Kesehatan Lingkungan

26
Kesehatan Lingkungan Berbagai penyakit yang timbul di masyarakat sebenarnya merupakan indikator yang cukup peka dari baik buruknya kondisi kesehatan lingkungan suatu masyarakat. Penyakit-penyakit infeksi seperti diare, TB Paru, radang saluran pernafasan, tetanus, tipus perut, campak, malaria, demam berdarah masuh merupakan penyebab kematian terbesar yakni sebesar 46,8% dari seluruh kematian. Disamping itu juga masih seringnya terjadi kejadian keracunan di masyarakat. Penyakit-penyakit tersebut erat kaitannya dengan masalah kesehatan lilngkungan seperti kecukupan akan kebutuhan air bersih, sarana pembuangan kotoran manusia dan limbah atau sampah domestik, sarana perumahan, masalah hygiene makanan, penyemprotan pestisida dan perilaku sehat yang belum memasyarakat. I. Definisi dan Ruang Lingkup Kesehatan lingkungan berasal dari dua kata yaitu kesehatan dan lingkungan yang pengertiannya sebagai berikut: Sehat (Menurut WHO) Adalah suatu keadaan yang baik dari fisik, mental, sosial dan bukan hanya terhindar dari penyakit atau cacat

Transcript of Kesehatan Lingkungan

Page 1: Kesehatan Lingkungan

Kesehatan Lingkungan

Berbagai penyakit yang timbul di masyarakat sebenarnya merupakan indikator

yang cukup peka dari baik buruknya kondisi kesehatan lingkungan suatu

masyarakat. Penyakit-penyakit infeksi seperti diare, TB Paru, radang saluran

pernafasan, tetanus, tipus perut, campak, malaria, demam berdarah masuh

merupakan penyebab kematian terbesar yakni sebesar 46,8% dari seluruh

kematian. Disamping itu juga masih seringnya terjadi kejadian keracunan di

masyarakat.

Penyakit-penyakit tersebut erat kaitannya dengan masalah kesehatan lilngkungan

seperti kecukupan akan kebutuhan air bersih, sarana pembuangan kotoran

manusia dan limbah atau sampah domestik, sarana perumahan, masalah hygiene

makanan, penyemprotan pestisida dan perilaku sehat yang belum memasyarakat.

I. Definisi dan Ruang Lingkup

Kesehatan lingkungan berasal dari dua kata yaitu kesehatan dan lingkungan yang

pengertiannya sebagai berikut:

Sehat (Menurut WHO)

Adalah suatu keadaan yang baik dari fisik, mental, sosial dan bukan hanya

terhindar dari penyakit atau cacat

Lingkungan

Adalah segala sesuatu yang berada di alam sekitar baik berupa bahan, kekuatan,

kehidupan, zat, yang memiliki potensi menyebabkan penyakit

Dengan demikian Kesehatan Lingkungan adalah:

Ilmu yang mempelajari berbagai masalah kesehatan sebagai akibat dari hubungan

interaktif antara berbagai bahan, kekuatan, kehidupan, zat, yang memiliki potensi

penyebab sakit yang timbul akibat adanya perubahan lingkungan dengan

Page 2: Kesehatan Lingkungan

masyarakat, serta menerapkan upaya pencegahan gangguan kesehatan yang

ditimbulkannya.

II. Pokok Pemahaman Kesehatan Lingkungan

Hubungan interaktif antara komunitas (penduduk) dengan perubahan lingkungan

yang memiliki potensi bahaya atau menimbulkan gangguan kesehatan atau

penyakit dalam lingkup kesehatan lingkungan harus memahami beberapa hal

pokok yakni:

a. Paradigma (konsep/model) Kesehatan Lingkungan (dan atau Kesehatan Kerja)

yang menggambarkan hubungan-hubungan interaktif antara berbagai komponen

lingkungan dengan dinamika perilaku penduduk

PARADIGMA KESEHATAN LINGKUNGAN

Komponen lingkungan yang selalu berinteraksi dengan manusia dan seringkali

mengalami perubahan akibat adanya kegiatan manusia atau proyek besar adalah

air, udara, makanan, vektor atau binatang penular, manusia sendiri

Perubahan-perubahan yang harus diwaspadai pada dasarnya karena berbagai

komponen lingkungan seperti air maupun udara bahkan binatang seperti nyamuk

tersebut yang mengandung agen penyakit. Agen penyakit ini pada dasarnya

“menumpang” pada vehicle air, udara, dan lainnya.

Page 3: Kesehatan Lingkungan

b. Pemahaman terhadap dinamika atau kinetika perjalanan suatu bahan toksik

dan atau faktor penyakit (Fisik, Biologi, Kimia) yang “menumpang” atau berada

dalam vehicle atau kendaraan transmisi hingga kontak dengan manusia atau

penduduk.

c. Pemahaman terhadap berbagai parameter kesehatan lingkungan (dan atau

kesehatan kerja) serta bagaimana mengukur berbagai parameter perubahan atau

dinamika hubungan interaktif tersebut.

d. Kemampuan identifikasi (population at risk)

Penetapan population at risk pada dasarnya:

1. Ditentukan oleh pola kinetika agen yang berada di dalam wahana transmisi

2. Lokasi pengukuran pemajanan

e. Adanya Standar normalitas

f. Pemahaman terhadap desain studi epidemiologi lingkungan (Metodologi)

Studi epidemiologi lingkungan dapat dikatagorikan ke dalam investigasi studi

dalam keadaan endemik

g. Pemahaman terhadap analisis pemajanan

Untuk memperkirakan berapa jmlah population at risk berinteraksi (kontak)

dengan komponen lingkungan yang memiliki potensi dampak (yakni yang

mengandung agen penyakit) dikenal dengan istilah exposure atau pemajanan)

III. Agen Penyakit dalam Epidemiologi Lingkungan

1. Agen Fisik

Meliputi radiasi, medan magnit listrik, kebisingan, suhu udara, kelembaban,

intensitas suara, getaram panas, cahaya dan lain-lain

Page 4: Kesehatan Lingkungan

1. Agen Biologi

Terdapat 6 kelompok agen biologis yaitu

1.

1. Protozoa

2. Metazoa

3. Bakteri

4. Virus

5. Jamur

6. Rickettsia

1. Agen Kimia

Antara lain adalah pestisida, food additive, obat-obatan, limbah industri. Selain itu

juga meliputi zat-zat yang diproduksi oleh tubuh sebagai akibat dari suatu

penyakit, misalnya pada diabetik asidosis, uremia. Perlu diperhatikan cara

transmisi dari agen kimia tersebut sehingga dapat menimbulkan gangguan, yaitu

secara:

1.

1. Inhalasi, terdiri dari zat kimia yang berupa gas (misalnya karbon

monoksida), Uap (misalnya uap bensin), debu mineral (misalnya

asbestosis), partikel di udara (Misalnya zat-zat Allergen)

2. Ditelan, misalnya: Minuman keras/alkohol, obat-obatan,

kontaminasi makanan, seperti pada keracunan logam berat dan

lain-lain

3. Melalui Kulit, misalnya keracunan pada pemakaian kosmetika atau

pada keracunan yang disebabkan oleh racun tumbuh-tumbuhan

atau binatang

IV. Penilaian Dampak Kesehatan (Pengukuran prevensi penyakit)

Penilai dampak atau pemantauan pada manusia merupakan pemantauan dan

pengukuran simpul C dan D. Pada dasarnya baik pengukuran maupun pemantauan

Page 5: Kesehatan Lingkungan

pada simpul C dan D atau dampaknya pada manusia adalah community based.

Dengan demikian, data yang diperoleh dari instansi kesehatan seperti puskesmas,

rumah sakit, perlu dipertanyakan validitasnya.

Dibawah ini diuraikan beberapa jenis pemeriksaan pada manusia sehubungan

dengan kegiatan epidemiologi kesehatan lingkungan. Pengukuran dampak pada

manusia, terdiri dari:

1. Pengukuran behavior exposure/perilaku penajaman (Simpul C). Hasil

akhir pemajanan kemudian dianalisis memberikan gambaran jumlah atau

besarnya pemajanan tiap individu.

2. Pengukuran Bio Indikator atau Bio Marker (Simpul C)

Pengukuran biologik ini adalah merupakan pengukuran dan penilaian tentang

substansi tertentu atau dari hasil metabolismenya dalam jaringan, sekresi atau

eksresi atau udara nafas (expired air) atau gabungan dari itu untuk mengevaluasi

pemajanan dan resiko kesehatan dengan membandingkan terhadap nilai ambang

yang tepat.

1. Pengukuran atau Identifikasi Kasus

Yang dimaksud disini adalah penentuan apakah seseorang merupakan kasus yaitu

yang sudah terkena dampak atau belum. Dalam bahasa hukumnya apakah yang

bersangkutan merupakan “korban” atau bukan. Penentuan dampak kesehatan,

amatlah rumit, karena disamping memerlukan sekumpulan “gejala penyakit” juga

kadang memerlukan kemampuan deteksi gejala tersebut (health effect sign) dari

tingkat sederhana hingga amat canggih seperti alat-alat tehnik diagnostik.

Beberapa tehnik diagnostik baik yang merupakan pengamatan maupun perabaan

memerlukan konsistensi dalam pengukuran. Dengan demikian, haruslah dihindari

hal-hal seperti inter dan intra individual variability, inter labolatory variability dan

sebagainya.

V. Upaya Pengendalian Vektor

Page 6: Kesehatan Lingkungan

Epidemiologi satu penyakit yang ditularkan oleh vektor memberikan informasi

tentang hubungan antara spesies vektor penyakit dan penyebab penyakit (agen)

pada manusia atau penjamu lainnya (host) serta faktor lingkungan (environment),

khususnya tentang tempat perindukan dan habitat atau tanda-tanda keberadaan

suatu vektor penyakit tersebut melangsungkan kehidupannya.

Informasi vektor penyakit mencakup:

- Keberadaan vektor penyakit dan bionomiknya

- Kuantifikasi tingkat kepadatan dan atau kontak antara manusia dengan vektor

penyakit

- Keberadaan dan penyebaran organisme penyakit yang meliputi parasit atau

bakteria atau virus pada vektor penyakit

- Tingkat kesakitan penyakit yang ditularkan oleh vektor penyakit

- Status kerentanan dan reservoir terhadap pestisida

Teknologi Pengendalian Vektor penyakit

Pada dasarnya teknik pengendalian vektor penyakit dibedakan dalam cara-cara

fisik atau mekanis, cara kimiawi dan cara biologi. Oleh karena keberadaaan vektor

penyakit sangat erat kaitannya dengan lingkungan fisik dalam perkembangannya

pengendalian vektor penyakit secara fisik atau mekanik dikelompokkan menjadi

cara pengelolaan lingkungan. Cara biologi tidak digabungkan dengancara

pengelolaan lingkungan karena cara biologi lebih mengembangkan tehnik-tehnik

biologi dalam pengendalian vektor penyakit ketimbang tehnik pengelolaan

lingkungan yang lebih megedepankan aplikasi tehnik sipil dan tehnik

penyehatan/lingkungan dalam cara-cara pengendalian vektor tersebut.

Karena itu, dewasa ini teknologi pengendalian vektor penyakit dibedakan menjadi

teknologi pengendalian vektor penyakit secara kimiawi, teknologi pengendalian

Page 7: Kesehatan Lingkungan

vektor penyakit secara biologi, teknologi pengendalian vektor penyakit dengan

penerapan tehnik lingkungan.

Pendekatan Pengendalian Vektor Penyakit

1. Pengendalian Vektor Penyakit secara terpadu (Integrated Vector Control).

Penerapan berbagai teknologi pengendalian vektor penyakit pada suatu program

pengendalian vektor atau program pemberantasan penyakit menular dalam

pelaksanaannya tidak dilakukan secara sendiri-sendiri seperti dilakukan dirumah,

akan tetapi sekaligus dalam tempo bersamaan diterapkan lebih dari satu tehnik

pengendalian vektor penyakit. Misalnya dalam rangka pengendalian penyakit

demam berdarah dengue (DBD); terhadap nyamuk dewasa dilakukan pengasapan

(Fogging) dengan malathion sedangkan untuk jentiknya dilakukan pemberantasan

jentik (Larvaciding) dengan pestisida Temephos, juga dilakukan pemberantasan

sarang nyamuk (PSN) yang dikenal dengan 3M yaitu menguras bak mandi,

menutup tempat-tempat persediaan air di rumah dan mengubur wadah yang sudah

tidak terpakai lagi.

Pendekatan tersebut dikenal dengan pengendalian vektor secara terpadu

(Integrated Vector Control), suatu penerapan cara-cara pengendalian vektor secara

terpadu untuk memberantas suatu jenis penyakit tertentu.

2. Pengendalian vektor penyakit secara komprehensif (Komprehensive Vector

Control). Pendekatan ini merupakan upaya pengendalian vektor penyakit yang

memberantas vektor penyakit-penyakit yang ditularkan oleh vektor sesuai dengan

kondisi atau keberadaan penyakit-penyakit yang ditularkan vektor di daerah

tersebut yang penyelenggaraannya terpadu dengan sistem pelayanan kesehatan di

tingkat akar rumput (primary health care). Bagi kecematan yang telah memiliki

“Klinik Kesehatan”, pelaksanaan comprehensive Vector Control dapat dimulai

dari klinik sanitasi.

Pendekatan ini lebih mengedepankan pengelolaan lingkungan (Modifikasi dan

manipulasi lingkungan) ketimbang tehnikk-tehnik pengendalian lainnya dengan

menggali dan menerapkan teknologi tepat guna dalam pengendalian vektor

Page 8: Kesehatan Lingkungan

penyakit. Pendekatan ini merupakan konsep baru dalam pengendalian vektor

penyakit yang tidak lagi terfokus pada pemberantasan suatu jenis penyakit

menular saja. Karenanya memerlukan perencanaan yang matang dan surveilans

vektor yang cermat.

VI. Kebijaksanaan Teknis Pengendalian Vektor sebagai berikut:

1. Pengendalian vektor penyakit diutamakan pada daerah endemis penyakit

yang ditularkan oleh vektor penyakit di daerah perkotaan dan pedesaan

2. Pemberdayaan masyarakat diarahkan untuk kemandirian masyarakat

dalam pengendalian vektor penyakit

3. Upaya pengendalian vektor penyakit diutamakan pada kegiatan

pengelolaan lingkungan berdasarkan bukti keberadaan vektor penyakit di

lingkungan itu

4. Pengendalian vektor penyakit menggunakan dan mengkaji cara-cara dan

bahan yang tepat guna terdapat di masyarakat setempat

5. Pemerintah berperan dalam mengarahkan upaya pengendalian vektor

penyakit di masyarakat di samping menanggulangi keadaan darurat vektor

6. Peningkatan profesionalisme petugas pengendalian vektor penyakit

pemerintah maupun swasta

VII. Analisis Situasi

1. Keadaan dan Masalah

Masalah vektor penyakit di propinsi DKI Jakarta ditandai dengan:

- Masih tingginya tingkat kesakitan penyakit-penyakit yang ditularkan oleh vektor

penyakit

- Munculnya kembali penyakit yang ditularkan oleh vektor penyakit di suaru

daerah yang semula telah dapat dikendalikan

- Makin bertambahnya daerah kota yang terjangkit penyakit yang ditularkan

vektor penyakit dimana pada mulanya belum pernah terjadi

Page 9: Kesehatan Lingkungan

- Masih terjangkitnya penyakit yang ditularkan vektor penyakit pada binatang

penjamu, yang dimungkinkan menulari penduduk di daerah tersebut.

- Masih terjadinya penyakit ditularkan oleh vektor penyakit di daerah endemis,

namun vektor penyakitnya belum tertangani

2. Faktor Resiko

Beberapa permasalahan yang merupakan faktor resiko dalam pengendalian vektor

penyakit adalah:

- Perubahan lingkungan fisik oleh kegiatan-kegiatan pertambangan, pembangunan

perumahan, dan industri menyebabkan timbulnya tempat berkembangbiaknya

vektor penyakit (man made breading places)

- Pembangunan bendungan akan beresiko berkembangbiaknya vektor penyakit

- Sistem penyediaan air dengan perpipaan yang belum menjangkau seluruh

penduduk sehingga masih diperlukan container untuk penyediaan air

- Kemajuan di bidang transportasi beresiko meningkatkan jangkauan dan

frekwensi penyebaran vektor penyakit, belum dipatuhinya ketentuan tentang

kualitas dan teknis bangunan beresiko timbulnya tempat perindukan vektor

penyakit di sekitar bangunan

- Sistem drainase pemukiman dan perkotaan yang tidak memenuhi syarat

sehingga menjadi tempat perindukan vektor penyakit

- Sistem pengelolaan sampah yang belum memenuhi syarat menjadikan sampah

sarang vektor penyakit

- Perilaku sebagian masyarakat dalam pemulihan lingkungan yang aman masih

belum memadai

Page 10: Kesehatan Lingkungan

- Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana dalam pengendalian vektor penyakit

secara kimiawi beresiko timbulnya keracunan dan pencemaran lingkungan serta

timbulnya resistensi pestisida terhadap pengendalian vektor penyakit

Program Pengendalian Vektor Penyakit

Untuk menanggulangi masalah dan faktor-faktor resiko yang telah diuraikan

terdahulu maka dirumuskan kegiatan sebagai berikut:

1. Surveilans Vektor Penyakit

Informasi vektor penyakit mencakup:

1. Keberadaan vektor penyakit dan bionomik

2. Kuantifikasi tingkat kepadatan dan atau kontak antara manusia dengan

vektor penyakit

3. Keberadaan dan penyebaran organisme (parasit atau bakteria atau virus)

pada vektor penyakit tersebut.

4. Tingkat kesakitan penyakit yang ditularkan vektor penyakit

5. Status kerentanan vektor penyakit dan reservoir terhadap pestisida

2. Proteksi Diri terhadap Vektor Penyakit, adalah upaya perlindungan diri

sendiri, keluarga atau sekelompok orang yang tinggal atau bekerja bersama

terhadap vektor penyakit. Termasuk dalam tindakan ini adalah pencegahan

terjadinya kontak antara tubuh dengan vektor penyakit dan tindakan untuk

mencegah masuk, singgah, dan berkembangbiaknya vektor penyakit di dalam atau

di sekitar rumah. Kegiatan ini umumnya sederhana serta tidak mahal dan

seringkali dapat dilakukan oleh masyarakat tanpa bantuan petugas kesehatan.

3. Sanitasi Lingkungan

Sanitasi lingkungan mencakup pengelolaan sampah, limbah cair, termasuk tinja

dan sanitasi rumah yang ditujukan untuk mencegah kehadiran vektor penyakit

4. Manipulasi Lingkungan

Page 11: Kesehatan Lingkungan

Adalah suatu upaya pengelolaan lingkungann yang meliputi kegiatan yang

terencana yang bertujuan untuk mengubah kondisi sementara yang tidak

menguntungkan bagi perkembangbiakan vektor penyakit pada habitatnya. Sebagai

contoh adalah pengubahan kadar garam, penggelontoran, pengaturan permukaan

air waduk, pembersihan tanaman, peneduhan dan pengeringan rawa.

5. Modifikasi Lingkungan

Adalah upaya pengelolaan lingkungan yang meliputi perubahan fisik yang bersifat

permanen terhadap lahan, air dan tanaman yang bertujuan untuk mencegah,

menghilangkan atau mengurangi habitat vektor penyakit tanpa menyebabkan

terganggunya kualitas lingkungan hidup manusia. Termasuk kegiatan ini adalah

drainase, penimbunan tempak perindukan vektor penyakit berupa genangan air.

6. Pengendalian vektor penyakit secara biologis

Adalah pemanfaatan organisme hidup atau produknya untuk mengendalikan

vektor penyakit. Termasuk dalam organisme ini adalah virus, bakteri, protozoa,

jamur, tanaman parasit, predator dan ikan.

7. Pengendalian secara kimiawi

Adalah cara pengendalian vektor penyakit dengan menggunakan pestisida, baik

berupa racun, penolak (repellen) maupun hormon pengatur pertumbuhan

8. Pembinaan Masyarakat

Adalah upaya intervensi terhadap pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat

agar sadar, mau, dan mampu mengendalikan vektor penyakit sehingga resiko

kesehatan yang ditimbulkan oleh vektor penyakit dapat ditekan serendah-

rendahnya. Pembinaan masyarakat disini termasuk pembinaan terhadap dunia

usaha yang menyelenggarakan pengendalian vektor penyakit baik dalam bentuk

bimbingan maupun pelatihan.

9. Penunjang

Page 12: Kesehatan Lingkungan

1. Pengembangan pedoman, standar dan persyaratan kriteria pedoman

dibidang pengendalian penyakit

2. Kemitraan yaitu kerjasama antara berbagai institusi yang bekerja atas

dasar prinsip kesetaraan, keterbukaan, saling menguntungkan secara

efektif dan efisien dalam pengendalian vektor penyakit dengan kondisi dan

kemampuan masing-masing institusi.

3. Sosialisasi pengendalian vektor penyakit yaitu menyebarluaskan informasi

tentang pengendalian vektor penyakit sehingga terwujud kondisi sanitasi

dan lingkungan yang tidak memberi peluang bagi perkembangbiakan

penyakit serta dalam rangka terwujudnya masyarakat yang mandiri dalam

pengendalian vektor penyakit

4. Kajian pengendalian vektor penyakit adalah untuk memperoleh gambaran

tentang kondisi kesehatan lingkungan di daerah endemis vektor penyakit,

sebagai bahan untuk penyusunan rencana pengendalian vektor penyakit

yang meliputi pengkajian cara-cara dan bahan yang tepat guna yang

terdapat di masyarakat setempat.

5. Pelatihan bagi pelaksana maupun perusahaan jasa pengendalian vektor

penyakit

Page 13: Kesehatan Lingkungan

KESEHATAN LINGKUNGAN

A. DEFINISI

Ada beberapa definisi dari kesehatan lingkungan :

1. Menurut WHO (World Health Organization), kesehatan lingkungan adalah

suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan

lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia.1

2. Menurut HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia)

kesehatan lingkungan adalah suatu kondisi lingkungan yang mampu

menopang keseimbangan ekologi yang dinamis antara manusia dan

lingkungannya untuk mendukung tercapainya kualitas hidup manusia yang

sehat dan bahagia.2

B. RUANG LINGKUP KESEHATAN LINGKUNGAN

Menurut World Health Organization (WHO) ada 17 ruang lingkup kesehatan

lingkungan, yaitu :

1. Penyediaan Air Minum

2. Pengelolaan air Buangan dan pengendalian pencemaran

3. Pembuangan Sampah Padat

4. Pengendalian Vektor

5. Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia

6. Higiene makanan, termasuk higiene susu

7. Pengendalian pencemaran udara

8. Pengendalian radiasi

9. Kesehatan kerja

10. Pengendalian kebisingan

11. Perumahan dan pemukiman

12. Aspek kesling dan transportasi udara

13. Perencanaan daerah dan perkotaan

14. Pencegahan kecelakaan

15. Rekreasi umum dan pariwisata

16. Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan

epidemi/wabah, bencana alam dan perpindahan penduduk

Page 14: Kesehatan Lingkungan

17. Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan.

Di Indonesia, ruang lingkup kesehatan lingkungan diterangkan dalam Pasal 22

ayat (3) UU No 23 tahun 1992 ruang lingkup Kesling ada 8, yaitu :

1. Penyehatan Air dan Udara

2. Pengamanan Limbah padat/sampah

3. Pengamanan Limbah cair

4. Pengamanan limbah gas

5. Pengamanan radiasi

6. Pengamanan kebisingan

7. Pengamanan vektor penyakit

8. Penyehatan dan pengamanan lainnya, sepeti keadaan pasca bencana

C. SASARAN KESEHATAN LINGKUNGAN

Menurut Pasal 22 ayat (2) UU 23/1992, Sasaran dari pelaksanaan kesehatan

lingkungan adalah sebagai berikut :

1. Tempat umum : hotel, terminal, pasar, pertokoan, dan usaha-usaha yang

sejenis

2. Lingkungan pemukiman : rumah tinggal, asrama/yang sejenis

3. Lingkungan kerja : perkantoran, kawasan industri/yang sejenis

4. Angkutan umum : kendaraan darat, laut dan udara yang digunakan untuk

umum

5. Lingkungan lainnya : misalnya yang bersifat khusus seperti lingkungan

yang berada dalam keadaan darurat, bencana perpindahan penduduk secara

besar-besaran, reaktor/tempat yang bersifat khusus.

D. MASALAH-MASALAH KESEHTAN LINGKUNGAN DI INDONESIA

Masalah Kesehatan lingkungan merupakan masalah kompleks yang untuk

mengatasinya dibutuhkan integrasi dari berbagai sector terkait. Di Indonesia

permasalah dalam kesehatan lingkungan antara lain :

1.   Air Bersih

Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang

kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah

Page 15: Kesehatan Lingkungan

dimasak. Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat

kesehatan dan dapat langsung diminum.

Syarat-syarat Kualitas Air Bersih diantaranya adalah sebagai berikut :

Syarat Fisik : Tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna

Syarat Kimia : Kadar Besi : maksimum yang diperbolehkan 0,3 mg/l,

Kesadahan (maks 500 mg/l)

Syarat Mikrobiologis : Koliform tinja/total koliform (maks 0 per 100

ml air)

2.  Pembuangan Kotoran/Tinja

Metode pembuangan tinja yang baik yaitu dengan jamban dengan syarat

sebagai berikut :

Tanah permukaan tidak boleh terjadi kontaminasi

Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin

memasuki mata air atau sumur

Tidak boleh terkontaminasi air permukaan

Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat dan hewan lain

Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar ; atau, bila memang benar-

benar diperlukan, harus dibatasi seminimal mungkin

Jamban harus babas dari bau atau kondisi yang tidak sedap dipandang

Metode pembuatan dan pengoperasian harus sederhana dan tidak

mahal.

3.   Kesehatan Pemukiman

Secara umum rumah dapat dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria

sebagai berikut :

Memenuhi kebutuhan fisiologis, yaitu : pencahayaan, penghawaan dan

ruang gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu

Memenuhi kebutuhan psikologis, yaitu : privacy yang cukup,

komunikasi yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah

Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antarpenghuni

rumah dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan limbah

rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang

tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya makanan

Page 16: Kesehatan Lingkungan

dan minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan dan

penghawaan yang cukup

Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang

timbul karena keadaan luar maupun dalam rumah antara lain

persyaratan garis sempadan jalan, konstruksi yang tidak mudah roboh,

tidak mudah terbakar, dan tidak cenderung membuat penghuninya

jatuh tergelincir.

4. Pembuangan Sampah

Teknik pengelolaan sampah yang baik dan benar harus memperhatikan

faktor-faktor /unsur, berikut:

Penimbulan sampah. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi

sampah adalah jumlah penduduk dan kepadatanya, tingkat aktivitas,

pola kehidupan/tk sosial ekonomi, letak geografis, iklim, musim, dan

kemajuan teknologi

Penyimpanan sampah

Pengumpulan, pengolahan dan pemanfaatan kembali

Pengangkutan

Pembuangan

Dengan mengetahui unsur-unsur pengelolaan sampah, kita dapat

mengetahui hubungan dan urgensinya masing-masing unsur tersebut agar

kita dapat memecahkan masalah-masalah ini secara efisien.

5. Serangga dan Binatang Pengganggu

Serangga sebagai reservoir (habitat dan suvival) bibit penyakit yang

kemudian disebut sebagai vektor misalnya : pinjal tikus untuk penyakit

pes/sampar, Nyamuk Anopheles sp untuk penyakit Malaria, Nyamuk

Aedes sp untuk Demam Berdarah Dengue (DBD), Nyamuk Culex sp

untuk Penyakit Kaki Gajah/Filariasis. Penanggulangan/pencegahan dari

penyakit tersebut diantaranya dengan merancang rumah/tempat

pengelolaan makanan dengan rat proff (rapat tikus), Kelambu yang

dicelupkan dengan pestisida untuk mencegah gigitan Nyamuk Anopheles

sp, Gerakan 3 M (menguras mengubur dan menutup) tempat penampungan

air untuk mencegah penyakit DBD, Penggunaan kasa pada lubang angin di

Page 17: Kesehatan Lingkungan

rumah atau dengan pestisida untuk mencegah penyakit kaki gajah dan

usaha-usaha sanitasi.

Binatang pengganggu yang dapat menularkan penyakit misalnya anjing

dapat menularkan penyakit rabies/anjing gila. Kecoa dan lalat dapat

menjadi perantara perpindahan bibit penyakit ke makanan sehingga

menimbulakan diare. Tikus dapat menyebabkan Leptospirosis dari kencing

yang dikeluarkannya yang telah terinfeksi bakteri penyebab.

6. Makanan dan Minuman

Sasaran higene sanitasi makanan dan minuman adalah restoran, rumah

makan, jasa boga dan makanan jajanan (diolah oleh pengrajin makanan di

tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk

dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran,

dan hotel).

Persyaratan hygiene sanitasi makanan dan minuman tempat pengelolaan

makanan meliputi :

Persyaratan lokasi dan bangunan

Persyaratan fasilitas sanitasi

Persyaratan dapur, ruang makan dan gudang makanan

Persyaratan bahan makanan dan makanan jadi

Persyaratan pengolahan makanan

Persyaratan penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi

Persyaratan peralatan yang digunakan

Pencemaran Lingkungan

Pencemaran lingkungan diantaranya pencemaran air, pencemaran tanah,

pencemaran udara. Pencemaran udara dapat dibagi lagi menjadi indoor air

pollution dan out door air pollution. Indoor air pollution merupakan

problem perumahan/pemukiman serta gedung umum, bis kereta api, dll.

Masalah ini lebih berpotensi menjadi masalah kesehatan yang

sesungguhnya, mengingat manusia cenderung berada di dalam ruangan

ketimbang berada di jalanan. Diduga akibat pembakaran kayu bakar,

bahan bakar rumah tangga lainnya merupakan salah satu faktor resiko

timbulnya infeksi saluran pernafasan bagi anak balita. Mengenai masalah

Page 18: Kesehatan Lingkungan

out door pollution atau pencemaran udara di luar rumah, berbagai analisis

data menunjukkan bahwa ada kecenderungan peningkatan. Beberapa

penelitian menunjukkan adanya perbedaan resiko dampak pencemaran

pada beberapa kelompok resiko tinggi penduduk kota dibanding pedesaan.

Besar resiko relatif tersebut adalah 12,5 kali lebih besar. Keadaan ini, bagi

jenis pencemar yang akumulatif, tentu akan lebih buruk di masa

mendatang. Pembakaran hutan untuk dibuat lahan pertanian atau sekedar

diambil kayunya ternyata membawa dampak serius, misalnya infeksi

saluran pernafasan akut, iritasi pada mata, terganggunya jadwal

penerbangan, terganggunya ekologi hutan.

DAFTAR PUSTAKA

World Health Organization (WHO). Environmental Health. Disitasi dari : http://www.WHO.int. Last Update : Januari 2008

Setiyabudi R. Dasar Kesehatan Lingkungan. Disitasi dari : http://www.ajago.blogspot.htm. Last Update : Desember 2007

Departemen Kesehatan Repubik Indonesia.. Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.

Menteri Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan No 416 tahun 1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air.

Soeparman dan Suparmin. 2001.Pembuangan Tinja dan Limbah Cair : Suatu Pengantar. Jakarta : EGC.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran