KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE...

259
KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE DENGAN PENDEKATAN PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS DAN SELF-EFFICACY SISWA KELAS X MIPA MAN SALATIGA TAHUN PELAJARAN 2018/2019 PADA MATERI VEKTOR SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh: Ahmad Mukhibin 23070150011 PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2019

Transcript of KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE...

  • KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN

    THINK PAIR SHARE DENGAN PENDEKATAN

    PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI

    KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS DAN SELF-EFFICACY

    SISWA KELAS X MIPA MAN SALATIGA

    TAHUN PELAJARAN 2018/2019 PADA MATERI VEKTOR

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat guna Memperoleh Gelar

    Sarjana Pendidikan

    Oleh:

    Ahmad Mukhibin

    23070150011

    PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA

    FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

    2019

  • i

    KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN

    THINK PAIR SHARE DENGAN PENDEKATAN

    PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI

    KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS DAN SELF-EFFICACY

    SISWA KELAS X MIPA MAN SALATIGA

    TAHUN PELAJARAN 2018/2019 PADA MATERI VEKTOR

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat guna Memperoleh Gelar

    Sarjana Pendidikan

    Oleh:

    Ahmad Mukhibin

    23070150011

    PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA

    FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

    2019

  • ii

    p

  • iii

  • iv

  • v

  • vi

    MOTTO

    “Apabila kamu sudah memutuskan menekuni suatu bidang, jadilah orang yang

    konsisten. Itu adalah kunci keberhasilan yang sebenarnya”, (B.J. Habibie)

  • vii

    PERSEMBAHAN

    Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya,

    skripsi ini penulis persembahkan untuk:

    1. Ayahanda Masrokan dan Ibunda Muawanah tercinta yang senantiasa

    mencurahkan kasih sayang, mendo’akan, membimbing, memberikan nasihat,

    dan memberikan motivasi dalam kehidupan penulis.

    2. Adik Bashirotun Nafidhoh yang selalu medo’akan dan memberi dukungan.

    3. Para kiai dan guru-guru penulis yang selalu memberikan dukungan dan do’a

    restunya kepada penulis.

    4. Bapak Kyai Sukron Ma’mun, M.Si. dan Bapak Kyai Mohamad Nuryansah,

    M. Hum, beserta keluarga yang telah meluangkan waktunya untuk senantiasa

    membimbing penulis selama di Ma’had Al-Jami’ah IAIN Salatiga.

    5. Bapak Tugiman Cokrohusodo beserta jamaah masjid yang telah mengizinkan

    penulis untuk tinggal di Masjid Nurul Iman Tegalrejo Salatiga.

    6. Bapak Tarman dan keluarga yang telah menjadi orang tua angkat selama

    penulis tinggal di Masjid Nurul Iman Tegalrejo Salatiga.

    7. Keluarga besar Ma’had Al-Jami’ah IAIN Salatiga yang selalu memberikan

    dukungan kepada penulis.

    8. Sahabat dan teman penulis di kamar Kholid bin Walid, Chakim, Kholil, Dian,

    Khuzainul, Tio, Alvin, dan Handi.

    9. Teman-teman kelas A Tadris Matematika yang selalu memberikan motivasi

    kepada penulis dan membantu menyelesaikan skripsi ini.

    10. Sahabat-sahabat seperjuangan angkatan 2015 khususnya jurusan Tadris

    Matematika.

    11. Keluarga PPL MAN Salatiga dan KKN Tawangsari Grogolan yang selalu

    memberikan semangat kepada penulis.

  • viii

    KATA PENGANTAR

    الرحيم الّرحمن هللا بسم

    Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang selalu

    memberikan nikmat, karunia, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

    menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul Keefektifan Model Pembelajaran

    Think Pair Share dengan Pendekatan Problem Based Learning Ditinjau dari

    Kemampuan Berfikir Kritis dan Self-Efficacy Siswa Kelas X MIPA MAN Salatiga

    Tahun Pelajaran 2018/2019 Pada Materi Vektor. Shalawat dan salam senantiasa

    tercurahkan kepada junjungan kita baginda Nabi Muhammad SAW, semoga kita

    semua mendapatkan syafa’atnya di yaumil qiyamah kelak. Amin.

    Penulisan skripsi ini tidak akan selesai tanpa motivasi, dukungan dan

    bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih

    kepada:

    1. Bapak Prof. Dr. Zakiyuddin Baidhawy, M. Ag., selaku Rektor IAIN Salatiga.

    2. Bapak Prof. Dr. Mansur, M. Ag., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

    Keguruan IAIN Salatiga.

    3. Bapak Dr. Winarno, S. Si., M. Pd., selaku Ketua Program Studi Tadris

    Matematika.

    4. Ibu Wulan Izzatul Himmah, M.Pd. selaku dosen pembimbing skripsi yang

    telah mengarahkan, membimbing, memberikan petunjuk dan meluangkan

    waktunya dalam mengoreksi skripsi ini.

    5. Dosen Pembimbing Akademik, Bapak Saiful Marom, M.Sc. yang telah

    memberikan banyak pengarahan dan motivasi selama 4 tahun menjadi

    mahasiswa Program Studi Tadris Matematika IAIN Salatiga.

    6. Seluruh dosen di lingkungan IAIN Salatiga, khususnya dosen Program Studi

    Tadris Matematika Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga.

    7. Ayahanda Masrokan dan Ibunda Muawanah tercinta yang tidak henti-

    hentinya mendo’akan, membimbing, menasehati dan memberikan motivasi

    kepada penulis.

  • ix

  • x

    ABSTRAK

    Mukhibin, Ahmad. (2019). Keefektifan Model Pembelajaran Think Pair Share

    dengan Pendekatan Problem Based Learning Ditinjau dari Kemampuan

    Berfikir Kritis dan Self-Efficacy Siswa Kelas X MIPA MAN Salatiga

    Tahun Pelajaran 2018/2019 Pada Materi Vektor.

    Kata Kunci: Think Pair Share, Problem Based Learning, Kemampuan Berfikir

    Kritis, dan Self-Efficacy

    Memasuki abad ke- 21, keterampilan yang dibutuhkan begitu kompleks,

    salah satunya adalah kemampuan berfikir kritis. Dengan kemampuan ini

    memungkinan individu untuk selalu berfikir berdasarkan data dan fakta yang ada.

    Selain menekankan pada aspek kognitif, abad 21 juga menekankan pada aspek

    afektif, salah satunya adalah keyakinan diri individu terhadap kemampuan yang

    dimilikinya atau yang disebut self-efficacy. Seseorang dengan self-efficacy rendah

    cenderung akan mempersepsikan sesuatu lebih sulit dari kenyataannya. Hal ini

    menyebabkan individu mudah mengalami stress dan depresi. Untuk itu,

    diperlukan model pembelajaran dengan pendekatan yang berbeda agar siswa

    memiliki bekal berupa kompetensi untuk menghadapi abad 21.

    Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat eksperimen

    semu dengan desain penelitian berupa Pretest – Posttest Control Group Desain.

    Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas X MIPA 2 dan X MIPA 3 MAN

    Salatiga. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal kemampuan

    berfikir kritis dan angket self-efficacy. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

    apakah model pembelajaran think pair share dengan pendekatan problem based

    learning efektif ditinjau dari kemampuan berfikir kritis dan self-efficacy siswa

    kelas X MIPA MAN Salatiga tahun pelajaran 2018/2019 pada materi vektor.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) hasil uji One Sample t Test rata-

    rata siswa yang mendapat pembelajaran model think pair share dengan

    pendekatan problem based learning telah mencapai nilai Kriteria Ketuntasan

    Minimal (KKM), yaitu sebesar 76,06 untuk kemampuan berfikir kritis dan 62,08

    untuk self-efficacy, (2) hasil uji Independent Sample t Test diperoleh nilai

    signifikansi 0,006 untuk kemampuan berfikir kritis dan 0,035 untuk self-efficacy,

    (3) rata-rata skor N-Gain kemampuan berfikir kritis siswa kelas eksperimen

    sebesar 0,63 lebih dari rata-rata siswa kelas kontrol sebesar 0,50 dan pada rata-

    rata skor N-Gain self-efficacy siswa kelas eksperimen sebesar 0,36 lebih dari

    siswa kelas kontrol sebesar 0,23. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

    model pembelajaran think pair share dengan pendekatan problem based learning

    efektif ditinjau dari kemampuan berfikir kritis dan self-efficacy siswa kelas X

    MIPA MAN Salatiga tahun pelajaran 2018/2019 pada materi vektor.

  • xi

    DAFTAR ISI

    COVER JUDUL .................................................................................... i

    NOTA PEMBIMBING ........................................................................... iii

    PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................. iv

    PENGESAHAN ..................................................................................... v

    MOTTO ................................................................................................. vi

    PERSEMBAHAN .................................................................................. vii

    KATA PENGANTAR ........................................................................... viii

    ABSTRAK ............................................................................................. x

    DAFTAR ISI .......................................................................................... xi

    DAFTAR TABEL .................................................................................. xiii

    DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xv

    DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xvi

    BAB I: PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang ........................................................................... 1

    B. Rumusan Masalah ...................................................................... 8

    C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 10

    D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 11

    E. Definisi Operasional ................................................................... 13

    F. Sistematika Penulisan ................................................................ 16

    BAB II: KAJIAN PUSTAKA

    A. Landasan Teori ............................................................................ 17

    1. Belajar .................................................................................. 17

    2. Pembelajaran ........................................................................ 20

    3. Keefektifan Pembelajaran .................................................... 21

    4. Think Pair Share .................................................................. 23

    5. Problem Based Learning ..................................................... 26

    6. Langkah-langkah Model TPS dengan Pendekatan TPS ....... 32

    7. Kemampuan Berfikir Kritis .................................................. 33

    8. Self-Efficacy ......................................................................... 35

  • xii

    9. Materi Pembelajaran ............................................................. 44

    B. Kajian Pustaka ............................................................................ 47

    C. Hipotesis Penelitian .................................................................... 51

    BAB III: METODE PENELITIAN

    A. Jenis Penelitian ........................................................................... 53

    B. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 55

    C. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................. 56

    D. Variabel Penelitian ..................................................................... 57

    E. Instrumen Penelitian ................................................................... 59

    F. Uji Coba Instrumen Penelitian ................................................... 63

    G. Metode Pengumpulan Data ........................................................ 68

    H. Teknik Analisis Data .................................................................. 70

    BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Deskripsi Data ............................................................................ 83

    B. Analisis Data .............................................................................. 88

    1. Uji Tahap Awal .................................................................... 88

    2. Uji Prasyarat Analisis ........................................................... 91

    3. Pengujian Hipotesis ............................................................... 93

    C. Pembahasan ................................................................................ 108

    BAB V: PENUTUP

    A. Kesimpulan ................................................................................ 120

    B. Saran ........................................................................................... 122

    DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 123

    LAMPIRAN-LAMPIRAN

  • xiii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1 Langkah-langkah Think Pair Share ........................................ 24

    Tabel 2.2 Tahapan pembelajaran dengan strategi Problem Based

    Learning ................................................................................. 30

    Tabel 2.3 Langkah-langkah model TPS denngan pendekatan PBL ........ 32

    Tabel 3.1 Pretest posttest control grup desain ....................................... 53

    Tabel 3.2 Jadwal Penelitian..................................................................... 55

    Tabel 3.3 Data siswa kelas X MIPA ....................................................... 56

    Tabel 3.4 Kisi-kisi Soal Tes Kemampuan Berfikir Kritis ....................... 60

    Tabel 3.5 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Berfikir Kritis ............ 60

    Tabel 3.6 Indikator Self-Efficacy ............................................................ 62

    Tabel 3.7 Hasil perhitungan validitas soal tes kemampuan berfikir

    kritis ........................................................................................ 65

    Tabel 3.8 Hasil perhitungan validitas angket self-efficacy siswa ............ 66

    Tabel 3.9 Hasil perhitungan uji reliabilitas instrumen ............................ 68

    Tabel 3.10 Kriteria kemampuan berfikir kritis ....................................... 71

    Tabel 3.11 Kriteria self-efficacy .............................................................. 71

    Tabel 3.12 Kategori skor N-Gain ............................................................ 81

    Tabel 4.1 Deskripsi hasil tes kemampuan berfikir kritis ........................ 84

    Tabel 4.2 Deskripsi hasil angket self-efficacy ......................................... 86

    Tabel 4.3 Hasil uji normalitas populasi................................................... 88

    Tabel 4.4 Hasil uji homogenitas populasi ............................................... 89

    Tabel 4.5 Hasil uji independent sample t test tahap awal ....................... 90

    Tabel 4.6 Hasil uji normalitas tes kemampuan berfikir kritis ................. 91

    Tabel 4.7 Hasil uji normalitas angket self-efficacy siswa ....................... 92

  • xiv

    Tabel 4.8 Hasil uji homogenitas tes kemampuan berfikir kritis ............. 92

    Tabel 4.9 Hasil uji homogenitas angket self-efficacy.............................. 93

    Tabel 4.10 Hasil perhitungan one sample t test kemampuan berfikir

    kritis kelas eksperimen ......................................................... 94

    Tabel 4.11 Hasil perhitungan one sample t test kemampuan berfikir

    kritis kelas kontrol ................................................................ 95

    Tabel 4.12 Hasil perhitungan one sample t test self-efficacy kelas

    eksperimen ........................................................................... 96

    Tabel 4.13 Hasil perhitungan one sample t test self-efficacy kelas

    kontrol .................................................................................. 97

    Tabel 4.14 Hasil uji-t kemampuan berfikir kritis .................................... 99

    Tabel 4.15 Hasil uji-t self-efficacy .......................................................... 101

    Tabel 4.16 Hasil N-Gain kemampuan berfikir kritis .............................. 102

    Tabel 4.17 Hasil uji normalitas skor N-Gain kemampuan berfikir kritis 103

    Tabel 4.18 Hasil uji Mann Whitney U N-Gain kemampuan berfikir

    kritis ...................................................................................... 104

    Tabel 4.19 Hasil N-Gain self-efficacy .................................................... 105

    Tabel 4.20 Hasil uji normalitas skor N-Gain self-efficacy ...................... 106

    Tabel 4.21 Hasil uji Mann Whitney U N-Gain self-efficacy ................... 107

  • xv

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 3.1 Rancangan penelitian .......................................................... 55

    Gambar 3.2 Hubungan antar variabel ..................................................... 58

    Gambar 4.1 Histogram hasil tes kemampuan berfikir kritis ................... 84

    Gambar 4.2 Skor N-Gain Kemampuan Berfikir Kritis ........................... 85

    Gambar 4.3 Histogram hasil angket self-efficacy ................................... 86

    Gambar 4.4 Skor N-Gain Self Efficacy ................................................... 87

  • xvi

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Daftar nama siswa kelas X MIPA ..................................... 126

    Lampiran 2. Daftar nilai PTS genap ...................................................... 130

    Lampiran 3. Uji normalitas tahap awal .................................................. 131

    Lampiran 4. Uji homogenitas tahap awal .............................................. 132

    Lampiran 5. Uji independent sample t test tahap awal .......................... 133

    Lampiran 6. Kisi-kisi soal uji coba kemampuan berfikir kritis ............. 134

    Lampiran 7. Soal uji coba kemampuan berfikir kritis ............................ 135

    Lampiran 8. Lembar jawab yang diisi siswa .......................................... 137

    Lampiran 9. Kunci jawaban soal uji coba .............................................. 139

    Lampiran 10. Pedoman penskoran uji coba ........................................... 144

    Lampiran 11. Kisi-kisi angket uji coba .................................................. 145

    Lampiran 12. Uji coba angket self-efficacy ............................................ 146

    Lampiran 13. Angket yang diisi siswa ................................................... 148

    Lampiran 14. Pedoman penskoran ......................................................... 150

    Lampiran 15. Uji validitas butir uji coba soal ........................................ 151

    Lampiran 16. Uji reliabilitas uji coba soal ............................................. 153

    Lampiran 17. Uji validitas uji coba angket ............................................ 154

    Lampiran 18. Uji reliabilitas uji coba angket ......................................... 160

    Lampiran 19. RPP kelas eksperimen ..................................................... 161

    Lampiran 20. RPP kelas kontrol ............................................................ 179

    Lampiran 21. Kisi-kisi soal kemampuan berfikir kritis ......................... 195

    Lampiran 22. Soal kemampuan berfikir kritis ....................................... 196

    Lampiran 23. Lembar jawab yang diisi siswa ........................................ 198

  • xvii

    Lampiran 24. Kunci jawaban soal kemampuan berfikir kritis ............... 200

    Lampiran 25. Pedoman penskoran kemampuan berfikir kritis .............. 203

    Lampiran 26. Kisi-kisi angket self-efficacy ........................................... 204

    Lampiran 27. Angket self-efficacy ......................................................... 205

    Lampiran 28. Angket yang diisi siswa ................................................... 207

    Lampiran 29. Pedoman penskoran angket self-efficacy ......................... 211

    Lampiran 30. Daftar nilai kemampuan berfikir kritis ............................ 212

    Lampiran 31. Daftar nilai self-efficacy ................................................... 213

    Lampiran 32. Analisis deskriptif kemampuan berfikir kritis ................ 214

    Lampiran 33. Analisis deskriptif self-efficacy ...................................... 215

    Lampiran 34. Uji normalitas kemampuan berfikir kritis ....................... 216

    Lampiran 35. Uji homogenitas kemampuan berfikir kritis ................... 217

    Lampiran 36. Uji One Sample t test kemampuan berfikir kritis ............ 218

    Lampiran 37. Uji perbedaan dua rata-rata kemampuan berfikir kritis ... 219

    Lampiran 38. Uji normalitas skor N-Gain kemampuan berfikir kritis ... 220

    Lampiran 39. Uji Mann Whitney U skor N-Gain kemampuan berfikir

    kritis .................................................................................. 221

    Lampiran 40. Uji normalitas angket self-efficacy .................................. 222

    Lampiran 41. Uji homogenitas angket self-efficacy ............................... 223

    Lampiran 42. Uji One Sample t test self-efficacy ................................... 224

    Lampiran 43. Uji perbedaan dua rata-rata self-efficacy ......................... 225

    Lampiran 44. Uji normalitas skor N-Gain self-efficacy ......................... 226

    Lampiran 45. Uji Mann Whitney U skor N-Gain self-efficacy ............... 227

    Lampiran 46. Surat keputusan penetapan dosen pembimbing ............... 228

    Lampiran 47. Surat izin penelitian ......................................................... 229

  • xviii

    Lampiran 48. Surat keterangan telah melaksanakan penelitian ............. 230

    Lampiran 49. Lembar konsultasi ........................................................... 231

    Lampiran 50. Dokumentasi .................................................................... 232

    Lampiran 51. Satuan kredit kegiatan ..................................................... 234

    Lampiran 52. Daftar riwayat hidup ........................................................ 240

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Matematika adalah ilmu seni kreatif, karena matematika terbentuk dari

    unsur-unsur tertentu yang disebut bilangan. Lebih dari itu, matematika juga

    memuat tentang bentuk, lambang serta aturan tertentu yang berlaku di

    dalamnya. Sementara menurut para ahli matematika menyebutkan bahwa

    matematika adalah ilmu yang membahas pola atau keteraturan (pattern) dan

    tingkatan (order) (Shadiq, 2014:xii).

    Matematika merupakan objek yang abstrak yang hanya ada dalam alam

    fikiran, sehingga banyak orang yang beranggapan bahwa matematika adalah

    mata pelajaran yang sulit. Senada dengan pernyataan tersebut, Shadiq

    (2014:1) mengatakan bahwa memformulasikan definisi matematika tidaklah

    semudah yang dibayangkan, alasannya definisi dan tujuan pembelajaran

    matematika di kelas akan selalu menyesuaikan dengan tuntutan perubahan

    zaman.

    Matematika akan berubah sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan

    perubahan zaman. Materi matematika pada abad 20 tentu akan jelas berbeda

    dengan materi matematika pada abad 21. De Lange (dalam Shadiq, 2014:2)

    mencatat setidaknya ada sekitar 60 sampai 70 cabang matematika yang

    berbeda pada rentang waktu 1990 hingga 2007.

    Pada abad 21, salah satu kunci yang bisa digunakan untuk turut serta

    mengambil bagian dalam kehidupan abad ini adalah kompetensi. Finegold &

  • 2

    Notabartolo mengklasifikasikan kompetensi abad 21 menjadi beberapa

    macam, meliputi: kompetensi analitik, interpersonal, bertindak, memproses

    informasi, dan kemampuan untuk mengelola perubahan (Retnawati, 2018:9).

    Kompetensi analitik merupakan salah satu kompetensi yang harus

    dimiliki dan dikuasai siswa pada pembelajaran matematika. Kompetensi

    analitik terdiri dari kemampuan berfikir kritis (critical thinking), kemampuan

    untuk memecahkan masalah (problem solving), merumuskan suatu keputusan

    (decision making) serta penelitian dan penemuan (research and inquiry). Hal

    ini sejalan dengan pendapat De Lange (dalam Shadiq, 2014:3) yang

    menyebutkan kompetensi dan kemampuan yang harus dipelajari dan dikuasai

    siswa selama proses pembelajaran matematika di kelas setidaknya ada

    delapan kompentensi, yaitu: (1) berfikir dan bernalar secara matematis, (2)

    berargumentasi secara matematis, (3) berkomunikasi secara matematis, (4)

    pemodelan, (5) penyusunan dan pemecahan masalah, (6) representasi, (7)

    simbol, serta (8) alat dan teknologi.

    Kemampuan berfikir kritis merupakan suatu hal yang sangat penting

    dalam kehidupan masyarakat modern, karena dapat menjadi lebih fleksibel

    secara mental, terbuka dan mudah menyesuaikan dengan berbagai situasi dan

    permasalahan (Hardianto & Santoso, 2018:117). Kemampuan berfikir kritis

    memungkinkan seseorang untuk selalu berada di jalur yang benar. Ennis

    (dalam As’ari, 2016:5-6) menyatakan, berfikir kritis sebagai kemampuan

    untuk berfikir reflektif yang masuk akal dan difokuskan kepada upaya untuk

    memutuskan apakah yang bersangkutan harus mempercayai klaim atau

  • 3

    informasi yang dihadapi, dan melakukan apa yang diminta atau diperintahkan

    atau tidak.

    Berfikir kritis merupakan hal yang sangat penting di saat mempelajari

    matematika karena merupakan salah satu tujuan mempelajarinya; disamping

    tujuan lain yang terkait dengan pemahaman konsep yang sudah dikenal guru

    (Shadiq, 2014:23). Akan tetapi, harapan ini tidak sesuai dengan kenyataan

    yang ada di lapangan di mana masih banyak guru yang tidak memulai

    pembelajaran dengan sebuah permasalahan dan cenderung langsung menuju

    kepada konsep abstrak dan sulit dipahami oleh siswa (Nurhikmayati,

    2017:43). Salah satu akibatnya adalah siswa cenderung lebih suka menghafal

    rumus dan langkah-langkah sebagaimana yang diajarkan oleh guru. Hal ini

    menyebabkan siswa kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal yang berupa

    gambar dan soal-soal yang berupa cerita atau naratif (Retnawati, dkk, 2017).

    Selain itu, observasi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di MAN

    Salatiga juga menunjukkan bahwa siswa lebih cenderung menghafal dan

    meniru contoh soal yang diberikan daripada berfikir kritis untuk

    menyelesaikan setiap soal. Kecenderungan tersebut tentu membawa dampak

    negatif untuk siswa, dimana siswa merasa kesulitan apabila disuguhkan soal

    yang berbeda. Dampak negatif lainnya juga dapat dilihat pada pencapaian

    hasil Ujian Nasional (UN) mata pelajaran matematika, misalnya hasil UN

    Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Salatiga tahun 2017 yang menyebutkan

    bahwa rata-rata nilai matematika untuk program IPA hanya sebesar 38,89.

  • 4

    Selain menekankan pada aspek kognitif, kompetensi abad 21 juga

    mencakup ranaf afektif, salah satunya adalah keyakinan diri individu terhadap

    kemampuan dan potensi yang dimiliki, yang selanjutnya disebut self-efficacy.

    Self-efficacy sedikit banyak dapat mempengaruhi kesuksesan belajar siswa.

    Selain itu, self-efficacy juga dapat mempengaruhi pola fikir dan reaksi

    emosional siswa. Sebagaimana Sutanto (2018:285) berpendapat bahwa

    individu dengan self-efficacy rendah cenderung mempersepsikan suatu

    kondisi lebih sulit dari kenyataan sebenarnya, sehingga akan mudah

    mengalami stress, depresi, dan tidak mampu menemukan cara untuk

    menyelesaikan suatu permasalahan. Sebaliknya, individu dengan self-efficacy

    yang tinggi akan merasa tenang dalam menghadapi permasalahan.

    Hasil observasi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di kelas X

    MIPA MAN Salatiga mengindikasikan bahwa mayoritas siswa merasa kurang

    percaya diri. Hal ini bisa dilihat ketika guru meminta siswa untuk

    mengerjakan sebuah latihan soal, siswa cenderung mudah menyerah dan

    memilih untuk bekerja sama dengan teman sebangku untuk mempermudah

    proses penyelesaian masalah. Selain itu, dalam proses penyampaian pendapat,

    siswa juga tidak antusias ketika diminta guru untuk mengerjakan latihan soal

    di depan kelas dan terpaksa guru harus menunjuk salah seorang siswa untuk

    berpendapat. Lebih lanjut, siswa juga terlihat kurang memperhatikan

    penjelasan guru. Hal-hal tersebut mengindikasikan bahwa mayoritas siswa

    masih meliliki self-efficacy yang rendah.

  • 5

    Tran Vui (dalam Shadiq, 2014:98) mengindikasikan bahwa guru

    matematika, termasuk guru-guru matematika di Asia Tenggara sering

    menggunakan strategi mengajar yang dikenal sebagai pendekatan berpusat

    pada guru (teacher-centered approaches), pembelajaran langsung (direct

    instruction), ataupun pengajaran deduktif (deductive teaching). Pendekatan-

    pendekatan tersebut dikenal kurang efektif untuk meningkatkan kemampuan

    berfikir kritis dan tidak menggugah siswa untuk berfikir dan berperan aktif

    selama proses pembelajaran. Konsekuensi dari penerapan strategi

    pembelajaran tersebut adalah siswa belum mampu menerapkan pemahaman

    dan kemampuannya dalam situasi yang baru. Oleh karena itu, diperlukan

    alternatif model pembelajaran yang berkaitan dengan cara memecahkan

    masalah (problem solving). Dalam banyak literatur disebutkan bahwa

    pembelajaran berdasarkan masalah, yang selanjutnya dinamakan Problem

    Based Learning (PBL), merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran

    proses berfikir tingkat tinggi (Trianto, 2009:92), aktif, dan kolaboratif

    (Suyadi, 2013:130), serta mengembangkan kompetensi siswa dalam ranah

    afektif seperti mandiri (Trianto, 2009:96).

    PBL didasari oleh teori kolaborativisme, yaitu suatu perspektif yang

    berpendapat bahwa siswa akan menyusun pengetahuan dengan cara

    membangun penalaran dari semua pengetahuan yang dimilikinya, dan dari

    semuanya itu akan memperoleh hasil dari kegiatan berinteraksi dengan

    sesama individu (Suyadi, 2013:130). Suasana kooperatif dalam PBL

    merupakan salah satu faktor yang dapat melatih kemampuan berfikir kritis

  • 6

    siswa (Hardianto & Santoso, 2018:118). Oleh karena itu, guru dapat

    menerapkan pendekatan PBL dipadu dengan pembelajaran kooperatif untuk

    melatih kemampuan berfikir kritis.

    Dalam banyak sumber disebutkan bahwa pembelajaran kooperatif

    dapat meningkatkan prestasi belajar maupun kemampuan hubungan sosial.

    Hal ini sejalan dengan pendapat Suyadi (2013:62) yang menuturkan bahwa

    pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran kelompok yang

    dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, sekaligus dapat meningkatkan

    kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri

    dan orang lain, serta dapat meningkatkan harga diri.

    Louisell & Descamps (dalam Trianto, 2009:57) menyebutkan bahwa

    dalam pembelajaran kooperatif siswa bekerja dalam suatu tim, maka dengan

    sendirinya dapat memperbaiki hubungan di antara para siswa dari berbagai

    latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan keterampilan-

    keterampilan proses kelompok dan pemecahan masalah. Dari definisi

    tersebut, jelas bahwa siswa sangat diuntungkan karena siswa yang

    mempunyai kemampuan tinggi maupun rendah akan bersama-sama

    mengerjakan tugas akademik dan siswa yang kemampuan akademiknya

    tinggi mengajari temannya yang berkemampuan rendah. Lebih jauh lagi,

    dalam pembelajaran kooperatif siswa dilatih untuk memiliki self-efficacy

    yang tinggi yang tertuang dalam proses diskusi kelompok dan penyampaian

    pendapat.

  • 7

    Pendekatan Problem Based Learning merupakan proses pembelajaran

    yang berdasarkan pada masalah dan masalah tersebut belum ada jawabannya

    sehingga harus diselesaikan siswa dalam proses diskusi kelompok. Oleh

    karena itu dibutuhkan model yang mendukung kegiatan tersebut, yaitu siswa

    dihadapkan masalah nyata atau masalah yang disimulasikan, siswa saling

    bekerja sama dalam satu kelompok untuk mengembangkan keterampilan

    pemecahan masalah dan kemudian bernegosiasi untuk mendapatkan jawaban

    dari masalah yang diberikan (Hardiyanto & Santoso, 2018:118).

    Model pembelajaran kooperatif yang cocok untuk pendekatan PBL

    salah satunya adalah Think Pair Share (TPS). TPS akan cocok diterapkan

    pada pendekatan PBL karena terdapat langkah di mana siswa bersama-sama

    menyelesaikan masalah dan mendiskusikan masalah secara berkelompok

    sehingga dinilai efektif untuk meningkatkan kemampuan berfikir kritis dan

    juga meningkatkan self-efficacy siswa.

    Shoimin (2014:209) berpendapat bahwa TPS memiliki prosedur yang

    secara eksplisit memberikan siswa waktu untuk berfikir, menjawab, dan

    saling membantu satu sama lain. Dengan demikian, siswa diharapkan mampu

    bekerja sama, saling membutuhkan, dan saling bergantung pada kelompok

    kecil secara kooperatif.

    MAN Salatiga merupakan sekolah yang berasal dari Pendidikan Guru

    Agama, kemudian pada tahun 1990 berdasarkan keputusan Menteri Agama

    Republik Indonesia No. 64/1990 berubah status menjadi MAN Salatiga.

    Seiring perkembangan zaman, MAN Salatiga selalu berupaya meningkatkan

  • 8

    kualitas program pendidikan, diantaranya melalui penerapan kurikulum 2013.

    Meskipun penerapan kurikulum 2013 sudah merata ke semua kelas tetapi

    penerapan di mata pelajaran matematika dinilai masih kurang berjalan dengan

    maksimal. Hal ini dikarenakan kebanyakan guru matematika, terutama guru

    matematika kelas X yang masih menerapkan pembelajaran yang berpusat

    pada guru, sehingga kemampuan berfikir kritis dan self-efficacy siswa dinilai

    masih perlu untuk ditingkatkan.

    Melihat fenomena yang terjadi sangatlah penting menerapkan

    pembelajaran dengan menggunakan model think pair share dengan

    pendekatan problem based learning yang nantinya akan diterapkan pada

    pembelajaran matematika materi vektor, karena vektor tergolong materi yang

    sukar dan memerlukan perhatian khusus serta konsentrasi yang tinggi

    sehingga dapat terlihat keefektifannya ditinjau dari kemampuan berfikir kritis

    dan self-efficacy siswa.

    Berdasarkan pemaparan permasalahan di atas, maka peneliti ingin

    melakukan penelitian dengan judul “Keefektifan Model Pembelajaran Think

    Pair Share dengan Pendekatan Problem Based Learning Ditinjau dari

    Kemampuan Berfikir Kritis dan Self-Efficacy Siswa Kelas X MIPA MAN

    Salatiga Tahun Pelajaran 2018/2019 Pada Materi Vektor”.

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan, maka

    rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

  • 9

    1. Apakah rata-rata kemampuan berfikir kritis siswa kelas yang mendapat

    pembelajaran model think pair share dengan pendekatan problem based

    learning dan rata-rata kemampuan berfikir kritis siswa kelas konvensional

    telah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)?

    2. Apakah rata-rata self-efficacy siswa kelas yang mendapat pembelajaran

    model think pair share dengan pendekatan problem based learning dan

    rata-rata self-efficacy siswa kelas konvensional telah mencapai Kriteria

    Ketuntasan Minimal (KKM)?

    3. Apakah terdapat perbedaan kemampuan berfikir kritis antara

    pembelajaran matematika dengan menggunakan model think pair share

    dengan pendekatan problem based learning dan model konvensional di

    kelas X MIPA MAN Salatiga tahun pelajaran 2018/2019 pada materi

    vektor?

    4. Apakah terdapat perbedaan self-efficacy antara pembelajaran matematika

    dengan menggunakan model think pair share dengan pendekatan problem

    based learning dan model konvensional di kelas X MIPA MAN Salatiga

    tahun pelajaran 2018/2019 pada materi vektor?

    5. Apakah terdapat perbedaan rata-rata peningkatan kemampuan berfikir

    kritis antara pembelajaran matematika dengan menggunakan model think

    pair share dengan pendekatan problem based learning dan model

    konvensional di kelas X MIPA MAN Salatiga tahun pelajaran 2018/2019

    pada materi vektor?

  • 10

    6. Apakah terdapat perbedaan rata-rata peningkatan self-efficacy antara

    pembelajaran matematika dengan menggunakan model think pair share

    dengan pendekatan problem based learning dan model konvensional di

    kelas X MIPA MAN Salatiga tahun pelajaran 2018/2019 pada materi

    vektor?

    C. Tujuan Penelitian

    Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan, maka tujuan

    penelitian ini adalah:

    1. Mengetahui apakah rata-rata kemampuan berfikir kritis siswa kelas yang

    mendapat pembelajaran model think pair share dengan pendekatan

    problem based learning dan rata-rata kemampuan berfikir kritis siswa

    kelas konvensional telah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

    yang ditetapkan.

    2. Mengetahui apakah rata-rata self-efficacy siswa kelas yang mendapat

    pembelajaran model think pair share dengan pendekatan problem based

    learning dan rata-rata self-efficacy siswa kelas konvensional telah

    mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan.

    3. Mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan berfikir kritis siswa

    antara pembelajaran matematika dengan menggunakan model think pair

    share dengan pendekatan problem based learning dan model

    konvensional di kelas X MIPA MAN Salatiga tahun pelajaran 2018/2019

    pada materi vektor.

  • 11

    4. Mengetahui apakah terdapat perbedaan self-efficacy siswa antara

    pembelajaran matematika dengan menggunakan model think pair share

    dengan pendekatan problem based learning dan model konvensional di

    kelas X MIPA MAN Salatiga tahun pelajaran 2018/2019 pada materi

    vektor.

    5. Mengetahui apakah terdapat perbedaan rata-rata peningkatan

    kemampuan berfikir kritis antara pembelajaran matematika dengan

    menggunakan model think pair share dengan pendekatan problem based

    learning dan model konvensional di kelas X MIPA MAN Salatiga tahun

    pelajaran 2018/2019 pada materi vektor.

    6. Mengetahui apakah terdapat perbedaan rata-rata peningkatan self-efficacy

    antara pembelajaran matematika dengan menggunakan model think pair

    share dengan pendekatan problem based learning dan model

    konvensional di kelas X MIPA MAN Salatiga tahun pelajaran 2018/2019

    pada materi vektor.

    D. Manfaat Penelitian

    Melalui hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan

    sumbangsih yang berupa manfaat bagi dunia pendidikan, baik yang berupa

    informasi maupun kontribusi di dalam pembelajaran matematika yang

    ditinjau dari berbagai aspek, diantaranya:

  • 12

    1. Manfaat Teoritis

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

    terhadap khazanah keilmuan dan pengembangan pendidikan matematika,

    khususnya mengenai efektifitas model pembelajaran think pair share

    dengan pendekatan problem based learning ditinjau dari kemampuan

    berfikir kritis dan self-efficacy siswa. Selain itu, penelitian ini juga

    diharapkan dapat memperkaya hasil-hasil penelitian yang sudah

    dilakukan sebelumnya dan dapat menjadi rujukan untuk penelitian-

    penelitian selanjutnya.

    2. Manfaat Praktis

    a. Bagi Peneliti

    Diharapkan dapat menjadi sarana pengembangan diri dan

    menambah pengetahuan terkait dengan penelitian yang

    menggunakan model pembelajaran think pair share dengan

    pendekatan problem based learning.

    b. Bagi Sekolah

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan

    dan evaluasi bagi sekolah mengenai penerapan pembelajaran

    kooperatif yang dapat dijadikan alternatif baru untuk meningkatkan

    mutu pembelajaran matematika yang bersifat abstrak.

    c. Bagi Guru

    Sebagai solusi alternatif menyajikan materi matematika untuk

    meningkatkan kemampuan berfikir kritis dan self-efficacy.

  • 13

    d. Bagi Siswa

    Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran

    think pair share dengan pendekatan problem based learning

    memberikan pengalaman belajar yang berbeda kepada siswa untuk

    dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis dan self-efficacy

    siswa.

    E. Definisi Operasional

    Definisi operasional dimaksudkan untuk menghindari kekurangjelasan

    atau pemahaman yang berbeda antara pembaca dan peneliti mengenai istilah-

    istilah yang terdapat dalam judul penelitian. Adapun definisi operasional

    dalam judul penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1. Efektifitas

    Efektifitas pembelajaran model think pair share dengan

    pendekatan problem based learning yang dimaksud dalam penelitian ini

    adalah jika memenuhi kriteria berikut:

    a. Rata-rata kemampuan berfikir kritis siswa yang mendapat

    pembelajaran dengan menggunakan model think pair share dengan

    pendekatan problem based learning mencapai Kriteria Ketuntasan

    Minimal (KKM).

    b. Rata-rata self-efficacy siswa yang mendapat pembelajaran dengan

    menggunakan model think pair share dengan pendekatan problem

    based learning mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

  • 14

    c. Rata-rata kemampuan berfikir kritis siswa yang mendapat

    pembelajaran dengan menggunakan model think pair share dengan

    pendekatan problem based learning lebih dari rata-rata kemampuan

    berfikir kritis siswa kelas yang mendapat pembelajaran model

    konvensional.

    d. Rata-rata self-efficacy siswa yang mendapat pembelajaran dengan

    menggunakan model think pair share dengan pendekatan problem

    based learning lebih dari rata-rata self-efficacy siswa kelas yang

    mendapat pembelajaran model konvensional.

    e. Rata-rata peningkatan hasil tes kemampuan berfikir kritis siswa yang

    mendapat pembelajaran dengan menggunakan model think pair

    share dengan pendekatan problem based learning lebih dari rata-rata

    peningkatan hasil tes kemampuan berfikir kritis siswa kelas yang

    mendapat pembelajaran model konvensional.

    f. Rata-rata peningkatan hasil self-efficacy siswa yang mendapat

    pembelajaran dengan menggunakan model think pair share dengan

    pendekatan problem based learning lebih dari rata-rata peningkatan

    hasil self-efficacy siswa kelas yang mendapat pembelajaran model

    konvensional.

    2. Think pair share

    Think pair share adalah suatu model pembelajaran kooperatif yang

    memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa

    banyak waktu untuk berfikir, menjawab, dan saling membantu satu sama

  • 15

    lain (Fathurrohman, 2015: 86). Think yang dimaksud dalam penelitian ini

    adalah siswa diberi waktu untuk berfikir secara individu. Pair, siswa

    diberi kesempatan untuk berfikir secara berkelompok, dan Share, siswa

    diberi kesempatan untuk saling membagikan hasil dari kegiatan berfikir

    secara individu maupun kelompok kepada semua siswa, sehingga dalam

    pembelajaran dengan model think pair share ini semua siswa terlibat

    aktif selama proses pembelajaran berlangsung.

    3. Problem based learning

    Problem based learning merupakan suatu pendekatan

    pembelajaran yang dimulai dengan menyelesaikan suatu masalah, akan

    tetapi untuk menyelesaikan masalah itu siswa memerlukan pengetahuan

    baru untuk dapat menyelesaikannya serta belum diketahui jawabannya

    (Hamruni, dalam Suyadi, 2013:129).

    4. Kemampuan berfikir kritis

    Kemampuan berfikir kritis yang dimaksud dalam penelitian ini

    adalah kemampuan siswa dalam: (1) mengidentifikasi fakta dengan jelas

    dan logis, (2) merumuskan masalah utama, (3) mengaplikasikan metode

    yang telah dipelajari dengan akurat, (4) menunjukkan data dengan tepat,

    (5) menentukan jawaban dengan benar, dan (6) menyimpulkan, yang

    ditunjukkan dengan skor hasil tes berfikir kritis.

    5. Self-efficacy

    Pada penelitian ini self-efficacy yang dimaksud adalah kepercayaan

    siswa terhadap kemampuan yang dimilikinya untuk menghasilkan tingkat

  • 16

    kemampuan yang dituju dalam belajar matematika yang mempengaruhi

    setiap kejadian yang terjadi dalam hidupnya, yang ditunjukkan dengan

    skor angket self-efficacy.

    F. Sistematika Penulisan

    Penelitian dengan judul “Keefektifan Model Pembelajaran Think

    Pair Share dengan Pendekatan Problem Based Learning Ditinjau dari

    Kemampuan Berfikir Kritis dan Self-Efficacy Siswa Kelas X MIPA MAN

    Salatiga Tahun Pelajaran 2018/2019 pada Materi Vektor” terdiri dari lima

    bab yang masing-masing saling berkaitan yaitu sebagai berikut:

    BAB I PENDAHULUAN. Bab ini terdiri dari latar belakang masalah,

    rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional,

    dan sistematika penulisan.

    BAB II LANDASAN TEORI. Bab ini terdiri dari landasan teori,

    kajian pustaka, dan hipotesis penelitian.

    BAB III METODE PENELITIAN. Bab ini terdiri dari jenis

    penelitian, lokasi dan waktu penelitian, populasi dan sampel, variabel

    penelitian, instrumen penelitian, uji coba instrumen penelitian, metode

    pengumpulan data, dan teknik analisis data.

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Bab ini terdiri dari deskripsi

    data, analisis data, dan pembahasan.

    BAB V PENUTUP. Bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran.

  • 17

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. Landasan Teori

    1. Belajar

    a. Pengertian

    Menurut Gagne (2005:1) belajar adalah “A natural process

    that leads to changes in what we know, what we can do, and how we

    behave”, yang artinya belajar adalah proses yang dapat membawa

    perubahan pengetahuan, tindakan, dan perilaku seseorang. Sementara

    Saefuddin dan Ika (2014:8) mendefinisikan belajar sebagai proses

    kegiatan yang berkelanjutan dalam rangka untuk menciptakan

    perubahan yang berupa tingkah laku siswa secara konstruktif yang

    mencakup aspek afektif, kognitif, dan psikomotorik.

    Lebih lanjut, Suardi (2018:10-11) mengemukakan bahwa

    belajar setidaknya memiliki dua unsur utama, yaitu mengalami dan

    perubahan. Mengalami diartikan sebagai serangkaian aktivitas yang

    dilakukan oleh seseorang melalui interaksi dengan lingkungan sekitar,

    sementara perubahan diartikan sebagai adanya sesuatu yang baru dari

    orang yang melakukan aktivitas belajar. Dengan demikian belajar

    adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh suatu

    perubahan.

    Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

    belajar adalah aktivitas yang dilakukan untuk memperoleh suatu

  • 18

    perubahan yang berupa perubahan afektif, kognitif, maupun

    psikomotorik.

    b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

    Purwanto (dalam Thobroni, 2015:28) mengatakan bahwa

    berhasil atau tidaknya perubahan yang ingin dicapai dalam aktivitas

    belajar dipengaruhi oleh dua macam faktor yang digolongkan sebagai

    berikut:

    1) Faktor individual

    Faktor individual merupakan faktor yang berasal dari diri sendiri.

    Faktor individual meliputi: pertumbuhan, kecerdasan, latihan,

    motivasi, dan pribadi.

    2) Faktor sosial

    Faktor sosial merupakan faktor yang berasal dari luar individu.

    Faktor sosial meliputi: keluarga, suasana dan keadaan keluarga,

    guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang digunakan, lingkungan,

    dan motivasi sosial.

    c. Hasil Belajar

    Menurut Suprijono (2009:5-6) hasil belajar adalah pola-pola

    perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi,

    dan keterampilan. Sementara Ngalimun (2017:45) menyatakan bahwa

    hasil belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai macam bentuk, seperti

    kecakapan, kebiasaan, sikap, penerimaan atau penghargaan. Hasil

    belajar tersebut dapat meliputi keadaan dirinya (afektif), pengetahuan

  • 19

    (kognitif), atau perbuatannya (psikomotorik). Gagne (dalam Subur,

    2015:11-12) menyebutkan hasil belajar sebagai berikut:

    1) Informasil verbal, yaitu hasil belajar yang berupa kemampuan

    merespon secara spesifik terhadap rangsangan spesifik.

    2) Keterampilan motorik, yaitu kemampuan melakukan serangkaian

    gerak jasmani.

    3) Sikap atau attitude, yaitu kemampuan menerima atau menolak

    objek berdasarkan penilaian terhadap suatu objek tertentu. Sikap

    bisa berupa keyakinan dan pilihan yang mempengaruhi cara

    seseorang bertindak dalam menghadapi situasi atau kondisi

    tertentu. Kaitannya dengan pembelajaran matematika, siswa

    dituntut untuk memiliki sikap percaya diri yang baik untuk

    menghadapi tuntutan masa depan. Oleh karena itu, self-efficacy

    sangat diperlukan untuk membangun keyakinan siswa terhadap

    dirinya sendiri.

    4) Keterampilan intelektual, yaitu kemampuan dalam melakukan

    analisis dan modifikasi simbol-simbol kognitif. Kemampuan

    intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi, kemampuan

    analisis-sintesis fakta-konsep, dan mengembangkan prinsip-

    prinsip keilmuan (Thobroni, 2015:20-21). Terlebih dalam

    pembelajaran matematika, kemampuan analisis sangat penting

    karena untuk memahami simbol-simbol matematika yang

  • 20

    dipandang rumit oleh mayoritas siswa, sehingga kemampuan

    berfikir kritis sangat diperlukan dalam pembelajaran matematika.

    5) Strategi kognitif, kemampuan metakognitif yang ditunjukkan

    dalam bentuk kemampuan berfikir tentang proses berfikir (think

    how to think) dan belajar bagaimana belajar (learn how to learn).

    2. Pembelajaran

    Menurut Subur (2015:7) pembelajaran adalah aktivitas yang

    dilakukan secara sistematis untuk mencapai tujuan tertentu. Sementara

    Thobroni (2015:19) mendefinisikan pembelajaran adalah suatu proses

    belajar yang dilakukan berulang-ulang yang menyebabkan adanya

    perubahan perilaku yang disadari dan bersifat tetap. Lebih lanjut

    Saefuddin dan Ika (2014:8) menjelaskan bahwa secara harfiah

    pembelajaran diartikan sebagai proses belajar. Mereka juga memaknai

    pembelajaran sebagai proses penambahan pengetahuan dan wawasan

    melalui serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh siswa secara sadar dan

    berimbas pada perubahan yang terjadi pada dirinya.

    Lebih jauh lagi Sanjaya (2008:79) menyatakan bahwa

    pembelajaran harus berorientasi pada pencapaian tujuan, artinya tujuan

    pembelajaran bukan hanya mencakup penguasaan materi ajar, akan tetapi

    proses untuk mengubah tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang

    hendak dicapai. Oleh karena itu, penguasaan materi ajar bukanlah akhir

    dari proses pembelajaran, melainkan bagaimana penguasaan materi ajar

    merubah pola perilaku siswa dalam bertindak. Untuk mencapai tujuan

  • 21

    tersebut, tentu model pembelajaran yang digunakan guru tidak hanya

    model pembelajaran konvensional, tetapi menggunakan berbagai macam

    model pembelajaran yang mampu membuat siswa aktif, inovatif, dan

    kreatif dalam proses pembelajaran. Lebih dari itu, model pembelajaran

    yang diterapkan juga harus efektif dan menyenangkan bagi guru maupun

    siswa.

    3. Keefektifan Pembelajaran

    Menurut Mulyasa (2011: 82) efektifitas adalah kesesuaian antara

    orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju, artinya

    efektifitas itu merupakan pengaruh yang ditimbulkan dengan tujuan yang

    ditentukan. Sehingga pembelajaran dikatakan efektif jika apa yang

    dilakukan oleh siswa mampu menunjukkan hasil yang sesuai dengan

    tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Sementara Soemosasmito

    (dalam Trianto, 2009:20) menyatakan bahwa suatu pembelajaran

    dikatakan efektif jika:

    a. Presentasi waktu belajar yang tinggi dicurahkan terhadap KBM.

    b. Rata-rata perilaku melaksanakan tugas yang tinggi diantara siswa.

    c. Ketepatan antara kandungan materi ajaran dengan kemampuan siswa

    (orientasi keberhasilan belajar) diutamakan, dan

    d. Mengembangkan suasana belajar yang akrab dan positif.

    Dalam penelitian ini, penggunaan model pembelajaraan think pair

    share dengan pendekatan problem based learning dikatakan efektif

    apabila:

  • 22

    a. Rata-rata kemampuan berfikir kritis siswa yang mendapat

    pembelajaran dengan menggunakan model think pair share dengan

    pendekatan problem based learning telah mencapai Kriteria

    Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditentukan.

    b. Rata-rata self-efficacy siswa yang mendapat pembelajaran dengan

    menggunakan model think pair share dengan pendekatan problem

    based learning telah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

    yang ditentukan.

    c. Rata-rata kemampuan berfikir kritis siswa yang mendapat

    pembelajaran dengan menggunakan model think pair share dengan

    pendekatan problem based learning lebih dari rata-rata kemampuan

    berfikir kritis siswa kelas yang mendapat pembelajaran model

    konvensional.

    d. Rata-rata self-efficacy siswa yang mendapat pembelajaran dengan

    menggunakan model think pair share dengan pendekatan problem

    based learning lebih dari rata-rata self-efficacy siswa kelas yang

    mendapat pembelajaran model konvensional.

    e. Rata-rata peningkatan hasil tes kemampuan berfikir kritis siswa yang

    mendapat pembelajaran dengan menggunakan model think pair share

    dengan pendekatan problem based learning lebih dari rata-rata

    peningkatan hasil tes kemampuan berfikir kritis siswa kelas yang

    mendapat model konvensional.

  • 23

    f. Rata-rata peningkatan hasil self-efficacy siswa yang mendapat

    pembelajaran dengan menggunakan model think pair share dengan

    pendekatan problem based learning lebih dari rata-rata peningkatan

    hasil self-efficacy siswa kelas yang mendapat model konvensional.

    4. Think Pair Share

    a. Pengertian Think Pair Share

    Think Pair Share (TPS) atau berfikir berpasangan berbagi,

    menurut Arends (dalam Trianto, 2009:132) pertama kali

    dikembangkan oleh Frang Lyman dan koleganya di Universitas

    Maryland. Think pair share merupakan variasi suasana pola diskusi

    kelas.

    Shoimin (2014:208) menyatakan bahwa think pair share

    adalah suatu model pembelajaran kooperatif yang memberi siswa

    waktu untuk berfikir dan merespon serta saling bantu satu sama lain.

    Model ini memperkenalkan ide “waktu berfikir atau waktu tunggu”

    yang menjadi faktor kuat dalam meningkatkan kemampuan siswa

    dalam merespons pertanyaan. Senada dengan itu, Suprihatiningrum

    (2013:208-209) mengemukakan bahwa strategi think pair share

    memiliki prosedur yang secara eksplisit memberikan siswa lebih

    banyak waktu untuk berfikir, menjawab, dan saling membantu satu

    sama lain. Selanjutnya Trianto (2009:81) juga mengemukakan bahwa

    think pair share adalah jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang

    untuk memengaruhi pola interaksi siswa. Kemudian Trianto juga

  • 24

    memberikan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan

    pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan

    prosedur yang digunakan dalam think pair share dapat memberi siswa

    lebih banyak waktu berfikir, untuk merespon dan saling membantu.

    Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa think

    pair share adalah model pembelajaran yang memberikan kesempatan

    bagi siswa untuk saling berfikir, saling bekerja sama, saling

    membutuhkan, dan saling bergantung pada kelompok kecil secara

    kooperatif, serta pada ujungnya adalah saling berbagi ilmu

    pengetahuan yang dimiliki.

    b. Langkah-langkah Think Pair Share

    Pada pembelajaran think pair share setidaknya terdapat tiga

    komponen penting yang menjadi ciri utama dalam pembelajaran think

    pair share. Menurut Trianto (2009:133), Suprihatiningrum (2013:208-

    209), dan Shoimin (2014:211) menyebutkan langkah-langkah dalam

    pembelajaran think pair share meliputi beberapa tahap sebagaimana

    dijelaskan pada Tabel 2.1.

    Tabel 2.1 Langkah-langkah Think Pair Share

    Tahap

    Pembelajaran Perilaku Guru

    Tahap 1:

    Think

    (berfikir)

    Guru mengajukan pertanyaan atau menyajikan

    sebuah permasalahan yang berkaitan dengan

    pelajaran dan meminta siswa menggunakan waktu

    beberapa menit untuk memikirkan jawaban.

    Tahap 2:

    Pair

    (berpasangan)

    Guru meminta siswa secara berpasangan untuk

    mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya.

    Dengan interaksi ini, siswa diharapkan dapat berbagi

    jawaban atau ide mengenai sebuah permasalahan.

    Tahap 3: Guru meminta siswa secara bergiliran untuk berbagi

  • 25

    Share

    (berbagi)

    kepada seluruh kelas tentang apa yang telah mereka

    bicarakan. Hal ini efektif dilakukan dengan cara

    bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan

    sampai sekitar seperempat pasangan telah

    mendapatkan kesempatan untuk melaporkan.

    c. Kelebihan dan Kekurangan Think Pair Share

    Shoimin (2014:211-212) menyebutkan terdapat beberapa

    kelebihan dan kekurangan dalam model pembelajaran think pair

    share. Adapun kelebihan dari model pembelajaran think pair share

    adalah sebagai berikut:

    1) TPS mudah diterapkan di berbagai jenjang pendidikan dan dalam

    setiap kesempatan.

    2) Menyediakan waktu berfikir untuk meningkatkan kualitas respon

    siswa.

    3) Siswa menjadi lebih aktif dalam berfikir mengenai konsep dalam

    mata pelajaran.

    4) Siswa lebih memahami tentang konsep topik pelajaran selama

    diskusi.

    5) Siswa dapat belajar dari siswa lain.

    6) Setiap siswa dalam kelompoknya mempunyai kesempatan untuk

    berbagi atau menyampaikan idenya.

    Adapun kekurangan dari model pembelajaran think pair share

    sebagai berikut:

    1) Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor.

    2) Lebih sedikit ide yang muncul.

  • 26

    3) Jika ada perselisihan, tidak ada penengah.

    5. Problem Based Learning

    a. Pengertian Problem Based Learning

    Kehidupan identik dengan adanya masalah. Oleh karena itu,

    setiap individu dipaksa untuk menghadapi dan mengatasi masalah

    tersebut. Pun demikian halnya dengan dunia pendidikan, berbagai

    masalah yang berkaitan dengan mata pelajaran di sekolah sering kali

    terjadi di kehidupan nyata.

    Problem Based Learning (PBL) pertama kali dipopulerkan

    oleh Barrows dan Tamblyn pada akhir abad ke-20 (Wina Sanjaya

    dalam Suyadi, 2013:129). Awal mulanya, problem based learning

    dikembangkan dalam dunia pendidikan kedokteran. Akan tetapi, saat

    ini problem based learning telah dipakai secara luas pada semua

    jenjang pendidikan (Suyadi, 2013:129).

    Duch (dalam Shoimin, 2014:130) mendefinisikan bahwa

    problem based learning adalah model pengajaran yang bercirikan

    adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk para siswa belajar

    berfikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah serta

    memperoleh pengetahuan. Sedangkan Arends (dalam Trianto,

    2009:92) menyebutkan PBL merupakan suatu pendekatan

    pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik

    dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri,

  • 27

    mengembangkan inkuiri dan keterampilan berfikir tingkat lebih tinggi,

    mengembangkan kemandirian, dan percaya diri.

    Senada dengan pernyataan di atas, Ratunaman (dalam Trianto,

    2009:92) juga mendefinisikan bahwa problem based learning

    merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berfikir

    tingkat tinggi. Sementara itu, Hamruni (dalam Suyadi, 2013:129)

    menyebutkan problem based learning adalah suatu pendekatan

    pembelajaran yang dimulai dengan menyelesaikan suatu masalah,

    tetapi untuk menyelesaikan masalah itu siswa memerlukan

    pengetahuan baru untuk menyelesaikannya.

    Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa

    pendekatan problem based learning secara umum adalah suatu

    pembelajaran yang melatih siswa untuk berfikir lebih kritis yang

    ditujukan agar siswa dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi

    di kehidupan nyata.

    b. Karakteristik Problem Based Learning

    Menurut Wina Sanjaya (dalam Suyadi, 2013:131), problem

    based learning mempunyai tiga ciri utama yang sekaligus

    membedakan strategi problem based learning dengan strategi

    pembelajaran yang lain. Ketiga ciri tersebut sebagai berikut:

    1) Strategi problem based learning merupakan rangkaian aktivitas.

    Artinya strategi problem based learning ini memiliki beberapa

    rangkaian kata yang harus dilaksanakan oleh siswa. Siswa tidak

  • 28

    hanya diam mendengarkan guru, melainkan siswa juga harus

    berfikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah informasi, serta

    menyimpulkannya.

    2) Aktivitas pembelajaran diorientasikan pada penyelesaian masalah.

    Artinya problem based learning ini menempatkan masalah

    sebagai kata kunci dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain,

    tanpa adanya masalah maka pembelajaran tidak akan

    berlangsung.

    3) Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan

    berfikir secara ilmiah. Berfikir secara ilmiah yaitu proses berfikir

    deduktif dan induktif. Proses berfikir ini dilakukan dengan

    sistematis dan empiris.

    Sementara itu, Arends (dalam Trianto, 2009:93-94)

    menyebutkan bahwa karakteristik problem based learning ada lima

    macam, yaitu:

    1) Pengajuan pertanyaan atau masalah,

    2) Berfokus pada kegiatan antar disiplin,

    3) Penyelidikan autentik,

    4) Menghasilkan produk dan memamerkannya,

    5) Kolaborasi.

    Lebih lanjut, berdasarkan teori yang dikembangkan oleh

    Barrow, Min Liu (dalam Shoimin, 2014:130) menjelaskan

    karakteristik problem based learning adalah sebagai berikut:

  • 29

    1) Learning is student-centered, artinya problem based learning

    lebih menitikberatkan pada pembelajaran yang berpusat pada

    siswa.

    2) Authentic problem form the organizing focus for learning, artinya

    masalah yang dihadapkan pada siswa adalah masalah yang

    autentik atau masalah dalam kehidupan sehari-hari sehingga

    setelah selesai pembelajaran siswa diharapkan mampu untuk

    menerapkannya dalam kehidupan nyata.

    3) New information is acquired through self-directed learning,

    pemecahan masalah belum ditemukan sehingga mewajibkan

    siswa untuk mencari sendiri melalui sumber yang ada.

    4) Learning occurs in small groups, untuk mencapai tujuan

    maksimal, problem based learning menerapkan prinsip kolaborasi

    dalam kelompok kecil sehingga peran dari masing-masing

    anggota kelompok dapat terlihat jelas dan tidak ada siswa yang

    pasif.

    5) Teacher act as facilitators. Guru hanya berperan sebagai

    fasilitator, meskipun begitu guru harus selalu memantau

    perkembangan aktivitas siswa dan mendorong siswa agar

    mencapai target yang ingin dicapai.

    Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

    dalam problem based learning proses siswa lebih diutamakan

  • 30

    daripada hasil karena apabila prosesnya baik, maka diharapkan hasil

    yang dicapai oleh siswa juga dapat maksimal.

    c. Langkah-langkah Problem Based Learning

    Pada pendekatan problem based learning setidaknya terdapat

    lima langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan

    masalah kepada siswa dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil

    kerja siswa. Kelima langkah tersebut dijelaskan lebih lanjut dalam

    Tabel 2.2.

    Tabel 2.2 Tahapan Pembelajaran dengan Strategi Problem Based

    Learning

    Tahap Pembelajaran Perilaku Guru

    Tahap 1:

    Mengorganisasikan siswa

    kepada masalah

    Guru menginformasikan tujuan-tujuan

    pembelajaran, mendeskripsikan

    kebutuhan-kebutuhan logistik penting,

    dan memotivasi siswa agar terlibat

    dalam kegiatan pemecahan masalah

    yang mereka pilih sendiri

    Tahap 2:

    Mengorganisasikan siswa

    untuk belajar

    Guru membantu siswa menentukan dan

    mengatur tugas-tugas belajar yang

    berhubungan dengan masalah itu

    Tahap 3:

    Membantu penyelidikan

    mandiri dan kelompok

    Guru mendorong siswa mengumpulkan

    informasi yang sesuai, melaksanakan

    eksperimen, mencari penjelasan, dan

    solusi

    Tahap 4:

    Mengembangkan dan

    mempresentasikan hasil

    karya serta pameran

    Guru membantu siswa dalam

    merencanakan dan menyiapkan hasil

    karya yang sesuai seperti laporan,

    rekaman video, dan model, serta

    membantu mereka berbagi karya

    mereka

    Tahap 5:

    Menganalisis dan

    mengevaluasi proses

    pemecahan masalah

    Guru membantu siswa melakukan

    refleksi atas penyelidikan dan proses-

    proses yang mereka gunakan

    Diadaptasi dari Mohamad Nur (dalam Rusmono, 2014:81)

  • 31

    d. Kelebihan dan Kekurangan Problem Based Learning

    Shoimin (2014:132) menyebutkan beberapa kelebihan dan

    kekurangan dalam pembelajaran problem based learning. Adapun

    kelebihan dari pendekatan problem based learning sebagai berikut:

    1) Siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan

    masalah dalam situasi nyata.

    2) Siswa memiliki kemampuan membangun pengetahuannya sendiri

    melalui aktivitas belajar.

    3) Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak

    ada hubungannya tidak perlu dipelajari oleh siswa.

    4) Terjadi aktivitas ilmiah pada siswa melalui kerja kelompok.

    5) Siswa terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahuan, baik

    dari perpustakaan, internet, wawancara, maupun observasi.

    6) Siswa memiliki kemampuan menilai kemajuan belajarnya sendiri.

    7) Siswa memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi ilmiah

    dalam kegiatan diskusi atau presentasi pekerjaan mereka.

    8) Kesulitan belajar siswa secara individual dapat diatasi melalui

    kerja kelompok dalam bentuk peer teaching.

    Adapun kekurangan pendekatan problem based learning adalah

    sebagai berikut:

    1) Problem based learning tidak dapat diterapkan untuk setiap

    materi pelajaran, ada bagian guru berperan aktif dalam

    menyajikan materi. Problem based learning lebih cocok untuk

  • 32

    pembelajaran yang menuntut kemampuan tertentu yang kaitannya

    dengan pemecahan masalah.

    2) Dalam suatu kelas yang memiliki tingkat keragaman siswa yang

    tinggi akan terjadi kesulitan dalam pembagian tugas.

    6. Langkah-langkah Model TPS dengan Pendekatan PBL

    Penggunaan model pembelajaran TPS dengan pendekatan PBL

    dimaksudkan untuk bisa meningkatkan kemampuan berfikir kritis dan

    self-efficacy siswa. Adapun langkah-langkah dalam model pembelajaran

    TPS dengan pendekatan PBL ditunjukkan pada tabel 2.3.

    Tabel 2.3 Langkah-langkah Model Pembelajaran TPS dengan

    Pendekatan PBL

    Fase Pembelajaran Kegiatan

    Fase 1:

    orientasi siswa

    terhadap masalah

    - Guru menyampaikan beberapa masalah aktual

    - Guru mengajukan pertanyaan mengenai masalah aktual

    - Siswa diminta untuk memikirkan sendiri mengenai jawaban dari pertanyaan atau

    permasalahan tersebut. (think/berfikir)

    Fase 2:

    Mengorganisasikan

    siswa untuk belajar

    - Guru membentuk kelompok, di mana setiap kelompok terdiri dari 4 orang

    - Guru meminta siswa berpasangan dengan anggota kelompok lain yang mempunyai

    nomor yang sama. Misalkan kelompok 1

    berpasangan dengan anggota kelompok 3

    yang mempunyai nomor yang sama.

    (pair/berpasangan)

    - Siswa mendiskusikan pertanyaan atau permasalahan tadi. Interaksi selama periode

    ini berupa saling berbagi jawaban terhadap

    pertanyaan atau permasalahan yang diberikan

    guru

    Fase 3:

    Mengembangkan

    dan menyajikan hasil

    - Guru membimbing siswa untuk membuat laporan

    - Siswa mempresentasikan hasil kerjanya di

  • 33

    Fase Pembelajaran Kegiatan

    karya depan kelas dan membimbing jalannya

    diskusi. (share/berbagi)

    Fase 4:

    Menganalisis dan

    mengevaluasi proses

    pemecahan masalah

    - Melakukan refleksi dan memberikan review - Melakukan klarifikasi atas beberapa

    kekeliruan atau kekurangan prosedur dan

    miskonsepsi selama melakukan berbagai

    kegiatan belajar.

    Diadaptasi dari Rizkiwati & Jailani (2015:254-255).

    7. Kemampuan Berfikir Kritis

    a. Pengertian Berfikir Kritis

    Berfikir kritis merupakan realisasi dari kemampuan berfikir

    tingkat tinggi. Kemampuan berfikir kritis sangat penting bagi setiap

    individu mengingat setiap individu memiliki berbagai permasalahan

    dan pilihan, sehingga berfikir kritis sangat diperlukan untuk

    memecahkan berbagai macam permasalahan tersebut.

    Berfikir kritis sendiri telah banyak didefinisikan oleh para ahli,

    diantaranya adalah Paul Ernest (dalam Rasiman, 2015:310) yang

    mendefinisikan, “Critical thinking as an ability to make conclusion

    based on observation and information”. Paul menjelaskan bahwa

    berfikir kritis sebagai suatu kemampuan untuk membuat kesimpulan

    berdasarkan observasi dan informasi. Sedangkan Splitter (dalam

    Maulana, 2017:5-6) mengemukakan bahwa orang yang berfikir kritis

    adalah individu yang berfikir, bertindak secara normatif, dan siap

    bernalar tentang kualitas dari apa yang mereka lihat, dengar, atau yang

    mereka pikirkan.

  • 34

    Lebih lanjut, Beyer (dalam Zubaidah, 2010:2) juga

    menawarkan definisi yang sederhana, “Berfikir kritis berarti membuat

    penilaian-penilaian yang masuk akal”. Dari definisi tersebut, Beyer

    memandang bahwa berfikir kritis adalah berfikir dengan berdasarkan

    fakta dan data yang ada, sehingga kesimpulan yang dihasilkan tidak

    manipulatif.

    Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan

    bahwa kemampuan berfikir kritis adalah kemampuan berfikir secara

    rasional, berdasarkan fakta, dan reflektif yang bertujuan untuk

    membuat sebuah kesimpulan yang dapat dipercaya.

    b. Karakteristik/Indikator Berfikir Kritis

    Inch (dalam Rasiman, 2015:310) menyatakan bahwa berfikir

    kritis setidaknya memiliki delapan komponen utama terkait: (1)

    pertanyaan terhadap masalah, (2) tujuan, (3) informasi, (4) konsep, (5)

    asumsi, (6) pendapat, (7) interpretasi dan inferensi, dan (8)

    implementasi dan konsekuensi.

    Lebih lanjut, Ennis (dalam Maulana, 2017:7) menyebutkan

    terdapat 12 indikator keterampilan berfikir kritis yang kemudian

    dikelompokkan menjadi lima kemampuan berfikir kritis, diantaranya

    adalah:

    1) Memberikan penjelasan sederhana, yang meliputi: memfokuskan

    pertanyaan, menganalisis argumen, bertanya, dan menjawab

    pertanyaan tentang sesuatu penjelasan atau tantangan.

  • 35

    2) Membangun keterampilan dasar, yang meliputi:

    mempertimbangkan kredibilitas suatu sumber, mengobservasi dan

    mempertimbangkan hasil observasi.

    3) Menyimpulkan, yang meliputi: membuat deduksi dan

    mempertimbangkan deduksi, membuat induksi dan

    mempertimbangkan induksi, membuat keputusan dan

    mempertimbangkan hasilnya.

    4) Memberikan penjelasan lebih lanjut, yang meliputi:

    mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi,

    mengidentifikasi asumsi.

    5) Mengatur strategi dan taktik, yang meliputi: memutuskan suatu

    tindakan, berinteraksi dengan orang lain.

    Berdasarkan uraian di atas, kemampuan berfikir kritis yang

    dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam: (1)

    mengidentifikasi fakta dengan jelas dan logis, (2) merumuskan masalah

    utama, (3) mengaplikasikan metode yang telah dipelajari dengan akurat,

    (4) menunjukkan data dengan tepat, (5) menentukan jawaban dengan

    benar, dan (6) menyimpulkan, yang ditunjukkan dengan skor hasil tes

    berfikir kritis.

    8. Self-efficacy

    a. Pengertian Self-Efficacy

    Konsep self-efficacy pertama kali diperkenalkan oleh Albert

    Bandura pada tahun 1982. Konsep self-efficacy dikembangkan dari

  • 36

    teori kognitif yang mengungkap tentang perilaku dan aspek-aspek

    mekanistik organisme perspektif individu. Model kognitif sosial

    mengungkap mengenai hubungan antara faktor pribadi, yaitu:

    kognitif, afektif, dan proses biologis. Selain itu, model kognitif sosial

    ini mengungkapkan mengenai perilaku individu dan kondisi

    lingkungan secara terus-menerus saling berinteraksi dan memberikan

    pengaruh satu sama lain yang sering disebut hubungan segitiga timbal

    balik (Sutanto, 2018:284).

    Bandura (1997:2) mendefinisikan self-efficacy, “perceived

    self-efficacy refers to beliefs in one’s capabilities to organize and

    execute the courses of action required to manage prospective

    situations. Efficacy beliefs influence how people think, feel, motivate

    themselves, and act”. Senada dengan pendapat tersebut, Sutanto

    (2018:284) mengatakan “self-efficacy merupakan suatu keadaan di

    mana individu yakin dan percaya dirinya dapat berhasil melakukan

    sesuatu secara efektif”. Sementara itu, Ghufron & Rini (2010:77)

    mendefinisikan bahwa self-efficacy adalah keyakinan individu

    mengenai kemampuan-kemampuannya dalam mengatasi beraneka

    ragam situasi yang muncul. Self-efficacy tidak berkaitan dengan

    kecakapan yang dimiliki, tetapi berkaitan dengan keyakinan individu

    mengenai hal yang dapat dilakukan dengan kecakapan yang ia miliki

    seberapa pun besarnya.

  • 37

    Dari beberapa pendapat yang telah diuraikan di atas, maka

    dapat disimpulkan bahwa self-efficacy merupakan suatu kepercayaan

    diri yang dimiliki oleh individu untuk dapat menyelesaikan

    permasalahan tertentu.

    b. Dimensi-dimensi Self-Efficacy

    Sutanto (2018:285) menyebutkan setidaknya terdapat tiga

    dimensi yang membedakan self-efficacy individu, yaitu: magnitude

    atau level, generality, dan strength.

    Pertama, dimensi magnitude. Dimensi ini merujuk pada

    tingkat kesulitan tugas atau masalah yang diyakini oleh individu dapat

    diselesaikan sebagai persepsi tentang kompetensi diri. Ghufron & Rini

    (2010:80) menambahkan, “Apabila individu dihadapkan pada tugas-

    tugas yang disusun menurut tingkat kesulitannya, maka efikasi diri

    individu mungkin akan terbatas pada tugas-tugas yang mudah, sedang,

    atau bahkan meliputi tugas-tugas yang paling sulit, sesuai dengan

    batas kemampuan yang dirasakan untuk memenuhi tuntutan perilaku

    yang dibutuhkan pada masing-masing tingkat”. Dengan kata lain,

    individu dengan self-efficacy tinggi cenderung akan memilih tugas

    yang tingkat kesukarannya sesuai dengan kemampuannya dan

    individu dengan self-efficacy rendah lebih memilih untuk menghindari

    tugas yang dirasa melampaui batas kemampuannya.

    Kedua, dimensi generality. Dimensi ini berkaitan dengan

    keluasan tingkat penguasaan atau pencapaian individu terhadap tugas

  • 38

    atau masalah dalam kondisi tertentu. Individu dapat merasa yakin

    terhadap kemampuan dirinya. Hal ini menyebabkan individu dengan

    self-efficacy tinggi akan merasa yakin mampu menguasai berbagai

    materi sekaligus dalam menyelesaikan tugas. Sementara individu

    dengan self-efficacy rendah hanya menguasai sedikit bidang

    pengetahuan dalam menyelesaikan suatu tugas.

    Ketiga, dimensi strength. Dimensi ini merujuk pada tingkat

    kekuatan atau kelemahan keyakinan individu terhadap kompetensi

    yang dipersepsinya. Keyakinan yang lemah mudah digoyahkan oleh

    pengalaman-pengalaman yang tidak mendukung. Sebaliknya,

    keyakinan yang kuat akan mendorong individu untuk tetap bertahan

    dalam usahanya menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapinya.

    Dimensi ini biasanya berkaitan dengan dimensi magnitude, yaitu

    semakin tinggi taraf kesulitan tugas, maka keyakinan untuk

    menyelesaikan tugas akan semakin melemah.

    c. Sumber-sumber Self-Efficacy

    Self-efficacy berkembang melalui berbagai macam

    pengamatan-pengamatan terhadap akibat-akibat suatu tindakan dalam

    kondisi tententu. Self-efficacy individu dibentuk berdasarkan

    pengalaman orang-orang di sekitarnya, baik itu berupa reward

    maupun berupa punishment.

  • 39

    Menurut Bandura (dalam Sutanto, 2018:286) self-efficacy

    dapat ditumbuhkan dan dikembangkan berdasarkaan empat faktor

    utama. Empat faktor utama yang dimaksud adalah sebagai berikut:

    1) Pengalaman penguasaan (mastery experience)

    Faktor utama yang mempengaruhi self-efficacy individu

    adalah melalui pengalaman pribadinya sendiri. Kesuksesan dan

    kegagalan di sini akan menjadi peran utama dalam membentuk

    self-efficacy. Individu yang mengalami banyak keberhasilan

    dalam hidupnya tentu self-efficacy pada dirinya juga akan

    meningkat. Namun sebaliknya, individu yang sering mengalami

    kegagalan, maka self-efficacynya akan semakin berkurang dan

    cenderung rendah.

    Pada pembelajaran, self-efficacy terbentuk melalui

    keberhasilan dan kegagalan siswa dalam menyelesaikan soal-soal

    yang diberikan. Apabila siswa berhasil menyelesaikan soal-soal

    dengan benar, maka self-efficacy siswa cenderung akan

    meningkat.

    2) Pengalaman perumpamaan (vicarious experience)

    Faktor kedua yang dapat mempengaruhi self-efficacy

    individu adalah melalui pengamatan. Pengamatan terhadap orang-

    orang disekitar memberi sumbangsih yang sangat penting dalam

    meningkatkan self-efficacy. Individu yang mengamati

    keberhasilan orang lain akan memperkuat self-efficacy untuk

  • 40

    mencapai setidaknya sama dengan yang diamati. Namun individu

    yang mengamati kegagalan orang lain akan merasa bahwa dirinya

    tidak mampu untuk melakukan sesuatu yang sama dan self-

    efficacy cenderung rendah.

    Dalam konteks pembelajaran matematika, siswa yang

    mengamati pekerjaan soal temannya yang benar akan

    meningkatkan self-efficacy dirinya. Sedangkan siswa yang

    mengamati pekerjaan soal temannya yang salah justru akan

    menurunkan self-efficacy dirinya. Oleh karena itu, siswa yang

    sering mengamati pekerjaan temannya dengan benar, maka self-

    efficacy siswa tersebut cenderung lebih baik.

    3) Persuasi verbal (verbal persuasion)

    Nasihat, saran, dan bimbingan dari orang lain akan sangat

    mempengaruhi self-efficacy individu. Pendapat orang lain yang

    menganggap individu mampu menyelesaikan tugas dengan baik

    dan akan memperkuat self-efficacy individu dalam menghadapi

    masalah. Sebaliknya, pendapat orang lain yang menyatakan

    individu tidak mampu menyelesaikan tugas dengan baik dan

    benar akan melemahkan self-efficacy individu dalam menghadapi

    masalah.

    Pada konteks pembelajaran matematika, individu yang

    mendapatkan dukungan dari orang-orang disekitarnya, baik guru

    maupun siswa lainnya untuk menyelesaikan tugas matematika

  • 41

    akan dapat meningkatkan dan memperkuat tingkat self-efficacy

    siswa.

    4) Kondisi psikologis dan emosional (physicological and emotional

    state)

    Sutanto (2018:288) mengatakan, “Pengembangan self-

    efficacy tidak hanya tergantung pada keadaan fisiologis dan

    emosional individu, tetapi pada bagaimana individu menafsirkan

    kondisi fisiologis dan emosional yang dialami”. Individu yang

    merasa kurang yakin dengan kemampuan dirinya sendiri akan

    merasa cemas dan merasa tidak mampu menyelesaikan masalah.

    Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap self-efficacy siswa.

    d. Proses-Proses Self-Efficacy

    Menurut Bandura (dalam Sutanto, 2018:288) self-efficacy

    mengatur individu melalui empat proses, yaitu proses kognitif, proses

    motivasi, proses afektif, dan proses seleksi.

    Pertama, proses kognitif merupakan suatu proses berfikir.

    Individu dengan self-efficacy diri yang tinggi cenderung mampu

    berfikir secara analitis, lebih sering mengungkapkan ide-ide atau

    gagasan pribadi dan cenderung bertindak tepat sesuai dengan tujuan

    yang diharapkan. Sebaliknya individu dengan self-efficacy rendah

    cenderung tidak mampu berfikir secara analitis, merasa kesulitan

    dalam mengungkapkan ide-ide atau gagasan pribadinya serta

    bertindak tidak berdasarkan tujuan.

  • 42

    Kedua, proses motivasi. Individu untuk berusaha memotivasi

    dirinya sendiri dan mengarahkan tindakannya berdasarkan pada

    pemikiran-pemikiran yang dilakukan sebelumnya. Self-efficacy juga

    dapat mempengaruhi motivasi untuk menentukan tujuan, melakukan

    berbagai macam usaha, dan mengetahui seberapa tahan individu

    tersebut dalam menghadapi berbagai kesulitan-kesulitan yang

    dihadapinya.

    Ketiga, proses afektif. Sutanto (2018:289) menyebutkan,

    “keyakinan individu terhadap kemampuan yang dimilikinya

    berpengaruh terhadap tingkat stres dan depresi yang dialami dalam

    situasi mengancam”. Sehingga dapat dikatakan bahwa individu yang

    memiliki keyakinan rendah cenderung akan selalu beranggapan bahwa

    lingkungan di sekitarnya sangat berbahaya dan dapat mengancam

    dirinya sendiri. Sementara individu yang mempunyai keyakinan tinggi

    cenderung akan selalu waspada dan cenderung mampu menghadapi

    masalah yang dihadapi.

    Keempat, proses seleksi. Sejatinya kepribadian individu

    merupakan hasil produk dari lingkungan tempat tinggalnya. Individu

    yang merasa yakin menangani suatu kondisi akan cenderung tidak

    menghindari kondisi tersebut. Sebaliknya, individu yang merasa tidak

    yakin bisa menangani suatu kondisi, maka akan lebih cenderung untuk

    menghindari kondisi tersebut.

  • 43

    e. Indikator Academic Self-Efficacy

    Sutanto (2018:293) menyebutkan bahwa penilaian mengenai

    academic self-efficacy harus memenuhi indikator academic self-

    efficacy. Adapun indikator pengungkap academic self-efficacy adalah

    sebagai berikut:

    1) Peningkatan minat terhadap penyelesian tugas sulit;

    2) Kemampuan perencanaan tindakan dalam menghadapi persaingan

    akademik;

    3) Kemampuan memandang tingkat kesulitan tugas sebagai

    tantangan bukan sebagai beban;

    4) Kemampuan berwawasan optimis terhadap potensi diri;

    5) Peningkatan keyakinan penguasaan berbagai mata pelajaran pada

    penyelesaian tugas sekolah;

    6) Kemampuan belajar dari pengalaman untuk mencapai

    keberhasilan akademik;

    7) Kemampuan menyelesaikan seluruh tugas sekolah;

    8) Kemampuan menampilkan sikap yang menunjukkan keyakinan

    diri;

    9) Peningkatan kekuatan keyakinan;

    10) Peningkatan semangat juang dalam menghadapi hambatan;

    11) Peningkatan ketekunan mengerjakan tugas sekolah;

    12) Pembentukan komitmen untuk menyelesaikan tugas sekolah

    dengan baik.

  • 44

    9. Materi Pembelajaran

    a. Sudut antara Dua Vektor

    Sarwini, dkk (2018:53) mendefinisikan bahwa besar sudut

    antara dua vektor dapat diturunkan dari rumus hasil kali skalar dua

    vektor.

    1) Besar sudut antara dua vektor pada 2R

    . cosa b a b .

    cosa b

    a b

    1 2 1 2

    2 2 2 2

    1 1 2 2

    cos.

    x x y y

    x y x y

    2) Besar sudut antara dua vektor pada 3R

    . cosa b a b

    .cos

    a b

    a b

    1 2 1 2 1 2

    2 2 2 2 2 2

    1 1 1 2 2 2

    cos.

    x x y y z z

    x y z x y z

    a dan b adalah vektor-vektor bukan nol dan adalah sudut

    di antara kedua vektor maka:

    1. Untuk lancip jika dan hanya jika . 0a b

    2. Untuk tumpul jika dan hanya jika . 0a b

    3. Untuk 90 jika dan hanya jika . 0a b

  • 45

    Teorema Ortogonalitas: vektor a tegak lurus atau ortogonal

    terhadap vektor b jika dan hanya jika . 0a b .

    1) Untuk 0 jika dan hanya jika . .a b a b . Dalam hal ini

    vektor a berimpit dengan vektor b atau vektor a searah dengan

    vektor b .

    2) Untuk 180 jika dan hanya jika . .a b a b . Dalam hal ini,

    vektor a berlawanan arah dengan vektor b .

    b. Proyeksi Vektor a pada Vektor b

    OA adalah wakil dari a dan OB wakil dari b . Titik C

    merupakan proyeksi titik A pada garis OB .

    cos cos ( )OC OA a skalar

    1) Proyeksi skalar ortogonal vektor a pada vektor b ditentukan

    oleh: cosc a .

    Dengan subtitusi .

    cos.

    a b

    a b , maka diperoleh:

    .a bc

    b

  • 46

    2) Proyeksi vektor ortogonal vektor a pada vektor b ditentukan

    oleh: c c e dengan e adalah vektor satuan vektor c . Karena

    vektor c searah dengan vektor b , maka vektor satuan dari vektor

    c sama dengan vektor satuan dari vektor b .

    Dengan mensubtitusikan .a b

    cb

    dan b

    eb

    ke persamaan

    c c e , diperoleh:

    .a bc

    b .

    b

    b2

    ..

    | |

    a bc b

    b

    c. Proyeksi Vektor b pada Vektor a

    cos cosOD OB b

    a. Proyeksi skalar ortogonal vektor b pada vektor a ditentukan

    oleh: .a b

    da

    .

    b. Proyeksi vektor ortogonal vektor b pada vektor a ditentukan

    oleh: 2

    ..

    | |

    a bd a

    a

  • 47

    B. Kajian Pustaka

    Dalam penyusunan skripsi ini, penulis terlebih dahulu mencari

    penelitian-penelitian terdahulu yang arah temanya hampir sama dengan

    penelitian yang sekarang ini. Adapun hasil penelitian terdahulu yang

    berkaitan dengan penelitian sekarang ini, antara lain yaitu:

    Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Hardiyanto dan

    Rusgianto