Kelainan Refraksi Mata

22
KELAINAN REFRAKSI MATA Kelainan refraksi adalah kelainan pembiasan sinar oleh media penglihatan yang terdiri dari kornea, cairan mata, lensa, badan kaca, atau panjang bola mata, sehingga bayangan benda dibiaskan tidak tepat di daerah makula lutea tanpa bantuan akomodasi. MIOPIA Miopia atau rabun jauh merupakan suatu keadaan dimana mata mampu melihat obyek yang dekat, tetapi kabur bila melihat objek-objek yang jauh letaknya. Kata miopia berasal dari bahasa Yunani yang berarti memincangkan mata, karena penderita kelainan ini selalu memincangkan mata dalam usahanya untuk melihat lebih jelas objek-objek yang jauh letaknya. Itulah karakteristik utama dari penderita miopia. Miopia paling banyak dijumpai pada anak-anak, biasanya ditemukan pada waktu pemeriksaan skrining di sekolah. Pada umumnya miopia merupakan

description

BB

Transcript of Kelainan Refraksi Mata

KELAINAN REFRAKSI MATA

Kelainan refraksi adalah kelainan pembiasan sinar oleh media penglihatan yang terdiri dari kornea, cairan mata, lensa, badan kaca, atau panjang bola mata, sehingga bayangan benda dibiaskan tidak tepat di daerah makula lutea tanpa bantuan akomodasi.

MIOPIA

Miopia atau rabun jauh merupakan suatu keadaan dimana mata mampu melihat obyek yang dekat, tetapi kabur bila melihat objek-objek yang jauh letaknya. Kata miopia berasal dari bahasa Yunani yang berarti memincangkan mata, karena penderita kelainan ini selalu memincangkan mata dalam usahanya untuk melihat lebih jelas objek-objek yang jauh letaknya. Itulah karakteristik utama dari penderita miopia. Miopia paling banyak dijumpai pada anak-anak, biasanya ditemukan pada waktu pemeriksaan skrining di sekolah. Pada umumnya miopia merupakan kelainan yang diturunkan oleh orang tuanya sehingga banyak dijumpai pada usia dini sekolah.

Ciri khas dari perkembangan miopia adalah derajat kelainan yang meningkat terus sampai usia remaja kemudian menurun pada usia dewasa muda. Walaupun agak jarang, miopia dapat pula disebabkan oleh perubahan kelengkungan kornea atau oleh kelainan bentuk lensa mata. Karena itu untuk memperoleh gambaran penyebab yang lebih jelas pada seseorang, riwayat adanya miopia di dalam keluarga perlu di kemukakan.

Lazimnya miopia terjadi karena memanjangnya sumbu bolamata. Mata yang penampang seharusnya bulat, akibat proses pemanjangan ini kemudian berbentuk bulat telur. Selanjutnya, pemanjangan sumbu ini menyebabkan media refraktif sulit memfokuskan berkas cahaya terfokus di depan retina. Berkas cahaya terfokus didepan retina. Sejalan dengan memanjangnya sumbu bolamata, derajat miopia pun akan bertambah.

Pada usia anak-anak sampai remaja, proses pemanjangan bola mata dapat merupakan bagian dari pertumbuhan tubuh. Pertambahan derajat miopia membutuhkan kacamata yang kiat berat derajat kekuatannya, karena itu pada masa usia dini dianjurkan agar pemeriksaan diulang setiap 6 bulan pada golongan usia antara 20-40 tahun, progresivitas miopia akan melambat. Meskipun demikian pertambahannya tetap ada, terutama pada mereka yang baru mulai menderita miopia diatas usia 20 tahun.Miopia dapat dibedakan berdasarkan tingginya dioptri, yaitu: 10 dioptri miopia sangat tinggi

TatalaksanaPenatalaksanaan miopia masih merupakan kontra diantara dokter mata. Sejauh ini yang dilakukan adalah mencoba mencari bagaimana mencegah kelainan refraksi pada anak atau mencegah jangan sampai menjadi parah. KacamataKoreksi miopia dengan kacamata dapat dilakukan dengan menggunakan lensa konkaf (cekung/negatif) karena berkas cahaya yang melewati suatu lensa cekung akan menyebar. Bila permukaan refraksi mata mempunyai daya bias terlalu tinggi atau bila bola mata terlalu panjang seperti pada miopia, keadaan ini dapat dinetralisir dengan meletakkan lensa sferis konkaf di depan mata. Lensa cekung yang akan mendivergensikan berkas cahaya sebelum masuk ke mata, dengan demikian fokus bayangan dapat dimundurkan ke arah retina.

Koreksi myopia dengan lensa konkaf Lensa kontakLensa kontak yang biasanya digunakan ada 2 jenis yaitu, lensa kontak keras yang terbuat dari bahan plastik polymethacrylate (PMMA) dan lensa kontak lunak terbuat dari bermacam-macam plastik hydrogen hydroxymethylmethacrylate (HEMA). Lensa kontak keras secara spesifik diindikasikan untuk koreksi astigmatisma ireguler, sedangkan lensa kontak lunak digunakan untuk mengobati gangguan permukaan kornea.Salah satu indikasi penggunaan lensa kontak adalah untuk koreksi miopia tinggi, dimana lensa ini menghasilkan kualitas bayangan lebih baik dari kacamata. Namun komplikasi dari penggunaan lensa kontak dapat mengakibatkan iritasi kornea, pembentukan pembuluh darah kornea atau melengkungkan permukaan kornea. Oleh karena itu, harus dilakukan pemeriksaan berkala pada pemakai lensa kontak.

Koreksi dengan lensa kontakKomplikasi Ablasio retinaResiko untuk terjadinya ablasio retina pada 0D (- 4,75)D sekitar 1/6662. Sedangkan pada (- 5) D (-9,75) D resiko meningkat menjadi 1/1335. Lebih dari (-10) D resiko ini menjadi 1/148. Dengan kata lain penambahan faktor resiko pada miopia rendah tiga kali sedangkan miopia tinggi meningkat menjadi 300 kali.

Vitreal Liquefaction dan DetachmentBadan vitreus yang berada di antara lensa dan retina mengandung 98% air dan 2% serat kolagen yang seiring pertumbuhan usia akan mencair secara perlahan-lahan, namun proses ini akan meningkat pada penderita miopia tinggi. Hal ini berhubungan dengan hilangnya struktur normal kolagen. Pada tahap awal, penderita akan melihat bayangan-bayangan kecil (floaters). Pada keadaan lanjut, dapat terjadi kolaps badan vitreus sehingga kehilangan kontak dengan retina. Keadaan ini nantinya akan beresiko untuk terlepasnya retina dan menyebabkan kerusakan retina. Vitreus detachment pada miopia tinggi terjadi karena luasnya volume yang harus diisi akibat memanjangnya bola mata. Miopic makulopatyDapat terjadi penipisan koroid dan retina serta hilangnya pembuluh darah kapiler pada mata yang berakibat atrofi sel-sel retina sehingga lapang pandang berkurang. Dapat juga terjadi perdarahan retina dan koroid yang bisa menyebabkan kurangnya lapangan pandang. Miopia vaskular koroid/degenerasi makular miopik juga merupakan konsekuensi dari degenerasi makular normal, dan ini disebabkan oleh pembuluh darah yang abnormal yang tumbuh di bawah sentral retina. GlaukomaResiko terjadinya glaukoma pada mata normal adalah 1,2%, pada miopia sedang 4,2%, dan pada miopia tinggi 4,4%. Glaukoma pada miopia terjadi dikarenakan stres akomodasi dan konvergensi serta kelainan struktur jaringan ikat penyambung pada trabekula. Skotoma Komplikasi timbul pada miopia derajat tinggi. Jika terjadi bercak atrofi retina maka akan timbul skotoma (sering timbul jika daerah makula terkena dan daerah penglihatan sentral menghilang). Vitreus yang telah mengalami degenerasi dan mencair berkumpul di muscae volicantes sehingga menimbulkan bayangan lebar diretina sangat menggangu pasien dan menimbulkan kegelisahan. Bayangan tersebut cenderung berkembang secara perlahan dan selama itu pasien tidak pernah menggunakan indera penglihatannya dengan nyaman sampai akhirnya tidak ada fungsi penglihatan yang tersisa atau sampai terjadi lesi makula berat atau ablasio retina.

HIPERMETROPIAHipermetropi / Rabun dekat adalah keadaan di mana berkas cahaya yang masuk ke mata difokuskan di belakang retina. Penyebab timbulnya hipermetropi ini diakibatkan oleh beberapa hal yaitu:1. Sumbu utama bola mata yang terlalu pendek.Hipermetropia jenis ini disebut juga Hipermetropi Axial. Hipermetropi Axial ini dapat disebabkan oleh Mikropthalmia, Retinitis Sentralis, ataupun Ablasio Retina (lapisan retina lepas lari ke depan sehingga titik fokus cahaya tidak tepat dibiaskan).2. Daya pembiasan bola mata yang terlalu lemah

Hipermetopia jenis ini disebut juga Hipermetropi Refraksi. Dimana dapat terjadi gangguan-gangguan refraksi pada kornea, aqueus humor, lensa, dan vitreus humor. Gangguan yang dapat menyebabkan hipermetropia refraksi ini adalah perubahan pada komposisi kornea dan lensa sehingga kekuatan refraksinya menurun dan perubahan pada komposisi aqueus humor dan vitreus humor (pada penderita Diabetes Mellitus, hipermetropia dapat terjadi bila kadar gula darah di bawah normal, yang juga dapat mempengaruhi komposisi aueus dan vitreus humor tersebut)3. Kelengkungan Kornea dan Lensa tidak AdekuatHipermetropia jenis ini disebut juga hipermetropi kurvatura. Dimana kelengkungan dari kornea ataupun lensa berkurang sehingga bayangan difokuskan di belakang retina.4. Perubahan posisi lensa.Dalam hal ini didapati pergeseran posisi lensa menjadi lebih posterior.

Gejala klinis pada hipermetropia adalah sakit kepala frontal, memburuk pada waktu mulai timbul gejala hipermetropi dan makin memburuk sepanjang penggunaan mata dekat. Penglihatan tidak nyaman (asthenopia) ketika pasien harus focus pada suatu jarak tertentu untuk waktu yang lama, misalnya menonton pertandingan bola. Akomodasi akan lebih cepat lelah ketika terpaku pada suatu level tertentu dari ketegangan.

KlasifikasiBerdasarkan gejala klinis, hipermetropia dibagi menjadi tiga yaitu: Hipermetropia simpleks yang disebabkan oleh variasi biologi normal, etiologinya bisa axial atau refraktif Hipermetropia patologik disebabkan oleh anatomi okular yang abnormal karena maldevelopment, penyakit okular, atau trauma Hipermetropia fungsional disebabkan oleh paralisis dari proses akomodasi Berdasarkan derajat beratnya, hipermetropia juga dibagi menjadi tiga yaitu: Hipermetropia ringan, kesalahan refraksi +2.00 D atau kurang Hipermetropia sedang, kesalahan refraksi antara +2.25 D hingga +5.00 D Hipermetropia berat, kesalahan refraksi +5.25 D atau lebih tinggi Berdasarkan status akomodasi mata, hipermetropia dibagi menjadi empat yaitu: Hipermetropia Laten Sebagian dari keseluruhan dari kelainan refraksi mata hipermetropia yang dikoreksi secara lengkap oleh proses akomodasi mata Hanya bisa dideteksi dengan menggunakan sikloplegia Lebih muda seseorang yang hipermetropia, lebih laten hiperopia yang dimilikinya Hipermetropia Manifes Hipermetropia yang dideteksi lewat pemeriksaan refraksi rutin tanpa menggunakan sikloplegia Bisa diukur derajatnya berdasarkan jumlah dioptri lensa positif yang digunakan dalam pemeriksaan subjektif Hipermetropia Fakultatif Hipermetropia yang bisa diukur dan dikoreksi dengan menggunakan lensa positif, tapi bisa juga dikoreksi oleh proses akomodasi pasien tanpa menggunakan lensa Semua hipermetropia laten adalah hipermetropia fakultatif Akan tetapi, pasien dengan hipermetropia laten akan menolak pemakaian lensa positif karena akan mengaburkan penglihatannya. Pasien dengan hipermetropia fakultatif bisa melihat dengan jelas tanpa lensa positif tapi juga bisa melihat dengan jelas dengan menggunakan lensa positif Hipermetropia Absolut Tidak bisa dikoreksi dengan proses akomodasi Penglihatan subnormal Penglihatan jarak jauh juga bisa menjadi kabur terutama pada usia lanjut Tatalaksana Sejak usia 5 atau 6 tahun, koreksi tidak dilakukan terutama tidak munculnya gejala-gejala dan penglihatan normal pada setiap mata. Dari usia 6 atau 7 tahun hingga remaja dan berlanjut hingga waktu presbiopia, hipermetropia dikoreksi dengan lensa positif yang terkuat. Bisa memakai kaca mata atau lensa kontak.

Koreksi pada mata hipermetropi Pembedahan refraktif juga bisa dilakukan untuk membaiki hipermetropia dengan membentuk semula kurvatura kornea.Komplikasi Strabismus Mengurangi kualitas hidup Kelelahan mata dan sakit kepala

PRESBIOPIA

Presbiopia, yang biasa juga disebut penglihatan tua (presby = old = tua; opia = vision = penglihatan) merupakan keadaan normal sehubungan dengan usia, di mana kemampuan akomodasi seseorang telah mengalami penurunan sehingga sampai pada tahap di mana penglihatan pada jarak dekat menjadi kurang jelas dan terjadi pada orang yang telah lanjut usia (diatas 40 tahun). Pasien dalam kasus ini berusia 50 tahun, dimana secara teori sudah mengalami penurunan kemampuan penglihatan yang terjadi secara fisiologis dan sering disebut pula presbiopia.

Presbiopia adalah merupakan bagian dari proses penuaan yang secara alamiah dialami oleh semua orang. Penderita akan menemukan perubahan kemampuan penglihatan dekatnya pertamakali pada pertengahan usia empat puluhan. Pada usia ini, keadaan lensa kristalin berada dalam kondisi dimana elastisitasnya telah banyak berkurang sehingga menjadi lebih kaku dan menimbulkan hambatan terhadap proses akomodasi, karena proses ini utamanya adalah dengan mengubah bentuk lensa kristalin menjadi lebih cembung. Organ utama penggerak proses akomodasi adalah muskulus siliaris, yaitu suatu jaringan otot yang tersusun dari gabungan serat longitudinal, sirkuler, dan radial. Fungsi serat-serat sirkuler adalah untuk mengerutkan dan relaksasi serat-serat zonula, yang merupakan kapsul di mana lensa kristalin barada di dalamnya. Otot ini mengubah tegangan pada kapsul lensa, sehingga lensa dapat mempunyai berbagai fokus baik untuk objek berjarak dekat maupun yang berjarak jauh dalam lapangan pandang. Jika elastisitas lensa kristalin berkurang dan menjadi kaku (sclerosis), maka muskulus siliaris menjadi terhambat atau bahkan tertahan dalam mengubah kecembungan lensa kristalin.

Penanganan presbiopia adalah dengan membantu akomodasinya menggunakan lensa cembung (plus). Jika penderita presbiopia juga ngin memakai kacamata untuk penglihatan jauhnya, atau mempunyai status refraksi ametropia, maka ukuran dioptri lensa cembung itu diaplikasikan ke dalam apa yang disebut sebagai addisi. Addisi adalah perbedaan dioptri antara koreksi jauh dengan koreksi dekat. Berikut ini merupakan addisi rata rata yang ditemukan pada berbagai tingkatan usia :40 tahun - +1,00 D.45 tahun - +1,50 D.50 tahun - +2,00 D.55 tahun - +2,50 D.60 tahun - +3,00 D.

Dalam menentukan nilai addisi, penting untuk memperhatikan kebutuhan jarak kerja penderita pada waktu membaca atau melakukan pekerjaan sehari hari yang banyak membutuhkan penglihatan dekat. Karena jarak baca dekat pada umumnya adalah 33 cm, maka lensa S +3,00 D adalah lensa plus terkuat sebagai addisi yang dapat diberikan pada seseorang. Pada keadaan ini, mata tidak melakukan akomodasi bila melihat obyek yang berjarak 33 cm, karena obyek tersebut berada pada titik focus lensa S +3,00 D tersebut. Jika penderita merupakan seseorang yang dalam pekerjaannya lebih dominan menggunakan penglihatan dekat, lensa jenis fokus tunggal (monofocal) merupakan koreksi terbaik untuk digunakan sebagai kacamata baca.

Lensa bifocal atau multifocal dapat dipilih jika penderita presbiopia menginginkan penglihatan jauh dan dekatnya dapat terkoreksi. Selain dengan lensa kacamata, presbiopia juga dapat dikoreksi dengan lensa kontak multifocal, yang tersedia dalam bentuk lensa kontak keras maupun lensa kontak lunak. Hanya saja, tidak setiap orang dapat menggunakan lensa kontak ini, karena membutuhkan perlakuan dan perawatan secara khusus. Metode lain dalam mengkoreksi presbiopia adalah dengan tehnik monovision ( penglihatan tunggal ), di mana salah satu mata dikondisikan hanya bisa untuk melihat jauh saja, dan mata yang satunya lagi dikondisikan hanya bisa untuk melihat dekat. Alat koreksi yang dipakai bisa berupa lensa kacamata atau lensa kontak. Ada beberapa orang yang dapat menggunakan metode ini, sementara sebagian besar yang lain dapat pusing pusing atau kehilangan kedalaman persepsi atas obyek yang dilihat.

ASTIGMATISMA

Astigmatisma adalah sebuah gejala penyimpangan dalam pembentukkan bayangan pada lensa, hal ini disebabkan oleh cacat lensa yang tidak dapat memberikan gambaran/ bayangan garis vertikal dengan horizotal secara bersamaan.cacat mata ini dering disebut juga mata silinder.

Penyebabnya umumnya adalah bawaan. Beberapa penyakit mata dan pasca bedah kornea, juga dapat menjadi penyebabnya. Astigmat bawaan tidak bisa sembuh total, tetapi dapat dikoreksi dengan kacamata, lensa kontak atau dengan bedah lasik, dan yang disebakan oleh penyakit misalnya timbilen (hordeulum), selaput konjuctiva (pterigium) akan hilang apabila penyakitnya sembuh atau di operasi, sedang astigmat pasca bedah kornea dapat dikurangi dengan melepas jahitan atau dengan kacamata.

Oleh karena astigmat dapat menimbulkan pusing, kelelahan mata bahkan kabur maka sebaiknya jika ada keluhan tersebut segera di konsultasikan ke dokter spesialis mata.Astigmatisma disebabkan karena kornea mata tidak berbentuk sferik (irisan bola), melainkan lebih melengkung pada satu bidang dari pada bidang lainnya. Akibatnya benda yang berupa titik difokuskan sebagai garis. Mata astigmatisma juga memfokuskan sinar-sinar pada bidang vertikal lebih pendek dari sinar-sinar pada bidang horisontal.

Klasifikasi Simple hyperopic astigmatism Satu meridian prinsipal adalah emmetropik; yang satu lagi hiperopik

Simple miopic astigmatism Satu meridian prinsipal adalah emmetropik; yang satu lagi miopik

Compound hyperopic astigmatism Kedua meridian prinsipal hiperopik pada derajat yang berbeda

Compound miopic astigmatism Kedua meridian prinsipal miopik pada derajat yang berbeda

Mixed astigmatism Satu meridian prinsipal adalah hiperopik, yang satu lagi miopik

Terdapat beberapa bentuk dari astigmatisme: Regular Meridian-meridian prinsipal bersudut tegak antara satu dengan yang lainnya. Kondisi ini bisa dikoreksi dengan lensa silinder Irregular Meridian-meridian prinsipal tidak bersudut tegak antara satu dengan yang lainnya, biasanya disebabkan oleh ketidakrataan kurvatura kornea. Tidak bisa dikoreksi dengan sempurna dengan lensa silinder Oblique Meridian-meridian prinsipal berada antara sudut 30o hingga 60o atau antara sudut 150o hingga 180o Symmetrical Meridian-meridian prinsipal setiap mata berada pada posisi simetris dari deviasi garis median. Jika aksis dari setiap mata dikoreksi dengan lensa silinder dengan tanda yang sama dan jumlah sudutnya 180o, astigmatisme itu simetris. Variasi maksimum yang bisa ditoleransi sebesar 15o. Contoh symmetrical astigmatism: O.D. : -cx. 60o, O.S. : -cx. 120o Asymmetrical Tidak ada hubungan simetris dari meridian-meridian prinsipal dari garis median. Kepala yang dimiringkan seringkali disebabkan oleh asymmetrical astigmatism ataupun oblique. Ini adalah salah satu jenis tortikolis tipe okular, yang akan hilang jika astigmatismenya dikoreksi dengan benar. Asymmetrical lebih jarang dibandingkan dengan symmetrical. Contoh asymmetrical astigmatism: O.D. : -cx. 120o, O.S. : -cx. 180o With-the-rule astigmatism Meridian vertikal dari mata mempunyai kurvatura yang terbesar antara sudut 60o hingga 120o. Kondisi ini dikoreksi dengan cx. 180o atau +cx. 90o Against-the-rule astigmatism Meridian horizontal dari mata mempunyai kurvatura yang terbesar antara sudut 0o hingga 30o dan 150o hingga 180o. Kondisi ini dikoreksi dengan cx. 90o atau dengan +cx. 180o. Ini lebih jarang dibandingkan dengan with-the-rule astigmatism. Tatalaksana Astigmatisme bisa dikoreksi dengan menggunakan lensa silinder tergantung gejala dan jumlah astigmatismenya Untuk astigmatisme yang kecil, tidak perlu dikoreksi dengan silinder Untuk astigmatisme yang gejalanya timbul, pemakaian lensa silender bertujuan untuk mengurangkan gejalanya walaupun kadang-kadang tidak memperbaiki tajam penglihatan Aturan koreksi dengan lensa silinder adalah dengan meletakkannya pada aksis 90o dari garis tergelap yang dilihat pasien pada kartu tes astigmatisme. Untuk astigmatisme miopia, digunakan silinder negatif, untuk astigmatisme hiperopia, digunakan silinder positif Untuk astigmatisme irregular, lensa kontak bisa digunakan untuk meneutralisasi permukaan kornea yang tidak rata Selain itu, astigmatisme juga bisa dikoreksi dengan pembedahan LASIK, keratektomi fotorefraktif dan LASEK

Astigmat derajat kecil masih bisa di toleransi oleh mata apabila mata dalam keadaan sehat. Oleh karena itu perlu menjaga kesehatan mata dengan cara jika melihat dekat jangan terlalu lama, maksimal 2 jam dan diistirahatkan kurang lebih 15 menit. Salah satu cara mengatasi astigmatisma yang effisien ialah dengan menggunakan kacamata berbentuk silindris.

ANISOMETRIA

Anisometropia adalah suatu keadaan dimana mata mempunyai kelainan refraksi yang tidak sama pada mata kanan dan mata mata kiri. Dapat saja satu mata myopia sedang mata yang lainnya hypermetropia. Perbedaan kelainan ini paling sedikit 1.0 Dioptri. Jika terdapat anisometropia 2.5 - 3.0 Dioptri maka akan dirasakan terjadi perbedaan besar bayangan 5%, yang mengakibatkan akan terganggunya fusi. Pada keadaan ini dapat terjadi supresi penglihatan pada satu mata. Fusi merupakan proses mental yang menggabungkankan bayangan yang dibuat oleh 2 mata untuk membentuk lapangan dimensi penglihatan binokuler. Pada kelainan refraksi atau satu mata lemah maka penglihatan binokuler menjadi lemah. Akibat dari keadaan ini otak akan mencari yang mudah sehingga memakai kacamata yang tidak memberikan kesukaran untuk melihat. Sebab anisometropia adalah kelainan konginetal atau akibat trauma bedah yang menimbulkan jaringan parut sehingga timbul astigmatisme. Anisometropia akan mengakibatkan perbedaan tajam penglihatan aniseikonia dan aniseiforia.

Anisometropia pada hypermetropia lebih buruk dibanding pada myopia. Pada anak ia kan melihat terutama dengan mata yang jelas dan membiarkan penglihatan yang kabur atau lemah tidak melihat biasanya yang lebih hypermetropia sehingga mata tersebut menjadi ambliopia.

Pada anisometropia : Kurang dari 1.5 D masih terdapat fusi dan penglihatan stereoskopik. Antara 1.5 - 3.0 D, jika terjadi kelelahan maka mata yang tidak dominan akan mengalami supresi. Dengan anisometropia sumbu, dapat dikoreksi dengan kacamata. Apalagi dengan mengingat hukum Knapp.

Keluhan pada anisometropia pasien dengan anisometropia akan memberikan keluhan : sakit kepala astenopia ( keadaan lelah, panas pada mata, berair, mata sakit, rasa tertekan) silau atau fotofobia sukar membaca gelisah vertigo pusing lesu gangguan melihat ruang (dimensi)

Pengobatan terutama ditujukan pada pencegahan timbulnya ambliopia, aniseikonia dengan memakai lensa kontak dan jika terjadi phoria dipakailah lensa prisma. Pengobatan anisometropia pada anak-anak dilakukan dengan pemberian lensa koreksi pada kacamata ukuran penuh, kemudian dilakukan latihan ortopik dan jika perlu dilakukan bebat mata.

Daftar Pustaka1. Riordan-Eva P, White OW. Optik & Refraksi. In: Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Oftalmologi Umum. 14th ed. Alih Bahasa: Pendit BU. Jakarta: Widya Medika, 2000.2. Ilyas S. Tajam Penglihatan dan Kelainan Refraksi Penglihatan Warna. In: Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. 3rd ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2009.3. Wijana N. Refraksi. In: Wijana N. Ilmu Penyakit Mata. 3rd ed. Jakarta: 1983