Kebijakan Swasembada Pangan

8
Kebijakan Swasembada Pangan JUNE 27, 2014 | LATIPAHRBN 1. Pengertian Swasembada Pangan Istilah “swasembada pangan” mulai kita kenal sejak tahun 1964 waktu IPB dengan persetujuan Dinas Pertanian Rakyat dalam skala kecil (25-50 Ha) melakukan proyek Swa- Sembada Bahan Makanan (SSBM) dengan mengerahkan anggota Staf Pengajar Fakultas Pertanian IPB di Karawang Kulon, Kab. Karawang. Swasembada Pangan berarti kita mampu untuk mengadakan sendiri kebutuhan pangan dengan bermacam-macam kegiatan yang dapat menghasilkan kebutuhan yang sesuai diperlukan masyarakat Indonesia dengan kemampuan yang dimiliki dan pengetahuan lebih yang dapat menjalankan kegiatan ekonomi tersebut terutama di bidang kebutuhan pangan. Pengertian swasembada pangan ini sesuai atau berpacu pada landasan hukum yaitu Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 mengamanatkan pembangunan pangan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia, dan pemerintah bersama masyarakat bertanggung jawab untuk mewujudkan ketahanan pangan, serta menjelaskan tentang konsep ketahanan pangan, komponen dan pihak yang berperan dalam mewujudkan ketahanan pangan. Pasal 1 Ayat 17, konsep ketahanan pangan yang dianut Indonesia adalah bahwa “Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga (RT) yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau”. Undang-undang tersebut telah dijabarkan dalam beberapa Peraturan Pemerintah (PP) antara lain: a) PP Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan, mengatur tentang ketahanan pangan yang mencakup aspek ketersediaan pangan, cadangan pangan, penganekaragaman pangan, pencegahan dan penanggulangan masalah pangan, peran pemerintah pusat dan

description

beras swasembada

Transcript of Kebijakan Swasembada Pangan

Kebijakan Swasembada PanganJUNE 27, 2014|LATIPAHRBN1. Pengertian Swasembada PanganIstilahswasembada panganmulai kita kenal sejak tahun 1964 waktu IPB dengan persetujuan Dinas Pertanian Rakyat dalam skala kecil (25-50 Ha) melakukan proyek Swa- Sembada Bahan Makanan (SSBM) dengan mengerahkan anggota Staf Pengajar Fakultas Pertanian IPB di Karawang Kulon, Kab. Karawang.Swasembada Pangan berarti kita mampu untuk mengadakan sendiri kebutuhan pangan dengan bermacam-macam kegiatan yang dapat menghasilkan kebutuhan yang sesuai diperlukan masyarakat Indonesia dengan kemampuan yang dimiliki dan pengetahuan lebih yang dapat menjalankan kegiatan ekonomi tersebut terutama di bidang kebutuhan pangan.Pengertian swasembada pangan ini sesuai atau berpacu pada landasan hukum yaitu Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 mengamanatkan pembangunan pangan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia, dan pemerintah bersama masyarakat bertanggung jawab untuk mewujudkan ketahanan pangan, serta menjelaskan tentang konsep ketahanan pangan, komponen dan pihak yang berperan dalam mewujudkan ketahanan pangan. Pasal 1 Ayat 17, konsep ketahanan pangan yang dianut Indonesia adalah bahwaKetahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga (RT) yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau.Undang-undang tersebut telah dijabarkan dalam beberapa Peraturan Pemerintah (PP) antara lain:a)PP Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan, mengatur tentang ketahanan pangan yang mencakup aspek ketersediaan pangan, cadangan pangan, penganekaragaman pangan, pencegahan dan penanggulangan masalah pangan, peran pemerintah pusat dan daerah serta masyarakat, pengembangan sumberdaya manusia dan kerjasama internasional.b)PP Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Panganyang mengatur pembinaan dan pengawasan di bidang label dan iklan pangan dalam rangka menciptakan perdagangan pangan yang jujur dan bertanggungjawab.c) PP Nomor 28 Tahun 2004 yang mengatur tentang keamanan, mutu dan gizi pangan, pemasukan dan pengeluaran pangan ke wilayah Indonesia, pengawasan dan pembinaan serta peran masyarakat mengenai hal-hal di bidang mutu dan gizi pangan.Berdasarkan definisi ketahanan pangan dalamUU RI No. 7 tahun 1996yang mengadopsi FAO(Food Association Organization), didapat 5 komponen yang harus dipenuhi untuk mencapai kondisi ketahanan pangan yaitu :1. Kecukupan ketersediaan pangan2. Stabilitas ketersediaan pangan3. Fluktuasi dari musim ke musim atau dari tahun ke tahun4. Aksesibilitas / keterjangkauan terhadap pangan5. Kualitas / keamanan pangan2. Kebijakan Pemerintah IndoneisaDalam memenuhi swasembada pangan di Indonesia pemerintah melakukan kebijakan kebijakan yang memungkinkan untuk Indoneisa menjadi negara Ekspor kembali seperti pada tahun 1970-an silam. Kebijakan pemerintah dalam mencapai swasembada pangan ini sudah dilaksanakan sejak masa orde baru. Di masa Orde Baru, dengan anggaran APBN cukup besar yang melanjutkan program intensifikasi dan ekstensifikasi dengan semangat swasembada pangan, akhirnya secara umum tercapai. Program pengembangan infrastruktur begitu intensif seperti pembangunan irigasi, waduk dan bendungan, pabrik pupuk di mana-mana dan berdiri berbagai lembaga penelitian pangan. Banyak program lain yang dijalankan, seperti kredit untuk tani, subsidi pupuk, benih dan lain-lain. Hal itu didukung program transmigrasi serta pemanfaatan lahan tidur yang disulap sebagai lahan pertanian. Terlepas dari dampak negatif program-program tersebut, tetapi kebutuhan akan bahan pokok makan terpenuhi. Tentu program ini berhasil, walaupun nasib dan derajat petani belum sepenuhnya terangkat.Pada era reformasi sekarang ini, pembangunan pertanian terbawa arus eforia dan warna sosial politik. Ada kecenderungan kebijakan pemerintah di bidang swasembada pangan mulai terabaikan. Terbukti pada awal reformasi sampai sekarang ini anggaran di sektor pertanian tidak terlalu besar. Untuk APBN terakhir hanya sebesar Rp 9 triliun. Disamping itu ada indikasi karena hiruk pikuknya kebijakan desentralisasi sehingga program swasembada pangan justru terabaikan. Isu-isu lainnya juga membuat kebijakan ini tidak optimal, karena alasan partisipasi rakyat serta mekanisme pasar sudah berjalan, artinya petani sudah menyadari mana komoditas yang menguntungkan maka mereka akan menanamnya. Ada permintaan tinggi maka mereka secara otomatis akan memenuhi supply-nya. Tetapi kenyataannya berbeda, petani Indonesia masih perlu dibimbing yang sejalan dengan program pemerintah.Hingga saat ini upaya pemerintah dalam mencapai tujuan ketahanan pangan melalui swasembada beras terus digalakkan, hal ini mengingat ketergantuangan masyarakat Indonesia yang besar terhadap beras sebagai makanan pokok dan sumber karbohidrat. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya pada tahun 1950 Konsumsi beras nasional sebagai sumber karbohidrat baru sekitar 53% sedangkan tahun 2011 yang mencapai sekitar 95%.Upaya pemerintah sendiri dalam pencapaian swasembada pada RPJMN 2005-2025 yakni periode I (2005-2009) melalui Kementrian Pertanian menunjukan prestasi yang sangat baik, antara lain: peningkatan produksi padi dari 57,16 juta ton tahun 2007 menjadi 60,33 juta ton pada tahun 2008, atau meningkat 3,69 %, sehingga terjadi surplus 3,17 juta ton GKG, dan mendorong beberapa perusahaan untuk mengekspor beras kelas premium. Target produksi padi 2009 sebesar 63,5 juta ton, sementara berdasarkan ARAM III (Juni 2009) produksi padi telah mencapai 63,8 juta ton atau mencapai 100,5 % dari target tahun 2009. Peningkatan produksi ini telah menempatkan Indonesia meraih kembali status swasembada beras sejak tahun 2007.Namun pada periode tahap II RPJMN yakni 2010-2014 berbagai kalangan menganggap kinerja kementrian pertanian dalam mewujudkan swasembada beras sebagai upaya peningkatan terhadap Ketahanan Pangan belum menunjukkan prestasi yang baik, mengingat anggaran APBN %. Pada tahun 2011, APBN Kementerian Pertanian sebanyak Rp17,6 triliun naik cukup signifikan dibanding pada tahun 2009 sebesar pemerintah memberikan alokasi APBN sebanyak Rp8,2 triliun, namun target capaian produksi padi sebanyak 70,06 juta ton GKG hanya berhasil dicapai sebanyak 65,39 juta ton GKG. Sehingga kebijakan impor beras masih dilakukan BULOG.3. Kondisi Swasembada Pangan di Indonesia Saat IniSesuai amanat dalam Undang-Undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, Indonesia saat ini memasuki periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahap ke-2 (2010-2014). Pada periode ini swasembada ditargetkan untuk tiga komoditas pangan utama yaitu: kedelai, gula dan daging sapi. Agar tercapai swasembada, sasaran produksi kedelai, gula dan daging sapi pada tahun 2014 adalah kedelai sebesar 2,70 juta ton biji kering, gula 5,7 juta ton dan daging sapi 546 ribu ton; atau masing-masing meningkat rata-rata 20,05 persen per tahun (kedelai), 17,63 persen per tahun (gula) dan 7,30 persen per tahun (daging sapi). Sasaran produksi padi pada tahun 2014 ditargetkan sebesar 75,70 juta ton gabah kering giling (GKG) dan jagung 29 juta ton pipilan kering atau masing-masing tumbuh 3,22 persen per tahun (padi) dan 10,02 persen per tahun (jagung).Sepanjang tahun 2013, harga beras relatif stabil. Nyaris tak ada gejolak harga yang berarti. Tahun ini, pengadaan beras oleh Bulog mencapai 3,45 juta ton, dan stok beras di gudang Bulog hingga akhir tahun di atas 2 juta ton. Lebih dari cukup untuk menjamin harga beras tetap stabil.Ini tidak lepas dari keberhasilan pemerintah dalam menggenjot produksi padi hingga mencapai 70,87 juta ton gabah kering giling (angka ramalan II BPS) tahun ini. Moncernya kinerja Bulog dalam menyerap gabah/beras produksi petani juga mendukung. Sehingga, harga beras stabil dan stok beras lebih dari cukup hingga akhir tahun tanpa ada impor. Meskipun begitu kesejahteraan petani tidak menunjukkan menjadi lebih baik, tetapi tetap seperti itu saja.Namun pemerintah tetap melakukan jalur import, seperti misalnya pada beras. Berdasarkan data BPS, hingga pada Agustus 2013 saja, Indonesia sudah mengimpor beras hingga 35.818 ton dengan nilai US$19,132 juta, yang dipasok Vietnam, Thailand, Pakistan, India, dan Myanmar. Jika diakumulasikan dari Januari hingga Agustus 2013, beras yang masuk ke Indonesia mencapai 302.707 ton senilai US$156,332 juta. Jumlah impor beras ini diperkirakan mencapai 600 ribu ton tiap tahunnya.Jika menilik produksi beras pada 2012 lalu, sesungguhnya Indonesia tidak perlu melakukan impor beras. Berdasarkan data BPS, produksi gabah giling tahun 2012 mencapai 69,05 juta ton atau setara 40,05 juta ton beras. Sedangkan konsumsi beras rakyat Indonesia sekitar 139 kg per kapita per tahun atau total mencapai 34,04 juta ton per tahun, atau surplus hingga 6 juta ton. Demikian pula dengan tahun ini, pemerintah pun sebenarnya optimistis tidak lagi harus impor beras. Namun pada kenyataannya, Indonesia masih saja mengimpor beras dari negara-negara tetangga.Pada tahun sekarang yaitu 2014 pemerintah melalui Kementerian Pertanian menargetkan program lima komoditas yakni beras, jagung, kedelai, daging, dan gula. Namun kelima sektor tersebut diyakini tidak berkembang dan sebaliknya justru jalur impor semakin terbuka. Seperti pada daging sapi, Indonesia masih mengimpor sapi pada 2014, menurut Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Syukur Iwantoro. Beliau juga mengatakan kepada Antara perkiraan kebutuhan daging sapi pada 2014 sebanyak 575,88 ribu ton. Namun, sementara potensial stok sapi (sapi / kerbau lokal) setara daging sebanyak 530,55 ribu ton (hasil olahan survei 2013) dan perkiraan realisasi produksi daging sapi / kerbau lokal sebanyak 462 ribu ton.4. HambatanPada prakteknya untuk mencapai swasembada pangan di Indonesia banyak menghadapi hambatan. Seperti alih fungsi lahan, perubahan iklim, urbanisasi, dan pertumbuhan penduduk membawa dampak terhadap tata kelola bidang agro secara keseluruhan. Program swasembada pangan masih bergantung pada luasan lahan yang tersedia. Dalam menuju swasembada pangan nasional seperti kedelai, jagung, padi, gula, semuanya masih bergantung pada luas lahan yang ada. Tanpa ada realisasi perluasan lahan, mustahil target swasembada pangan 2014 terwujud. Dalam memenuhi swasembada pangan, Indonesia masih membutuhkan lahan sekitar 3 juta Ha. Target produksi padi (GKG) pada 2014 adalah 75 juta ton dari 64 juta ton sekarang. Jagung dari 17 juta ton menjadi 29 juta ton, kedelai pada 2014 ditargetkan 2,7 juta ton. Begitu industri gula sekarang baru 2,3 juta ton ditargetkan naik menjadi 3,6 juta ton pada tahun 2014.Badan Pertahanan Nasional (BPN) yang akan mengalihkan lahan terlantar kepada Kementrian Pertanian untuk dijadikan areal pertanian, sampai detik inipun dari ratusan ribu hektar lahan terlantar tidak ada sepetak lahan pun yang dialihkan. Kemudian Kementrian Perindustrian yang membuat regulasi yang memudahkan impor pangan, membuat negara Indonesia dibanjiri produk pangan impor yang mematikan petani lokal. Belum lagi persoalan benih, sampai semester kedua tahun ini para petani menanam benih sendiri seadanya yang notabennya bukan benih unggul. Selain itu pemerintah yang masih membuka jalur impor juga menjadikan hambatan tersendiri bagi Indonesia untuk mencapai swasembada pangan. Di tambah lagi masyarakat modern sekarang ini sebagian besar lebih memilih atau lebih menyukai produk dari luar negeri, karena mengingat produk luar lebih baik kualitasnya. Faktor faktor diatas tersebut juga dapat menyebabkan para petani menjadi malas untuk berproduksi, dan untuk zaman sekarang ini hanya sedikit yang ingin menjadi petani, sehingga menambahkan daftar hambatan bagi Indonesia untuk mencapai swasembada pangan.5. KesimpulanJadi swasembada pangan adalah keadaan dimana suatu negara mampu memenuhi kebutuhannya sendiri dalam bidang pangan. Pada tahun 1980-an di Indonesia pernah mencapai swasembada pangan, walaupun itu hanya untuk swasembada beras. Namun di era reformasi seperti sekarang ini, dalam dunia perekonomian sudah tercampur oleh warna sosial politik dan faktor faktor lain sehingga membuat kebijakan swasembada pangan mulai terabaikan. Akibatnya sampai saat ini pun swasembada pangan di Indonesia masih belum tercapai. Mengapa belum tercapai, karena dilihat dari kondisi dan fakta fakta yang terjadi saat ini, seperti pemerintah yang masih membuka jalur impor. Selain itu saat ini bisa dikatakan bahwa politik anggaran pemerintah tidak memihak sektor pertanian. Tidak tercapainya swasembada pangan juga karena beberapa faktor faktor hambatan, seperti kurangnya lahan pertanian karena pembuatan gedung gedung yang lebih meluas, produk luar yang notaben nya lebih baik, benih yang kurang berkualitas, berkurangnya para petani, tidak menentunya cuaca serta harga pupuk yang semakin mahal, dan masih banyak faktor lainnya. Namun sebenarnya pada kenyataannya untuk beras sendiri sudah hampir swasembada, namun pemerintah masih saja membuka jalur impor. Menanggapi itu semua, jika Indonesia ingin swasembada pangan, saya sebagai penulis menyarankan dari pemerintahnya terlebih dahulu harus lebih memperhatikan kesejahteraan para petani. Pemerintah juga harus memperluas lahan pertanian di Indonesia. Namun, untuk mencapai swasembada bukan hanya dari pemerintah saja, tetapi masyarakat juga harus ambil membantu. Untuk masyarakatnya sendiri harus bisa mendukung produksi dalam negeri, dan jangan terlalu berpihak pada barang impor. Selain itu sebagai masyarakat Indonesia harus puas dengan kualitas produk sendiri, ini juga bisa dijadikan untuk kesejahteraan petani. Sebagai masyarakat kita harus selalu mendukung, mengkoreksi, dan membenahi produksi dalam negeri sendiri.