KERTAS KERJA FERA

49
KERTAS KERJA ORIENTASI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL (CPNS) TAHUN 2014 Disusun Oleh : Fera Ayu Dianovita NIP. 198906202015032001

description

laporan orientasi cpns 2014

Transcript of KERTAS KERJA FERA

Page 1: KERTAS KERJA FERA

KERTAS KERJA

ORIENTASI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL (CPNS) TAHUN 2014

Disusun Oleh :

Fera Ayu Dianovita

NIP. 198906202015032001

DIREKTORAT JENDERAL

BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

2015

Page 2: KERTAS KERJA FERA

HALAMAN PENGESAHAN

KERTAS KERJA

ORIENTASI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL (CPNS) TAHUN 2014

Disusun Oleh :

Fera Ayu Dianovita

NIP. 198906202015032001

Jakarta, 4 Mei 2015

Menyetujui,

Kepala Sub Direktorat Standarisasi dan Sertifikasi Alat Kesehatan

Direktorat Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasia dan Alat Kesehatan

Dr a. Lili Sa’diah Jusuf , Apt .

NIP 196302111994032005

i

Page 3: KERTAS KERJA FERA

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat ridho

dan rahmat-Nya maka penyusun dapat menyelesaikan Kertas Kerja Orientasi

Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Tahun 2014. Kertas kerja ini diajukan untuk

bahan pertimbangan penempatan posisi kerja, di Direktorat Jenderal Bina

kefarmasian dan Alat Kesehatan.

Penyusun menyadari banyak pihak yang telah membantu baik secara

moril maupun materil dalam menyelesaikan kertas kerja ini. Oleh karena itu,

penyusun ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang

setinggi-tingginya kepada:

1. Dra. Maura Linda Sitanggang, Ph.D. selaku Direktur Jenderal Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

2. Dra. Engko Sosialine, M., Apt selaku Plt. Sekretaris Direktorat Jenderal Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan; Dra. Engko Sosialine, M., Apt. Apt Selaku

Direktur Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; Drs. Bayu TM, M.

Pharm, M, Apt. Selaku Direktur Bina Pelayanan Kesehatan; drg. Arianti

Anaya, MKM selaku Direktur Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan;

Dra. R. Dettie Yuliati, Apt., M.Si. selaku Direktur Bina Produksi dan Distribusi

Kefarmasian

3. Dra. Rida Wurjati, Apt., MKM. selaku Kepala Bagian Kepegawaian dan

Umum Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

4. Seluruh Kepala Bagian Subdirektorat dan kepala seksi di Direktorat Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.

5. Seluruh staf Direktorat Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian

Kesehatan RI.

Penyusun menyadari bahwa Kertas kerja ini masih jauh dari sempurna.

Oleh karena itu, kritik dan saran membangun sangat penyusun harapkan untuk

perbaikan di masa mendatang. Semoga Kertas kerja ini dapat bermanfaat untuk

bahan pertimbangan dalam penempatan posisi kerja.

Jakarta, 4 Mei 2015

Penulis

ii

Page 4: KERTAS KERJA FERA

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN.................................................................... i

KATA PENGANTAR............................................................................... ii

DAFTAR ISI............................................................................................ iii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1

I.1. Latar Belakang ............................................................... 1

I.2. Tujuan............................................................................. 1

I.3. Manfaat........................................................................... 2

I.4. Lingkup bahasan............................................................. 2

BAB II PROFIL DIREKTORAT JENDERAL KEFARMASIAN DAN

ALAT KESEHATAN .................................................................. 3

II.1. Profil direktorat jenderal kefarmasian dan

alat kesehatan................................................................. 3

II.2. Visi dan Misi.................................................................... 3

II.3. Struktur Organisasi.......................................................... 5

II.4. Tugas dan Fungsi............................................................ 5

II.5. Kegiatan.......................................................................... 6

BAB III PEMBAHASAN ........................................................................ 17

BAB IV PENUTUP ............................................................................... 24

IV.1. Kesimpulan ..................................................................... 24

IV.2. Saran .............................................................................. 24

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 25

LAMPIRAN ......... ............................................................................... 26

iii

Page 5: KERTAS KERJA FERA

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN Halaman

I STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA

KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN...................................... 27

II STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN

DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN..................................................... 28

iv

Page 6: KERTAS KERJA FERA

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia merupakan badan pelaksana

pemerintah di bidang kesehatan, dipimpin oleh Menteri Kesehatan yang bertanggung

jawab langsung kepada Presiden. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

berperan dalam upaya pembangunan kesehatan melalui perumusan, penetapan, dan

pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan, salah satunya dalam bidang pelayanan

kefarmasian. Salah satu Direktorat Jenderal di bawah Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia yang berperan dalam upaya peningkatan pelayanan kefarmasian

adalah Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Dalam menjalankan

perannya di bidang pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan membutuhkan

aparatur kesehatan yang berkualitas dan mampu melaksanakan tugasnya dengan

baik. Hal ini disebabkan karena aparatur kesehatan mempunyai peran penting

sebagai perencana, penggerak, dan pelaksana dalam pembangunan kesehatan.

Sesuai Permenkes Nomor 12 tahun 2014, cara untuk mendapatkan aparatur yang

professional, jujur, bertanggung jawab, netral, dan memiliki kompetensi adalah

dengan melaksanakan sistem orientasi kepada Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di

Kementerian Kesehatan dan melaksanakan tugas kertas kerja. Kertas kerja

membahas mengenai penilaian izin penyalur alat kesehatan.

Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1191/Menkes/ Per/VIII/2010

tentang Penyaluran Alat Kesehatan, Penyaluran alat kesehatan hanya dapat

dilakukan oleh sarana yang telah memiliki izin penyakur alat kesehatan (IPAK) dan

harus dilakukan sesuai dengan ketentuan tentang Cara Distribusi Alat Kesehatan

yang Baik (CDAKB) yang mengacu kepada standar internasional yaitu Good

Distribution Practice (GDP).

I.2. Tujuan

Tujuan orientasi di CPNS di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

adalah :

1. Mampu menjelaskan tugas, fungsi, visi, misi dan kewenangan organisasi

kementerian kesehatan

2. Mampu menjelaskan kedudukan dan struktur organisasi kementerian kesehatan

3. Mampu menjelaskan kebijakan bidang tugas kementerian kesehatan

4. Mampu menjelaskan sarana dan prasarana serta manfaat dalam melaksanakan

tugas.

1

Page 7: KERTAS KERJA FERA

5. Mampu menjelaskan standard kerja / standard pelayanan umum.

6. Mampu menjelaskan SOP untuk melaksanakan tugas.

7. Mampu menjelaskan budaya kerja / nilai-nilai prinsip organisasi.

8. Mampu membuat kertas kerja tentang posisi unit kerja cpns dalam instansi

kementerian kesehatan.

I.3. Manfaat

Manfaat kegiatan orientasi CPNS di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan adalah :

1. Mengenal dan memahami Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

2. Mengenal dan memahami Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan.

3. Menghasilkan CPNS yang siap dan produktif dalam melaksanakan tugas yang

akan diembannya

I.4. Lingkup bahasan

Lingkup bahasan kertas kerja adalah membahas permasalahan di direktorat bina

produksi dan distribusi alat kesehatan mengenai penilaian ijin penyalur alat

kesehatan.

2

Page 8: KERTAS KERJA FERA

BAB II

PROFIL DIREKTORAT JENDRAL

BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

II.1. PROFIL DIREKTORAT JENDRAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT

KESEHATAN

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan

satuan pelaksana kegiatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang

terbentuk berdasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian

Kesehatan. Direktorat Jenderal merupakan unsur pelaksana yang dipimpin oleh

Direktur Jenderal dii bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. Direktorat

Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan

serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan

kefarmasian dan alat kesehatan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No. 1144/Menkes/PER/VIII/2010 Pasal 528, struktur organisasi

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri atas Sekretariat

Direktorat Jenderal, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan,

Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat

Kesehatan, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.

II.2. VISI DAN MISI

II.2.1 Visi:

Visi Kementerian Kesehatan adalah “Masyarakat Sehat yang Mandiri

dan Berkeadilan”. Dalam upaya mewujudkan visi Kementerian Kesehatan

maka Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai

visi:“Pelayanan Kefarmasian yang Berkualitas dalam Penyediaan Obat,

Penjaminan Mutu Obat dan Alat Kesehatan”. Sehingga untuk mendukung

visi tersebut, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan memiliki

visi “Tersedianya Alat kesehatan Aman, Bermutu, Bermanfaat, Tepat

Guna serta Terjangkau oleh Masyarakat”.

II.2.2 Misi:

Misi Kementerian Kesehatan 2010-2014:

1. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan

masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani.

3

Page 9: KERTAS KERJA FERA

2. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya

kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan.

3. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan.

4. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.

Misi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan:

1. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat

esensial.

2. Meningkatkan peran pemerintah daerah dan profesionalisme dalam

manajemen logistik obat.

3. Meningkatkan penggunaan obat rasional melalui pelayanan kefarmasian.

4. Menciptakan iklim industri yang kondusif melalui penyusunan regulasi,

standar dan pedoman yang dapat mengakomodir pengembangan di

bidang farmasi dan makanan.

5. Meningkatkan keamanan, mutu dan manfaat alat kesehatan dan PKRT.

Misi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan:

1. Alat kesehatan yang beredar di wilayah Indonesia sesuai dengan yang

dipersyaratkan.

2. Pengawasan di peredaran (post market survalance) untuk melindungi

masyarakat dari produk alat kesehatan yang substandard dan

mengetahui sumber permasalahan dilapangan.

3. Meningkatkan pengawasan sarana produksi alat kesehatan dan PKRT

dan sarana distribusi alat kesehatan

4. Meningkatkan mutu pelayanan perizinan yang prima di bidang alat

kesehatan dan PKRT.

5. Meningkatkan profesionalisme dan kompetensi SDM serta etika kerja

6. Mengembangkan industri alat kesehatan dan PKRT dalam negeri

berbasis riset.

7. Mencegah penyalagunaan dan penggunanasalahan alat kesehatan dan

PKRT.

8. Melindungi masyarakat dari alat kesehatan yang dapat beriko terhadap

kesehatan

9. Meningkatkan daya tarik investasi dan daya saing produk dalam negeri

4

Page 10: KERTAS KERJA FERA

II.3. STRUKTUR ORGANISASI

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

1144/Menkes/PER/VIII/2010 Pasal 528, struktur organisasi Direktorat Jenderal Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri atas :

1. Sekretariat Direktorat Jenderal.

2. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.

3. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian.

4. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan.

5. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.

Bagan Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 1.

Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan

berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

1144/MENKES/PER/VIII/2010, terdiri dari:

1. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan.

2. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan

Rumah Tangga.

3. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah

Tangga.

4. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi.

5. Subbagian Tata Usaha.

6. Kelompok Jabatan Fungsional.

Bagan Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan

dapat dilihat pada Lampiran 2.

II.4. TUGAS DAN FUNGSI

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1144/Menkes/Per/VIII/2010 tanggal 19 Agustus 2010 tentang Organisasi dan Tata

Kerja Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Bina Produksi dan

Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan

dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria,

serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat

kesehatan dan PKRT. Dalam rangka melaksanakan tugas Direktorat Bina Produksi

dan Distribusi Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi:

1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi

dan sertifikasi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.

5

Page 11: KERTAS KERJA FERA

2. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standarisasi, dan

sertifikasi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.

3. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian,

inspeksi, standarisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan Perbekalan

Kesehatan Rumah Tangga.

4. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi,

standarisasi, dan sertifikasi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah

Tangga.

5. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian,

inspeksi, standarisasi, dan sertifikasi alat kesehatan dan Perbekalan

Kesehatan Rumah Tangga.Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga

Direktorat.

II.5 KEGIATAN

Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan memiliki 4 subdirektorat,

masing-masing subdirektorat terbagi lagi manjadi 2 seksi. Masing-masing seksi di

tiap subdirektorat memiliki kegiatan rutin. Kegiatan di Direktorat Bina Produksi dan

Distribusi Alat Kesehatan secara garis besar meliputi pre-market dan post-market.

Penjelasan kegiatan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan

sebagai berikut :

II.5.1 Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan

Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan terdiri atas dua seksi yaitu Seksi Alat

Kesehatan Elektromedik dan Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik. Masing-

masing seksi tersebut memiliki kegiatan rutin yaitu kegiatan pre-market Pelayanan

Permohonan Izin Edar Alat Kesehatan

Alat kesehatan dan yang akan diimpor, digunakan dan/atau diedarkan di

Indonesia harus terlebih dahulu memiliki izin edar. Alat kesehatan yang mendapat

izin edar harus memenuhi kriteria sebagai berikut (Menteri Kesehatan RI, 2010c):

1. keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan, yang dibuktikan dengan

melakukan uji klinisdan/atau bukti-bukti lain yang diperlukan;

2. keamanan dan kemanfaatan dibuktikan dengan menggunakan bahan yang

tidak dilarang dan tidak melebihi batas kadar yang telah ditentukan;

3. mutu, dinilai dari carapembuatan yang baik dan menggunakan bahan dengan

spesifikasi yang sesuai dan memenuhi persyaratan yang ditentukan.

Berdasarkan risiko penggunaannya, produk alat kesehatan dibagi menjadi 4 kelas

yaitu kelas I, kelas IIa, kelas IIb dan kelas III.

6

Page 12: KERTAS KERJA FERA

Permohonan izin edar alat kesehatan dan/atau PKRT produksi dalam negeri

diajukan oleh (Menteri Kesehatan RI, 2010c):

1. Perusahaan yang memproduksi dan/atau melakukan perakitan dan/atau

rekondisi/remanufaktur dan/atau makloon alat kesehatan yang telah

mendapat sertifikat produksi.

2. Penyalur Alat Kesehatan (PAK) yang telah memiliki izin penyalur dan ditunjuk

sebagai agen tunggal dari perusahaan yang memproduksi alat kesehatan

dalam negeri.

Untuk alat kesehatan yang merupakan produk impor, cara pembuatan yang baik

ditunjukkan dengan sertifikat produksi. Permohonan izin edar alat kesehatan impor

diajukan oleh (Menteri Kesehatan RI, 2010c) :

1. Penyalur Alat Kesehatan (PAK) yang telah memiliki izin atau Importir PKRT

yang memiliki penunjukan dari perusahaan atau perwakilan usaha yang

memiliki kuasa sebagai agen tunggal dengan mencantumkan jenis produk

yang diageni serta diketahui oleh perwakilan Republik Indonesia setempat,

dengan masa penunjukan minimal 2 (dua) tahun.

2. PAK yang telah memiliki izin atau importir PKRT yang bukan agen tunggal

harus memiliki surat kuasa untuk mendaftar alat kesehatan dan/atau PKRT

dari perusahaan pembuat alat kesehatan dan/atau PKRT atau perusahaan

penanggung jawab di luar negeri.

3. Perusahaan yang telah memiliki sertifikat produksi untuk melakukan

perakitan/pengemasan kembali produk impor.

Alat kesehatan impor yang akan didaftarkan, wajib disertai surat yang menyatakan

bahwa alat kesehatan tersebut sudah beredar dan digunakan di negara asal produk

diproduksi atau negara lain, serta dokumen lain yang menunjukkan keamanan atau

mutu alat kesehatan dari instansi yang berwenang sesuai yang diperlukan dalam

proses evaluasi.

Evaluasi dan penilaian data dilaksanakan oleh tim penilai alat kesehatan.

Untuk alat kesehatan dengan teknologi baru atau canggih, maka dilakukan evaluasi

oleh tim ahli. Bila hasil penilaian dan keputusan pendaftaran dinyatakan lengkap

maka akan dikeluarkan nomor registrasi/izin edar. Sedangkan, bila dinyatakan

kurang atau tidak lengkap maka dapat diberikan kesempatan untuk melengkapi data

yang kurang dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 bulan sejak tanggal

pemberitahuan.Jika sampai pada batas waktu yang ditentukan pemohon tidak

melengkapi data maka dilakukan penolakan pendaftaran(Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, 2009).

7

Page 13: KERTAS KERJA FERA

Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk harus memberikan keputusan

persetujuan atau penolakan pendaftaran izin edar alat kesehatan dalam jangka

waktu yang dihitung sejak permohonan izin edar dinyatakan lengkap, yaitu 30 hari

kerja untuk Kelas I, 60 hari kerja untuk Kelas IIa dan kelas IIb, dan 90 hari kerja

untuk kelas III. Jika persyartan telah lengkap, maka nomor izin edar kan dikeluarkan

yang terdiri dari 11 digit, yaitu(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009):

X – XX – XX – XX - XXXX

Digit 1 : kelas

Digit 2,3 : kategori

Digit 4,5 : sub kategori

Digit 6,7 : tahun pemberian izin (dibalik)

Digit 8 sampai 11 : nomor urut pendaftaran

Alat Kesehatan Dalam Negeri : AKD

Alat Kesehatan Impor : AKL

PKRT Impor : PKL

PKRT Dalam Negeri : PKD

Contoh nomor izin edar :

Alat Kesehatan AKD 21104100085

AKL : Alat Dalam Negeri

Digit 1 (Angka 2) : Kelas 2 (resiko sedang)

Digit 2,3 (Angka 11) : Peralatan obstetrik dan ginekologi (OG)

Digit 4,5 (Angka 04) : Peralatan obstetrik dan ginekologi bedah

Digit 6,7 (Angka 90) : Tahun pemberian izin (dibalik) 2010

Digit 8-11 (Angka 085) : Nomor urut pendaftaran 0085

Penentuan/penilaian kelas, kategori dan sub kategori mengacu pada Code of

Federal Regulation (CFR).

Izin edar berlaku selama 5 (lima) tahun atau sesuai dengan masa penunjukan

keagenan masih berlaku dan dapat diperbaharui sepanjang memenuhi persyaratan.

Izin edar tidak berlaku apabila masa berlakunya habis, masa berlaku sertifikat

produksi habis, batas waktu keagena habis dan tidak diperpanjang, atau

persetujuan izin edar dicabut. Jika alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar

terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan serta kemanfaatan,

pemerintah berwenang mencabut nomor pendaftaran/izin edar dan memerintahkan

penarikan alat kesehatan tersebut dari peredaran.

8

Page 14: KERTAS KERJA FERA

Izin edar dapat diperpanjang selambat-lambatnya 3 bulan sebelum masa

berlakunya habis. Jika dalam masa peredarannya terdapat perubahan seperti

ukuran, kemasan, penandaan, dan NPWP, maka perusahaan harus mengajukan

perubahan izin edar, tanpa perubahan pada nomor izin edar. Jika perubahan yang

ada selain pada 4 hal tersebut, maka harus memenuhi ketentuan tata cara

permohonan izin edar baru dengan perubahan nomor izin edar baru (Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, 2009).

II.5.2 Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan

Rumah Tangga

Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan

Rumah Tangga terdiri atas dua seksi yaitu Seksi Produk Diagnostik Invitro dan

Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Seksi Produk Diagnostik Invitro

memiliki kegiatan rutin meliputi kegiatan pre-market sama seperti kegiatan yang ada

di subdirektorat penilaian alat kesehatan yaitu Pelayanan Permohonan Izin Edar

Alat Kesehatan dan PKRT

PKRT yang akan diimpor, digunakan dan/atau diedarkan di Indonesia harus

terlebih dahulu memiliki izin edar. PKRT yang mendapat izin edar harus memenuhi

kriteria sebagai berikut (Menteri Kesehatan RI, 2010c):

1. keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan, yang dibuktikan dengan

melakukan uji klinisdan/atau bukti-bukti lain yang diperlukan;

2. keamanan dan kemanfaatan PKRT dibuktikan dengan menggunakan bahan

yang tidak dilarang dan tidak melebihi batas kadar yang telah ditentukan;

3. mutu, dinilai dari cara pembuatan yang baik dan menggunakan bahan dengan

spesifikasi yang sesuai dan memenuhi persyaratan yang ditentukan.

Berdasarkan risiko penggunaannya, produk PKRT dibagi menjadi 3 kelas

yaitu kelas I, kelas II dan kelas III (Menteri Kesehatan RI, 2010c).

Permohonan izin edar PKRT produksi dalam negeri diajukan oleh (Menteri

Kesehatan RI, 2010c):

1. Perusahaan yang memproduksi dan/atau melakukan perakitan dan/atau

rekondisi/remanufaktur dan/atau makloon PKRT yang telah mendapat

sertifikat produksi.

2. Perusahaan pemilik merek dagang produk PKRT yang melakukan makloon

kepada perusahaan yang telah memiliki sertifikat produksi PKRT.

Untuk PKRT yang merupakan produk impor, cara pembuatan yang baik ditunjukkan

dengan sertifikat produksi. Permohonan izin edar PKRT impor diajukan oleh

(Menteri Kesehatan RI, 2010c) :

9

Page 15: KERTAS KERJA FERA

1. Penyalur Alat Kesehatan (PAK) yang telah memiliki izin atau Importir PKRT

yang memiliki penunjukan dari perusahaan atau perwakilan usaha yang

memiliki kuasa sebagai agen tunggal dengan mencantumkan jenis produk

yang diageni serta diketahui oleh perwakilan Republik Indonesia setempat,

dengan masa penunjukan minimal 2 (dua) tahun.

2. PAK yang telah memiliki izin atau importir PKRT yang bukan agen tunggal

harus memiliki surat kuasa untuk mendaftar alat kesehatan dan/atau PKRT

dari perusahaan pembuat alat kesehatan dan/atau PKRT atau perusahaan

penanggung jawab di luar negeri.

3. Perusahaan yang telah memiliki sertifikat produksi untuk melakukan

perakitan/pengemasan kembali produk impor.

PKRT impor yang akan didaftarkan, wajib disertai surat yang menyatakan

bahwa PKRT tersebut sudah beredar dan digunakan di negara asal produk

diproduksi atau negara lain, serta dokumen lain yang menunjukkan keamanan atau

mutu PKRT dari instansi yang berwenang sesuai yang diperlukan dalam proses

evaluasi.

Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk harus memberikan keputusan

persetujuan atau penolakan pendaftaran izin edar alat kesehatan atau PKRT dalam

jangka waktu yang dihitung sejak permohonan izin edar dinyatakan lengkap, yaitu

30 hari kerja untuk Kelas I, 60 hari kerja untuk Kelas IIa dan kelas IIb, dan 90 hari

kerja untuk kelas III. Jika persyartan telah lengkap, maka nomor izin edar kan

dikeluarkan yang terdiri dari 11 digit, yaitu(Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 2009):

Contoh nomor izin edar :

PKRT: PKL 20305800100

PKL : PKRT luar negeri

Digit 1 (Angka 2) : Kelas 2 (resiko sedang)

Digit 2,3 (Angka 03) : Kategori 3 (pembersih)

Digit 4,5 (Angka 05) : Sub kategori 5 (pembersih kloset)

Digit 6,7 (Angka 80) : Tahun pemberian izin (dibalik) 2008

Digit 8-11 (Angka 0100) : Nomor urut pendaftaran 0100

Izin edar berlaku selama 5 (lima) tahun atau sesuai dengan masa penunjukan

keagenan masih berlaku dan dapat diperbaharui sepanjang memenuhi persyaratan.

Izin edar tidak berlaku apabila masa berlakunya habis, masa berlaku sertifikat

produksi habis, batas waktu keagena habis dan tidak diperpanjang, atau

persetujuan izin edar dicabut. Jika alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar

terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan serta kemanfaatan,

10

Page 16: KERTAS KERJA FERA

pemerintah berwenang mencabut nomor pendaftaran/izin edar dan memerintahkan

penarikan alat kesehatan tersebut dari peredaran.

Izin edar dapat diperpanjang selambat-lambatnya 3 bulan sebelum masa

berlakunya habis. Jika dalam masa peredarannya terdapat perubahan seperti

ukuran, kemasan, penandaan, dan NPWP, maka perusahaan harus mengajukan

perubahan izin edar, tanpa perubahan pada nomor izin edar. Jika perubahan yang

ada selain pada 4 hal tersebut, maka harus memenuhi ketentuan tata cara

permohonan izin edar baru dengan perubahan nomor izin edar baru(Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, 2009).

II.5.3 Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah

Tangga

Subdirektorat Inspeksi Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan Perbekalan

Kesehatan Rumah Tangga terdiri atas dua seksi yaitu Seksi Inspeksi Produk dan

Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi. Subdirektorat ini memiliki kegiatan

rutin post-market yaitu Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan Alat

Kesehatan dan PKRT.

Pembinaan, pengendalian dan pengawasan alat kesehatan dan PKRT

tercakup dalam Permenkes 1189/MENKES/PER/VIII/2010,

1190/MENKES/PER/VIII/2010 dan 1191/MENKES/PER/VIII/2010 mengenai

produksi, izin edar, dan izin penyalur alat kesehatan dan PKRT. Pembinaan yang

dilakukan dalam rangka pengamanan alat kesehatan dan PKRT bertujuan untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat akan alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi

persyaratan, melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan alat kesehatan dan

PKRT yang tidak tepat atau tidak memenuhi persyaratan, dan menjamin

terpenuhinya atau terpeliharanya persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan

alat kesehatan dan PKRT.

Pemerintah melakukan pengawasan dan evaluasi secara berkala minimal 1

tahun sekali untuk menjamin ketaatan terhadap CPAKB dan CPPKRTB.

Perusahaan yang memproduksi, mengemas kembali, merakit, merekondisi/

remanufakturing juga harus melaporkan hasil pengawasan mutu alat kesehatan

dan/atau PKRT secara berkala minimal setahun sekali. Pengawasan terhadap

segala kegiatan yang berhubungan dengan produksi alat kesehatan dan/atau

PKRT dilaksanakan oleh pemerintah, produsen, distributor, dan masyarakat.

Pengawasan oleh pemerintah dilaksanakan secara berjenjang di tingkat pusat oleh

Direktur Jenderal dan di daerah oleh kepala dinas kesehatan provinsi dan kepala

dinas kesehatan kabupaten/kota. Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dan

kepala dinas kesehatan provinsi melaporkan hasil pembinaan dan pengawasan

11

Page 17: KERTAS KERJA FERA

yang dilakukan kepada Direktur Jenderal. Pembinaan dalam hal terkait produk

alat kesehatan dan PKRT mencakup informasi produk, perdagangan, sumber daya

manusia, pelayanan kesehatan, dan periklanan. Pembinaan dan pengawasan

dalam hal penyaluran alat kesehatan dan PKRT mencakup saran dan prasarana,

dokumentasi, penyaluran, pengadaan, dan penyimpanan (Menteri Kesehatan

Republik Indonesia, 2010c).

Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah dapat melalui (Menteri

Kesehatan Republik Indonesia, 2010c):

1. Audit terhadap informasi teknis dan klinik.

2. Pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi

3. Sampling dan pengujian.

4. Pengawasan penandaan iklan.

5. Penindakan yang berupa penegakan hukum.

Produsen dan distributor juga harus melakukan pengawasan terhadap

produknya. Pengawasan oleh produsen/penyalur dapat berupa (Menteri Kesehatan

Republik Indonesia, 2010d):

1. Audit terhadap informasi alat kesehatan dan/atau PKRT.

2. Pemeriksaan kembali terhadap produk untuk mengetahui kejadian yang tidak

diinginkan.

3. Melaporkan kepada pemerintahtentang kejadian yang tidak diinginkan.

Pengawasan oleh masyarakat dilakukan dengan (Menteri Kesehatan Republik

Indonesia, 2010c):

1. Memberdayakan masyarakat untuk mengetahui hak dan kewajiban terhadap

alat kesehatan yang beredar.

2. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya penggunaan alat

kesehatan yang tidak memenuhi standar yang ditetapkan.

3. Memberikan masukkan kepada pemerintah dan produsen demi peningkatan

mutu.

Jika terdapat indikasi kerugian karena penggunaan alat kesehatan dan/atau

PKRT, dapat dilakukan penelusuran oleh pemerintah, produsen dan penyalur untuk

segera diambil tindakan lebih lanjut berdasarkan tingkat risiko yang ditimbulkan dan

hasilnya dilaporkan kepada pemerintah. Penarikan kembali alat kesehatan dan/atau

PKRT dari peredaran karena tidak memenuhi persyaratan dan/atau dicabut izin

edarnya, kadaluwarsa, dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab

perusahaan yang memproduksi dan/atau mengedarkannya. Pemusnahannya harus

dilaporkan kepada Direktur Jenderal. Dalam rangka pembinaan dan pengawasan,

pemerintah dapat mengambil tindakan administratif sesuai dengan kewenangannya

12

Page 18: KERTAS KERJA FERA

masing-masing berupa teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan

izin (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010d).

II.5.4 Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi

Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi terdiri atas dua seksi yaitu Seksi

Standardisasi Produk dan Seksi Standardisasi & Sertifikasi Produksi & Distribusi.

Masing-masing subdirektorat meiliki kegiatan premarket yaitu pelayanan sertifikat

produksi dan pelayanan ijin penyalur alat kesehatan (IPAK).

Pelayanan Sertifikat Produksi

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1189/Menkes/Per/VIII/2010 tentang

produksi alat kesehatan dan PKRT menyebutkan bahwa produk alat kesehatan dan

PKRT yang beredar harus memenuhi standar dan/atau persyaratan mutu,

keamanan, dan kemanfaatan. Standar dan/atau persyaratan mutu, keamanan, dan

kemanfaatan tersebut sesuai dengan Farmakope Indonesia atau Standar Nasional

Indonesia (SNI) atau Pedoman Penilaian Alat Kesehatan dan PKRT atau standar

lain yang ditetapkan oleh Menteri seperti Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang

Baik (CPAKB) dan Cara Pembuatan PKRT yang Baik (CPPKRTB).

Produksi alat kesehatan hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang telah

memiliki sertifikat produksi. Jenis produk yang diizinkan untuk diproduksi harus

sesuai dengan lampiran sertifikat produksi. Penambahan jenis produk dapat

dilakukan dengan addendum sertifikat untuk perluasan produksi. Perusahaan yang

hanya melakukan pengemasan kembali, perakitan, rekondisi/remanufakturing tetap

harus memiliki sertifikat produksi. Perusahaan yang memproduksi alat

kesehatan/PKRT bertanggung jawab terhadap mutu, keamanan, dan

kemanfaatan alat kesehatan/PKRT yang diproduksinya. Perusahaan harus dapat

menjamin bahwa produknya dibuat sesuai dengan CPAKB dan CPPKRTB dan tidak

terjadi penurunan kualitas dan kinerja selama proses penyimpanan, penggunaan

maupun transportasi (Menteri Kesehatan RI, 2010b).

Bangunan untuk produksi alat kesehatan dan PKRT harus berada di lokasi

yang sesuai, memenuhi persyaratan teknis, sanitasi dan higiene dan tidak

digunakan untuk kegiatan selain yang tertulis di serifikat produksi kecuali telah

disetujui, seperti penggunaan bersama produksi obat, maka pencemaran silang

harus dihindari. Fasilitas yang telah memenuhi syarat harus selalu dipelihara

(Menteri Kesehatan RI, 2010b).

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.1189/MENKES/PER/VIII/2010 mengklasifikasikan sertifikat produksi alat

kesehatan menjadi tiga kelas, meliputi:

13

Page 19: KERTAS KERJA FERA

1. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas A, yaitu sertifikat yang diberikan

kepada pabrik yang telah menerapkan CPAKB secara keseluruhan sehingga

diizinkan untuk memproduksi alat kesehatan kelas I, kelas IIa, kelas IIb dan

kelas III. Penanggung jawab teknisnya minimal Apoteker atau sarjana lain

yang sesuai dan harus mempunyai laboratorium sendiri.

2. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas B,yaitu sertifikat yang diberikan

kepada pabrik yang telah layak memproduksi alat kesehatan kelas I, kelas IIa,

dan kelas IIb, sesuai ketentuan CPAKB. Penanggung jawab teknisnya

minimal D3 farmasi, kimia, teknik yang sesuai dengan bidangnya. Jika tidak

memiliki laboratorium sendiri, harus bekerja sama dengan laboratorium yang

ditunjuk.

3. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas C , yaitu sertifikat yang diberikan

kepada pabrik yang telah layak memproduksi alat kesehatan kelas I dan kelas

IIa tertentu, sesuai ketentuan CPAKB. Penanggung jawab teknisnya

asistenapoteker atau tenaga lain yang sederajat, bekerja sama dengan

laboratoriumyang terakreditasi.

Sertifikat produksi PKRT diklasifikasikan menjadi tiga kelas, yaitu:

1. Sertifikat Produksi PKRT Kelas A, yaitu sertifikat yang diberikan kepada pabrik

yang telah menerapkan CPPKRTB secara keseluruhan sehingga diizinkan

untuk memproduksi PKRT kelas I dan kelas II dan kelas III.

2. Sertifikat Produksi PKRT Kelas B, yaitu sertifikat yang diberikan kepadapabrik

yang layak memproduksi PKRT kelas I dan kelas II sesuai

ketentuanCPPKRTB.

3. Sertifikat Produksi PKRT Kelas C, yaitu sertifikat yang diberikan kepada

pabrik yang telah layak memproduksi PKRT kelas I dan kelas II tertentu,

sesuai ketentuan CPPKRTB.

Klasifikasi Sertifikat Produksi tersebutditetapkan berdasarkan hasil

pemeriksaan kesiapan pabrik dalam penerapan CPAKB dan CPPKRTB. Untuk

mendapatkan Sertifikat Produksi, perusahan harus mengajukan permohonan.

Permohonan hanya dapat diajukan oleh badan usaha yang telah melengkapi

persyaratan administratif dan teknis.

Sertifikat Produksi tersebut dapat berlaku selama 5 tahun dan dapat

diperpanjang dengan mengajukan permohonan selambat-lambatnya 3 bulan

sebelum masa berakhir. Untuk perubahan sertifikat produksi, dapat dilakukan jika

terjadi perubahan badan usaha, nama dan alamat perusahaan,penggantian

penanggung jawab teknis dan pimpinan perusahaan, serta perubahan klasifikasi.

14

Page 20: KERTAS KERJA FERA

Sertifikat produksi juga dapat dicabut jika terjadi pelanggaran terhadap

persyaratan dan peraturan perundang-undangan serta jika perusahaan tidak

menerapkan CPAKB ataupun CPPKRTB. Jika terjadi pelanggaran maka dapat

diberikan peringatan secara tertulis sebanyak 2 kali berturut-turut dengan tenggat

waktu masing-masing 2 bulan, penghentian kegiatan sementara, dan pencabutan

sertifikat produksi (Menteri Kesehatan RI, 2010b).

Perusahaan yang akan mengekspor alat kesehatan dan/atau PKRT yang

memiliki sertifikat produksi dan produknya telah memiliki izin edar diberikan

certificate of free sale yaitu surat keterangan yang dikeluarkan oleh Menteri yang

menerangkan bahwa suatu produk alat kesehatan dan/atau PKRT sudah

mendapatkan izin edar atau telah bebas dijual di Indonesia (Menteri Kesehatan RI,

2010b).

Pelayanan Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK)

Penyaluran alat kesehatan hanya dapat dilakukan oleh Penyalur Alat

Kesehatan (PAK), Cabang PAK, dan toko alat kesehatan dengan adanya izin.

Pedagang Besar Farmasi yang juga menyalurkan alat kesehatan juga harus

memiliki IPAK. Izin PAK diberikan oleh Kementerian Kesehatan, izin cabang PAK

diberikan oleh Dias Kesehatan Propinsi, dan izin toko alat kesehatan diberikan oleh

dinas kesehatan kabupaten/kota (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010d).

Untuk dapat mengajukan permohonan izin PAK, pemohon harus memenuhi

persyaratan sebagai berikut (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010d):

1. berbentuk badan hukum yang telah memperoleh izin usaha sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan;

2. memiliki penanggung jawab teknis yang bekerja penuh, dengan pendidikan

yang sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku;

3. memiliki sarana dan prasarana berupa ruangan dan perlengkapan lainnya

yang memadai untuk kantor administrasi dan gudang dengan status milik

sendiri, kontrak atau sewa paling singkat 2 (dua) tahun;

4. memiliki bengkel atau bekerja sama dengan perusahaan lain dalam

melaksanakan jaminan purna jual, untuk perusahaan yang mendistribusikan

alat kesehatan yang memerlukannya;

5. memenuhi CDAKB.

PAK yang ingin melakukan ekspor dan impor alat kesehatan harus memiliki

serifikat PAK, dan sertifikat bebas jual (certificate of free sale/CFS) bagi alat

kesehatan yang telah memiliki izin edar atau sertifikat bebas ekspor (certificate of

exportation) bagi alat keehtan yang tidak memiliki izin ear dan diproduksi oleh

produsen yang telah memiliki sertifikat produksi (Menteri Kesehatan Republik

15

Page 21: KERTAS KERJA FERA

Indonesia, 2010d).

II.5.5 Subbagian Tata Usaha

Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat kesehatan selain memberikan

pelayanan pengajuan sertifikat produksi, izin edar dan izin penyalur, juga

memberikan pelayanan surat keterangan seperti Certificate of Free Sale (CFS) dan

surat keterangan lainnya untuk keperluan berikut (Menteri Kesehatan Republik

Indonesia, 2010d):

Berikut adalah dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan

Alat Kesehatan cq Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan:

1. Sertifikat Bebas Jual ( Certificate of Free Sale/CFS)

2. Sertifikat Pemberitahuan Ekspor (Certificate of Exportation)

3. Sertifikat Kesehatan (Health Certificate)

4. Surat Keterang an Impor (SKI ) khusus (Special Access scheme/ SAS)

5. Surat Keterangan Impor (SKI) untuk sampel dalam rangka izin edar

6. Surat Keterangan Impor (SKI) untuk bahan baku

7. Surat Keterangan Impor (SKI) untuk spare part

8. Surat Keterangan Produk (SKP) untuk pengadaan sektor pemerintah

9. Surat Keterangan Produk (SKP) untuk perusahaan/perusahaan

10. Surat Keterangan Impor (Bea dan Cukai)

11. Surat Keterangan sedang dalam proses perpanjangan/perubahan izin edar

12. Surat Keterangan sedang dalam proses perpanjangan/perubahan IPAK dan

Sertifikat Produksi Alkes/PKRT

13. Surat Rekomendasi/ Keterangan Lain

Pelayanan surat keterangan dilakukan oleh Subbagian Tata Usaha melalui

loket Unit Pelayanan Terpadu. Rencananya pelayanan surat keterangan akan

menggunakan sistem e-suket yang saat ini sedang dalam proses pengembangan.

16

Page 22: KERTAS KERJA FERA

BAB III

PEMBAHASAN

Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1191/Menkes/ Per/VIII/2010 tentang

Penyaluran Alat Kesehatan, penyalur alat kesehatan (PAK) adalah perusahaan berbentuk

badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran alat kesehatan

dalam jumlah besar sesuai ketentuan perundang-undangan. Izin penyalur alat kesehatan.

Penyaluran alat kesehatan hanya dapat dilakukan oleh sarana yang telah memiliki izin

penyakur alat kesehatan (IPAK) dan harus dilakukan sesuai dengan ketentuan tentang Cara

Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB) yang mengacu kepada standar internasional

yaitu Good Distribution Practice (GDP).

Berdasarkan kemampuan dari sarana distribusi alat kesehatan, maka Izin Penyalur

Alat Kesehatan dikelompokan menjadi 5 (lima) macam yaitu:

1. Alat Kesehatan Elektromedik Radiasi

2. Alat Kesehatan Elektromedik Non Radiasi

3. Alat Kesehatan Non Elektromedik Steril

4. Alat Kesehatan Non Elektromedik Non Steril

5. Produk Diagnostik Invitro

Jenis layanan distribusi alat kesehatan meliputi :

1. Izin Penyalur Alat Kesehatan

2. Perluasan/Perubahan Izin Penyalur Alat kesehatan

Dalam melaksanakan pelayanan publik yang transparan dan akuntabel maka pelayanan

pendaftaran Ijin Penyalur Alat Kesehatan dilakukan secara on line melalui website dengan

alamat http://www.regalkes.depkes.go.id dan proses selanjutnya dilakukan di Unit Layanan

Terpadu Kementerian Kesehatan RI.

Untuk memperloleh IPAK pendaftar harus melakukan pendaftaran terlebih dahulu. Tata

cara pendaftaran sebagai beriku :

A. UMUM

1. Pemohon harus mendaftarkan perusahaan untuk mendapatkan USER ID dan

PASSWORD melalui registrasi online pada alamat http://www.regalkes.depkes.go.id

2. Pemohon harus mengisi semua persyaratan secara lengkap melalui registrasi online

3. Pemohon yang melakukan proses perizinan di Unit Layanan Terpadu harus membawa

Kartu Pengenal (ID Card)dari perusahaan atau surat kuasa dari perusahaan

B. TAHAP PERIZINAN

Proses perizinan Penyalur Alat Kesehatan dibagi menjadi tiga tahap yaitu:

17

Page 23: KERTAS KERJA FERA

1. Tahap Rekomendasi yaitu proses verifikasi terhadap pemeriksaan sarana yang

dilakukan di Dinas Kesehatan Propinsi sesuai peraturan berlaku.

Keluaran dari proses ini adalah Rekomendasi Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan

laporan Berita Acara Pemeriksaan Saranapenyalur.

2. Tahap praregistrasi yaitu proses untuk mengevaluasi kelengkapan persyaratan pada

tahap awal, jika telah memenuhi persyaratan praregistrasi yang ditentukan maka

selanjutnya melakukan pembayaran PNBP sesuai ketentuan

3. Tahap Registrasi yaitu proses evaluasi dan verifikasi terhadap kelayakan sarana dalam

memenuhi cara distribusi yang baik. Jika dianggap perlu tim evaluasi dapat melakukan

pemeriksaan langsung ke sarana.

Pada tahap registrasi maka keluarannya dapat berupa:

a. Persetujuan IPAK

b. Surat Tambahan data

c. Surat Penolakan

C. ALUR PROSES PERIZINAN

Gambar 1. Alur Proses Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan

D. TAHAP REKOMENDASI

1. Perusahaan harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri melalui Kepala

Dinas Kesehatan Provinsi setempat, dengan menggunakan contoh formulir sesuai

Permenkes nomor 1191 tahun 2010.

18

Page 24: KERTAS KERJA FERA

2. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja sejak

menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota membentuk tim pemeriksaan bersama untuk melakukan pemeriksaan

setempat.

3. Tim pemeriksaan bersama, jika diperlukan, dapat melibatkan tenaga

ahli/konsultan/lembaga tersertifikasi di bidang distribusii alat kesehatan yang telah

disetujui oleh Direktur Jenderal.

4. Tim pemeriksaan bersama selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja melakukan

pemeriksaan dan membuat berita acara pemeriksaan dengan menggunakan contoh

formulir sesuai Permenkes nomor 1191 tahun 2010. Apabila telah memenuhi

persyaratan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja

setelah menerima hasil pemeriksaan dari tim pemeriksaan bersama membuat surat

rekomendasi kepada Direktur Jenderal dengan menggunakan contoh formulir sesuai

Permenkes nomor 1191 tahun 2010.

5. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada poin b, c, dan d tidak

dilaksanakan sesuai waktunya, perusahaan pemohon yang bersangkutan dapat

membuat surat pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada Direktur Jenderal

dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan menggunakan contoh formulir sesuai

Permenkes nomor 1191 tahun 2010.

E. TAHAP PRAREGISTRASI

1. Setelah diterima berita acara pemeriksaan dan rekomendasi serta lampirannya

sebagaimana dimaksud pada diatas pada poin 1. d dan e, pemohon mengunggah

(upload) semua dokumen persyaratan sesuai petunjuk registrasi online sebagaimana

terlampir.

2. Berkas permohonan yang telah dikirim dengan benar akan dilakukan verifikasi oleh

evaluator untuk menentukan persyaratan praregistrasi yang telah ditentukan, paling

lambat 7 hari. Pemohon harus melakukan pengecekan terhadap hasil evaluasi untuk

segera ditindak lanjuti

3. Permohonan yang sudah memenuhi persyaratan praregistrasi dan telah dinyatakan

memenuhi persyaratan untuk melanjutkan ketahap registrasi, akan mendapat

pemberitahuan selesai praregistrasi (notifikasi) dan Pemohon akan mendapat surat

pemberitahuan biaya PNBP yang harus dibayarkan serta ketentuan lain yang harus

diketahui sebelum melanjutkan ke tahap registrasi.

19

Page 25: KERTAS KERJA FERA

4. Petugas loket akan memberikan lembar Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) untuk

pembayaran Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada bank persepsi/yang

ditunjuk.

5. Pemohon harus melakukan pembayaran PNBP dan mengupload bukti pembayaran

PNBP maksimal 10 hari setelah mendapatkan surat persetujuan selesai praregistrasi.

Jika dalam 10 hari pemohon tidak melakukan pembayaran PNBP, maka permohonan

dinyatakan batal dan harus melakukan proses pra registrasi ulang.

6. Pemohon yang sudah membayar PNBP berkasnya akan dievaluasi lebih lanjut.

F. TAHAP REGISTRASI

Setelah melakukan pembayaran PNBP,selanjutnya:

1. Setelah pemohon mengupload bukti bayar pada sistem online maka pemohon akan

mendapatkan tanda terima tetap.

2. Tanda terima tetap diberikan kepada pemohon melalui Unit Layanan terpadu setelah

menyerahkan semua dokumen persyaratan (hard copy), surat pernyataan kesesuaian

data (sesuai contoh terlampir) dan print outsurat perintah bayar serta bukti

pembayaran (SSBP) asli dan fotokopi rangkap 3 (tiga)dan dimasukan ke dalam map

warna biru muda, selanjutnya diserahkan kepada petugas loket.

3. Hasil evaluasi tahap registrasi akan dikirim secara online. Pemohon harus melakukan

pengecekan terhadap hasil evaluasi.

4. Berkas yang masih perlu data tambahan harus segara dilengkapi paling banyak 2

(dua) kali masing-masing dalam waktu maksimal 30 hari sejak setelah dikeluarkan

surat tambahan data dihitung mulai tanggal surat tambahan data diterima.

5. Apabila pemohon tidak dapat melengkapi data sesuai ketentuan diatas maka akan

dikeluarkan surat penolakan dan pemohon harus mengajukan permohonan baru.

6. Biaya PNBP tidak dapat dikembalikan untuk berkas yang ditolak

7. Permohonan yang telah memenuhi persyaratan pada tahap registrasi maka Direktur

Jenderal mengeluarkan IPAK dalam jangka waktu 45 hari.

Gambar 2. Alur Perizinan Penyalur Alat Kesehatan Secara Online

20

Page 26: KERTAS KERJA FERA

Pemberian izin penyalur alat kesehatan semakin meningkat setiap tahun, data perizinan

penyalur aat kesehatan dapat dilihat dari tabel berikut ini.

Tabel 1. Data Perizinan Alat Kesehatan dan PKRT tahun 2014

Grafik 3. Data Perizinan Alat Kesehatan dan PKRT tahun 2010 – 2014

Tabel 2. Perbandingan target, realisasi dan capaian kinerja indicator Persentase sarana

distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi tahun 2010 - 2014

21

Page 27: KERTAS KERJA FERA

Grafik 4. Sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi Tahun

2010-2014

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa setiap tahun semakin banyak penyalur alat

kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi. Namun pada kenyataannya masih banyak

ditemui kendala pada proses perizinan penyalur alat kesehatan. Diantaranya kendala pada

proses registrasi IPAK (Izin Penyalur Alat Kesehatan). Di era serba on-line, registrasi IPAK di

kementerian kesehatan juga dilakukan secara on-line. Semua data di kirim ke kementerian

kesehatan secara on-line, tidak ada tatap muka dengan evaluator secara langsung seperti

dulu. Di satu sisi sistem on-line ini masih menjadi kendala PAK (Penyalur Alat Kesehatan)

terutama yang berada di daerah yang kurang terbiasa dengan system on-line. Pendaftar

kesulitan melakukan cara registrasi IPAK secara on-line. Supaya kendala ini teratasi, perlu

dilakukan sosialisasi ke PAK terutama yg berada di daerah mengenai cara pendaftaran

perizinan PAK secara on-line.

Kendala lain adalah kurangnya pemenuhan persyaratan dan standar penyimpanan alat

kesehatan. Hal ini dikarenakan beberapa penanggung jawab teknis PAK adalah Sarjana

kimia, sarjana biologi, sarjana teknik mesin, sarjana teknik industri dimana kurang

memahami standard penyimpanan alat kesehatan dan dampaknya bagi kesehatan. Oleh

karena itu, perlu dilakukan peningkatan kompetensi melalui sosialisasi kepada penanggung

jawab teknik mengenai Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik. Selain itu minimnya

standard penyimpanan kesehatan karena kurang patuhnya penanggung jawab teknik untuk

memenusi persyaratan sarana distribusi sesuai CDAKB sehingga perlu dilakukan advokasi

dengan memberikan peringatan atau mencabut sertifikat izin penyalur alat kesehatan.

22

Page 28: KERTAS KERJA FERA

Kendala selanjutnya adalah mekanisme pasca pemberian izin penyalur alat kesehatan

untuk memastikan sarana dan prasarana distribusi masih sesuai dengan standard pada saat

dilakukan pendaftaran awal. Beberapa PAK tidak lagi memenuhi CDAKB setelah diberi izin

oleh karena itu perlu dilakukan inspeksi secara berkala ke sarana & prasarana PAK

mengenai penerapan persyaratan distribusi pada penyalur alat kesehatan sesuai dengan

pedoman CDAKB oleh petugas pusat dan daerah.

23

Page 29: KERTAS KERJA FERA

BAB IV

PENUTUP

IV.1. KESIMPULAN

1. Kegiatan orientasi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) memberikan gambaran

mengenai tugas pokok dan fungsi masing-masing satuan kerja di lingkungan

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian

Kesehatan.

2. Permasalahan yang dihadapi dalam izin penyalur alat kesehatan adalah

kurangnya sosialisasi ke pendaftar mengenai registrasi sistem online, minimnya

pemenuhan persyaratan dan standar penyimpanan alat kesehatan, serta banyak

sarana dan prasarana yang tidak sesuai CDAKB pasca pemberian izin PAK.

IV.2. SARAN

1. Perlu dilakukan pengaturan jadwal pembekalan materi oleh Kepala

Subdirektorat/Kepala Bagian atau yang mewakili mengenai pelaksanaan tugas

tiap-tiap unit kerja agar diperoleh keseragaman pengetahuan pada masing-

masing CPNS Peserta Orientasi.

2. Perlu peningkatan kompetensi pimpinan/penanggung jawab teknis sarana distribusi

alat kesehatan dalam menerapkan CDAKB melalui sosialisasi dan advokasi serta

perlu dilakukan pengendalian dan pengawasan sarana distribusi alat kesehatan

dalam rangka penerapan CDAKB oleh petugas pusat dan daerah sesuai dengan

pedoman CDAKB melalui peningkatan kemampuan SDM daerah dan melibatkan

daerah dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi sarana distribusi dan audit

investigasi.

24

Page 30: KERTAS KERJA FERA

DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan RI. 2009. Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia No. 36

tentang Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI

Kementerian Kesehatan RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian

Kesehatan.Jakarta : Kementerian Kesehatan RI

Kementerian Kesehatan RI. 2010. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-

2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Presiden RI. 2009 . Peraturan Presiden RI No. 47 tahun 2009 tentang pembentukan dan

organisasi kementerian negara.Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan

Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.

Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. (2014).Pedoman Pelayanan Izin

Edar Alat Kesehatan, Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

1191/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Penyaluran Alat Kesehatan. Jakarta : Kementerian

Kesehatan RI

25

Page 31: KERTAS KERJA FERA

LAMPIRAN

26

Page 32: KERTAS KERJA FERA

LAMPIRAN 1. STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

27

Page 33: KERTAS KERJA FERA

LAMPIRAN 2. STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT BINA PRODUKSI BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN

28