Kemiskinan Dalam Pembangunan Di Negara Berkembang (Studi Kasus: Indonesia)

31
Program Studi s2 Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada KEMISKINAN DALAM PEMBANGUNAN DI NEGARA BERKEMBANG (STUDI KASUS : INDONESIA) Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah “Etika Pembangunan” Diampu Oleh Prof. Drs. Budi Winarno, MA, PhD dan Dr Eric Hiariej M.Phil Disusun Oleh : POSMANTO MARBUN 11/322185/PSP/04128 PASCASARJANA JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK 1

Transcript of Kemiskinan Dalam Pembangunan Di Negara Berkembang (Studi Kasus: Indonesia)

Page 1: Kemiskinan Dalam Pembangunan Di Negara Berkembang (Studi Kasus: Indonesia)

Program Studi s2 Hubungan InternasionalFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Gadjah Mada

KEMISKINAN DALAM PEMBANGUNAN DI NEGARA BERKEMBANG

(STUDI KASUS : INDONESIA)

Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah “Etika Pembangunan”Diampu Oleh Prof. Drs. Budi Winarno, MA, PhD dan Dr Eric Hiariej M.Phil

Disusun Oleh :

POSMANTO MARBUN

11/322185/PSP/04128

PASCASARJANA JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2012

1

Page 2: Kemiskinan Dalam Pembangunan Di Negara Berkembang (Studi Kasus: Indonesia)

Program Studi s2 Hubungan InternasionalFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Gadjah Mada

BAB I

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang Masalah

Pembangunan dilukiskan sebagai sebuah proses menuju kemajuan material perekonomian,

sehingga ukuran-ukuran keberhasilannya dilihat dari indikator semacam pertumbuhan akumulasi

investasi dan tingkat konsumsi masyarakat. Dengan karakteristik semacam itu, negara-negara

yang memiliki akumulasi modal dan ketahanan ekonomi yang mapan, akan semakin melakukan

ekspansi ekonomi ke tiap-tiap negara yang berada pada zona Dunia Ketiga. Konsep maupun

paradigma pembangunan dikenal luas di era tahun 1950-1970an di mana pada era ini banyak

negara Dunia Ketiga (negara berkembang). Sebagaimana negara-negara yang baru merdeka pada

waktu itu, negara-negara di dunia ketiga (negara berkembang) dihadapkan pada persoalan krusial

seperti kemiskinan dan keterbelakangan. Dalam rangka menyelesaikan permasalahan tersebut,

ide mengenai pembangunan kemudian muncul menjadi salah satu alternatif yang dianggap dapat

mengatasi permalahan tersebut1.

Konsep pembangunan Dunia Ketiga (negara berkembang) tentunya memiliki tingkat

harapan tersendiri dalam memenuhi sektor pembangunan ekonominya, sehingga tidak dapat

disetarakan dengan negara maju yang telah berkembang dalam segala aspek. Bagi negara-negara

Dunia Ketiga (negara-negara berkembang), persoalannya adalah bagaimana bertahan hidup, atau

bagaimana meletakkan dasar-dasar ekonominya supaya bisa bersaing, sementara negara-negara

maju persoalannya adalah bagaimana secara sistematis dapat melakukan ekspansi lebih lanjut

bagi kehidupan ekonominya yang sudah mapan.2 Pada mulanya pembangunan di negara-negara

dunia ketiga (negara-negara berkembang) diidentikkan dengan meningkatkan pendapatan per

kapita, atau yang lebih populer disebut pertumbuhan ekonomi. Semula banyak yang beranggapan

yang membedakan antara negara maju dengan negara dunia ketiga adalah pendapatan rakyatnya.

Dengan ditingkatkannya pendapatan per kapita diharapkan masalah-masalah seperti kemiskinan

yang dihadapi negara dunia ketiga dapat terpecahkan, apa yang dikenal dengan "dampak

merembes ke bawah (trickle down effect)".

1Prof. Drs. Winarno, Budi, MA, Ph.D . 2011. Isu-isu Global Kontemporer. Yogyakarta: CAPS, hal 77.2 Arief Budiman, 1995. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama , hal ix.

2

Page 3: Kemiskinan Dalam Pembangunan Di Negara Berkembang (Studi Kasus: Indonesia)

Program Studi s2 Hubungan InternasionalFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Gadjah Mada

Pembangunan yang bertujuan untuk mengurangi kemiskinan seringkali menjadi bias dan

tidak lagi menjadi tujuan utama dalam pembangunan itu sendiri. Pembangunan yang diidentikan

melakukan sesuatu atau perubahan diberbagai aspek, terutama infrastruktur dan ekonomi,

diharapkan dapat menanggulangi permasalahan kemiskinan. Pada perkembangannya, banyak

negara berkembang yang mampu mengejar ketertinggalannya dengan negara-negara maju,

seperti : Korea, Singapura dan Taiwan melalui pembangunan ekonomi yang diyakini mampu

membawa efek positif terhadap aspek pembangunan lainnya. Akan tetapi negara-negara

berkembang lainya seperti : Vietnam, Filipina, Indonesia, negara-negara di benua Afrika tidak

mampu mengejar ketertinggalannya dan permasalahan kemiskinan tetap menjadi momok yang

tidak bisa diatasi.

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang permasalahan diatas, pertanyaan utama yang menjadi rumusan masalah

dari makalah ini yaitu :

- Mengapa kemiskinan di negara-negara berkembang masih tetap ada meskipun

pembangunan masih tetap berjalan?

- Upaya-upaya apa sajakah untuk mengatasi kemiskinan khususnya di negara-negara

berkembang seperti Indonesia?

1.3. Kerangka Berpikir

Permasalahan kemiskinan yang tidak pernah tuntas seakan-akan menjadi momok yang

menakutkan bagi setiap negara baik negara maju dan negara berkembang. Kemiskinan yang

identik terjadi di negara miskin dan berkembang seakan-akan luput dari perhatian di karenakan

gaung pembangunan yang diusung oleh pemikiran kaum neoliberal dan dianut oleh negara

berkembang karena dianggap sebagai jalan keluar dalam memecahkan permasalahan kemiskinan

ternyata tidak seindah yang di bayangkan. Kebijakan-kebijakan yang disarankan oleh kaum

neoliberal dan diterapkan oleh negara berkembang ternyata malah mengakibatkan kemiskinna

semakin meluas. Berdasarkan fenomena dan fakta tersebut, penulis mencoba membahas korelasi

antara kemiskinan dan pembangunan, penyebab kemiskinan dan upaya-upaya yang dilakukan

oleh negara berkembang khususnya Indonesia dalam mengatasi kemiskinan.

3

Page 4: Kemiskinan Dalam Pembangunan Di Negara Berkembang (Studi Kasus: Indonesia)

Program Studi s2 Hubungan InternasionalFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Gadjah Mada

1.4. Hipotesis

Kemiskinan dan pembangunan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama

lain karena tujuan dari pembangunan yaitu untuk mengentaskan kemiskinan. Bergesernya

paradigma mengenai pembangunan menjadikan tujuan pembangunan tidak lagi menjadi hal yang

utama. Pembangunan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) tidak lagi

terlihat. Hal ini diperparah dengan adanya pandangan bahwa pemabangunan yang diidentikkan

dengan pertumbuhan ekonomi diserahkan ke pasar agar pertumbuhan ekonomi dapat meningkat

sehingga permasalahan kemiskinan dapat teratasi. Akan tetapi pada perjalanannya kemiskinan

justru semakin meluas dan semakin kritis karena pasar tidak dapat dikontrol dan peran negara

semakin tergusur. Tersadar dengan kenyataan tersebut, negara-negara berkembang seperti

Indonesia mengupayakan berbagai kebijakan seperti program pengentasan kemisikinan yang

dikenal dengan PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri) yang di mulai

tahun 2007 yang bertujuan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan

berkelanjutan.

4

Page 5: Kemiskinan Dalam Pembangunan Di Negara Berkembang (Studi Kasus: Indonesia)

Program Studi s2 Hubungan InternasionalFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Gadjah Mada

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi Pembangunan dan Kemiskinan

Masalah kemiskinan dan pembangunan itu sendiri bukan hal yang baru. Masalah ini

sebenarnya merupakan masalah yang saling terikat satu dengan lainnya, dan menjadi bahan

pembahasan utama di negara-negara di dunia ketiga dan di lembaga-lembaga internasional.

Pembangunan pada umumnya dikenal sebagai sebuah tindakan menuju perubahan yang

dilakukan secara sadar dan terencana. Perubahan diartikan sebagai sebuah usaha atau

rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang terencana dan dilakukan secara sadar oleh

suatu bangsa, negara dan pemerintah menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa

(Nation Building).3 Konsep pembangunan ini mengalami pergeseran seiring dengan perubahan

yang terjadi di negara-negara dunia ketiga dan dunia internasional. Termasuk perubahan yang

terjadi di negara-negara maju. Pada era tahun 1960an, sejumlah faktor baru telah mengurangi

dan membatasi konsepsi dominan tentang pembangunan. Pertama, setelah mengalami masa

kolonialisme yang panjang, negara-negara yang baru merdeka bergabung ke dalam PBB

sehingga mendorong terjadinya perbuahan keseimbangan politik dalam organisasi tersebut.

Kedua, adanya gerakan yang lebih radikal menyangkut bagaimana pembangunan seharusnya

dipahami. Gerakan ini muncul di kalangan elite-elite politik di negara-negara dunia ketiga.

Sebagai contoh, Presiden Tanzania menginginkan tujuan pembanguan itu adalah ‘manusia’,

dalam pengertian “humanity”.4 Dengan adanya pergeseran konsep mengenai pembangunan,

banyak Negara sedang berkembang mulai menyadari bahwa "pertumbuhan" (growth) tidak

identik dengan "pembangunan" (development). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, setidaknya

melampaui negara-negara maju pada tahap awal pembangunan mereka,memang dapat dicapai

namun dibarengi dengan masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan di perdesaan,

distribusi pendapatan yang timpang, dan ketidakseimbangan struktural (Sjahrir 1986).

Pertumbuhan ekonomi hanya mencatat peningkatan produksi barang dan jasa secara nasional,

sedangkan pembangunan berdimensi lebih luas dari sekedar peningkatan pertumbuhan ekonomi.

3Siagian, Sondang. P. 2000. Administrasi Pembangunan Konsep, Dimensi dan Strateginya. Jakarta: Bumi Aksara. hal 4.4 Prof. Drs. Budi Winarno, MA, Ph.D. 2010. Melawan Gurita Neoliberalisme. Jakarta : Erlangga. hal. 48

5

Page 6: Kemiskinan Dalam Pembangunan Di Negara Berkembang (Studi Kasus: Indonesia)

Program Studi s2 Hubungan InternasionalFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Gadjah Mada

Pergeseran mengenai konsep pembangunan tidak berhenti pada era 1960an, namun pada

tahun 1970an konsep mengenai pembangunan terjadi lagi. Konsep pembangunan ini dipelopori

oleh Amartya Sen yang memiliki pandangan lain terhadap definsi pembangunan. Amartya

Sen tidak hanya melihat pembangunan sebagai pertumbuhan ekonomi semata, namun juga

merumuskannya lebih jauh dan mendalam dalam konsep pernciptaan ruang kebebasan yang

lebih luas. Sisi menarik dalam pemikirannya adalah, berusaha mengaitkan pembangunan

dengan kebebasan. Menurutnya, pembangunan seyogianya dilihat sebagai perluasan

kemerdekaan nyata yang dinikmati masyarakat. (development can be seen as a process of

expanding the real freedoms that people enjoy)5. Jika pembangunan dimaknai sebagai

perluasan ruang kebebasan manusia sehingga pembangunan harus mampu menghilangkan

segala macam hambatan ke arah pencapaian tersebut, maka pembangunan harus mampu

memenuhi kebutuhan fisik (basic needs) dan psikis sekaligus. Pembangunan pada era ini lebih

dimaknai sebagai pemenuhan kebutuhan dasar manusia (development as basic human needs).

Pergeseran ini terjadi karena pembangunan yang berorientasi pertumbuhan telah gagal

memenuhi harapan karena pertumbuhan ekonomi tidak merata. Menurut studi yang

dipublikasikan pada tahun 1974, pertumbuhan cepat dalam satu dekade di negara-negara kurang

berkembang (underdeveloped) ternyata tidak banyak memberi keuntungan bagi sebagian besar

masyarakat di negara tersebut. Karena meskipun pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 5%

sejak tahun 1960an, tetapi pertumbuhan itu tidak didistribusikan secara merata baik dalam, antar

kawasan, dan kelompok-kelompok sosial ekonomi. Akibatnya tujuan utama pembangunan

untuk mengurangi kemiskinan gagal dan pembangunan telah mendorong terjadinya

kemiskinan, dan bahkan membuat kemiskinan tersebut menjadi semakin meluas.

Kemiskinan merupakan sebuah isu yang yang tidak lagi kontemporer dan sudah sejak

lama dialami oleh negara-negara berkembang sejak perang dunia terjadi. Di dalam artikel

yang berjudul “Poverty, Development and Hunger”, Caroline Thomas mendefinisikan

kemiskinan sebagai kondisi ketika manusia, khususnya wanita, tidak dapat mendapatkan

cukup uang untuk memenuhi kebutuhan material dasar mereka. 6 Adapun menurut

Fadliansyah, kemiskinan dapat didefinisikan sebagai ketidakmampuan seseorang untuk

5 Winarno, Budi. Isu-isu Global Kontemporer .Op.Cit. hal 85.6 Caroline Thomas, 2005. ”Poverty, Development and Hunger,” dalam John Baylis and Steve Smith. “The Globalization of World Politics: An Introduction to International Relations”, New York: Oxford University Press. hal 648.

6

Page 7: Kemiskinan Dalam Pembangunan Di Negara Berkembang (Studi Kasus: Indonesia)

Program Studi s2 Hubungan InternasionalFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Gadjah Mada

memenuhi kebutuhan dasarnya. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh

kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan

merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan

komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang

lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Namun ada pula yang

memahami kemiskinan ke dalam tiga konsep, yakni;

1. Garis kemiskinan yang dikaitakan dengan kebutuhan konsumsi minimum sebuah

keluarga atau sering disebut sebagai kemiskinan primer dengan indikasinya adalah 2

per 3 pendapatan habis buat makan.

2. Kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut menjadi fenomena

negara-negara dunia ketiga yang ditandai oleh keluarga yang hidup di bawah garis

kemiskinan tetapi rentan terjerambab ke kubangan garis kemiskinan. Sedangkan

kemiskinan relatif adalah keluarga berada di atas garis kemiskinan tetapi rentan

terjerembab ke kubangan garis kemiskinan.

3. Kemiskinan massal atau kantong kemiskinan adalah kemiskinan yang melanda satu

negara atau wilayah dan hal ini membuatnya menjadi kompleks dalam mengatasinya. 7

Caroline Thomas juga menjelaskan ada dua pandangan terkait dengan kemiskinan, yakni

pandangan tradisional dan pandangan alternatif. Pandangan tradisional melihat kemiskinan

sebagai situasi ketika manusia tidak mempunyai uang untuk membeli makanan dan

memenuhi kebutuhan material dasar. Oleh karena itu, perlu diadakan pembangunan yang

bertujuan untuk mentransformasi pemenuhan kebutuhan ekonomi tradisional menjadi

industri. Hal ini maksudnya adalah setiap individu menawarkan tenaganya sendiri untuk

mendapatkan uang, daripada mencari uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Pandangan

tradisional ini berasumsi bahwa kemungkinan pertumbuhan ekonomi yang tak terbatas adalah

pada sistem pasar bebas sehingga ekonomi akan mencapai titik lepas landas dan memberikan

kemakmuran bagi semua orang. Pada pandangan ini ukurannya adalah pertumbuhan ekonomi

dan Gross Domestic Product (GDP) melalui industrialisasi termasuk pertanian. Prosesnya

berjalan dari atas ke bawah yaitu berlandaskan pada pengetahuan ahli, biasanya pihak barat,

investasi yang besar pada proyek yang luas, teknologi modern, dan perluasan sektor privat. 8 7 Fadliansyah. “Selintas Memahami Konsep Kemiskinan, Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat”, yang diakses dari http://www.scribd.com/doc/14597304/TEORI-KEMISKINAN, diakses 7 Juni 20128 Caroline Thomas, ”Poverty, development and hunger,” dalam John Baylis and Steve Smith., Op.Cit., hal. 647-648.

7

Page 8: Kemiskinan Dalam Pembangunan Di Negara Berkembang (Studi Kasus: Indonesia)

Program Studi s2 Hubungan InternasionalFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Gadjah Mada

Adapun pandangan alternatif melihat kemiskinan sebagai situasi ketika manusia tidak dapat

memenuhi kebutuhan material dan kebutuhan non-material dengan usaha mereka sendiri.

Pembangunan dalam pandangan ini bertujuan untuk menciptakan manusia yang berkembang

baik melalui kehidupan sosial, budaya, politik, dan ekonomi yang terpelihara. Asumsi dasar

dari pandangan ini yaitu kecukupan, yang berarti nilai hakiki dari alam, keragaman budaya,

dan kontrol komunitas yang penting, manusia beraktivitas selaras dengan alam, partisipasi,

dan memberikan suara bagi kaum yang terpinggirkan, misalnya anak-anak dan kelompok

suku tertentu. Ukurannya dilihat dari pemenuhan kebutuhan material dan non-material bagi

setiap orang, kondisi lingkungan alam yang baik, dan kepenuhan kebutuhan politik bagi yang

terpinggirkan. Prosesnya berjalan dari bawah ke atas yaitu : partisipasi, bersandar pada

pengetahuan dan teknologi lokal yang diperlukan, investasi kecil pada proyek kecil, dan

perlindungan bagi masyarakat.9

2.2. Penyebab Kemiskinan dalam Pembangunan di Negara-Negara Berkembang

Pembangunan pada hakekatnya merupakan ide yang berasal dari negara-negara maju yang

menganut paham liberalisme. Pada abad ke-20, para ekonom dunia sepakat bahwa untuk

mengatasi kemiskinan dan permasalahan ekonomi lainnya di dunia adalah dengan cara

perdagangan bebas. Pandangan dari pihak neoliberlisme ini mempunyai poin bahwa dengan

meningkatnya produktivitas, perdagangan tanpa batasan dan halangan serta makin intensifnya

kegiatan ekspor – impor akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi makro suatu negara yang

berujung pada kesejahteraan masyarakat.10 Untuk mewujudkan pandangan tersebut kaum liberal

membentuk sebuah rezim yang mengatur perdagangan bebas di dunia, yaitu World Trade

Organization (WTO).11 WTO berperan sebagai lembaga yang mengatur perdagangan bebas dan

mekanisme persengketaan dagang yang mereduksi tarif secara keseluruhan hingga 90 %.12

9 Ibid10 Sadono Sukirno. Perdagangan dan hubungan ekonomi internasional dalam era globalisasi, dalam http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/12/perdagangan-dan-hubungan-ekonomi-internasional-dalam-era-globalisasi/, diiakses pada 8 Juni 2012.11 H.S Kartadjoemena, 1996, GATT dan WTO: Sistem, Forum, dan Lembaga Internasional di Bidang Perdagangan. Jakarta. UI Press.12 Jan Aart Scholte, 1997. Global Trade and Finance. in book “The Globalization of World Politics 9 edition”. Oleh John Baylis and Steve Smith. New York: Oxford University Press.

8

Page 9: Kemiskinan Dalam Pembangunan Di Negara Berkembang (Studi Kasus: Indonesia)

Program Studi s2 Hubungan InternasionalFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Gadjah Mada

Perdagangan yang di topang oleh modal (capital) tidak dapat memberikan jaminan bahwa

perdagangan dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan dan pendapatan suatu negara yang

pada akhirnya dapat mereduksi kemiskinan di suatu negara. Krisis keuangan global dan

meningkatnya harga minyak dunia memberikan efek berkurangnya kegiatan dagang antar negara

dan meningkatnya bunga pinjaman luar negeri yang pada akhirnya negara – negara berkembang

tidak mampu membayar hutangnya hingga membutuhkan bantuan dana dari rezim keuangan

internasional seperti International Monetary Fund (IMF) dan World Bank (WB).13 Bantuan dana

yang diberikan oleh IMF disertai dengan Standard Adjustment Program (SAP) yang

menitikberatkan pada peningkatan produktivitas, perdagangan (terutama ekspor) dan privatisasi

perusahaan-perusahaan yang dikuasai pemerintah serta memberikan keluasaan bagi pasar dalam

mengatur perekonomian yang merupakan bagian dari pembangunan suatu negara. Peran negara

yang semakin tergeser akibat adanya intervensi kebijakan-kebijakan dari rezim internasional

yang berorientasikan oleh keuntungan (profit) dan pasar (market) merupakan salah satu faktor

yang menyebabkan terjadinya kemiskinan. Prof. Dr. Budi Winarno, MA, secara lengkap

menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan kebijakan neoliberalisme berkorelasi

negatif terhadap kemiskinan dan pembangunan. Pertama, keyakinan yang berlebihan terhadap

kebaikan dan kemampuan pasar dalam melakukan self-regulating.14 Berbagai kajian

menunjukkan bahwa keberhasilan negara-negara industri maju adalah akibat pembangunan yang

ditopang oleh intervensi negara yang efektif. Kedua, berangkat dari kenyataan bahwa globalisasi

berlangsung dalam kekuatan, intensitas, dan wilayah yang tidak seimbang, di mana negara-

negara maju terus mendesak agenda privatisasi dan liberalisasi di negara-negara berkembang

sementara negara-negara maju melakukan proteksi ekonomi khususnya di bidang pertanian.15

Ketiga, meningkatnya kesalingtergantungan yang telah mengikis kekuasaan negara melalui

integrasi pasar domestik sehingga negara tidak lagi mempunyai kekuatan untuk mengontrol

jalannya pembangunan dan ekonomi nasional.16

13 Thomas Oatley.2006. International Political Economy. New York. Pearson Longman.14 Budi Winarno. Melawan Gurita Neoliberalisme, Op. Cit. hal 60.15 Ibid16 Ibid

9

Page 10: Kemiskinan Dalam Pembangunan Di Negara Berkembang (Studi Kasus: Indonesia)

Program Studi s2 Hubungan InternasionalFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Gadjah Mada

2.3. Upaya Mengatasi Kemiskinan Dalam Pembangunan

Dari penjelasan diatas, bagaimana paham neoliberalisme yang diyakini akan menciptakan

kesejahteraan ekonomi di semua lini, justru berkorelasi negatif terhadap pembangunan yang pada

akhirnya memperburuk keadaan dan membuat kemiskinan semakin meluas. Kemudian,

pertanyaan relevan yang pastinya akan muncul, yakni bagaimanakah upaya untuk memberantas

kemiskinan secara global? Di dalam buku berjudul Melawan Gurita Neoliberalisme, Prof. Dr.

Budi Winarno, MA menyatakan bahwa peningkatan kualitas entrepreneurial bureaucracy

merupakan jalan untuk menjembatani antara state dan market guna meningkatkan pertumbuhan

ekonomi yang signifikan.17

Entrepreneurial Bureaucracy merupakan penggantian sistem birokrasi dengan sistem

wirausaha dalam konteks reposisi birokrasi. Dengan reposisi birokrasi berarti telah menciptakan

kembali (reinventing) pemerintahan. Reinvention ialah menciptakan organisasi-organisasi dan

sistem publik yang terbiasa memperbarui, yang secara berkelanjutan memperbaiki kualitasnya

tanpa harus memperoleh dorongan dari luar. Dapat dikatakan bahwa reinvention ialah

menciptakan sektor publik yang memiliki dorongan dari dalam untuk memperbaiki apa yang

disebut dengan “sistem yang memperbarui kembali secara mandiri.” Reinvention menjadikan

pemerintah siap menghadapi tantangan-tantangan yang mungkin tidak dapat diatasi.

Prof. Dr. Budi Winarno menjelaskan lima strategi untuk melakukan reinvention guna

meningkatkan kemampuan yang efektif dan efisien dalam rangka menyesuaikan dan

memperbarui sistem dan organisasi publik. Pertama, strategi inti (core strategy) yang

menentukan tujuan dari sistem dan organisasi publik. Jika suatu organisasi tidak memiliki tujuan,

atau memiliki beberapa tujuan yang kontradiktif satu sama lain, maka organisasi tersebut tidak

akan mampu mencapai kinerja yang maksimal. Strategi yang digunakan untuk memperjelas

tujuan sistem dan organisasi publik disebut strategi inti, karena memiliki kaitan langsung dengan

fungsi utama pemerintah, yakni mengarahkan (steering function).

Kedua, strategi konsekuensi (consequences strategy) yang menentukan insentif-insentif

dalam organisasi publik. Birokrasi dalam konteks ini memberikan insentif kepada pegawai-

pegawainya untuk mengikuti peraturan dan mematuhinya. Mengubah insentif adalah penting

guna menciptakan konsekuensi-konsekuensi kerja. Oleh karena itu, ada baiknya organisasi

17 Ibid, hal 82.

10

Page 11: Kemiskinan Dalam Pembangunan Di Negara Berkembang (Studi Kasus: Indonesia)

Program Studi s2 Hubungan InternasionalFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Gadjah Mada

ditempatkan dalam dunia usaha dan membuat organisasi tergantung kepada konsumennya guna

mendapatkan penghasilan.18

Ketiga, strategi pelanggan (the customers strategy) yang memfokuskan diri terutama pada

pertanggungjawaban, yakni secara khusus kepada siapa saja organisasi ini bertanggung jawab.

Strategi ini memberikan konsumen pilihan-pilihan menyangkut organisasi-organisasi pemberi

pelayanan dan menetapkan standar pelayanan pelanggan. Sistem pertanggungjawaban seperti ini

diharapkan memberikan tekanan kepada organisasi-organisasi publik untuk senantiasa

meningkatkan kualitas pelayanannya maupun pengelolaan sumber organisasi. Dalam bahasa

yang sederhana, penyerahan pertanggungjawaban organisasi-organisasi ini senantiasa memiliki

sasaran, yakni meningkatkan kualitas pelayanan kepada pelanggan.

Keempat, strategi kontrol (control strategy) yang menentukan letak kekuasaan tetap berada

di puncak hierarki sehingga para pekerja di bawahnya hanya melakukan segala sesuatu atau

kebijakan yang telah digariskan oleh pemegang otoritas di tingkat puncak. Dalam strategi ini,

kekuasaan membuat keputusan diturunkan melalui hierarki kepada masyarakat. Dengan

demikian, strategi ini menggeser bentuk-bentuk pengawasan yang melekat, yang biasanya

berbentuk peraturan-peraturan mengikat dalam sistem komando yang hierarkis. Sebaliknya,

strategi ini memberdayakan organisasi dengan mengendorkan cengkeraman-cengkeraman badan-

badan pengawasan pusat. Strategi ini juga memberdayakan karyawan dengan mendorong

wewenang untuk membuat keputusan, menanggapi para pelanggan, dan memecahkan berbagai

masalah.

Kelima, strategi budaya (cultural strategy) yang menentukan budaya organisasi publik yang

menyangkut norma, nilai, tingkah laku, dan harapan-harapan karyawan. Budaya ini dibentuk

melalui penyusunan tujuan-tujuan organisasi, insentif, sistem pertanggungjawaban, dan struktur

organisasi. Oleh karena itu, perlu dibentuk visi bersama tentang masa depan, suatu model

kejiwan baru tentang ke arah mana dan bagaimana organisasi berjalan.

Ekonomi yang terintegrasi sangat cepat dan kompetitif memaksa lembaga-lembaga

pemerintah melakukan tugas-tugas yang semakin kompleks dengan konsumen yang

menghendaki kualitas dan pilihan. Lingkungan seperti ini menuntut birokrasi yang luwes dan

mampu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan baru, memberikan pelayanan yang

berkualitas tinggi, dan menawarkan pilihan-pilihan dari berbagai pelayanan. Oleh karena itu,

18 Ibid, hal 80.

11

Page 12: Kemiskinan Dalam Pembangunan Di Negara Berkembang (Studi Kasus: Indonesia)

Program Studi s2 Hubungan InternasionalFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Gadjah Mada

entrepreneurial bureaucracy diperlukan untuk mengintervensi pasar secara selektif berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan yang bersifat ad hoc untuk menjamin berfungsinya pasar secara

sehat dan tidak dapat mengintervensi kebijakan pembangunan suatu negara. Apabila pasar telah

berfungsi secara sehat dan peran negara kembali ke posisi semula, maka kemakmuran dapat

tercapai, sedangkan kemiskinan dapat dihapuskan.

2. 4. Indonesia Sebagai Studi Kasus

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang menarik untuk di teliti mengingat

pada saat ini pertumbuhan ekonomi indonesia tidak mengalami kemunduran yang cukup

signifikan akibat krisis ekonomi global. Dari data yang di kemukakan oleh Badan Pusat Statistik

Indonesia (BPS), pertumbuhan ekonomi dari tahun 2007-2012 mengalami kenaikan yang dapat

dilihat dari Pendapatan Nasional yang merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui

kondisi ekonomi di suatu negara dalam suatu periode tertentu melalui data Produk Domestik

Bruto (PDB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. Berikut tabel

Produk Domestik Bruto Indonesia (PDB) dan Pendapatan Nasional Indonesia

Tabel 1.1 Produk Domestik Bruto Per Kapita, Produk Nasional Bruto Per Kapita dan

Pendapatan Nasional Per Kapita, 2007-2011 (Rupiah)

Deskripsi Tahun

2007 2008 2009 2010* 2011**

Atas Dasar Harga Berlaku

Produk Domestik Bruto

Per Kapita

17,360,535.02 21,424,748.45 23,913,985.29 27,084,008.20 30,812,926.11

Produk Nasional Bruto

Per Kapita

16,646,564.56 20,663,361.42 23,076,985.46 26,322,486.04 29,934,685.89

Pendapatan Nasional Per

Kapita

15,285,571.30 19,141,673.45 20,964,887.57 24,020,664.83 27,648,408.93

Atas Dasar Harga

Konstan 2000

Produk Domestik Bruto

Per Kapita

8,631,408.43 9,015,742.15 9,294,167.91 9,736,695.11 10,219,309.82

12

Page 13: Kemiskinan Dalam Pembangunan Di Negara Berkembang (Studi Kasus: Indonesia)

Program Studi s2 Hubungan InternasionalFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Gadjah Mada

Produk Nasional Bruto

Per Kapita

8,101,642.27 8,597,543.55 8,825,719.62 9,345,382.15 9,819,153.13

Pendapatan Nasional Per

Kapita

7,422,254.54 7,950,282.78 8,005,165.75 8,516,999.43 9,130,326.19

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia

Keterangan: *) Angka Sementara

**) Angka Sangat Sementara

Dari data diatas terlihat pertumbuhan ekonomi di Indonesia untuk tahun 2011 mencapai

6.5% dan merupakan yang tertinggi pertumbuhan tertinggi sejak tahun 1996 dan naik dari 6,1%

pada tahun 2010.19 Secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2012 akan tetap kuat

di 6.1% dan akan meningkat kembali ke 6.4% di 2013.20 Melihat pertumbuhan ekonomi

Indonesia yang meningkat, dapat dilogikakan secara sederhana bahwa kemiskinan menurun

secara signifikan. Akan tetapi logika tersebut berbeda jauh dengan kenyataan yang ada. Pada

2004, jumlah penduduk miskin mencapai 16,66 persen atau sekitar 30 juta jiwa. Selanjutnya,

pada 2005 angka kemiskinan berkurang menjadi 16 persen dari total jumlah penduduk Indonesia.

Namun, pada 2007, seiring dengan meningkatnya harga minyak dunia, jumlah penduduk miskin

di Indonesia melonjak menjadi 39 juta orang atau 17,75 persen dari total penduduk.21

Berdasarkan data dari BPS, pada tahun 2011 terdapat 30,02 juta orang yang miskin dan turun 1

juta orang dari tahun 2010.22

Ukuran BPS dalam mengukur tingkat kemiskinan dengan menggunakan konsep kemampuan

memenuhi kebutuhan dasar atau basic needs approach, yang mana kemiskinan dipandang

sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan

bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.23 Metode yang digunakan adalah menghitung

Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan

(GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan- Makanan (GKBM). Pertama, Garis Kemiskinan Makanan

19 Temuan Laporan Mengenai Indonesia: East Asia and Pacific Economic Update, Mei 2012, dalam http://www.worldbank.org/in/news/2012/05/23/key-findings-on-indonesia-east-asia-and-pacific-economic-update-may-2012, diakses 12 Juni 2012.20 Ibid.21 Presiden Klaim Penurunan, dalam http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=266854, dikases 13 Juni 2012.22 BPS : Kemiskinan di Indonesia Terus Menurun, dalam http://rri.co.id/index.php/detailberita/detail/6373#.Rbp_Onn_xR0, diakses 13 Juni 201223 KAMUS BISNIS: Garis kemiskinan, apa maksudnya?, dalam http://www.bisnis.com/articles/kamus-bisnis-garis-kemiskinan-apa-maksudnya, 14 Juni 2012.

13

Page 14: Kemiskinan Dalam Pembangunan Di Negara Berkembang (Studi Kasus: Indonesia)

Program Studi s2 Hubungan InternasionalFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Gadjah Mada

adalah nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori

per kapita per hari.24 Kedua, Garis Kemiskinan Bukan Makanan yakni kebutuhan minimum

untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditas kebutuhan dasar bukan

makanan diwakili oleh 51 jenis komoditas di perkotaan dan 47 jenis komoditas di perdesaan.25

Sedangkan data dari Bank Dunia dengan menggunakan ukuran kemiskinan pengeluaran US$ 2

per hari, jumlah orang miskin di Indonesia mencapai 59 persen atau setengah dari penduduk

Indonesia sedangkan ukuran yang digunakan oleh pemerintah yaitu Rp 7.000 per hari per orang

untuk nasional dan Rp 10 ribu untuk Jakarta.26 Apabila dengan menggunakan ukuran dari

pemerintah, seseorang dengan penghasil Rp 10.000 dengan mengeluarkan uang Rp 5.000 hanya

untuk makan pagi dan hanya tersisa Rp 6.000, tentu saja tidak cukup untuk makan siang, makan

malam, dan keperluan lainnya ditambah dengan kenaikan harga bahan pokok. Dapat dikatakan

orang yang berpenghasilan 10.000 tersebut termasuk kategori miskin dan ukuran yang dipakai

oleh BPS tidak dapat lagi dipakai karena terlalu rendah dan tidak menyesuaikan dengan kondisi

pengeluaran seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.

Dari perbedaan standar ukuran kemiskinan yang dipakai oleh BPS dan Bank Dunia

mengundang perdebatan, permasalahan dan keraguan dari berbagai kalangan mengenai data

kemiskinan yang sebenarnya. Perdebatan mengenai standar ukuran kemiskinan tersebut pada

hakaketnya tidak bisa menjelaskan penyebab terjadinya kemiskinan di Indonesia. Sebelum

mengetahui penyebab dari kemiskinan itu sendiri, adakalanya indikator dari kemiskinan tersebut

dapat di jelaskan secara lengkap. Indikator-indikator kemiskinan yang terjadi di Indonesia

tersebut seperti :

1) Ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan pokoknya sendiri.

2) Terbatasnya akses dalam memenuhi kebutuhan dasar.

3) Tidak memiliki jaminan masa depan yang baik seperti investasi dan pendidikan.

4) Ketidaksiapan mental yang memadai baik secara individu maupun massal.

5) Sumber daya manusia yang minim yang tidak didukung oleh pengetahuan dan

teknologi serta sumber daya alam yang terbatas.

24 Ibid25 Ibid26 Pengamat: Standar Kemiskinan BPS Tidak Rasional, dalam http://www.rimanews.com/read/20110629/33163/pengamat-standar-kemiskinan-bps-tidak-rasional, diakses 14 Juni 2012.

14

Page 15: Kemiskinan Dalam Pembangunan Di Negara Berkembang (Studi Kasus: Indonesia)

Program Studi s2 Hubungan InternasionalFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Gadjah Mada

6) Masih kurangnya apresiasi masyarakat dalam kegiatan sosial antarsesama

masyarakat.

7) Tidak memiliki akses yang baik terhadap lapangan pekerjaan dan mata pencaharian

yang berkesinambungan.

8) Masih tingginya tingkat ketergantungan masyarakat dalam kehidupan sosialnya.27

Dari beberapa indikator penyebab kemiskinan diatas maka dapat disimpulkan beberapa

penyebab kemiskinan di Indonesia yaitu :

1) Perkembangan pendapatan perkapita dapat menjadi penyebab kemiskinan.

Kemerosotan pendapatan perkapita dapat terjadi apabila meningkatnya standar

perkembangan daerah, politik-ekonomi yang tidak sehat, serta banyaknya beban

hutang yang ditangung.

2) Merosotnya etos kerja dan produktivitas masyarakat. Kemerosotan etos kerja terjadi

karena tidak didukungnya sumber daya manusia yang baik dan sumber daya alam

yang baik pula. Untuk memiliki etos kerja dan produktivitas yang baik, maka

sumber daya manusia harus diperbaiki dan memaksimalkan sumber daya alam yang

ada sehingga sumber daya manusianya kesejahteraannya dapat meningkat dan tidak

tergantung lagi .

3) Biaya hidup yang tinggi. Jika biaya hidup tinggi dan pendapatan tidak sesuai maka

kebutuhan hidup tidak dapat di penuhi sementara persaingan dalam pekerjaan dan

meningkatkan pendapatan semakin ketat.

4) Subsidi pemerintah ke daerah yang tidak merata. Adanya ketidakmerataan subsisid

ini menyulitkan terpenuhinya kebutuhan pokok dalam masyarakat serta jaminan

kemanan berupa terutama jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin.28

Untuk mengatasi permasalahan kemiskinan, pemerintah Indonesia berupaya menggulirkan

kebijakan pengentasan kemiskinan melalui program PNPM Mandiri. Pembentukan PNPM

Mandiri sendiri mempunyai latar belakang yang sangat politis. Pada bulan Agustus – Desember

2006, Pemerintah mendapatkan tekanan yang berat dari publik yang mengatakan Presiden telah

berbohong dengan menyatakan angka kemiskinan turun, yang dikutip dari naskah Pidato

27 Menelusuri penyebab kemiskinan di Indonesia, dalam http://www.anneahira.com/kemiskinan-di-indonesia.htm, diakses 15 Juni 2012.28 Ibid

15

Page 16: Kemiskinan Dalam Pembangunan Di Negara Berkembang (Studi Kasus: Indonesia)

Program Studi s2 Hubungan InternasionalFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Gadjah Mada

Kenegaraan Presiden pada tanggal 16 Agustus 2005 dan menuduh pemerintah sengaja

menyembunyikan angka kemiskinan terbaru dari BPS.29 Presiden akhirnya melakukan

serangkaian rapat dan sidang Kabinet dan meminta untuk mengumumkan angka kemiskinan

terbaru dari BPS pada Bulan Oktober 2006. Selain itu tepatnya pada tanggal 7 September 2006

khusus untuk Penanggulangan Kemiskinan: Presiden menetapkan kebijakan pemerintah untuk

percepatan penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja melalui pemberdayaan

masyarakat yang diketuai oleh Deputi Bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan

Kemenko Kesra bersama Deputi Bidang kemiskinan, UKM dan Ketenaga kerjaan Bappenas,

Ditjen PMD, Depdagri, Ditjen Cipta Karya dengan nama program sebagai “Program Nasional

Pemberdayaan Masyarakat (PNPM).30 Pada tanggal 14 September 2006 Presiden RI

menyempurnakan nama PNPM menjadi PNPM-Mandiri dan pada tanggal 30 April 2007 PNPM-

Mandiri diluncurkan Presiden di Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah.31

PNPM Mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang

berbasis pemberdayaan masyarakat.32 Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan yang

besar dari perangkat pemerintah daerah serta berbagai pihak untuk memberikan kesempatan dan

menjamin keberlanjutan berbagai hasil yang dicapai.33 PNPM Mandiri dilaksanakan melalui

harmonisasi dan pengembangan sistem serta mekanisme dan prosedur program, penyediaan

pendampingan dan pendanaan stimulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi masyarakat

dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan.34. Tujuan-tujuan yang ingin

dicapai dalam pelaksanaan Program PNPM Mandiri ini adalah :

Tujuan Umum:

Meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri.35

29 Sejarah, dalam http://www.pnpm-mandiri.org/index.php?option=com_content&view=article&id=162&Itemid=301, diakses 16 Juni 2012.30 Ibid31 Ibid32 Pengertian dan Tujuan, dalam http://www.pnpm-mandiri.org/index.php?option=com_content&view=article&id=54&Itemid=267, diakses 16 Juni 2012.33 Ibid34 Ibid35 Ibid

16

Page 17: Kemiskinan Dalam Pembangunan Di Negara Berkembang (Studi Kasus: Indonesia)

Program Studi s2 Hubungan InternasionalFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Gadjah Mada

Tujuan Khusus :

- Meningkatnya partisipasi seluruh masyarakat, termasuk masyarakat miskin, kelompok

perempuan, komunitas adat terpencil dan kelompok masyarakat lainnya yang rentan

dan sering terpinggirkan ke dalam proses pengambilan keputusan dan pengelolaan

pembangunan.

- Meningkatnya kapasitas kelembagaan masyarakat yang mengakar, representatif dan

akuntabel.

- Meningkatnya kapasitas pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat

terutama masyarakat miskin melalui kebijakan, program dan penganggaran yang

berpihak pada masyarakat miskin (pro-poor).

- Meningkatnya sinergi masyarakat, pemerintah daerah, swasta, asosiasi, perguruan

tinggi, lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat dan kelompok peduli

lainnya untuk mengefektifkan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan.

- Meningkatnya keberadaan dan kemandirian masyarakat serta kapasitas pemerintah

daerah dan kelompok perduli setempat dalam menanggulangi kemiskinan di

wilayahnya.

- Meningkatnya modal sosial masyarakat yang berkembang sesuai dengan potensi sosial

dan budaya serta untuk melestarikan kearifan lokal.

- Meningkatnya inovasi dan pemanfaatan teknologi tepat guna, informasi dan

komunikasi dalam pemberdayaan masyarakat.36

PNPM Mandiri Perdesaan melakukan pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui

komponen program sebagai berikut :

1. Pengembangan Masyarakat. Komponen Pengembangan Masyarakat mencakup

serangkaian kegiatan untuk membangun kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat

36 Ibid

17

Page 18: Kemiskinan Dalam Pembangunan Di Negara Berkembang (Studi Kasus: Indonesia)

Program Studi s2 Hubungan InternasionalFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Gadjah Mada

yang terdiri dari pemetaan potensi, masalah dan kebutuhan masyarakat, perencanaan

partisipatif, pengorganisasian, pemanfaatan sumberdaya, pemantauan dan

pemeliharaan hasil-hasil yang telah dicapai. Untuk mendukung rangkaian kegiatan

tersebut, disediakan dana pendukung kegiatan pembelajaran masyarakat,

pengembangan relawan dan operasional pendampingan masyarakat; dan fasilitator,

pengembangan kapasitas, mediasi dan advokasi. Peran fasilitator terutama pada saat

awal pemberdayaan, sedangkan relawan masyarakat adalah yang utama sebagai motor

penggerak masyarakat di wilayahnya.

2. Bantuan Langsung Masyarakat. Komponen Bantuan Langsung Masyarakat (BLM)

adalah dana stimulan keswadayaan yang diberikan kepada kelompok masyarakat

untuk membiayai sebagian kegiatan yang direncanakan oleh masyarakat dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan terutama masyarakat miskin.

3. Peningkatan Kapasitas Pemerintahan dan Pelaku Lokal. Komponen Peningkatan

Kapasitas Pemerintah dan Pelaku Lokal adalah serangkaian kegiatan yang

meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan pelaku lokal/kelompok perduli lainnya

agar mampu menciptakan kondisi yang kondusif dan sinergi yang positif bagi

masyarakat terutama kelompok miskin dalam menyelenggarakan hidupnya secara

layak. Kegiatan terkait dalam komponen ini diantaranya seminar, pelatihan, lokakarya,

kunjungan lapangan yang dilakukan secara selektif dan sebagainya.

4. Bantuan Pengelolaan dan Pengembangan Program. Komponen ini meliputi

kegiatan-kegiatan untuk mendukung pemerintah dan berbagai kelompok peduli

lainnya dalam pengelolaan kegiatan seperti penyediaan konsultan manajemen,

pengendalian mutu, evaluasi dan pengembangan program.37

Jika dilihat tujuan dan program PNPM Mandiri yang bertujuan untuk mengentaskan

kemiskinan dengan berbagai program, tentu saja merupakan berita yang menggembirakan. Akan

tetapi apakah PNPM Mandiri dapat efektif menanggulangi kemiskinan di semua sektor?? PNPM

37 Komponen Program, dalam http://www.pnpm-mandiri.org/index.php?option=com_content&view=article&id=42&Itemid=269, diakses 17 Juni 2012.

18

Page 19: Kemiskinan Dalam Pembangunan Di Negara Berkembang (Studi Kasus: Indonesia)

Program Studi s2 Hubungan InternasionalFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Gadjah Mada

Mandiri yang terdiri dua komponen program yang Pertama, PNPM inti yang meliputi

program/kegiatan pemberdayaan masyarakat berbasis kewilayahan yaitu Program Pe-

ngembangan Kecamatan (PPK), Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP),

Pengembangan Infrastruktur Sosial dan Ekonomi Wilayah (PISEW), dan Percepatan Daerah

Tertinggal dan Khusus (P2DTK).38 Kedua, PNPM Pendukung, yang terdiri dari program

pemberdayaan masyarakat yang berbasis sektoral, kewilayahan, dan khusus untuk mendukung

penangulangan kemiskinan yang pelaksanaannya terkait pencapaian target tertentu. Agar PNPM

sukses, diperlukan kerjasama antara pemerintah pusat dan daerah. Namun, pelaksanannya

terlihat sentralisasi. Hal ini didukung dengan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota

(Bappeko) Surabaya, Tri Rismaharini mengatakan, ia menyesalkan perumusan prioritas program

PNPM tidak melibatkan pemda. Padahal, justru pemda yang lebih paham masalah kemiskinan.39

Hal ini terlihat dalam pola pendanaan PNPM yang berbentuk Dana Urusan Bersama (DUB)

sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.168/PMK 07/2009. Peraturan

itu dianggap telah bertentangan dengan Permendagri No 32/2008 tentang penyusunan APBD

2009.40 Meskipun pada pelaksanaany PNPM Mandiri sangat sentralisitik. Tapi kebijakan dan

upaya dari pemerintah patut diapresiasi, karena lewat program ini beberapa kota seperti yang

berhasil mengurangi tingkat kemiskinan dengan jumlah penduduk miskin pada tahun 2010

sebanyak 147.119 jiwa sehingga tingkat kemiskinan Kota Bekasi menempati urutan ke-23 dari

26 Kota/Kabupaten di Jawa Barat.41

BAB 338 Flamma 33: Sengkarut Penanggulangan Kemiskinan, dalam http://www.ireyogya.org/id/flamma/flamma-33-sengkarut-penanggulangan-kemiskinan.html, diakses 18 Juni 2012.39 Ibid40 Ibid41 Kota_Bekasi, Berhasil Mengurangi Kemiskinan Berkat Program PNPM, dalam http://bekasikota.go.id/read/6511/kotabekasi-berhasil-mengurangi-kemiskinan-berkat-program-pnpm, diakses 18 Juni 2012.

19

Page 20: Kemiskinan Dalam Pembangunan Di Negara Berkembang (Studi Kasus: Indonesia)

Program Studi s2 Hubungan InternasionalFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Gadjah Mada

KESIMPULAN

Pembangunan yang diyakini akan membawa suatu negara menuju kemakmuran, justru

menjadikan negara tersebut terjerumus ke dalam jurang kemiskinan. Pembangun yang

mendekatkan pada konsep libralisme semakin membuat kemiskinan meluas. Sangat ironi ketika

salah satu negara yang terjerumus ke dalam jurang adalah Indonesia. Untuk menyelamatkan

suatu negara dari jerat liberalisme, yakni entrepreneurial bureaucracy guna menjembatani

negara dan pasar. Aplikasi entrepreneurial bureaucracy diharapkan akan negara akan menjadi

lebih luwes dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan dewasa ini. Selain itu program-

program yang bertumpu pada pemberdayaan masyarakat serta kearifan lokal seperti PNPM

Mandiri dapat dijadikan salah satu contoh upaya bagi negara berkembang khusunya Indonesia

untuk mengentaskan kemiskinan.

20