KEBIJAKAN FISKAL MELALUI REFORMULASI DAK … Bambang Juanda.pdf · KEBIJAKAN FISKAL MELALUI...

20
1 KEBIJAKAN FISKAL MELALUI REFORMULASI DAK PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL UNTUK PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR Bambang Juanda Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor [email protected] Ina Marlina Alumni Jurusan IESP Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor [email protected] Abstract The purpose of this study is to investigate the effectiveness of DAKallocation reformulation for infrastructure development in Indonesia, and to assess the policy implications of the research results. The formula and indicators of DAK-MSS (MinimumServiceStandards)are based on Focus Group Discussion at the center government and in 5 provinces, and data from a questionnaire sent by email to 33 provinces and 2 regencies/cities for each selected province. The DAK-MSS formula had been simulated for infrastructure development in education and health sectors, because data onMSS achievement in public works sector is not yet available. While the short-term alternative formula (based on law 33/2004) using a sequence of technical criteria first, then specific criteria, and general criteria. The DAK calculation results of the two alternatives are analyzed and compared to the results of existing DAK formula. The results show that the reformulation of DAK allocation mechanisms produce more DAK receiver regions and it is appropriate with national priorities, and also very helpful for regions that still provide the services below MSS.

Transcript of KEBIJAKAN FISKAL MELALUI REFORMULASI DAK … Bambang Juanda.pdf · KEBIJAKAN FISKAL MELALUI...

1

KEBIJAKAN FISKAL MELALUI REFORMULASI DAK PENCAPAIAN STANDAR

PELAYANAN MINIMAL UNTUK PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR

Bambang Juanda

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

[email protected]

Ina Marlina

Alumni Jurusan IESP Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

[email protected]

Abstract

The purpose of this study is to investigate the effectiveness of DAKallocation

reformulation for infrastructure development in Indonesia, and to assess the policy

implications of the research results.

The formula and indicators of DAK-MSS (MinimumServiceStandards)are based on

Focus Group Discussion at the center government and in 5 provinces, and data from a

questionnaire sent by email to 33 provinces and 2 regencies/cities for each selected province.

The DAK-MSS formula had been simulated for infrastructure development in education and

health sectors, because data onMSS achievement in public works sector is not yet available.

While the short-term alternative formula (based on law 33/2004) using a sequence of

technical criteria first, then specific criteria, and general criteria. The DAK calculation results

of the two alternatives are analyzed and compared to the results of existing DAK formula.

The results show that the reformulation of DAK allocation mechanisms produce

more DAK receiver regions and it is appropriate with national priorities, and also very

helpful for regions that still provide the services below MSS.

2

The reformulation of DAK allocation mechanism will contribute towards the

infrastructure provision in Indonesia, especially to connect economic activity among regions.

In addition, this condition will affect the development ofindustry, and also affect the welfare

of society, because each region will provide the services, minimum based on the service

standards that have been determined by the center government, called MSS.

Keyword : Fiscal, reformulation, DAK, SPM, infrastructure

Abstrak

Tujuan studi ini adalah mengkaji efektivitas reformulasi pengalokasian DAK untuk

pengembangan infrastruktur di Indonesia,serta mengkaji implikasi kebijakan dari hasil penelitian.

Formula dan indikator DAK-SPM diperoleh dari hasil FGD di pusat dan FGD di 5 provinsi,

serta data dari kuesioner yang dikirim melalui email ke 33 provinsi dan 2 kabupaten/kota untuk

masing-masing provinsi. Formula DAK-SPM ini sudah disimulasikan untuk pengembangan

infrastruktur di bidang Pendidikan dan Kesehatan, karena data pencapaian SPM di bidang pekerjaan

umum belum tersedia. Sedangkan formula alternatif jangka pendek (berdasarkan UU 33/2004)

menggunakan urutan kriteria teknis dulu, kemudian kriteria khusus, dan kriteria umum. Hasil

perhitungan DAK kedua formula alternatif tersebut dianalisis dan dibandingkan dengan hasil DAK

existing

Hasil penelitian menunjukkan bahwa reformulasi mekanisme pengalokasian DAK

menghasilkan daerah penerima lebih banyak dan sesuai prioritas nasional serta sangat membantu

daerah-daerah yang memberikan pelayanannya masih dibawah SPM.

Reformulasi mekanisme pengalokasian DAK akan berdampak terhadap penyediaan

infrastruktur di Indonesia, terutama untuk menghubungkan aktivitas ekonomi antar daerah. Kondisi

tersebut selain akan berpengaruh terhadap perkembangan industri juga akan berpengaruh terhadap

kesejahteraan masyarakat, karena tiap daerah akan menyediakan pelayanan, minimal pada standar

pelayanan yang sudah ditentukan oleh pusat, yaitu SPM.

Kata kunci : Fiskal, reformulasi, DAK, SPM, infrastruktur

3

Pendahuluan

Dalam beberapa tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia dari tahun ke tahun

cenderung menurun. Ekonomi Indonesia pada Triwulan II-2015 tumbuh 4.67 % melambat

dibanding capaian pada Triwulan II-2014 yang tumbuh 5.03 % ( BPS, 2015). Sementara itu,

harapan bahwa ekonomi Indonesia akan tumbuh di atas tahun sebelumnya kemungkinan

cukup sulit karenapertumbuhan ekonomi Indonesia pada Triwulan II-2015 juga lebih rendah

dibandingkan pada Triwulan I-2015 yang hanya mampu mencapai 4.72 %.

Pertumbuhan ekonomi yang cenderung melambat tersebut merupakan xsebuah

tantangan bagi Indonesia dalam menemukan solusi agar dapat meningkatkan kembali

pertumbuhan ekonominya.Salah satunya adalah dengan mengembangkan sektor industri

manufaktur yang menjadi penggerak utama perekonomian Indonesia. Sektor industri

manufaktur merupakan sektor utama perekenomian Indonesia karena dalam beberapa tahun

terakhir sektor tersebut memiliki kotribusi yang cukup besar terhadap struktur PDB

Indonesia.

Berdasarkan Gambar 1, dapat dilihat bahwa selama beberapa tahun terakhir sektor

Industri Manufaktur memiliki kontribusi terhadap PDB yang sangat tinggi dibandingkan

sektor-sektor lainnya, akan tetapi dapat dilihat juga bahwadari tahun ke tahun kontribusinya

cenderung semakin menurun.

Sumber : BPS 2015 (diolah)

Gambar 1Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Triwulanan Atas Dasar Harga Berlaku

Menurut Lapangan Usaha, 2010-2014 (Persen)

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

2010 2011 2012 2013 2014

DIS

TRIB

USI

PER

SEN

TASE

P

DB

TR

IWU

LAN

AN

AD

HB

TAHUN

PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHU

TANAN PERIKANANPERTAMBANGAN DAN

PENGGALIANINDUSTRI MANUFAKTUR

LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH

B A N G U N A N

PERDAGANGAN, HOTEL DAN

RESTORANPENGANGKUTAN DAN

KOMUNIKASIKEUANGAN, PERSEWAAN &

JASA PERSH.JASA - JASA

4

Salahsatu hambatan utama dalam perkembangan industri Indonesia

adalahketersediaan infrastruktur.Ghosh dan De (2005) menunjukkan dalam penelitiannya di

negara-negara Asia Selatan bahwa infrastruktur memiliki peran yang sangat penting bagi

perkembangan aktivitas ekonomi. Penyediaan infrastruktur yang baik akan menunjang

peningkatan output dan pada akhirnya akan menurunkan kesenjangan wilayah (Sary, 2012).

Dampak lebih jauhnya, peningkatan penyediaan infrastruktur (jalan dan listrik) akan

memiliki efek multiplier yang lebih besar terhadap laju pertumbuhan ekonomi dan

kesempatan kerja di tingkat ekonomi makro (Delis, 2008). Oleh karena itu, ketika sektor

indutri Indonesia diharapkan tumbuh dan berkembang maka harus didukung pula dengan

ketersediaan infrastruktur yang memadai. Penyediaan infrastruktur yang memadai ini dapat

dicapai, salah satunya melalui kebijakan Dana Alokasi Khusus (DAK).

DAK atau spesific grant merupakan salah satu bentuk transfer ke daerah untuk

mendanai kegiatan khusus (Shah, 2006). Kegiatan khusus yang dimaksud adalah kegiatan

yang merupakan urusan pemerintah daerah dan sesuai dengan prioritas nasional yang

digunakan untuk membiayai investasi pengadaan dan/atau peningkatan dan/atau perbaikan

prasarana dan sarana fisik. Selain perannya dalam penyediaan infrastruktur, karena sifatnya

yang spesific yaitu penggunaan dana tersebut sudah ditentukan dan diarahkan oleh

pemerintah pusat, DAK juga dapat dijadikan sebagai instrumen yang dapat digunakan untuk

membantu mewujudkan akselerasi pertumbuhan dan pemerataan pembangunan di

Indonesia.Akselerasi pertumbuhan dapat dicapai karena DAK merupakan pembangunan

sarana fisik yang sifatnya investasi jangka panjang (misalnya jalan, energi, air minum dan

sanitasi, kesehatan) sehingga akan berdampak tidak hanya terhadap kesejahteraan masyarakat

tetapi juga terhadap sektor-sektor perekonomian, salah satunya sektor industri manufaktur.

Selain akselerasi pertumbuhan, pemerataan pembangunan juga perlu untuk dicapai

karena ketimpangan pendapatan yang cenderung meningkat dalam beberapa tahun terakhir

5

akan menjadi kendala bagi akselerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia (tentunya tidak

diharapkan bahwa pertumbuhan yang tinggi nantinya akan diikuti pula oleh ketimpangan

yang tinggi). Pemerataan pembangunan dapat dicapai karena DAK diprioritaskan untuk

daerah-daerah miskin yang memiliki kebutuhan yang sangat tinggi terhadap pembangunan

sehingga diharapkan DAK tersebut akan menghasilkan pemerataan.

Selain infrastruktur, pengembangan industri juga perlu didukung dengan adanya

demandterhadapprodukindustridari masyarakat. Sementara itu, demanddari masyarakat akan

terbentuk manakala masyarakat itu mampu (memiliki pendapatan/sejahtera). Agar

masyarakat mampu maka infrastruktur harus tersedia dan memadai untuk memudahkan

segala aktivitas dan kebutuhan masyarakat. Ketersediaan infrastuktur yang baik akan

mendorong investor untuk menanamkan modalnya karena infrastruktur merupakan salah satu

pertimbangan dalam keputusan berinvestasi (Straub et al. 2008). Dengan meningkatnya aliran

modal maka diharapkan akan berkontribusi terhadap industri Indonesia.

Kebijakan alokasi DAK sudah diterapkan lebih dari 15 tahun di Indonesia akan tetapi

dalam implementasinya terdapat beberapa masalah terutama yang berkaitan dengan masalah

administrasi, penyaluran, dan pelaksanaannya (Juanda dalam Kemenkeu, 2014), diantaranya:

a. Perkembangan penyerapan DAK di beberapa daerah masih lambat disebabkan adanya

mistargetting penetapan daerah penerima DAK atau karena ketidakjelasan dari petunjuk

teknis kegiatan DAK, yang sering berubah tiap tahun.

b. Kegiatan DAK lebih diutamakan untuk kegiatan fisik saja (sejalan dengan UU

No.33/2004 dan PP 55/2005). Dalam pelaksanaannya, peraturan ini mempersulit

penyaluran dan pemanfaatan DAK di daerah karena terdapat beberapa program non-fisik

yang masih sangat dibutuhkan di daerah.

c. DAK tidak sesuai dengan yang dibutuhkan oleh daerah karena mekanisme alokasi DAK

yang bersifat top-down .

6

d. Alokasi DAK dengan menggunakan formula saat ini seringkali tidak menyentuh daerah

prioritas (secara teknis) karena kemampuan keuangan daerah (KKD) tinggi atau tidak

memiliki karakteristik wilayah. Misalnya adalah daerah-daerah prioritas dalam

pembangunan irigasi tahun 2015-2019 dalam rangka membangun swasembada pangan

tahun 2017 terdiri dari 11 Provinsi berdasarkan arahan Kementerian PU dan Kementerian

Pertanian. Namun, karena kriteria yang digunakan saat ini, dua provinsi yang menjadi

daerah prioritas tersebut tidak mendapat alokasi DAK di bidang irigasi karena secara

fiskal tidak layak yaitu Jawa Barat dan Kalimantan Timur.

e. Kegiatan DAK di bidang pendidikan yang ditujukan untuk kegiatan fisik saja kurang

sesuai dengan target Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang harus dicapai oleh

pemerintah daerah yang umumnya lebih membutuhkan pada peningkatan sumber daya

dan kualitas pengajaran.

f. Beberapa daerah yang konektivitasnya sangat rendah dan sangat membutuhkan DAK

bidang jalan, sering mendapat DAK yang kurang memadai karena indikator teknis yang

digunakan adalah persentasi jalan yang tidak mantap (tidak baik).

Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan di atas perlu dilakukan reformulasi

terhadap mekanisme pengalokasian DAK saat ini agar dapat mendorong akselerasi

pertumbuhan ekonomi dan mengurangi ketimpangan di Indonesia. Dalam jangka panjang,

reformulasi DAK dilakukan dengan merevisi UU No.33/2004, dimana pada revisi tersebut

tujuan pemberian DAK diberikan untuk mendanai kegiatan khusus :

1. Kegiatan dalam rangka mendorong pencapaian SPM pelayanan dasar pendidikan,

kesehatan, dan/atau infrastruktur jalan, jembatan, sanitasi, irigasi, dan air minum

2. Kegiatan dalam rangka pencapaian prioritas nasional

3. Kegiatan dalam rangka kebijakan tertentu yang ditetapkan dalam peraturan

perundang-undangan

7

Pada Pasal 41 draf XX revisi UU No. 33 Tahun 2004, pemerintah berencana

mendorong pencapaian SPM melalui kebijakan fiskal. Rencana ini kemudian mengusulkan

penggunaan DAK yang di prioritaskan untuk mendanai pencapaian SPM (DAK-SPM).

DAK-SPM ini digunakan untuk mencapai SPM pelayanan dasar di daerah. Selain itu, DAK-

SPM dapat digunakan untuk kegiatan fisik dan non fisik sehingga memberikan fleksibilitas

kepada daerah untuk mengatur sendiri kebutuhannya, kemudian DAK-SPM bersifat

performance based dimana berorientasi pada tujuan (outputatau outcome). DAK-SPM ini

ditujukan untuk membiayai SPM pada tiga pelayanan dasar, yaitu pendidikan, kesehatan, dan

pekerjaan umum.

Pada pelaksanaannya, merevisi undang-undang bukanlah suatu perkara yang mudah

karena membutuhkan proses dan waktu yang lama. Oleh karena itu, dalam jangka pendek

reformulasi tersebut dilakukan dengan tetap menggunakan UU No.33/2004 akan tetapi urutan

kriteria penentuan daerah penerimanya dibalik menjadi kriteria teknis, kriteria khusus, dan

terakhir adalah kriteria umum. Dengan mekanisme formula seperti ini maka DAK akan tetap

teralokasikan ke daerah dengan KKD yang rendah dan juga daerah-daerah yang menjadi

prioritas secara teknis.

Kebijakan reformulasi DAK ini tidak hanya akan berpengaruh terhadap sektor

industri saja, tetapi juga terhadap sektor-sektor lainnya karena infrastruktur yang baik akan

berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat misalnya melalui pembangunan di bidang

pendidikan dan kesehatan juga. Pada akhirnya, penyediaan infrastruktur ini tidak hanya akan

membantu pengembangan industri Indonesia akan tetapi juga sektor-sektor lainnya

sehinggapercepatan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih cepat tercapai.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, tujuan dari penelitian

ini yaitu:

8

1. Mengkaji efektivitas reformulasi pengalokasian DAKuntuk pengembangan

infrastruktur di Indonesiayang dibandingkan dengan formula existing (yang berlaku

sekarang). Ada dua alternatif formulasi DAK, yaitu DAK-SPM berdasarkan

Revisi UU No.33/2004 (jangka panjang) dan DAK berdasarkan UU

No.33/2004(jangka pendek) dengan urutan kriteria teknis lebih dulu kemudian

kriteria khusus dan kriteria umum.

2. Mengkaji implikasi kebijakan dari hasil penelitian.

Metode Penelitian

Reformulasi Jangka Pendek

Perbedaan antara formula existing dan alternatif jangka pendek (masih menggunakan

UU 33/2004) terdapat pada urutan kriteria dalam penentuan alokasi DAK. Pada formula

existing menggunakan urutan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis, sedangkan

pada formula alternatif jangka pendek menggunakan urutan kriteria teknis, khusus, dan yang

terakhir kriteria umum. Penghitungan alokasi DAK tersebut menggunakan Microsfot Excel

2010. Selanjutnya, hasil perhitungan DAK formula alternatif tersebut dianalisis dan

dibandingkan dengan hasil DAK existing.

o Penentuan Daerah Penerima

Berikut merupakan kriteria kondisi daerah yang layak menerima DAK berdasarkan

formula alternatif, yaitu:

Daerah yang memiliki indeks teknis(IT) sedang atau tinggi, layak menerima DAK apapun

kondisi wilayahnya kecuali daerah yang memiliki Indeks Fiskal Neto (IFN) yang tinggi.

Daerah dengan IFN yang tinggi dipastikan tidak akan mendapat alokasi DAK karena

sudah termasuk ke dalam kelompok daerah yang kaya.

9

1) IT Rendah IT ≤ α

2) IT Sedang α < IT ≤ β

3) IT Tinggi IT > β

Keterangan:

α = Nilai kuartil 1dari IT seluruh daerah

β = Nilai kuartil 3 dari IT seluruh daerah

Daerah yang secara teknis tidak layak menjadi layak, jika indeks kewilayahannya tinggi

yaitu IKW>1, kecuali daerah yang memiliki IFN tinggi.

Daerah dengan IT rendah dan kondisi wilayah rendah, layak menerima DAK jika memiliki

IFN rendah sekali.

1) IFN Rendah Sekali IFN ≤ 1

2) IFN Rendah 1 < IFN ≤ α1

3) IFN Sedang α1< IFN ≤ α2

4) IFN Tinggi IFN > α2

Keterangan:

α2 = Median atau rata-rata dari dua data, yaitu 1 dan IFN tertinggi

α1 = Median atau rata-ratadari dua data, yaitu1 dan α2

Beberapa kondisi daerah yang tidak layak menerima DAK berdasarkan formula alternatif

yaitu:

Daerah dengan IT < 0

Daerah dengan kondisi IFN tinggi.

o Penentuan Besaran Alokasi

Penghitungan besaran alokasi DAK formula alternatif sama dengan existing hanya

berbeda pada penghitungan bobot DAK nya.Bobot DAK yang telah dihitung tersebut

selanjutnya dikalikan dengan pagu masing-masing bidang untuk menghasilkan jumlah

10

alokasi DAK bagi suatu daerah. Jumlah total alokasi DAK bagi suatu daerah merupakan

penjumlahan dari DAK per bidang yang diperoleh daerah tersebut.

Reformulasi Jangka Panjang

Dalam jangka panjang, draft revisi UU 33/2004 membagi kegiatan khusus DAK

menjadi tiga kelompok yaitu DAK-SPM, DAK Prioritas Nasional, dan DAK kebijakan

tertentu. DAK-SPM merupakan jenis bantuan spesifik digunakan oleh pemerintah pusat

untuk pencapaian SPM, misalnya untuk bidang pelayanan pendidikan, kesehatan dan

infrastruktur. Urusan tersebut telah didesentralisasikan ke daerah, sehingga salah satu tujuan

DAK ini adalah untuk mempengaruhi pola belanja daerah agar menunjang pencapaian SPM

tersebut, misalnya penggunaan yang spesifik dan mensyaratkan dana pendamping (Juanda,

2013).DAK-SPM saat ini dikhususkan untuk mendanai tiga bidang yaitu pendidikan,

kesehatan, dan pekerjaan umum khususnya infrastruktur jalan, jembatan, sanitasi, irigasi dan

air minum.

Formula dan indikator DAK-SPM ini didapatkan berdasarkan hasil penelitian Juanda et

al.(2014) dan telah melalui FGD di Pusat dengan Kementerian Pendidikan, Kementerian

Kesehatan, Kementerian Pekerjaan Umum, KementerianDalam Negeri,

KementerianKeuangan dan Bappenas. Selain FGD dengan pusat, FGD juga dilakukan di 5

Provinsi dengan mengundang 3 Pemda di masing-masing provinsi. Disamping itu, data juga

dikumpulkan dengan instrumen kuesioner yang dikirim melalui email ke semua 33 provinsi

dan 2 kabupaten/kota untuk masing-masing provinsi. Pembahasan dan sosialisasi hasil

penelitian tersebutjuga telah dilakukan di Jakarta dengan mengundang beberapa representasi

pemerintah daerah di Indonesia, dan Tim Asistensi menteri keuangan dalam bidang

Desentralisasi Fiskal (TADF)serta representasidari Kementerian Pendidikan, Kementerian

11

Kesehatan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian

Keuangan dan Bappenas.

Juanda et al. (2013) dalam laporan penelitian mengenai mekanisme DAK untuk

pembiayaan SPM, disamping memberikan rekomendasi mekanisme penyaluran DAK-SPM,

juga memberikan gambaran umum mengenai perhitungan alokasi DAK-SPM. Formulasi

tersebut disarikan sebagai berikut.

1) Alokasi ditentukan oleh Indeks Kemampuan Keuangan Daerah (IKKD) dan Indeks

Celah Pencapaian SPM (IPSPM). Suatu daerah layak mendapatkan alokasi bila IKKD

dibawah rata-rata nasional (IKKD<1) dan IPSPM dibawah target yang ditetapkan

(IPSPM<SPM).

2) IKKD dihitung dan menggunakan rumus :

Kemampuan Keuangan Daerah (KKD) = Penerimaan Umum APBD – Belanja

PNSD

Penerimaan Umum Daerah APBD = PAD + DAU + (DBH – DBHDR)

IKKDi = 𝐾𝐾𝐷𝐷𝑎𝑒𝑟𝑎 ℎ𝑖

𝐾𝐾𝐷𝑅𝑎𝑡𝑎 −𝑟𝑎𝑡𝑎𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢 ℎ𝐷𝑎𝑒𝑟𝑎 ℎ

3) Indeks Celah Pencapaian SPM bidang ke-i ditentukan dengan menggunakan rumus :

𝐼𝐶𝑃𝑆𝑃𝑀𝑖 = 𝑤𝑖𝑗 (

𝑛 𝑖

𝑗=1

𝑆𝑃𝑀𝑖𝑗 − 𝐼𝑃𝑆𝑃𝑀𝑖𝑗 )

4) Adapun indeks DAK-SPM bidang ke-i ditentukan dengan rumus :

𝐼_𝐷𝐴𝐾𝑆𝑃𝑀𝑖 = 𝑎1(𝐼𝐾𝐾𝐷)−1 + 𝑎2𝐼𝐶𝑃𝑆𝑃𝑀𝑖

5) Penentuan alokasi DAK-SPM bidang ke-i untuk daerah ke-k adalah :

12

𝐷𝐴𝐾𝑆𝑃𝑀𝑖𝑘 =𝐼_𝐷𝐴𝐾𝑆𝑃𝑀𝑖𝑘 𝐼_𝐷𝐴𝐾𝑆𝑃𝑀𝑖𝑘𝑁𝑘=1

𝑃_𝐷𝐴𝐾𝑆𝑃𝑀𝑖

Keterangan :

SPMij : Nilai indikator SPM ke-j untuk bidang ke-i yang sudah ditetapkan oleh

Kementrian Teknis.

IPSPMij : Indeks Pencapaian SPM untuk indikator ke-j dalam bidang ke-i oleh daerah.

ICPSPMij : Indeks Celah Pencapaian SPM untuk indikator ke-j dalam bidang ke-i oleh daerah.

I_DAKSPMik : Indeks DAK-SPM bidang ke-i untuk daerah ke-k.

P_DAKSPMi : Pagu DAK-SPM untuk bidang ke-i.

wij : Bobot untuk indikator SPM ke-j untuk bidang ke-i yang sudah ditetapkan oleh

Kementrian Teknis.

a1: bobot untuk IKKD.

a2: bobot untuk IPSPMi.

ni: banyaknya indikator SPM untuk bidang ke-i yang sudah ditetapkan oleh

Kementrian Teknis.

Kedua formula alternatif tersebut (reformulasi DAK dalam jangka pendek dan DAK-

SPM dalam jangka panjang), telah disimulasikan oleh 4 mahasiswa Fakultas Ekonomi dan

Manajemen Institut Pertanian Bogor di bawah bimbingan Juandapada bulan Februari sampai

dengan Mei 2015. Reformulasi jangka pendek dibagi menjadi dua kelompok sesuai RAPBN

2015 yaitu kelompok pelayanan dasar dan kelompok non pelayanan dasar. Sementara itu,

DAK SPM terdiri dari bidang pendidikan dan kesehatan. Untuk DAK SPM bidang pekerjaan

umum belum dapat disimulasikan dikarenakan keterbatasan data yang dibutuhkan.

Proksi indikator SPM yang digunakan dalam formulasi (karena banyaknya indikator

SPM) adalah Indikator Standar Pelayanan Nasional (ISPN) yang berorientasi output-outcome.

Pemilihan indikator output-outcomekarena relatif sederhana, valid dan reliabel serta

13

memberikan fleksibilitas dalam melakukan intervensi indikator SPM mana yang

diprioritaskan untuk dicapai dan sangat terkait dengan indikator output-outcome di masing-

masing daerah.

Hasil dan Pembahasan

Hasil Alokasi DAK Reformulasi Jangka Pendek

Berdasarkan hasil penelitian tentang perhitungan alokasi DAK reformulasi jangka

pendek untuk kelompok pelayanan dasar dan untuk kelompok pelayanan non dasar,

menunjukkan bahwa secara alokasi lebih efektif karena lebih menyentuh daerah prioritas

teknis dan lebih teralokasikan sesuai dengan kebutuhan teknis daerah dan tentunya

disesuaikan dengan kondisi keuangan daerah tersebut. Jumlah daerah penerima DAK

reformulasi jangka pendek dibandingkan existing mengalami peningkatan yang sangat

signifikan, karena daerah yang pada formula existing tidak mendapat DAK, menjadi layak

(karena memiliki indeks teknis yang memenuhi meskipun secara fiskal dan kewilayahan

seharusnya tidak layak). Reformulasi jangka pendek mengalokasikan DAK dengan jumlah

daerah yang lebih banyak karena indeks teknis merupakan indikator utama penentuan alokasi

DAK ke daerah. Selain secara jumlah daerah lebih banyak, formula alternatif akan

menghasilkan alokasi DAK yang lebih efektif karena disesuaikan dengan kebutuhan teknis

dan kemampuan keuangan masing-masing daerah.

Hasil alokasi DAK formula alternatif jangka pendek menghasilkan jumlah alokasi

DAK ke sebagian besar daerah yang lebih tinggi dibandingkan existing. Hal tersebut dapat

dilihat pada Gambar 2. Garis berwarna merah yang membagi dua grafik pada Gambar 2

menunjukkan jumlah alokasi DAK untuk kabupaten atau kota tertentu yang memiliki jumlah

yang sama baik formula existing maupun forpmula alternatif. Daerah di atas garis tersebut

14

menunjukkan daerah yang menerima DAK formula alternatif yang lebih tinggi dari formula

existing, sedangkan daerah di bawah garis menunjukkan sebaliknya.

Gambar 2 Perbandingan Alokasi DAK kab/kota antara Formula Alternatif Jangka Pendek

dengan Existing

Berdasarkan gambar tersebut, formula alternatif menghasilkan alokasi DAK yang

lebih tinggi bagi 301 kabupaten/kota dan lebih rendah bagi 199kabupaten/kota. Jadi, selain

menghasilkan alokasi DAK yang lebih efektif formula baru juga mengalokasikan DAK yang

lebih tinggi dari sebelumnya terutama bagi daerah-daerah yang secara teknis dan kemampuan

keuangan layak.

Berdasarkan hasil analisis korelasi antara alokasi DAK dengan PDRB per kapita,

alokasi DAK dengan reformulasi jangka pendek memiliki korelasi yang lebih erat dan

signifikan dibandingkan formula existing. Hasil analisis korelasi tersebut dapat dilihat pada

Tabel 1.Meskipunkoefisien korelasi dengan tingkat kemiskinan (sebenarnya terlalu jauh

untuk mengkaitkan dengan kemiskinan) lebih tinggi untuk DAK existing, namun berdasarkan

distribusi alokasinya, reformulasi jangka pendek juga lebih baik dibandingkan existing karena

lebih menyentuh daerah prioritas.

0

30000

60000

90000

120000

150000

180000

0 30000 60000 90000 120000 150000 180000

DA

K A

lter

nat

if (

Rp

Ju

ta)

DAK Existing (Rp Juta)

15

No Variabel Koefisien Korelasi P-Value

1.a DAK Existing-PDRB Per Kapita -0.225 0.000

1.b DAK Reformulasi Jangka Pendek-PDRB Per Kapita -0.318 0.000

2.a DAK Existing-IPM -0.022 0.000

2.b DAK Reformulasi Jangka Pendek-IPM -0.021 0.000

3.a DAK Existing-Tingkat Kemiskinan 0.471 0.000

3.b DAK Reformulasi Jangka Pendek-Tingkat Kemiskinan 0.311 0.000

Tabel 1Perbandingan hasil analisis korelasi DAK existing -reformulasi jangka pendek

terhadap PDRB per kapita, IPM, dan kemiskinan

Hasil Alokasi DAK Reformulasi Jangka Panjang (SPM)

Hasil pengalokasian DAK reformulasi jangka panjang atau DAK-SPM bidang

pendidikan menunjukkan bahwa DAK-SPM lebih baik. Berdasarkan distribusi alokasinya,

Formula DAK-SPM mengalokasikan DAK terbesar dominanke daerah-daerah bagian timur

Indonesia yang tentunya memiliki celah pencapaian SPM yang besar, sedangkan formula

DAK existing, alokasi terbesarnya dominanke daerah-daerah di Pulau Jawa yang rata-rata

daerah tersebut telah mencapai SPM atau memiliki kemampuan fiskal di atas rata-rata.

Seperti halnya pada formula alternatif jangka pendek, untuk membandingkan DAK

alternatif jangka panjang dengan DAK existing menggunakan Scatter Diagram.Pada Gambar

3 menunjukkan bahwa daerah yang berada di atas garis memiliki pencapaian SPM yang

rendah, sedangkan daerah yang berada dibawah garis adalah daerah dengan pencapaian

tinggi. Artinya, daerah yang berada diatas garis menunjukan bahwa daerah tersebut

mendapatkan lebih besar DAK-SPM dibandingkan DAK existing, begitu pula sebaliknya,

daerah yang berada dibawah garis maka menunjukan bahwa daerah tersebut lebih besar

mendapatkan DAK existing dibandingkan DAK-SPM. Sebanyak 198 daerah berada diatas

garis (pencapaian rendah) dan sebanyak 154 daerah berada dibawah garis (pencapaian

tinggi). Tidak jauh berbeda dengan pendidikan, hasil alokasi formula DAK-SPM kesehatan

juga menunjukkan 189 daerah berada diatas garis persamaan dan 144 daerah berada dibawah

16

No Variabel Koefisien Korelasi P-Value

1.a DAK Existing-PDRB Per Kapita -0.088 0.065

1.b DAK SPM-PDRB Per Kapita -0.196 0.000

2.a DAK Existing-IPM -0.175 0.000

2.b DAK SPM-IPM -0.757 0.000

3.a DAK Existing-Tingkat Kemiskinan 0.126 0.008

3.b DAK SPM-Tingkat Kemiskinan 0.479 0.000

garis persamaan. Artinya, selaras dengan bidang pendidikan di bidang kesehatan juga

menghasilkan alokasi yang lebih besar ke lebih banyak daerah.

Gambar 3 Perbandingan Alokasi Formula DAK Pendidikan SPM (Jangka Panjang) dengan

Formula Existing

Berdasarkan hasil analisis korelasi antara formula DAK-SPM (dan juga DAK

existing) bidang pendidikan dengan PDRB per kapita, IPM, dan kemiskinan, menunjukkan

bahwa dalam jangka panjang alokasi formula DAK-SPM memiliki korelasi atau hubungan

yang lebih erat dengan ketiga variabel tersebut dibandingkan dengan DAK formulaexisting.

Hasil analisis korelasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Perbandingan hasil analisis korelasi berdasarkan DAK Pendidikan existing dan

berdasarkanDAK-SPM

Sementara itu, Hasil analisis korelasi DAK dengan indikator yang sama menunjukkan

bahwa formula DAK-SPM kesehatan memiliki hubungan yang lebih baik dan lebih erat

dengan PDRB per kapita dan IPM dibandingkan formula DAK existing,sementara korelasi

dengan kemiskinan lebih baik DAK existing.

0

20000

40000

60000

80000

100000

120000

0 20000 40000 60000 80000 100000 120000

DA

K S

PM

Pen

did

ikan

SD

&SM

P 2

015

(Ju

ta R

p)

DAK Existing Pendidikan SD&SMP 2015 (Juta Rp)

17

No Variabel Koefisien Korelasi P-value

1.a DAK Existing - PDRB per Kapita -0,033 0,491

1.b DAK SPM - PDRB per Kapita -0,179 0,001

2.a DAK Existing - IPM -0,610 0,000

2.b DAK SPM - IPM -0,619 0,000

3.a DAK Existing - Tingkat Kemiskinan 0,557 0,000

3.b DAK SPM - Tingkat Kemiskinan 0,305 0,000

Tabel 3PerbandinganHasilAnalisisKorelasi DAK KesehatanBerdasarkanFormula

ExistingdanBerdasarkanFormula DAK-SPM

Implikasi Kebijakan

Berdasarkan hasil simulasi, alokasi DAK dengan formula alternatif jangka pendek

dan jangka panjang, keduanya menunjukkan hasil alokasi yang lebih baik dan lebih efektif,

meskipun berdasarkan hasil analisis korelasi dalam jangka pendek untuk variabel tertentu

lebih baik formula existing,akan tetapi dalam jangka panjang lebih baik formula DAK-SPM.

Reformulasi DAK jangka pendek dan jangka panjang ini menghasilkan alokasi DAK yang

lebih efektif, karena pembangunan infrastruktur di Indonesia akan lebih baik, dan pada

akhirnya akan membantu ketersediaan infrastruktur yang memadai di Indonesia dan juga

akhirnya akan membantu dan mendorong pembangunan industri di Indonesia.

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa keberadaan infrastruktur dan adanya demand

terhadap produk industri dari masyarakat merupakan dua hal yang sangat berpengaruh

terhadap perkembangan sektor industri Indonesia. Dengan adanya reformulasi DAK ini akan

membantu tercapainya keduafaktortersebut karena sesuai dengan hasil penelitian Sary (2012)

menunjukkan bahwa peningkatan investasi pemerintah, pembangunan infrastruktur jalan,

listrik, kesehatan, dan pendidikan akan meningkatkan pertumbuhan PDRB per kapita.

Ketersediaan infrastruktur yang baik akan menunjang keberadaan industri, dan dengan

adanya peningkatan PDRB per kapita maka masyarakat akan lebih mampu sehingga demand

terhadap produk industri juga akan meningkat. Akan tetapi, karena porsi alokasi DAK relatif

lebih kecil dibandingkan dengan dana transfer lainnya maka agar DAK efektif dalam

18

pengembangan infrastruktur maka tentunya jumlah pagu alokasi DAK juga harus lebih

ditingkatkan. Selain itu, DAK-SPM ini sesuai dengan kerangka pengeluaran jangka

menengah (Mid Term Expenditure Framework) sehingga petunjuk teknis tidak berubah

selama minimal 3 tahun.

Simpulan dan Rekomendasi

Simpulan

Untuk mengatasi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sekarang ini melambat, perlu

menggerakkan kembali sektor industri manufaktur (yang cenderung menurun juga)karena

kontribusinya sangat besar terhadap PDB. Strategi untuk mengerakkan kembali sektor

industri, harus didukung oleh berbagai faktor seperti kualitas sumberdaya manusia, dukungan

riset dan pengembangan, aspek kelembagaan, sarana infrastruktur yang memadai, serta

dukungan dari kebijakan fiskal dan moneter.

Hasil penelitian kebijakan fiskal melalui reformulasi DAK dalam jangka pendek dan

jangka panjang, menunjukkan bahwa reformulasi mekanisme pengalokasian DAK

menghasilkan lebih banyak daerah yang dapat DAK dan sesuai prioritas nasional serta sangat

membantu daerah-daerah yang memberikan pelayanannya masih dibawah SPM (Standar

pelayanan Minimal).

Reformulasi mekanisme pengalokasian DAK akan berdampak baik terhadap

penyediaan infrastruktur di Indonesia khususnya daerah-daerah yang terbelakang, terutama

untuk menghubungkan aktivitas ekonomi antar daerah. Kondisi tersebut selain akan

berpengaruh terhadap perkembangan industri manufaktur juga akan berpengaruh terhadap

pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Reformulasi DAK ini juga merupakan

salah satu bentuk dukungan kebijakan fiskal terhadap akselerasi sektor industri manufaktur

19

yang berdaya saing karena tiap daerah akan menyediakan pelayanan, minimal pada standar

pelayanan yang sudah ditentukan oleh pusat, yaitu SPM (Standar pelayanan Minimal).

Rekomendasi

Alternatif formula dalam jangka pendek, yang masih mengacu pada UU 33/2004,

menggunakan indeks-indeks yang ditentukan oleh kementerian teknis. Oleh karena itu,

efektivitas pengalokasian DAK dengan alternatif formula jangka pendek sangat tergantung

dari validitas indeks-indeks yang digunakan, sehingga indeks teknis dan indeks fiskal neto

harus valid dan bisa menggambarkan sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Selain itu,

jumlah pagu alokasi DAK relatif kecil dibandingkan dana transfer lainnya, sehingga pagunya

juga harus ditingkatkan agar lebih besar dan signifikan dampaknya. Dalam jangka panjang,

perlu dokumentasi pencapaian SPM untuk seluruh daerah yang ada di Indonesia sehingga

dapat memberikan hasil alokasi yang lebih baik lagi sesuai dengan kebutuhan daerah. Jika

revisi UU 33/2004 sudah ditetapkan DPR, formula dalam paper ini siap digunakan.

DAFTAR PUSTAKA

[BPS]. Badan Pusat Statistik. (2015). Berita Resmi Statistik.

http://www.bps.go.id/website/brs_ind/brsInd-20150805111616.pdf

[BPS]. Badan Pusat Statistik. (2015). Indikator Ekonomi Juni 2015.

http://www.bps.go.id/Publikasi/view/id/1055

Delis, Arman. (2008). Pengaruh Investasi Pemerintah terhadap Kesenjangan PDRB Per

Kapita Indonesia, [tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor

20

Ghosh, Buddhadeb, dan De (2005). Effect of Infrastructure on Regional Income in the Era of

Globalization: New Evidence From South Asia. Asia-Pasific Development Journal.

40(2): 81-107

Juanda, Bambang, Paddu, Abdul Hamid, Robiani, Bernadette, Kaiwai, Hans Z,

Heriwibowo,Dedy. (2014). Penyusunan Mekanisme Dana Alokasi Khusus (DAK)

untuk Pembiayaan Standar Pelayanan Minimum (SPM). DJPK kemenkeu RI.

--------. (2014). Reformulasi Instrumen DAK Untuk Pertumbuhan dan Pemerataan Ekonomi

IndonesiaKementerian. dalam Kementerian Keuangan. Policy Brief. Jakarta: Pusat

Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal: hal 95-108

--------, Handra, Hefrizal, Sitepu, Budi, Marthaleta, Nathalia. (2013). Penyusunan Mekanisme

Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk Pembiayaan Standar Pelayanan Minimum (SPM).

DJPK Kemenkeu RI.

Republik Indonesia. Rencana Revisi Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 draf ke-XX.

Sary, Desy Wulan. 2012. Peran Infrastruktur Sebagai Pendorong Dinamika Ekonomi

Sektoral dan Regional Berbasis Pertanian, [tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian

Bogor.

Shah Anwar. 2006. A Practicioner’s Guide to Intergovernmental Fiscal Transfers. World

Bank Policy Research Working Paper 4039.

http://siteresources.worldbank.org/INTDEBTDEPT/Resources/.../WPS4039.pdf

Straub, S., C. Vellutini, and M. Warlters. 2008. Infrastructure and Economic Growth in East

Asia. Policy Research Working Paper 4589, World Bank, Washington, DC