Kebijakan Pemerintah Pengendalian Pencemaran_Asdep MPJ
-
Upload
teguhcemenk84 -
Category
Documents
-
view
25 -
download
2
description
Transcript of Kebijakan Pemerintah Pengendalian Pencemaran_Asdep MPJ
Pembinaan Teknis Peningkatan Pengelolaan Lingkungan Industri Manufaktur, Prasarana dan Jasa PROPER 2014
Jakarta, 18 Pebruari 2014
Disampaikan oleh: Asisten Deputi Pengendalian Pencemaran Manufaktur, Prasarana dan Jasa
Permasalahan Pencemaran Lingkungan
• Pertumbuhan di sektor-sektor transportasi, industri, pembangit tenaga listrik, rumah tangga memberikan kontribusi pencemaran baik pencemaran air atau udara terutama di kota-kota besar dan kawasan terbangun.
• Masih digunakannya bahan bakar kurang ramah lingkungan seperti bahan bakar minyak atau batu bara dengan kadar sulfur tinggi dan solar yang mengandung sulfur tinggi.
• Belum semua industri taat terhadap peraturan di bidang pengendalian pencemaran air dan udara.
• Belum semua industri memasang alat pengendali pencemaran air (IPAL)
atau alat pengendali pencemaran udara untuk meminimalkan.
• Data mutu air sungai di 30 provinsi menunjukkan terjadinya pencemaran. • 70% air tanah dan 75 % air permukaan kondisinya sudah tercemar.
KONDISI MUTU AIR BEBERAPA SUNGAI
DI PULAU JAWA
Sungai Provinsi Jumlah Titik
Pantau
Status Mutu
Kali Angke Banten 6 Cemar sedang – Cemar
Berat
Ciliwung DKI Jakart 15 Cemar ringan – Cemar
Berat
Citarum Jawa Barat 6 Cemar Sedang – Cemar
Berat
Progo Jawa Tengah 6 Cemar Sedang
Progo DIY 6 Cemar Berat
Brantas Jawa Timurr 18 Cemar Sedang – Cemar
Berat
DASAR KEBIJAKAN PENGENDALIAN
PENCEMARAN LINGKUNGAN
Undang Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 Tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 Tentang
Pengendalian Pencemaran Udara
Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
Peraturan Pelaksanaan
(Kepmen LH, Permen LH, KepKa Bapedal)
UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN
LINGKUNGAN HIDUP (UU PPLH)
• Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup. (Pasal 13 ayat (1) UU PPLH)
• Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pencegahan b. penanggulangan; dan c. pemulihan. (Pasal 13 ayat (2) UU PPLH) • Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan kewenangan, peran, dan tanggung jawab masing-masing. (Pasal 13 ayat (3) UU PPLH)
“Pengendalian” berdasar UU No.32/2009
PEN
GEN
DA
LIA
N Pencegahan
Penanggulangan
Pemulihan
1. KLHS
2. Tata Ruang
3. Baku Mutu LH
4. Kriteria Baku Kerusakan LH
5. Amdal
6. UKL-UPL
7. Perizinan
8. Instrumen Ekonomi LH
9. Peraturan PUU berbasis LH
10. Anggaran berbasis LH
11. Analisis Resiko LH
12. Audit Lingkungan
13. Instrumen lain sesuai perkembangan Ilmu
Pengetahuan
a. Pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau
kerusakan LH kepada Masyarakat.
b. Pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan LH
c. Penghentian sumber pencemar dan/atau kerusakan LH
d. Cara lain sesuai perkembangan Ilmu Pengetahuan
a. Penghentian sumber pencemar dan pembersihan
unsur pencemar;
b. Remediasi;
c. Rehabilitasi;
d. Restorasi;
e. Cara lain sesuai perkembangan Ilmu Pengetahuan
BAKU MUTU LINGKUNGAN HIDUP
• Penentuan terjadinya pencemaran lingkungan hidup diukur melalui baku mutu lingkungan hidup
Pasal 20 ayat (1), UU PPLH
• Setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbah ke media lingkungan hidup dengan persyaratan
a. memenuhi baku mutu lingkungan hidup; dan
b. mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 20 ayat (3)
BAKU MUTU AIR LIMBAH
• Baku mutu air Iimbah nasional ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan memperhatikan saran masukan dari instansi terkait.
Pasal 21 ayat (1), PP. 82/2001 PKA & PPA
• Baku mutu air Iimbah daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi dengan ketentuan sama atau lebih ketat dari baku mutu air Iimbah nasional sebagaiimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 22 ayat (2), PP. 82/2001 PKA & PPA
PERSYARATAN PEMANFAATAN DAN PEMBUANGAN AIR LIMBAH
Pemanfaatan Air Limbah Pembuangan Air Limbah
Setiap penanggung jawab usaha dan
atau kegiatan wajib menyampaikan
laporan tentang penataan persyaratan
izin aplikasi air limbah pada tanah
Ayat (1)
Pasal 34 ayat (1), PP.82/2001 PP AIR
Setiap penanggung jawab usaha dan
atau kegitan wajib menyampaikan
laporan tentang penaatan persyaratan
izin pembuangan air Iimbah ke air atau
sumber air.
Pasal 34 ayat (2), PP. 82/2001 PP AIR
Setiap usaha dan atau kegiatan yang
akan memanfaatkan air Iimbah ke tanah
untuk aplikasi pada tanah wajib
mendapat izin tertulis dari Bupat /
Walikota
Pasal 35 ayat (1), PP. 82/2001 PP AIR
Setiap usaha dan kegiatan yang akan
membuang air limbah ke air atau
sumber air wajib mendapatkan izin
tertulis dari Bupati / Walikota.
Pasal 35 ayat (1), PP. 82/2001 PP AIR
Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan atau pihak ketiga yang ditunjuk
untuk melakukan penanggulangan pencemaran air dan pemulihan kualitas air,
wajib menyaimpaikan laporannya kepada Bupati / Walikota / Menteri.
Pasal 29, PP. 82/2001 PP AIR
PERIZINAN PEMBUANGAN AIR LIMBAH
Dalam persyaratan izin Pembuangan air Iimbah waiib dicantumkan
a. kewajiban untuk mengelola Iimbah;
b. persyaratan mutu dan kuantitas air limbah yang boleh dibuang ke media
lingkungan ;
c. persyaratan cara pembuangan air limbah ;
d. persyaratan untuk mengadakan sarana dan prosedur penanggulamgan keadaan
darurat ;
e. persyaratan untuk melakukan pemantauan mutu dan debit air limbah ;
f. persyaratan lain yang ditentukan oleh hasil pemeriksaan analisis mengenai
dampak lingkungan yang erat kaitannya dengan pengendalian pencemaran air
bagi usaha dan atau kegiatan yang wajib melaksanakan analisis mengenai
dampak lingkungan;
g. larangan pembuangan secara sekaligus dalam satu atau pelepasan
dadakan/sesaat;
h. larangan untuk melakukan pengenceran air limbah dalam upaya penataan batas
kadar yang diperyaratkan;
i. kewajiban melakukan swapantau dan kewajiban untuk melaporkan hasil
swapantau.
Pasal 35 ayat (2), PP. 82/2001 PK AIR & PP AIR
Wewenang Pemerintahan Dalam Pengelolaan Kualitas Air
1 Pemerintah pengelolaan kualitas air lintas propinsi; lintas batas negara; dapat memerintahkan pemda
2 Pemerintah Propinsi mengkoordinasikan pengelolaan kualitas air lintas Kabupaten / Kota.
3 Pemerintah Kabupaten / Kota melakukan pengelolaan kualitas air di Kabupaten / Kota.
menyusun rencana pendayagunaan air
potensi pemanfaatan/
penggunaan air, pencadangan air
memperhatikan fungsi ekonomis dan ekologis, nilai-nilai agama serta
adat istiadat
Kewenangan dalam Pengendalian Pencemaran (Pasal 20 PP PKA & PPA)
a. menetapkan daya tampung beban pencemaran;
b. melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar;
c. menetapkan persyaratan air Iimbah untuk aplikasi pada tanah;
d. menetapkan persyaratan pembuangan air Iimbah ke air atau sumber air;
e. memantau kualitas air pada sumber air; dan
f. memantau faktor lain yang menyebabkan perubahan mutu air.
BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK
Kepala instansi yang bertanggung
jawab menetapkan baku mutu emisi
sumber tidak bergerak dan ambang
batas emisi gas buang kendaraan
bermotor tipe baru dan kendaraan
bermotor lama.
Pasal 8 ayat (1), PP. 41/1999
Baku mutu emisi sumber tidak bergerak
dan ambang batas emisi gas buang kendaraan
bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan mempertimbangkan
parameter dominan dan kritis, kualitas bahan
bakar dan bahan baku, serta teknologi yang ada.
Pasal 8 ayat (2), PP.41/1999 PP UDARA
Baku mutu emisi sumber tidak bergerak dan ambang batas emisi gas buang kendaraan
bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditinjau kembali setelah 5 (lima)
tahun.
Pasal 8 ayat (3), PP.41/1999 PP UDARA
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang mengeluarkan emisi
dan/atau baku tingkat gangguan ke udara ambien wajib:
a. menaati baku mutu udara ambien, baku mutu emisi, dan baku tingkat gangguan yang
ditetapkan untuk usaha dan/atau kegiatan yang dilakukan;
b. melakukan pencegahan dan/atau penanggulangan pencemaran udara yang
diakibatkan oleh usaha dan/atau kegiatan yang dilakukannya;
c. memberikan informasi yang benar dan akurat kepada masyarakat dalam rangka
upaya pengendalia pengendalian pencemaran udara dalam lingkup usaha dan/atau
kegiatannya
Pasal 21, PP. 41/1999 PP UDARA
1. Kepmen LH No. 13 Tahun 1995 tentang Baku
Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak
Pasal 2 ayat (1)
Baku mutu emisi sumber tidak bergerak untuk
jenis kegiatan :
a. Industri besi dan baja sebagaimana tersebut
dalam Lampiran IA dan Lampiran IB;
b. Industri pulp and paper sebagaimana tersebut
dalam Lampiran IIA dan Lampiran IIB;
c. Pembangkit listrik tenaga uap berbahan bakar
batubara sebagaimana tersebut dalam
Lampiran IIIA dan Lampiran IIIB
d. Industri semen sebagaimana tersebut dalam
Lampiran IVA dan Lampiran IVB
Pasal 7 ayat (1) :
Setiap penanggungjawab jenis kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. membuat cerobong emisi yang dilengkapi
dengan sarana pendukung dan alat pengaman;
b. memasang alat ukur pemantauan yang meliputi
kadar dan laju alir volume untuk setiap cerobong
emisi yang tersedia serta alat ukur arah dan
kecepatan angin;
c. melakukan pencatatan harian hasil emisi yang
dikeluarkan dari setiap cerobong emisi;
d. menyampaikan laporan hasil pemeriksaan
sebagaimana dimaksud dalam huruf © kepada
Gubernur dengan tembusan kepada Kepala
badan sekurang-kurangnya sekali dalam 3 (tiga)
bulan;
e. melaporkan kepada Gubernur serta Kepala
Badan apabila ada kejadian tidak normal
dan/atau dalam keadaan darurat yang
mengakibatkan baku mutu emisi dilampaui
Pasal 3 ayat (2)
Selama baku mutu emisi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) belum ditetapkan, maka jenis
kegiatan di luar jenis kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berlaku baku
mutu emisi sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran V Keputusan ini.
Peraturan Menteri Negara LH Nomor 07 Tahun 2007
Tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak
Bagi Ketel Uap
Ketel uap adalah sebuah alat penghasil panas yang menggunakan bahan baku air atau minyak yang dipanaskan dengan bahan biomassa, minyak, batubara, dan/atau gas.
Bahan bakar biomassa adalah bahan bakaryang berasal dari tumbuhan atau bagian-bagiannya yaitu bunga, biji, buah, daun, ranting, batang, dan/atau akar termasuk tanaman yang dihasilkan oleh kegiatan pertanian, perkebunan, dan/atau hutan tanaman.
Ampas adalah limbah padat yang dihasilkan dari proses pemerahan tebu di stasiun gilingan pada pabrik gula.
Serabut adalah limbah padat yang dihasilkan dari proses pengepresan buah sawit di industri minyak sawit (crude palm oil).
Cangkang adalah kulit inti sawit (kernel) yang dihasilkan dari proses pemisahan kernel sawit di industri minyak sawit.
Pasal 2
(1) Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Ketel Uap meliputi
Ketel Uap yang menggunakan bahan bakar:
a. biomassa berupa serabut dan/atau cangkang;
b. biomassa berupa ampas dan/atau daun tebu kering;
c. biomassa selain yang disebutkan dalam huruf a dan b;
d. batubara;
e. minyak;
f. gas; dan
g. gabungan.
(2) Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Ketel Uap dalam
Peraturan Menteri ini tidak berlaku untuk industri besi dan baja,
industri pulp dan kertas, industri semen, pembangkit listrik
tenaga uap, industri pupuk, dan usaha dan/atau kegiatan minyak
dan gas bumi.
Peraturan Menteri Negara LH Nomor 07 Tahun 2007
Tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi
Ketel Uap
Strategi Pengendalian
Pencemaran Udara
Meningkatkan kualitas lingkungan melalui penurunan beban
pencemar yang masuk ke lingkungan dari sumbernya dengan:
a. mendorong penaatan sumber pencemar memenuhi baku mutu
lingkungan.
b. mendorong penggunaan bahan baku (termasuk bahan bakar)
yang ramah lingkungan.
Menyediakan peraturan perundangan undangan pengendalian
pencemaran;
Meningkatkan kualitas SDM dalam pengendalian pencemaran;
Meningkatkan pemahaman dan aksesibilitas masyarakat terhadap
informasi pengendalian pencemaran lingkungan; dan
AMDAL
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang
berdampak penting terhadap lingkungan
hidup wajib memiliki amdal.
Pasal 22 ayat (1), UU PPLH
Kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak
penting yang wajib dilangkapi dengan amdal
terdiri atas:
a. pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
b. eksploitasi sumber daya alam, baik yang
terbarukan maupun yang tidak terbarukan;
c. proses dan kegiatan yang secara potensial dapat
menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup serta pemborosan dan
kemerosotan sumber daya alam dalam
pemanfaatannya;
d. proses dan kegiatan yang hasilnya akan
mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan
buatan, serta lingkungan sosial dan budaya:
e. proses dan kegiatan yang hasilnya akan
mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi
sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar
budaya:
f. introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, dan
jasad renik;
g. pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan
nonhayati;
h. kegiatan yang mempengaruhi risiko tinggi dan/atau
mempengaruhi pertahanan negara; dan/atau
i. penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai
potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan
hidup.
Pasal 23 ayat (1), UU PPLH
Dampak penting ditentukan berdasarkan
kriteria:
a. besarnya jumlah penduduk yang akan
terkena dampak rencana usaha dan/atau
kegiatan;
b. luas wilayah penyebaran dampak;
c. intensitas dan lamanya dampak
berlangsung;
d. banyaknya komponen lingkungan hidup lain
yang akan terkena dampak;
e. sifat kumulatif dampak;
f. berbalik atau tidak berbaliknya dampak;
dan/atau
g. kriteria lain sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pasal 22 ayat (2), UU PPLH
Pasal 23 ayat (2) UU PPLH Kegiatan yang wajib dilengkapi dengan amdal diatur
dengan peraturan Menteri.
Pasal 28 ayat (1), UU PPLH Penyusun amdal wajib memiliki sertifikat
kompetensi penyusun amdal.
Pasal 34 ayat (1), UU PPLH Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk
dalam kriteria wajib amdal wajib memiliki UKL-UPL
Pasal 34 ayat (2), UU PPLH Gubernur atau bupati/walikota menetapkan jenis
usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi
dengan UKL-UPL
Pasal 35, UU PPLH Usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi
UKL-UPL wajib membuat surat pernyataan
kesanggupan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup.
Pasal 36 ayat (1), UU PPLH Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki
amdal atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan
Pasal 36 ayat (2), UU PPLH.
Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 31 atau rekomendasi UKL-UPL
PROPER Sebagai Tool Pengawasan
• “PROKASIH” : Program Kali Bersih
1990
•PROPER PROKASIH: khusus pengendalian pencemaran air
1995 • PROPER :
pengendalian pencemaran air, pengendalian pencemaran udara, pengelolaan limbah B3
2002 - 2009 2010 <
PROPER harus mampu mencerminka
n kinerja pengelolaan lingkungan sebenarnya
1995 – 2002 - 2010
PROPER • PROPER atau Program Penilaian Peringkat
Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah program penilaian terhadap upaya penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dalam mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, serta pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun.
• Dilakukan melalui mekanisme pengawasan yang hasilnya berupa pemberian insentif atau disinsentif kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan (peringkat warna).
PESERTA PROPER
Kriteria Industri Peserta PROPER:
1) wajib Amdal/UKL-UPL;
2) produk Ekspor;
3) terdaftar dalam pasar bursa;
4) menjadi perhatian masyarakat, baik dalam lingkup regional maupun nasional;
5) skala kegiatan berdampak terhadap lingkungan; dan/atau
6) sukarela menjadi peserta PROPER.
PERINGKAT PROPER
sengaja melakukan perbuatan atau melakukan kelalaian yang mengakibatkan pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan serta pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan atau tidak melaksanakan sanksi administrasi
upaya pengelolaan lingkungan hidup dilakukannya tidak sesuai dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan
telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan sesuai dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan
melakukan pengelolaan lingkungan lebih dari yang dipersyaratkan dalam peraturan (beyond compliance) melalui pelaksanaan sistem manajemen lingkungan, pemanfaatan sumberdaya secara efisien dan melakukan upaya pemberdayaan masyarakat dengan baik
secara konsisten menunjukkan keunggulan lingkungan (environmental excellency) dalam proses produksi dan/atau jasa, melaksanakan bisnis yang beretika dan bertanggung jawab terhadap masyarakat
Emas
Hijau
Biru
Merah
Hitam
TAHAPAN PENILAIAN PROPER 2013
PENILAIAN PENAATAN
IZIN LINGKUNGAN
PP AIR
PP UDARA PLB3
KERUSAKAN
LAHAN
SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN
EFISIENSI SUMBER DAYA
PENGEMBANGAN MASYARAKAT
DOKUMEN RINGKASAN KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN
Nilai Penaatan “Taat” atau “100%”;
potensi kerusakan lahan peringkat biru.
Housekeeping baik;
Tidak ada konflik dengan masyarakat
Kemudahan akses data
Tidak dalam penyelesaian sanksi
PENILAIAN PENAATAN PENAPISAN HIJAU PENILAIAN HIJAU-EMAS 1 2 3
Susunan Tim Inspeksi PROPER
Subyek Pengawasan
Susunan Tim Pengawas
Industri yang diawasi KLH
Petugas PROPER KLH: 1 orang pengawasan aspek air dan udara; 1 orang pengawasan aspek pengelolaan LB3; 1 orang Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup kabupaten/kota.
Industri yang diawasi oleh provinsi
Petugas PROPER provinsi: 1 orang pengawasan aspek air dan udara; 1 orang pengawasan aspek pengelolaan LB3; 1 orang pejabat pengawas lingkungan hidup kabupaten/kota.
Lampiran I Pengumuman dan Tindak Lanjut
• Penyusunan Keputusan Menteri, Penyampaian
Keputusan Menteri;
• Penyusunan Bahan Pengumuman PROPER dan
Pengumuman PROPER
• TINDAK LANJUT:
– Sanksi Administrasi bagi Industri berperingkat Merah;
– Reevaluasi kinerja untuk perbaikan peringkat dari
Merah ke biru
– Penegakkan hukum bagi industri berperingkat hitam;
Assisten Deputi Pengendalian Pencemaran Manufaktur, Prasarana dan Jasa Gedung B Lantai 5 Kementerian Lingkungan Hidup Jl. D.I. Panjaitan Kav 24 Jakarta 13410 Telp: 62-21-85906677 | Fax : 62-21-85906677