Kecerdasan Spiritual

download Kecerdasan Spiritual

of 53

Transcript of Kecerdasan Spiritual

AWALNYA DARI PIKIRANSebenarnya kita mempunyai pengetahuan dan kemampuan secara rohaniah/batiniah sebagai bekal untuk menghadapi bebagai tantangan dalam menjalani kehidupan.

Namun kemampuan yang ada dalam diri kta ini tidak pernah digali dan dikembangkannya. Akibatnya, bilamana kita mendapatkan kesulitan, kecemasan dan kegelisahan dibiarkan mendera diri kita sendiri sampai akhirnya menyebabkan pikiran kita sakit dan stress.Bilamana pikiran kita dalam keadaan tenang, kemampuan dan potensi yang ada di dalam diri kita ini sebenarnya dapat difungsikan. Memerdekakan pikiran adalah salah satu perjalanan untuk membersihkan masalahmasalah yang ada di dalam pikiran kita.

Diri kita sering dipermainkan oleh pikiran kita sendiri. Pikiran kita secara liar bermain kesana-kemari membuat rencana-rencana, membuat cita-cita, membuat mimpi-mimpi, yang semuanya itu hanyalah angan-angan yang belum tentu dapat dicapai. Malah angan-angan tersebut sangat mengganggu pada pikiran kita sendiri.Pikiran sangat penting bagi gerak-hidup jasmani, karena pikiranlah yang menggerakan jasmani kita; namun, "pikiran" ini harus dapat kita kendalikan dengan baik. Jika "pikiran" ini dibiarkan bebas (liar), maka pikiran ini akan bermain kesana-kemari tanpa terkendali. Pikiran adalah wadah dari semua masalah-masalah pada saat ini, atau masalah-masalah pada masa lalu yang terjadi dan terekam oleh otak. Fungsi "pikiran" manusia sebagai wadah masalah sangatlah terbatas kapasitasnya; maka, untuk dapat memfungsikan pikiran sesuai dengan kapasitasnya, "pikiran" tersebut jangan terlalu banyak menyimpan masalah-masalah. Dengan jalan memerdekakan pikiran (menenangkan pikiran) kita dapat memfungsikan pikiran dengan baik dan bermoral. Bekerjasamalah antara rohani dan jasmani dalam mengendalikan "pikiran". Dan bilamana rohani dan jasmani dapat bekerjasama dengan baik, maka "pikiran" kita tidak akan terganggu oleh hal-hal yang negatif.

THOUGHT OF THE DAY . . .

" Diri kita bukan korban dari pikiran, pendapat, atau keyakinan negatif; baik dari diri sendiri maupun dari kesadaran orang lain. Kita hidup dengan pemikiran yang benar milik kita sendiri. "

Hidup di dunia ini pada saat ini, bukan kemarin, dan bukan esok-lusa. Berbuatlah dan bekerjalah untuk saat ini, karena hidup itu saat ini. Yang lalu biarlah berlalu, yang akan datang biarlah menunggu. Hidup kita itu

benar-benar bukan dibangun oleh lamunan dan angan-angan, tetapi dibangun oleh bekerja dan bekerja.

" Kita mencintai Tuhan dan dicintai Tuhan. Kita adalah faktor positif dalam kehidupan. Pengalaman kemarin dan harapan masa depan adalah merupakan realitas. Kita dalam kehidupan yang baru. batin yang baru, dan pikiran yang baru."http://www.kecerdasanspiritual.com/

KECERDASAN SPIRITUAL DAN PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA KARYAWANJun 7 Posted by BOY Apa yang dimaksudkan dengan kecerdasan spiritual dan apa bedanya dengan kecerdasan intelektual maupun kecerdasan emosi? IQ,EQ dan SQ adalah tiga istilah yang sudah cukup dikenal,terutama di kalangan praktisi dan spesialis pengembangan sumber daya manusia. Istilah pertama yaitu Intellectual Quotient atau IQ menggambarkan kapasitas seseorang untuk melakukan kegiatan mental seperti berpikir, mencari penjelasan, dan memecahkan masalah secara logis. Berdasarkan hasil tes IQ, dapat ditentukan kemampuan seorang karyawan yang terkait dengan angka, kata-kata, visualisasi, daya ingat, penjelasan deduktif-induktif, dan kecepatan memersepsikan sesuatu. Dengan mengetahui dalam hal apa seorang karyawan memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi,maka perusahaan dapat menempatkan karyawan tersebut pada posisi atau pekerjaan yang sesuai. Istilah kedua yaitu Emotional Quotient atau EQ yang diperkenalkan oleh Daniel Goleman di sekitar pertengahan tahun 1990-an menjelaskan kemampuan seseorang untuk mendeteksi dan mengelola emosi. Menurut Goleman, ada empat level kecerdasan emosi. Level pertama adalah self awareness atau kesadaran diri. Pada tahap ini, seorang karyawan dapat mengenal dan memahami emosi, kekuatan dan kelemahan, nilai-nilai serta motivasi dirinya.Pada level kedua, yaitu self management atau kelola diri,karyawan tidak hanya mampu mengenal dan memahami emosinya, juga mampu mengelola, mengendalikan dan mengarahkannya. Karyawan yang memiliki kemampuan kelola diri yang baik secara rutin melakukan evaluasi diri setelah menghadapi keberhasilan maupun kesuksesan dan mampu mempertahankan motivasi dan perilaku kerjanya untuk menghasilkan kinerja yang baik.

Pada level ketiga yang disebut social awareness atau kesadaran sosial, karyawan sudah mampu berempati, yaitu peka terhadap perasaan, pemikiran, dan situasi yang dihadapi orang lain. Kecerdasan emosi memampukan kita untuk menyadari dan memahami perasaan sendiri dan orang lain, memampukan kita menilai suatu situasi dan bertindak sesuai dengan situasi yang dihadapi. Dan pada level yang tertinggi yaitu relationship management atau kelola hubungan, seorang karyawan mampu mengendalikan dan mengarahkan emosi orang lain. Karyawan tersebut mampu menginspirasi orang lain,memengaruhi perasaan dan keyakinan orang lain, mengembangkan kapabilitas orang lain, mengatasi konflik, membina hubungan, dan membentuk kerja sama yang menguntungkan semua pihak. Istilah yang ketiga yaitu Spiritual Quotient atau SQ diyakini merupakan tingkatan tertinggi dari kecerdasan,yang digunakan untuk menghasilkan arti (meaning) dan nilai (value). Dua jenis kecerdasan yang disebutkan pertama,yaitu IQ dan EQ, merupakan bagian yang terintegrasi dari SQ. Mengacu pada teori motivasi yang dikemukakan Maslow, kecerdasan spiritual terkait dengan aktualisasi diri atau pemenuhan tujuan hidup,yang merupakan tingkatan motivasi yang tertinggi. Kecerdasan spiritual yang tinggi ditandai dengan adanya pertumbuhan dan transformasi pada diri seseorang, tercapainya kehidupan yang berimbang antara karier/pekerjaan dan pribadi/keluarga, serta adanya perasaan suka cita serta puas yang diwujudkan dalam bentuk menghasilkan kontribusi yang positif dan berbagi kebahagiaan kepada lingkungan. SQ walaupun mengandung kata spiritual tidak selalu terkait dengan kepercayaan atau agama. SQ lebih kepada kebutuhan dan kemampuan manusia untuk menemukan arti dan menghasilkan nilai melalui pengalaman yang mereka hadapi. Akan tetapi, beberapa penelitian menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki kepercayaan atau menjalankan agama,umumnya memiliki tingkat kecerdasan spiritual yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki kepercayaan atau tidak menjalankan agama. Seperti misalnya penelitian yang dilakukan Harold G Koenig dan kawan-kawan yang telah dipublikasikan Oxford University Press dalam bentuk buku berjudul Handbook of Religion and Health. Penelitian yang mereka lakukan menemukan bahwa di setiap tingkatan pendidikan dan usia, orang yang pergi ke rumah ibadah, berdoa dan membaca kitab suci secara rutin, ternyata hidup lebih lama sekitar tujuh hingga 14 tahun dan memiliki kesehatan fisik yang lebih baik dibandingkan dengan orang yang tidak menjalankan ritual keagamaan. Seperti apakah peran SQ di tempat kerja? Karyawan dengan SQ yang tinggi biasanya akan lebih cepat mengalami pemulihan dari suatu penyakit, baik secara fisik maupun mental. Ia lebih mudah bangkit dari suatu kejatuhan atau penderitaan, lebih tahan menghadapi stres, lebih mudah melihat peluang karena memiliki sikap mental positif,serta lebih ceria, bahagia dan merasa puas dalam menjalani kehidupan. Berbeda dengan karyawan yang memiliki SQ rendah. Pada orang dengan SQ rendah,keberhasilan dalam hal karier, pekerjaan, penghasilan, status dan masih banyak lagi hal-hal yang bersifat materi ternyata tidak selalu mampu membuatnya bahagia. Persaingan dan perbedaan kepentingan yang berlangsung begitu ketat sering kali membuat manusia kehilangan arah dan identitas.

Perubahan teknologi yang pesat menghasilkan tekanan yang begitu besar, yang terkadang membutakan manusia dengan kecerdasan spiritual rendah dalam menjalani visi dan misi hidupnya, membuat ia lupa melakukan refleksi diri dan lupa menjalankan perannya sebagai bagian dari komunitas.Kesibukan kerja dan keberhasilan yang dicapai tidak diamalkannya untuk penciptaan arti dan nilai bagi lingkungan. Bagaimana membentuk kecerdasan spiritual yang tinggi di tempat kerja? Manusia memiliki pikiran dan roh, ingin mencari arti dan tujuan, berhubungan dengan orang lain dan menjadi bagian dari komunitas. Oleh karenanya,organisasi perlu membentuk budaya spiritualitas di lingkungan kerja. Organisasi yang bersifat spiritual membantu karyawannya untuk mengembangkan dan mencapai potensi penuh dari dirinya (aktualisasi diri). Robbins & Judge dalam bukunya yang berjudul Organizational Behavior menyebutkan budaya spiritualitas yang perlu dibentuk adalah: Strong sense of purpose.Meskipun pencapaian keuntungan itu penting, tetapi hal itu tidak menjadi nilai utama dari suatu organisasi dengan budaya spiritual.Karyawan membutuhkan adanya tujuan perusahaan yang lebih bernilai, yang biasanya dinyatakan dalam bentuk visi dan misi organisasi. Trust and respect.Organisasi dengan budaya spiritual senantiasa memastikan terciptanya kondisi saling percaya, adanya keterbukaan dan kejujuran. Salah satunya dalam bentuk manajer dan karyawan tidak takut untuk melakukan dan mengakui kesalahan. Humanistic work practices. Jam kerja yang fleksibel,penghargaan berdasarkan kerja tim,mempersempit perbedaan status dan imbal jasa, adanya jaminan terhadap hak-hak individu pekerja, kemampuan karyawan, dan keamanan kerja merupakan bentuk-bentuk praktik manajemen sumber daya manusia yang bersifat spiritual. Toleration of employee expression. Organisasi dengan budaya spiritual memiliki toleransi yang tinggi terhadap bentuk-bentuk ekspresi emosi karyawan. Humor, spontanitas, keceriaan di tempat kerja tidak dibatasi. Saat ini sudah cukup banyak perusahaan yang menerapkan budaya spiritualitas di tempat kerja. Bahkan,ada perusahaan yang mendorong dan mengizinkan setiap karyawan untuk menyediakan satu persen dari waktu kerjanya untuk melakukan pekerjaan sukarela bagi pengembangan komunitas, seperti: membagikan makanan kepada para tunawisma, kerja bakti membersihkan taman umum,mendirikan perpustakaan atau rumah baca untuk anak-anak jalanan,dan memberi bantuan bagi korban bencana alam. Southwest Airlines adalah contoh sukses sebuah organisasi spiritual.Pembentukan budaya spiritual di Southwest Airlines telah membuat perusahaan itu menjadi salah satu perusahaan penerbangan dengan turn over terendah, secara konsisten memiliki biaya tenaga kerja terendah per jarak penerbangan, secara tetap mencatat waktu tiba yang lebih cepat dan tingkat komplain yang lebih rendah dibandingkan pesaingnya, dan terbukti merupakan perusahaan penerbangan yang paling konsisten dalam hal keuntungan di industri penerbangan Amerika Serikat. Dengan terbentuknya budaya spiritualitas di tempat kerja, diharapkan akan terbentuk karyawan yang happy, tahu dan mampu memenuhi tujuan hidup. Karyawan yang demikian umumnya memiliki hidup yang seimbang antara kerja dan pribadi,antara tugas dan pelayanan. Pada umumnya,mereka juga memiliki kinerja yang lebih tinggi. Hasil penelitian yang

dilakukan sebuah perusahaan konsultan besar, penerapan lingkungan kerja yang spiritual meningkatkan produktivitas dan menurunkan turn over. Studi lainnya menunjukkan, karyawan yang kecerdasan spiritualnya tinggi dan didukung lingkungan kerja yang juga spiritual, secara positif menjadi lebih kreatif, memiliki kepuasan kerja yang tinggi, mampu bekerja dengan baik secara tim, dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasi.(*) Sumber: disini oleh Eva Hotnaidah Saragihhttp://badruddin69.wordpress.com/2009/06/07/kecerdasan-spiritual-dan-pengaruhnya-terhadapkinerja-karyawan/ Sinotar (2001) mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai pemikiran yang terilhami. Kecerdasan ini diilhami oleh dorongan dan efektifitas, keberadaan atau hidup keilahian yang mempersatukan kita sebagai bagian-bagiannya. Sedangkan Khavari (dalam Zohar dan Marshall, 2001) berpendapat bahwa kecerdasan spiritual adalah fakultas dari dimensi non material kita ruh manusia. Menurut Zohar dan Marshall (2001) kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup orang lebih bermakna dibandingkan orang lain. Kecerdasan spiritual memberi kita kemampuan membedakan kecerdasan spiritual memberi kita rasa moral, kemampuan menyesuaikan aturan yang kaku, dibarengi dengan pemahaman dan cinta serta kemampuan setara untuk melihat kapan cinta dan pemahaman sampai pada batasannya. Kita menggunakan kecerdasan spiritual untuk bergulat dengan ihwal baik dan jahat, serta untuk membayangkan kemungkinan yang belum terwujud untuk bermimpi, bercita-cita, dan mengangkat diri kita dari kerendahan. Agustian (2001) kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia yang seutuhnya (hanif) dan memiliki pola pemikiran tauhidi (integralistik) serta berprinsip hanya kepada Allah. Kesimpulannya bahwa kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang berasal dari dalam hati, menjadikan kita kreatif ketika kita dihadapkan pada masalah pribadi, dan mencoba melihat makna yang terkandung di dalamnya, serta menyelesaikannya dengan baik agar memperoleh ketenangan dan kedamaian hati. Kecerdasan spiritual membuat individu mampu memaknai setiap kegiatannya sebagai ibadah, demi kepentingan umat manusia dan Tuhan yang sangat dicintainya. Prinsip kecerdasan spiritual Agustina (2001) dalam bukunya menuliskan adanya 6 prinsip dalam kecerdasan spiritual berdasarkan rukun iman, yaitu : a) Prinsip bintang (star prinsiple) berdasarkan iman kepada Allah SWT. Yaitu kepercayaan atau keimanan kepada Allah SWT. Semua tindakan hanya untuk Allah, tidak mengharap pamrih dari orang lain dan melakukannya sendiri. b) Prinsip malaikat (angel principle) berdasarkan iman kepada Malaikat.

Semua tugas dilakukan dengan disiplin dan sebaik-baiknya sesuai dengan sifat malaikat yang dipercaya oleh Allah untuk menjalankan segala perintah-Nya. c) Prinsip kepemimpinan (leadership principle), berdasarkan iman kepada rasul. Seorang pemimpin harus memiliki prinsip yang teguh, agar mampu menjadi pemimpin yang sejati. Seperti halnya Rasullullah SAW, seorang pemimpin sejati yang dihormati oleh semua orang. d) Prinsip pembelajaran (learning principle) berdasarkan iman kepada kitab. Suka membaca dan belajar untuk menambah pengetahuan dan mencari kebenaran yang hakiki. Berpikir kritis terhadap segala hal dan menjadikan Al-Quran sebagai pedoman dalam bertindak. e) Prinsip masa depan (visim principle) berdasarkan iman kepada hari akhir. Berorientasi terhadap tujuan, baik jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Semua itu karena keyakinan akan adanya hari kemudian dimana setiap individu akan mendapat balasan terhadap setiap tindakan yang dilakukan. f) Prinsip keteraturan (well organized principle) berdasarkan iman kepada Qodlo dan Qodar Setiap keberhasilan dan kegagalan, semua merupakan takdir yang telah ditentukan oleh Allah. Hendaknya berusaha dengan sungguh-sungguh dan berdoa kepada Allah. Ciri-ciri kecerdasan spiritual Berdasarkan teori Zohar dan Marshall (2001) dan Sinetar (2001) sebagai berikut : a. Mempunyai kesadaran diri. Adanya tingkat kesadaran yang tinggi dan mendalam sehingga bisa menyadari antuasi yang datang dan menanggapinya. b. Mempunyai visi. Ada pemahaman tentang tujuan hidupnya, mempunyai kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai. c. Fleksibel. Mampu bersikap fleksibel, menyesuaikan diri secara spontan dan aktif untuk mencapai hasil yang baik, mempunyai pandangan yang pragmatis (sesuai kegunaan) dan efisien tentang realitas. d. Berpandangan holistik. Melihat bahwa diri sendiri dan orang lain saling terkait dan bisa melihat keterkaitan antara berbagai hal. Dapat memandang kehidupan yang lebih besar sehingga mampu menghadapi dan memanfaatkan serta melampaui, kesengsaraan dan rasa sehat serta memandangnya sebagai suatu visi dan mencari makna dibaliknya. e. Melakukan perubahan. Terbuka terhadap perbedaan, memiliki kemudahan untuk bekerja melawan konvensi dan status quo, menjadi orang yang bebas merdeka. f. Sumber inspirasi. Mampu menjadi sumber inspirasi bagi orang lain, mempunyai gagasan-gagasan yang segar dan aneh. g. Refleksi diri, mempunyai kecenderungan apakah yang mendasar dan pokok.

Faktor-faktor yang mendukung kecerdasan spiritual Menurut Sinetar (2001) otoritas intuitif, yaitu kejujuran, keadilan, kesamaan perlakuan terhadap semua orang, mampunyai faktor yang mendorong kecerdasan spiritual. Suatu dorongan yang disertai oleh pandangan luas tentang tuntutan hidup dan komitmen untuk memenuhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan spiritual menurut Agustian (2003) adalah inner value (nilai-nilai spiritual dari dalam) yang berasal dari dalam diri (suara hati), seperti transparency (keterbukaan), responsibilities (tanggung jawab), accountabilities (kepercayaan), fairness (keadilan) dan social wareness (kepedulian sosial). Faktor kedua adalah drive yaitu dorongan dan usaha untuk mencapai kebenaran dan kebahagiaan.

Zohar dan Marshall (2001) mengungkapkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan spiritual yaitu : a. Sel saraf otak Otak menjadi jembatan antara kehidupan bathin dan lahiriah kita. Ia mampu menjalankan semua ini karena bersifat kompleks, luwes, adaptif dan mampu mengorganisasikan diri. Menurut penelitian yang dilakukan pada era 1990-an dengan menggunakan WEG (Magneto Encephalo Graphy) membuktikan bahwa osilasi sel saraf otak pada rentang 40 Hz merupakan basis bagi kecerdasan spiritual. b. Titik Tuhan (God spot) Dalam peneltian Rama Chandra menemukan adanya bagian dalam otak, yaitu lobus temporal yang meningkat ketika pengalaman religius atau spiritual berlangsung. Dia menyebutnya sebagai titik Tuhan atau God Spot. Titik Tuhan memainkan peran biologis yang menentukan dalam pengalaman spiritual. Namun demikian, titik Tuhan bukan merupakan syarat mutlak dalam kecerdasan spiritual. Perlu adanya integrasi antara seluruh bagian otak, seluruh aspek dari dan seluruh segi kehidupan. Aspek-aspek dalam kecerdasan spiritual Sinetar (2001) menuliskan beberapa aspek dalam kecerdasan spiritual, yaitu : a. Kemampuan seni untuk memilih, kemampuan untuk memilih dan menata hingga ke bagian-bagian terkecil ekspresi hidupnya berdasarkan suatu visi batin yang tetap dan kuat yang memungkinkan hidup mengorganisasikan bakat. b. Kemampuan seni untuk melindungi diri. Individu mempelajari keadaan dirinya, baik bakat maupun keterbatasannya untuk menciptakan dan menata pilihan terbaiknya. c. Kedewasaaan yang diperlihatkan. Kedewasaan berarti kita tidak menyembunyikan kekuatankekuatan kita dan ketakutan dan sebagai konsekuensinya memilih untuk menghindari kemampuan terbaik kita. d. Kemampuan mengikuti cinta. Memilih antara harapan-harapan orang lain di mata kita penting atau kita cintai. e. Disiplin-disiplin pengorbanan diri. Mau berkorban untuk orang lain, pemaaf tidak prasangka mudah untuk memberi kepada orang lain dan selalu ingin membuat orang lain bahagia. Menurut Buzan (2003) ada sepuluh aspek-aspek dalam kecerdasan spiritual yaitu mendapatkan gambaran menyeluruh tentang jagad raya, menggali nilai-nilai, visi dan panggilan hidup, belas kasih, memberi dan menerima, kekuatan tawa, menjadi kanak-kanak kembali, kekuatan ritual, ketentraman, dan cinta. http://www.masbow.com/2009/08/kecerdasan-spiritual.html

Menemukan Makna Hidup Dengan Kecerdasan Spiritual--Sunday, March 18, 2007 6:53:40 AM

Anda mungkin pernah mendengar bahwa kecerdasan emosional membuat orang lebih mudah mencapai sukses. Tapi tahukah bahwa untuk menemukan makna kehidupan dan kebahagiaan diperlukan kecerdasan spiritual?

Tony Puzan, seorang pakar otak manusia dari Amerika mengatakan seseorang bisa merasa bahagia dalam segala situasi jika memiliki kecerdasan spiritual. Namun seseorang yang taat beragama belum tentu cerdas secara spiritual. Bila demikian, apa sebenarnya kecerdasan spiritual itu? Bukan Kecerdasan Emosional Semula, orang hanya mengenal kecerdasan intelektual, kemudian muncul kecerdasan emosional dan kini kecerdasan spiritual. Kecerdasan emosional dipopulerkan oleh Daniel Goleman yang mengatakaan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk memahami orangorang lain, berinteraksi dan mengembangkan empati, simpati, untuk bisa bekerja sama. Para ahli neurology kemudian menemukan bahwa ada bagian otak manusia yang mampu menyerap kejadian spiritual, menyadari kehadiran Tuhan dan memaknai kehidupan. Ciri cerdas spiritual Bila kecerdasan spiritual diartikan sebagai rajin beribadah, maka Anda keliru. Kecerdasan spiritual adalah kemampuan seseorang memberi makna pada kehidupan. Menurut Tony Buzan, ciri kecerdasan spiritual pada seseorang adalah; kerap berbuat baik, menolong, memiliki empati yang besar, memaafkan, mampu memilih kebahagiaan, memiliki sense of humor yang baik dan merasa memikul sebuah misi yang mulia. Melatih Kecerdasan Spiritual Kecerdasan spiritual bisa didapat dengan mengikuti training, yang didalamnya terdapat pelatihan terdiri: -Management of anger, peserta dilatih untuk bersedia memaafkan orang-orang yang sudah menyakiti hati. Jadi pemberian maaf tidak lagi hanya di bibir tapi sampai ke hati. -Random act kindness, artinya menolong orang yang tidak Anda kenal sehingga tidak ada motif tersembunyi. Pelatihan ini memicu kita hidup bahagia dan mudah menolong orang lain. -Kesabaran dan kemampuan menemukan misi hidup, orang yang tahu misi hidupnya akan merasa memikul misi tersebut sehingga merasa hidup ada tujuannya dan bermakna bagi orang lain. Misi tersebut akan menjadi guide, cahaya yang menerangi orang itu dalam perjalanan hidupnya. http://my.opera.com/mbujang/blog/menemukan-makna-hidup-dengan-kecerdasan-spiritual

Pengertian Kecerdasan Spiritual18 Februari 2010 Arya Utama Tinggalkan komentar Go to comments

Menurut Munandir (2001 : 122) kecerdasan spritual tersusun dalam dua kata yaitu kecerdasan dan spiritual. Kecerdasan adalah kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah yang dihadapinya, terutama masalah yang menuntut kemampuan

fikiran. Berbagai batasan-batasan yang dikemukakan oleh para ahli didasarkan pada teorinya masing-masing. Selanjutnya Munandir menyebutkan bahwa Intelegence dapat pula diartikan sebagai kemampuan yang berhubungan dengan abstraksi-abstraksi, kemampuan mempelajari sesuatu, kemampuan menangani situasi-situasi baru. Sementara itu Mimi Doe & Marsha Walch mengungkapkan bahwa spiritual adalah dasar bagi tumbuhnya harga diri, nilai-nilai, moral, dan rasa memiliki. Ia memberi arah dan arti bagi kehidupan kita tentang kepercayaan mengenai adanya kekuatan non fisik yang lebih besar dari pada kekuatan diri kita; Suatu kesadaran yang menghubungkan kita langsung dengan Tuhan, atau apa pun yang kita namakan sebagai sumber keberadaan kita. Spiritual juga berarti kejiwaan, rohani, batin, mental, moral. Jadi berdasarkan arti dari dua kata tersebut kerdasan spiritual dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk menghadapi dan memecahkan masalah yang berhubungan dengan nilai, batin, dan kejiwaan. Kecerdasan ini terutama berkaitan dengan abstraksi pada suatu hal di luar kekuatan manusia yaitu kekuatan penggerak kehidupan dan semesta. Menurut Tony Buzan kecerdasan spiritual adalah yang berkaitan dengan menjadi bagian dari rancangan segala sesuatu yang lebih besar, meliputi melihat suatu gambaran secara menyeluruh. Sementara itu, kecerdasan spiritual menurut Stephen R. Covey adalah pusat paling mendasar di antara kecerdasan yang lain, karena dia menjadi sumber bimbingan bagi kecerdasan lainnya. Kecerdasan spiritual mewakili kerinduan akan makna dan hubungan dengan yang tak terbatas. Zohar dan Marshal mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dari pada yang lain. Kecerdasan spiritual menurut Khalil A Khavari di definisikan sebagai fakultas dimensi nonmaterial kita atau jiwa manusia. Ia menyebutnya sebagai intan yang belum terasah dan dimiliki oleh setiap insan. Kita harus mengenali seperti adanya, menggosoknya sehingga mengkilap dengan tekat yang besar, menggunakannya menuju kearifan, dan untuk mencapai kebahagiaan yang abadi. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa definisi kecerdasan spiritual adalah kemampuan potensial setiap manusia yang menjadikan ia dapat menyadari dan menentukan makna, nilai, moral, serta cinta terhadap kekuatan yang lebih besar dan sesama makhluk hidup, karena merasa sebagai bagian dari keseluruhan. Sehingga membuat manusia dapat menempatkan diri dan hidup lebih positif dengan penuh kebijaksanaan, kedamaian, dan kebahagiaan yang hakiki.http://ilmupsikologi.wordpress.com/2010/02/18/pengertian-kecerdasan-spritual/

Kecerdasan spiritual atau yang biasa dikenal dengan SQ (bahasa Inggris: spiritual quotient) adalah kecerdasan jiwa yang membantu seseorang untuk mengembangkan dirinya secara utuh melalui penciptaan kemungkinan untuk menerapkan nilai-nilai positif.[1] SQ merupakan fasilitas yang membantu seseorang untuk mengatasi persoalan dan berdamai dengan persoalannya itu.[2] Ciri utama dari SQ ini ditunjukkan dengan kesadaran seseorang untuk menggunakan pengalamannya sebagai bentuk penerapan nilai dan makna.[1]

Kecerdasan spiritual yang berkembang dengan baik akan ditandai dengan kemampuan seseorang untuk bersikap fleksibel dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan, memiliki tingkat kesadaran yang tinggi, mampu menghadapi penderitaan dan rasa sakit, mampu mengambil pelajaran yang berharga dari suatu kegagalan, mampu mewujudkan hidup sesuai dengan visi dan misi, mampu melihat keterkaitan antara berbagai hal, mandiri, serta pada akhirnya membuat seseorang mengerti akan makna hidupnyahttp://id.wikipedia.org/wiki/Kecerdasan_spiritual

NIRMALA September 2006 Nirmala Edisi Ramadhan September 2006

Kecerdasan emosional memang membuat orang lebih mudah mencapai sukses dalam hidup. Tapi untuk menemukan kebahagiaan dan makna dari kehidupan, diperlukan kecerdasan spiritual. ..... Awal juni lalu, kita dikejutkan oleh peristiwa tragis yang terjadi di Bandung. Seorang wanita yang dikenal sholeh, berpendidikan tinggi, sanggup membunuh 3 anaknya sendiri dalam waktu 24 jam. Bagaimana mungkin seorang wanita yang taat beragama bisa melakukan hal seperti itu? Apalagi kemudian terungkap alasan dari tindakannya itu. Katanya, ia membunuh anak-anaknya justru karena sangat menyayangi anak-anaknya dan takul tidak mampu rnenjadi ibu yang baik. Menurut DR Jalaluddin Rakhmat MSc, itu bisa terjadi karena dia tidak bahagia. Kalau meminjam istilahnya Tony Buzan, pakar tentang otak manusia dari Amerika, kemampuan seseorang untuk berbahagia dalam segala situasi berhubungan dengan kecerdasan spiritualnya. Seseorang yang dikatakan taat beragama belum tentu cerdas secara spiritual. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan kecerdasan spiritual? Dan apa bedanya dengan kecerdasan emosional? Bedanya Kecerdasan Emosional dan Spiritual

Pada awalnya, orang hanya mengenal kecerdasan iritelektual, kemudian muncul kecerdasan emosional dan kini kecerdasan spiritual. Menurut DR Jalaluddin Rakhmat MSc, seorang psikolog, kecerdasan emosional (emotional intelligent) dipopulerkan Daniel Coleman meskipun dia bukan penemunya. Psikolog Howard Gardner adalah orang yang pertama menemukan sejenis kecerdasan untuk bisa memaharni orang-orang lain, dan disebutnya sebagai kecerdasan interpersonal (interpersonal intelligent). Oleh Daniel Coleman, selelah sepakat dengan penelili-peneliti lain, kecerdasan interpersonal itu disebutnya kecerdasan emosional. Pada intinya, kecerdasan emosional adalah kemampuan orang untuk memahami orang-orang di sekitamya, berinteraksi untuk mengembangkan empati, simpati, dan untuk bisa bekerjasama. Sedangkan Howard Gardner merumuskan delapan kecerdasan majemuk, yaitu kecerdasan musikal, kinestetik (kemampuan menari), visual (kemampuan menggambar, mengekspresikan sesuatu dalam bentuk lukisan), logis matematis, interpersonal (personal), intrapersonal (berpikir refleksi), linguistik (menggunakan bahasa), dan naturalistik. Tapi Gardner tidak memasukkan kecerdasan spiritual karena katanya kecerdasan spiritual itu tidak punya tempat di dalam otak kita seperti kecerdasan yang lain. Tapi belakangan kecerdasan spiritual itu menurut penelitian-penelitian di bidang neurologi (ilrnu tentang syaraf) justru punya tempat di dalam otak. |adi ada bagian dari otak kita dengan kemampuan untuk mengalami pengalaman-pengalaman spiritual, untuk melihat Tuhan. Dalam hal ini maksudnya adalah menyadari kehadiran Tuhan di sekitar kita dan untuk memberi makna dalam kehidupan. jadi ciri orang yang cerdas secara spiritual di antaranya adalah bisa memberi makna dalam kehidupannya. Sedangkan ciri umum orang yang cerdas secara emosional yaitu sukses dalam kehidupan, sukses dalam pekerjaan, mampu bekerjasama dengan orang lain, mampu mengendalikan emosi. Dia juga biasanya pintar menarik hati orang lain, bisa memahami sifat setiap orang dengan tepat, biasanya juga hafal nama-nama orang yang dikenalnya dan mengetahui kesenangan dan ketidaksukaan orang itu. Orang yang cerdas secara emosional itu dalam tingkat yang negatif bisa memanipulasi orang tapi dalam tingkat yang positif bisa menjadi pemimpin yang baik. Cerdas Spiritual Beda Dengan Sikap Religius Sayangnya, masih menurut DR jalaluddin Rakhmat, di Indonesia kecerdasan spiritual lebih sering diartikan rajin salat, rajin beribadah, rajin ke masjid, pokoknya yang menyangkut agama. Jadi kecerdasan spiritual dipahami secara keliru. Padahal kecerdasan spiritual itu kemampuan orang untuk memberi makna dalam kehidupan. Ada juga orang yang mengartikan kecerdasan spiritual itusebagai kemampuan untuk tetap bahagia dalam situasi apapun tanpa tergantung kepada situasinya. Mengutip Tony Buzan, pakar mengenai otak dari Amerika, DR jalaluddin Rakhmat menyebutkan bahw ciri orang yang cerdas spiritual itu di antaranya adalah senang berbuat baik, senang menolong orang lain, telah menemukan tujuan hidupnya, jadi merasa rnemikul sebuah misi yang mulia kemudian merasa terhubung dengan sumber kekuatan di alam semesta (Tuhan atau apapun yang diyakini, kekuatan alam semesta misalnya), dan punya sense of humor yang baik. Di Amerika, pelatihan-pelatihan kecerdasan spiritual ditujukan

untuk itu, yaitu melatih orang memilih kebahagiaan di dalam hidup. Penelitian itu dilanjutkan sampai muncul aliran di dalam psikologi yang membuat terapi baru. Dulu kalau ada orang depresi diobati dengan obat anti depresi seperti prozak, sekarang cukup disuruh beramal, menolong orang lain, ternyata terjadi perbaikan. Dengan menolong dan beramal, dia menemukan bahwa hidupnya bermakna, dan itu namanya kecerdasan spiritual, jadi orang yang cerdas spiritual itu bukan yang paling rajin salatnya, tapi yang senang membantu orang lain, mempunyai kemampuan empati yang tinggi, juga terhadap penderitaan orang lain, dan bisa memilih kebahagiaan dalam hidupnya. Di Indonesia buku Kecerdasan Spiritual yang pertama ditulis oleh Danah Zohar. Saya memberikan kata pengantar disitu sekaligus mengkritik Danah Zohar, tapi ada juga yang tidak saya kritik yaitu kata-kata Danah Zohar bahwa bisa saja seorang ateis malah memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi. Banyak orang menjadi ateis itu bukan karena argumentasi rasional tapi karena tingkah laku para pemeluk agama yang mengecewakan mereka misalnya melihat orang-orang beragama yang tidak bisa menghargai perbedaan pendapat, merasa dirinya paling benar, dan suka menghakimi orang lain. jadi ada orang yang tidak mempersoalkan Tuhan, yang penting bisa berbuat baik kepada orang banyak. Ini ciri orang yang cerdas spiritual juga. Sekarang baru terbukti secara psikologis bahwa banyak menolong orang itu membuat bahagia. Mengapa? Karena dengan begitu kita jadi menemukan misi hidup. Demikian penjelasan DR |alaluddin Rakhmat. Kecerdasan Spiritual Bisa Dilatih Kini pelatihan untuk meningkatkan kecerdasan spiritual semakin mudah ditemukan (lihat boks Cara praktis cerdas spiritual dan Cerdas emosi dan spiritual lewat sembilan jalan). Masih menurut DR Jalaluddin Rakhmat, mengikuti training bisa saja membantu mempengaruhi kecerdasan spiritual selama konsepnya benar. Keberhasilan seseorang belajar lewat training dapat dilihat jika setelah mengikuti training hidupnya berubah menjadi positif yang tadinya depresi atau menderita kecemasan, ketakutan pada masa depan, kebingungan, lalu menjadi bahagia. Cara Praktis Cerdas Spiritual Menurut Erbe Sentanu dari Katahati Institute, kecerdasan spiritual itu mempunyai banyak konsep, kiat, dan caranya. Saya sendiri selalu melihat ke sisi pragmatis dan empirisnya, katanya. Orang yang cerdas secara spiritual itu bagaimana sih rasanya? Otak dan tubuhnya beroperasi seperti apa? Buat saya cerdas secara spiritual atau dekat dengan Tuhan itu harus dibuktikan dengan berada di zona ikhlas yang mensyaratkan tiga hal, yaitu gelornbang otaknya harus lebih banyak dalam posisi Alfa dan Tetha, kemudian sistem perkabelan otaknya (neuropeptide) serasi dan memunculkan perasaan tertentu kepada Tuhan, lalu tubuhnya harus cukup mengandung hormon serotonin, endorfin, dan melantonin dalam komposisi yang pas. Dalam kondisi itu, maka dengan sendirinya ciri-ciri kecerdasan spiritual akan muncul. Tanpa ketiga syarat itu, agak sulit dipercaya. Misalnya seseorang mengaku dekat dengan Tuhan tapi hormon di tubuhnya dominan kortisol, yaitu hormon yang muncul pada saat orang stres, bagaimana mungkin? Seseorang yang dekat dengan Tuhan mestinya lebih banyak

berada dalam kondisi khusyuk, kondisi rileks, dan hormon di tubuhnya pasti hormon yang bagus seperti hormon DHEA, serotonin, endorfin, dan melantonin. Mempelajari kecerdasan spiritual tidak bisa begitu saja lewat buku, karena hasilnya hanyalah pemahaman kecerdasan spiritual lewat logika, apalagi kalau membacanya sambil stres. Akan lebih efektif jika menggunakar brainwave technology, yaitu dengan mendengarkan CD musik yang berfungsi rnenarik gelornbang otak ke Alfa-Theta selama 20 menit pada pagi dan petang hari. Kita juga bisa melatih kecerdasan spiritual lewat puasa dengan syarat puasa tersebut dijalankan dengan benar. Karena puasa bisa menurunkan gelornbang otak dari Beta ke AlfaTheta sehingga rnembuat orang lebih sabar dan memunculkan keinginan untuk berbuat baik. Kalau itu berlanjut hingga 10 hari maka otaknya akan stabil beroperasi di Alfa-Theta. Kalau hal itu bisa berlanjut hingga 20 hari, maka hormon-hormon yang baik dan menenangkan akan diproduksi oleh tubuh. Saat itu dia akan melihat hidup ini dengan cara lain, menjadi mudah bersyukur, mudah rnerasa terharu. Memunculkan perasaan mudah bersyukur itu penting sekali karena rasa syukur bisa diartikan sebagai kemampuan menikmati hidup ini apapun kondisinya, sehingga susah atau senang rasanya tetap nikmat. Rasa syukur yang benar, dalam arti betul-betul menghayati nikmatnya hidup, juga sangat membantu memunculkan kecerdasan spiritual. (N)

Memperkaya Sisi Spiritual Lewat Pelatihan Rizal Pingai (karyawan swasta) Saya sudah sering mengikuti pelatihan, diantaranya ESQ. Holistik Alwan Nasution, juga Neurolog Wiwoho, tutur Rizal Tingai. Menurut saya, setiap pelatihan selalu memberikan nilai tambah dalam perkembangan jiwa. Tapi jawaban dari apa yang saya cari selama 32 tahun baru saya ternukan setelah mengikuti pelatihan di Katahati Institute, sambungnya. Tadinya saya termasuk orang dengan temperamen tinggi, tapi kini saya berubah. Dulu saya stres menghadapi kemacetan, sekarang bisa ikhlas dan bisa berpikir barangkali setiap orang memang punya tujuan yang sama. Selain itu, kalau dulu setiap berdoa saya terus saja meminta tapi lupa bersyukur, kini setiap berdoa selalu diawali dengan mensyukuri semua yang diberikan Tuhan. Dengan anak-anak pun saya lebih sabar dan pengertian. Saya pernah minta maaf kepada anak saya karena merasa salah, padahal dulu itu sesuatu yang sulit dilakukan. Dalam hidup, kita cenderung lebih banyak menggunakan otak. Padahal dengan perasaan dan keikhasan kita justru bisa menghasilkan loncatan-loncatan dalam kehidupan. Bermirnpi ketika tidur itu biasa, yang tidak biasa adalah bermimpi di alam sadar. Karena setiap orang harus punya imajinasi untuk diwujudkan, jadi kita perlu melakukan improvisasi dan inovasi terus menerus, ujarnya lagi.

Doddy Nasution (asisten manager purchasing sebuah perusahaan asing) Pengalaman saya selelah mengikuti berbagai pelatihan, ternyata bahwa pelatihan yang

membuat orang menangis itu efeknya hanya dalam jangka pendek, tutur Doddy. Pada saat pelatihan memang rasanya lega, karena kita memang butuh pelepasan masalah-masalah hidup. Tapi setelah di rumah semua masalah itu kembali lagi. Jadi rasanya hanya sesaat lari dari kenyataan saja, lanjutnya. Saya lebih cocok dengan solusi yang diberikan kang Jallal (DR Jalaluddin Rakhmat - Red), yaitu dengan membantu orang lain. Beramal baik itu meringankan perasaan. Bukan berarti masalah kita lalu selesai, tapi masalah kita itu menjadi terasa ringan dengan menolong orang tanpa rnemandang agama, suku, ras. Pokoknya kepada semua mahluk Tuhan tanpa pilihpilih. Dengan berkhidmat kepada sesama seperti itu ternyata membuat kita lebih kuat, meringankan derita, dan lebih cepat mengantarkan kita pada kecerdasan spiritual yang lebih tinggi. Dengan begitu, kita menjadi lebih dekat dengan Tuhan dan Tuhan pun akhirnya rnemudahkan urusan-urusan kita, begitu pendapat Doddy Nasution. Abi (wiraswasta) Sejak dulu saya memang senang membaca buku-buku psikologi, dan suka mengikuti seminar-seminar motivasi seperti seminarnya Anthony Robbins, juga pelatihan-pelatihan. Yang saya rasakan, pengaruh semua bacaan, seminar, dan pelatihan itu biasanya hanya bertahan selama 2 bulan, tutur Abi. Tapi sejak mengikuti pelatihan di Katahati, pikiran saya rasanya seperti diset ulang dengan brainwave technology sehingga terjadi perubahan paradigma dan cara saya dalam rnemandang segala sesuatu. Rasanya saya jadi lebih fokus dalam menghadapi masalah dan bisa tenang. Emosi pun terkontrol dengan baik, saya tak lagi mudah marah dan tersinggung. Di jalanan yang rnacet, kaiau biasanya merasa mendongkol, kini malah bisa menikmati kemacetan, tutur Abi. Masalah itu kalau dinikmati ternyata bisa menjadi ringan; kalau diterima dengan ikhlas dan senyuman, bisa lebih mudah selesai. Kini karena hati saya bisa menerima segala keadaan, maka tak ada amarah, tak ada perasaan atau tindakan negatif. Sangat luar biasa. Salat menjadi lebih khusyuk, berdzikir pun enak. Kata sekretaris di kantor, sekarang saya juga menjadi lebih sering tersenyum, demikian Abi. Iranti Emingpradja (artis, presenter, penulis) Mengerti kecerdasan spiritual lewat rasio itu mudah, tapi untuk betul-betul menyadarinya dan mengamalkannya itu susah, demikian komentar Irianti Erningpradja. Buku pertama yang saya tulis adalah tentang kecerdasan spiritual (judulnya Kebiasaan sehari-hari untuk meningkatkan kecerdasan spiritual) Jadi saya sudah lama tahu bahwa ciri orang yang kecerdasan spiritualnya tinggi itu diantaranya mudah memaafkan, jujur, sabar, tidak mudah tersinggung, kreatif, terbuka, spontan, memahami jati diri, memiliki misi hidup,dll. Tapi untuk bisa terus menerus mempraktikkan semua itu ternyata tidak mudah, sambungnya. Sebenarnya saya sudah sering mengikuti pelatihan, tapi setelah mengikuti pelatihan di Katahati Institute, barulah saya sadar bagaimana caranya supaya cerdas spiritual, katanya. Dengan cara connect ke dalam hati, semua karakteristik yang harus dimiliki tersebut ternyata bisa muncul sendiri dari dalam dan lebih mudah dipraktikkan. Jadi bukan lagi berupa

hafalan atau teori saja. Kuncinya ternyata satu hal itu, consult your heart. Namun setelah itu bukan berarti lalu semuanya selesai karena manusia tetap harus lerus tumbuh. Manusia adalah spirit yang sifatnya tak terbatas. Dengan terus browsing lewat hati, kita bisa terus menemukan pemahaman yang tidak pernah berhenti. lanjutnya dengan bijak.(N)http://erbesentanu.com/technospirituality/70-cara-efektif-membangkitkan-kecerdasan-spiritual KECERDASAN SPIRITUAL KETELADANAN HIDUP DI BULAN RAMADHAN Ditengah-tengah gejolak hidup dan kehidupan ini, ternyata banyak hal prinsip yang belum dapat terselesaikan dengan tuntas. Tidak ada lagi musyawarah untuk mencapai mufakat sebagaimana yang dilakukan oleh para pendahulu dalam memutuskan suatu atau berbagai hal yang dianggap pelik; kecuali suatu sandiwara yang berujung pada hanya untuk kepentingan individu atau pun golongan.

Acara Pesantren Kilat Ramadhan 2011 Ejawantah's Blog

Semakin lama kita hidup, semakin banyak kita menyadari dampak sikap kita terhadap kehidupan. Komitment merupakan faktor yang akan membuat perbedaan dalam kehidupan kita sendiri dan memungkinkan kita bisa membuat perbedaan dalam kehidupan. Komitment yang kuat juga memungkinkan kita bisa menggali dalam dan mengeluarkan sumber kepribadian seseorang dan spiritual tersembunyi yang bisa kita peroleh. Berada pada titik tempat kita bebas mengakui bahwa kita tidak memiliki semua jawaban dan tidak mempunyai pengalaman. Perpaduan antara keyakinan dan kerendahan hati memberi kita beberapa pilihan dalam hidup, sikap

ini membebaskan diri kita untuk tidak hanyut dalam permasalahan hidup, dan tetap melangsungkan kegiatan Keceredasan Spiritual.

Acara Buka Puasa Bersama Ramadhan 2011 Ejawantah's Blog

Inti persoalan momentum adalah bahwa begitu kita telah sepakat dalam kometmen tersebut; karena tanpa komitmen, kita akan mengambil jalan keluar yang mudah dan menggap segala persoalan sudah selesai. Bila diri kita menempatkan kualitas keyakinan diri, komitmen, dan keberanian harus berada di garis depan; tanpa mempedulikan usia dan latar belakang kita, kemungkinan besar bahwa kita akan berhasil.

Komitment memberikan secercah harapan Dalam pengejawantahan Kecerdasan Spiritual.(Ejawantah's Blog)

Keberanian dalam bertindak menyatakan pendirian yang benar, yang dibangun di atas landasana integritas yang terbungkus dalam keyakinan diri, akan meningkatkan sebuah hasil karya yang bermakna untuk orang-orang yang berada di sekeliling kita.

Membina hubungan sosial di lingkungan tempat tinggal kita melalui Kecerdasan Spiritual akan memberikan diri kita peluang jauh lebih besar untuk meraih keberkahan hidup. Langkah sederhana ini merupakan suatu komitment kami untuk selalu memberikan pembelajaran

melalui langlah sederhana untuk siapa saja. Bila hal ini dapat dilakukan secara bersama maka hal ini akan berdampak dalam kehidupan perindividu yang terlibat didalamnya. Dan sebagai orang biasa pun kita dapat menjalankan kecerdasan spiritual melalui langkah sederhana. Program yang telah dijalankan tahun 2010 yaitu sama dengan tahun ini Pesantren Kilat Di Bulan Ramadhan dan Pemberian Santunan kepada anak Yatim dan kaum Dhuafa. Lihat di sini.

"Harapan akan mempengaruhi bagaimana diri kita melihat suatu realita; Tetapi dapat juga mempengaruhi realita itu sendiri" (Ejawantah's Blog)

Masalah dapat merubah masalah; tetapi Manusia tidak dapat merubah masalah

SOLUSINYA :

Dengan mengatasi permasalahan yang kecil; maka Kita akan dapat mengatasi permasalahan yang besar

http://ejawantahnews.blogspot.com/2011/08/kecerdasan-spiritual-keteladanan-hidup.html

Tinjauan Kecerdasan Spiritual (SQ) Terhadap Permasalahan Sosial di Indonesia Rahmat Ismail Ketua Umum 2004-2007 PP Himpunan Psikologi Indonesia

Abstrak Krisis moneter yang menimpa beberapa negara di Asia Tenggara pada tahun 1997 telah membawa dampak yang sangat besar dalam kehidupan ekonomi, politik dan sosial di Indonesia.

Di Indonesia sangat dirasakan adanya krisis ekonomi yang dimulai dari kehancuran sektor perbankan, dilanjutkan dengan penarikan dana yang sangat besar dari Bank Indonesia dalam bentuk BLBI untuk penyehatan sektor perbankan. Akan tetapi justru yang terjadi adalah maraknya perdagangan valuta asing sehingga nilai tukar rupiah jatuh ke titik yang terendah. Kemelut dalam bidang politikpun terjadi. Presiden Suharto setelah berkuasa lebih dari 32 tahun terpaksa harus meletakkan jabatan. Wakil Presiden saat itu, BJ Habibie, diangkat menjadi Presiden. Melalui Sidang Istimewa MPR RI, diputuskan adanya pemilihan umum dipercepat. Hasilnya terpilih Presiden baru Abdurrachman Wahid, yang juga tidak dapat bertahan lama karena dianggap sering mengambil keputusan yang kontroversial. Melalui Sidang Istimewa MPR RI Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri diangkat menjadi presiden. Muncul berbagai permasalahan sosial di hampir seluruh wilayah Indonesia. Kerusuhan dengan latarbelakang kesukuan, agama, politik dan ekonomi telah memicu berbagai unjuk rasa, main hakim sendiri hingga pertumpahan darah. Pendekatan yang memanfaatkan Kecerdasan Spiritual (Spiritual Intelligence) diharapkan dapat menjadi alernatif pemecahan masalah konflik sosial yang saat ini sedang terjadi di Indonesia.

Pendahuluan Krisis moneter yang diawali sejak pertengahan tahun 1997 dan terjadi di Asia Tenggara, telah membawa dampak yang sangat besar dalam kehidupan bangsa-bangsa menjelang diberlakukannya Zona Perdagangan Bebas. Dimulai dengan adanya guncangan ekonomi di Kerajaan Gajah Putih Thailand, dimana nilai tukar mata uang Bath yang selama 40 tahun terakhir berkisar sekitar 24 Bath untuk 1 dollar Amerika, pada bulan April 1997 telah terpuruk menjadi 50 Bath. Jatuhnya mata uang Bath ini menjadi pemicu dimulainya krisis ekonomi di Korea, Malaysia, Philipina, Singapura dan Indonesia. Perbaikan yang dilakukan di negara-negara Thailand, Korea, Malaysia, Philipina dan Singapura dapat cepat membawa hasil, karena krisis yang mereka alami hanya menyangkut moneter saja. Berbeda dengan di Indonesia, dimana terjadinya krisis moneter telah diikuti pula oleh krisis politik yang pada akhirnya menjadi sebuah krisis sosial.

Krisis multi dimensi di Indonesia Krisis ekonomi di Indonesia diawali sejak dilakukannya praktik perdagangan monopoli yang dilakukan oleh elit tertentu dan didukung oleh kekuatan politik yang ada. Kekuatan ekonomi yang dibentuk dan ditentukan oleh kekuasaan politik ini telah mendorong tumbuh suburnya korupsi di pelbagai lini birokrasi pemerintahan dan militer.

Dalam bidang keuangan, lembaga perbankan lahir dengan mudah karena persyaratan pendirian yang sangat ringan. Akan tetapi dalam perkembangannya, dana yang dikumpulkan oleh perbankan di Indonesia lebih banyak digunakan hanya untuk membiayai usaha dari kelompok pemilik bank itu sendiri. Karena sebagian besar dari usaha ini gagal, maka perbankan harus memikul beban kerugian yang sangat berat. Akibatnya, likwiditas perbankan menjadi sangat lemah. L/C yang sudah dibuka dan jatuh tempo untuk dibayarkan, tidak dapat dicairkan oleh bank-bank di luar negeri. Oleh karena seringnya perbankan kalah kliring, mereka meminjam dari bank yang lain dengan bunga yang sangat tinggi. Untuk mengatasi permasalahan ini sekelompok pengusaha perbankan mengajukan permohonan bantuan likwiditas dari Bank Indonesia dan terjadilah penarikan uang negara secara besar-besaran yang diberikan kepada sekelompok pengusaha perbankan yang dikenal sebagai kasus Bantuan Likuidasi Bank Indonesia (BLBI) pada bulan Nopember 1997. Di perkirakan dana BLBI tersebut sebagian besar tidak digunakan untuk menyehatkan keuangan perbankan di dalam negeri, melainkan dipindahkan ke luar negeri dipakai untuk spekulasi valuta asing. Fuad Bawazier, mantan Menteri Keuangan yang pernah memeriksa BLBI menyebut kasus ini sebagai "perampokan bank terbesar di dunia yang dilakukan secara terang-terangan di siang hari bolong" Nilai tukar rupiah yang sebelum masa krisis masih bisa bertahan pada posisi sekitar Rp. 2.250 untuk 1 dollar Amerika telah merosot ke Rp. 4.000 pada saat BLBI dilakukan. Akan tetapi hanya dalam waktu 45 hari setelah BLBI dikucurkan, nilai tukar rupiah justru merosot empat kali lipat hingga mencapai titik terendahnya pada pertengahan Februari 1998 senilai Rp 16.000 untuk 1 dollar Amerika. Suatu nilai tukar yang tidak pernah terbayangkan akan terjadi menimpa ekonomi Indonesia.

NAMA BANK PENERIMA JUMLAH POKOK 1. BDNI / Sjamsul Nursalim Rp. 37.040 milyar 2. BCA / Soedono Salim Rp. 26.596 milyar 3. DANAMON / Usman Atmadjaja Rp. 23.050 milyar 4. BUN / Bob Hasan Rp. 12.068 milyar 5. BIRA / Bambang Winarso Rp. 4.018 milyar 6. BHS / Hendra Rahardja Rp. 3.866 milyar Tabel 1. Lima besar penerima BLBI (Sumber BI dan BPK)

Sebagai dampak dari merosotnya nilai tukar rupiah, terjadinya penguasaan perekonomian di tangan sekelompok pengusaha besar dan penumpukan kekayaan pada sekelompok orang saja, terutama di tangan pejabat negara dan militer yang korup, semakin menyebabkan rasa ketidak percayaan rakyat terhadap pemerintahan yang ada. Dipicu oleh pengunduran diri sejumlah Menteri Kabinet Pembangunan 2 bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri yang diprakarsai oleh Ginanjar Kartasasmita, Pemerintahan Soeharto yang telah berkuasa lebih dari 32 tahun berakhir dengan dibacakannya pengunduran diri Suharto sebagai presiden dan dilantiknya B.J. Habibie sebagai Presiden Indonesia ke tiga pada pagi hari Kamis 21 Mei 1998. Rezim Orde Baru yang telah berkuasa dengan sangat kokoh di Indonesia, ternyata tidak mampu untuk bisa membendung kehancuran perekonomian. Sidang Istimewa MPR RI kemudian diadakan dan menetapkan dipercepatnya pelaksanaan pemilihan umum agar para wakil rakyat dapat memilih Presiden yang legitimate. Melalui hasil pemilu inilah kemudian MPR RI memilih Abdurrachman Wahid menjadi Presiden RI ke empat. Akan tetapi usia kepemimpinan Wahid inipun tidak dapat bertahan lama. Terjadi konflik antara lembaga eksekutif dan legislatif. Wahid yang seringkali mengambil keputusan yang kontroversial pada akhirnya mengeluarkan dekrit pembubarkan MPR RI. Hal ini menyebabkan reaksi MPR RI mencabut mandat yang telah diberikan kepada Wahid dan mengaangkat Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri menjadi Presiden ke lima Indonesia.

Konflik sosial di pelbagai daerah di Indonesia. Bersamaan dengan terjadinya krisis ekonomi dan politik, konflik sosialpun bermunculan di berberbagai daerah. Bangsa Indonesia yang sebelumnya dikenal sebagai bangsa yang ramah dan memiliki tata krama yang sangat tinggi, seolah berubah menjadi bangsa yang brutal dan bengis. Kerusuhan antar agama yang tidak dapat dibuktikan siapa pelakunya terjadi di Situbondo pada tanggal 10 Oktober 1996. Demikian pula di Tasikmalaya pada tanggal 26 Desember 1996 terjadi kerusuhan yang dipicu oleh adanya penganiayaan dua orang santri oleh polisi setempat. Di Ambon terjadi pula kerusuhan antar agama pada tanggal 19 Januari 1999 terjadi tepat pada pada hari raya Idul Fitri , di Galela, Maluku Utara terjadi pembantaian di dalam masjid pada bulan puasa Desember 1999 dan di Poso ditemukan ratusan mayat terapung di suangai Poso pada Mei 2000 menjelang pelaksanaan MTQ ke 19. Konflik antar suku terjadi beberapa kali di Kalimantan antara suku Dayak dan Madura. Di Sanggauledo pada tanggal 29 Desember 1996, di Pontianak 29 Januari 1997 dan 25 Oktober 2000, serta di Sungaikunyit Hulu 18 Pebruari 1997. Kejadian paling parah terjadi di Palangkaraya pada 18 Pebruari 2001 dan berkembang hingga ke Sampit. Konflik antar suku ini telah menyebabkan terjadinya arus pengungsi etnis Madura ke Surabaya dan Pulau Madura secara besar-besaran. Sejak bulan Januari hingga Oktober 1998, di 13 wilayah Jawa dan Madura, khususnya di daerah Tapal Kuda Jawa Timur terjadi pembunuhan massal yang bermula dari isu pembersihan dukun santet. Para ustadz dan kiai menjadi korban pembunuhan yang polanya mirip dengan pembunuhan yang dilakukan oleh PKI menjelang meletusnya G30S. Di Bekasi,

Serang, Demak, Bangkalan, Lumajang, Situbondo dan Probolinggo ditemukan korban tewas dan luka-luka parah. Kejadian yang paling mencolok adalah korban pembantaian yang tewas di Banyuwangi yaitu 85 orang, di Sumenep 23 orang, di Jember 17 orang, di Pasuruan 13 orang dan di Pamekasan 5 orang. sejak bulan Januari hingga Oktober 1998. Di Aceh telah terjadi konflik sosial yang pada akhirnya tidak diketahui lagi siapa yang memulainya. Tentara membunuh rakyat, rakyat membunuh tentara. Rektor sebuah universitas dibantai, anggota legislatif dan eksekutif diculik dan dibunuh. Fasilitas umum diluluh lantakkan. Pemerintah pada akhirnya menyetujui untuk memberikan Otonomi Khusus bagi Aceh melalui Undang-undang Nanggroe Atjeh Darussalam. Di Jakarta juga terjadi berbagai konflik sosial dengan latar belakang permasalahan yang beraneka ragam. Antara lain mulai dari perebutan lahan parkir, tertangkapnya pencuri, konflik antar kampung/suku, konflik politik hingga konflik antara mahasiswa dan tentara/polisi yang menyebabkan meninggalnya 3 orang martir mahasiswa Universitas Trisakti, Elang Mulia, Hafidin Royan dan Hery Hertanto pada tanggal 12 Mei 1998. Konflik yang terjadi hampir di seluruh wilayah negara kesatuan Republik Indonesia ini menyebabkan terjadinya pergeseran nilai-nilai. Sementara nilai-nilai yang lama masih belum dapat ditinggalkan, nilai-nilai baru sudah berlaku di masyarakat. Dalam kondisi anomi ini, masyarakat hidup dengan penuh ketidak jelasan. Dapat dilihat dari sopan santun di jalan raya bagi pengendara kendaraan, saat ini sudah hampir tidak ada lagi. Kendaraan-kendaraan terutama yang besar-besar, melaju dengan sesuka hati mereka tanpa memperhitungkan bahaya yang mungkin bisa terjadi bagi pengendara lain. Sikap main hakim sendiri juga sudah merupakan kejadian sehari-hari, sehingga tidak jarang terjadi pengeroyokan hingga mati terhadap pencuri yang tertangkap basah. Dalam kondisi sedemikian ini, diharapkan kita dapat memiliki kemampuan untuk menghadapi berbagai permasalahan ini dengan baik dan memecahkan persoalan-persoalan tersebut dengan mengetahui makna dan nilai yang terkandung di dalamnya.

Kecerdasan Spiritual sebagai alternatif pemecahan masalah konflik sosial Menghadapi bebagai permasalahan konflik sosial yang saat ini sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia dan bahkan telah mulai menjurus kepada kemungkinan terjadinya disintegrasi bangsa, diperlukan kemampuan untuk dapat melihat permasalahan yang ada secara holistik, dimana kita dapat melihat dengan lengkap seluruh keterkaitan permasalahan dan mampu untuk bersikap secara luwes. Hal ini dimungkinkan apabila seseoang itu memiliki Kecerdasan Spiritual yang tinggi. Danah Zohar dan Ian Marshal memberikan batasan tentang Kecerdasan Spiritual (Spiritual Intelligence) ini sebagai kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai. Apabila dikaitkan dengan teori chaos, maka saat ini kita sedang berada pada titik "ujung", yaitu titik pertemuan antara tatanan dan kekacauan. Antara yang diketahui dan yang tidak

diketahui. Untuk itulah diharapkan agar kita memiliki kemampuan untuk dapat membaca makna dan nilai yang tekandung di dalamnya. Kecerdasan Intelektual yang sangat dikenal sejak awal abad ke 20 dengan IQ (Intelligence Quotient), adalah merupakan perkalian 100 atas Usia Mental (MA, yang didapat melalui nilai test psikologi) dibagi dengan Usia Kalender (CA, yang didapat dari usia kelahiran). Kecerdasan ini digunakan untuk memecahkan masalah logika maupun strategis. Daniel Goleman pada pertengahan 1990-an mempopulerkan Kecerdasan Emosional atau EQ (Emotional Quotion), adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara aktif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi, dan pengaruh yang manusiawi. EQ merupakan persyaratan dasar untuk dapat menggunakan IQ secara efektif. Ditinjau dari ilmu saraf, IQ merupakan hasil dari pengorganisasian saraf yang memungkinkan kita untuk berpikir rasional, logis dan taat asas. EQ yang memungkinkan kita untuk bepikir asosiatif yang terbentuk oleh kebiasaan dan memampukan kita untuk dapat mengenali polapola emosi. Sedangkan SQ memungkinkan kita untuk berfikir secara kreatif, berwawasan jauh membuat dan bahkan mengubah aturan. SQ dengan demikian merupakan landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif dan merupakan jenis pemikiran yang memungkinkan kita menata kembali dan mentransformasikan dua jenis pemikiran yang dihasilkan IQ dan EQ. Sekalipun SQ tidak sama dengan beragama, tidak harus berhubungan dengan agama dan beragama itu tidak menjamin dimilikinya SQ yang tinggi, namun tantangan untuk mencapai kecerdasan spiritual yang tinggi sama sekali tidak bertentangan dengan agama. Tetap diperlukan adanya kerangka acuan dari agama untuk dapat mempermudah kita dalam memahami makna dan nilai dalam kehidupan ini. Dengan demikian penguasaan agama akan membantu kita dalam mempermudah meningkatkan Kecerdasan Spiritual, sehingga kita dapat menangkap makna dan nilai-nilai dengan lebih baik. Tanda-tanda dari SQ yang telah berkembang dengan baik adalah : Kemampuan bersikap fleksibel Tingkat kesadaran yang dimiliki tinggi Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan Kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai Keengganan untuk mengalami kerugian yang tidak perlu Kemampuan untuk melihat keterkaitan berbagai hal Memiliki kecenderungan bertanya "mengapa" atau "bagaimana jika" dalam rangka mencari jawaban yang mendasar Memiliki kemampuan untuk bekerja mandiri. Dengan dapat terpenuhinya tanda-tanda SQ yang telah berkembang ini,diharapkan seseorang akan mampu untuk selalu membuka diri terhadap setiap pengalaman yang ditemuinya dan kemudian dapat menangkap makna yang terkandung di dalamnya. Seseorang akan menjadi tegar untuk menghadapi setiap permasalahan dan membuka diri untuk memandang kehidupan dengan cara yang baru.

Kesimpulan Di dalam menghadapi berbagai konflik yang timbul sebagai akibat dari tidak segera diatasinya krisis multi dimensi yang saat ini sedang dihadapi bangsa Indonesia, pertama-tama sangat diperlukan adanya kemampuan untuk dapat melihat keterkaitan dari setiap permasalahan yang sedang dihadapi. Dengan dimilikinya kemampuan untuk melihat permasalahan secara holistik, diharapkan kita dapat menjadi lebih fleksibel dalam menentukan etika baru yang akan kita pergunakan untuk menggantikan etika lama yang penuh dengan kekerasan dan kekejaman. Diperlukan pula adanya seseorang pemimpin yang penuh dengan pengabdian, mampu untuk melepaskan dirinya dari kepentingan-kepentingan sempit kelompok, aliran atau partai politik yang dianutnya dan kemudian menjadikan kepentingan mayoritas dari bangsa ini sebagai acuan sikapnya. Kita harus dapat melepaskan diri dari pengaruh budaya masyarakat modern yang saat ini sangat dipengaruhi oleh humanisme barat, ternyata menurut Danah Zohar dan Ian Marshall memiliki SQ kolektif yang rendah. Manusianya berada dalam budaya yang secara spiritual bodoh yang ditandai oleh materialisme, kelayakan, egoisme diri yang sempit, kehilangan makna dan komitmen. Oleh karena itu ajaran-ajaran agama akan sangat membantu kita untuk dapat meningkatkan SQ agar dapat menjadi tinggi dan dapat keluar dari konflik sosial yang saat ini telah sampai pada "ujung"nya.

Kepustakaan Danah Zohar & Ian Marshall (2000), SQ: Spiritual Intelligence The Ultimate Intelligence, Great Britain: Blomsbury Robert K.C. & Ayman S (1997) , EXECUTIVE EQ, Emotional Intelligence in Leadership and Organizations, NY: Advanced Intelligence Technologies Thomas M.H. (2000), Studying Psychology, Great Britain: Psychology Press Ltd.http://himpsi.web.id.42421.masterweb.net/publikasi0004.php

Kecerdasan Spiritual Ditulis oleh Mujtahid Senin, 27 Juni 2011 07:40MANUSIA adalah makhluk yang paling cerdas. Allah melengkapi manusia dengan komponen kecerdasan yang paling kompleks. Sejumlah temuan para ahli mengarah pada fakta bahwa manusia adalah makhluk yang diciptakan paling sempurna dan akan menjadi sempurna asalkan bisa menggunakan keunggulan potensinya itu. Kemampuan menggunakan potensi tersebut sebagai faktor yang membedakan antara orang jenius dan orang yang tidak jenius di bidangnya. Bila kita lacak secara holistik, maka di dalam diri manusia terdapat banyak sekali kecerdasan. Thorndike (1994), membagi kecerdasan manusia menjadi tiga hal, yaitu kecerdasan abstrak

(kemampuan memahami simbol matematis atau bahasa), Kecerdasan kongkrit (kemampuan memahami objek nyata) dan Kecerdasan Sosial (kemampuan untuk memahami dan mengelola hubungan manusia yang dikatakan menjadi akar istilah Kecerdasan Emosional) Pakar lain seperti Charles Handy (1990) juga punya daftar kecerdasan yang lebih banyak, yaitu: Kecerdasan Logika (menalar dan menghitung), Kecerdasan Praktek (kemampuan mempraktekkan ide), Kecerdasan Verbal (bahasa komunikasi), Kecerdasan Musik, Kecerdasan Intrapersonal (berhubungan ke dalam diri), Kecerdasan Interpersonal (berhubungan ke luar diri dengan orang lain) dan Kecerdasan Spasial) Bahkan pakar Psikologi semacam Howard Gardner & Associates konon memiliki daftar 25 nama kecerdasan manusia termasuk misalnya saja Kecerdasan Visual/Spasial, Kecerdasan Natural (kemampuan untuk menyelaraskan diri dengan alam), atau Kecerdasan Linguistik (kemampuan membaca, menulis, berkata-kata), Kecerdasan Logika (menalar atau menghitung), Kecerdasan Kinestik/Fisik (kemampuan mengolah fisik seperti penari, atlet, dll), Kecerdasan sosial yang dibagi menjadi Intrapersonal dan Interpersonal. Danah Zohar dan Ian Marshall, menambahkan bahwa dalam diri manusia terdapat kecerdasan spiritual. Suatu kecerdasan yang memberikan pencerahan jiwa manusia. Ia menuangkan betapa pentingnya kecerdasan spiritual memengaruhi setiap prilaku, sikap dan tindakan manusia, baik yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik. Di samping kecerdasan intelektual dan emosi, kecerdasan spiritual mengangkat jalan hidup manusia lebih bermakna. Untuk menjadi diri sendiri yang handal, seseorang tidak hanya perlu memiliki kecerdasan intelektual dan emosi, melainkan juga kecerdasan spiritual. Kecerdasan spiritual itu merupakan kemampuan seseorang untuk menyelaraskan hati dan budi sehingga menjadi orang yang berkarakter dan berwatak positif. Plato, seorang filosof pernah berucap bahwa kesengsaraan pada dasarnya disebabkan oleh kebodohan (ignorance). Kebodohan tersebut berakar pada ketidakmampuan seseorang mengenali dirinya sendiri. Oleh karena itu, unsur spiritual sangat diperlukan seperti halnya unsur fisik agar seseorang mampu melihat lebih dalam. Danah Zohar dan Ian Marshall menekankan bahwa kecerdasan spiritual mampu mengarahkan manusia pada pencarian hakikat kemanusiaannya. Sebab, hakikat manusia itu bisa ditemukan dalam perjumpaan manusia dengan Tuhan. Mistisisme membantu manusia untuk mencari something out there that are unknown (sesuatu di luar sana yang tidak diketahui). Sehingga kecerdasan spiritual sangat membantu meningkatkan kompetensi seseorang untuk mengambil jalan hidup yang lebih hakiki. Tujuan SQ adalah untuk menaklukkan diri dan mengatur hidup begitu rupa sehingga tidak ada suatu pandangan hidup di bawah pengaruh sikap kelekatan pada apa pun. Kecerdasan spiritual bersifat eksistensial dan memiliki sense of mission. Kecerdasan spiritual yang memadukan antara kecerdasan intelektual dan emosional menjadi syarat penting agar manusia dapat lebih memaknai hidup dan menjalani hidup penuh berkah. Terutama pada masa sekarang, di mana manusia modern terkadang melupakan mata hati dalam melihat segala sesuatu. Danah Zohar dan Ian Marshall, sebagai penggagas awal istilah tehnis SQ (Kecerdasan Spiritual) mengatakan bahwa kalau IQ bekerja untuk melihat ke luar (mata pikiran), dan EQ bekerja mengolah yang di dalam (telinga perasaan), maka SQ (spiritual quotient) menunjuk pada kondisi pusat-diri. Kecerdasan ini adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai perangkat internal diri yang

memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada di balik kenyataan apa adanya ini. Kecerdasan ini bukan kecerdasan agama dalam versi yang dibatasi oleh kepentingan-pengertian manusia dan sudah menjadi ter-kavling-kavling sedemikian rupa. Kecerdasan spiritual lebih berurusan dengan pencerahan jiwa. Orang yang ber-SQ tinggi mampu memaknai penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, ia mampu membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif. Perlu diakui bahwa IQ, EQ dan SQ adalah perangkat yang bekerja dalam satu kesatuan sistem yang saling terkait (interconnected) di dalam diri manusia, sehingga tak mungkin juga dapat dipisahpisahkan fungsinya. Berhubungan dengan orang lain tetap membutuhkan otak dan keyakinan sama halnya dengan keyakinan yang tetap membutuhkan otak dan perasaan. Seperti kata Thomas Jefferson atau Anthony Robbins, meskipun keputusan yang dibuat harus berdasarkan pengetahuan dan keyakinan sekuat batu karang, tetapi dalam pelaksanaannya, perlu dijalankan sefleksibel orang berenang. Aplikasi dari kecerdasan spiritual dan didukung dengan kecerdasan lainnya hanyalah satu dari sekian tak terhitung cara hidup, dan seperti kata Bruce Lee, strategi yang paling baik adalah strategi yang kita temukan sendiri di dalam diri kita. Kalau kamu berkelahi hanya berpaku pada penggunaan strategi yang diajarkan buku di kelas, namanya bukan berkelahi (tetapi belajar berkelahi). *) Mujtahid, Dosen Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang

http://www.uinmalang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=2239:kecerdasan-spiritual&catid=35:artikel-dosen&Itemid=210

Puasa dan Kecerdasan Spiritual (Bag-2)July 30th, 2011 Admin

Menurut Michal Levin dalam Spiritual Intellegence, Awakening the Power of Your Spirituality and Intuition (2000) menyatakan bahwa pengetahuan spiritual perlu ditancapkan ke ranah kesadaran. Karena spiritualitas sebatas pengetahuan menjadi tak bermakna. Apalagi, pengetahuan seringkali mengganggu pikiran. Orang yang cerdas secara spiritual bukan berarti kaya dengan pengetahuan spiritual, melainkan sudah merambah ke dalam kesadaran spiritual. Kesadaran ini terefleksikan ke dalam kehidupan sehari-hari, menjadi sikap hidup yang arif dan bijak secara spiritual, toleran, terbuka, jujur, cinta kasih dan Iain-lain. Inilah inti sejati kecerdasan spiritual. Khalil A Khawari dalam bukunya Spiritual Intelligence, A Practical Guide to Personal Happiness (2000) mengungkapkan perspektif kecerdasan spiritual sebagai pembimbing untuk meraih kebahagiaan spiritual. Sebagai makhluk spiritual, kebahagiaan manusia tidak bisa lagi diukur dengan uang, kesuksesan, kepuasan seksual dan lain-lain, tetapi kebahagiaan yang diletakkan dalam wilayah spiritual.

Dengan demikian, jika kecerdasan intelektual (IQ -Intelligence Quotient) bersandarkan nalar, rasio-intelektual, sementara kecerdasan emosional (EQ, Emotional Quotient) bersandar pada emosi, maka hakikat kecerdasan spiritual (SQ, Spiritual Quotient) disandarkan pada kecerdasan jiwa, ruhani dan spiritual. SQ adalah kecerdasan generasi ketiga yang diyakini mampu melahirkan kembali manusia setelah sekian lama mengalami alienasi dan disorientasi hidup. Kesucian Hati Puasa seperti apa yang dapat meningkatkan kecerdasan spiritual? Puasa yang dilakukan dengan kesucian hati dan kebersihan jiwalah yang dapat menumbuhkan apa yang dikatakan oleh psikolog Danah Zohar dan Ian Marshal (2000) sebagai kecerdasan spiritual. Atau puasa yang dilakukan dengan melibatkan hati nurani, sebagaimana yang disebut oleh Al-Gazali sebagai puasa orang yang super khusus. Puasa hati nurani inilah puasa sejati yang dapat menjadi instrumen penting untuk menyucikan hati kita. Puasa seperti ini, selain menghindari makan, minum, tidak melakukan hubungan seksual, menghindarkan indera dari perbuatan dosa, juga puasa yang dilakukan tanpa mengharapkan imbalan apa pun dari Allah, baik berupa pahala, kesehatan, balasan atau bahkan surga. Puasa tersebut dilakukan dengan ikhlas, semata-mata karena perintah Allah. Sebab jika suatu ibadah dilaksanakan karena motivasi-motivasi lain, maka yang didapat hanyalah apa yang diharapkan, sedang yang lain, ia tidak akan memperolehnya. Oleh karena itu, ikhlas adalah kata kunci pelaksanaan ibadah puasa (juga ibadah yang lain). Jika ibadah puasa dilaksakan dengan ikhlas (semata-mata melaksanakan perintah Allah), maka rentetan efek positifnya bukan hanya berupa pahala, surga, kesehatan atau apa pun yang diharapkan. Lebih dari itu, Allah akan memberikan keridaan kepadanya. Siapa pun yang memperoleh rida, maka apa pun yang dimiliki oleh Allah akan diberikan kepadanya, diminta atau tidak. Dengan demikian, ikhlas ibarat sebuah tiket dalam perjalanan pesawat terbang. Seseorang cukup rnengantongi sebuah boarding pass untuk melaksanakan perjalanan jauh yang melelahkan. Diminta atau tidak, berbagai tasilitas dalam pesawat yang dibutuhkan oieh penumpang akan diberikan. Misalnya, pelayanan yang ramah dari pramugari, dapat makanan dan minuman, kenyamanan dan kesenangan dalam perjalanan dan lain-lain. Jika seorang muslim berpuasa dengan ikhlas, maka kelak ia akan mendapatkan hak-haknya berupa kebahagian dan ketenangan hidup. Puasa hati nurani inilah yang akan menyingkap seluruh rahasia ketuhanan, yang terpancar dari dalam jiwa manusia. Jiwa manusia yang tenang, akan mudah menerima hidayah dan cahaya keagungan Tuhan dalam menjalani kehidupan. Hidayah inilah yang akan menuntun dan mempermudah manusia dalam menghadapi persoalan-persoalan hidup yang semakin kompleks. Apa yang ingin ditekan di sini adalah bahwa hati yang hening dan bersih lebih mudah menerima kecerdasan spiritual yang dipancarkan dari Allah. Puasa yang dapat mengembangkan kecerdasan spiritual adalah puasa yang dilakukan oleh orang yang melihat segala sesuatu dengan mata hati. Mata hatilah yang dapat menyingkap hakikat kebenaran yang tak tampak oleh mata.

Puasa yang dilakukan tanpa melibatkan mata hati adalah puasa yang hampa, kehilangan orientasi ilahiahnya. Dengan demikian, indikator keberhasilan puasa seseorang bukan pada bentuk lahiriah ibadahnya, tetapi pada kegiatan amaliah dan sikap hidupnya. Sumber : Arsip Milishttp://www.orangtua.org/2011/07/30/puasa-dan-kecerdasan-spiritual-bag-2/

Delapan Tanda Kecerdasan SpiritualPosted by Redaksi on 1/13/10 Categorized as Holistik,Info,Kesehatan SpiritHosting Stabil & Aman, Silahkan Klik

Oleh Winarno Darmoyowono Orang yang memiliki kesehatan fisik dapat dilihat dari kondisi kesehatan fisiknya, kecekatan, keluwesan fisik, kekuatan dan daya tahan(endurance) fisiknya. Orang yang memiliki kecerdasan emosional tinggi dapat dilihat dari sikap, temperamen, dan perilakunya, seperti sikap gembira, bahagia, ceria, optimis, memiliki keberanian, menghargai orang lain, pandai membawa diri, dan sebagainya. Orang yang memiliki kecerdasan mental intelektual tinggi dapat dilihat dari ilmu pengetahuan dan ketrampilan atau keahlian yang dimilikinya, kecepatan berpikir, kemampuan memecahkan masalah, moralitas yang baik, apresiasi seni yang baik, dan sebaginya. Bagaimana dengan orang yang memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi? Berikut ini adalah tanda-tanda nya. Fleksibel

Evolusi Spiritual

Orang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi di tandai dengan sikap hidupnya yang fleksibel atau luwes. Orang ini dapat membawa diri dan mudah menyesuaikan diri dengan berbagai situasi yang dihadapi, tidak kaku atau memaksa kehendak . Ibarat air, dapat menyesuaikan diri dengan bentuk wadahnya. Demikian pula orang ini mudah mengalah . Dengan demikian dapat menerima berbagai keadaan. Kemampuan Refleksi Tinggi Orang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi, memiliki kemampuan refleksi yang tinggi. Dia cenderung bertanya mengapa atau bagaimana seandainya sebagai kelanjutan apa dan bagaimana. Orang ini juga suka bertanya atau merenungkan hal-hal fundamental: dari mana asalnya manusia ini dan kemana arah hidup manusia; dari mana alam semesta ini; mengapa ada takdir dan nasih; dan sebagainya. Mereka juga memiliki kemampuan yang tinggi pula dalam menganalisis persoalan rumit dan persoalan metafisika. Kesadaran diri dan lingkungan tinggi Kesadaran diri tinggi berarti telah mengenal dirinya dengan sebaik-baiknya. Dia telah mampu mengendalikan dirinya, misalnya mengendalikan emosi dan dorongan-dorongan lainya. Dengan mengenal dirinya,maka dia juga mengenal orang lain, mampu membaca maksud dan keinginan orang lain. Kesadaran lingkungan tinggi mencakup kepedulian terhadap sesama, persoalan hidup yang dihadapi bersama, dan juga peduli terhadap lingkungan alam, seperti kecintaan terhadap flora dan fauna. Kemampuan Kontemplasi Tinggi Orang memilki kecerdasan spiritual tinggi di tandain dengan kemampuan kontemplasi yang tinggi , yaitu: kemampuan mendapat inspirasi dari berbagai hal; kemampuan menyampaikan nilai dan makna kepada orang lain(memberi inspirasi); mengamati berbagai hal untuk menarik hikmahnya atau mendapat inspirasi; memiliki kreatititas tinggi dan kemampuan inovasi yang berasal dari inspirasi yang di dapatnya. Berpikir Secara Holistik Berpikir secara holistic berarti berpikir secara menyeluruh, mengkaitkan berbagai hal yang berbeda-beda. Berpikir secara sistem, tidak terkotak-kotak atau tersegmentasi. Dengan berpikir secara holistik ini maka terlihat hubungan antara satu hal dengan hal lainnya. Dia juga menghargai perbedaan-perbedaan dan mampu bersinergi. Dia berpikir bahwa segala sesuatu di ala mini adalah satu kesatuan sistem yang besar, dimana komponen-komponennya saling mendukung. Berani Menghadapi dan Memanfaatkan Penderitaan Segala kesulitan hidup merupakan tempaan atau ujian untuk meningkatkan kesadaran diri seseorang. Untuk belajar melepaskan kelekatan duniawi maka seseorang misalnya harus mengalami kehilangan barang, kehilangan orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, jabatan , dan sebagainya.

Hendaknya kita dapat mengambil hikmah yang positif dari semua kejadian yang kita alami. Bagaimanapun mula-mula kita merasa sakithati kehilangan apa yang kita miliki. Namun dari situ kita juga belajar pasrah atau menerima kejadian yang telah kita alami. Berani Melawan Arus dan Tradisi. Ada kebijaksanaan yang mengatakan, sebaiknya kita hidup mengalir seperti air. Ikuti sajalah kemana arus membawa kita. Namun di sini kita di tantang untuk melawan arus jika dibutuhkan. Para nabi pada ummnya adalah orang yang melawan arus dan merombak tradisi masyarakatnya. Meskipun untuk itu harus menghadapi perlawanan dari orang-orang yang ingin mempertahankan tradisi itu. Tradisi yang buruk saat ini sedang terjadi di tengah bangsa Indonesia, yaitu tradisi korupsi. Betapa banyak pegawai yang korupsi, mulai dari tingkat atas hingga bawah. Tidak hanya di lingkungan kantor pemrintah, juga di lingkungan perusahaan swasta. Korupsi jelas menyebabkan ambruknya tatanan masyarakat kita. Maka beranikah kita melawan arus hidup di tengah masyarakat yang korup? Kita di tantang untuk menjadi seperti bunga teratai, meskipun hidup di atas Lumpur, tetapi bisa menampilkan keindahannya, tanpa tercemar oleh Lumpur tenpat hidupnya. Sesedikit Mungkin Menimbulkan Kerusakan. Pada saat ini kita sering mendengar mengenai berbagai bencana alam dan musibah yang terjadi di berbagai penjuru dunia. Banyak bencana alam yang terjadi karena ulah manusia. Misalnya:

Penggunaan bahan bakar yang berlebihan sehingga menimbulkan efek rumah kaca sehingga bumi semakin panas dan es kutub mencair , menaikkan tingkat permukaan air laut, dan menenggelamkan daratan yang rendah. Penebangan hutan yang tidak terkendali dapat menyebabkan banjir local dan perubahan iklim dunia.

*Anda Ingin Berkonsultasi dapat melalui Ruang Konsultasi SilahkanHosting Stabil & Aman, Silahkan Klik

Ads: Menulis cerpen layaknya mengatur dan merencanakan kehidupan di dunia fiksi, mencurahkan pikiran dan perasaan serta memilihkan nasib karakter tokoh cerita. Sungguh powerful. Kekuatan yang dapat dimiliki oleh penulis pemula sekalipun. sekolah Online Visikata Tips Sehat Berdasarkan Golongan Darah http://kabarsehat.com/delapan-tanda-kecerdasan-spiritual.html

Kecerdasan Spiritual :Kecerdasan spiritual penting sekali karena berpengaruh pada sikap pemimpin itu pada dirinya sendiri dan orang lain. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus mampu melihat sesuatu di balik sebuah kenyataan empirik sehingga ia mampu mencapai makna dan hakikat tentang manusia. Dengan demikian, kemanusiaan manusia sungguh-sungguh dihargai.

Yang terutama dalam kecerdasan spiritual adalah pengenalan akan kesejatian diri manusia. Kecerdasan spiritualitas, bukan sebuah ajaran teologis. Kecerdasan ini secara tidak langsung berkaitan dengan agama. Spiritualitas itu mengarahkan manusia pada pencarian hakikat kemanusiaannya. hakikat manusia itu dapat ditemukan dalam perjumpaan manusia dengan Allah ( pada kondisi extase atau wajd ).

http://www.pengobatan.com/info/kecerdasan.html

Aktivasi Otak dan Kecerdasan SpiritualKategori : Umum Kecerdasan spiritualKecerdasan spiritual itu mempunyai banyak konsep, kiat, dan caranya namun seperti apa sih rasanya jika kita sudah cerdas secara spiritual? apa perasaan yang kita alami?adakah hubungannya dengan otak? Sesungguhnya cerdas secara spiritual atau dekat dengan Tuhan itu harus dibuktikan dengan berada di zona ikhlas yang mensyaratkan tiga hal, yaitu gelombang otaknya harus lebih banyak dalam posisi Alfa dan Tetha, kemudian sistem perkabelan otaknya (neuropeptide) serasi dan memunculkan perasaan tertentu kepada Tuhan, lalu tubuhnya harus cukup mengandung hormon serotonin, endorfin, dan melantonin dalam komposisi yang pas. Dalam kondisi itu, maka dengan sendirinya ciriciri kecerdasan spiritual akan muncul. Tanpa ketiga syarat itu, agak sulit dipercaya. Misalnya seseorang mengaku dekat dengan Tuhan tapi hormon di tubuhnya dominan kortisol, yaitu hormon yang muncul pada saat orang stres/emosi, bagaimana mungkin? Seseorang yang dekat dengan Tuhan mestinya lebih banyak berada dalam kondisi khusyuk, kondisi rileks, dan hormon di tubuhnya pasti hormon yang bagus seperti hormon DHEA, serotonin, endorfin, dan melantonin. Mempelajari kecerdasan spiritual tidak bisa begitu saja lewat buku, karena hasilnya hanyalah pemahaman kecerdasan spiritual lewat logika, apalagi kalau membacanya sambil stres. Untuk anda yang dewasa, akan lebih efektif jika menggunakan musik khusus yang berfungsi menarik gelombang otak ke Alfa-Theta selama 20 menit pada pagi dan petang hari. Saat ini juga banyak pelatihan aktivasi otak tengah yang menggunakan musik jenis seperti ini sehingga diharapkan kelak ketika dewasa nanti kemampuan memasuki gelombang otak alfa-theta dapat bertahan sehingga akan mudah memasuki kondisi khusyu', ikhlas, kreatif dan merasa dekat dengan Tuhan. Bukankah banyak orang yang kesulitan ibadah dengan khusyu'? hal ini karena sejak kecil, mayoritas dari kita tidak dilatih untuk memasuki kondisi gelombang otak alfa-theta sehingga kemampuan tersebut menurun atau bahkan hilang ketika dewasa. Padahal kondisi otak akan optimal ketika berada pada gelombang otak alfa-theta. Ide-ide, rumus-rumus, penemuan-penemuan biasanya akan muncul pada saat otak kita berada dalam kondisi ini. Kondisi inilah yang sering disebut sebaga kondisi jenius, kreatif atau khusyu'. Kita juga bisa melatih kecerdasan spiritual lewat puasa dengan syarat puasa tersebut dijalankan dengan benar. Karena puasa bisa menurunkan gelornbang otak dari Beta ke Alfa-Theta sehingga

membuat orang lebih sabar dan memunculkan keinginan untuk berbuat baik. Kalau itu berlanjut hingga 10 hari maka otaknya akan stabil beroperasi di Alfa-Theta. " "Kalau hal itu bisa berlanjut hingga 20 hari, maka hormon-hormon yang baik dan menenangkan akan diproduksi oleh tubuh. Saat itu dia akan melihat hidup ini dengan cara lain, menjadi mudah bersyukur, mudah rnerasa terharu." Tentu saja puasa yang dilakukan harus dengan niat ibadah, ikhlas dan diiringi dengan memperbanyak khalawat/i'tikaf. Memunculkan perasaan mudah bersyukur itu penting sekali karena rasa syukur bisa diartikan sebagai kemampuan menikmati hidup ini apapun kondisinya, sehingga susah atau senang rasanya tetap nikmat. Rasa syukur yang benar, dalam arti betul-betul menghayati nikmatnya hidup, juga sangat membantu memunculkan kecerdasan spiritual. http://otaktengahindonesia.com/artikel_aktivasi-otak-dan-kecerdasan-spiritual.html

Kecerdasan Spiritual dan Hubungannya dengan OtakKategori : Umum ShareThis Bookmark & Share Kecerdasan spiritual itu mempunyai banyak konsep, kiat, dan caranya namun seperti apa sih rasanya jika kita sudah cerdas secara spiritual? apa perasaan yang kita alami?adakah hubungannya dengan otak? Sesungguhnya cerdas secara spiritual atau dekat dengan Tuhan itu harus dibuktikan dengan berada di zona ikhlas yang mensyaratkan tiga hal, yaitu gelombang otaknya harus lebih banyak dalam posisi Alfa dan Tetha, kemudian sistem perkabelan otaknya (neuropeptide) serasi dan memunculkan perasaan tertentu kepada Tuhan, lalu tubuhnya harus cukup mengandung hormon serotonin, endorfin, dan melantonin dalam komposisi yang pas. Dalam kondisi itu, maka dengan sendirinya ciri-ciri kecerdasan spiritual akan muncul. Tanpa ketiga syarat itu, agak sulit dipercaya. Misalnya seseorang mengaku dekat dengan Tuhan tapi hormon di tubuhnya dominan kortisol, yaitu hormon yang muncul pada saat orang stres/emosi, bagaimana mungkin? Seseorang yang dekat dengan Tuhan mestinya lebih banyak berada dalam kondisi khusyuk, kondisi rileks, dan hormon di tubuhnya pasti hormon yang bagus seperti hormon DHEA, serotonin, endorfin, dan melantonin. Mempelajari kecerdasan spiritual tidak bisa begitu saja lewat buku, karena hasilnya hanyalah pemahaman kecerdasan spiritual lewat logika, apalagi kalau membacanya sambil stres. Untuk anda

yang dewasa, akan lebih efektif jika menggunakan musik khusus yang berfungsi menarik gelombang otak ke Alfa-Theta selama 20 menit pada pagi dan petang hari. Saat ini juga banyak pelatihan aktivasi otak tengah yang menggunakan musik jenis seperti ini sehingga diharapkan kelak ketika dewasa nanti kemampuan memasuki gelombang otak alfa-theta dapat bertahan sehingga akan mudah memasuki kondisi khusyu', ikhlas, kreatif dan merasa dekat dengan Tuhan. Bukankah banyak orang yang kesulitan ibadah dengan khusyu'? hal ini karena sejak kecil, mayoritas dari kita tidak dilatih untuk memasuki kondisi gelombang otak alfa-theta sehingga kemampuan tersebut menurun atau bahkan hilang ketika dewasa. Padahal kondisi otak akan optimal ketika berada pada gelombang otak alfa-theta. Ide-ide, rumus-rumus, penemuan-penemuan biasanya akan muncul pada saat otak kita berada dalam kondisi ini. Kondisi inilah yang sering disebut sebaga kondisi jenius, kreatif atau khusyu'. Kita juga bisa melatih kecerdasan spiritual lewat puasa dengan syarat puasa tersebut dijalankan dengan benar. Karena puasa bisa menurunkan gelornbang otak dari Beta ke Alfa-Theta sehingga nembuat orang lebih sabar dan memunculkan keinginan untuk berbuat baik. Kalau itu berlanjut hingga 10 hari maka otaknya akan stabil beroperasi di Alfa-Theta. " "Kalau hal itu bisa berlanjut hingga 20 hari, maka hormon-hormon yang baik dan menenangkan akan diproduksi oleh tubuh. Saat itu dia akan melihat hidup ini dengan cara lain, menjadi mudah bersyukur, mudah rnerasa terharu". Tentu saja puasa yang dilakukan harus dengan niat ibadah, ikhlas dan diiringi dengan memperbanyak khalawat/i'tikaf. Memunculkan perasaan mudah bersyukur itu penting sekali karena rasa syukur bisa diartikan sebagai kemampuan menikmati hidup ini apapun kondisinya, sehingga susah atau senang rasanya tetap nikmat. Rasa syukur yang benar, dalam arti betul-betul menghayati nikmatnya hidup, juga sangat membantu memunculkan kecerdasan spiritual. http://www.indospiritual.com/artikel_kecerdasan-spiritual-dan-hubungannya-dengan-otak.html

Faktor Yang Mendukung Kecerdasan SpiritualWritten on Jan-12-11 1:27am2011-01-11T10:27:31 - Not yet published to a wikizine From: delsajoesafira.blogspot.com FAKTOR - FAKTOR YANG MENDUKUNG KECERDASAN SPIRITUAL

Menurut Sinetar (2001) otoritas intuitif, yaitu kejujuran, keadilan, kesamaan perlakuan terhadap semua orang, mampunyai faktor yang mendorong kecerdasan spiritual. Suatu dorongan yang disertai oleh pandangan luas tentang tuntutan hidup dan komitmen untuk memenuhinya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan spiritual menurut Agustian (2003) adalah inner value (nilai-nilai spiritual dari dalam) yang berasal dari dalam diri (suara hati), seperti transparency (keterbukaan), responsibilities (tanggung jawab), accountabilities (kepercayaan), fairness (keadilan) dan social wareness (kepedulian sosial). Faktor kedua adalah drive yaitu dorongan dan usaha untuk mencapai kebenaran dan kebahagiaan.

Zohar dan Marshall (2001) mengungkapkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan spiritual yaitu :

a. Sel saraf otak

Otak menjadi jembatan antara kehidupan bathin dan lahiriah kita. Ia mampu menjalankan semua ini karena bersifat kompleks, luwes, adaptif dan mampu mengorganisasikan diri. Menurut penelitian yang dilakukan pada era 1990-an dengan menggunakan WEG (Magneto Encephalo Graphy) membuktikan bahwa osilasi sel saraf otak pada rentang 40 Hz merupakan basis bagi kecerdasan spiritual.

b. Titik Tuhan (God spot)

Dalam peneltian Rama Chandra menemukan adanya bagian dalam otak, yaitu lobus temporal yang meningkat ketika pengalaman religius atau spiritual berlangsung. Dia menyebutnya sebagai titik Tuhan atau God Spot. Titik Tuhan memainkan peran biologis yang menentukan dalam pengalaman spiritual. Namun demikian, titik Tuhan bukan merupakan syarat mutlak dalam kecerdasan spiritual. Perlu adanya integrasi antara seluruh bagian otak, seluruh aspek dari dan seluruh segi kehidupan.

http://www.masbow.com/2009/08/kecerdasan-spiritual.html http://www.zimbio.com/member/joesafira/articles/aCJWw9mSkF_/Faktor+Yang+Mendukung+Kece rdasan+Spiritual

Menurut Marsha Sinetar, kecerdasan spiritual adalah pikiran yang mendapat inspirasi, dorongan, dan efektifitas yang terinspirasi, the is-ness atau penghayatan ketuhanan yang di dalamnya kita semua menjadi bagian. Menurut Khalil Khavari, kecerdasan spiritual adalah fakultas dari dimensi non spiritual kita. Inilah intan yang belum terasah yang kita semua memilikinya. Kita harus mengenalinya seperti apa adanya, menggosoknya hingga berkilap dengan tekad yang besar dan menggunakannya untuk memperoleh kebahagiaan abadi. Menurut Danah Zohar dan Ian Marshall, kecerdasan spiritual adalah kecerdasan dalam membentuk dan mengubah paradigma kita, kecerdasan transformative yang membuka kemungkinan bagi kita untuk mengubah paradigma lama dan menemukan paradigma baru, meruntuhkan motivasi lama dan membawa kita ke motivasi yang lebih tinggi. Seseorang

dengan kecerdasan spiritual yang tinggi akan mampu melihat dunia dengan cara baru, dan akan mampu memberikan makna dalam apapun yang dihadapinya dalam hidup ini. Menurut Arvan Pradiansyah, orang yang cerdas spiritual adalah orang yang selalu merasa bersama tuhan dalam setiap situasi. Orang yang seakan-akan dapat melihat tuhan dan bahkan ketika ia tidak dapat melihatnya, maka ia senantiasa sadar-sesadar-sadarnya bahwa tuhan senantiasa melihat dan memperhatikannya kapanpun dan dimanapun ia berada. Orang yang cerdas spiritual adalah orang yang sangat mencintai tuhan dan begitu merindukan kehadiran tuhan bersamanya. Orang yang seperti ini tidak akan melakukan perbuatan yang tercela. Bukan karena ia takut akan hukuman tuhan, tetapi karena ia tidak mau merusak cinta dan mengecewakan tuhan. Orang yang cerdas secara spiritual akan menyadari bahwa tuhan selalu berada di dekatnya, menjaganya, memeliharanya, dan tidak pernah sekalipun mengabaikan dan meninggalkan dirinya. Hanya orang yang cerdas secara spirituallah yang senantiasa dapat mempertahankan kesadaran semacam ini. Sebuah kesadaran bahwa tuhan senantiasa melihat kita, memperhatikan kita, mencintai kita, memelihara kita, dan menjaga kita.http://nugraha-cevest.info/2011/05/kecerdasan-spiritual-sq/

Kecerdasan spiritual atau spiritual intelligence atau spiritual quotient (SQ) ialah suatu intelegensi atau suatu kecerdasan dimana kita berusaha menyelesaikan masalah-masalah hidup ini berdasarkan nilai-nilai spiritual atau agama yang diyakini. Kecerdasan spiritual ialah suatu kecerdasan di mana kita berusaha menempatkan tindakan-tindakan dan kehidupan kita ke dalam suatu konteks yang lebih luas dan lebih kaya, serta lebih bermakna. Kecerdasan spiritual merupakan dasar yang perlu untuk mendorong berfungsinya secara lebih efektif, baik Intelligence Quotient (IQ) maupun Emotional Intelligence (EI). Jadi, kecerdasan spiritual berkaitan dengan kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional. Sumber:Widodo Gunawan, tersedia dalam http://suaraagape.org/wawasan/Ei2.php. Hasil Penelitian para psikolog USA menyimpulkan bahwa Kesuksesan dan Keberhasilan seseorang didalam menjalani Kehidupan sangat didukung oleh Kecerdasan Emosional (EQ 80 %), sedangkan peranan Kecerdasan Intelektual (IQ) hanya 20 % saja. Dimana ternyata Pusatnya IQ dan EQ adalah Kecerdasan Spiritual (SQ), sehingga diyakini bahwa SQ yang menentukan Kesuksesan dan Keberhasilan Seseorang. Dalam hal ini IQ dan EQ akan bisa berfungsi secara Baik/Efektif jika dikendalikan oleh SQ. Hati mengaktifkan nilai-nilai kita yang paling dalam, mengubahnya dari sesuatu yang kita pikir menjadi sesuatu yang kita jalani. Hati tahu hal-hal yang tidak dapat diketahui oleh Pikiran. Hati adalah sumber keberanian dan semangat, integritas dan komitmen. Hati adalah sumber energi dan perasaan mendalam yang menuntut kita belajar, menciptakan kerjasama, memimpin da