Kelainan TMJ
-
Upload
laili-marifah -
Category
Documents
-
view
65 -
download
1
description
Transcript of Kelainan TMJ
2.1 Kelainan Dan Etiologi Gangguan Fungsional Sendi
Temporomandibula
A.Kelainan Sendi Temporomandibula
Kelainan STM dapat dikelompokkan dalam 2 bagian yaitu :
gangguan fungsi akibat adanya kelainan struktural dan
gangguan fungsi akibat adanya penyimpangan dalam aktifitas
salah satu komponen fungsi sistem mastikasi (disfungsi). Kelainan
STM akibat kelainan struktural jarang dijumpai dan terbanyak
dijumpai adalah disfungsi.
STM yang diberikan beban berlebih akan menyebabkan
kerusakan pada strukturnya atau mengganggu hubungan
fungsional yang normal antara kondilus, diskus, dan eminensia,
yang akan menimbulkan rasa sakit, kelainan fungsi tubuh, atau
kedua-duanya. Idealnya, semua pergerakan STM harus terpenuhi
tanpa rasa sakit dan bunyi pada sendi.
A.1 Kelainan Struktural
Kelainan struktural adalah kelainan yang disebabkan oleh
perubahan struktur persendian akibat gangguan pertumbuhan,
trauma eksternal, penyakit infeksi, atau neoplasma, dan
umumnya jarang dijumpai. Gangguan pertumbuhan kongenital
berkaitan dengan hal-hal yang terjadi sebelum kelahiran yang
menyebabkan kelainan perkembangan yang muncul setelah
kelahiran. Umumnya gangguan pertumbuhan tersebut terjadi
pada kondilus yang menyebabkan kelainan selain pada bentuk
wajah yang menimbulkan masalah estetis juga masalah
fungsional.
Cacat juga dapat terjadi pada permukaan artikular, yang
mana cacat ini dapat menyebabkan masalah pada saat sendi
berputar yang dapat pula melibatkan permukaan diskus. Cacat
dapat disebabkan karena trauma pada rahang bawah,
peradangan, dan kelainan stuktural. Perubahan di dalam artikular
juga dapat terjadi karena variasi dari tekanan emosional. Oleh
karena itu, ketika tekanan emosional meningkat, maka tekanan
pada artikular berlebihan, menyebabkan terjadinya perubahan
pergerakan.
Tekanan yang berlebihan pada sendi dapat mengakibatkan
penipisan pada diskus. Tekanan berlebihan yang terus menerus
pada akhirnya menyebabkan perforasi dan keausan sampai terjadi
fraktur pada diskus yang dapat mendorong terjadinya perubahan
pada permukaan artikular.
Beberapa penggolongan kelainan diskus telah diperkenalkan
dari tahun ke tahun, namun yang paling sering terjadi adalah :
1. Perubahan tempat diskus dengan reduksi : diskus yang
mengalami pengurangan dalam pergerakan membuka mulut,
pada umumnya terjadi clicking sewaktu membuka dan
menutup mulut.
2. Perubahan tempat diskus tanpa reduksi
Perubahan ini menunjukkan gangguan pada diskus yang
terjadi secara meluas, biasanya ada rasa sakit, bunyi, dan
pengurangan pergerakan. Dalam hal ini tidak ada korelasi
antara variasi diskus-kondilus dengan gejala klinis. Pada
beberapa pasien dibuktikan bahwa kelainan pada diskus
menimbulkan gejala sedikit, sedangkan pada pasien lain
gejala terjadi lebih banyak tanpa ada perubahan pada STM
secara struktural.
Kelainan struktural akibat trauma pada STM dapat
menyebabkan kerusakan pada jaringan, kondilus, ataupun
keduanya. Konsekuensi yang mungkin terjadi adalah
dislokasi,hemarthrosis, atau fraktur kondilus. Pasien yang
mengalami dislokasi tidak dapat menutup mulut dan terdapat
kelainan open bite anterior, serta dapat tekanan pada satu atau
kedua saluran pendengaran.
Kelainan struktural akibat trauma pada STM juga dapat
menyebabkan suatu edema atau hemorrhage di dalam sendi. Jika
trauma belum menyebabkan fraktur mandibula, pada umumnya
pasien akan mengalami pembengkakan pada daerah STM, sakit
bila digerakkan, dan pergerakan sendi berkurang. Kondisi ini
kadang-kadang dikenal sebagai radang sendi traumatis.
Kelainan struktural akibat penyakit infeksi dapat
mempengaruhi sistem musculoskeletal yang banyak melibatkan
STM, penyakit-penyakit tersebut antara lain osteoarthritis/
osteoarthrosis dan rheumatoid arthritis. Osteoarthritis adalah
suatu kelainan STM noninflamasi dengan kondisi asimtomatik dan
pada awalnya melibatkan cartilage dan lapisan subchondrial dari
sendi. Rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit peradangan
sistemik yang melibatkan sekeliling STM.
A.2 Gangguan Fungsional
Gangguan fungsional adalah masalah-masalah STM yang
timbul akibat fungsi yang menyimpang karena adanya kelainan
pada posisi dan/ atau fungsi gigi-geligi, atau otot-otot kunyah.
Suatu keadaan fisiologis atau yang biasa disebut orthofunction
yakni batas toleransi tiap individu saat melakukan pergeseran
mandibula tanpa menimbulkan keluhan otot ditandai dengan
adanya keserasian antara morfologi oklusi dan fungsi
neuromuskular. Istilah keadaan ini dikenal sebagai zona toleransi
fisiologik.
Apabila ada rangsangan yang menyimpang dari biasanya
akibat posisi gigi yang menimbulkan kontak prematur, respon
yang akan timbul bervariasi secara biologis, yang umumnya
merupakan respon adaptif atau periode adaptasi. Disini terjadi
perubahan-perubahan adaptif pada jaringan yang terlibat sebagai
upaya menerima rangsangan yang menyimpang tersebut.
Beberapa contoh perubahan adaptif ini adalah ausnya
permukaan oklusal gigi, timbulnya pelebaran membran
periodontal, atau resorpsi alveolar setempat. Periode adaptasi ini
akan berjalan terus sampai batas toleransi fisiologis otot-otot atau
jaringan sekitar telah terlampaui.
Berapa lama zona adaptasi ini akan berlangsung sangat
berbeda antara individu yang satu dan yang lain, dan dipengaruhi
oleh keadaan psikologis. Setelah batas toleransi fisiologis ini
terlampaui, respon jaringan itu menimbulkan perubahan yang
sifatnya lebih patologis atau disebut juga pathofunction. Pada fase
ini respon jaringan (sendi, jaringan periodontal, ataupun otot-otot)
sifatnya patologi. Keluhan dapat dirasakan pada otot-otot
penggerak mandibula, atau dapat pula pada sendi
temporomandibula.
Gejala kelainan STM dapat dikelompokkan menjadi, rasa
nyeri, bunyi dan disfungsi. Rasa nyeri adalah gejala yang
paling sering menyebabkan pasien mencari perawatan. Rasa nyeri
bersifat subjektif dan sulit untuk dievaluasi. Setiap orang memiliki
ambang batas yang berbeda dan penerimaan yang berbeda
terhadap rasa nyeri, dan mungkin juga terdapat faktor psikogenik.
Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menunjukkan
sifat rasa nyeri, berdenyut-denyut, terbakar, dan samar-samar.
Daerah penyebaran rasa nyeri yang paling sering dari sendi
adalah telinga, pipi dan daerah temporal. Tetapi sebaliknya, rasa
nyeri dari daerah didekatnya dapat meluas ke sendi. Sinus,
telinga, dan molar ketiga harus diperiksa. Perubahan temperatur
dalam mulut dapat menimbulkan rasa nyeri yang menunjukkan
bahwa asalnya dari pulpa, yang sering sulit ditentukan letaknya.
Bahkan bagian tepi gigi yang sensitif dapat menimbulkan rasa
sakit. Rasa nyeri juga menonjol pada nyeri tekan otot sekitar
sendi.
Bunyi keletuk sendi terdengar sewaktu pasien menutup dan
membuka mulut. Ketidakmampuan untuk mengoklusikan gigi-
geligi dengan normal dan pada keadaan ini keluhan pasien dapat
berupa rahang terasa bengkak tetapi keadaan tersebut jarang
terlihat secara klinis. Kekakuan sendi merupakan keluhan yang
paling sering terjadi.
Kadangkala terdapat keterbatasan membuka mulut dan
gerakan mandibula yang terbatas, saat mengunyah tidak terdapat
koordinasi rahang sehingga dirasakan tidak nyaman waktu
mengunyah. Keluhan lain adalah sakit kepala.
B. Etiologi Gangguan Fungsional Sendi Temporomandibula
Ditinjau dari segi penyebabnya kelainan STM multifaktor,
dapat bersumber pada komponennya sendiri atau diluar STM
seperti anatomi STM termasuk oklusi dan neuromuskular dan latar
belakang psikologis. Namun kelainan oklusal dan tekanan
psikologis paling erat hubungannya.
B.1 Kelainan Komponen Sendi Temporomandibula
Kelainan-kelainan komponen STM sendiri dapat berupa salah
satu atau gabungan beberapa kelainan sebagai berikut :
1. Kelainan anatomis atau gangguan pertumbuhan
2. Penyakit tertentu seperti peradangan
3. Tekanan eksternal berlebih seperti benturan
4. Kelainan fungsi otot-otot kunyah disekitarnya akibat gangguan
psikologis.
Etiologi kelainan anatomi berupa perubahan tempat pada
salah satu komponen STM seperti diskus tidak diketahui, tetapi
dapat disebabkan karena trauma dan hipermobilitas diskus.
Perubahan tempat dari diskus dapat merusak ikatan sendi yang
menghubungkannya dengan kondilus.
Selain itu rasa nyeri pada STM merupakan gangguan sendi
yang dapat berasal dari struktur jaringan lunak intrakapsular sendi
atau struktur jaringan tulang itu sendiri. Rasa nyeri berasal dari
struktur tulang biasanya hanya muncul setelah hilangnya jaringan
fibrosa permukaan artikularis sendi. Bilamana hal ini terjadi,
kondisi yang diakibatkan disebut arthritis. Artralgia atau nyeri
yang berasal dari bagian intrakapsular sendi dapat
diklasifikasikan sebagai nyeri ligamentum, nyeri kapsular dan
nyeri arthritis.
Trauma pada STM dapat terjadi karena faktor internal
(seperti otot kunyah) ataupun karena faktor eksternal (seperti
pukulan) menyebabkan kerusakan pada jaringan dan kondilus
sehingga terjadi dislokasi, hemarthrosis atau fraktur kondilus.
Myofacial pain dysfunction syndrome merupakan kelainan
STM yang dapat mengakibatkan kegoyangan gigi yang hebat
( hypermobility ), keausan permukaan oklusal dan rasa nyeri pada
otot-otot wajah. Pemicu dari sindroma tersebut adalah spasme
otot kunyah sebagai dampak gangguan psikologis.
Nyeri pada otot adalah suatu bentuk penyakit yang ada di
dalam tubuh dapat terjadi karena stimulus seperti panas, tekanan,
atau bahan kimia. Penyakit ini mempunyai efek yang
berhubungan dengan sensoris, motoris, atau autonom. Nyeri yang
berasal dari otot adalah penyebab nyeri yang paling sering terjadi
pada kepala dan leher. Rasa nyeri pada otot adalah suatu penyakit
yang dirasakan menyebar seperti adanya tekanan yang bervariasi,
dapat dirasa sebagai berbagai perubahan intensitas tekanan. Rasa
nyeri tersebut tidak mudah dilokalisir, dan sulit diidentifikasi oleh
pasien. Dengan kata lain, sumber dan lokasi dari nyeri dapat
berbeda. Nyeri pada otot di daerah orofasial dipengaruhi oleh
kerja fungsional otot selama pengunyahan.
B.2 Kelainan Diluar Sendi Temporomandibula
Banyak kontroversi yang berhubungan dengan penyebab
kelainan STM. Menurut sejarah, sebagian besar dokter gigi
berpendapat bahwa gangguan oklusi sebagai faktor etiologi
utama. Kemudian sebagian lain menekankan pada faktor
psikologis. Sebagian orang mencoba untuk memperkecil konflik
dengan mengusulkan gangguan oklusi dan faktor psikologis
berperan dalam pengembangan kelainan STM.
Gagasan mengenai etiologi multifaktorial ini menjadi lebih
umum lagi diterima pada sekitar tahun 1970-an. Tiga kelompok
utama dari faktor etiologi adalah oklusi, neuromuscular, dan
psikologis.
B.2.1 Oklusi Gigi-geligi
Oklusi dapat didefinisikan sebagai hubungan kontak statik
antara tonjol-tonjol gigi atau permukaan kunyah dari gigi geligi
atas dan bawah. Ketidakseimbangan oklusi merupakan salah satu
faktor penyebab yang sangat sering ditemui pada pasien-pasien
disfungsi STM yang terjadi oleh berbagai macam sebab antara lain
tumpatan /restorasi yang terlalu tinggi atau rendah, perawatan
ortodontik yang kurang memperhatikan keseimbangan fungsional
oklusi atau perubahan bidang oklusal akibat hilangnya satu gigi
atau lebih. Mardjono (1989) menemukan bahwa bukan hilangnya
gigi yang penting dalam proses patologis ini, melainkan akibat-
akibat yang timbul pada gigi-gigi tetangga atau lawannya. Gigi-
gigi tetangga yang hilang secara bertahap akan mengalami
perubahan posisi, bergeser kearah diastema dan miring, sedang
gigi antagonisnya akan mengalami ekstrusi.
Perubahan-perubahan tersebut menyebabkan kurve oklusal
berubah bentuk, lengkung menjadi bergelombang sehingga
gerakan artikulasi menjadi tidak lancar. Benturan- benturan akan
terjadi setiap kali mandibula bergerak ke posisi oklusi sentrik dan
secara tidak disadari, pasien merubah lintasan buka/tutup
mandibula atau menarik mandibula ke posisi akhir yang enak.
Perubahan lintasan ini menyebabkan perubahan posisi mandibula
bergeser dari sentrik dan keseimbangan otot-otot berubah ada
yang aktif dan ada yang kurang aktif.
Secara bertahap apabila toleransi fisiologis otot terlampaui
maka akan timbul kelelahan pada otot dan menimbulkan spasme
yang oleh pasien dirasakan sebagai nyeri bila otot berfungsi.
Begitu juga halnya dengan kondilus, ketidakseimbangan ini
menyebabkan posisi mandibula terungkit sehingga posisi kondilus
juga berubah satu kondilus berada pada posisi superior dan yang
lain pada posisi inferior.
Kebiasaan mengunyah pada satu sisi juga merupakan
penyebab terjadinya disharmoni oklusi seperti mengunyah pada
sisi kiri tidak nyaman, maka pasien akan memindahkan rahang
bawah ke kanan dan melakukan pengunyahan sebelah kanan.
Gangguan sendi terjadi pada diskus sebelah kiri dengan
terdengarnya keletuk sendi pada saat membuka dan menutup
mulut.
Penyimpangan pada oklusal seperti maloklusi menunjukkan
adanya suatu hubungan yang salah antara rangka dengan gigi.
Maloklusi ini dapat disebabkan oleh karena keturunan, penelanan
yang salah, kebiasaan menghisap atau faktor gigi itu sendiri.
Faktor keturunan berpengaruh terhadap maloklusi, gigi insisivus
yang berjejal, dan gigi diastema. Pola kebiasaan menghisap atau
gigitan silang posterior dan anterior dapat mengarah pada
maloklusi seperti open bite anterior, open bite posterior dan
protrusi bimaksilar. Faktor yang berasal dari gigi itu sendiri seperti
kehilangan gigi atau perawatan gigi yang tidak baik dapat
menyebabkan kemiringan, protrusi, dan rotasi gigi tetangganya.
Bila maloklusi tidak terlalu parah, maka keserasian oklusal
dapat dipenuhi dan oklusi dapat berfungsi normal. Bila oklusi
berfungsi dengan baik antara gigi dan sendi maka otot akan
bekerja dengan ringan.
Maloklusi dapat menyebabkan fase menutup mulut tidak
sempurna. Maloklusi yang membentuk ketidakserasian antara gigi
dengan sendi ini disebut maloklusi fungsional. Ketidakserasian
oklusal pada maloklusi fungsional memerlukan penyesuaian yang
berlebih dari otot untuk mempertahankan fungsi yang normal.
Kemampuan penyesuaian otot ini bervariasi tiap individu.
Saat stress dampaknya dapat mengakibatkan disfungsi rahang
bawah. Beberapa penderita dapat menyesuaikan adanya
maloklusi fungsional yang parah tanpa gejala stress. Penderita
lainnya dapat mengalami gejala disfungsi rahang bawah yang
parah karena kelainan oklusal yang kecil.
B.2.2 Otot Kunyah
Kelainan otot dari STM menjadi keluhan yang paling umum
terjadi pada pasien. Dua pengamatan utama mengenai otot
adalah kelainan fungsi tubuh dan rasa sakit. Kasus sederhana
kelainan STM jenis ini adalah disebabkan oleh penggunaan yang
berlebihan pada otot tersebut. Penyebab umumnya seperti
mengunyah permen karet secara terus-menerus, kebiasaan
menggigit kuku dan pensil. Kebanyakan kasus STM bukan
merupakan kasus yang sederhana. Kelainan otot dapat
disebabkan karena infeksi/ peradangan, dan trauma yang
menyebabkan terbentuknya fibrosis pada otot sehingga otot tidak
bebas bergerak dan menyebabkan rasa sakit yang dikenal
sebagai myofacial pain syndrom.
Pada akhir tahun 1950-an, Schwartz dkk menemukan bahwa
ada pergeseran perhatian dari faktor oklusi menjadi peranan otot-
otot kunyah. Menurut Schwartz dkk (1975), rasa nyeri pada atau di
dekat sendi disebabkan oleh fungsi yang tidak terkordinasi atau
tidak harmonis dari otot-otot mandibula. Mekanisme terjadinya
perubahan aktivitas otot, masih dalam perdebatan.
Yemm (1976) tidak menemukan bukti bahwa maloklusi
dapat menimbulkan hiperaktivitas otot melalui mekanisme reflek
walaupun banyak yang mendukung pendapat klinis kontemporer
tersebut.
B.2.3 Psikologis
Adanya faktor psikologis pada etiologi beberapa kelainan
STM sekarang telah ditemukan dan menimbulkan hipotesa yang
mengatakan emosi, tingkah laku dan kepribadian merupakan
penyebab utama dari sindrom rasa sakit-disfungsi. Psikolog Freud
klasik menunjukkan bahwa kelainan sendi mungkin merupakan
reaksi perubahan mulut dan otot, karena sifatnya yang ekspresif,
bekerja sebagai fokus tegangan emosi. Jadi, konflik ini dikeluarkan
dalam bentuk kebiasaan parafungsional seperti bruksism dan
aktivitas otot lain yang tidak normal.
Walaupun telah dilakukan usaha untuk meneliti kepribadian
turunan yang mungkin berhubungan dengan penderita rasa sakit-
disfungsi, masih sedikit bukti yang diperoleh bahwa orang
tersebut merupakan kelompok tertentu.
Kepribadian turunan biasanya dianggap bersifat permanen
tetapi tingkah laku juga dipengaruhi oleh keadaan emosi jangka
pendek seperti cemas, takut dan marah.
Banyak ahli yang menemukan bahwa pasien dengan
gangguan STM lebih cemas daripada kelompok kontrol. Emosi
sangat sering terlihat pada wajah misalnya gembira, sedih, cemas,
frustasi, takut dan marah semuanya dapat dicatat oleh otot
ekspresi wajah dan berhubungan erat dengan otot kunyah. Rugh
dkk 1976 telah membuktikan bahwa pasien dengan penyakit STM
memberi respon terhadap tekanan emosi berupa kenaikan
aktivitas otot masseter dan temporal. Hal ini dapat berupa
ketegangan otot yang besar atau aktivitas parafungsional
oromuskular.
Hasil penelitian tersebut tampaknya dapat mendukung teori
psiko-fisiologi yang diperkenalkan oleh Laskin (1969) yang
mengatakan bahwa kejang otot kunyah merupakan faktor utama
yang berpengaruh pada gejala sindrom rasa sakit-disfungsi.
Penyebab yang paling umum adalah kelelahan otot yang
disebabkan oleh kebiasaan mulut yang kronis yang sering
merupakan mekanisme untuk mengurangi tegangan.
Semua orang biasanya terkena tekanan emosi, tidak hanya
pada keadaan tertentu saja, tetapi juga merupakan bagian dari
kehidupan sehari-hari. Kesulitan finansial, pribadi, dan sosial
hanya merupakan contoh yang dialami setiap orang. Tetapi, hanya
sejumlah kecil masyarakat yang memiliki kelainan STM dan hal
tersebut menyebabkan tumbuhnya konsep dari spesifikasi respon.
Individu mungkin memiliki respon fisiologi khusus terhadap
keadaan yang menimbulkan tekanan sehingga kebiasaan
parafungsional mungkin hanya merupakan mekanisme tertentu
dari individu untuk menetralkan ketegangan tersebut.