Kelompok 1_Potensi Antibiotika

25
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI FARMASI PENENTUAN POTENSI ANTIBIOTIKA Kamis, 7 Mei 2015 Kelompok I Senin, Pukul 10.00 – 13.00 WIB Nama NPM Tugas Hasna Nur Syahidah 260110130001 Data Pengamatan, Perhitungan, Pembahasan, Kesimpuan Marita Isti Wulandari 260110130002 Tujuan, Prinsip, Teori Dasar, Prosedur, Editor LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FARMASI FAKULTAS FARMASI

description

mikro

Transcript of Kelompok 1_Potensi Antibiotika

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI FARMASIPENENTUAN POTENSI ANTIBIOTIKAKamis, 7 Mei 2015Kelompok ISenin, Pukul 10.00 13.00 WIB

NamaNPMTugasHasna Nur Syahidah 260110130001Data Pengamatan, Perhitungan, Pembahasan, KesimpuanMarita Isti Wulandari 260110130002Tujuan, Prinsip, Teori Dasar, Prosedur, Editor

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FARMASIFAKULTAS FARMASIUNIVERSITAS PADJADJARAN2015NilaiTTD

(Sani) (Casuarina)

PENENTUAN POTENSI ANTIBIOTIKA

I. TUJUAN Menentukan besarnya potnsi sampel antibiotika di pasaran terhadap antibiotika standar.II. PRINSIP2.1. Pengenceran AntibiotikaAntibiotika diencerkan dengan pelarutnya, diencerkan pada variasi konsentrasi untuk mendapatkan zona hambatnya.2.2. Potensi AntibiotikaUkuran kekuatan/daya hambat atau daya bunuh antibiotika terhadap mikroorganisme tertentu.2.3. Zona Hambat atau Zona BeningZona hambatan akan terlihat sebagai daerah jernih di sekitar daerah yang mengandung zat antibakteri. Diameter zona hambatan pertumbuhan bakteri menunjukkan sensitivitas bakteri terhadap zat antibakteri. Selanjutnya dikatakan bahwa semakin lebar diameter zona hambatan yang terbentuk bakteri tersebut semakin sensitif.2.4. Teknik AseptisTeknik aseptis adalah proses tanpa kontaminasi untuk menjamin preparasi bebas dari mikroba kontaminan.teknik aseptis digunakan sepanjang percobaan berlangsung baik alat, bahan, lingkungan sekitar maupun praktikan.Untuk alat dan bahan dapat diterapkan metode sterilisasi.2.5. Metode LempengDifusi antibiotic dari silinder yang dipasang tegak lurus pada lapisan agar padat dalam cawan petri atau lempeng yang berisi biakan mikroba pada jumlah tertentu.

III. TEORI DASARAntibiotik merupakan substansi yang dihasilkan oleh organisme hidup yang dalam konsentrasi rendah dapat menghambat atau membunuh organisme lain Antibiotik mempunyai nilai tinggi terutama di bidang kesehatan karena berguna dalam mengobati berbagai penyakit infeksi. Selain mempunyai arti penting dalam bidang kesehatan manusia,antibiotik juga berguna dalam bidang kedokteran hewan untuk mengobatipenyakit infeksi dan untuk meningkatkan pertumbuhan hewan ternak.Antibiotik diaplikasikan juga di bidang pertanian untuk meningkatkan hasil-hasil pertanian.Lebih dari 90 % antibiotik yang dihasilkan dari berbagai spesies Strepto-myces digunakan untuk terapi penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri.Tetapi, karena adanya resistensi bakteri yang timbul akibat adanya mutan-mutanb aru, maka sering mengakibatkan antibiotik tidak bisa digunakan sesuai dosis yang dianjurkan. Antibiotik tidak efektif lagi dalam dosis anjurannya. Apabila dipaksakan tetap menggunakan dosis di atas dosis anjurannya, dikhawatirkan akan mengakibatkan efek samping yang tidak dikehendaki. Efeknya dapat menyebabkan nyeri perut, demam, pembengkakan hati,berkurangnya sekresi ginjal, dan lain-lain.Bagi negara berkembang munculnya bakteri yang resisten terhadap antibiotik merupakan masalah penting. Hal tersebut mengakibatkan tingkat kematian semakin tinggi. WHO telah mengadakan penelitian terhadap 30penyakit infeksi dan diketahui bahwa banyak strain bakteri penyebab penyakit infeksi yang resisten terhadap antibiotik. Penyebab timbulnya resistensi bakteri antara lain karena penggunaan antibiotik yang kurang tepat dan meluas (Rahayu,2006).Tetrasiklin adalah salah satu antibiotik yang dapat menghambat sintesis protein pada perkembangan organisme. Antibiotik ini diketahui dapat menghambat kalsifikasi dalam pembentukan tulang. Tetrasiklin diketahui dapat menghambat sintesis protein pada sel prokariot maupun sel eukariot. Mekanisme kerja penghambatannya, yaitu tetrasiklin menghambat masuknya aminoasil-tRNA ke tempat aseptor A pada kompleks mRNA-ribosom, sehingga menghalangi penggabungan asam amino ke rantai peptide (Istriyati, 2006)Staphylococcus aureus bersifat non-motil, nonspora, anaerob fakultatif, katalase positif dan oksidase negatif. Staphylococcus aureus tumbuh pada suhu 6,5-46 C dan pada pH 4,2-9,3 (Todar,1998; Nurwantoro, 2001; Paryati, 2002). Koloni tumbuh dalam waktu 24 jam dengan diameter mencapai 4 mm. Koloni pada perbenihan padat berbentuk bundar, halus, menonjol dan berkilau. Staphylococcus aureus membentuk koloni berwarna abu-abu sampai kuning emas tua. Staphylococcus aureus membentuk pigmen lipochrom yang menyebabkan koloni tampak berwarna kuning keemasan dan kuning jeruk (Todar, 2002).Pigmen kuning keemasan timbul pada pertumbuhan selama 18-24 jam pada suhu 37 C, tetapi membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25 C). Pigmen tidak dihasilkan pada biak anaerobik atau pada kaldu. Staphylococcus aureus mudah tumbuh pada banyak pembenihan bakteri. Berbagai tingkat hemolisis dihasilkan oleh S. Aureus dan kadang-kadang oleh spesies bakteri lain (Burrows, 1950; Jawetz et al., 2001). Staphylococcus aureus pada media mannitol salt agar (MSA) akan terlihat sebagai pertumbuhan koloni berwarna kuning dikelilingi zona kuning keemasan karena kemampuan memfermentasi mannitol. Jika bakteri tidak mampu memfermentasi mannitol, maka akan tampak zona.Uji sensitivitas S. aureus terhadap antibiotik pada media agar Mller-Hinton (Oxoid), menggunakan antibiotika oksitetrasiklin, tetrasiklin, gentamisin, ampisilin dan eritromisin. Berdasarkan uji sensitifitas terhadap 5 jenis antibiotika diketahui bahwa sebagian besar isolate S. aureus dari susu kambing PE masih sensitif terhadap oksitetrasiklin (91,67%), tetrasiklin (100%), gentamisin (91,67%) ampisilin (91.67%), dan eritromisin (66,67%). Sebagian S. aureus bersifat intermediet terhadap gentamisin (8,33%) dan eritromisin (25%). S. aureus bersifat resisten terhadap oksitetrasiklin, ampisi lin dan eritromisin masing-masing sebesar 8,33%. Dari hasil penelitian diketahui bahwa isolat S. aureus yang berasal dari susu kambing PE masih sensitif terhadap beberapa antibiotika. Hal ini menunjukkan bahwa kejadian mastitis pada kambing PE masih bisa diobati dengan berbagai antibiotika yang sensitif. Sehingga berdasar uji sensitifitas berbagai antibiotika terhadap S. aureus, pengobatan terhadap infeksi S. aureus pada kambing PE dapat direkomendasikan menggunakan tetrasiklin, gentamisin, oksitetrasiklin, ampisilin maupun eritromisin (Purnomo,dkk. 2006).

IV. ALAT DAN BAHAN4.1. Alat4.1.1. Cawan petri 4.1.2. Jangka sorong 4.1.3. Labu ukur 4.1.4. Lampu spirtus 4.1.5. Mikropipet 4.1.6. Perforator 4.1.7. Pinset 4.1.8. Rak tabung 4.1.9. Spatel 4.1.10. Tabung reaksi 4.1.11. Volume pipet (1 ml dan 10 ml)4.2. Bahan4.2.1. Air suling steril 4.2.2. Larutan desinfektan 4.2.3. Media Nutrient Agar 4.2.4. Pelarut antibiotika 4.2.5. Sediaan antibiotika baku dan sampel (Tetrasiklin) 4.2.6. Suspensi bakteri (S. aureus) 4.3. Gambar Alat InkubatorLabu ukur

Cawan Petri\

spirtusRak tabungMikro Pipet

Tabung ReaksiVolume pipet

Jangka Sorong

V. PROSEDURDisiapkan suspensi bakteri di dalam media cair pertumbuhan lalu dituang ke dalam cawan petri dan didiamkan hingga memadat. Sediaan antibiotika uji dimasukkan ke dalam labu ukur lalu dilarutkan dengan menggunakan pelarutnya. Dibuat pengenceran dari larutan baku dan larutan sampel hingga mendapatkan variasi tiga seri dosis (dosis tinggi, dosis sedang dan dosis rendah). Setelah media memadat,diberi garis batas dan tanda untuk masing masing dosis.Pada masing masing cawan petri dibuat cetakan lubang dengan menggunakan perforator secara aseptis. Media yang terambil oleh perforator dibuang ke dalam desinfektan.Larutan baku dan sampel yang sudah dibuat dengan variasi dosis dimasukkan kedalam lubang masing masing sesuai dengan dosisnya dengan menggunakan mikropipet (triplo). Setelahnya media diinkubasikan selama 18 jam pada suhu 37 C. Setelah diinkubasikan, dicatat apakah ada zona bening yang terjadi dan diukur diameter zona beningnya.

VI. DATA PENGAMATANCawan PetriBakteriDiameter Hambat(mm)Gambar

1Staphylococcus aureusBr=16,1 Bm=22,7Bt=25,3Sr=19,5Sm=22,1St=24,3

2Staphylococcus aureusBr=18,8Bm=23,9Bt=24,7Sr=22,4Sm=24,5St=25,6

Kontrol Positif(+)

Kontrol Negatif(+)

(+) = Ada pertumbuhanCawan PetriBaku (mm)Sampel (mm)Jumlah tiap seri

BrBmBtSrSmSt

116,122,725,319,522,124,3130

218,823,924,722,424,525,6139,9

30028,900028,9

Jumlah34,946,654,241,946,649,9

Rata-rata12,4523,327,120,9523,324,95

B1B2B3S1S2S3

Keterangan: Pengamatan dilakukan duplo (data yang dihitung hanya cawan petri nomor 1 dan 2)

VII. PERHITUNGAN7.1. Pengenceran Tetrasiklin1. Pengenceran menjadi 50 g/mLV1 x N1= V2 x N2V1 x 2500 = 10 x 50 V1= 0,2 mL0,2 mL Tetrasiklin 2500 g/mL + 9,8 mL aquadest steril2. Pengenceran menjadi 25 g/mLV1 x N1 = V2x N21 x 50 = V2 x 25 V2 = 2 mL1 mL Tetrasiklin 50 g/mL + 1 mL aquadest steril3. Pengenceran 12,5 g/mLV1 x N1= V2x N2 1 x 125 = V2 x 62,5 V2= 2 mL1 ml Tetrasiklin 12,5 g/mL + 1 mL aquadest steril

7.2. Perhitungan % Potensil= log = log = 0,301E= [(S3-S1) + (B3 B1)]= [(24,95 20,95) + (27,1 17,45)]= (4 + 9,65)= (13,65)= 3,4125B = E/l= = 11,33F= 1/3 [{S1 + S2 + S3) (B1 + B2 + B3)]= 1/3 [(20,95 + 23,3 + 24,95) (17,45 + 23,3 + 27,1)]= 1/3 (69,2 67,85)= 1/3 X 1,35= 0,45M= F/b= = 0,04Potensi = antilog M X 100%= antilog 0,04 X 100%= 1,096 x 100%= 109,6 %Keterangan:b = kelandaian E = perbedaan respon yang disebabkan oleh dosis rendah dan dosis tinggi F = perbedaan respon yang disebabkan olehperbedaan antara sediaan sampel dan baku M = logaritma perbandingan potensi sampel terhadap baku I = logaritma perbandingan tingkat dosis

VIII. PEMBAHASANPraktikum kali ini adalah penentuan potensi antibiotika yang bertujuan untuk menentukan besarnya potensi sampel antibiotika di pasaran terhadap antibiotika standar. Antibiotika yang digunakan pada kelompok kami adalah tetrasiklin. Uji potensi antibiotika secara mikrobiologik adalah suatu teknik untuk menetapkan suatu potensi antibiotika dengan mengukur efek senyawa tersebut terhadap pertumbuhan mikroorganisme uji yang peka dan sesuai. Efek yang ditimbulkan pada senyawa uji dapat berupa hambatan pertumbuhan (Dwidjoseputro, 2003).Dalam pengujian potensi antibiotika ada 2 cara. Yaitu Cara Lempeng/Difusi Agar, zat yang diperiksa berdifusi dari reservoir ke dalam media agar yang telah diinokulasi dengan jasad renik. Setelah diinkubasi, hambatan pertumbuhan mikroba diukur dan dibandingkan. Dan Cara Turbidimetri, menggunakan media cair. Kekeruhan akibat pertumbuhan bakteri uji diukur menggunakan spektrofotometer (Dwidjoseputro, 2003). Dan pada praktikum ini digunakan cara difusi agar karena pengamatannya lebih mudah dan pengerjaan sederhana tidak memerlukan alat yang rumit.Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah cawan petri yang berfungsi untuk wadah media sebagai tempat pengamatan. Inkubator yang berfungsi untuk menginkubasi bakteri pada suhu yang optimal untuk pertumbuhannya. Tabung reaksi berfungsi untuk tempat mengencerkan sediaan antibiotik. Pipet volume berfungsi untuk mengambil sediaan cair dengan ukuran yang akurat. Mikropipet berfungsi untuk mengambil cairan dengan ukuran mikro.Alat-alat yang akan digunakan dalam praktikum disterilisasi terlebih dahulu menggunakan autoklaf. Sterilisasi dilakukan untuk membunuh semua jasad renik yang ada dalam alat, sehingga jika ditumbuhkan di dalam suatu medium tidak ada lagi jasad renik yang dapat berkembang biak. Sedangkan autoklaf adalah alat pemanas tertutup yang digunakan untuk mensterilisasi suatu benda menggunakan uap bersuhu dan bertekanan tinggi (1210C, 15 lbs) selama kurang lebih 15 menit (Madigan et all, 2006). Bahan yang digunakan adalah Aquades steril yang berfungsi untuk mengencerkan antibiotik menjadi berbagai konsentrasi. Dan Nutrient Agar sebagai media padat pertumbuhan bakteri. Nutrient Agar (NA) adalah medium yang berbentuk padat dengan bahan dasar adalah esktrak beef/daging sapi dan peptone. Medium ini merupakan medium bewarna coklat dimana medium ini berasal dari sintetik dan memiliki kegunaan sebagai medium untuk menumbuhkan bakteri (Rasyid, 2012). Antibiotik yang digunakan adalah tetrasiklin. Golongan Tetrasiklin termasuk antibiotika yang bersifat bakteriostatik dan bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman.Golongan Tetrasiklin menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya. Paling sedikit terjadi 2 proses dalam masuknya antibiotika Tetrasiklin ke dalam ribosom bakteri gram negatif; pertama yang disebut difusi pasif melalui kanal hidrofilik, kedua ialah sistem transportasi aktif. Tetrasiklin efektif terhadap semua bakteri gram positif dan sebagian gram negatif (Volk dan Wheeler, 1993). Bakteri yang digunakan adalah Staphylococcus aureus. S. aureus merupakan bakteri Gram positif, berbentuk bola dengan garis tengah sekitar 1 m, tidak bergerak, tidak membentuk spora, tersusun dalam kelompok tidak beraturan, dan menghasilkan katalase positif. Bakteri ini tahan pada suhu 500C, dan pada lingkungan dengan konsentrasi garam yang tinggi, mudah membentuk pigmen pada suhu kamar (20-25 C). Koloni S. aureus pada perbenihan padat berbentuk bundar, halus menonjol, dan berwarna abu-abu sampai kuning emas tua (Tolan, 2008). Sehingga penggunaan bakteri S. Aureus ini karena tetrasiklin efektif terhadap bakteri gram positif.Prosedur yang dilakukan adalah pembuatan baku tetrasiklin dan sampel tetrasiklin. Tetrasiklin memiliki konsentrasi sediaan yaitu 2500 g/ml dengan dosis tengah yaitu 0,24 g/ml. Pengencer awal adalah Asam klorida 0,1 N dan pengencer akhir adalah air (Depkes RI, 1995). Kemudian dilakukan pengenceran tetrasiklin baik baku maupun sampel. Keduanya harus diberi perlakuan sama mulai dari konsentrasi, pelarut maupun volume. Karena tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui potensi sampel dengan cara dibandingkan terhadap baku, sehingga keduanya harus diberi perlakuan sama. Apabila berbeda maka tidak bisa dibandingkan. Dosis tinggi yang akan diujian adalah 50 g/ml, dosis menengah 25 g/ml dan dosis rendah adalah 12,5 g/ml.Pengenceran pertama baik baku maupun sampel dari konsentrasi 2500 g/ml ke dosis tinggi yaitu 50 g/ml. Dilakukan perhitungan pengenceran dengan rumus V1 X N1 = V2 X N2, V2 adalah 10 ml yang ingin diketahui adalah V1, dan didapat 0,2 ml. Sehingga diambil 0,2 ml dari 2500 g/ml dimasukkan ke tabung reaksi dan ditambahkan aquades 9,8 ml. Dikocok hingga homogen agar antibiotik terdistribusi ke seluruh bagian aquades, apabila tidak homogen makan yang terambil tidak merata dan berakibat pada konstrasi yang berbeda. Kemudian pengenceran ke dosis menengah yaitu 25 g/ml, dihitung dengan menggunakan rumus V1 X N1 = V2 X N2. Sehinggan diambil 1 ml dari 50 g/ml dimasukkan ke tabung reaksi lain dan ditambahkan aquades 1 ml. Dikocok hingga homogen agar tidak terjadinya perbedaan konsentrasi pada bagian bagian aquades. Kemudian pengenceran ke dosis rendah yaitu 12,5 g/ml, dihitung dengan menggunakan rumus V1 X N1 = V2 X N2. Sehingga diambil 1 ml dari konsentrasi 25 g/ml dimasukkan ke tabung reaksi lain dan ditambahkan aquades 1 ml. Dikocok hingga homogen agar antibiotik merata ke seluruh bagian aquades.Kemudian suspensi bakteri dimasukkan ke cawan petri dan ditambahkan Nutrient Agar 20 ml dan diputar dengan hati-hati hingga agar mengeras ditandai dengan warna kuning yang keruh. Hal ini dilakukan agar bakteri tersebar merata ke seluruh bagian agar. Apabila bakteri tidak tersebar merata maka pengamatan menjadi tidak akurat. Kemudian cawan petri dibagi menjadi 6 bagian, yaitu Baku tinggi, baku menengah, baku rendah, sampel tinggi, sampel menengah, sampel rendah. Antara sampel dan baku dengan dosis yang sama harus diletakkan bersebrangan. Agar tidak terjadi diameter hambat yang bertumpuk bila diletakkan bersebelahan. Cawan petri yang digunakan adalah tiga karena pengamatan dilakukan triplo agar mengurangi kemungkinan kesalahan pengamatan.Kemudian cawan petri dilubangi dengan perforator membentuk 6 lubang. Hal ini dilakukan untuk menyimpan antibiotik pada lubang tersebut. Perforator yang akan digunakan harus difiksasi terlebih dahulu agar mencegah kontaminan masuk ke cawan petri dan saat melubangi tidak boleh terlalu panas, karena mencegah agar bakteri tidak mati. Kemudian dimasukkan 50 l menggunakan mikropipet dari setiap dosis pada baku maupun sampel dengan disesuaikan pada lubang yang telah ditentukan. Pada dosis tinggi 50 g/ml dengan diambilnya 50 l, konsentrasi yang dimasukkan ke lubang adalah 2,5 g/ml, dosis menengah 25 g/ml dengan diambilnya 50 l konsentrasi yang dimasukkan ke lubang adalah 1,25 g/ml, dosis rendah 12,5 g/ml dengan diambilnya 50 l konstrasi yang dimasukkan ke lubang adalah 0,625 g/ml. Mikropipet yang digunakan tidak boleh terfiksasi baik tipnya maupun mikropipet. Karena dapat merusak alat yang terbuat dari plastik tersebut. Yang disterilisasi tipnya saja.Kemudian diinkubasi pada inkubator dengan suhu optimal 37 C 18-24 jam. Karena pada waktu tersebut bakteri sedang di puncak pertumbuhannya. Apabila terlalu lama, bakteri bisa sudah mati karena persaingan untuk mendapatkan makanan yang semakin sedikit. Kemudian pembuatan kontrol positif dan kontrol negatif. Kontrol positif berisi media dan bakteri berfungsi untuk mengetahui bakteri yang digunakan masih baik atau tidak untuk digunakan. Jika berwarna keruh maka bakteri masih dapat tumbuh dengan baik dalam media (Lorian, 1980). Kontrol negatif yang berisi hanya media agar berfungsi untuk mengetahui apakah media yang digunakan masih bagus atau tidak. Jika hasilnya jernih maka medianya bagus. Dalam pembuatan kontrol negatif dan kontrol postif tidak sesuai, seharusnya pada kontrol positif terdapat kekeruhan dengan adanya bakteri karena tanpa adanya antibiotik. Selain itu kontrol berfungsi untuk membandingkan dan membuktikan bahwa pekerjaan ini benar (aseptis).Setelah diiinkubasi 18-24 jam dilakukan pengamatan, dan dari 3 cawan petri ada 1 cawan petri yang hasilnya berbeda dengan cawan yang lain. Karena hanya baku tinggi yang memiliki diameter hambat sedangkan yang lain tidak. Hal ini bisa terjadi kemungkinan karena antibiotik yang tidak masuk ke lubang atau tumpah. Sehingga hanya 2 cawan petri yang dimasukkan kedalah perhitungan potensi antibiotik. Dari kedua cawan petri diameter hambat yang paling besar ke paling kecil adalah dosis tinggi, dosis menengah, dosis rendah. Hal ini sesuai dengan yang seharusnya, karena makin besar dosis, diameter hambatnya akan semakin besar. Konsentrasi memengaruhi kecepatan difusi zat berkhasiat, makin besar konsentrasi ekstrak maka makin cepat difusi akibatnya makin besar daya antibakteri dan makin luas diameter zona hambatan yang terbentuk (Lorian, 1980). Dan kontrol pun diamati, tetapi dalam praktikum kali ini kontrol negatif yang dibuat menjadi keruh kemungkinan terdapatnya kontaminan dari luar yang dapat masuk kedalam media agar saat penuangan media. Menunjukkan bahwa saat pengerjaan kontrol negatif tidak aseptis.Dan dilakukan perhitungan potensi, dengan perhitungan pertama mencari l atau log dosis dengan log [Dt]/[Dm]. Pada potensi tiga dosis mencari log dosis bisa juga dengan log [Dm]/Dr] hasilnya akan sama dengan menggunakan rumus yang pertama. Kemudian dicari E yaitu perbedaan respon yang disebabkan oleh dosis rendah dan dosis tinggi. Kemudian mencari b yaitu kelandaian, E dibagi dengan l. Kemudian mencari F yaitu perbedaan respon yang disebabkan oleh perbedaan antara sediaan sampel dan baku. Dan dicari M yaitu logaritma perbandingan potensi sampel terhadap baku. Dan mencari potensi adalah antilog M dikali 100%. Dan didapat potensi sampel tetrasiklin adalah 109,6 %. Angka ini menunjukkan bahwa potensi sampel lebih baik daripada baku karena nilainya lebih dari 100%. Potensi yang lebih baik ini menunjukkan bahwa kemampuan sampel tetrasiklin dalam membunuh bakteri lebih baik daripada baku tetrasiklin.

IX. KESIMPULANPotensi sampel tetrasiklin terhadap baku adalah 109,6 %. Menunjukkan kemampuan membunuh bakteri dari sampel lebih baik daripada baku.

DAFTAR PUSTAKA

Burrows, W., Gordon, F.B., Porter, R.J., and Movider., J.W. (1950) Jordan Burrows Textbook of Bacteriology 15th edition. W. B Saunders Company. Philadelphia, USA.Departemen Kesehatan Indonesia RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Depker RI.Dwidjoseputro, D. 2003. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta : Djambatan. Istriyati , Bejo Basuki, 2006, Pengaruh Pemberian Tetrasiklin Pada Induk Mencit (Mus musculus L.) Terhadap Struktur Skeleton Fetus, Berkala Ilmiah Biologi, Volume 5, Nomor 1, Juni 2006, halaman 45-50. Jawetz, E., Melnick, J.L. and Adelberg, E.A. 2001. Mikrobiologi kedokteran. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.Lorian, V. 1980. Antibiotics in Laboratory Medicine. The William and Wilkins Co. Baltimore. Halaman 1-179.Madigan MT, Martinko JM, Brock TD. 2006. Brock Biology of Microorganisms. New Jersey: Pearson Prentice Hall.Nurwantoro dan Abbas, S. 2001. Mikrobiologi Pangan Hewani Nabati. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.Paryati, S.P.Y. 2002. Patogenesis Mastitis Subklinis pada Sapi Perah yang Disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Makalah Pengantar Falsafah Sains. Institute Pertanian Bogor.Purnomo, Agus, dkk. 2013. Isolasi dan Karakterisasi Staphylococcus aureus Asal Susu Kambing Peranakan Ettawa. Vol. 22, No. 3, September 2006Rahayu,Triastuti.2006.Potensi Antibiotik Isolat Bakteri Rizosfer Terhadap Bakteri Escherichia Coli Multiresisten.Universitas Muhammadiyah Surakarta : Surakarta. Rasyid. 2012. Media NA, NB dan PDA. Tersedia online di www.bapelkescikarang.or.id [diakses tanggal 19 April 2015]Todar, K. .2002.Staphylococcus Bacteriology at UW-Bacteriology 330 Home Page 1-7. Todar, K. 1998. Bacteriology 330 Lecture Topics: Staphylococcus. Kenneth Todar University of Wisconsin Department of Bacteriology, Wisconsin, USA.Tolan, R. W. 2008. Staphylococcus aureus infection. Available at: http://www.emedicine. com /ped/topic2704.htm [Diakses 3 Februari 2008].Volk, W. A. dan Wheeler, M. F. 1993.Mikrobiologi Dasar Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.