KERAGAMAN GEN MAJOR HISTOCOMPATIBILITY COMPLEX … · ketahanan penyakit, respon imun dan sifat...

46
KERAGAMAN GEN MAJOR HISTOCOMPATIBILITY COMPLEX (MHC) DRB3.2 LOCUS PSTI PADA POPULASI KAMBING KACANG SKRIPSI Oleh EVY HARJUNA SAAD I 111 11 256 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015

Transcript of KERAGAMAN GEN MAJOR HISTOCOMPATIBILITY COMPLEX … · ketahanan penyakit, respon imun dan sifat...

KERAGAMAN GEN MAJOR HISTOCOMPATIBILITY

COMPLEX (MHC) DRB3.2 LOCUS PSTI PADA

POPULASI KAMBING KACANG

SKRIPSI

Oleh

EVY HARJUNA SAAD

I 111 11 256

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2015

KERAGAMAN GEN MAJOR HISTOCOMPATIBILITY

COMPLEX (MHC) DRB3.2 LOCUS PSTI PADA

POPULASI KAMBING KACANG

SKRIPSI

Oleh

EVY HARJUNA SAAD

I 111 11 256

Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan

Universitas Hasanuddin

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2015

PERNYATAAN KEASLIAN

1. Yang bertandatangan dibawah ini:

Nama : Evy Harjuna Saad

NIM : I 111 11 256

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa:

a. Karya skripsi yang saya tulis adalah asli

b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi, terutama dalam Bab

Hasil dan Pembahasan, tidak asli atau plagiasi maka bersedia dibatalkan

dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku.

2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.

Makassar, Desember 2015

Evy Harjuna Saad

i

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Keragaman Gen Major Histocompatibility

(MHC) DRB3.2 Locus PstI pada PopulKacang

Nama : Evy Harjuna Saad

Nomor Induk Mahasiswa : I 111 11 256

Fakultas : Peternakan

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui Oleh:

Prof. Rr. Sri Rachma AB., M. Sc, Ph. D Dr.Muh. Ihsan A. Dagong,

Pembimbing Utama Pembimbing Anggot

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat

rahmat, cinta, dan taufik-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Keragaman Gen Major Histocompatibility Complex (MHC) DRB3.2 Locus PstI

pada Populasi Kambing Kacang”.

Melalui kesempatan ini penulis dengan rendah hati mengucapkan terima

kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini kepada:

1. Ibu Prof. Rr. Sri Rachma AB., M. Sc, Ph. D selaku Pembimbing Utama dan

bapak Dr. Muh. Ihsan A. Dagong, S.Pt., M.Si. selaku Pembimbing Anggota,

atas segala bantuan dan keikhlasannya untuk memberikan bimbingan, nasehat

dan saran-saran sejak awal penelitian sampai selesainya penulisan skripsi ini.

2. Kedua orang tua tercinta ayahanda Saade, S. Pd., ibunda St.Norma, S. Pd.

yang memberikan cinta kasih, dukungan mental dan memberikan doa

restunya dan saudara-saudaraku Helmy Saad, S.H., Sardiman Saad, Ewin

Juspiadi Saad, dan Asmul Shahman serta kakak ipar penulis Andi Batari Ayu,

S.Kom yang telah memberikan motivasi untuk selalu lebih semangat dan

kemenakan tercinta Aneirah Satirah Helmy

3. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc selaku Dekan Fakultas

Peternakan Universitas Hasanuddin.

4. Ibu Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M. Sc selaku Wakil Dekan I, Ibu Ir.

Hastang, M.Si selaku Wakil Dekan II, Bapak Prof. Dr. Ir. Jasmal A Syamsu,

M.Si selaku Wakil Dekan III Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.

iii

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Lellah Rahim, M.Sc., Bapak Prof. Dr. Sjamsuddin

Garantjang, M.Agr., dan Bapak Muhammad Yusuf, S.Pt., Ph.D., selaku

dosen pembahas yang telah banyak memberikan saran-saran dan masukan

untuk perbaikan skripsi ini.

6. Ibu Almarhumah Dr. Harfiah, S. Pt., MP., selaku Penasehat Akademik yang

selama hidupnya memberikan arahan dan bimbingannya.

7. Sahabat-sahabat masa kecil Ria Pratiwi Amd. Kep., Sri Julyarti Halid, S.E.,

Nurawaliyah, S.Pd., Laode Manarfah, Abidin Ma’ruf, Muh. Aras Prabowo,

S.E., dan A. Anni Ma’rifah, S.Pd., terima kasih atas segala dukungan dan

semangatnya.

8. Sahabat-sahabat St. Nur Ramadhani, S. Pt., May Rismi Anisa, Asrinti, Suarti,

Andi Nurfaini, Mustabsyirah Usman, Yuliana Padli, Yusri, Rajma Fastawa,

S.Pt., Trianta Tahir, dan Samsul Mardi terima kasih atas segala cinta,

pengorbanan, bantuan, pengertian, candatawa, serta kebersamaannya selama

ini.

9. Teman-teman Posko KKN Gelombang 87 Hildah Khurniyah, Nurmala Sari,

Rezky Amelia Madina, S.Sos., Avif Munandar, Ainul Anugrah, S.E., Muh.

Arman Kadir dan teman-teman sekecamatan Patimpeng.

10. Keluargan besar “SOLANDEVEN” khususnya kelas “NU3C”. Keluarga

Besar Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak (HIMAPROTEK) terima kasih

atas kenangan yang telah terukir selama penulis bersama kalian.

iv

11. Kepada teman-teman Penelitian Genetika Molekuler, Kak Abduh, Mardha,

Fira, Umma, Inci, Nia, dan Awal terima kasih atas bantuan dan perhatiannya

selama penelitian dan penyelesaian skripsi.

12. Teman-teman asisten Ternak Potong yaitu St. Nur Ramadhani, S.Pt., Armi

Auliah Utami, S.Pt., Abdi Eriansyah, kakanda Ahmad David, Darussalam,

Andi Nurul Ainun, S.Pt., Erwin Jufri, Ayu Anggaraini, Suprapto, Appeyani,

Arman.

13. Laboratorium Terpadu Peternakan UNHAS, Kak Nurul Purnomo, Kak Tri

terima kasih atas bantuan dan perhatiannya selama penelitian dan

penyelesaian skripsi.

14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, terima kasih banyak

atas segala bantuannya.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan

dan kesalahan. Penulis mengharapkan kritikan dan saran yang sifatnya

membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Makassar, Desember 2015

Evy Harjuna Saad

v

ABSTRAK

EVY HARJUNA SAAD (I 111 11 256). Keragaman Gen Major

Histocompatibility Complex (MHC) DRB3.2 Locus PstI pada Populasi Kambing

Kacang. Dibimbing oleh SRI RACHMA APRILITA BUGIWATI dan

MUHAMMAD IHSAN DAGONG.

Major Histocompatibility Complex (MHC) merupakan sekumpulan gen penting yang

mengendalikan respon imun dan memegang peranan penting dalam sistem kekebalan

tubuh.Keragaman gen MHC-DRB3.2 dianggap bertanggung jawab dalam perbedaan

antara individu dalam respon kekebalan terhadap agen infeksius. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui keragaman gen Major Histocompatibility Complex (MHC) DRB3.2

Locus PstI pada kambing Kacang. Materi utama dalam penelitian ini menggunakan

sampel darah kambing Kacang yang dikoleksi dari populasi Laboratorium Ternak Potong

Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar (32 ekor), Kabupaten Maros (16

ekor), dan Kabupaten Jeneponto (30 ekor). Amplifikasi fragmen DNA menggunakan

mesin PCR. Keragaman gen MHC DRB3.2 dideteksi dengan memotong amplimer

dengan menggunakan enzim restriksi PstI. Hasil penelitian menunjukkan keragaman

genetik dengan ditemukannya dua alel yaitu alel P dan p. ditemukan tiga genotype yaitu

PP, Pp, pp. Nilai heterosigositas menunjukkan populasi kambing kacang di Laboratorim

Ternak Potong (0,5034) dan di kabupaten Maros (0,5141) memiliki keragaman genetik

yang tinggi (Ho>0,50). Nilai chi-square pada ketiga populasi menunjukkan populasi di

kabupaten Jeneponto berada pada keseimbangan Hardy-Weinberg dan populasi kambing

kacang yang ada di LaboratoriumTernak Potong dan di Kabupaten Maros tidak berada

pada keseimbangan Hardy-Weinberg. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa gen

MHC yang diidentifikasi dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi genetik

(kandidat gen) dalam penelitian selanjutnya untuk mencari hubungan antara variasi alel

gen MHC dengan tingkat respon imun kambing kacang terhadap penyakit.

Kata kunci: MHC DRB3.2, sistem imun, kambing Kacang, polimorfisme, PstI.

vi

ABSTRACT

EVY HARJUNA SAAD (I 111 11 256). Polymorphism of Major

Histocompatibility Complex (MHC) Genes Locus DRB3.2 PstI in Kacang Goats

Population. Supervised by SRI RACHMA APRILITA BUGIWATI as Main

Supervisor and MUHAMMAD IHSAN DAGONG as Co-Supervisor.

Major Histocompatibility Complex (MHC) is a set of essential genes that control the

immune response and plays an important role in the immune system. The diversity of

MHC-DRB3.2 genes considered responsible for the differences among individuals in the

immune response against infectious agents. The aim of this study was to determine the

diversity of Major Histocompatibility Complex (MHC) genes locus DRB3.2 PstI on

Kacang goats population. The main material in this study using blood samples from

Kacang goats, which were collected from Animal Production Laboratory, Faculty of

Animal Husbandry Hasanuddin University, Makassar (32 head), Maros (16 head), and

Jeneponto regency (30 head). Target DNA fragments amplified using PCR machine.

Diversity of MHCDRB3.2 genes detected by cutting amplimer using PstI restriction

enzymes. The results showed the genetic diversity with two alleles were identified,

namely P and p. With three genotypes of the PP, Pp, pp. Heterozygosity values show the

goat population at the Animal Production Laboratory (0.5034) and in the Maros regency

(0.5141) has a high genetic diversity (Ho> 0.50). Chi-square value of the three

populations showed that the population in the Jeneponto were in Hardy-Weinberg

equilibrium and goat populations that exist in the Animal Production Laboratoryand

Maros were not in Hardy-Weinberg equilibrium. Results of this study concluded that the

MHC genes identified from this study can be used as genetic information (candidate

genes) in future studies to find the relationship between variations in the MHC gene

alleles with the level of immune response in Kacang goat against the disease.

Key words: MHC DRB3.2, the immune system, Kacang goat , polymorphism, PstI.

vii

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ..................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL ........................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... x

PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum Kambing Kacang ....................................................... 4

Sistem Imun ........................................................................................... 4

Keragaman Genetik ................................................................................... 5

Marker Assisted Selection (MAS) ............................................................. 6

Major Histocompatibility Complex (MHC) .............................................. 8

DRB3.2 locus PstI ..................................................................................... 10

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat ................................................................................... 12

Materi Penelitian ...................................................................................... 12

Tahapan Penelitian…………………………………………………….... 13

HASIL DAN PEMBAHASAN

Amplifikasi Gen MHC DRB3.2 Locust PstI............................................. 17

Frekuensi Genotip dan Alel ...................................................................... 19

Nilai Heterozigositas ................................................................................. 22

Keseimbangan Hardy-Weinberg ............................................................... 24

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ........................................................................................... 26

viii

Saran ........................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 27

LAMPIRAN ........................................................................................... 31

RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... 33

ix

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Sequen primer beserta enzim restriksi endonuklease untuk PCR-

RFLP................................................................................................. 9

2. Frekuensi Genotipe Gen MHC DRB3.2 Locust PstI ………………. 20

3. Frekuensi Alel Gen MHC DRB3.2 Locust PstI…………………….. 21

4. Nilai Heterizigositas Harapan dan Heterozigositas Pengamatan…… 22

5. Uji Keseimbangan Hardy-Weinberg………………………………... 24

x

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Hasil Amplifikasi Gen MHC DRB3.2 Locus PstI………………….. 17

2. pengamatan keragaman gen MHC DRB3.2 Locus PstI ………….… 18

3. Letak sequens primer forward dan reverse MHC DRB3.2.……….... 19

1

PENDAHULUAN

Kambing Kacang merupakan salah satu kambing lokal Indonesia yang

tersebar luas di seluruh kawasan Indonesia dan banyak diternakkan masyarakat

dalam skala kecil. Kambing ini cocok sebagai penghasil daging dan kulit, bersifat

prolifik, tahan terhadap berbagai kondisi, mampu beradaptasi dengan baik di

berbagai lingkungan yang berbeda termasuk dalam kondisi pemeliharaan yang

sangat sederhana (Batubara, dkk, 2009). Kambing Kacang mampu bertahan

dalam kondisi apapun namun memiliki kerentanan terhadap beberapa penyakit

akibat cacing, parasit internal, dan caplak. Adanya informasi ketahanan terhadap

penyakit pada kambing Kacang dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk

seleksi menggunakan penanda molekuler. Seleksi merupakan cara untuk

memperbaiki mutu genetik kambing Kacang agar dapat dihasilkan bibit unggul

yang mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap penyakit.

Imunogenetik merupakan konsep pendekatan genetik yang mengendalikan

perbedaan reaktivitas respon imun dan kerentanan tubuh terhadap suatu penyakit

(Judajana, 1999). Kendali genetik tersebut akan menentukan perbedaan

reaktivitas imun pada setiap individu dalam suatu populasi sehingga berpengaruh

terhadap ketahanan dan kerentanan individu terhadap penyakit (Angyalosi,

Neveb, et al, 2001). Salah satu lingkup imunogenetik tersebut adalah sistem

Major Histocompatibility Complex (MHC).

Major Histocompatibility Complex (MHC) merupakan antigen limfosit

yang terdapat pada sel berinti terutama pada sel limfosit. MHC pada kambing

2

disebut Caprine Lymphosite Antigen (CLA). Gen MHC adalah gen multigenik

karena beberapa gen terkait dengan MHC mengkode berbagai molekul gen MHC

yang berbeda. Gen MHC pada setiap populasi juga memiliki banyak alel sehingga

disebut gen polimorfik yang dapat menimbulkan perubahan-perubahan genetik

pada induknya.

Keragaman genetik dalam suatu populasi kambing Kacang akan

mengakibatkan perbedaan aktivitas imun pada setiap individu dalam suatu

populasi sehingga berpengaruh terhadap ketahanan dan kerentanan individu

terhadap penyakit. Sistem imun kambing Kacang diatur oleh gen MHC DRB3.2

Locus PstI. Polimorfisme CLA-DRB3.2 dianggap bertanggung jawab untuk

perbedaan antara individu dalam respon kekebalan terhadap agen infeksius.

Sharif, et al (1998) menyatakan bahwa asosiasi alel sapi dari gen MHC-DRB3

ekson 2 (BoLA (Bovine Lymphosite Antigent) DRB3.2) berhubungan dengan

ketahanan penyakit, respon imun dan sifat produksi. Keragaman gen MHC

DRB3.2 Locus PstI (CLA DRB3.2 Locust PstI) dapat dijadikan kandidat gen

sebagai penanda genetik untuk melihat hubungan tingkat ketahanan terhadap

penyakit akibat cacing, parasit internal, dan caplak. Namun sampai saat ini belum

ada informasi mengenai keragaman gen MHC DRB3.2 Locus PstI pada populasi

kambing Kacang. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian untuk

mengidentifikasi keragaman gen Major Histompatibility Complex (MHC) pada

populasi kambing Kacang.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman gen Major

Histocompatibility Complex (MHC) DRB3.2 Locus PstI pada populasi kambing

3

Kacang. Kegunaan penelitian ini yaitu menambah informasi mengenai

keragaman genetik pada sistem pertahanan tubuh pada kambing Kacang sehingga

dapat dijadikan dasar dalam proses seleksi agar dapat dihasilkan bibit unggul yang

mempunyai daya tahan terhadap penyakit akibat cacing, parasit internal, dan

caplak.

4

TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum Kambing Kacang

Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia yang bersifat

prolifik, tahan terhadap berbagai kondisi, dan mampu beradaptasi dengan baik di

berbagai lingkungan yang berbeda termasuk dalam kondisi pemeliharaan yang

sangat sederhana. Pemanfaatan kambing lokal dengan potensi genetik yang baik,

namun belum dieksploitasi secara optimal dapat memberikan hasil yang baik

(Batubara,dkk., 2009).

Sistem Imun

Sistem imun adalah semua mekanisme yang digunakan tubuh untuk

mempertahankan keutuhan tubuh, sebagai perlindungan terhadap bahaya yang

dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup (Anthony, et al, 2007).

Pada ternak sistem imun dibutuhkan untuk mempertahankan keutuhannya

terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan dari lingkungan (Baratawidjaja, 2006).

Secara umum sistem imun terbagi dalam dua yaitu : alamiah dan adaptif

(spesifik). Sistem imun alamiah seperti air liur, selaput lendir, serta asam

lambung termasuk di dalamnya. Sedangkan pada sistem imun adaptif terdapat

sistem dan struktur fungsi yang lebih kompleks dan beragam. Sistem imun

adaptif terdiri dari sub sistem seluler yaitu keluarga sel limfosit T (T penolong dan

T sitotoksik) dan keluarga sel mononuklear (berinti tunggal). Sub sistem kedua

adalah sub sistem humoral, yang terdiri dari kelompok protein globulin terlarut

yaitu: imunoglobulin. Imunoglobulin dihasilkan oleh sel limfosit B melalui suatu

proses aktivasi khusus (Pandjassarame, 2009).

5

Cara kerja sistem imun pada kambing yaitu stimulasi antigenik

menginduksi respons imun yang dilakukan sistem seluler secara bersama-sama

diperankan oleh makrofag, limfosit B, dan limfosit T. Makrofag memproses

antigen dan menyerahkannya kepada limfosit. Limfosit B, yang berperan sebagai

mediator imunitas humoral, yang mengalami transformasi menjadi sel plasma dan

memproduksi antibodi. Limfosit T mengambil peran pada imunitas seluler dan

mengalami diferensiasi fungsi yang berbeda sebagai subpopulasi (Sharma, et al,

2005).

Keragaman Genetik

Keanekaragaman genetik (genetic diversity) adalah jumlah total variasi

genetik dalam keseluruhan spesies yang mendiami sebagian atau seluruh

permukaan bumi yang berbeda dari variabilitas genetik yang menjelaskan

kecenderungan kemampuan suatu karakter/sifat untuk bervariasi yang

dikendalikan secara genetik (Tisdell, 2003).

Keragaman genetik di antara populasi dari suatu spesies bisa sangat besar.

Demikian juga perbedaan genetik di antara individu dalam populasi alami sering

juga besar. Keragaman genetik dalam suatu individu bilamana ada dua alel untuk

gen yang sama namun memiliki perbedaan konfigurasi DNA yang menduduki

lokus yang sama pada suatu kromosom (Sufro,1994).

Polimorfisme pada suatu populasi digunakan sebagai salah satu indeks

keragaman genetik. Sifat polimorfik ini ditentukan dengan mengidentifikasi

jumlah alel pada suatu populasi. Dengan adanya identifikasi jumlah alel maka

6

akan dapat ditentukan frekuensi alel dan nilai heterozigositas suatu populasi

(Barendse, et al., 2008).

Keanekaragaman genetik memainkan peran yang sangat penting dalam

sintasan dan adaptabilitas suatu spesies karena ketika lingkungan suatu spesies

berubah, variasi gen yang kecil diperlukan agar spesies dapat bertahan hidup dan

beradaptasi. Spesies yang memiliki derajat keanekaragaman genetik yang tinggi

pada populasinya akan memiliki lebih banyak variasi alel yang dapat diseleksi.

Seleksi yang memiliki sangat sedikit variasi cenderung memiliki risiko lebih besar

(Anonim, 2008).

Marker Assisted Selection (MAS)

Marka gen adalah variasi sekuen DNA yang mencirikan terjadinya variasi

sifat fenotipe, baik yang secara langsung mempengaruhi sifat tersebut maupun

secara tidak langsung karena terjadi linkage (pautan) dengan sekuen DNA yang

mempengaruhi sifat fenotip. Ide dasar yang melatarbelakangi perlunya seleksi

berdasarkan marka gen adalah adanya kemungkinan gen-gen dengan pengaruh

signifikan yang menjadi target khusus dalam seleksi. Kegunaan utama marka gen

adalah untuk seleksi/pemuliaan hewan berdasarkan variasi pada aras DNA

terpilih. Dari peta semacam inilah muncul suatu pendekatan molekuler untuk

melakukan pemuliaan hewan guna memperoleh suatu individu unggul. Teknik ini

dikenal dengan pendekatan Marker Assisted Selection (MAS), yaitu suatu

pendekatan langsung untuk memperoleh hewan-hewan yang secara genetik

superior. MAS digunakan dalam seleksi berdasarkan pada marka yang

berhubungan dengan gen yang dikehendaki (indirect marker). Pendekatan MAS

7

dapat digunakan pada hewan, tumbuhan maupun manusia, dengan berbagai

macam tujuan (Sutarno, 2006).

MAS (Marker Assisted Selection) yaitu proses seleksi tidak langsung pada

sifat yang ingin diseleksi dan juga merupakan alat untuk menduga dan membantu

seleksi penotipe sifat yang menjadi target pemuliaan dengan menggunakan

penanda yang terkait dengan sifat tersebut (Elfianis, 2015).

Menurut Soller (1983) informasi tentang variasi genetik dapat dijadikan

dasar dalam seleksi hewan melalui teknik yang dikenal dengan Marker Assisted

Selection (MAS) atau seleksi berdasarkan penanda gen. Variasi genetik juga

dapat dijadikan dasar untuk konservasi jenis. Suatu jenis tertentu mungkin

dihasilkan dari suatu proses adaptasi terhadap keadaan lingkungan yang

mengarahkan pada terbentuknya kombinasi alel yang unik. Penggunaan Marker

Assisted Selection (MAS) didasarkan pada gagasan bahwa terdapat gen yang

memegang peranan utama dan menjadi sasaran atau target secara spesifik dalam

seleksi (Van der Warf, 2000).

Efisiensi dari MAS dalam peningkatan kualitas hewan produksi tergantung

pada beberapa faktor antara lain proporsi varian sifat tambahan yang disebabkan

oleh marka, dan ketepatan teknik seleksi. Namun demikian, Edwards dan Page

(1994) serta Lande dan Thompson (1990) menyatakan bahwa peningkatan sifat

genetik sampai 50% dapat dipastikan terjadi dengan teknik MAS. Peningkatan ini

terjadi karena lebih akuratnya teknik MAS dalam seleksi, dan pengurangan waktu

seleksi antar generasi karena gen dapat diidentifikasi sejak awal kelahiran atau

bahkan semasa masih dalam embrio. Pendekatan marka gen telah banyak

8

digunakan dengan baik untuk sifat-sifat seperti resistensi terhadap penyakit,

fertilitas dan reproduksi, dan produksi susu (Sutarno, 2006).

Major Histocompatibility Complex (MHC)

Major Histocompatibility Complex (MHC) adalah sekumpulan gen yang

ditemukan pada semua jenis vertebrata. Protein MHC yang disandikan berperan

dalam mengikat dan mempresentasikan antigen peptida ke sel T. Molekul

permukaan sel yang bertanggung jawab terhadap rejeksi transplan dinamakan

molekul histokompatibilitas, dan gen yang mengkodenya disebut gen

histokompatibilitas. Nama ini kemudian disebut dengan histokompatibilitas mayor

karena ternyata MHC bukan satu-satunya penentu rejeksi karena terdapat pula

molekul lain yaitu molekul histokompitibilitas minor yang walaupun lebih lemah

juga ikut menentukan rejeksi. Pada saat ini telah diketahui bahwa molekul MHC

merupakan titik sentral inisiasi respons imun (Anonim, 2012).

Major Histocompatibility Complex (MHC) merupakan kelompok lokus

yang terdiri atas kumpulan gen penting (major) yang mengendalikan respon imun.

Respon imun terutama disebabkan oleh adanya aksi limfosit yang dihasilkan

dalam sel sumsum tulang. Aksi limfosit dalam sistem kekebalan dipacu oleh

adanya antigen. Peranan MHC dalam sistem kekebalan seluler diawali dari

masuknya antigen ke dalam tubuh melalui proses up take oleh makrofag yang

kemudian memicu limfosit T untuk mematikan sel yang terinfeksi. Sementara itu,

dalam sistem kekebalan humoral, MHC berperan dalam membantu pembentukan

antibodi oleh limfosit B (Tizard, 2000).

9

MHC atau antigen histokompatibilitas utama adalah antigen yang terdapat

pada sel limfosit yang bersifat lebih imunogenik dibandingkan antigen lainnya.

Antigen ini ditemukan pertama pada leukosit darah, nomenklatur MHC pada

setiap hewan berbeda. Diawali dengan singkatan yang merujuk pada jenis hewan

dan dilanjutkan dengan huruf L (Limfosit) dan A (Antigen) (Tizard, 2000). MHC

yang terdapat pada kambing yaitu Caprine Limfosit Antigent (CLA) yang telah

terbukti sama dengan domba dan sapi. (Takada, et al., 1998).

Menurut Kuncorojakti (2011), molekul gen MHC dibedakan menjadi tiga

kelas, yaitu MHC kelas I, II, dan III. MHC kelas I berisi beberapa gen yang

berperan dalam respon imun selular.MHC kelas II merupakan gabungan gen yang

berperan penting dalam respon imun selular dan humoral. Kelas II gen MHC

secara ekstensif dicirikan dengan domba dan sapi (Takada, et al., 1998). MHC

kelas II menciri dengan jumlah alel yang besar pada setiap lokus dan terdapat

perbedaan jumlah asam amino yang besar pada setiap alelnya. MHC kelas III

mengandung beberapa gen yang memiliki fungsi luas, berperan dalam

pembentukan komponen protein dan sistem komplemen, hanya beberapa

diantaranya yang terlibat dalam respon imun (Guillemot, et al, 1988). Daerah

MHC sangat luas, sekitar 3500 kb di lengan pendek kromosom 6, meliputi regio

yang mengkode MHC kelas I, II, III, dan protein lain, serta gen lain yang belum

dikenal, yang mempunyai peran penting pada fungsi sistem imun (Anonim, 2012).

Gen MHC berhubungan dengan gen imunoglobulin dan gen reseptor sel T

(TCR = T-cell receptors) yang tergabung dalam keluarga supergen

imunoglobulin, tetapi pada perkembangannya tidak mengalami penataan kembali

10

gen seperti halnya gen imunoglobulin dan TCR (Anonim, 2012). Menurut Caron,

Abplanalpand, and Taylor (1997), MHC berhubungan dengan kepekaan terhadap

infeksi parasit. Keragaman ini berhubungan dengan keragaman reseptor pada

limfosit T, yang berkontribusi pada perbedaan respon kekebalan pada individu

(Sommer, 2005).

DRB3.2 locusPst I

Major histocompatibility Complex (MHC) adalah gen yang wilayahnya

paling luas atau gen genom keluarga ditemukan di sebagian besar vertebrata yang

mengkodekan molekul MHC. Molekul MHC memegang peranan penting dalam

sistem kekebalan tubuh dan autoimunitas. Ada dua kelas umum molekul MHC:

Kelas Idan Kelas II. Molekul kelas I MHC ditemukan pada hampir semua sel dan

protein ini untuk mematikan sel T. kelas IIMolekul MHC ditemukan pada sel-sel

kekebalan tertentu (Traherne,et al., 2006).

MHC-DRB berperan dalam sistem imunitas yang penting dalam

pengenalan pathogen serta membawa pathogen tersebut (Petlane, et al., 2012).

Sistem Caprine Limfosit Antigen (CLA) adalah kompleks histocompatibility

utama kambing, telah terbukti mirip dengan sapi yang dinyatakan memiliki dua

kelas II antigen, DQ dan DR (Takada, et al., 1998). Molekul MHC DR subtipe

telah diidentifikasi sebagai salah satu kelas prinsip II protein yang ditemukan pada

sel kambing (Schwaiger, et al., 1993).

Sejauh ini, setidaknya ada dua lokus DRB yang telah ditandai (Schwaiger

et al., 1993; Amills et al., 1995). CLA-DRB3 ekson 2 (CLA-DRB3.2)

mengkodekan β1 domain dari DR molekul dan menampilkan tingkat yang sangat

11

tinggi dari polimorfisme dengan lebih dari 25 urutan yang berbeda. Polimorfisme

CLA-DRB3.2 dianggap bertanggung jawab untuk perbedaan antara individu

dalam respon kekebalan terhadap agen infeksius. Penelitian sebelumnya

menyatakan, asosiasi alel dari sapi MHC-DRB3 ekson 2 (BoLA DRB3.2)

berhubungan dengan ketahanan penyakit, respon imun, dan produksi sifat (Sharif,

et al.,1998). Namun, sedikit yang diketahui tentang asosiasi antara CLA-DRB3.2

alel dan pertahanan penyakit (misalnya Cowdriosis dan infeksi nematoda) dan

ciri-ciri produksi (misalnya daging dan susu) pada kambing.

12

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2015 bertempat di

Kandang Kambing Laboratorium Ternak Potong dan Laboratorium Bioteknologi

Terpadu, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.

Materi Penelitian

Bahan utama dari penelitian ini adalah 32 sampel darah dari 32 ekor induk

kambing Kacang umur 2 tahun di Unit Kandang Kambing Laboratorium Ternak

Potong Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin dan 46 sampel DNA induk

kambing Kacang umur 2 tahun dari koleksi DNA Laboratorium Bioteknologi

Terpadu Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Bahan pendukung antara

lain: enzim restriksi PstI, bahan ekstraksi DNA (lysis buffer, proteinaseK, wash

buffer I,wash buffer II, elution buffer, ethanol absolute 96%), bahan PCR (dNTP

mix, MgCl2,enzim Taq DNA polymerase), bahan elektroforesis (agarose,Na2

EDTA, ethidium bromide, marker DNA, DNA loading dye), tissue, dan primer

gen MHC DRB3.2Locust Pst I.

Tabel 1. Sequen primer beserta enzim restriksi endonuklease untuk PCR-

RFLP

Primer Sequen DNA Enzim

Restriksi

Panjang

PCR Sumber

MHC F : 5’-TATCCCGTCTCTGCAGCACATTTC-3’

PstI 285 bp Ahmed,

2006 R : 5’-TCGCCGCTGCACACTGAAACTCTC-3’

Alat yang digunakan yaitu : Kit DNA ekstraksi (Thermo Scientific),

venoject, tabung vacutainer, mesin PCR, centrifuge, alat pendingin, tabung

13

eppendorf besar dan kecil, gel dokumentasi (syngene G:BOX), mikropipet, tip, rak

tabung, elektroforesis, autoclave, timbangan, dan sarung tangan.

Tahapan Penelitian

Koleksi Sampel Darah

Sampel darah diperoleh dari induk kambing Kacang berumur 2 tahun di

Unit Kandang Kambing Laboratorium Ternak Potong, Fakultas Peternakan

Universitas Hasanuddin. Pengambilan darah melalui vena jugularis sebanyak 2

ml kemudian ditampung pada tabung vacutainer yang telah berisi antikoagulan

EDTA untuk mencegah penggumpalan darah. Sampel darah yang dikumpulkan

sebanyak 32 tabung.

Ekstraksi DNA

DNA diisolasi dan dimurnikan dengan menggunakan Kit DNA ekstraksi

(Genjet Genomic DNA Extraction Thermo Scientific) dengan mengikuti protocol

ekstraksi yang disediakan. Sebanyak 200 μl sampel darah dilisis dengan

menambah400 μl larutan buffer (lysis buffer), 20 μl proitenaseK (10 mg/ml),

kemudiandicampur dan diinkubasi pada suhu 56ºC selama 60 menit pada

waterbath shaker.Setelah inkubasi larutan, ditambahkan 200 μl ethanol absolute

96% dandisentrifugasi 6.000 x g selama 1 menit.

Pemurnian DNA dilakukan menggunakan spin column dengan

penambahan500 μl larutan pencuci wash buffer I yang kemudian dilanjutkan

dengan sentrifugasi pada 8.000 x g selama 1 menit. Setelah supernatanya

dibuang, DNA kemudian dicuci lagi dengan 500 μl wash buffer II dan

disentrifugasi pada 12.000 x g selama 3 menit. Setelah supernatanya dibuang,

14

DNA kemudian dilarutkan dalam 200 μl elution buffer dan disentrifugasi pada

8.000 x g untuk selanjutnya DNA hasil ekstraksi ditampung dan disimpan pada

suhu -20 ºC.

Teknik PCR-RFLP

Komposisi reaksi PCR dikondisikan pada volume reaksi 25 μl yang terdiri

atas 100 mg DNA, 0.25 mM primer MHC DRB3.2 PstI, 150 μM dNTP, 2.5 mM

Mg2+,0.5μl Taq DNA polymerase dan 1x buffer. Kondisi mesin PCR dimulai

dengan denaturasi awal pada suhu 94ºC x 2 menit, diikuti dengan 35 siklus

berikutnya masing-masing denaturasi 94ºC x 45 detik dengan suhu annealing

yaitu : 64ºC x 60 detik yang dilanjutkan dengan ekstensi : 72ºC x 60 detik yang

kemudian diakhiri dengan satu siklus ekstensi akhir pada suhu 72ºC selama 5

menit dengan menggunakan mesin PCR (SensoQuest, Germany). Produk PCR

kemudian dielektroforesis pada gel agarose 1.5 % dengan buffer 1x TBE (89 mM

Tris, 89 mM asam borat, 2 mM Na2EDTA) yang mengandung 100 ng/ml ethidium

bromide. Kemudian divisualisasi pada UV transiluminator (gel documentation

system ;syngeneG:BOX)).

Produk PCR yang diperoleh dari masing-masing gen target kemudian

dianalisis menggunakan RFLP melalui pemotongan menggunakan enzim restriksi

PstI (CTGGA G) yang memiliki situs pemotongan pada gen MHC. Sebanyak

5l DNA produk PCR ditambahkan 0,3 l enzim restriksi (5U) ; 0,7 l buffer

enzim dan 1lmilique water sampai volume 7l, selanjutnya dilakukan inkubasi

selama 18 jampada suhu 37ºC. Analisis produk RFLP dilakukan dengan

15

elektroforesis pada gel polyacrylamide dan pewarnaan dengan perak mengikuti

metode Tegelstrom (1992).

Analisis Data

Keragaman genotipe tiap-tiap individu dapat ditentukan dari pita-pita

DNA gen yang ditemukan. Masing-masing sampel dibandingkan berdasarkan

ukuran (marker) yang sama dan dihitung frekuensi alelnya. Frekuensi alel

dihitung menggunakan rumus Nei dan Kumar (2000) :

xi =

2nii + ∑ nij

j≠i

2n

Keterangan :

Xi = frekuensi alel ke -i

nii = jumlah sampel yang bergenotip ii ( homozigot)

nij = jumlah sampel yang bergenotip ij ( heterozigot)

n = jumlah sampel

Nilai heterozigositas pengamatan (Ho) dan heterozigositas harapan

(He)berdasarkan rumus heterozigositas Nei dan Kumar (2000) dihitung dengan

menggunakan software PopGene 32 versi 1.31 (Yeh, Yang, and Boyle, 1999).

Keterangan:

Ho = heterozigositas pengamatan di antara populasi,

He = heterozigositas harapan di antara populasi,

16

𝑤𝑘 =ukuran relatif populasi,

Xkij (i≠j) = frekuensi AiAj pada populasi ke-k.

Test keseimbangan Hardy-Weinberg (HWE) dengan uji chi-square (Hartl,

1988) sebagai berikut :

Keterangan :

χ² = chi-square ,

Obs = jumlah genotipe ke-ii atau ke-ij hasil pengamatan,

Exp = jumlah genotipe ke-ii atau ke-ij yang diharapkan.

17

300 bp

100 bp

285 bp 300 bp

HASIL DAN PEMBAHASAN

Amplifikasi Gen MHC DRB3.2 Locust PstI

Gen MHC DRB3.2 Locust PstI berhasil diamplifikasi dengan

menggunakan mesin thermocycler SensoQuest Germany, dengan Suhu annealing

64ºC terhadap 72 sampel DNA kambing Kacang. Hasil amplifikasi ruas gen

dapat divisualisasikan pada gel agarose 1,5% yang dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1.Hasil Amplifikasi Gen MHC DRB3.2 Locus PstI yang divisualisasi

pada gel Agarose 1,5 %

M : Marker (100 bp); 1-8 : Amplikon gen MHC DRB3.2 Locus PstI.

Gambar 1. menunjukkan panjang fragmen yang merupakan hasil

amplifikasi dari PCR terhadap gen MHC DRB3.2 Locus PstI yaitu sepanjang 285

bp. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ahmed (2006)

bahwa panjang produk PCR yang dihasilkan adalah 285 bp. Petlanea et al (2012)

juga mendapatkan hasil PCR pada CLA dengan panjang produk 285 bp yang

dilakukan pada kambing Saneen, PE (Peranakan Etawah), dan PESA (PE dan

Saneen) dengan menggunakan PstI sebagai enzim pemotong.

Penentuan genotipe gen MHC DRB3.2 pada kambing Kacang

menggunakan metode PCR-RFLP yang dideteksi berdasarkan banyaknya pita

200 bp

M 1 2 3 4 5 6 7 8

18

226 bp

M 1 2 3 4 5 6 7 8

yang muncul dengan PstI sebagai enzim restriksi. Hasil pendeteksian keragaman

gen MHC DRB 3.2 Locus PstI dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Hasil pengamatan keragaman gen MHC DRB3.2 Locus PstI ;

M: Marker; enzim restriksi : PstI; 1-8

Gambar 2. menunjukkan hasil pengamatan keragaman gen MHC DRB3.2

Locus PstI pada populasi kambing kacang menggunakan metode PCR-RFLP.

Setelah dilakukan pemotongan menggunakan enzim restriksi PstI, masing masing

genotipe dibedakan berdasarkan jumlah pita yang muncul dalam gel Agarose

1,5%. Hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa fragmen yang didapatkan

adalah 2 macam alel yaitu alel P dan alel p dengan panjang pita untuk alel P yaitu

270-bp, dan 15-bp dan panjang pita untuk alel p yaitu 226-bp, 44-bp, dan 15-bp.

Dua macam alel yang ditemukan pada penelitian ini membentuk 3 macam

genotipe, diantaranya yaitu PP, Pp, dan pp. Hal yang sama juga ditemukan pada

penelitian yang dilakukan oleh Singh, et al., (2011) pada 203 ekor kambing

Jamnapari dengan PstI sebagai enzim pemotongnya yang menemukan 2 macam

alel yaitu alel P (270-bp, dan 15-bp) dan alel p (226-bp, 44-bp, dan 15-bp) dan

menemukan 3 macam genotipe yaitu PP, Pp, dan pp. 2 macam alel yang

ditemukan tersebut menunjukkan bahwa gen MHC DRB 3.2 Locus PstI I pada

M Pp PP pp Pp Pp pp PP pp

Pp

270 bp

200 bp

100 bp

300 bp

44 bp

15 bp

19

reverse cut size PstI

Forward

populasi kambing Kacang yang diamati sangat beragam. Hal ini sesuai dengan

pendapat Sufro (1994) yang menyatakan bahwa keragaman genetik dalam suatu

individu dapat dilihat bilamana ada dua alel untuk gen yang sama namun memiliki

perbedaan konfigurasi DNA yang menduduki lokus yang sama pada suatu

kromosom.

Pendeteksian keragaman dan penempelan primer gen MHC DRB3.2

dengan metode PCR-RFLP dan PstI sebagai enzim pemotong (CTGGA|G) dapat

dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Letak sequens primer forward dan reverse MHC DRB3.2.

Gambar 3. memperlihatkan letak/runutan sequens DNA gen MHC

DRB3.2 Locus PstI dari primer yang dipakai menggunakan enzim

pemotong/restriksi PstI dengan situs pemotongan (CTGGA|G) dimana enzim PstI

memotong dan menempel pada rantai ke 210.

Frekuensi Genotipe dan Alel

Hasil analisis frekuensi genotipe pada fragmen gen MHC DRB3.2 Locus

PstI kambing Kacang dapat dilihat pada Tabel 2.

20

Tabel 2. Frekuensi Genotipe Gen MHC DRB3.2 Locus PstI

Tabel 2 menunjukkan frekuensi genotipe fragmen gen MHC pada populasi

kambing Kacang yang ada di Kandang Ternak Potong dan dari Kabupaten

Jeneponto memiliki 3 macam genotipe yaitu PP, Pp, dan pp. Sedangkan pada

populasi kambing Kacang dari Kabupaten Maros hanya memiliki 2 macam

genotipe yaitu Pp, dan pp. Frekuensi genotipe PP di Kandang Ternak Potong

(43,37) lebih tinggi dari Kabupaten Maros (0,00) dan Jeneponto (16,66).

Sedangkan frekuensi genotipe Pp di Kabupaten Maros (93,75) dan Jeneponto

(43,33) lebih tinggi dari Kandang Ternak Potong (25,00). Hal ini terjadi karena

proses perkawinan pada Kandang Ternak Potong hanya menggunakan 1 ekor

pejantan untuk beberapa betina dan diduga pejantan yang digunakan hanya

membawa genotipe PP. Sedangkan pada Kabupaten Maros dan Jeneponto

menggunakan beberapa pejantan untuk dikawinkan secara acak.

Sampel DNA kambing Kacang dari kabupaten Maros tidak ditemukan

genotipe PP. Hasil tersebut dapat terjadi karena jumlah sampel yang diteliti

jumlahnya sedikit. Hal yang sama juga ditemukan terhadap kambing perah PESA

(Peranakan Etawah-Saneen) pada penelitian Petlanea, et al., (2012) yang tidak

menemukan genotipe PP (0,00) dengan jumlah sampel yang teliti yaitu hanya 9

sampel DNA.

Populasi Jumlah

(ekor)

Frekuensi Genotipe

PP (ekor) pp (ekor) Pp (ekor)

Kambing Kacang Di Kandang Ternak

Potong 32 43,37 (14) 31,25 (10) 25,00 (8)

Kambing Kacang Di Kab. Maros 16 0,00 (0) 6,25 (1) 93,75 (15)

Kambing Kacang Di Kab. Jeneponto 30 16,66 (5) 40,00 (12) 43,33 (13)

21

Frekuensi alel adalah proporsi ataupun perbandingan keseluruhan kopi gen

yang terdiri dari suatu varian gen tertentu (alel). Frekuensi alel dihitung

menggunakan rumus Nei dan Kumar (2000) dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Frekuensi Alel Gen MHC DRB3.2 Locus PstI

Berdasarkan Tabel 3. Frekuensi alel p di Kabupaten Maros (0,531) dan

Jeneponto (0,616) lebih tinggi dari Kandang Ternak Potong (0,451). Viabilitas

alel p lebih tinggi karena adanya sistem perkawinan acak pada populasi kambing

Kacang di Kabupaten Maros dan Jeneponto dibandingkan populasi kambing

Kacang di Kandang Ternak Potong. Hal yang sama juga ditemukan pada

penelitian Sing, et al., (2012) yang menemukan nilai total frekuansi alel p (0,835)

lebih tinggi dibandingkan dengan nilai total frekuensi alel P (0,165). Begitu juga

pada penelitian Petlanea, dkk., (2012) menemukan frekuensi alel p lebih tinggi

dibandingkan alel P.

Nilai frekuensi alel pada Tabel 3. menunjukkan bahwa populasi yang

diamati bersifat polimorfik atau beragam karena salah satu alelnya kurang dari

0,99. Menurut Nei dan Kumar, (2000) keragaman dapat ditunjukkan dengan

adanya dua alel atau lebih dalam suatu populasi dan frekuensi alel sama dengan

atau berada di bawah 0,99. Ditambahkan pula oleh Barandse, et al (2008)

polimorfisme pada suatu populasi digunakan sebagai salah satu indeks keragaman

Lokasi Jumlah

(ekor)

Frekuensi Alel

P (%) p (%)

Kambing Kacang Di Kandang Ternak Potong 32 0,549 0,451

Kambing Kacang Di Kab. Maros 16 0,469 0,531 Kambing Kacang Di Kab. Jeneponto 30 0,384 0,616

22

genetik. Sifat polimorfik ini ditentukan dengan mengidentifikasi jumlah alel

(Gambar 2.) pada suatu populasi.

Penentuan frekuensi alel pada populasi kambing Kacang menunjukkan

bahwa gen MHC DRB3.2 bersifat polimorfik (beragam). Polimorfisme CLA-

DRB3.2 dianggap bertanggung jawab untuk perbedaan antara individu dalam

respon kekebalan terhadap agen infeksius. Beberapa penelitian telah dilakukan

untuk mengetahui hubungan alel-alel CLA DRB3.2 Locus PstI dengan sifat

produksi dan imunitas. Alel-alel CLA DRB3 exon 2 berhubungan erat dengan

karakter imunitas (Ammils, et al., 1995) dan mempunyai hubungan resistensi

terhadap penyakit (Ahmed and Othman, 2006).

Nilai Heterozigositas

Nilai heterozigositas pengamatan (Hₒ) dan heterozigositas harapan (He)

berdasarkan rumus heterozigositas Nei dan Kumar (2000) dihitung menggunakan

software Pop Gene 32 versi 1.31 (Yeah, et al., 1999) dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai Heterozigositas Harapan dan Heterozigositas Pengamatan

Berdasarkan Tabel 4 diperoleh nilai heterozigositas pengamatan (Ho)

populasi kambing Kacang di Kandang Ternak Potong lebih tinggi dibanding

heterozigositas harapan (He). Hal ini menunjukkan bahwa populasi kambing

Kacang di Kandang Ternak Potong memiliki nilai Ho yang cukup tinggi karena

nilainya berada diatas 0,50. Nilai Ho yang tinggi menunjukkan keragaman yang

Lokasi Jumlah

(ekor)

Nilai Heterozigositas

Ho He

Kambing Kacang Di Kandang Ternak Potong 32 0,5034 0,2581

Kambing Kacang Di Kab. Maros 16 0,5141 0,9375 Kambing Kacang Di Kab. Jeneponto 30 0,4808 0,4333

23

tinggi pada suatu populasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Javanmard, et al.,

(2005) yang menyatakan bahwa nilai heterozigositas harapan yang tinggi

(Ho>0,50) menunjukkan tingginya keragaman gen pada suatu polulasi. Populasi

kambing Kacang di Kabupaten Maros nilai He lebih tinggi dari nilai Ho karena

memiliki jumlah populasi yang rendah namun memiliki keragaman yang tinggi .

Ukuran populasi kecil menyebabkan tingginya penyimpangan keragaman genetik

yang berakibat pada menurunnya jumlah individu dalam suatu populasi, serta

perkawinan kerabat (inbreeding) (Angeloni, et al., 2014). Sedangkan populasi

kambing Kacang di Kabupaten Jeneponto memiliki nilai Ho dan He yang hampir

sama. Hal ini menunjukkan bahwa populasi kambing Kacang di Kabupaten

Jeneponto memiliki keragaman genetik yang rendah karena nilai heterozigositas

hampir sama. Nilai heterozigositas merupakan cara yang paling akurat untuk

mengukur keragaman suatu populasi (Nei, 1987). Nilai heterozigositas dapat

dipengaruhi oleh jumlah sampel, jumlah alel dan frekuensi alel.

Populasi kambing Kacang di Kandang Ternak Potong dan populasi

kambing di Kabupaten Maros memiliki keragaman yang tinggi. Sedangkan

populasi kambing di Kabupaten Jeneponto memiliki keragaman yang rendah.

Tingginya keragaman gen MHC DRB3.2 Locus PstI di Kandang Ternak Potong

dan di kabupaten Maros dapat dijadikan kandidat gen sebagai penanda genetik

untuk melihat hubungan tingkat ketahanan penyakit pada populasi kambing

Kacang. Sharif et al., (1998) menyatakan bahwa keragaman tinggi dari gen MHC

DRB3.2 berhubungan dengan ketahanan penyakit, respon imun, dan sifat

produksi.

24

Keseimbangan Hardy-Weinberg

Pengujian keseimbangan Hardy-Weinberg pada populasi kambing Kacang

dilakukan dengan menggunakan uji chi-square untuk mengetahui apakah data

yang diperoleh menyimpang atau tidak dari yang diharapkan. Hasil pengujian

Keseimbangan Hardy-Weinberg pada populasi kambing Kacang dapat dilihat

pada Tabel 5.

Tabel 5. Uji Keseimbangan Hardy-Weinberg

Berdasarkan Tabel 5. nilai chi-square pada populasi kambing Kacang di

Kabupaten Jeneponto (0,30) berada dalam keseimbangan Hardy-Weinberg

(P<0,50). Hal ini terjadi karena nilai Chi-Square lebih rendah dari nilai F tabel

(0,45). Sedangkan populasi kambing Kacang yang terdapat di Kabupaten Maros

dan di Kandang Ternak Potong diperoleh nilai Chi-Square yang tidak sesuai

dengan hukum Hardy-Weinberg. Hal ini mengindikasikan bahwa telah terjadi

proses seleksi yaitu pemilihan calon pejantan dan calon induk pada kambing

Kacang di Kandang Ternak Potong dan Kabupaten Maros. Menurut

Hardjosubroto (1998), Suatu populasi dikatakan dalam keseimbangan Hardy-

Weinberg jika frekuensi genotipe dan frekuensi alel selalu konstan dari generasi

ke generasi. Pada penelitian petlanea et al., (2012) juga ditemukan hasil yang

tidak sesuai dengan hukum Hardy-Weinberg dengan perbanding jumlah populasi

kambing yang hampir sama.

Populasi N

(ekor) X2 F tabel

Derajat

Bebas A

Kambing Kacang Di Kandang Ternak

Potong 32 7,61 3,84 1 0,05 Kambing Kacang Di Kab. Maros 16 11,58 10, 827 1 0,001 Kambing Kacang Di Kab. Jeneponto 30 0,30 0,45 1 0,50

25

Hardy-Weinberg menyatakan bahwa frekuensi alel dan frekuensi genotipe

dalam suatu populasi akan tetap konstan, yakni berada dalam keseimbangan dari

satu generasi ke generasi lainnya kecuali apabila terdapat pengaruh-pengaruh

tertentu yang mengganggu keseimbangan tersebut. Pengaruh-pengaruh tersebut

meliputi perkawinan tak acak, mutasi, seleksi, dan ukuran populasi terbatas.

Dalam suatu populasi satu atau lebih pengaruh ini akan selalu ada (Burns, 1980).

26

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Gen MHC DRB3.2 Locus PstI pada populasi kambing Kacang bersifat

polimorfik (beragam). Populasi kambing Kacang di Kandang Ternak Potong dan

di kabupaten Maros memiliki keragaman tinggi yang menandakan populasi

kambing Kacang di Kandang Ternak Potong dan di Kabupaten Maros dapat

dijadikan kandidat gen sebagai penanda genetik untuk melihat hubungan tingkat

ketahanan penyakit pada kambing Kacang.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui bagaimana

hubungan sifat polimorfik gen MHC DRB3.2 Locus PstI dengan kemampuan

respontabilitas kambing Kacang terhadap penyakit akibat cacing, parasit internal,

dan caplak.

27

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, S. and E. Othman. 2006. A PCR-RFLP method for the analysis of

Egyptian goat MHC class II DRB gene. Department of Cell Biology,

National Research Center. Biotechnology. 5(1): 58-6.

Amills, M., O. Francino and A. Sanchez. 1995. Nested PCRallows the

characterization of TaqI and PstI RFLPs in thesecond exon of the caprine

MHC class II DRB gene. Vet.Immunol. Immunopathol. 48:313-321.

Angeloni, F., P. Vergeer, C. A. M. Wagemaker, and N. J. Ouborg. 2014. Within

and between population variation in inbreeding depression in the locally

threatened perennial Scabiosa columbaria. Conservion Genetic. 15: 331-

342.

Angyalosi G, R. Neveb, I. Wolowczuk, A. Delanoye, J. Herno, andC. Auriault.

2001. HLA class IIpolymorphism influences onset and severityof

pathology in Schistosoma mansoniinfectedtransgenic mice. Infect Immun

69:58-74.

Anonim. 2008. Genetic Diversity.National Biological Information

Infrastructure.NBII.www.nbii.gov. Diakses pada 23 Maret 2015.

Anonim. 2012. Imunologi Dasar : Kompleks Histokompatibilitas

Mayor.http://allergycliniconline.com/.Diakses pada 26 Maret 2015.

Anthony, L., DeFranco, M. Richard, Locksley, and R. Miranda. 2007. Immunity:

The Immune Response in Infectious and Inflammatory Disease. Oxford

University Press.

Baratawidjaja, K.G. 2006. Imunologi Dasar. 7thed. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

Barendse, W., B.E. Harrison, R, J. Bunchand, and M.B. Thomas. 2008. Variation

at the calpain 3 gene is associated with meat tenderness in Zebu and

composite breeds of cattle. BMC Genetic. 9:41-49.

Batubara, A, B. Tiesnamurti, F.A. Pamungkas, M. Doloksaribu dan E.

Sihite.2009.Petunjuk Teknis Potensi Beberapa Plasma Nutfah Kambing

Lokal Indonesia.Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.Bogor.

Burns, G.W. 1980.The Science of Genetics: Chapter 14. Macmillan Publishing

Co. New York.

Caron, L.A., H. Abplanalpand R.L. Taylor.1997. Resistance, susceptibility, and

immunity to Eimeria Tenella in Major Histocompatibility Complex

congenic lines.Poultry Science.76(1): 677−682.

28

Edwards, M. D.,and N. J Page. 1994. Evaluation of marker assisted selection

through computer simulation. Theoretical and Applied Genetics 88:376-

382.

Elfianis, R. 2015. Mark Assisted Selected (MAS). http://ritaelfianis.com/mas-

marker-assisted-selection/ diakses pada 26 Maret 2015.

Guillemot, F., N. Fréchin, A. Billault, A.M. Chaussé, R. Zoorob, C. Auffray, and

J.Embo. 1988. Isolation of chicken Major Histocompatibility Complex

class II (B-L) beta chain sequences: comparison with mammalian beta

chains and expression in lymphoid organs.7(4):103-109.

Hardjosubroto W, 1998. Pengantar Genetika Hewan. Fakultas Peternakan

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Hartl, D.L. 1988. Principle of Population Genetic.Sinauer Associates, Inc.

Publisher.Sunderland.

Javanmard A, Asadzadeh N, Banabazi MH, and Tavakolian J. 2005. The Allele

and genotype frequencies of bovine pituitary specific transcription factor

and leptin genes in iranian cattle and buffalo populations using PCR-

RFLP. Iranian J Biotechnol. 3:104-108

Judajana, F. M. 1999. Imunogenetika.Dalam Imunologi Mukosal Kedokteran

Airlangga University Press.Hal.1-25.

Kuncorojakti, S. 2011. Major Histocompatibility Complex (MHC).

web.unair.ac.id. Diakses pada 26 Maret 2015.

Lande, R., and R. Thompson. 1990. Efficiency of marker-assisted selection in the

improvement of quantitative traits. Genetics. 124(1):743-756.

Nei M. 1987. Molecular evalutionery genetics. New York (NY): Columbia

University Press.

Nei, and Kumar. 2000. Molecular Evolutian and Phylogenetics.Oxford University

Press.New York.

Pandjassarame, K. 2009. Bioinformation discovery: data to knowledge in

Biology. Springer.

Petlanea, R. R. Noor, and R. R. A. Maheswari. 2012. The Genetic Diversity of

TLR4 MHC-DRB Genes in Dairy Goats Using PCR-RFLP Technique.

Media Peternakan. 66:91-95.

Sambrook,K.J.,E.F.Fritsch and T.Maniatis.1989.Molecular Cloning Laboratory

manual 3rd Ed.Cold Spring Harbour Lab. Press New York.

29

Schwaiger F. W., J. Buitkamp,E. Weyers, and J. T. Epplen.1993. TypingofMHC-

DRBgenes with the help of intronic simple repeatedDNA sequences. Mol.

Ecol. 2:55–59.

Sharif S., B. A. Mallard, B. N. Wilkie, J. M. Sargeant, H. M. Scott,J. C. M.

Dekkers,K. E. Leslie. 1998.Associations of the bovinemajor

histocompatibility complex DRB3 (BoLA-DRB3) with productiontraits in

Canadian dairy cattle.Animal Genetic. 30:157–160.

Sharma, A. K., B. Bhushan, P. Kumar, D. Sharma, V. K. Saxena, A.Sharma and

S. Kumar. 2005. DNA polymorphism of DRB 3.2locus and its association

with serum lysozyme in Rathi cattle(Bos indicus). J. Appl. Anim. Res.

28:61-64.

Singh, P.K., S.V. Singh, M.K. Singh, V.K. Saxena, A.V Singh, and J.S. Sohal.

2011. Genetic analysis of MHC Class II DRB gene in an endangered

Jamunapari breed of goats.Indian Journal of Biotechnology. 11 : 220-223.

Soller, M. and J.S. Backman.1983.Genetic polymorphism varietal identification

and genetic improvement. Theory Application Genetic. 67(1):25-33.

Sommer, S. 2005. The importance of immune gene variability (MHC) in

evolutionary ecology and conservation.Frontiers in Zoology. 2:1

Sufro, A.S.M. 1994. Keanekaragaman Genetik.Yogjakarta : Andi offset

Sutarno, 2006.Penggunaan Teknik Molekuler untuk Memperbaiki Sifat Produksi

Hewan Ternak. Universitas Sebelas Maret. Surakarta

Takada, T., Y. Kikkawa, H. Yonekawa, and T. Amano. 1998.Analysis of goat

MHC class II DRA and DRB genes:identification of the expressed gene

and new DRB alleles.Immunogenetics 48(1):408-412.

Tambasco D. D., C. C. P. Paz, M. Tambasco-Studart, A. P. Pereira, M. M.

Alencar, A. R. Freitas, L. L. Countinho, I.U. Packer and L. C. A. Regitano.

2003. Candidate genes for growth traits in beef cattle Bos Taurus x Bos

Indicus. J. Anim. Bred. Genet. 120: 51-60.

Tisdell, C. 2003. Socioeconomic causes of loss of animal genetic diversity:

analysis and assessment. Ecological Economics 45(3):365-376.

Tizard, I.R. 2000. Veterinary Immunology An Introduction. Sixth Edition.WB

Saunders Company. Harcourt Health Sciences Company. Philadelphia,

Pennsylvania.

Traherne, J. A., R. Horton, A. N. Roberts, M. Miretti, M. E. Hurles,C. A. Stewart,

J. L. Ashurst, A. M. Atrazhev, P. Coggill, S.Palmer, J. Almeida, S. Sims,

L. G. Wilming, J. Rogers, P. J.de Jong, M. Carrington, J. F. Elliott, S.

30

Sawcer, J. A. Todd, J.Trowsdale and S. Beck. 2006. Genetic analysis of

completely sequenced disease-associated MHC haplotypes identifies

shuffling of segments in recent human history. PLoS Genet. 2:81-92.

Van der Warf, J. 2000. An overview of animal breeding programs.Di dalam

Kinghorn B, Van der Werf J, editor. QTL course :Identifiying and

Incorporating Genetic Markers and Major Genes in Animal Breeding

Programs. Armidale, Australia : University of New England.

Yeh, F.C., R.C. Yang and T. Boyle.1999.POPGENE version 1.31 : Microsoft

Window-based Freeware for Population Genetic Analysis. Edmonton, AB.

Canada : University of Alberta Canada.

31

LAMPIRAN

32

33

RIWAYAT HIDUP

Evy Harjuna Saad dilahirkan pada tanggal 15 Juli 1992

di Kota Watampone, Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi

Selatan. Penulis adalah anak kedua dari lima bersaudara

dari pasangan Saade, S. Pd. dan St. Norma, S. Pd. Pada

tahun 1999 penulis memulai pendidikan di Sekolah Dasar

Negeri 206 Apala dan tamat pada tahun 2005. Pada tahun yang sama, penulis

melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Barebbo, tamat pada tahun

2008. Kemudian penulis melanjutkan ke SMAN 2 WATAMPONE pada tahun

2008 dan tamat pada tahun 2011. Pada tahun yang sama pula, penulis

melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Negeri dan lulus melalui Jalur

SNMPTN di Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas

Hasanuddin, Makassar.