Kelembagaan kemitraan kesehatan dan pendidikan
-
Upload
diassatria -
Category
Economy & Finance
-
view
79 -
download
5
Transcript of Kelembagaan kemitraan kesehatan dan pendidikan
KELEMBAGAAN KEMITRAAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BIDANG PENDIDIKAN DAN KESEHATAN
CANDRA FAJRI ANANDA
Hotel Orchid, Batu
19 September 2013
KONTRIBUSI PAD TERHADAP PENDAPATAN APBD 2013
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
Pers
en
tase
11,06
• Rata-rata kontribusi PAD terhadap Pendapatan APBD kab/kota di Jatim sebesar 11,06%, selebihnyamengandalkan dana transfer.
• Kab/kota dengan kontribusi PAD terhadap Pendapatan APBD di atas rata-rata: Kota Surabaya, Kab. Sidoarjo, Kab.Gresik, Kab. Mojokerto, Kota Malang, Kota Kediri, Kab. Tuban, Kab. Jombang, Kab. Jember, Kota Probolinggo.
0.00
Kab.
Bangkala
n
Kab.
Banyu
wa
ngi
Kab.
Blit
ar
Kab.
Bojo
negoro
Kab.
Bondow
oso
Kab.
Gre
sik
Kab.
Jem
ber
Kab.
Jom
bang
Kab.
Kediri
Kab.
Lam
ongan
Kab.
Lum
aja
ng
Kab.
Madiu
n
Kab.
Mageta
n
Kab.
Mala
ng
Kab.
Mojo
kert
o
Kab.
Nganju
k
Kab.
Ngaw
i
Kab.
Pacita
n
Kab.
Pam
ekasa
n
Kab.
Pasuru
an
Kab.
Ponoro
go
Kab.
Pro
bolin
ggo
Kab.
Sam
pang
Kab.
Sid
oarjo
Kab.
Situ
bondo
Kab.
Sum
enep
Kab.
Tre
nggale
k
Kab.
Tuban
Kab.
Tulu
ngagung
Kota
Blit
ar
Kota
Kediri
Kota
Madiu
n
Kota
Mala
ng
Kota
Mojo
kert
o
Kota
Pasuru
an
Kota
Pro
bolin
ggo
Kota
Sura
baya
Kota
Batu
Sumber: data DJPK per 15 Juli 2013, diolah
KONTRIBUSI KOMPONEN PAD TERHADAP PAD
Pajak daerah, 30,54%
Lain-lain PAD yang sah, 42,05%
• Rata-rata kontribusi Komponen PAD Kab/kota terhadap Pendapatan APBD kab/kota di Jatim: Pajak Daerah 30,54%; retribusi daerah 19,52%, Hasil engelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 7,89%; Lain-lain PAD yang sah 42,05%
Retribusi daerah , 19,52%
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, 7,89%
Sumber: data DJPK per 15 Juli 2013, diolah
STRUKTUR BELANJA KAB/KOTA
Belanja Tidak Langsung, 59,97%
BelanjaLangsung, 40,03%
• Rata-rata kontribusi BTL & BL Kab/kota terhadap Belanja APBD kab/kota di Jatim: BTL 59,97% & 40,03%.
• Rata-rata Belanja Pegawai (di BTL) kab/kota terhadap total Belanja APBD Kab/kota sebesar51,75%.
Sumber: data DJPK per 15 Juli 2013, diolah
KAPASITAS FISKAL
• KAPASITAS FISKAL adalah gambaran kemampuan keuangan masing-masing daerah yang dicerminkan melalui penerimaan umum APBD (tidak termasuk dana alokasi khusus, dana darurat, dana pinjaman lama, dan penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu) untuk membiayai tugas pemerintahan setelah dikurangi belanja pegawai dan dikaitkan dengan jumlah penduduk miskin.
• Kemampuan kapasitas fiscal daerah dihitung dengan indeks Kapasitas Fiskal (IKF). IKF • Kemampuan kapasitas fiscal daerah dihitung dengan indeks Kapasitas Fiskal (IKF). IKF setiap tahun dikeluarkan oleh Menteri Keuangan
KF =(PAD+DBH+DAU+LP)-BP
Jumlah Penduduk Miskin
KF = Kapasitas Fiskal
PAD = Pendapatan Asli Daerah
DBH = Dana Bagi Hasil
DAU = Dana Alokasi Umum
LP = Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
BP = Belanja Pegawai
Penghitungan IKF dilakukan dengan menghitungKapasitas Fiskal masing-masing Daerah Kabupaten/Kota dibagi dengan rata-rata KapasitasFiskal seluruh Daerah Kabupaten/Kota.
Berdasarkan indeks Kapasitas Fiskal, daerahdikelompokkan dalam empat kategori yaitu sangattinggi (memiliki indeks 2,0 atau lebih), tinggi (1,0 hingga kurang dari 2,0), sedang (0,5 hingga kurangdari 1,0), dan rendah (kurang dari 0,5).
PROSENTASE BELANJA LANGSUNG KAB/KOTA
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
PE
RS
EN
TA
SE
40,03%
• Rata-rata kontribusi Belanja Langsung Kab/kota terhadap Belanja APBD kab/kota di Jatimsebesar 40,03%.
• Terdapat 17 kab/kota yang Belanaj Langsungnya diatas rata-rata BL kab/kota di Jatim.
0.00
10.00
20.00
Sumber: data DJPK per 15 Juli 2013, diolah
IKF TINGGI & SANGAT TINGGI (ST)
IIKF SEDANG IKF RENDAH
PROVINSI NILAI IKF PROVINSI NILAI IKF PROVINSI NILAI IKF
RIAU 1,4030 SUMBAR 0,5305 ACEH 0,3237
DKI 7,1707 (ST) JAMBI 0,9360 SUMUT 0,4199
KALTENG 1,4946 KALBAR 0,6724 SUMSEL 0,2136
KALSEL 1,8407 SULUT 0,6210 BENGKULU 0,3440
KALTIM 5,3085 (ST) MALUT 0,8818 LAMPUNG 0,2259
BALI 1,5967 BANTEN 0,7023 JABAR 0,2956
BABEL 2,0774 (ST) PAPUA BARAT
0,8840 JATENG 0,1725
IKF PROVINSI DI INDONESIA
BARAT
KEP.RIAU 1,8416 DIY 0,2846
JATIM 0,2610
SULTENG 0,3257
SULSEL 0,4047
SULTRA 0,3603
NTB 0,0742
NTT 0,1148
MALUKU 0,3050
PAPUA 0,2096
GORONTALO 0,3369
SULBAR 0,3940Sumber: PERMENKEU NO. 226/PMK.07/2012, diolah
IKF TINGGI & SANGAT TINGGI (ST)
IKF SEDANG IKF RENDAH
KAB/KOTA NILAI IKF KAB/KOTA NILAI IKF KAB/KOTAI NILAI IKF
KOTA BLITAR 1,2150 KOTA KEDIRI 0,7271
KOTA MOJOKERTO 1,7934 KOTA MADIUN
0,5819
KOTA BATU 1,2587
IKF KAB./KOTA DI JAWA TIMUR
TERDAPAT 33 KAB/KOTA DI JATIM DALAM KETEGORI
IKF RENDAH
Sumber: PERMENKEU NO. 226/PMK.07/2012, diolah
IKF RENDAH
KEKUATAN YANG LEBIH BESAR
KEMAJUAN YANG LEBIH TINGGI
LEBIH BERDAYA
MEMPERKECIL ATAU MENCEGAH KONFLIK
LEBIH MERASAKAN KEADILAN
KEBERLANJUTAN PENANGANAN BIDANG-BIDANG YANG DIKERJASAMAKAN
EGO DAERAH
1• membenahi peran dan kemampuan Propinsi
dalam menyelenggarakan fungsi kerjasama antar daerah atau “local government cooperation”
2• menentukan bidang-bidang yang dapat atau patut
dikerjasamakan
3• memilih model-model kerjasama yang sesuai
dengan hakekat bidang-bidang tersebut
• Negara menjamin pelayanan kesehatan: pencegahan(preventif), promosi (promotion), pengobatan kuratif).
• Sumber pembiayaan kuratif melalsui SJSN (dapatmellaui BPJS), sementara preventif melalui kantongBiaya Operasional Kesehatan (BOK) baik dari APBN dan APBD.
• Pembiayaan kesehatan bagi masyarakat miskin harusadil dalam artian mengurangi pengeluaran tunai darilangsung (out of pocket expenses) dan pengeluarancatastropic.
• Ke depan perlu digagas Health Account
Sumber: Australia Indonesia Partnership for Health Systems Strengthening (AIPHSS)
• SakitPEMBIAYAAN • Provider Kesehatan adalah
suatu lembaga yang • Sakit• Melahirkan• Chek up• dll
KejadianKesehatan diMasyarakat
• Agen pembiayaan:1) Pemerintah(pusat/daerah, Askeskin, BPJS, dll); 2) Swasta (Asuransi, Perusahaan, rumahtangga)
suatu lembaga yang menyediakan Jasa Pelayanan Kesehatan.
• Fungsi Kesehatan adalahjenis pelayanan kesehatanyang dihasilkan oleh provider dalam rangka peningkatan status kesehatan
PELAYANAN KESEHATAN
• menggunakan sistem distribusi dana. Semua distrikatau kabupaten/kota menerima jumlah dana yang samauntuk setiap muridnya tidak memperlihatkan perbedaankemampuan daerah
Flat Grant Model kemampuan daerahModel
• bertitik tolak pada ability to pay(kemampuanmembayar) masyarakat. Masyarakat yang miskintentu perlu menerima bantuan dana lebih seriusdibanding dengan masyarakat yang income-nya lebihtinggi. Karena itu sekolah miskin akan memperolehkesempatan sejajar dengan sekolah lainnya, artinyasetiap daerah akan menerima jumlah dana yang berbeda tiap tahun tergantung bagaimana membagisesuai kepada kemampuan daerah.
Equalization Model
Sumber: Johns, L.R., & L.F. Morphet, The Economics and Financing of Education: A System Approach, (New Jersey: Prentice-Hall Englewood Cliffs, 1975).
• Setiap sekolah memiliki sejumlah dana yang sama, yang dihitung per siswa atau per unit pendanaan lainnya.Flat Grant
• dibebankan kepada distrik-distrik yang sangat kaya untuk membayarkan sebagianpajak sekolah yang mereka pungut kembali ke kantong negara bagian dandigunakan kembali untuk membatu daerah miskin
Power Equalizing
• rencana pembiayaan pendidikan yang dirancang untuk menghapus semuaperbedaan lokal, baik dalam pembelanjaan maupun dalam pemerolehan pajak tidakakan ada pajakpropertysekolah lokal dengan berbagai taraf dan basis pajak lokaladalah unequal (tidak seimbang).
Complete State Model
Sumber: Jones, T.H., Introduction to School Finance: Technique and Social policy, (New York: Macmillan Publishing Company Jones, 1985).
• Pertama, negara harus menentukan biaya per siswa per tahun bagi program pendidikan yang memuaskan. Kedua, negara harus mematok tarif pajak minimum yang harus diberlakukan oleh semua distrik sekolah. Ketiga,negara memberikanhibah (grants) kepada tiap distrik sekolah dengan jumlah yang sama.
Foundation Plan
• Negara membayar persentase tertentu dari total biaya pendidikanyang diinginkan oleh tiap distrik sekolah lokal. Persentase lebihtinggi untuk daerah miskin
Guaranteed Percent Equalizing Model
• biaya pendidikan menjadi tanggung jawab pemerintah lokalatadaerah.
Complete Local Support Model
• Pihak-pihak yang bekerjasama dapat membentuk KEKUATAN YANG LEBIH BESAR.Dengan kerjasama antar pemerintah daerah, kekuatan dari masing-masing daerah yang bekerjasama dapat disinergikanuntuk menghadapi ancaman lingkungan atau permasalahan yang rumit sifatnya daripada kalau ditangani sendiri-sendiri. Mereka bisa bekerjasama untuk mengatasi hambatan lingkungan atau mencapai tingkat produktivitas yang lebih tinggi.
• Pihak-pihak yang bekerjasama dapat mencapai KEMAJUAN YANG LEBIH TINGGI. Dengan kerjasama, masing-masing daerah akan mentransfer kepandaian, ketrampilan, dan informasi, misalnya daerah yang satu belajar kelebihan atau kepandaian dari daerah lain. Setiap daerah akan berusaha memajukan atau mengembangkan dirinya dari hasil belajar bersama.
• Pihak-pihak yang bekerjasama dapat LEBIH BERDAYA. Dengan kerjasama, masing-masing daerah yang terlibat lebih memiliki posisi tawar yang lebih baik, atau lebih mampu memperjuangkan kepentingannya kepada struktur pemerintahan yang lebih tinggi. Bila suatu daerah secara sendiri memperjuangkan kepentingannya, ia mungkin kurang diperhatikan, tetapi bila ia masuk menjadi anggota memperjuangkan kepentingannya, ia mungkin kurang diperhatikan, tetapi bila ia masuk menjadi anggota suatu forum kerjasama daerah, maka suaranya akan lebih diperhatikan.
• Pihak-pihak yang bekerjasama dapat MEMPERKECIL ATAU MENCEGAH KONFLIK. Dengan kerjasama, daerah-daerah yang semula bersaing ketat atau sudah terlibat konflik, dapat bersikap lebih toleran dan berusaha mengambil manfaat atau belajar dari konflik tersebut.
• Masing-masing pihak LEBIH MERASAKAN KEADILAN. Masing-masing daerah akan merasa dirinya tidak dirugikan karena ada transparansi dalam melakukan hubungan kerjasama. Masing-masing daerah yang terlibat kerjasama memiliki akses yang sama terhadap informasi yang dibuat atau digunakan.
• Masing-masing pihak yang bekerjasama akan memelihara KEBERLANJUTAN PENANGANAN BIDANG-BIDANG YANG DIKERJASAMAKAN. Dengan kerjasama tersebut masing-masing daerah memiliki komitmen untuk tidak mengkhianati partnernya tetapi memelihara hubungan yang saling menguntungkan secara berkelanjutan.
• Kerjasama ini dapat menghilangkan EGO DAERAH. Melalui kerjasama tersebut, kecendrungan “ego daerah” dapat dihindari, dan visi tentang kebersamaan sebagai suatu bangsa dan negara dapat tumbuh.
Sumber: Keban, Y.T. 2004. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik: Konsep, Teori dan Isu
1. CONSORTIA: yaitu pengaturan kerjasama dalam sharing sumberdaya, karena lebih mahal bila ditanggung sendiri-sendiri; misalnya pendirian perpustakaan dimana sumberdaya seperti buku-buku, dan pelayanan lainnya, dapat digunakan bersama-sama oleh mahasiswa,pelajar dan masyarakat publik, dari pada masing-masing pihak mendirikan sendiri karena lebih mahal.
2. JOINT PURCHASING: yaitu pengaturan kerjasama dalam melakukan pembelian barang agar dapat menekan biaya karena skala pembelian lebih besar.
3. EQUIPMENT SHARING: yaitu pengaturan kerjasama dalam sharing peralatan yang mahal, atau yang 3. EQUIPMENT SHARING: yaitu pengaturan kerjasama dalam sharing peralatan yang mahal, atau yang tidak setiap hari digunakan.
4. COOPERATIVE CONSTRUCTION: yaitu pengaturan kerjasama dalam mendirikan bangunan, seperti pusat rekreasi, gedung perpustakaan, lokasi parkir, gedung pertunjukan, dsb.
5. JOINT SERVICES: yaitu pengaturan kerjasama dalam memberikan pelayanan publik, seperti pusat pelayanan satu atap yang dimiliki bersama, dimana setiap pihak mengirim aparatnya untuk bekerja dalam pusat pelayanan tersebut.
6. CONTRACT SERVICES: yaitu pengaturan kerjasama dimana pihak yang satu mengontrak pihak yang lain untuk memberikan pelayanan tertentu, misalnya pelayanan air minum, persampahan, dsb. Jenis pengaturan ini lebih mudah dibuat dan dihentikan, atau ditransfer ke pihak yang lain
7. PENGATURAN LAINNYA: pengaturan kerjasama lain dapat dilakukan selama dapat menekan biaya, misalnya membuat pusatpendidikan dan pelatihan (DIKLAT), fasilitas pergudangan, dsb.
SUMBER: ROSEN, 1993