Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

71
KATA PENGANTAR Bismillahirahmanirrahim Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “FORMULASI MIKROEMULSI MINYAK KELAPA MURNI (Virgin coconut oil) DENGAN TWEEN 80 SEBAGAI SURFAKTAN”. Penelitian ini merupakan penelitian yang didanai oleh Lembaga Penelitian UHAMKA. Pada kesempatan ini izinkanlah penulis untuk menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Suyatno, M.Pd selaku Rektor UHAMKA. 2. Bapak Drs. Daniel Fernandez, M.Si. selaku Ketua Lemlit UHAMKA. 3. Bapak Drs. H. Endang Abutarya, M.Pd, selaku Dekan FMIPA UHAMKA. 4. Bapak Hadi Sunaryo, M.Si., Apt., selaku Ketua Program Studi Farmasi FMIPA UHAMKA. 5. Dosen - dosen FMIPA UHAMKA yang telah memberikan masukan dalam penelitian ini. 6. Saudari Wina Septilawati yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam dalam penulisan laporan ini, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun . Penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya serta perkembangan ilmu pengetahuan dimasa yang akan datang. Jakarta, Januari 2011 Penulis

description

fsrmsdi fisik

Transcript of Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

Page 1: Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “FORMULASI MIKROEMULSI MINYAK KELAPA MURNI (Virgin coconut oil) DENGAN TWEEN 80 SEBAGAI SURFAKTAN”.

Penelitian ini merupakan penelitian yang didanai oleh Lembaga Penelitian UHAMKA. Pada kesempatan ini izinkanlah penulis untuk menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Suyatno, M.Pd selaku Rektor UHAMKA. 2. Bapak Drs. Daniel Fernandez, M.Si. selaku Ketua Lemlit UHAMKA. 3. Bapak Drs. H. Endang Abutarya, M.Pd, selaku Dekan FMIPA UHAMKA. 4. Bapak Hadi Sunaryo, M.Si., Apt., selaku Ketua Program Studi Farmasi FMIPA

UHAMKA. 5. Dosen - dosen FMIPA UHAMKA yang telah memberikan masukan dalam

penelitian ini. 6. Saudari Wina Septilawati yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian

ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam dalam penulisan laporan ini, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun .

Penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya serta perkembangan ilmu pengetahuan dimasa yang akan datang.

Jakarta, Januari 2011

Penulis

iv

Page 2: Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

DAFTAR ISI

Halaman LEMBAR PENGESAHAN………............................................... iABSTRAK…………………………………………………………......... iiKATA PENGANTAR…………………………………………………. iiiDAFTAR ISI…………………………………………………………… ivDAFTAR GAMBAR…………………………………………………… viDAFTAR TABEL………………………………………………………. viiDAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………. viii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………… 1A. Latar Belakang…………………………………………. 1B. Identifikasi Masalah……………………………………. 3C. Pembatasan Masalah…………………………………… 3D. Perumusan Masalah……………………………………. 3E. Tujuan Penelitian………………………………………. 4F. Manfaat Penelitian……………………………………... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……...............................……... 5A. Virgin Coconut Oil (VCO) …………………………..... 5B. Kulit ……………………………………………………. 6C. Surfaktan ………………………………………………. 8D. Mikroemulsi ……………………………………………. 9E. Monografi bahan Tambahan ...…………………………. 16F. Hipotesis……………………………………………….. 17

BAB III METODOLOGI PENELITIAN………………………......... 18A. Tempat dan Waktu Penelitian……………........................... 18B. Alat dan Bahan……………………………………….......... 18C. Pola Penelitian………………………………………........... 19D. Prosedur Penelitian…………………………………........... 19E. Analisis Data………………………………........................ 21

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...................................... 22A. Hasil................................................................. 22B. Pembahasan..................................................... 26

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN…………………………... 32A. Kesimpulan………………………………………….......... 32B. Saran………………………………………………….......... 32

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………............ 33LAMPIRAN-LAMPIRAN........................................................... 35

v

Page 3: Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram fase mikroemulsi................................................................. 12Gambar 2. Grafik hasil pengukuran pH.............................................................. 24Gambar 3. Hasil pengukuran viskositas............................................................... 25

v i

Page 4: Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

DAFTAR TABEL

Tabel I. Formula mikroemulsi.................................................................. 19Tabel II. Bentuk fisik minyak kelapa murni............................................... 22Tabel III. Hasil pemeriksaan karateristik VCO............................................ 22Tabel VI. Pengamatan organoleptis mikroemulsi VCO............................... 23Tabel V. Hasil pengukuran bobot jenis...................................................... 24Tabel VI. Hasil pengamatan pemisahan fase pada siklus freeze thaw.... 25Tabel VII. Hasil pemisahan fase pada sentrifugasi........................................ 26Tabel VIII. Hasil pengukuran tegangan permukaan mikroemulsi................... 26

vii

Page 5: Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Karateristik minyak kelapa murni (VCO)................................................ 35Lampiran 2 Data hasil pengukuran pH dan viskositas selama penyimpanan............. 36Lampiran 3. Grafik hasil pengukuran ukuran partikel mikroemulsi............................. 37Lampiran 4. Hasil analisa statistik viskositas.............................................................. 38Lampiran 5. Hasil formula mikroemulsi minyak kelapa murni.................................... 39

v iii

Page 6: Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Minyak kelapa murni (virgin coconut oil) merupakan minyak kelapa yang

dihasilkan dengan sebuah proses alamiah tanpa menggunakan zat kimia atau bahan

sintetik lainnya yang tidak mempunyai efek samping bagi tubuh. Minyak kelapa murni

mengandung senyawa-senyawa aktif yang bermanfaat bagi tubuh manusia. Senyawa-

senyawa aktif tersebut antara lain tokoferol, dan beberapa jenis asam lemak

seperti kaproat, kaprilat, kaprat, dan laurat. Tokoferol berkhasiat sebagai

antioksidan sehingga dapat memperkuat sistem kekebalan tubuh, dan menangkal

radikal bebas (Nur, A. 2005).

Manfaat yang luas dari minyak kelapa murni tidak hanya digunakan sebagai

pengobatan, tetapi juga untuk perawatan dan kecantikan kulit. Minyak kelapa

murni mengandung antioksidan tinggi yang berkhasiat sebagai anti radikal

bebas dan anti penuaan pada kulit. Tetapi hal ini kurang didukung oleh bentuk

sediaan minyak kelapa murni jika digunakan secara topikal. Selain itu minyak

kelapa murni sulit dibersihkan dengan air sehingga kurang nyaman. Untuk

mengatasinya minyak kelapa murni dapat diformulasi dalam bentuk

mikroemulsi.

Mikroemulsi merupakan suatu sistem dispersi yang dikembangkan dari

sediaan emulsi. Mikroemulsi merupakan sistem dispersi minyak dengan air

yang distabilkan oleh lapisan antarmuka dari molekul surfaktan (El-laithy, H.

ix

Page 7: Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

M. 2003). Mikroemulsi terdiri dari minyak, air, surfaktan, dan co-surfaktan.

Surfaktan yang digunakan dapat tunggal maupun campuran dengan surfaktan

yang lain (Purnojati, P. Patil R,T, Sheth P,D, Bommared G, Dondeti P dan

Egbaria K. 2002). Jika dibandingkan dengan emulsi, mikroemulsi mempunyai

beberapa kelebihan diantaranya stabil secara termodinamika, jernih, transparan,

viskositasnya rendah, serta mempunyai tingkat solubilisasi yang tinggi sehingga

dapat meningkatakan bioavaibilitas obat di dalam tubuh. Karateristik tersebut

membuat mikroemulsi mempunyai peranan sebagai alternatif dalam formula

untuk zat aktif yang tidak larut (Gulati R, Sharma. S dan Gupta V. 2002 &

Gulati R, Sharma. S dan Gupta V. 2002).

Mikroemulsi dapat digunakan secara baik secara oral maupun topikal.

Penggunaannya secara topikal yang dapat meningkatkan kelarutan minyak dan

ukuran partikel yang sangat kecil semakin mempercepat mikroemulsi

menembus lapisan-lapisan kulit manusia (Gulati R, Sharma. S dan Gupta V.

2002). Oleh karena itu, minyak kelapa murni sangat baik jika dibentuk dalam

sediaan mikroemulsi.

Pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan sediaan mikroemulsi

minyak dalam air (M/A) dengan menggunakan minyak kelapa murni sebagai

fase minyak. Percobaan dilakukan dengan variasi surfaktan tween 20 yang

bertujuan untuk mengetahui konsentrasi surfaktan yang terbaik dan optimal

agar menghasilkan sediaan mikroemulsi yang jernih. Selama percobaan

karateristik, dan kestabilan mikroemulsi diperhatikan dari pemeriksaan

organoleptis, bobot jenis, uji pH, uji stabilitas, uji viskositas, sentrifugasi, dan

x

Page 8: Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

pengukuran ukuran partikel mikroemulsi (Rieger MM. 2000, Martin, A. 1993 dan

Idson, B. 1989.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat diidentifikasikan masalah

sebagai berikut :

1. Apakah minyak kelapa murni dapat diformulasikan menjadi sediaan

mikroemulsi yang stabil secara fisik?

2. Pada konsentrasi berapa tween 80 sebagai surfaktan yang optimal dapat

menghasilkan sediaan mikroemulsi minyak kelapa murni yang stabil secara

fisik?

C. Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada penambahan tween 80 sebagai surfaktan dalam

berbagai konsentrasi terhadap stabilitas fisik mikroemulsi minyak kelapa murni

(Virgin Coconut Oil).

D. Perumusan Masalah

Apakah peningkatan konsentrasi tween 80 sebagai surfaktan dapat

berpengaruh terhadap stabilitas fisik mikroemulsi minyak kelapa murni (Virgin

Coconut Oil)?

x i

Page 9: Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membuat sediaan mikroemulsi minyak kelapa murni

(Virgin Coconut Oil) yang stabil secara fisika.

F. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang

pemanfaatan minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil) sebagai fase minyak

pada sediaan mikroemulsi, dan melihat pengaruh peningkatan konsentrasi tween

80 sebagai surfaktan terhadap stabilitas fisik mikroemulsi.

xii

Page 10: Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Virgin Coconut Oil (VCO)

Virgin Coconut Oil atau minyak kelapa murni dihasilkan dari buah kelapa

tua yang segar atau baru dipetik, bukan terbuat dari kopra seperti minyak kelapa

biasa, dan proses pembuatannya pun tidak menggunakan bahan kimia dan

pemanasan tinggi. CODEX Alimentarius mendefinisikan minyak kelapa murni

sebagai minyak dan lemak makan yang dihasilkan tanpa mengubah minyak.

Minyak diperoleh hanya dengan perlakuan mekanis dan pemanasan minimal,

karena tidak melalui pemanasan tinggi maka vitamin E dan enzim-enzim yang

terkandung di dalam daging buah kelapa dapat dipertahankan (Nur, A. 2005).

Minyak kelapa murni tersusun atas senyawa organik campuran ester dari

gliserol dan asam lemak yang disebut dengan gliserida serta larut dalam pelarut

minyak atau lemak, berbentuk cair pada suhu 26-350C, tetapi berubah menjadi

lemak beku jika suhunya turun minyak kelapa murni dalam keadaan padat, titik

lelehnya 24-270C.

Minyak kelapa murni mengandung asam laurat yang sangat tinggi (45-

50%), suatu lemak jenuh berantai sedang (jumlah karbon 12) yang biasa disebut

dengan Medium Chain Fatty Acid (MCFA), juga mengandung asam laurat

yang mempunyai perangkat antivirus yang hebat. Selain mengandung asam laurat

juga mengandung asam kaprat, yaitu asam lemak yang memiliki sifat antimikroba

yang sangat kuat.

x iii

Page 11: Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

Minyak kelapa murni mengandung Medium Chain Trygliceride (MCT)

yang mudah diserap oleh sel, yang selanjutnya masuk ke dalam mitokondria

sehingga metabolisme tubuh meningkat. Tambahan energi dari metabolisme

tersebut menghasilkan efek stimulasi dalam tubuh terhadap penyakit dan

mempercepat penyembuhan dari sakit. MCT adalah asam lemak berantai C6

(kaproat), C8 (kaprilat), C10 (kaprat), dan C12 (laurat). Minyak kelapa murni

juga mengandung tokoferol (0,03%) yang berfungsi sebagai antioksidan

sehingga menurunkan kebutuhan vitamin E.

Teknologi pengolahan minyak kelapa murni yang paling banyak digunakan adalah

penggilingan basah dan fermentasi. Pada penggilingan basah, minyak diekstrak dari

daging kelapa segar tanpa didahului penggilingan, kemudian santan dikeluarkan

dengan diperas, dan minyak dipisahkan melalui pemanasan pada suhu 100-1100C

hingga terbentuk blondo (massa padatan yang terlarut dalam santan). Minyak

disaring saat blondo masih berwarna putih lalu dipanaskan kembali dengan

menggunakan kertas saring.

Pada metode fermentasi, santan yang dikeluarkan dari kelapa yang baru saja

dipetik difermentasi slama 24-26 jam. Selama waktu tersebut air dipisahkan

dari minyak untuk menghilangan kandungan air kemudian disaring (Setiaji.

2006.

B. Kulit

Kulit adalah lapisan jaringan yang terdapat pada lapisan luar tubuh yang

menutupi dan melindungi permukaan tubuh. Fungsi kulit yaitu pengatur panas,

x iv

Page 12: Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

melindungi tubuh terhadap luka, mekanis, kimia, dan termis karena epitelnya

dengan bantuan sekret kalenjar memberikan perlindungan terhadap kulit,

perlindungan terhadap mikroorganisme pathogen, mengatur kseimbangan

cairan melalui sirkulasi kalenjar, alat indra melalui persyarafan sensorik dan

tekanan temperatur serta nyeri, sebagai alat rangsangan rasa yang dibawa oleh saraf

sensorik dan motorik ke otak. Kulit manusia terdiri dari tiga lapisan utama,

yaitu: (Syarifudin. 1997)

1. Lapisan epidermis (kulit ari)

Merupakan lapisan terluar dengan tebal 0,16-0,8 mm, terdiri dari banyak

lapisan sel keratinosit yang selalu aktif melakukan regenerasi dengan proses

slama 28 hari. Epidermis dibagi 5 lapisan : stratum corneum (lapisan

tanduk), stratum lusidum (lapisan tintangan), stratum garnulosum

(lapisan

seperti butir), stratum spinosum (lapisan sel duri), dan stratum

gernatium

(sel basah).

2. Lapisan dermis

Lapisan dermis merupakan anyaman serabut kolagen dan elastin yang

bertanggung jawab untuk sifat-sifat penting dari kulit. Dermis adalah

lapisan kedua dari kulit, batas dengan epidermis dilapisi oleh membran

basalis dan di sebelah bawah berbatasan dengan subkutis. 3.

Jaringan subkutis

Terdiri dari kumpulan-kumpulan sel lemak dan di antara gerombolan ini

berjalan serabut-serabut jaringan ikat dermis. Sel-sel lemak berbentuk bulat

dengan inti terdesak ke pinggir sehingga membentuk seperti cincin.

Page 13: Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

xv

Page 14: Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

C. Surfaktan

Surfaktan atau zat aktif permukaan adalah molekul yang struktur kimianya

terdiri dari dua bagian dan mempunyai perbedaan afinitas terhadap berbagai

pelarut yaitu bagian hidrofobik dan hidrofilik. Bagian hidrofobik terdiri dari

rantai panjang hidrokarbon terhalogenasi atau teroksigenasi, bagian ini

mempunyai afinitas terhadap minyak atau pelarut non polar, sedangkan bagian

hidrofilik dapat berupa ion, gugus polar, atau gugus-gugus yang larut dalam air. Oleh

karena itu surfaktan seringkali disebut ampifil karena mempunyai afinitas tertentu

baik terhadap pelarut polar maupun non polar.

Surfaktan secara dominan terhadap hidrofilik, hidrofobik atau berada di

antara minyak air. Ampifilik merupakan sifat dari surfaktan yang menyebabkan

zat terabsorpsi pada antarmuka, apakah cair/gas, atau cair/cair. Agar surfaktan

terpusat pada antarmuka, harus diimbangi dengan jumlah gugus-gugus yang

larut air dan minyak. Bila molekul terlalu hidrofilik atau hidrofobik maka tidak

akan memberikan efek pada antarmuka. Adsorpsi molekul surfaktan di

permukaan cairan akan menurunkan tegangan permukaan dan adsorpsi di antara

cairan akan menurunkan tegangan antarmuka (Lachman.1994).

Tegangan permukaan adalah gaya persatuan panjang yang harus diberikan

sejajar dengan permukaan cairan untuk mengimbangi tarikan ke dalam.

Tegangan antarmuka adalah gaya persatuan panjang yang terdapat antarmuka

dua fase cair yang tidak bercampur, dan seperti tegangan permukaan

mempunyai satuan dyne/cm. Tegangan antarmuka selalu lebih kecil daripada

tegangan permukaan karena gaya adhesif antar dua fase cair yang membentuk

x vi

Page 15: Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

suatu antarmuka adalah lebih besar daripada bila suatu fase cair dan suatu fase gas

berada bersama-sama. Apabila dua cairan bercampur dengan sempurna, tidak ada

tegangan antarmuka yang terjadi. Surfaktan terbagi menjadi :

a. surfaktan anionik

Surfaktan yang larut dalam air dan berionisasi menjadi ion negatif dan ion

positf. Ion negatif bertindak sebagai surfaktan misalnya Natrium lauril

sulfat.

b. surfaktan kationik

Surfaktan yang larut dalam air, berionisasi menjadi ion negatif dan ion

positif. Ion postif bertindak sebagai surfaktan, misalnya N-setil n-etil

morfolium etosulfat.

c. surfaktan amfoter

Surfaktan yang molekulnya bersifat amfoter, misalnya : Asil

aminopropiona, Imidazolinum betaine.

d. surfaktan nonionik

Surfaktan non ionik adalah surfaktan yang larut dalam air tetapi tidak

berionisasi, misalnya : tween, dan span.

D. Mikroemulsi

Mikroemulsi merupakan sistem dispersi isotropik, jernih dan stabil secara

termodinamika dari dua cairan yang tidak bercampur, yang distabilkan oleh

lapisan antarmuka dari molekul surfaktan, dan surfaktan yang digunakan dapat

dalam bentuk murni, campuran atau kombinasi dengan bahan tambahan

lainnya. Secara operasional, mikroemulsi dapat didefinisikan sebagai dispersi

xv ii

Page 16: Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

dari cairan-cairan yang tidak larut dalam suatu cairan lain, yang terlihat jernih dan

homogen yang dapat terlihat secara visual.

Pencampuran sejumlah kecil minyak dengan air menghasilkan sistem dua

fase yang tidak tercampur, jika sejumlah kecil minyak ditambahkan ke dalam

suatu larutan surfaktan dalam air yang sesuai dengan keadaan misel, minyak

lebih memilih larut dalam bagian dari misel karena sifatnya yang hidrofobik.

Sebagai salah satu sistem penghantaran obat yang relatif baru mikroemulsi

juga mempunyai kelemahan yaitu lapisan tunggal yang terbentuk pada

permukaan antara fase minyak dan air harus distabilkan dengan sejumlah besar

surfaktan, sampai 5 kali banyak dari yang dibutuhkan oleh suatu emulsi untuk

mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan cara membuat variasi

konsentrasi antara fase minyak dengan fase air. Sediaan mikroemulsi berada di

antara solubilized solution yang stabil dan emulsi yang relatif tidak stabil

(Martin. 1993).

Mikroemulsi terdiri atas bermacam-macam sistem dispersi yaitu tipe M/A

(minyak dalam air) yaitu mikroemulsi mengandung tetesan minyak dalam fase air,

tipe A/M (air dalam minyak) yaitu mikroemulsi mengandung tetesan air dalam

fase minyak. Mikroemulsi seringkali disebut sebagai suatu sistem terlarut karena

secara makroskopis berprilaku sebagai suatu larutan dengan diameter tetesan yang

sangat kecil (Martin. 1993).

Ukuran diameter tetesan dalam mikroemulsi kurang dari ¼ panjang

gelombang cahaya putih atau tepatnya kurang dari 1400 A (Lawrence. 2000).

Untuk mengukur ukuran diameter dan distribusi partikel menggunakan alat

xv iii

Page 17: Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

SAXS (Small Angle X-Ray Scattering), PCS (Photon Correlation

Spectroscopy), dan SANS (Small Angle Neutron Scattering). Mikroemulsi

merupakan suatu sistem yang menarik dikarenakan permukaan minyak, air, dan

surfaktan membentuk berbagai macam bentuk struktur untuk menghindari kontak

langsung antara minyak dengan air (Lawrence. 2000).

Mikroemulsi tipe M/A dapat terbentuk secara spontan melalui pencampuran

dan memberikan keuntungan sebagai sistem pembawa obat, karena

mikroemulsi ini dapat menyatukan obat yang bersifat hidrofobik, meningkatkan

kelarutannya, sehingga dapat diberikan dalam sediaan untuk rute topikal, oral,

atau intravena.

Mikroemulsi dan emulsi mempunyai perbedaan yang luas secara fisik dan

farmakodinamik. Campuran berwarna keruh akibat dari terbentuknya partikel

besar yang tidak tembus cahaya adalah suatu emulsi, sedangkan suatu larutan

transparan dan stabil adalah mikroemulsi yang mengandung partikel-partikel

kecil (Feely. 2001).Bila suatu emulsi dapat menggunakan surfaktan yang

bersifat hidrofilik atau hidrofobik, maka suatu mikroemulsi mebutuhkan

surfaktan yang mempunyai nilai hidrofilik sedang. Kelebihan yang dimiliki oleh

mikroemulsi bila dibandingkan dengan emulsi antara lain, stabil secara

termodinamik, pembuatan mudah untuk skala besar, penampilan transparan,

dan elegan.

Hubungan phase behavior dari campuran setiap komposisi yang ada dalam

sistem mikroemulsi dapat dilihat dengan bantuan fase diagram. Hal ini

x ix

Page 18: Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

dimaksudkan untuk menentukan komposisi yang tepat dari fase air, minyak, dan

surfaktan yang akan membentuk suatu sistem mikroemulsi (Bakan, J.A. 1995).

Gambar 1. Fase diagram mikromulsi

Teori pembentukan mikroemulsi (Bakan, J.A. 1995)

1) Teori bauran lapisan

Pengetahuan awal tentang mikroemulsi dikembangkan oleh Schulman

tentang penurunan tegangan lapisan antar permukaan sehingga menjadi

sangat rendah. Pembentukan partikel mikroemulsi yang spontan

berhubungan dengan pembentukan terhadap suatu lapisan yang kompleks

pada antar permukaan minyak-air oleh surfaktan dan ko-surfaktan. Hal ini

menyebabkan penurunan tegangan antar permukaan minyak-air pada nilai

yang sangat rendah.

2) Teori kelarutan (solubilisasi)

Kelompok Shinoda dan Friberk menganggap mikroemulsi merupakan

larutan monofase yang stabil secara termodinamika dari misel speris air atau

xx

Page 19: Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

minyak, karena surfaktan memiliki kecenderungan untuk berkelompok

membentuk suatu yang disebut misel dan konsentrasi yang ditambahkan

saat terbentuk kelompok misel yang disebut Criticall Micell Concentration

(CMC).

Sifat terpenting misel adalah kemampuannya untuk menaikkan kelarutan zat-

zat yang biasanya sukar larut atau sedikit larut dalam pelarut yang

digunakan. Proses ini disebut solubilisasi yang terbentuk antara molekul zat

yang larut berasosiasi dengan misel surfaktan membentuk larutan yang

jernih dan stabil secara termodinamika.

3) Teori termodinamika

Teori lapisan antar permukaan tidak menjelaskan mengapa mikroemulsi dapat

terbentuk adanya co-surfaktan untuk mikroemulsi yang terbentuk secara

spontan, energi bebas yang terlibat ditunjukkan dalam persamaan berikut :

(Bakan, J.A. 1995)

ઢG = γઢA

(di mana ઢG adalah perubahan energi bebas dari sistem yang menyertai

perubahan dalam luas antarmuka. ઢA adalah kebalikan di dalam area

permukaan ઢA, dan γ adalah tegangan antarmuka).

Mikroemulsi tidak stabil secara fisika jika pada saat didiamkan, fase

terdispersi akan beragregasi, agregatnya naik ke permukaan, atau turun ke dasar

emulsi membentuk lapisan yang lebih pekat, serta terdapat fase diam yang tidak

teremulsikan sehingga membentuk lapisan yang lain (Idson. 1989, Ansel. 1989

x xi

Page 20: Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

dan Lachman. 1994). Bentuk ketidakstabilan tersebut dapat dikelompokkan

sebagai berikut :

1) Creaming dan sedimentasi

Creaming adalah peristiwa di mana globul-globul fase dalam yang terpisah

dari fase luar. Sedimentasi adalah peristiwa di mana globul-globul fase

dalam bergerak ke bawah. Peristiwa-peristiwa ini bergantung dari bobot

jenis fase dalam dan fase luar mikroemulsi. Creaming dan sedimentasi

dapat menyebabkan globul-globul saling berdekatan dan bias menimbulkan

coalescence. Hal ini dapat diatasi dengan memperkecil ukuran partikel dan

menaikkan viskositas.

2) Aggregation dan coalesence

Flokulasi (aggregation) dan coalescence adalah gejala

ketidakstabilan

mikroemulsi yang lebih serius. Flokulasi adalah kondisi fase dalam atau

sesudah proses creaming. Flokulasi dipengaruhi oleh muatan pada

permukaan bulatan-bulatan yang teremulsi. Jika tidak ada suatu pembatas

pelindung (mekanik) pada antarmuka karena emulgator tidak cukup maka

tetesan-tetesan emulsi akan beragregasi dan menggumpal dengan cepat.

3) Kondisi tekanan

Kondisi tekanan adalah kondisi yang digunakan untuk mengevaluasi

kestabilan sediaan emulsi atau mikroemulsi meliputi umur, temperatur,

sentrifugasi, dan pengocokan.

xx ii

Page 21: Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

a) Umur dan temperatur

Setelah proses pembuatan mikroemulsi dapat disimpan pada

kondisi-kondisi tertentu yang dipengaruhi oleh suhu, dan waktu

penyimpanan. Cycling test dilakukan pada 2 kondisi yang berbeda yaitu

pada 40C selama 24 jam, lalu dipindahkan ke dalam oven dengan suhu

450C selama 24 jam (1 siklus). Mikroemulsi dikatakan stabil jika selama

6-8 siklus tidak terdapat tanda-tanda pemisahan. Mikroemulsi juga harus

stabil jika disimpan pada suhu 450C dan 500C selama 60-90 hari, suhu

370C selama 56 bulan, dan pada temperatur kamar selama 12-18 bulan.

b) Sentrifugasi

Usia simpan mikroemulsi dapat diramalkan melalui pengamatan

pemisahan fase dalam, terbentuknya krim atau penggumpalan pada

mikroemulsi yang dipaparkan. Sentrifugasi Becher menyatakan bahwa

sentrifugasi pada 3750 rpm dalam suatu radius sentrifugasi 10 cm

selama 5 jam setara dengan efek gravitasi selama 1 tahun.

c) Pengadukan

Pengadukan dapat memecah mikroemulsi. Mikroemulsi jernih dapat

menjadi keruh (terjadi penggumpalan) pada pengadukan yang singkat.

Pengadukan yang berlebihan juga bisa mengganggu pembentukan

mikroemulsi dan dapat memecah mikroemulsi.

xx iii

Page 22: Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

E. Monografi Bahan Tambahan

i. Tween 80 (sorbiton monostearat)

Pemerian :Cairan berwarna kuning, mempunyai bau yang khas,

memberikan sensasi hangat pada kulit.

Kelarutan :Larut dalam air, alkohol dioxin, etil asetat, dan alkohol

Penggunaan :Sebagai surfaktan (Rowe, RC. Sheskey, J.P 2003).

ii. Sorbitol

Sinonim : Sorbitol instant, Hydex

Rumus molekul : C6H14O6

Berat molekul : 182,17

Pemerian : Serbuk, granul atau lempengan, higroskopis, warna

putih, rasa manis.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, sukar larut dalam

etanol, dalam metanol dan dalam asam asetat.

Penggunaan : Sebagai humektan

iii. Nipagin (metal paraben)

Pemerian :Hablur kecil, tidak berwarna, putih, tidak berbau.

Kelarutan :Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol.

Penggunaan :Zat pengawet dengan kadar 0,02%-0,3%

iv. Nipasol (propil paraben)

Pemerian :Sebuk hablur putih, tidak berbau, tidak berasa.

Kelarutan :Sangat sukar larut dalam air.

Penggunaan :Zat pengawet dengan kadar 0,01%-0,6%.

xx iv

Page 23: Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

F. Hipotesis

Minyak kelapa murni (virgin coconut oil) dapat dibuat sebagai mikroemulsi

dengan penambahan Tween 80 sebagai surfaktan untuk menghasilkan sediaan yang

stabil dan memenuhi persyaratan farmasetika.

x xv

Page 24: Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Farmasi Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UHAMKA, Laboratorium Farmasi

Non Steril Departemen Farmasi UI dan Laboratorium Inkubator BPPT

Serpong.

2. Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli s.d Desember 2010

B. Alat dan Bahan

1. Alat-alat

Timbangan analitik, oven, lemari pendingin, piknometer 25 ml, pH

meter, viskometer Brookfield, nanosizer, tensiometer Do Nouy, alat

sentrifugasi dan alat-alat gelas lainnya.

2. Bahan - bahan

Minyak kelapa murni (VCO), tween 80, nipagin, nipasol, sorbitol,

berbagai pereaksi kimia dan aquadest.

xx vi

Page 25: Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

C. Pola Penelitian

1. Pemeriksaan karakteristik minyak kelapa murni

2. Pembuatan sediaan mikroemulsi minyak kelapa murni

3. Evaluasi sediaan mikroemulsi minyak kelapa murni

D. Prosedur Penelitian

1. Pemeriksaan karateristik minyak kelapa murni

Pemeriksaan yang dilakukan adalah uji identifikasi fisika, kimia dan

mikrobiologi, serta pemeriksaan organoleptik VCO.

2. Pembuatan sediaan mikroemulsi minyak kelapa murni

Tabel I. Formula mikroemulsi

Bahan F1 F2 F3 F4 F5 Kegunaan

Minyak kelapa murni (%) 5 5 5 5 5 Fase minyakTween 80 (%) 40 45 50 55 60 SurfaktanSorbitol (%) 10 10 10 10 10 KosurfaktanNipagin (%) 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 PengawetNipasol (%) 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 PengawetAquadest ad (%) 100 100 100 100 100 Fase air

Pembuatan sediaan mikroemulsi :

Tween 80 dilarutkan dalam aquadest, lalu di tambahkan nipagin dan nipasol

yang telah dilarutkan juga sebelumnya, campuran diaaduk hingga homongen

menggunakan magnetic stirrer (M1). Minyak kelapa murni (VCO) di

tambahkan ke dalam M1, dihomogenkan, lalu tambahkan sorbitol sampai

terbentuk larutan yang homogen, jernih dan transparan.

xxvii

Page 26: Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

3. Evaluasi sediaan mikroemulsi minyak kelapa murni

a. Organoleptis

Pengamatan secara visual terhadap bau, bentuk, dan warna mikroemulsi

b. pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter dan

pemeriksaan dilakukan selama 8 minggu. Caranya yaitu :

- Elektroda dicuci dan dibilas dengan air suling, keringkan.

- Kalibrasi alat menggunakan larutan dapar standar pH 4 dan pH 7.

- Elektroda dimasukkan ke dalam mikroemulsi, catat pHnya

c. Bobot Jenis

Bobot Jenis diukur menggunakan piknometer 25 ml. Caranya sebagai

berikut :

- Piknometer dibersihkan dengan cara dibilas dengan aqua destillata

lalu dikeringkan. Kemudian ditimbang (Wo).

- Piknometer diisi dengan aqua destillata, lalu ditimbang (W1).

- Piknometer diisi dengan sediaan uji, lalu ditimbang (W2).

BJ dihitung dengan rumus :

W2W0BJ

W1W0

d. Viskositas

Kekentalan sediaan diukur menggunakan viskometer Brookfield.

Mikroemulsi dimasukkan ke dalam gelas piala 500 ml, atur spindle dan

rpm yang digunkan, nyalakan alat viscometer, catat hasil yang

diperoleh.

xx viii

Page 27: Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

e. Pemisahan fase

Pemisahan fase di amati dengan mengamati mikroemulsi yang disimpan pada

suhu yang berbeda dalam beberapa siklus atau masa penyimpanan. Siklus

penyimpanannya adalah :

i. freeze thaw

Siklus pemisahan fase metode freeze-thaw dilakukan dengan cara

penyimpanan pada suhu 4ºC dilanjutkan dengan penyimpanan pada

suhu 45ºC. Amati perubahan organoleptis yang terjadi setiap siklus. ii.

sentrifugasi

Sentrifugasi dilakukan 3000 rpm selama 30 menit.

f. Ukuran globul dan Potensial Zeta

Pengukuran distribusi ukuran partikel dan potensial dilakukan dengan

menggunakan Nanosizer. Sediaan yang akan diuji dimasukkan ke dalam

kuvet, lalu dimasukkan ke dalam alat Nanosizer dan dibaca data yang

diperoleh.

E. Analisa Data

Data hasil pengamatan yang diperoleh pada uji sediaan mikroemulsi

dianalisis menggunakan uji analisis varian (ANAVA) satu arah

xx ix

Page 28: Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1.Pemeriksaan Karakteristik minyak kelapa murni ( VCO )

Bentuk fisik minyak kelapa murni dapat dilihat seperti tabel berikut :

Tabel II. Bentuk fisik minyak kelapa murni

Bentuk Warna BauLarutan Jernih Khas

Hasil pemeriksaan karateristik minyak kelapa murni yang telah dilakukan dapat

dilihat pada tabel berikut :

Tabel III. Hasil pemeriksaan karateristik VCO

Pemeriksaan Hasil pemeriksaan APCC StandarWarna Jernih JernihBobot jenis 0,9192 g/cm3 0,915-0,920Indeks bias 1,44835 1,4480-1,4492Kadar air 0,1398% 0,1-0,5%Bilangan iodium 4,3676 gI2/100 g 4,1-11,0Bilangan penyabunan 252,45 mgKOH/g 250-260Bilangan asam 0,4009 mg KOH/g Max 0,5Bilangan asam lemak bebas 0,2934% ≤ 0,5%Bilangan peroksida 1,1666 meq/kg ≤ 3 meq/kg minyak

x xx

Page 29: Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

2. Evaluasi sediaan mikroemulsi

a. Pengamatan Organoleptis

Tabel IV. Pengamatan organoleptis mikroemulsi VCO

Waktu OrganoleptisFormula

F1

F2

F3

F4

F5

(minggu) Bentuk0 Larutan1 Larutan2 Larutan3 Larutan4 Larutan5 Larutan6 Larutan7 Larutan8 Larutan0 Larutan1 Larutan2 Larutan3 Larutan4 Larutan5 Larutan6 Larutan7 Larutan8 Larutan0 Larutan1 Larutan2 Larutan3 Larutan4 Larutan5 Larutan6 Larutan7 Larutan8 Larutan0 Larutan1 Larutan2 Larutan3 Larutan4 Larutan5 Larutan6 Larutan7 Larutan8 Larutan0 Larutan1 Larutan2 Larutan3 Larutan4 Larutan5 Larutan6 Larutan7 Larutan 8 Larutan

Warna BauKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khas Kuning jernih khas

xx xi

Page 30: Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

Keasa

man

(pH

)

b. Pengukuran pH

Hasil pengukuran pH selama 8 minggu dapat dilihat pada grafik dibawah ini

8

7

6

5

4

3

2

1

0

0 2 4 6 8 10

Waktu (minggu)

F1 F2 F3 F4 F5

Gambar 2. Grafik hasil pengukuran pH

c. Pengukuran Bobot Jenis

Hasil pengukuran bobot jenis dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel V. Hasil pengukuran bobot jenis

Formula BJ

F1 1,0633F2 1,0750F3 1,0766F4 1,0843F5 1,0883

d. Pengukuran Viskositas

Hasil pengukuran viskositas selama 8 minggu dapat dilihat pada grafik

berikut :

xxxii

Page 31: Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

Vis

kosi

tas(

cps)

6000

5000

4000

3000

2000

1000

0

0 2 4 6 8 10

Waktu (minggu)

F1 F2 F3 F4 F5

Gambar 3. Hasil pengukuran viskositas

e. Pengamatan pemisahan fase

i. Hasil pemisahan fase pada siklus freeze thaw dapat dilihat pada tabel

berikut :

Tabel VI. Hasil pengamatan pemisahan fase pada siklus freeze thaw

Formula Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3 Siklus 4 Siklus 5 Siklus 6 Siklus 7 Siklus 84° 45° 4° 45° 4° 45° 4° 45° 4° 45° 4° 45° 4° 45° 4° 45°C C C C C C C C C C C C C C C C

F1-1 - - - - - - - - - - - - - - - -

F1-2 - - - - - - - - - - - - - - - -

F1-3 - - - - - - - - - - - - - - - -

F2-1 - - - - - - - - - - - - - - - -

F2-2 - - - - - - - - - - - - - - - -

F2-3 - - - - - - - - - - - - - - - -

F3-1 - - - - - - - - - - - - - - - -

F3-2 - - - - - - - - - - - - - - - -

F3-3 - - - - - - - - - - - - - - - -

F4-1 - - - - - - - - - - - - - - - -

F4-2 - - - - - - - - - - - - - - - -

F4-3 - - - - - - - - - - - - - - - -

F5-1 - - - - - - - - - - - - - - - -

F5-2 - - - - - - - - - - - - - - - -

F5-3 - - - - - - - - - - - - - - - -

xx xiii

Page 32: Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

ii. Hasil pemisahan fase pada sentrifugasi dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel VII. Hasil pemisahan fase pada sentrifugasi

Formula Kecepatan(3000 rpm)

F1 -F2 -F3 -F4 -F5 -

Keterangan : - = tidak terjadi perubahan+ = terjadi perubahan

f. Pengukuran tegangan permukaan

Hasil pengukuran tegangan permukaan sedian dapat dilihat seperti tabel

Tabel VIII. Hasil pengukuran tegangan permukaan Mikroemulsi

Formula Hasil (dyne/cm)F1 42,3833 ± 0,1169F2 42,3667 ± 0,1095F3 42,5833 ± 0,1835F4 42,2000 ± 0,1789F5 42,3667 ± 0,2160

g. Pengukuran ukuran partikel/globul

Pengukuran ukuran partikel/globul dilakukan terhadap formula yang paling

optimal dan diperoleh data distribusi partikel 63,3 nm (lampiran 3).

B. Pembahasan

Virgin Coconut Oil (VCO) merupakan minyak kelapa murni yang terbuat dari

daging kelapa segar yang diolah pada suhu rendah atau tanpa melalui pemanasan,

sehingga kandungan yang penting dalam minyak tetap dapat dipertahankan.

xx xiv

Page 33: Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

Kandungan asam lemak (terutama asam laurat) dalam VCO, sifatnya yang

melembutkan kulit sehingga dapat digunakan sebagai bahan pembawa sediaan obat,

diantaranya sebagai peningkat penetrasi. Selain itu, VCO efektif dan aman

digunakan sebagai moisturizer pada kulit sehingga dapat meningkatkan hidratasi

kulit, dan mempercepat penyembuhan pada kulit.

VCO memiliki karakteristik spesifik yang membedakannya dengan minyak

kelapa biasa. Pada penelitian ini VCO didapatkan dengan pembelian langsung

kepada Koperasi Besar Industri Agro, LIPI, Bogor, dan dilakukan pemeriksaan

karakteristik VCO meliputi pemeriksaan warna, indeks bias, berat jenis, kadar air,

bilangan iodium, bilangan penyabunan, bilangan asam, bilangan asam lemak bebas dan

bilangan peroksida. Dari seluruh hasil pemeriksaan karakteristik VCO, VCO yang

diujikan memenuhi syarat, karena sesuai dengan yang tercantum dalam APCC (Asia

Pasific Coconut Community).

Mikroemulsi merupakan suatu sistem dispersi yang dikembangkan dari sediaan

emulsi. Mikroemulsi adalah sistem dispersi minyak dengan air yang distabilkan

oleh lapisan antarmuka dari molekul surfaktan, memiliki keunggulan dibandingkan

dengan emulsi antara lain stabil secara termodinamika, transparan atau translucent,

viskositasnya rendah, serta mempunyai tingkat solubilisasi yang tinggi sehingga

dapat meningkatkan bioavaibilitas obat di dalam tubuh. Penggunaan tween 80

sebagai surfaktan dapat mengurangi masalah toksisitas dan iritasi.

Pada penelitian ini dilakukan pembuatan sediaan mikroemulsi minyak dalam air

(M/A) dengan menggunakan minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil) sebagai

fase minyak, tween 80 sebagai surfaktan dan sorbitol sebagai kosurfaktan.

xxxv

Page 34: Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan variasi konsentrasi tween 80 sebagai

surfaktan yang berbeda-beda yaitu 35%, 40%, 45%, 50%, dan 55% yang bertujuan

untuk menghasilkan konsentrasi yang optimal dari sediaan mikroemulsi minyak

kelapa murni agar diperoleh mikroemulsi yang jernih dan stabil secara fisik.

Pembuatan mikroemulsi yaitu bahan yang larut dengan pelarut polar dilarutkan

terlebih dahulu ke dalam pelarut polar, lalu ditambahkan fase minyak ke dalamnya,

diaduk, kemudian ditambahkan kosurfaktan sedikit demi sedikit sambil diaduk

sampai terbentuk sediaan mikroemulsi yang jernih dan stabil. Dihasilkan F1, F2, F3 dan

F4 jernih, sedangkan F5 agak keruh.

Setelah pembuatan sediaan, dilanjutkan dengan evaluasi fisik selama 8 minggu,

yang meliputi uji organoleptis, pH, viskositas, bobot jenis (bj), pemisahan fase

meliputi uji freeze-thaw dan uji sentrifugasi, pengukuran tegangan permukaan serta

pengukuran ukuran partikel/globul.

Berdasarkan hasil pengamatan selama 8 minggu secara organoleptis

menunjukkan bahwa kelima formula tersebut tidak ada perubahan dari segi warna

dan bau selama masa penyimpanan. Hal ini menunjukkan bahwa kelima formula

memiliki stabilitas yang cukup baik selama penyimpanan. Penyimpanan

mikroemulsi dilakukan pada suhu kamar yang tetap dan sediaan tersimpan dalam

wadah tertutup rapat, sehingga membuat mikroemulsi stabil serta tidak dipengaruhi

oleh faktor lingkungan.

Hasil pengukuran pH selama 8 minggu menunjukkan terjadinya penurunan dan

peningkatan pH yang cenderung tidak terlalu besar selama penyimpanan, sehingga

dapat disimpulkan bahwa sediaan stabil secara termodinamika dan tidak adanya

xx xvi

Page 35: Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

reaksi kimia baik yang ditimbulkan oleh wadah tempat penyimpanan ataupun

antara bahan-bahan yang terkandung dalam sediaan. Formula F1, F2 dan F3

memberikan pH kulit karena berada pada range diantara 4,5-6,5, sedangkan F4 dan F5

mempunyai pH diatas range pH kulit.

Hasil pengukuran viskositas mikroemulsi selama 8 minggu dengan

menggunakan viskometer Brookfield tipe DV-E dan data viskositas menunjukkan

bahwa F1, F2, F3, F4 dan F5 mempunyai viskositas yang cenderung mengalami

peningkatan pada minggu-minggu pertama dan kemudian setelah minggu ke-4

mengalami penurunan viskositas. Semakin tinggi konsentrasi surfaktan yang

digunakan maka viskositasnya menjadi lebih besar.

Berdasarkan hasil pengukuran terhadap bobot jenis dapat disimpulkan bahwa

semakin besar konsentrasi surfaktan yang ditambahkan maka bobot jenis sediaan

semakin besar. Bobot jenis (BJ) kelima formula tersebut tidak terlalu besar

sehingga sediaan dapat mengalir dengan baik dan mudah dituang.

Pengamatan pemisahan fase melalui metode freeze-thaw pada dua suhu yang

berbeda yaitu suhu 4ºC dilanjutkan dengan penyimpanan pada suhu 45ºC dilakukan

selama 8 siklus. Berdasarkan hasil pengamatan pada suhu 4ºC terlihat kelima

formula sediaan menunjukkan perubahan tampilan fisik bila dibandingkan dengan

sediaan sebelum disimpan, dan berwarna putih susu serta laju alir yang lebih kental.

Fase minyak cenderung pula untuk membeku pada suhu rendah, akibatnya partikel-

partikel cenderung untuk bergabung membentuk suatu ikatan antar partikel yang

lebih rapat yang mengakibatkan sediaan menjadi berwarna putih susu karena

struktur yang lebih rapat dan teratur. Hasil pengamatan pada suhu 45ºC terlihat

xxx vii

Page 36: Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

kelima formula sediaan kembali ke bentuk semula dimana larutan menjadi jernih

dan transparan, dan mudah dituang, serta tidak adanya perubahan seperti

pengendapan, pecah atau terjadinya gumpalan yang menunjukkan sediaan stabil

pada suhu tinggi.

Pengamatan pemisahan fase dengan metode sentrifugasi, dilakukan pada

kecepatan putaran 3000 rpm selama 30 menit. Pada pengamatan ini, kelima formula

mikroemulsi tidak menunjukkan adanya dua fase yang terpisah (creaming)

melainkan tetap merupakan suatu larutan yang terdispersi sempurna dan tetap

mengalir dengan baik. Kelima formula menunjukkan bahwa sediaan mikroemulsi

cukup stabil.

Pengukuran ukuran partikel diperoleh dengan menggunakan data distribusi

intensitas yang diujikan pada F3 yang mengandung tween 80 dengan konsentrasi

45% memiliki ukuran distribusi partikel 63,3 nm yang berarti bahwa mikroemulsi

yang dibuat memenuhi syarat ukuran partikel mikroemulsi yang berkisar antara 10-

100 nm. Pemilihan penetapan ukuran partikel pada F3 karena mewakili formula

yang terbaik.

Hasil uji statistik terhadap viskositas menggunakan analisa non parametrik

Kolmogorov-Smirnov menunjukkan nilai sig (0,151) > α (0,05) yang berarti Ho

diterima, dan dapat dinyatakan data viskositas terdistribusi normal. Hasil uji

statistik terhadap viskositas menggunakan analisa ANAVA satu arah menunjukkan nilai

sig (0,000) < α (0,05) yang berarti Ho ditolak. Hal ini dapat disimpulkan bahwa

variasi konsentrasi tween 80 menyebabkan adanya perbedaan bermakna pada tiap

formula mikroemulsi.

xxx viii

Page 37: Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

Berdasarkan evaluasi mikroemulsi minyak kelapa murni dan tween 80 diatas

dapat membentuk sediaan yang memenuhi persyaratan untuk digunakan sebagai

sediaan kosmetika, dengan memanfaatkan sifat yang terkandung dalam VCO

tersebut. Diharapkan pada penelitian selanjutnya diperoleh formula yang

menunjang peranan VCO dalam bentuk mikroemulsi dan dapat menjanjikan dalam dunia

farmasi dan kosmetika.

xx xix

Page 38: Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa

mikroemulsi minyak kelapa murni yang memenuhi persyaratan farmasetika

adalah formula 3 dengan konsentrasi minyak kelapa murni 5% dan tween 80

sebesar 45%.

B. Saran

Dari hasil penelitian dapat disarankan :

1. Penggunaan kosurfaktan yang bervariasi sebagai kombinasi untuk membuat

mikroemulsi minyak kelapa murni.

2. Penambahan pengental untuk meningkatkan viskositas sediaan.

x l

Page 39: Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Terjemahan:F. Ibrahim. UI

Press, Jakarta. Hal377-378.

Bakan, J.A. 1995. Microemulsions. Dalam : Swarbick, J. Boylan, C.J.Encyclopedia Of Pharmaceutical Technology. Vol. 9. New York. MarcellDekker. Inc. Hal 379-387.

Block, Lawrence H. 1995. Emulsions and Microemulsions. Dalam: Liebermen, Hebert A, Rieger, Martin M. 1995. Pharmaceutical Dosage Forms : Disperse System Vol. 2. Marcel Dekker. Inc. New York. Hal 335-369.

Firberg, S.E,. Goldsmit, L.B., dan Hilton M.l. 1990. Theory of Emulsions. Dalam: Lieberman, H.A., Rieger, M.M, dan Banker G.s, eds. Pharmaceutical Dosage Forms: Disperse System. Vol. 1. New York: Marcell Dekker. Inc. Hal 355.

Gao, 2-6.,et al. 1998. Physicochemical Characterization and Evaluation of a

Microemulsion System for Oral Delivery of Cyclosporin A. Dalam:

International Journal of Pharmaceutics 183. Hal 75-86.

Gulati R, Sharma. S dan Gupta V. 2002. Pharmacokinetcs of Cyclosporine from Conventional and New Microemulsions Formulation

Healthy Volunteers.http://www .Panaceabiotes.Com/publication/journal/panimun Bioral 14.htm. 4 Juni 2009. pkl. 14.55.

Hutapea, J.R. 1993. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (II). Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Hal 139-140.

Idson, B. 1989. Pharmaceutical Emulsion. Dalam: Liebermen, Hebert, A. Rieger, Martin M. 1995. Pharmaceutical Dosage Forms : Disperse System

Vol. 2. Marcel Dekker. Inc. New York. Hal 336 - 339.

Lachman, L., Lieberman, A.H., Konig, L.J.1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi II. Terjemahan: Siti Suyatmi. UI Press, Jakarta. Hal. 1029-1088.Milton J. 1995.

Lawrence. M. Jayne and Rees Gareth D. 2000. Microemulsion-Based Media as Novel Drug Delivery Systems Advanced Drug Delivery Reviews.

Hal 45,1,89,121.

Malcomson, C., Sastra, C., Kantaria, S., Sidhy, A., dan Lawrence, M.J. 1998. Effect of Oil on The Level of Solubulization of Testoteron Propionate

Page 40: Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

xli

Page 41: Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

into Nonionic Oil in Water Microemulsions. Dalam: Journal of Pharmaceutical Sciences. 87. Hal 109-116.

Martin, A., Swarbick, J., dan A. Cammarata. 1993. Farmasi Fisik 2. Edisi III. Terjemahan: Yoshita. UI Press, Jakarta. Hal 940-1010, 1162, 1163, 1170.

Nur, A. 2005. Virgin Coconut Oil : Minyak Penakluk Aneka Penyakit, Cetakan

ke-5. PT. Agro Media Pustaka, Jakarta. Hal 2.

Purnojati, P. Patil R,T, Sheth P,D, Bommared G, Dondeti P dan Egbaria K. 2002. Design and Deveploment of Topical Microemulsion for Poorly Water Soluble Antifungal Agents 8 hlm.http://www.jrnlapplidresearch.com/aticle/volirissi/purnojati.htm. 4 Juni2009. pkl. 12.30.

Rahmawati, J. 2003. Percobaan Pendahuluan Pembuatan Sediaan Mikroemulsi

dengan Menggunakan Gameksan Sebagai Model Obat. Skripsi. Fakultas

MIPA UI, Depok. Hal 40.

Rieger MM. 2000. Harry’s Cosmetcology 8th ed. New York : Chemical Publishing co. Inc. Hal 891 - 892.

Rowe, RC. Sheskey, J.P 2003. Handbook of Pharmaceutical Exipient Fourth Edition. London : The Pharmaceutical Press. Hal 310,375, 411.

Sastromidjojo, Seno. Editor, Arjatmo Tjokronegoro. 1997. Obat Tanaman Asli Indonesia. Penerbit Dian Rakyat, Jakarta. Hal 135.

Setiaji, B dan Surip Prayugo. 2006. Membuat VCO Berkualitas Tinggi, Cetakan ke-2, Penebar Swadaya, Jakarta. Hal 14.

Page 42: Kel. 4 -Fenomena Antarmuka

x lii