Kepemimpinan Efektif Dalam Manajemen Pendidikan
-
Upload
benny-fitra -
Category
Documents
-
view
291 -
download
4
Transcript of Kepemimpinan Efektif Dalam Manajemen Pendidikan
MAKALAH
KEPEMIMPINAN EFEKTIF DALAM
MANAJEMEN PENDIDIKAN
[Diajukan sebagai ujian akhir Mata KuliahManajemen dan Kepemimpinan Sekolah Efektif dan EfIsien Semester
II]
Oleh
H. BENNY FITRA, B.Ed
[0805 S2 829]
PROGRAM PASCA SARJANA UIN SULTAN SYARIF KASIM (SUSKA)
PEKANBARU
2009
Dosen Pembimbing
PROF. DR. H. SALFEN HASRI, M.Pd
1
KEPEMIMPINAN EFEKTIF DALAM MANAJEMEN
PENDIDIKAN
Oleh: H. Benny Fitra, B.Ed
BAB I
PENDAHULUAN
Kepemimpinan dalam manajemen pendidikan merupakan faktor
kunci keberhasilan suatu organisasi. Kepemimpinan merupakan inti
dalam manajemen pendidikan. Maju mundurnya suatu organisasi
banyak dipengaruhi oleh faktor kepemimpinannya. Kepemimpinan
akan berjalan secara efektif dan efisien apabila dilaksanakan oleh
seorang pemimpin yang jujur, bertanggung jawab, transparan, cerdas,
memahami tugas dan kewajibannya, memahami anggotanya, mampu
memotivasi, dan berbagai sifat yang baik yang terdapat dalam diri
seorang pemimpin. Ia sadar bahwa pemimpin memiliki arti sebagai
kemampuan untuk mempengaruhi dirinya sendiri dan orang lain
melalui keteladanan, nilai-nilai serta prinsip yang akan membawa
kebahagiaan dunia dan akhirat. Seorang yang mendapat amanah
sebagai eksekutif akan menunjukkan nilai-nilai moral tersebut,
sehingga mereka akan memimpin berdasarkan prinsip (principle
centered leadership). Toto Tasmara (2002:196) menyatakan bahwa
memimpin bukan hanya mempengaruhi agar orang lain mengikuti apa
yang diinginkannya. Bagi seorang muslim, memimpin berarti
memberikan arah atau visi berdasarkan nilai-nilai ruhaniah. Mereka
menampilkan diri sebagai teladan dan memberikan inspirasi bagi
bawahannya untuk melaksanakan tugas sebagai keterpanggilan Ilahi.
Sehingga mereka memimpin berdasarkan visi atau mampu melihat
dan menjangkau ke masa depan (visionary leadership).
Ariani (2003;95) menjelaskan bahwa kepemimpinan merupakan
proses pemberian pengaruh yang tidak memaksa. Pemimpin
mempunyai pengikut yang secara sukarela melaksanakan tugas-
tugasnya dengan keahlian dan intelektualnya sebagai sumber
kekuasaan. Kekuasaan tersebut digunakan untuk memelihara
fleksibelitas dan memperkenalkan perubahan. Mereka cenderung
2
menyukai perubahan dan mengangkap konflik adalah wajar, bahkan
harus ada. Bagi pemimpin, kegagalan adalah hal yang biasa dan
merupakan konsekuensi dari proses belajar. Apabila ia merasa gagal ia
harus belajar dan berani mengakui kegagalannya. Pemimpin yang baik
tidak hanya mengakui kegagalan yang ia lakukan tetapi ia berusaha
keras untuk memperbaiki kegagalan yang pernah dilakukannya.
Pemimpin yang berhasil ia selalu berfikir, berorientasi dan mengambil
keputusan untuk jangka panjang dan bertanggung jawab. Mereka tidak
memerintah dan mengendalikan pengikut, melainkan mengajak untuk
melakukan yang terbaik, memberikan arahan dan kebebasan berkreasi
pada pengikutnnya untuk mencapai tujuan bersama.
BAB II
PEMBAHASAN
KEPEMIMPINAN EFEKTIF DALAM MANAJEMEN PENDIDIKAN
Wahjosumitdjo (1987;10) menyatakan bahwa apabila seseorang
ingin mempelajari dan memahami segala sesuatu yang berkaitan
dengan kepemimpinan, perlu lebih dahulu mengerti dan paham arti
atau batasan istilah kepemimpinan.
Pengertian kepemimpinan yang dikutip oleh Paul Hersey dan
Blanchart (1977;83-84) dalam bukunya “Management Organizational
Behavior” adalah sebagai berikut :
1. Leadership is the activity of influencing exercised to strive
willingly for group objectives (George P. Terry).
2. Leadership as interpersonal influence exercised in situation an
directed, through the communication procces, toward the
attainment of a specialized goal the goals (Robert T, Irving R.
Wischler, Fred Nassarik)
3. Leadership is influencing people to follow in the achievement of a
common goal (Harold Koonte and Cyril O’Donnell).
Menurut Hemheil and Coons (1957;7) bahwa kepemimpinan
adalah perilaku dari seorang individu yang memimpin aktitvas-aktivitas
suatu kelompok ke suatu tujuan yang akan dicapai bersama (shared
goal). Sedangkan menurut Rauch and Behling (1984:46) menyatakan
3
bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas sebuah
kelompok yang diorganisasikan kearah pencapaian tujuan.
Kepemimpinan adalah sebuah proses memberi arti (pengarahan
berarti) terhadap usaha kolektif, dan yang mengakibatkan kesediaan
untuk melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran
(Jacobs and Jacques, 1990:281). Lebih lanjut ditegaskan Kouzes dan
Posner (1993:11) menyatakan “Leadership is a relationship, one
between constituent and leader that is based in mutual needs and
interest”. Sebagai hubungan antara anggota-anggota organisasi dan
pemimpin, maka kepemimpinan berlangsung atas dasar adanya saling
membutuhkan dan minat yang sama dalam rangka mencapai tujuan.
Wahjosumidjo (1987:11) menjelaskan bahwa bitir-butir
pengertian dari berbagai kepemimpinan pada hakekatnya memberikan
makna:
1. Kepemimpinan adalah suatu yang melekat pada diri seorang
pemimpin yang berupa sifat-sifat tertentu seperti; kepribadian
(personality), kemampuan (ability), dan kesanggupan (capability).
2. Kepemimpinan adalah rangkaian kegiatan (activity) pemimpin
yang tidak dapat dipisahkan dengan kedudukan (posisi) serta
gaya atau perilaku pemimpin itu sendiri.
3. Kepemimpinan adalah sbagai proses antar hubungan atau
interaksi antara pemimpin, pengikut dan situasi.
Sejalan dengan itu, kepemimpinan sebagai konsep manajemen
oleh Stogdill (1974:57) dapat dirumuskan kedalam berbagai macam
definisi, tergantung dari mana titik tolak pemikitannya. Ia
menyebutkan bahwa kepemimpinan adalah:
(1) suatu seni untuk menciptakan kesesuaian paham,
(2) suatu bentu persuasi dan inspirasi,
(3) suatu kepribadian yang mempunyai pengaruh,
(4) tindakan atau perilaku,
(5) titik sentral proses kegiatan kelompok,
(6) hubungan kekuatan/kekuasaan,
(7) sarana pencapaian tujuan,
(8) suatu hasil dari interaksi,
(9) peran yang dipolakan dan,
4
(10) sebagai inisiasi (permulaan) struktur.
Ada empat bidang studi kepemimpinan, yaitu traits, behavior,
situational dan power influence approach (Yuki, 1976; 26).
Ada tiga pendekatan tentang studi kepemimpinan. Pertama,
studi kepemimpian yang mencoba mengadakan identifikasi berbagai
sifat pemimpin, yakni dalam usaha menjawab pertanyaan “How one
bocomes a leader”. Kedua, studi kepemimpinan yang menekankan
kepada berbagai perilaku pemimpin, yaitu untuk memberikan jawaban
atau pertanyaan “How leader behave”, dan Ketiga, studi
kepemimpinan kontingensi, yaitu studi kepemimpinan yang
hakekatnya berusaha untuk memenuhi jawaban atas pertanyaan
“What makes the leader effective (Wahjosumidjo, 1987;12).
Lebih lanjut Feisal (1995:284) menyatakan bahwa kepemimpinan
didalam islam adalah suatu hal yang inheren, serta merupakan salah
satu sub system dalam system Islam yang mencakup pangaturan
seluruh aspek kehidupan secara principal. Islam mengatur niat-amal-
tujuan sekaligus sumber kehidupan, otak manusia, kemudian
mengatur proses hidup, perilaku, dan tujuan hidup. Dalam Islam
seorang pemimpin dan yang dipimpin harus mempunyai keberanian
untuk menegakkan kebenaran yang dilakukan melalui prinsip
kepemimpinan, yaitu melaksanakan kewajiban kepemimpinan dengan
penuh tanggung jawab seorang pemimpin dan melaksanakan hak
berpartisipasi bagi yang dipimpin.
Quraish shihab (1996:159) menjelaskan bahwa Islam
menyebutkan kepemimpinan dengan beberapa istilah diantaranya;
imamah, ri’ayah, imarah, dan wilayah, yang semuanya itu pada
hakekatnya adalah amanah (tanggung jawab). Nabi SAW bersabda:
“Apabila amanat disia-siakan, maka nantikanlah kehancurannya”.
Ketika ditanya, “Bagaimana menyia-nyiakannya? “ Beliau menjawab:
Apabila wewenang pengelolaan (kepemimpinan) diserahkan kepada
orang yang tidak mampu.”
Hendaknya sejak dini pada setiap pribadi selalu ditanamkan
suatu keyakinan bahwa dirinya terlahir sebagai pemimpin, sebagai
5
mana sabda Rasulullah: “Setiap pribadi adalah pemimpin dan kelak
akan dipertanyakan tentang kepemimpinannya”. (HR. Muslim).
Menurut Quraish Shihab (1996:163) dalam Al-Qur’an ada perintah
menunaikan amanat kepada pemiliknya, disusul dengan perintah
menetapkan tentang putusan yang adil, kemudian dilanjutkan denga
perintah taat (taqwa) kepada Allah, Rasul dan Ulil Amri.
Memahami pengertian tentang kepemimpinan dari sudut
pandang para pakar akan memberikan gambaran bahwa
kepemimpinan merupakan suatu peran yang sangat penting dalam
manajemen pendidikan. Berbagai pengertian, konsep, teori, dan
praktek kepemimpinan dalam manajemen pendidikan bertujuan agar
pendidikan dapat mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan
efesien.
Semakin pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta
tuntutan masyarakat terhadap mutu pendidikan menuntut
kepemimpinan yang efektif. Tantangan bagi seorang pemimpin
pendidikan adalah bagaimana ia mampu berperan secara efektif dalam
mendoronng dan pelopor perubahan organisasi menuju organisasi
yang bermutu. Upaya memperbaiki mutu dalam suatu organisasi
sangat ditentukan oleh mutu kepemimpinan dan manajemen yang
efektif. Dukungan dari anggota hanya akan muncul serta berkelanjutan
ketika pemimpinny benar-benar bermutu atau unggul. Dalam buku
Technology in Educational Change karangan David F. Salisbury
(1996;146) menyatakan “Without quality leadership and skillful
managent, even the ideas are never implemented. Without good
management and on going support for their leaders, those lower in the
organization become disillutioned in time, cease to continue the
change effort”.
Peran kepemimpinan penting sekali dalam mengejar mutu yang
diinginkan pada setiap sekolah. Sekolah akan maju apabila dipimpin
oleh kepala sekolah yang visioner, memiliki keterampilan manajerial,
serta integritas kepribadian dalam melaksanakan perbaikan mutu.
Kepemimpinan kepala sekolah tentu menjalankan manajemen sesuai
iklim organisasinya (Syafarudin, 2002;50).
6
Kepala sekolah akan dapat memainkan perannya dengan efektif
apabila memahami budaya yang berorientasi kepada mutu harus
dimulai dari kepemimpinan kepala sekolah. Kepala sekolah harus
memainkan kepemimpinan yang demikratis, transparan, jujur,
bertanggung jawab, menghargai guru dan staff, bersikap adil dan
terpuji yang tertanam dalam diri dan dirasakan oleh warga sekolahnya.
Krpala sekolah terbuka menerima kritik ddan masukan dari guru, staf
TU, para siswa dan orang tua tentang budaya yang berkembang
disekolah.
Budaya sekolah ini berkaitan dengan visi yang dimiliki oleh
kepala sekolah tentang masa depan sekolah. Kepala sekolah yang
memiliki visi untuk menghadapi tantangan sekolah dimasa depan akan
lebih sukses dalam membangun budaya sekolah. Zamroni (2000:152)
menegaskan bahwa untuk membangun visi sekolah ini, diperlukan
kolaburasi antara kepala sekolah, guru, orang tua, staf ADM dan
tenaga professional. Budaya sekolah akan baik apabila:
(a) kepala sekolah dapat berperan sebagai model,
(b) mampu membangun tim kerjasama,
(c) belajar dari guru, staf, dan siswa,
(d) memahami kebiasaan yang baik untuk terus dikembangkan.
Kepala sekolah dan guru harus mampu memahami lingkungan
sekolah yang spesifik tersebut. Karena, akan member perspektif dan
kerangka dasar untuk melihat, memahami dan memecahkan berbagai
problem yang terjadi disekolah. Dengan dapat memahami
permasalahan yang kompleks sebagai suatu kesatuan secara
mendalam, kepala sekolah dan guru akan memiliki nilai-nilai dan sikap
yang amat diperlukan dalam menjaga dan memberikan lingkungan
yang kondusif bagi berlangsungnya budaya mutu di sekolah.
Kepemimpinan mutu pendidikan akan mampu menggerakkan
organisasi agar program dan tujuan yang telah ditetapkan bersama
dapat tercapai. Demikian pula dengan gerakan mutu (quality
movement) pada lembaga pendidikan atau menumbuhkembangkan
7
budaya mutu (quality culture) harus ditopang oleh peran
kepemimpinan yang bermutu. Sallis (1993:86) menyatakan bahwa
“Leadership is the esensial ingredient in TQM. Leader must have the
vision and be able to translate it into clear policies and aspesific
goals”. Sebagai alat dalam menerapkan manajemen mutu terpadu,
seorang pemimpin yang menjalankan kepemimpinannya harus
memiliki visi dan dapat memindahkannya kedalam kebijakan-kebijakan
yang jelas dan tujuan khusus organisasi. Kepemimpinan yang berhasil
adalah yang mampu mempengaruhi annggotanya menuju kepada
kemajuan dan sekaligus mendapat dukungan yang kuat dari anggota-
anggotanya. Kouzer dan Posner (1993:94) menjelaskan “There is no
leadership without someone following”. Hal ini berarti bahwa
kepemimpinan organisasi tidak akan berjalan tanpa peran staf
(anggota). Seorang pemimpin tidak terkecuali kepemimpinan
manajerial dalam organisasi, untuk mencapai satu tujuan tidak bekerja
sendirian. Pemimpin yang bermutu mampu membagi tugas-tugas pada
anggotanya sesuai denga keahliannya, menjelaskan tujuan dan
program, mempengaruhi dengan cara terbaik, memberikan keadilan,
kreatif, proaktif dan memberikan keteladanan dalam bersikap dan
berkata-kata.
Kepemimpinan pendidikan adalah proses mempengaruhi semua
personel yang mendukung pelaksanaan aktivitas belajar mengajar
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan disekolah. (Syafaruddin,
2002:56).
Dalam era persaingan global ini peranan pemimpin sangat
dominan untuk dapat menjembatani masalah-masalah yang dihadapi
oleh organisasi. Peranan pemimpin menurut hasil penelitian Henry
Mintzberg (1997;84) adalah sebagai berikut :
a. Peranan yang bersifat interpersonal. Dalam fungsi yang bersifat
interpersonal yang meliputi 3 macam peran yaitu: (1) figurehead
yakni sebagai pemimpin suatu organisasi kadang-kadang harus
tampil dalam berbagai upacara resmi dan undangan, misalnya
hadir dalam upacara anggota stafnya, menghadiri beberapa
upacara pelantikan dan sebagainya, (2) berperan sebagai leader
(penggerak) harus mampu memberikan bimbingan sehingga
8
bawahan dapat dibina dan dikembangkan dalam pelaksanaan
tugas, (3) berperan sebagai liaison (penghubung) untuk
mengembanngkan hubungan kerjasama, bukan hanya dengan
bawahan melainkan dengan lingkungan kerja diluar satuannya
dalam satuannya untuk saling tukar menukar informasi.
b. Peranan yang bersifat informasional. Menerima dan
menyampaikan informasi adalah peranan penting bagi setiap
manejer, sebab dalam setiap pengambilan keputusan manajer
perlu informasi. Ada tiga macam peranan yang bersifat
informasional yaitu: (1) peranan sebagai pemonitor dalam arti
setiap manajer harus selalu mengikuti dan memperoleh segala
macam informasi seluruh proses kegiatan disatuan kerjanya, (2)
peranan sebagai disseminator, seorang manajer harus selalu
memberikan informasi kepada bawahannya tentang setiap hal
yang berkaitan dengan satuan kerjanya. Hal ini penting agar
para bawahan selalu dapat mengikuti setiap program dan
perubahan yang terjadi dilingkungan kerjanya, (3) peranan
sebagai juru bicara.
c. Peranan sebagai pengambil keputusan. Dalam pengambilan
keputusan setiap manajer dapat berperan sebagai (1)
entrepreneur, (2) mampu mengatasi segala macam kesulitan
(disturbances handler), (3) mampu mengatur segala macam
sumber yang ada, dan (4) mampu mewakili dalam setiap
hubungan kerja dengan satuan kerja lainnya.
Dalam pandangan Peters dan Austin yang dikutip oleh
Syaperuddin (2002:57) menyatakan bahwa kepemimpinan untuk
meraih mutu dalam sekolah sangat unggul yang perlu diperhatikan
oleh pemimpin pendidikan meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Vision and symbolic. Kepala sekolah harus mengkomunikasikan
nilai-nilai lembaga terhadap staf, pelajar-pelajar dan masyarakat
luas.
2. Management by walking about (MBWA), yaitu suatu cara bagi
pemimpin untuk memahami, berkomunikasi dan mendiskusikan
proses yang berkembang dalam lembaga denngan tidak hanya
duduk dibelakang meja kerjanya.
9
3. For the kids, yaitu perhatian yang sungguh-sungguh kepada
semua anggota lembanganya, baik pelajar (primary customer)
maupun pelanggan lain.
4. Autonomy, experimentations, and support for failure, yaitu
memiliki otonomi, suka mencoba hal-hal baru, dan memberikan
dukungan bagi setiap inisiatif dan inofatif untuk memperbaiki
kegagalan.
5. Create a sense of family, yaitu cara untuk menumbuhkan rasa
kekeluargaan diantara sesame guru, pelajar, karyawan dan staf
kepemimpinan lainnya.
6. Sesnse of the whole, rhytme, passion, intensity and anthusias,
yautu menumbuhkan rasa kebersamaan, keinginan, semangat,
dan potensi diri setiap staf.
Seorang pemimpin (leader) yang memiliki visi akan menentukan
masa depan lembaga pendidikan. Sebagaimana ditegaskan Snyder,
dkk (1984:18) bahwa “To a leader, vision is a reality that has not yet
come to be; it is not a dream. This vision reflects a depth and breath of
understanding that enables one to detect patterns or trends as they
unfold, and it guides a leadwr through the present and into the future.”
Berdasarkan pernyataan diatas, dapat dipahami bahwa visi
memang belum menjadi kenyataan, tapi visi bukanlah mimpi. Visi
menyatakan kadalaman dan keluasan pengertian yang dapat
mendeteksi bentuk dan kecenderungan sebagai sesuatu yang
membentangkan dan membimbing pemimpin memasuki hari ini dan
masa depan.
Sebagai upaya dalam melakukan perubahan budaya, terutama
terhadap mutu produk dari sebuah organisasi atau bisnis, peranan
kepemimpinan sangat strategis. Ditegaskan oleh Kouzaer dan Posner
(1993:31) bahwa “Leader makes the difference”. Sebuah lembaga
pendidikan akan mengalami peribahan dalam menciptakan mutu
kelulusan dengan kepemimpinan pendidikan yang berhasil.
Untuk mewujudkan perbaikan mutu pendidikan berkelanjutan,
maka yang diperlukan adalah pemimpin yang tidak hanya berhasil
10
(success), tetapi juga efektif (effectife). Pimpinan yang efektif dalam
organisasi pendidikan adalah mereka yang memberikan pengaruhnya
dan orang lain bergerak kearah tujuan secara sukarela dan senang
tanpa merasa terpaksa. Pengaruh ini berkelanjutan untuk mewujudkan
mutu pendidikan, sehingga kinerja sekolah dapat dirasakan para
pelanggan pendidikan dari lulusan yang bermutu.
Berkaitan dengan kepemimpinan ini, Blanchard (1988:130)
menegaskan “If managers are both successful and effective, their
influence tends to lead to longrun productivity and organization
development”. Pengembangan organisasi dan produktifitasnya dicapai
dari buah kepemimpinan yang efektif. Hal ini akan melahirkan mutu
secara berkelanjutan dalam lembaga pendidikan.
Michigan menggambarkan kepemimpinan yang efektif,
sebagaimana dikutip oleh Wahab (1987:67) menyatakan sebagai
berikut:
1. Para pemimpin efektif membina hubungan dengan bawahan
yang sifatnya membantu serta meningkatkan rasa harga diri
pengikutnya.
2. Para pemimpin efektif lebih menekankan pada supervise dan
pengambilan keputusan pada kelompok dan bukannya pada
pribadi-pribadi.
3. Para pemimpin yang efektif cenderung menetapkan tujuan-
tujuan yang dapat mencapai hasil yang besar.
Dalam pandangan Hoy dan Miskel (1983:78) menyatakan bahwa
pendekatan kontingensi melihat keefektifan pemimpin terletak pada
kesesuaian antara karakteristik kepribadian pemimpin dengan variable
situasional yang meliputi struktur tugas, posisi kekuasaan,
keterampilan dan sikap bawahan. Lebih lanjut Friedler (1973:73)
menegaskan bahwa menjadi seorang pemimpin tidak hanya
ditentukan oleh kepribadiannya. Seseorang menjadi pemimpin karena
keadaan yang bersangkutan berada pada tempat dan situasi yang
tepat atau karena berbagai faktor seperi umur, pendidikan,
pengalaman serta latar belakang keluarga dan kekayaan.
11
Kajian tentang efektivitas kepemimpinan telah menarik
perhatian para pakar organisasi organisasi dan para pemimpin
khususnya. Para pakar ataupun peneliti mencoba melihat faktor-faktor
apa yang mempengaruhi efektifitas pemimpin dalam memimpin. Reitz
(1981:71) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
efektivitas pemimpin meliputi : (1) kepribadian (personality),
pengalaman masa lalu, dan harapan (2) harapan dan pperilaku atasan,
(3) karakteristik, harapan dan perilaku bawahan, (4) kebutuhan tugas,
(5) iklim dan kebijaksaan organisasi, dan (6) harapan dan perilaku
rekan.
Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Pengharapan dan perilaku atasan (2)
Kepribadian, Pengalaman, Efektivitas Kebutuhan Tugas
Masa lalu, dan Harapan Kepemimpinan (4)
(1)
Iklim dan Kebijakan Organisasi Harapan dan Perilaku
Rekanan
(5) (6)
Karekteristik, Harapan, dan Perilaku bawahan
(3)
(Sumber: Reitz (1981), Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas
Pemimpin, disarikan dari Nanang Fattah, 1996:99)
Penggambaran tentang kepemimpinan secara komprehensif
telah dilakukan oleh Stogdill (1974) dalam (Fattah, 1999) dan mitranya
dari Ohio State dengan mengajukan dua belas dimensi kepemimpinan.
Kesemuanya itu dikelompokkan pada komponen-komponen yang
bersifat umum disebut perilaku pada system (system iriented) dan
perilaku yang berorientasi pada orang (person oriented). Sedangkan
system kepemimpinan Likert dalam Stone (1996:72) menyusun mode
efektivitas kepemimpinan menjadi empat tingkat yaitu:
1. System orientatif eksploitif, cirinya dalam membuat semua
keputusan yang berhubungan dengan pekerjaan dan
memerintahkan bawahan untuk melaksanakannya.
12
2. System otoriytatif benevolent, cirinya masih member perintah-
perintah tetapi bawahan masih masih mempunyai kebebasan
tertentu untuk mengomentari perintah.
3. System konsultatif, cirinya menetapkan tujuan dan member
perintah umum setelah dibahas bersama bawahan.
4. System partisipatif, cirinya tujuan ditetapkan dan keputusan
dibuat oleh kelompok (system ideal)
Menurut Covey (1997:26) dalam bukunya “The Principle
Centered Leadership” seorang pemimpin yang efektif memiliki prinsip-
prinsip dalam membangun organisasinya. Prinsip adalah bagian dari
kondisi, kesadaran dan suara hati. Prinsip dapat menimbulkan
kepercayaan dan merupakan kompas yang menunjukan arah, panduan
yang tidak berubah.
Prinsip muncul dalam bentuk ide, nilai, norma dan ajaran yang
meninggikan, memuliakan, memberdayakan dan member inspirasi
kepada manusia. Prinsip juga merupakan pusat atau sumber utama
system penunjang hidup yang ditunjukan oleh empat dimensi dasar
yaitu rrasa aman, panduan, sikap bijak dan kekuatan.
Dalam hal ini Covey (1997:27-37) menguraikan prinsip-prinsip
seorang pemimpin yang efektif adalah sebagai berikut:
1. Selalu belajar terus-menerus. Seorang pemimpin selalu belajar
dengan membaca, menulis, maupun melihat dan mendengar.
Bahkan dari pengalaman yang baik maupun yang buruk dapat
digunakan sebagai sumber belajar. Dengan kata lain pemimpin
selalu mengikuuti pelatihan baru dan mengembangkan
keterampilan baru.
2. Berorientasi pada pelayanan. Seorang pemimpin tidak hanya
dilayani tetapi mampu melayani semua pihak. Karena prinsip
pemimpin yang berprinsip bukan pada karier tujuan akhitnya
tetapi pada pelayanan. Dalam melaksanakan pelayanan hatus
mengacu pada prinsip pelayanan prima.
3. Memancarkan energy yang positif. Setiap orang memiliki suatu
energy dan semangat. Penggunaan energy yang positif dilandasi
dengan hati dan semangat mendukung keberhasilan seseorang.
Untuk mencapai kepemimpinan yang baik diperlukan energy
13
yang positif. Seorang pemimpin harus mampu dan sanggup
bekerja dalam jangka panjang dan dalam waktu dan kondisi
yang tidak menentu sekalipun. Oleh karena itu seorang
pemimpin harus memiliki energy yang positif.
4. Mempercayai orang lain. Seorang pemimpin harus mampu
memberikan kepercayaan kepada orang lain termasuk kepada
bawahannya. Sehingga bawahan termotivasi untuk bekerja lebih
baik. Namun dalam mempercayai orang lain perlu disertai unsure
kewaspadaan.
5. Hidup seimbang. Seorang pemimpin harus mampu membuat
keseimbangan antara tugas dan berorientasi pada kemanusiaan
serta keseimbangan diri antara pekerjaan dan kemampuan untuk
berolahraga, istirahat dan refresing. Keseimbangan juga
berartikeseimbangan hidup di dunia maupun kehidupan akhirat.
6. Melihat hidup sebagai petualangan. Kata petualangan sering
menjadi konotasi negative. Petualangan dalam pengertian ini
adalah mampu menikmati hidup dengan segala konsekuensinya.
Karena hidup adalah suatu petualangan, maka pemimpin yang
memiliki jiwa petualangan akan memiliki rasa aman yang datang
dari dalam dirinya sendiri. Rasa aman terletak pada inisiatif,
keterampilan, kreativitas, kemauan, keberanian, dinamika dan
kecerdasan.
7. Sinergistik. Orang-orang berprinsip selalu sinergik dan
merupakan katalis perubahan. Dia selalu memperbaiki
kelemahan-kelemahan dirinya dengan kekuatan orang lain.
Sinergi adalah bekerja sama (working together) yang saling
menguntungkan kedua belah pihak, atau menurut The New
Broiler Webster International Directonary yang disebut dengan
sinergi adalah setiap usaha kerja sama dari berbagai instansi
yang berlainan yang membawa hasil lebih efektif daripada
bekerja sendiri-sendiri. Seorang pemimpin harus mampu
melaksanakan sinergi dengan siapa saja, baik dengan atasan,
teman sejawat maupun bawahannya.
8. Selalu berlatih untuk memperbaharui diri agar mampu mencapai
prestasi yang tinggi. Oleh karena itu orientasinya bukan hanya
produk saja tetapi juga berorientasi pada proses. Proses ini
meliputi unsur-unsur yang berkaitan dengan
14
a. pemahaman terhadap materi,
b. perluas cakrawala materi,
c. mengajarkan materi pada orang lain,
d. menerapkan prinsip-prinsip,
e. pemantauan hasil.
Untuk mencapai kepemimpinan yang berprinsip ternyata tidak
mudah karena terdapat beberapa hambatan-hambatan yang berupa
kebiasaan buruk diantaranya, yaitu:
(1) selera dan nafsu,
(2) kesombongan dan kepura-puraan,
(3) aspirasi dan ambisi.
Manajemen pendidikan agar berhasil mencapai tujuan yang
efektif dan efisien apabila peran kepemimpinan pendidikan ini memiliki
dan menerapkan berbagai prinsip dan nilai-nilai luhur kepemimpinan
yang mewarnai kepribadiannya.
BAB III
KESIMPULAN
Manajemen pendidikan sebagai ilmu, seni maupun proses
memiliki pengaruh yang penting dalam membangun sistem pendidikan
nasional. Fungsi dan prinsip manajemen pendidikan apabila
diaplikasikan dalam sistem pendidikan nasional akan mencapai tujuan
pendidikan secara efektif dan efesien (produktif).
Untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang bermutu, maka
peran kepemimpinan pendidikan yang efektif dengan berbagai sifat
dan karakteristiknya sangat dibutuhkan dalam manajemen pendidikan
di Indonesia. Kepemimpinan pendidikan memiliki peranan yang sangat
esensial dalam membangun, memberdayakan dan meningkatkan mutu
pendidikan. Oleh karena itu, dibutuhkan pemimpin-pemimpin
pendidikan sebagaimana yang telah dikonsepsikan di atas, benar-
benar menjadi suatu kenyataan dalam level makro, meso maupun
mikro. Kepemimpinan yang professional didukung oleh manajemen
15
pendidikan yang bermutu akan melahirkan institusi pendidikan yang
bermutu pula.
16
DAFTAR PUSTAKA
Albert, Lepawsky. (1960). Administration, the Art and Science of
Organization and Management, New York: Alfred A Knopf.
Covey, S. R. (1997). The 7 Habits of Highly Effective People,
(terjemah): Jakarta: Gramedia.
Dasuki, Dudung A, dkk. (1994). Wawasan Dasar Pendidikan dan
Wawasan Dasar Pengelolaan Pendidikan, dalam Pengelolaan
Pendidikan, Bandung: Jurusan Adpen.
Dauglass, Hart R. (1963). Modern Administration of Secondary, Boston:
Ginn & Company.
Direktorat Pendidikan Menengah Umum, Ditjen Dikdasmen. (1999).
Panduan Manajemen Sekolah, Jakarta: Depdikbud.
Etmizoni, Amitai. (1982). Organisasi-organisasi Modern, Jakarta: UI dan
Pustaka Brajaguna.
Fattah, Nanang. (2000). Manajemen Berbasis Sekolah: Strategi
Pemberdayaan Sekolah dalam Rangka Peningkatan Mutu dan
Kemandirian Sekolah, Bandung: Andira.
Friedler, F.E and Chemer, M.M. (1973). Leadership and Effective
Management, Gleinview: Scoot, Fooreman and Company.
Gaffar, Mohammad Fakry. (2004). Membangun Pendidikan Nasional
Untuk Meningkatkan Kualitas Dan Martabat Bangsa Indonesia,
Bandung: UPI Press.
Hack, Walter G, et.al. (1968). Educational Administration, Selected
Reading, Boston: Allyn & Bacon, Inc.
Koonntz Harol, Cyril O’Donnel, Heinz Weihrich. (1986). Manajemen,
Jakarta: Penerbit: Erlangga.
Lipham, James M. and James Hoek Jr. (1974). The Principalship,
Foundation and Funcion, New York: Harper and Row, Publisher.
Sallis, Edward. (1993). Total Quality Management in Education,
London: Cogan Page Lmt.
Sarason, S. B. (1982). The Culture of School and the Problem of
Change, Boston: Allyn and Bacon.
Satori, Djam’an dan Saefuddin, Udin S. (1994). “Masalah Kontemporer
Pengelolaan Sistem Pendidikan Nasional Indonesia,” Bandung:
Jurusan Apden.
17
Sheila, M.B. (1994). Mengubah Keadaan: 12 Sifat Kepemimpinan
Efektif, Jakarta: Binapura Aksara.
Shihab, Quraisy. (1996). Wawasan Al-Qur’an, Bandung: Mizan.
Sutisna, Oteng. (1996). Administrasi Pendidikan: Dasar dan Teori untuk
Praktik Profesional, Bandung: Angkasa.
Siagian, Sondang P. (1983). Filsafat Administrasi, Jakarta: Gunung
Agung.
Stafaruddin. (2002). Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan,
Jakarta: Grasindo.
Terry, George. (1960). Principles of Management, Home-wood Illions:
Richard D. Irwin.
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan, FIP-UPI. (2007). Ilmu dan Aplikasi
Pendidikan, bagian II: Ilmu Pendidikan Praktis, Jakarta: Imtima.
Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Wahab, A. A. (1987). Implementasi Konsep Pendekatan Tujuan dan
Cara Belajar Siswa Aktif oleh Guru SMAN Kabupaten Bandung
(Suatu Studi Administrasi Inovasi Pendidikan), (Disertasi) PPS IKIP
Bandung.
Wahdjosumidjo. (1993). Motivasi dan Kepemimpinan, Jakarta: Bumi
Aksara.
Wayne K, Hoy and Miskel, Cecil G. (1978). Educational Administration,
Teory, Research, and Practice, New York: Random House.
Yulk, G. (1994). Leadership in Organization, New Jersey: Practice Hall
International. Inc.
Zamroni. (2000). Paradigma Pendidikan Masa Depan, Yogyakarta;
Bigraf Publishing.
18