Kepentingan Daerah dalam Revisi Undang-Undang Migas

4
Pemerintah daerah, masyarakat kabupaten /kota, masyarakat yang bertempat nggal di sekitar lokasi tambang migas merupakan pihak yang potensial menerima dampak langsung atau dak langsung dari kegiatan operasi industri ekstrakf migas yang berada di wilayahnya. Kegiatan operasi industri ekstrakf Migas tentu diharapkan akan membawa dampak ekonomi maupun sosial yang signifikan bagi masyarakat di daerah, baik berupa peningkatan penerimaan, penciptaan lapangan kerja, peningkatan kegiatan ekonomi daerah, maupun peningkatan kegiatan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat dan sebagainya. Namun demikian, lingkungan (baik lingkungan sosial maupun haya) juga menerima dampak eksternalitas yang dak sedikit. Sebut saja misalnya alih fungsi lahan pertanian yang dapat berimbas pada beralihnya mata pencaharian sebagian masyarakat, kerusakan jalan yang sering dikeluhkan warga karena penggunaan alat angkut berat industri, maupun perubahan rona lingkungan (baik secara fisika maupun biologis) serta resiko kejadian kecelakaan Migas seper gas kick, tumpahan minyak, kebakaran pipa ataupun mud flow seper kasus lumpur Lapindo. Sering kali, berbagai dampak baik posif maupun negaf tersebut kurang dapat dikelola dengan baik. Dampak posif seper naiknya penerimaan daerah dan peningkatan kegiatan ekonomi lokal, dak dianggap sebagai dampak keka masyarakat dak mengetahui berapa besar penerimaan tersebut dan digunakan untuk apa bagi pembangunan di daerah. Sehingga, masyarakat (terutama masyarakat yang bertempat nggal di sekitar lokasi tambang) hanya akan melihat bahwa kegiatan tersebut berdampak pada rusaknya jalan di pemukiman akibat alat angkut kendaraan berat. Di lain sisi, perusahaan terkadang merasa bahwa dengan mengeluarkan anggaran untuk kegiatan CSR/ Comdev, dianggap telah menyelesaikan masalah- tanpa harus berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah. Sebaliknya, jika di sebuah desa telah mendapat alokasi dana CSR/Comdev dari perusahaan, Pemda cenderung menyerahkan Kepentingan Daerah dalam Revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi 1

description

Hasil kajian ICEL bersama anggota koalisi Publish What You Pay Indonesia

Transcript of Kepentingan Daerah dalam Revisi Undang-Undang Migas

Page 1: Kepentingan Daerah dalam Revisi Undang-Undang Migas

Pemerintah daerah, masyarakat kabupaten /kota, masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar lokasi tambang migas merupakan pihak yang potensial menerima dampak langsung atau tidak langsung dari kegiatan operasi industri ekstraktif migas yang berada di wilayahnya.

Kegiatan operasi industri ekstraktif Migas tentu diharapkan akan membawa dampak ekonomi maupun sosial yang signifikan bagi masyarakat di daerah, baik berupa peningkatan penerimaan, penciptaan lapangan kerja, peningkatan kegiatan ekonomi daerah, maupun peningkatan kegiatan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat dan sebagainya. Namun demikian, lingkungan (baik lingkungan sosial maupun hayati) juga menerima dampak eksternalitas yang tidak sedikit. Sebut saja misalnya alih fungsi lahan pertanian yang dapat berimbas pada beralihnya mata pencaharian sebagian masyarakat, kerusakan jalan yang sering dikeluhkan warga karena penggunaan alat angkut berat industri, maupun perubahan rona lingkungan (baik secara fisika maupun biologis)

serta resiko kejadian kecelakaan Migas seperti gas kick, tumpahan minyak, kebakaran pipa ataupun mud flow seperti kasus lumpur Lapindo.

Sering kali, berbagai dampak baik positif maupun negatif tersebut kurang dapat dikelola dengan baik. Dampak positif seperti naiknya penerimaan daerah dan peningkatan kegiatan ekonomi lokal, tidak dianggap sebagai dampak ketika masyarakat tidak mengetahui berapa besar penerimaan tersebut dan digunakan untuk apa bagi pembangunan di daerah. Sehingga, masyarakat (terutama masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar lokasi tambang) hanya akan melihat bahwa kegiatan tersebut berdampak pada rusaknya jalan di pemukiman akibat alat angkut kendaraan berat. Di lain sisi, perusahaan terkadang merasa bahwa dengan mengeluarkan anggaran untuk kegiatan CSR/Comdev, dianggap telah menyelesaikan masalah-tanpa harus berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah. Sebaliknya, jika di sebuah desa telah mendapat alokasi dana CSR/Comdev dari perusahaan, Pemda cenderung menyerahkan

Kepentingan Daerah dalam Revisi Undang-Undang Minyak

dan Gas Bumi

1

Page 2: Kepentingan Daerah dalam Revisi Undang-Undang Migas

seluruh pembangunan di desa tersebut kepada tanggungjawab perusahaan semata.

Terkadang Pemda dan DPRD melihat bahwa adanya kegiatan industri pertambangan Migas di daerahnya merupakan peluang untuk memberlakukan berbagai macam pajak dan retribusi daerah, meski disadari bahwa DPRD tersebut akhirnya juga akan mengurangi bagian daerah dalam perhitungan Dana Bagi Hasil Migas dari Pusat ke Daerah. Pemda dan DPRD terkadang lalai bahwa mengawasi jalannya kegiatan industri Migas agar sesuai dengan peraturan yang berlaku, menerapkan kaidah pertambangan dan tanggungjawab sosial-lingkungan yang baik, serta memfasilitasi kepentingan masyarakat sekitar tambang dengan perusahaan merupakan hal yang penting. Sepenting menggunakan penerimaan Migas untuk pembangunan yang tepat sasaran, bervisi ke depan serta berkelanjutan untuk pembangunan generasi mendatang, mengingat Migas adalah sumberdaya tak terbarukan (unrenewable resources).

Sementara, dalam melakukan penyelesaian masalah, komunikasi dan dialog seringkali terabaikan. Masyarakat terprovokasi untuk melakukan tuntutan hingga memblokir kegiatan pertambangan, perusahaan bersikukuh untuk menjalankan kegiatan sesuai dengan rencana operasinya. Lebih lanjut Pemda dan Pemerintah Pusat terkadang absent untuk memfasilitasi/meresoluasi konflik kepentingan yang terjadi. Sehingga, masing-masing pihak bertindak sendiri-sendiri bahkan tidak jarang saling menyalahkan dan melempar tanggungjawab. Sebut saja soal lambatnya produksi Migas sebagai contoh, perusahaan merasa secara teknis lambat karena persoalan pembebasan lahan dan lambatnya izin-izin dari Pemda, sementara Pemda mengeluh bahwa kegiatan operasi pertambangan Migas cenderung tidak terkoordinasi dengan Pemda-terlebih akses informasi Pemda yang minim, sementara masyarakat sekitar tambang dalam hal ini disalahkan karena dianggap memperlambat kegiatan karena menuntut

banyak hal. Lambatnya administrasi lelang dan persetujuan BPMIGAS1 dalam pengadaan barang dan jasa juga ikut dijadikan alasan. Sedangkan, yang dibutuhkan justru solusi permasalahan yang memberikan kepastian kegiatan operasi dan jaminan pemenuhan hak-hak masyarakat.

Dalam Undang-Undang Migas yang saat ini berlaku, memang telah terdapat beberapa aturan besar yang dapat dijadikan dasar dalam mengakomodasi kepentingan masyarakat di daerah, diantaranya: Ketentuan Kontrak Kerja Sama (KKS) yang harus memuat ketentuan pokok pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat, pengelolaan lingkungan hidup, pengutamaan pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri serta kewajiban pasca operasi pertambangan (Pasal 11 UU 22 Tahun 2001); Kewajiban berkonsultasi dengan Pemerintah Daerah sebelum Menteri ESDM melakukan penawaran Wilayah Kerja (WK) kepada Badan Usaha/Bentuk Usaha Tetap (BU/BUT) (Pasal 12 UU 22 Tahun 2001); Penyelesaian/jaminan penyelesaian hak atas tanah bagi masyarakat pemegang/pemakai hak atas tanah-dengan BU/BUT terlebih dahulu memperlihatkan Kontrak Kerja Sama atau salinanya yang sah serta memberikan maksud dan tempat kegiatan yang akan dilakukan (Pasal 35 UU 22 Tahun 2001);

Dalam undang-undang dan peraturan tersebut terkandung beberapa klausul penting yang melindungi dan menjamin pemenuhan hak-hak masyarakat sekitar tambang. Terutama terkait dengan partisipasi pemerintah daerah dalam kegiatan industri Migas, pengembangan ekonomi lokal, pelaksanaan program tanggungjawab sosial dan pengembangan masyarakat sekitar, pelaksanaan kewajiban pasca tambang, hingga skema penyertaan modal daerah (participating interest) sebesar minimal 10% dalam kegiatan usaha hulu migas.

Namun demikian, pelaksanaan ketentuan peraturan tersebut masih menemui

21 Putusan Mahkamah Konstitusi No. 36/PUU-X/2012 membatalkan dasar pembentukan BP

MIGAS. Untuk menggantikan BP MIGAS, Pemerintah membentuk Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK MIGAS) berdasarkan PeraturanPresiden No. 9 tahun 2013

Page 3: Kepentingan Daerah dalam Revisi Undang-Undang Migas

beberapa kendala. Apabila tidak ada kepastian penyelesaiannya dapat menghambat industri migas di masa mendatang. Beberapa kendala tersebut diantaranya:

a. Keterlibatan pemerintah daerah dalam proses penentuan dan penawaran Wilayah Kerja (blok) Migas dan rencana pengembangan lapangan (plan of development). Ketentuan dalam (penjelasan) Pasal 12 dan Pasal 21 undang-undang ini masih mewajibkan di level Provinsi, sementara sebagian besar Wilayah Kerja (WK) Migas saat ini berada di level kabupaten/kota, akomodasi kepentingan masyarakat kabupaten seharusnya lebih diakomodasi mengingat masyarakat di tingkat inilah yang paling merasakan dampak dari kegiatan industri Migas.

b. Pada prakteknya, Pemda dan masyarakat sekitar tambang sulit mengakses infromasi mengenai kegiatan pertambangan, baik informasi produksi dan perhitungan penerimaan dari sektor Migas maupun informasi lingkungan seperti dokumen AMDAL atau RKA/KL dari kegiatan operasi pertambangan, serta pelaksanaan kegiatan pasca tambang. Hal ini juga terkait dengan minimnya akses informasi, sosialisasi dampak lingkungan dan simulasi keadaan darurat (contingency plan) bagi masyarakat sekitar tambang.

c. Pada beberapa daerah WK Migas, dirasakan minim koordinasi antara perusahaan dengan pemerintah daerah dalam pelaksanaan program tanggungjawab sosial perusahaan (CSR) dan pengembangan masyarakat sekitar, akibatnya program CSR-Comdev terkesan tidak sesuai dengan program pembangunan daerah.

d. Terkait dengan hak penyertaan modal daerah (participating interest), selama

ini masih diberlakukan untuk penawaran Blok-Blok Migas baru, sementara pada Blok Perpanjangan-penyertaan modal daerah ini tidak diperhatikan/cenderung diabaikan. Hal ini juga didukung oleh persoalan lemahnya kapasitas modal daerah dalam penyertaan modal di industri Migas yang harus dicarikan jalan keluarnya.

Terkait dengan beberapa hal tersebut, dalam hal akomodasi kepentingan masyarakat di daerah, Publish What You Pay Indonesia merekomendasikan:

a. Keterlibatan pemerintah daerah dalam proses penentuan dan penawaran Wilayah Kerja (blok) Migas dan rencana pengembangan lapangan (plan of development), hendaknya tidak hanya melibatkan pemerintah level provinsi (Pasal 12 dan Pasal 21), melainkan juga pemerintah di level Kabupaten/Kota. Mengingat masyarakat di level inilah yang paling menerima dampak eksternalitas dari kegiatan industri Migas.

b. Adanya akses atas hak informasi bagi pemerintah dan masyarakat sekitar tambang terhadap informasi yang terkait dengan penerimaan Migas dan perhitungan bagi hasil, informasi dampak lingkungan dan dokumen pendukungnya, serta akses informasi atas program CSR-Comdev dan kegiatan pertambangan lainnya, yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat di daerah.

c. Akses informasi, keterlibatan pemerintah dan masyarakat di daerah dalam merencanakan program pengembangan masyarakat sekitar (CSR-CD) serta proses rehabilitasi pasca tambang Migas (ASR-Abandonment and Site restoration).

d. Penyertaan modal (participating interest) Pemda dalam pengelolaan Migas 3

Page 4: Kepentingan Daerah dalam Revisi Undang-Undang Migas

hendaknya tidak hanya pada kontrak-kontrak (KKS) yang baru, melainkan juga pada kontrak-kontrak perpanjangan. Pemerintah pusat melakukan pengembangan kapasitas (capacity building) dan menjadi mitra Pemda dalam pengelola participating interest di sektor Migas.

e. Hak atas informasi dan sosialiasi masyarakat sekitar tambang terhadap informasi dampak lingkungan dari kegiatan industri ekstraktif Migas, yang disosialisasikan kepada masyarakat luas.

Demikian halnya dengan rencana keadaan darurat (contingency plan) dari kegiatan industri Migas, yang disimulasikan secara berkala kepada masyarakat sekitar tambang.

f. Aspek muatan lokal (local content) dalam kepengusahaan industri Migas perlu diatur dan diakomodasi lebih jelas dengan melakukan pengembangan kapasitas (capacity building) pemerintah dan masyarakat untuk terlibat dalam pengelolaan industri Migas.

4

PublishWhat You PayIndonesia Jalan Dempo II No. 21, Kebayoran Baru,

Jakarta12120, IndonesiaTel: (62-21) 7262740, 7233390

Fax: (62-21) 7269331www.icel.or.id | www.icel-library.net

( Maryati Abdullah Miftahul Huda )

Forum IndonesiaUntuk Transparansi Anggaran (FITRA)

Jl. Jeruk A3/17 Perum Perbon Permai, Tuban, Jawa Timu