KEDUDUKAN PANITERA PASCA AMANDEMEN UU … · Llingkungan Peradilan Militer adalah Mahkamah Militer...
Transcript of KEDUDUKAN PANITERA PASCA AMANDEMEN UU … · Llingkungan Peradilan Militer adalah Mahkamah Militer...
KEDUDUKAN PANITERA PASCA AMANDEMEN UU NO 7 TAHUN 1989 TENTANG
PERADILAN AGAMA
(Studi Kasus Pengadilan Agama Jakarta Selatan)
Disusun oleh:
Muzdalifah
106044201470
KOSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAN ISLAM
PROGRAM STUDI AHWALUL SYAKSYIYYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2009/1430H
Out line
Daftar isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
D. Metodoligi Penelitian
E. Review Studi Terdahulu
F. Sistemtika Penulisan
BAB II PENGERTIAN, SYARAT DAN WEWENANG PANITERA
A. Pengertian Panitera dan Sekretaris
B. Tugas-tugas panitera dan Sekretaris
C. Syarat-syarat sekretaris dan panitera menurut UU no 3 tahun 2006
D. Perbedaan tugas sekretaris dan panitera
E. Wewenang panitera dan sekretaris
BAB III PROFIL PENGADILAN
A. Letak Geografis
B. Sejarah singkat berdirinya
C. Struktur Organisasi
D. Tugas-tugas pejabat pengadilan
BAB IV ANALISI UU No 7 Tahun 1989 SETELAH DIAMANDEN
A. Proses Lahirnya UU No 3 Tahun 2006
B. Perubahan Penting Dalam UU No 3 Tahun 2006
C. Analisis Penulis
BAB V KESIMPULAN, PENUTUP DAN SARAN SARAN
DAFTARA PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Undang-undang No 7 tahun 1989
Undang-undang No 3 Tahun 20006 amanadmen UU no 7 Tahun 2006 tentang
Peradilan Agama
Hasil wawancara
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta , 03 April 2010
MUZDALIFAH
NIM:106044201470
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Maha Pencipta dan Maha Penguasa alam
semesta yang telah melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya kepada penulis terutamanya
dalam rangka penyelesaian skripsi ini. Sholawat serta salam kepada junjungan besar
kita Nabi Muhammad SAW serta keluarga, para sahabat baginda yang telah banyak
berkorban dan menyebarkan dakwah Islam selama ini, menyelamatkan umat dari
alam kegelapan ke alam yang terang benderang.
Skripsi ini ditulis dalam rangka melengkapi syarat-syarat guna memperoleh
gelar strata satu (S.1), dalam jurusan Ahwal Syakhshiyyah, Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul : “KEDUDUKAN
PANITERA PASCA AMANDEMEN UNDANG-UNDANG NO 7 TAHUN 1989
(studi kasus Pengadilan Agama Jakarta Selatan ).
Untuk menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapat petunjuk dan
bimbingan dari berbagai pihak, baik secara langsung dan tidak langsung yang terlibat
dalam proses menyiapkan skripsi ini. Untuk itu, penulis mengucapkan penghargaan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. Muhammad Amin Suma M.A, S.H, MM. Dekan Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
i
2. Drs. Basiq Djalil S.H, M.H, Drs. Kamarusdiana S.Ag, M.A, masing-masing
selaku ketua jurusan dan sekretaris jurusan Ahwal Syakhshiyyah yang telah
banyak memberikan motivasi kepada penulis.
3. Dr. J.M. Muslimin MA. Ph.d selaku dosen pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis
dalam rangka menyiapkan skripsi ini. Terima kasih juga atas segala kesabaran
dalam memberi arahan dan masukan kepada penulis hingga skripsi ini bisa
terselesaikan tepat pada waktunya.
4. Para Narasumber dan staff lembaga Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang telah
memberikan penulis izin dan membantu meluangkan waktunya untuk
melaksanakan observasi dan wawancara selama penulis mengadakan penelitian
khususnya Bapak Drs. Moh Tufiki selaku Panmud Hukum, Bapak Drs. Yasardin
,S.H., M.H. Selaku wakil ketua pengadilan , dan Bapak Harisman , SHI selaku
Staff Admiistrasi Umum
5. Kepada Pembimbing Akademik Bapak KH. A. Juani Syukri, Lc, MA., yang telah
memjadi pembimbing dengan segenap perhatian dan waktunya.
6. Seluruh staff pengajar (dosen) jurusan Ahwal Syakhshiyah Fakultas Syariah dan
Hukum yang telah banyak menyumbang ilmu dan memberikan motivasi
sepanjang penulis berada di sini. Selain itu, para Pimpinan dan staff Perpustakaan
baik Perpustakaan Utama maupun Perpustakaan Fakultas Syari’ah dan Hukum
yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi perpustakaan guna
menyelesaikan skripsi ini.
ii
7. Ibunda Hj. Djubaedah dan ayahanda H. Mundari tercinta yang telah merawat dan
mengasuh serta mendidik dengan penuh kasih sayang dan memberikan
pengorbanan yang tak terhitung nilainya.
8. Buat Ari amigar yang telah menjadi teman terbaik disetiap waktu penulis , serta
dukungan dan perhatiannya agar senantiasa tetap semangat dalam menyelesaikan
skripsi ini.
9. Buat kakak , abang , adik penulis yang telah memberikan inspirasi kepada penulis
agar bisa tetap bertahan dalam menyongsong cita –cita penulis.
10. Teman-teman senasib dan seperjuangan Administrasi Keperdataan Islam
angkatan 2006. Emma, Tyka, Tya, Reduk, Noor Lutfi, Hilma, Risna, Hasunah,
Toty, Yeni, Isma, Sariba, muca , ipan, oji , dan yang lainnya yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu yang selalu memberi senyuaman dan tawa dalam
hampir empat tahun ini , semoga persahabatn ini tidak habis oleh waktu.
Kepada semua pihak yang telah banyak memotivasi dan memberi inspirasi
kepada penulis untuk mencapai kejayaan yang diimpikan dan yang telah
membantu baik secara langsung maupun tidak langsung, moril maupun materil
sehingga terselesainya skripsi ini. Hanya ucapan terima kasih yang penulis
haturkan semoga segala bantuan tersebut diterima sebagai amal baik disisi Allah
SWT. Dan memperoleh pahala yang berlimpah ganda (amin).
iii
iv
Maka akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis,
khususnya pembaca pada umumnya.
-Amin Ya Rabbal A’lamin-
Jakarta, 03 April 2010
MUZDALIFAH
NIM: 106044201470
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................ v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.............................................................. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.......................................... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 8
D. Metodologi Penelitian ................................................................. 9
E. Review Studi Terdahulu.............................................................. 12
F. Sistematika Penulisan ................................................................. 12
BAB II PENGERTIAN , SYARAT, WEWENANG PANITERA DAN
SEKRETARIS
A. Pengertian Panitera dan Sekretaris.............................................. 19
B. Tugas Tugas Panitera dan Sekretaris .......................................... 29
C. Syarat Syarat Sekretaris dan Panitera Menurut UU No 3 Tahun
2006 ............................................................................................ 36
D. Perbedaan Tugas Sekretaris dan Panitera ................................... 40
E. Wewenang Sekretaris dan Panitera............................................. 42
v
BAB III UU NO 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA
SETELAH DIAMANDEMEN
A. Proses Lahirnya UU No 3 Tahun 2006 : ………… ................ 47
1. Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan ............. 47
2. Tahap- Tahap pembentukan UU No 3 Tahun 2006 ................ 50
B. Perubahan Penting Dalam UU No 3 Tahun 2006 tentang Peradilan
Agama ....................................................................................... 55
BAB IV HASIL PENELITIAN TERHADAP PENERAPAN PASAL 44
UU NO 3 TAHUN 2006 TENTANG PA DI PAJS
A. Pengadilan Agama Jakarta Selatan Menggunakan Struktur
Organisasi Sebelum Diamandemen ......................................... 67
B. Faktor Yang Melatar Belakangi Pengadilan Agama Jakarta Selatan
Belum Mengaplikasikan Pasal 44 UU NO 3 Tahun 2006 .......... 70
C. Analisis Penulis .......................................................................... 72
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................... 81
B. Saran-Saran ............................................................................. 82
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….. 84
LAMPIRAN
vi
vii
Pertama : Lembar Undang-Undang No 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama
………………………………………………………………… 88
Kedua : Pedoman wawancara ................................................................. 118
Ketiga : Hasil Wawancara ...................................................................... 119
Keempat : Keterangan Telah Melakukan Wawancara di Pengadilan Agama
Jakarta Selatan ............................................................................ 124
Kelima : Lembar Pengesahan Tim Penguji Proposal Skripsi .................. 125
Keenam : Lembar Permohonan Pembimbing Skripsi ................................. 126
Ketujuh : Lembar Permohonan Data dan Wawancara .............................. 127
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Peradilan Agama adalah sebutan (literature) resmi bagi salah satu diantara
empat lingkungan Peradilan Negara atau Kekuasaaan Kehakiman yang sah di
Indonesia. Tiga lingkungan Peradilan Negara lainnya adalah Peradilan Umum,
Peradilan Militer, Peradilan Tata Usaha Negara. Sedangkan dalam Undang-Undang
yang baru kini yakni Undang-Undang No 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman ditambah dengan Mahkamah Konstitusi.1
Peradilan Agama adalah salah satu Peradilan Khusus di Indonesia. Dua
Peradilan Khusus lainnya adalah Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara.
Dikatakan Peradilan Khusus karena Peradilan Agama mengadili perkara-perkara
tertentu atau mengenai golongan rakyat tertentu. Dalam hal ini Peradilan Agama
hanya berwenang dibidang perdata tertentu saja, tidak termasuk bidang pidana dan
hanya untuk orang islam pula di Indonesia.2
1 A. Basiq Djalil, Peradilan Agama Di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 9
2 Ibid,h. 9
2
Peradilan Agama adalah Peradilan islam di Indonesia, sebab dari jenis-jenis
perkara yang ia boleh mengadilinya, seluruhnya adalah perkara menurut agama
islam. Dirangkaikannya kata-kata “Peradilan islam” dengan kata-kata “ di
Indonesia” adalah karena jenis perkara yang ia boleh mengadilinya tersebut tidaklah
mencakup segala macam perkara menurut Peradilan islam secara universal.
Tegasnya , Peradilan Agama adalah Peradilan islam limitatif, yang telah disesuiakan
(dimutatis muntandiskan) dengan keadaan di Indonesia.3
Menurut Undang-Undang No 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman
menyebutkan bahwa “ Kekuasaan Kehakiman” atau “ Badan Kehakiman” dengan “
Badan Peradilan”. Pasal 10 ayat 1 Undang-Undang No 4 tahun 2004 berbunyi
tentang Kekuasaan Kehakiaman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan
Badan Peradilan yang berada dibawahnya, dan oleh sebuah Mahkamah Agung.
Masing-masing lingkungan Peradilan terdiri dari tingkat pertama dan tingkat
banding. Yang semuannya berpuncak kepada Mahkamah Agung, artinya dibidang
memeriksa dan mengadili perkara , maka susunan badan-badan Peradilan di
Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Lingkungan Peradilan Umum adalah Pengadilan Negeri (PN) Pengadilan
Tinggi (PT), dan Mahkamah Agung (MA)
3 Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, ( Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,
2006), h.6
3
2. Lingkungan Peradilan Agama adalah Pengadilan Agama (PA), Pengadilan
Tinggi Agama (PTA), dan Mahkamah Agung (MA)
3. Llingkungan Peradilan Militer adalah Mahkamah Militer ( MAHMIL),
Mahkamah Militer Tinggi (MAHMILTI), Mahkamah Militer Agung
(MAHMILGUNG), dan Mahkamah Agung.
4. Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara adalah Pengadilan Tata Usaha
Negara (PTUN), Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN), dan
Mahkamah Agung (MA)
5. Adapun Mahkmah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama
dan terakhir, keputusannya bersifat final.4
Sistematika Undang-Undang Peradilan Agama No 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama , terdiri menjadi 7 bab dan 108 pasal dalam sistematik berikut: bab
I tentang ketentuan umum bab II sampai bab III mengenai susunan dan
kekuasaannya, bab IV ketentuan peralihan, dan bab VII ketentuan penutup.5
Susunan Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama diatur dalam UU
No 7 Tahun 1989. Menurut ketentuan pasal 9 UU tersebut:
4 A. Basiq Djalil, Peradilan Agama Di Indonesia, h.132-133
5 Sulaikin Lubis, Hukum Acara Peradilan Agama di Peradilan Agama di Indonesia
,(Jakarta:Kencana,2006),h. 52
4
(1) Susunan Pengadilan Agama terdiri dari Pimpinan, Hakim Anggota,
Panitera, Sekretaris, dan Juru Sita.
(2) Susunan Pengadilan Tinggi Agama terdiri dari Pimpinan, Hakim
Anggota, Panitera dan Sekretaris.6
Unsur pimpinan terdiri atas ketua dan wakil ketua pengadilan. Unsur hakim
anggota terdiri atas beberapa orang hakim. Jumlahnya pada masing-masing
Peradilan Agama disesuikan dengan kelas pengadilan yang bersangkutan. Jumlah
hakim pada Pengadilan Agama kelas 1-A lebih banyak dari pada jumlah hakim di
Pengadilan Agama yang derajatnya lebih rendah. Unsur panitera dan sekretaris
merupakan dua unsur dan fungsi yang berbeda, tapi tetap dijabat oleh pejabat yang
sama. Selain unsur sekretaris dan panitera masih ada unsur lainnya yaitu wakil
panitera, wakil sekretaris, panitera muda, panitera pengganti. Sedangkan juru sita
merupakan unsur baru sepanjang sejarah Pengadilan Agama di Indonesia.7
Hakim, panitera pengganti, juru sita, dan juru sita pengganti merupakan
pejabat fungsional di pengadilan tingkat pertama dari semua lingkungan peradilan.
Ketua dan wakil ketua pengadilan, sekretaris dan panitera muda merupakan pejabat
srtuktural. Dengan demikian di pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding
6 Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama Di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2003), h. 190
7 Ibid, h.190
5
terdapat dua jenis pejabat, yaitu pejabat fungsional dan struktural. Pejabat fungsional
merupakan “ tenaga inti” dalam melaksanakan Kekusaan Kehakiman dalam
lingkungan Peradilana Agama. Pejabat struktural menjadi “ tenaga penunjang”.
Sedangkan wakil sekretaris dan staf sekretaris memberikan dukungan administratif
(teknis non yudisial dan administrasi umum) terhadap proses penegakan hukum dan
keadilan.8
Pada tahun 2006 adanya perubahan hirarki di lingkungan Peradilan Agama
dan terjadinya perkembangan mengenai bidang ekonomi syari’ah yang mana
dikeluarkannya UU No.3 Tahun 2006 tentang perubahan atas UU No 7 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama. Dalam pertimbangan hukum undang-undang ini
disebutkan bahwa Peradilan Agama merupakan peradilan dibawah Mahkamah
Agung. Bahwa ketentuan yang terdapat dalam UU No. 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan
masyarakat. Maka, pada tanggal 30 maret 2006 dengan persetujuan DPR dan
Presiden Republik Indonesia, ditetapkannya UU No 3 Tahun 2006. Dalam undang-
undang yang baru ini terdapat 42 perubahan.9
8 Ibid, hal 190-191
9 Sulaikin Lubis , Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Di Indonesia, h.58&59
6
Diantara perubahan pasal tersebut adalah pasal 1 Angka 32 mengenai
perubahan pasal 44 UU No 3 Tahun 2006 menetapkan bahwa panitera Pengadilan
Agama tidak merangkap sebagai sekretaris.
Isi dari UU No 7 Tahun 1989 pasal 44 itu berbunyi : panitera pengadilan
merangkap sekretaris pengadilan.
Maka pada saat UU No 7 Tahun 1989 masih diberlakukan jabatan panitera
dan sekretaris pengadilan diduduki oleh pejabat yang sama. Seharusnya karena UU
tersebut sudah diamandemen maka jabatan panitera dan sekretaris pengadilan di
jabat oleh orang yang berbeda.
Oleh karna itu, berangkat dari masalah yang sudah diuriakan diatas. Penulis
ingin meneliti, pertama kenapa beberapa badan peradilan tingkat pertama masih
banyak menggunakan struktur organisasi pengadilan berdasarkan Undang-undang
No 7 Tahun 1989. Dimana seharusnya pengadilan tersebut menggunakan
amandemen UU No 7 Tahun 1989 yaitu UU No 3 Tahun 2006 tentang Peradilan
Agama? kedua, faktor yang melatar belakangi Pengadilan Agama Jakarta Selatan
belum mengaplikasikan UU No 3 Tahun 2006?, Ketiga, alasan Ketua Pengadilan
Agama Jakarta Selatan belum menggunakan struktur organisasi berdasarkan UU
yang sudah diamandemen.
Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan diatas, penulis mengira
bahwa perlu diadakan penelitian yang lebih mendalam mengenai masalah tersebut
7
dengan mengangkat judul: “ KEDUDUKAN PANITERA PASCA
AMANDEMEN UNDANG-UNDANG NO 7 TAHUN 1989 TENTANG
PERADILAN AGAMA (Studi kasus Pengadilan Agama Jakarta Selatan)”.
B. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH
I. Pembatasan masalah
Dalam pembatasan masalah ini, peneliti hanya akan membatasi
penelitiannya dengan mencoba menjelaskan tentang perubahan Undang-undang No
7 Tahun 1989 menjadi Undang-undang No 3 Tahun 2006 serta pasal 44 yang
terdapat dalam Undang-undang setelah amandemen. Dimana pasal tersebut
membahas tentang perubahan jabatan panitera dan sekretaris yang sudah tidak lagi
merangkap. Serta peneliti akan meneliti sekitar ruang lingkup pengadilan tingkat
pertama saja yaitu pengadilan agama Jakarta Selatan.
II. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan, maka peneliti akan
merumuskan masalah. Rumusan tersebut penulis rinci pada pertanyaan sebagai
berikut:
1. Kenapa panitera Pengadilan Agama Jakarta Selatan masih merangkap
sebagai sekretaris pengadilan?
8
2. Faktor apa saja yang meyebabkan Pengadilan Agama Jakarta Selatan
belum mengaplikasikan undang undang No 3 Tahun 2006?
3. Apa alasan pertimbangan Ketua Pengadilan Jakarta Selatan masih
menggunakan struktur organisasi berdasarkan UU No 7 Tahun 1989?
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
I. Tujuan Penelitian
Adapun hasil yang akan dicapai pada penulisan skripsi ini bertujuaan:
1. Mengetahui alasan Ketua Pengadilan Agama Jakarta Selatan mengenai
struktur organisasi yang masih berdasarkan undang-undang yang sudah
tidak diberlakukan.
2. Mengetahui faktor penyebab beberapa badan peradilan agama di
Indonesia khususnya pengadilan agama Jakarta Selatan belum
mengaplikasikan amandemen UU No 7 Tahun 1989 tentang peradilan
agama.
3. Memperbanyak karya tulis untuk mengaplikasikan ilmu yang
bermanfaat untuk semua golongan.
9
II. Manfaat penelitian
Manfaat dari penulisan ini adalah:
1. Terciptanya badan peradilan yang terorganisir dengan baik
2. Untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar S1 dalam
bidang hukum islam.
3. Sumbang sih kepada masyarakat dalam memberikan pemahaman untuk
bisa mencari keadilan pada lembaga yang mulia.
4. Meningkatkan kualitas penulis dalam membuat karya tulis.
D. METODE PENELITIAN
I. Pendekatan dan jenis penelitian
Penelitian ini akan menggunakan metode pendekatan yang bersifat empiris (
yuridis sosiologis). Istilah lain yang digunakan pada penelitian hukum empiris
adalah penelitian hukum sosiologis dan dapat disebut pula dnegan penelitian
lapangan. 10
Penelitian hukum sosioligis adalah untuk mengetahui bagaimana hukum itu
dilaksanakan termasuk proses penegakan hukum ( law enforcement). Karena
10 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek , ( Jakarta , Sinar Garfika, 2002 )
h.17&18
10
penelitian jenis ini dapat mengungkap permasalahan-permasalahan yang ada dibalik
pelaksanaan dan penegakan hukum. Permasalahan dalam penelitian ini adalah belum
diaplikasikannya Undang-Undang No 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama di
Pengadilan Agama Jakarta-Selatan.11
Dan dilihat dari sudut bentuk maka penelitian ini juga bisa dinamakan
penelitian perskriptif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran
atau merumuskan masalah sesuai dengan keadaan/fakta yang ada. Keadaan yang
ada adalah bahwa telah diamandemenkanya UU No 7 Tahun 1989 tentang jabatan
panitera yang tidak merangkap sebagai sekretaris. Akan tetapi fakta yang ada bahwa
belum diaplikasikannya UU tersebut oleh Pengadilan Agama Jakarta-Selatan. 12
II. Sumber data
Pada penelitian empiris ini data-data yang akan peneliti gunakan dalam
penelitian ini adalah berupa data: 13
a. Data primer : atau juga disebut dengan data dasar. Yakni data yang
didapat langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama dengan
melalui penelitian lapangan. Dapat berupa hasil wawancara dengan para
11 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum ( Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2004 ) h. 134& 135
12 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Peraktek, h. 9
13 Ibid, h. 16
11
pihak di Pengadilan Agama Jakarta Selatan terutama Ketua Pengadilan,
dan para pejabat pengadilan lainnya.
b. Data sekunder : yaitu bahan bahan yang dapat dijadikan rujukan dalam
penelitian yakni berupa, buku-buku hukum yang berkaitan dengan
masalah misalnya seperti buku Peradilan Agama di Indonesia,
Kepaniteraan di Peradilan Agama , Hukum Acara Peradilan Agama dan
lain sebagainya. Kumpulan Peraturan Perundangan-undangan khususnya
peraturan-peraturan yang ada dalam Pengadilan Agama tersebut,
undang-undang tentang Peradilan Agama. Artikel-artikel yang berkaitan
dan lain-lain yang ada relevansinya dengan penelitian ini.
c. Data tertier ; mungkin peneliti akan memasukkan bibiografi atau berupa
kamus dan lain-lainnya. Misalnya kamus hukum, bibliografi ataupun
letak geografis pengadilan. Data tertier ini hanya sebagai bahan
pelengkap saja.14
III. Jenis data
Jenis data yang akan digunakan oleh peneliti adalah data kualitatif yaitu
pemikiaran , makna, cara, pandang manusia mengenai gejala-gejala yang menjadi
14 Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauaan Singkat
(Jakarta: Rajawali Press,1990)h.14&15
12
fokus penelitian. Makna pemikiran dan sebagainya adalah satuan gagasan bukan
sebuah gejala.15 Dalam hal ini data yang dikumpulkan berbentuk moografis
sehingga tidak dapat disusun kedalam suatu struktur klasifikasi. Data ini berasal dari
hasil wawancara para pejabat Pengadilan Agama Jakarta-Selatan khususnya adalah
Ketua Pengadilan.
IV. Teknik pengumpulan data
Dalam hal teknik pengumpulan data peneliti akan menggunakan teknik studi
kepustakaan/studi dokumen( documentary study)16 yakni menelusuri buku-buku dan
literatur yang sudah dikemukakan sebagai sumber data primer di perpustakaan yang
tersedia dan tersebar diwilayah-wilayah. Selain pengumpulan data dengan
menggunakan study kepustakaan peneliti juga akan menggunakan teknik wawancara
dengan para pejabat pengadilan yang terkait dengan permasalahan.17
V. Teknik pengelolahan data
Teknik pengelolahan data hasil pengumpulan data dilapangan akan di edit.
Dirapihkan mana yang perlu dimasukkan dalam hasil laporan penelitian, lalu di olah
15 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, ( Jakarta:Rineka Cipta, 1998)h. 57
16 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum,( Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2004)h.64
17 Ibid, h.82
13
dengan menyusun dengan rapih dan benar serta diklasifikasi dengan berdasarkan
permasalahan dan jawabannya.18
VI. Teknik analisis data
Teknik analisis data lazimnya dilakukan dengan menggunakan pendekatan
kualitatif dengan berpedoman pada tipe dan tujuan dari penelitian. Teknik analisis
ini akan dilakukan dengan memaparkan semua hasil data-data yang diperoleh dan
dikumpulkan lalu dianalisa oleh peneliti dengan bentuk deskriptif yang pastinya
menggunakan bahas baku dan bahsa penulis sendiri.
VII. Teknik penulisan skripsi
Teknik penulisan skripsi ini peneliti berpedoman pada buku pedoman
penulisan skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Syariah dan hukum, cet ke-1
tahun 2007. Serta menggunkan deskriptif analisis dan selanjutnya dibuat
kesimpulan atas permasalahan yang diteliti oleh peneliti.
E. REVIEW STUDI TERDAHULU
Sebelum menentukan judul propsal penulis melakukan review studi
terdahulu, dalam hal ini peneliti meringkas skripsi-skripsi yang ada kaitannya
dangan permasalahan judul skripsi penulis. Adapun skripsi-skripsi tersebut adalah:
18 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada,2003)h. 129&130
14
Kewenangan Peradilan Agama terhadap sengketa hak milik pasca diundang-
udangkannya Undang-undang No 3 Tahun 2006 tentang perubahan Undang-
undang No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (analisis yuridis terhadap
Undang-undang No 3 Tahun 2006 tentang perubahan Undang-Undnag No 7
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama), oleh A. Baqi (105044101355)
Skripsi ini menerangkan tentang kewenangan Peradilan Agama dalam
sengketa hak milik berdasarkan pasal 50 setelah diberlakukannya UU No 3 Tahun
2006 tentang perubahan UU No 7 Tahun 1989. Yang subyek sengketanya oleh
sesama muslim wajib diselesaikan di Pengadilan Agama akan tetapi menurut skripsi
ini tidak hanya orang islam saja yang bisa menyelesaikan sengketa hak milik di
Pengadilan Agama akan tetapi orang atau badan hukum yang menundukan diri
secara sukrela kepada hukum islam. Dan penambahan redaksi pada pasal 50 UU no
3 tahun 2006 .
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian
kualitatif untuk memahami fenomena yang dialami oleh subyek penelitian dan
obyek penelitian dengan metode deskriptif dalam bentuk kata-kata. Sumber data
penelitian ini adalah sumber data primer yaitu laporan hasil sidang. Sumber data
sekundernya adalah buku-buku, tulisan yang terkait dengan permasalahan. Teknik
pengumpulan datanya adalah dari bahan hukum, wawancara orang yang langsung
terjun dalam pembahsan dan legalisasi UU terkait sertastudi dokumenter. Teknik
15
pengelolahan data yaitu dengan cara diolah, dianalisi dan diinterpretasikan untuk
dapat menggali dan menjawab permasalah yang telah dirumuskan.
Perbedaan dari skripsi saya adalah bahwa skripsi tersebut ruang lingkupnya
hanya pada kewenangan Peradilan Agama atas permasalahan sengketa hak milik.
Peranan hakim pengawas dan pengamat pada lembaga pemasyarakatan
(cipinang) ditinjau dari hukum islam dan KUHAP. Oleh Achmad Fazrie
Skripsi ini menerangkan bahwa dengan ikut campurnya hakim dalam
pengawasan dan pengamatan yang dimaksud, maka selain hakim dapat mengetahui
sampai dimana putusan pengadilan itu tampak hasil baik dan buruknya pada diri
masing-masing yang bersangkutan juga penting bagi bahan penelitian demi
ketetapan dalam pemidanaan. Pelaksanaan tugas pengawasan dan pengamatan
umum dilakukan oleh hakim. Hambatan pengawasan dan pengamatan tersebut
antara lain:
a. Kesibukan hakim dalam menangani suatu perkara
b. Faktor kurangnya kesadaran akan tugas
c. Tidak disetiap wilayah itu ada lembaga pemasyarakatan
d. Faktor dana yang terbatas
e. Faktor tenaga pembimbingan pemasyarakatan
16
f. Saran atau fasilitas pembinaan.
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini yaitu dengan
menggunakan penelitian lapangan (field research). Jenis datanya adalah kualitatif
yakni analisanya diperoleh langsung dari hasil wawancara di lembaga
pemasyarakatan cipinang. Sifat data termasuk pada sifat data deskriptif analisis yaitu
untuk menggambarkan hakim sebagai pengawas dan pengamat pada lembaga
pemasyarakatan ditinjau dari KUHAP dan Hukum islam. Penelitian kepustakaan
(library research) dengan mengupas dari KUHAP dan Undang-Undang Kehakiman
No 4 Tahun 2004 . Sumber data : data primer dengan menggunakan data yang
diperoleh langsung kepada pejabat dilingkungan pengadilan negeri dan lembaga
pemasyarakatan di cipinang. Sumber data sekunder yang digunakan dalam skripsi ini
adalah analisa penulis dengan analisa kualitatif yang diperoleh dari bahan-bahan
hukum primer yakni KUHAP, Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman dan buku-
buku umum, buku-buku islam serta beberapa buah ayat Al-Quran dan
terjemahannya. Teknik analisa data dengan mengklasifikasi terhadap bahan-bahan
tertulis.
Skripsi tersebut sangat berbeda, titik perbedaan adalah pada kinerja pejabat
peradilan yaitu hakim dan hakim pengawas saja.
17
Analisi Pasal 50 Undang-Undang No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
mengenai sengketa perdata dan kaitannya mengenai kompetensi hukum islam
terhadap hukum konvensional (BW). Oleh Rosita (0044119350)
Latar belakang pasal 50 UU No 7 Tahun 1989 dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu;
1. Konspirasi politik sebagai imbas kesinisan orang-orang nasionalis yang
tidak menginginkan adanya nilai agama untuk masuk dalam tatanan
negara
2. Pengaruh pendidikan sekuler yang secara tidak langsung menanamkan
sebuah idiologi
3. Adanya pengaruh budaya sekuler yang menanamkan paradigma baru
dalam wancana berfikir sebagian masyarakat. Implikasi akibat dari pasal
50 UU No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yakni merupakan pasal
alternatif yang bersifat Qot’iu al-Wurud wa Dzoni Al-Dalalah. Dan pasal
ini bersifat Absolut yang memiliki sifat yang Qot’iu Al-Wurud wa Dzoni
Al-Dalalah. Dan ini merupakan penafian kompetensi dan kualifikasi
hakim agama dan hakim di Pengadilan Umum.
Metode penelitian dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan metode
kepustakaan. Sumber utamanya adalah bahan hokum (kitab) seperti Al-Quran,
hadist, kitab klasik, UU perdata barat, buku bacaan dan internet serta juga
18
menggunakan observasi lapangan atau menggunakan metode wawancara pada
lembaga yang terkait dalam pembentukan dan pengaplikasian UU ini.
Perbedaan skripsi ini terletak pada bahwa skripsi ini adalah bentuk analisa
dari UU No 7 Tahun 1989. Sedangkan skripsi saya mengkaji sistematika hukum
yang terdapat dalam UU yang sudah diamandemen tersebut.
Peranan Pengadilan Agama dalam menentukan putus atau tidaknya
perkawinan karna perceraiaan (studi kasus di Pengadilan Agama Jakarta-
Selatan). Oleh Fakhrurrozi
Pada dasarnya Peradilan Agama tumbuh dan berkembang secara
melembaga pada masyarakat di Indonesia. Selain itu Peradilan Agama adalah
merupakan peradilan tingkat pertama untuk menyelesaikan dan memeriksa perkara
antara orang-orang yang beragama islam, peradilan agama memiliki kewenangan
yang absolut yaitu menerima , memeriksa dan menyelesaikan perkara dalam
bidang-bidang tertentu sebagaimana yang termaktub dalam pasal 49 UU No 7 Tahun
1989 tentang Peradilan Agama.
Undang-Undang No 1 Tahun 1974 bertujuan untuk melindungi kaum
perempuan pada umumnya dan menjaga kelangsungan hubungan perkawinana yang
harus selalu menjunjung tinggi. Perkara perceraian baik gugat cerai maupun cerai
talak menimbulkan akibat hukum yang harus diselesaikan oleh Peradilan Agama.
Perkawinan bukan hanya sebatas hubungan perdata saja akan tetapi merupakan
19
hubungan yang suci baik lahir maupun batin. Maka perceraiaan adalah hal yang
sangat dibenci oleh islam.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
lapangan. Yaitu melalui data primer yang diperoleh melalui teknik wawancara. Data
sekunder yang diperoleh dari beberapa buku atau tulisan artikel yang terkait dengan
permasalahan. Penulisan penelitian in dengan cara deskriptif analisis yaitu, interview
dan analisa.
Jelas sekali perbedaan yang terlihat pada skripsi tersebut. Skripsi tersebut
membahas tentang peranan Pengadilan Agama atas kewenangan yang dimilikinya.
Dari review yang saya lakukan pada skripsi-skripsi ini jelas sekali bahwa
penelitian yang akan peneliti lakukan berbeda. Didalam skripsi saya termasuk pada
ruang lingkup pasal 44 Undang-Undang No 3 Tahun 2006 amandemen dari Undang-
Undang No 7 Tahun 1989. Jadi sangat berbeda dengan berbeda dengan skripsi-
skripsi diatas.
F. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penyusunan penelitian ini ialah berformat kerangka teori out line
dalam bentuk bab dan sub bab. Secara ringkas terurai dalam penjelasan berikut:
20
Bab kesatu berisi pendahuluan yang memuat latar belakang dari masalah yang
diangkat oleh penulis. Juga terdapat pembatasan masalah agar terarah dan
didampingi oleh perumusan masalah yang merupakan pokok permasalahan
penelitian penulis. Tujuan dan manfaat penelitian akan diuraikan untuk lebih
mengetahiu maksud dan tujuan dari penelitian ini. Metodologi penelitian
adalah cara peneliti untuk menemukan kebenaran dalam penelitiannya dan
sistematika penulisan penelitian .
Bab kedua memuat pembahasan mengenai pengertian panitera dan sekretaris.
Lalu diuraikan secara luas atas tugas-tugas dari panitera dan sekretaris,
perbedaan masing-masing tugas panitera dan sekretaris. Kemudian syarat-
syarta yang kualifid untuk seorang panitera dan sekretaris menurut UU No 3
Tahun 2006 serta kewenangan kedua pejabat tersebut.
Baba ketiga adalah uraian penulis tentang profil pengadilan. Sejarah singkat
berdirinya dan struktur organisasi serta tugas-tugas pejabat pengadilan.
Bab keempat yaitu analisis penulis atas UU No 7 tahun 1989 setelah
diamandemen pada UU No 3 Tahun 2006. Yakni proses lahirnya UU No 3
Tahun 2006, perubahan penting dalam undang-undang serta analisis penulis
Bab kelima merupakan bab terakhir berisi tentang kajian peneliti berupa
kesimpulan dari penelitian serta saran-saran penulis dan penutup.
21
BAB II
PENGERTIAN , SYARAT, DAN WEWENANG PANITERA DAN
SEKRETARIS
A. PENGERTIAN PANITERA DAN SEKRETARIS
Pengertian panitera adalah seorang pejabat yang memimpin kepanitraan.
Dalam melaksanakan tugasnya panitera dibantu oleh seorang wakil panitera,
beberapa panitera muda, beberapa panitera pengganti , dan beberapa juru sita.
Panitera , wakil panitera, panitera muda , dan panitera pengganti pengadilan
diangakat dan diberhentikan dari jabatannya oleh mahkamah agung.19
Kata panitera terdapat dalam bahasa Arab yaitu (آاتم الشر), sedangkan ( ا مين
ةسّر المحكم ) artinya panitera pengadilan dan ( االمانة السّر ) artinya kepaniteraan.20
Apabila kita kroscek mengenai arti tersebut dalam kamus Arab , kata (آاتم) berasal
dari isim fail dari ( آتمانا-آتما-يكتم –آتم) yang berarti yang menyembunyikan rahasia,
jadi kata ( الشر آاتم ) mempunyai arti sebagai sekretaris.21
19 Musthofa , Kepanitraan Peradilan Agama , ( Jakarta: Kencana, 2005), h. 22
20Ahmad Warson Al-Munawwir, Kamus Al-Munawwir Indonesia-Arab, h.636
21Mahmud Yunus , Kamus Arab Indonesia, (Jakarta : PT Hidakarya Agung ,1989), h. 368
22
Sedangkan menurut kamus hukum “panitera” mempunyai arti pejabat
pengadilan yang bertugas membantu hakim dalam persidangan dan membuat berita
acara sidang.22 Menurut etimologi ( bahasa) Belanda “panitera” adalah Griffer
sedangkan etimologi ( bahasa) Inggris clerk of the court.23
Pengertian panitera dan sekretaris juga terdapat dalam kamus besar bahasa
Indonesia yakni panitera adalah pejabat kantor sekretariat pengadilan yang bertugas
pada bagian administrasi, membuat berita acara persidangan dan tindakan
administrasi lainnya. Sekretaris adalah orang ( pegawai, anggota , pengurus) yang
diserahi pekerjaan tulis menulis, atau surat menyurat.24
Panitera pada pengadilan agama islam, seperti hal nya panitera peradilan
umum, dapat memegang peranan yang sangat istimewa. Para panitera pengadilan
agama seperti halnya pegawai administrasi lainnya, pada umumnya kurang
mendapat pendidikan yang cukup dalam bidang hukum, tata organisasi maupun
22 C.S.T Kansil dan Christine S.T.Kansil, Kamus Istilah Aneka Hukum, (Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan ,2000),h.358
23 Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum Edisi Lengkap bahasa Belanda,
Indonesia, Inggris., (Semarang:Aneka Ilmu Semarang,1977),h.405
24 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka 2005), h.824
23
acara peradilan. Dalam peradilan agama islam di Indonesia, tidak jarang panitera ini
memberikan petunjuk dan nasehat kepada pihak-pihak yang berperkara.25
Hakim harus menetapkan seorang panitera, karna dia membutuhkannya
untuk mengingat tuntutan-tuntutan, bukti-bukti, dan pengakuan-pengakuan,
sedangkan dia kesulitan untuk menulisnya sendiri, sehingga dia butuh dibantu oleh
panitera. Panitera harus orang yang bersifat iffah, shaleh, memiliki kompetensi untuk
memberikan kesaksian, dan mengetahui fiqih. Panitera harus duduk ditempat yang
tulisan dan tindak tanduknya dapat diawasi oleh hakim untuk menjaga kehati-hatian.
Panitera harus menyiapkan catatan khusus tentang tuntutan, berisi penjelasan tentang
subyek tuntutan, penggugat, tergugat, saksi-saksi, dan pembelaan masing-masing
orang yang berselisih26
Dalam sistem pembantu hakim di peradilan islam sesungguhnya diadakannya
jabatan penulis dikarnakan beberapa penilaian bagusnya perangkat ini. Sebab hakim
harus merenungkan, membandingkan, memecahkan, mempersiapkan dalil-dalil, dan
hal-hal lain tentang pekerjaan akal dan perhatian. Sedangkan hakim akan
memperhatikan dalam membukukan berbagai pendapat orang-orang yang berperkara
25 Daniel S Lev, Peradilan Agama Islam Di Indonesia Suatu Studi Tentang
Landasan Politik Lembaga-Lembaga Hukum, ( Jakarta: PT . Intermasa ) h.147
26 Wabah Zuhaili, Al-fiqhul Islamy Wa Adillatuhu jilid 6 ,(Damaskus: Darul Fikr,
2008 H), h. 408
24
(penggugat dan tergugat), saksi, hakim, dan lain-lain yang memungkinkan dipanggil
ke pangadilan.27
Tidak diketahui kapan mulainya penambahan penulis bagi hakim dalam
sistem peradilan islam ini. Seluruh dalil yang ditemukan dalam hal ini salah satunya,
bahwa Abu Musa Al-Asy’ari sebagai hakim bagi Umar bin Al-Khatab ( yang pada
waktu itu menjadi khalifah pada tahun 13H/534M dan meninggal tahun 23H/643M),
dan ia memiliki penulis. Jadi pada waktu yang dini dalam sejarah peradilan islam
telah dikenal penulis disamping hakim.28
Al Mawardi berkata, “ adapun bagi para hakim terhadap apa yang ditulis oleh
penulis tersebut, maka dia diantara dua hal” adakalanya dia menyampaikan kepada
penulis, sehingga ia menulis dari lafadznya, atau penulis menulis dengan kalimatnya
sendiri dan hakim melihatnya atau membacanya setelah ditulisnya. Hakim
mengajarkan kepadanya tentang khat dan bersaksi dengannya atas dirinya, agar
dapat menjadi hujjah bagi kedua orang yang berperkara. Sedangkan penulis dalam
hal ini menuliskan dua naskah, yang salah satunya dalam buku hakim, sedangkan
yang lain diserahkan kepada yang menerima keputusan.
27 Samir Aliyah , Nizham Ad-Daulah wa Al Qadha wa Al-‘Urfi fi Al-Islam,
Penerjemah Asmuni Solihan Zamakhsyari (Beirut: Al-Muassasal Al-Jami’iyah li Ad-
Dirasat, 1418H/1997M) h.405
28 Ibid.,
25
Tentang penulis yang adil dalam masalah peradilan ini disebutkan dalam
firman Allah:
⌧
☺ ☺ ☺
⌧ ⌧
☺ ☺
☺
☺ ⌧ ☺
☺
⌧ ⌧
☺
⌧
26
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah
seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis
enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia
menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan
ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia
mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang
lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu
mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika
tak ada dua orang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan
dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang
mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila
mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun
besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah
dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan)
keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan
tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika)
kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan
janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang
demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan
27
bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala
sesuatu. (Al- Baqoroh:282)
Catatan kecil yang terkandung dalam ayat tersebut bahwa apabila kalian
tidak mendapatkan orang untuk menuliskan jaminan (borg), maka Allah
memperbolehkan untuk meninggalkan jaminan. Disini bahwa dalam perkara
muamalah penulis sangat dibutuhkan untuk terjaminnya muamalah yang baik. Dan
ayat diatas pun menunjukkan bahwa perintah yang pertama merupakan petunjuk atas
keberuntungan dan bukan kewajiban yang apabila ditinggalkan mendapatkan dosa
orang tersebut.29
Asy-Syafi’iy berkata : “ perintah menulis di dalam ayat tresebut adalah jelas ,
yaitu dirumah dan diperjalanan. Dan Allah menyebutkan jaminan, apablia mereka
dalam perjalan sedang mereka tidak menemukan penulis. Jaminan tersebut sebagai
upaya pencegah bagi yang memiliki hak yaitu dengan dokumen. Sedangkan yang
berhutang tidak lupa dan tetap ingat sehingga wajib atas mereka menulis
(mencatat).30
Berdasarkan ayat ini kata penulis dapat diartikan sebagai panitera yang
memang dari tugas panitera itu sendiri adalah mendampingi hakim dan mencatat
29 Imam Syafi’I Abu Abdullah Muhammad bin Idris, Mukthasor kitab Al-Umm fi Al-Fiqh,
(Beirut Lebanon: Darul Arqom bin Abil Arqom, ), h.78 30 Imam Syafi’I Abu Abdullah Muhammad bin Idris, Hukum Al-Quran (Asy-Syafii dan
Ijtihadnya) penerjamah Baihaqi Safi’uddin, (Surabaya : PT Bungkul Indah),h. 150
28
jalannya persidangan. Tidak saja ayat tersebut hanya dikaitan dengan proses
muamalah antar manusia , akan tetapi bisa didampingi sebagai landasan hukum bagi
peradilan islam.
Kepaniteraan pengadilan agama diklasifikasikan menjadi 4 (empat)
kelompok, yaitu kelas 1-A , kelas 1-B , kelas II-A , dan kelas II-B. Klasifikasi
tersebut disesuikan dengan klasifikasi pengadilan agama. Sedangkan susunan
organisasi kepaniteraan pengadilan agama terdiri 4 (empat) unsur , yaitu tiga unsur
yang mencerminkan jabatan struktural dan satu unsur yang mencerminkan jabatan
fungsional. Oleh karna itu , maka struktur organisasi kepaniteraan pengadilan agama
kelas I-A terdiri atas: 1. Subkepaniteraan permohonan, 2. Subkepaniteraan gugatan,
3. Subkepaniteran hukum, 4. Kelompok tenaga fungsional kepaniteraan. Sedangkan
susunan organisasi kepaniteraan pengadilan agama kelas I-B, kelas II-A, dan kelas
II-B, terdiri atas: 1. Urusan kepaniteraan permohonan, 2. Urusan kepaniteraan
gugatan, 3. Urusan kepaniteran hukum , 4. Kelompok tenaga fungsional
kepaniteraan.31
Struktur kepaniteraan tersebut dapat dilihat dalam bagan dibawah ini:
31 Cik Hasan Bisri , Peradilan Agama Di Indonesia , (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2003), h. 203
29
Susunan Organisasi Kepaniteraan Pengadilan Agama
Kelas I A
Sub. Kepaniteraan Permohonan
Sub. Kepaniteraan
Gugatan
Sub. Kepaniteraan
Hukum
Kel. Fungsional Kepaniteraan
W. Panitera
Panitera
Pengertian sekretaris adalah seorang pejabat yang memimpin sekretariat.
Wakil sekretaris pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh mahkamah agung.32
Dalam menjalankan tugasnya sekretaris dibantu oleh wakil sekretaris, dan beberapa
kepala subbagian atau kepala urusan, yang berada dibawah dan tanggung jawab
langsung kepada ketua pengadilan.33
Sebagaimana kepaniteraan, berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor
303 Tahun 1990, sekretaris pengadilan agama terdiri atas empat kelas yaitu:
32 Musthofa , Kepaniteraan Pengadilan Agama , h. 22
33 Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama Di Indonesia, h. 207
30
1. Sekretariat pengadilan agama kelas I-A
2. Sekretriat pengadilan agama kelas I-B
3. Sekretriat pengadilan agama kelas II-A
4. Sekretriat pengadilan agama kelas II-B.
Struktur organisasi sekretriat pengadilan agama kelas I-A sama halnya
dengan struktur organisasi sekretariat pengadilan agama tinggi agama, terdiri atas
subbagian umum, subbagian kepegawaiaan dan subbagian keuangan. Demikian
halnya dengan pengadilan agama kelas I-B sama dengan struktur organisasi
sekretariat pengadilan kelas II-A dan II B. Ia terdiri atas tiga urusan , yaitu urusan
umum, urusan kepegawaian dan urusan keuangan.34
Struktur organisasi tersebut dapat dilihat dalam bagan dibawah ini:
Susunan Organisasi Sekretariat Pengadilan Agama Kelas I A
Subbagian
KepegawaiaSubbagian Keuangan
W.Sekretari
Sekretaris
Subbagian Umum
34 Ibid., h. 207
31
Dalam kelembagaan politik era abasiyah, terdapat lembaga mazalim , dimana
lembaga tersebut mengatur perkara perkara tertentu, menurut AL-Mawardi ,
peradilan mazalim harus menghadirkan lima elemen:35
1. Petugas keamanan dan pembantu (Al-humat dan a’wan)
2. Para qodi dan hakim untuk mengumumkan hal hal yangberkaitan dengan
hak hak mereka dan pengetahuan tentang apa apa yang berjalan dalam
majlis mereka.
3. Para ahli fiqih sebagai tempat bertanya mengenai masalah yang rumit
4. Penulis (sekretaris) yang mencatat perjalanan sidang dan hasilnya
5. Saksi saksi
Dapat terlihat dalam point 4 pada era tersebut sudah ditetapkan sekretaris
sebagai penulis dalam jalannya persidangan. Dapat dimaknai elemen tersebut
merupakan para petugas peradilan pada Era Abasiyah dalam lembaga mazalim.
Sekretaris diwan adalah orang yang bertanggung jawab atas diwan itu. Dan
untuk menjabat tugas ini , seseorang harus memenuhih dua syarat , yaitu : memiliki
35 Abu Hasan Ali bin Muhammad Habib AL-Bashrial Baghdadi Al Mawardi, AL Ahkamussulthoniyah, ( Beirut: Darul Fikr, tanpa tahun ), h. 65
32
kredibilitas pribadi yang baik dan memiliki kompetensi untuk menjalankan tugas itu.
Tugas yang harus ia lakukan ada 6 (enam hal ) yaitu:36
1. Mencatat aturan–aturan
2. Menagih pungutan Negara
3. Mencatat pembayaran yang telah ditunaikan
4. Memantau para pegawai Negara
5. Memecahkan permasalahn
6. Memeriksa kezaliman kezaliman
Jadi setelah diuraikan pengertian panitera dan sekretaris, dapat diketahui
bahwa dari pengertian kedua tidak terdapat perbedaan yang kuat. Akan tetapi
perbedaan tersebut terlihat dalam tugas tugas mereka serta wewenang masing-
masing pejabat tersebut.
B. TUGAS TUGAS PANITERA DAN SEKRETARIS
Berdasarkan bagan struktur organisasi diatas tugas panitera dapat dipisahkan
sebagai berikut:
36 Imam Mawardi , Al Ahkamus-Sulthaaniyyah Wal Wilaayaatud-diiniyyah, (Beirut: Al Maktab Al-Islami, 1996M/1416H), h.124
33
1. Tugas panitera bidang administrasi; Panitera dibantu wakil panitera dan
beberapa panitera muda (Panmud Hukum, Panmud Permohonan, dan
Panmud Gugatan). Admnistrasi dibagi menjadi 2:
a. Administrasi umum( panitera dibantu oleh sekretaris)
b. Administrasi perkara (panitera dibantu oleh wakil panitera).
2. Tugas panitera untuk mengikuti dan mencatat jalannya persidangan ;
Dalam bidang untuk mengikuti jalannya persidangan, panitera yang
berhalangan yang mengikuti persidangan digantikan oleh panitera
pengganti sebagai pejabat yang mengikuti dan mencatat jalannya
persidangan.
3. Tugas panitera dalam pelaksanaan /eksekusi perkara perdata ; Sebagai
pejabat yang melaksanakan putusan (eksekusi) perkara perdata, panitera
hanya mempunyai hubungan dengan ketua pengadilan agama untuk
melaksanakan perintah yang diwujudkan dalam bentuk penetapan ketua
pengadilan agama, dan dalam hal berhalangan akan digantikan oleh
jurusita dengan panitera bertanggung jawab kepada ketua pengadilan
agama.37
37 Adun Abdullah Syafi’I, Peran Panitera Dalam Peradilan Agama, ( Bandung:
Pustaka Bani Quraisy), h.48
34
Nampak bahwa panitera dan sekretaris memiliki tugas-tugas yang
diklasifikasikan berdasarkan jabatan masing-masing, tugas tersebut dapat dirinci
sebagai berikut:
1. Panitera
Panitera Pengadilan Agama bertugas:38
a. Menyelenggarakan administrasi perkara dan mengatur tugas panitera ,
panitera muda, dan panitera pengganti.
b. Membantu hakim dengan menghadiri dan mencatat jalannya sidang
pengadilan
c. Menyusun berita acara persidangan
d. Melaksanakan penetapan dan putusan pengadilan
e. Membuat semua daftar perkara yang diterima di kepaniteraan
f. Membuat salinan atau turunan penetapan atau putusan pengadilan menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
g. Bertanggung jawab kepengurusan berkas perkara, putusan, dokumen, akta,
buku daftar, biaya perkara, uang titipan pihak ketiga, surat-surat bukti dan
surat-surat bukti lainnya yang disimpan di kepaniteraan
h. Memberitahukan putusan verstek dan putusan diluar hadir
38 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), h. 23
35
i. Membuat akta ; permohonan banding, pemberitahuan adanya permohonan
banding, penyampaian salinan memori/kontra memori banding,
pemberitahuan membaca/memeriksa berkas perkara(inzage),
pemberitahuan putusan banding, pencabutan permohonan banding,
permohonan kasasi, pemberitahuan adanya permohonan kasasi,
pemberitahuan memori kasasi, penyampaian salinan memori kasasi/
kontra memori kasasi, penerimaan kontra memori kasasi, tidak menerima
memori kasasi, pencabutan memori kasasi, pemberitahuan putusan kasasi,
permohonan peninjauan kembali, pemberitahuan adanya permohonan
peninjauan kembali, penerimaan/ penyampaian jawaban permohonan
peninjauan kembali, pencabutan permohonan peninjauan kembali,
penyampaian salinan putusan peninjauan kembali kepada pemohon
peninjauan kembali, pembuatan akta yang menurut undang-
undang/peraturan diharuskan dibuat oleh panitera.
j. Melegalisir surat-surat yang akan dijadikan bukti dalam persidangan.
k. Pemungutan biaya-biaya pengadilan dan menyetorkannya ke kas Negara
l. Mengirimkan berkas perkara yang dimohonkan banding, kasasi dan
peninjauan kembali
m. Melaksanakan, melaporkan dan mempertanggung jawabkan eksekusi yang
diperintahkan oleh ketua pengadilan agama
n. Melaksanakan dan mengawasai pelaksanaan pelelangan yang ditugaskan/
diperintahkan oleh ketua pengadilan agama
36
o. Menerima uang titipan pihak ketiga dan melaporkannya kepada ketua
pengadilan agama
2. Wakil Panitera
Wakil panitera bertugas:39
a. Membantu hakim dengan mengikuti dan mencatat jalannya sidang
pengadilan
b. Membantu panitera untuk secara langsung membina , meneliti, dan
membantu mengawasi pelaksanaan tugas administrasi perkara, antara lain
ketertiban dalam mengisi buku register perkara, membuat laporan periodik
dan lain-lain
c. Melaksanakan tugas panitera apabila panitera berhalangan
d. Melaksanakan tugas yang didelegasikan kepadanya
3. Panitera Muda Gugatan
Panitera muda gugatan mempunyai tugas sebagai berikut:40
a. Membantu hakim dengan mengikuti dan mencatat jalannya sidang
pengadilan
39 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, h.24 40 Hotnida Nasution, Pengadilan Agama Di Indonesia ,( Buku Daras Fakultas
Syariah Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah , 2007), h.150
37
b. Melaksanakan administrasi perkara, mempersiapkan persidangan perkara,
menyimpan berkas perkara yang masih berjalan dan urusan lain yang
berhubungan dengan masalah perkara gugatan
c. Memberi nomor registrasi pada setiap perkara yang diterima di
kepaniteraan gugatan
d. Mencatat setiap perkara yang diterima kedalam buku daftar disertai
dengan catatan singkat tentang isinya.
e. Menyerahkan salinan putusan kepada para pihak yang berperkara apabila
dimintanya.
f. Menyiapkan berkara yang dimohonkan banding, kasasi atau peninjauan
kembali.
g. Meyerahkan arsip berkas perkara kepada panitera muda hukum
4. Panitera Muda Hukum
Panitera muda hukum bertugas untuk:41
a. Membantu hakim yang mengikuti dan mencatat jalannya sidang
pengadilan
b. Mengumpulkan, mengolah dan mengkaji data, menyajikan statistik
perkara, menyusun laporan perkara, meyimpan arsip berkas perkara
41 Musthofa, Kepaniteraan Pengadilan Agama, h.42
38
c. Mengumpulkan, mengolah dan mengkaji serta menyajikan data hisab,
rukyat, sumpah jabatan/PNS, penelitian dan lain sebagianya serta
melaporkannya kepada pimpinan.
d. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan kepadanya.
5. Panitera Muda Permohonan
Panitera muda permohonan bertugas sebagai berikut:42
a. Melaksanakan tugas seperti panitera muda gugatan dalam bidang perkara
permohonan
b. Termasuk dalam perkara permohonan pertolongan pembagian warisan
diluar sengketa, permohonan legislasi akta ahli waris dibawah tangan, dan
lain-lain
6. Panitera Pengganti
Panietra pengganti mempunyai tugas sebagai berikut:43
a. Membantu hakim dengan mengikuti dan mencatat jalannya sidang
pengadilan
b. Membantu hakim dalam hal ; membuat penetapan hari sidang, membuat
penetapan sita jaminan, membuat berita acara persidangan yang harus
42 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama,h.25
43 Hotnida Nasution, Peradilan Agama Di Indonesia, h.156
39
selesai sebelum sidang berikutnya, membuat penetapan-penetapan
lainnya, mengetik putusan/penetapan sidang.
c. Melaporkan kepada panitera muda gugatan/permohonan, d.h.i. pada
petugas meja kedua untuk dicatat dalam register perkara tentang adanya:
penundaan sidang serta alasan-alasannya, perkara yang sudah putus
beserta amar putusannya, dan kepada kasir untuk diselesaikan tentang
biaya-biaya dalam proses perkara tersebut
d. Menyerahkan berkas perkara kepada panitera muda gugatan/permohonan
(d.h.i: petugas meja ketiga) apabila telah selesai dimutasi.
7. Sekretaris Pengadilan Agama
Sekretaris pengadilan agama bertugas:
a. Melakukan urusan surat menyurat, perlengkapan rumah tangga, dan
perpustakaan
b. Melakukakan urusan kepegawaian.
c. Memberikan pelayanan administrasi umum kepada semua unsur di
lingkungan pengadilan.44
44 Erfaniah Zuhriah, Peradilan Agama Di Indonesia Dalam Rentang Sejarah
Dan Pasang Surut, (Malang : UIN-Malang Press, 2008),h.183
40
C. SYARAT SYARAT PANITERA DAN SEKRETARIS MENURUT UU
NO 3 TAHUN 2006
Syarat-syarat panitera diatur dalam UU No 3 Tahun 2006 tentang Peradilan
Agama dalam pasal 27 yang berbunyi :
Untuk dapat diangkat menjadi panitera pengadilan agama, seorang calon harus
memenuhi syarat-syarat berikut :
a. Warga Negara Indonesia;
b. Beragama islam;
c. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d. Setia pada Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
e. Berijasah serendah-rendahnya sarjana syariah atau sarjana hukum yang
menguasai hukum islam;
f. Berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai wakil panitera , 5
(lima) tahun sebagai panitera muda pengadilan agama, atau menjabat
wakil panitera tinggi agama; dan
g. Sehat jasmani dan rohani
Syarat-syarat untuk dapat menjadi wakil panitera pengadilan agama menurut
pasal 29 adalah :
41
a. Syarat sebagimana dimaksud dalam pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c,
huruf d, huruf e dan huruf g, dan;
b. Berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai panitera muda atau
4 (empat) tahun sebagai panitera pengganti pengadilan agama
Untuk dapat diangkat menjadi panitera muda pengadilan agama, seorang
harus memenui syarat berdasarkan pasal 31 sebagai berikut:
a. Syarat sebagimana dimaksud dalam pasal 27 huruf a, huruf a, huruf c,
huruf d, huruf e, dan huruf g ; dan
b. Berpengalaman paling singkat 2 (dua) tahun sebagai panitera pengganti
pengadilan agama
Syarat seseorang untuk dapat menjadi panitera pengganti pengadilan agama
berdasarkan pasal 33 yakni:
a. Syarat sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 27 huruf a, huruf b, huruf
c, huruf d, huruf e, dan huruf g, dan;
b. Berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagi pegawai negeri
pengadilan agama
Syarat untuk menjadi sekretaris pengadilan agama yang sudah diatur dalam
pasl 45 berbunyi sebagi berikut:
42
Untuk dapat diangkat menjadi sekretaris, wakil sekretaris pengadilan
agama, dan pengadilan tinggi agama seorang calon harus memenuhi syarat
sebagai berikut:
a. Berwarga Negara Indonesia;
b. Beragama islam;
c. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d. Setia kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun1945;
e. Berijasah paling rendah sarjana syariah atau sarjana hukum yang
menguasai hukum islam;
f. Berpengalaman dibidang administrasi peradilan;dan
g. Sehat jamani dan rohani
Al-Mawardi menambahkan , bahwa sifat penulis hakim sebagimana
disebutkan Imam Syafi’I ada 4 , yaitu: 45
1. Adil ; karna penulis adalah orang yang diamati dalam menetapkan pengakuan
dan bukti-bukti dalam peradilan, serta pelaksanaan hukum. Maka profesi ini
membutuhkan sifat orang yang menjadikan kepastian kebenaran, seperti
halnya saksi.
45 Dr. Samir Aliyah , Nizham Ad-Daulah wa Al Qadha wa Al-‘Urfi fi Al-Islam, (
Beirut: Al-Muassasal Al-Jami’iyah li Ad-Dirasat, 1418H/1997M).h.406-407
43
2. Berakal ; yang dimaksudkan disini bukan yang berkaitan dengan taklif, tapi
harus bagus pendapatnya, benar kesimpulannya, dan bagus kecerdasannya,
sehingga dia tidak terpedaya atau dikaburkan pendapatnya.
3. Ahli fikih ; agar diketahui kebenaran apa yang ditulis dari salahnya. Ia adalah
orang yang memahami hukum-hukum syariah, memahami hukum-hukum
yang ditulisnya dan hal-hal yang berkaitan syarat-syarat penulisan hukum,
seperti rekaman, penggunaan kaimat yang diletakkan padanya dengan
menghindari lafadz yang bercabang makna, bagus tulisannya, dan fasih
bahasanya.
4. Bersih dan jauh dari tamak agar aman dari suap.
D. PERBEDAAN TUGAS PANITERA DAN SEKRETARIS
Perbedaan tugas dari kedua pejabat pengadilan tersebut terletak pada dua
jenis tata cara pengelolahan administrasi pengadilan, yaitu bidang administrasi
perkara dan bidang administrasi umum.46
Pemisahan antara administrasi perkara dan adminstrasi umum, merupakan
perwujudan kebebasan dan kemandirian pengadilan, terutama hakimnya, sebagai
46 Adun Abdullah Syafi’I , Peran Panitera Dalam Pengadilan Agama, h. 47
44
penyelenggara kekuasaan kehakiman. Dalam penyelenggaraan administrasi perkara
ia bebas dari campur tangan kekuasaan Negara lainnya , terutama pemerintahan.47
Adminstrasi perkara dan administrasi lainnya yang bersifat teknis peradilan
(yudisial) ditangani oleh panitera. Dalam pelaksanaan tugas dibantu oleh seorang
wakil panitera dan beberapa panitera muda.
Administrasi perkara tidak bisa dipisahkan dengan tugas pokok pengadilan
agama sebagai badan pelaksana kekuasaan kehakiman, yaitu menerima, memeriksa
dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, termasuk perkara
voluntair.
Rangkaian tugas pokok tersebut membutuhkan administrasi perkara yang
menjadi tugas kepaniteraan, yaitu kegiatan penerimaan perkara, kegiatan
penyelenggaraan persiapan persidangan, kegiatan mengadili perkara, dan kegiatan
pelaksanaan putusan.48
Administrasi umum, seperti administrasi kepegawaian, keuangan, peralatan
kantor, dan lain-lain ditangani oleh sekretaris. Dalam pelaksanaan tugasnya dibantu
oleh seorang wakil sekretaris dan kepala subbagian/urusan kepegawaian , kepala
47 Erfaniah Zuhriah, Peradilan Agama Di Indonesia Dalam Rentang Sejarah
Dan Pasang Surut, h.180
48 Musthofa, Kepaniteran Peradilan Agama,h. 51
45
subbagian/urusan keuangan, dan kepala subbagian/urusan umum. Wakil sekretaris
yang membawahi beberapa subbagian/urusan tersebut mempunyai tugas, antara lain:
a. Membantu sekretaris dalam membuat program jangka panjang dan
pendek, pelaksanaan dan pengorganisasiannya.
b. Membantu sekretaris dalam membina dan mengawasi pelaksanaan
tugas-tugas administrasi umum
c. Mengoordinasikan pelaksanaan dan pengurusan setiap kerja yang
ada dibawahnya
d. Membuat dan menyusun laporan tentang kepegawaian ,keuangan,
dan umum
Dengan adanya pemisahan penanganan administrasi perkara dan administrasi
umum, maka staf kepaniteraan dapat memusatkan perhatian terhadap tugas dan
fungsinya membantu hakim dalam bidang peradilan, sedangkan tugas administrasi
yang lain dilaksanakan oleh staf sekretariat.
Kendati terdapat perbedaan dan pemisahan yang melahirkan dua unit kerja
yaitu kepaniteraan dan sekretariat, namun pembedaan dan pemisahan itu bersifat
integral dengan mengutamakan koordinasi dalam melaksanakan tugas pokok
pengadilan. Pertimbangan demikian melahirkan ketentuan bahwa panitera
46
pengadilan merangkap sekretaris pengadilan, sebagaimana diatur dalam pasal 44
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang peradilan agama.49
E. WEWENANG PANITERA DAN SEKRETARIS
Susunan organisasi peradilan agama adalah sebagai berikut:
Susunan Organisasi Pengadilan Agama
Kelas I A
Ketua Wakil Ketua
Hakim Panitera/Sekret
Wakil Panitera Wakil
Kelompok
Fungsional :
1. Panitera
49 Ibid,.
Sub Kepaniteraa
Sub
Ke
Sub
Bagian
Keuanga
Sub
Bagian
Umum
Sub
Bagian
Kepegaw
Sub
Ke paniterapaniteraa n
aian
47
Garis Komando Garis Koordinasi
Apabila dilihat dari bagan tersebut, pada bagan sebelah kanan, yaitu
hakim,dan sebelah kiri adalah panitera , dan jurusita, merupakan suborganisasi
fungsional peradilan yang berfungsi dan berwenang melaksanakan peradilan.
Sedangkan sebelah kiri juga terdapat dalam kotak panitera muda adalah pejabat
struktur yang ikut membantu kelancaran tugas pejabat dalam menjalankan fungsi
peradilan. Bagan sebelah kanan yang distrukturkan kebawah wakil sekretaris adalah
jabatan structural pendukung umum seluruh organisasi peradilan. Bagan ini
merupakan suborganisasi yang tidak terkait dengan fungsi peradilan atau penegakan
hukum. Namun tetap mempunyai peran besar dalam kelancaran organisasi.50
Dalam bagan, jabatan fungsional peradilan dihubungkan dengan garis-garis
putus. Hubungan antara pejabat fungsional pada dasarnya tidak bersifat struktural,
tetapi lebih ditekan pada hubungan yang bersifat fungsi peradilan. Ketua dan wakil
ketua sebagai unsur pimpinan seperti ditegaskan pada pasal 10 ayat 1 , hanya
mempunyai hubungan struktural dengan panitera, sekretaris, wakil panitera, wakil
sekretaris serta eselon yang distrukturkan dibawah wakil panitera dan wakil
sekretaris. Sedangkan terhadap hakim, ketua dan wakil ketua mempunyai hubungan
50 Sulaikin Lubis , Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Di Indonesia, (
Jakarta: Prenada Media Group, 2006), h. 87
48
fungsional, karna hakim sebagaimana ditegaskan dalam pasal 11 ayat1 adalah
pejabat yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman.51
Fungsi wakil panitera, memimpin dan membagi semua tugas fungsional
peradilan, termasuk memimpin dan membawahi petugas fungsional murni yang
terdiri dari para panitera pengganti dan jurusita serta juru sita pengganti. Serta
petugas fungsional yang bersifat struktural yakni panitera muda52
Mengenai jumlah panitera muda, menurut pasal 26 ayat 2 tidak ditentukan.
Pembidangan yang rasional dihubungkan dengan jumlah panitera muda harus
melalui pendekaan realistik. Tidak semata-mata digantung atas pembidangan dan
bezetting formasi yang ditentukan. Tetapi lebih tepat disesuikan dengan volume
pekerjaan. Pengembangannya bisa nanti disesuaikan menurut kebutuhan nyata.
Misalnya didaerah pengadilan agama yang kecil dan volume pekerjaan tidak banyak,
tidak perlu organisasi, panitera muda dikembangkan melampaui kebutuhan.
Misalnya cukup dua orang dengan cara merangkap beberapa bidang.53
51 M Yahya Harahap,Kedudukan Kewenangan Dan Acara Peradilan Agama,
( PT Saran Bakti Semesta, 1997), h.109
52 Ibid.,
53 Erfaniah Zuhriah, Peradila Agama Di Indonesia Dalam Rentang Sejarah Dan
Pasang Surut,h.164
49
Adapun gambaran komposisi tenaga kepaniteraan baik dilingkungan
peradilan agama maupun pengadilan tinggi agama masih didominasi oleh Semarang
dan Surabaya sama seperti halnya komposisi kepaniteraan PA , yakni 373 orang atau
10,8% dan 352 orang atau 10,2 %. Sedangkan jumlah terkecil pada peradilan agama
dilingkungan PTA Bangka Belitung , yakni 20 orang atau 0,6%.54
Kedudukan panitera yang juga merangkap sebagai sekretaris sangat penting,
sehingga panitera merupakan top leader dari semua pegawai (selain hakim) yang ada
di pengadilan. Kedudukan kepaniteraan sebagai unsur pembantu pimpinan berarti
segala tindakan dan aktifitas panitera sebagai pimpinan organisasi harus
dipertanggung jawabkan kepada ketua pengadilan. Panitera adalah pegawai terpilih
yang harus mampu mengelolah semua unsur yang ada dipengadilan, tidak hanya
kemampuan meyelesaikan pekerjaan, tetapi harus dapat menggerakkan staf,
memberi contoh keteladanan, pembentukan figur staf tangguh, berdedikasi, dan
loyalitas dalam tugas.55
54 Jaenal Aripin, Peradilan Agama Dalam Bingkai Reformasi Hukum Di
Indonesia, ( Jakarta: Kencana, 2008),h.331
55 Musthofa, Kepaniteran Pengadilan Agama, h. 35
50
BAB III
PROFIL PENGADILAN
A. LETAK GEOGRAFIS
Pada saat penulis ingin melakukan penelitian nya, yang mana pada saat itu
gedung pengadilan agama Jakarta Selatan sedang dinon aktifkan dari kegiatannya
dikarnakan adanya perpindahan lokasi pengadilan agama Jakarta Selatan.
Perpindahan gedung pengadilan agama tersebut semula dari gedung /
bagunan fisik yang terletak di jalan Rambutan VI/48 Pejaten Barat Pasar Minggu
Jakarta Selatan pindah ke lokasi yang beralamat di jalan R.M Harsono RT.07/05 ,
Ragunan Jakarta Selatan sebelah selatan kantor Kementrian Pertanian.
Kemungkinan terjadi perpindahan gedung pengadilan agama Jakarta selatan
kelas I A ini dikarnakan bahwa gedung lama selain luas nya yang cukup kecil
sehingga tidak memungkinkan mencukupi para pengunjung pengadilan agama.
Alasan lain bahwa daerah tersebut sering kali mengalami kebanjiran apabila terjadi
musing hujan yang terus menerus , seingga mengkhawartikan kejadian yang tidak
diinginkan. Selain itu gedung lama tersebut sepertinya tidak memenuhi syarat
perkantoran pemerintahan setingkat walikota karena gedungnya berada ditengah-
tengah penduduk dan jalan masuk dengan kelas jalan III C.
51
Penulis akan menggambarkan keadaan bagunan pada gedung lama. Jumlah
bangunan fisik / gedung pengadilan agama Kelas I.A Jakarta Selatan yang terletak di
jalan Rambutan VI/48 Pejaten Barat Pasar Minggu Jakarta Selatan sejak 1 juni 2005
terjadi penambahan yaitu 1 gedung lagi yang terdiri dari dua ruang yang khusus
untuk ruangan tunggu sidang yang diperoleh dari biaya anggaran tahun 2005
sebanyak Rp.170.000.000,-(seratus tujuh puluh juta rupian). Serta mempunyai
sebuah mushollah berlantai dua yang paling atas diperuntukkan untuk mushollah
yang luas bangunanya 7 x 12 M2 (84 M2 ) dan lantai bawah digunakan untuk
menyimpan arsip perkara dengan luas 7 x 12 M2 (84 M2) sehingga keseluruhan
luasnya 168 M2. Sejak tanggal 5 desember 1996 bangunan induk pun diperlus lagi
dengan ruangan arsip berkas perkara seluas 65 M 2. Perlusan dan rehabilitasi
gedung pengadilan agama Jakarta Selatan kelas I A yang lama ini memang sering
terjadi beberapa kali sehingga berdasarkan data luas bangunan lama tersebut
seluruhnya adalah 1.108,2 M2. Serta luas taman dan halaman parkir 2686 M2.
Sehingga keseluruhan luas tanah nya 3.421 M2. Status kepemilikan gedung
penagdilan agama Jakarta Selatan kelas I A adalah milik Pemda DKI Jakarta.
Gedung baru pengadilan agama Jakarta Selatan kelas I A yang terletak di
jalan R.M Harsono RT 07/05 Ragunan Jakarta Selatan dibangun sejak tanggal 21
April 2008 sampai dengan 3 Desember 2008 (tahap I ) dengan anggaran sejumlah
Rp.6.501.077.000.,- (enam miliar lima ratus satu juta tujuh puluh tujuh ribu rupiah)
serta pembangunan tahap II tanggal 26 Februari 2009 sampai tanggal 3 Desember
52
2009 dengan anggaran Rp. 6.489.230.980,-(enam miliar empat ratus delapan puluh
Sembilan ratus juta dua ratus tiga puluh Sembilan ratus delapan puluh rupiah ). Yang
mempunyai luas bangunan 2 lantai seluas 1.500 M2 dan luas tanah 6.144 M2.
beberapa ruangan baru yang terdapat dalam gedung baru pengadilan agama:
a. Ruang kerja ketua
b. Ruang kerja wakil ketua
c. Ruang kerja panitera sekreatris
d. Ruang kerja hakim
e. Ruang kerja wakil panitera
f. Ruang kerja kepaniteraan
g. Ruang kerja kesekretariatan
h. Ruang kerja panitera pengganti
i. Ruang kerja juru sita pengganti
j. Ruang kasir
k. Ruang server
l. Ruang sidang pengadilan agama Jakarta selatan sebnyak 5 buah
m. Ruang mediasi sebanyak 5 buah
n. Ruangruang arsip perkara sebanyak 2 buah
o. Ruang tunggu
p. Ruang parkir motor pegawai /karyawan
53
Status tanah dan bangunan nya adalah bahwa sebidang tanah seluas 6.149
M2 berasal dari di Pengadilan tinggi agama Jakarta tahun 2007 sedangkan untuk
biaya pembangunanya seluas 1.500M2 terdiri dari dua lantai diperoleh dari DIPA
Pengadilan Agama Jakarta Selatan secara dua tahap. Bangunan ini merupakan
gedung pengadilan agama terbesar dan termegah di Indonesia.56
Penulis akan menguaraikan letak Geografis, Iklim dan Luas Wilayah
Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
Dilihat secara astronomis wilayah pemerintahan kotamadya Jakarta Selatan
adalah seluas 145,73 Kilometer persegi (Km2) dan secara astronomis wilayah
kotamadya Jakarta Selatan terletak dan berada pada posisi 06’15’40,8’ Lintang
Selatan dan 106’45/0,00’Bujur Timur, serta berada pada kemiringan 26,2 meter
diatas permukaan laut. Jakarta Selatan. Yang bercirikan daerah yang beriklim khas
Tropis dengan temperatur udara sekitar 27,7’ celcius dengan kelembaban udara
rata-rata 75 % yang apabila disapu angin dengan kecepatan sekitar 0,2 knot
sepanjang tahun. Curah hujan mencapai ketinggian 2,596,7 mm setahun atau rata –
rata sekitar 85,8 mm perhari yang terjadi selama 182 hari dalam setahun. Curah
hujan tertinggi terjadi dalam bulan Januari (737,5 mm) dan Februari (425,3 mm).
Sedangkan didaerah Jakarta selatan itu sendiri terdapat Rawa / setu ( Setu
Babakan) wilayah ini cocok digunakan sebagai daerah resapan air, dengan iklimnya
56 Laporan Tahunan 2009 Pengadilan Agama Jakarta-Selatan
54
yang sejuk sehingga ideal dikembangkan sebagai wilayah penduduk. Didaerah
Jakarta Selatan juga banyak terdapat kegiatan usaha dan perkantoran yang besar
besar. Adapun wilayah Kotamadya Jakarta Selatan dimana merupakan wilayah
yuridiksi dari pengadilan agama Jakarta Selatan itu sendiri yaitu terdiri dari 65
Kelurahan terdiri dari:57
1. Kelurahan Jagakarsa meliputi:
a. Kelurahan Jagakarsa
b. Kelurahan Lenteng Agung
c. Kelurahan Srengseng
d. Kelurahan Ciganjur
e. Kelurahan Tanjung Barat
f. Kelurahan Cipedak
2. Kecamatan Pasar Minggu meliputi:
a. Kelurahan Pasar Minggu
b. Kelurahan Jati Padang
c. Kelurahan Ragunan
d. Kelurahan Pejaten Barat
e. Kelurahan Pejaten Timur
f. Kelurahan Kebagusan
57 www.pa-jaksel.net
55
g. Kelurahan Cilandak Timur
3. Kecamatan Cilandak meliputi:
a. Kelurahan Cilandak Barat
b. Kelurahan Gandaria Selatan
c. Kelurahan Cipete Selatan
d. Kelurahan Lebak Bulus
e. Kelurahan Pondok Labu
4. Kecamatan Pesanggarahan Meliputi:
a. Kelurahan Pesanggarahan
b. Kelurahan Petukangan Utara
c. Kelurahan Petukangan Selatan
d. Kelurahan Ulujami
e. Kelurahan Bintaro
5. Kelurahan Tebet Meliputi:
a. Kelurahan Tebet Barat
b. Kelurahan Tebet Timur
c. Kelurahan Menteng Dalem
d. Kelurahan Kebon Baru
e. Kelurahan Bukit Duri
f. Kelurahan Manggarai
g. Kelurahan Manggarai Selatan
6. Kelurahan Setiabudi Meliputi:
56
a. Kelurahan Setiabudi
b. Kelurahan Guntur
c. Kelurahan Pasar Manggis
d. Kelurahan Menteng Atas
e. Kelurahan Karet
f. Kelurahan Karet Kuningan
g. Kelurahan Karet Semanggi
h. Kelurahan Kuningan Timur
Penduduk Kotamadya Jakarta Selatan berjumlah 1.686.208 orang yang
terdiri dari:
1. Kecamatan Jagakarsa : 199.556
2. Kecamatan Pasar Minggu : 238.100 orang
3. Kecamatan Cilandak : 148.574 orang
4. Kecamatan Pesanggrahan : 150.938 orang
5. Kecamatan Kebayoran Lama : 224.119 orang
6. Kecamatan Kebayoran baru : 144.119 orang.87
7. Kecamatan Mampang Prapatan : 101.945 orang
8. Kecamatan Pancoran : 120.308 orang.
9. Kecamatan Tebet : 237.195 orang
10. Kecamatan Setiabudi : 108.451 orang
57
SEJARAH SINGKAT BERDIRINYA
Pengadilan Agama yang telah ada sejak jaman kesultanan, secara yuridis
baru diakui oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 19 Januari 1882 dengan
dikeluarkannya surat keputusan No 24.58
Terhadap Stb. 1882 No. 152 para ahli hukum bersepakat bahwa hal tersebut
merupakan hasil dari teori Receptio In Complexu LWC Van den Berg.
Keberadaan Peradilan Agama mulai digugat ketika lahirnya teori Hukum Adat oleh
Van Vollen-Hoven dan Snouck Hurgronje dengan teori Receptie, akibat dari teori
tersebut pemerintah Hindia Belanda meninjau kembali kedudukan Peradilan Agama.
Karena Stb. 1882 No. 152 dianggap merupakan suatu kesalahan pemerintah Hindia
Belanda yang mengakui terbentuknya Peradilan Agama. Stb. 1882 No. 152 yang
intinya "memperlakukan Undang-Undang Agama", diganti dengan Stb. Tahun 1907
No. 204, Stb. Tahun 1919 No. 262 yang intinya "memperhatikan Undang-Undang
Agama".59
58 Staatblad 1882 No 152
59 Dadang Muttaqien, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang
Peradilan Agama Dalam Persfektif Sosiologi Hukum, artikel diakses pada 19 April
2010 dari http://msi-
uii.net/baca.asp?katagori=rubrik&menu=ekonomi&baca=artikel&id=259
58
Pasca proklamasi kemerdekaan, tanggal 17 Agustus 1945 berdasarkan pada
Pasal II Aturan Peralihan kemudian dipertegas dengan Peraturan Presiden No. 2
pada tanggal 10 Oktober 1945 dalam Pasal 1, dijelaskan :
"Segala badan-badan negara yang ada sampai berdirinya Republik Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1945 selama belum diadakan yang baru menurut Undang-
Undang Dasar, maka tetap berlaku asal saja tidak bertentangan dengan Undang-
Undang tersebut"
Dengan demikian Peradilan Agama sebagai produk hukum kolonial Hindia
Belanda masih dipergunakan di Indonesia.
Dizaman pemerintahan Hindia Belanda Pengadilan Agama berkembang,
daerah demi daerah dalam keadaan yang tidak sama , baik namanya , wewenangnya
maupun strukturnya.60 Legitimasi keberadaan Pengadilan Agama waktu itu
didasarkan pada pasal 75 ayat (2) RegeringsReglement (RR) yang berbunyi :
“ Dalam hal terjadi perkara perdata antara sesama orang Indonesia asli atau
orang yang dipersamakan dengan mereka , maka mereka tunduk kepada putusan
59 Dadang Muttaqien dkk (ed), Peradilan Agama Dan Kompilasi
Hukum Islam Dalam Tata Hukum Indonesia, ( Yogyakarta : UII Pres , 1999), h.39
59
hakim agama atau kepada masyarakat mereka menurut undang-undang agama
atau ketentuan-ketentuan agama mereka”.
Pada mulanya Pengadilan Agama di wilayah DKI Jakarta hanya terdapat tiga
kantor yang dinamakan Kantor Cabang yaitu :
a. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarat Utara
b. Kantor Pengadilan Agama Jakarta Tengah
c. Pengadilan Agama Istimewah Jakarta Raya sebagai induk
Ketiga kantor cabang tersebut termasuk dalam wilayah yuridiksi hukum
cabang Mahkamah Islam Tinggi Surakarta.
Kemudian pada tanggal 16 Desember 1976 telah keluar Surat Keputusan
Menteri Agama Nomor 71 Tahun 1976 yang menyatakan bahwa semua pengadilan
agama di profinsi Jawa Barat termasuk pengadilan agama yang berada di Daerah Ibu
Kota Jakarta Raya berada dalam wilayah Hukum Makhamah Islam Tinggi Cabang
Bandung.
Istilah Mahkamah Islam Tinggi kemudian berkembang menjadi Pengadilan
Tinggi Agama (PTA).
Setelah itu perpindahan Pengadilan Tinggi Agama Surakarta ke Jakarta
didasari oleh Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 61 Tahun
1985 , akan tetapi realisasi pelaksanaannya terjadi pada tanggal 30 Oktober 1987
60
lalu secara otomatis wilayah hukum pengadilan agama di wilayah DKI Jakarta
menjadi wilayah hukum hukum pengadilan tinggi agama Jakarta.
Perkembangan yang terjadi dari masa ke masa bahwa terbentuknya kantor
pengadilan agama Jakarta Selatan merupakan jawaban dari perkembangan
masyarakat Jakarta.
Pada tahun 1967, ketika itu cabang dari pengadilan agama istimewa Jakarta
Raya berkantor di jalan otista raya Jakarta timur. Sebutan pada waktu itu adalah
cabang pengadilan agama Jakarta selatan.
Faktor terbentuk nya kantor cabang pengadilan agama Jakarta Selatan adalah
sesuai dengan banyaknya jumlah penduduk dan bertambahnya pemahaman
penduduk serta tuntutan masyarakat Jakarta Selatan yang wilayahnya cukup luas.
Kantor pengadilan agama selalu mengalami perpindahan tempat. Sebut saja
pada tahun 1976 gedung kantor cabang pengadilan agama pindah ke Blok d
Kebayoran Baru Jakarta Selatan dengan menempati serambi mesjid Syarief
Hidayatullah dimana pada waktu itu sebutan kantor cabang pun dihilangkan menjadi
pengadilan agama Jakarta Selatan.
Penetapan tempat tersebut adalah inisiatif dari kepala Kandepag Jakarta
Selatan. Penetapan kantor diserambi masjid tersebut hanya bertahan sampai pada
tahun 1979.
61
Pada bulan September tahun 1979 kantor pengadilan agama pun kembali
mengalami perpindahan tempat ke gedung baru di jalan Ciputat Raya Pondok Pinang
dengan status tanah milik PGAN Pondok Pinang , selanjutnya pindah lagi ke jalan
Rambutan VII No 48 Pejaten barat Pasar Minggu Jakarta selatan dimana gedung ini
didapat dari hibah PEMDA DKI Jakarta.61
Gedung pengadilan agama Jakarta selatan ini mengalami pembenahan
pembenahan fisik lambat laun baik fisik mapuan non fisik. Dan pada akhirnya
berpindah kembali kantor nya ke jalan R.M Harsono RT 07/05 Ragunan Jakarta
Selatan dimana gedung baru ini merupakan gedung termewah dan terbesar
dibanding kantor kantor pengadilan agama lainnya di Indonesia.
Dasar hukum dan landasan kerja pembentukan pengadilan agama Jakarta
Selatan sebagai salah satu instansi yang melaksanakan tugasnya adalah sebagai
berikut:62
1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 pasal 24
2. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970
3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
5. Peratuiran Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975
61 www.pa-jaksel.net 62 Ibid,
62
6. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983
7. Peraturan/ Intruksi/Edaran Mahkamh Agung RI
8. Instruksi Dirjen Bimas Islam /Bimbingan Islam
9. Keputusan Mentri Agama RI Nomor 69 Tahun 1963 tentang pembentukan
peradilan agama Jakarta Selatan
10. Peraturan peraturan lain yang berkaitan dengan tata kerja dan wewenang
pengadilan agama
B. STRUKTUR ORGANISASI
Organisasi pengadilan agama Jakarta Selatan terdiri dari unsur pimpinan
pengadilan agama ( yang terdiri dari seorang ketua dan wakil ketua) , hakim,
panitera sekretaris , dibantu oleh wakil panitera yang membawahi tiga orang kepala
sub kepaniteraan (panitera muda), dan wakil sekretaris yang membawahi tiga orang
kepala sub bagian , panitera pengganti , jurusita , jurusita pengganti , calon hakim
dan beebrapa orang staff/pelaksana serta dibantu orang sebagai tenaga honorer.
63
Dibawah ini adalah bagan struktur pengadilan agama Jakarta Selatan sesuai
dengan Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
1996:
64
1.
Dra
. H
j. N
oor J
anna
h A
ziz,
MH
. C
.1
2.
Drs
. H
j. A
i Zai
nab,
SH
. C
.2
3.
H.
Muh
. Kai
lani
, SH
., M
H
C.3
4D
ra
10.
N
11.
12.
Drs
. ur
hafiz
al, S
H.,
MH
. C
.10
Dra
. H
j. Fa
chan
ah, M
. M.H
um.
C.1
1
Drs
. So
hel,
SH.
C.1
2
13D
ra
WA
KIL
KE
TU
A
Drs
. Yas
ardi
n, S
H.,
MH
.
H A
K I
M
PAN
MUD
. KA
SUBB
AG
. PA
NM
UD. G
UGA
TAN
PA
NM
UD. H
UKUM
KA
SUBB
AG
. KEU
AN
GA
N
KASU
BBA
G. U
MUM
H A
K I
M
WA
KIL
SE
KR
ET
AR
IS PA
NIT
ER
A /
SEK
RE
TA
RIS
WA
KIL
SE
KR
ET
AR
IS
Dra
. Am
inah
Hj.
Ghi
zar F
au’a
h SH
. D
wia
rti Y
ulia
ni, S
h.
Drs
. Ida
Fitr
iyan
i
STA
F
Moh
. Ham
bali,
SH
.
1.
a’ila
tun ST
AF
Drs
. Moh
amm
ad T
aufik
1.
rna
Kur
nia,
SH
.
STA
F
Yun
i Win
arti,
SH
I.
1.
umiy
ati ST
AF
Ahm
ad Ir
fan,
SH
.
1.
urai
ni, S
H.
STA
F
Tegu
h M
agza
n, S
H.
1.
. Fah
at, S
H.
STA
F
PAN
ITE
RA
PE
NG
GA
NT
I
1.
M. Y
asin
, SH
.
2.
End
ing
Bach
tiar,
SH.
3W
d
1.
ra. M
urni
ati
2.
iti S
auda
h, S
H.
3.
urha
yati,
SH
.
JUR
USI
TA
JUR
USI
TA
PE
NG
GA
NT
I
10.
r. Si
ti K
holif
ah, S
H.
11.
ahru
m, S
H
12.
atho
ny, S
H.
1.
2.
. Zam
rud
Naj
ib, S
E.
hmad
Fur
qoni
, SE.
7.
afas
8.
udio
no
1.
urdi
ansy
ah, S
E.
65
Dilihat dari bagannya bahwa struktur panitera/sekretaris masih merangkap
sedangkan dalam UU no 3 Tahun 2006 peradilan agama menyatakan bahwa panitera
dan sekretaris pengadilan agama tidak merangkap. Jadi bisa dikatakan bahwa
pengadilan agama Jakarta selatan ini belum mengaplikasi Undang-undang tersebut
dan belum memenuhi peraturan perundang-undangan.63
Pada saat penulis melakuan penelitian dan mengkroscek hal tersebut .Alasan
yang menjadi dasar pertimbangan khususnya dari ketua pengadilan agama Jakarta
Selatan ada beberapa factor yang mempengaruhi diantara adalah:64
a. Permasalahan yang sampai saat ini masih dibicarakan dalam rapat kerja
nasional seluruh badan peradilan mengenai inslunisasi yang belum selesai
dari MENPAN (Menteri Pendayagunaan Apartur Negara)
b. Sedangkan pengadilan agama Jakarta Selatan hanya sedang menunggu
hasil inslunisasi tersebut agar segera keluar dalam bentuk Surat Keputusan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN)
c. Hubungan pengadilan agama dengan mahkamah agung sendiri yang mana
fungsi Mahkamah Agung itu sendiri adalah sebagai pengaturan dan
pengawasan , menurut UU No 14 Tahun 1985 pasal 79 ketentuan ini
63 Wawancara pribadi dengan wakil pengadilan agama Jakarta selatan
Bapak Yasardin pada tanggal 14 April 2010
64 Ibid,
66
berguna sebagai kelancaran jalannya peradilan dan juga kewenangan ini
biasa disebut dengan rule making, bukan law making , atau bergerak
hanya dibidang acara.65 Dimana dalam hubungan ini dikatakan oleh wakil
ketua pengadilan agama sudah selesai. Dengan kata lain pengadilan
agama Jakarta Selatan dalam mendesak mahkamah agung untuk
mengeluarkan surat edaran atau peraturan mahkamah agung sudah
dilakukan dan selesai hanya tinggal menunggu surat Keputusan dari
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) saja.
d. Jadi pada saat ini pengadilan agama masih menggunakan peraturan
perundang-undangan yang lama. Kalaupun inslunisasi tersebut sudah
selesai pasti akan dipisah antara Panitera dan sekretaris. Dan secara
otomatis pengadilan agama akan menggunakan peraturan perundang-
undangan yang baru.
Faktor yang menjadi pertimbangan ketua pengadilan agama belum
mengaplikasikan permasalahan tersebut adalah bagaimana kondisi nya apabila kedua
jabatan itu dipisahkan, pertimbanangnya mengenai tunjangan untuk seorang
sekretaris disemua badan peradilan berdasarkan kelas kelas masing-masing selama
inslunisasi itu belum selesai dan surat keputusannya belum keluar. Sebenarnya di
pengadilan agama Jakarta Selatan itu sendiri sudah mempunyai calon calon yang
65 Busthanul Arifin , Pelembagaan Hukum Islam Di Indonesia : Akar , Sejarah ,
Hambatan dan Prospeknya , (Jakarta: GemaINsani Press , 1996 ) , h.110
67
akan dijadikan sebagai ketua sekretaris kelak. Sehingga apabila memang terjadi
pemisahan jabatan pengadilan agama Jakarta Selatan telah siap dengan organ baru
yaitu ketua sekretaris pengadilan. Faktor lain adalah masalah biaya yang akan
dikeluarkan oleh Negara apabila terjadi pemisahan organ tersebut. Negara akan
mengeluarkan biaya yang tidak sedikit mengenai permasalah ini.
Dan pada saat penulis melakukan penelitiannya telah terjadi acara
pergantian panitera/sekretaris di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Acara
Pelantikan Panitera/Sekretaris baru yakni Bapak Drs . Ach Djufri , SH menggantikan
Panitera/sekretaris lama yaitu Drs.Hj.Aminah yang mana sekarang beliau menempati
pengadilan agama Kerawang. Pelantikan tersebut dipimpin langsung oleh Ketua
Pengadilan agama Jakarta Selatan dan dihadiri oleh Ketua Pengadilan Tinggi Agama
DKI Jakarta.66
66 www.pa-jaksel.net
68
C. TUGAS TUGAS PEJABAT PENGADILAN
Sebagai perbandingan, penulis akan menguraikan tugas tugas dari para
pejabat/petugas pengadilan agama Jakarta Selatan selain yang sudah tertulis dalam
peraturan perundang-undangan , tugas tugas mereka adalah:67
1. Ketua
Merencanakan dan melaksanakan tugas pokok dan fungsi pengadilan agama
serta mengawasi, mengevaluasi , dan melaporkan pelaksanaan tugas sesuai
dengan kebijakan teknis Pengadilan Tinggi Agama Jakarta dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku
2. Wakil Ketua
Mewakili ketua Pengadilan Agama Jakarta Selatan dalam hal: merencanakan
dan melaksanakan tugas pokok dan fungsi peradilan agama serta mengevaluasi
dan melaporkan pelaksanaan tugas sesuai dengan kebijakan teknis Pengadilan
Tinggi Agama Jakarta dan peraturan perundang-undangan yang berlaku
3. Hakim
Mencatat dan meneliti berkas perkara yang diterima, menentukan hari sidang ,
menyidangkan perkara , membuat keputusan /penetapan, mengevaluasi dan
menyelesaikan perkara yang ditanda tangani serta melaksanakan tugas khusus
sebagai hakim mediator dan hakim pengawas bidang ; administrasi perkara ,
67 Laporan tahunan 2009 Pengadilan Agama Jakarta Selatan
69
administrasi umum , atau manajemen peradilan , dan melaporkan pelaksanaan
tugas kepada Ketua Pengadilan Agama.
4. Panitera/Sekretaris
Merencanakan dan melaksanakan pemberian pelayanan teknis dibidang
administrasi perkara , administrasi peradilan dan administrasi umum
dilingkungan pengadilan agama serta mengawasi, mengevaluasi dan
melaporkan pelaksanaan tugas sesuai dengan kebijaksanaan teknis peradilan
agama dan peraturan perundang-undangan.
5. Wakil Panitera
Mewakili panitera dalam hal: merencanakan dan melaksanakan pemberian
pelayanan teknis dibidang administrasi perkara dan administrasi peradilan
dilingkungan peradilan agama serta mengawasi , mengevalusi dan melaporkan
pelaksanaan tugas sesuai dengan kebijakan teknis pengadilan agama dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
6. Wakil Sekretaris
Mewakili sekretaris dalam hal:
Merencanakan dan melaksanakan pemberian pelayanan teknis bidang
adminstrasi umum dilingkungan pengadilan agama serta mengawasi ,
mengevaluasi dan melaporkan pelaksnaan tugas sesuai dengan kebijaksanan
teknis pengadilan agama dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7. Panitera Muda Gugatan
70
Merencanakan dan melaksanakan urusan kepaniteraan gugatan, melakukan
adminitrasi perkara, mempersiapkan persidangan perkara , meyimpan berkas
perkara yang masih berjalan dan urusan lainnya yang ada hubungannya dengan
gugatan serta mengawsasi , mengevalusi dan melaporkan pelaksanaan tugas
kepada atasan sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan ketua pengadilan
agama dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
8. Panitera Muda Permohonan
Merencanakan dan melaksanakan urusan kepaniteraan permohonan , melakukan
adminitrasi perkara , mempersiapkan persidangan perkara, menyimpan berkas
perkara yang masih berjalan dan urusan lainnya yang ada hubungannya dengan
perkara perdata serta mengawasi , mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan
tugas kepada atasan sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh ketua
pengadilan agama dan peraturan perundang-undangan yangberlaku.
9. Panitera muda hukum
Merencanakan dan melaksanakan urusan kepaniteraan hukum, mengumpulkan ,
mengolah dan mengkaji data , menyajikan statistik perkara , menyimpan arsip
berkas perkara yang masih berlaku , melakukan adminitrasi pembinaan hukum
agama , melaksanakan hisab rukyat dan tugas lain serta mengawasi ,
mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan tugas kepada atasan sesuai dengan
kebijaksanaan yang ditetapkan oleh ketua pengadilan agama dan peraturan
perudang-undangan yang berlaku.
10. Kasubag. Umum
71
Bertugas sebagai penyelenggara surat meyurat , bertanggung jawab atas
pengadaan barang, kebersihan dan keindahan gedung/kantor serta
lingkungannya dan berwenang memberi penilaian terhadap bawahannya (DP 3)
serta memberi teguran kepada bawahannya, melaksanakan urusan perlengkapan
rumah tangga dan perpustakaan serta mengawasi, mengevaluasi dan
melaporkan pelaksanaan tugas kepada atasan sesuai dengan kebjaksaan yang
telah ditetapkan oleh ketua pengadilan agama dan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
11. Kasubag keuangan
Merencanakan dan melakukan pengurusan keuangan kecuali mengenai
pengelolah biaya perkara serta mengawasi , mengevalusi dan melaporkan
pelaksanaan tugas kepada atasan sesuai dengan kebijkasanaan yang ditetapkan
oleh ketua pengadilan agama dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
12. Kasubag kepegawaian
Bertanggung jawab atas terselenggaranya SIMPEG dilingkungan pengadilan
agama Jakarta Selatan ,merencakan dan melaksanakan penyelesaian urusan
kepegawaian serta mengawasi memgevaluasi dan melaporkan pelaksanaan
tugas kepada atasan sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh ketua
pengadilan agama dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
13. Panietra pengganti
Membantu hakim dalam hal: mengikuti dan mencatat jalannya persidangan
perkara , membuat PHS , membuat berita acara persidangan , mengetik putusan
72
/ penetapan , membuat laporan tentang penundaan hari sidang dan perkara yang
diputus berikut amar putusannya, memutasi perkara yang sudah selesai ,
mengevaluasi dan laksanakan tugas khusus serta melaporkan pelaksanaan tugas
atasan.
14. Juru sita
Sebagi koordinator para juru sita pengganti , membantu majlis hakim dalam
pemanggilan para pihak atau saksi saksi untuk menghadiri persidangan ,
pengucapan ikrar talak, melaksanakan penyitaan , menjalankan putusan hakim
(eksekusi), meyampaikan, pemberitahuan isi putusan , membuat berita iklan/
pengumuman dan melaksanakan tugas khusus serta melaporkan pelaksanaan
tugas kepada atasan/pimpinan.
15. Juru sita pengganti
Membantu majlis hakim dalam pemanggilan para pihak atau saksi saksi untuk
menghadiri persidangan , pengucapan ikrar talak, melaksanakan penyitaan ,
menjalankan putusan hakim (eksekusi), meyampaikan, pemberitahuan isi
putusan , membuat berita iklan/ pengumuman dan melaksanakan tugas khusus
serta melaporkan pelaksanaan tugas kepada atasan/pimpinan.
16. Pengadministrasi perkara gugatan
Mengadminitrasi permohonan perkara gugatan yang masuk , mencatat tanggal
penunjukan majlis hakim , tanggal putusan , diktum amar putusan , perkara
banding, dan kasasi , hasil evaluasi , melaksanakan tugas khusus serta
melaporkan pelaksanaan tugas kepada kepala sub kepaniteraan gugatan.
73
17. Pengadministrasi keuangan perkara
Mencatat , menerima, meneliti keuangan perkara, menyiapkan dan
merekapitulasi data-data keuangan , berdasarkan peraturan serta melaporkan
pelaksanaan tugas kepada atasan.
18. Kasir
Mengadministrasi perkara dan menerima uang panjar perkara yang masuk ,
mencatat tanggal penunjukan majlis hakim, Tanggal putusan, tanggal putus,
diktum amar putusan, perkara banding, dan kasasi, hasil evaluasi, melaksanan
tugas khusus serta melaporkan pelaksanaan tugas kepada atasan.
19. Pengadministrasi akta cerai
Mengadministrasikan permohonan yang masuk, mencatat tanggal penunjukan
majlis hakim, tanggal putusan, diktum amar putusan, perkara banding, dan
kasasi, hasil evaluasi, membuat dan mencatat akta cerai serta menyerahkannya
kepada para pihak, melaporkan pelaksanaan tugas kepada atasan.
20. Pengolah data
Membantu mencatat dan merekapitulasi data perkara, meyiapkan laporan
perkara, merencanakan kegiatan dan pengolahan program, merencanakan
kegiatan, dan pengelolahan program komputer perkara, mempelajari komsep
ketikan, meyiapkan peralatan dan bahan, mengetik konsep, memeriksa/
mengoreksi, memperbaiki dan menyampaikan hasil ketikan putusan/penetapam
serta hakim dan atau panitera muda hukum serta melaporkan pelaksanaan tugas
kepada atasan.
74
21. Pengadminitrasi umum sub kepanitraan hukum
Membantu mencatat dan merekapitulasi data perkara, meyiapkan peralatan dan
bahan pengolah arsip perkara, meyiapkan peralatan dan bahan pengolah
perpustakaan pengadilan agama Jakarta Selatan, serta melaporkan pelaksanaan
tugas kepada atasan/panitera muda hukum
22. Bendahara ATK
Melaksanakan administrasi barang dalam hal pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, meneliti kode barang inventaris dan menyiapkan
bahan laporan keadaan barang, persiapan data, melaporkan pelaksanaan tugas
kepada kepala sub bagian umum.
23. Bendahara Rutin
Mengonsep rencana pembiayaan kegiatan, menyusun dan mengajukan SPP ke
KPKN, mengambil uang ke Bank, kantor pos, KPKN, memelihara dan
melakukan pembukuan, meneliti pengeluaran uang, membayar gaji dan dana
pelaksanaan kegiatan, melakukan pungutan dan penyetoran pajak, membuat
laporan pertanggung jawaban/SPJ, ikhtisar keuangan dan registrasi kas
berdasarkan ketentuan yang berlaku serta melaporkan pelaksanaan tugas kepada
kepala sub bagian keuangan.
24. Pembuat Daftar Gaji
Menerima, menghimpun dan meneliti pelaksanaan anggaran, membuat
rekapitulasi penerimaan dan pengeluaran anggaran, membuat penggunaan
anggaran, serta melaporkan pelaksanaan tugas kepada sub bagian keuangan.
75
25. Penata Berkas
Menerima, membuka, mengarahkan, mencatat, memberi nomor,
mendistribusikan surat-surat kepada unit pengolah dan menata berdasarkan
klasifikasi dan indeks, memelihara dan menemukan kembali surat bila
diperlukan serta melaporkan tugas pelaksanaan kepada kepala subagian umum.
26. Pengadministrasian umum
Menerima, mencatat, merekapitulasi data kesejahteraan pegawai, merencanakan
kegiatan dan pengolahan data tata usaha kepegawaian serta meneliti, melihara,
meyusun file kepegawaian, membuat statistik kepegawaian, mempelajari
konsep ketikan, meyiapkan bahan dan peralatan, mengetik konsep, memeriksa
dan pengoreksi, memperbaiki hasil ketikan dan menyampaikan hasil ketikan
pelaksanaan tugas kepada kepala sub bagian kepagawain.
27. Caraka/pesuruh
Mempersiapkan bahan dan peralatan kerja, melakukan pekerjaan kebersihan
kantor/gedung dan halaman (kolom ikan dan tanaman ) , serta peralatan kantor ,
meyiapkan daftar absensi hadir dan pulang pegawai. Merekapitulasi serta
melaporkan kepada kepala sub bagian kepegawaian, meyiapakan dan
memberikan nomor urut sidang kepada para piahak.
28. Sopir
Mempersiapkan bahan dan peralatan kerja, memeriksa perlengkapan,
mejalankan, merawat dan menjaga kebersihan kendaraan dinas serta
melaporkan pelaksanaan tugas kepada kepala sub bagian umum.
76
29. Petugas Jaga Malam
Mempersiapkan bahan dan peralatan kerja, melakukan pekerjaan pengamanan
kantor/gedung beserta barang–barang yang ada didalamnya, menjaga keamanan
kantor dimalam hari, melaksanakan tugas lain serta melaporkan pelaksanaan
tugas kepada kepala sub bagian umum.
30. Tenaga Honorer juru ketik
Mempersiapkan bahan dan peralatan kerja, mempelajari konsep gugatan
/permohonan , mengetik konsep gugatan /permohonan pada komputer program ,
memeriksa /mengoreksi, memperbaiki dan menyampaikan hasil ketikan kepada
panitera muda permohonan.
31. Operator IT
Mempersipakan bahan dan peralatan kerja, membuat dokumtasi kegiatan
kantor, mengetik, mengedit dan membuat berita kedalam web site pengadilan
agama, mempelajari konsep putusan/penetapan, mengetik konsep,
memeriksa/mengoreksi, memperbaiki dan menyampaikan hasil ketikan
putusan/penetapan kepada wakil panitera.
32. Petugas kebersihan/pesuruh
Mempersiapkan bahan dan peralatan kerja, melakukan pekerjaan kebersihan
kantor/gedung dan halam serta peralatan kantor , melaksanakan tugas lain serta
melaporkan pelaksanaan tugas kepada kepala sub bagian umum.
33. Keamanan
77
Mempersiapkan bahan dan peralatan kerja, melakukan pekerjaan pengamanan
para pihak dan tamu/pengunjung pengadilan agama Jakarta Selatan,
menyiapkan dan memberikan nomor urut kepada para pihak, melaksanakan
tugas lain serta melaporkan pelaksanaan tugas kepada wakil panitera.
78
BAB IV
ANALISIS UU NO 7 TAHUN 1989 SETELAH DIAMANDEMEN
A. PROSES LAHIRNYA UU NO 3 TAHUN 2006
Secara garis besar ada 4 (empat) tahapan yang harus dilalui dalam proses
penyusunan peraturan perundang-undangan yaitu:68
1. Persiapan Pembentukan Atau Perencanaan UU ( Perencanaan, Penyusunan,
Perumusan)
Kegiatan Perencanaan Pembentukan Peraturan Perundang-undang dilakukan
oleh pemerintah bersama DPR yang dikoordinasi oleh Badan Legislasi DPR,
dalam suatu Proglam Legislasi Nasional (Prolegnas). Prolegnas adalah instrumen
Perencanaan Program Pembentukan Undang-Undang yang disusun secara
berencana , terpadu, dan sistematis. Penyusunan ini dilakukan setiap lima tahun
secara rutin bisa dievaluasi atau direncanakan ulang pada setiap tahunnya. Usulan
yang berasal dari DPR bisa bersumber dari Badan Legislasi, Komisi, Gabungan
Komisi, dan Anggota. Dalam rapat Parimurna DPR, kemudian diputusan apakah
RUU itu disetujui tanpa perubahan, disetujui dengan perubahan, atau penolakan.
68 A. Ghani Abdullah & Ismail Hasani, Pengantar Ilmu Perundang-Undangan,
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2006, h. 60
79
2. Pembahasan Rancangan Peraturan Perundang-undangan.
Pembahasan RUU terdiri atas dua tingkat pembicaraan. Pembicaraan tingkat
pertama diadakan dalam rapat komisi, rapat baleg ataupun pansus. Sedangkan
pembicaraan tingkat dua diadakan dalam sidang Paripurna DPR untuk menyetujui
RUU tersebut.69
Pembicaraan tingkat I meliputi urutan:
a. Pandangan fraksi-fraksi, atau DPD
b. Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU)
c. Mengundang pimpinan lembaga Negara atau lembaga lain apabila materi
RUU berhubungan dengan lembaga negara lain
d. Diadakan rapat intern
Pembicaraan tingkat II adalah pengambilan keputusan dalam sidang Paripurna
yang didahului oleh:
a. Laporan hasil pembicaraan tingkat I
b. Pendapat akhir fraksi
c. Pendapat akhir presiden yang disampaikan oleh menteri yang
mewakilinya
69 Maria Farida Indri Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan Dasar-dasar Dan
Pembentukannya, (Yogyakarta : Kanisius , 1998),h. 142
80
3. Pengesahan Rancangan Peraturan Perundang-undangan
Setelah selesai pembahasan maka sebuah RUU akan disahkan menjadi UU.
Pengesahan dilakukan Presiden sebagai kepala Negara dengan memberikan
nomor, serta membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu selambat
lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak RUU itu disetujui bersama oleh DPR dan
Presiden.
4. Pengundangan Dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan
Pengundangan adalah aktivitas lanjutan dari tahapan penyusunan peraturan
perundang-undangan, yang merupakan petanda bahwa sebuah peraturan telah
berlaku, dengan menetapkannya di dalam lembaran Negara atau berita Negara.
Sesudah diundangkan , sebuah peraturan dianggap berlaku dan mengikat.
Pada dasarnya pemerintah memiliki kewajiban menyebarluaskan peraturan
perundang-undangan yang telah diundang-undangkan. Tujuan penyebarluasan ini
adalah agar semua orang mengetahui bahwa telah terbit suatu peraturan yang telah
diundang-undangkan, sehingga semua subyek hukum bisa mematuhinya. Selain
fungsinya agar semua orang mengetahui peraturan tersebut fungsi lain adalah bahwa
perundang-undangn mempunyai kekuatan mengikat. Yang mana setelah UU tersebut
diumumkan dan diundang secara resmi maka orang dianggap sudah tahu isinya. Dan
81
ini yang disebut dnegan “ fiksi hukum” yang sudah dirubah oleh yurisprudensi
dalam putusan mahkamah agung pada tahun 1955.70
Perubahan undang-undang No 7 Tahun 1989 menjadi UU No 3 Tahun 2006
tentang peradilan agama ini sebenarnya telah dirintis sejak zaman pak Zain Badjeber
yang pada saat itu beliau masih menjabat sebagai ketua Balegnas ( Badan Legislasi
Nasional). Beliaulah yang memprakarsai upaya perubahan undang-undangan
peradilan agama beserta tokoh-tokoh peradilan agama. Upaya perubahan tersebut
dapat terlaksana dengan adanya penjelasan dan lobi-lobi dalam forum-forum
silahturahmi dengan anggota DPR. Bahkan konsep dasar yang kemudian menjadi
rancangan undang-undang inistif DPR adalah berasal dari tokoh-tokoh peradilan
agama itu sendiri.
Akan tetapi, pada tahun 2004 semua itu tidak selesai, sebabnya akan ada
pemilu sehingga banyak tekanan politik. Sehingga terjadi pergantian anggota dewan
yang menyebabkan proses tersebut dimulai dari nol lagi. Sebenarnya proses
pembahasan rancangan Undang-Undang tentang perubahan atas Undang-Undang
No 7 Tahun 1989 tentang peradilan agama tersebut atas usul DPR RI dilalui dengan
proses yang cukup banyak, dan juga banyak hal-hal yang tidak terungkap.
70 Amiroeddin Syarif , Perundang-Undangan Dasar , Jenis dan teknik
membuatnya, ( Jakarta : PT Bina Askara , 1987),h.75
82
RUU ini agak lambat dibandingkan dengan perubahan undang-undang
lingkungan peradilan umum, dan undang-undang lingkungan peradilan tata usaha
negara. Pada saat ini Rancangan Undang-Undang Peradilan Militer masih dibahas di
DPR.71
Dan apabila dijelaskan akan memakan banyak tempat dan waktu. Jadi
penulis akan menguraikan perjalanan pentingnya saja. Proses tersebut dapat
diilustrasikan sebagai berikut:72
1. Surat pengusul tanggal 27 April 2005 kepada pimpinan DPR RI tentang
penyampaian Rancangan Undang-Undang Usul Inisiatif DPR RI tentang
perubahan atas Undang-undang No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
2. Sesuai pasal 130 ayat (4) tata tertib DPR RI Tahun 2005, rancangan undang-
undang dimaksud diberitahukan atau dibagikan kepada anggota dewan
dalam rapat paripurna pada tanggal 02 Mei 2005
71 Andi Syamsu ‘Alam , Implikasi Revisi Undnag-Undang Nomor 7 Ttahun 1989
Tentang Peradilan Agama dan Langkah Strategis Bagi Praktisi Hukum Pengadilan
Agama, Al-Mawarid XVII(2007): H. 16
72 M .Isnur , Peradilan Agama Dan Kewenangan Menangani Ekonomi Syariah
(Studi Krisi Terhadap UU No 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas UU No 7 Tahun
1989),Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta , 2007), h.
68
83
3. Pendapat fraksi-fraksi atas RUU usul inisiatif tentang perubahan atas
undang-undang No 7 tahun 1989 tentang peradilan agama untuk menjadi
rancangan undang-undang usul DPR RI disampaikan dalam rapat paripurna
pada hari selasa, 17 Mei 2005
4. Surat Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia kepada presiden
Republik Indonesia Nomor : RU.02/4426/DPR RI/2005 tanggal 30 Juni
2005, perihal usul DPR RI mengenai Rancangan Undang-Undang tentang
perubahan atas Undang-Undang No 7 Tahun 1989 tentang peradilan agama
berikut draf rancangan Undang-Undang yang telah disempurnakan.
5. Surat jawaban presiden Republik Indonesia kepada pimpinan Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 65/Pres/B/2005 tanggal 25
Agustus 2005 perihal: penunjukan wakil untuk membahas rancangan
undang-undang tentang perubahan atas undang-undang No 7 Tahun 1989
tentang peradilan agama, yaitu Menteri hukum dan hak asasi manusia dan
Menteri agama Republik Indonesia.
6. Berdasarkan keputusan rapat badan musyawarah tanggal 26 Mei 2005
diputuskan bahwa rancangan undang-undang tentang perubahan atas
undang-undang No 7 Tahun 1989 dibahas dan ditanda tangani oleh komisi
III
7. Pembicaraan tingkat I atau pembahasan atas rancangan undang-undang
tersebut dilakukan mulai tanggal 24 Januari 2006 sampai dengan 13
84
Februari 2006 antara komisi III dengan menteri hukum dan hak asasi
manusia dan menteri agama Republik Indonesia
8. Pembicaraan tingkat II atau pengambilan keputusan atas rancangan undang-
undang tentang perubahan atas undang-undang No 7 Tahun 1989 tentang
peradilan agama disampaikan dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan
Rakyat Indonesia pada hari selasa, tanggal 21 Februari 2006 dipimpin oleh
wakil ketua DPR RI atau Korpolekku (H. Soetardjo Soerjogoeritno, B.Sc.)
9. Surat keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia nomor : 06/DPR-RI/
2005-2006 ) tanggal 21 Februari 2006 tentang persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia tentang perubahan atas undang-
undang No 7 Tahun 1989 tentang peradilan agama
10. Surat ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pengantar
persetujuan rancangan atas undang-undang Republik Indonesia tentang
perubahan atas undang-undang No 7 Tahun 1989 tentang peradilan agama.
11. Naskah rancangan undang-undang tentang perubahan atas undang-undang
No 7 Tahun 1989 tentang peradilan agama yang telah mendapat persetujuan
dalam rapat paripurna tanggal 21 Februari 2006
Proses penyusunan dan pembahasan perubahan undang-undang No 7 Tahun
1989 tentang peradilan agama tidak mengalami hambatan yang cukup berarti, semua
pihak dan fraksi menerima. Ini terlihat tidak ada tanggapan yang begitu serius dan
menjadi kontroversi.
85
Dalam Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tersebut, di samping merubah
ketentuan pembinaan teknis peradilan, organisasi, administrasi dan finansial
pengadilan oleh Mahkamah Agung seperti diatur pada Pasal 5 (dalam UU No. 7
Tahun 1989 Pasal 5 pembinaan teknis dilakukan oleh Mahkamah Agung RI
sedangkan pembinaan non teknis (organisasi, perlengkapan, kepegawaian dan
keuangan) dilakukan oleh Departemen Agama.73
Latar belakang yang menyebabkan munculnya amandemen baru UU
peradilan agama yaitu UU No 3 Tahun 2003 tentang Peradilan agama adalah
perkembangan lembaga-lembaga keuangan syariah yang tumbuh pesat di Indonesia,
seperti perbankan syariah, asuransi syariah, pasar modal dengan instrumennya
obligasi dan reksadana syariah, pegadaian syariah, dana pensiun syariah, lembaga
keuangan syariah, dan lain lain, yang membawa pengaruh terhadap kehidupan
masyarakat Indonesia. Serta trend ekonomi syariah yang mana awal mula berdirinya
Bank Muamalat Indonesia ( BMI) yang mengakomodir prinsip bagi hasil dimana
menrupakan prinsip syariat islam. Dimana pertimbangan Dewan Perkawilan Rakyat
dengan menyetujui penambahan kewenangan perekonomian syariah dengan alasan
bahwa perekonomoian syariah merupakan bidang perdata yang secara sosiologis
73 Andi Syamsu Alam, Implikasi Revisi Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama dan Langkah Strategis Bagi Praktisi Hukum Pengadilan
Agama, h.16
86
merupakan kebutuhan umat islam untuk menyelesaikan permasalahan dengan cara
syariat .74
B. PERUBAHAN PERUBAHAN PENTING DALAM UU NO 3 TAHUN
2006
Dengan adanya perubahan hirarki di lingkungan pengadilan agama dan
terjadinya perkembangan dibidang ekonomi syariah pada tahun 2006 dikeluarkannya
UU No 3 Tahun 2006 Perubahan atas UU No7 Tahun 1989 tentang pengadilan
agama . Dalam pertimbangan hukum undang-undang ini disebutkan bahwa peradilan
agama merupakan lingkungan peradilan dibawah Mahkanah Agung. Bahwa
ketentuan yang terdapat dalam UU No 7 tahun 1989 tentang peradilan agama sudah
tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan masyarakat.75
74 Illy Yanti, Hukum Islam Pasca Lahirnya Undang-Undang No 3 Tahun
2006,artikel diakses padatanggal19Aprli2010dari http://www.jurnalalrisalah.com/index.php?option=com_content&view=article&id=73
:hukum-islam-di-indonesia-pasca-lahirnya-undang-undang-no-3-tahun-
2006&catid=38:al-risalah-volume-7-nomor-2-desember-2007&Itemid=55
75 Gemala Dewi (ed), Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Di Indonesia,
(Jakarta:Kencana, 2006), h.58
87
Dalam UU ini terdapat 24 perubahan, perubahan itu diantaranya adalah
sebagai berikut:76
a. Ketentuan pasal 2 diubah menjadi:
Peradilan agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat
pencari keadilan yang beragama islam mengenai perkara tertentu (dalam UU
No 7 Tahun 1989 semula perkara perdata tertentu ) sebagaimana dimaksud
dalam undang-undang ini.
Penjelasannya adalah yang dimaksud dengan rakyat pencari keadilan adalah
setiap warga Negara Indonesia maupun orang asing yang mencari keadilan
pada pengadilan Indonesia.
b. Diantara pasal 3 dan 4 disisipkan pasal 3A yang menentukan:
Dilingkungan peradilan agama dapat diadakan pengkhususan pengadilan yang
diatur dalam undang-undang
Penjelasan dari pasal ini adalah pengadilan khusus dalam lingkungan PA yaitu
pengadilan syariah islam yang diatur dengan UU Mahkamah Syariah di
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang dibentuk berdasarkan UU
No18/2001 tentang otonomi khusus bagi provinsi daerah istimewah aceh
76 Abdul Manan , Etika Hakim Dalam Penyelenggaraan Peradilan : Suatu
Kajian Dalam Sistem Peradilan Islam, ( Jakarta: Kencana, 2007), h.242
88
sebagai provinsi NAD yang oleh UU No 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan
kehakiman pasal 15 ayat (2) disebutkan bahwa : “ Pengadilan Syariah Islam di
Provinsi NAD merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan
agama sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan agama,
dan merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan umum
sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan umum.
c. Ketentuan pasal 15 diubah menjadi:
1. Pembinaan teknis peradilan, organisasi, administrasi, dan finansial
pengadilan dilakukan oleh Mahkamah Agung
2. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh
mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.
d. Ketentuan pasal 18 diubah menjadi:
1. Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan diberhentikan dengan hormat
dari jabatannya karena:
a. Permintaan sendiri
b. Sakit jasmani atau rohani terus menerus
c. Telah berumur 62 (enam puluh dua) tahun bagi ketua, wakil ketua, dan
hakim pengadilan, dan 65 (enam puluh lima) tahun bagi ketua, wakil
ketua, dan hakim pengadilan tinggi agama
2. Ketua, wakil ketua dan hakim pengadilan yang meninggal dunia dengan
sendirinya diberhentikan dengan hormat dari jabatanya oleh presiden.
89
Penjelasannya adalah:
Yang dimaksud dengan sakit jasmani atau rohani terus menerus adalah sakit
yang menyebabkan yang bersangkutan ternyata tidak mampu lagi melakukan
tugas kewajibannya dengan baik
Dan yang dimaksud dengan tidak cakap adalah misalnya yang bersangkutan
banyak melakukan kesalahan besar dalam menjalankan tugasnya.
e. Ketentuan pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagi berikut:
1. Ketua, wakil ketua, dan hakim diberhentikan tidak dengan hormat dari
jabatannya dengan alasan:
a) Dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan
b) Melakukan perbuatan tercela
c) Terus menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas
pekerjaannya
d) Melanggar sumpah jabatan
e) Melanggar larangan yang dimaksud pasal 17
2. Pengusulan pemberhentian yang dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c,
huruf d, huruf e dilakukan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan
secukupnya untuk membela diri dihadapan majlis kehormatan hakim
90
3. Ketentuan mengenai pembentukan, susunan, dan tata kerja majlis hakim,
serta tata cara pembelaan diri diatur lebih lanjut oleh ketua mahkamah
agung
f. Ketentuan pasal 20 diubah sehingga berbunyi:
Seorang hakim yang diberhentikan dari jabatannya dengan sendirinya
diberhentikan sebagai pegawai negeri
g. Ketentuan pasal 36 pun mengalami perubahan sehingga berbunyi:
Panitera, wakil panitera, panitera muda, dan panitera pengganti pengadilan
diangkat dan diberhentikan dari jabatannya oleh mahkamah agung
h. Ketentuan pasal 40 diubah, sehingga berbunyi:
1. Jurusita pengadilan agama diangkat dan diberhentikan oleh mahkamah
agung atas usul ketua pengadilan yang bersangkutan
2. Jurusita pengganti diangkat dan diberhentikan oleh ketua pengadilan yang
bersangkutan
i. Ketentuan yang ada dalam pasal 44 yang menjadi inti pokok penulis
diubah menjadi:
Panitera pengadilan tidak merangkap sekretaris pengadilan
j. Ketentuan pasal 45 diubah menjadi:
91
Untuk dapat diangkat menjadi sekretaris, wakil sekretaris pengadilan agama
dan pengadilan tinggi agama seorang calon harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
1. Warga Negara Indonesia
2. Beragama islam
3. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
4. Setia pada Pancasila dan UUD 1945
5. Berijasah paling rendah sarjana syariah atau sarjana hukum yang
mengusasi hukum islam
6. Berpengalaman dibidang administrasi peradilan
7. Sehat jasmani dan rohani
k. Ketentuan pasal 47 dirubah menjadi:
Sekretaris dan wakil sekretaris pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh
mahkamah agung
l. Ketentuan pasal 49 diubah sehingga berbunyi:
Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama
islam dibidang:
1. Perkawinan
2. Waris
92
3. Wasiat
4. Hibah
5. Wakaf
6. Zakat
7. Infak
8. Sedekah
9. Ekonomi syariah
m. Ketentuan pasal 50 pun diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
1. Dalam hal terjadi sengketa hak milik atau sengketa lain dalam perkara
sebagaimana dalam pasal 49 khusus mengenai obyek sengketa tersebut
harus diputus lebih dahulu oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan
umum
2. Apabila terjadi sengketa hak milik sebagaimana dimaksud pada ayat(1)
yang subyek hukumnya orang-orang yang beragama islam, obyek
sengketa tersebut diputus oleh pengadilan agama bersama perkara
sebagaimana dimaksud dalam pasal 49
n. Diantara pasal 52 dan pasal 53 disisipkan pasal 52 A yang menentukan :
Pengadilan agama memberikan istbat kesaksian rukyat hilal dalam penentuan
awal bulan pada tahun hijriah
o. Ketentuan pasal 90 diubah menjadi:
1. biaya perkara perkara sebagimana dimaksud dalam pasal 89 meliputi:
93
a. Biaya kepaniteraan dan biaya materai yang diperlukan untuk perkara
tersebut
b. Biaya untuk para saksi, saksi ahli penerjemah, dan biaya pengambilan
sumpah yang diperlukan dalam perkara tersebut
c. Biaya yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan setempat dan
tindakan-tindakan lain yang diperlukan pengadilan dalam perkara tersebut
d. Biaya pengambilan, pemberitahuan dan lain lain atas perintah pengadilan
yang berkenaan dengan perkara tersebut
2. Besarnya biaya diatur oleh mahkamah agung
p. Diantara pasal 106 dan BAB VII disisipkan satu pasal baru yakni:
Pasal 106 A yang berbunyi sebagai berikut:
Pada saat UU ini mulai berlaku peraturan perundang-undangan pelaksaan UU
No 7 Tahun 1989 tentang PA masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dan
belum diganti berdasarkan UU ini.
Perubahan yang ada dalam UU No 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama
secara garis besar meliputi:77
1. Kewenangan Peradilan Agama
77 Wawancara pribadi dengan wakil Pengadilan Agama Jakarta Selatan
Bapak Yasardin , Jakarta 14 April 2010
94
Kewenanagn absolut yang dimiliki oleh pengadilan agama salah satunya
adalah kewenangaan menangani perkara zakat, infaq dan ekonomi syariah
selain kewenagan ( pasal 49 UU No 3 Tahun 2006), penjelasan dalam bidang
ekonomi syariah yang dimaksud adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang
dilaksankan menurut prinsip syariah, antara lain meliputi:
a. Bank syari’ah;
b. Lembaga keuangan mikro syari’ah;
c. Asuransi syari’ah;
d. Reasuransi syari’ah;
e. Reksadana syari’ah;
f. Obligasi syari’ah dan surat berharga berjangka menengah syari’ah;
g. Sekuritas syari’ah;
h. Pembiayaan syari’ah;
i. Pegadaian syari’ah;
j. Dana pensiun lembaga keuangan syari’ah; dan
k. Bisnis syari’ah.
2. Menangani hapusnya hak opsi tentang waris
Hak Opsi yang dimaksud ialah hak untuk memilih hukum mana yang akan
dipakai apabila terjadi sengketa mengenai warisan dimana antara para ahli warisnya
terjadi ketidak sepakatan tentang hukum yang dipakai atau terjadi perbedaan agama
antara para ahli waris. Dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 secara tegas
95
dinyatakan bahwa tidak ada lagi pilihan hukum bagi penyelesaian sengketa
mengenai waris. Apabila terjadi sengketa milik yang subjek hukumnya beragama
Islam maka objek sengketa tersebut harus diselesaikan dan diputus oleh Pengadilan
Agama. Ketentuan ini memberi kewenangan kepada Pengadilan Agama untuk
sekaligus memutuskan sengketa milik atau keperdataan lain yang terkait dengan
objek sengketa apabila subjek sengketa antara orang-orang yang beragama islam.
3. Mengenai itsbat dan rukyat hilal
Pengadilan agama dapat diminta oleh Menteri Agama untuk memberikan
penetapan (itsbat) terhadap kesaksian orang yang telah melihat atau menyaksikan
hilal bulan pada setiap memasuki bulan Ramadhan dan awal bulan Syawal tahun
Hijriyah dalam rangka Menteri Agama mengeluarkan penetapan secara nasional
untuk penetapan 1 (satu) Ramadhan dan 1 (satu) Syawal. Pengadilan agama dapat
memberikan keterangan atau nasihat mengenai perbedaan penentuan arah kiblat dan
penentuan waktu shalat. Kewenangan ini merupakan kewenangan baru yang dimiliki
oleh pengadilan agama.
4. Adanya peradilan khusus (Mahkamah syariah ) NAD78
Keistimewaan aceh yakni terletak pada adanya Lembaga Peradilan Khusus
untuk melaksanakn syariat islam yaitu mahakamah syar’iyah sebagai lembaga
peradilan tinggkat I dan mahkamah syariah provinsi sebagai lembaga peradilan
78 Basiq Jalil, Peradilan Agama Di Indonesia, ( Jakarta:Kencana, 2006), h. 170
96
tingkat banding. Lembaga ( Mahkamah ) inilah yang berwenang melaksanakan
syariat islam untuk umat islam di Aceh baik tingkat I mapun Tingkat banding.
Sedangkan untuk kasasi tetap di mahkamah syariah.
Dan salah satu perubahan yang menjadi dasar penelitian penulis adalah
perubahan pasal 44 dari UU No 7 Tahun 1989 menjadi UU No 3 Tahun 2006
tentang peradilan agama yaitu bahwa panitera pengadilan tidak merangkap lagi
menjadi sekretaris. Dan memang nampaknya perubahan dalam pasal ini tidak terlalu
diangkat kepermukaan sehingga kurang sosialisainya dibandingkan dengan
perubahan lain yang terdapat dalam UU No 3 tahun 2006 yang secara umum
membahas tentang penambahan kewenangan absolut peradilan agama.
Pasca lahirnya Undang-undang Nomor : 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama, terbesit harapan akan terwujudnya Pengadilan Agama dan Pengadilan
Tinggi Agama yang mandiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Harapan
itu semakin melejit pasca di keluarkannya Undang-undang Nomor : 3 Tahun 2006
tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor : 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama. Hal ini karena dalam undang-undang ini dimaksud antara lain menegaskan
kemandirian peradilan agama dalam pengelolaan administrasi yustisial dan
administrasi non yustisial (administrasi finansial dll).
Dalam dunia peradilan hal yang dikemukakan di atas disebut dengan istilah
"Court of Law". Ciri-ciri dari "Court of Law" adalah Hukum Acara dan Minutasi
97
dilaksanakan dengan baik dan benar, tertib dalam melaksanakan administrasi
perkara dan putusan dilaksanakan sendiri oleh pengadilan yang memutus perkara
tersebut. Hal tersebut diperlukan agar Peradilan Agama di Indonesia mempunyai
"kesamaan pola tindak dan pola pikir atau dalam istilah peradilan disebut dengan
"legal frame work and unified opinion". Oleh karenanya, tertib administrasi yang
merupakan bagian dari "Court of Law" adalah mutlak harus dilaksanakan oleh
semua aparat peradilan agama dalam rangka mewujudkan peradilan yang mandiri
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Tugas pokok pengadilan adalah menerima, memeriksa, mengadili dan
menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya. Yang melaksanakan tugas-tugas
administrasi dalam rangka mencapai tugas pokok tersebut adalah Panitera,
sebagaimana tersebut dalam pasal Undang-undang Nomor : 3 Tahun 2006. Secara
umum, Panitera sebagai pelaksana administrasi pengadilan mempunyai 3 macam
tugas, yaitu : Pelaksana Administrasi Perkara, Pendamping Hakim dalam
persidangan dan Pelaksana Putusan/Penetapan Pengadilan serta tugas-tugas
Kejurusitaan lainnya.79
79 Hamidi, Tugas Kepanitraan Pengadilan, artikel diakses pada tanggal 17
April 2010 dari http://www.pta-
palangkaraya.net/english/registry/Tugas%20Kepaniteraan%20Pengadilan.pdf
98
C. ANALISIS PENULIS
Berdasarkan Undang Undang No 3 Tahun 2006 amandemen dari UU No 7
Tahun 1989 sesuai dengan pasal 44 yang berbunyi bahwa panitera pengadilan tidak
merangkap sebagai sekretaris. Akan tetapi berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh penulis pengadilan agama Jakarta Selatan belum mengaplikasikan ketentuan
yang ada dalam peraturan perundang-undangan, bukan kah berdasarkan dalam
ketentuan UU No 10 Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-
undangan bahwa peraturan perundang-undangan mulai berlaku dan mempunyai
kekuatan mengikat pada tanggal di Undang-undang kan kecuali ditentukan lain
didalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.80 Dan memang apabila
dilihat dari klausulnya penerapan undang-undang tersebut harus menunggu,
diantaranya menunggu intruksi dari Mahkamah Agung dimana Mahkamah Agung
sebagai lembaga tertinggi di seluruh peradilan agama di Indonesia, sedangkan
fungsi dari Mahkamah Agung yang salah satunya adalah dengan mengeluarkan
surat /peraturan Mahkamah agung terkait dengan kelembagaan peradilan. Dapat
dilihat dari penjelasan pasal tersebut adalah berlakunya peraturan perundang-
undangan yang tidak sama dengan tanggal pengundangan, di mungkinkan untuk
persiapan sarana dan prasarana serta kesiapan aparatur pelaksana peraturan
perundang-undangan tersebut. Dalam amandemen undang-undang peradilan agama
80 Pasal 50
99
yaitu UU No 3 tahun 2006 , memang tidak ada persiapan dalam melaksanakan
undang-undnag tersebut. Ini dapat dilihat dalam kurun waktu 4 (empat tahun ),
badan peradilan agama diseluruh Indonesia belum mengaplilasikan pasal 44 dalam
UU No 3 tahun 2006 tentang peradilan agama. Dimana bunyi pasal 44 tersebut
adalah panitera pengadilan agama tidak merangkap sebagai sekretaris.
Seharusnya pengadilan agama Jakarta Selatan mengetahui peraturan ini dan
segara menerapkannya, kalaupun memang masih memperkirakan tentang
pertimbangan-pertimbangan yang disebutkan dalam hasil wawancara penulis dengan
wakil ketua pengadilan yaitu mengenai tunjangan yang akan didapat oleh seorang
sekretaris, sama hal nya seorang panitera yang mendapat tunjangan berdasarkan
kelas kelas pengadilan. Tunajangan tersebut diatur dalam peraturan Presiden No 20
Tahun 2006 mengenai Tunjangan Panitera adalah sebagai berikut: 81
No Panitera Mahkamah Agung
Panitera Pengadilan Agama kelas I A
Panitera Pengadilan Agama Kalas IB
Panitera Pengadilan Agama KELAS II A
Panitera Pengadilan Agama Kelas IIB
81 http://www.bpkp.go.id/unit/hukum/perpres/2006/020-06.pdf artikel diakses
pada tanggal 17 Aprli 2010
100
1. PANITERA Rp.4.500.000 Rp.1.650.000 Rp.660.000,00 Rp.495.000 Rp.264.000
2. WAKIL PANITERA
Rp.3.500.000 Rp.660.000,0 Rp.495.000 Rp.264.000 Rp.231.000
3. PANITERA MUDA
Rp.2.500.000 Rp.495.000 Rp.264.000 Rp.220.000 Rp.212.000
4. PANITERA PENGGANTI
Rp.990.000 Rp.264.000 Rp.231.000 Rp.197.000 Rp.183.000
Akan tetapi pada saat pembentukan peraturan perundangan-undanag
khususnya amandemen UU No 7 Tahun 1989 ini pemerintah tidak memperhatikan
ketentuan dalam UU No 10 tahun 2004 dalam materi muatan yang harus ada dalam
Perundang-undangan meliputi salah satunya adalah keuangan Negara.82
Sehingga tidak perlu membicarakan hal lebih lanjut mengenai tunjangan
untuk sekretaris seperti yang sedang dibicarakan oleh Menteri Pemberdayan
Aparatur Negara dan Rapat Koordinasi oleh para badan perdilan di Indonesia
sebagai anggotanya hingga saat ini. Dampaknya peraturan perundangan-undangan
tersebut tidak sepenuhnya terlakasanakan. Sesuai dengan asas peraturan perundang-
undangan bahwa peraturan perundang-undangan harus dapat dilaksankan.83
82 Pasal 8 huruf a
83 Pasal 5 huruf d
101
Penyebab terjadinya pemisahan antara organ panitera dan sekretaris dapat
juga dilihat dari sisi tugas dan wewenang dari keduanya, dimana panitera berwenang
dalam administrasi perkara dan sekretaris berwenang dalam bidang administrasi
umum, kalau saya analogikan panitera bekerja dilapangan yaitu pada saat acara
persidangan lalu sekretaris bekerja di kantor nya saja yaitu dalam administrasi
perkantoran di pengadilan agama. Akan tetapi apabila di lihat dari definisi kedua nya
tidak terdapat perbedaan yang signifikan , secara umum kedua jabatan tersebut
bertugas sebagai penulis atau catat mencatat. Sehingga pendapat saya kedua organ
tersebut mempunyai kesamaan dari sisi definisi akan tetapi untuk menjalankan
tugasnya masing-masing yang apabila dirinci memang berbeda sekali.
Dalam Undang-Undang No 3 Tahun 2006 tentang peradilan agama ini yang
lebih diangkat dan lebih fenomenal adalah mengenai penambahan kewenangan
absolut yang dimiliki oleh pengadilan agama yaitu mengenai masalah ekonomi
syariah , hak opsi dalam perkara waris, mahkamah syraiah di NAD, serta istbat
rukyat hilal. Sedangkan tentang perubahan pasal 44 kurang disosialisasikan.
Sehingga kurangnya pengetahuan dan kritisi baik dari masyarakat maupun para
pakar hukum untuk bisa mengkritisi keberadaan panitera dalam lingkungan
peradilan agama Sedangkan dalam pembentukan peraturan perundang-udangan
bahwa pemerintah wajib menyebarluaskan peraturan perundang-undangan yang
telah di undangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia atau Berita Negara
102
Republik Indonesia.84 Sehingga tujuan dari penyebarluasan itu sendiri sebagai
informasi dan penambahan pengetahuan dalam bidang hukum bagi masyarakat luas
dan undang-undang tersebut dapat lebih efektif.
BAB V
KESIMPULAN PENUTUP DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Pada akhir nya setelah pembahasan yang diuraikan penulis , kini penulis
akan mengambil kesimpulan dari hasil penelitian ini , kesimpulannya adalah sebagai
berikut:
1. Merangkapnya panitera menjadi sekretaris merupakan suatu tanggung jawab
yang sangat berat dipikul oleh panitera , dengan menjalankan pekerjaan
double dan over loud serta dengan diberi tunjangan yang ditetapkan oleh
Peraturan Presiden No 20 Tahun 2004 sebagai pegawai negeri sipil yang
sedemikian tidak sesuai dengan apa yang dikerjakan, maka sudah betul
dalam UU No 3 Tahun 2006 Amandemen dari UU No 7 Tahun 1989
84 Pasal 51
103
Tentang Peradilan Agama pasal 44 yang menyebutkan dipisahkannya
jabatan panitera dan sekretaris.
2. Alasan Ketua Pengadilan Agama Jakarta Selatan belum mengaplikasikan
apa yang Tertulis dalam Undang-Undang tersebut dikarnakan pengadilan
tersebut masih menunggu hasil Rapan Kerja Nasional mengenai inslunisasi
dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) , yang akan
mengatur mengenai tunjangan bagi sekretaris apabila jabatan PAN/SEK
tersebut dipisah. Sehingga apabila sudah selesai Rapat Kerja Nasional
tersebut akan dikeluarkannya Surat Keputusan. Dan kedepan kemungkinan
bahwa pasal tersebut akan efektif dan bisa diterapkan.
3. Faktor yang mempertimbangkan belum diterapkannya pasal 44 tersebut
dikarnakan pengadilan tidak ingin apabila surat keputusan tersebut belum
dikeluarkan sedangkan pengadilan agama Jakarta Selatan sudah
menerapkannya lalu siapa yang akan memberi tunjangn untuk sekretaris ,
sedangkan seorang sekretaris sudah bekerja sesuai perintah tetapi tidak
diberi tunjangan.
4. Pemisahan kedua jabatan tersebut bertujuan untuk lebih bisa
mengoptimalkan kinerja badan peradilan dalam mencetak keadilan bagi
masyarakat yang mencari keadilan dalam peradilan di Indonesia. Sehingga
setiap jabatan memiliki tugas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan dan berjalan dengan lancar.
104
B. SARAN SARAN
1. Dari penulisan skripsi ini , penulis menyarankan agar pemerintah lebih
memperhatikan tunjangan yang diberikan oleh para abdi Negara , yang
dengan tunjangan yang sedemikan para abdi Negara tersebut dengan penuh
rasa ikhlas dan bertanggung jawab mengemban amanat yang diberikan oleh
Negara.
2. Hendaknya Rapat kerja Nasional tersebut agar cepat diselesaikan , dan tidak
berlarut-larut , agar para petugas pengadilan yang bersangkutan khususnya
panitera bisa mejalankan tugasnya lebih baik lagi apabila sudah dipisahkan.
Supaya tercipta badan peradilan yang professional
3. Kepada Mahkamah Agung bisa lebih memperhatikan badan peradilan yang
dinaunginya sesuai dengan fungsi dan hubungan Mahkamah Agung dengan
peradilan agama.
4. Kepada Para Anggota Dewan Permusyawaratan Rakyat yang menyiapkan
Perencanaan sampai mensahkan amandemen UU No 7 Tahun 1989 ini agar
lebih meneliti sebelum diputuskan masalah yang ada dalam pasal 44 ini
,sehingga pada saat undang-undang ini berlaku tidak adanya permasalah yang
timbul kemudian.
5. Kepada para ahli hukum agar lebih mengkritisi permasalahan yang ada dalam
badan peradilan di Indonesia ini , sebagai acuan bagi peradilan di Indonesia
agar bisa meningkatkan kualitasnya.
105
Daftar Pustaka
Al-Qur’an dan Terjamahannya
Ashshofah Burhan, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta: 1998
Asikin Zainal dan Amiruddin , Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2004
AL-Munawwir , Ahmad Warson , Kamus Al-Munawwir Inonesia-Arab , Pustaka Progressif , Surabaya : 2007
Ali Moh Daud , Kedudukan Hukum Peradilan Agama dalam UUD 1945, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Jakarta: 1989
Aliyah Samir , Nizham Ad-Daulah wa Al Qadha wa Al-‘Urfi fi Al-Islam, Penerjemah Asmuni Solihan Zamakhsyari , Al-Muassasal Al-Jami’iyah li Ad-Dirasat, Beirut : 1418H/1997M
Anwar Moh , Dasar-Dasar Hukum Islam dalam menetapkan keputusan Di Peradilan Agama, Diponogoro, Bandung:1991.
Assiddieqy M.T .Hasby , Sejarah Peradilan Islam , Bulan Bintang, Jakarta: 1970
106
Artho A. Mukti, Praktek Perkara Perdata pada Peradilan Agama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta:1996
Aripin Jaenal , Peradilan Agama Dalam Bingkai Reformasi Hukum Di Indonesia, Kencana , Jakarta: Kencana, 2008
Arifin Busthanul , Pelembagaan Hukum Islam Di Indonesia : Akar , Sejarah , Hambatan dan Prospeknya , Gema Insani Press , Jakarta : 1996
‘Alam Andi Syamsu , Implikasi Revisi Undnag-Undang Nomor 7 Ttahun 1989 Tentang Peradilan Agama dan Langkah Strategis Bagi Praktisi Hukum Pengadilan Agama, Al-Mawarid XVII , Jakarata: 2007
Bisri Cik Hasan, Peradilan Agama di Indonesia, PT Raja Grafindo, Jakarta:2003
Djalil A.Basiq , Peradilan Agama Di Indonesia ,Kencana , Jakarta: 2006
Dewii Gemala (ed), Hukum Acara Perdata Peradilan Agama, Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta:2005
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka , Jakarta : 2005
Fauzan M, Pokok-Pokok Hukum Acara Peradilan Agama dan Mahkamah Syariah di Indonesia, Kencana, Jakarta:2005
Harahap M Yahya, Kedudukan dan Acara Peradilan Agama (UU No 7 tahun 1989), Pustaka Kartini, Jakarta: 1993
Hadist-Hadist Nabi dan Para Sahabatnya
http://www.ptapalangkaraya.net/english/registry/Tugas%20Kepaniteraan%20Pengadilan.pdf
http://www.bpkp.go.id/unit/hukum/perpres/2006/020-06.pdf
Hasani Ismail & A. Ghani Abdullah , Pengantar Ilmu Perundang-Undangan, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah , Jakarta : 2006
Idris bin Muhammad Imam Syafi’I Abu Abdullah, Mukhtasor Kitab AL-Umm fil AL-Fiqh, Darul Arqom bin Abil Arqom, Beirut Lebanon
Idris bin Muhammad Imam Syafi’I Abu Abdullah, Hukum AL-Qur’an (Asy-Syafi’I dan Ijtihadnya), penerjemah Baihaqi Safi’uddin , PT.Bungkul Indah, Surabaya,
107
Isnur M , Peradilan Agama Dan Kewenangan Menangani Ekonomi Syariah (Studi Krisis Terhadap UU No 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas UU No 7 Tahun 1989),Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah ,Jakarta : 2007
Kansil Christine S.T dan C.S.T Kansil , Kamus Istilah Aneka Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta : 2000
Lev Daniel S , Peradilan Agama Islam Di Indonesia Suatu Studi Tentang Landasan Politik Lembaga-Lembaga Hukum, PT . Intermasa, Jakarta
Lubis Sulaikin , Hukum Acara Peradilan Agama di Peradilan Agama di Indonesia, Kencana, Jakarta:2006
Latif M. Djamil , Kedudukan dan Kekuasaan Peradilan Agama di Indonesia, Bulan Bintang, Jakarta: 1983,
Laporan tahunan 2009 Pengadilan Agama Jakarta Selatan
Mamudji Sri & Soekanto Soerjono, Penelitian hukum Normatif suatau tinjauaan singkat Rajawli press, Jakarta: 1990
Manaf Abdul, Refleksi Beberapa Cara Beracara Di lingkungan Peradilan Agama, Mandar Maju, Bandung:2008
Manan Abdul , Etika Hakim Dalam Penyelenggaraan Peradilan : Suatu Kajian Dalam Sistem Peradilan Islam, Kencana, Jakarta : 2007
Muttaqien Dadang dkk (ed), Peradilan Agama Dan Kompilasi Hukum Islam Dalam Tata Hukum Indonesia, UII Pres , Yogyakarta : 1999
Muttaqien Dadang , Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama Dalam Persfektif Sosiologi Hukum, artikel dari http://msi-uii.net/baca.asp?katagori=rubrik&menu=ekonomi&baca=artikel&id=259
Nasution Hotnida, Pengadilan Agama Di Indonesia ,Buku Daras Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah , Jakarta : 2007
Oeripkartawinata & Susanto Retnowulan, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek,,Alumni, Bandung: 1983
Prodjodikoro Wirjono , Hukum Acara Perdata Di Indonesia, Sumur Bandung, Jakarta
Puspa Yan Pramadya, Kamus Hukum Edisi Lengkap bahasa Belanda, Indonesia, Inggris., Aneka Ilmu Semarang , Semarang : 1977
108
R. Prof., S.H., Subekti, Hukum Acara Perdata, Bina Cipta,Bandung
Rosyid A. Roihan, Hukum Acara Peradilan Agama, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta:2006
Roihan, Upaya Hukum Terhadap Putusan Peradilan Agama, Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta:1989
Sunggono Bambang, Metode Penelitian Hukum , PT Raja Grafindo Persada, Jakarta:2003
Sy., Musthofa, Kepaniteraan Peradilan Agama, Pranada Media, Jakarta: 2005
Soeprapto Maria Farida Indri , Ilmu Perundang-undangan Dasar-dasar Dan Pembentukannya, Kanisius , Yogyakarta : 1998
Staatblad 1882 No 152
Syaifuddin dan Rasyid Chatib, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek pada Peradilan Agama, UII Press, Yogyakarta: 2009
Syarif Amiroeddin , Perundang-Undangan Dasar , Jenis dan teknik membuatnya, PT Bina Askara ,Jakarta : 1987
Syafi’I Adun Abdullah , Peran Panitera Dalam Peradilan Agama, Pustaka Bani Quraisy, Bandung
Undang-Undang No 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas UU No 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama
Undang No 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama
Undang-Undang No 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman
Udamg–Undang No 10 Tahun 2004 Tentang Peraturan Pembentukan Perundang-undangan
Waluyo Bambang , Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Garfika, Jakarta: 2002
109
Wawancara pribadi dengan wakil Pengadilan Agama Jakarta Selatan Bapak Yasardin
www.pa-jaksel.net
Yanti Illy , Hukum Islam Pasca Lahirnya Undang-Undang No 3 Tahun 2006,artikel http://www.jurnalalrisalah.com/index.php?option=com_content&view=article&id=73:hukum-islam-di-indonesia-pasca-lahirnya-undang-undang-no-3-tahun-2006&catid=38:al-risalah-volume-7-nomor-2-desember-2007&Itemid=5
Yunus Mahmud , Kamus Arab Indonesia, PT Hidakarya Agung , Jakarta :1989
Zuhriah Erfaniah, Peradilan Agama Di Indonesia Dalam Rentang Sejarah Dan Pasang Surut, UIN-Malang Press, Malang : 2008
Zuhaili Wabah, AL-Fiqhul Islamy WaAdillatuhu, Daarul Fikr,Damaskus :2008
LAMPIRAN PERTAMA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 2006
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negarg Republik Indonesia Tahun 1945, bertujuan untuk rnewujudkan tata kehidupan bangsa, negara, dan masyarakat yang tertib, bersih, makmur, dan berkeadilan;
b. bahwa Peradilan Agama merupakan lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan;
c. bahwa Peradilan Agama sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sudah tidak sesuai. lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama;
Mengingat : 1. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, dan Pasal 25 Undang-Undang Negara Dasar Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik IndonesiTahun 2004 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4359);
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3400);
4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4338);
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3400) diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2
Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
2. Di antara Pasal 3 dan Pasal 4 disisipkan pasal baru yakni Pasal 3A, yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 3A
Di lingkungan Peradilan Agama dapat diadakan pengkhususan pengadilan yang diatur dengan Undang-Undang.
3. Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 4
(1) Pengadilan agama berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota dan daerah hukumnya meliputi wilayah kabupaten/kota.
(2) Pengadilan tinggi agama berkedudukan di ibu kota provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi.
4. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5
(1) Pembinaan teknis peradilan, organisasi, administrasi, dan finansial pengadilan dilakukan oleh Mahkamah Agung.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.
5. Ketentuan Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 11
(1) Hakim pengadilan adalah pejabat yang melakukan tugas kekuasaan kehakiman.
(2) Syarat dan tata cara pengangkatan, pemberhentian, serta pelaksanaan tugas hakim ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
6. Ketentuan Pasal 12 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 12
(1) Pembinaan dan pengawasan umum terhadap hakim dilakukan oleh Ketua Mahkamah Agung.
(2) Pembinaan dan pengawasan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.
7. Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 13
(1) Untuk dapat diangkat sebagai calon hakim pengadilan agama, seseorarzg harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
e. sarjana syariah dan/atau sarjana hukum yang menguasai hukum Islam;
f. sehat jasmani dan rohani;
g. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; dan
h. bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia.
(2) Untuk dapat diangkat menjadi hakim harus pegawai negeri yang berasal dari calon hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan berumur paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun.
(3) Untuk dapat diangkat menjadi ketua atau wakil ketua pengadilan agama harus berpengalaman paling singkat 10 (sepuluh) tahun sebagai hakim pengadilan agama.
8. Ketentuan Pasal 14 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 14
(1) Untuk dapat diangkat menjadi hakim pengadilan tinggi agama, seorang hakim harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a, huruf b,
huruf c, huruf d, huruf e, huruf g, dan huruf h; b. berumur paling rendah 40 (empat puluh) tahun; c. pengalaman paling singkat 5 (lima) tahun sebagai ketua, wakil ketua,
pengadilan agama, atau 15 (lima belas) tahun sebagai hakim pengadilan agama; dan
d. lulus eksaminasi yang dilakukan oleh Mahkamah Agung. (2) Untuk dapat diangkat menjadi ketua pengadilan tinggi agama harus
berpengalaman paling singkat 5 (lima) tahun sebagai hakim pengadilan tinggi agama atau 3 (tiga) tahun bagi hakim pengadilan tinggi agama yang pernah menjabat ketua pengadilan agama.
(3) Untuk dapat diangkat menjadi wakil ketua pengadilan tinggi agama harus berpengalaman paling singkat 4 (empat) tahun sebagai hakim pengadilan tinggi agama atau 2 (dua) tahun bagi hakim pengadilan tinggi agama yang pernah menjabat ketua pengadilan agama.
9. Ketentuan Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 15
(1) Hakim pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung.
(2) Ketua dan wakil ketua pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Mahkamah Agung.
10. Ketentuan Pasal 16 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 16
(1) Sebelum memangku jabatannya, ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan wajib mengucapkan sumpah menurut agama Islam.
(2) Sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut : "Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban hakim dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa".
(3) Wakil ketua dan hakim pengadilan agama mengucapkan sumpah di hadapan ketua pengadilan agama.
(4) Wakil ketua dan hakim pengadilan tinggi agama Berta ketua pengadilan agama mengucapkan sumpah di hadapan ketua pengadilan tinggi agama.
(5) Ketua pengadilar} tinggi agama mengucapkan sumpah di hadapan Ketua Mahkamah Agung.
11. Ketentuan Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 17
(1) Kecuali ditentukan lain oleh atau berdasarkan undang-undang, hakim tidak boleh merangkap menjadi:
a. pelaksana putusan pengadilan;
b. wali, pengampu, dan pejabat yang berkaitan dengan suatu perkara yang diperiksa olehnya; atau
c. pengusaha.
(2)Hakim tidak boleh merangkap menjadi advokat.
(3) Jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh hakim selain jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
12. Ketentuan Pasal 18 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 18
(1) Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena:
a. permintaan sendiri;
b. sakit jasmani atau rohani terus-menerus;
c. telah berumur 62 (enam puluh due.) tahun bagi ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan agama, dan 65 (enam puluh lima) tahun bagi ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan tinggi agama; atau
d. ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.
(2) Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan yang meninggal dunia dengan sendirinya diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden.
13. Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 19
(1) Ketua, wakil ketua, dan hakim diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya dengan alasan:
a. dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan;
b. melakukan perbuatan tercela;
c. terus-menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya;
d. melanggar sumpah jabatan; atau
e. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17. (2) Pengusulan pemberhentian tidak dengan hormat dengan alasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf e, huruf d, dan huruf e dilakukan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan secukupnya untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Hakim.
(3) Ketentuan mengenai pembentukan, susunan, dan tata kerja Majelis Kehormatan Hakim, serta tata cara pembelaan diri diatur lebih lanjut oleh Ketua Mahkamah Agung.
14. Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 20
Seorang hakim yang diberhentikan dari jabatannya dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri.
15. Ketentuan Pasal 21 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 21
(1) Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan sebelum diberhentikan tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), dapat diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Ketua Mahkamah Agung.
(2) Terhadap pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2).
(3) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku paling lama 6 (enam) bulan.
16. Ketentuan Pasal 25 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 25
Ketua, wakil ketua, dan hakim pengadilan dapat ditangkap atau ditahan atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan Ketua Mahkamah Agung, kecuali dalam hal:
a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan;
b. disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati; atau
c. disangka telah melakukan kejahatan terhadap kemanan negara.
17. Ketentuan Pasal 27 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut
Pasal 27
Untuk dapat diangkat menjadi panitera pengadilan agama, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
e. berijazah serendah-rendahnya sarjana syari'ah atau sarjana hukum yang menguasai hukum Islam;
f. berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai wakil panitera, 5 (lima) tahun sebagai panitera muda pengadilan agama, atau menjabat wakil panitera pengadilan tinggi agama; dan
g. sehat jasmani dan rohani.
18. Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 28
Untuk dapat diangkat menjadi panitera pengadilan tinggi agama, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf g;
b. berijazah serendah-rendahnya sarjana syari'ah atau sarjana hukum yang menguasai hukum Islam;
c. berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai wakil panitera, 5 (lima) tahun sebagai panitera muda pengadilan tinggi agama, atau 3 (tiga) tahun sebagai panitera pengadilan agama.
19. Ketentuan Pasal 29 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 29
Untuk dapat diangkat menjadi wakil panitera pengadilan agama, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf g; dan
b. berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai panitera muda atau 4 (empat) tahun sebagai panitera pengganti pengadilan agama.
20. Ketentuan Pasal 30 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 30
Untuk dapat diangkat menjadi wakil panitera pengadilan tinggi agama, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf g;
b. berijazah sarjana syari'ah atau sarjana hukum yang menguasai hukum Islam; dan
c. berpengalaman paling singkat 2 (dua) tahun sebagai panitera muda pengadilan tinggi agama, 5 (lima) tahun sebagai panitera muda pengadilan tinggi agama, atau 3 (tiga) tahun sebagai wakil panitera pengadilan agama, atau menjabat sebagai panitera pengadilan agama.
21. Ketentuan Pasal 31 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 31
Untuk dapat diangkat menjadi panitera muda pengadilan agama, seorang calon hares memenuhi syarat sebagai berikut : a. syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c, huruf
d, huruf e, dan huruf g; dan b. berpengalaman paling singkat 2 (dua) tahun sebagai panitera pengganti
pengadilan agama.
22. Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 32
Untuk dapat diangkat menjadi panitera muda pengadilan tinggi agama, seorang calon hares memenuhi syarat sebagai berikut:
a. syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf g; dan
b. berpangalaman paling singkat 2 (dua) tahun sebagai panitera pengganti pengadilan tinggi agama, 3 (tiga) tahun sebagai panitera muda, 5 (lima) tahun sebagai panitera penggar}ti pengadilan agama, atau menjabat sebagai wakil panitera pengadilan agama.
23. Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 33
Untuk dapat diangkat menjadi panitera pengganti pengadilan agama, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. syarat sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf g; dan
b. berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai pegawai negeri pada pengadilan agama.
24. Ketentuan Pasal 34 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 34
Untuk dapat diangkat menjadi panitera pengganti pengadilan tinggi agama, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. syarat sebagaimana dimaksud Pasal 27 huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, dan huruf g; dan
b. berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai panitera pengganti pengadilan agama atau 8 (delapan) tahun sebagai pegawai negeri pada pengadilan tinggi agama.
25. Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 35
(1) Kecuali ditentukan lain oleh atau berdasarkan undang undang, panitera tidak boleh merangkap menjadi wali, pengampu, dan pejabat yang berkaitan dengan perkara yang di dalamnya is bertindak sebagai Panitera.
(2) Panitera tidak boleh merangkap menjadi advokat. (3) Jabatan yang tidak boleh deangkap oleh panitera selain jabatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Agung. 26. Ketentuan Pasal 36 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 36
Panitera, wakil panitera, panitera muda, dan panitera pengganti pengadilan diangkat dan diberhentikan dari jabatannya oleh Mahkamah Agung
27. Ketentuan Pasal 37 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 37
(1) Sebelum memangku jabatannya, panitera, wakil panitera, panitera muda, dan panitera pengganti mengucapkan sumpah menurut agama Islam di hadapan ketua pengadilan yang bersangkutan.
(2) Sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut: "Demi Allah, saya bersumpah bahwa saya untuk memperoleh jabatan saya ini, langsung atau tidak langsung dengan menggunakan atau can apa pun juga, tidak memberikan atau menjanjilcan barang sesuatu kepada siapapun juga." "Saya bersumpah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga sesuatu janji atau pemberian. "Saya bersumpah bahwa saya, akan setia kepada dan akan mempertahankan seria mengamalkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan segala undang-undang serta peraturan perundang undangan lainnya yang berlaku bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia". "Saya bersumpah bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan saya ini dengan jujur, seksama, dan dengan tidak membeda-bedakan orang dan akan berlaku dalam melaksanakan kewajiban saya sebaik baiknya dan seadil-adilnya seperti layaknya bagi seorang panitera, wakil panitera, panitera muda, panitera pengganti, yang berbudi baik dan jujur dalam menegakkan hulcum dan keadilan."
28. Ketentuan Pasal 39 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut
Pasal 39
(1) Untuk dapat diangkat menjadi jurusita, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
e. berijazah paling rendah Sekolah Menengah Umum atau yang sederajat;
f. berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai jurusita pengganti; dan
g. sehat jasmani dan rohani.
(2) Untuk dapat diangkat menjadi jurusita pengganti, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. syarat sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf g, dan;
b. berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai pegawai negeri pada pengadilan agama.
28. Ketentuan Pasal 40 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 40
(1) Jurusita pengadilan agama diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Mahkamah Agung atas usul ketua pengadilan yang bersangkutan.
(2) Jurusita pengganti diangkat dan diberhentikan oleh ketua pengadilan yang bersangkutan.
30. Ketentuan Pasal 41 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 41
(1) Sebelum memangku jabatannya, jurusita atau jurusita pengganti wajib mengucapkan sumpah menurut agama Islam di hadapan ketua pengadilan yang bersangkutan.
(2) Sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut: "Demi Allah, saya bersumpah bahwa saya, untuk memperoleh jabatan saya ini, langsung atau tidak langsung dengan menggunakan nama atau cara apa pun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapapun juga". "Saya bersumpah, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga sesuatu janji atau pemberian".
"Saya bersumpah bahwa saya, akan setia kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan segala undang-undang serta peraturan perundang undangan lainnya yang berlaku bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia". "Saya bersumpah bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan saya ini dengan jujur, seksama, dan dengan tidak membeda-bedakan orang dan akan berlaku dalam melaksanakan kewajiban saya sebaik baiknya dan seadil-adilnya seperti layaknya bagi seorang jurusita atau jurusita pengganti yang berbudi baik dan jujur dalam menegakkan hukum dan keadilan".
31. Ketentuan Pasal 42 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 42
(1) Kecuali ditentukan lain oleh atau berdasarkan undang undang, jurusita tidak boleh merangkap menjadi wali, pengampu, dan pejabat yang berkaitan dengan perkara yang di dalamnya is sendiri berkepentingan.
(2) Jurusita tidak boleh merangkap advokat. (3) Jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh jurusita selain jabatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Agung.
32. Ketentuan Pasal 44 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 44
Panitera pengadilan tidak merangkap sekretaris pengadilan.
33. Ketentuan Pasal 45 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 45
Untuk dapat diangkat menjadi sekretaris, wakil sekretaris pengadilan agama, dan pengadilan tinggi agama seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
e. berijazah paling rendah sarjana syari'ah atau sarjana hukum yang menguasai hukum Islam;
f. berpengalaman di bidang administrasi peradilan; dan
g. sehat jasmani dan rohani.
34. Ketentuan Pasal 46 dihapus.
35. Ketentuan Pasal 47 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 47
Sekretaris dan wakil sekretaris pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Mahkamah Agung.
36. Ketentuan Pasal 48 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 48 (1) Sebelum memangku jabatannya, sekretaris, dan wakil sekretaris
mengucapkan sumpah menurut agama Islam di hadapan ketua pengadilan yang bersangkutan.
(2) Sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut: "Demi Allah, saya bersumpah bahwa saya, untuk diangkat menjadi sekretaris/wakil sekretaris akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara, dan pemerintah. "Saya bersumpah bahwa saya, akan menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab". "Saya bersumpah bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, martabat sekretaris/wakil sekretaris serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan". "Saya bersumpah bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau perintah harus saya rahasiakan". "Saya bersumpah bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan negara".
37. Ketentuan Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 49
Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:
a. perkawinan; b. waris; c. wasiat; d. hibah; e. wakaf; f. zakat; g. infaq; h. shadaqah; dan i. ekonomi syari'ah.
38. Ketentuan Pasal 50 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 50
(1) Dalam hal terjadi sengketa hak milik atau sengketa lain dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, khusus mengenai objek sengketa tersebut harus diputus lebih dahulu oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.
(2) Apabila terjadi sengketa hak milik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang subjek hukumnya antara orang-orang yang beragama Islam, objek sengketa tersebut diputus oleh pengadilan agama bersama-sama perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49.
39. Di antara Pasal 52 dan Pasal 53 disisipkan satu pasal bait yakni Pasal 52A, yang
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 52A
Pengadilan agama memberikan istbat kesaksian rukyat hilal dalam penentuan awal bulan pada tahun Hijriyah.
40. Ketentuan Pasal 90 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:\
Pasal 90
(1) Biaya perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89, meliputi:
a. biaya kepaniteraan dan biaya meterai yang diperlukan untuk perkara tersebut;
b. biaya untuk para saksi, saksi ahli, penerjemah, dan biaya pengambilan sumpah yang diperlukan dalam perkara tersebut;
c. biaya yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan setempat dan tindakan-tindakan lain yang diperlukan pengadilan dalam perkara tersebut; dan
d. biaya pemanggilan, pemberitahuan, dan lain-lain atas perintah pengadilan yang berkenaan dengan perkara tersebut.
(2) Besarnya biaya perkara diatur oleh Mahkamah Agung.
41. Ketentuan Pasal 105 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 105
(1) Sekretaris pengadilan bertugas menyelenggarakan administrasi umum pengadilan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, tanggung jawab, susunan organisasi, dan tata kerja sekretariat diatur oleh Mahkamah Agung.
42. Di antara Pasal 106 dan BAB VII disisipkan satu pasal barn yakni Pasal 106A,
yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 106A Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku peraturan perundang-undangan pelaksana Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal II
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 20 Maret 2006 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 20 Maret 2006
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
HAMID AWALUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2006 NOMOR 22
PENJELASAN ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989
TENTANG PERADILAN AGAMA
I. UMUM
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menentukan dalam Pasal 24 ayat (2) bahwa Peradilan Agama merupakan salah satu lingkungan peradilari yang berada di bawah Mahkamah Agung bersama badan peradilan lainnya di lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Militer. Peradilan Agama merupakan salah satu badan peradilan pelaku kekuasaan kehakiman untuk menyelenggarakan penegakan hukum dan keadilan bagi rakyat pencari keadilan perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syari'ah. Dengan penegasan kewenangan Peradilan Agama tersebut dimaksudkan untuk memberikan dasar hukum kepada pengadilan agama dalam menyelesaikan perkara tertentu tersebut, termasuk pelanggaran atas Undang-Undang tentang Perkawinan dan peraturan pelaksanaannya serta memperkuat landasan hukum Mahkamah Syar'iyah dalam melaksanakan kewenangannya di bidang jinayah berdasarkan ganun.
Dalam Undang-Undang ini kewenangan pengadilan di lingkungan Peradilan Agama diperluas, hal ini sesuai dengan perkembangan hukum dan kebutuhan hukum masyarakat, khususnya masyarakat muslim. Perluasan tersebut antara lain meliputi ekonomi syari'ah. Dalam kaitannya dengan perubahan Undang-Undang ini pula, kalimat yang terdapat dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang menyatakan: "Para Pihak sebelum berperkara dapat mempertimbangkan untuk memilih hukum apa yang dipergunakan dalam pembagian warisan", dinyatakan dihapus.
Dalam usaha memperkuat prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka,
sesuai dengan tuntutan reformasi di bidang hukum, telah dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, sebagaimana terakhir telah diganti menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Demikian pula halnya telah dilakukan perubahan
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman menegaskan adanya pengadilan khusus yang dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan dengan undang-undang. Oleh karena itu, keberadaan pengadilan khusus dalam lingkungan Peradilan Agama perlu diatur pula dalam Undang-Undang ini.
Penggantian dan perubahan kedua Undang-Undang tersebut secara tegas
telah mengatur pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial dari semua lingkungan peradilan ke Mahkamah Agung. Dengan demikian, organisasi, administrasi, dan finansial badan peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang sebelumnya masih berada di bawah Departemen Agama berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama perlu disesuaikan. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pengalihan ke Mahkamah Agung telah dilakukan. Untuk memenuhi ketentuan dimaksud perlu pula diadakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. II. PASAL DEMI PASAL
Pasal I Angka 1
Pasal 2 Yang dimaksud dengan "rakyat pencari keadilan" adalah setiap orang balk warga negara Indonesia maupun orang acing yang mencari keadilan pada pengadilan di Indonesia.
Angka 2
Pasal 3 A Pengadilan khusus dalam lingkungan Peradilan Agama adalah pengadilan syari'ah Islam yang diatur dengan Undang-Undang. Mahkamah Syar'iyah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 15 ayat (2) disebutkan bahwa: "Peradilan Syari'ah Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan agama sepanjang
kewenangan-nya menyangkut kewenangan peradilan agama, dan merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan umum sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan Peradilan Umum".
Angka 3
Pasal 4 Ayat (1)
Pada dasarnya tempat kedudukan pengadilan agama berada di ibukota kabupaten dan kota, yang daerah hukumnya meliputi wilayah kabupaten atau kota, tetapi tidak menutup kemungkinan adanya pengecualian.
Ayat (2) Cukup jelas.
Angka 4 Pasal 5
Cukup jelas.
Angka 5 Pasal 11
Cukup jelas.
Angka 6 Pasal 12
Cukup jelas.
Angka 7 Pasal 13
Cukup jelas.
Angka 8
Pasal 14
Cukup jelas
Angka 9
Pasal 15
Cukup jelas.
Angka 10 Pasal 16
Cukup jelas.
Angka 11 Pasal 17
Cukup jelas.
Angka 12
8 Pasal 1
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas. Huruf b
Yang dimaksud dengan "sakit jasmani atau rohani terus-menerus" adalah sakit yang menyebabkan yang bersangkutan ternyata tidak mampu lagi melakukan tugas kewajibannya dengan baik.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "tidak cakap" adalah misalnya yang bersangkutan banyak melakukan kesalahan besar dalam menjalankan tugasnya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Angka 13
Pasal 19
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "tindak pidana kejahatan" adalah tindak pidana yang ancaman pidananya paling singkat 1 (satu) tahun.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "melakukan perbuatan tercela" adalah apabila hakim yang bersangkutan karena sikap, perbuatan, dan tindakannya baik di dalam maupun di luar pengadilan merendahkan martabat hakim.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "tugas pekerjaannya" adalah semua tugas yang dibebankan kepada yang bersangkutan.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam hal pemberhentian tidak dengan hormat dengan alasan dipidana karena melakukan tindakan pidana kejahatan, yang bersangkutan tidak diberi kesempatan untuk membela diri.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 14 Pasal 20
Cukup jelas.
Angka 15 Pasal 21
Cukup jelas.
Angka 16 Pasal 25
Cukup jelas.
Angka 17 Pasal 27
Cukup jelas.
Angka 18 Pasal 28
Cukup jelas.
Angka 19
Pasal 29
Cukup jelas.
Angka 20 Pasal 30
Cukup jelas.
Angka 21 Pasal 31
Cukup jelas.
Angka 22
Pasal 32 Cukup jelas.
Angka 23
Pasal 33 Cukup jelas.
Angka 24
Pasal 34 Cukup jelas.
Angka 25
Pasal 35 Ketentuan ini berlaku juga bagi wakil panitera, panitera muda, dan panitera pengganti.
Angka 26
Pasal 36 Cukup jelas.
Angka 27
Pasal 37 Cukup jelas.
Angka 28
Pasal 39 Cukup jelas.
Angka 29
Pasal 40 Cukup jelas.
Angka 30
Pasal 41 Cukup jelas.
Angka 31
Pasal 42 Cukup jelas.
Angka 32
Pasal 44 Cukup jelas.
Angka 33
Pasal 45 Cukup jelas.
Angka 34
Pasal 46 Cukup jelas.
Angka 35
Pasal 47 Cukup jelas.
Angka 36
Pasal 48 Cukup jelas.
Angka 37
Pasal 49 Penyelesaian sengketa tidak hanya dibatasi di bidang perbankan syari'ah, melainkan juga di bidang ekonomi syari'ah lainnya. Yang dimaksud dengan "antara orang-orang yang beragama Islam" adalah termasuk orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan din dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai hal hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama sesuai dengan ketentuan Pasal ini.
Huruf a
Yang dimaksud dengan "perkawinan" adalah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukan menurut syari'ah, antara lain:
1. izin beristri lebih dari seorang; 2. Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang
belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun, dalam hal orang tua wali, atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat;
3. dispensasi kawin; 4. pencegahan perkawinan; 5. penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah; 6. pembatalan perkawinan; 7. gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan istri;
8. perceraian karena talak; 9. gugatan perceraian; 10. penyelesaian harta bersama; 11. penguasaan anak-anak; 12. ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan
anak bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak mematuhinya;
13. penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri;
14. putusan tentang sah tidaknya seorang anak; 15. putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua; 16. pencabutan kekuasaan wali; 17. penunjukan orang lain sebagai wall oleh pengadilan
dalam hal kekuasaan seorang wall dicabut; 18. penunjukan seorang wall dalam hal seorang anak yang
belum cult-up umur 18 (delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang tuanya;
19. pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada di bawah kekuasaannya;
20. penetapan asal-usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam;
21. putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan campuran;
22. pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "waris" adalah penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalap tersebut, serta penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris.
Huruf c Yang dimaksud dengan "wasiat" adalah perbuatan seseorang memberikan suatu benda atau manfaat kepada orang lain atau lembaga/badan hukum, yang berlaku setelah yang memberi tersebut meninggal dunia.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "hibah" adalah pembegan suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang atau badan hukum kepada orang lain atau badan hukum untuk dimiliki.
Huruf e Yang dimaksud dengan "wakaf' adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang (wakif) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harts benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari'ah.
Huruf f Yang dimaksud dengan "zakat" adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan hukum yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan syari'ah untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.
Huruf g Yang dimaksud dengan "infaq" adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa makanan, minuman, mendermakan, memberikan rezeki (karunia), atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas, dan karena Allah Subhanahu Wata'ala.
Huruf h Yang dimaksud dengan "shadagah" adalah perbuatar; seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain atau lembaga/badan hukum secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu dengan mengharap ridho Allah Subhanahu Wata'ala dan pahala semata.
Huruf i Yang dimaksud dengan "ekonomi syari'ah" adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari'ah, antara lain meliputi: a. bank syari'ah; b. lembaga keuangan mikro syari'ah. c. asuransi syari'ah; d. reasuransi syari'ah; e. reksa dana syari'ah; f. obligasi syari'ah dan surat berharga berjangka
menengah syari'ah; g. sekuritas syari'ah; h. pembiayaan syari'ah; i. pegadaian syari'ah;
j. dana pensiun lembaga keuangan syari'ah; dan k. bisnis syari'ah.
Angka 38 Pasal 50
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Ketentuan ini memberi wewenang kepada pengadilan agama untuk sekaligus memutuskan sengketa milik atau keperdataan lain yang terkait dengan objek sengketa yang diatur dalam Pasal 49 apabila subjek sengketa antara orang orang yang beragama Islam. Hal ini menghindari upaya memperlambat atau mengulur waktu penyelesaian sengketa karena alasan adanya sengketa milik atau keperdataan lainnya tersebut sering dibuat oleh pihak yang merasa dirugikan dengan adanya gugatan di pengadilan agama. Sebaliknya apabila subjek yang mengajukan sengketa hak milik atau keperdataan lain tersebut bukan yang menjadi subjek bersengketa di pengadilan agama, sengketa di pengadilan agama ditunda untuk menunggu putusan gugatan yang diajukan ke pengadilan di lingkungan Peradilan Umum. Penangguhan dimaksud hanya dilakukan jika pihak yang berkeberatan telah mengajukan bukti ke pengadilan agama bahwa telah didaftarkan gugatan di pengadilan negeri terhadap objek sengketa yang sama dengan sengketa di pengadilan agama. Dalam hat objek sengketa lebih dari satu objek dan yang tidak terkait dengan objek sengketa yang diajukan keberatannya, pengadilan agama tidak perlu menangguhkan putusannya, terhadap objek sengketa yang tidak terkait dimaksud.
Angka 39 Pasal 52A
Selama ini pengadilan agama diminta oleh Menteri Agama untuk memberikan penetapan (itsbat) terhadap kesaksian orang yang telah melihat atau menyaksikan hilal bulan pada setiap memasuki bulan Ramadhan dan awal bulan Syawal tahun Hijriyah dalam rangka Menteri Agama mengeluarkan penetapan secara nasional untuk penetapan 1 (satu) Ramadhan dan 1 (satu) Syawal.
Pengadilan agama dapat memberikan keterangan atau nasihat mengenai perbedaan penentuan arah kiblat dan penentuan waktu shalat.
Angka 40 Pasal 90
Cukup jelas. Angka 41
Pasal 105 Cukup jelas.
Angka 42
Pasal 106A Cukup jelas.
Pasal II Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4611
Hasill wawancara
Nama: Drs. Yasardin S.H.,M.H.
Jabatan: wakil ketua pengadilan agama Jakarta selatan
Tempat : ruang wakil ketua pengadilan agama Jakarta Selatan
Waktu : pukul 14.00-15.10 WIB , tanggal 14 April 2010
1. Bagaimanakh struktur organisasi peradilan agama Jakarta-Selatan?apakah sudah
memenuhi peraturan perundangan-undangan?
memang struktur organisasi peradilan agama Jakarta Selatan ini belum
memenuhi peraturan perundang-undangan, khususnya sesuai dengan UU No 3
Tahun 2006 tentang peradilan agama.
2. Bagaimanakan peran panitera itu sendiri dalam susunan organisasi peradilan
agama?
Peran panitera sendiri seperti top leader , yang mana panitera memegang
kekuasaan dalam bidang kepaniteraan itu sendiri serta dalam administrasi
umumnya karna masih dirangkap
3. Dengan diamandemennya UU peradilan agama ke 2,bagaimanakah peran
panitera/sekretaris peradilan agama?apakah peradilan agama masih menerapkan
susunan yang menetapakan bahwa panitera peradilan agama merangkap sebagai
sekretaris?
Ya memang pengadilan agama masih menggunakan struktur yang lama , dan
peran panitera itu sendiri pun masih merangkap sebagai sekretaris pengadilan .
4. Mengapa peradilan agama khususnya peradilan agama wilayah Jakarta-Selatan
belum mengaplikasikan UU peradilan agama ke 2 (UU No 3 Tahun 2006 tentang
peradilan agama) yang dalam pasal 44 berbunyi bahwa panitera peradilan agama
tidak merangkap sebagai sekretaris? Bagaimana pendapat bapak sendiri?
alasan mengapa masih merangkapnya jabatan tersebut, ada beberapa persoalan, yaitu:
a. permasalah mengenai inslunisasi yang belum selesai dibicarakan oleh anggota
rapat kerja nasional yang mana semua badan peradilan merupakan anggotanya
berserta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN),sehingga
pengadilan agama Jakarta Selatan khususnya belum mengaplikasikannya dengan
artinya masih menggunakan surat keputusan yang lama.
b. Apabila tiba-tiba saja dipisah jabatan tersebut, kita (pengadilan agama ) harus
memperhatikan bagaimana tunjangan nya bagi sekretaris itu sendiri mana lagi
sudah bekerja tetapi tidak mendapatkan tunjangan.
c. Permasalah inslunisasi tersebut semua badan peradilan pasti sangat membutuhkan
karana faktor tadi agar adanya tunjangan bagi para sekretaris dan pengadilan yang
ada di Indonesia beserta kelas kelasnya masing –masing.
d. Sedangkan pengadilan agama Jakarta Selatan khusunya sudah menyiapkan kader
kader yang akan menepati jabatan sebagai sekretaris, sehingga apabila surat
keputusannya sudah keluar pengadilan agama Jakarta Selatan telah siap untuk
adanya jabatan sekretaris baru.
e. Pengadilan agama berkenaan dengan hubungannya dengan mahakamah agung
yang berfungsi sebagai pengatur bagi peradilan di Indonesia ,sudah selesai agar
mendesak untuk mengeluarkan instruksi yang berupa peraturan mahkamah agung.
Yang menjadi inti permasalahnya adalaha hanya hasil dari inslunisasinya saja.
5. Apakah dengan dirangkapnya panitera dan sekretaris menjadi satu jabatan atau
dengan kata lain dijabat oleh satu orang pejabat bisa mengoptimalkan tugas-tugas
mereka?
Memang agak over loud tugas seorang panitera yang status nya masih merangkap
sebagai sekretatis, karna ia tidak hanya mengurusi bidang administrasi perkara
tapi harus mengurus dan memantau bidang administrasi umum , walaupun dalam
pelaksanaannya ada pendelegasian kepada wakil panitera dan wakil sekretaris
akan tetapi seorang panitera juga harus dengan tanggung jawabnya mengerjakan
tugas tugas tertentu ,contohnya seperti tanda tangan akta (bidang perkara) , kuasa
anggaran (bidang administrasi umum).
6. Apakah dalam hal pelaksanaan dilapangan seorang panitera sering menemukan
kendala? Apa saja?dan bagaimana solusi mengatasi hal tersebut?
Kendala pasti ada , dengan banyaknya tugas yang over loud dan beban kerja yang
sangat kuat akan tetapi pengetahuan yang dimiliki seorang panitera cukup.
7. Apakah ada tugas lain selain yang sudah diatur dalam peraturan perundang-
undangan bagi panitera dan sekretaris?
Ada berdasarkan surat keputusan ketua pengadulan agama, ada beberapa .
8. Sekarang amandemen UU No 3 Tahun 2006 sudah diamandemen lagi menjadi
UU yang baru yaitu UU No 50 Tahun 2009 tentang peradilan agama, bahkan
pasal 44 telah dihapus? Bagaimana pendapat bapak?
Panitera dan sekretaris tetap akan dipisah nanti nya apabila rakernas tersebut
sudah selesai , dan dari mahkamah agung sendiri juga mengatakan seperti itu ,
walaupun dalam UU No 50 Tahun 2009 tentang peradilan agama yang baru itu
dihapuskan kemungkinan akan efektif kemebali pasal tersebut.
9. Undang undang No 3 Tahun 2006 secara garis besar hanya menyinggung atau
hanya mengangkat tentang kewenanagan absolut pengadilan agama itu sendiri
tidak ke perubahan yang lain misalnya pasal 44 ? bagaimana menurut bapak?
Menurut saya memang perubahan yang lebih menggema adalah tentang
kewenanagn absolut nya saja tapi tidak hanya kewenanagan absolut dari ekonomi
syariah saja ada mengenai hak opsi tentang waris , itsbat rukyat hilal, dan
mahkamah syariah di NAD yang berada dalam pasal 49 samapai 50 itu.
Perubahan selain itu misalnya pasal 44 kurang disosialisasikan.
10. Apakah bapak sudah mengira akan ada nya amandemena UU tentang peradilan
agama yang baru? Bagaiamana menurut bapak mengapa amandemen UU yang
baru ini sedangkan jarak untuk diamandeman ahanaya sekitar 4 tahun? Apa tidak
terlalu singkat untuk diamandemen?
Saya kira memang suatu saat akan diamandemen lagi, sekarang saja sedang
dibicarakan mengenai hukum acara materil peradilan agama di DPR , mungkin
saja apabila tidak tertampung akan dimasukkan kedalam rancanagan tersebut.
11. Menurut bapak dari ketiga UU peradilan agama mana yang lebih berperan dalam
pembentukan pengadilan agama itu sendiri?
Saya rasa yang paling berperan adalah UU No 3 Tahun 2006 , dimana dalam UU
tersebut telah mengembalikan kewenangan pengadilan agama yang dulu dipreteli
oleh belanda selama 1 abad, kewenangaan seperti perceraian bagi subyek hukum
orang islam di pengadilan agama dan waris yang subyek hukumnya orang islam
12. Kapan kira kira inslunisasi itu keluar?
Belum mengetahuinya sampai saat ini karna masih dalam pembahasan kalau
sudah selesai pasti Mahkamah Agung akan mengeluarkan SK.
Hasill wawancara
Nama: Drs. Yasardin S.H.,M.H.
Jabatan: wakil ketua pengadilan agama Jakarta selatan
Tempat : ruang wakil ketua pengadilan agama Jakarta Selatan
Waktu : pukul 14.00-15.10 WIB , tanggal 14 April 2010
1. Bagaimanakh struktur organisasi peradilan agama Jakarta-Selatan?apakah sudah
memenuhi peraturan perundangan-undangan?
memang struktur organisasi peradilan agama Jakarta Selatan ini belum
memenuhi peraturan perundang-undangan, khususnya sesuai dengan UU No 3
Tahun 2006 tentang peradilan agama.
2. Bagaimanakan peran panitera itu sendiri dalam susunan organisasi peradilan
agama?
Peran panitera sendiri seperti top leader , yang mana panitera memegang
kekuasaan dalam bidang kepaniteraan itu sendiri serta dalam administrasi
umumnya karna masih dirangkap
3. Dengan diamandemennya UU peradilan agama ke 2,bagaimanakah peran
panitera/sekretaris peradilan agama?apakah peradilan agama masih menerapkan
susunan yang menetapakan bahwa panitera peradilan agama merangkap sebagai
sekretaris?
Ya memang pengadilan agama masih menggunakan struktur yang lama , dan
peran panitera itu sendiri pun masih merangkap sebagai sekretaris pengadilan .
4. Mengapa peradilan agama khususnya peradilan agama wilayah Jakarta-Selatan
belum mengaplikasikan UU peradilan agama ke 2 (UU No 3 Tahun 2006 tentang
peradilan agama) yang dalam pasal 44 berbunyi bahwa panitera peradilan agama
tidak merangkap sebagai sekretaris? Bagaimana pendapat bapak sendiri?
alasan mengapa masih merangkapnya jabatan tersebut, ada beberapa persoalan, yaitu:
a. permasalah mengenai inslunisasi yang belum selesai dibicarakan oleh anggota
rapat kerja nasional yang mana semua badan peradilan merupakan anggotanya
berserta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN),sehingga
pengadilan agama Jakarta Selatan khususnya belum mengaplikasikannya dengan
artinya masih menggunakan surat keputusan yang lama.
b. Apabila tiba-tiba saja dipisah jabatan tersebut, kita (pengadilan agama ) harus
memperhatikan bagaimana tunjangan nya bagi sekretaris itu sendiri mana lagi
sudah bekerja tetapi tidak mendapatkan tunjangan.
c. Permasalah inslunisasi tersebut semua badan peradilan pasti sangat membutuhkan
karana faktor tadi agar adanya tunjangan bagi para sekretaris dan pengadilan yang
ada di Indonesia beserta kelas kelasnya masing –masing.
d. Sedangkan pengadilan agama Jakarta Selatan khusunya sudah menyiapkan kader
kader yang akan menepati jabatan sebagai sekretaris, sehingga apabila surat
keputusannya sudah keluar pengadilan agama Jakarta Selatan telah siap untuk
adanya jabatan sekretaris baru.
e. Pengadilan agama berkenaan dengan hubungannya dengan mahakamah agung
yang berfungsi sebagai pengatur bagi peradilan di Indonesia ,sudah selesai agar
mendesak untuk mengeluarkan instruksi yang berupa peraturan mahkamah agung.
Yang menjadi inti permasalahnya adalaha hanya hasil dari inslunisasinya saja.
5. Apakah dengan dirangkapnya panitera dan sekretaris menjadi satu jabatan atau
dengan kata lain dijabat oleh satu orang pejabat bisa mengoptimalkan tugas-tugas
mereka?
Memang agak over loud tugas seorang panitera yang status nya masih merangkap
sebagai sekretatis, karna ia tidak hanya mengurusi bidang administrasi perkara
tapi harus mengurus dan memantau bidang administrasi umum , walaupun dalam
pelaksanaannya ada pendelegasian kepada wakil panitera dan wakil sekretaris
akan tetapi seorang panitera juga harus dengan tanggung jawabnya mengerjakan
tugas tugas tertentu ,contohnya seperti tanda tangan akta (bidang perkara) , kuasa
anggaran (bidang administrasi umum).
6. Apakah dalam hal pelaksanaan dilapangan seorang panitera sering menemukan
kendala? Apa saja?dan bagaimana solusi mengatasi hal tersebut?
Kendala pasti ada , dengan banyaknya tugas yang over loud dan beban kerja yang
sangat kuat akan tetapi pengetahuan yang dimiliki seorang panitera cukup.
7. Apakah ada tugas lain selain yang sudah diatur dalam peraturan perundang-
undangan bagi panitera dan sekretaris?
Ada berdasarkan surat keputusan ketua pengadulan agama, ada beberapa .
8. Sekarang amandemen UU No 3 Tahun 2006 sudah diamandemen lagi menjadi
UU yang baru yaitu UU No 50 Tahun 2009 tentang peradilan agama, bahkan
pasal 44 telah dihapus? Bagaimana pendapat bapak?
Panitera dan sekretaris tetap akan dipisah nanti nya apabila rakernas tersebut
sudah selesai , dan dari mahkamah agung sendiri juga mengatakan seperti itu ,
walaupun dalam UU No 50 Tahun 2009 tentang peradilan agama yang baru itu
dihapuskan kemungkinan akan efektif kemebali pasal tersebut.
9. Undang undang No 3 Tahun 2006 secara garis besar hanya menyinggung atau
hanya mengangkat tentang kewenanagan absolut pengadilan agama itu sendiri
tidak ke perubahan yang lain misalnya pasal 44 ? bagaimana menurut bapak?
Menurut saya memang perubahan yang lebih menggema adalah tentang
kewenanagn absolut nya saja tapi tidak hanya kewenanagan absolut dari ekonomi
syariah saja ada mengenai hak opsi tentang waris , itsbat rukyat hilal, dan
mahkamah syariah di NAD yang berada dalam pasal 49 samapai 50 itu.
Perubahan selain itu misalnya pasal 44 kurang disosialisasikan.
10. Apakah bapak sudah mengira akan ada nya amandemena UU tentang peradilan
agama yang baru? Bagaiamana menurut bapak mengapa amandemen UU yang
baru ini sedangkan jarak untuk diamandeman ahanaya sekitar 4 tahun? Apa tidak
terlalu singkat untuk diamandemen?
Saya kira memang suatu saat akan diamandemen lagi, sekarang saja sedang
dibicarakan mengenai hukum acara materil peradilan agama di DPR , mungkin
saja apabila tidak tertampung akan dimasukkan kedalam rancanagan tersebut.
11. Menurut bapak dari ketiga UU peradilan agama mana yang lebih berperan dalam
pembentukan pengadilan agama itu sendiri?
Saya rasa yang paling berperan adalah UU No 3 Tahun 2006 , dimana dalam UU
tersebut telah mengembalikan kewenangan pengadilan agama yang dulu dipreteli
oleh belanda selama 1 abad, kewenangaan seperti perceraian bagi subyek hukum
orang islam di pengadilan agama dan waris yang subyek hukumnya orang islam
12. Kapan kira kira inslunisasi itu keluar?
Belum mengetahuinya sampai saat ini karna masih dalam pembahasan kalau
sudah selesai pasti Mahkamah Agung akan mengeluarkan SK.
68
Dra
. Hj.
Noo
r Jan
nah
Azi
z, M
H.
D
rs. H
j. A
i Zai
nab,
SH
.
H. M
uh. K
aila
ni, S
H.,
MH
D
ra. M
uhay
ah, S
H.
Ta
mah
, SH
. D
ra. H
j. Tu
ti U
lwiy
ah, M
H
D
rs. A
gus Y
unih
, SH
., M
.Hi.
D
rs. M
uslim
, SH
., M
.Si.
Drs
. Har
um R
ende
ng, S
H.
Drs
. Nur
hafiz
al, S
H.,
MH
. D
ra. H
j. Fa
chan
ah, M
. M.H
um.
Drs
. Soh
el, S
H.
Dra
. Hj.
Ida
Nur
saad
ah, S
H.,
MD
rs. S
aefu
ddin
T, M
H.
Drs
. Abd
urra
him
, MH
. D
rs. C
hotm
an Ja
uhar
i, M
H.
Hj.
Shaf
wah
, SH
., M
H
Drs
. Kam
alud
din,
MH
.
H.
C1
WA
KIL
KE
TU
A
Drs
. Yas
ardi
n, S
H.,
MH
.
H A
K I
M
PAN
MUD
. KA
SUBB
AG
. PA
NM
UD. G
UGA
TAN
PA
NM
UD. H
UKUM
KA
SUBB
AG
. KEU
AN
GA
N
KASU
BBA
G. U
MUM
H A
K I
M
WA
KIL
SE
KR
ET
AR
IS PA
NIT
ER
A /
SEK
RE
TA
RIS
WA
KIL
SE
KR
ET
AR
IS
Dra
. Am
inah
Hj.
Ghi
zar F
au’a
h SH
. D
wia
rti Y
ulia
ni, S
h.
Tegu
h M
agza
n, S
H.
Drs
. Ida
Fitr
iyan
i
STA
F
Moh
. Ham
bali,
SH
.
Fa’il
atun
M
. Sah
id
STA
F
Drs
. Moh
amm
ad T
aufik
Irna
Kur
nia,
SH
. A
ji D
juan
da R
achm
ad
Sujia
ti
STA
F
Yun
i Win
arti,
SH
I.
Sum
iyat
i . S
iti N
urha
yati,
SH
.
STA
F
Ahm
ad Ir
fan,
SH
.
Nur
aini
, SH
. N
inin
g W
idia
wat
i K
unth
iSA
Md
STA
F
. Fah
at, S
H.
Nur
hasa
na
Har
ism
anSH
I
STA
F
PAN
ITE
RA
PE
NG
GA
NT
I
1.
M. Y
asin
, SH
. 2.
En
din
g Ba
chtia
r, SH
. 3.
W
ardo
no
4.
Om
bang
Has
yim
Ash
ari,
S.A
g.
Dra
. Mur
niat
i Si
ti Sa
udah
, SH
. N
urha
yati,
SH
. R
ahm
i, SH
. N
urle
la, S
H.
Abd
ulla
h, S
H. M
H.
Um
ar Is
mai
l, SH
. Ik
rimaw
atin
ings
ih, S
.Ag.
JUR
USI
TA
JUR
USI
TA
PE
NG
GA
NT
I
Rr.
Siti
Kho
lifah
, SH
. M
ahru
m, S
H
Fath
ony,
SH
. Ev
a Zu
lhae
fah,
SH
. R
ita S
yuria
h, S
H.
Mar
yam
S.A
g., M
H.
Nih
ayat
ul I,
SH
I., M
H.
Rat
u A
yu R
ahm
i, SH
I. . Z
amru
d N
ajib
, SE.
A
hmad
Fur
qoni
, gd
alen
a H
utag
aol
Mar
ham
ah
Mel
y Y
onda
Haf
as S
udio
no
wal
uyo,
SH
. rio
Rin
anto
is
no W
idja
ya, S
E.
Ust
iana
Putri
MA
d
Nur
dian
syah
, SE.
N
ur C
holia