Kel 2 Pencernaan Kolesistitis

34
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: KOLESISTITIS dan KOLELITIASIS MAKALAH diajukan untuk memenuhi tugas pada Mata Kuliah Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan Program Studi S1 Keperawatan Oleh Astri Nur Raharjo Hernita Ariani Joni Siahaan Lenny Marlina A Mathilda Oni Tju Yohana Ayu Ambarwati PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Transcript of Kel 2 Pencernaan Kolesistitis

Page 1: Kel 2 Pencernaan Kolesistitis

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN:

KOLESISTITIS dan KOLELITIASIS

MAKALAH

diajukan untuk memenuhi tugas pada Mata Kuliah Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan

Program Studi S1 Keperawatan

Oleh

Astri Nur Raharjo

Hernita Ariani

Joni Siahaan

Lenny Marlina A

Mathilda Oni Tju

Yohana Ayu Ambarwati

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS

BANDUNG

2012

Page 2: Kel 2 Pencernaan Kolesistitis

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena

atas rahmat dan karunia yang telah diberikan, kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah

tentang Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Pencernaan: Kolesistitis

dan Kolelitiasi. Pembuatan makalah ini, dimaksudkan untuk membantu para mahasiswa dalam

mencapai tujuan mata ajar Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan sehingga para mahasiswa

mampu meningkatkan wawasan dan pengetahuannya.

Penulisan isi makalah ini masih jauh dari sempurna serta masih perlu dikembangkan

lebih lanjut lagi sebagaimana mestinya, mungkin hal ini dikarenakan faktor kemampuan dan lain

sebagainya yang menghambat proses pembuatannya, namun untuk memenuhi tugas dengan

dosen Ns. Yuanita Ani, S.Kep ini, penulis berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan

yang terbaik. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan dari semua

pihak, guna untuk perbaikan dan kesempurnaan isi dari makalah ini. Semoga makalah ini mampu

memberikan konstribusi positif dan bermakna dalam proses pembelajaran.

Akhir kata kami sebagai penulis mengucapkan terimakasih bagi semua pihak yang telah

membantu dalam pembuatan makalah ini.

Bandung, April 2012

Penyusun

Page 3: Kel 2 Pencernaan Kolesistitis

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kasus kolesistitis ditemukan pada sekitar 10% populasi. Sekitar 90% kasus berkaitan

dengan batu empedu; sedangkan 10% sisanya tidak. Kasus minoritas yang disebut juga

dengan istilah acalculous cholecystitis ini, biasanya berkaitan dengan pascabedah umum,

cedera berat, sepsis (infeksi berat), puasa berkepanjangan.

Individu yang berisiko terkena kolesistitis antara lain adalah jenis kelamin wanita, umur

tua, obesitas, obat-obatan, kehamilan, dan suku bangsa tertentu. Untuk memudahkan

mengingat faktor-faktor risiko terkena kolesistitis, digunakan akronim 4F dalam bahasa

Inggris (female, forty, fat, and fertile). Selain itu, kelompok penderita batu empedu tentu

saja lebih berisiko mengalami kolesistitis daripada yang tidak memiliki batu empedu.

Bagaimanakah batu empedu dapat menimbulkan kolesistitis? Batu empedu yang

menyumbat saluran empedu akan membuat kandung empedu meregang, sehingga aliran

darah dan getah bening akan berubah; terjadilah kekurangan oksigen dan kematian jaringan

empedu. Sedangkan pada kasus tanpa batu empedu, kolesistitis lebih disebabkan oleh faktor

keracunan empedu (endotoksin) yang membuat garam empedu tidak dapat dikeluarkan dari

kandung empedu.

Page 4: Kel 2 Pencernaan Kolesistitis

B. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah tentang Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan

Gangguan Sistem Pencernaan Kolesistitis dan Kolelitiasi sebagai berikut :

Tujuan umum :

Mahasiswa dapat memahami mengenai Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan

Gangguan Sistem Pencernaan: Kolesistitis dan Kolelitiasi.

Tujuan khusus :

1. Mahasiswa dapat menjelaskan mengenai Konsep Dasar Medis Kolesistitis dan

Kolelitiasi

2. Mahasiswa dapat menjelaskan mengenai Konsep Asuhan Keperawatan Dengan

Gangguan Sistem Pencernaan: Kolesistitis dan Kolelitiasi.

C. Metode Penulisan

Metode penulisan yang kamu gunakan dalam penyusunan makalah ini adalah pola

deskripsi yakni memaparkan serta menjelaskan kembali apa yang telah kami dapat dan

pelajari sebelumnya dari berbagai sumber yang telah kami temukan. Adapun metode

penulisan untuk bahan sumber yang kami dapatkan yaitu buku sumber yang sesuai dengan

materi yang dibutuhkan, konsultasi dengan dosen pembimbing, dan bahan dari internet.

D. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan diawali dengan penulisan bab I yang terdiri dari pendahuluan

yang membahas tentang latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika

penulisan. Bab II berisi tinjauan teori mengenai Konsep Penyakit dan Konsep Asuhan

Keperawatan dengan Gangguan Sistem Pencernaan : Kolesistitis dan Kolelitiasi.

Bab III, yaitu penutup yang terdiri dari kesimpulan, kemudian diakhiri dengan daftar

pustaka.

Page 5: Kel 2 Pencernaan Kolesistitis

BAB II

TINJAUAN TEORI

I. Kolesistitis

A. KONSEP DASAR MEDIS

1. Pengertian

Kolesistitis adalah radang kandung empedu yang merupakan inflamasi akut

dinding kandung empedu disertai nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan panas

badan. Dikenal dua klasifikasi yaitu akut dan kronis (Brooker, 2001). Kolesistitis Akut

adalah peradangan dari dinding kandung empedu, biasanya merupakan akibat dari adanya

batu empedu di dalam duktus sistikus, yang secara tiba-tiba menyebabkan serangan nyeri

yang luar biasa. Kolesistitis Kronis adalah peradangan menahun dari dinding kandung

empedu, yang ditandai dengan serangan berulang dari nyeri perut yang tajam dan hebat.

Kolesistitis adalah proses inflamasi atau peradangan akut pada kandung empedu yang

umumnya terjadi akibat penyumbatan pada saluran empedu.

Page 6: Kel 2 Pencernaan Kolesistitis

2. Etiologi

Sekitar 95% penderita peradangan kandung empedu akut, memiliki batu empedu.

Kadang suatu infeksi bakteri menyebabkan terjadinya peradangan. Kolesistitis akut tanpa

batu merupakan penyakit yang serius dan cenderung timbul setelah terjadinya:

1. cedera,

2. pembedahan

3. luka bakar

4. sepsis (infeksi yang menyebar ke seluruh tubuh)

5. penyakit-penyakit yang parah (terutama penderita yang menerima makanan lewat

infus dalam jangka waktu yang lama).

Sebelum secara tiba-tiba merasakan nyeri yang luar biasa di perut bagian atas, penderita

biasanya tidak menunjukan tanda-tanda penyakit kandung empedu. Kolesistitis kronis

terjadi akibat serangan berulang dari kolesistitis akut, yang menyebabkan terjadinya

penebalan dinding kandung empedu dan penciutan kandung empedu. Pada akhirnya

kandung empedu tidak mampu menampung empedu. Penyakit ini lebih sering terjadi pada

wanita dan angka kejadiannya meningkat pada usia diatas 40 tahun. Faktor resiko terjadinya

kolesistitis kronis adalah adanya riwayat kolesistitis akut sebelumnya.

3. Patofisiologi

Kandung empedu memiliki fungsi sebagai tempat menyimpan cairan empedu dan

memekatkan cairan empedu yang ada didalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan

elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati.

Pada individu normal, cairan empedu mengalir ke kandung empedu pada saat katup Oddi

tertutup. Dalam kandung empedu, cairan empedu dipekatkan dengan mengabsorpsi air.

Derajat pemekatannya diperlihatkan oleh peningkatan konsentrasi zat-zat padat. Stasis

empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan

susunan kimia dan pengendapan unsur tersebut. Perubahan metabolisme yang disebabkan

oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu, dapat menyebabkan infeksi kandung

empedu.

4. Patoflow

Page 7: Kel 2 Pencernaan Kolesistitis

5. Manifestasi Klinis

Timbulnya gejala bisa dipicu oleh makan makanan berlemak. Gejala bisa berupa:

1. Tanda awal dari peradangan kandung empedu biasanya berupa nyeri di perut kanan

bagian atas.

2. Nyeri bertambah hebat bila penderita menarik nafas dalam dan sering menjalar ke

bahu kanan.

3. Biasanya terdapat mual dan muntah.

4. Nyeri tekan perut

5. Dalam beberapa jam, otot-otot perut sebelah kanan menjadi kaku.

6. Pada mulanya, timbul demam ringan, yang semakin lama cenderung meninggi

7. Serangan nyeri berkurang dalam 2-3 hari dan kemudian menghilang dalam 1 minggu.

8. Gangguan pencernaan menahun

9. Nyeri perut yang tidak jelas (samar-samar)

10. Sendawa.

6. Komplikasi

Demam tinggi, menggigil, peningkatan jumlah leukosit dan berhentinya gerakan usus (ileus)

dapat menunjukkan terjadinya abses, gangren atau perforasi kandung empedu.

Serangan yang disertai jaundice (sakit kuning) atau arus balik dari empedu ke dalam hati

menunjukkan bahwa saluran empedu telah tersumbat sebagian oleh batu empedu atau oleh

peradangan.

Jika pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan kadar enzim amilase, mungkin telah

terjadi peradangan pankreas (pankreatitis) yang disebabkan oleh penyumbatan batu empedu

pada saluran pankreas (duktus pankreatikus).

7. Tes Diagnosis

1. CT scan perut

2. Kolesistogram oral

3. USG perut.

4. blood tests (looking for elevated white blood cells)

Page 8: Kel 2 Pencernaan Kolesistitis

8. Penatalaksanaan

1. Pengobatan yang biasa dilakukan adalah pembedahan.

2. Kolesistektomi bisa dilakukan melalui pembedahan perut maupun melalui

laparoskopi.

3. Penderita yang memiliki resiko pembedahan tinggi karena keadaan medis lainnya,

dianjurkan untuk menjalani diet rendah lemak dan menurunkan berat badan.

4. Bisa diberikan antasid dan obat-obat antikolinergik.

Page 9: Kel 2 Pencernaan Kolesistitis

II. Colelitiasis

1. Pengertian

Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus,batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana

terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesika felea) yang memiliki ukuran,

bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu

berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu :

obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.

Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di golongkankan atas

3 (tiga) golongan :

Page 10: Kel 2 Pencernaan Kolesistitis

1. Batu kolesterol

Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%kolesterol.

2. Batu kalsium bilirubinan (pigmen coklat)

Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-

bilirubinat sebagai komponen utama.

3. Batu pigmen hitam.

Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa

zat hitam yang tak terekstraksi.

2. Etiologi

Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin

banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya

kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain :

a. Jenis Kelamin.

Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan

pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi

kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga

meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon

(esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan

aktivitas pengosongan kandung empedu.

b. Usia.

Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang

dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan

orang degan usia yang lebih muda.

c. Berat badan (BMI).

Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk

terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam

kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi

kontraksi/pengosongan kandung empedu.

d. Makanan.

Page 11: Kel 2 Pencernaan Kolesistitis

Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi

gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat

menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.

e. Riwayat keluarga.

Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibanding

dengan tanpa riwayat keluarga.

f. Aktifitas fisik.

Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini

mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.

g. Penyakit usus halus.

Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease, diabetes,

anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.

h. Nutrisi intravena jangka lama.

Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk

berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko

untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.

3. Patofisiologi

`Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu, yang terdiri dari:

kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak, fosfolipid (lesitin) dan

elektrolit.

Batu empedu memiliki komposisi yang terutama terbagi atas 3 jenis:

a. batu pigmen

b. batu kolesterol

c. batu campuran (kolesterol dan pigmen)

d. Batu pigmen

Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini: bilirubinat,

karbonat, fosfat dan asam lemak.

Page 12: Kel 2 Pencernaan Kolesistitis

Pigmen (bilirubin) pada kondisi normal akan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin

terkonjugasi karna adanya enzim glokuronil tranferase bila bilirubin tak terkonjugasi

diakibatkan karena kurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase tersebut yang akan

mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan karena

bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam lemak.sehingga lama

kelamaan terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi yang bisa menyebabkan batu

empedu tapi ini jarang terjadi.

Gejala kolelitiasis dapat terjadi akut atau kronis dan terjadinya gangguan pada

epigastrium jika makan makanan berlemak, seperti: rasa penuh diperut, distensi abdomen,

dan nyeri samar pada kuadran kanan atas.

Rasa nyeri hebat dan kolik bilier Jika duktus sistikus tersumbat batu, maka kandung

empedu mengalami distensi kemudian akan terjadi infeksi sehingga akan teraba massa pada

kuadran I yang menimbulkan nyeri hebat sampai menjalar ke punggung dan bahu kanan

sehingga menyebabkan rasa gelisah dan tidak menemukan posisi yang nyaman. Nyeri akan

dirasakan persisten (hilang timbul) terutama jika habis makan makanan berlemak yang

disertai rasa mual dan ingin muntah dan pada pagi hari karena metabolisme di kandung

empedu akan meningkat.

Mekanisme mual dan muntah. Perangsangan mual dapat diakibatkan dari adanya

obstruksi saluran empedu sehingga mengakibatkan alir balik cairan empedu ke hepar

(bilirubin, garam empedu dan kolesterol) menyebabkan terjadinya proses peradangan

disekitar hepatobiliar yang mengeluarkan enzim-enzim SGOT dan SGPT, menyebabkan

peningkatan SGOT dan SGPT yang bersifat iritatif di saluran cerna sehingga merangsang

nervus vagal dan menekan rangsangan sistem saraf parasimpatis sehingga terjadi penurunan

peristaltik sistem pencernaan di usus dan lambung, menyebabkan makanan tertahan di

lambung dan peningkatan rasa mual yang mengaktifkan pusat muntah di medula oblongata

dan pengaktifan saraf kranialis ke wajah, kerongkongan serta neuron-neuron motorik spinalis

ke otot-otot abdomen dan diafragma sehingga menyebabkan muntah. Apabila saraf simpatis

teraktifasi akan menyebabkan akumulasi gas usus di sistem pencernaan yang menyebabkan

rasa penuh dengan gas maka terjadilah kembung.

Akibat adanya obstuksi saluran empedu menyebabkan eksresi cairan empedu ke

duodenum (saluran cerna) menurun sehingga feses tidak diwarnai oleh pigmen empedu dan

Page 13: Kel 2 Pencernaan Kolesistitis

feses akan berwarna pucat kelabu dan lengket seperti dempul yang disebut Clay Colored.

Selain mengakibatkan peningkatan alkali fospat serum, eksresi cairan empedu ke duodenum

(saluran cerna) juga mengakibatkan peningkatan bilirubin serum yang diserap oleh darah dan

masuk ke sirkulasi sistem sehingga terjadi filtrasi oleh ginjal yang menyebabkan bilirubin

dieksresikan oleh ginjal sehingga urin berwarna kuning bahkan kecoklatan.

4. Patoflow

5. Manifestasi Klinis

6. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis:

a. Asimtomatik

b. Obstruksi duktus sistikus

c. Kolik bilier

d. Kolesistitis akut

e. Kolesistitis kronis

1) Hidrop kandung empedu

2) Empiema kandung empedu

3) Fistel kolesistoenterik

4) Ileus batu empedu (gallstone ileus)

Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan mengakibatkan/

menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam kandung

empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun dapat

terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sitikus secara menetap maka mungkin akan dapat

terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya

kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat

juga membentuk suatu fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga

berakibat terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis

sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel

kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu yang berakibat terjadinya

peritonitis generalisata.Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus

Page 14: Kel 2 Pencernaan Kolesistitis

pada saat kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus

kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang

menyumbat di duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis,

kolangiolitis, dan pankretitis. Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna

melalui terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat

menyumbat pad bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus

obstruksi.

7. Tes Diagnosis

a. Rontgen abdomen/ pemeriksaan sinar X/ Foto polos abdomen Dapat dilakukan pada

klien yang dicurigai akan penyakit kandung empedu. Akurasi pemeriksaannya hanya 15-

20 %. Tetapi bukan merupakan pemeriksaan pilihan.

b. Kolangiogram/ kolangiografi transhepatik perkutan Yaitu melalui penyuntikan bahan

kontras langsung ke dalam cabang bilier. Karena konsentrasi bahan kontras yang

disuntikan relatif besar maka semua komponen sistem bilier (duktus hepatikus, D.

koledukus, D. sistikus dan kandung empedu) dapat terlihat. Meskipun angka komplikasi

dari kolangiogram rendah namun bisa beresiko peritonitis bilier, resiko sepsis dan syok

septik.

c. ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatographi) Yaitu sebuah kanul yang

dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duktus pancreatikus, kemudian bahan

kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut. Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi

langsung stuktur bilier dan memudahkan akses ke dalam duktus koledukus bagian distal

untuk mengambil batu empedu, selain itu ERCP berfungsi untuk membedakan ikterus

yang disebabkan oleh penyakit hati (ikterus hepatoseluler dengan ikterus yang

disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga dapat digunakan untuk menyelidiki gejala

gastrointestinal pada pasien-pasien yang kandung empedunya sudah diangkat. ERCP ini

berisiko terjadinya tanda-tanda perforasi/ infeksi.

d. Pemeriksaan laboratorium

Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada

pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis.

Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum

Page 15: Kel 2 Pencernaan Kolesistitis

akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi

mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum

dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali

terjadi serangan akut.

e. Pemeriksaan radiologi

f. Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk

mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun

ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal

karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu

yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh

udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung

empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.

8. Penatalaksanaan

a. Non Bedah, yaitu:

1) Therapi Konservatif

2) Pendukung diit : Cairan rendah lemak

3) Cairan Infus

4) Pengisapan Nasogastrik

5) Analgetik

6) Antibiotik

7) Istirahat

8) Farmako TherapiPemberian asam ursodeoksikolat dan kenodioksikolat digunakan

untuk melarutkan batu empedu terutama berukuran kecil dan tersusun dari

kolesterol. Zat pelarut batu empedu hanya digunakan untuk batu kolesterol pada

pasien yang karena sesuatu hal sebab tak bisa dibedah. Batu-batu ini terbentuk

karena terdapat kelebihan kolesterol yang tak dapat dilarutkan lagi oleh garam-

garam empedu dan lesitin. Untuk melarutkan batu empedu tersedia Kenodeoksikolat

dan ursodeoksikolat. Mekanisme kerjanya berdasarkan penghambatan sekresi

kolesterol, sehigga kejenuhannya dalam empedu berkurang dan batu dapat melarut

Page 16: Kel 2 Pencernaan Kolesistitis

lagi. Therapi perlu dijalankan lama, yaitu: 3 bulan sampai 2 tahun dan baru

dihentikan minimal 3 bulan setelah batu-batu larut. Recidif dapat terjadi pada 30%

dari pasien dalam waktu 1 tahun, dalam hal ini pengobatan perlu dilanjutkan.

b. Pembedahan Cholesistektomy

Merupakan tindakan pembedahan yang dilakukan atas indikasi cholesistitis atau pada

cholelitisis, baik akut /kronis yang tidak sembuh dengan tindakan konservatif .

Tujuan perawatan pre operasi pada bedah cholesistectomy

1) Meningkatkan pemahaman klien dan keluarga tentang prosedur operasi

2) Meningkatkan kesehatan klien baik fisik maupun psikologis

3) Meningkatkan pemahaman klien dan keluarga tentang hal-hal yang akan

dilakukan pada post operasi.

Tindakan Keperawatan Pada Cholecystotomy

1) Posisi semi Fowler

2) Menjelaskan tujuan penggunaan tube atau drain dan lamanya

3) Menjelaskan dan mengajarkan cara mengurangi nyeri:

Teknik Relaksasi

Distraksi

c. Terapi

1) Ranitidin

Komposisi: Ranitidina HCl setara ranitidina 150 mg, 300 mg/tablet, 50 mg/ml

injeksi.

Indikasi: ulkus lambung termasuk yang sudah resisten terhadap simetidina, ulkus

duodenum, hiperekresi asam lambung ( Dalam kasus kolelitiasis ranitidine dapat

mengatasi rasa mual dan muntah / anti emetik).

Perhatian: pengobatan dengan ranitidina dapat menutupi gejala karsinoma

lambung, dan tidak dianjurkan untuk wanita hamil.

2) Buscopan (analgetik /anti nyeri)

Komposisi: Hiosina N-bultilbromida 10 mg/tablet, 20 mg/ml injeksi

Indikasi: Gangguan kejang gastrointestinum, empedu, saluran kemih wanita.

Page 17: Kel 2 Pencernaan Kolesistitis

Kontraindikasi: Glaukoma hipertrofiprostat.

3) Buscopan Plus

Komposisi: Hiosina N-butilbromida 10 mg, parasetamol 500 mg.

Indikasi: Nyeri paroksimal pada penyakit usus dan lambung, nyeri spastik pada

saluran uriner, bilier, dan organ genital wanita.

4) NaCl

NaCl 0,9 % berisi Sodium Clorida / Natrium Clorida yang dimana kandungan

osmolalitasnya sama dengan osmolalitas yang ada di dalam plasma tubuh.

NaCl 3 % berisi Sodium Clorida / Natrium Clorida tetapi kandungan

osmolalitasnya lebih tinggi dibanding osmolalitas yang ada dalam plasma tubuh.

d. Penatalaksanaan Diet

Pada kasus kolelitiasis jumlah kolesterol dalam empedu ditentukan oleh jumlah lemak

yang dimakan karena sel –sel hepatik mensintesis kolesterol dari metabolisme lemak,

sehingga klien dianjurkan/ dibatasi dengan makanan cair rendah lemak. Menghindari

kolesterol yang tinggi terutama yang berasal dari lemak hewani. Suplemen bubuk

tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk ke dalam susu skim dan adapun makanan

tambahan seperti: buah yang dimasak, nasi ketela, daging tanpa lemak,

Page 18: Kel 2 Pencernaan Kolesistitis

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Pencernaan: Kolesistitis dan

Kolelitiasi

1. Pengkajian

Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh

Pengkajian pasien meliputi:

a. Sirkulasi

Gejala: riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular  perifer,

atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus).

b. Integritas ego

Gejala: perasaan cemas, takut, marah, apatis; factor-faktor stress multiple, misalnya

financial, hubungan, gaya hidup.

Tanda: tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang; stimulasi

simpatis.

c. Makanan / cairan

Gejala : insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/ ketoasidosis);

malnutrisi (termasuk obesitas); membrane mukosa  yang kering (pembatasan

pemasukkan / periode puasa pra operasi

d. Pernapasan

Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.

e. Keamanan

Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan;  Defisiensi

immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan);

Munculnya kanker / terapi kanker terbaru; Riwayat keluarga tentang hipertermia

malignant/reaksi anestesi; Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-

Page 19: Kel 2 Pencernaan Kolesistitis

obatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse.

Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul:

a. Pola nafas, tidak efektif berhubungan dengan neuromuskular, ketidakseimbangan

perseptual/kognitif, peningkatan ekspansi paru, obstruksi trakeobronkial.

b. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan kimia misalnya penggunaan

obat-obat farmasi, hipoksia; lingkungan terapeutik yang terbatas misalnya

stimulus sensori yang berlebihan ; stress fisiologis.

c. Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap berhubungan dengan pembatasan

pemasukkan cairan tubuh secara oral, hilangnya cairan tubuh secara tidak

normal, pengeluaran integritas pembuluh darah.

d. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integrittas

otot, trauma muskuloskletal, munculnya saluran dan selang.

3. Intervensi Dan Implementasi

a. Pola nafas, tidak efektif berhubungan dengan neuromuskular, ketidakseimbangan

perseptual/kognitif, peningkatan ekspansi paru, obstruksi trakeobronkial.

Tujuan : menetapkan pola napas yang normal/efektif dan bebas dari sianosis atau

tanda-tanda hipoksia lainnya.

Kriteria hasil : tidak ada perubahan pada frekuensi dan kedalaman pernapasan.

Intervensi Rasional

1. Pertahankan jalan udara pasien dengan memiringkan kepala, hiperekstensi rahang, aliran udara faringeal oral

1. mencegah obstruksi jalan napas

Page 20: Kel 2 Pencernaan Kolesistitis

2. Auskultasi suara napas. Dengarkan ada/tidaknya suara napas

kurangnya suara napas adalah indikasi adanya obstruksi oleh mukus ataulidah dan dapat dibenahi dengan mengubah posisi ataupun pengisapan

3. Observasi frekuensi dan kedalaman pernapasan, pemakaian otot-otot bantupernapasan, perluasan rongga dada, retraksi atau pernapasan cuping hidung,warna kulit, dan aliran udara.

dilakukan untuk memastikan efektivitas pernapasan sehingga upayamemperbaikinya dapat segerra dilakukan

4. Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernapasandan jenis pembedahan

elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aaspirasi darimuntah, posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru bagianbawah dan menurunkan tekanan pada diafragma

5. Lakukan latihan gerak sesegera mungkin pada pasien yang reaktif dan lanjutkanpada periode pascaoperasi

ventilasi dalam yang aktif membuka alveolus, mengeluarkan sekresi,meningkatkan pengangkutan oksigen, membuang gas anastesi ; batuk membantumengeluarkan sekresi dari sistem pernapasan.

6. Lakukan pengisapan lendir jika diperlukan

obstruksi jalan napas dapat terjadi karena adanya darah atau mukus dalam tenggorok atau trakhea.

7. Kolaborasi, pemberian oksigen sesuai kebutuhan

dilakukan untuk meningkatkan atau memaksimalkan pengambilan oksigen yangakan diikat oleh Hb yang menggantikan tempat gas anastesi dan mendorongpengeluaran gas terssebut melalui zat-zat inhalasi

b. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan kimia misalnya penggunaan obat-

obat farmasi, hipoksia; lingkungan terapeutik yang terbatas misalnya

stimulus sensori yang berlebihan; stress fisiologis.

Tujuan : meningkatkan tingkat kesadaran.

Kriteria hasil : pasien mampu mengenali keterbatasan diri dan mencari sumber bantuan sesuai

kebutuhan.

Page 21: Kel 2 Pencernaan Kolesistitis

Intervensi Rasional

1. Orientasikan kembali pasien secara terus menerus setelah keluar dari pengaruhanastesi ; nyatakan bahwa operasi telah selesai dilakukan

karena pasien telah meningkat kesadarannya, maka dukungan dan jaminan akanmembantu menghilangkan ansietas.

2. Bicara pada pasien dengan suara yang jelaas dan normal tanpa membentak, sadarpenuh akan apa yang diucapkan

tidak dapat ditentukan kapan pasien akan sadar penuh, namun sensoripendengaran merupakan kemampuan yang pertama kali akan pulih.

3. Evaluasi sensasi/pergerakkan ekstremitas dan batang tenggorok yang sesuai.

pengembalian fungsi setelah dilakukan blok saraf spinal atau lokal yangbergantung pada jenis atau jumlah obat yang digunakan dan lamanya prosedurdilakukan.

4. Gunakan bantalan pada tepi tempat tidur, lakukan pengikatan jika diperlukan.

berikan keamanan bagi pasien selama tahap darurat, mencegah terjadinyacedera pada kepala dan ekstremitas bila pasien melakukan perlawanan selamamasa disorientasi.

5. Periksa aliran infus, selang endotrakeal, kateter, bila dipasang dan pastikankepatenannya.

pada pasien yang mengalami disorientasi, mungkin akan terjadi bendunganpada aliran infus dan sistem pengeluaran lainnya, terlepas, atau tertekuk

6. Pertahankan lingkungan yang tenang dan nyaman

stimulus eksternal mungkin menyebabkan abrasi psikis ketika terjadidisosiasi obat-obatan anastesi yang telah diberikan.

c. Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap berhubungan dengan pembatasan

pemasukkan cairan tubuh secara oral, hilangnya cairan tubuh secara tidak

normal, pengeluaran integritas pembuluh darah

Tujuan : keseimbangan cairan tubuh adekuat.

Page 22: Kel 2 Pencernaan Kolesistitis

Kriteria hasil : tidak ada ada tanda-tanda dehidrasi (tanda-tanda vital stabil, kualitas denyut

nadi baik, turgor kulit normal, membran mukosa lembab dan pengeluaran urine yang

sesuai).

Intervensi rasional

1. Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran.

Tinjau ulang catatan intra operasi

dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi pengeluarancairan/kebutuhan penggantian dan pilihan-pilihan yang mempengaruhiintervensi.

2. Kaji pengeluaran urinarius, terutama untuk

tipe prosedur operasi yang dilakukan

mungkin akan terjadi penurunan ataupun penghilangan setelaha prosedur padasistem genitourinarius dan atau struktur yang berdekatan mengindikasikanmalfungsi ataupun obstruksi sistem urinarius.

3. Pantau tanda-tanda vital. hipotensi, takikardia, peningkatan pernapasan mengindikasikan kekurangankekurangan cairan.

4. Letakkan pasien pada posisi yang sesuai,

tergantung pada kekuatan pernapasan

dan jenis pembedahan.

elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aaspirasi darimuntah, posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru bagianbawah dan menurunkan tekanan pada diafragma

5. Periksa pembalut, alat drain pada interval

reguler. Kaji luka untuk terjadinya

pembengkakan

perdarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada hipovolemia/hemoragi

6. Pantau suhu kulit, palpasi denyut perifer. kulit yang dingin/lembab, denyut yang lemah mengindikasikan penurunansirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk penggantian cairan tambahan

Page 23: Kel 2 Pencernaan Kolesistitis

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Kolesistitis adalah radang kandung empedu yang merupakan inflamasi akut

dinding kandung empedu disertai nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan panas

badan. Dikenal dua klasifikasi yaitu akut dan kronis (Brooker, 2001). Kolesistitis Akut adalah

peradangan dari dinding kandung empedu, biasanya merupakan akibat dari adanya batu empedu

di dalam duktus sistikus, yang secara tiba-tiba menyebabkan serangan nyeri yang luar biasa.

Kolesistitis Kronis adalah peradangan menahun dari dinding kandung empedu, yang ditandai

dengan serangan berulang dari nyeri perut yang tajam dan hebat.

Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis

dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu.Batu kandung empedu

merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk

di dalam kandung empedu.

Page 24: Kel 2 Pencernaan Kolesistitis

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart.2001.Keperawatan Medikal Bedah Vol 2.Jakarta : EGC

Carpenito, Lynda Juall. 1998. Diagnosa Keperawatan Edisi 6. Jakarta.EGC