Kel. 4 -Fenomena Antarmuka
-
Upload
eki-megarani -
Category
Documents
-
view
86 -
download
21
description
Transcript of Kel. 4 -Fenomena Antarmuka
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “FORMULASI MIKROEMULSI MINYAK KELAPA MURNI (Virgin coconut oil) DENGAN TWEEN 80 SEBAGAI SURFAKTAN”.
Penelitian ini merupakan penelitian yang didanai oleh Lembaga Penelitian UHAMKA. Pada kesempatan ini izinkanlah penulis untuk menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Suyatno, M.Pd selaku Rektor UHAMKA. 2. Bapak Drs. Daniel Fernandez, M.Si. selaku Ketua Lemlit UHAMKA. 3. Bapak Drs. H. Endang Abutarya, M.Pd, selaku Dekan FMIPA UHAMKA. 4. Bapak Hadi Sunaryo, M.Si., Apt., selaku Ketua Program Studi Farmasi FMIPA
UHAMKA. 5. Dosen - dosen FMIPA UHAMKA yang telah memberikan masukan dalam
penelitian ini. 6. Saudari Wina Septilawati yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian
ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam dalam penulisan laporan ini, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun .
Penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya serta perkembangan ilmu pengetahuan dimasa yang akan datang.
Jakarta, Januari 2011
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman LEMBAR PENGESAHAN………............................................... iABSTRAK…………………………………………………………......... iiKATA PENGANTAR…………………………………………………. iiiDAFTAR ISI…………………………………………………………… ivDAFTAR GAMBAR…………………………………………………… viDAFTAR TABEL………………………………………………………. viiDAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………. viii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………… 1A. Latar Belakang…………………………………………. 1B. Identifikasi Masalah……………………………………. 3C. Pembatasan Masalah…………………………………… 3D. Perumusan Masalah……………………………………. 3E. Tujuan Penelitian………………………………………. 4F. Manfaat Penelitian……………………………………... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……...............................……... 5A. Virgin Coconut Oil (VCO) …………………………..... 5B. Kulit ……………………………………………………. 6C. Surfaktan ………………………………………………. 8D. Mikroemulsi ……………………………………………. 9E. Monografi bahan Tambahan ...…………………………. 16F. Hipotesis……………………………………………….. 17
BAB III METODOLOGI PENELITIAN………………………......... 18A. Tempat dan Waktu Penelitian……………........................... 18B. Alat dan Bahan……………………………………….......... 18C. Pola Penelitian………………………………………........... 19D. Prosedur Penelitian…………………………………........... 19E. Analisis Data………………………………........................ 21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...................................... 22A. Hasil................................................................. 22B. Pembahasan..................................................... 26
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN…………………………... 32A. Kesimpulan………………………………………….......... 32B. Saran………………………………………………….......... 32
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………............ 33LAMPIRAN-LAMPIRAN........................................................... 35
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Diagram fase mikroemulsi................................................................. 12Gambar 2. Grafik hasil pengukuran pH.............................................................. 24Gambar 3. Hasil pengukuran viskositas............................................................... 25
v i
DAFTAR TABEL
Tabel I. Formula mikroemulsi.................................................................. 19Tabel II. Bentuk fisik minyak kelapa murni............................................... 22Tabel III. Hasil pemeriksaan karateristik VCO............................................ 22Tabel VI. Pengamatan organoleptis mikroemulsi VCO............................... 23Tabel V. Hasil pengukuran bobot jenis...................................................... 24Tabel VI. Hasil pengamatan pemisahan fase pada siklus freeze thaw.... 25Tabel VII. Hasil pemisahan fase pada sentrifugasi........................................ 26Tabel VIII. Hasil pengukuran tegangan permukaan mikroemulsi................... 26
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Karateristik minyak kelapa murni (VCO)................................................ 35Lampiran 2 Data hasil pengukuran pH dan viskositas selama penyimpanan............. 36Lampiran 3. Grafik hasil pengukuran ukuran partikel mikroemulsi............................. 37Lampiran 4. Hasil analisa statistik viskositas.............................................................. 38Lampiran 5. Hasil formula mikroemulsi minyak kelapa murni.................................... 39
v iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Minyak kelapa murni (virgin coconut oil) merupakan minyak kelapa yang
dihasilkan dengan sebuah proses alamiah tanpa menggunakan zat kimia atau bahan
sintetik lainnya yang tidak mempunyai efek samping bagi tubuh. Minyak kelapa murni
mengandung senyawa-senyawa aktif yang bermanfaat bagi tubuh manusia. Senyawa-
senyawa aktif tersebut antara lain tokoferol, dan beberapa jenis asam lemak
seperti kaproat, kaprilat, kaprat, dan laurat. Tokoferol berkhasiat sebagai
antioksidan sehingga dapat memperkuat sistem kekebalan tubuh, dan menangkal
radikal bebas (Nur, A. 2005).
Manfaat yang luas dari minyak kelapa murni tidak hanya digunakan sebagai
pengobatan, tetapi juga untuk perawatan dan kecantikan kulit. Minyak kelapa
murni mengandung antioksidan tinggi yang berkhasiat sebagai anti radikal
bebas dan anti penuaan pada kulit. Tetapi hal ini kurang didukung oleh bentuk
sediaan minyak kelapa murni jika digunakan secara topikal. Selain itu minyak
kelapa murni sulit dibersihkan dengan air sehingga kurang nyaman. Untuk
mengatasinya minyak kelapa murni dapat diformulasi dalam bentuk
mikroemulsi.
Mikroemulsi merupakan suatu sistem dispersi yang dikembangkan dari
sediaan emulsi. Mikroemulsi merupakan sistem dispersi minyak dengan air
yang distabilkan oleh lapisan antarmuka dari molekul surfaktan (El-laithy, H.
ix
M. 2003). Mikroemulsi terdiri dari minyak, air, surfaktan, dan co-surfaktan.
Surfaktan yang digunakan dapat tunggal maupun campuran dengan surfaktan
yang lain (Purnojati, P. Patil R,T, Sheth P,D, Bommared G, Dondeti P dan
Egbaria K. 2002). Jika dibandingkan dengan emulsi, mikroemulsi mempunyai
beberapa kelebihan diantaranya stabil secara termodinamika, jernih, transparan,
viskositasnya rendah, serta mempunyai tingkat solubilisasi yang tinggi sehingga
dapat meningkatakan bioavaibilitas obat di dalam tubuh. Karateristik tersebut
membuat mikroemulsi mempunyai peranan sebagai alternatif dalam formula
untuk zat aktif yang tidak larut (Gulati R, Sharma. S dan Gupta V. 2002 &
Gulati R, Sharma. S dan Gupta V. 2002).
Mikroemulsi dapat digunakan secara baik secara oral maupun topikal.
Penggunaannya secara topikal yang dapat meningkatkan kelarutan minyak dan
ukuran partikel yang sangat kecil semakin mempercepat mikroemulsi
menembus lapisan-lapisan kulit manusia (Gulati R, Sharma. S dan Gupta V.
2002). Oleh karena itu, minyak kelapa murni sangat baik jika dibentuk dalam
sediaan mikroemulsi.
Pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan sediaan mikroemulsi
minyak dalam air (M/A) dengan menggunakan minyak kelapa murni sebagai
fase minyak. Percobaan dilakukan dengan variasi surfaktan tween 20 yang
bertujuan untuk mengetahui konsentrasi surfaktan yang terbaik dan optimal
agar menghasilkan sediaan mikroemulsi yang jernih. Selama percobaan
karateristik, dan kestabilan mikroemulsi diperhatikan dari pemeriksaan
organoleptis, bobot jenis, uji pH, uji stabilitas, uji viskositas, sentrifugasi, dan
x
pengukuran ukuran partikel mikroemulsi (Rieger MM. 2000, Martin, A. 1993 dan
Idson, B. 1989.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat diidentifikasikan masalah
sebagai berikut :
1. Apakah minyak kelapa murni dapat diformulasikan menjadi sediaan
mikroemulsi yang stabil secara fisik?
2. Pada konsentrasi berapa tween 80 sebagai surfaktan yang optimal dapat
menghasilkan sediaan mikroemulsi minyak kelapa murni yang stabil secara
fisik?
C. Pembatasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada penambahan tween 80 sebagai surfaktan dalam
berbagai konsentrasi terhadap stabilitas fisik mikroemulsi minyak kelapa murni
(Virgin Coconut Oil).
D. Perumusan Masalah
Apakah peningkatan konsentrasi tween 80 sebagai surfaktan dapat
berpengaruh terhadap stabilitas fisik mikroemulsi minyak kelapa murni (Virgin
Coconut Oil)?
x i
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membuat sediaan mikroemulsi minyak kelapa murni
(Virgin Coconut Oil) yang stabil secara fisika.
F. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
pemanfaatan minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil) sebagai fase minyak
pada sediaan mikroemulsi, dan melihat pengaruh peningkatan konsentrasi tween
80 sebagai surfaktan terhadap stabilitas fisik mikroemulsi.
xii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Virgin Coconut Oil (VCO)
Virgin Coconut Oil atau minyak kelapa murni dihasilkan dari buah kelapa
tua yang segar atau baru dipetik, bukan terbuat dari kopra seperti minyak kelapa
biasa, dan proses pembuatannya pun tidak menggunakan bahan kimia dan
pemanasan tinggi. CODEX Alimentarius mendefinisikan minyak kelapa murni
sebagai minyak dan lemak makan yang dihasilkan tanpa mengubah minyak.
Minyak diperoleh hanya dengan perlakuan mekanis dan pemanasan minimal,
karena tidak melalui pemanasan tinggi maka vitamin E dan enzim-enzim yang
terkandung di dalam daging buah kelapa dapat dipertahankan (Nur, A. 2005).
Minyak kelapa murni tersusun atas senyawa organik campuran ester dari
gliserol dan asam lemak yang disebut dengan gliserida serta larut dalam pelarut
minyak atau lemak, berbentuk cair pada suhu 26-350C, tetapi berubah menjadi
lemak beku jika suhunya turun minyak kelapa murni dalam keadaan padat, titik
lelehnya 24-270C.
Minyak kelapa murni mengandung asam laurat yang sangat tinggi (45-
50%), suatu lemak jenuh berantai sedang (jumlah karbon 12) yang biasa disebut
dengan Medium Chain Fatty Acid (MCFA), juga mengandung asam laurat
yang mempunyai perangkat antivirus yang hebat. Selain mengandung asam laurat
juga mengandung asam kaprat, yaitu asam lemak yang memiliki sifat antimikroba
yang sangat kuat.
x iii
Minyak kelapa murni mengandung Medium Chain Trygliceride (MCT)
yang mudah diserap oleh sel, yang selanjutnya masuk ke dalam mitokondria
sehingga metabolisme tubuh meningkat. Tambahan energi dari metabolisme
tersebut menghasilkan efek stimulasi dalam tubuh terhadap penyakit dan
mempercepat penyembuhan dari sakit. MCT adalah asam lemak berantai C6
(kaproat), C8 (kaprilat), C10 (kaprat), dan C12 (laurat). Minyak kelapa murni
juga mengandung tokoferol (0,03%) yang berfungsi sebagai antioksidan
sehingga menurunkan kebutuhan vitamin E.
Teknologi pengolahan minyak kelapa murni yang paling banyak digunakan adalah
penggilingan basah dan fermentasi. Pada penggilingan basah, minyak diekstrak dari
daging kelapa segar tanpa didahului penggilingan, kemudian santan dikeluarkan
dengan diperas, dan minyak dipisahkan melalui pemanasan pada suhu 100-1100C
hingga terbentuk blondo (massa padatan yang terlarut dalam santan). Minyak
disaring saat blondo masih berwarna putih lalu dipanaskan kembali dengan
menggunakan kertas saring.
Pada metode fermentasi, santan yang dikeluarkan dari kelapa yang baru saja
dipetik difermentasi slama 24-26 jam. Selama waktu tersebut air dipisahkan
dari minyak untuk menghilangan kandungan air kemudian disaring (Setiaji.
2006.
B. Kulit
Kulit adalah lapisan jaringan yang terdapat pada lapisan luar tubuh yang
menutupi dan melindungi permukaan tubuh. Fungsi kulit yaitu pengatur panas,
x iv
melindungi tubuh terhadap luka, mekanis, kimia, dan termis karena epitelnya
dengan bantuan sekret kalenjar memberikan perlindungan terhadap kulit,
perlindungan terhadap mikroorganisme pathogen, mengatur kseimbangan
cairan melalui sirkulasi kalenjar, alat indra melalui persyarafan sensorik dan
tekanan temperatur serta nyeri, sebagai alat rangsangan rasa yang dibawa oleh saraf
sensorik dan motorik ke otak. Kulit manusia terdiri dari tiga lapisan utama,
yaitu: (Syarifudin. 1997)
1. Lapisan epidermis (kulit ari)
Merupakan lapisan terluar dengan tebal 0,16-0,8 mm, terdiri dari banyak
lapisan sel keratinosit yang selalu aktif melakukan regenerasi dengan proses
slama 28 hari. Epidermis dibagi 5 lapisan : stratum corneum (lapisan
tanduk), stratum lusidum (lapisan tintangan), stratum garnulosum
(lapisan
seperti butir), stratum spinosum (lapisan sel duri), dan stratum
gernatium
(sel basah).
2. Lapisan dermis
Lapisan dermis merupakan anyaman serabut kolagen dan elastin yang
bertanggung jawab untuk sifat-sifat penting dari kulit. Dermis adalah
lapisan kedua dari kulit, batas dengan epidermis dilapisi oleh membran
basalis dan di sebelah bawah berbatasan dengan subkutis. 3.
Jaringan subkutis
Terdiri dari kumpulan-kumpulan sel lemak dan di antara gerombolan ini
berjalan serabut-serabut jaringan ikat dermis. Sel-sel lemak berbentuk bulat
dengan inti terdesak ke pinggir sehingga membentuk seperti cincin.
xv
C. Surfaktan
Surfaktan atau zat aktif permukaan adalah molekul yang struktur kimianya
terdiri dari dua bagian dan mempunyai perbedaan afinitas terhadap berbagai
pelarut yaitu bagian hidrofobik dan hidrofilik. Bagian hidrofobik terdiri dari
rantai panjang hidrokarbon terhalogenasi atau teroksigenasi, bagian ini
mempunyai afinitas terhadap minyak atau pelarut non polar, sedangkan bagian
hidrofilik dapat berupa ion, gugus polar, atau gugus-gugus yang larut dalam air. Oleh
karena itu surfaktan seringkali disebut ampifil karena mempunyai afinitas tertentu
baik terhadap pelarut polar maupun non polar.
Surfaktan secara dominan terhadap hidrofilik, hidrofobik atau berada di
antara minyak air. Ampifilik merupakan sifat dari surfaktan yang menyebabkan
zat terabsorpsi pada antarmuka, apakah cair/gas, atau cair/cair. Agar surfaktan
terpusat pada antarmuka, harus diimbangi dengan jumlah gugus-gugus yang
larut air dan minyak. Bila molekul terlalu hidrofilik atau hidrofobik maka tidak
akan memberikan efek pada antarmuka. Adsorpsi molekul surfaktan di
permukaan cairan akan menurunkan tegangan permukaan dan adsorpsi di antara
cairan akan menurunkan tegangan antarmuka (Lachman.1994).
Tegangan permukaan adalah gaya persatuan panjang yang harus diberikan
sejajar dengan permukaan cairan untuk mengimbangi tarikan ke dalam.
Tegangan antarmuka adalah gaya persatuan panjang yang terdapat antarmuka
dua fase cair yang tidak bercampur, dan seperti tegangan permukaan
mempunyai satuan dyne/cm. Tegangan antarmuka selalu lebih kecil daripada
tegangan permukaan karena gaya adhesif antar dua fase cair yang membentuk
x vi
suatu antarmuka adalah lebih besar daripada bila suatu fase cair dan suatu fase gas
berada bersama-sama. Apabila dua cairan bercampur dengan sempurna, tidak ada
tegangan antarmuka yang terjadi. Surfaktan terbagi menjadi :
a. surfaktan anionik
Surfaktan yang larut dalam air dan berionisasi menjadi ion negatif dan ion
positf. Ion negatif bertindak sebagai surfaktan misalnya Natrium lauril
sulfat.
b. surfaktan kationik
Surfaktan yang larut dalam air, berionisasi menjadi ion negatif dan ion
positif. Ion postif bertindak sebagai surfaktan, misalnya N-setil n-etil
morfolium etosulfat.
c. surfaktan amfoter
Surfaktan yang molekulnya bersifat amfoter, misalnya : Asil
aminopropiona, Imidazolinum betaine.
d. surfaktan nonionik
Surfaktan non ionik adalah surfaktan yang larut dalam air tetapi tidak
berionisasi, misalnya : tween, dan span.
D. Mikroemulsi
Mikroemulsi merupakan sistem dispersi isotropik, jernih dan stabil secara
termodinamika dari dua cairan yang tidak bercampur, yang distabilkan oleh
lapisan antarmuka dari molekul surfaktan, dan surfaktan yang digunakan dapat
dalam bentuk murni, campuran atau kombinasi dengan bahan tambahan
lainnya. Secara operasional, mikroemulsi dapat didefinisikan sebagai dispersi
xv ii
dari cairan-cairan yang tidak larut dalam suatu cairan lain, yang terlihat jernih dan
homogen yang dapat terlihat secara visual.
Pencampuran sejumlah kecil minyak dengan air menghasilkan sistem dua
fase yang tidak tercampur, jika sejumlah kecil minyak ditambahkan ke dalam
suatu larutan surfaktan dalam air yang sesuai dengan keadaan misel, minyak
lebih memilih larut dalam bagian dari misel karena sifatnya yang hidrofobik.
Sebagai salah satu sistem penghantaran obat yang relatif baru mikroemulsi
juga mempunyai kelemahan yaitu lapisan tunggal yang terbentuk pada
permukaan antara fase minyak dan air harus distabilkan dengan sejumlah besar
surfaktan, sampai 5 kali banyak dari yang dibutuhkan oleh suatu emulsi untuk
mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan cara membuat variasi
konsentrasi antara fase minyak dengan fase air. Sediaan mikroemulsi berada di
antara solubilized solution yang stabil dan emulsi yang relatif tidak stabil
(Martin. 1993).
Mikroemulsi terdiri atas bermacam-macam sistem dispersi yaitu tipe M/A
(minyak dalam air) yaitu mikroemulsi mengandung tetesan minyak dalam fase air,
tipe A/M (air dalam minyak) yaitu mikroemulsi mengandung tetesan air dalam
fase minyak. Mikroemulsi seringkali disebut sebagai suatu sistem terlarut karena
secara makroskopis berprilaku sebagai suatu larutan dengan diameter tetesan yang
sangat kecil (Martin. 1993).
Ukuran diameter tetesan dalam mikroemulsi kurang dari ¼ panjang
gelombang cahaya putih atau tepatnya kurang dari 1400 A (Lawrence. 2000).
Untuk mengukur ukuran diameter dan distribusi partikel menggunakan alat
xv iii
SAXS (Small Angle X-Ray Scattering), PCS (Photon Correlation
Spectroscopy), dan SANS (Small Angle Neutron Scattering). Mikroemulsi
merupakan suatu sistem yang menarik dikarenakan permukaan minyak, air, dan
surfaktan membentuk berbagai macam bentuk struktur untuk menghindari kontak
langsung antara minyak dengan air (Lawrence. 2000).
Mikroemulsi tipe M/A dapat terbentuk secara spontan melalui pencampuran
dan memberikan keuntungan sebagai sistem pembawa obat, karena
mikroemulsi ini dapat menyatukan obat yang bersifat hidrofobik, meningkatkan
kelarutannya, sehingga dapat diberikan dalam sediaan untuk rute topikal, oral,
atau intravena.
Mikroemulsi dan emulsi mempunyai perbedaan yang luas secara fisik dan
farmakodinamik. Campuran berwarna keruh akibat dari terbentuknya partikel
besar yang tidak tembus cahaya adalah suatu emulsi, sedangkan suatu larutan
transparan dan stabil adalah mikroemulsi yang mengandung partikel-partikel
kecil (Feely. 2001).Bila suatu emulsi dapat menggunakan surfaktan yang
bersifat hidrofilik atau hidrofobik, maka suatu mikroemulsi mebutuhkan
surfaktan yang mempunyai nilai hidrofilik sedang. Kelebihan yang dimiliki oleh
mikroemulsi bila dibandingkan dengan emulsi antara lain, stabil secara
termodinamik, pembuatan mudah untuk skala besar, penampilan transparan,
dan elegan.
Hubungan phase behavior dari campuran setiap komposisi yang ada dalam
sistem mikroemulsi dapat dilihat dengan bantuan fase diagram. Hal ini
x ix
dimaksudkan untuk menentukan komposisi yang tepat dari fase air, minyak, dan
surfaktan yang akan membentuk suatu sistem mikroemulsi (Bakan, J.A. 1995).
Gambar 1. Fase diagram mikromulsi
Teori pembentukan mikroemulsi (Bakan, J.A. 1995)
1) Teori bauran lapisan
Pengetahuan awal tentang mikroemulsi dikembangkan oleh Schulman
tentang penurunan tegangan lapisan antar permukaan sehingga menjadi
sangat rendah. Pembentukan partikel mikroemulsi yang spontan
berhubungan dengan pembentukan terhadap suatu lapisan yang kompleks
pada antar permukaan minyak-air oleh surfaktan dan ko-surfaktan. Hal ini
menyebabkan penurunan tegangan antar permukaan minyak-air pada nilai
yang sangat rendah.
2) Teori kelarutan (solubilisasi)
Kelompok Shinoda dan Friberk menganggap mikroemulsi merupakan
larutan monofase yang stabil secara termodinamika dari misel speris air atau
xx
minyak, karena surfaktan memiliki kecenderungan untuk berkelompok
membentuk suatu yang disebut misel dan konsentrasi yang ditambahkan
saat terbentuk kelompok misel yang disebut Criticall Micell Concentration
(CMC).
Sifat terpenting misel adalah kemampuannya untuk menaikkan kelarutan zat-
zat yang biasanya sukar larut atau sedikit larut dalam pelarut yang
digunakan. Proses ini disebut solubilisasi yang terbentuk antara molekul zat
yang larut berasosiasi dengan misel surfaktan membentuk larutan yang
jernih dan stabil secara termodinamika.
3) Teori termodinamika
Teori lapisan antar permukaan tidak menjelaskan mengapa mikroemulsi dapat
terbentuk adanya co-surfaktan untuk mikroemulsi yang terbentuk secara
spontan, energi bebas yang terlibat ditunjukkan dalam persamaan berikut :
(Bakan, J.A. 1995)
ઢG = γઢA
(di mana ઢG adalah perubahan energi bebas dari sistem yang menyertai
perubahan dalam luas antarmuka. ઢA adalah kebalikan di dalam area
permukaan ઢA, dan γ adalah tegangan antarmuka).
Mikroemulsi tidak stabil secara fisika jika pada saat didiamkan, fase
terdispersi akan beragregasi, agregatnya naik ke permukaan, atau turun ke dasar
emulsi membentuk lapisan yang lebih pekat, serta terdapat fase diam yang tidak
teremulsikan sehingga membentuk lapisan yang lain (Idson. 1989, Ansel. 1989
x xi
dan Lachman. 1994). Bentuk ketidakstabilan tersebut dapat dikelompokkan
sebagai berikut :
1) Creaming dan sedimentasi
Creaming adalah peristiwa di mana globul-globul fase dalam yang terpisah
dari fase luar. Sedimentasi adalah peristiwa di mana globul-globul fase
dalam bergerak ke bawah. Peristiwa-peristiwa ini bergantung dari bobot
jenis fase dalam dan fase luar mikroemulsi. Creaming dan sedimentasi
dapat menyebabkan globul-globul saling berdekatan dan bias menimbulkan
coalescence. Hal ini dapat diatasi dengan memperkecil ukuran partikel dan
menaikkan viskositas.
2) Aggregation dan coalesence
Flokulasi (aggregation) dan coalescence adalah gejala
ketidakstabilan
mikroemulsi yang lebih serius. Flokulasi adalah kondisi fase dalam atau
sesudah proses creaming. Flokulasi dipengaruhi oleh muatan pada
permukaan bulatan-bulatan yang teremulsi. Jika tidak ada suatu pembatas
pelindung (mekanik) pada antarmuka karena emulgator tidak cukup maka
tetesan-tetesan emulsi akan beragregasi dan menggumpal dengan cepat.
3) Kondisi tekanan
Kondisi tekanan adalah kondisi yang digunakan untuk mengevaluasi
kestabilan sediaan emulsi atau mikroemulsi meliputi umur, temperatur,
sentrifugasi, dan pengocokan.
xx ii
a) Umur dan temperatur
Setelah proses pembuatan mikroemulsi dapat disimpan pada
kondisi-kondisi tertentu yang dipengaruhi oleh suhu, dan waktu
penyimpanan. Cycling test dilakukan pada 2 kondisi yang berbeda yaitu
pada 40C selama 24 jam, lalu dipindahkan ke dalam oven dengan suhu
450C selama 24 jam (1 siklus). Mikroemulsi dikatakan stabil jika selama
6-8 siklus tidak terdapat tanda-tanda pemisahan. Mikroemulsi juga harus
stabil jika disimpan pada suhu 450C dan 500C selama 60-90 hari, suhu
370C selama 56 bulan, dan pada temperatur kamar selama 12-18 bulan.
b) Sentrifugasi
Usia simpan mikroemulsi dapat diramalkan melalui pengamatan
pemisahan fase dalam, terbentuknya krim atau penggumpalan pada
mikroemulsi yang dipaparkan. Sentrifugasi Becher menyatakan bahwa
sentrifugasi pada 3750 rpm dalam suatu radius sentrifugasi 10 cm
selama 5 jam setara dengan efek gravitasi selama 1 tahun.
c) Pengadukan
Pengadukan dapat memecah mikroemulsi. Mikroemulsi jernih dapat
menjadi keruh (terjadi penggumpalan) pada pengadukan yang singkat.
Pengadukan yang berlebihan juga bisa mengganggu pembentukan
mikroemulsi dan dapat memecah mikroemulsi.
xx iii
E. Monografi Bahan Tambahan
i. Tween 80 (sorbiton monostearat)
Pemerian :Cairan berwarna kuning, mempunyai bau yang khas,
memberikan sensasi hangat pada kulit.
Kelarutan :Larut dalam air, alkohol dioxin, etil asetat, dan alkohol
Penggunaan :Sebagai surfaktan (Rowe, RC. Sheskey, J.P 2003).
ii. Sorbitol
Sinonim : Sorbitol instant, Hydex
Rumus molekul : C6H14O6
Berat molekul : 182,17
Pemerian : Serbuk, granul atau lempengan, higroskopis, warna
putih, rasa manis.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, sukar larut dalam
etanol, dalam metanol dan dalam asam asetat.
Penggunaan : Sebagai humektan
iii. Nipagin (metal paraben)
Pemerian :Hablur kecil, tidak berwarna, putih, tidak berbau.
Kelarutan :Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol.
Penggunaan :Zat pengawet dengan kadar 0,02%-0,3%
iv. Nipasol (propil paraben)
Pemerian :Sebuk hablur putih, tidak berbau, tidak berasa.
Kelarutan :Sangat sukar larut dalam air.
Penggunaan :Zat pengawet dengan kadar 0,01%-0,6%.
xx iv
F. Hipotesis
Minyak kelapa murni (virgin coconut oil) dapat dibuat sebagai mikroemulsi
dengan penambahan Tween 80 sebagai surfaktan untuk menghasilkan sediaan yang
stabil dan memenuhi persyaratan farmasetika.
x xv
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Farmasi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UHAMKA, Laboratorium Farmasi
Non Steril Departemen Farmasi UI dan Laboratorium Inkubator BPPT
Serpong.
2. Waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli s.d Desember 2010
B. Alat dan Bahan
1. Alat-alat
Timbangan analitik, oven, lemari pendingin, piknometer 25 ml, pH
meter, viskometer Brookfield, nanosizer, tensiometer Do Nouy, alat
sentrifugasi dan alat-alat gelas lainnya.
2. Bahan - bahan
Minyak kelapa murni (VCO), tween 80, nipagin, nipasol, sorbitol,
berbagai pereaksi kimia dan aquadest.
xx vi
C. Pola Penelitian
1. Pemeriksaan karakteristik minyak kelapa murni
2. Pembuatan sediaan mikroemulsi minyak kelapa murni
3. Evaluasi sediaan mikroemulsi minyak kelapa murni
D. Prosedur Penelitian
1. Pemeriksaan karateristik minyak kelapa murni
Pemeriksaan yang dilakukan adalah uji identifikasi fisika, kimia dan
mikrobiologi, serta pemeriksaan organoleptik VCO.
2. Pembuatan sediaan mikroemulsi minyak kelapa murni
Tabel I. Formula mikroemulsi
Bahan F1 F2 F3 F4 F5 Kegunaan
Minyak kelapa murni (%) 5 5 5 5 5 Fase minyakTween 80 (%) 40 45 50 55 60 SurfaktanSorbitol (%) 10 10 10 10 10 KosurfaktanNipagin (%) 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 PengawetNipasol (%) 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 PengawetAquadest ad (%) 100 100 100 100 100 Fase air
Pembuatan sediaan mikroemulsi :
Tween 80 dilarutkan dalam aquadest, lalu di tambahkan nipagin dan nipasol
yang telah dilarutkan juga sebelumnya, campuran diaaduk hingga homongen
menggunakan magnetic stirrer (M1). Minyak kelapa murni (VCO) di
tambahkan ke dalam M1, dihomogenkan, lalu tambahkan sorbitol sampai
terbentuk larutan yang homogen, jernih dan transparan.
xxvii
3. Evaluasi sediaan mikroemulsi minyak kelapa murni
a. Organoleptis
Pengamatan secara visual terhadap bau, bentuk, dan warna mikroemulsi
b. pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter dan
pemeriksaan dilakukan selama 8 minggu. Caranya yaitu :
- Elektroda dicuci dan dibilas dengan air suling, keringkan.
- Kalibrasi alat menggunakan larutan dapar standar pH 4 dan pH 7.
- Elektroda dimasukkan ke dalam mikroemulsi, catat pHnya
c. Bobot Jenis
Bobot Jenis diukur menggunakan piknometer 25 ml. Caranya sebagai
berikut :
- Piknometer dibersihkan dengan cara dibilas dengan aqua destillata
lalu dikeringkan. Kemudian ditimbang (Wo).
- Piknometer diisi dengan aqua destillata, lalu ditimbang (W1).
- Piknometer diisi dengan sediaan uji, lalu ditimbang (W2).
BJ dihitung dengan rumus :
W2W0BJ
W1W0
d. Viskositas
Kekentalan sediaan diukur menggunakan viskometer Brookfield.
Mikroemulsi dimasukkan ke dalam gelas piala 500 ml, atur spindle dan
rpm yang digunkan, nyalakan alat viscometer, catat hasil yang
diperoleh.
xx viii
e. Pemisahan fase
Pemisahan fase di amati dengan mengamati mikroemulsi yang disimpan pada
suhu yang berbeda dalam beberapa siklus atau masa penyimpanan. Siklus
penyimpanannya adalah :
i. freeze thaw
Siklus pemisahan fase metode freeze-thaw dilakukan dengan cara
penyimpanan pada suhu 4ºC dilanjutkan dengan penyimpanan pada
suhu 45ºC. Amati perubahan organoleptis yang terjadi setiap siklus. ii.
sentrifugasi
Sentrifugasi dilakukan 3000 rpm selama 30 menit.
f. Ukuran globul dan Potensial Zeta
Pengukuran distribusi ukuran partikel dan potensial dilakukan dengan
menggunakan Nanosizer. Sediaan yang akan diuji dimasukkan ke dalam
kuvet, lalu dimasukkan ke dalam alat Nanosizer dan dibaca data yang
diperoleh.
E. Analisa Data
Data hasil pengamatan yang diperoleh pada uji sediaan mikroemulsi
dianalisis menggunakan uji analisis varian (ANAVA) satu arah
xx ix
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1.Pemeriksaan Karakteristik minyak kelapa murni ( VCO )
Bentuk fisik minyak kelapa murni dapat dilihat seperti tabel berikut :
Tabel II. Bentuk fisik minyak kelapa murni
Bentuk Warna BauLarutan Jernih Khas
Hasil pemeriksaan karateristik minyak kelapa murni yang telah dilakukan dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel III. Hasil pemeriksaan karateristik VCO
Pemeriksaan Hasil pemeriksaan APCC StandarWarna Jernih JernihBobot jenis 0,9192 g/cm3 0,915-0,920Indeks bias 1,44835 1,4480-1,4492Kadar air 0,1398% 0,1-0,5%Bilangan iodium 4,3676 gI2/100 g 4,1-11,0Bilangan penyabunan 252,45 mgKOH/g 250-260Bilangan asam 0,4009 mg KOH/g Max 0,5Bilangan asam lemak bebas 0,2934% ≤ 0,5%Bilangan peroksida 1,1666 meq/kg ≤ 3 meq/kg minyak
x xx
2. Evaluasi sediaan mikroemulsi
a. Pengamatan Organoleptis
Tabel IV. Pengamatan organoleptis mikroemulsi VCO
Waktu OrganoleptisFormula
F1
F2
F3
F4
F5
(minggu) Bentuk0 Larutan1 Larutan2 Larutan3 Larutan4 Larutan5 Larutan6 Larutan7 Larutan8 Larutan0 Larutan1 Larutan2 Larutan3 Larutan4 Larutan5 Larutan6 Larutan7 Larutan8 Larutan0 Larutan1 Larutan2 Larutan3 Larutan4 Larutan5 Larutan6 Larutan7 Larutan8 Larutan0 Larutan1 Larutan2 Larutan3 Larutan4 Larutan5 Larutan6 Larutan7 Larutan8 Larutan0 Larutan1 Larutan2 Larutan3 Larutan4 Larutan5 Larutan6 Larutan7 Larutan 8 Larutan
Warna BauKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khasKuning jernih khas Kuning jernih khas
xx xi
Keasa
man
(pH
)
b. Pengukuran pH
Hasil pengukuran pH selama 8 minggu dapat dilihat pada grafik dibawah ini
8
7
6
5
4
3
2
1
0
0 2 4 6 8 10
Waktu (minggu)
F1 F2 F3 F4 F5
Gambar 2. Grafik hasil pengukuran pH
c. Pengukuran Bobot Jenis
Hasil pengukuran bobot jenis dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel V. Hasil pengukuran bobot jenis
Formula BJ
F1 1,0633F2 1,0750F3 1,0766F4 1,0843F5 1,0883
d. Pengukuran Viskositas
Hasil pengukuran viskositas selama 8 minggu dapat dilihat pada grafik
berikut :
xxxii
Vis
kosi
tas(
cps)
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
0 2 4 6 8 10
Waktu (minggu)
F1 F2 F3 F4 F5
Gambar 3. Hasil pengukuran viskositas
e. Pengamatan pemisahan fase
i. Hasil pemisahan fase pada siklus freeze thaw dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel VI. Hasil pengamatan pemisahan fase pada siklus freeze thaw
Formula Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3 Siklus 4 Siklus 5 Siklus 6 Siklus 7 Siklus 84° 45° 4° 45° 4° 45° 4° 45° 4° 45° 4° 45° 4° 45° 4° 45°C C C C C C C C C C C C C C C C
F1-1 - - - - - - - - - - - - - - - -
F1-2 - - - - - - - - - - - - - - - -
F1-3 - - - - - - - - - - - - - - - -
F2-1 - - - - - - - - - - - - - - - -
F2-2 - - - - - - - - - - - - - - - -
F2-3 - - - - - - - - - - - - - - - -
F3-1 - - - - - - - - - - - - - - - -
F3-2 - - - - - - - - - - - - - - - -
F3-3 - - - - - - - - - - - - - - - -
F4-1 - - - - - - - - - - - - - - - -
F4-2 - - - - - - - - - - - - - - - -
F4-3 - - - - - - - - - - - - - - - -
F5-1 - - - - - - - - - - - - - - - -
F5-2 - - - - - - - - - - - - - - - -
F5-3 - - - - - - - - - - - - - - - -
xx xiii
ii. Hasil pemisahan fase pada sentrifugasi dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel VII. Hasil pemisahan fase pada sentrifugasi
Formula Kecepatan(3000 rpm)
F1 -F2 -F3 -F4 -F5 -
Keterangan : - = tidak terjadi perubahan+ = terjadi perubahan
f. Pengukuran tegangan permukaan
Hasil pengukuran tegangan permukaan sedian dapat dilihat seperti tabel
Tabel VIII. Hasil pengukuran tegangan permukaan Mikroemulsi
Formula Hasil (dyne/cm)F1 42,3833 ± 0,1169F2 42,3667 ± 0,1095F3 42,5833 ± 0,1835F4 42,2000 ± 0,1789F5 42,3667 ± 0,2160
g. Pengukuran ukuran partikel/globul
Pengukuran ukuran partikel/globul dilakukan terhadap formula yang paling
optimal dan diperoleh data distribusi partikel 63,3 nm (lampiran 3).
B. Pembahasan
Virgin Coconut Oil (VCO) merupakan minyak kelapa murni yang terbuat dari
daging kelapa segar yang diolah pada suhu rendah atau tanpa melalui pemanasan,
sehingga kandungan yang penting dalam minyak tetap dapat dipertahankan.
xx xiv
Kandungan asam lemak (terutama asam laurat) dalam VCO, sifatnya yang
melembutkan kulit sehingga dapat digunakan sebagai bahan pembawa sediaan obat,
diantaranya sebagai peningkat penetrasi. Selain itu, VCO efektif dan aman
digunakan sebagai moisturizer pada kulit sehingga dapat meningkatkan hidratasi
kulit, dan mempercepat penyembuhan pada kulit.
VCO memiliki karakteristik spesifik yang membedakannya dengan minyak
kelapa biasa. Pada penelitian ini VCO didapatkan dengan pembelian langsung
kepada Koperasi Besar Industri Agro, LIPI, Bogor, dan dilakukan pemeriksaan
karakteristik VCO meliputi pemeriksaan warna, indeks bias, berat jenis, kadar air,
bilangan iodium, bilangan penyabunan, bilangan asam, bilangan asam lemak bebas dan
bilangan peroksida. Dari seluruh hasil pemeriksaan karakteristik VCO, VCO yang
diujikan memenuhi syarat, karena sesuai dengan yang tercantum dalam APCC (Asia
Pasific Coconut Community).
Mikroemulsi merupakan suatu sistem dispersi yang dikembangkan dari sediaan
emulsi. Mikroemulsi adalah sistem dispersi minyak dengan air yang distabilkan
oleh lapisan antarmuka dari molekul surfaktan, memiliki keunggulan dibandingkan
dengan emulsi antara lain stabil secara termodinamika, transparan atau translucent,
viskositasnya rendah, serta mempunyai tingkat solubilisasi yang tinggi sehingga
dapat meningkatkan bioavaibilitas obat di dalam tubuh. Penggunaan tween 80
sebagai surfaktan dapat mengurangi masalah toksisitas dan iritasi.
Pada penelitian ini dilakukan pembuatan sediaan mikroemulsi minyak dalam air
(M/A) dengan menggunakan minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil) sebagai
fase minyak, tween 80 sebagai surfaktan dan sorbitol sebagai kosurfaktan.
xxxv
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan variasi konsentrasi tween 80 sebagai
surfaktan yang berbeda-beda yaitu 35%, 40%, 45%, 50%, dan 55% yang bertujuan
untuk menghasilkan konsentrasi yang optimal dari sediaan mikroemulsi minyak
kelapa murni agar diperoleh mikroemulsi yang jernih dan stabil secara fisik.
Pembuatan mikroemulsi yaitu bahan yang larut dengan pelarut polar dilarutkan
terlebih dahulu ke dalam pelarut polar, lalu ditambahkan fase minyak ke dalamnya,
diaduk, kemudian ditambahkan kosurfaktan sedikit demi sedikit sambil diaduk
sampai terbentuk sediaan mikroemulsi yang jernih dan stabil. Dihasilkan F1, F2, F3 dan
F4 jernih, sedangkan F5 agak keruh.
Setelah pembuatan sediaan, dilanjutkan dengan evaluasi fisik selama 8 minggu,
yang meliputi uji organoleptis, pH, viskositas, bobot jenis (bj), pemisahan fase
meliputi uji freeze-thaw dan uji sentrifugasi, pengukuran tegangan permukaan serta
pengukuran ukuran partikel/globul.
Berdasarkan hasil pengamatan selama 8 minggu secara organoleptis
menunjukkan bahwa kelima formula tersebut tidak ada perubahan dari segi warna
dan bau selama masa penyimpanan. Hal ini menunjukkan bahwa kelima formula
memiliki stabilitas yang cukup baik selama penyimpanan. Penyimpanan
mikroemulsi dilakukan pada suhu kamar yang tetap dan sediaan tersimpan dalam
wadah tertutup rapat, sehingga membuat mikroemulsi stabil serta tidak dipengaruhi
oleh faktor lingkungan.
Hasil pengukuran pH selama 8 minggu menunjukkan terjadinya penurunan dan
peningkatan pH yang cenderung tidak terlalu besar selama penyimpanan, sehingga
dapat disimpulkan bahwa sediaan stabil secara termodinamika dan tidak adanya
xx xvi
reaksi kimia baik yang ditimbulkan oleh wadah tempat penyimpanan ataupun
antara bahan-bahan yang terkandung dalam sediaan. Formula F1, F2 dan F3
memberikan pH kulit karena berada pada range diantara 4,5-6,5, sedangkan F4 dan F5
mempunyai pH diatas range pH kulit.
Hasil pengukuran viskositas mikroemulsi selama 8 minggu dengan
menggunakan viskometer Brookfield tipe DV-E dan data viskositas menunjukkan
bahwa F1, F2, F3, F4 dan F5 mempunyai viskositas yang cenderung mengalami
peningkatan pada minggu-minggu pertama dan kemudian setelah minggu ke-4
mengalami penurunan viskositas. Semakin tinggi konsentrasi surfaktan yang
digunakan maka viskositasnya menjadi lebih besar.
Berdasarkan hasil pengukuran terhadap bobot jenis dapat disimpulkan bahwa
semakin besar konsentrasi surfaktan yang ditambahkan maka bobot jenis sediaan
semakin besar. Bobot jenis (BJ) kelima formula tersebut tidak terlalu besar
sehingga sediaan dapat mengalir dengan baik dan mudah dituang.
Pengamatan pemisahan fase melalui metode freeze-thaw pada dua suhu yang
berbeda yaitu suhu 4ºC dilanjutkan dengan penyimpanan pada suhu 45ºC dilakukan
selama 8 siklus. Berdasarkan hasil pengamatan pada suhu 4ºC terlihat kelima
formula sediaan menunjukkan perubahan tampilan fisik bila dibandingkan dengan
sediaan sebelum disimpan, dan berwarna putih susu serta laju alir yang lebih kental.
Fase minyak cenderung pula untuk membeku pada suhu rendah, akibatnya partikel-
partikel cenderung untuk bergabung membentuk suatu ikatan antar partikel yang
lebih rapat yang mengakibatkan sediaan menjadi berwarna putih susu karena
struktur yang lebih rapat dan teratur. Hasil pengamatan pada suhu 45ºC terlihat
xxx vii
kelima formula sediaan kembali ke bentuk semula dimana larutan menjadi jernih
dan transparan, dan mudah dituang, serta tidak adanya perubahan seperti
pengendapan, pecah atau terjadinya gumpalan yang menunjukkan sediaan stabil
pada suhu tinggi.
Pengamatan pemisahan fase dengan metode sentrifugasi, dilakukan pada
kecepatan putaran 3000 rpm selama 30 menit. Pada pengamatan ini, kelima formula
mikroemulsi tidak menunjukkan adanya dua fase yang terpisah (creaming)
melainkan tetap merupakan suatu larutan yang terdispersi sempurna dan tetap
mengalir dengan baik. Kelima formula menunjukkan bahwa sediaan mikroemulsi
cukup stabil.
Pengukuran ukuran partikel diperoleh dengan menggunakan data distribusi
intensitas yang diujikan pada F3 yang mengandung tween 80 dengan konsentrasi
45% memiliki ukuran distribusi partikel 63,3 nm yang berarti bahwa mikroemulsi
yang dibuat memenuhi syarat ukuran partikel mikroemulsi yang berkisar antara 10-
100 nm. Pemilihan penetapan ukuran partikel pada F3 karena mewakili formula
yang terbaik.
Hasil uji statistik terhadap viskositas menggunakan analisa non parametrik
Kolmogorov-Smirnov menunjukkan nilai sig (0,151) > α (0,05) yang berarti Ho
diterima, dan dapat dinyatakan data viskositas terdistribusi normal. Hasil uji
statistik terhadap viskositas menggunakan analisa ANAVA satu arah menunjukkan nilai
sig (0,000) < α (0,05) yang berarti Ho ditolak. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
variasi konsentrasi tween 80 menyebabkan adanya perbedaan bermakna pada tiap
formula mikroemulsi.
xxx viii
Berdasarkan evaluasi mikroemulsi minyak kelapa murni dan tween 80 diatas
dapat membentuk sediaan yang memenuhi persyaratan untuk digunakan sebagai
sediaan kosmetika, dengan memanfaatkan sifat yang terkandung dalam VCO
tersebut. Diharapkan pada penelitian selanjutnya diperoleh formula yang
menunjang peranan VCO dalam bentuk mikroemulsi dan dapat menjanjikan dalam dunia
farmasi dan kosmetika.
xx xix
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
mikroemulsi minyak kelapa murni yang memenuhi persyaratan farmasetika
adalah formula 3 dengan konsentrasi minyak kelapa murni 5% dan tween 80
sebesar 45%.
B. Saran
Dari hasil penelitian dapat disarankan :
1. Penggunaan kosurfaktan yang bervariasi sebagai kombinasi untuk membuat
mikroemulsi minyak kelapa murni.
2. Penambahan pengental untuk meningkatkan viskositas sediaan.
x l
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Terjemahan:F. Ibrahim. UI
Press, Jakarta. Hal377-378.
Bakan, J.A. 1995. Microemulsions. Dalam : Swarbick, J. Boylan, C.J.Encyclopedia Of Pharmaceutical Technology. Vol. 9. New York. MarcellDekker. Inc. Hal 379-387.
Block, Lawrence H. 1995. Emulsions and Microemulsions. Dalam: Liebermen, Hebert A, Rieger, Martin M. 1995. Pharmaceutical Dosage Forms : Disperse System Vol. 2. Marcel Dekker. Inc. New York. Hal 335-369.
Firberg, S.E,. Goldsmit, L.B., dan Hilton M.l. 1990. Theory of Emulsions. Dalam: Lieberman, H.A., Rieger, M.M, dan Banker G.s, eds. Pharmaceutical Dosage Forms: Disperse System. Vol. 1. New York: Marcell Dekker. Inc. Hal 355.
Gao, 2-6.,et al. 1998. Physicochemical Characterization and Evaluation of a
Microemulsion System for Oral Delivery of Cyclosporin A. Dalam:
International Journal of Pharmaceutics 183. Hal 75-86.
Gulati R, Sharma. S dan Gupta V. 2002. Pharmacokinetcs of Cyclosporine from Conventional and New Microemulsions Formulation
Healthy Volunteers.http://www .Panaceabiotes.Com/publication/journal/panimun Bioral 14.htm. 4 Juni 2009. pkl. 14.55.
Hutapea, J.R. 1993. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (II). Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Hal 139-140.
Idson, B. 1989. Pharmaceutical Emulsion. Dalam: Liebermen, Hebert, A. Rieger, Martin M. 1995. Pharmaceutical Dosage Forms : Disperse System
Vol. 2. Marcel Dekker. Inc. New York. Hal 336 - 339.
Lachman, L., Lieberman, A.H., Konig, L.J.1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi II. Terjemahan: Siti Suyatmi. UI Press, Jakarta. Hal. 1029-1088.Milton J. 1995.
Lawrence. M. Jayne and Rees Gareth D. 2000. Microemulsion-Based Media as Novel Drug Delivery Systems Advanced Drug Delivery Reviews.
Hal 45,1,89,121.
Malcomson, C., Sastra, C., Kantaria, S., Sidhy, A., dan Lawrence, M.J. 1998. Effect of Oil on The Level of Solubulization of Testoteron Propionate
xli
into Nonionic Oil in Water Microemulsions. Dalam: Journal of Pharmaceutical Sciences. 87. Hal 109-116.
Martin, A., Swarbick, J., dan A. Cammarata. 1993. Farmasi Fisik 2. Edisi III. Terjemahan: Yoshita. UI Press, Jakarta. Hal 940-1010, 1162, 1163, 1170.
Nur, A. 2005. Virgin Coconut Oil : Minyak Penakluk Aneka Penyakit, Cetakan
ke-5. PT. Agro Media Pustaka, Jakarta. Hal 2.
Purnojati, P. Patil R,T, Sheth P,D, Bommared G, Dondeti P dan Egbaria K. 2002. Design and Deveploment of Topical Microemulsion for Poorly Water Soluble Antifungal Agents 8 hlm.http://www.jrnlapplidresearch.com/aticle/volirissi/purnojati.htm. 4 Juni2009. pkl. 12.30.
Rahmawati, J. 2003. Percobaan Pendahuluan Pembuatan Sediaan Mikroemulsi
dengan Menggunakan Gameksan Sebagai Model Obat. Skripsi. Fakultas
MIPA UI, Depok. Hal 40.
Rieger MM. 2000. Harry’s Cosmetcology 8th ed. New York : Chemical Publishing co. Inc. Hal 891 - 892.
Rowe, RC. Sheskey, J.P 2003. Handbook of Pharmaceutical Exipient Fourth Edition. London : The Pharmaceutical Press. Hal 310,375, 411.
Sastromidjojo, Seno. Editor, Arjatmo Tjokronegoro. 1997. Obat Tanaman Asli Indonesia. Penerbit Dian Rakyat, Jakarta. Hal 135.
Setiaji, B dan Surip Prayugo. 2006. Membuat VCO Berkualitas Tinggi, Cetakan ke-2, Penebar Swadaya, Jakarta. Hal 14.
x lii