kegiatan komunikasi persona seorang mualaf
-
Upload
kakashi-hokage -
Category
Documents
-
view
8.846 -
download
2
Transcript of kegiatan komunikasi persona seorang mualaf
PERINGATAN !!! Bismillaahirrahmaanirraahiim
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan referensi
2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila Anda mengutip dari Dokumen ini
3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan karya ilmiah
4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah
Selamat membaca !!!
Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
UPT PERPUSTAKAAN UNISBA
KEGIATAN KOMUNIKASI PERSONA
SEORANG MUALLAF
Studi Kualitatif dengan Pendekatan Studi Kasus Mengenai Kegiatan Komunikasi
Persona Seorang Muallaf dalam Membina Hubungan Baik dengan Keluarga
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung
Disusun Oleh :
KHAERUNNISA
10080001005
ILMU HUBUNGAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2006 M/1427 H
ABSTRAK
Muallaf selalu diidentikkan dengan orang yang bermasalah atau mengalami konflik dengan keluarganya, masalah keluarga yang dialami muallaf itu dapat berpengaruh pada kehidupan muallaf. Banyak dari mereka yang menjadi tidak percaya diri, merasa sendiri dan tidak dapat lagi biaya sekolah dari keluarga. Padahal pada kenyataannya tidak selalu kehidupan seorang muallaf itu bermasalah. Salah satu contohnya adalah Leo, walaupun Leo berbeda keyakinan dengan keluarganya tetapi Leo dapat membina hubungan baik dengan keluarganya.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kegiatan komunikasi persona seorang muallaf. Subjek penelitian dilakukan penulis kepada Leo (nama panggilan) yaitu seorang muallaf yang telah memeluk agama Islam selama tiga tahun. Keluarga Leo memeluk agama Katholik dan Leo dibesarkan dalam didikan yang cukup keras dan disiplin oleh orangtuanya.
Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif melalui pendekatan studi kasus (kasus tunggal). Pendekatan ini bertujuan untuk menelaah sebanyak mungkin data mengenai subjek yang diteliti yaitu komunikasi persona seorang muallaf dalam membina hubungan baik dengan keluarga.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah ketika Leo mempertimbangkan untuk memilih agama terjadi komunikasi intrapersonal dalam diri Leo, hal ini dilihat dari faktor berpikir yang meliputi decision making (menetapkan keputusan) dan problem solving (memecahkan persoalan). Proses komunikasi intrapersonal ini berpengaruh pada kegiatan komunikasi antarpersona Leo dengan keluarganya ketika memutuskan untuk berpindah agama dan setelah Leo berpindah agama. Komunikasi antarpersona yang dilakukan Leo pada keluarganya ketika memutuskan untuk berpindah agama berpengaruh terhadap pengertian dan penerimaan keluarga Leo akan keputusannya. Sedangkan komunikasi antarpersona yang dilakukan Leo setelah berpindah keyakinan juga memiliki impact yang baik dalam membina hubungan dengan keluarganya. Komunikasi antarpersona yang efektif dilakukan Leo ditinjau melalui beberapa aspek, yaitu aspek keterbukaan, empati, dukungan, sikap positif dan kesetaraan. Aspek-aspek ini kemudian dikaji dengan menggunakan teori analisis transaksional yang menyatakan bahwa manusia memiliki tiga status ego, yaitu sikap dasar ego yang mengacu pada sikap orangtua, sikap orang dewasa dan ego anak.
i
Motto
....
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka…
(Q.S. At Tahriim : 6)
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan judul : “Kegiatan Komunikasi Persona Seorang
Muallaf”.
Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi dan melengkapi
persyaratan dalam menempuh ujian Sarjana program Strata satu (S-1) Bidang
Kajian Hubungan Masyarakat (Humas) di Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom)
Universitas Islam Bandung (Unisba).
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak luput dari
segala macam kesulitan dan hambatan. Namun kesulitan dan hambatan tersebut
dapat diminimalkan karena banyaknya pihak-pihak yang membantu dan
memberikan petunjuk.
Dalam kesempatan kali ini perkenankanlah penulis untuk menyampaikan
rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan
dorongan dalam menyelesaikan skripsi ini kepada:
1. Ibu DR. Hj. Neni Yulianita Dra., M.S. selaku Dekan FIKOM Unisba periode
pada saat penulis mulai menyusun skripsi ini dan juga sebagai Pembimbing I
yang selalu meluangkan waktunya dan memberikan kesempatan kepada
penulis untuk bimbingan walaupun sangat sibuk sebagai Pembantu Rektor IV
tetapi dengan sabar dan teliti mengoreksi skripsi ini.
ii
2. Bapak Yusuf Hamdan Drs., M.Si selaku Dekan FIKOM Unisba periode
sekarang hingga terselesaikannya skripsi ini.
3. Ibu Sri Setiawati Dra., M.Si selaku Dekan FIKOM Unisba periode pada saat
penulis mulai menyusun skripsi ini.
4. Bapak Oji Kurniadi S.Sos., M.Si selaku Dekan FIKOM Unisba periode
sekarang hingga terselesaikannya skripsi ini.
5. Bapak Alex Sobur Drs., M.Si., selaku Dosen Wali penulis yang telah
memberikan bimbingan sejak penulis kuliah di Bidang Kajian Hubungan
Masyarakat Universitas Islam Bandung.
6. Bapak M. Husen Fahmi Drs., sebagai Pembimbing II yang telah memberi
banyak masukan dan kesediannya untuk membimbing walaupun sedang sibuk
untuk menyelesaikan program S2.
7. Seluruh Staff Tata Usaha khususnya Bu Eli dan Pak Jajang yang telah
membantu penulis selama masa perkuliahan di Universitas Islam Bandung.
8. Ayah dan Mama tercinta… atas doa, dukungan dan semangat. Semoga Ayah
dan Mama selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin..
9. Adik-adikku Andra dan Ikhsan. Semoga jadi anak yang bisa membanggakan
orangtua, Teteh dukung dan doakan.
10. “Untuk Sahabat” Rheea, Husnul, Jinky, Deni, Chiese, Aniez, Echi, Uli, Boris
dan Bowo. Terima kasih…sudah menjadi yang terbaik selama ini. Terima
kasih untuk kesenangan dan ‘kegilaan’, support dan spirit dari kalian.
11. Leo terima kasih untuk kesediaannya menjadi subjek penelitian, untuk
kemudahan juga dukungannya. Semoga Leo bisa menjadi ‘inspirasi’ untuk
iii
teman-teman muallaf yang lainnya dan semoga Allah SWT membalas dengan
kebaikan. Amin..
12. Lenny dan ika, terima kasih untuk Leo-nya…Teman-teman Dago Asri
makasih untuk pengertiannya juga Rani untuk pinjaman fax dan doanya.
13. Teman-teman kelas A 2001 untuk kebersamaannya dan teman ‘seperjuangan’
menyusun skripsi Susan, Fitri, Indri, ‘Mbon, Ulfah & Cucu (kalian buat aku
termotivasi!) Ridwan dan Haryo untuk bantuannya, terima kasih banyak
14. Teman-teman ‘siaga’ Didit, A Irwan, Nazmi, Nando, Iqbal ‘n Tommy (untuk
printernya) yang slalu siap membantu dan dijadikan tempat untuk mengeluh.
15. Ari, Vina dan Venny untuk bantuan kalian selama penulis menyelesaikan
skripsi.
16. Teman-teman kostan “Pondok Ungu”.
Sebagai penutup kata pengantar ini, penulis mengucapkan rasa terima
kasih yang tak terhingga dan semoga Allah SWT membalas segala bantuan serta
memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan skripsi ini.
Bandung, Juni 2006
Penulis
iv
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Kegiatan Komunikasi Persona Seorang Muallaf
Subjudul : Studi Kualitatif dengan Pendekatan Studi Kasus Mengenai
Kegiatan Komunikasi Persona Seorang Muallaf dalam
Membina Hubungan Baik dengan Keluarga
Nama : Khaerunnisa.
NPM : 10080001005.
Bidang Kajian : Hubungan Masyarakat.
Mengetahui,
Pembimbing 1
DR. Hj. Neni Yulianita Dra., M.S.
Pembimbing 2
M. Husen Fahmi Drs.
Menyetujui,
Ketua Bidang Kajian Hubungan Masyarakat
Oji Kurniadi Drs., M.Si
Kupersembahkan skripsi ini sebagai tanda bakti untuk Mama dan Ayah
tercinta serta teman-teman yang selalu memberikan bantuan,
dorongan dan semangatnya.
.
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................. 4
1.3 Pertanyaan Penelitian .............................................................. 5
1.4 Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian............................. 5
1.4.1 Tujuan Penelitian............................................................. 5
1.4.2 Kegunaan Penelitian........................................................ 6
1.5 Alasan Pemilihan Masalah ....................................................... 7
1.6 Pembatasan Masalah dan Pengertian Istilah............................. 7
1.6.1 Pembatasan Masalah ....................................................... 7
1.6.2 Pengertian Istilah ............................................................. 8
1.7 Kerangka Penelitian ................................................................. 9
1.8 Organisasi Karangan ................................................................ 16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan tentang Komunikasi Antarpersona ........................... 18
2.1.1 Pengertian Komunikasi Antarpersona............................. 18
2.1.2 Ciri-ciri Komunikasi Antarpersona ................................. 21
2.1.3 Fungsi komunikasi Antarpersona .................................... 22
v
2.1.4 Komunikasi Antarpersona yang Efektif .......................... 25
2.1.5 Kualitas Hubungan Antarpersona.................................... 29
2.2 Tinjauan tentang Komunikasi Intrapersonal
…………………………………………. ................................. . 31
2.2.1 Pengertian Komunikasi Intrapersonal ............................. 31
2.2.2 Proses Berpikir Sebagai Salah Satu Bentuk Komunikasi Intrapersonal.................................................................... 32
2.3 Teori Analisis Transaksional ................................................... 34
2.4 Pengertian Muallaf .................................................................. 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian .................................................................... 40
3.1.1 Karakteristik Penelitian Kualitatif ................................... 42
3.2 Metode Penelitian Studi Kasus ................................................ 46
3.3 Desain Penelitian ..................................................................... 48
3.3.1 Komponen Desain Penelitian .......................................... 48
3.3.2 Desain Khusus ................................................................. 49
3.4 Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 50
3.5 Tahap-tahap Penelitian ............................................................ 52
3.6 Proses Analisa Data.................................................................. 57
BAB IV SUBJEK PENELITIAN
4.1 Subjek Penelitian ....................................................................... 60
4.2 Latar Belakang Keluarga ........................................................... 62
4.3 Latar Belakang Menjadi Muallaf............................................... 63
vi
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Komunikasi Intrapersonal Seorang Muallaf pada Saat Mempertimbangkan untuk Memilih Agama ........................... 66
5.1.1 Ditinjau dari Faktor Berpikir; Decision Making (Menetapkan Keputusan) ................................................ 67
5.1.2 Ditinjau dari Faktor Berpikir; Problem Solving (Memecahkan Persoalan)................................................ 72
5.2 Komunikasi Antarpersona Seorang Muallaf Pada Saat Memutuskan untuk Berpindah Agama..................................... 76
5.2.1 Ditinjau dari Aspek Keterbukaan .................................... 77
5.2.2 Ditinjau dari Aspek Empati ............................................. 80
5.2.3 Ditinjau dari Aspek Dukungan........................................ 82
5.2.4 Ditinjau dari Aspek Sikap Positif .................................... 84
5.2.5 Ditinjau dari Aspek Kesetaraan....................................... 86
5.3 Komunikasi Antarpersona Seorang Muallaf Pada Saat Setelah Berpindah Agama..................................................................... 87
5.3.1 Ditinjau dari Aspek Keterbukaan .................................... 88
5.3.2 Ditinjau dari Aspek Empati ............................................. 91
5.3.3 Ditinjau dari Aspek Dukungan........................................ 92
5.3.4 Ditinjau dari Aspek Sikap Positif .................................... 94
5.3.5 Ditinjau dari Aspek Kesetaraan....................................... 95
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan .............................................................................. 96
5.2 Saran ........................................................................................ 98
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... ix
LAMPIRAN.................................................................................................... xi
vii
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Halaman
1. Bagan Kerangka Pemikiran ..................................................................... 15
2. Keadaan Kontaminasi Ego Status ............................................................. 35
3. Model Transaksi Komplementer…………............................................... 37
4. Model Transaksi Silang ............................................................................ 37
5. Model Transaksi Tersembunyi Angular ................................................... 38
6. Transaksi Komplementer Terjadi Antara Dua Sikap yang Berbeda......... 78
7. Transaksi Tersembunyi ............................................................................. 80
8. Transaksi Komplementer Terjadi Antara Dua Sikap yang Sama ............. 82
9. Transaksi Komplementer Terjadi Antara Dua Sikap yang Sama ............. 84
10. Transaksi Komplementer Terjadi Antara Dua Sikap yang Berbeda......... 86
11. Transaksi Komplementer Terjadi Antara Dua Sikap yang Berbeda......... 87
12. Transaksi Komplementer Terjadi Antara Dua Sikap yang Berbeda......... 90
13. Transaksi Komplementer Terjadi Antara Dua Sikap yang Berbeda......... 91
14. Transaksi Komplementer Terjadi Antara Dua Sikap yang Sama ............. 92
15. Transaksi Komplementer Terjadi Antara Dua Sikap yang Sama ............. 93
16. Transaksi Komplementer Terjadi Antara Dua Sikap yang Sama ............. 94
17. Transaksi Komplementer Terjadi Antara Dua Sikap yang Sama ............. 95
viii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Keluarga merupakan suatu wadah bagi setiap individu untuk belajar dan
berkembang sebelum pada akhirnya mereka berinteraksi pada lingkungan yang
lebih luas yaitu masyarakat. Pendidikan, nilai, aturan dan tata tertib dalam
keluarga tentunya penting dalam membentuk sikap, pemikiran dan tingkah laku
setiap individu. Hal ini dapat terjadi melalui pengertian, perhatian dan tentunya
dengan komunikasi yang terarah sehingga tercipta hubungan yang baik satu sama
lain.
Salah satu bentuk komunikasi dalam keluarga adalah komunikasi antar
persona. Verdeber (1986) mengemukakan bahwa komunikasi antarpersona
merupakan suatu proses interaksi dan pembagian makna yang terkandung dalam
gagasan-gagasan maupun perasaan (Liliweri, 1994 : 9).
Dalam komunikasi keluarga, faktor keterbukaan merupakan hal yang sangat
diperlukan, karena dengan keterbukaan tersebut anggota lain akan mengetahui
setiap perasaan dan setiap keinginan satu sama lainnya. Hal tersebut akan
menimbulkan suatu sikap empati antara anggota satu dengan lainnya sehingga
terlihat dukungan, sikap positif dan kesamaan diantara anggota keluarga.
Akan tetapi tidak dapat kita pungkiri bahwa dalam kehidupan berkeluarga
pun tidak terlepas dari adanya konflik, banyak faktor yang dapat memicu
terjadinya konflik keluarga. Salah satu contoh timbulnya konflik dalam keluarga
2
adalah masalah perbedaan agama, karena kita acapkali memandang perpindahan
agama sebagai sebuah pengkhianatan.
Banyak faktor atau alasan yang menyebabkan seseorang berpindah agama
atau keyakinan, di antaranya karena pernikahan (menikah dengan orang yang
berbeda agama), akibat pergaulan akrab dengan teman-teman yang beragama
mayoritas sejak kecil di sekolah, di kantor dan di tempat-tempat lain. Ada yang
berpindah keyakinan karena melakukan studi perbandingan agama, termasuk
mengalami hal-hal ghaib (seperti mimpi, mendengar adzan), ada pula yang
motivasinya tidak begitu mulia, misalnya ikut-ikutan saja, pertimbangan untung
rugi dan lain sebagainya.
Konflik dalam keluarga karena perbedaan agama seringkali dialami oleh
para muallaf (secara umum berarti orang yang baru masuk Islam). Masalah yang
dihadapi para muallaf ini tidak hanya menghadapi tekanan keluarga, tetapi juga
pekerjaan, lingkungan dan sebagainya.
Seperti halnya yang terjadi pada para muallaf yang tergabung dalam
Yayasan Haji Karim Oei di mesjid Lautze, Bandung. Tidak sedikit dari mereka
yang tidak diakui lagi sebagai keluarga, di sisihkan dari lingkungan keluarga
karena di anggap telah berbeda status sehingga di perlakukan seperti pembantu
atau pelayan, ada yang diputus biaya sekolahnya, ditinggalkan klien dan diputus
hubungan bisnisnya, bahkan ada pula yang selama sepuluh tahun tidak
berkomunikasi dengan orangtua-nya walaupun tinggal bersama dalam satu rumah
(Sumber: Sandi, Agustus 2005).
3
Hal-hal semacam ini yang akhirnya berpengaruh besar pada kehidupan
muallaf tersebut sehingga kadangkala timbul pertentangan dalam diri mereka.
Tidak sedikit pula yang akhirnya merasa tidak nyaman dengan keadaannya setelah
menjadi muallaf. Ini berkaitan erat dengan proses komunikasi intrapersonal yang
terjadi pada diri muallaf tersebut dalam mempertimbangkan untuk memilih
agama, hal ini tentunya dapat dilihat dari cara berpikir muallaf tersebut yaitu
bagaimana ketika dia melakukan decision making (menetapkan keputusan) dan
problem solving (memecahkan masalah). Proses berpikir ini memiliki pengaruh
yang cukup besar bagi para muallaf dalam mengambil sikap untuk menjalankan
kehidupannya sebagai muallaf.
Dari sekian banyak masalah yang dihadapi mungkin tantangan terbesar bagi
para muallaf adalah menjaga hubungan baik dengan keluarga, karena tidak semua
keluarga bisa mengerti dan menerima apabila salah satu anggota keluarganya
berpindah agama. Memberikan pemahaman terhadap keluarga merupakan hal
yang tidak mudah bagi seorang muallaf, karena membutuhkan waktu dan proses
yang panjang sampai akhirnya keluarga bisa benar-benar mengerti dan menerima.
Akan tetapi pada kenyataannya ada juga muallaf yang tidak menemukan
kesulitan ketika memutuskan untuk memeluk agama Islam, mereka mampu
membina hubungan baik dengan keluarganya.
Hubungan yang harmonis diantara anggota keluarga dapat terjalin baik
karena kesiapan mental muallaf tersebut yang tentunya melalui proses berpikir
yang panjang dalam membuat keputusan dan memecahkan masalah yang akan
dan mungkin terjadi nantinya, ditambah lagi dengan komunikasi yang efektif yang
4
ditandai dengan adanya keterbukaan, rasa empati, dukungan sesama anggota
keluarga dan pemunculan sikap-sikap positif dengan nuansa kesamaan.
Keberhasilan seorang muallaf dalam memberikan pemahaman kepada
keluarga merupakan suatu keberhasilan dalam berkomunikasi, contohnya dapat
kita lihat pada diri Dian Sastrowardoyo, seorang public figure yang telah
memeluk agama Islam selama tiga tahun, walaupun Dian seorang anak tunggal
dan tidak seiman dengan ibunya, Dian tetap dapat membina hubungan baik
dengan ibunya (sumber : Wanita Indonesia, No. 829).
Berdasarkan fenomena tersebut diatas, penulis tertarik untuk meneliti
kegiatan komunikasi persona seorang muallaf bernama Leo, berusia 28 tahun.
Sebelum memeluk agama Islam Leo menganut agama Katholik, ketika ia
memutuskan untuk menjadi seorang muallaf tidak sampai terjadi konflik dalam
keluarga karena melalui komunikasi yang baik Leo dapat memberikan pengertian
kepada keluarganya.
Dengan uraian tersebut diatas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian
dengan judul “Kegiatan Komunikasi Persona Seorang Muallaf”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka penulis
merumuskan masalah sebagai berikut :
“ Bagaimana kegiatan komunikasi persona seorang muallaf dalam
membina hubungan baik dengan keluarga “
5
1.3 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penulis membuat identifikasi
masalah yang akan dibahas sebagai berikut :
1. Bagaimana komunikasi intrapersonal seorang muallaf pada saat
mempertimbangkan untuk memilih agama ditinjau dari faktor berpikir
(menetapkan keputusan dan memecahkan masalah) untuk membina hubungan
baik dengan keluarga?
2. Bagaimana komunikasi antarpersona seorang muallaf pada saat memutuskan
untuk berpindah agama ditinjau dari aspek keterbukaan, empati, dukungan,
sikap positif dan kesetaraan dalam komunikasi untuk membina hubungan baik
dengan keluarga ?
3. Bagaimana komunikasi antarpersona seorang muallaf pada saat setelah
berpindah agama ditinjau dari aspek keterbukaan, empati, dukungan, sikap
positif dan kesetaraan dalam komunikasi untuk membina hubungan baik
dengan keluarga?
1.4 Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
1.4.1 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengkaji proses komunikasi intrapersonal seorang muallaf pada saat
mempertimbangkan untuk memilih agama.
2. Untuk mengkaji komunikasi antarpersona seorang muallaf pada saat
memutuskan untuk berpindah agama ditinjau dari aspek keterbukaan, empati,
6
dukungan, sikap positif dan kesamaan dalam komunikasi untuk membina
hubungan baik dengan keluarga.
3. Untuk mengkaji komunikasi antarpersona seorang muallaf pada saat setelah
berpindah agama ditinjau dari aspek keterbukaan, empati, dukungan, sikap
positif dan kesamaan dalam komunikasi untuk membina hubungan baik
dengan keluarga.
1.4.2 Kegunaan Penelitian
Kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Dari aspek praktis diharapkan :
a. Dengan komunikasi persona seorang muallaf diharapkan dapat memberikan
pemahaman mendalam agar setiap individu dapat saling toleransi dan
menghargai satu sama lain.
b. Dengan penelitian ini diharapkan dapat membantu memecahkan masalah
yang berkenaan dengan muallaf, sehingga dapat tercapai maksud dan
tujuan yang diinginkan.
c. Diharapkan dengan hasil penelitian tentang muallaf ini dapat membantu
mengantisipasi masalah-masalah yang serupa di masa mendatang.
2. Dari aspek teoritis diharapkan :
a. Dapat dijadikan referensi bagi studi ilmu komunikasi, terutama dalam
kegiatan komunikasi persona yang dilakukan Leo.
7
b. Dapat dijadikan bahan kajian untuk dilakukan penelitian lanjutan dalam
konteks dan tempat yang lebih luas, serta dengan menggunakan
pendekatan dari metode penelitian kualitatif lainnya.
1.5 Alasan Pemilihan Masalah
Alasan-alasan yang menyebabkan penulis tertarik untuk meneliti masalah
ini sebagai berikut :
1. Banyak sekali masalah yang dihadapi para muallaf diantaranya adalah
menghadapi tekanan dari keluarga dan memberikan pemahaman kepada
keluarga.
2. Dalam kehidupan yang dialami narasumber terdapat suatu perbedaan dari
fenomena yang biasa terjadi yang dapat penulis teliti dari aspek komunikasi
persona.
3. Penulis menganggap bahwa toleransi antar umat beragama masih kurang
khususnya di Indonesia.
1.6 Pembatasan Masalah dan Pengertian Istilah
1.6.1 Pembatasan Masalah
Untuk mempermudah pembahasan dan penelitian sehingga terarah kepada
tujuan, maka perlu kiranya penulis melakukan pembatasan masalah. Adapun hal-
hal yang perlu dibatasi dalam penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut :
8
1. Sumber penelitian difokuskan kepada satu orang muallaf yang bernama Leo.
2. Masalah yang penulis teliti adalah tentang kegiatan komunikasi persona
seorang muallaf yang berusia 28 tahun.
3. Komunikasi intrapersonal seorang muallaf ditinjau dari faktor berpikir yang
meliputi decision making (menetapkan keputusan) dan problem solving
(penyelesaian masalah).
4. Komunikasi antarpersona seorang muallaf ditinjau dari komunikasi yang
efektif yang meliputi aspek keterbukaan, empati, dorongan, sikap positif dan
kesetaraan.
5. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus.
6. Waktu penelitian dilakukan mulai bulan November 2005 – Mei 2006.
1.6.2 Pengertian Istilah
Untuk memperoleh kejelasan arti dari istilah-istilah yang digunakan dalam
penelitian ini, maka penulis memberikan arti sebagai berikut :
1. Komunikasi (Anderson, 1959) adalah suatu proses dengan mana kita bisa
memahami dan dipahami oleh orang lain. Komunikasi merupakan proses yang
dinamis dan secara berubah sesuai dengan situasi yang berlaku (Sendjaja,
1994:19).
2. Komunikasi antarpersona adalah proses yang berlangsung antara dua orang
atau lebih secara tatap muka (Cangara, 2000 : 32).
3. Komunikasi dalam keluarga (Rae Sedwig; 1989) adalah suatu
pengorganisasian, sikap tubuh (gesture), intonasi suara, tindakan untuk
9
menciptakan harapan image, ungkapan perasaan serta saling membagi
pengertian (Achdiat, 1997:30).
4. Komunikasi intrapersonal atau komunikasi dengan diri sendiri adalah proses
komunikasi yang terjadi di dalam diri individu, atau dengan kata lain proses
berkomunikasi dengan diri sendiri (Cangara, 2000:30).
5. Definisi berpikir menurut Anita Taylor et al, berpikir adalah proses penarikan
kesimpulan. Thinking is a inferring process. (Rakhmat, 2003:68)
6. Muallaf, menurut Mazhab Maliki, muallaf : sebagian mengatakan bahwa
orang kafir yang ada harapan untuk masuk agama Islam. Sebagian yang lain
mengatakan bahwa orang yang baru memeluk agama Islam (Rasjid,
2003:211).
7. Konflik, menurut Vogel (1986) konflik bisa diartikan sebagai suatu keadaan
terbalik dari suatu suasana kedekatan ataupun gangguan yang seimbang
disertai ketegangan atau kekuatan menekan seseorang (Liliweri, 1994:200).
1.7 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran merupakan alur pikir penulis yang dijadikan sebagai
skema pemikiran yang melatarbelakangi penelitian ini. Mengingat fungsinya
sangat penting dalam penelitian ini, penulis mengemukakan kerangka pemikiran
tersebut sebagai berikut:
Salah satu bentuk komunikasi yang terjadi dalam keluarga adalah
komunikasi antarpersona, seperti yang dikemukakan oleh Alo Liliweri (1991)
bahwa komunikasi antarpersona sebagai komunikasi yang mempunyai hubungan
10
yang mantap dan jelas. Adakalanya definisi ini diperluas sehingga mencakup juga
sekelompok kecil orang seperti anggota keluarga. Komunikasi antar persona
memiliki fungsi-fungsi (Liliweri 1994 : 27-32) diantaranya :
Fungsi Sosial
1. Manusia berkomunikasi untuk mempertemukan kebutuhan biologis dan
psikologis
2. Manusia berkomunikasi untuk memenuhi kewajiban sosial
3. Manusia berkomunikasi untuk mengembangkan hubungan timbal balik
4. Manusia berkomunikasi untuk meningkatkan dan merawat mutu diri
sendiri
5. Manusia berkomunikasi untuk menangani konflik
Fungsi Pengambilan Keputusan
1. Manusia berkomunikasi untuk membagi informasi
2. Manusia berkomunikasi untuk mempengaruhi orang lain
Terjadinya interaksi dalam keluarga karena adanya komunikasi diantara
anggota-anggota keluarga. Halloran (1980) mengemukakan manusia
berkomunikasi dengan orang lain karena didorong oleh beberapa faktor, yakni: (1)
perbedaan antarpribadi; (2) pemenuhan kekurangan; (3) perbedaan motivasi
antarmanusia; (4) pemenuhan akan harga diri, dan (5) kebutuhan atas pengakuan
orang lain (Cangara, 2000:20).
Komunikasi di dalam keluarga dapat berjalan dengan efektif apabila
segenap unsur-unsur yang mendukung proses komunikasi itu diperhatikan. Devito
mengemukakan ancangan humanistik untuk efektivitas komunikasi antarpersona-
11
nya. Menurut Devito, dalam ancangan humanistik ada lima kualitas umum yang
dipertimbangkan : keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap mendukung
(supportiveness), sikap positif (positiveness), dan kesetaraan (equality) (Devito,
1997:259)
Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi
antarpribadi. Pertama, komunikator antarpribadi yang efektif harus terbuka
kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini tidaklah berarti bahwa orang harus
dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya. Sebaliknya, harus ada
kesediaan untuk membuka diri – mengungkapkan informasi yang biasanya
disembunyikan, asalkan pengungkapan – diri ini patut. Aspek keterbukaan yang
kedua mengacu pada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap
stimulus yang datang. Aspek ketiga menyangkut “kepemilikan” perasaan dan
pikiran (Bochner & Kelly, 1974). Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui
bahwa perasaan dan pikiran yang anda lontarkan adalah memang “milik” anda
dan anda bertanggung jawab atasnya.
Henry Backrack (1976) mendefinisikan empati sebagai “kemampuan
seseorang untuk ‘mengetahui’ apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat
tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu”. Kita
dapat mengkomunikasikan empati baik secara verbal maupun nonverbal. Secara
nonverbal, kita dapat mengkomunikasikan empati dengan memperlihatkan (1)
keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang
sesuai; (2) konsentrasi terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh yang penuh
perhatian, dan kedekatan fisik; serta (3) sentuhan atau belaian yang sepantasnya.
12
Hubungan antarpribadi yang efektif adalah hubungan dimana terdapat
sikap mendukung, suatu konsep yang perumusannya dilakukan berdasarkan karya
Jack Gibb. Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam
suasana yang tidak mendukung. Kita memperlihatkan sikap mendukung dengan
bersikap (1) deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan strategik, dan (3)
provisional, bukan sangat yakin.
Sikap positif mengacu pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi
antarpribadi. Pertama komunikasi antarpribadi terbina jika orang memiliki sikap
positif terhadap diri mereka sendiri. Kedua, perasaan positif untuk situasi
komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif.
Dorongan (stroking). Sikap positif dapat dijelaskan lebih jauh dengan
istilah stroking (dorongan). Dorongan adalah istilah yang berasal dari kosakata
umum, yang dipandang sangat dalam analisis transaksional dan dalam interaksi
antarmanusia secara umum. Perilaku mendorong menghargai keberadaan dan
pentingnya orang lain; perilaku ini bertentangan sengan ketidak-acuhan.
Dorongan positif umumnya berbentuk pujian atau penghargaan, dan terdiri atas
perilaku yang kita harapkan, kita nikmati, dan kita banggakan. Dorongan positif
ini mendukung citra-pribadi kita dan membuat kita merasa lebih baik. Sebaliknya,
dorongan negatif, bersifat menghukum dan menimbulkan kebencian.
Komunikasi antarpribadi akan lebih efektif bila suasananya setara.
Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama
bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang
penting untuk disumbangkan.
13
Dalam kegiatan komunikasi persona yang dilakukan muallaf juga terjadi
proses komunkasi intrapersonal, karena seorang muallaf pastilah mengalami
proses berpikir ketika menentukan untuk memilih agama mana yang lebih
diyakini-nya.
Komunikasi intrapersonal atau komunikasi dengan diri sendiri adalah
proses komunikasi yang terjadi dalam diri setiap individu. Proses komunikasi
intrapersonal terjadi karena seseorang memberi arti terhadap suatu objek yang
diamatinya atau terbetik dalam pikirannya. Objek dalam hal ini bisa saja dalam
bentuk benda, kejadian alam, peristiwa, pengalaman, fakta yang mengandung arti
bagi manusia, baik yang terjadi diluar maupun dalam diri seseorang (Cangara,
2000:32).
Dalam kegiatan berpikir, diantaranya terdapat fungsi menetapkan
keputusan (decision making) dan memecahkan masalah (problem solving). Dalam
proses pengambilan keputusan, seringkali seseorang dihadapkan pada pilihan Ya
atau Tidak. Keadaan semacam ini membawa seseorang pada situasi
berkomunikasi dengan diri sendiri, terutama dalam mempertimbangkan untung
ruginya suatu keputusan yang akan diambil. Dalam proses pengambilan keputusan
faktor-faktor personal amat menentukan apa yang diputuskan itu, antara lain
kognisi, motif dan sikap. Sedangkan dalam proses memecahkan masalah (problem
solving) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi, diantaranya: motivasi,
kepercayaan dan sikap yang salah, kebiasaan dan emosi (Rakhmat, 2003:69-71).
Teori yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis
transaksional, teori ini menyebutkan kepribadian manusia terdapat tiga bagian
14
kepribadian. Yaitu orang tua, dewasa, dan anak. Dalam diri setiap manusia seperti
dikutip Collins (1983) memiliki tiga status ego. Sikap dasar ego yang mengacu
pada sikap orangtua (Parent= P, axteropsychic); sikap orang dewasa (Adult=A,
neo psychic); dan ego anak (Child= C,arheopsychic).
Sikap orangtua yang diwakili dalam perilaku dapat terlihat, terdengar dari
tindakan maupun tuturkata ataupun ucapan-ucapannya. Seperti tindakan
menasihati orang lain, memberikan hiburan, menguatkan perasaan, memberikan
pertimbangan, membantu, melindungi, mendorong untuk berbuat baik adalah
sikap yang nurturing parent (NP). Sebaliknya ada pula sikap orang tua yang suka
menghardik, membentak, menghukum, berprasangka, melarang, semuanya
disebut dengan sikap yang critical parent (CP).
Setiap orang juga menurut Berne memiliki sikap orang dewasa umumnya
pragmatis dan realitas. Mengambil kesimpulan, keputusan berdasarkan fakta-fakta
yang ada. Suka bertanya, mencari atau menunjukkan fakta-fakta, bersifat rasional
dan tidak emosional. Bersifat objektif dan sebagainya.
Sikap lain yang dimiliki juga adalah sikap anak-anak. Dibedakan antara
natural child (NC) yang ditunjukkan dalam sikap ingin tahu, berkhayal, kreatif,
memberontak. Sebaliknya yang bersifat adapted child (AC) adalah mengeluh,
ngambek, suka pamer, bermanja diri (Liliweri, 1994:163).
Ketiga sikap tersebut dimiliki setiap orang baik dewasa, anak-anak
maupun orangtua. Dalam hubungan persona, kita juga menampilkan salah satu
aspek tersebut.
15
Kerangka pemikiran ini dapat disederhanakan melalui bagan berikut ini :
gambar 1.1
Kegiatan komunikasi persona seorang muallaf
Ditinjau dari konsep komunikasi
intrapersona dari faktor berpikir :
- menetapkan keputusan
(decision making)
- memecahkan masalah (problem
solving)
Ditinjau dari konsep komunikasi
antarpersona yang efektif dari
Devito, meliputi aspek :
- keterbukaan
- empati
- sikap positif
- dukungan
- kesetaraan
Dikaji dengan menggunakan
teori analisis transaksional
Hubungan baik dengan keluarga
16
1.7 Organisasi Karangan
Untuk memberikan gambaran secara umum mengenai keseluruhan materi
Skripsi ini, penulis menguraikannya sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah,
pertanyaan penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian, alasan penelitian,
pembatasan masalah dan pengertian istilah serta kerangka pemikiran.
BAB II Tinjauan Pustaka
Merupakan dasar teori dan ilmu pengetahuan pelengkap yang berkaitan dengan
pokok permasalahan. Pada bab ini diuraikan mengenai tinjauan komunikasi
antarpersona, fungsi komunikasi antarpersona, karakteristik atau ciri-ciri
komunikasi antarpersona, konsep komunikasi antarpersona yang efektif menurut
Devito, kualitas hubungan antarpersona, tinjauan komunikasi intrapersonal, proses
berpikir, teori analisis transaksional dan pengertian muallaf.
BAB III Metodologi Penelitian
Bab ini menguraikan metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini,
yang berisi metode penelitian, karakteristik penelitian kualitatif, metode penelitian
studi kasus, desain penelitian, komponen desain penelitian, desain khusus, teknik
pengumpulan data, tahap-tahap penelitian dan proses analisa data.
BAB IV Latar Belakang Subjek Penelitian
Menggambarkan latar belakang dari subjek penelitian, diantaranya : Latar
belakang subjek penelitian, latar belakang keluarga dan alasan menjadi muallaf.
17
BAB V Pembahasan
Bab ini mencakup hasil penelitian dan pembahasan mengenai kegiatan
komunikasi persona Leo sebagai seorang muallaf.
BAB VI Penutup
Dalam bab penutup ini, akan diuraikan beberapa kesimpulan mengenai uraian-
uraian yang telah dijabarkan dan dibahas pada bab-bab terdahulu sehingga dari
kesimpulan yang diperoleh tersebut kiranya penulis dapat memberikan saran-
saran yang mungkin dapat berguna.
.
18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan tentang Komunikasi Antarpersona
2.1.1 Pengertian Komunikasi Antarpersona
Kehidupan manusia ditandai dengan pergaulan di antara manusia dengan
keluarga, lingkungan masyarakat, sekolah, tempat kerja, organisasi sosial. Dalam
menjalankan kegiatan diatas, akan terjadi suatu komunikasi. Menurut Wilbur
Scramm yang dikutip oleh Liliweri dikatakan bahwa : “Diantara manusia yang
bergaul, mereka sering berbagi informasi, gagasan, sikap” (Liliweri, 1991:11).
Komunikasi antarpribadi pada hakikatnya merupakan proses sosial seperti
yang diuraikan diatas, dimana orang-orang yang terlibat didalamnya saling
mempengaruhi.
Komunikasi antarpribadi dianggap efektif untuk mengubah sikap,
pendapat, perilaku seseorang, karena sifatnya dialogis berupa percakapan, Rogers
yang dikutip oleh Alo Liliweri mengemukkan bahwa: “Komunikasi antarpribadi
adalah merupakan komunikasi dari mulut ke mulut, terjadi dalam interaksi tatap
muka antara beberapa pribadi” (liliweri, 1991:12).
Sedangkan Verdeber (1986) mengemukakan bahwa komunikasi
antarpersona merupakan suatu proses interaksi dan pembagian makna yang
terkandung dalam gagasan-gagasan maupun perasaan (Liliweri, 1994:9).
Komunikasi antar pribadi didefinisikan oleh Joseph A. Devito dalam
bukunya “The Inetrpersonal Communication Book”. Sebagai : “Proses pengiriman
19
dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau diantara sekelompok kecil
orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika”.
Berdasarkan definisi Devito itu, komunikasi antarpribadi dapat berlangsung
antara dua orang yang memang sedang berdua-duaan seperti suami istri yang
sedang bercakap-cakap, atau antara dua orang dalam suatu pertemuan, misalnya
antara penyaji makalah dengan salah seorang peserta suatu seminar.
Pentingnya situasi komunikasi antar pribadi ialah karena prosesnya
memungkinkan berlangsung secara dialogis. Komunikasi yang berlangsung secara
dialogis selalu lebih baik daripada monologis. Monolog menunjukkan suatu
bentuk komunikasi dimana seorang berbicara, yang lain mendengarkan.
Sedangkan dialog adalah bentuk komunikasi antarpribadi yang menunjukkan
terjadinya interaksi. Mereka yang terlibat dalam komunikasi bentuk ini berfungsi
ganda, masing-masing menjadi pembicara dan pendengar secara bergantian.
Dalam proses komunikasi dialogis nampak adanya upaya dari pelaku komunikasi
untuk terjadinya pengertian bersama (mutual understanding ) dan empati.
Keampuhan Komunikasi antarpribadi dibandingkan dengan bentuk-bentuk
komunikasi lainnya, komunkasi antarpribadi dinilai paling ampuh dalam kegiatan
mengubah sikap, kepercayaan, opini, dan perilaku komunikan. Komunikasi
antarpribadi umumnya berlangsung secara tatap muka. Oleh karena anda dengan
komunikan anda itu saling bertatap muka, maka terjadilah kontak pribadi
(personal contact); pribadi anda menyentuh pribadi komunikan anda. Oleh karena
keampuhan dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini, dan perilaku komunikan
itulah, maka bentuk komunkasi antara pribadi acapkali dipergunakan untuk
20
melancarkan komunikasi persuasive (persuasive communication) yakni suatu
teknik komunkasi secara psikologis manusiawi yang sifatnya halus, luwes berupa
ajakan, bujukan atau rayuan. Tetapi komunikasi persuasif antarpribadi seperti itu
hanya digunakan kepada komunikan yang potensial saja. Artinya tokoh yang
mempunyai jajaran dengan pengikutnya atau anak buahnya dalam jumlah yang
sangat banyak, sehingga apabila ia berhasil diubah sikapnya atau ideologinya,
maka seluruh jajaran mengikutinya.
Dari berbagai definisi diatas, maka komunikasi antarpersona adalah
merupakan komunikasi yang dilakukan oleh dua orang, dimana komunikasinya
bersifat dialogis, lebih akrab dan terbuka, komunikator dapat melihat feedback
secara langsung. Dari uraian definisi tersebut, maka dapat dikemukakan beberapa
ciri komunikasi antarpersona yang membedakannya dengan komunikasi
kelompok dan komunikasi massa.
Alo Liliweri mengemukakan bahwa komunikasi antarpersona ciri-cirinya
adalah :
1. Komunikasi antarpribadi terjadi dimana saja dan kapan saja. 2. Komunikasi antarpribadi, proses yang sinambung. 3. Komunikasi antarpribadi mempunyai tujuan tertentu. 4. Komunikasi antarpribadi menghasilkan hubungan yang timbal balik, dan
menciptakan serta mempertukarkan makna. 5. Komunikasi antarpribadi merupakan sesuatu yang dipelajari. 6. Komunikasi antarpribadi dapat meramalkan sesuatu. 7. Komunikasi antarpribadi sering dan dapat dimulai dengan melakukan
kesalahan (Liliweri, 1994).
21
2.1.2 Ciri-ciri Komunikasi Antarpersona
Menurut Alo Liliweri (1994) setiap komunikasi antarpribadi mengandung
beberapa karakteristik atau ciri-ciri, yaitu :
1. Komunikasi antarpribadi terjadi di mana dan kapan saja.
Semua manusia mengakui bahwa komunikasi merupakan pusat kegiatan
kemanusiaan umumnya. Dengan komunikasi diperlihatkan siapa dan dengan
siapa anda berhubungan. Di mana dan kapan saja komunikasi itu hadir dalam
masyarakat baik tradisional hingga masyarakat modern.
2. Komunikasi antarpribadi merupakan proses yang sinambung.
Kesinambungan antara masa lalu, kini dan sekarang biasanya dijaga setiap
orang dalam berkomunikasi. Hal ini juga yang sering disebutkan bahwa
komunikasi antarpribadi merupakan suatu rangkaian proses yang
bersinambung dan malahan simultan.
3. Komunikasi antarpribadi mempunyai tujuan tertentu.
Manusia dalam berkomunikasi selalu mempunyai tujuan baik secara implisit
maupun eksplisit. Terkadang pada saat berbicara kita tidak tahu apa yang
diinginkan oleh lawan bicara kita secara verbal namun dengan lambang-
lambang tertentu mengetahui apa yang diinginkan oleh lawan bicara kita.
4. Komunikasi antarpribadi menghasilkan hubungan yang timbal balik, dan
menciptakan serta mempertukarkan makna.
Setiap komunikasi akan menghasilkan hubungan yang kemudian berkembang
menjadi relasi dan transaksional yang melengkapi serta menciptakan
hubungan.
22
5. Komunikasi antarpribadi merupakan sesuatu yang dipelajari.
Waktu berkomunikasi sadar atau tidak kita memperhatikan kemampuan orang
lain dalam hal mengungkapkan, menggunakan dan memilih kata-kata.
Demikian pula kebiasaan-kebiasaan dalam menggunakan pesan nonverbal,
seperti gerakan tubuh, raut muka, nada suara sehingga kita mempelajari
sesuatu yang disukai ataupun yang tidak disukai orang lain.
6. Komunikasi antarpribadi dapat meramalkan sesuatu.
Ketika orang melakukan komunikasi antarpersona, terkandung suatu harapan
hasil yang memuaskan dua belah pihak dan meramalkan apa yang bakal
terjadi setelah mengungkapkan pikiran, perasaan, lalu diikuti oleh tindakan
komunikasi tertentu.
7. Komunikasi antarpersona sering dan dapat dimulai dengan melakukan
kesalahan.
Misalnya saja pada saat kita berpesta, kita tidak sengaja menabrak seseorang
kemudian kitapun meminta maaf kepada orang yang kita tabrak itu sehingga
memungkinkan dapat berlanjut dalam suatu obrolan.
2.1.3 Fungsi Komunikasi Antarpersona
Fungsi-fungsi komunikasi antarpribadi terdiri dari fungsi sosial dan fungsi
pengambilan keputusan (Liliweri, 1994:27-32).
• Fungsi Sosial
Komunikasi antarpribadi secara otomatis mempunyai fungsi sosial karena
proses komunikasi beroperasi dalam konteks sosial yang orang-orangnya
23
berinteraksi satu sama lain. Dalam keadaan demikian maka fungsi sosial
komunikasi antarpribadi mengandung aspek-aspek :
1. Manusia berkomunikasi untuk mempertemukan kebutuhan biologis dan
psikologis.
Melalui komunikasi antarpibadi setiap manusia berusaha mencari dan
melengkapi kebutuhannya.
2. Manusia berkomunikasi untuk memenuhi kewajiban sosial.
Setiap orang terikat dalam suatu sistem nilai dan norma yang berlaku dalam
masyarakatnya seperti ia wajib secara sosial berhubungan dengan orang lain.
Norma dan nilai telah mengatur kewajiban-kewajiban tertentu secara sosial
dalam berkomunikasi sebagai suatu keharusan yang tak dapat dielakkan.
3. Manusia berkomunikasi untuk mengembangkan hubungan timbal balik.
Salah satu aspek fungsi sosial dari komunikasi adalah pengembangan
hubungan yang timbal balik. Dalam kehidupan sosial terdapat pelbagai
perbedaan interaksi, relasi, transaksional antara seseorang dengan rekan
sekerjanya, istri dan anak-anaknya, dengan atasan maupun bawahannya,
dengan tetangga warganya. Hal demikian karena hal yang menjadi kebutuhan
timbal balik diantara bentuk pergaulan itu tidaklah sama.
4. Manusia berkomunikasi untuk meningkatkan dan merawat mutu diri sendiri.
Dengan komunikasi kita mampu menilai, melihat mutu komunikasi orang lain
dan kemudian mengubah diri sendiri, meningkatkannya lalu berdampak pada
usaha merawat kesehtan jiwa kita.
24
5. Manusia berkomunikasi untuk menangani konflik.
Melalui komunikasi antarpribadi konflik dapat dihindari karena telah terjadi
pertukaran pesan dan kesamaan makna tentang suatu makna tertentu.
• Fungsi Pengambilan Keputusan
Manusia mempunyai kemampuan untuk mengambil keputusan, banyak
dari keputusan yang sering diambil manusia dilakukan dengan berkomunikasi
karena mendengar pendapat, saran, pengalaman, gagasan, pikiran maupun
perasaan orang lain. Pengambilan keputusan meliputi penggunaan informasi dan
pengaruh yang kuat dari orang lain.
Ada dua aspek dari fungsi pengambilan keputusan jika dikaitkan dengan
komunikasi yaitu :
1. Manusia berkomunikasi untuk membagi informasi.
Banyak kegiatan komunikasi antarpribadi dilakukan karena bertujuan untuk
mendapatkan informasi. Jika informasi itu benar maka akan menguntungkan
pengambilan keputusan.
2. Manusia berkomunikasi untuk mempengauhi orang lain.
Karena informasi sangat menentukan sukses tidaknya pengambilan keputusan
maka komunikasi pada awalnya bertujuan untuk mendapatkan persetujuan dan
kerjasama dengan orang lain. Tujuan pengambilan keputusan antara lain
mempengaruhi orang lain terutama sikap serta perilakunya.
Berdasarkan fungsi-fungsi komunikasi antarpersona tersebut, dapat
dijelaskan bahwa sebagai makhluk sosial, manusia berkomunikasi dan
berinteraksi untuk mendapatkan umpan balik dari orang lain. Umpan balik terjadi
25
karena kedua belah pihak sama-sama memiliki kebutuhan dan kepentingan untuk
saling dilengkapi oleh satu sama lain. Kebutuhan dan kepentingan tersebut
mungkin didapat apabila mereka saling bertukar informasi, pengetahuan dan
pengalaman. Fungsi sosial dan fungsi pengambilan keputusan akan melengkapi
komunikasi antarpersona, karena manusia memiliki tujuan yang hendak ia capai
dalam komunikasinya dengan orang lain.
2.1.4 Komunikasi Antarpersona yang Efektif
Setiap manusia pasti menginginkan hubungannya lancar tanpa hambatan.
Begitu pula halnya dengan seorang muallaf terhadap keluarganya, dimana mereka
juga menginginkan hubungannya lancar dan harmonis. Hubungan yang lancar
dapat dicapai dengan komunikasi yang baik diantara keduanya dan komunikasi
yang efektif lah yang dapat membuat komunikasi menjadi lebih baik. Apabila
kedua belah pihak, seperti muallaf dengan keluarganya dapat membuat
komunikasi mereka, khususnya komunikasi antarpersona mereka efektif, maka
komunikasi yang telah mereka jalin akan menjadi komunikasi yang baik.
Devito, mengemukakan ancangan humanistik untuk efektivitas
komunikasi antarpersona-nya. Menurut Devito, dalam ancangan humanistik ada
lima kualitas umum yang dipertimbangkan : keterbukaan (openness), empati
(empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap positif (positiveness), dan
kesetaraan (equality) (Devito, 1997:259).
Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi
antarpribadi. Pertama, komunikator antarpribadi yang efektif harus terbuka
26
kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini tidaklah berarti bahwa orang harus
dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya. Sebaliknya, harus ada
kesediaan untuk membuka diri – mengungkapkan informasi yang biasanya
disembunyikan, asalkan pengungkapan – diri ini patut.
Aspek keterbukaan yang kedua mengacu pada kesediaan komunikator
untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Kita memperlihatkan
keterbukaan dengan cara bereaksi secara spontan terhadap orang lain.
Aspek ketiga menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran (Bochner &
Kelly, 1974). Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan
pikiran yang anda lontarkan adalah memang “milik” anda dan anda bertanggung
jawab atasnya.
Henry Backrack (1976) mendefinisikan empati sebagai “kemampuan
seseorang untuk ‘mengetahui’ apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat
tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orng lain itu”.
Orang yang empatik mampu memahami motivasi dan pengalaman orang
lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa
mendatang. Pengertian yang empatik ini akan membuat seseorang lebih mampu
menyesuaikan komunikasinya.
Kita dapat mengkomunikasikan empati baik secara verbal maupun
nonverbal. Secara nonverbal, kita dapat mengkomunikasikan empati dengan
memperlihatkan (1) keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan
gerak-gerik yang sesuai; (2) konsentrasi terpusat meliputi kontak mata, postur
27
tubuh yang penuh perhatian, dan kedekatan fisik; serta (3) sentuhan atau belaian
yang sepantasnya.
Hubungan antarpribadi yang efektif adalah hubungan dimana terdapat
sikap mendukung, suatu konsep yang perumusannya dilakukan berdasarkan karya
Jack Gibb. Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam
suasana yang tidak mendukung. Kita memperlihatkan sikap mendukung dengan
bersikap (1) deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan strategik, dan (3)
provisional, bukan sangat yakin.
Deskriptif. Suasana yang bersifat deskriptif dan bukan evaluatif membantu
terciptanya sikap mendukung. Bila anda mempersepsikan suatu komunikasi
sebagai permintaan akan informasi atau uraian mengenai suatu kejadian tertentu,
anda umumnya tidak merasakannya sebagai ancaman. Anda tidak ditantang dan
tidak perlu membela diri. Di pihak lain, komunikasi yang bernada menilai
seringkali membuat kita bersikap defensif.
Spontanitas. Gaya spontan membantu menciptakan suasana mendukung.
Orang yang spontan dalam komunikasinya dan terus terang serta terbuka dalam
mengutarakan pikirannya biasanya bereaksi dengan cara yang sama – terus terang
dan terbuka. Sebaliknya, bila kita merasa bahwa seseorang menyembunyikan
perasaannya yang sebenarnya – bahwa dia mempunyai rencana atau strategi
tersembunyi – kita bereaksi secara defensif.
Provisionalisme. Bersikap provisional artinya bersikap tentatif dan
berpikiran terbuka serta bersedia mendengar pandangan yang berlawanan dan
bersedia mengubah posisi jika keadaan mengharuskan. Bila anda bersikap yakin
28
tak tergoyahkan dan berpikiran tertutup, anda mendorong perilaku defensif pada
diri pendengar. Bila anda bertindak secara provisional – dengan pikiran terbuka,
dengan kesadaran penuh bahwa anda mungkin saja keliru, dan dengan kesediaan
untuk mengubah sikap dan pendapat anda – anda mendorong sikap mendukung.
Kita mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi antarpribadi
dengan sedikitnya dua cara: (1) menyatakan sikap positif dan (2) secara positif
mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi.
Sikap. Sikap positif mengacu pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi
antarpribadi. Pertama komunikasi antarpribadi terbina jika orang memiliki sikap
positif terhadap diri mereka sendiri. Kedua, perasaan positif untuk situasi
komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif.
Dorongan (stroking). Sikap positif dapat dijelaskan lebih jauh dengan
istilah stroking (dorongan). Dorongan adalah istilah yang berasal dari kosakata
umum, yang dipandang sangat dalam analisis transaksional dan dalam interaksi
antarmanusia secara umum. Perilaku mendorong menghargai keberadaan dan
pentingnya orang lain; perilaku ini bertentangan sengan ketidak-acuhan.
Dorongan positif umumnya berbentuk pujian atau penghargaan, dan terdiri atas
perilaku yang kita harapkan, kita nikmati, dan kita banggakan. Dorongan positif
ini mendukung citra-pribadi kita dan membuat kita merasa lebih baik. Sebaliknya,
dorongan negatif, bersifat menghukum dan menimbulkan kebencian.
Komunikasi antarpribadi akan lebih efektif bila suasananya setara.
Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama
29
bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang
penting untuk disumbangkan.
Dalam suatu hubungan antarpribadi yang ditandai oleh kesetaraan,
ketidak-sependapatan dan konflik lebih dilihat sebagai upaya untuk memahami
perbedaan yang pasti ada ketimbang sebagai kesempatan untuk menjatuhkan
pihak lain. Kesetaraan tidak mengharuskan kita menerima dan menyetujui begitu
saja semua perilaku verbal dan nonverbal pihk lain. Kesetaraan berarti kita
menerima pihak lain, atau, menurut istilah Carl Rogers, kesetaraan meminta kita
untuk memberikan “penghargaan positif tak bersyarat” kepada orang lain.
2.1.5 Kualitas Hubungan Antarpersona
Hubungan interpersonal berlangsung melewati tiga tahap, yaitu :
1. Pembentukan hubungan 2. Peneguhan hubungan 3. Pemutusan hubungan (Rakhmat, 2000:125)
Adapun penjelasan tahap-tahap hubungan interpersonal adalah sebagai
berikut :
1. Pembentukan Hubungan Interpersonal
Tahap ini sering disebut tahap perkenalan (acquaitance process). Menurut
Steve Duck bahwa:
“… perkenalan adalah proses komunikasi dimana individu mengirimkan (secara sadar) atau menyampaikan (kadang-kadang tidak sengaja) informasi tentang struktur dan isi kepribadiannya kepada bakal sahabatnya, dengan menggunakan cara-cara yang agak berbeda pada bermacam-macam tahap perkembangan persahabatan”) (Rakhmat, 2000:125).
30
Menurut Charles R. Berger, informasi pada tahap perkenalan dapat
dikelompokkan pada tujuh kategori, yaitu :
1. Informasi demografis 2. Sikap dan pendapat tentang orang dan objek. 3. Rencana yang akan datang. 4. Kepribadian 5. Perilaku pada masa lalu. 6. Orang lain. 7. Hobi dan minat. (Rakhmat, 2000:126)
2. Peneguhan Hubungan Interpersonal
Menurut Jalaludin Rakhmat ada empat faktor yang penting dalam
memelihara keseimbangan dalam hubungan interpersonal yaitu keakraban,
kontrol, respons yang tepat, dan nada emosional yang tepat (Rakhmat, 2000:126).
Keakraban merupakan pemenuhan kebutuhan akan kasih sayang.
Hubungan interpersonal akan terpelihara apabila kedua belah pihak sepakat
tentang tingkat keakraban yang diperlukan. Faktor yang kedua adalah kesepakatan
tentang siapa yang akan mengontrol siapa dan bilamana. Jika dua orang
mempunyai pendapat yang berbeda sebelum mengambil kesimpulan, siapakah
yang harus berbicara lebih banyak, siapa yang menentukan, siapakah yang
dominan. Konflik terjadi pada umumnya bila masing-masing ingin berkuasa, atau
tidak ada pihak yang mau mengalah. Faktor yang ketiga adalah ketepatan respons
artinya respons-respons ini bukan saja berkenaan dengan pesan-pesan verbal,
tetapi juga pesan-pesan nonverbal. Faktor keempat yang memelihara hubungan
interpersonal adalah keserasian suasana emosional ketika berlangsungnya
komunikasi. Walaupun mungkin saja terjadi dua orang berinteraksi dengan
suasana emosional yang berbeda, tetapi interaksi itu tidak akan stabil. Besar
31
kemungkinan salah satu pihak mengakhiri interaksi atau mengubah suasana
emosi.
3. Pemutusan Hubungan Interpersonal
Menurut R.D. Nye ada lima sumber konflik, yaitu :
a. Kompetisi. b. Dominasi. c. Kegagalan d. Provokasi. e. Perbedaan Nilai. (Rakhmat, 2000:125)
Kompetisi, salah satu pihak berusaha memperoleh sesuatu yang mengorbankan
orang lain. Dominasi, salah satu pihak berusaha mengendalikan pihak lain
sehingga orang itu merasakan hak-haknya dilanggar. Kegagalan, masing-masing
berusaha menyalahkan yang lain apabila tujuan bersama tidak tercapai. Provokasi,
salah satu pihak terus menerus yang ia ketahui menyinggung perasaan yang lain,
Perbedaan nilai, kedua pihak tidak sepakat tentang nilai-nilai yang mereka anut.
2.2 Tinjauan tentang Komunikasi Intrapersonal
2.2.1 Pengertian Komunikasi Intrapersonal
Cangara (2000), menyebutkan bahwa komunikasi dengan diri sendiri
adalah proses komunikasi yang terjadi di dalam diri individu, atau dengan kata
lain proses berkomunikasi dengan diri sendiri. Terjadinya proses komunikasi
disini karena adanya seseorang yang memberi arti terhadap sesuatu obyek yang
diamatinya atau terbetik dalam pikirannya. Obyek dalam hal ini bisa saja dalam
bentuk benda, kejadian alam, peristiwa, pengalaman, fakta yang mengandung arti
bagi manusia, baik yang terjadi diluar maupun di dalam diri seseorang.
32
Dalam proses pengambilan keputusan, seringkali seseorang dihadapkan
pada pilihan Ya atau Tidak. Keadaan semacam ini membawa seseorang pada
situasi berkomunikasi dengan diri sendiri, terutama dalam mempertimbangkan
untung ruginya suatu keputusan yang akan diambil (Cangara, 2000:30).
Sedangkan Jalaluddin Rakhmat (2003), menyebutkan bahwa proses
pengolahan informasi disebut juga komunikasi intrapersonal, yang meliputi
sensasi, persepsi, memori dan berpikir (Rakhmat, 2003:49).
Dalam komunikasi intrapersonal seorang muallaf, proses berpikir memiliki
pengaruh besar dalam mengambil sikap, walaupun pada dasarnya proses berpikir
tidak terlepas dari sensasi, persepsi dan memori. Proses berpikir ini meliputi
decision making (menetapkan keputusan) dan problem solving (memecahkan
masalah).
2.2.2 Proses Berpikir sebagai Salah Satu Faktor dari Komunikasi Intrapersonal
Berpikir dilakukan untuk memahami realitas dalam rangka mengambil
keputusan (decision making), memecahkan persoalan (problem solving) dan
menghasilkan yang baru (creativity). Memahami realitas berarti menarik
kesimpulan, meneliti berbagai kemungkinan penjelasan dari realitas eksternal dan
internal. Anita Taylor et al mendefinisikan berpikir sebagai proses penarikan
kesimpulan. Thinking is a inferring process. (Rakhmat, 20003:68).
Salah satu fungsi berpikir ialah menetapkan keputusan. Sepanjang hidup
kita harus menentukan keputusan. Sebagian dari keputusan itu ada yang
33
menentukan masa depan kita. Faktor-faktor personal amat menentukan apa yang
kita putuskan, antara lain kognisi, motif dan sikap.
Sedangkan dalam memecahkan persoalan ada beberapa faktor yang
mempengaruhi, diantaranya:
1. Motivasi. Motivasi yang rendah mengalihkan perhatian. Motivasi yang tinggi
membatasi fleksibilitas.
2. Kepercayaan dan Sikap yang Salah. Asumsi yang salah dapat menyesatkan
kita. Kerangka rujukan yang tidak cermat menghambat efektivitas pemecahan
masalah. Sikap yang defensif misalnya, karena kurang kepercayaan ada diri
sendiri akan cenderung menolak informasi baru, merasionalisasikan
kekeliruan, dan mempersukar penyelesaian.
3. Kebiasaan. Kecenderungan untuk mempertahankan pola berpikir tertentu, atau
melihat masalah hanya dari satu sisi saja, atau kepercayaan yang berlebihan
dan tanpa kritis pada pendapat otoritas, menghambat pemecahan masalah yang
efisien. Ini menimbulkan kejumudan pikiran (rigid mental set). Lawan dari ini
adalah kekenyalan pikiran (flexible mental set). Kebudayaan banyak
menentukan kejumudan pikiran. Cara kita memandang dan mengatasi
persoalan dibatasi oleh cultural setting kita; tidak jarang cara itu kita pandang
sebagai cara yang paling baik.
4. Emosi. Dalam menghadapi berbagai situasi, kita tanpa sadar sering terlibat
secara emosional. Emosi mewarnai cara berpikir kita. Kita tidak pernah dapat
berpikir betul-betul objektif. Sebagai manusia yang utuh, kita tidak dapat
mengesampingkan emosi. Sampai di situ, emosi bukan hambatan utama.
34
Tetapi bila emosi itu sudah mencapai intensitas yang begitu tinggi sehingga
menjadi stress, barulah kita menjadi sulit berpikir efisien.
2.3 Teori Analisis Transaksional
Dalam kegiatan komunikasi antarpersona seorang muallaf untuk membina
hubungan baik dengan keluarga ditinjau dari komunikasi yang efektif dari Devito
dan dikaji dengan menggunakan teori analisis transaksional.
Teori analisis transaksional dikembangkan oleh Eric Berne. Berne mulai
beranjak dari konsep dasar transaksi pada ego yang dimiliki setiap orang. Dalam
diri setiap manusia seperti dikutip Collins (1983) memiliki tiga status ego. Sikap
dasar ego yang mengacu pada sikap orangtua (Parent= P, axteropsychic); sikap
orang dewasa (Adult=A, neo psychic); dan ego anak (Child= C,arheopsychic).
Ketiga sikap tersebut dimiliki setiap orang (baik dewasa, anak-anak maupun
orangtua).
Sikap orangtua yang diwakili dalam perilaku dapat terlihat, terdengar dari
tindakan maupun tuturkata ataupun ucapan-ucapannya. Seperti tindakan
menasihati orang lain, memberikan hiburan, menguatkan perasaan, memberikan
pertimbangan, membantu, melindungi, mendorong untuk berbuat baik adalah
sikap yang nurturing parent (NP). Sebaliknya ada pula sikap orang tua yang suka
menghardik, membentuk, menghukum, berprasangka, melarang, semuanya
disebut dengan sikap yang critical parent (CP).
Setiap orang juga menurut Berne memiliki sikap orang dewasa umumnya
pragmatis dan realitas. Mengambil kesimpulan, keputusan berdasarkan fakta-fakta
35
yang ada. Suka bertanya, mencari atau menunjukkan fakta-fakta, bersifat rasional
dan tidak emosional. Bersifat objektif dan sebagainya.
Sikap lain yang dimiliki juga adalah sikap anak-anak. Dibedakan antara
natural child (NC) yang ditunjukkan dalam sikap ingin tahu, berkhayal, kreatif,
memberontak. Sebaliknya yang bersifat adapted child (AC) adalah mengeluh,
ngambek, suka pamer, bermanja diri.
Berne juga mengemukkan terdapat beberapa faktor yang menghambat
terlaksananya transaksi antarpribadi, atau keseimbangan ego sebagai sikap yang
dimiliki seseorang itu. Terdapat dua hambatan utama yaitu : pertama kontaminasi
(contamination). Kontaminasi merupakan pengaruh yang kuat dari salah satu
sikap atau lebih terhadap seseorang sehingga orang itu “berkurang”
keseimbangannya. Gambar berikut memperlihatkan keadaan “terganggunya”
keseimbangan itu.
Gambar 2.1
Keadaan kontaminasi ego status
P
A
A
C
P
A
C
P P
A
C
C
Gambar 2.1 Gambar 2.1a Gambar 2.1b Gambar 2.1c
Keterangan: P = Parents (orangtua)
A = Adult (dewasa)
C = Child (anak-anak)
36
Gambar diatas memperlihatkan bahwa telah terjadi ada tidaknya pengaruh
masing-masing ego terhadap yang lain. Pada gambar 2.1 terlihat bahwa ketiga ego
status itu berdiri sendiri-sendiri tidak saling mempengaruhi. Pada gambar 2.1a
sikap dewasa dipengaruhi oleh sikap orangtua; dan gambar 2.1b sikap dewasa
yang dipengaruhi sikap anak-anak. Dan gambar 2.1c sikap dewasa yang
dipengaruhi oleh sikap orang tua dan anak-anak.
Kedua, adalah eksklusif; adalah penguasaan salah satu sikap atau lebih
terlalu lama pada diri seseorang. Misalnya sikap orang tua yang sangat
mempengaruhi seseorang dalam satu waktu yang lama sehingga orang itu terus
menerus memberikan nasihat, melarang perbuatan tertentu, mendorong dan
menghardik. Atau sikap kekanak-kanakan yang terus ngambek atau manja.
Yang paling penting dalam kajian analisis transaksi ini adalah bagaimana
terjadinya proses itu dengan orang lain.
Berne mengajukan tiga jenis transaksi antarpribadi yaitu: transaksi
komplementer, transaksi silang dan transaksi tersembunyi.
Pertama, transaksi komplementer; jenis transaksi ini merupakan jenis
terbaik dalam komunikasi antarpribadi karena terjadi kesamaan makna terhadap
pesan yang mereka pertukarkan, pesan yang satu dilengkapi oleh pesan yang lain
meskipun dalam jenis sikap ego yang berbeda.
37
Gambar 2.2
Model transaksi komplementer
P
A
C
P
A
C
P
A
C
P
A
C
P
A
C
P
A
C
gambar 2.2.1 gambar 2.2.2 gambar 2.2.3
Keterangan :
Gambar 2.2.1 menunjukkan transaksi komplementer terjadi antara dua sikap yang
sama, sikap orang tua. Gambar 2.2.2 menunjukkan transaksi komplementer terjadi
antara dua sikap yang sama, sikap dewasa. Dan gambar 2.2.3 menunjukkan
transaksi terjadi antara dua sikap yang berbeda namun komplementer. Kedua
sikap itu adalah sikap orang tua dan sikap anak-anak.
Komunikasi antarpribadi dapat dilanjutkan manakala terjadi transaksi yang
bersifat komplementer karena diantara mereka dapat memahami pesan yang sama
dalam suatu makna. Kedua, transaksi silang; terjadi mankala pesan yang
dikirimkan komunikator tidak mendapat respons sewajarnya dari komunikan.
Gambar 2.3
Model transaksi silang
P P
A A
C C
gambar 2.3.1 gambar 2.3.2 gambar 2.3.3
P
A
P
A
C
P
A
C
A
C
P
C
38
Keterangan :
Gambar 2.3.1 menunjukkan transaksi silang terjadi antara sikap orang tua dengan
sikap anak-anak. Gambar 2.3.2 menunjukkan transaksi silang terjadi antara sikap
dewasa dengan sikap anak-anak dan gambar 2.3.3 menunjukkan transaksi silang
terjadi antara sikap anak-anak dengan orangtua.
Akibat dari transaksi silang adalah terputusnya komunikasi antarpribadi
karena kesalahan dalam memberikan makna pesan. Ketiga, transaksi tersembunyi;
terjadi manakala terjadi campuran beberapa sikap diantara komunikator dengan
komunikan sehingga salah satu sikap menyembunyikan sikap yang lainnya. Sikap
tersembunyi ini sebenarnya yang ingin mendapatkan respons tetapi ditanggap lain
oleh si penerima.
Gambar 2.3.3
Model transaksi tersembunyi angular
P P
A
C
A
C
Bentuk-bentuk transaksi tersembunyi bisa terjadi, jika ada 3 atau 4 sikap
dasar dari mereka yang terlibat dalam komunikasi antarpribadi namun yang
diungkapkan hanya 2 sikap saja (lihat dalam komplementer dan menyilang),
sedangkan 1 atau 2 lainnya tersembunyi.
Jika terjadi sikap dasar sedangkan yang lainnya disembunyikan maka
transaksi itu disebut transaksi tersembunyi 1 segi (angular). Kalau yang terjadi ada
39
4 sikap dasar dari yang disembunyikan 2 sikap dasar disebut dengan dupleks
(Liliweri, 1994:163-167).
2.4 Pengertian Muallaf
Adapun pengertian muallaf dalam buku Fiqh Islam, H. Sulaiman Rasjid
(2003:211) berbeda-beda menurut beberapa mazhab, yaitu :
- Mazhab Hanafi, muallaf : mereka tidak diberi zakat lagi sejak masa khalifah
pertama.
- Mazhab Maliki, muallaf : sebagian mengatakan bahwa orang kafir yang ada
harapan untuk masuk agama Islam. Sebagian yang lain mengatakan bahwa
orang yang baru memeluk agama Islam.
- Mazhab Hambali, muallaf : orang yang mempunyai pengaruh di
sekelilingnya, sedangkan ia ada harapan masuk Islam, ditakuti kejahatannya,
orang Islam yang ada harapan imannya akan bertambah teguh, atau ada
harapan orang lain akan masuk Islam karena pengaruhnya.
- Mazhab Syafii, muallaf : ada empat macam :
a. Orang yang baru masuk Islam, sedangkan imannya belum teguh.
b. Orang Islam yang berpengaruh dalam kaumnya, dan kita berpengharapan
kalau ia diberi zakat, maka orang lain dari kaumnya akan masuk Islam.
c. Orang Islam yang berpengaruh terhadap kafir. Kalau dia diberi zakat, kita
akan terpelihara dari kejahatan kafir yang dibawah pengaruhnya.
d. Orang yang menolak kejahatan orang yang anti zakat.
40
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3. 1 Metode Penelitian
Metode adalah proses, prinsip, dan prosedur yang kita gunakan untuk
mendekati problem dan mencari jawaban (Mulyana, 2003:145). Metode penelitian
sebagai suatu metode ilmiah tidak harus menggunakan analisis statistik terhadap
data yang ditemukan, metode ilmiah adalah metode penelitian yang digunakan
secara ilmiah dan penelitian tersebut bisa berbentuk deskriptif, eksperimental,
kuantitatif, kualitatif, kritis, analitis, historis, fenomenologis, dan lain-lain.
Bogdan dan Taylor (Moleong, 2004: 3) mendefinisikan metodologi
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang
berupa kata-kata tertulis atau tulisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu
tersebut secara holistic (utuh). Jadi dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan
individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu
memandangnya sebagai bagian dari keutuhan.
Sejalan dengan definisi tersebut, Kirk dan Miller (1986:9) mendefinisikan
bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial
yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam
kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam
bahasanya dan dalam peristilahannya.
41
Berbeda dengan penelitian kuantitatif, penelitian kualitatif tidak bertujuan
menguji hipotesis atau merinci atau menelaah variabel-variabel. Masalah
penelitian coba diungkap secara komprehensif dan holistik, dengan menggunakan
berbagai sumber. Peneliti kualitatif dituntut untuk sabar dan tekun memasuki
dunia kehidupan para subjek yang diteliti, mendengarkannya, mencatatnya,
menemukan maknanya menurut pandangan mereka, serta menginterpretasikannya
berdasarkan konteks yang mengitarinya.
Penelitian kualitatif itu berakar pada latar alamiah sebagai keutuhan, mengandalkan manusia sebagai alat penelitian, memanfaatkan metode kualitatif, mengadakan analisis data secara induktif. Mengarahkan sasaran penelitiannya pada usaha menemukan teori dari dasar, bersifat deskriptif, lebih mementingkan proses dari pada hasil, membatasi studi dengan fokus, memiliki seperangkat kriteria untuk memeriksa keabsahan data, rancangan penelitiannya bersifat sementara dan hasil penelitiannya di sepakati oleh kedua belah pihak: peneliti dan subjek penelitian (Moleong, 2004: 27).
Perbedaan pendekatan yang dilakukan dalam meneliti sebuah permasalahan
bukanlah perbedaan yang harus dicari siapa yang paling benar atau siapa yang
paling ilmiah. Deddy Mulyana mengatakan dalam disiplin ilmu sosial, orang-
orang di dunia lain telah mengembangkan dan menerapkan berbagai perspektif
yang mungkin jarang kita dengar seperti pendekatan semiotik, hermeneutik,
naturalistik, feminis, studi budaya, pendekatan pasca struktural, pendekatan
modernisme, pendekatan pasca kolonial, dan sebagainya. Sebagian perspektif
lama yang trend kembali, tetapi kita masih saja berkutat dengan memperdebatkan
antara pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Maka muncullah komentar-komentar
yang tidak produktif seperti “metode kualitatif tidak ilmiah atau metode
kuantitatif kering atau membosankan” (Mulyana, 2001: xiv).
42
Dalam penelitian kualitatif, realitas dipandang sebagai suatu kesatuan yang
utuh, memiliki dimensi yang banyak namun bisa berubah-ubah, hal ini berakibat
pada penelitian tidak disusun secara detail seperti lazimnya suatu penelitian.
Penelitian ini dilakukan menggunakan metode kualitatif yang melihat
kondisi dari suatu fenomena. Pendekatan ini bertujuan memperoleh pemahaman
dan menggambarkan realitas yang kompleks seperti telah dijelaskan di atas.
Metode ini dipilih karena selain tidak menggunkan angka-angka statistik, penulis
ingin dalam penelitian ini dapat menjelaskan kegiatan komunikasi persona
seorang muallaf dalam membina hubungan baik dengan keluarga secara lebih
mendalam. Di mana hasil yang diperoleh dari penelitian ini akan sangat akurat
karena proses yang dilakukan selama penelitian ini berlangsung mengandalkan
peneliti sebagai instrumen penelitiannya dengan kata lain peneliti mempunyai hak
untuk mengatur jalannya penelitian seperti yang diinginkan.
3.1.1 Karakteristik Penelitian Kualitatif
Penelitian kualitatif memiliki karakteristik yang berbeda dengan penelitian
kenatitaif. Berikut ini adalah karakterisitik yang diungkapkan oleh Guba &
Lincoln serta Bogdan & Biklen, yaitu sebagai berikut :
1. Latar Alamiah
Penelitian kualitatif melakukan penelitian pada latar alamiah pada konteks
suatu keutuhan (entity). Hal ini dilakukan karena ontology alamiah menghendaki
adanya kenyataan-kenyataan sebagai keutuhan yang tidak dapat dipahami jika
43
dipisahkan dari konteksnya. Ada beberapa asumsi dasar dari konteks tersebut,
antara lain :
a. Tindakan pengamatan mempengaruhi apa yang dilihat.
b. Konteks sangat menentukan dalam menetapkan apakah suatu pertemuan
mempunyai arti bagi konteks lainnya.
c. Sebagian struktur nilai kontekstual bersifat determinatis terhadap apa yang
akan dicari.
(Lincoln dan Guba dalam Moleong, 2004:4)
2. Manusia sebagai alat (instrumen)
Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain
merupakan alat pengumpul data yang utama. Hal ini dilakukan, karena jika
memanfaatkan alat yang bukan manusia dan mempersiapkannya terlebih dahulu
sebagai yang lazim digunakan dalam penelitian klasik. Selain itu “manusia
sebagai alat” sajalah yang dapat berhubungan secara langsung dengan responden
dan hanya manusia yang mampu memahami kenyataan yang terjadi di lapangan
serta berperan serta pada pengumpulan data melalui penelitian berperan serta.
3. Metode Kualitatif
Metode ini digunakan karena metode ini lebih mudah bila berhadapan
langsung dengan kenyataan, selain itu metode ini lebih peka terhadap pola-pola
nilai yang dihadapi.
44
4. Analisis data induktif
Dengan analisis data seperti ini, akan lebih dapat menguraikan secara penuh
mengenai data-data yang diperoleh serta dapat membuat keputusan-keputusan
tentang dapat atau tidaknya pengalihan kepada latar yang lainnya.
5. Teori dasar
Penelitian ini menghendaki adanya arah bimbingan penyusunan teori
substansif yang berasal dari data. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara
lain:
a. Tidak ada teori apriori yang dapat mencakupi kenyataan-kenyataan ganda
yang mungkin di hadapi.
b. Penelitian ini mempercayai apa yang dilihat sehingga berusaha untuk sejauh
mungkin menjadi netral.
c. Teori dari dasar lebih dapat responsif terhadap nilai-nilai kontekstual
(Moleong, 2004 : 6).
Analisis ini lebih merupakan abstraksi berdasarkan bagian-bagian yang telah
dikumpulkan, kemudian dikelompokkan. Jika peneliti merencanakan untuk
menyusun teori, arah penyususunan teori tersebut akan menjadi jelas sesudah data
dikumpulkan.
6. Deskriptif
karena metode yang digunakan adalah kualitatif, maka data yang
dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Data diperoleh
melalui wawancara, catatan lapangan, foto, dokumen-dokumen, dan lain-lain.
Semua data yang terkumpul menjadi kunci terhadap apa yang diteliti. Dengan
45
demikian, laporan akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran
laporan tersebut.
7. Lebih mementingkan proses dari pada hasil
Hal ini disebabkan oleh hubungan bagian-bagian yang sedang diteliti akan
jauh lebih jelas jika daiamati dalam proses.
8. Adanya “batas” yang ditentukan oleh “fokus”
Penelitian kualitatif menghendaki adanya batas dalam penelitian atas dasar
focus yang timbul sebagai masalah dalam penelitian. Alasannya, penetapan fokus
dapat lebih dekat dihubungkan oleh interaksi antara peneliti dan fokus.
9. Adanya Kriteria khusus untuk keabsahan data
Penelitian ini mendefinisikan validitas, reliabilitas dan objektivitas dalam
versi lain dibandingkan dengan yang lazim digunakan dalam penelitian klasik.
10. Desain yang bersifat sementara.
Penelitian kualitatif menyusun desain yang secara terus menerus disesuaikan
dengan keadaan yang terjadi di lapangan. Jadi, tidak menggunakan desain yang
tersusun secara ketat dan tidak dapat dirubah lagi karena apa yang akan terjadi di
lapangan tidak dapat diramalkan sebelumya oleh peneliti.
11. Hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama
Penelitian ini mengharapkan adanya hasil penelitian yang dirundingkkan dan
disepakati bersama untuk dijadikan sebagai sumber data. Karena hasil penelitian
ini bergantung pada hakikat dan kualitas hubungan antara pencari dengan yang
dicari.
46
3.2 Metode Penelitian Studi Kasus
Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus dimana secara umum,
studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu
penelitian berkenaan dengan “how” atau “why” (Yin, 2003:31). Selain itu studi
kasus ini juga menyediakan peluang untuk menerapkan prinsip umum terhadap
situasi-situasi spesifik atau contoh-contoh. Tujuannya adalah untuk menelaah
sebanyak mungkin data mengenai subjek yang diteliti. Singkatnya, studi kasus
memungkinkan peneliti untuk mempertahankan karakteristik holistik dan
bermakna dari peristiwa-peristiwa kehidupan nyata.
Menurut Mulyana, “studi kasus adalah uraian dan penjelasan komprehensif
mengenai berbagai aspek individu, suatu kelompok, suatu organisasi (komunitas),
suatu program, atau situasi sosial. Peneliti studi kasus berupaya menelaah
sejumlah kecil variabel dan memilih suatu sample besar yang mewakili populasi,
peneliti secara seksama mengkaji sejumlah besar variabel mengenai suatu kasus”
(Mulyana, 2002:201)
Jadi alih-alih menelaah sejumlah kecil variabel dan memilih suatu sample
besar yang mewakili populasi, peneliti secara seksama dan dengan berbagai cara
mengkaji sejumlah besar variabel mengenai suatu kasus khusus. Dengan
mempelajari semaksimal mungkin seorang individu, suatu kelompok, atau suatu
kejadian, peneliti bertujuan memberikan pandangan yang lengkap dan mendalam
mengenai subjek yang diteliti.
“Studi kasus adalah eksplorasi tentang “system terbatas” (bounded system)
atau satu kasus (bisa juga beberapa kasus), secara rinci setelah melewati waktu
47
tertentu, melalui pengumpulan data secara mendalam yang berasal dari berbagai
sumber informasi” (Hasbiansyah, 2004:214). Bounded System adalah terikat
waktu dan tempat tertentu mengenai suatu kasus. Kasus yang dipelajari bisa
dibatasi berupa suatu program, peristiwa, kegiatan, atau sejulah individu. Sumber
informasi yang dapat digunakan, menurut Yin (2003) adalah dokumentasi,
catatan arsip, wawancara, observasi langsung, observasi partisipan, dan artifak
fisik.
Tujuan dari studi kasus ini adalah untuk menelaah sebanyak mungkin data
mengenai subjek yang diteliti. Pendekatan studi kasus menyediakan peluang
untuk menerapkan prinsip umum terhadap situasi spesifik atau contoh-contoh,
yang disebut kasus-kasus. Salah satu studi kasus yang lazim adalah menegenai
individu yang datanya diperoleh melalui metode sejarah hidup yang dilengkapi
dengan metode lain.
Sebagai suatu metode penelitian kualitatif, studi kasus memiliki beberapa
keuntungan, yaitu sebagai berikut :
1. Studi kasus merupakan sarana utama bagi peneliti ernik, yakni menyajikan
pandangan subjek yang diteliti.
2. Studi kasus menyajikan uraian menyeluruh yang mirip dengan apa yang
dialami pembaca dalam kehidupan sehari-hari.
3. Studi kasus merupakan sarana efektif untuk menunjukkan hubungan antara
peneliti dengan responden.
48
4. Studi kasus memungkinkan pembaca menemukan konsistensi internal yang
tidak hanya merupakan konsistensi gaya dan konsistensi faktual tetapi juga
kepercayaan.
5. studi kasus memberikan “uraian tebal” yang diperlukan bagi penilaian atas
transferabilitas.
6. studi kasus terbuka bagi penilaian konteks yang turut berperan bagi
pemaknaan atas fenomena dalam konteks tersebut.
(Mulyana, 2002 :201-202).
3.3 Desain Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan desain penelitian studi kasus
tunggal. “Desain penelitian adalah logika keterkaitan antara data yang harus
dikumpulkan (dan kesimpulan-kesimpulan yang akan dihasilkan) dari
pernyataan awal suatu penelitian. Desain penelitian berkenaan dengan problem
atas dasar logika dan bukan problem atas dasar logistik.
3.3.1 Komponen Desain Penelitian
Dalam desain studi kasus yang diungkapkan oleh Yin (2003), ada lima
komponen desain penelitian yang sangat penting dan pengkajiannya adalah
sebagai berikut :
1. Pertanyaan-pertanyaan penelitian
Berkenaan dengan bentuk pertanyaan yang akan disajikan, antara lain bentuk
“siapa”, “apa”, “dimana”, ”bagaimana” dan “mengapa”.
49
2. Proposisi
Setiap proposisi mengarahkan perhatian peneliti kepada suatu yang harus
diselidiki dalam ruang lingkup studinya. Bentuk pertanyaan seperti “bagaimana”
atau “mengapa”, akan mengarahkan anda kepada study kasus sebagai strategi
yang cocok.
3 Unit-unit analisis
Komponen ini secara fundamental berkaitan dengan masalah penentuan apa
yang dimaksud dengan “kasus” dalam penelitian yang bersangkutan.
4. Logika yang mengaitkan data dengan dengan proposisi tersebut
Pengaitan data terhadap proposisi dapat dilakukan dengan banyak cara, tetapi
tidak satu pun yang terdefinisikan dengan tepat.
5. Kriteria untuk menginterpretasikan temuan penelitian
Temuan-temuan penelitian adalah harus sesuai dengan proposisi yang telah
dideskripsikan.
3.3.2 Desain Khusus
terdapat tiga rasional yang menunjukkan dasain kasus tunggal dapat
digunakan dalam pengumpulan data, yaitu :
1. Rasional yang pertama kasus tunggal adalah manakala kasus tersebut
menyatakan kasus penting dalam menguji satu teori yang telah disusun
dengan baik. Kasus tunggal tersebut kemudian bisa digunakan untuk
menetukan apakah proposisi teori yang digunakan benar, atau ada penjelasan
lain yang lebih relevan. Kasus tunggal juga dapat mengetengahkan suatu
50
kontribusi yang signifikan kepada pembangunan pengetahuan dan teori.
Penelitian semacam itu bahkan bisa membantu untuk memfokuskan kembali
penelitian di lapangan secara menyeluruh.
2. Rasional kedua untuk studi kasus tunggal ialah jika kasus tersebut menyajikan
suatu kasus yang ekstrem atau unik.
3. Rasional yang ketiga untuk studi kasus tunggal adalah kasus penyingkapan
situasi ini muncul manakala peneliti mempunyai kesempatan untuk
mengamati dan menganailisis suatu fenomena yang tidak mengizinkan adanya
penelitian ilmiah.
Desain studi kasus tunggal menuntut peneliti untuk berhati-hati dalam
memberikan penafsiran dan juga memaksimalkan akses yang diperlukan untuk
pengumpulan bukti kasus yang bersangkutan.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa langkah untuk
mengumpulkan data yang dibutuhkan, antara lain:
1. Wawancara mendalam (depth interview)
Salah satu cara mengumpulkan data pada penelitian ini adalah melakukan
wawancara dengan subjek penelitian atau dengan Leo sebagai seorang muallaf.
Metode wawancara yang digunakan penulis adalah wawancara mendalam, yaitu
bertujuan untuk memperoleh bentuk-bentuk tertentu mengenai informasi dari
sasaran penelitian.
51
Wawancara mendalam dilakukan secara intim, di mana penulis berusaha
mengetahui diri psikologis dan dunia sosial subjek penelitian secara mendalam.
Penulis berusaha untuk mendapatkan data mengenai riwayat hidup dan aktivitas
Leo sebagai seorang muallaf dalam membina hubungan baik dengan keluarganya.
Tidak hanya itu, penulis juga melakukan wawancara dengan keluarganya untuk
mendapatkan informasi yang lebih jelas dan sekaligus melakukan kroscek hasil
wawancara dengan subjek terkait.
Wawancara tidak dibagi ke dalam tahapan-tahapan khusus, peneliti
melakukan wawancara ini seperti layaknya mengobrol biasa. Pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan oleh penulis adalah seputar permasalahan topik yang
akan dibahas seperti bagaimana kegiatan komunikasi persona Leo sebagai seorang
muallaf dalam membina hubungan baik dengan keluarganya, termasuk
didalamnya proses komunikasi intrapersonal yang terjadi dalam diri Leo ketika
dia mempertimbangkan untuk berpindah agama.
2. Pengamatan berperan serta/observasi
Dalam skripsi ini peneliti menggunakan metode observasi peserta
(participant observation). Alasan digunakan observasi peserta ini karena peneliti
ingin mengamati peristiwa secara mendalam tanpa harus menyederhanakan
representasi peristiwa yang sebenarnya terjadi.
Langkah ini merupakan ciri khas dari penelitian kualitatif, karena penulislah
yang menentukan skenario penelitian secara keseluruhan. Pengamatan berperan
serta (observasi) ini dilakukan peneliti untuk mengetahui bagaimana kegiatan
52
komunikasi persona Leo sebagai seorang muallaf dalam membina hubungan baik
dengan keluarga.
Observasi ini dilakukan ketika peneliti berkunjung ke tempat tinggal Leo,
walaupun hanya beberapa kali (karena jarak dan kesibukan Leo serta keluarganya)
tetapi penulis dapat melakukan observasi ini dengan baik tanpa kendala yang
berarti, hal ini terjadi karena didukung oleh sikap keluarga Leo yang kooperatif
terhadap penulis.
3. Kepustakaan
Penulis menggunakan teknik pengambilan data berdasarkan referensi buku-
buku, menelaah teori-teori yang digunakan seperti teori mengenai komunikasi
persona, teori hubungan antarmanusia, serta pokok-pokok pikiran yang terdapat
dalam berbagai media yang relevan dengan masalah yang diteliti oleh penulis.
Referensi buku-buku tersebut penulis dapatkan dari kepunyaan penulis
sendiri, perpustakaan, dari teman-teman sampai pada taman bacaan yang
menyewakan buku-buku yang ada kaitannya dengan penelitian tersebut, dan
searching di internet. Selain itu penulis juga melihat penelitian-penelitian yang
telah dilakukan oleh orang-orang sebelum penulis sebagai rujukan agar penelitian
yang dilakukan oleh penulis bisa terlaksana dengan baik.
3.5 Tahap-tahap Penelitian
Usaha mempelajari penelitian kualitatif tidak terlepas dari usaha mengenal
tahap-tahap penelitian. Tahap-tahap penelitian kualitatif dengan salah satu ciri
pokoknya sebagai alat penelitian menjadi berbeda-beda dengan tahap penelitian
53
non kualitatif. Khususnya analisis data ciri khasnya sudah dimulai sejak awal
pengumpulan data. “Hal itu sangat membedakannya dengan pendekatan yang
menggunakan eksperimen” (Moleong, 2004: 85).
Pada tahap-tahap penelitian ini memberikan gambaran kepada penulis
mengenai keseluruhan perencanaan, pelaksanaan pengumpulan data, analisis dan
penafsiran data serta penulisan laporan dalam meneliti masalah yang ingin
diketahui penulis.
Tahap-tahap penelitian kualitatif ini dibagi kedalam tahap-tahap, yaitu:
1. Tahap pra lapangan
Tahap ini menguraikan kegiatan yang berkaitan dengan persiapan yang
dibutuhkan penulis sebelum terjun ke lapangan, antara lain:
a. Menyusun rancangan penelitian. Terdiri dari merancang latar belakang dan
alasan penelitian serta mengkaji bahan-bahan kepustakaan yang menghasilkan
pokok-pokok permasalahan. Pada hal ini peneliti melihat adanya perbedaan
dari kehidupan Leo sebagai seorang muallaf, dimana dia dapat membina
hubungan baik dengan keluarganya walaupun hanya dia yang berbeda agama
di keluarganya. Hal ini dinilai unik karena fenomena yang biasa terjadi adalah
seorang muallaf pasti mengalami konflik dengan keluarganya.
b. Memilih lapangan penelitian. Dengan cara menjajaki dan memahami lapangan
untuk melihat apakah terdapat kesesuaian dengan kenyataan yang ada di
lapangan. Peneliti menetapkan satu tempat penelitian saja karena subjek
penelitian itu melakukan kegiatan komunikasi persona dalam membina
54
hubungan baik dengan keluarga yang berarti tempat penelitian dilakukan
beberapa kali di tempat tinggalnya.
c. Menjajaki dan menilai keadaan lapangan. Hal ini dimaksudkan agar peneliti
mempunyai gambaran mengenai tempat dan pribadi orang tersebut lalu
mempersiapkan diri baik fisik maupun mental serta apa-apa yang dibutuhkan
agar memudahkan pada saat penelitian berlangsung.
d. Memilih dan memanfaatkan informan. Informan adalah orang dalam pada
latar penelitian. Informan adalah orang yang dipilih dan dimanfaatkan untuk
memberi informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian serta
memberikan gambaran atau pandangan dari orang lain tentang nilai-nilai,
sikap, dan lain-lain yang menjadi latar belakang seorang Leo yang
memutuskan untuk menjadi seorang muallaf. Sebagai informan yang dipilih
adalah keluarganya, yaitu orang tua dan kedua adik perempuannya.
e. Menyiapkan perlengkapan penelitian. Terakhir penulis menyiapkan alat dan
perlengkapan yang menunjang penelitian seperti alat tulis, buku catatan dan
jika memungkinkan menyediakan pula tape recorder dan kamera foto. Tapi
karena permintaan Leo yang tidak menginginkan identitas dirinya dan
keluarganya diketahui orang karena alasan tertentu, maka penulis hanya bisa
mengandalkan daya ingat saja. Konsekuensinya sehabis melakukan
wawancara atau observasi, penulis harus dengan segera memindahkan seluruh
rangkaian kejadian itu kedalam catatan agar tidak lupa.
2. Tahap pekerjaan lapangan
Tahap ini terdiri dari beberapa bagian di antaranya, yaitu:
55
a. Memahami latar penelitian dan persiapan diri. Dalam hal ini peneliti pun harus
tahu menempatkan diri, mengenal adanya latar terbuka dan latar tertutup dari
subjek penelitian. Pada kesempatan ini peneliti mengadakan penelitian di
tempat tinggal Leo pada latar tertutup. Latar ini memiliki ciri antara lain:
orang yang menjadi subjek perlu diamati secara teliti dan wawancara secara
mendalam. Peneliti memperhatikan penampilan sesuai dengan kebiasaan, adat,
tata cara, dan kultur subjek penelitian. Selain itu, penulis juga harus
menyesuaikan penampilannya dengan tata cara, adat, dan kebiasaan yang
berlaku di tempat tinggal Leo. Peneliti juga harus menjalin hubungan baik
dengan subjek penelitian agar dapat bekerja sama dengan saling bertukar
informasi, tetapi tetap selektif dalam membedakan mana informasi yang
diperlukan dan tahu menghindari sesuatu yang dapat mempengaruhi data.
Sedangkan pada latar terbuka menurut Lofland dan Lofland (dalam Moleong
2004: 94). Latar terbuka terdapat di lapangan umum seperti tempat berpidato,
orang berkumpul di taman, toko, bioskop dan ruang tunggu rumah sakit. Pada
latar demikian peneliti barangkali hanya akan mengandalkan pengamatan dan
kurang sekali mengadakan wawancara.
Untuk latar terbuka ini, peneliti melakukan pengamatan dan wawancara
dengan cara mengajak Leo untuk hangout dan biasanya wawancara dilakukan di
cafe. Hal ini dilakukan agar pengamatan dan wawancara yang hendak dilakukan
oleh penulis tidak terlalu serius dan akhirnya data bisa didapatkan lewat obrolan
santai tanpa keadaan yang kaku dan serius dalam obrolan tersebut.
56
b. Memasuki lapangan. Pada saat memasuki lapangan, penulis tidak terlalu
mendapatkan kesulitan untuk melakukan pengamatan, akan tetapi ada sedikit
kekhawatiran penulis yaitu jika keluarga Leo tidak welcome dan tidak
bersikap kooperatif terhadap penulis.
Cukup banyak uang yang dikeluarkan penulis untuk mendapatkan data dari
Leo. Itu karena jarak antara penulis (tinggal di Bandung) dan Leo di Jakarta.
Karena waktu luang yang dimiliki Leo tidak banyak, tidak jarang penulis
melakukan percakapan melalui telepon dan e-mail bila ada data yang dirasa
kurang oleh penulis. Dalam penulisan skripsi ini, penulis membutuhkan waktu
sekitar enam bulan, terhitung dari akhir bulan November sampai awal bulan mei
untuk mendapatkan data. Mulai dari pra riset sampai akhirnya masuk lapangan
untuk wawancara dan observasi langsung kepada Leo.
3. Tahap analisis data
Pada tahap ini pertama peneliti akan mengatur urutan data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar,
memberi arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian dan
mencari hubungan diantara dimensi-dimensi uraian. Setelah mengadakan
pengamatan, wawancara secara mendalam kepada Leo sebagai subjek penelitian,
data-data yang diperoleh di kumpulkan dan dianalisis secara langsung. Kemudian
peneliti membuat kesimpulan sementara dengan membaca secara teliti catatan
lapangan, memberi kode pada pembicaraan tertentu pada saat wawancara dengan
Leo kemudian menyusun tipologi yaitu membuat catatan tentang bagaimana
subjek penelitian melakukan kegiatan komunikasi persona dalam membina
57
hubungan baik dengan keluarga, lalu membaca kepustakaan yang ada kaitannya
dengan penelitian yaitu mengenai komunikasi intrapersonal yang ditinjau dari
proses berpikirnya dan komunikasi antarpersona ditinjau dari komunikasi yang
efektif dari Devito, serta teori-teori yang digunakan untuk mengkaji kegiatan
komunikasi persona tersebut.
Yang terakhir adalah menganalisis sesuai dengan data yang didapatkan. Data
tersebut diperoleh pada saat mengadakan pengamatan dan wawancara kepada
Leo. Semua itu dilakukan agar mendapatkan hasil analisis sesuai seperti yang
diharapkan.
3.6 Proses Analisa Data
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif,
yang hasilnya berupa laporan yang bersifat deskriptif (Nasution, 1991:128). “studi
deskriptif relevan terutama untuk mengukur sacara cermat fenomena sosial
tertentu seperti yang tampil dalam pernyataan ungkapan atau pemikiran individu
atau kelompok dalam suatu komunitas, terutama untuk mengmbangkan konsep
dan menghimpun fakta, meskipun tidak melakukan pengujian hipotesa”
(Singarimbun dalam Himawan, 1999:25).
Analisis data menurut Patton adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori dan suatu uraian dasar.
Moleong mendefinisikan analisis data adalah “proses mengorganisasikan dan
mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat
58
ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh
data” (Moleong, 2004:103).
Dalam penelitian ini, penulis berpatokan pada pendapat Matthew B. Miles
(Herawaty, 2001) yang membagi analisis data menjadi tiga alur kegiatan yang
terjadi pada saat bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, penarikan
kesimpulan atau verifikasi, yang didalamnya tidak dalam bentuk angka tapi
berupa kata-kata yang dideskripsikan. Tiga alur kegiatan yang terjadi dalam
analisis data diuraikan sebagai berikut :
1. Reduksi Data
Peneliti memilih data yang dibutuhkan dan membuang data yang tidak
diperlukan sehingga memudahkan peneliti dalam menarik kesimpulan.
2. Penyajian Data
Peneliti menyusun data yang sudah direduksi dengan baik agar memudahkan
peneliti untuk membacanya.
3. Kesimpulan dan Verifikasi
Peneliti menarik kesimpulan berdasarkan data yang telah direduksi,
kesimpulan ini merupakan temuan penelitian.
Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari
berbagai sumber, yaitu hasil wawancara, dokumen-dokumen pendukung
(literature), serta gambar atau foto. Setelah di baca atau dipelajari, langkah
berikutnya adalah melakukan reduksi data, yaitu “usaha untuk merangkum
data, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting
serta tema atau polanya” (Nasution, 1991:128-129). Langkah selanjutnya
59
adalah menyusunnya dalam satuan-satuan, kemudian dikategorisasikan.
“tahap akhir dari analisis data ialah mengadakan pemeriksaan keabsahan data.
Setelah selesai tahap ini, mulailah tahap penafsiran data” (Moleong,
2004:190).
60
BAB IV
SUBJEK PENELITIAN
4.1 Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah Leo yang
merupakan seorang muallaf. Alasan mengapa Leo yang menjadi sasaran
penelitian karena Leo adalah seorang muallaf yang mampu membina hubungan
baik dengan keluarganya melalui kegiatan komunikasi persona, apa yang terjadi
pada kehidupan Leo sebagai seorang muallaf berbeda dengan fenomena yang
terjadi pada kehidupan seorang muallaf pada umumnya yaitu terjadi konflik dalam
keluarga. Maksud dan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan melihat
kegiatan komunikasi persona Leo dalam membina hubungan baik dengan
keluarganya..
Alasan lain tidak dipilihnya muallaf selain Leo adalah karena jarang sekali
ada muallaf lain yang mau menceritakan kehidupan pribadinya kepada orang yang
baru dikenalnya apalagi untuk keperluan penelitian. Selain itu juga butuh waktu
yang lama untuk melakukan pendekatan agar bisa mengetahui bagaimana
kehidupan Leo sebagai seorang muallaf, termasuk didalamnya bagaimana
kegiatan komunikasi persona yang dilakukan Leo dalam membina hubungan baik
dengan keluarganya. Maka dari itulah penulis memilih Leo sebagai sumber karena
selain sebagai teman walaupun hubungannya tidak terlalu dekat, penulis juga bisa
mendapatkan data dengan sangat detail. Hal ini disebabkan karena sifat Leo yang
kooperatif kepada penulis.
61
Awalnya penulis melakukan observasi untuk mencari muallaf sebagai
sumber, akan tetapi beberapa muallaf yang pernah penulis temui dan penulis
minta untuk menjadi sumber penelitian menolak karena berbagai alasan, apalagi
yang berkaitan dengan keluarga. Pada saat itu penulis mulai mencari informasi
kepada orang-orang yang penulis kenal sampai pada akhirnya ada seorang teman
yang memberitahu bahwa dia memiliki teman yang pacarnya seorang muallaf.
maka otomatis penulis mencari informasi lebih dalam tentang keberadaan muallaf
tersebut. Setelah banyak bertanya, akhirnya penulis mendapatkan informasi dari
teman penulis tersebut. Setelah mengetahui informasi tersebut, penulis lantas
mencoba melakukan pendekatan yang lebih personal agar dia bersedia dijadikan
sebagai subjek penelitian.
Pada saat pertama kali mengkonfirmasi judul skripsi penulis kepada Leo,
dia tidak lantas setuju jika akan dijadikan sebagai subjek penelitian karena
namanya tercantum dalam judul skripsi, setelah penulis konsultasikan kepada
dosen pembimbing dan akhirnya judul dapat diganti tanpa merubah arah
penelitian, akhirnya Leo bersedia untuk dijadikan subjek penelitian asal tidak ada
identitas lengkap dari Leo dan keluarganya dalam skripsi penulis (Wawancara
dengan Leo, 27 Desember 2005).
Akhirnya setelah mendapatkan lampu hijau dari Leo, penulis pun
mengkhususkan pada satu orang muallaf saja untuk menjadi subjek penelitian, hal
itu karena Leo telah memenuhi syarat untuk menjadi narasumber.
62
4.2 Latar Belakang Keluarga
Leo adalah anak pertama dari tiga bersaudara, Leo tinggal bersama orangtua
dan kedua adik perempuannya di daerah Bekasi. Saat ini Leo sedang
menyelesaikan kuliahnya di sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta dan juga
bekerja sebagai karyawan di salah satu perusahaan swasta yang bergerak dalam
bidang telekomunikasi data.
Leo dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang harmonis, keluarga Leo
adalah penganut Katholik yang taat. Ayahnya S. Bere adalah seorang pegawai
negeri dan Ibunya Wahyuni seorang ibu rumah tangga. Didikan orang tua Leo
terhadap anak-anaknya cukup keras, terutama ayahnya.
“Kalau didikan ortu sih keras, terutama bokap. Mungkin karena bokap dari Atambua, NTT (perbatasan RI dengan Timor Timur), kalau nyokap dari Solo. Tapi dari kecil gue enggak pernah dilarang-larang buat ini itu, dibebasin aja. Cuma kalau ada sesuatu yang enggak beres biasanya nyokap ngomong (kalau gak bisa diomongin karena gue-nya tetap bandel ya dicubit) kalau bokap langsung main tangan. Itu berlangsung sampai gue SMP. Setelah SMA nyokap engggak pernah nyubit gue lagi. Kalo bokap sampe umur gue 17 tahun, setelah itu enggak pernah main tangan lagi” (Wawancara, 22 Januari 2006).
Dengan didikan yang keras tidak lantas membuat Leo menjadi anak yang
tidak patuh. Sebagai anak laki-laki, sejak kecil Leo sudah diajarkan tanggung
jawab oleh kedua orangtuanya. Bentuk dari tanggung jawab Leo adalah
memegang kepercayaan yang telah diberikan orang tua.
“Bokap keras banget dalam hal-hal pribadi sebagai cowok, intinya gue tuh enggak boleh sembarangan jadi cowok, gue punya adik cewek dua, jadi kalau gue kasar sedikit aja sama mereka bokap udah marah banget. Yang gue dapat dari bokap, cowok itu harus lembut sama cewek enggak boleh kasar. Dari situ gue tau kalo bokap itu lembut juga perasaannya. Jadi cowok itu harus punya prinsip, engggak boleh plin-plan dan karena bokap itu dari kecil udah ngerantau ke Jakarta, bokap tegas banget kalau gue meminta sesuatu” (Wawancara, 22 Januari 2006).
63
Walaupun didikan orang tua Leo cukup keras dan disiplin, Leo tidak merasa
berkecil hati atas perlakuan orangtuanya, sebaliknya Leo justru merasa bahagia
karena dibalik didikan yang keras itu orangtuanya memberikan Leo kebebasan
sebagai bentuk tanggung jawab Leo, dia tidak pernah diberi batasan untuk
melakukan apapun.
“Kalau elu tanya gue bahagia atau senang punya ortu seperti mereka gue akan bilang Ya!! Soalnya gue kadang secara enggak langsung bandingin ortu gue dengan ortu temen-temen gue. Gue enggak pernah dilarang kemana-mana, enggak pernah dilarang buat ngapa-ngapain, enggak pernah dilarang-larang buat milih-milih temen. Ada beberapa hal yang masih gue pegang dari omongan mereka sampai sekarang, misal: kalau gue ijin mau pergi-pergi ke puncak atau jalan-jalan kemana gitu sama teman-teman gue, mereka cuma bilang hati-hati dan jangan macem-macem, walaupun teman-teman main gue enggak semuanya benar, mereka bilang temenan boleh sama siapa aja, tiap orang punya sisi baik dan buruk bahkan yang paling bandel sekalipun. Ambil baik-baiknya dan jangan ikutin yang buruk-buruknya” (Wawancara, 22 Januari 2006).
Hubungan Leo dengan kedua adik perempuannya pun cukup baik, sebagai
kakak tertua Leo sangat menjaga kedua adik perempuannya. Walaupun Leo anak
lelaki satu-satunya, tidak membuat Leo bertindak seenaknya terhadap kedua adik
perempuannya tetapi sebaliknya, Leo cukup dekat dengan mereka.
“Kalo adik-adik gue cewek semua dan gue lumayan dekat sama mereka, mereka baik-baik semua ke gue, pokoknya asik aja deh punya adik kayak mereka, karena gue doyan banget baca buku, mereka juga doyan. Kalo sama adik gue yang pertama, cuma beda 2 tahun tapi sama adik gue yang kedua gue beda 14 thn, jauh banget.. Tapi dia paling nurut ma gue” (Wawancara, 22 Januari 2006).
4.3 Latar Belakang Menjadi Muallaf
Bagi Leo Islam bukanlah agama yang asing, karena ibunya berasal dari
keluarga Islam. Ibu Leo sendiri menganut agama Katholik sebelum menikah
64
dengan Ayahnya, selain itu Leo menempuh pendidikannya di sekolah Negeri yang
mayoritas muridnya beragama Islam.
Ketika duduk di sekolah menengah pertama Leo mulai berpikir tentang
perbedaan agama, di benaknya dia berpikir bahwa mengapa harus ada berbagai
agama kalau pada akhirnya semua agama menyatakan kalau Tuhan itu Esa.
Karena salah satu hobby Leo adalah membaca, Leo mulai membaca buku-buku
tentang keagamaan.
Leo merasa mulai serius berpikir tentang kebenaran ketika mulai menginjak
sekolah menengah umum. Pada saat itu Leo sering bertukar pikiran dengan
teman-temanya yang juga beragama Katholik dan Kristen, mereka seringkali
membahas tentang agama-agama lainnya termasuk Islam.
Pada tahun 1999 ketika Leo sudah mulai bekerja, Leo ditugaskan di
Surabaya dimana karyawan yang bekerja di kantornya ini hanya berjumlah 18
orang dan hanya Leo satu-satunya yang non-muslim. Di tempatnya bekerja Leo
pun seringkali membahas tentang agama bersama beberapa rekan sekerjanya.
Pada tahun 2002, Ika (teman dekat) Leo memberinya buku Ahmad Deedat
tentang dialog Islam-Kristen, pada saat itu Ika sering memberi masukan kepada
Leo. Buku Ahmad Deedat ini membuat hati Leo terbuka, selain itu juga banyak
buku-buku tentang Islam lainnya yang Leo baca, terutama buku-buku yang
berisikan pandangan Islam tentang Jesus (Nabi Isa). Leo pun semakin intensif
mencari tahu tentang Islam lebih jauh kepada teman-temannya.
Sepanjang tahun 2002 Leo mulai merasakan kebimbangan dan keraguan
terhadap agama yang dianutnya (Katholik). Hingga pada akhir tahun 2002 Leo
65
mulai merasa mendapatkan kebenaran setelah bertukar pikiran dengan teman
sekerjanya.
“Akhirnya kita sampe ke titik yg bener-bener ngebuka matahati Leo. Di akhir tahun 2002 di kantor Surabaya ada pegawai baru, namanya Mas Pur. Di kantor, kebiasaan kita, tiap jam 10an pasti kumpul-kumpul di belakang buat ngerokok & ngopi . Leo sebenernya enggak terlalu deket sama Mas Pur ini, cuma kalau pas ngopi-ngopi itu aja ngobrolnya. Mas Pur ini juga suka dengerin kalo Leo tanya-tanya tentang masalah agama ke teman-teman Leo yang lain dan dari situ kayaknya Mas Pur ini tau kalau Leo tuh lagi bimbang dan ragu. Nah suatu saat, Mas Pur ngomong gini ”eh Leo, kamu kan suka baca, ceritanya gini..aku kan mau beli buku, misal buku A. Nah, ditoko buku itu ada 4 cetakan buku A, kalo kamu jadi aku kamu beli yg mana ?” Leo jawab “ya beli yang cetakan terakhir Mas..itu pasti udah banyak revisi.” Mas Pur bilang lagi “tuh kamu udah tau jawabannya, kenapa mesti bingung-bingung lagi sekarang?”. Tau ga Cha, gue langsung diem tuh abis dia ngomong gitu. Yah pokoknya ada yg meledak-ledak aja di otak dan di hati gue, kok selama ini gue bisa buta gitu ya? padahal gue tuh sering banget beli buku. Sampe sekarang Leo beranggapan kalau kata-katanya Mas Pur itu yang jadi titik baliknya Leo selama ini” (Wawancara, 12 Maret 2006).
Setelah menerima banyak masukan dari berbagai sumber dan melalui proses
berpikir yang cukup panjang, akhirnya pada tanggal 22 Januari 2003 dengan
diantar kedua temannya, Leo mengucapkan dua kalimat syahadat di Mesjid Al-
Falah Surabaya, sejak saat itulah Leo menjadi seorang muslim.
66
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Komunikasi Intrapersonal Seorang muallaf pada Saat Mempertimbangkan untuk Memilih Agama.
Leo dilahirkan dua puluh delapan tahun yang lalu tepatnya tanggal 1
November 1977 di kota Semarang. Dia dibesarkan dengan bimbingan ayahnya S.
Bere yang cukup keras. Mungkin hal ini disebabkan oleh background S. Bere
yang berasal dari Atambua, NTT yang telah merantau ke Jakarta sejak kecil.
Menurutnya anak-anak harus dididik untuk hidup disiplin dan belajar prihatin,
karena segala sesuatunya harus didapatkan dengan usaha. Oleh karena itu
sikapnya dalam mendidik anak cukup tegas dan agak sedikit keras. Ibundanya
Wahyuni merupakan sosok seorang ibu yang juga tegas, namun beliau tetap
memposisikan dirinya sebagai seorang ibu yang harus dekat dengan anak-
anaknya. Caranya mendekati anak-anaknya dengan cara mensejajarkan dirinya
dengan setiap karakter anak-anaknya. Hubungan Leo dengan kedua adik
perempuannya pun cukup dekat, Leo sangat care kepada mereka.
Dulu waktu Leo masih kecil, kalau ada sesuatu yang enggak beres nyokap pasti ngomong, kalau udah enggak bisa dikasi tau biasanya dicubit. Tapi Leo juga cukup dekat kok sama nyokap, kalau ada apa-apa pasti Leo cerita sama nyokap (Wawancara dengan Leo, 22 Januari 2006). Leo dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang cukup harmonis, walaupun
didikan orangtuanya cukup keras tetapi tidak menjadikan Leo menjadi anak yang
tidak bertanggung jawab. Ketika duduk di bangku sekolah, Leo merupakan salah
satu anak yang cukup berprestasi sehingga ia disegani oleh teman-temannya.
67
Walaupun keluarga Leo menganut agama Katholik, akan tetapi Leo juga
tidak asing dengan agama Islam karena keluarga ibunya pun berasal dari keluarga
yang beragama Islam. Ketertarikan Leo terhadap agama Islam dimulai ketika dia
beranjak remaja, tepatnya ketika duduk di bangku SMP.
5.1.1 Ditinjau dari Faktor Berpikir; Decision Making (Menetapkan Keputusan)
Islam bukanlah agama yang asing bagi Leo, kerena ibunya berasal dari
keluarga yang beragama Islam. Selain itu Leo juga selalu bersekolah di sekolah
negeri yang mayoritas muridnya beragama Islam. Walaupun begitu bukan hal
yang mudah bagi Leo untuk pindah ke agama Islam dari agama Katholik yang
diyakininya sejak kecil.
Ketika Leo kecil, neneknya sering berkunjung dan menginap di rumahnya.
Ketika itu Leo sering melihat neneknya shalat dan berpuasa, dari neneknya-lah
Leo tahu tentang shalat, sahur dan juga puasa. Dari sini penulis dapat melihat
‘sensasi’ sebagai salah satu faktor dari komunikasi intrapersonal yang terjadi pada
diri Leo, dimana ‘sensasi’ yang terbentuk sedikit banyaknya mempengaruhi Leo
dalam berpikir unruk menetapkan keputusan.
Ketertarikan Leo pada agama Islam telah ada sejak Leo beranjak remaja,
tepatnya ketika Leo duduk di bangku SMP. Pada saat itu Leo mulai beranggapan
bahwa semua agama sama, karena semua agama pasti mengajarkan kebaikan
kepada umatnya dan semuanya berujung pada yang satu yaitu Tuhan YME . Saat
itu Leo mulai sering membahas berbagai ajaran dari agama-agama lainnya
bersama teman-temannya dan ini berlanjut sampai Leo duduk dibangku SMU.
68
Karena seringnya membahas dan berdebat tentang berbagai ajaran agama
dengan teman-temannya, akhirnya Leo mulai tertarik pada agama Islam dan
berniat untuk mempelajarinya. Hal ini bukanlah sesuatu yang sulit bagi Leo
karena Leo memiliki cukup banyak pengalaman yang berkaitan dengan ajaran
agama Islam ketika Leo masih kecil ditambah lagi dengan hobby Leo membaca
sehingga makin menambah pengetahuan Leo tentang agama Islam.
Proses komunikasi intrapersonal pada diri Leo melalui beberapa faktor, yang
pertama adalah sensasi. Menurut Benyamin B. Wolman (1973:343) “sensasi
adalah pengalaman elementer yang segera, yang tidak memerlukan penguraian
verbal, simbolis, atau konseptual, dan terutama sekali berhubungan dengan
kegiatan alat indera“ (Rakhmat, 2003:49). Sensasi pada diri Leo awalnya ditandai
dengan pengalaman Leo ketika melihat neneknya melakukan ibadah (shalat dan
puasa).
Hal ini kemudian menimbulkan persepsi pada diri Leo tentang agama Islam.
Persepsi adalah faktor berikutnya, dalam buku Psikologi Komunikasi, Jalaluddin
Rakhmat menyebutkan bahwa “persepsi adalah pengalaman tentang objek,
peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan
informasi dan menafsirkan pesan”. Persepsi pada diri Leo ditandai dengan
bertambahnya pengetahuan dan pemahaman Leo tentang agama Islam melalui
proses diskusi bersama teman-temannya dan membaca buku-buku yang
dibacanya. Semua yang Leo diskusikan dengan temannya membuat Leo semakin
penasaran dan semakin ingin mencari tahu lebih dalam tentang agama Islam. Dari
sensasi dan persepsi yang Leo dapatkan, keduanya meninggalkan memori di
69
benak Leo akan awal ketertarikannya terhadap agama Islam. Definisi memori
menurut Schlessinger dan Groves (1976:352), “memori adalah sistem yang sangat
berstruktur, yang menyebabkan organisme sanggup merekam fakta tentang dunia
dan menggunakan pengetahuannya untuk membimbing perilakunya” (Rakhmat,
2003:62).
Sampai akhirnya Leo kuliah keingintahuan Leo akan agama Islam semakin
kuat, hal ini berlangsung terus sampai Leo bekerja. Banyak sekali input
(masukan) yang Leo terima dari rekan-rekan maupun dari buku yang dibacanya.
Sensasi, persepsi dan memori yang terjadi pada diri Leo akhirnya membuat
Leo berpikir untuk mempertimbangkan dalam memilih agama Islam. Proses
berpikir yang terjadi pada diri Leo tentunya bukanlah sesuatu yang mudah bagi
Leo dalam melakukan decision making (menetapkan keputusan), Leo menyadari
bahwa agama adalah sesuatu yang fundamental dalam hidup manusia, maka
tidaklah juga mudah bagi Leo untuk melewati masa-masa sulit dalam
mempertimbangkan untuk memilih agama.
Dalam buku Psikologi Komunikasi, “Keputusan yang kita ambil
beranekaragam, tapi ada tanda-tanda umumnya : (1) keputusan merupakan hasil
berpikir, hasil usaha intelektual, (2) keputusan selalu melibatkan pilihan dari
berbagai alternatif; (3) keputusan selalu melibatkan tindakan nyata, walaupun
pelaksanaannya boleh ditinggalkan atau dilupakan” (Rakhmat, 2003:71).
Jika dikaitkan dengan tanda-tanda umum dalam mengambil keputusan,
proses berpikir Leo ketika mempertimbangkan dalam memilih agama Islam,
memenuhi tiga tanda tersebut ; (1) keputusan merupakan hasil berpikir, hasil
70
usaha intelektual. Dalam hal ini ketika memutuskan untuk menjadi seorang
muslim Leo telah melalui proses berpikir yang cukup panjang. Dapat dilihat dari
lamanya Leo mempelajari ajaran agama Islam (dari ramaja hingga dewasa). Leo
memiliki banyak pengalaman yang berkaitan dengan ajaran agama Islam, dimulai
ketika Leo sering melihat neneknya melakukan ibadah (seperti shalat, sahur dan
puasa), bersekolah di sekolah yang mayoritas muridnya beragama Islam dan
setiap pagi sebelum pelajaran dimulai Leo dan murid-murid lainnya selalu
membaca doa. Keputusan Leo untuk menjadi muallaf pun melalui hasil diskusi
dan konsultasi yang seringkali Leo lakukan selain dari membaca buku.
Waktu Leo kecil, nenek Leo yang dari nyokap sering tinggal di rumah. Jadi pertama tau sholat dan puasa ya karena nenek Leo..leo sih waktu SD sering ikut-ikutan puasa juga, sahur..trus abis sahur jalan-jalan ma temen-temen. Waktu SD, karena sekolahnya di SD Negeri sebelum belajar pasti baca Al-Fathihah, sampai hapal juga tuh walau enggak tau banyak artinya (Wawancara dengan Leo, 22 Januari 2006).
(2) Keputusan selalu melibatkan pilihan dari berbagai alternatif. Ketika
sebelum menjadi muallaf Leo menganut agama Katholik, Leo sempat merasakan
kebimbangan dalam hatinya ketika mempertimbangkan agama Islam yang sedang
dipelajarinya. Emosi Leo pada saat itu dapat dikatakan terguncang, karena Leo
semakin merasakan kehampaan ketika mengunjungi dan berdoa di Gereja.
Sepanjang tahun 2002 adalah masa-masa sulit Leo dalam menentukan agama
mana yang akan menjadi pedoman hidupnya sehingga pada akhirnya Leo
kemudian memilih agama Islam yang diyakininya benar dan memutuskan untuk
menjadi muallaf. (3) Keputusan selalu melibatkan tindakan nyata, walaupun
pelaksanaannya boleh ditinggalkan atau dilupakan. Dalam hal ini tindakan nyata
yang dimaksudkan adalah ketika Leo benar-benar berusaha mendalami agama
71
Islam dengan berbagai cara, seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa Leo
mempelajari agama Islam melalui buku-buku yang dibacanya juga sharing dan
bertanya kepada teman-teman yang beragama Islam.
Dapat disimpulkan bahwa ketika Leo berpikir untuk mempertimbangkan
dalam memilih agama, Leo sempat merasa bimbang dan ragu, karena Leo merasa
bahwa Katholik merupakan kepercayaannya sejak lahir sedangkan Islam agama
yang benar-benar baru dipelajarinya walaupun ketertarikannya terhadap Islam
sudah berlangsung lama. Oleh karenanya, Leo berusaha meyakinkan dirinya
dengan banyak mencari tahu tentang Islam baik melalui buku, diskusi, maupun
konsultasi dengan rekan sekerjanya yang dinilai Leo cukup paham tentang agama
Islam.
“Selain itu faktor-faktor personal pun amat menentukan apa yang diputuskan
itu, antara lain kognisi, motif dan sikap. Karena pada kenyataannya, kognisi,
motif, dan sikap ini berlangsung sekaligus” (Rakhmat, 2003:71).
Kognisi artinya kualitas dan kuantitas pengetahuan yang dimiliki, dalam hal
ini Leo banyak mempelajari tentang agama Islam, oleh karenanya Leo lebih
memilih agama Islam sebagai keyakinannya dan menjadi muallaf. Motif
(dorongan) amat mempengaruhi keputusan, motif Leo adalah Leo mengikuti kata
hatinya selama ini karena Leo telah menilai agama Islam adalah ajaran yang benar
maka Leo memutuskan untuk menjadi seorang muslim. Sikap, dalam buku
Psikologi Komunikasi disebutkan bahwa ada beberapa hal yang dapat
disimpulkan dari berbagai definisi tentang sikap. Pertama, “sikap adalah
kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi
72
objek, ide, situasi atau nilai. Kedua, sikap mempunyai daya pendorong atau
motivasi. Ketiga, sikap relatif lebih mantap. Keempat, sikap mengandung aspek
evaluatif: artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan.
Kelima, sikap timbul dari pengalaman; tidak dibawa sejak lahir, tetapi merupakan
hasil belajar. Karena sikap itu dapat diperteguh atau diubah” (Rakhmat, 2003:71).
Dalam kasus Leo, sikap Leo selama proses berpikir ketika mempertimbangkan
untuk memilih agama adalah selalu mencari tahu lebih dalam tentang agama Islam
melalui konsultasi, diskusi dan membaca. Walaupun Leo sudah cukup paham
dengan ajaran agama Islam, tapi bukan hal yang mudah bagi leo untuk
memutuskan berpindah agama begitu saja.
Kira-kira akhir tahun 2002 itu antara bulan Novamber dan Desember perasaan Leo semakin campur aduk, Leo tetap ke gereja tiap hari minggu, tapi sama sekali enggak bisa tenang disana. Leo mikir ini bukan yang terbaik. Nah pas Natal 2002 Leo cuti, balik ke bekasi. Leo semakin enggak tenang, bingung aja mau ngomong sama keluarga masih takut. Ya… akhirnya Leo tetap ikut misa Natal di gereja, tapi itu pun udah enggak berasa lagi waktu itu (Wawancara dengan Leo, 12 Maret 2006).
Setelah akhirnya Leo merasa menemukan kebenaran dalam ajaran agama
Islam dan merasa benar-benar mantap Leo memutuskan untuk pindah ke agama
Islam dan menjadi muallaf.
5.1.2 Ditinjau dari Faktor Berpikir; Memecahkan Persoalan (Problem Solving)
Leo banyak mencari tahu dan mendalami tentang agama Islam dari berbagai
kesempatan. Bukan hal yang mudah bagi Leo untuk memutuskan berpindah
agama walaupun pada akhirnya Leo lebih memilih Islam sebagai agama yang
diyakininya benar. Persoalan yang akhirnya muncul ketika Leo
73
mempertimbangkan dalam memilih agama adalah bagaimana cara meyakinkan
diri Leo sendiri bahwa Islam adalah agama yang benar-benar diyakininya.
Bagaimana pula Leo harus bertindak pada saat itu tanpa ada dukungan
sepenuhnya dari keluarga.
Dalam buku-nya Psikologi Komunikasi, Jalaluddin Rakhmat menyebutkan
bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses pemecahan masalah :
1. Motivasi. Motivasi yang rendah mengalihkan perhatian, motivasi yang tinggi
membatasi fleksibilitas. Dalam kasus Leo, Leo memiliki motivasi yang tinggi
dalam mendalami agama Islam. Motivasi ini muncul dari banyaknya
pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam diri Leo sehingga menimbulkan
rasa penasaran dalam diri Leo.
...soalnya pas kita saat-saat remaja gitu pasti selalu penasaran dengan segala sesuatu kan? kenapa ini begini, kenapa begitu, nah itu juga yang jadi pikiran Leo, kenapa Islam kok begini, kenapa Katholik begini, kenapa Hindu dan Budha kok begini. Nah, karena Leo sering ngebahas tentang agama-agama lain, pasti timbul pertanyaan-pertanyaan kan? kadang pertanyaan-pertanyaan yang enggak bisa Leo jawab sendiri tentang Islam, Leo tanya ke teman-teman Leo di rumah (Wawancara dengan Leo, 12 Maret 2006)
Akan tetapi Leo juga tidak ada motivasi dari keluarga untuk mendalami
agama dengan mudah karena awalnya Leo melakukan (mendalami agama
Islam) tanpa sepengetahuan keluarga. Walaupun sebenarnya tanpa
sepengetahuan Leo keluarga tahu usaha yang dilakukannya dalam mendalami
agama Islam.
Waktu Leo jujur ma nyokap kalau Leo ada niat untuk pindah agama, nyokap bilang sebenarnya keluarga tahu kalau Leo lagi belajar agama Islam. Nyokap sering berandai-andai sama bokap kalau seandainya Leo memang masuk Islam, tapi bokap enggak peduli, beliau gak mau berandai-andai gitu. Tapi setiap ada kesempatan atau suasana hati bokap lagi senang pasti nyokap ngomong kearah itu, mungkin dari situ nyokap ngasih pengertian ma bokap.
74
Mereka juga lihat buku-buku tentang agama yang Leo beli (Wawancara dengan Leo, 12 Maret 2006).
2. Kepercayaan dan sikap yang salah. Asumsi yang salah dapat menyesatkan
diri kita. Hal ini berkaitan dengan keyakinan dari diri Leo terhadap agama
Islam, dimana sebelumnya Leo menganggap bahwa semua agama sama,
karena semua agama pasti mengajarkan kebaikan kepada umatnya dan
semuanya berujung pada yang satu yaitu Tuhan YME . Karena asumsinya
tentang konsep agama itulah akhirnya Leo berpikir untuk mencari kebenaran
yang hakiki. Leo sempat merasa kecewa pada dirinya sendiri karena pernah
berpandangan seperti itu.
…Mas Pur ngomong gini ” Eh Leo, kamu kan suka baca? ceritanya gini..aku kan mau beli buku, misal buku A, nah di toko buku itu ada 4 cetakan buku A, klo kamu jadi aku, kamu beli yg mana?”. Leo jawab “ya beli cetakan terakhir Mas, itu pasti udah banyak revisi”. Mas Pur bilang lagi “tuh kamu udah tahu jawabannya, kenapa mesti bingung-bingung lagi sekarang?”. Gue langsung diam tuh abis dia ngomong gitu, yah pokoknya ada yang meledak-ledak aja di otak dan di hati gue, kok selama ini gue bisa buta gitu ya? padahal gue tuh sering banget beli buku tentang agama” (Wawancara dengan Leo, 12 Maret 2006).
3. Kebiasaan. Kecenderungan untuk mempertahankan pola berpikir tertentu atau
melihat masalah hanya dari satu sisi saja, atau kepercayaan yang berlebihan
dan tanpa kritis pada pendapat otoritas, menghambat pemecahan masalah yang
efisien. Berkaitan dengan kebiasaan, Leo termasuk orang yang berfikiran
pragmatis, baginya segala sesuatu pasti ada hikmah dan pelajaran yang dapat
diambil. Leo juga tidak melihat sesuatu hanya karena hal itu sudah menjadi
suatu keharusan. Seperti halnya dalam mengambil sikap untuk memilih agama
mana yang lebih diyakininya, leo memandangnya secara objektif.
75
4. Emosi. Dalam berbagai situasi kita menghadapi berbagai situasi, kita tanpa
sadar sering terlibat secara emosional. Situasi yang dihadapi Leo cukup
membuat Leo terguncang secara emosi, karena agama merupakan sesuatu
yang fundamental baginya. Cukup lama waktu yang Leo butuhkan untuk
mempertimbangkan dalam memilih agama, puncaknya terjadi ketika Misa di
gereja pada akhir tahun 2002.
Kira-kira akhir tahun 2002 itu antara bulan Novamber dan Desember perasaan Leo semakin campur aduk, Leo tetap ke gereja tiap hari minggu, tapi sama sekali enggak bisa tenang disana. Leo mikir ini bukan yang terbaik. Nah pas Natal 2002 Leo cuti, balik ke bekasi. Leo semakin enggak tenang, bingung aja mau ngomong sama keluarga masih takut. Ya… akhirnya Leo tetap ikut misa Natal di gereja, tapi itu pun udah enggak berasa lagi waktu itu (Wawancara dengan Leo, 12 Maret 2006).
Walaupun Leo terguncang secara emosi, Leo tetap objektif melihat semuanya
dari berbagai sisi. Leo termasuk orang yang cukup open minded (berpikiran
terbuka) sehingga Leo tetap menghadapi semuanya secara logis dan tidak
dengan sikap yang emosional.
Leo mengalami proses yang cukup panjang dalam pencarian jati dirinya
hingga menjadi seorang muallaf, dimulai ketika dia remaja sampai pada akhirnya
beranjak dewasa dimana pada saat itu Leo benar-benar menyadari
keingintahuannya yang lebih mendalam terhadap agama Islam.
Persoalan yang akhirnya timbul pada saat itu adalah bagaimana dia tahu
kalau dirinya benar-benar yakin terhadap ajaran agama Islam, ditambah lagi tanpa
adanya dukungan sepenuhnya dari keluarga (karena awalnya Leo mendalami
agama secara diam-diam). Tetapi ternyata Leo mampu melewatinya dengan baik
76
melalui proses berpikir yang panjang sehingga keputusan yang Leo ambil tidak
menimbulkan banyak persoalan baru.
5.2 Komunikasi Antarpersona Seorang Muallaf Pada Saat Memutuskan untuk Berpindah Agama.
“Adalah hal yang tidak mudah ketika seorang nonmuslim akhirnya
memutuskan untuk memeluk agama Islam. Tentu ada berbagai pertimbangan dan
kehati-hatian dalam menentukan pilihan tersebut. Keberagamaan memang urusan
individu, namun implikasi dan konsekuensinya tentu berkaitan dengan urusan
sosial” (www.google.com).
Dalam hal ini urusan sosial yang paling kecil lingkupnya adalah dengan
keluarga, karena keluarga merupakan tempat dimana setiap individu lebih banyak
melakukan interaksi dan komunikasi. Masalah atau konflik yang dapat muncul
karena seseorang lebih memilih untuk berpindah agama dapat menyebabkan
hubungan dengan keluarga tidak harmonis. Salah satu bentuk dari
ketidakharmonisan dalam keluarga dapat dilihat dari komunikasi yang terjadi
diantara anggota keluarga.
Disinilah seorang muallaf berperan dalam memberikan pengertian kepada
keluarganya. Komunikasi antarpersona yang dilakukan Leo ketika memutuskan
untuk menjadi muallaf ditinjau dari aspek keterbukaan, empati, sikap positif,
dorongan dan kesetaraan dapat dikaji dengan teori analisis transaksional dimana
dalam diri setiap manusia memiliki tiga status ego, yaitu sikap dasar ego yang
mengacu pada sikap orangtua, sikap orang dewasa dan ego anak.
77
5.2.1 Ditinjau dari Aspek Keterbukaan
Komunikasi dalam keluarga merupakan salah satu faktor penting untuk
membentuk hubungan antarpersona yang harmonis dalam keluarga. Karena
dengan komunikasi setiap anggota dapat saling mengerti dan mengetahui setiap
keinginan anggota keluarga. “Komunikasi antarpersona yang efektif salah satunya
meliputi faktor keterbukaan, dimana kualitas keterbukaan mengacu pada
sedikitnya tiga aspek dari komunikasi antarpribadi” (Devito,1997:260).
Pertama, komunikator antarpribadi yang efektif harus terbuka kepada orang
yang diajaknya berinteraksi. Dalam komunikasi antarpersona yang dilakukan Leo
terhadap keluarganya saat memutuskan untuk berpindah agama, Leo tidak terbuka
terhadap seluruh anggota keluarga lainnya. Leo hanya menyampaikan informasi
kepada ibu-nya bahwa dia memutuskan untuk berpindah agama, sikap yang
ditunjukkan ibu Leo waktu itu hanya mendukung keinginan Leo.
Tante sih udah ada feeling sebelumnya Leo akan masuk Islam, Tante cuma bilang sama Leo kalau memang Leo sudah mantap untuk menjadi seorang muslim, Leo harus serius menjalaninya (Wawancara dengan Ibu Leo, 8 April 2006)
Aspek keterbukaan yang kedua mengacu pada kesediaan komunikator untuk
bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Ketika Leo menyampaikan
niatnya untuk berpindah agama, Leo tidak banyak berbicara hanya
menyampaikannya dan menunjukkan kalau dia sudah merasa mantap dengan
keyakinannya terhadap agama Islam. Begitu halnya ketika ibunya memberikan
nasehat dan dukungan, Leo hanya mendengarkan dan menurutinya.
Waktu gue bilang pertama kali ma nyokap, bokap juga kayaknya tahu kalau gue mau jadi muallaf dari nyokap, pokoknya waktu gue mau pindah agama gue cuma bilang sama nyokap aja. Reaksi nyokap waktu itu enggak terlalu
78
kaget. Enggak seperti apa yang gue pikirkan, justru nyokap malah nasehatin dan ngedukung gue. Gue sendiri waktu nyokap nasehatin cuma diem aja (Wawancara dengan Leo, 12 Maret 2006).
Aspek ketiga menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran (Bochner &
Kelly, 1974), Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan
pikiran yang anda lontarkan adalah memang “milik” anda dan anda bertanggung
jawab atasnya. Sesuai dengan pengertian tersebut, Leo hanya berusaha ikhlas dan
pasrah dengan apapun yang akan terjadi jika dia menyampaikan keinginannya
kepada keluarga, dan Leo akan bertanggung jawab atas keputusannya.
Jika dikaji dengan teori analisis transaksional, sikap Leo ketika mencoba
untuk terbuka kepada ibunya pada saat memutuskan untuk berpindah agama
mengacu pada sikap orang dewasa karena Leo menyampaikannya dengan
keyakinan yang mantap. Sedangkan sikap yang ditunjukkan ibunya mengacu pada
sikap orang tua yang bersifat nurturing parent (NP). Karena beliau memberikan
nasehat dan dukungan kepada Leo untuk menjalani keyakinannya dengan serius.
Hal ini termasuk ke dalam jenis transaksi komplementer, dimana transaksi
terjadi antara dua sikap yang berbeda namun komplementer. Kedua sikap itu
adalah sikap orang tua dan sikap orang dewasa.
Gambar 5.1
Transaksi komplementer terjadi antara dua sikap yang berbeda
P P
A A
C C
79
Sedangkan terhadap ayahnya Leo tidak terbuka karena Leo merasa sungkan
dan tidak berani untuk menyampaikannya, akan tetapi Leo berusaha untuk
bersikap wajar. Sementara ayahnya sendiri sebenarnya saat itu mengetahui niat
Leo dari ibunya, namun beliau diam saja dan tidak memberika respon apapun.
Waktu itu Om tahu kalau Leo punya niat untuk pindah agama dari ibunya, walupun ada perasaan sedikit kecewa tapi Om berusaha ikhlas karena Leo sudah dewasa, dia berhak memilih agama mana yang lebih diyakininya (Wawancara dengan Ayah Leo, 8 April 2006).
Sikap Leo yang berusaha bersikap sewajar mungkin mengacu pada sikap
orang dewasa sedangkan diam dan tidak berani-nya (sikap tersembunyi) Leo
untuk menyampaikan informasi kepada ayahnya menunjukkan sikap anak kecil
yang bersifat adapted child (AC). Sedangkan sikap ayahnya mengacu pada sikap
orang dewasa yang ditandai dengan bersikap rasional dan tidak emosional. Tetapi
juga ada sikapnya yang tersembunyi yaitu ketika beliau merasa sedikit kecewa
dan ini mengacu pada sikap orang tua yang bersifat critical parent. .
Jenis transaksi yang terjadi antara Leo dengan ayahnya adalah transaksi
tersembunyi, dimana ada empat sikap dasar dari mereka yang terlibat dalam
komunikasi antarpribadi namun yang diungkapkan hanya dua sikap saja,
sedangkan dua lainnya tersembunyi.
80
Gambar 5.2
Transaksi tersembunyi
P
A A
C C
P
5.2.2 Ditinjau dari Aspek Empati
Empati sangat diperlukan dalam berkomunikasi. Dalam buku Komunikasi
Antarmanusia A. Devito (1997) disebutkan bahwa “orang yang empatik mampu
memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka serta
harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang. Pengertian yang empatik
ini akan membuat seseorang lebih mampu menyesuaikan komunikasinya”
(Devito, 1997:160).
Henry Backrack (1976) mendefinisikan empati sebagai “kemampuan
seseorang untuk ‘mengetahui’ apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat
tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu”.
(Devito, 1997:260)
Dalam kasus Leo pada saat memutuskan untuk berpindah agama, tidak
hanya keluarga saja yang Leo harapkan untuk mengerti keinginan dan
keputusannya, tetapi juga Leo menyadari bahwa dirinya harus dapat ber-empati
terhadap perasaan keluarga khususnya orang tua dalam menghadapi keinginanya.
81
Karena bagaimanapun orang tua Leo pasti merasa sedikit kecewa karena Leo
memilih keyakinan yang berbeda dengan keyakinan mereka, karena kebiasaan
dalam keluarga yang sudah terbentuk pasti akan menjadi sedikit berbeda jika Leo
berbeda keyakinan.
Sikap empati Leo ditunjukkan ketika Leo menyampaikan keinginannya
untuk berpindah agama kepada ibunya, dimana Leo juga menyadari dan
merasakan mungkin orang tuanya akan sedikit sedih dan kecewa dengan
keinginannya.
Gue tau…mungkin orangtua gue merasa sedikit kecewa, tapi gue berusaha positive thinking aja dan mencoba untuk mengerti perasaan mereka, jadi gue enggak worry kalau orangtua gue bakalan marah atau gimana, karena kalaupun orangtua gue marah gue pikir itu satu hal yang wajar (Wawancara dengan Leo, 12 Maret 2006)
Begitu juga halnya dengan orangtua Leo (ibu Leo) mencoba untuk
berempati terhadap Leo, karena bagaimanapun beliau menyadari dan merasakan
bahwa keyakinan hati tidak dapat dipaksakan.
Tante enggak pernah memaksakan kehendak sama Leo, karena kalau urusannya sudah dengan keyakinan itu pasti susah, Tante juga merasakan hal yang sama dengan Leo dulu, jadi Tante juga harus bisa menerima (Wawancara dengan Ibu Leo, 8 April 2006)
Jika dikaji dengan teori analisis transaksional, Leo dan ibunya sama-sama
mengacu kepada sikap orang dewasa dimana mereka bersikap objektif dan tidak
emosional. Transaksi dalam faktor empati yang terjadi antara Leo dan ibunya
merupakan transaksi komplementer yang terjadi antara dua sikap yang sama, yaitu
sikap dewasa.
82
Gambar 5.3
Transaksi komplementer terjadi antara dua sikap yang sama
P P
A A
C C 5.2.3 Ditinjau dari Aspek Dukungan
Dalam keluarga, sikap saling mendukung adalah faktor yang sudah
seharusnya ada dan diterapkan dalam hubungan antarpersona di keluarga, karena
dengan adanya dukungan setiap anggota keluarga pasti akan termotivasi dan
terdorong untuk melakukan sesuatu, khususnya sesuatu yang berprestasi dan
membanggakan.
Hubungan antarpribadi yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung (supportiveness) – suatu konsep yang perumusannya dilakukan berdasarkan karya Jack Gibb. Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Kita memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap (1) deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan strategik dan (3) provisional, bukan sangat yakin (Devito, 1997:261).
Suasana yang bersifat deskriptif dan bukan evaluatif membantu terciptanya
sikap mendukung. Ketika Leo memutuskan untuk berpindah agama, ibu dan adik-
adik Leo bersikap biasa saja, tidak terkesan menghakimi Leo apalagi langsung
83
menyisihkan Leo dari keluarganya, mereka juga tidak bertanya hal-hal yang dapat
menyinggung perasaan.
Kita mendukung sepenuhnya keputusan Mas Leo, karena apa yang Mas Leo pilih itu pasti yang terbaik untuk dia. Walaupun Mas Leo sudah berbeda keyakinan dengan kita, hubungan Mas Leo dengan kita baik-bak aja kok.. enggak ada yang berubah (Wawancara dengan Adik Leo, 8 April 2006)
Gaya spontan membantu menciptakan suasana mendukung. Orang yang
spontan dalam komunikasinya dan terus terang serta terbuka dalam mengutarakan
pikirannya biasanya bereaksi dengan cara yang sama – terus terang dan terbuka.
Ketika Leo mengutarakan niatnya kepada ibunya, Leo hanya berusaha untuk
ikhlas dan menerima apapun respon dari orangtuanya, dan ternyata respon yang
Leo dapatkan saat itu dari ibunya justru menguatkan Leo dan memberi dukungan
sepenuhnya kepada Leo.
Bersikap provisional artinya bersikap tentatif dan berpikiran terbuka serta
bersedia mendengar pandangan yang berlawanan dan bersedia mengubah posisi
jika kedaaan mengharuskan. Dalam kasus ini, Leo berusaha untuk bersikap
provisional dengan menerima apapun yang dikatakan oleh keluarganya.
Disini terlihat dukungan yang diberikan oleh keluarga Leo ketika Leo
memutuskan untuk menjadi muallaf, hanya ayahnya saja yang belum memberi
dukungan karena Leo belum berani untuk terbuka kepada ayahnya.
Faktor dukungan tersebut jika dikaji dengan teori analisis transaksional
dapat terlihat sikap Leo terhadap keluarganya mengacu kepada sikap orang
dewasa begitu pula sebaliknya. Jenis transaksi yang tepat di antara mereka adalah
transaksi komplementer, dimana terjadi transaksi antara dua sikap yang sama,
yaitu sikap orang dewasa.
84
Gambar 5.4
Transaksi komplementer terjadi antara dua sikap yang sama
A
C
P
A
C
P
5.2.4 Ditinjau dari Aspek Sikap Positif
Dengan bersikap positif setiap kegiatan yang kita lakukan pasti akan
menimbulkan dampak yang positif pula, karena orang yang memiliki sikap positif
biasanya merasa yakin dan percaya diri, sehingga membuat lingkungan
disekitarnya juga bersikap positif terhadapnya.
Dalam buku Komunikasi Antarmanusia, A. Devito (1997:262) menyebutkan
bahwa kita mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi antarpribadi
dengan sedikitnya dua cara: (1) menyatakan sikap positif dan (2) secara positif
mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi.
“Sikap positif mengacu pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi
antarpribadi. Pertama komunikasi antarpribadi terbina jika orang memiliki sikap
positif terhadap diri mereka sendiri. Kedua, perasaan positif untuk situasi
komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif” (Devito,
1997:263).
85
Sikap positif dalam diri Leo adalah Leo merasa yakin bahwa apa yang Leo
inginkan tidak melanggar norma atau aturan apapun, karena berpindah agama
merupakan hak setiap individu untuk memilih dan menjalankan keyakinannya
sendiri. Sehingga ketika Leo menyampaikan keputusannya untuk berpindah
agama kepada keluarganya (ibu dan adik-adiknya) Leo melakukannya dengan
dengan baik. Sedangkan sikap positif keluarga Leo (ibu dan adik-adiknya)ditandai
dengan adanya dukungan dan penerimaan mereka terhadap keputusan Leo.
Sikap positif dapat dijelaskan lebih jauh dengan istilah stroking (dorongan). Perilaku mendorong menghargai keberadaan dan pentingnya orang lain: perilaku ini bertentangan dengan ketidakacuhan. Dorongan positif ini mendukung citra pribadi dan membuat kita merasa lebih baik. Sebaliknya, dorongan negative bersifat menghukum dan menimbulkan kebencian (Devito, 1997:263).
Leo mendapatkan dorongan dari ibunya ketika Leo menyampaikan niatnya
untuk berpindah agama, karena ibu dan adik-adiknya mendukung Leo atas
keinginannya asalkan Leo serius menjalaninya. Hal itu menjadi dorongan
tersendiri bagi Leo untuk membuktikan nya, bahwa ia memang benar-benar serius
dengan niat dan keinginannya untuk berpindah agama.
Dikaji dengan teori analisis transaksional, sikap Leo mengarah kepada sikap
orang dewasa yang menerima, rasional dan objektif. Sedangkan sikap keluarganya
(ibu dan adik-adiknya) mengarah kepada sikap orang tua yang memberikan
nasehat dan dukungan.
Hal ini termasuk ke dalam jenis transaksi komplementer, dimana transaksi
terjadi antara dua sikap yang berbeda namun komplementer. Kedua sikap itu
adalah sikap orang tua dan sikap orang dewasa.
86
Gambar 5.5
Transaksi komplementer terjadi pada dua sikap yang berbeda
P P
A A
C C
5.2.5 Ditinjau dari Aspek Kesetaraan
“Komunikasi antarpribadi akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya
harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai
dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting
untuk disumbangkan” (Devito, 1997:263).
Dalam kasus Leo, suasana setara ketika Leo memutuskan untuk berpindah
agama adalah ketika Leo menyampaikan niatnya kepada ibunya. Dimana Leo
sendiri bersikap terbuka dalam menceritakan apa yang dirasakannya selama ini
kepada ibunya begitu juga sebaliknya ibunya memberikan respons yang cukup
baik walaupun mungkin sebenarnya agak sedikit menyayangkan Leo mengambil
keputusan tersebut.
….pokoknya waktu gue mau pindah agama gue cuma bilang ma nyokap aja. Reaksi nyokap waktu itu biasa aja, ga seperti apa yang gue pikirkan, justru nyokap malah nasehatin dan ngedukung gue. Gue sendiri waktu nyokap nasehatin cuma diem aja” (Wawancara dengan Leo, 12 Maret 2006).
87
Disini terlihat bahwa dalam faktor kesetaraan yang terjadi antara Leo dengan
keluarganya mengarah pad sikap yang dewasa tapi disisi lain juga keluarganya
cenderung mengarah kepada sikap orang tua. Jenis transaksi yang terjadi adalah
transaksi komplementer dimana transaksi terjadi antara dua sikap yang berbeda
namun komplementer, kedua sikap itu adalah sikap orangtua dan sikap ornag
dewasa.
Gambar 5.6
Transaksi komlementer terjadi pada dua sikap yang berbeda
A
C
P
A
C
P
5.3 Komunikasi Antarpersona Seorang Muallaf pada Saat Setelah Berpindah Agama
Tidak sedikit muallaf yang merasakan kesendirian setelah menjadi muallaf,
mereka merasakan sambutan dan kehangatan dari sesama muslim hanya sesaat,
hal itu yang menyebabkan banyak muallaf merasa terombang-ambing dalam
kecemasan dan berbagai pertanyaan.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan mereka merasa sendiri,
diantaranya karena tidak diakui lagi sebagai keluarga, di sisihkan dari lingkungan
keluarga karena di anggap telah berbeda status sehingga di perlakukan seperti
88
pembantu atau pelayan, ada yang diputus biaya sekolahnya, ditinggalkan klien
dan diputus hubungan bisnisnya, dan sebagainya. Faktor-faktor tersebut
merupakan konsekwensi mereka setelah masuk Islam, walaupun tidak semua
muallaf merasakan hal seperti itu.
Leo adalah salah satu contoh kasus muallaf yang mampu membina
hubungan baik dengan keluarganya. Kehidupan Leo sebagai seorang muallaf tidak
jauh berbeda dengan kehidupannya sebelum menjadi muallaf. Hal ini dikarenakan
komunikasi antara Leo dan keluarganya dapat berjalan efektif.
Kegiatan komunikasi antarpersona dalam keluarga Leo meliputi aspek
keterbukaan, empati, dukungan, sikap positif dan kesetaraan. Kelima aspek
tersebut menunjang efektivitas komunikasi antarpersona Leo sebagai seorang
muallaf sehingga dapat membina hubungan baik dengan keluarganya walaupun
ada perbedaan keyakinan diantara mereka.
5.3.1 Ditinjau dari Aspek Keterbukaan
Pada saat Leo baru memutuskan untuk menjadi muallaf, Leo hanya
menyampaikannya kepada ibu dan adik-adiknya saja, sedangkan ayahnya tidak
Leo beritahu karena pada saat itu Leo belum berani untuk menyampaikan niatnya.
Banyak hal yang menjadi pertimbangan bagi Leo mengapa tidak memberitahukan
ayahnya akan keputusannya untuk menjadi muallaf.
Leo baru memberitahu kepada ayahnya setelah Leo menjadi muallaf, dengan
harapan ayahnya mau mengerti dan bisa menerima keputusan Leo setelah Leo
menjadi muallaf. Pada saat Leo baru memutuskan untuk berpindah agama
89
sebenarnya ayah Leo sudah mengetahui keinginan anaknya untuk menjadi seorang
muslim.
Dalam komunikasi antarpersona yang dilakukan Leo terhadap keluarganya
setelah berpindah agama. Leo mencoba untuk jujur dan terbuka kepada ayahnya
setelah Leo menjadi muallaf. Pada saat itu ayahnya mengerti dan menerima
keputusan Leo walaupun mungkin ada sedikit rasa kecewa karena anaknya
berbeda keyakinan dengannya dan anggota keluarga yang lainnya. Tapi akhirnya
ayah Leo memberikan dorongan serta nasehat kepada Leo agar Leo menjalani
keyakinannya dengan sepenuh hati.
Waktu itu Om tahu kalau Leo punya niat untuk pindah agama dari ibunya, walupun ada perasaan sedikit kecewa tapi Om berusaha ikhlas karena Leo sudah dewasa, dia berhak memilih agama mana yang lebih diyakininya. Leo baru bicara jujur sama om waktu Leo sudah menjadi muslim, om hanya bilang sama Leo untuk menjalankan agama yang telah diyakininya itu dengan sepenuh hati, jangan setengah-setengah (Wawancara dengan Ayah Leo, 8 April 2006).
Leo merasa lega setelah berbicara jujur kepada ayahnya kalau sebenarnya
Leo telah berpindah agama. Leo merasa lebih bertanggung jawab terhadap
keyakinannya setelah mendapat dukungan dari seluruh keluarganya,
Setelah menjalani kehidupan sebagai seorang muallaf, kegiatan komunikasi
antarpersona yang terjadi antara Leo dengan keluarganya tidak banyak berubah.
Jika ditinjau dari aspek keterbukaan, Leo lebih sering membicarakan masalah
kehidupannya di lingkungan kerja kepada ibunya daripada menceritakan masalah
pribadinya.
Yang pasti kalau yg bener-bener pribadi leo jarang cerita-cerita, tapi kalau tentang teman-teman Leo dan kerjaan di kantor biasanya suka cerita-cerita ma nyokap, Leo memang suka banget cerita ke nyokap, anak mami kayaknya (Wawancara dengan Leo, 22 Januari 2006).
90
Tapi walaupun Leo cukup terbuka, untuk hal-hal tertentu Leo jarang
membicarakannya dengan keluarga apalagi jika masalah itu cukup pelik dan
pribadi. Leo lebih memilih untuk menyimpannya sendiri daripada harus terbuka
kepada keluarganya kalau pada akhirnya malah membuat keluarganya merasa
bingung.
kalau masalah yang bikin orang lain (keluarga) ikut bingung juga sih mendingan enggak usah Leo ceritain deh, disimpen sendiri aja (Wawancara dengan Leo, 1 Juni 2006)
Jika dikaji dengan teori analisis transaksional, dalam aspek keterbukaan Leo
lebih mengarah kepada sikap orang dewasa dan ayahnya mengarah kepada sikap
orang tua. Aspek keterbukaan Leo terhadap ayahnya termasuk ke dalam jenis
transaksi komplementer, dimana transaksi terjadi antara dua sikap yang berbeda
namun komplementer. Kedua sikap itu adalah sikap orang tua dan sikap orang
dewasa.
Gambar 5.6
Transaksi komplementer terjadi antara dua sikap yang berbeda
P P
A A
C C
Sedangkan terhadap ibunya Leo menunjukkan sikap anak kecil (manja) dan
ibunya sendiri mengarah kepada sikap orangtua seperti memberikan pertimbangan
dan memberikan dukungan. Hal tersebut merupakan jenis transaksi komplementer
91
dimana transaksi terjadi antara dua sikap yang berbeda namun komplementer.
Kedua sikap itu adalah sikap orang tua dan sikap anak kecil.
Gambar 5.1
Transaksi komplementer terjadi antara dua sikap yang berbeda
P
A A
C
P
C
5.3.2 Ditinjau dari Aspek Empati
Dalam keluarga Leo empati ditunjukkan bila salah seorang keluarga
memiliki masalah. Mereka juga terbiasa sharing (berbagi) dengan sesama anggota
keluarga. Jika Leo menghadapi masalah Leo lebih sering bercerita kepada ibunya,
karena menurut Leo ibunya cukup menyenangkan untuk menjadi tempat curhat.
Selain itu juga ibunya selalu memberikan pandangan-pandangan yang berbeda
setiap kali ia menghadapi masalah.
Kalau ada masalah, paling yang tau nyokap, itu juga masalah yang kadang Leo cuma butuh pendapat aja, ya… enaknya cerita ke nyokap tuh bisa ngasih pandangan-pandangan yg beda (Wawancara dengan Leo, 1 juni 2006)
Walaupun Leo lebih dekat kepada ibunya, bukan berarti anggota keluarga
lain tidak peduli jika Leo menghadapi masalah atau juga sebaliknya. Begitu pun
92
jika ada salah satu anggota keluarga yang melakukan kesalahan Leo biasanya
bicara kepada mereka dan berusaha memberi jalan keluar.
Jika dikaji dengan teori analisis transaksional, Leo dan keluarganya sama-
sama mengacu kepada sikap orang dewasa dimana mereka bersikap objektif dan
tidak emosional. Transaksi dalam faktor empati yang terjadi antara Leo dan
keluarganya merupakan transaksi komplementer yang terjadi antara dua sikap
yang sama, yaitu sikap dewasa.
Gambar 5.3
Transaksi komplementer terjadi antara dua sikap yang sama
P P
A A
C C 5.3.3 Ditinjau dari Aspek Dukungan
Keluarga Leo merupakan keluarga yang selalu saling mendukung satu sama
lain. Hal ini terlihat dari kehidupan keluarga Leo yang cukup harmonis walaupun
ada perbedaan didalamnya. Sikap saling mendukung juga terlihat ketika Leo
memutuskan untuk berpindah agama dan menjadi muslim.
Kini setelah menjadi seorang muallaf pun sikap saling mendukung diantara
keluarga masih diterapkan. Contohnya ketika adik bungsu Leo akan menginjak
93
bangku SMA, Leo ikut terlibat dalam memberikan masukan kepada orangtua dan
adiknya.
Kalau sekarang sih tiap ada sesuatu Leo pasti dilibatkan juga. Contohnya kayak sekarang nih pas adik Leo mau lulus SMP. Kira-kita nanti mau masuk SMA mana terus mau kuliah dimana (Wawancara dengan Leo 1 Juni 2006).
Sikap mendukung juga terlihat ketika Leo sedang menjalankan ibadah
puasa, walaupun hanya Leo satu-satunya anggota keluarga yang berpuasa tetapi
keluarganya mendukung Leo dengan cara tidak melakukan kegiatan yang dilarang
dilakukan pada bulan puasa, selain itu ibunya pun selalu menyiapkan sahur jika
Leo sedang berpuasa.
Faktor dukungan tersebut jika dikaji dengan teori analisis transaksional
dapat terlihat sikap Leo terhadap keluarganya mengacu kepada sikap orang
dewasa begitu pula sebaliknya. Jenis transaksi yang tepat di antara mereka adalah
transaksi komplementer, dimana terjadi transaksi antara dua sikap yang sama,
yaitu sikap orang dewasa.
Gambar 5.4
Transaksi komplementer terjadi antara dua sikap yang sama
A
C
P
A
C
P
94
5.3.4 Ditinjau dari Aspek Sikap Positif
Setelah menjadi muallaf, Leo tetap menunjukkan sikap positif terhadap
keluarganya. Hal ini terlihat dari cara Leo melakukan sesuatu atau bertindak. Leo
konsisten terhadap ajaran Islam yang baru diyakininya. Walaupun baru menjadi
muslim Leo menunjukkan kepada keluarga bahwa dirinya bertanggung jawab
terhadap keputusannya.
Dorongan yang diberikan kepada Leo dari keluarganya membuat Leo
semakin termotivasi untuk melakukan sesuatu yang membanggakan orang tuanya.
Begitu juga sebaliknya, keluarga bersikap positif kepada Leo, mereka sangat
menghargai ketika Leo melaksanakan ibadah.
Dikaji dengan teori analisis transaksional, sikap Leo mengarah kepada sikap
orang dewasa yang menerima, rasional dan objektif begitu pula halnya dengan
sikap keluarganya mengarah kepada sikap orang dewasa
Hal ini termasuk ke dalam jenis transaksi komplementer, dimana transaksi
terjadi antara dua sikap sama. Kedua sikap itu adalah sikap orang dewasa.
Gambar 5.5
Transaksi komplementer terjadi pada dua sikap yang sama
P P
A A
C C
95
5.3.5 Ditinjau dari Aspek Kesetaraan
Walaupun Leo sudah berbeda keyakinan dengan keluarganya, suasana setara
tetap terasa dalam keluarga Leo. Hal ini ditandai dengan sikap terbuka dan
keadaan yang saling mendukung diantara sesama anggota keluarga. Sebagai anak
pertama Leo selalu dilibatkan dalam setiap pembicaraan yang menyangkut
kepentingan keluarga.
Disini terlihat bahwa dalam faktor kesetaraan yang terjadi antara Leo dengan
keluarganya mengarah pada sikap orang dewasa. Jenis transaksi yang terjadi
adalah transaksi komplementer dimana transaksi terjadi antara dua sikap yang
sama, kedua sikap itu adalah sikap orang dewasa.
Gambar 5.6
Transaksi komplementer terjadi pada dua sikap yang sama
A
C
P
A
C
P
96
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bab akhir yang menguraikan mengenai kesimpulan dari
bab-bab sebelumnya dan selanjutnya dikemukakan saran-saran sebagai perbaikan
dan masukan terhadap kelemahan yang timbul.
6.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Komunikasi Intrapersonal Seorang Muallaf Ditinjau dari Faktor Berpikir; Decision Making (Menetapkan keputusan) dan Problem Solving (Memecahkan Persoalan)
Proses komunikasi intrapersonal pada diri Leo melalui beberapa faktor, yang
pertama adalah sensasi. Sensasi pada diri Leo awalnya ditandai dengan
pengalaman Leo ketika melihat neneknya sering melakukan ibadah (shalat dan
puasa). Hal ini kemudian menimbulkan persepsi pada diri Leo tentang agama
Islam. Persepsi pada diri Leo ditandai dengan bertambahnya pengetahuan dan
pemahaman Leo tentang agama Islam melalui proses diskusi bersama teman-
temannya dan membaca buku-buku yang dibacanya. Kedua hal tersebut
meninggalkan memori di benak Leo akan awal ketertarikannya terhadap agama
Islam. Sampai akhirnya Leo kuliah keingintahuan Leo akan agama Islam semakin
kuat, hal ini berlangsung terus sampai Leo bekerja. Banyak sekali input (masukan)
yang Leo terima dari rekan-rekan maupun dari buku yang dibacanya.
97
2. Komunikasi Antarpersona Seorang Muallaf Pada Saat Memutuskan Untuk Berpindah Agama Ditinjau dari Komunikasi Antarpersona yang Efektif; Keterbukaan, Empati, Dukungan, Sikap Positif dan Kesetaraan
Komunikasi antarpersona yang dilakukan Leo ketika memutuskan untuk
berpindah agama mengalami kendala ketika Leo tidak mampu menyampaikan
niatnya kepada ayahnya. Tetapi melalui aspek komunikasi yang efektif, akhirnya
Leo dapat melewatinya.
Aspek tersebut meliputi keterbukaan Leo ketika menyampaikan niatnya
untuk berpindah agama, empati Leo terhadap keluarganya dan juga sebaliknya,
dukungan yang diberikan oleh keluarga terhadap Leo, sikap positif Leo dalam
menghadapi permasalahan yang ada juga kesetaraan dalam keluarga Leo yang
ditandai dengan rasa saling menghargai.
3. Komunikasi Antarpersona Seorang Muallaf Pada Saat Setelah Berpindah Agama Ditinjau dari Komunikasi Antarpersona yang Efektif; Keterbukaan, Empati, Dukungan, Sikap Positif dan Kesetaraan
Leo adalah salah satu contoh kasus muallaf yang mampu membina
hubungan baik dengan keluarganya. Walaupun ada perbedaan agama antara Leo
dengan keluarganya akan tetapi kehidupan Leo sebagai seorang muallaf tidak jauh
berbeda dengan kehidupannya sebelum menjadi muallaf. Hal ini terjadi karena
kegiatan komunikasi persona yang efektif seperti keterbukaan, empati, dukungan,
sikap positif serta kesetaraan diterapkan dalam keluarga Leo.
98
6.2 Saran
Saran yang dapat diberikan oleh penulis kepada pihak-pihak yang terkait
dalam pembuatan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Pengembangan Keilmuan
Untuk Peneliti selanjutnya, yang akan meneliti komunikasi seorang muallaf,
disarankan untuk lebih menggali sisi-sisi lain dari kehidupan seorang muallaf.
Mungkin peneliti selanjutnya bisa melakukan penelitian dengan mengaitkan
kedalam bidang ilmu komunikasi selain mengangkat penelitian tentang kegiatan
komunikasi personanya, seperti misalnya: kegiatan muallaf dalam komunikasi
kelompok, kominikasi publik, atau citra muallaf etnis Tionghoa di kalangan
etnisnya sendiri.
Disarankan juga agar peneliti selanjutnya dapat memaparkan kehidupan
seorang muallaf secara lebih objektif, karena kenyataannya banyak kisah-kisah
muallaf yang ternyata mendeskriditkan agama lainnya. Hal tersebut tentunya
dapat menimbulkan sikap sinis terhadap agama Islam atau agama lain dan dapat
memicu permusuhan antar umat beragama.
2. Subjek Penelitian
1. Komunikasi Intrapersonal Seorang Muallaf Ditinjau dari Faktor Berpikir.
Ketika Leo tertarik untuk mempelajari agama Islam, akan lebih baik jika
Leo juga bertanya langsung atau berkonsultasi dengan orang yang lebih paham
agama seperti Ustadz Karena tidak semua muslim benar-benar memahami agama
Islam itu sendiri, sehingga khawatir dapat menimbulkan salah persepsi terhadap
agama Islam.
99
2. Komunikasi Antarpersona Seorang Muallaf Pada Saat Memutuskan Untuk
Berpindah Agama.
Setiap tindakan pasti menimbulkan dampak tertentu, baik positif maupun
negatif. Ketika Leo memutuskan untuk berpindah agama Leo hanya
menyampaikan niatnya kepada ibu dan adik-adiknya, tetapi tidak kepada ayahnya.
Walaupun sebenarnya tindakan itu dilakukan untuk menghindari konflik keluarga
yang mungkin terjadi tetapi itu merupkan konsekwensinya. Mungkin saja dengan
adanya sedikit konflik justru akan keluar perasaan-perasaan yang selama ini
dipendam sehingga masing-masing pihak saling mengetahui keinginan masing-
masing untuk dicari jalan keluarnya.
3. Komunikasi Antarpersona Seorang Muallaf Pada Saat Setelah Berpindah
Agama.
Walaupun ada perbedaan agama di dalam keluarga, sebaiknya kebiasaan
yang baik dalam keluarga tetap dipertahankan. Leo juga dapat berbagi cerita atau
pengalaman kepada keluarganya baik tentang diri sendiri maupun keyakinannya
sekarang sebagai seorang muslim, sehingga dengan sharing bersama keluarga
akan menambah rasa toleransi dan menghargai antar umat beragama walaupun
ruang lingkupnya hanya di keluarga saja.
3. Masyarakat / Instansi
Bagi Masyarakat, khususnya masyrakat Indonesia, pembinaan muallaf
merupakan suatu kebutuhan yang nyata, namun selama ini masih dirasakan sangat
kurang. Umat Islam cenderung kurang memperhatikan kebutuhan-kebutuhan
muallaf, padahal dibalik setiap proses ke-Islaman, tersisa PR panjang. Para
100
muallaf berbeda dengan muslim yang sudah ber-Islam sejak lahir. Mereka
menghadapi berbagai kendala, mulai dari kendala ilmu, goyahnya keyakinan,
keterbatasan ekonomi, konflik keluarga, hingga kendala sosialisasi dengan
masyarakat luas. Bagi para muallaf, menjadi seorang muslim yang concern
dengan nilai-nilai agamanya kerap menghadapkan mereka kepada ujian-ujian
yang tidak ringan. Oleh karena itu sebagai sesama umat muslim ada baiknya kita
untuk lebih memperhatikan dan peduli pada muallaf yang tidak seberuntung Leo.
DAFTAR PUSTAKA
Achdiat, Luthfi. 1997. Hubungan Antara Gaya Komunikasi Orang Tua-Anak
dengan Asertiva dan Penyesuaian Diri Remaja di Sekolah pada Siswa-
Siswi Kelas III SMU Negeri Cimahi. Skripsi Unisba.
Cangara, Hafied. 2000. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada.
Devito Joseph A., 1997. Komunikasi Antar Manusia. Alih bahasa: Ir. Agus
Maulana MSM. Jakarta: Professional Books.
Hasbiansyah, O., 2004, Mediator (Konstelasi Paradigma Objektif dan Subjektif
dalam Penelitian Komunikasi dan Sosial), FIKOM UNISBA.
Liliweri, Alo. 1994. Perspektif Teoritis Komunikasi Antarpribadi. Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti.
----------------. 1997. Komunikasi Antarpribadi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Moleong, Lexy. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
-----------------, 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung
Mulyana, Deddy, 2003. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Nasution, S. 1991. Metode Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung
Rakhmat, Jalaluddin, 2001, Metode Penelitian Komunikasi, PT. Remaja
Rosdakarya, Bandung
--------------------------- 2003. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Rasjid, Sulaiman. 2003. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Singarimbun, Masri & Sofian Effendy. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta:
PT. Midas Surya Grafindo.
Sendjaja, Sasa, Djuarsa, , 1994, Teori Komunikasi, Universitas Terbuka, Jakarta
Yin, R., 2000, Studi Kasus (Desain dan Model), RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Sumber Lain :
Tabloid Wanita Indonesia, No.829 Thn. 2005
www.google.com
Yayasan Haji Karim Oei
CURRICULUM VITAE
DATA PRIBADI
Nama : Khaerunnisa Tempat/tanggal Lahir : Karawang/ February 7th , 1984 Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Alamat : Jl. Purnawarman D5/A2 Karawang Tawa Barat, Indonesia Phone: (0267) 403958 E-mail : [email protected] : 10080001005 PENDIDIKAN FORMAL
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG 2001 - 2006 Bandung, Jawa Barat Bidang Kajian Hubungan Masyarakat, Fakultas Ilmu Komunikasi SMUN I KARAWANG 1998 - 2001 Karawang, Jawa Barat SLTPN 2 KARAWANG 1995 - 1998 Karawang, Jawa Barat SDN ADIARSA XII 1989 - 1995 Karawang, Jawa Barat
DAFTAR WAWANCARA
Wawancara dengan Leo
1. Bisakah Anda ceritakan masa kecil Anda ?
2. Bagaimana hubungan Anda dengan keluarga ketika sebelum memutuskan
untuk menjadi muallaf ?
3. Apa yang membuat Anda tertarik pada agama Islam ?
4. Apa saja yang Anda lakukan untuk memenuhi keingintahuan Anda tentang
agama Islam ?
5. Bagaimana proses yang terjadi dalam diri Anda hingga Anda menjadi seorang
muallaf ?
6. Apa yang ada di dalam benak dan pikirkan Anda ketika memutuskan untuk
berpindah agama ?
7. Apakah ada hambatan dalam diri Anda ketika memutuskan untuk menjadi
muallaf ?
8. Apakah Anda memberitahukan kepada keluarga ketertarikan Anda pada
agama Islam sebelum memutuskan menjadi muallaf, dan bagaimana cara
Anda memberitahukannya ?
9. Bagimana sikap keluarga ketika mengetahui Anda tertarik mendalami agama
Islam ?
10. Apakah Anda memberitahukan kepada keluarga ketika Anda memutuskan
untuk menjadi muallaf , dan bagaimana cara Anda memberitahukannya?
11. Bagimana sikap keluarga ketika mengetahui Anda memutuskan untuk menjadi
seorang muallaf ?
12. Apakah ada hambatan dari keluarga ketika Anda memutuskan untuk menjadi
muallaf ?
13. Bagaimana hubungan Anda dengan keluarga saat ini ?
14. Menurut Anda, apa yang membuat Anda mampu menjaga hubungan baik
dengan keluarga walaupun ada perbedaan agama antara Anda dengan
keluarga?
15. Bagaimana kegiatan beribadah Anda ketika memutuskan untuk menjadi
muallaf hingga sekarang?
16. Dalam hal apa saja biasanya Anda terbuka terhadap keluarga untuk
membicarakan suatu masalah ?
17. Menurut Anda, apa yang menyebabkan Anda tidak mau membicarakan
masalah dalam keluarga ?
18. Bagaimana Anda bertanggung jawab, ketika tahu bahwa Anda telah
melakukan kesalahan ?
19. Bagaimana sikap anggota keluarga lain, ketika Anda menghadapi masalah ?
20. Bagimana sikap Anda ketika salah satu anggota keluarga melakukan
kesalahan ?
21. Masukan seperti apa yang biasanya dianggap sesuai dalam keluarga Anda ?
22. Apakah dalam melakukan pembicaraan, anggota keluarga Anda selalu
mengevaluasi ?
23. Bagaimana sikap keluarga Anda ketika Anda melakukan pekerjaan atau
melakukan sesuatu dengan baik ?
24. Sejauhmana keterlibatan Anda dalam melakukan pembicaraan ?
25. Apakah dalam keluarga Anda sering menuntut agar pendapat Anda dapat
diterima oleh keluarga lainnya ?
Wawancara dengan Keluarga Leo
1. Apakah Anda tahu ketika Leo sedang mendalami agama Islam ?
2. Apa yang Anda rasakan ketika mengetahui Leo memutuskan untuk berpindah
agama ?
3. Bagaimana sikap Anda terhadap Leo setelah mengetahui bahwa Leo telah
berpindah agama ?
4. Bagaimana sikap Anda ketika Leo melakukan ibadah di rumah ?
5. Bagaimana suasana kekeluargaan dalam rumah Anda setelah salah satu
keluarga Anda berbeda keyakinan dengan anggota keluarga lainnya ?
Surat Pernyataan
Yang bertandatangan di bawah ini,
Nama : Leo (nama panggilan)
Status : Belum menikah
Waktu pelaksanaan :
• 27 Desember 2005, Tempat tinggal Leo di daerah Bekasi,
pukul 12.30.
• 22 Januari 2006, Dunkin Donuts, Jl. Sabang, Jakarta.
Pukul 17.30
• 12 Maret 2006, Tempat tinggal penulis di Jl. Dago Asri 1,
Bandung. Pukul 14.00
• 8 April 2006, Tempat tinggal Leo di daerah Bekasi, pukul
11.00
• 28 dan 30 Mei 2006, Wawancara via telepon, pukul 21.00
Menyatakan benar-benar telah dilakukan wawancara mendalam sehubungan
dengan penulisan skripsi yang berjudul: Kegiatan Komunikasi Persona Seorang
Muallaf.
Telah mengadakan wawancara dengan:
Nama : Khaerunnisa
NPM : 10080001005
Bidang kajian : Hubungan Masyarakat
Wawancara ini dilakukan dengan sebenar-benarnya tanpa ada rekayasa dan
intervensi dari pihak manapun dan hasilnya hanya untuk kepentingan penelitian
semata.
Bandung, 14 Juni 2006
Leo