dan hanya lesi litik tulang dinilai sebagai gejala sistemik kerusakan organ akibat mieloma. Selain itu secara teknis, pemeriksaan Ig kuantitatif di Indonesia belum ditanggung oleh JKN. Hal-hal tersebut dapat menyebabkan keterlambatan diagnosis. Oleh sebab itu, akan berguna bila dibuat pedoman dan alur rujukan pemeriksaan diagnostik esensial oleh perhimpunan seminat dan profesi.

Pada MM aktif, kerusakan organ akibat mieloma yang didasari oleh adanya perubahan dari translokasi kromosom sekunder maupun adanya mutasi/aktivasi onkogen, mutasi dari TP53 yang menyebabkan perubahan ekspresi molekul adhesi pada sel-sel mieloma dan lingkungan mikro di sumsum tulang. Interaksi antara sel mieloma dengan sel hematopoetik dan stroma sumsum tulang akan menginduksi sekresi sitokin dan faktor pertumbuhan terutama seperti IL-6, VEGF, IGF1, dan TNF yang dapat menimbulkan berbagai kerusakan organ terkait

Page 9: Kesintasan Lima Tahun Pasien Mieloma Multipel Aktif ...

169Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 7, No. 3 | September 2020 |

Kesintasan Lima Tahun Pasien Mieloma Multipel Aktif berdasarkan Kriteria Diagnostik Durie-Salmon dan International Myeloma Working Group 2003

CRAB pada 4 pasien, dan semua pasien menunjukkan lesi litik multipel. Sebesar 6/15 pasien yang kurang lengkap memenuhi kedua kriteria tidak ada data hitung sel plasma maupun plasmasitoma jaringan/tulang, semua menunjukkan adanya monoklonalitas protein disertai 3 gejala CRAB pada 3 pasien, 2 gejala CRAB pada 1 pasien, 1 gejala CRAB pada 1 pasien, dan 5/6 pasien menunjukkan lesi litik multipel. Sebesar 3/15 pasien yang kurang lengkap mempunyai data hitung sel plasma 10-30%, tidak ada data monoklonalitas protein, dan semua pasien menunjukkan 1 gejala CRAB berupa lesi litik multipel. Berdasarkan data objektif diagnosis yang ada maka pasien-pasien tersebut tidak dapat digolongkan kedalam kriteria DS dan IMWG 2003. Meskipun demikian, dengan adanya monoklonalitas protein yang menunjukkan adanya produk dari sel plasma klonal (malignan) disertai dengan minimal salah satu gejala CRAB, maka pasien-pasien tersebut dianggap menyerupai MM aktif. Pada kasus pasien MM dengan hitung sel plasma klonal kurang dari 10% namun gejala kerusakan organ sistemik sudah jelas, maka ada tempatnya mengulangi pemeriksaan aspirasi dan biopsi sumsum tulang di tempat lain karena pola keterlibatan sumsum tulang pada MM dapat bersifat infiltratif difus namun tidak jarang berbentuk fokal/nodular.7 Meskipun demikian pada kondisi di mana aspirasi dan/atau biopsi sumsum tulang tidak dapat dikerjakan maka dokter berupaya untuk menegakkan diagnosis MM aktif berdasarkan kriteria Durie-Salmon.

Berdasarkan diskusi di atas maka perkembangan kriteria diagnostik MM menjadi kriteria IMWG 2003 terbukti meningkatkan proporsi pasien yang didiagnosis sebagai MM aktif (mendiagnosis MM lebih dini) dan menyingkirkan pasien MM smoldering (meningkatkan ketepatan diagnosis) sehingga dapat dilakukan pengobatan tepat guna. Dengan meningkatnya proporsi pasien yang didiagnosis MM aktif maka makin banyak pasien MM yang dapat memulai pengobatan antimieloma sistemik untuk mencegah kerusakan organ lebih lanjut. Oleh karena itu amat penting agar semua pemeriksaan diagnostik yang tercantum dalam kriteria diagnosis IMWG 2003 harus dilakukan dan dilengkapi agar setiap kelainan pasien dapat terdiagnosis sejak awal.7,11,12,16 Berdasarkan hal tersebut maka dihimbau perhimpunan profesi yang terkait, yaitu Perhimpunan Hematologi Onkologi Medik Penyakit Dalam Indonesia membuat pedoman untuk mendiagnosis MM aktif pada berbagai tingkat layanan kesehatan yang disesuaikan dengan kelengkapan sarana dan fasilitas pemeriksaan diagnostik yang akan ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Pada penelitian ini, median usia pada saat diagnosis

adalah 58 tahun dengan rentang interkuartil 52–64,5. Hasil ini berbeda dengan studi oleh Kim, dkk.10 dan Kyle, dkk.17 yang melaporkan median usia 62 tahun (rentang 19–106) dan 66 tahun. Median usia pasien MM diketahui berhubungan erat dengan angka harapan hidup populasi suatu negara. Indonesia memiliki angka harapan hidup yang lebih rendah (69,1 tahun) daripada negara-negara maju di Asia dan negara Barat.10,18 Lima puluh dua persen subjek penelitian ini adalah laki-laki, karakteristik ini tidak berbeda jauh dengan studi Kim, dkk.10 pada populasi Asia dan Kyle, dkk.17 pada populasi Barat yaitu 55,6% dan 59,0%. Hal ini sesuai dengan data yang ada pada kelompok pasien dengan geografis dan etnis yang berbeda, MM lebih sering ditemukan pada laki-laki daripada perempuan.

Karakteristik pasien berdasarkan tipe mieloma, hitung trombosit, adanya plasmasitoma ekstrameduler, albumin serum <3,5 g/dL, dan β2M serum >3,5 pada studi ini sebanding dengan studi oleh Kim, dkk.10 pada populasi pasien MM di Asia, namun berbeda dengan studi oleh Kyle, dkk.17 pada populasi Barat yang menemukan sebagian besar pasien (65,0%) memiliki kadar hemoglobin >10 g/dL. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh sebagian besar pasien MM pada populasi Asia terdiagnosis pada stadium lanjut atau dapat disebabkan oleh sebagian besar populasi pasien MM di Asia didiagnosis pada RS rujukan tersier yang umumnya menangani pasien dengan prognosis yang lebih buruk. Selain itu proporsi Hb <10 g/dL yang lebih rendah dihubungkan dengan hitung sel plasma yang lebih tinggi dan gangguan fungsi ginjal. Namun pada studi ini dan studi oleh Kim, dkk.10 ditemukan hitung sel plasma >30% lebih rendah daripada Kyle, dkk.17 yaitu 54,7% dan 58,9% vs. 70%, dengan kreatinin serum >2 mg/dL yang tidak terlalu berbeda yaitu 17,8% dan 23,4% vs. 19%.

Stadium ISS hanya dapat dinilai pada 26 subjek penelitian. Sebagian besar (10/26) pasien ditegakkan stadium II. Hasil ini berbeda dengan studi yang dilakukan oleh Kim, dkk.10 yang menunjukkan bahwa 44,0% pasien datang dalam keadaan stadium III. Studi oleh Tadjoedin, dkk.4 melaporkan stadium yang paling banyak ditemukan adalah stadium III ISS sejumlah 62,5%. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh proporsi subjek yang dapat ditentukan stadium ISS pada studi Kim, dkk.10dan Tadjoedin, dkk.4 lebih tinggi dibandingkan pada studi ini.

Hingga saat ini belum ada publikasi yang meneliti mengenai karakteristik pasien MM berdasarkan kriteria diagnostik DS dan IMWG 2003. Namun setelah dianalisis, didapatkan bahwa karakteristik pasien MM aktif berdasarkan parameter kriteria diagnostik, faktor pejamu, biologi tumor, dan beban penyakit, pada kelompok yang

Page 10: Kesintasan Lima Tahun Pasien Mieloma Multipel Aktif ...

170 | Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 7, No. 3 | September 2020

Sri Agustini Kurniawati, Ary Harryanto Reksodiputro, Tubagus Djumhana Atmakusuma

memenuhi kriteria DS maupun IMWG 2003 sebanding dengan seluruh subjek penelitian.

Median kesintasan keseluruhan pasien MM aktif secara keseluruhan pada penelitian ini adalah 77,8 bulan, lebih panjang dibandingkan median kesintasan keseluruhan yang dilaporkan oleh Kim, dkk.10 dan Kyle, dkk.17 yaitu 47 dan 33 bulan. Bila dibandingkan, karakteristik klinikopatologi pasien pada studi ini tidak berbeda jauh dengan studi oleh Kim, dkk.10 maupun Kyle, dkk.17, meskipun data kesintasan tersebut didapatkan dari pasien MM aktif yang didiagnosis pada tahun 1986-2011 dan 1985-1998. Hal ini diduga kesintasan pasien MM aktif dipengaruhi oleh jenis pengobatan yang didapat pasien. Kesintasan pasien MM pada studi Kyle, dkk.17 yang lebih rendah diduga berhubungan dengan profil pengobatan lini pertama berupa regimen kemoterapi konvensional (80%) dan HDT/ASCT (10%) dibandingkan dengan profil pengobatan pada studi Kim, dkk.10 yaitu kemoterapi konvensional (64,1%) dan obat baru (35,9%), dan sebanyak 19,8% mendapatkan HDT/ASCT. Kesintasan yang jauh lebih panjang pada studi ini tidak dapat dijelaskan dari kemiripan karakteristik klinik pasien maupun dari jenis pengobatan kemoterapi yang didapat pada studi ini. Pengobatan studi ini didominasi oleh regimen berbasis IMiDs dan diikuti oleh kemoterapi konvensional tanpa transplantasi sehingga seharusnya tidak berbeda jauh dengan hasil yang didapat oleh dua studi sebelumnya. Bila dilihat dari kesahihan studi ini terdapat kelemahan dari besarnya angka hilang dari pengamatan sehingga dapat memengaruhi hasil kesintasan pasien MM aktif.

Pada studi ini didapatkan kesintasan pasien MM aktif yang memenuhi kriteria DS sama dengan yang memenuhi kriteria IMWG 2003 meskipun lebih banyak pasien MM aktif yang memenuhi kriteria IMWG 2003 daripada memenuhi DS. Kriteria diagnostik berdasarkan IMWG 2003 dapat mendiagnosis MM aktif lebih dini dan membedakannya dengan MM smoldering apabila pasien datang pada kondisi pramaligna atau apabila dokter menduga kecurigaan ke arah MM sehingga pasien akan mendapatkan pengobatan yang dini dan tepat guna. Subjek pada studi ini merupakan pasien MM aktif yang berobat di rumah sakit rujukan kanker tersier yang sebagian besar (70,6%) datang dengan stadium III DS. Alasan lain keterlambatan diagnosis dapat disebabkan keluhan subjektif yang sering dijumpai pada pasien MM aktif adalah nyeri tulang dan lemas yang dapat tersamarkan oleh kemungkinan diagnosis banding lainnya. Kelainan kerusakan lesi litik tulang maupun anemia yang terjadi tidak sebanding dengan keluhan subjektif pasien sehingga pasien dapat terlambat mencari pertolongan ke dokter. Pasien MM aktif yang berobat pada stadium lanjut

umumnya mempunyai prognosis yang lebih berat sehingga pengobatan yang diberikan belum tentu berdampak sama pada semua pasien.11,12

Parameter-parameter yang tercantum dalam kriteria diagnostik merupakan batas kelainan minimal seseorang didiagnosis MM aktif. Diagnosis dini MM aktif dapat dilakukan bila seorang pasien MGUS dan MM smoldering diikuti perjalanan penyakitnya. Sehingga, dengan pemantauan klinis dan laboratorium progresivitas penyakit dapat diketahui meskipun pada studi populasi di Skandinavia dilaporkan bahwa hanya 14% pasien MM aktif yang sebelumnya diketahui MM smoldering.1 Sedangkan, pada pasien yang didiagnosis MM aktif dengan gambaran stadium lanjut maka manfaat mendiagnosis dini MM lebih rendah. Oleh karena itu, cara lain yang objektif dalam menilai kesintasan adalah menilai berat-ringannya kelainan klinis yang tercantum pada pemeriksaan saat diagnostik (faktor-faktor prognostik).

Selain itu, kesamaan kesintasan pada kelompok pasien MM yang memenuhi kriteria DS maupun IMWG 2003 ini dapat disebabkan pada analisis data terdapatnya tumpang tindih 45 (51,7%) pasien yang memenuhi kedua kriteria DS dan IMWG 2003 dan tidak semua pasien mempunyai kelengkapan pemeriksaan diagnosis yang sama. Penelitian ini merupakan studi deskriptif kesintasan dan tidak didesain untuk mencari perbedaan kesintasan berdasarkan pemenuhan kriteria diagnostik oleh karena keterbatasan jumlah kasus MM di RS tempat penelitian.

Kesintasan pasien MM aktif yang kurang lengkap memenuhi kriteria diagnostik DS dan IMWG 2003 lebih rendah dibandingkan yang memenuhi kriteria DS maupun IMWG 2003. Beberapa hal yang mungkin dapat menjelaskan penyebab kesintasan pada kelompok ini lebih rendah di antaranya yaitu karakteristik klinis pada kelompok ini yang dominan adalah usia sedikit lebih dominan > 65 tahun dan tipe mieloma Ig G yang lebih rendah bila dibandingkan kelompok yang memenuhi kriteria DS maupun IMWG. Kesintasan yang lebih rendah juga dapat disebabkan kondisi medis yang lebih berat maupun komorbiditas pada saat pasien didiagnosis di rumah sakit. Data komorbiditas dan komplikasi yang tercantum pada 4/15 pasien adalah infeksi tuberkulosis paru, pneumonia, diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung koroner, dan perdarahan saluran cerna.

Mengingat sebagian besar pasien MM aktif sulit ditegakkan diagnosis secara dini, maka perlu diketahui juga peran berbagai faktor prognosis pada kesintasan pasien. Karakteristik yang berdampak pada kesintasan pasien yang lebih pendek adalah usia > 65 tahun, jenis kelamin laki-laki, tipe mieloma non IgG, hemoglobin

Page 11: Kesintasan Lima Tahun Pasien Mieloma Multipel Aktif ...

171Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 7, No. 3 | September 2020 |

Kesintasan Lima Tahun Pasien Mieloma Multipel Aktif berdasarkan Kriteria Diagnostik Durie-Salmon dan International Myeloma Working Group 2003

kurang dari 10 g/dL, kalsium serum > 11,5 mg/dL, adanya plasmasitoma ekstrameduler, kreatinin serum > 2 mg/dL, albumin serum < 3,5 g/dL, β2M serum > 3,5 mg/L, hitung sel plasma sumsum tulang lebih dari 70%, stadium III ISS, dan tidak adanya lesi litik tulang.

Kesintasan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor prognosis (faktor pejamu, biologi tumor dan beban penyakit, serta profil pengobatan) yang ada pada kedua kelompok pasien.7,19 Oleh karena median kesintasan keseluruhan pada pasien MM aktif yang memenuhi kriteria DS sama dengan yang memenuhi kriteria IMWG 2003, maka peneliti menjelaskan kesintasan pasien MM aktif berdasarkan berbagai faktor prognosis secara keseluruhan.

Usia merupakan faktor prognosis pejamu yang penting pada MM. Pada studi ini didapatkan pasien MM dengan usia > 65 tahun menunjukkan rerata kesintasan yang lebih rendah dibandingkan usia lebih muda. Hal serupa didapatkan pada studi yang lain.10,17 Penyebab luaran yang kurang baik dihubungkan dengan faktor biologi dan psikososial. Pasien usia kurang dari 50 tahun menunjukkan frekuensi karakteristik faktor prognosis buruk yang lebih rendah seperti meningkatnya CRP, Hb rendah, kreatinin serum meningkat, status fungsional yang lebih buruk, serta stadium ISS dan DS yang lebih tinggi. Batas usia yang umumnya dipakai adalah 65 tahun untuk membedakan pengobatan kandidat ASCT. Namun, berbagai faktor lain seperti komorbiditas dan kebugaran amat memengaruhi batasan usia secara individu.19

Komorbiditas pasien lanjut usia juga berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan pengobatan. Pada kelompok MM usia lanjut yang termasuk dalam kategori “frail”, terdapat penurunan angka median kesintasan keseluruhan pada bulan ke-18 dan risiko penghentian pengobatan serta kejadian efek samping yang lebih tinggi.20

Faktor yang terkait biologi tumor dan beban penyakit dapat memengaruhi kesintasan. Pada studi ini didapatkan tipe mieloma non-Ig G menunjukkan kesintasan yang lebih pendek daripada tipe IgG. Hal ini serupa dengan yang didapatkan pada studi dan kepustakaan lainnya.7,10,12,17,20

Tipe mieloma non IgG seperti IgA berhubungan dengan risiko hiperviskositas yang lebih tinggi dan gangguan hemostasis. Hal ini disebabkan oleh bentuk dimer dan polimer IgA serta bagian antibodi Fab protein M yang dapat mencegah agregasi fibrin. Selain itu IgD juga lebih sering berhubungan dengan gagal ginjal dan amiloidosis.7,12

Kelompok pasien MM dengan kadar hemoglobin kurang dari 10 g/dL pada studi ini menunjukkan median kesintasan keseluruhan yang jauh lebih pendek yaitu 37,6

bulan dibandingkan 77,8 bulan pada kelompok Hb >10 g/dL. Hemoglobin merupakan bagian dari gejala sistemik kerusakan organ akibat mieloma. Hemoglobin yang rendah dihubungkan dengan massa tumor dan infiltrasi sumsum tulang oleh sel mieloma. Patofisiologi kelainan tersebut disebabkan overekspresi FAS-ligand, MIP-1α, dan TNF-relatedapoptosis-inducingligand menyebabkan apoptosis eritroblas imatur. Respons eritropoeitin juga terganggu akibat produksi sitokin (IL-1 dan TNF-β). Overproduksi IL-6 oleh stroma sumsum tulang, sel aksesori normal, dan/atau sel mieloma menyebabkan peningkatan produksi hepsidin hati yang menghambat pelepasan besi dari makrofag dan absorpsi besi dari usus.2,7

Hitung trombosit yang rendah dikatakan mempunyai nilai prognostik yang tidak kuat. Pada studi ini, didapatkan dengan batasan nilai trombosit 70.000/uL didapatkan kesintasan yang tidak berbeda jauh. Studi-studi lain melaporkan batasan trombosit yang berbeda yang bernilai prognostik.17,20 Kondisi trombositopenia umumnya dihubungkan dengan kondisi yang lanjut karena peningkatan IL-6 pada MM mempunyai efek trombopoeisis. Trombositopeni yang terjadi dihubungkan mekanisme autoimun atau terkait dengan pengobatan.7,20

Kelompok pasien yang mempunyai kadar kalsium serum >11,5 mg/dL maupun kadar kreatinin serum >2 mg/dL menunjukkan median kesintasan keseluruhan yang lebih pendek dibandingkan kadar kalsium dan kreatinin serum yang lebih rendah. Hal ini konsisten seperti yang ditemukan pada studi lain.10,17 Peningkatan kalsium serum dihubungkan dengan lesi litik tulang yang merupakan gambaran klinis dominan pada MM. Kondisi hiperkalsemia dapat menyebabkan gangguan kesadaran, hipovolemia, dan memperberat fungsi ginjal. Gangguan fungsi ginjal terjadi karena kerusakan tubuler distal ginjal dan obstruksi akibat pengikatan rantai ringan pada mukoprotein Tamm-Horsfall. Penyebab lain gangguan fungsi ginjal adalah amiloidosis, dan penyakit pengendapan rantai ringan/rantai berat. Gangguan fungsi ginjal juga dihubungkan dengan profil sitogenetik risiko tinggi.2,7

Kelompok pasien MM aktif yang mempunyai kadar albumin serum yang rendah dan β2M serum yang tinggi menunjukkan median kesintasan keseluruhan yang lebih rendah. Kadar albumin yang rendah dihubungkan dengan proses inflamasi akibat sitokin yang tinggi. Sedangkan β2M serum yang tinggi dihubungkan dengan peningkatan turn-over sel tumor dan kemungkinan adanya gangguan fungsi ginjal. Stadium berdasarkan ISS merupakan gabungan dari kadar albumin dan β2M serum yang dapat memprediksi kesintasan pasien MM lebih baik dibandingkan stadium DS.7,13

Page 12: Kesintasan Lima Tahun Pasien Mieloma Multipel Aktif ...

172 | Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 7, No. 3 | September 2020

Sri Agustini Kurniawati, Ary Harryanto Reksodiputro, Tubagus Djumhana Atmakusuma

Peningkatan hitung sel plasma dihubungkan dengan median kesintasan keseluruhan yang makin pendek. Sel mieloma tersebut dapat mengeluarkan berbagai sitokin yang menimbulkan gejala sistemik sehingga perlu diobati. Oleh karena itu, pada kriteria diagnostik MM revisi IMWG 2014 pasien yang hanya mempunyai hitung sel plasma klonal > 60% meskipun belum menunjukkan gejala CRAB dianggap sebagai MM aktif dan pengobatan kemoterapi sistemik dapat mulai diberikan.1 Selain hitung sel plasma, kepustakaan lain menjelaskan adanya morfologi plasmoblastik ataupun hitung sel plasma klonal yang ditentukan oleh flowsitometri multiparameter dapat memberikan faktor prognosis yang lebih baik dibandingkan hitung sel plasma secara konvensional.20,21

Berdasarkan jenis regimen pengobatan, baik secara keseluruhan pasien maupun berdasarkan kriteria DS maupun IMWG 2003 menunjukkan pola kesintasan yang sama. Kesintasan berdasarkan pengobatan lini pertama dengan regimen nonbortezomib menunjukkan hasil yang lebih baik daripada bortezomib. Sedangkan kesintasan berdasarkan seluruh lini pengobatan regimen bortezomib menunjukkan median kesintasan keseluruhan yang lebih baik daripada regimen non-bortezomib. Hal ini dapat disebabkan masih sedikitnya pasien yang menggunakan bortezomib sebagai lini pertama pengobatan dan regimen bortezomib bermanfaat sebagai pengobatan lini pertama maupun sebagai pengobatan salvage pada pasien MM yang mengalami progresivitas maupun relaps.7,10

Beberapa studi menunjukkan regimen berbasis bortezomib dapat mengatasi dampak buruk dari kelainan sitogenetik risiko tinggi maupun pasien MM aktif dengan gangguan fungsi ginjal.21,24,28 Pemberian regimen berbasis bortezomib dapat meningkatkan pencapaian derajat respons pengobatan. Pencapaian derajat respons pengobatan berhubungan dengan kesintasan baik berupa kesintasan keseluruhan maupun kesintasan bebas progresifitas. Derajat CR atau VGPR berkorelasi baik dengan median kesintasan keseluruhan pasien. Selain itu durasi respons pengobatan berkorelasi dengan kesintasan pasien MM.7,24-29

Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini. Keterbatasan pertama adalah data yang tidak lengkap yang dapat memengaruhi validitas hasil penelitian ini. Peneliti tidak bisa menyeragamkan pencatatan dan penyimpanan data hasil pemeriksaan diagnosis di dalam rekam medik untuk menilai kelengkapan pemeriksaan yang dilakukan pada masa lalu. Upaya untuk melengkapi data pemeriksaan adalah dengan mengumpulkan data dari arsip pemeriksaan aspirat sumsum tulang di Divisi Hematologi Onkologi Medik Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/

RSCM, arsip hasil pemeriksaan di Instalasi Patologi Klinik RSKD, serta menghubungi pasien. Sayangnya peneliti tidak mendapatkan izin permintaan data laboratorium pasien MM dan hal tersebut menyulitkan peneliti dalam menelaah pemenuhan diagnosis.

Keterbatasan lain pada penelitian ini adalah besarnya jumlah subjek penelitian yang masuk dalam kategori hilang dari pengamatan (53,9%) karena sebagian besar subjek tidak dapat dihubungi melalui telepon atau tidak mempunyai data telepon. Namun pada analisis, proporsi karakteristik pasien tanpa melibatkan subjek yang hilang dari pengamatan masih sebanding dengan keseluruhan pasien. Meskipun demikian, dengan jumlah subjek yang hilang dari pengamatan lebih dari 20% maka hal ini mengganggu validitas penelitian ini. Setelah dilakukan analisis sensitivitas kesintasan dengan mengeluarkan subjek yang hilang dari pengamatan, ternyata didapatkan kesintasan pasien MM aktif secara keseluruhan yang lebih mendekati kepustakaan lain yaitu 36,7 bulan. Sedangkan median kesintasan keseluruhan pasien berdasarkan kriteria diagnostik DS maupun IMWG 2003 mempunyai hasil yang sama yaitu 37,6 bulan. Hal ini menunjukkan validitas internal yang kurang baik. Selain itu, interval kepercayaan 95% kesintasan pasien MM aktif berdasarkan pemenuhan kriteria diagnostik DS dan IMWG 2003 mempunyai rentang yang lebar. Hal ini dapat terjadi karena perhitungan besar sampel ditujukan untuk mendapatkan kesintasan pasien MM aktif secara deskriptif dan pada analisis kesintasan terdapat 51,7% tumpang tindih kelompok pasien MM aktif yang memenuhi kedua kriteria baik DS dan IMWG 2003, sehingga dapat memengaruhi kesintasan masing-masing kelompok DS maupun kelompok IMWG 2003.

SIMPULANProporsi pasien yang didiagnosis MM aktif

berdasarkan pemenuhan kriteria diagnostik IMWG 2003 lebih tinggi (72,5%) dibandingkan kriteria diagnostik Durie-Salmon (56,9%). Kesintasan menyeluruh pasien yang didiagnosis MM aktif berdasarkan kriteria DS (77,8 bulan) serupa dengan IMWG 2003 (77,8 bulan). Perlu dilakukan penelitian dengan desain kohort prospektif menggunakan kriteria diagnostik MM aktif berdasarkan revisi IMWG 2014 untuk mengetahui kriteria diagnostik MM aktif mana yang paling cocok untuk kondisi Indonesia. Penelitian lanjutan untuk menilai berbagai faktor prognostik yang berperan pada kesintasan pasien MM aktif juga diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA1. Rajkumar SV, Dimopoulos MA, Palumbo A, Blade J, Merlini G,

Mateos M-V, et al. International Myeloma Working Group updated criteria for the diagnosis of multiple myeloma. Lancet Oncol.

Page 13: Kesintasan Lima Tahun Pasien Mieloma Multipel Aktif ...

173Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 7, No. 3 | September 2020 |

Kesintasan Lima Tahun Pasien Mieloma Multipel Aktif berdasarkan Kriteria Diagnostik Durie-Salmon dan International Myeloma Working Group 2003

2014;15(12):e538–48.2. Al-Farsi K. Multiple myeloma: an update. Oman Med J.

2013;28(1):3–11.3. Ferlay J, Shin HR, Bray F, Forman D, Mathers C, Parkin DM. Estimates

of worldwide burden of cancer in 2008: GLOBOCAN 2008. Int J Cancer. 2010;127(12):2893–917.

4. Tadjoedin H, Reksodiputro AH, Toruan T, Abdulmuthalib, Kosasih A, Supandiman I, et al. Multiple myeloma in Indonesia. Indonesian J Cancer. 2011;5(2):76–81.

5. Bagian Rekam Medis RSCM. Data pasien mieloma multipel tahun 2005-2015. Jakarta: RSCM; 2016.

6. Registrasi Kanker Rumah Sakit Kanker Dharmais. Data pasien mieloma multipel tahun 2005-2015. Jakarta: RSKD, 2016.

7. Rhee Fv, Anaisse E, Angtuaco E, Bartel T, Epstein J, Nair B, et al. Myeloma. In: Kaushansky K, Lichtman M, Beutler E, Kipps T, Prchal J, Seligsohn U, editors. Williams hematology. 8th ed. New York: Mc Graw Hill; 2010. p. 1645–81.

8. Palumbo A, Loiseau HA, Oliva S, Lokhorst HM, Goldschmidt H, Rosinol L, et al. Revised international staging system for multiple myeloma: a report from International Myeloma Working Group. J Clin Oncol. 2015;33:1–6.

9. Rajkumar SV. Multiple myeloma: 2014 update on diagnosis, risk-stratification, and management. Am J Hematol. 2014;89:999-1009.

10. Kim K, Lee JH, Kim JS, Min CK, Yoon SS, Shimizu K, et al. Clinical profiles of multiple myeloma in Asia—An Asian Myeloma Network study. Am J Hematol. 2014;89(7):751–6.

11. Durie BG, Kyle RA, Belch A, Bensinger W, Blade J, Boccadoro M, et al. Myeloma management guidelines: a consensus report from the Scientific Advisors of the International Myeloma Foundation. The Hematology J. 2003;4(6):379–98.

12. Zaidi AA, Vesole DH. Multiple myeloma: an old disease with new hope for the future. CA Cancer J Clin. 2001;51(5):273–85.

13. Kyle RA, Rajkumar SV. Criteria for diagnosis, staging, risk stratification and response assessment of multiple myeloma. Leukemia. 2009;23(1):3-9.

14. Sutandyo N, Firna E, Agustina J, Prayogo N, Widjaja L. Clinicopathology profile and bone involvement of multiple myeloma patients in Dharmais National Cancer Hospital, Indonesia. Asian Pas J Cancer Prev 2014;16(15):6261–5.

15. Palumbo A, Anderson K. Multiple Myeloma. N Engl J Med. 2011;364:1046–60.

16. Bladé J, Dimopoulos M, Rosiñol L, Rajkumar SV, Kyle RA. Smoldering (asymptomatic) multiple myeloma: current diagnostic criteria, new predictors of outcome, and follow-up recommendations. J Clin Oncol. 2010;28(4):690-7.

17. Kyle RA, Gertz MA, Witzig TE, Lust JA, Lacy MQ, Dispenzieri A, et al. Review of 1027 patients with newly diagnosed multiple myeloma. Mayo Clin Proc. 2003;78:21–33.

18. Badan Pusat Statistik. Angka Harapan Hidup Penduduk Beberapa Negara (tahun), 1995-2015. Jakarta: Badan Pusat Statistik; 2015.

19. Cerrato C, Palumbo A. Initial treatment of nontransplant patients with multiple myeloma. Semin Oncol. 2013;40:577-84.

20. Chakraborty R, Kumar S. Risk Stratification in Multiple Myeloma. Ann Hematol Oncol. 2015;2(6):1-10.

21. Paiva B, Vidriales M-B, Pérez JJ, Mateo G, Montalbán MA, Mateos MV, et al. Multiparameter flow cytometry quantification of bone marrow plasma cells at diagnosis provides more prognostic information than morphological assessment in myeloma patients. Haematologica. 2009;94(11):1599-602.

22. Bringhen S, Mateos MV, Zweegman S, Larocca A, Falcone AP, Oriol A, et al. Age and organ damage correlate with poor survival in myeloma patients: meta-analysis of 1435 individual patient data from 4 randomized trials. Haematologica. 2013;98(6):980–7.

23. Kumar SK, Rajkumar SV, Dispenzieri A, Lacy MQ, Hayman SR, Buadi FK, et al. Improved survival in multiple myeloma and the impact of novel therapies. Blood. 2008;111(5):2516–20.

24. Uttervall K, Duru AD, Lund J, Liwing J, Gahrton G, Holmberg E, et al. The use of novel drugs can effectively improve response, delay relapse and enhance overall survival in multiple myeloma patients with renal impairment. PloS One. 2014;9(7):1–9.

25. Haessler J, Shaughnessy JD, Zhan F, Crowley J, Epstein J, van Rhee F, et al. Benefit of complete response in multiple myeloma limited

to high-risk subgroup identified by gene expression profiling. Clin Cancer Res. 2007;13(23):7073–9.

26. Gay F, Larocca A, Wijermans P, Cavallo F, Rossi D, Schaafsma R, et al. Complete response correlates with long-term progression-free and overall survival in elderly myeloma treated with novel agents: analysis of 1175 patients. Blood. 2011;117(11):3025–31.

27. Harousseau J-L, Palumbo A, Richardson PG, Schlag R, Dimopoulos MA, Shpilberg O, et al. Superior outcomes associated with complete response in newly diagnosed multiple myeloma patients treated with nonintensive therapy: analysis of the phase 3 VISTA study of bortezomib plus melphalan-prednisone versus melphalan-prednisone. Blood. 2010;116(19):3743–50.

28. Yu W, Li J, Chen L. Prognostic value and efficacy evaluation of novel drugs for cytogenetic aberrations in multiple myeloma: a meta-analysis. Int J Clin Exp Med. 2014;7(11):4051–62.

29. Chanan-Khan AA, Giralt S. Importance of achieving a complete response in multiple myeloma, and the impact of novel agents. J Clin Oncol. 2010;28(15):2612–24.