Kelompok x Mengenai Tbc

39
PROPOSAL KEGIATAN PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN KELOMPOK X TAHUN 2005/2006 PENGETAHUAN MASYARAKAT KELURAHAN X KECAMATAN Y PROPINSI SUMATERA SELATAN TENTANG TUBERKULOSIS PARU Disusun Oleh : KELOMPOK X Esa Indah Ayudia Tan (04033100013) Prima Mediyanti (04033100029) Ronalisa (04033100049) Richard (04033100052) Primagintara (04033100075) Irwani Purnamasari (04033100076) Indah Yuliati (04033100091) Lucky Aryati (04033100099) Ali Ridho (04033100104) Ria Mareza (04033100111)

description

x

Transcript of Kelompok x Mengenai Tbc

Page 1: Kelompok x Mengenai Tbc

PROPOSAL KEGIATAN PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN KELOMPOK X TAHUN 2005/2006

PENGETAHUAN MASYARAKATKELURAHAN X KECAMATAN Y PROPINSI

SUMATERA SELATAN TENTANGTUBERKULOSIS PARU

Disusun Oleh :

KELOMPOK X

Esa Indah Ayudia Tan (04033100013)Prima Mediyanti (04033100029)Ronalisa (04033100049)Richard (04033100052)Primagintara (04033100075)Irwani Purnamasari (04033100076)Indah Yuliati (04033100091)Lucky Aryati (04033100099)Ali Ridho (04033100104)Ria Mareza (04033100111)Indah Sari (04033100115)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2005/2006

Page 2: Kelompok x Mengenai Tbc

OUTLINE PROPOSAL

I. Judul : PENGETAHUAN MASYARAKAT TERHADAP TB PARU

II. PendahuluanII.1 Latar belakang

Sejarah penyakit TB paru Prevalensi penyakit TB paru Faktor Pengetahuan Masyarakat

II.2 Rumusan masalahII.3 TujuanII.4 Manfaat

III. Tinjauan PustakaIII.1 Biomedik III.1.1 Definisi III.1.2 Etiologi III.1.3 Patogenesis III.1.4 Klasifikasi III.1.5 Gejala Klinik

III.1.6 Pemeriksaan Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan Laboratorium

III.1.7 Pengobatan Obat Anti TB (OAT) Pembedahan Paru

III.1.8 Pencegahan Pencegahan pada dewasa Pencegahan pada anak

III.2 Epidemiologi TuberkulosisIII.3 Program Pemerintah dalam Penanggulangan TB Paru III.3.1 DOTS III.3.2 Gerdunas (Gerakan Terpadu Nasional)

IV. Metode PenelitianIV.1 Jenis PenelitianIV.2 Lokasi dan Waktu PenelitianIV.3 Populasi dan SampelIV.4 Variabel PenelitianIV.5 Definisi OperasionalIV.6 Metode Pengumpulan DataIV.7 Penyajian dan Analisis Data

Page 3: Kelompok x Mengenai Tbc

I. JUDUL : Pengetahuan Masyarakat Kelurahan X Kecamatan Y Provinsi

Sumatera Selatan Tentang Penyakit Tuberkulosis Paru

II. PENDAHULUAN

II.1. Latar Belakang

Penyakit tuberkulosis paru sudah ada sejak jaman purbakala. Hal ini terbukti

dari penemuan-penemuan arkeologi, tulisan kuno, sampai dengan pahatan-pahatan

pada candi yang tersebar di seluruh dunia. Selama berabad-abad penyakit ini

dianggap masyarakat sebagai penyakit herediter, dan baru sekitar tahun 1800-an,

Villemin membuktikan untuk pertama kalinya secara ilmiah bahwa penyakit TB

paru adalah penyakit menular. Selanjutnya disusul penemuan-penemuan lain yang

sampai sekarang masih digunakan untuk menegakkan diagnosis penyakit TB paru,

seperti stetoskop, sinar X, serta tes tuberculin (mantoux).

Pada tahun 1998, seiring datangnya krisis ekonomi jumlah penduduk

Indonesia yang terkena penyakit TB paru pun semakin melonjak. Menurut Yayasan

Indonesia Sehat (YPIS), jumlah penderita penyakit TB paru di Indonesia kini

mencapai 6,7 juta orang. Data organisasi kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2002

menunjukkan bahwa kematian karena TB paru di Indonesia ± 175.000 orang per

tahun. Di dunia, TB paru juga masih menjadi permasalahan besar. WHO

memperkirakan sepertiga penduduk dunia terinfeksi penyakit TB paru. Lebih

mengerikan lagi angka kematian akibat penyakit TB paru juga masih tinggi, jauh

lebih tinggi dibandingkan AIDS dan malaria. Diperkirakan ± 8000 penderita

meninggal setiap hari di dunia akibat penyakit TB paru, atau 2-3 juta setiap tahun.

Di masa mendatang masalah penyakit TB paru akan semakin besar karena

diperkirakan terdapat 10 juta kasus baru setiap tahunnya diseluruh dunia. Dari

angka kejadian tersebut, 90% terjadi di negara-negara berkembang termasuk

Indonesia. Menurut badan statistik, Indonesia menduduki peringkat ketiga terbesar

jumlah penderita penyakit TB paru di dunia setelah India dan Cina. Di Sumatera

Selatan berdasarkan SKRT tahun 1997 tercatat angka mortalitas akibatTB paru

sebesar 29,04%.

Sekarang ini, vaksin pencegah dan berbagai Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

untuk menyembuhkan penyakit TB paru telah ditemukan dan digunakan, sehingga

Page 4: Kelompok x Mengenai Tbc

penyakit TB paru tidak mustahil untuk disembuhkan. Sayangnya, meskipun

berbagai vaksin dan obat anti tuberkulosis telah ditemukan, hasil yang diperoleh

belum maksimal. Buktinya, jumlah penderita TB paru di Indonesia yang masih

tinggi. Ada beberapa faktor yang mungkin mendasari peningkatan jumlah penderita

TB paru di Indonesia antara lain pengobatan yang tidak teratur, tingginya tingkat

resistensi obat anti tuberkulosis, dan sulitnya mendeteksi kasus TB paru secara dini.

Selain faktor tersebut, diduga pengetahuan masyarakat tentang penyakit TB paru

juga turut berpengaruh. Oleh karena itu, kami ingin mengetahui sejauh mana

pengetahuan masyarakat tentang penyakit TB paru sehingga dapat menunjang

usaha-usaha untuk memberantas penyakit TB paru.

II. 2. Rumusan Masalah

Sejauh mana hubungan pengetahuan masyarakat tentang penyakit

tuberkulosis paru ?

II. 3. Tujuan

1. Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan masyarakat tentang TB paru

2. Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan masyarakat mengenai program-

program yang dilaksanakan pemerintah untuk memberantas TB paru

II. 4. Manfaat

1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi ilmiah bagi dunia

kedokteran dan dapat digunakan sebagai dasar bagi penelitian selanjutnya yang

berhubungan dengan pengetahuan masyarakat mengenai penyakit tuberkulosis

paru

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak Puskesmas

dan pemerintahan dalam program pemberantasan penyakit TB paru

Page 5: Kelompok x Mengenai Tbc

III. TINJAUAN PUSTAKA

III.1 Biomedik

III.1.1 Definisi

Tuberkulosis adalah contoh lain infeksi saluran napas bawah. Penyakit ini

disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis, yang biasanya ditularkan melalui

inhalasi percikan ludah (droplet), orang-ke-orang, dan mengkolonisasi bronkiolus

atau alveolus. Kuman juga dapat masuk ke tubuh melalui saluran cerna, ingesti

susu tercermar yang tidak dipasteurisasi, atau kadang-kadang melalui lesi kulit.

(Buku saku patofisiologi). Sebagian besar kuman (> 80%) Mycobacterium

tuberkulosis menyerang paru dan sebagian kecil mengenai organ tubuh lain

(Braunwald et. al., 2002, Depkes RI, 2002).

III.1.2 Etiologi

Mycobacterium tuberkulosis merupakan penyebab penyakit TB termasuk

ke dalam famili Mycobacterium dan genus Mycobacterium. (buku fotokopi lisa)

M. tuberkulosis adalah parasit intraseluler fakultatif yang menimbulkan penyakit

dengan pertumbuhan dalam makrofag, tetapi dapat juga berproliferasi dalam

ruangan ekstraseluler dari jaringan yang terinfeksi, dan mampu in vitro dalam

sistem biakan bebas sel. (buku penyakit infeksi)

M. tuberkulosis merupakan aerob obligat yang pertumbuhannya dibantu

oleh tekanan CO5 5-10%, tetapi dihambat oleh pH di bawah 6,5 dan asam lemak

rantai panjang. Basili tuberkel tumbuh hanya pada suhu 35-37 derajat Celcius,

yang sesuai dengan kemampuannya menginfeksi organ dalam, terutama paru.

Mikroorganisme ini tidak membentuk spora, basilus tidak bergerak, dinding

selnya mengandung banyak lipid, dan berukuran sekitar 0,4x4,0 m. Lipid

menyusun 25-60% berat kering organisme, bila dibandingkan dengan 0,5% untuk

bakteri gram positif dan 3% untuk bakteri gram negatif. Basilus tuberkel tumbuh

sangat lambat, waktu gandanya adalah 12-20 jam, bila dibandingkan dengan

kebanyakan bakteri patogen lain yang kurang dari 1 jam.

Page 6: Kelompok x Mengenai Tbc

III.1.3 Patogenesis

Tuberkulosis Primer

Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau

dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat

menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar

ultraviolet, ventilasi buruk dan gelap yang mengakibatkan kuman dapat tahan

berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhirup oleh orang

sehat, ia akan menempel pada jalan napas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke

alveolar bila ukuran partikel < 5μm. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh

neutrofil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau

dibersihkan oleh makrofag yang keluar dari cabang trakeo-bronkial bersama

gerakan silia dengan sekretnya.

Bila kuman menetap di jaringan paru, ia akan tumbuh dan berkembang

biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh

lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru-paru akan berbentuk sarang

tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau focus Ghon. Sarang

primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke

pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman juga dapat masuk melalui saluran

gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional

kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti

paru, otak, ginjal, dan tulang. Bila masuk ke arteri Pulmonalis maka terjadi

penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TB milier.

Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju

hilus (limfangitis lokal), dan diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus

(limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal + limfadenitis regional =

kompleks primer (Ranke). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu.

Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :

1. sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat (ini yang banyak terjadi).

2. sembuh dengan meningggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik,

kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya > 5

Page 7: Kelompok x Mengenai Tbc

mm dan kurang lebih 10% di antaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena

kuman yang dormant.

3. berkomplikasi dan menyebar secara :

a. perkontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya,

b. secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di

sebelahnya. Kuman dapat juga tertelan bersama sputum dan ludah

sehingga menyebar ke usus,

c. secara limfogen, ke organ tubuh lainnya,

d. secara hematogen, ke organ tubuh lainnya.

Semua kejadian di atas tergolong dalam perjalanan tuberkulosis primer.

Tuberkulosis Post-Primer (Tuberculosis Sekunder)

Kuman yang dormant Pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-

tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa

(tuberkulosis post primer = TB sekunder). Mayoritas reinfeksi mencapai 90%.

Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi,

alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberkulosis post-primer

dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di region atas paru (bagian apical-

posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-

paru dan tidak ke nodus hiler paru.

Sarang dini ini mula-mula berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10

minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-

sel Histiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang

dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan bermacam-macam jaringan ikat.

Berdasarkan jumlah kuman, virulensi, dan imunitas pasien sarang dini ini

dapat menjadi :

1. direabsorpsi dan sembuh tanpa meninggalkan cacat

2. sarang yang mula-mula meluas tapi segera menyembuh dengan serbukan

jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras, menimbulkan

perkapuran. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang

menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami

nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju

Page 8: Kelompok x Mengenai Tbc

dibatukkan keluar, akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding

tipis, lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast

dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik). Terjadilah

perkijuan dan kavitas karena hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh

enzim yang diproduksi oleh makrofag, dan proses yang berlebihan sitokin

dengan TNF-nya. Bentuk perkijuan lain yang jarang adalah cryptic

disseminate TB yang terjadi pada imunodefisiensi dan usia lanjut. Disini lesi

lebih kecil, tetapi berisi bakteri yang sangat banyak

Secara keseluruhan akan terdapat 3 macam sarang yakni :

1. Sarang yang sudah sembuh.

Bentuk ini tidak perlu pengobatan lagi.

2. Sarang aktif eksudatif.

Bentuk ini perlu pengobatan yang lengkap dan sempurna

3. Sarang yang berada antara aktif dan sembuh.

Bentuk ini dapat sembuh spontan, tetapi mengingat kemungkinan

terjadinya eksaserbasi kembali, sebaiknya diberi pengobatan yang

sempurna.

III.1.4 Klasifikasi

Beberapa tahun belakangan ini Unit Paru RS Persahabatan Jakarta telah

menetapkan klasifikasi TB paru. Tujuan membuat klasifikasi ini untuk

mendapatkan keseragaman dalam diagnosis, pengobatan maupun catatan medik,

sehingga dapat diikuti oleh tim pelayanan kesehatan manapun.

Klasifikasi ini berdasarkan atas hubungan manusia dengan kuman TB yang

dinyatakan dalam :

1. Hasil pemeriksaan bakteriologik

Pemeriksaan mikroskopik langsung (M)

Hasil biakan (B)

2. Gambaran radiologik

Radiologik (Rö) + : yang dianggap relevan untuk TB paru

Radiologik (Rö) – : yang dianggap tidak relevan untuk TB paru

Page 9: Kelompok x Mengenai Tbc

Juga dicatat: - stabil/membaik/memburuk (seri foto)

- kavitas (+)/(–)

3. Keadaan klinis penderita

1. Klinis (+): tanda-tanda yang dianggap relevan untuk TB paru

2. Klinis (Rö): tanda-tanda yang dianggap tidak relevan untuk TB paru

4. Riwayat pengobatan

Sejak kapan mendapat pengobatan

Sejak kapan selesai pengobatan

Pengobatan adekuat/tidak

Belum pernah mendapat pengobatan.

Berdasarkan pada faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, maka TB

paru digolongkan dalam 3 kelas, yaitu : (majalah cermin kedokteran + buku

penyakit dalam)

1. TB paru

Mencakup semua kasus TB paru aktif, prosedur dignostik yang sudah

lengkap, semua kasus yang sedang dalam penyelesaian pengobatan, walaupun

M/B (-) dan penderita-penderita dengan M/B (-), setelah pengobatan OAT

jelas ada perbaikan klinis maupun radiologik.

2. Bekas TB paru

Mencakup penderita dengan M/B (-), Rö (-) atau Rö (+), stabil pada seri foto,

Klinis (–), mungkin ada riwayat TB yang lampau dan pengobatan (–),

adekuat, tidak adekuat, atau tidak teratur.

3. TB paru tersangka.

Mencakup penderita yang: M (–)/B belum ada hasil atau belum diperiksa, Rö

(+) dengan kavitas (+) atau (–), klinis (+) dan pengobatan (–) atau (+).

Penderita yang masuk dalam kelas ini, semua pemeriksaan diagnostik harus

dilaksanakan, paling lambat dalam 3 bulan harus dapat ditentukan sebagai TB

paru/bekas TB paru.

Dalam upaya diagnostik, penderita TB paru tersangka dibagi 2 golongan:

Page 10: Kelompok x Mengenai Tbc

a. Diobati

- Rö dan klinis sangat berat menjurus pada TB paru

- Penderita dengan tanda-tanda komplikasi seperti: batuk darah, efusi pleura,

DM yang tak terkontrol, dsb.

b. Tidak diobati

Penderita dengan Rö dan klinis tidak kuat menjurus pada TB paru

III.1.5 Gejala Klinik

Gejala utama TB paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa

sputum. Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam.

Tapi banyak juga ditemukan pasien TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam

pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah:

Demam.

Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang

panas badan dapat mencapai 40-440xC. Serangan demam pertama dapat

sembuh sebentar, tetapi kemudian timbul kembali. Hilang timbul demam ini

berlangsung terus menerus, sehingga pasien merasa tidak pernah lepas dari

serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan

tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.

Batuk/Batuk Darah

Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada

bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar.

Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja

batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni

setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan dari peradangan semula. Sifat

batuk dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul

peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Selanjutnya batuk

darah yang disebabkan pembuluh darah pecah. Kebanyakan batuk darah pada

Page 11: Kelompok x Mengenai Tbc

tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding

bronkus.

Sesak Napas

Pada penyakit ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak

napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya

sudah meliputi setengah bagian paru-paru

Nyeri Dada

Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang

sudah mencapai pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan

kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepas napasnya.

Malaise

Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering

ditemukan berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, badan semakin kurus

(berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dll.

Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara

tidak teratur.

III.1.6 Pemeriksaan

1. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan

konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subferis),

badan kurus atau berat badan menurun.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda : (kapita selekta)

infiltrat (redup, bronkial, ronki basah, dan lain-lain)

penarikan paru, diafragma, dan mediastinum

sekret di saluran napas

Page 12: Kelompok x Mengenai Tbc

suara napas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung

dengan bronkus

2. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi dilakukan dengan foto toraks dan lateral. Gambaran

foto toraks yang menunjang diagnosis TB, yaitu:

Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah

Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular)

Adanya kavitas, tunggal atau ganda

Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru

Adanya kalsifikasi

Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian

Bayangan milier

Pemerikasaan radiologi dada yang lebih canggih dan saat ini sudah banyak

dipakai di rumah sakit rujukan adalah Computed Tomografi Scanning (CT Scan).

Pemeriksaan ini lebih pasti dibandingkan radiologi biasa. Perbedaan densitas

jaringan terlihat lebih jelas dan sayatan dapat dibuat transversal.

Pemeriksaan lain yang lebih canggih lagi adalah MRI (Magnetic

Resonance Imaging). Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT scan, tetapi dapat

mengevaluasi proses-proses dekat apeks paru, tulang belakang, perbatasan dada-

perut. Sayatan bisa dibuat transversal, sagital, dan koronal.

3. Pemeriksaan laboratorium

Darah

Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-

kadang meragukan dan tidak spesifik. Pada saat tuberkulosis baru dimulai

(aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung

jenis pergeseran ke kiri, jumlah limfosit masih di bawah normal dan laju

endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit

kembali normal, jumlah limfosit masih tinggi dan laju endap darah mulai

turun ke arah normal.

Page 13: Kelompok x Mengenai Tbc

Sputum

Pemeriksaan sputum penting untuk dilakukan karena dengan

ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Di

samping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap

pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah

sehingga dapat dikerjakan di lapangan (puskesmas).

Namun, kuman BTA kadang-kadang sulit ditemukan. Kuman baru

dapat ditemukan bila bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka ke luar,

sehingga sputum yang mengandung kuman BTA mudah keluar.

Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya

ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain

diperlukan 5000 kuman dalam 1 ml sputum.

Cara pemeriksaan sediaan sputum yang dilakukan adalah :

- pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa

- pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop fluoresensi (pewarnaan

khusus)

- pemeriksaan dengan biakan (kultur)

- pemeriksaan terhadap resistensi obat

Tes tuberkulin

Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan

diagnosis tuberkulosis terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai tes

Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin PPD (Purified

Protein Derivative) intrakutan berkekuatan 5 TU (Intermediate strength). Bila

ditakutkan reaksi hebat dengan 5 TU masih dapat diberikan dulu 1 atau 2 TU

(first strength). Kadang-kadang bila dengan 5 TU masih memberikan hasil

negatif, dapat diulangi dengan 250 TU (second strength). Bila dengan 250 TU

masih memberikan hasil yang negatif berarti tuberkulosis dapat disingkirkan.

Umumnya tes Mantoux dengan 5 TU saja sudah cukup berarti.

Pada orang yang kena infeksi primer akan terlihat reaksi setelah 48-72

jam dari penyuntikan, berupa kemerahan dan indurasi. Uji tuberkulin positif

bila indurasi yang terjadi berukuran lebih dari 10 mm.

Page 14: Kelompok x Mengenai Tbc

III.1.7 Pengobatan

1. Obat anti TB (OAT)

OAT harus diberikan dalam kombinasi sedikitnya dua obat yang

bersifat bakterisid dengan atau tanpa obat ketiga. Tujuan pemberian OAT,

antara lain:

Membuat konversi sputum BTA positif menjadi negatif secepat mungkin

melalui kegiatan bakterisid

Mencegah kekambuhan dalam tahun pertama setelah pengobatan dengan

kegiatan sterilisasi

Menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi melalui perbaikan daya

tahan imunologis

Pengobatan TB dilakukan melalui 2 fase, yaitu:

a. Fase awal intensif, dengan kegiatan bakterisid untuk memusnahkan

populasi kuman yang membelah dengan cepat

b. Fase lanjutan, melalui kegiatan sterilisasi kuman pada pengobatan jangka

pendek atau kegiatan bakteriostatik pada pengobatan konvensional

OAT yang biasa digunakan antara lain isoniazid (INH), rifampisin ®,

pirazinamid (Z), dan streptomisin (S) yang bersifat bakterisid dan etambutol

(E) yang bersifat bakteriostatik. Penilaian keberhasilan pengobatan didasarkan

pada hasil pemeriksaan bakteriologi, radiologi, dan klinis. Kesembuhan TB

paru yang baik akan memperlihatkan sputum BTA (-), perbaikan radiologi,

dan menghilangnya gejala.

2. Pembedahan paru

Peranan pembedahan dengan adanya OAT yang poten telah berkurang.

Indikasi pembedahan dibedakan menjadi indikasi mutlak dan indikasi relatif.

Page 15: Kelompok x Mengenai Tbc

Indikasi mutlak pembedahan adalah:

semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetapi sputum tetap

positif

pasien batuk darah masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif

Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi

secara konservatif

Indikasi relatif pembedahan adalah:

a. pasien dengan sputum negatif dan batuk-batuk darah berulang.

b. kerusakan salah satu paru atau lobus dengan keluhan.

c. sisa kavitas yang menetap

III.1.8. Pencegahan

1. Langkah-langkah untuk mencegah penyakit TB paru pada anak

a. Pencegahan Primer

Termasuk dalam kelompok ini adalah pencegahan dini terhadap TB paru,

yaitu pemberian vaksinasi BCG dan peningkatan status gizi, serta

mencegah transmisi dari basil TB ke tubuh anak.

b. Pencegahan Sekunder

Pada orang yang sudah terlanjur sakit perlu juga diperhatikan supaya

akibat yang lebih buruk tidak terjadi. Untuk itu perlu peningkatan

pengetahuan dokter dalam hal diagnosa dini penyakit TB paru anak serta

pengobatan yang tepat dan adekuat.

c. Pencegahan Tersier

Pada kasus-kasus yang kebetulan diketahui dalam keadaan sakit yang

sudah berat, tindakan pencegahan masih diperlukan. Tindakan tersebut

ditujukan agar cacat yang mungkin tak terhindarkan lagi, tidak

memberikan dampak yang lebih buruk. Jadi pada kasus-kasus ini perlu

juga perhatian agar mendapatkan pengobatan yang tepat dan adekuat, serta

usaha rehabilitasi terhadap cacat yang timbul agar tumbuh kembang anak

Page 16: Kelompok x Mengenai Tbc

dapat terus berlangsung. Perlu perhatian khusus terhadap stimulasi fisik

dan psikososial yang optimal.

2. Langkah-langkah pencegahan TB paru pada dewasa

Hendaknya kita selalu ingat bahwa TB pada orang dewasa lebih sering

ditimbulkan oleh reinfeksi endogen (80%) daripada eksogen (20%).Di Indonesia,

sebagaimana dikebanyakan negara berkembang lainnya, hampir semua penduduk

dewasa suda pernah mengalami infeksi oleh basil TB pada masa mudanya, maka

sebagian besar penyakit TB pada orang dewasa di negara ini ditimbulkan oleh

basil yang telah mengalami reaktivasi. Dengan demikian yang diperlukan dalam

pencegahan TB paru pada orang dewasa adalah mempertahankan sistem imiunitas

seluler dalam keadaan optimal. Dan bagi orang yang high risk group (seperti

penderita diabetes mellitus, lepra, orang yang immunosuprean, penderita AIDS,

dan lain-lain) pemberian profilaksis dengan INH dapat menjadi pertimbangan

untuk mencegah kekambuhan di kemudian hari.

III.2 Epidemiologi Tuberkulosis

Distribusi dan Prevalensi

Tuberkulosis ditemukan di seluruh dunia. Dahulu, sewaktu hubungan

antarnegara masih sulit, masih ada beberapa rumpun suku bangsa yang bebas TB

(misalnya suku eskimo sebelum kedatangan orang-orang Denmark dan beberapa

suku penghuni pulau-pulau terpencil di Samudera Pasifik). Tetapi dengan makin

mudahnya hubungan antarnegara sejak abad XVI, sekarang TB menjadi salah satu

penyakit mancanegara yang mematikan.

Dalam keadaan normal (apabila infeksi HIV/AIDS tidak merajalela),

makin makmur suatu negara, makin sedikit rakyat yang terinfeksi penyakit TB. Hal

ini disebabkan oleh pola hidup yang memenuhi syarat kesehatan (gizi tinggi dan

perumahan yang sehat), dan kemampuan ekonomi untuk mendapatkan pemeriksaan

medis serta pengobatan hingga sembuh sangat rendah. Oleh karena itu, Menteri

Kesehatan Achmad Sujudi menegaskan bahwa TB paru bukan masalah kesehatan

Page 17: Kelompok x Mengenai Tbc

saja, namun juga berkaitan dengan masalah sosial dan ekonomi. Penderita TB paru

sebagian berasal dari penduduk miskin dan banyak menyerang usia produktif. Rata-

rata penderita akan kehilangan waktu kerja 3-4 bulan setiap tahunnya atau setara

dengan penurunan 20-30% pendapatan tahunan keluarga. Kondisi seperti ini

tentulah memprihatinkan. Berbagai faktor memang berperan di sini, termasuk

kemiskinan, program penanggulangan yang tidak baik, dan timbulnya infeksi

HIV/AIDS.

III.3 Program Pemerintah Dalam Penanggulangan TB Paru

TB paru masih merupakan masalah kesehatan terbesar di dunia, bahkan

TB paru ditetapkan sebagai global emergency oleh WHO. Untuk menurunkan

angka mortalitas akibat TB paru, WHO telah menetapkan berbagai kebijakan

diantaranya DOTS (directly observed treatment short-course).

Di Indonesia, TB paru merupakan penyakit infeksi yang menimbulkan

masalah terbesar. Pemerintah Indonesia sendiri telah mencanangkan kebijakan

untuk menurunkan prevalensi TB paru sejak zaman kolonial Belanda walaupun

terbatas pada kalangan tertentu. Program ini dilanjutkan pada 1952 melalui Balai

Pengobatan Paru-paru (BP4). Baru setelah Lokakarya TBC Nasional I Tahun

1969, program pemberantasan TB diintegrasikan secara khusus melalui Sub

Direktorat Pemberantasan Penyakit Tuberkulosis (Depkes RI, 1991b).

Kebijakan, program, dan strategi pemerintah dalam penanggulangan TB

paru diantaranya :

1. DOTS (Directly Observed Treatment Short Course)

DOTS merupakan strategi pemerintah yang mulai diterapkan pada 1999.

Strategi DOTS untuk menghentikan penyebaran tuberkulosis terdiri dari lima

komponen, yaitu komitmen politis, diagnosis akurat dengan pemeriksaan

mikroskopis, pengobatan dengan OAT dan ketaatan berobat, ketersediaan

OAT yang tidak terputus, dan pencatatan serta pelaporan.

Strategi DOTS antara lain:

a. Komitmen politik, pemerintah mempunyai peran kunci dalam

membangun komitmen politis, menganjurkan masyarakat untuk

meminta dan menyelesaikan pengobatan, dan menjamin kualitas

Page 18: Kelompok x Mengenai Tbc

pelayanan. Biaya pengobatan awal tuberkulosis di masyarakat jauh

lebih murah dibanding dengan mengobati tambahan kasus baru dan

penyediaan obat-obatan baru untuk mengobati kasus resistensi.

b. Diagnosis akurat dengan pemeriksaan mikroskopis

Program Nasional TB paru pada 2003 telah mengupayakan

keikutsertaan institusi pelayanan kesehatan diluar puskesmas, seperti

rumah sakit pemerintah dan swasta, klinik penyakit paru-paru, dokter

praktek, klinik perusahaan, dan penjara. Langkah pertama adalah

pelibatan dan pelatihan staf klinik dan rumah sakit sebagai upaya

kerjasama pemerintah dengan swasta dan upaya koordinasi yang lebih

intensif antarsemua unit yang terlibat dalam penanggulangan TB.

c. Kesesuaian DOTS

Obat anti tuberkulosis yang ada umumnya dapat menyembuhkan kasus

tuberkulosis. Karena penyakit ini sangat menular, pengobatan dapat

mencegah penularan terhadap orang lain. Pengobatan yang sukses

membutuhkan dosis harian minimal enam bulan pengobatan waktu

yang lama setelah pasien merasakan kesembuhan.

d. Ketersediaan obat yang tidak terputus

Ketaatan berobat dipengaruhi pula oleh ketersediaan obat yang

berkualitas, teratur, tidak terputus selama masa pengobatan. Obat anti

tuberkulosis termasuk obat yang Sangat Sangat Esensial (SSE)

sehingga pengadaan dan ketersediaannya dijamin oleh pemerintah.

Perubahan besar karena kebijakan desentralisasi fiskal yang

dilaksanakan pada 2001, dan perubahan-perubahan lain yang

diakibatkannya di semua tingkatan dalam sistem, mungkin

mengganggu penyediaan obat dan sistem distribusinya.

e. Pengawasan penyakit

Tiap provinsi perlu melakukan survei secara teratur untuk memonitor

keadaan masyarakat yang berkaitan dengan penyakit TB paru.

Program TB nasional merencanakan untuk meningkatkan peran

masyarakat melalui inisiatif berbasis masyarakat (Community Based Initiative

Page 19: Kelompok x Mengenai Tbc

atau COMRI) pada 2004, dan juga akan melakukan beberapa riset operasional

tentang anggota keluarga yang menjadi PMO. Salah satu strategi DOTS yang

sangat efektif dalam menurunkan prevalensi kematian akibat TB paru adalah

PMO (Pengawas Menelan Obat). Pengawas minum obat (PMO)

umumnya masih anggota keluarga.

1. Persyaratan PMO

Seseorang yang dikenal, dipercaya, dan disetujui, baik oleh

petugas kesehatan maupun penderita, selain itu harus disegani dan

dihormati oleh penderita.

Seseorang yang tinggal dekat dengan penderita

Bersedia membantu penderita dengan sukarela

Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama

dengan penderita.

2. Siapa yang bisa jadi PMO

Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya bidan di desa,

perawat, pekarya, Sanitarian, juru imunisasi, dan lain-lain. Bila tidak ada

petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader

kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, anggota keluarga atau tokoh

masyarakat lainnya atau anggota keluarga.

3. Tugas seorang PMO

Mengawasi penderita TB agar menelan obat secara teratur sampai

selesai pengobatan.

Memberi dorongan kepada penderita agar mau berobat secara

teratur.

Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada waktu

yang telah ditentukan

Memberi penyuluhan pada anggota keluarga penderita TB yang

mempunyai gejala-gejala tersangka TB untuk segera memeriksakan

diri kepada petugas kesehatan.

Page 20: Kelompok x Mengenai Tbc

4. Selain itu PMO juga harus mempunyai kemampuan untuk menyampaikan

informasi-informasi yang benar mengenai TB paru. Informasi penting

yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan diantaranya:

TB bukan penyakit keturunan atau kutukan

TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur

Tata laksana pengobatan penderita pada tahap intensif dan lanjutan

Pentingnya berobat secara teratur, karena itu pengobatan perlu

diawasi

Efek samping obat dan tindakan yang harus dilakukan bila terjadi

efek samping tersebut

Cara penularan dan mencegah penularan.

2. Gerdunas (Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberkulosis)

Pada 1999 pemerintah Indonesia menetapkan TBC sebagai prioritas

kesehatan nasional. Gerdunas TB adalah satu gerakan multi sector dan multi

komponen dalam masyarakat yang terkait dalam P2TB (Depkes RI, 2000)

yang berupaya untuk mempromosikan percepatan pemberantasan

tuberculosis. Gedurnas merupakan pendekatan terpadu yang mencakup rumah

sakit dan sector swasta dan semua pengambil kebijakan lain, termasuk

penderita dan masyarakat. Tujuan Gedurnas TB secara internal organisasi

Depkes adalah untuk mengkoordinasikan manejemen P2TB secara lintas

bidang dan secara ekstrernal adalah untuk melibatkan sektor lain yang

bersedia secara aktif dalam P2TB.

Melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI, No:203/Menkes/III/1999

telah ditetapkan Gerdunas TB yang secara organisatoris terdiri dari: Komite

Nasional Penanggulangan TB, Komite Ahli Penanggulangan TB, dan Tim

Teknis Penanggulangan TB.

Untuk menilai lebih lanjut komitmen pemerintah dalam P2TB, WHO

(1998) telah menentukan indicator-indikator administratif, yaitu: berdirinya

unit P2TB di tingkat pusat, adanya staf purna waktu dengan tim yang

multidisiplin, merancang koordinator regional untuk monitor dan supervisi

Page 21: Kelompok x Mengenai Tbc

program, merancang sistem referensi nasional laboratorium TB, membentuk

jaringan regional untuk pelatihan/monitor/supervisi laboratorium,

pengembangan pedoman P2TB, alokasi pembiayaan yang dapat mendanai

aktivitas esensial dan penjaminan kesiapaan bantuan dana dari pihak luar. Di

samping itu, koordinasi interorganisasi sangat diperlukan, khususnya dengan

sektor swasta dan organisasi profesi kedokteran, karena P2TB nasional tidak

akan dapat mencapai sasaran program (penurunan transmisi penyakit,

penurunan angka kesakitan dan kematiaan) hanya melalui sektor pelayanan

kesehatan publik.

Pada 2001 semua provinsi dan kabupaten di Indonesia telah

mencanangkan Gedurnas, meskipun tidak semua beroperasi penuh. Lebih dari

itu sudah adanya Rencana Strategis Program Penanggulangan Tuberkulosis

selam lima tahun (2002-2006) yang membangun pondasi dan pilar-pilar untuk

membangun lebih lanjut kegiatan pemberantasan tuberculosis nasional.

3. Penyuluhan TB

Salah satu bentuk perhatian pemerintah dalam usahanya untuk

menurunkan jumlah penderita TB paru adalah dengan penyuluhan TB.

Penyuluhan TB sangat perlu dilakukan karena masalah TB berkaitan dengan

masalah pengetahuan dan perilaku masyarakat. Tujuan penyuluhan adalah

untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan peran serta masyarakat dalam

penanggulangan TB.

Penyuluhan TB dapat dilaksanakan dengan menyampaikan pesan

penting secara langsung ataupun dengan media.

Penyuluhan langsung bisa dilakukan

- perorangan

- kelompok

Penyuluhan dengan menggunakan media dalam bentuk

- bahan cetak seperti leaflet, poster atau spanduk

- media masa yang dapat berupa:

media cetek seperti koran dan majalah

media elektronik seperti radio dan televisi.

Page 22: Kelompok x Mengenai Tbc

4. Komitmen internasional

Pemerintah Indonesia menyediakan sejumlah besar dana untuk

pengendalian tuberkulosis, dan telah menjanjikan US$ 19,8 juta untuk obat-

obatan dan gaji staf. Anggaran sebesar ini mencakup 54% dari kebutuhan

seluruhnya sebesar US$ 36,5 juta. Hal ini merupakan bukti dari komitmen

politis untuk menghentikan dan menurunkan penyebaran tuberculosis pada

2015. Komitmen internasional lain mencakup Deklarasi Amsterdam tahun

2000, dimana Menteri Kesehatan menyetujui untuk mencapai 70% angka

deteksi kasus pada 2005 dan keberhasilan pengobatan sebesar 85%.

IV. Metode Penelitian

IV.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah survei deskriptif.

IV.2. Lokasi dan Waktu

Penelitian akan dilakukan di kelurahan X, kecamatan Y, Propinsi Sumatera Selatan

pada tanggal Z.

IV.3. Populasi dan Sampel

Pada penelitian ini populasi yang akan diambil berumur 15-50 tahun. Dan akan

diambil sample sebanyak 50 orang.

IV.4. Variabel

1. Sosiodemografi

- Jenis kelamin responden

- Umur responden

- Pekerjaan responden

- Latar belakang pendidikan

- Status perkawinan

- Pendapatan keluarga responden

2. Pengetahuan responden

Page 23: Kelompok x Mengenai Tbc

- Pengertian TB paru

- Penyebab TB paru

- Gejala-gejala TB paru

- Penularan TB paru

- Faktor predisposisi TB paru

- Klasifikasi TB paru

- Pengobatan TB paru

- Pencegahan TB paru

- Program pemerintah dalam penanggulangan TB paru

IV.5. Definisi Operasional

1. Karakteristik Sosiodemografi

a. Jenis kelamin meliputi responden laki-laki atau wanita.

b. Umur adalah usia responden dalam tahun.

c. Pekerjaan adalah aktivitas rutin yang dilakukan responden untuk memenuhi

kebutuhan keluarga.

d. Latar belakang pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang telah

dilalui oleh responden mencakup tingkat sekolah dasar (SD), sekolah

menengah pertama (SMP), sekolah menengah umum (SMU) atau yang

sederajat dan perguruan tinggi atau yang sederajat.

e. Status perkawinan meliputi responden sudah menikah atau belum.

f. Pendapatan keluarga responden adalah jumlah uang yang didapat oleh

keluarga responden selama sebulan.

2. Pengetahuan Responden tentang TB paru

a. TB paru adalah penyakit kronik menular pada paru yang disebabkan oleh

kuman atau bakteri.

b. Penyebab TB paru adalah Mycobacterium tuberculosis.

c. Gejala TB paru adalah gejala yang diketahui oleh responden, seperti batuk,

sesak nafas, demam, nyeri dada, badan lemah, berat badan menurun,malaise,

dan lain-lain.

Page 24: Kelompok x Mengenai Tbc

d. Penularan TB adalah bahwa kuman TB dapat menyebar ke udara melalui

droplet nuklei pada waktu penderita batuk atau bersin.

e. Faktor predisposisi adalah faktor-faktor yang menyebabkan individu lebih

rentan terinfeksi TB paru, meliputi perilaku merokok, jenis kelamin, dan

umur.

f. Klasifikasi TB paru adalah tipe-tipe TB paru yang meliputi TB paru, Bekas

TB paru, TB paru tersangka.

g Pengobatan TB paru adalah usaha yang dilakukan penderita atau tersangka

TB paru untuk menyembuhkan penyakit TB paru.

h. Pencegahan TB paru adalah langkah-langkah yang ditempuh oleh

masyarakat dan pemerintah untuk mengurangi insiden TB paru.

i. Program pemerintah dalam menangulangi TB paru adalah usaha

pemerintah dalam menurunkan insiden TB paru serta menurunkan tingkat

motilitas akibat TB paru.

IV.6. Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian ini pengumpulan data akan dilakukan dengan wawancara terstruktur

dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner akan diedarkan secara langsung kepada

responden. Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner tersebut akan disusun

sedemikian rupa sehingga dapat mencakup semua variabel yang akan diamati. Hasil

kuesioner akan dikumpulkan, diteliti, dan dikelompokkan satu per satu.

IV.7. Penyajian dan Analisis Data

Setelah seluruh data hasil kuesioner didapatkan, maka akan dilakukan analisis

terhadap tiap variabel dari data yang telah terkumpul. Data yang diperoleh akan

diatur, diurutkan, dan dikelompokkan. Hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk

pernyataan-pernyataan deskriptif dan akan dikuantifikasi berdasarkan persentase

(disajikan dalam bentuk tabel).

Page 25: Kelompok x Mengenai Tbc

DAFTAR PUSTAKA

Danusantoso, Halim. Tuberkulosis Paru dalam Buku Saku Ilmu Penyakit Paru.

Hipocrates. Jakarta. 1999; 93-151.

Waspada TBC Sejak Dini. 6 April 2004. http://www.republika.com/health.htm

Kanwil Departemen Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan. 1997. Profil Kesehatan

Provinsi Sumatera Selatan 1997.

Novaliani, Amirah. Persepsi Masyarakat tentang Penyakit TBC. Jurnal Kedokteran

Universitas Sriwijaya. 2004; 878-885.

Corwin, Elizabeth. Sistem Pernafasan dalam Buku Saku Patofisiologi. EGC.

Jakarta.1997; 414-417.

Idris, Fahmi. Manajemen Public Private Mix: Penanggulangan Tuberkulosis Strategi

DOTS Dokter Praktik Swasta. Yayasan Penerbit IDI. Jakarta.

Marren, John. Infeksi Mikobakteria dalam Dasar Biologis dan Klinis Penyakit Infeksi.

Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.1994; 208-227.

Bahar, A. Tuberkulosis Paru dalam Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi III. Editor

Soeparman. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2001; 819-829.

Nawas, Arifin. Diagnosis Tuberkulosis Paru. Cermin Dunia Kedokteran No 63. Pusat

Penelitian dan Pengembangan PT Kalbe Farma. 1990; 13-16.

Hadiarto, Dr. Tuberkulosis Paru dalam Kapita Selekta Kedokteran Jilid I Edisi III. Editor

Arif Mansjoer dkk. Media Aesculapius FKUI. Jakarta. 1999; 472-476.

Utji, Robert & Harun, Hasrul. Kuman Tahan Asam dalam Buku Ajar Mikrobiologi

Kedokteran. Binarupa Aksara. Jakarta. 1994; 191-199.

Suryatenggara, Wibowo. Pengobatan Tuberkulosis Paru. Cermin Dunia Kedokteran No

63. Pusat Penelitian dan Pengembangan PT Kalbe Farma. 1990; 25-28.

Page 26: Kelompok x Mengenai Tbc

Price, S.A & Wilson. Tuberkulosis Paru dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-

Proses Penyakit Bagian II. Edisi 4. EGC. Jakarta.1994.

Farid, M. Masalah Pengobatan Tuberkulosis Anak. Disampaikan pada Simposium

Pulmonologi dan Hematologi Anak dalam rangka Dies Natalis ke-28 Universitas

Sriwijaya & Rapat Kerja IDAI 1988. Palembang.

TBC di Indonesia Ketiga Terbanyak di Dunia. 1 November 2001.

http://www.kompas.com/

Satu Meninggal Tiap Empat Menit akibat TBC. 17 September 2001.

http://www.kompas.com/

Tuberkulosis (TB) subbab dari Mengendalikan Penyakit Malaria dan Mulai Menurunnya

Jumlah Kasus Malaria dan Penyakit lainnya pada 2015. 2004.

http://www.undp.or.id/pubs/imdg2004/BI/Indonesia MDG-BI-Goal6.pdf