Kelompok 6 (Modul Jatuh)

40
SKENARIO Laki – laki A. Kata Sulit Tidak terdapat kata sulit. B. Kalimat Kunci 1. Laki – laki, 68 tahun. 2. Keluhan tiba – tiba terpeleset dan jatuh terduduk di depan kamar mandi. 3. Kedua tungkai tak dapat digerakkan tetapi kalau diraba atau dicubit masih dirasakan. 4. Batuk – batuk, agak sesak napas, dan nafsu makan sangat berkurang tetapi tidak demam. 5. Riwayat penyakit dan minum obat kencing manis dan tekanan darah tinggi. 6. Kedua mata dianjurkan untuk operasi tetapi penderita selalu menolak. C. Pertanyaan 1. Bagaimana proses menua dan perubahan fisiologis serta anatomis pada usia lanjut ? 2. Apa definisi, faktor resiko, dan faktor penyebab dari jatuh ? 3. Mengapa kedua tungkai tidak dapat digerakkan tetapi kalau diraba atau dicubit masih dirasakan ? 4. Bagaimana hubungan riwayat obat dengan jatuh pada skenario ? 1

description

nssn

Transcript of Kelompok 6 (Modul Jatuh)

SKENARIO

Laki laki

A. Kata Sulit

Tidak terdapat kata sulit.

B. Kalimat Kunci

1. Laki laki, 68 tahun.

2. Keluhan tiba tiba terpeleset dan jatuh terduduk di depan kamar mandi.

3. Kedua tungkai tak dapat digerakkan tetapi kalau diraba atau dicubit masih dirasakan.

4. Batuk batuk, agak sesak napas, dan nafsu makan sangat berkurang tetapi tidak demam.

5. Riwayat penyakit dan minum obat kencing manis dan tekanan darah tinggi.

6. Kedua mata dianjurkan untuk operasi tetapi penderita selalu menolak.

C. Pertanyaan

1. Bagaimana proses menua dan perubahan fisiologis serta anatomis pada usia lanjut ?

2. Apa definisi, faktor resiko, dan faktor penyebab dari jatuh ?

3. Mengapa kedua tungkai tidak dapat digerakkan tetapi kalau diraba atau dicubit masih dirasakan ?

4. Bagaimana hubungan riwayat obat dengan jatuh pada skenario ?

5. Bagaimana hubungan kedua mata dengan jatuh pada skenario ?

6. Apa penyebab batuk batuk, agak sesak napas, dan nafsu makan sangat berkurang tetapi tidak demam pada skenario ?

7. Bagaimana langkah langkah diagnosis dari skenario ?

8. Apa saja komplikasi dari jatuh terduduk ?

9. Bagaimana penanganan dan pencegahan dari komplikasi skenario berdasarkan skala prioritas ?

10. Bagaimana perspektif islam dari skenario ?

D. Jawaban pertanyaan

1. Teori Biologi proses penuaan :

1. Teori Keterbatasan Hayflick (Hayflick Limit Theory)

Bahwa sel-sel mengalami perubahan kemampuan reproduksi sesuai dengan bertambahnya usia.

2. Teori Kesalahan (Error Theory)

Peningkatan usia mempengaruhi perubahan sel dimana sel-sel Nukleus menjadi lebih besar tetapi tidak diikuti dengan peningkatan jumlah substansi RNA/DNA.

Proses menua adalah akibat kesalahan pada saat transkripsi sel (reproduksi dari enzim dan rantai peptida protein) berdampak pada penurunan kemampuan kualitas (daya hidup) sel atau bahkan sel-sel baru relatif sedikit terbentuk, akhirnya dapat merubah komposisi yang berbeda dari sel awal (Sonneborn, 1979).

3. Teori Pakai dan Usang (Wear & Tear Theory)

Bahwa proses menua merupakan proses pra program yaitu proses yang terjadi akibat akumulasi stress dan injuri dari trauma.

Menua dianggap sebagai Proses fisiologis yang ditentukan oleh sejumlah penggunaan dan keusangan dari organ seseorang yang terpapar dengan lingkungan.

4. Teori Imunitas (Immunity Theory)

Ketuaan disebabkan oleh adanya penurunan fungsi sistem immun (pada Limposit T dan Limposit-B).

Berdampak pada semakin meningkatnya resiko terjadinya penyakit yang berhubungan dengan autoimmun.

5. Teori Ikatan Silang (Cross Linkage Theory)

Akibat adanya struktur molekular dari sel berikatan secara bersama-sama membentuk reaksi kimia, membentuk jaringan baru, yang akan bersinggungan dengan jaringan yang lama dan membentuk ikatan silang kimiawi.

Hasil akhirnya adalah peningkatan densitas kolagen dan penurunan kapasitas untuk transport nutrient serta untuk membuang produk-produk sisa metabolisme dari sel.

6. Teori Replikasi DNA

Teori ini mengemukakan bahwa proses penuaan merupakan akibat akumulasi bertahap kesalahan dalam masa replikasi DNA, sehingga terjadi kematian sel.

Kerusakan DNA akan menyebabkan pengurangan kemampuan replikasi ribosomal DNA (rDNA) dan mempengaruhi masa hidup sel.

Sekitar 50% rDNA akan menghilang dari sel jaringan pada usia kira-kira 70 tahun.

7. Teori Kelainan Alat

Terjadinya proses penuaan adalah karena kerusakan sel DNA yang mempengaruhi pembentukan RNA sehingga terbentuk molekul molekul RNA yang tidak sempurna. Ini dapat menyebabkan terjadinya kelainan enzim-enzim intraselular yang mengganggu fungsi sel dan menyebabkan kerusakan atau kematian sel/organ yang bersangkutan.

Pada jaringan yang tua terdapat peningkatan enzim yang tidak aktif sebanyak 30% - 70%.

Bila jumlah enzim menurun sampai titik minimum, sel tidak dapat mempertahankan kehidupan dan akan mati.

8. Teori Pace Maker/Endokrin

Teori ini mengatakan bahwa proses menjadi tua diatur oleh pace maker, seperti kelenjar timus, hipotalamus, hipofise, dan tiroid yang menghasilkan hormon-hormon, dan secara berkaitan mengatur keseimbangan hormonal dan regenerasi sel-sel tubuh manusia.

Proses penuaan terjadi akibat perubahan keseimbangan sistem hormonal atau penurunan produksi hormon-hormon tertentu

9. Teori Telomere

Telomere : sekuen pendek DNA nontranskripsi yg dpt dulang berkali-kali (TTAGGG) di setiap ujung kromosom, saat pembelahan somatik telomere memendek secara progresif. Akhirnya pada pemebelahan sel multipel, telomere yg terpotong parah akan mensinyal proses penuaan sel.

Pemendekkan telomere dpt menjelaskan batas replikasi sel. Hal ini didukung oleh penemuan bahwa panjang telomere berkurang sesuai umur individu.

10. Teori Radikal Bebas (Free Radical Theory)

Teori radikal bebas mengasumsikan bahwa proses menua terjadi akibat kekurang-efektifan fungsi kerja tubuh dan hal itu dipengaruhi oleh adanya berbagai radikal bebas dalam tubuh.1

Perubahan Anatomi dan Fisiologis pada usia lanjut :

1. Sel

a. Lebih sedikit jumlahnya.

b. Lebih besar ukurannya.

c. Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler.

d. Menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati.

e. Jumlah sel otak menurun.

f. Terganggunya mekanisme perbaikan sel.

g. Otak menjadi atrofis beratnya berkurang 5-10%.

2. Sistem Persarafan

a. Berat otak menurun 10-20%. (Setiap orang berkurang sel saraf otaknya dalam setiap harinya).

b. Cepatnya menurun hubungan persarafan.

c. Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stres.

d. Mengecilnya saraf panca indra. Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya saraf penciumdan perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin.

e. Kurang sensitif terhadap sentuhan.6

3. Sistem Pendengaran

a. Presbiakusis (gangguan dalam pendengaran). Hilangnya kemampuan pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada- nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun.

b. Otosklerosis akibat atrofi membrane tympani.

c. Terjadinya pengumpulan serumen dapat mengeras karena meningkatnya keratin.

d. Pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa/stres.

4. Sistem Penglihatan

a. Timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar.

b. Kornea lebih berbentuk sferis(bola).

c. Kekeruhan pada lensa menyebabkan katarak.

d. Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat dan susah melihat dalam cahaya gelap.

e. Hilangnya daya akomodasi.

f. Menurunnya lapangan pandang, berkurang luas pandangannya.

g. Menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau.

5. Sistem Kardiovaskuler

a. Elastisitas dinding aorta menurun.

b. Katup jantung menebal dan menjadikaku.

c. Kemampuan jantung memompa darah menurun, hal ini menyebabakan menurunnya kontraksi dan volumenya.

d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenisasi,. Perubahan posisi dari tidur ke duduk atau dari duduk ke berdiri bisa menyebabkan tekanan darah menurun, mengakibatkan pusing mendadak.

e. Tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

6. Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh

a. Temperatur tubuh menurun ( hipotermia ) secara fisiologis akibat metabolisme yang menurun.

b. Keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas akibatnya aktivitas otot menurun.

7. Sistem Respirasi

a. Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.

b. Menurunnya aktivitas dari silia.

c. Paru-paru kehilangan elastisitas, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun.

d. Alveoli ukuranya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang.

e. Kemampuan untuk batuk berkurang.

f. Kemampuan kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring dengan pertambahan usia.

8. Sistem Gastrointestinal

a. Kehilangan gigi akibat Periodontal disease, kesehatan gigi yang buruk dan gizi

b. yang buruk.

c. Indera pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf pengecapm di lidah terhadap rasa manis, asin, asam, dan pahit.

d. Eosephagus melebar.

e. Rasa lapar menurun, asam lambung menurun.

f. Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.

g. Daya absorbsi melemah.

9. Sistem Reproduksi

a. Menciutnya ovari dan uterus.

b. Atrofi payudara.

c. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.

d. Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia asal kondisi kesehatan baik.

e. Selaput lendir vagina menurun.

10. Sistem Perkemihan

a. Ginjal. Merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh melalui urin, darah yang masuk ke ginjal disaring di glomerulus (nefron). Nefron menjadi atrofi dan aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%.

b. Otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, frekuensi buang air kecil meningkat dan terkadang menyebabkan retensi urin pada pria.

11. Sistem Endokrin

a. Produksi semua hormon menurun.

b. Menurunnya aktivitas tyroid, menurunnya BMR (Basal Metabolic Rate), dan menurunnya daya pertukaran zat.

c. Menurunnya produksi aldosteron.

d. Menurunya sekresi hormon kelamin misalnya, progesteron, estrogen, dan testosteron.

12. Sistem Kulit ( Sistem Integumen )

a. Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak.

b. Permukaan kulit kasar dan bersisik karena kehilangan proses keratinisasi, serta perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel epidermis.

c. Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu.

d. Rambut dalam hidung dan telinga menebal.

e. Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunya cairan dan vaskularisasi.

f. Pertumbuhan kuku lebih lambat.

g. Kuku jari menjadi keras dan rapuh, pudar dan kurang bercahaya.

h. Kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya.

13. Sistem Muskuloskletal

a. Tulangkehilangandensity(cairan)danmakinrapuh.

b. Kifosis.

c. Pergerakan pinggang, lutut, dan jari-jari terbatas.

d. Persendian membesar dan menjadi kaku.

e. Tendon mengerut dan mengalami skelerosis.

f. Atrofi serabut otot ( otot-otot serabut mengecil ).Otot-otot serabut mengecil sehingga seseorang bergerak menjadi lamban, otot-otot kram dan menjadi tremor.

g. Otot-otot polos tidak begitu berpengaruh.2

2. Definisi Jatuh :

Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata, yang melihat kejadian sehingga penderita mendadak terbaring atau terduduk dilantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran.3

Faktor resiko jatuh :1

a. Faktor intrinsik

1. Kondisi fisik dan neuropsikiatrik.

2. Penurunan visus dan pendengaran.

3. Perubahan neuromuskuler, gaya berjalan, dan refleks postural karena proses menua.

b. Faktor ekstrinsik

1. Obat obatan yang diminum.

2. Alat alat bantu berjalan.

3. Lingkungan yang tidak mendukung (berbahaya).

Penyebab jatuh :1

Penyebab Jatuh

Keterangan

Kecelakaan

Kecelakaan murni (terantuk,terpleset,dll)

Interaksi antara bahaya di lingkungan dan faktor yang meningkatkan kerentanan

Sinkop

Hilangnya kesadaran mendadak

Drop attack

Kelemahan tungkai bawah mendadak yang menyebabkan jatuh tanpa kehilangan kesadaran

Dizziness dan/atau vertigo

Penyakit vestibular

Penyakit sistem saraf pusat

Hipotensi ortostatik

Hipovolemia atau cardiac output yang rendah

Disfungsi otonom

Gangguan aliran darah balik vena

Tirah baring lama

Hipotensi akibat obat obatan

Hipotensi postprandial

Obat - obatan

Diuretika

Antihipertensi

Antidepresi golongan trisiklik

Sedatif

Anti psikotik

Hipoglikemia

Alkohol

Proses penyakit

Berbagai penyakit akut

Kardiovaskuler : aritmia, penyakit katup jantung (stenosis aorta), sinkop sinus karotid

Neurologis : TIA, strok akut, gangguan kejang, penyakit parkinson, spondilosis lumbar atau servikal (dengan kompresi pada korda spinalis atau cabang saraf), penyakit serebellum, hidrosefalus tekanan normal (gangguan gaya berjalan), lesi sistem saraf pusat (tumor, hematom subdural)

Idiopatik

Tak ada penyebab yang dapat diidentifikasi

3. Kedua tungkai tidak dapat digerakkan tetapi kalau diraba atau dicubit masih dirasakan :

Pada kasus ini pasien dinyatakan jatuh terpeleset. Mekanisme trauma seseorang yang jatuh terpeleset kemungkinan bisa kedepan atau kebelakang. Jika jatuh kedepan maka kemungkinan akan mengalami trauma capitis atau cidera ekstremitas atas sebagai akibat menahan tubuh dengan tangan. Sedangkan jika jatuh kebelakang maka kemungkinan akan mengalami trauma capitis atau cider aekstremitas atas atau cidera tulang belakang (vertebra). Pada kasus ini tidak dikeluhkan adanya trauma capitis atau cidera ekstremitas atas, cidera yang terjadi hanya berupa tungkai yang tidak dapat digerakkan tapi masih berasa. Ini berarti bahwa kemungkinan yang mengalami gangguan adalah persarafan motorik tungkai tersebut sementara saraf sensoriknya masih berfungsi dengan baik. Secara anatomis tungkai (ekstremitas bawah) dipersarafi oleh serabut saraf dari vertebra segmen lumbal dan sacral. Jadi kemungkinan besar ketika terjatuh, pasien tersebu tmengalami trauma vertebra segmen lumbal- sakral yang mengakibatkan tertekannya ramus-ramus saraf di cornu anterior atau bagian dari kornu anterior dari segmen lunbosakral tersebut yang tertekan yang berfungsi sebagai saraf motorik pada kedua tungkai yang mengakibatkan tungkai tidak dapat digerakkan.4

4. Hubungan riwayat obat dengan jatuh pada skenario :

1. Obat Diabetes Melitus

Golongan sulfonylurea

Mekanisme kerja : merangsang sekresi insulin dari granul-granul sel-sel beta langerhans pangkreas. Rangsangannya melalui interaksi dengan ATP sensitive K chanel pada membrane sel-sel beta yang menimbulkan depolarisasi membran dan keadaan ini akan membuka kanal Ca. dengan terbukanya kanal Camaka ion Ca++ akan masuk sel beta, merangsang granula yang berisi insulin dengan jumlah yang eqivalen dengan peptide C. kecuali sulfonylurea dapat mengurangi kliriens insulin di hepar.

Efek samping : hipoglikemia sampai koma dapat terjadi terutama pada usia lanjut. Alergi ( jarang terjadi), mual, muntah, diare, gejala hematologi (leukopeni dan agronulositosis), SSP (vertigo, bingung dan ataksia), mata dsb.

Metformin

Mekanisme kerja : menurunkan produksi glukosa di hepar dan adipose terhadap insulin.

Efek samping : hampir 20% mengalami mual, muntah, diare serta kecap logam. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau KV, pemberian golongan biguanid dapat menimbulkn peningkatan asam laktat, sehinggan halini dapat mengganggu keseimbangan elektrolit dalam cairan tubuh.

2. Obat Hipertensi

Diuretik

Mekanisme kerja : bekerja meningkatkan ekskresi Na, air dan klorida. Sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah.

Efek samping : tiazid terutama dosisi tinggi dapat mengakibatkan hipokalemia, hiponatremia, dan hipomagnesemia serta hiperkalsemia. Pada penderita DM tiazid dapat menyebabkan hiperglikemia karena mengurangi sekresi insulin.

Beta bloker

Mekanisme kerja :

1. Penurunan frekwensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah jantung.

2. Hambatan sekresi rennin di sel-sel jungstaglomerular ginjal dengan akibat penurunan angiotensin II.

3. Efek sentral yang mempengaruhi aktifitas saraf simpatis, perubahan pada sensitivitas baroreseptor, perubahan aktifitas neuro adrenergic perifer dan peningkatan biosintesis prostaglandin.

Efek samping : bardikardi, blockade AV, hambatan nodus SA, dan menurunkan kekuatan kontraksi miokard.

Penghambat angiotensin converting enzyme (ACE- inhibitor)

Mekanisme kerja : ACE- inhibitor menghambat perubahan Al menjadi All sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron. Selain itu, degradasi brdikinin juga di hambat sehingga kadar bradikinin dalam darah meningkat dan berperan dalam efek vasodilatasi. Vasodilatasi secara langsung akan menurunkan tekanan darah, sedangkan berkurangnya aldosteron akan menyebabkan ekskresi air dan Na dan retensi kalium.

Efek samping : hipotensi, batuk kering, hiperkalemia, rash, edema angioneurotik, gagal ginjal akut, proteinuria.

Antagonis kalsium

Mekanisme kerja : antagonis kalsium menghambat influx kalsium pada sel otot polos PD dan miokard.

Efek samping : hipotensi sering terjadi pada usia lanjut, sakit kepala, muka merah terjadi karena vasodilatasi arteri meningeal dan di daerah muka, edema perifer, konstipasi dan retensi urin akibat relaksasi otot polos saluran cerna dan kandung kemih.7

5. Hubungan kedua mata dengan jatuh pada skenario :

Faktor resiko yang dapat menyebabkan jatuh salah satunya adalah gangguan sistem sensori, seperti gangguan atau perubahan pada mata yang menimbulkan gangguan penglihatan.

Pada lansia, terjadi proses menua, diantaranya terjadi gangguan penglihatan. Yang dapat terjadi yaitu kekeruhan pada lensa mata, terbentuk arcus senilis, pupil melebar, presbiopia, lakrimasi dan terganggunya adaptasi gelap.

Gangguan penglihatan mengakibatkan pembatasan gerak, langkah yang pendek, penurunan irama, dan pelebaran bantuan basal. Ditambah lagi kaki yang tidak dapat menapak dengan kuat dan cenderung gampang goyah serta perlambatan reaksi mengakibatkan lansia susah atau terlambat bereaksi dengan kejadian tiba-tiba sehingga mudah tersandung dan terjatuh.

Visus terganggu ada juga kaitannya dengan diabetes dan hipertensi yang dialami.Yang dapat terjadi yaitu retinopati diabetik yang dapat menyebabkan gangguan penglihatan.3

6. Penyebab batuk batuk, agak sesak napas, dan nafsu makan sangat berkurang tetapi tidak demam pada skenario :

1. Proses penuaan

2. Obat-obatan

3. Infeksi

4. Psikis dll

Batuk dan sesak

Pada pasien geriatric terdapat banyak perubahan pada traktus respiratoriusnya, beberapa diantaranya adalah berkurangnya efektivitas batuk dan fungsi silia sebagai mekanise pertahanan tubuh apabila ada benda asing yang masuk pada traktus respiratorius. Selain itu, diikuti juga oleh berkurangnya imunitas yang dimediasi oleh sel serta terganggunya fungsi makrofag sehingga kombinasi dari perubahan-perubahan ini menjadikan pasien geriatric sangat rentan terhadap infeksi traktus respiratorius salah satunya adalah Pneumonia.

Berkurangnya efektivitas silia dan sistem imun yang menurun mengakibatkan sputum terkumpul, sputum akan sulit keluar dikarenakan berkurangnya efektivitas batuk sehingga pasien batuk terus menerus tetapi dengan kekuatan yang tidak adekuat untuk mengeluarkan sputum karena kekakuan dinding dada serta lemahnya otot-otot pernapasan. Sputum yang menggumpal dan sulit dikeluarkan akan mengganggu saluran napas yang dapat menyebabkan pasien mengalami sesak napas. Sesak tersebut akan mengakibatkan hipoksia dan suplai O2 di otak tidak mencukupi sehingga pasien dapat kehilangan kesadaran (sinkope) dan akhirnya jatuh.

Penurunan nafsu makan

Karena proses penuaan maka terjadi perubahan fisiologis pada saluran cerna , dimana salah satunya pemecahan makronutrien yang tidak sempurna , sehingga pengosongan lambung menjadi lambat, maka terjadi penurunan nafsu makan

Pasien tidak demam

Bisa karena bukan infeksi atau pasien tidak demam dikarenakan faktor penuaan , dimana terjadi penurunan sitem imun spesifik yang menyebabkan penurunan sensivitas untuk mengeluarkan mediator radang.1

7. Langkah langkah diagnosis dari skenario :

Pada pasien geriatri/ usia lanjut, kita harus melakukan pemeriksaan/ assesmen secara holistik/ paripurna, berkesinambungan dan tepat. Dengan maksud agar dapat meninjau keseluruhan dari gangguan fisisnya, psikososial dan juga gangguan fungsional sehingga nantinya dapat mengidentifikasikan masalah tersebut termasuk mengidentifikasikan faktor resiko yang berperan serta kemudian merencanakan penatalaksanaan menyeluruh dengan penekanan pada kemampuan fungsional pasien atau setidaknya memberikan perhatian yang sama dengan diagnosis dan pengobatan penyakit sebab kompleksitas masalah pada usia lanjut dapat meningkatkan resiko iatrogenik.

Pemeriksaan yang dilakukan meliputi :

1. Anamnesa riwayat penyakit (jatuhnya)

Anamnesa dibuat baik terhadap penderita ataupun saksi mata jatuh atau keluarganya. Anamnesis ini meliputi :

1. Seputar jatuhnya : mencari penyebab jatuhnya misalnya apa karena terpeleset, tersandung, berjalan, perubahan posisi badan, waktu mau berdiri dari jongkok atau sebaliknya, sedang buang air kecil atau besar, sedang batuk atau bersin, sedang menolwh tiba-tiba ataupun aktivitas lainnya.

1. Gejala yang menyertai : seperti nyeri dada, berdebar-debar, nyeri kepala tiba-tiba, vertigo, pingsan, lemas, konfusio, inkontinens, sesak nafas.

1. Kondisi komorbid yang relevan : pernah menderita hipertensi, diabetes mellitus, stroke, parkinsonisme, osteoporosis, sering kejang, penyakit jantung, rematik, depresi, deficit rematik dll

1. Review obat-obatan yang diminum : anti hipertensi ( alfa inhibitor non spesifik dll ), diuretic, autonomic bloker, anti depresan, hipnotik, anxiolitik, analgetik, psikotropik, ACE inhibitor dll

1. Review keadaan lingkungan : tempat jatuh apakah licin/bertingkat-tingkat dan tidak datar, pencahayaannya dll

1. Pemeriksaan Fisis

1. Mengukur tanda vitalnya : Tekanan darah (tensi), nadi, pernafasan(respirasinya) dan suhu badannya (panas/hipotermi)

1. Kepala dan leher : apakah terdapat penurunan visus, penurunan pendengaran, nistagmus, gerakan yang menginduksi ketidakseimbangan, bising.

1. Pemeriksaan jantung : kelainan katup, aritmia, stenosis aorta, sinkope sinus carotis dll

1. Neurologi : perubahan status mental, defisit fokal, neuropati perifer, kelemahan otot, instabilitas, kekakuan, tremor, dll

1. Muskuloskeletal : perubahan sendi, pembatasan gerak sendi, problem kaki (podiatrik), deformitas dll

1. Assesmen Fungsionalnya

Seyogyanya dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebiasaan pasien dan aspek fungsionalnya dalam lingkungannya, ini sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya jatuh ulangan. Pada assesmen fungsional dilakukan observasi atau pencarian terhadap :

1. Fungsi gait dan keseimbangan : observasi pasien ketika bangkit dari duduk dikursi, ketika berjalan, ketika membelok atau berputar badan, ketika mau duduk dibawah dll.

1. Mobilitas : dapat berjalan sendiri tanpa bantuan, menggunakan alat Bantu ( kursi roda, tripod, tongkat dll) atau dibantu berjalan oleh keluarganya.

1. Aktifitas kehidupan sehari-hari : mandi, berpakaian, berpergian, kontinens. Terutama kehidupannya dalam keluarga dan lingkungan sekitar (untuk mendeteksi juga apakah terdapat depresi dan lain-lain).

1. Pemeriksaan tambahan

1. Radiologi : melihat ada tidaknya fraktur, perlu juga foto thoraks untuk melihat ada tidaknya pneumonia

1. Laboratorium : pemeriksaan darah rutin, GDS, Elektrolit, Urin, albumin, SGOT dan SGPT, fraksi lipid, Fungsi tiroid

1. Pemeriksaan fungsi

1. Penapisan depresi : skor GDS 15 (Geriatric Depression Scale 15)

1. Pemeriksaan kemampuan mental dan kognitif : skor AMT (Abbreviated Mental Test) dan MMSE (Mini Mental State Examination)

1. Penilaian status fungsional : Indeks ADLs Barthel (Activity Daily Living) 3

8. Komplikasi dari jatuh terduduk :

Jatuh dapat mengakibatkan berbagai jenis cedera, kerusakan fisik dan psikologis. Kerusakan fisik yang paling ditakuti dari kejadian jatuh adalah patah tulang panggul. Jenis fraktur lain yang sering terjadi akibat jatuh adalah fraktur pergelangan tangan, lengan atas dan pelvis serta kerusakan jaringan lunak. Dampak psikologis adalah walaupun cedera fisik tidak terjadi, syok setelah jatuh dan rasa takut akan jatuh lagi dapat memiliki banyak konsekuensi termasuk ansietas, hilangnya rasa percaya diri, penbatasan dalam aktivitas sehari-hari, falafobia atau fobia jatuh.

Komplikasi-komplikasi jatuh adalah :

a. Perlukaan

Mengakibatkan rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit berupa robek atau tertariknya jaringan otot, robeknya arteri/vena, patah tulang atau fraktur misalnya fraktur pelvis, femur, humerus, lengan bawah, tungkai atas.

b. Disabilitas

Disabilitas mengakibatkan penurunan mobilitas yang berhubungan dengan perlukaan fisik dan penurunan mobilitas akibat jatuh yaitu kehilangan kepercayaan diri dan pembatasan gerak.

c. Neurologis

Kelemahan otot , gangguan saraf perifer (terutama sensasi posisi ) dan adanya gangguan keseimbangan dan cara berjalan .

d. Mati1

9. Penanganan dan pencegahan dari komplikasi skenario berdasarkan skala prioritas :

Tujuan penatalaksanaan ini untuk mencegah terjadinya jatuh berulang dan menerapi komplikasi yang terjadi, mengembalikan fungsi AKS terbaik, dan mengembalikan kepercayaan diri penderita.

The Panel on fall telah merekomendasikan penanganan jatuh pada masyarakat, sesduah melakukan asistment secara menyeluruh, mengidentifikasikan anormalitas dari komponen kontrol postural dan performen fisik secara menyeluruh dari keseimbangan dan cara berjalan, juga masalah kesehatan, status fungsional, dan cara mendapatkan bantuan (Nnodim JO, Alexander NB, 2005). Penyebab yang potensial berpengaruh dicatat dan direncanakan strategi penanganan baik intervensi secara farmakologi/pembedahan & rehabilitasi seperti yang tercantum pada appendik F (Hile ES, Studenski SA, 2007; Assesment & treatment).

Penatalaksanaan penderita jatuh dengan mengatasi atau eliminasi faktor resiko, penyebab jatuh dan menangani komplikasinya. Penatalaksanaan ini harus terspadu dan membutuhkan kerja tim yang terdiri dari dokter (geriatrik, neurologik, bedah ortopedi, rehabilitasi medik, psikiatrik, dll), sosialworker, arsitek, dan keluarga penderita.

Penatalaksanaan bersifat individualis, artinya berbeda untuk setiap kasus karena perbedaan faktor-faktor yang bersama-sama mengakibatkan jatuh. Bila penyebab merupakan penyait akut penanganannya menjadi lebih mudah, sederhana, dan langsung bisa menghilangkan penyebab jatuh serta efektif. Tetapi lebih banyak pasien jatuh karena kondisi kronik, multifaktorial sehingga diperlukan terapi gabungan antara obat, rehabilitasi, perbaikan lingkungan, dan perbaikan kebiasaan lansia itu. Pada kasus lain intervensi diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh ulangan, misalnya pembatasan bepergian/aktifitas fisik, penggunaan alat bantu gerak.

Jadi pada pasien ditemukan beberapa keluhan tetapi yang menjadi priorotas utama yakni pasien tidak dapat menggerakan kedua tungkainya. Sehingga target utama penanganan untuk ini yakni pasien dapat menggerakan kedua tungkainya lagi. Perlu dihindari polifarmasi, serta susun daftar konsumsi obat berdasarkan skala prioritas.

Penanganan berdasarkan skala prioritas :

1. Tungkai tidak dapat digerakkan

Tungkai tidak dapat digerakkan pada pasien diakibatkan karena jatuh terduduk sehingga terjadi penekanan saraf atau fraktur pada segmen vertebra thoracal dan lumbal. Adapun penanganannya yakni bisa dilakukan tindakan konvensional atau operatif yang kemudian diikuti dengan tindakan penguatan tulang dan rehabilitatif baik fisik maupun psikologik. Walaupun demikian, adakalanya operasi dapat meningkatkan resiko morbiditas dan mortalitas bila ada penyakit penyerta seperti infark miokard Untuk itu diperlukan kerjasama yang erat dengan bagian orthopedi.

2. Gangguan penglihatan

Gangguan penglihatan pada pasien bisa disebabkan oleh penyakit katarak sinilis, retinopati diabetik, dan age related macula degeneration (ARMD). Tapi yang paling besar yang bisa menjadi penyakitnya yakni katarak sinilis karena diakibatkan oleh proses penuaan. Jadi penangannya yakni dengan tindakan operatif.3

3. Intervensi obat-obatan

Terapi obat-obatan pada pasien harus dikaji lebih lanjut. Obat-obatan yang diberikan harus benar-benar diperlukan, obat-obatan yang terlalu banyak akan meningkatkan resiko jatuh. Apabila memungkinkan terapi nonfarmakologi harus dilakukan pertama kali. Benzodiasepin baik yang kerja panjang maupun yang kerja pendek meningkatkan resiko jatuh demikian juga trisiklik antidepresan dan golongan selective serotonin reuptake inhibitor khususnya pada dosis tinggi. Obat-obat psikotropika harus dimulai dengan dosis rendah dan kemudian dinaikkan perlahan (Nnodim JO, Alexander NB, 2005).

Untuk diabetes militus dan hipertensi pada pasien dapat dikontrol dengan terapi nonfarmakologi yakni diet, latihan dan penyesuaian dosis obat dengan efek samping yang sedikit,

4. Intervensi pendidikan

Kita bisa melakukan sosialiasasi kepada pasien pengetahuan tentang jatuh sehingga pasien mendapatkan edukasi.Data-data intervensi ini sedikit tersedia. Satu penelitian acak terkontrol yang dilakukan oleh Reinsch dan kawan-kawan yang mengikutkan 230 lansia yang hidup di masyarakat membandingkan tentang peningkatan pengetahuan tentang jatuh yang dilakukan seminggu sekali dengan peningkatan pengetahuan kesehatan yang tidak ada hubungan dengan jatuh. Kedua intervensi ini setelah diikuti selama 1 juta tahun mendapatkan bahwa pengetahuan tentang jatuh saja tidak memberikan pengaruh terhadap angka kejadian jatuh.1

Pencegahan :

Usaha pencegahan merupakan langkah yang harus dilakukan karena bila sudah terjadi jatuh pasti terjadi komplikasi, meskipun ringan tetap memberatkan.

Ada 3 usaha pokok untuk pencegahan ini, antara lain : (Tinetti, 1992; Van-der-Cammen, 1991; Reuben, 1996),

Identifikasi faktor resiko

Pada setiap lansia perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari adanya faktor intrinsik resiko jatuh, perlu dilakukan asessment keadaan sensorik, neurologik, muskuloskeletal dan penyakit sistemik yang sering mendasari/menyebabkan jatuh.

Keadaan lingkungan rumah yang berbahaya dan dapat menyebabkan jatuh harus dihilangkan. Penerangan rumah harus cukup tetapi tidak menyilaukan. Lantai rumah datar, tidak licin, bersih dari benda-benda kecil yang susah dilihat. Peralatan rumah tangga sudah tidak aman (lapuk, dapat bergeser sendiri) sebaiknya diganti, peralatan rumah ini sebaiknya diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu jalan/tempat aktifitas lansia. Kamar mandi dibuat tidak licin, sebaiknya diberi pegangan pada dindingnya, pintu yang mudah dibuka. WC sebaiknya dengan kloset duduk dan diberi pegangan di dinding.

Banyak obat-obatan yang berperan terhadap jatuh. Mekanisme tersering termasuk sedasi, hipotensi ortostatic, efek ekstrapiramidal, miopati dan gangguan adaptasi visual pada penerangan yang redup. Obat-obatan yang menyebabkan sedasi diantaranya golongan benzodiasepin (Diazepam, chlordiazepoxide, flurozepam, desmethy-diazepam, oxazepam, lorazepam, nitrazepam, triazolam, alprazolam), antihistamin bersifat sedatif, narkotik analgesik, trisiklik antidepresan (Amitryptiline, Imipramine), SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor) misalnya fluoxetine, setraline, antipsikotik, antikonvulsan dan etanol (Trevor AJ, Way WL, 2002). Obat-obat yang menyebabkan hipotensi orthostatic seperti antihipertensi, antiangina, obat antiparkinson, trisiklik antidepresan dan anti psikotik. Obat-obat yang menyebabkan efek ekstrapiramidal misalnya metokloperamide, anyipsikotik, SSRI. Obat-obatan yang menyebabkan miopati misalnya kortikosteroid, colchisine, statin dosis tinggi terutama apabila dikombinasi dengan fibrat, interferon. Obat yang menyebabkan miosis seperti pilocarpine untuk pengobatan glaukoma. Dosis, waktu pemberian, dan ketaatan minum obat juga mempengaruhi terjadinya jatuh. Pasien dengan obat yang banyak/polifarmasi rentan pula mempengaruhi keseimbangan (Hile ES, Studenski SA, 2007).

Alat bantu berjalan yang dipakai lansia baik berupa tongkat, tripoid, kruk atau walker harus dibuat dari bahan yang kuat tetapi ringan, aman tidak mudah bergeser serta sesuai dengan ukuran tinggi badan lansia.

Penilaian cara berjalan (GAIT) dan keseimbangan

a. Penilaian pola berjalan secara klinis

Salah satu bentuk aplikasi fungsional dari gerak tubuh adalah pola jalan. Keseimbangan, kekuatan dan flesibilitas diperlukan untuk mempertahankan postur yang baik. Ketiga elemen itu merupakan dasar untuk mewujudkan pola jalan yang baik pada setiap individu. Pola jalan yang normal dibagi 2 fase yaitu:

Fase pijakan (stance phase)

Fase ini adalah fase dimana kaki bersentuhan dengan pijakan. Fase ini 60 persen dari durasi berjalan yang dibagi menjadi 3 yaitu:

Heel stroke yaitu saat tumit salah satu kaki menyentuh pijakan.

Mid stance yaitu saat kaki menyentuh pijakan.

Push off yaitu saat kaki meninggalkan pijakan.

Fase dimana kaki tidak menyentuh pijakan (swing phase)

Fase ini 40 persen dari durasi berjalan yang dibagi menjadi 3 yaitu:

Acceleration yaitu saar kaki ada di depan tubuh.

Swing through yaitu saat kaki berayun ke depan.

Deselerasi yaitu saat kaki kembali bersentuhan dengan pijakan.

Dalam pola jalan lansia ada beberapa perubahan yang mungkin terjadi, diantaranya sebagai berikut:

Sedikit ada rigiditas pada anggota gerak terutama anggota gerak atas dari anggota gerak bawah. Rigiditas akan hilang apabila tubuh bergerak.

Gerakan otomatis menurun, amplitudo dan kecepatan berkurang seperti hilangnya ayunan tangan saat berjalan.

Hilangnya kemampuan untuk memanfaatkan gravitasi sehingga kerja otot meningkat.

Hilangnya ketepatan dan kecepatan otot, khususnya otot penggerak sendi panggul.

Langkah lebih pendek agar merasa lenih aman.

Penurunan perbandingan antara fase mengayun terhadap fase menumpu.

Penurunan rotasi badan terjadi karena efek sekunder kekakuan sendi.

Penurunan ayunan tungkai saat fase mengayun

Penurunan sudut antara tumit dan lantai

Penurunan irama jalan

Penurunan rotasi gelang bahu dan panggul

Penurunan kecepatan ayunan lengan dan tungkai

Penilaian keseimbangan

Pemeriksaan keseimbangan seharusnya dilakukan saat berdiri secara statis dan dinamik, termasuk pemeriksaan kemampuan untuk bertahan terhadap ancaman baik internal maupun eksternal. Pemeriksaan statis termasuk lebar cara berdiri sendiri dan cara berdiri sempit dengan kedua kaki yang nyaman tanpa dukungan ekstremitas atas, diikuti oleh berdiri dengan mata tertutup untuk menghilangkan pengaruh visual untuk penderita gangguan keseimbangan. Penghilang input visual saat berdiri dengan kaki menyempit (Tes Romberg) membutuhkan informasi somatosensorik dan vestibuler, sehingga meningkatnya goyangan menandakan adanya masalah sensori perifer vestibuler. Bagi lansia yang dapat melakukan tes Romberg dengan baik, tes statis yang lebih sulit seperti semitandem, tandem dan satu kaki yang terangkat dapat dilakukan.

Kemampuan untuk mempertahankan postur berdiri sebagai respon dari gangguan internal dapat dilakukan dengan meminta pasien untuk melakukan tes pencapaian fungsionaltes dinamik respon tubuh untuk gangguan eksternal dapat dilakukan jika penderita lansia telah mampu untuk melakukan tes keseimbangan statis lebar tanpa menggunakan alat bantu atau bantuan ekstremitas atas. Tes refleks yang benar (The test of righting reflexes), pemeriksa berdiri dibelakang pasien yang diminta untuk menarik atau mendorong, dan bereaksi untuk mempertahankan tetap berdiri. Pemeriksa kemudian secara cepat mendorong pelvis pasien pada bagian belakang sambil menjaga pasien secara dekat. Kekuatan dorongan dengan amplitudo yang cukup untuk mengubah pusat massa keluar dari dasar landasan pasien. Respon yang kas, satu kaki akan berpindah ke belakang secara cepat tanpa bantuan ekstremitas atas atau bantuan pemeriksa. Respon yang abnormal disebut reaksi balok kayu/timber reaction yang mana tidak ada usaha untuk menggerakkan kaki dan diperkirakan adanya defisit sistem nervous sentral, sering bersama dengan komponen ekstrapiramidal.

Mengatur/ mengatasi faktor situasional

Faktor situasional yang bersifat serangan akut/eksaserbasi akut penyakit yang diderita lansia dapat dicegah dengan pemeriksaan rutin kesehatan lansia secara periodik. Faktor situasional bahaya lingkungan dapat dicegah dengan mengusahakan perbaikan lingkungan seperti tersebut di atas. Faktor situasional yang berupa aktifitas fisik dapat dibatasi sesuai dengan kondisi kesehatan penderita. Perlu diberitahukan pada penderita aktifitas fisik seberapa jauh yang aman bagi penderita, aktifitas tersebut tidak boleh melampaui batasan yang diperbolehkan baginya sesuai hasi pemeriksaan kondisi fisik, maka dianjurkan lansia tidak melakukan aktifitas fisik yang sangat melelahkan atau berisiko tinggi untuk terjadinya jatuh.3

10. Perspektif Islam dalam skenario :

Mengenai masa tua :

Allah, Dialah yang menciptakankamudarikeadaanlemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. (QS. ArRuum: 54)

Hadits Rasulullah Shallallahualaihiwasallam :

Manfaatkan lima perkarasebelum lima perkara: [1] Waktu mudamu sebelum dating waktu tuamu, [2] Waktu sehatmu sebelum dating waktu sakitmu, [3] Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, [4] Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, [5] Hidupmu sebelum dating kematianmu.(HR. Al Hakim dalam Al Mustadroknya, dikatakan oleh Adz Dzahabiydalam At Talkhish berdasarkan syarat Bukhari-Muslim. Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al AlbanidalamAl Jami Ash Shogir).

Dari Hadits Ziyad bin 'Ilaqah bin Usamah bin Syuraikberkata," Aku bersama nabi SAW, ketika itu seorang arab dating bertanya," YaRasulullah, apakah kami diperintahkan untuk berobat?" Beliau SAW menjawab, "Ya, berobatlah wahai hamba-hamba Allah, sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit kecuali menurunkan juga obatnya, kecuali satu penyakit." "Penyakit apa itu?"Nabi SAW menjawab, "Penyakit tua."(HR Bukhari, Abu Daud,An-Nasa'i, Tirmizy, Ibnu Hazm dengan sanad yang shahih).5

DAFTAR PUSTAKA

2. Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta : Interna Publishing.

2. Suhartin P.P. 2010. Teori Penuaan, Perubahan pada sistem tubuh dan Implikasinya pada lansia. Fak.Kedokteran, Universitas Diponegoro. Diakses pada tanggal 28 Juni 2015. https://prastiwisp.files.wordpress.com/2010/11/teori-penuaan-dan perubahan-fisiologis-lansia.pdf

2. Martono, Hadi, dkk. 2013. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) Edisi 5. Jakarta: FK UI.

2. Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

2. Al Quran dan Hadist.

2. Carola R, Harley JP, Noback, 1990. Human Anatomy and Physiology. McGraw-Hill Publishing Company.

2. Gan gunawan. S., dkk. 2012. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: FK UI.

5