KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI DALAM MENYELESAIKAN SOAL ...

18
KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA BERORIENTASI PISA DITINJAU DARI GAYA BELAJAR Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi Strata I Jurusan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Oleh: AMALIA BUDIANA PUTRI A 410 160 148 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2019

Transcript of KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI DALAM MENYELESAIKAN SOAL ...

Page 1: KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI DALAM MENYELESAIKAN SOAL ...

KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI DALAM

MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA BERORIENTASI

PISA DITINJAU DARI GAYA BELAJAR

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi Strata I

Jurusan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Oleh:

AMALIA BUDIANA PUTRI

A 410 160 148

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2019

Page 2: KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI DALAM MENYELESAIKAN SOAL ...

i

Page 3: KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI DALAM MENYELESAIKAN SOAL ...

ii

Page 4: KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI DALAM MENYELESAIKAN SOAL ...

iii

Page 5: KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI DALAM MENYELESAIKAN SOAL ...

1

Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Dalam Menyelesaikan Soal

Matematika Berorientasi PISA Ditinjau dari Gaya Belajar

Abstrak

Masalah matematika diberikan kepada siswa untuk melatih diri dalam kemampuan

berpikir dan mengetahui tingkat berpikir yang dimiliki masing-masing siswa.

Pemecahan masalah matematika dipengaruhi oleh tingkat kemampuan berpikir

siswa. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis kemampuan berpikir tingkat tinggi

siswa dalam menyelesaikan soal matematika berorientasi PISA ditinjau dari gaya

belajar. Jenis penelitian metode mix method dengan desain Concurrent

Triangulation Strategy. Populasi seluruh siswa kelas X SMA Negeri 2 Surakarta

sampel pada penelitian beberapa siswa dalam populasi. Teknik pengambil sampel

menggunakan purposive sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan

wawancara, dokumentasi, dan tes. Hasil penelitian: 1) Tidak terdapat perbedaan

kemampuan antara siswa gaya belajar visual, auditorial dan kinestetik dalam

menyelesaikan soal matematika berorientasi PISA. 2) Terdapat 23 siswa yang

memiliki gaya belajar visual atau 70% dari populasi. 30 % diantaranya masuk

kategori tinggi, 44% kategori sedang, dan 26% kategori rendah. 3) Terdapat 8 siswa

yang memiliki gaya belajar auditorial atau 24% dari populasi. 62,5 % diantaranya

masuk kategori sedang, dan 37,5 % kategori rendah. 4) Terdapat 2 siswa yang

memiliki gaya belajar kinestetik, kedua siswa tersebut satu masuk kategori sedang

dan satu masuk kategori rendah.

Kata kunci: berpikir tingkat tinggi, gaya belajar, PISA, soal matematika

Abstract

Math problems are given to students to train themselves in the ability to think and

to know the level of thinking each student has. The mathematical problem solving

is influenced by the students ' thinking skills level. The purpose of this research is

to analyze students ' high-level thinking skills in solving PISA-oriented

mathematical problems reviewed from the learning style. Type of research method

mix method with design Concurrent Triangulation Strategy. The population of all

students in grade X SMA Negeri 2 Surakarta samples on several students ' research

in the population. Sample getter techniques using purposive sampling. Data

collection techniques using interviews, documentation, and tests. Research result:

1) There is no difference in the ability to learn visual, auditorial and kinaesthetic

students in solving the PISA-oriented mathematics problem. 2) There are 23

students who have a visual learning style or 70% of the population. 30% of them

are in high category, 44% medium category, and 26% low category. 3) There are

8 students who have auditorial learning style or 24% of the population. 62.5% of

them are in medium category, and 37.5% low category. 4) There are two students

Page 6: KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI DALAM MENYELESAIKAN SOAL ...

2

who have a kinaesthetic learning style, both students one in the category of medium

and one in the low category.

Keywords: High level thinking, learning style, PISA, math problem

1. PENDAHULUAN

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi

modern. Matematika mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu

dalam memajukan daya pikir manusia. Mata pelajaran matematika diberikan

kepada semua peserta didik mulai dari tingkat sekolah dasar hingga pendidikan

tinggi untuk membekali mereka dalam memiliki kemampuan berpikir logis,

analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi

tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh,

mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk dapat bertahan hidup pada keadaan

yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif Depdiknas (2006).

Masalah matematika diberikan kepada siswa untuk melatih diri dalam

kemampuan berpikir, serta untuk mengetahui tingkat berpikir yang dimiliki

masing-masing siswa. Pemecahan masalah matematika sangat dipengaruhi oleh

tingkat kemampuan berpikir yang dimiliki oleh siswa. Kemampuan berpikir

merupakan kemampuan memproses informasi secara mental atau kognitif yang

dimulai dari tingkat rendah hingga tingkat tinggi. Setiap siswa diarahkan untuk

memiliki kemampuan berpikir hingga tingkat tertinggi sehingga berpikir tingkat

tinggi (higher order thinking) merupakan tujuan akhir dalam meningkatkan

kemampuan berpikir. Untuk itu, diperlukan informasi awal kemampuan berpikir

tingkat tinggi yang dimiliki oleh masing-masing siswa sebagai langkah awal dalam

upaya meningkatkan kemampuan berpikir.

Secara sederhana, kemampuan berpikir adalah kemampuan memproses

informasi secara mental atau secara kognitif. Secara lebih formal, berpikir adalah

penyusunan ulang atau manipulasi kognitif baik informasi dari lingkungan maupun

symbol-simbol yang disimpan dalam long term memory. Jadi, berpikir adalah

sebuah representasi simbol dari beberapa peristiwa atau item. Ismienar,Andrianti,

dan Vidia (2009).

Page 7: KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI DALAM MENYELESAIKAN SOAL ...

3

Berdasarkan tingkatan proses, berpikir dibagi menjadi dua tingkat yaitu

berpikir tingkat rendah (lower order thinking) dan berpikir tingkat tinggi (higher

order hinking). Kemampuan berpikir tingkat tinggi ini menghendaki seseorang

untuk menerapkan informasi baru atau pengetahuan sebelumnya dan

memanipulasi informasi untuk menjangkau kemungkinan jawaban dalam situasi

yang baru. Taksonomi Bloom menjelaskan bahwa kemampuan melibatkan

analisis, evaluasi dan mengkreasi dianggap berpikir tingkat tinggi Pohl (2000).

Banyak tes internasional yang dapat dijadikan sebagai gambaran bagaimana

kondisi pendidikan di Indonesia. Terutama kondisi pendidikan pada mata pelajaran

matematika yang masih jauh dari kata baik. Salah satu tes yang sudah ada yaitu

PISA (Programme for Internasional Student Assesment) yang merupakan studi

internasional untuk menilai kemampuan literasi matematika siswa dalam sebuah

Negara. Penilaian yang dilakukan oleh PISA tidak hanya untuk mendapatkan data

mengenai peringkat Negara berdasarkan pendidikannya, tetapi juga berorientasi ke

masa depan. Memaksa anak muda untuk menggunakan keterampilan dan

pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari, dan tidak semata-mata mengukur

kemampuan yang dicantumkan dalam kurikulum sekolah. Oleh karena itu siswa

diharapkan memiliki kemampuan literasi matematika (mathematical literacy).

Kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa memiliki hubungan dengan pola

berpikir dari masing-masing siswa dalam proses penerimaan dan pengolahan

informasi dari suatu masalah. Pola berpikir tersebut dipengaruhi oleh gaya belajar

masing-masing siswa. Oleh sebab itu, kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa

memiliki hubungan erat dengan gaya belajar dari masing-masing siswa tersebut

dan banyak faktor yang menyebabkan kesulitan dalam menyelesaikan soal

matematika berorientasi PISA.

Kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa memiliki hubungan dengan pola

berpikir dari masing-masing siswa dalam proses penerimaan dan pengolahan

informasi dari suatu masalah. Pola berpikir tersebut dipengaruhi oleh gaya belajar

masing-masing siswa. Gaya belajar seseorang sangat membantu dan bermanfaat

bagi siswa dengan membantu mereka menjadi lebih terfokus pada suatu informasi

Page 8: KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI DALAM MENYELESAIKAN SOAL ...

4

yang akhirnya akan meningkatkan keberhasilan pendidikan. Dengan mengetahui

gaya belajar yang sesuai, seseorang akan mengetahui kelemahan dan kelebihan

dirinya sendiri dalam belajar. Tujuan penggunaan gaya belajar adalah mencari

yang cara terbaik bagi siswa untuk belajar secara efektif dan guru untuk mengajar

secara efisien Gilakjani & Ahmadi (2012). Sehingga pemilihan gaya belajar

menjadi permasalahan penting untuk siswa dalam belajar dan untuk guru dalam

memilih strategi pembelajaran yang sesuai dengan gaya belajar yang dimiliki

siswa.

Hal ini sesuai dengan pendapat Maric, Penger, Todorivic, Djurika dan Pintar

(2015) yang menyimpulkan perlunya pemeriksaan lebih lanjut terhadap

pendekatan pembelajaran siswa untuk meningkatkan pengalaman belajar dan

untuk menggeneralisasi pendekatan saat berhadapan dengan preferensi gaya

belajar siswa. Oleh sebab itu, kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa memiliki

hubungan erat dengan gaya belajar dari masing-masing siswa tersebut dan banyak

faktor yang menyebabkan kesulitan dalam menyelesaikan soal matematika

berorientasi PISA Berdasarkan uraian tersebut, maka dilakukan penelitian dengan

judul “Analisis Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi dalam menyelesaikan soal

matematika berorientasi PISA ditinjau dari gaya belajar Siswa SMA Negeri 2

Surakarta”. Tujuan penelitian untuk mengetahui kemampuan berpikir tingkat

tinggi siswa dalam menyelesaikan soal matematika yang ditinjau dari gaya belajar

siswa.

2. METODE

Penelitian ini merupakan mix method dengan model Concurrent

Triangulation Strategy. pada model ini, menggunakan metode kuantitatif dan

kualiatatif secara bersamaan, baik dalam pengumpulan data maupun analisisnya,

selanjutnya peneliti dapat menemukan mana data yang dapat digabungkan dan

mana data yang perlu dibedakan Sutama (2019:193).

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 2 Surakarta.

Sampel pada penelitian ini terdiri dari satu kelas, yaitu kelas X IPA 3 sebagai kelas

sampel dengan jumlah 33 siswa. Adapun peneliti mengambil kelas sampel yang

Page 9: KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI DALAM MENYELESAIKAN SOAL ...

5

lain, yaitu kelas X IPS 3 dengan jumlah 33 siswa yang digunakan sebagai kelas uji

coba. Teknik untuk uji instrumen menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas.

Uji validitas tes menggunakan rumus korelasi Product Moment. Uji reliabilitas tes

menggunakan rumus Cronbach’s Alpha (𝛼).

Teknik pengumpulan data yang digunakan ada dua. Untuk kualitatif

menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Sedangkan kuantitatif

angket dan tes. Metode tes untuk mengumpulkan data berupa 2 soal matematika

berorientasi PISA. Sebelum diujikan pada kelas sampel instrument tes di uji coba

terlebih dahulu pada kelas uji coba untuk mengetahui apakah memenuhi syarat

validitas dan reliabilitas instrumen. Sementara itu, metode angket digunakan untuk

memperoleh data gaya belajar siswa, dan dokumentasi digunakan untuk

memperoleh data gaya belajar masing-masing siswa dan nilai kemampuan berpikir

tingkat tinggi siswa.

Teknik analisis data kuantitatif menggunakan uji anava satu jalan dengan

sel tak sama diawali dengan uji homogenitas, uji normalitas dan Teknik analisis

data kualitatif menggunakan reduksi data, penyajian data dan menarik kesimpulan.

Sebelum dilakukan analisis, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis

variansi yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas data bertujuan

untuk mengetahui apakah data yang diperoleh dari hasil penelitian berditribusi

normal atau tidak. Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan uji Liliefors

dengan taraf signifikansi 5%. Uji Homogenitas digunakan untuk mengetahui

apakah variansi dari sejumlah populasi sama atau tidak. Metode yang digunakan

untuk uji homogenitas yaitu metode Bartlett dengan taraf signifikansi 5%.

Selanjutnya menganalisis jawaban siswa dengan menggunakan indikator berpikir

tingkat tinggi.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian dilaksanakan pada siswa kelas X SMA Negeri 2 Surakarta. Dengan

mengambil kelas X IPS 3 sebagai uji coba dan kelas X IPA 3 sebagai kelas

penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menyajikan soal matematika

berorientasi PISA kepada siswa SMA kelas X untuk mengetahui kemampuann

berpikir tingkat tinggi siswa. Hal ini sejalan dengan penelitian Kurniati dkk (2016).

Page 10: KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI DALAM MENYELESAIKAN SOAL ...

6

Bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi meliputi kemampuan logika dan

penalaran, analisis, evaluasi, serta kreasi.

Penelitian ini menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan kuantitatif

dan kualitatif yang mana keduanya untuk melihat kemampuan berpikir tinggi

berdasarkan gaya belajar siswa yang dikelompokan menjadi 3 kategori yakni vsual,

auditorial dan kinestetik.

Data kemampuan menyelesaikan soal matematika adalah data kemampuan

berpikir tingkat tinggi yang diambil dari nilai pekerjaan siswa pada kelas sampel

yaitu berupa soal tes yang terdiri dari 2 soal. Data tersebut dibagi dalam tiga

kelompok yaitu kelompok visual, kelompok kinestetik dan kelompok auditori yang

selanjutnya digunakan sebagai data pengujian hipotesis untuk mengetahui

perbedaan kemampuan siswa dilihat dari gaya belajar. Adapun deskripsi data untuk

masing-masing kelompok adalah sebagai berikut:

Data kemampuan siswa dengan gaya belajar visual terdiri dari 23 siswa yang

berada pada kelas sampel.

Gambar 1 Diagram Batang Siswa Gaya Belajar Visual dalam Menyelesaikan Soal

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh nilai terendah 60 dan nilai tertinggi 100.

Nilai rata-rata (mean) sebesar 81,57, nilai tengah (median) sebesar 73,88, modus

sebesar 77,8 dan standar deviasi sebesar 12,87.

Data kemampuan siswa dengan gaya belajar auditori terdiri dari 8 siswa yang

berada pada kelas sampel.

Page 11: KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI DALAM MENYELESAIKAN SOAL ...

7

Gambar 2 Diagram Batang Siswa Gaya Belajar Auditori dalam Menyelesaikan Soal

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh nilai terendah 60 dan nilai tertinggi

80. Nilai rata-rata (mean) sebesar 73,00, nilai tengah (median) sebesar 76,00,

modus sebesar 78,3 dan standar deviasi sebesar 7,17.

Data kemampuan siswa dengan gaya belajar kinestetik terdiri dari 2 siswa yang

berada pada kelas sampel

Gambar 3 Diagram Batang Siswa Gaya Belajar Kinestetik dalam Menyelesaikan

Soal.

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh nilai terendah 65 dan nilai tertinggi

75. Nilai rata-rata (mean) sebesar 70,50, nilai tengah (median) sebesar 66,50, modus

sebesar 65,5 dan standar deviasi sebesar 7,07.

Pada penelitian ini analisis kuantitatif menggunakan uji anava satu jalan dengan sel

tak sama. Sebelum dilakukan pengujian dipastikan bahwa data berdistribusi normal

dan homogen.

Page 12: KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI DALAM MENYELESAIKAN SOAL ...

8

Uji hipotesis digunakan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan

antara siswa dengan gaya belajar visual, auditorial dan kinestetik terhadap hasil soal

matematika berorientasi PISA. Pada uji prasyarat telah menunjukan bahwa sampel

berdistribusi normal dan mempunyai variansi yang sama (homogen), maka dapat

dilakukan uji hipotesis. Uji hipotesis dengan menggunakan analisis variansi satu

jalan dengan sel tak sak sama. Data dianalisis dengan bantuan software Microsoft

Excel 2016. Hasil perhitungan uji hipotesis dengan taraf signifikansi 5% yang

disajikan pada Tabel 4.4 sebagai berikut:

Tabel 1 Rangkuman Hasil Uji Hipotesis

Sumber JK dK RK 𝑭𝑶𝒃𝒔 Fα Kesimpulan

Populasi 363,533 2 181,767 1,3324 3,3158 𝐻0 diterima

Galat 4092,527 30 136,418

Total 4456,061 32

Berdasarkan gambar dapat dilihat FObs sebesar 1,3324 dengan daerah kritis 𝐷𝐾 =

{𝐹|𝐹 > 𝐹𝛼;𝑘−1;𝑁−𝑘} = {𝐹|𝐹 > 3,3158} sehingga FObs ∉ 𝐷𝐾 dan H0 diterima,

dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketiga populasi memiliki kemampuan

yang sama (seimbang).

Uji prasyarat pada penelitian ini adalah uji normalitas dan homogenitas. Uji

normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah suatu sampel berasal dari populasi

yang berdistribusi normal atau tidak. Sedangkan uji homogenitas bertujuan untuk

mengetahui apakah variansivariansi dari sejumlah populasi sama atau tidak.

Berikut adalah hasil uji normalitas.

Page 13: KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI DALAM MENYELESAIKAN SOAL ...

9

Tabel 2 Hasil Uji Normalitas

Sumber Lhitung Ltabel Kesimpulan

Visual 0,1822 0,1847 Normal

Auditori 0,2526 0,3132 Normal

Kinetik 0,2745 0,6265 Normal

Dari ketiga data yang ada, selanjutnya di uji homogenitasnya dipeoleh hasil yang

menunjukkan 𝑋2𝑜𝑏𝑠 = 2.407 dan 𝑋2

𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 5.991. hasil tersebut menunjukkan

bahwa data yang diperoleh memiliki variansi yang sama atau homogen.

Berdasarkan angket gaya belajar yang diberikan diperoleh hasil bahwa terdapat 23

siswa memiliki gaya belajar visual, 8 siswa memiliki gaya belajar auditori, dan 2

siswa memiliki gaya belajar kinestetik.

Tabel 3 Presentase dan Nilai Rata-rata Siswa Berdasarkan Gaya Belajar.

Gaya Belajar N Presentase Mean

Visual 23 70% 79,57

Auditorial 8 24% 70,00

Kinestetik 2 6% 73,13

Berdasarkan hasil tes yang telah dikerjakan diambil sampel sejumlah 9 siswa. Siswa

yang dijadikan sampel diambil berdasarkan tingkat kemampuan siswa yang dibagi

dalam tiga kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Pengkategorian tersebut

berdasarkan nilai tes yang dikerjakan dengan pengkategorian sebagai berikut:

Page 14: KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI DALAM MENYELESAIKAN SOAL ...

10

Tabel 4 Kategori Tingkat

Skor Frekuensi Kategori

𝑥 ≥ 83,23 7 21 % Tinggi

71,61 < 𝑥 < 72,42 16 49 % Rendah

𝑥 ≤ 11,63 10 30 % Sedang

Total 33 100 %

Tabel 4 diperoleh siswa yang memiliki kemampuan tinggi sebanyak 7 siswa, sedang

sebanyak 16 siswa, dan rendah sebanyak 10 siswa. Selanjutnya, diambil 7 siswa

sebagai subjek analisis kualitatif yang diambil secara acak untuk masing-masing

gaya belajar diwakili 7 responden.

Gaya belajar yang berpengaruh terhadap hasil belajar matematika menyebabkan

gaya belajar menjadi faktor penting yang harus diperhatikan dalam meningkatkan

hasil belajar matematika. Menurut Baltaci, Yildiz dan Ozcakir (2016), Gaya belajar

dapat mempengaruhi cara berpikir individu di setiap momen kehidupan. Sehingga

siswa, orang tua dan guru harus meningkatkan kesadaran akan gaya belajar yang

dimiliki siswa.

Hasil uji hipotesis yang telah dijelaskan sebelumnya, maka rumusan masalah

pertama pada penelitian ini terjawab dengan hasil yang menunjukkan bahwa tidak

ada perbedaan kemampuan berpikir tinggi siswa ditinjau dari gaya belajar. Tidak

adanya perbedaan kemampuan berpikir tingkat tinggi pada penelitian ini dapat

dilihat dari nilai yang diperoleh dari masing-masing kelompok yang menunjukkan

bahwa setiap kategori gaya belajar terdapat siswa yang memperoleh nilai sedang

dan rendah, untuk nilai tinggi hanya ada pada kelompok siswa dengan gaya belajar

visual.

Hal ini disebabkan jumlah siswa yang masuk dalam kategori gaya belajar

visual adalah yang paling banyak dibandingkan dua kategori gaya belajar lainnya.

Selain itu, salah satu faktor yang menyebabkan tidak adanya perbedaan kemampuan

Page 15: KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI DALAM MENYELESAIKAN SOAL ...

11

berpikir tingkat tinggi ditinjau dari gaya belajar siswa adalah diterapkannya model

pembelajaran yang sama kepada seluruh siswa dalam satu kelas. Sehingga dengan

beragamnya gaya belajar siswa dalam satu kelas dan diterapkannya model

pembelajaran yang sama tanpa mempertimbangkan karakteristik gaya belajar siswa

menyembabkan materi yang diajarkan tidak dapat diterima secara maksimal oleh

siswa. Sebagai contoh siswa dengan gaya belajar visual seharusnya diajar dengan

model pembeljaran yang melibatkan visualisasi.

Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang di lakukan oleh Hartati (2015)

yang menunjukan bahwa setiap siswa memiliki gaya belajar yang berbeda. Untuk

itu dalam menyampaikan materi pelajaran matematika diperlukan kreatifitas

seorang guru agar dapat menciptakan pengajaran yang menyenangkan bagi seluruh

siswa sesuai dengan gaya belajar.

Penelitian ini terdapat 23 siswa yang masuk kategori gaya belajar visual,

artinya terdapat 70% siswa dari kelas X IPA 3 yang memiliki gaya belajar visual.

Dari 23 siswa dengan gaya belajar visual 30 % diantaranya masuk kategori tinggi,

44% kategori sedang, dan 26% kategori rendah. Hanya siswa gaya belajar visual

yang memiliki kategori tinggi hal ini disebabkan jumlah siswa yang masuk dalam

kategori gaya belajar visual adalah yang paling banyak dibandingkan dua kategori

gaya belajar lainnya. Pada siswa gaya belajar visual terjadi perbedaan nilai

dikarenakan memiliki pemahaman yang berbeda-beda terhadap gambar yang dilihat

dalam soal matematika perorientasi PISA.

Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2017)

yang menyimpulkan bahwa gaya belajar visual lebih banyak memanfaatkan

penglihatan. Orang dengan gaya belajar visual akan melihat atau membayangkan

apa yang sedang dibicarakan. Selain itu ia memiliki kepekaan yang kuat terhadap

warna, disamping mempunyai pemahaman yang cukup terhadap masalah artistic,

hanya saja ia sulit mengikuti anjuran lisan dan memiliki kendala dalam berdialog

secara langsung. Siswa gaya belajar visual lebih cenderung untuk mengingat

informasi dengan menyaksikan langsung sumber informasi tersebut. Sehingga

Page 16: KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI DALAM MENYELESAIKAN SOAL ...

12

siswa visual lebih mudah mengingat suatu materi atau konse tertentu dengan

mengoptimalkan kemampuan penglihatan.

Pada penelitian ini terdapat 8 siswa yang masuk kategori gaya belajar

auditorial, artinya terdapat 24 % siswa dari kelas X IPA 3 yang memiliki gaya

belajar auditorial. Dari 8 siswa dengan gaya belajar auditorial 62,5 % diantaranya

masuk kategori sedang, dan 37,5 % kategori rendah. Pada siswa gaya belajar

auditorial terjadi perbedaan nilai dikarenakan kondisi suasana kelas yang ramai dan

tidak kondusif sehingga siswa memiliki pemahaman siswa yang berbeda-beda

dilihat dalam soal matematika perorientasi PISA. Hasil tersebut sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2017) siswa gaya belajar auditorial

cenderung sebagai pembicara yang baik. Mudah berdiskusi dengan teman tentang

suatu materi tertentu. Dalam kegiatan pembelajaran yang berdasarkan gaya belajar

auditorial, siswa membutuhkan suasana yang bisa mengoptimalkan kemampuan

mendengaran mereka. Salah satu cara adalah dengan memberikan kesempatan

berdiskusi dalam kelompok dan menyajikan temuan-temuan nya.

Sedangkan yang masuk kateroti gaya belajar kinetetik terdapat 2 siswa,

artinya terdapat 6 % siswa dari kelas X IPA 3 yang memiliki gaya belajar kinestetik.

Dari 2 siswa dengan gaya belajar kinestetik 50 % diantaranya masuk kategori

sedang, dan 50 % kategori rendah. Pada siswa gaya belajar kinestetik terjadi

perbedaan nilai dikarenakan kondisi masing-masing siswa yang cenderung harus

menyentuh sesuatu barang untuk mengingat informasi dalam mengerjakan soal

matematika perorientasi PISA.

Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2017)

Siswa dengan gaya belajar kinestetik belajar melalui bergerak, menyentuh, dan

melakukan. Siswa kinestetik tidak tahan untuk duduk berlama-lama mendengarkan

pelajaran melainkan lebih baik jika proses belajar disertai kegiatan fisik. Siswa gaya

belajar kinestetik berbicara dengan perlahan, menanggapi perhatian fisik,

menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka, berdiri dekat ketika

berbicara dengan orang. Mereka belajar melalui memanipulasi dan praktik,

menghafal dengan cara berjalan dan melihat, menggunakan jari sebagai penunjuk

Page 17: KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI DALAM MENYELESAIKAN SOAL ...

13

ketika membaca, banyak menggunakan isyarat tubuh, menggunakan kata-kata yang

mengandung aksi, menyukai buku-buku yang berorientasi pada plot.

4. PENUTUP

Berdasarkan hasil analisis pada penelitian diperoleh kesimpulan: 1) Tidak terdapat

perbedaan kemampuan antara siswa gaya belajar visual, auditorial dan kinestetik

dalam menyelesaikan soal matematika berorientasi PISA. 2) Terdapat 23 siswa

yang memiliki gaya belajar visual atau 70% dari populasi. 30 % diantaranya masuk

kategori tinggi, 44% kategori sedang, dan 26% kategori rendah. 3) Terdapat 8 siswa

yang memiliki gaya belajar auditorial atau 24% dari populasi. 62,5 % diantaranya

masuk kategori sedang, dan 37,5 % kategori rendah. 4) Terdapat 2 siswa yang

memiliki gaya belajar kinestetik, kedua siswa tersebut satu masuk kategori sedang

dan satu masuk kategori rendah.

DAFTAR PUSTAKA

Baltaci, S., Yildiz, A., & Ozcakir, B. (2016). The Relationship between

Metacognitive Awareness Levels, Learning Styles, Genders and

Mathematics Grades of Fifth Graders. Journal of Education and

Learning,5(4), 78-89.

Depdiknas. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional no 22 tahun 2006

tentang standar isi. Jakarta: Depdinas.

Gilakjani, A. P. (2012). Visual, Auditory, Kinaesthetic Learning Style and Their

Impact on English Language Teaching. Journal of Studies in Education, 2(1),

104-114.

Gilakjani, A. P., & Ahmadi, S. M. (2012). The Effect of Visual, Auditorial and

Kinaesthetic Learning Style on language Teaching. International Conference

on Social Science and Humanity, 5(1), 469-472.

Hartati. (2015). Pengaruh Gaya Belajar dan Sikap Siswa Pada Pembelajaran

Matematika Terhadap Hasil Belajar.

Page 18: KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI DALAM MENYELESAIKAN SOAL ...

14

Ismaenar, Andriani, dan Vidia. (2009). Thingking. Malang. Universitas Negeri

Malang.

Maric, M., Penger, S., Todorovic, I., Djurica, N., & Pintar, R. (2015). Differences

in Learning Styles: A comparison of SlovenianUniversities. Social and

Behavioral Science, 197, 175-183.

Pohl. (2000). Learning to Thingking, Thingking to Learn: tersedia di

www.purdue.edu/geri

Sutama. (2019). Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif, PTK, R & D.

Surakarta :Fairus Media.

Wahyuni. (2017). Identitas Gaya Belajar. Universitas Bung Hatta.