Kemampuan Generik Sains
-
Upload
abhie-furqon-sunrise -
Category
Documents
-
view
88 -
download
3
description
Transcript of Kemampuan Generik Sains
10
BAB II
MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING, KEMAMPUAN
GENERIK SAINS, DAN PRESTASI BELAJAR FISIKA
A. Pembelajaran Fisika
Bahasan mengenai pembelajaran fisika berkaitan dengan bagaimana cara
siswa belajar fisika. Untuk memahami pembelajaran fisika yang bermakna, dapat
berangkat dari hal-hal berikut ini:
1. Hakikat Fisika (Sains)
Fisika adalah bagian dari sains (IPA), pada hakikatnya adalah kumpulan
pengetahuan, cara berpikir, dan penyelidikan. IPA sebagai kumpulan pengetahuan
dapat berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan model. IPA sebagai cara
berpikir merupakan aktivitas yang berlangsung di dalam pikiran orang yang
berkecimpung di dalamnya karena adanya rasa ingin tahu dan hasrat untuk
memahami fenomena alam. IPA sebagai cara penyelidikan merupakan cara
bagaimana informasi ilmiah diperoleh, diuji, dan divalidasi (Sofa, 2008).
2. Tinjauan Standar Isi Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Proses pembelajaran Fisika pada tingkat SMA/MA mengacu pada standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan oleh Badan Standar
Nasional Pendidikan (BSNP). Standar tersebut berangkat dari urgensi mata
pelajaran fisika yang diajarkan sebagaimana yang dijelaskan oleh BSNP
(2006:443) yaitu mata pelajaran fisika penting diajarkan sebagai mata pelajaran
tersendiri yang memberikan bekal ilmu kepada peserta didik, sekaligus
11
dimaksudkan sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir yang
berguna untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari. Mata
pelajaran fisika perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus yaitu membekali
peserta didik pengetahuan, pemahaman, dan sejumlah kemampuan yang
dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta
mengembangkan ilmu dan teknologi. Pembelajaran fisika dilaksanakan secara
inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap
ilmiah serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup.
Belajar fisika erat kaitannya dengan proses berpikir sebagaimana yang
dijelaskan pada salah satu tujuan kurikulum untuk mata pelajaran fisika yaitu:
mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan
deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan
berbagai peristiwa alam dan menyelesaikan masalah baik secara kualitatif dan
kuantitatif (BSNP, 2006:444).
3. Teori Belajar Kognitif
Belajar dapat diartikan sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku
individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan
lingkungan yang melibatkan proses kognitif (Syah, 2003: 68).
Arti lain dari belajar yang dikemukakan oleh Gagne (Sagala, 2003: 24) adalah
seperangkat proses kognitif yang mengubah stimulasi lingkungan melewati
pengelolaan informasi dan menjadi kapabilitas baru. Interaksi belajarnya melalui
stimulus melalui kondisi eksternal dari pendidik yang dapat direspon kondisi
internal dan proses kognitif siswa.
12
Proses-proses kognitif yang terjadi selama belajar meliputi insight atau
berpikir dan reasoning atau menggunakan logika deduktif dan induktif (Dahar,
1996: 17).
Bigge (Dahar, 1996:21)menjelaskan pembelajaran yang berorientasi pada teori
belajar kognitif dimaksudkan untuk membantu para siswa mengubah pemahaman
mereka tentang masalah-masalah dan situasi-situasi secara signifikan.
Berdasarkan teori belajar kognitif, beberapa ahli psikologi dan pendidikan
menjelaskan bagaimana terjadinya belajar dan bagaimana mengajar dilakukan.
Berikut ini dua pakar yang telah menjelaskan hal tersebut:
1) Jerome Bruner dengan belajar penemuan
Bruner (Dahar,1996:108) menjelaskan belajar bemakna hanya dapat terjadi
melalui belajar penemuan. Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan
bertahan lama, dan mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan
meningkatkan penalaran dan kemampuan berpikir secara bebas, dan melatih
keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah.
2) David Ausubel dengan belajar bermakna
Belajar bermakna akan terjadi bila informasi baru dapat dikaitkan pada sub
sumber yang ada dalam struktur kognitif, sedangkan belajar hapalan terjadi bila
informasi baru tidak dapat dikaitkan pada konsep-konsep yang telah ada dalam
struktur kognitif karena konsep-konsep ini tidak mirip dengan informasi baru itu.
Berlangsung tidaknya belajar bermakna tergantung pada struktur kognitif yang
ada, serta kesiapan dan minat anak didik untuk belajar bermakna, dan
kebermaknaan materi pelajaran secara potensial (Dahar, 1996:133).
13
B. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
Model pembelajaran inkuiri terbimbing yang dikembangkan oleh
Suchman (Joyce, et al., 2009: 175) adalah mengajarkan siswa sebuah proses
investigasi dan menjelaskan fenomena yang tak biasa. Model ini membawa siswa
pada sejumlah prosedur yang digunakan untuk mengorganisasi pengetahuan dan
prinsipil ilmu. Berdasarkan konsepsi metode sains, model ini berusaha
mengajarkan siswa sejumlah kemampuan dan bahasa dalam inkuiri.
Model pembelajaran inkuiri terbimbing memberikan bimbingan lebih
banyak pada awal–awal pembelajaran berupa pertanyaan-pertanyaan pengarahan
agar siswa mampu menemukan sendiri arah dan tindakan-tindakan yang harus
dilakukan untuk memecahkan masalah yang disajikan guru, penyelesaian masalah
dapat dilakukan oleh siswa sendiri atau secara berkelompok (Sund & Trowbridge,
1973; Wartono, 1996:39).
Siswa diprogramkan agar selalu aktif secara mental maupun fisik. Materi
yang disajikan guru bukan begitu saja diberikan dan diterima oleh siswa, tetapi
siswa diusahakan sedemikian rupa sehingga mereka memperoleh berbagai
pengalaman dalam rangka “menemukan sendiri” konsep-konsep yang
direncanakan oleh guru (Ahmadi, 1997: 79).
Guru menyediakan bimbingan atau petunjuk yang cukup luas kepada
siswa. Sebagian besar perencanaannya dibuat oleh guru. Siswa tidak merumuskan
problem atau masalah. Petunjuk yang cukup luas tentang bagaimana menyusun
dan mencatat diberikan oleh guru (Amien, 1987:137).
14
Ada hal-hal yang harus diperhatikan saat pelaksanaan model pembelajaran
inkuiri terbimbing (Amien, 1987:137-138), yaitu sebagai berikut:
1. Problem untuk masing-masing kegiatan dapat dinyatakan sebagai
pertanyaan atau pernyataan biasa.
2. Konsep-konsep dan atau prinsip-prinsip yang harus ditemukan oleh siswa
melalui kegiatan, harus ditulis dengan jelas dan tepat, meliputi aspek
kognitif, psikomotor, dan afektif.
3. Diskusi pengarahan berupa pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada
siswa untuk didiskusikan sebelum para siswa melakukan kegiatan.
4. Kegiatan metode penemuan oleh siswa berupa kegiatan percobaan atau
penyelidikan yang dilakukan siswa untuk menemukan konsep-konsep dan
atau prinsip yang telah ditetapkan oleh guru.
5. Proses berpikir kritis dan ilmiah harus ditulis dan dijelaskan untuk
menunjukkan kepada guru lain tentang operasional siswa yang diharapkan
selam kegiatan berlangsung.
6. Pertanyaan yang bersifat “open-ended” harus berupa pertanyaan yang
mengarah ke pengembangan tambahan kegiatan penyelidikan atau
percobaan yang dapat dilakukan siswa.
7. Catatan guru berupa catatan-catatan untuk guru lain yang meliputi:
• Penjelasan tentang hal-hal atau bagian-bagian yang sulit dari
kegiatan atau pelajaran
• Isi materi pelajaran yang relevan dengan kegiatan
15
• Faktor- faktor atau variabel yang dapat mempengaruhi hasil-hasil
percobaan, terutama penting sekali apabila kegiatan percobaan atau
penyelidikan tidak berjalan (gagal).
Sintaks model pembelajaran inkuiri terbimbing yang diungkapkan Joyce et al.
(2009: 179-181) adalah sebagai berikut :
1. Tahap pertama adalah tahap penyajian masalah atau menghadapkan siswa
pada situasi teka-teki. Pada tahap ini guru membawa situasi masalah dan
menentukan prosedur inkuiri kepada siswa. Permasalahan yang diajukan
adalah masalah sederhana yang dapat menimbulkan keheranan. Hal ini
diperlukan untuk memberikan pengalaman kreasi pada siswa, tetapi sebaiknya
didasarkan pada ide-ide sederhana.
2. Tahap kedua adalah pengumpulan dan verifikasi data, siswa mengumpulkan
informasi tentang peristiwa yang mereka lihat dan alami.
3. Tahap ketiga adalah eksperimen. Pada tahap ini, siswa melakukan eksperimen
untuk mengeksplorasi dan menguji secara langsung. Eksplorasi mengubah
sesuatu untuk mengetahui pengaruhnya, tidak selalu diarahkan oleh suatu teori
atau hipotesis. Pengujian secara langsung terjadi ketika siswa akan menguji
hipotesis atau teori. Peran guru pada tahap ini adalah memperluas inkuiri yang
dilakukan siswa dengan cara memperluas informasi yang telah diperoleh.
Selama verifikasi, siswa boleh mengajukan pertanyaan tentang objek, ciri,
kondisi, dan peristiwa.
4. Tahap keempat adalah mengorganisir data dan merumuskan penjelasan. Pada
tahap ini, guru mengajak siswa merumuskan penjelasan, kemungkinan besar
16
akan ditemukan siswa yang mendapatkan kesulitan dalam mengemukakan
informasi yang diperoleh yang berbentuk uraian penjelasan. Siswa-siswa yang
demikian didorong untuk dapat memberi penjelasan yang mendetail.
5. Tahap kelima adalah menganalisis tentang proses inkuiri. Pada tahap ini,
siswa diminta untuk menganalisis pola-pola penemuan mereka. Menentukan
pertanyaan yang lebih efektif, pertanyaan yang produktif dan yang tidak atau
tipe informasi yang mereka butuhkan dan yang tidak diperoleh. Tahap ini akan
menjadi penting apabila kita melaksanakan pendekatan belajar model inkuiri
dan mencoba memperbaikinya secara sistematis dan secara independen.
Konflik yang dialami siswa saat melihat suatu kejadian yang menurut
pandangannya tidak umum dapat menuntun partisipasi aktif dalam
penyelidikan secara alamiah.
C. Sintaks Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
Tabel 2.1
Sintaks Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
Tahapan Model
Pembelajaran
Inkuiri Terbimbing
Deskripsi Pembelajaran
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
Tahap I
Penyajian Masalah
• Menunjukkan masalah/
fenomena melalui
demonstrasi atau media
gambar
• Tanya jawab untuk
memperjelas masalah
• Perwakilan siswa
melakukan demonstrasi,
siswa yang lainnya
menyimak dan
memperhatikan
kegiatan demonstrasi
17
Tahapan Model
Pembelajaran
Inkuiri Terbimbing
Deskripsi Pembelajaran
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
• Menjawab pertanyaan
untuk memperjelas
masalah
Tahap II
Pengumpulan dan
Verifikasi Data
Membimbing siswa
mengumpulkan informasi
tentang peristiwa yang
mereka lihat atau alami
untuk membuat hipotesa
Mengumpulkan informasi
atau data-data tentang
peristiwa yang mereka
lihat atau alami kemudian
membuat hipotesa
Tahap III
Mengumpulkan Data
Eksperimen
• Memberikan arahan
sebelum melakukan
percobaan
• Memberikan bimbingan
saat mengumpulkan
data agar hipotesa
terjawab
• Menentukan variabel
bebas dan terikat
• Melakukan percobaan
atau eksperimen
• Mengumpulkan data
percobaan
Tahap IV
Merumuskan
Penjelasan
• Membimbing siswa saat
mengolah data
• Membimbing siswa
agar diskusi kelas
berjalan lancar
• Mengklarifikasi konsep/
prinsip yang telah
diperoleh dari
percobaan
• Mengolah data hasil
percobaan
• Mendiskusikan data
hasil percobaan
bersama teman
sekelompoknya sampai
diperoleh kesimpulan
• Mempresentasikan
hasil percobaan kepada
teman-teman sekelas
18
Tahapan Model
Pembelajaran
Inkuiri Terbimbing
Deskripsi Pembelajaran
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
Tahap V
Analisis Proses
Inkuiri
• Membimbing siswa
untuk menganalisis
konsep-prinsip apa saja
yang telah ditentukan
• Membimbing siswa
mengemukakan kendala
dan solusi selama
penyelidikan
• Menganalisis konsep-
prinsip yang telah
ditemukan
• Menganalisis kendala
yang dihadapi selama
melakukan
penyelidikan
• Memberikan solusi
untuk mengatasi
kendala
D. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
Kelebihan dari model pembelajaran inkuiri terbimbing (Winaputra; Wawan,
2007: 14) adalah:
1. Dapat membentuk dan mengembangkan “self concept” pada diri siswa,
sehinggga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar dan ide-ide lebih
baik.
2. Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi
proses belajar yang baru.
3. Mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja keras atas inisiatifnya
sendiri, bersikap objektif, jujur, dan terbuka.
4. Mendorong siswa untuk berpikir intuitif dan merumuskan hipotesisnya
sendiri.
19
5. Memberi kepuasan yag bersifat intrinsik.
6. Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang dan siswa belajar
bagaimana memecahkan masalah.
7. Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu.
8. Memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri.
9. Siswa dapat menghindari cara-cara belajar yang tradisional.
10. Dapat memberikan waktu yang secukupnya, sehingga mereka dapat
mengasimilasikan dan mengakomodasikan informasi.
11. Meningkatkan memori
Kekurangan dari model pembelajaran inkuiri terbimbing (Winaputra; Wawan,
2007: 15) adalah:
1. Dalam mengubah kebiasaan belajar bukanlah hal yang mudah untuk
dilakukan oleh guru dan siswa.
2. Membutuhkan banyak penyediaan sumber belajar, fasilitas yang
memadai dan biasanya sukar untuk penyediaannya.
3. Pelaksanaan akan sulit untuk kelas dengan jumlah siswa yang besar.
4. Pelaksanaan menyita banyak waktu jika belum terbiasa
20
E. Hubungan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dengan Kemampuan Generik Sains dan Prestasi Belajar Fisika Ranah Kognitif
Tabel 2.2
Hubungan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dengan Kemampuan
Generik Sains dan Prestasi Belajar Fisika Ranah Kognitif
Tahapan Model
Pembelajaran
Inkuiri Terbimbing
Kemampuan Generik
Sains
Prestasi Belajar Fisika
Ranah Kognitif
Tahap I
Penyajian Masalah
pengamatan tak langsung,
sense of scale, inferensi
logika, sebab akibat
pemahaman (C2), analisis
(C4),
Tahap II
Pengumpulan dan
Verifikasi Data
Bahasa simbolik, inferensi
logika, sebab akibat
pemahaman (C2),
penerapan (C3), analisis
(C4)
Tahap III
Mengumpulkan Data
Eksperimen
pengamatan tak langsung,
sense of scale, bahasa
simbolik
pemahaman (C2), analisis
(C4)
Tahap IV
Merumuskan
Penjelasan
Pengamatan tak langsung,
sense of scale, sebab akibat,
inferensi logika,
pemahaman (C2),
penerapan (C3), analisis
(C4)
Tahap V
Analisis Proses
Inkuiri
Bahasa simbolik, inferensi
logika
pemahaman (C2), analisis
(C4)
21
F. Pengertian Kemampuan Generik Sains
Darliana (2006) menjelaskan kemampuan generik sains sebagai kemampuan
yang digunakan secara umum dalam berbagai kerja ilmiah. Kemampuan generik
sains merupakan kemampuan yang dapat digunakan untuk mempelajari berbagai
konsep dan menyelesaikan berbagai masalah IPA.
Kemampuan generik adalah apa yang diacu Gagne sebagai strategi-strategi
kognitif dan apa yang disebut sebagai pengetahuan yang tidak tergantung pada
domain. Salah satu jenis utama dari kemampuan generik adalah kemampuan
berpikir seperti teknik memecahkan masalah (Rahman, 2006)
Brotosiswoyo (Hartono, 2005: 14) menyatakan bahwa ada kemampuan
berpikir yang bersifat generik yang dapat ditumbuhkan melalui belajar fisika.
Kemampuan tersebut sifatnya lebih sederhana dan dapat membantu siswa berpikir
pada tingkatan yang lebih tinggi seperti berpikir kompleks, berpikir kritis, dan
kreatif. Kemampuan ini lebih dikenal sebagai kemampuan generik sains.
G. Kemampuan Generik Sains
Brotosiswoyo (2000: 7-21) mengungkapkan bahwa kemampuan generik dapat
ditumbuhkan melalui pembelajaran fisika dengan memperhatikan cara dan topik
atau materi pembelajaran. Sejumlah kemampuan tersebut adalah:
22
1. Pengamatan langsung
Pengamatan langsung adalah mengamati objek yang diamati secara langsung.
Aspek pendidikan penting yang kita dapat dari melakukan pengamatan langsung
adalah fakta bahwa ilmu fisika dapat menjadi ilmu yang tangguh, karena kita
bersikap jujur terhadap hasil pengamatan. Sikap kejujuran ini akan timbul karena
“ukuran” keberhasilan kegiatan pengamatan lebih ditekankan pada kejujurannya,
bukan pada kesesuaian pengamatan itu dengan teori yang ada.
Pengamatan langsung yang dapat dilatihkan melalui materi kalor adalah
mengamati perubahan wujud zat dari zat padat menjadi zat cair kemudian menjadi
gas, yaitu pada saat es dipanaskan.
2. Pengamatan tak langsung
Pengamatan tak langsung adalah melakukan pengamatan dengan
menggunakan alat bantu untuk mengatasi keterbatasan indera kita. Keterbatasan
alat indera menyebabkan banyak gejala dan perilaku alam tidak dapat diamati
secara langsung.
Pengamatan tak langsung yang dapat dilatihkan melalui materi kalor adalah
saat kita mengukur suhu zat yang dipanaskan, mengukur perubahan panjang, luas,
dan volume zat saat dipanaskan atau didinginkan, mengukur suhu zat selama
proses perubahan wujud zat.
3. Kesadaran tentang skala besaran (sense of scale)
Dalam skala ruang, ukuran obyek yang digarap terentang dari yang sangat
besar (jagad raya) sampai yang sangat kecil (elektron). Mengingat banyak
pembahasan ilmu fisika dilukiskan dalam ungkapan tulisan atau rumus, maka
23
tanpa kesadaran tentang sense of scale bahasan itu akan kurang dipahami makna
konkretnya dalam alam ini.
Kesadaran tentang skala besaran (sense of scale) yang dapat dilatihkan melalui
materi kalor adalah memperkenalkan nilai kalor jenis dan kapasitas kalor setiap
zat berbeda ada yang besar dan ada yang kecil, besar kecilnya nilai kalor jenis dan
kapasitas kalor menunjukkan zat apakah yang cepat panas atau cepat dingin atau
dapat juga sebaliknya zat apakah yang lambat panas atau lambat dingin.
4. Bahasa simbolik.
Banyak perilaku alam khususnya yang dapat diungkapkan secara kuantitatif,
yang tidak dapat diungkapkan dengan bahasa komunikasi sehari-hari. Sifat
kuantitatif tersebut menyebabkan adanya keperluan untuk menggunakan bahasa
yang kuantitatif juga.
Bahasa simbolik yang dapat dilatihkan melalui materi kalor adalah
membahasakan perubahan panjang dan perubahan suhu yang menjelaskan
pemuaian atau penyusutan. Misalnya pada pemuaian panjang yang dinyatakan
dengan:
TLL o∆=∆ α …………………………………………………... Persamaan 2.1
karena oLLL −=∆ …………………………………………….. Persamaan 2.2
Dari Persamaan 2.1 dan 2.2 diperoleh:
)1( TLL o ∆+= α ……………………………………………….. Persamaan 2.3
Dengan:
L = panjang setelah dipanaskan (m)
∆L = L - Lo = perubahan panjang (m)
24
α = koefisien muai panjang (K-1), harganya berbeda untuk tiap zat
Lo = panjang mula- mula (m)
∆T = T - To = perubahan suhu (K)
5. Kerangka logika taat asas.
Ada keyakinan dalam ilmu fisika, berdasarkan pengalaman yang cukup
panjang, bahwa aturan alam ini memiliki sifat taat azas secara logika (logically
self- consistent). Contohnya adalah zat akan memuai apabila dipanaskan dan akan
menyusut jika didinginkan.
6. Inferensi logika
Dari sebuah aturan yang diungkap dalam matematika, kita dapat menggali
konsekuensi-konsekuensi logis yang dilahirkan semata-mata lewat inferensi
logika. Tanpa melihat bagaimana makna konkret sesungguhnya.
Inferensi logika yang dapat dilatihkan melalui materi kalor adalah mengambil
kesimpulan dari hasil percobaan pengaruh kalor terhadap massa, jenis zat dan
perubahan suhu zat. Dijelaskan bahwa:
• Hubungan kalor dengan kenaikan suhu: kalor yang diterima benda sebanding
dengan kenaikan suhu benda itu, bila massa benda tetap.
…………………………………………………..…Perrsamaan 2.4
• Hubungan antara kalor dan massa benda: kalor yang diterima sebanding
dengan banyaknya massa, jika kenaikan suhu sama.
………………………………………...……………. Persamaan 2.5
25
• Hubungan kalor dengan jenis benda yang dipanaskan: kalor yang diterima
oleh suatu benda adalah sebanding dengan kalor jenis benda itu, bila massa
benda dan kenaikan suhu tetap.
………………………………………...……………. Persamaan 2.6
Berdasarkan Persamaan 2.4, 2.5, dan 2.6 diperoleh:
Q = m c ∆T …………………………………….…………….. Persamaan 2.7
Dengan:
Q = kalor yang diterima benda (joule atau kalori)
m = massa benda (kg)
c = kalor jenis benda (J kg-1 oC-1)
∆T = kenaikan suhu benda (oC)
7. Hukum sebab akibat.
Sebuah aturan dapat dinyatakan sebagai hukum sebab akibat apabila ada
reproducibility dari akibat sebagai fungsi dari penyebabnya, yang dapat dilakukan
kapan saja dan oleh siapa saja.
Hukum sebab akibat yang dapat dilatihkan melalui materi kalor adalah setiap
zat memiliki kapasitas kalor yang berbeda, jika zat tersebut menerima atau
melepaskan kalor yang sama maka perubahan suhu yang dihasilkan setiap zat
akan berbeda, ketika suhu awalnya sama.
8. Pemodelan matematik.
Rumus-rumus yang melukiskan hukum-hukum alam dalam fisika adalah
buatan manusia yang ingin melukiskan gejala dan perangai alam tersebut, baik
dalam bentuk kualitatif maupun kuantitatif. Jadi dapat disebut sebagai ‘model’
26
yang ungkapannya menggunakan bahasa matematika. Menurut Hartono (2005:
17) model dapat berupa gambar, program, atau gambaran mental. Pemodelan
matematik umumnya bertujuan untuk memperoleh hubungan yang lebih akurat
yang berlaku dalam suatu sistem dalam alam. Melalui pemodelan matematik,
dapat meramalkan suatu fenomena fisika.
Pemodelan matematik yang dapat dilatihkan melalui materi kalor adalah
grafik pemuaian panjang besi, yang menjelaskan bagaimana perubahan suhu
berpengaruh terhadap panjang besi.
9. Membangun konsep
Tidak semua gejala alam dapat dipahami dengan menggunakan bahasa sehari-
hari. Kadang-kadang kita harus membangun sebuah konsep atau pengertian baru
yang tidak ada padanannya dengan pengertian-pengertian yang sudah ada.
Dalam mempelajari kalor belum dapat ditemukan konsep baru dari konsep-
konsep yang telah ada sebelumnya.
Berdasarkan penjelasan mengenai kemampuan generik di atas. Hartono (2005:
118) membuat indikator-indikator kemampuan generik sains untuk memudahkan
melakukan penilaian terhadap kemampuan generik sains siswa yang sedang
dilatihkan. Sejumlah indikator kemampuan generik sains dinyatakan pada Tabel
berikut ini:
27
Tabel 2.3
Indikator Kemampuan Generik Sains
NO Kemampuan Generik Sains Sub (Indikator) Kemampuan Generik Sains
1 Pengamatan langsung a. Menggunakan sebanyak mungkin alat indera
b. Mengumpulkan fakta-fakta
c. Mencari persamaan dan perbedaan
2. Pengamatan tak langsung a. Menggunakan alat ukur langsung
b. Mengumpulkan fakta-fakta
c. Mencari persamaan dan perbedaan
3. Sense of Scale a. Menyadari ukuran objek alam
4. Bahasa Simbolik a. Menggunakan aturan matematika untuk
menjelaskan masalah
b. Menggunakan aturan matematika untuk
memecahkan masalah
5 Kerangka logika taat asas a. Mencari hubungan logis antara dua aturan.
6 Inferensi Logika a. Memahami aturan-aturan
b. Berargumentasi berdasarkan aturan-aturan
c. Menyelesaikan masalah berdasarkan aturan-aturan
d. Menarik kesimpulan berdasarkan aturan
7 Sebab Akibat a. Menghubungkan dua atau lebih variabel
8 Pemodelan Matematik a. Mengungkapkan fenomena atau masalah dalam
bentuk grafik/tabel.
b. Mengungkapkan fenomena dalam bentuk rumusan.
c. Mengajukan alternatif penyelesaian masalah.
9 Membangun Konsep a. Menambah konsep baru
Hartono (2005: 118)
H. Manfaat Kemampuan Generik Sains
Darliana (2006) setiap kompetensi (kemampuan) generik mengandung cara
berpikir dan berbuat, karena itu akan memudahkan guru dalam meningkatkan
kompetensi generik siswa. Kompetensi generik terutama digunakan untuk
meningkatkan kompetensi siswa dalam mempelajari fenomena alam dan belajar
28
cara belajar. Kompetensi generik merupakan kompetensi yang digunakan secara
umum dalam berbagai kerja ilmiah, pembelajaran yang meningkatkan kompetensi
generik siswa akan menghasilkan siswa-siswa yang mampu memahami konsep,
menyelesaikan masalah, dan kegiatan ilmiah yang lain, serta mampu belajar
sendiri dengan efektif dan efisien.
Berikut ini manfaat penggunaan kompetensi generik dalam pembelajaran IPA
(Darliana: 2006):
1. Kemampuan generik membantu guru mengetahui apa yang harus ditingkatkan
pada siswa dan membelajarkan siswa dalam belajar cara belajar.
2. Pembelajaran dengan memperhatikan kemampuan generik dapat digunakan
untuk mempercepat pembelajaran.
3. Dengan melatihkan kemampuan generik pada siswa, setiap siswa akan
mengatur kecepatan belajarnya sendiri dan guru dapat mengatur kecepatan
pembelajarannya untuk setiap siswa.
4. Miskonsepsi pada siswa dapat terjadi karena kemampuan generiknya lemah.
I. Prestasi Belajar Siswa
Gagne (Sagala, 2003: 17) menyatakan bahwa belajar terdiri dari tiga
komponen penting yaitu:
1. Kondisi eksternal yakni stimulus dari lingkungan dalam acara belajar
2. Kondisi internal yang menggambarkan keadaan internal dan proses kognitif
siswa
29
3. Hasil belajar yang menggambarkan informasi verbal, keterampilan intelektual,
keterampilan motorik, sikap dan siasat kognitif.
Pada komponen satu yaitu kondisi eksternal menunjukkan bahwa guru
memberikan peranan semisal perlakuan mengkondisikan belajar siswa agar
diperoleh komponen belajar pada komponen tiga yaitu hasil belajar. Harus
dibedakan antara hasil belajar dengan prestasi belajar.
Surya (1983: 115) mengungkapkan bahwa prestasi belajar merupakan seluruh
kemampuan yang dicapai melalui proses belajar di sekolah yang dinyatakan
dengan nilai prestasi belajar berdasarkan hasil tes prestasi belajar.
Syah (1997:141) menyebutkan bahwa prestasi belajar adalah taraf
keberhasilan murid dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah dinyatakan
dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi
pelajaran.
Dapat dikatakan prestasi belajar adalah tingkat keberhasilan yang
menunjukkan kemampuan siswa dalam mempelajari materi pelajaran melalui
proses belajar di sekolah yang dinyatakan dengan nilai prestasi belajar
berdasarkan hasil tes prestasi belajar. Prestasi belajar yang dimaksud adalah ranah
kognitif.
Faktor- faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa (Nasution, 1992: 4;
Ismail, 2008:16) adalah:
1. Peranan guru, strategi belajar mengajar (faktor eksternal)
2. Kesehatan, kemampuan, panca indra dan daya tahan fisik (faktor fisiologi)
3. Kepribadian, kemampuan, motivasi, sikap dan perilaku (faktor psikologis)
30
Dari tiga faktor di atas yaitu faktor eksternal akan dijadikan sarana untuk
memperbaiki prestasi belajar siswa khususnya untuk ranah kognitif.
Bloom et al (Munaf, 2001: 67) mengungkapkan bahwa ranah kognitif
merupakan kemampuan menyatakan kembali konsep atau prinsip yang telah
dipelajari dan kemampuan intelektual. Sebagian besar tujuan instruksional berada
dalam ranah kognitif.
Ranah kognitif dibagi ke dalam enam jenjang atau aspek kemampuan yaitu
sebagai berikut:
1. Pengetahuan (C1)
Jenjang pengetahuan meliputi kemampuan menyatakan kembali fakta, konsep,
prinsip, prosedur atau istilah yang telah dipelajari tanpa harus memahami atau
dapat menggunakannya. Pengetahuan merupakan hasil belajar yang paling rendah,
tapi menjadi prasyarat bagi tipe hasil belajar berikutnya. Kata kerja operasional
yang dapat digunakan, misalnya: menyebutkan, menunjukkan, mengenal,
mengingat, dan mendefinisikan.
2. Pemahaman (C2)
Pemahaman merupakan salah satu jenjang kemampuan dalam proses berpikir
dimana siswa dituntut untuk memahami yang berarti mengetahui tentang sesuatu
hal dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Kata kerja operasional yang dapat
digunakan, misalnya: membedakan, mengubah, menginterpretasi, dan
menentukan.
3. Penerapan (C3)
31
Penerapan merupakan kemampuan berpikir yang lebih tinggi daripada
pemahaman. Jenjang penerapan merupakan kemampuan menggunakan prinsip,
teori, hukum, aturan maupun metode yang dipelajari pada situasi baru atau pada
situasi konkret. Kata kerja operasional yang dapat digunakan, misalnya:
menggunakan, menerapkan, menghubungkan, memilih, dan mengubah.
4. Analisis (C4)
Analisis adalah usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur atau
bagian-bagian sehingga jelas hirarkinya atau susunannya. Dengan analisis
diharapkan seseorang mempunyai pemahaman yang komprehensif dan dapat
memilahkan integritas menjadi bagian-bagian yang tetap terpadu, umpamanya
tentang prosesnya, cara kerjanya, dan sistematikanya. Kata kerja operasional yang
dapat digunakan, misalnya: menganalisa, membedakan, menemukan,
mengklasifikasi, dan membandingkan.
5. Sintesis (C5)
Jenjang sintesis merupakan kemampuan untuk mengintegrasikan bagian-
bagian yang terpisah menjadi suatu keseluruhan yang terpadu, atau
menggabungkan bagian-bagian sehingga terjelma pola yang berkaitan secara logis,
atau mengambil kesimpulan darai peristiwa- peristiwa yang ada hubungannya satu
dengan yang lainnya. Kata kerja operasional yang dapat digunakan, misalnya:
mensintesis, menghubungkan, menghasilkan, merumuskan, dan menyimpulkan.
6. Evaluasi (C6)
Evaluasi merupakan kemampuan tertinggi, yaitu bila seseorang dapat
melakukan penilaian terhadap suatu situasi, nilai-nilai, atau ide-ide. Kata kerja
32
operasional yang dapat digunakan, misalnya: menilai, menafsirkan, menentukan,
mempertimbangkan, dan membandingkan.
J. Hubungan Kemampuan Generik Sains dengan Prestasi Belajar Fisika
Ranah Kognitif
Berpikir adalah meletakkan hubungan antar bagian pengetahuan yang
diperoleh manusia. Berpikir sebagai proses menentukan hubungan-hubungan
secara bermakna antara aspek-aspek dari suatu bagian pengetahuan. Sedangkan
bentuk aktivitas berpikir merupakan tingkah laku simbolis, karena seluruh
aktivitas ini berhubungan dengan atau mengenai penggantian hal-hal yang konkret
(Sagala, 2003:129).
Berpikir dalam Fisika berarti berpikir yang berhubungan dengan pengetahuan
Fisika baik dalam bentuk fakta, konsep, prinsip, teori, hukum maupun model.
Pengetahuan yang diperoleh siswa saat proses belajar berlangsung tidak terlepas
dari kompetensi dasar–standar kompetensi dalam Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP). Darliana (2006) menyatakan bahwa Kompetensi dasar adalah
kompetensi khusus yang berkaitan dengan sesuatu konsep. Kemampuan generik
sains adalah kemampuan yang lebih luas dari kompetensi dasar. Kemampuan
generik sains merupakan kemampuan yang dapat digunakan untuk mempelajari
berbagai konsep dan menyelesaikan berbagai masalah IPA. Selain itu, Liliasari
(Sunyono, 2009:12) memiliki pendapat yang serupa bahwa dalam mempelajari
konsep-konsep Sains (Fisika) diperlukan kemampuan berpikir yang kompleks.
Pada umumnya setiap konsep sains dapat mengembangkan lebih dari satu macam
33
kemampuan generik sains. Mempelajari konsep sains pada hakikatnya adalah
mengembangkan keterampilan berpikir sains, yang merupakan berpikir tingkat
tinggi.
Kemampuan berpikir merupakan bagian dari kemampuan yang dapat diukur
setelah siswa melakukan kegiatan dalam acara belajar. Kemampuan berpikir
terintegrasi dengan ranah kognitif sebagaimana yang diungkapkan Bloom et al.
(Munaf, 2001: 67) Ranah kognitif merupakan kemampuan menyatakan kembali
konsep atau prinsip yang telah dipelajari dan kemampuan intelektual (berpikir).