Keseimbangan Badan Dan Pendengaran
-
Upload
itha-sagiitariius-blue-loverz -
Category
Documents
-
view
41 -
download
4
description
Transcript of Keseimbangan Badan Dan Pendengaran
PRAKTIKUM FISIOLOGI
KESEIMBANGAN BADAN DAN
PENDENGARAN
Kelompok B4
Ketua Kelompok: Yufian Naufal 102013063
…………………
Nama NIM Tanda Tangan
Flapiana Simenceriau 102013466
Maria Agustina Dee 102013075
Valentine Febry Yohana 102013359
David John 102013242
Antonius RM Carlos Ora Adja
102013401
Marta Simanjuntak 102013266
Stella Nadia Sura 102013347
Muhammad Al-Amin 102013537
Ratih Ratna Sari Putri 102012037
Dika Ingriyana 102012377
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510.
Jakarta
Telephone: (021) 5694-2061; Fax: (021) 563-1731
Sikap dan Keseimbangan Badan
Alat dan Bahan
1. Kursi putar barany
2. Tongkat atau statif yang panjang
Tujuan :
Untuk memahami bahwa cairan endolimph dan perilimph yang terdapat pada
telinga bila bergejolak atau goyang akan menyebabkan keseimbangan
seseorang akan terganggu.
Memahami bahwa keseimbangan yang terganggu mudah dikembalikan seperti
sedia kala.
Melihat adanya nistagmus.
Landasan Teori
Gangguan keseimbangan dapat diakibatkan oleh gangguan yang
mempengaruhi vestibular pathway, serebelum atau sensory pathway pada medula
spinalis atau nervusperifer. Gangguan keseimbangan dapat menimbulkan satu atau
keduanya dari dua tanda kardinal: vertigo – suatu ilusi tubuh atau pergerakan
lingkungan, atau ataxia inkoordinasi tungkai atau langkah.
Kanalis Semisirkularis
Terdapat 3 buah kanalis semisirkularis : superior, posterior dan horizontal
yang membentuk sudut 90° satu sama lain. Masing-masing kanal membentuk
2/3lingkaran, berdiameter antara 0,8 – 1,0 mm dan membesar hampir dua kali lipat
pada bagianampula. Pada vestibulum terdapat 5 muara kanalis semisirkularis dimana
kanalis superior danposterior bersatu membentuk krus kommune sebelum memasuki
vestibulum. Observasi berdiri dan melangkah sangat membantu dalam membedakan
antara serebelar,vestibular dan ataksia sensorius.
Pengontrol keseimbangan pada tubuh manusia terdiri dari tiga
komponen penting, yaitusistem informasi sensorik (visual, vestibular dan
somatosensoris), central processing dan efektor.
Pada sistem informasi, visual berperan dalam contras sensitifity
(membedakan poladan bayangan) dan membedakan jarak. Selain itu masukan
(input) visual berfungsi sebagai kontrol keseimbangan, pemberi informasi,
serta memprediksi datangnya gangguan.
Bagian vestibular berfungsi sebagai pemberi informasi gerakan dan
posisi kepala ke susunan saraf pusat untuk respon sikap dan memberi
keputusan tentang perbedaan gambaran visual dan gerak yang sebenarnya.
Telinga dalam (sistem vestibuler): organ keseimbangan pada telinga dalam yang
disebut sistem verstibuler. Termasuk diantaranya 3 kanalis semisirkularis yang
bereaksi terhadap rotasi kepala. Dekat dengan kanalis semisirkularis adalah utrikulus
dan sakulus yang mendeteksi gravitasi dan gerak maju mundur.Masukan (input)
proprioseptor pada sendi, tendon dan otot dari kulitdi telapak kaki juga merupakan hal
penting untuk mengatur keseimbangan saat berdiri static maupun dinamik.
Central processing berfungsi untuk memetakan lokasi titik gravitasi,
menata responsikap, serta mengorganisasikan respon dengan sensorimotor.
Selain itu, efektor berfungsi sebagai perangkat biomekanik untuk
merealisasikan renspon yang telah terprogram si pusat,yang terdiri dari unsur lingkup
gerak sendi, kekuatan otot, alignment sikap, serta stamina. Postur adalah posisi
atau sikap tubuh. Tubuh dapat membentuk banyak postur yang
memungkinkan tubuh dalam posisi yang nyaman selama mungkin. Pada
saat berdiri tegak, hanya terdapat gerakan kecil yang muncul dari tubuh,
yang biasa di sebut dengan ayunan tubuh. Luas dan arah ayunan diukur dari
permukaan tumpuan dengan menghitung gerakan yang menekan di bawah telapak
kaki, yang di sebut pusat tekanan (center of pressure-COP). Jumlah ayunan tubuh
ketika berdiri tegak di pengaruhi oleh faktor posisi kaki dan lebar dari bidang tumpu.
Nistagmus adalah suatu gejala yang timbul akibat keseimbangan dalam telinga
terganggu sehingga menyebabkan pandangan menjadi berkunang-kunang (pandangan
kabur) dan kepala menjadi pusing.
I. Pengaruh Kedudukan Kepala dan Mata yang Normal Terhadap
Keseimbangan Badan
1. Suruhlah OP berjalan mengikuti suatu garis lurus di lantai dengan mata
terbuka dan kepala serta badan dalam sikap yang biasa. Perahatikan jalannya
dan tanyakan apakah ia mengalami kesukaran dalam mengikuti garis lurus
tersebut.
2. Ulangi percobaan di atas (I) dengan mata tertutup.
3. Ulangi percobaan di atas (I dan II) dengan :
a. kepala dimiringkan dengan kuat ke kiri
b. kepala dimiringkan dengan kuat ke kanan
Hasil Pengamatan
- Saat OP berjalan lurus dengan membuka mata, OP dapat melakukannya
dengan baik tanpa ada kesulitan. Ketika berjalan lurus tanpa kepala
dimiringkan, tetapi dengan mata tertutup, OP berjalan miring ke arah kanan.
- Saat OP berjalan lurus dengan kepala dimiringkan ke kiri dan mata terbuka,
OP dapat berjalan lurus dengan baik. Tetapi, saat OP berjalan dengan kepala
dimiringkan ke kiri dan mata tertutup, OP berjalan miring ke arah kiri.
- Saat OP berjalan lurus dengan kepala dimiringkan ke kanan dan mata terbuka,
OP dapat berjalan lurus dengan baik. Tetapi, saat OP berjalan dengan kepala
dimiringkan ke kanan dan mata tertutup, OP berjalan miring ke arah kanan.
II. Percobaan Dengan Kursi Barany
A. Nistagmus
1. Suruhlah OP duduk tegak di kursi barany dengan kedua tangannya memegang
erat kursi.
2. Tutup kedua matanya dengan sapu tangan dan tundukan kepalanya 30º ke
depan.
3. Putarlah kursi ke kanan 10x dalam 20 detik secara teratur tanpa sentakan.
4. Hentikan pemutaran kursi dengan tiba-tiba.
5. Bukalah sapu tangan (buka mata) dan suruhlah OP melihat jauh ke depan.
6. Perhatikan adanya nistagmus.
Hasil Pengamatan
Saat pemutaran dihentikan, OP mengalami nistagmus ke arah kanan dengan cepat.
B. Tes Penyimpangan Penunjukkan
1. Suruhlah OP duduk tegak di kursi barany dan tutup matanya denagn sapu
tangan.
2. Pemeriksa berdiri tepat di muka kursi barany dambil mengulurkan tangan
kirinya ke arah OP.
3. Suruhlah OP meluruskan lengan kanannya ke depan sehingga dapat
emnyentuh jari tangan pemeriksa yang telah diulurkan sebelumnya.
4. Suruhlah OP mengangkat lengan kanannya ke atas dan kemudian dengan
cepat menurunkannya kembali sehingga dapat menyentuh jari pemeriksa lagi.
Tindakan no. 1-4 merupakan persiapan untuk tes yang sesungguhnya sebagai
berikut :
5. Suruhlah OP dengan kedua tangannya memegang erat kursi, menundukkan
kepala 30 ke depan.
6. Putarlah kursi ke kanan 10x dalam 20 detik secara teratur tanpa sentakan.
7. Segera setelah pemutaran, kursi dihentikan tiba-tiba, suruhlah OP menegakkan
kepalanya dan melakukan tes penyimpangan penunjukka seperti di atas.
8. Perhatikan apakah terjadi penyimpangan penunjukkan oleh OP, bila terjadi
penyimpangan, tetapkan arah penyimpangan. Teruskan tes tersebut sampai OP
tidak salah lagi menyentuh jari tangan pemeriksa.
Hasil Pengamatan
OP dapat menyentuh tangan pemeriksa, tetapi tidak lurus dengan tepat. Tangan OP
agak miring ke kanan dan tidak sejajar seutuhnya dengan tangan pemeriksa.
C. Tes Jatuh
1. Suruhlah OP duduk tegak di kursi barany dengan kedua tangannya memegang
erat kursi. Tutuplah kedua matanya dengan saputangan dan bungkukan kepala
dan badannya sehingga posisi kepala membentuk sudut 120º dari posisi
normal.
2. Putarlah kursi ke kanan dalam waktu 10 detik tanpa sentakan.
3. Segera setelah pemutaran, hentikan tiba-tiba, suruhlah OP menegakkan
kembali kepala dan badannya.
4. Perhatikan kemana dia akan jatuh dan tanyakan kepada OP kemana rasanya ia
akan jatuh.
5. Ulangi tes jatuh ini tiap kali pada OP lain dengan :
a. memiringkan kepala ke arah bahu kanan sehingga kepala miring 90º terhadap
posisi normal.
b. menengadahkan kepala ke belakang sehingga membuat sudut 60º.
6. Hubungkan arah jatuh pada setiap percobaan dengan arah aliran endolimfe
pada canalis semisirkularis yang terangsang.
Hasil Pengamatan
- Saat pemutaraan kursi dihentikan, denga membungkukan kepala dan badannya
sehingga posisi kepala membentuk sudut 120º dari posisi normal, OP terjatuh
ke arah kanan, tetapi OP merasakan seperti ingin jatuh ke kiri.
- Saat pemutaran kursi dihentikan dengan memiringkan kepala ke arah bahu
kanan sehingga kepala miring 90º terhadap posisi normal, OP terjatuh ke arah
kanan atas, tetapi OP merasakan seperti ingin jatuh ke bawah.
- Saat pemutaran kursi dihentikan dengan memiringkan kepala ke belakang
sehingga membuat sudut 60º, OP terjatuh ke arah kiri, tetapi OP merasakan
seperti ingin jatuh ke kanan.
D. Kesan (Selesai)
1. Suruhlah OP di kursi barany dan tutuplah dengan sapu tangan.
2. Putarlah kursi tersebut ke kanan dengan kecepatan yang berangsur-angsur
bertambah dan kemudian kurangi kecepatan putarannya secara berangsur pula
sampai berhenti.
3. Tanyakan pada OP arah perasaan berputar :
a. Sewaktu kecepatan putar masih bertambah.
b. Sewaktu kecepatan putar menetap.
c. Sewaktu kecepatan putar dikurangi.
d. Segera setelah kursi dihentikan.
4. Berikan keterangan tentang mekanisme terjadinya arah perasaan berputar yang
dirasakan OP.
Hasil Pengamatan
Pemutaran kursi awalnya dilakukan ke arah kiri.
- Perasaan OP ketika kecepatan putar masih bertambah ialah OP merasakan
berputar ke kiri.
- Perasaan OP ketika kecepatan putar menetap ialah OP merasakan tetap
berputar ke kiri.
- Perasaan OP ketika kecepatan putar dikurangi ialah OP merasakan kursi sudah
diam.
- Perasaan OP segera setelah kursi dihentikan ialah OP merasakan masih
berputar ke kanan.
III. Percobaan Sederhana untuk Kanalis Semisirkularis Horizontalis
1. Suruhlah OP, dengan mata tertutup dan kepala ditundukkan 30º, berputar
sambil berpegangan pada tongkat, menurut arah jarum jam sebanyak 10x,
dalam 30 detik.
2. Suruhlah OP berhenti, kemudia membuka mata dan berjalan lurus ke muka.
3. Perhatikan apa yang terjadi.
4. Ulangi percobaan ini dengan berputar menurut arah yang berlawanan dengan
arah jarum jam.
Hasil Pengamatan
- Saat OP berputar menurut arah jarum jam lalu membuka mata dan berjalan
lurus, yang terjadi ialah OP berjalan miring ke kanan.
- Saat OP berputar berlawanan arah jarum jam lalu membuka mata dan berjalan
lurus, yang terjadi ialah OP berjalan miring ke kiri.
Tabel untuk percobaan dengan kursi barany
Posisi Jenis & Arah Arah Gerakan Sensasi
KepalaNistagmus
(komponen cepat)
Penyimpangan
Penunjukkan
Kompensasi
(arah jatuh)
30º ke depanNistagmus ke arah
kanan
Penyimpangan
sedikit ke arah
kanan
- -
60º ke
belakang- - Ke kiri depan
Ke kiri
belakang
120º ke
depan- - Ke kanan Ke kiri
miring 90º ke
bahu kanan- -
Ke arah
belakang
Ke
belakang
30º dengan
badan
bungkuk
- -Ke arah
kanan
Ke
belakang
bagian
kiri
Tes sensasi
30º tunduk- - -
Pelan: ke
arah
kanan
Cepat : ke
arah
kanan
Sedang:
ke arah
kanan
Berhenti:
ke arah
kanan
Kesimpulan
Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan orientasi tubuh dan
bagian- bagiannya dalam hubungannyag dengan ruang internal. Keseimbangan
tergantung pada continous visual, labirintin, dan input somatosensorius (proprioceptif)
dan integrasinya dalam batang otak dan serebelum. Kesulitan berjalan lurus biasa
dialami, hal ini dikarenakan cairan endolimph dan perilimph terganggu atau
bergejolak.
Informasi keseimbangan berasal dari visual, vestibular, dan somatosensori.
Dimana 50% yang paling berpengaruh pada keseimbangan adalah
vestibular. Kompensasi ketika terjadi pengeliminasian dari isyarat visual (OP
memejamkan mata) dan kepala dimiringkan den gan kua t ke s a t u bag i an
(ka nan /k i r i ) da l am mem per t ahankan ke se im ban gan ada l ah terjadinya
kecenderungan adanya deviasi ke arah sisi dimana OP memiringkan kepalanya.
Jika OP setelah berputar mengalami mata dalam keadaan berkunang-kunang
atau pusing, hal ini dikarenakan terjadinya nistagmus. Nistagmus adalah suatu gejala
yang timbul akibat keseimbangan dalam telinga terganggu sehingga menyebabkan
pandangan menjadi berkunang-kunang (pandangan kabur) dan kepala menjadi pusing.
Pemeriksaan Pendengaran
Alat :
1. Penala dengan berbagai frekuensi
2. Kapas untuk menyumbat telinga
Tujuan :
Untuk membandingkan antara hantaran tulang dengan hantaran udara pada
satu telinga.
Untuk membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga.
Untuk membandingkan hantaran tulang antara pemeriksa dengan orang
percobaan.
Landasan Teori
Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga yang berfungsi mengumpulkan dan
menyalurkanbunyi ke liang telinga, liang telinga yang berfungsi mengarahkan bunyi
ketelingasampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin
dankulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada
sepertigabagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalamnya terdiri dari tulang,
panjangnyakira-kira 2½ ± 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat
banyak kelenjar serumen (modifikasi kelenjar keringat (kelenjar serumen) dan
rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga
bagiandalam tidak dijumpai kelenjar serumen.
TelingaTengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas luar membran timpani yang
berfungsimengubah bunyi menjadi getaran; batas depan tuba eustachius; batas bawah
venajugularis (bulbus jugularis); batas belakang aditus ad antrum, kanalis fasialis
parsvertikalis; batas atas tegmen timpani (meningen/otak) dan batas dalam berturut-
turutdari atas ke bawah kanalis semisirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap
lonjong(oval window), tingkap bundar (round window) dan promontorium. Di dalam
telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar ke dalam,
yaitu maleus, inkus dan stapes yang berfungsi menghantar getaran ke telinga dalam.
Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus
maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus,dan inkus melekat
pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea.
Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan persendian. Sedangkan tuba
eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring
dengan telinga tengah.
Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau
puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimf skala timpani dengan
skalavestibuli. Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap. Skala
vestibuli dan skala timpani berisi perilimf, sedangkan skala media berisi endolimf. Ion
dan garam yang terdapat di perilimf berbeda dengan endolimf. Hal ini penting untuk
pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibule (membran
Reissner) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini
terletak organ corti. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang
disebut membrantektoria, dan pada membran basalis melekat sel rambut yang terdiri
dari sel rambutdalam, sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti.
Fisiologi Telinga (Proses Mendengar). Gelombang suara dikumpulkan oleh telinga luar dan
disalurkan ke lubang telinga, dan menuju gendang telinga. Gendang Telinga bergetar
untuk merespons gelombang suara yang menghantamnya. Getaran ini mengakibatkan
tiga tulang di telinga tengah bergerak. Secara mekanis getaran dari gendang telinga ini
akan disalurkan, menuju cairan yang beradadi rumah siput( koklea). Getaran yang
sampai di koklea ini akan menghasilkan gelombang,sehingga rambut sel yang ada di
koklea akan bergerak. Gerakan ini mengubah energimekanik tersebut menjadi energi
elektrik ke saraf pendengaran ( auditory nerve,) dan menuju ke pusat pendengaran di
otak. Pusat ini akan menerjemahkan energi tersebut menjadi suarayang dapat dikenal
oleh otak.
Gangguan Pendengaran
Seseorang dapat saja mengalami gangguan pendengaran, misalnya karena
seringmendengar bunyi yang keras atau adanya infeksi telinga luar atau dalam.
Gangguan (kehilangan) pendengaran, atau ketulian dapat bersifat sementara atau
menetap, parsialatau total. Ketulian diklasifikasikan menjadi dua jenis :
1. Tuli konduktif, terjadi apabila gelombang suara tidak secara adekuat dihantarkan
melalui telinga luar dan tengah untuk mengetarkan cairan di telinga dalam. Pada
kasus ini penderita dapat dibantu dengan alat bantu pendengaran.
2. Tuli sensorineural, terjadi apabila gelombang suara disalurkan ke telinga dalam,
tetapigelombang tersebut tidak diterjemahkan menjadi sinyal saraf yang
direpresentasikan oleh otak sebagai sensasi suara.
3. Tuli campuran : campuran antara gangguan pendengaran konduktif dan saraf.
Untuk pencegahan dari gangguan pendengaran, seseorang dapat diperiksa
pendengarannya. Dalam hal ini kami mencoba untuk melakukan tiga
pemeriksaanpendengaran dengan penala, yaitu pemeriksaan cara Rinne, cara Weber,
dan cara Schwabach.
Cara Rinne
1. Getarkanlah penala (frekuensi 256/ yang lain) dengan cara memukulkan salah
satu ujung jarinya ke telapak tangan. Jangan sekali-kali memukulkannya ke
benda keras.
2. Tekankanlah ujung tangkai penala pada processus mastoideus salah satu
telinga OP.
3. Tanyakanlah kepada OP apakah ia mendengar bunyi penala mendengung di
telinga yang diperiksa, bila demikian OP harus segera memberi tanda bila
degungan bunyi itu menghilang.
4. Pada saat itu pemeriksa mengangkat penala dari processus mastoideus OP dan
kemudian ujung jari penala ditempatkan sedekat-dekatnya di depan liang
telinga yang sedang di periksa itu.
5. Catatlah hasil pemeriksaan :
Positif : Bila OP masih mendengar dengungan secara hantaran aerotimpanal.
Negatif : Bila OP tidak lagi mendengar dengungan dengan hantaran aerotimpanal.
Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan pada OP ialah positif karena OP masih mendengar dengungan
secara hantaran aerotimpanal.
Cara Weber
1. Getarkanlah penala dengan seperti A.1.
2. Tekanlah ujung tangkai penala pada dahi OP di garis median.
3. Tanyakan OP apakah ia mendengar bunyi penala sama kuat di kedua
telinganya ataukah terjadi lateralisasi.
4. apa yang dimaksud dengan lateralisasi?
5. Bila OP tidak terdapat lateralisasi, maka untuk menimbulkan lateralisasi
buatan, tutuplah salah satu telinga dengan kapas dan ulangiah
pemeriksaannya.
Hasil Pengamatan
- OP mendengar dengungan bunyi penala sama kuat di telinganya.
- OP merasakan latelarisasi kiri dan latelarisasi kanan ketika frekuensi penala
diubah.
Cara Schwabach
1. Getarkanlah penala (frekuensi 256/ yang lain) dengan cara memukulkan salah
satu ujung jarinya ke telapak tangan. Jangan sekali-kali memukulkannya ke
benda keras.
2. Tekankanlah ujung tangkai penala pada processus mastoideus salah satu
telinga OP.
3. Suruhlah OP mengacungkan tangannya saat degungan hilang.
4. Pada saat itu dengan segera pemeriksa memindahkan penala processus
mastoideusnya sendiri. Pada oemeriksaan ini telinga pemeriksa dianggap
normal. Bila degungan penala setelah dinyatakan OP berhenti ternyata masih
dapat didengar oleh si pemeriksa maka hasil pemeriksaan ialah Schwabach
Pendek.
5. Apabila degunga penala setlah dinyatakan OP berhenti juga tidak dapat
didengar oleh pemeriksa, maka hasilnya mungin Shwabach Panjang atau
Schwabach Normal. Untuk memastikan hal ini maka :
a. Penala digetarkan , ujung tangkai penala mula-mula diekankan ke processus
mastoideus si pemeriksa sampai tidak terdengar lagi, kemudian ujung tangkai
penala segera ditekankan ke processus mastoideus OP.
b. Bila degungan masih dapat didengar OP maka hasilnya Schwabach
Memanjang.
c. Bila degungan tidak dapat didengar lagi juga oleh OP, maka hasilnya
Schwabach Normal.
Hasil Pengamatan
Hasil pemeriksaan pada OP ialah Schwabach Normal karena setelah degungan
dinyatakan berhenti oleh OP, juga tidak dapat didengar oleh si pemeriksa.
Begitupun ketika pemeriksa menyatakan dengungan berhenti, OP juga tidak dapat
mendengar dengungan.
Kesimpulan
Tes Rinne bertujuan untuk membandingkan hantaran melalui udara dan tulang
pada telinga yang diperiksa. Apabila tes Rinne menunjukan hasil yang positif, maka
orang yang diperiksa didiagnosa tidak memiliki gangguan pendengaran atau normal.
Sedangkan apabila tes Rinne menunjukan hasil negatif, dapat dikatakan orang yang
diperiksa memiliki gangguan pendengaran. Pada tes Weber jika menunjukkan adanya
lateralisasi maka orang yang diperiksa didiagnosa memiliki gangguan pada indera
pendengarannya. Tes ini bertujuan untuk mengetahui keseimbangan pendengaran
orang yang diperiksa melalui hantaran tulang. Dan pada pemerikaan dengan
menggunakan tes Schwabach menunjukkan hasil Scwabach normal maka orang yang
diperiksa memiliki pendengaran yang normal. Sedangkan jika hasil tes menunjukkan
Schwabach memanjang atau memendek maka orang yang diperiksa didiagnosa
memiliki kelainan pada pendengarannya.