Kehidupan Manusia Purba Masa Perundagian

17
ZAMAN PERUNDAGIAN Kehidupan Manusia Purba Masa perundagian- Zaman perundagian adalah zaman di mana manusia sudah mengenal pengolahan logam. Hasil-hasil kebudayaan yang dihasilkan terbuat dari bahan logam. Adanya penggunaan logam, tidaklah berarti hilangnya penggunaan barang- barang dari batu. Pada masa perundagian, manusia masih juga menggunakan barang-barang yang berasal dari batu. Penggunaan bahan dari logam tidak begitu tersebar luas sebagaimana halnya bahan dari batu. Persediaan logam sangat terbatas. Hanya orang-orang tertentu yang memiliki barang-barang dari logam. Kemungkinan hanya orang-orang yang mampu membeli bahan-bahan tersebut. Keterbatasan persediaan tersebut memungkinkan barang- barang dari logam diperjualbelikan. Adanya perdagangan tersebut dapat diperkirakan bahwa manusia pada zaman perundagian telah mengadakan hubungan dengan luar. a. Sistem sosial-ekonomi Manusia Purba Masa perundagian Masyarakat pada masa perundagian diperkirakan sudah mengenal pembagian kerja. Hal ini dapat dilihat dari pengerjaan barang-barang dari logam. Pengerjaan barang-barang dari logam membutuhkan suatu keahlian, tidak semua orang dapat mengerjakan pekerjaan ini. Selain itu, ada orang-orang tertentu yang memiliki benda-benda dari logam. Dengan demikian pada masa perundagian sudah terjadi pelapisan sosial.Bahkan bukan hanya pembuat dan pemilik, tetapi adanya pedagang yang memperjualbelikan logam. Pada masa perundagian kehidupan sosialnya sudah mengenal sistem kemasyarakatan yang sudah teratur. Masyarakat hidup diikat oleh norma-norma dan nilai. Norma-norma dan nilai-nilai ini diciptakan oleh mereka sendiri, disepakati dan dijadikan pegangan dalam menjalan kehidupannya. Sebagaimana layaknya dalam suatu sistem kemasyarakatan, pada masa ini sudah ada pemimpin dan ada masyarakat yang dipimpin. Struktur ini dikatakan ada kalau dilihat dari penemuan alat-alat untuk penguburan. Kuburan-kuburan yang ada terdapat kuburan yang diiringi dengan berbagai bekal bagi mayat.

Transcript of Kehidupan Manusia Purba Masa Perundagian

Page 1: Kehidupan Manusia Purba Masa Perundagian

ZAMAN PERUNDAGIAN

Kehidupan Manusia Purba Masa perundagian- Zaman perundagian adalah zaman di mana manusia sudah mengenal pengolahan logam. Hasil-hasil kebudayaan yang dihasilkan terbuat dari bahan logam. Adanya penggunaan logam, tidaklah berarti hilangnya penggunaan barang-barang dari batu. Pada masa perundagian, manusia masih juga menggunakan barang-barang yang berasal dari batu. Penggunaan bahan dari logam tidak begitu tersebar luas sebagaimana halnya bahan dari batu. Persediaan logam sangat terbatas. Hanya orang-orang tertentu yang memiliki barang-barang dari logam. Kemungkinan hanya orang-orang yang mampu membeli bahan-bahan tersebut. Keterbatasan persediaan tersebut memungkinkan barang-barang dari logam diperjualbelikan. Adanya perdagangan tersebut dapat diperkirakan bahwa manusia pada zaman perundagian telah mengadakan hubungan dengan luar.a. Sistem sosial-ekonomi Manusia Purba Masa perundagian

Masyarakat pada masa perundagian diperkirakan sudah mengenal pembagian kerja. Hal ini dapat dilihat dari pengerjaan barang-barang dari logam. Pengerjaan barang-barang dari logam membutuhkan suatu keahlian, tidak semua orang dapat mengerjakan pekerjaan ini. Selain itu, ada orang-orang tertentu yang memiliki benda-benda dari logam. Dengan demikian pada masa perundagian sudah terjadi pelapisan sosial.Bahkan bukan hanya pembuat dan pemilik, tetapi adanya pedagang yang memperjualbelikan logam.

Pada masa perundagian kehidupan sosialnya sudah mengenal sistem kemasyarakatan yang sudah teratur. Masyarakat hidup diikat oleh norma-norma dan nilai. Norma-norma dan nilai-nilai ini diciptakan oleh mereka sendiri, disepakati dan dijadikan pegangan dalam menjalan kehidupannya. Sebagaimana layaknya dalam suatu sistem kemasyarakatan, pada masa ini sudah ada pemimpin dan ada masyarakat yang dipimpin. Struktur ini dikatakan ada kalau dilihat dari penemuan alat-alat untuk penguburan. Kuburan-kuburan yang ada terdapat kuburan yang diiringi dengan berbagai bekal bagi mayat.

Model kuburan ini diperkirakan hanya untuk para pemimpin. Sistem mata pencaharian pada masa perundagian sudah mengalami kemajuan. Keterikatan terhadap bahan-bahan makanan yang disediakan oleh alam mulai berkurang. Mereka mampu mengolah sumber-sumber daya yang ada di alam untuk dijadikan bahan makanan. Cara bertani berhuma sudah mulai berubah menjadi bertani dengan bersawah. Ada perbedaan dalam cara bertani berhuma dengan bersawah. Dalam bertani berhuma ada kebiasaan meninggalkan tempat olahannya, apabila tanahnya sudah tidak subur, jadi hidup mereka pun tidak menetap secara permanen. Sedangkan dalam bertani bersawah tidak lagi berpindah, mereka tinggal secara permanen. Hal ini dikarenakan pengolahan tanah pertanian sudah menggunakan pupuk yang membantu kesuburan tanah. Dengan demikian masyarakat tidak akan meninggalkan lahan garapannya. Bukti adanya kehidupan bersawah yaitu dengan ditemukannya alat-alat pertanian dari logam, seperti bajak, pisau, dan alat-alat yang lainnya.

Page 2: Kehidupan Manusia Purba Masa Perundagian

b. Benda-benda yang dihasilkan Manusia Purba Masa perundagianBenda-benda yang dihasilkan pada zaman perundagian mengalami

kemajuan dalam hal teknik pembuatan. Teknik pembuatan barang dari logam yang utama adalah melebur, yang kemudian dicetak sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Ada dua teknik pencetakan logam yaitu bivolve dan a cire perdue. Teknik bivolve dilakukan dengan cara menggunakan cetakan-cetakan batu yang dapat dipergunakan berulang kali. Cetakan terdiri dari dua bagian (kadang-kadang lebih, khususnya untuk benda-benda besar) diikat. Kedalam rongga cetakan itu dituangkan perunggu cair. Kemudian cetakan itu dibuka setelah logamnya mengering.

Teknik a cire perdue dikenal pula dengan istilah cetak lilin. Cara yang dilakukan yaitu dengan membuat cetakan model benda dari lilin. Cetakan tersebut kemudian dibungkus dengan tanah liat. Setelah itu tanah liat yang berisi lilin itu dibakar. Lilin akan mencair dan keluar dari lubang yang telah dibuat. Maka terjadilah benda tanah liat bakar yang berongga. Bentuk rongga itu sama dengan bentuk lilin yang telah cair. Setelah cairan logam dingin, cetakan tanah liat dipecah dan terlihatlah cairan logam yang telah membeku membentuk suatu barang sesuai dengan rongga yang ada dalam tanah liat. Pada masa perundagian dihasilkan benda-benda yang terbuat dari perunggu, yaitu sebagai berikut.1) Bejana Manusia Purba Masa perundagian

Bentuk bejana perunggu seperti gitar Spanyol tetapi tanpa tangkainya. Pola hiasan benda ini berupa pola hias anyaman dan huruf L.Bejana ditemukan di daerah Madura dan Sumatera.

Bejana perunggu dari Madura2) Nekara Manusia Purba Masa perundagian

Nekara ialah semacam berumbung dari perunggu yang berpinggang di bagian tengahnya dan sisi atapnya tertutup. Pada nekara terdapat pola hias yang beraneka ragam. Pola hias yang dibuat yaitu pola binatang, geometrik, gambar burung, gambar gajah, gambar ikan laut, gambar kijang, gambar harimau, dan

Page 3: Kehidupan Manusia Purba Masa Perundagian

gambar manusia. Dengan hiasan yang demikian beragam, maka nekara memiliki nilai seni yang cukup tinggi.

Nekara dari kepulauan Selayar

Moko dari AlorBeberapa tempat ditemukannya nekara yaitu Bali, Sumatra, Sumbawa,

Roti, Leti, Selayar, Alor, dan Kepulauan Kei. Di Bali ditemukan nekara yang bentuknya besar dan masyarakat di sana mempercayai bahwa benda itu jatuh dari langit.Nekara tersebut disimpan di sebuah pura (kuil) di desa Intaran daerah Pejeng. Puranya diberi nama Pura Panataran Sasih (bulan). Di Alor banyak ditemukan nekara dengan bentuk kecil tapi memanjang. Nekara ini disebut moko. Hiasan-hiasan yang ada pada nekara di Alor ini bergambar, bentuk hiasannya ada yang merupakan hiasan jaman Majapahit. Hubungan antarwilayah di Indonesia diperkirakan sudah terjadi pada masa perundagian dengan ditemukannya nekara. Hal ini dapat dilihat dari Nekara yang berasal dari Selayar dan Kepulauan Kei dihiasi gambar-gambar gajah, merak, dan harimau. Sedangkan binatang yang

Page 4: Kehidupan Manusia Purba Masa Perundagian

tercantum pada nekara tersebut tidak ada di di daerah itu. Hal ini menunjukkan bahwa nekara berasal dari daerah Indonesia bagian barat atau dari benua Asia.Hal yang menarik lagi ditemukannya nekara di Sangean. Nekara yang ditemukan di daerah ini bergambar orang menunggang kuda beserta pengiringnya yang memakai pakaian orang Tartar. Dengan adanya gambar tersebut menunjukkan terjadi hubungan bangsa Indonesia pada saat itu dengan Cina. Jadi, hubungan antara Indonesia dengan Cina sudah ada sejak zaman perunggu. .

Periode perundagian dimulai pada zaman ketika manusia telah melakukan pengolahan logam, yaitu sekitar 10.000 tahun yang lalu.

Nama nekara terdapat dalam berbagai bahasa mulai, dari kettledrum sebagai nama yang sering digunakan. Nama lokal di Indonesia, seperti bulan (sasih) untuk menyebut nekara dari Pejeng (Bali), tifaguntur (Maluku), makalamau (Sangeang), sarisatangi, bo so napi, untuk menyebut nekara tipe Heger I. Untuk menyebut nekara tipe Pejeng di Pulau Alor digunakan nama moko, di Pulau Pantar disebut kuang, dan di Kabupaten Flores Timur dinamakan wulu. Menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia, nekara adalah gendang perunggu berbentuk seperti dandang, berpinggang pada bagian tengah dengan selaput suara berupa logam atau perunggu. 

Nekara Bulan Pejeng, gianyar Bali

Di Jerman nekara disebut dengan nama pauke; Meyer dan Foy dan De Groot menyebutnya bronze pauke. Kemudian Heger menyebutnya metalltrommen, dalam bahasa Belanda menjadi ketletrom, dalam bahasa Denmark kedeltrommen, dalam bahasa Prancis tambour metallique, dan dalam bahasa Inggris kettledrum. Bahasa istilah tersebut pada umumnya memiliki arti yang sama, yaitu genderang.

Nekara secara proporsional dapat dibagi dalam tiga bagian, yaitu bagian atas, tengah dan bawah. Pertama, bagian atas dibagi menjadi bidang pukul dan bahu. Istilah bidang-pukul diberikan pada bagian atas yang berarti tempat atau bagian yang dipukul. Bagian bahu adalah bagian yang terletak tepat di bawah bagian bagian pukul. Pegangan atau telinga terdapat antara bagian bahu dan tengah. Kedua, bagian tengah atau sering juga disebut bagian pinggang. Ketiga, bagian

Page 5: Kehidupan Manusia Purba Masa Perundagian

bawah atau juga sering disebut kaki adalah bagian bagian yang paling bawah berongga tidak tertutup.

Pada nekara terdapat hiasan-hiasan yang pada umumnya terbagi dalam kelompok-kelompok besar, kemudian terbagi lagi ke dalam kelompok kecil. Ada pun pola hiasan yang ada dalam nekara antara lain adalah pola-pola geometris seperti: garis sejajar horizontal; lingkaran tangent, berupa lingkaran kecil dengan garis miring untuk menyambungkan dengan lingkaran berikutnya; meander berupa garis-garis miring yang terkadang distilir sebegitu rupa sehingga sulit dikenali bentuk aslinya.

Teknik pembuatan alat-alat perunggu pada zaman prasejarah terdiri dari 2 (dua) cara yaitu:

1.    Teknik a cire perdue atau cetakan lilin. Caranya adalah membuat bentuk benda yang dikehendaki dengan lilin, setelah model dari lilin terbentuk maka cetakan ditutup dengan menggunakan tanah, dan dibuat lubang dari atas dan bawah. Setelah itu cetakan dibakar, sehingga lilin yang terbungkus dengan tanah akan mencair, dan keluar melalui lubang bagian bawah. Untuk selanjutnya melalui lubang bagian atas dimasukkan cairan perunggu. Apabila sudah dingin, cetakan tersebut dipecah sehingga keluarlah benda yang dikehendaki.-

2.    Teknik bivalve atau setangkap. Caranya yaitu menggunakan cetakan yang ditangkupkan dan dapat dibuka, sehingga setelah dingin cetakan tersebut dapat dibuka, maka keluarlah benda yang dikehendaki. Cetakan tersebut terbuat dari batu atau pun kayu.

Di Asia Tenggara logam mulai dikenal sejak 3.000-2.000 SM. Di Indonesia penggunaan logam diketahui pada masa sebelum Masehi. Berdasarkan temuan-temuan arkeologi, Indonesia mengenal alat-alat yang terbuat dari perunggu dan besi, dan juga telah mengenal emas sebagai bahan perhiasan. Dengan dikenalnya peralatan dari logam, maka secara berangsur-angsur peralatan yang terbuat dari batu mulai ditinggalkan, setelah pengetahuan tentang peralatan dari logam dikenal luas di masyarakat.

Nekara menjadi salah satu hasil dari kebudayaan zaman perundagian; yang menjadi unsur penting pada zaman perundagian ini adalah peralatan yang terbuat dari logam. Unsur terpenting dari artefak logam yang ditemukan di Indonesia adalah nekara perunggu. Nekara berbentuk seperti dandang terbalik. Benda ini dianggap sebagai drum sehingga disebut “kettle drum”, “metal drum”, “kettle gong”, dan “metal trommeln”.

Nekara perunggu ditemukan di Indonesia ada dua tipe, yaitu tipe Pejeng dan tipe Heger. Tipe Pejeng diambil dari tempat penemuannya nekara ini yang terbesar dan pertama. Sedangkan tipe Heger diambil dari nama F. Heger yang mengklasifikasikan nekara ini. Nekara tipe Pejeng dianggap berasal dari Indonesia, sedangkan tipe Heger berasal dari luar Indonesia.

Page 6: Kehidupan Manusia Purba Masa Perundagian

Nekara Bulan Pejeng,

di Pura Penataran Sasih, Pejeng, Bali.

Nekara tipe Pejeng sangat berbeda dengan nekara-nekara lain yang ditemukan di Asia Tenggara, yang dikenal dengan nama Tipe Heger. Nekara Pejeng berbentuk langsing bidang pukulnya menjorok keluar dari bagian bahunya. Bagian bahu berbentuk silinder atau lurus yang sama bentuknya pada bagian kaki.

Nekara ini sangat besar dengan tingginya 190 cm dan garis tengah bidang pukul 160 cm. Bentuk yang lebih kecil nekara tipe ini ditemukan di Kabupaten Alor yang oleh penduduk disebut moko, di Kabupaten Flores Timur disebut dengan nama wulu, dan di Pulau Pantar kuang.

Tipe Nekara

a.    Nekara Tipe Pejeng

Penemuan sebuah nekara perunggu berukuran besar pada tahun 1705 oleh Rumphius di Desa Pejeng, Gianyar. Nekara ini oleh penduduk setempat disebut “Bulan Pejeng”, dan dianggap sebagai roda bulan yang jatuh ke bumi. Selama beberapa abad bahkan sampai sekarang di Bali termasuk daerah Pejeng, masyarakatnya menganut agama Hindu-Buddha–bahkan pada zaman dulu di sini berdiri kerajaan Hindu-Buddha.

Sebagai pusat ajaran Hindu-Buddha, tidak heran kalau di daerah Bali kita akan banyak menemukan kuil (pura). Di antara kuil ini adalah pura Panataran Sasih yang diperkirakan merupakan tempat pemujaan pada masa perundagian. Sasih atau Bulan adalah nama yang diberikan pada nekara yang ditemukan di daerah Pejeng.

Page 7: Kehidupan Manusia Purba Masa Perundagian

Nekara tipe Pejeng dengan pola hias baru yang meniru pola hias pada candi dan pola hias bulan sabit, dari Pulau Alor, NTT

W.O.J. Nieuwenkamp mengatakan bahwa nekara ini berbeda dengan nekara yangberasal dari Asia Tenggara, yang dikenal dengan tipe Heger. Nekara Pejeng berbentuk langsing bidang pukulnya yang menjorok keluar dari bagian bahunya. Bagian bahu berbentuk silinder atau lurus yang sama bentuknya pada bagian kaki.

Nekara tipe Pejeng banyak ditemukan di wilayah Indonesia, seperti Pulau Jawa, Pulau Bali, Pulau Lombok, Nusa Tenggara Timur, Kabupaten Frores Timur, dan Kabupaten Alor. Penemuan-penemuan nekara tipe Pejeng nampaknya tersebar dari wilayah Pulau Jawa sampai ke wilayah Indonesia bagian timur. Ditemukanya persebaran nekara ini menandakan bahwa nekara perunggu dikenal di Nusantara pada masa praaksara.

Nekara Tipe Heger

Nekara perunggu tipe Heger I dalam posisi terbalik sebagai wadah kubur. Hasil ekskavasi dari Palawangan, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.

Nekara tipe Heger ditemukan dari penggalian tidak sengaja atau penggalian secara sistematis oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Informasi awal tentang keberadaan nekara perunggu di Indonesia diberikan oleh G.E. Rumphius dalam bukunya yang berjudul D ‘Amboinsche Rariteitkamer. Dalam buku tersebut

Page 8: Kehidupan Manusia Purba Masa Perundagian

dijelaskan tentang beberapa temuan artefak dan logam di Indonesia. Artefak logam yang ditemukan antara lain berupa nekara perunggu yang ditemukan di Kepulauan Maluku. Penemuan-penemuan nekara perunggu terus berlangsung, bahkan sesudah perang dunia ke II nekara perunggu ditemukan di berbagai tempat, yaitu Pulau Gorom, Papua, Alor, Lombok, Jawa, Sumatra dan Kalimantan.

Nekara tipe Heger I dari Pulau Sangeang, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.

Sebagian besar nekara yang ditemukan sebelum Perang Dunia II disimpan di Museum Nasional Jakarta, atau di angkut ke Eropa untuk di simpan di beberapa museum atau menjadi koleksi pribadi. Sedangkan nekara yang ditemukan setelah Perang Dunia II disimpan di Museum Negeri Provinsi, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala atau masih disimpan sebagai pusaka di lokasi temuan.

Selain nekara tipe Pejeng yang tersebar di wilayah Indonesia, ternyata nekara tipe Heger juga tersebar di wilayah-wilayah Indonesia seperti, Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Pulau Lombok, Pulau Songeang, Pulau Sumbawa, Pulau Rote, Pulau Alor, Pulau Kalimantan, Pulau Selayar, Kepulauan Maluku, dan Papua.

Fungsi Nekara

a.    Nekara Tipe Pejeng

Di Kabupaten Alor, nekara tipe Pejeng semula digunakan sebagai alat pembayaran. Nekara diperlakukan sebagai mata uang sehingga banyak pembayaran dilakukan dengan nekara, baik untuk membayar pajak, pembelian hasil bumi, pembayaran hasil kerja, seperti pembuatan perahu. Maupun untuk ditukarkan dengan lilin (lebah), madu, kain, dan burung. Nekara juga digunakan untuk pembayaran denda, pajak atau upeti kepada raja (pemimpin). Pembayaran denda dengan nekara yang dilakukan oleh tua adat.

Nekara ternyata masih mendapat penghormatan tinggi di masyarakat. Selain masih digunakan sebagai maskawin dalam pernikahan oleh golongan masyarakat tertentu, juga ternyata masih dihargai sebagai benda keramat. Seperti pada penduduk pedalaman, mereka berjongkok di depan nekara yang diletakkan di sebuah tempat (meja atau sesuatu yang ditinggikan) dan dengan penuh rasa

Page 9: Kehidupan Manusia Purba Masa Perundagian

hormat memandang, mengusap, dan mencium pada saat berlangsung suatu upacara.

Sebagai contoh, di wilayah Flores Timur nekara disimpan di para-para yang terletak di bawah atap rumah. Nekara ini hanya diturunkan pada waktu upacara tertentu dengan penuh kekhidmatan yang luar biasa. Nekara dianggap sebagai tempat tinggal roh nenek moyang sehingga harus di hormati dan disimpan di tempat rahasia.

Di Pulau Bali nekara ditempatkan di pura desa tempat nekara tersebut ditemukan, seperti nekara Bulan Pejeng disimpan di Pura Panataran Sasih di Pejeng dan disebut dengan nama Ratu Sasih atau Ratu Bulan. Di Bali kedudukan nekara disejajarkan dengan dewa dan mendapatkan sebutan Batara walau pun dalam tingkatan yang berbeda. Nekara hanya boleh dipegang, difoto, atau diturunkan pada waktu upacara odalan pura tersebut (Poesponegoro, 2008: 356).

Kepercayaan terhadap nekara sebagai benda yang mengandung nilai magis memang sudah mulai luntur seiring dengan masuknya ajaran agama Islam dan Kristen. Namun kita bisa melihat hubungan magis ini pada masyarakat di Pulau Adonara. Oleh penduduk di Pulau Adonara, nekara dianggap memiliki kekuatan magis, maka nekara disimpan di tempat yang tinggi dan hanya boleh diturunkan dengan upacara yang khidmat pada waktu panen raya. Nekara tidak boleh disentuk oleh sembarang orang, karena jika hal itu dilakukan, pemilik atau kampungnya akan mengalami bencana.

Anggapan yang sama muncul juga pada masyarakat Bali yang menunjukkan dengan meletakkan nekara di dalam pura dan memberi sebutan Bhatara sehingga tidak boleh disentuh tanpa adanya upacara. Nekara dianggap memunyai kekuatan yang dapat melindungi warga desa tempat nekara itu disimpan.

b.    Nekara Tipe Heger

Nekara yang ditemukan di pulau-pulau kecil Indonesia bagian timur dianggap sebagai pusaka desa. Masyarakat memberikan sesaji berupa makanan dan bunga di dekat nekara. Mereka juga menempatkan nekara di suatu tempat khusus, yang bahkan mengakibatkan rusaknya nekara itu. Bagi penduduk Pulau Sangeang nekara dipercaya dapat mendatangkan hujan dengan meletakkan nekara secara terbalik, yaitu bidang pukul berada di bawah. Posisi seperti inilah yang selalu didapati pada waktu nekara ditemukan dalam penggalian, baik oleh penduduk maupun peneliti.

Mereka juga percaya bahwa dengan membacakan matra-mantra di dekat nekara mereka dapat mencelakakan musuhnya dari jarak jauh. Di Paulau Luang nekara sangat ditakuti dan dihormati. Nekara ini juga diletakkan di tempat yang khusus, yaitu di bukit kecil, yang justru mengakibatkan kerusakan. Penduduk percaya bahwa nekara mempunyai daya kekuatan sehingga jika dipukul akan mengakibatkan kematian atau penyakit, kecuali bila disertai sajian kurban atau babi.

Seperti apa yang diungkapkan di atas, nekara yang ditemukan di beberapa tempat khususnya di daeah-daerah pedalaman, mereka memercayai adanya sebuah

Page 10: Kehidupan Manusia Purba Masa Perundagian

kekuatan magis. Dengan adanya kekuatan tersebut maka mereka harus melakukan ritual-ritual tertentu apabila ingin memegang, mengambil gambar dan lain-lain. Apabila semua itu tidak dilakukan mereka percaya akan mengakibatkan bencana terhadap masyarakat sekitar atau pada orang yang memilikinya.

Kepercayaan yang mereka lakukan ini secara tidak langsung sudah melestarikan kebudayaan nenek moyang kita yang pada saat sekarang ini sudah mulai luntur dengan masuknya pengaruh-pengaruh dari luar seperti islam dari Arab dan Kristen dan Eropa. Akan tetapi pengaruh dari India yang membawa agama Hindu-Buddha tidak begitu signifikan pengaruhnya, hal ini bisa dilihat di Bali.

 3) Kapak corong Manusia Purba Masa perundagian

Kapak ini disebut kapak corong karena bagian atasnya berbentuk corong yang sembirnya belah. Benda ini terbuat dari logam. Ke dalam corong itu dimasukkan tangkai kayunya yang menyiku pada bidang kapak. Kapak tersebut disebut juga kapak sepatu, karena hampir mirip dengan sepatu bentuknya. Ukuran kapak kecil itu beragam, ada yang kecil dan sangat sederhana, besar memakai hiasan, pendek besar, bulat, dan panjang sisinya. Ada kapak corong yang satu sisinya disebut candrasa. Tempat ditemukannya kapak tersebut yaitu di Sumatra Selatan, Bali, Sulawesi Tengah dan Selatan, pulau Selayar, dan Irian dekat danau Sentani.

Berbagai macam kapak corongKapak yang beragam bentuknya tersebut, tidak semua digunakan sebagaimana layaknya kegunaan kapak sebagai alat bantu yang fungsional. Selain itu, kapak juga digunakan sebagai barang seni dan alat upacara, seperti candrasa. Di Yogyakarta, ditemukan candrasa yang dekat tangkainya terdapat hiasan gambar seekor burung terbang sambil memegang candrasa.

Candrasa panjangnya kira-kira satu meter

Page 11: Kehidupan Manusia Purba Masa Perundagian

4) Perhiasan Manusia Purba Masa perundagianManusia pada perundagian sudah memiliki apresiasi yang cukup terhadap seni. Hal ini dibuktikan ditemukannya berbagai hiasan. Hiasan yang ditemukan berupa gelang tangan, gelang kaki, cincin, kalung, dan bandul kalung. Bendabenda tersebut ada yang diberi pola hias dan ada yang tidak. Benda yang diberi pola hias seperti cincin atau gelang yang diberi pola hias geometrik. Ditemukan pula cicin yang berfungsi bukan untuk perhiasan, tetapi sebagai alat tukar. Cincin yang seperti ini ukurannya sangat kecil bahkan tidak bisa dimasukkan ke dalam jari anak. Tempat-tempat ditemukannya benda-benda tersebut antara lain Bogor, Malang, dan Bali.

Perhiasan-perhiasan lainnya yang ditemukan pada masa perundagian yaitu manik-manik. Pada masa prasejarah manik-manik banyak digunakan untuk upacara, bekal orang yang meninggal (disimpan dalam kuburan), dan alat tukar. Pada masa perundagian, bentuk manik-manik mengalami perkembangan.

Pada zaman prasejarah lebih banyak terbuat dari batu, sedangkan pada masa ini sudah dibuat dari kulit kerang, batu akik, kaca, dan tanah-tanah yang dibakar. Manik-manik memiliki bentuk yang beragam, ada yang berbentuk silindris, bulat, segi enam, oval, dan sebagainya. Di Indonesia beberapa daerah yang merupakan tempat ditemukannya manik-manik antara lain Bogor, Sangiran, Pasemah, Gilimanuk, dan Besuki.

Gelang dan cincin dari perunggu ditemukan di Pasemah, Sumatera Selatan

Manik-manik

Page 12: Kehidupan Manusia Purba Masa Perundagian

5) Perunggu Manusia Purba Masa perundagianPada masa perundagian dihasilkan pula arca-arca yang terbuat dari logam perunggu. Dalam pembuatan arca ini dilakukan pula dengan menuangkan cairan logam. Patung yang dibuat berbentuk beragam, ada yang berbentuk manusia dan binatang. Posisi manusia dalam bentuk arca itu ada yang sedang menari, berdiri, naik kuda dan sedang memegang panah. Arca binatang itu ada yang berupa arca kerbau yang sedang berbaring, kuda sedang berdiri, dan kuda dengan pelana. Tempat ditemukan arca-arca tersebut yaitu di Bangkinang (Provinsi Riau), Lumajang, Palembang, dan Bogor.

Arca Perunggu dari Bangkinang, Riau – Sumaterac. Sistem kepercayaan Manusia Purba Masa perundagianPada masa perundagian memiliki sistem kepercayaan yang tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Praktek kepercayaan yang mereka lakukan masih berupa pemujaan terhadap leluhur. Hal yang membedakannya adalah alat yang digunakan untuk praktek kepercayaan. Pada masa perundagian, benda-benda yang digunakan untuk praktek kepercayaan biasanya terbuat dari bahan perunggu. Sistem kepercayaan yang dilakukan oleh manusia pada zaman perundagian masih memelihara hubungan dengan orang yang meninggal. Pada masa ini, praktek penguburan menunjukkan stratifikasi sosial antara orang yang terpandang dengan rakyat biasa. Kuburan orang-orang terpandang selalu dibekali dengan barang-barang yang mewah dan upacara yang dilakukan dengan cara diarak oleh orang banyak. Sebaliknya, apabila yang meninggal orang biasa, upacaranya sederhana dan kuburan mereka tanpa dibekali dengan barang-barang mewah.

Upacara sebagai bentuk ritual kepercayaan mengalami perkembangan. Mereka melakukan upacara tidak hanya berkaitan dengan leluhur, akan tetapi berkaitan dengan mata pencaharian hidup yang mereka lakukan. Misalnya ada upacara khusus yang dilakukan oleh masyarakat pantai khususnya para nelayan. Upacara yang dilakukan oleh masyarakat pantai ini, yaitu penyembahan kekuatan yang dianggap sebagai penguasa pantai. Penguasa inilah yang mereka anggap memberikan kemakmuran kehidupannya. Sedang di daerah pedalaman atau pertanian ada upacara persembahan kepada kekuatan yang dianggap sebagai pemberi berkah terhadap hasil pertanian.