KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED...

70
KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS Skripsi Diajukan ke Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: MELI MULYAHATI NIM: 1111033100058 PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FALSAFAT ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H./2018 M.

Transcript of KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED...

Page 1: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK

SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

Skripsi

Diajukan ke Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi

Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

MELI MULYAHATI

NIM: 1111033100058

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FALSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H./2018 M.

Page 2: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

i

KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK

SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

Skripsi

Diajukan ke Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi

Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

MELI MULYAHATI

NIM: 1111033100058

Pembimbing:

Drs. Nanang Tahqiq, MA.

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FALSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H./2018 M.

Page 3: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

ii

Lembar Pengesahan Panitia Ujian

Skripsi yang berjudul ‗Kebahagiaan Menurut Pandangan Sufistik Syed

Muhammad Naquib al-Attas‘ telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas

Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 30 Juli 2018.

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

sarjana program starta satu (S1) pada program studi Aqidah dan Falsafah Islam

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 31 Juli 2018

Sidang Munaqasyah:

Ketua Merangkap Anggota: Sekretaris Merangkap Angota:

Dra. Tien Rahmatin, MA. Dr. Abdul Hakim Wahid, MA.

NIP: 1968808031994032002 NIP: 197804242015031

Anggota:

Penguji 1: Penguji 2:

Dr. Kusen, Ph. D Dra. Tien Rahmatin, MA.

NIP: 1968808031994032002

Pembimbing:

Drs. Nanang Tahqiq, MA.

NIP. 196602011991031001

Page 4: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

iii

Lembar Pernyataan

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag.) di

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai ketentuan yang berlaku

3. Skripsi ini sudah diajukan dalam Munaqasyah dan telah direvisi

sebagaimana arahan dari penguji dan pembimbing

4. Jika dikemudian hari terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku.

Page 5: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

iv

Pedoman Transliterasi

Arab Indonesia Inggris Arab Indonesia Inggris

ṭ ṭ ط a a ا

ẓ ẓ ظ b b ب

‗ ‘ ع t t ت

gh gh غ ts th ث

f f ف j j ج

q q ق ḥ ḥ ح

k k ك kh kh خ

l l ل d d د

m m م dz dh ذ

n n ن r r ر

w w و z z ز

h h ه s s س

, , ء sy sh ش

y y ي ṣ ṣ ص

h h ة ḍ ḍ ض

Vokal Panjang

Arab Indonesia Inggris

ā ā أ

ī ī إى

ū ū أو

Page 6: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

v

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Kebahagiaan Menurut Pandangan

Sufistik Syed Muhammad Naquib al-Attas. Ia dikenal sebagai seorang intelektual

Muslim yang memiliki kecenderunga pemikiran sufistik dalam berbagai karyanya.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

mendeskripsikan secara terperinci setiap masalah yang dikemukakan, lalu

menganalisisnya sehingga memperoleh pemahaman yang komprehensif. Adapun

teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah library research yaitu

dengan menggunakan sumber primer karya al-Attas yaitu Prolegomena to the

Metaphysics of Islam. Sumber sekunder yaitu buku, artikel dan karya lainnya yang

memiliki relevansi dengan penelitian ini.

Penelitian ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut. Pertama,

pandangan al-Attas tentang kebahagiaan merupakan bentuk sanggahan atas

pandangan hidup Barat yang menegasikan kebahagiaan spiritual dalam

kehiduapan sehari-hari. Kedua, Menurut al-Attas, kebahagiaan bukan hanya

bersifat fisik saja, tetapi juga non-fisik. Kebahagiaan non-fisik yang dimaksud

adalah kebahagiaan spiritual yang bersifat kekal. Ketiga, Pandangan al-Attas

tentang kebahagiaan lebih bersifat sufistik, yaitu dengan penekanan pada aktivitas

hati (qalb). Keempat, Kebahagiaan yang sebenarnya menurut al-Attas adalah

ketika seorang individu mendapatkan cinta Tuhan (maḥabbatullāh) dan mengenal

Tuhan (ma‘rifatullāh).

Kata Kunci: Al-Attas, Kebahagiaan, Spiritual, cinta Tuhan (maḥabbatullāh).

Page 7: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

vi

KATA PENGANTAR

بسم هللا الرحمه الرحيم

Assalāmu‘alaykum waraḥmatullāh wabarakātuh.

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt. yang

telah memberikan banyak nikmat. Salawat dan Salam tetap terlimpahkan kepada

Nabi Muhammad Saw, sahabatnya, keluarganya, dan orang Islam semuanya.

Penulis sadari bahwa terselesainya skripsi dengan judul ‗Kebahagiaan

Menurut Pandangan Sufistik Syed Muhammad Naquib al-Attas‘, banyak dibantu

oleh beberapa pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini, penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

Segenap dosen dan sivitas akademika Fakultas Ushuluddin UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, khususnya kepada Prof. Dr. Masri Mansoer, MA. selaku

Dekan. Atas izin dari beliau, penulis dapat belajar di Fakultas ini sampai akhirnya

lulus.

Terima kasih pula penulis sampaikan kepada Dra. Tien Rahmatin, MA.

selaku ketua Jurusan Aqidah dan Falsafat Islam, yang telah memberikan

kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan program strata satu (S1).

Penulis juga sampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada pembimbing

skripsi ini Drs. Nanang Tahqiq, MA. yang dengat sangat teliti membaca naskah

skripsi ini sampai akhir. Pengajaran yang diajarkan beliau pada setiap pertemuan

di kelas, akan selalu penulis kenang.

Kepada seluruh keluarga Aqidah dan Falsafat Islam angkatan 2011 Fakultas

Ushuluddin yang selalu mendorong penulis untuk cepat menyelesaikan skripsi ini.

Tidak ada kata lain yang patut penulis sampaikan kecuali terima kasih banyak

Page 8: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

vii

kepada semuanya. Kepada segenap teman-teman yang membantu dalam

penyelesaian skripsi ini penulis ucapkan terima kasih juga.

Ucapan terima kasih pula penulis sampaikan kepada orang tua penulis dan

keluarga yang selalu mendoakan supaya penulis sukses dalam belajar dan karir.

Semoga Allah memberikan pahala yang setimpal kepada kalian semua.

Terima kasih pula penulis ucapkan kepada suami yang dengan ketulusan

cinta yang diberikan kepada penulis menjadi energi untuk cepat menyelesaikan

skripsi ini.

Kepada seluruh orang yang terlibat dalam penulisan skrpisi ini yang tidak

dapat disebutkan satu-persatu, penulis ucapkan banyak terima kasih. Semoga

Allah yang akan membalas segala perbuatan baik kalian.

Wassalāmu‘alaykum waraḥmatullāh wabarakātuh.

Ciputat, 27 Juli 2018,

Meli Mulyahati

Page 9: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

viii

DAFTAR ISI

Judul Skripsi

Persetujuan Pembimbing i

Lembar Pengesahan Panitia Ujian ii

Lembar Pernyataan iii

Pedoman Transliterasi iv

Abstrak v

Kata Pengantar vi

Daftar Isi viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 4

D. Tinjauan Pustaka 5

E. Metodologi Penelitian 7

F. Sistematika Penulisan 8

BAB II BIOGRAFI S.M.N.AL-ATTAS DAN PEMIKIRAN

SUFISTIKNYA

A. Biografi Intelektual 10

B. Karya-Karya al-Attas 16

C. Landasan Pemikiran Sufistik al-Attas 18

BAB III DIMENSI TEORI KEBAHAGIAAN

A. Definisi Kebahagiaan 26

B. Kebahagiaan Menurut al-Qur‘an 30

C. Kebahagiaan Menurut Filsafat 34

D. Kebahagiaan Menurut Tasawuf 39

BAB IV KEBAHAGIAAN MENURUT S.M.N.AL-ATTAS

A. Manusia dan Hakikat Kebahagiaan 44

B. Kebahagiaan dan Moralitas: Kritik Atas Pandangan

Barat

48

C. Kebahagiaan Menurut Pandangan Sufistik al-Attas 53

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan 57

B. Rekomendasi 58

DAFTAR PUSTAKA 59

Page 10: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada hakikatnya tujuan semua manusia yang dilahirkan ke alam dunia ini

secara naluri alamiahnya pasti tidak mengelakkan untuk dapat mencapai

kehidupan yang bahagia. Hal ini tidak hanya sebatas penekanan tetapi juga

strategi yang jitu pada jiwa manusia yang dilahirkan. Syed Muhammad Naquib

Al-Attas mengingatkan bahwa penekanan pada individu mengimplikasikan

pengetahuan akal, nilai, jiwa, tujuan, dan maksud yang sebenarnya dari kehidupan

ini. Sebab akal, nilai, dan jiwa adalah unsur-unsur inheren setiap individu.1

Al-Attas adalah salah seorang intelektual yang melihat ruh manusia terdiri

dari jiwa hewani (al-nafs al-ḥayawāniyyah) dan jiwa rasional (al-nafs al-

nāṭiqah).2 Kemudian memberikan jawabannya terhadap bagaimana manusia ini

dapat mencapai kehidupan yang ideal atau kehidupan yang bahagia dari

pengalaman kehidupannya. Manusia menurut Al-Attas memiliki kesiapan untuk

menerima ilmu pengetahuan yang benar, yaitu menekankan pentingnya perolehan

pengetahuan yang didapatkan dari pandangan alam Islami (Islamic World View).

Al-Attas menawarkan al-Sa‘ādah (kebahagiaan) sebagai pencapaian dari

pengalaman kehidupan manusia.3

Menurut Al-Attas, kedudukan manusia tidak hanya sebagai subyek, tetapi

juga obyek dari ilmu pengetahuan. Sebab, cara mendidik yang benar harus

1 Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed Muhammad

Naquib Al-Attas, terj. Hamid Fahmy, (Bandung; Pustaka, 2003), h. 94. 2 Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam, h. 94.

3 Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam (Kuala

Lumpur: ISTAC, 2001), h. 91.

Page 11: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

2

mempertimbangkan pelatihan fisik dan moralitas. Di samping hal-hal yang

memungkinkan manusia untuk mengembangkan dirinya. Dengan kata lain dari

pencapaian kebahagiaan inilah yang menentukan faktor kebahagiaan manusia

yang beragam, dikarenakan manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang

memiliki potensi untuk dapat berkembang ke arah yang positif sekaligus ke arah

yang negatif. Potensi-potensi pada diri manusia ini merupakan modal dasar dalam

mengekspresikan kebahagiaan yang sesuai dengan world view Islam dalam

memberikan petunjuk kepada manusia untuk mencapai kebahagiaan yang sejati.4

Pada hubungan kebahagiaan dengan diri sendiri, yang kita katakan

menyentuh pada pengetahuan dan karakter yang baik, Islam mengajarkan bahwa

tempat bersemayamnya pengetahuan pada manusia adalah sebuah substansi

spiritual yang secara beragam ditunjuk Qur‘an sebagai hati (qalb), atau jiwa atau

diri (nafs), atau intelek (‘aql) atau ruh.5

Menurut tradisi pemikiran Barat ada dua konsepsi kebahagiaan: yang kuno,

yang kembali pada Aristoteles dan yang pada abad pertengahan kembali pada

filsuf dan teolog Muslim seperti Ibn Sīnā Sina dan al-Ghazālī; dan yang modern

yang secara bertahap muncul dalam sejarah Barat sebagai hasil dari sekularisasi.

Proses filosofis dan saintifik ini yang kemudian al-Attas sebut dari ‗sekularisasi‘,

melibatkan penghilangan makna spiritual dari dunia alamiah, desakralisasi politik

dari urusan manusia, dan dekonsentrasi nilai dari pikiran dan prilaku manusia,

kedua yang terakhir disebutkan tersebut adalah akibat logis dari yang pertama,

yang menurut pendapat al-Attas menemukan pergerakan awalnya dalam

4 Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam, h. 82.

5 Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam, h. 83.

Page 12: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

3

pengalaman dan kesadaran manusia Barat dalam fondasi filosofis yang dipimpin

peletakkannya oleh Aristoteles sendiri.6

Konsepsi modern tentang kebahagiaanlah yang diakui lazim kini di Barat,

dan ini berarti bagi peradaban tersebut makna kebahagiaan dan tentunya kebajikan

yang memimpin padanya, telah mengalami perubahan, membawa dengannya

bukan hanya dekadensi dan krisis moral, tetapi juga pertikaian dan konflik politik.

Konsepsi yang kuno dan modern sepakat bahwa kebahagiaan itu akhir pada

dirinya (end in it self), tetapi yang sementara yang terdahulu menganggap akhir

tersebut dalam pengertian standar perilaku yang pantas, yang kemudian

menganggap sebagai terminal kondisi psikologis yang tidak memiliki hubungan

dengan kode moral.7

Kebahagiaan tidak menunjuk kepada keseluruhan fisik pada manusia, tidak

kepada jiwa dan raga hewani manusia, atau bukan pula suatu keadaan pikiran,

menurut al-Attas ‗kebahagiaan‘ itu harus bertalian dengan keyakinan kebenaran

terakhir dan pemenuhan dari perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan keyakinan

tersebut. Dan keyakinan adalah suatu kondisi permanen yang menunjuk kepada

apa yang permanen pada manusia dan yang dilihat oleh organ spiritual yang

dikenal sebagai hati (al-qalb, kalbu). Ini adalah kedamaian, keamanan, dan

ketenangan hati. Ini adalah pengetahuan dan pengetahuan adalah kepercayaan

sejati, dan mengetahui tempat seseorang yang berhak dan oleh karena itu layak

dalam kerajaan ciptaan-Nya dan hubungan seseorang yang layak dengan Sang

6 Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Islam dan Sekularisme (Bandung: Pustaka

Perpustakaan Salman ITB, 1981), h. 102. 7 Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam, h. 83.

Page 13: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

4

Maha Pencipta. Ini suatu kondisi yang dikenal sebagai adil (al-‘adl) atau

keadilan.8

Dengan demikian penjelasan makna dalam pengalaman kebahagiaan di

kehidupan ini bukan akhir pada dirinya, menurut al-Attas bahwa akhir dari

kebahagiaan dalam Islam adalah Cinta Tuhan.9

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Penulis membatasi karya akademik ini pada pembahasan mengenai konsep

manusia, dan konsep kebahagiaan menurut Syed Naquib Al-Attas, dan fokusnya

karya akademik ini hanya pada tokoh Syed Naquib Al-Attas. Adapun rumusan

masalah dapam penelitian ini adalah

Bagaimana pandangan kebahagiaan menurut Syed Muhammad Naquib al-

Attas?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui hubungan antara manusia dengan kebahagiaan.

2. Untuk mengetahui pendapat para tokoh filosof Islam dan Barat tentang

Manusia dan Kebahagiaan.

3. Untuk mengetahui Konsep Kebahagiaan Syed Naquib Al-Attas.

8 Al-Attas, Islam dan Sekularisme, h. 103.

9 Al-Attas, Prolegomena to The Metaphysics of Islam, h. 91.

Page 14: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

5

Adapun manfaat dari penelitian ini terbagi menjadi manfaat akademis dan

manfaat praktis. Manfaat Akademis mencakup: (a), agar dapat memberikan

kesadaran kepada pelajar khususnya warga negara umumnya untuk dapat memilih

jalan hidupnya dengan bahagia yang sesungguhnya bukan hanya kesenangan dan

kesia-siaan semata. (b), sebagai wahana untuk mengembangkan khazanah

pemikiran dalam islam bagi peneliti. (c), menambah literatur atau bahan-bahan

informasi ilmiah yang dapat digunakan untuk melakukan kajian dan penelitian

selanjutnya.

Sedangkan manfaat praktis dalam penelitian ini adalah: (a), hasil penelitian

ini sebagai bahan ilmu pengetahuan dan wawasan bagi penulis, khususnya

mengenai konsep pemahaman tentang manusia dan kebahagiaannya menurut Syed

Naquib Al-Attas. (b), untuk memberikan masukan bagi masyarakat luas

pentingnya manusia dalam pencapaian kebahagiaannya dalam perspektif islam

menurut Syed Naquib Al-Attas. (c), untuk mengembangkan khazanah pemikiran

tentang konsep manusia dan kebahagiaannya dalam perspektif islam menurut

Syed Naquib Al-Attas.

D. Tinjauan Pustaka

Penelitian mengenai pemikiran Al-Attas bukanlah sesuatu yang baru dalam

dunia akademik. Penelitian yang mengambil buah pemikirannya dan beberapa

tema yang menuliskan karakteristik pemikirannya juga bervariasi banyak. Dalam

dunia akademik, beberapa karya mengkaji beberapa buah pemikirannya baik

dalam bentuk skripsi maupun disertasi.

Page 15: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

6

Di kalangan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah sendiri telah ada

yang menulis buah pemikiran Al-Attas, yaitu:

1. Yudi Septawardana, Sarjana Pendidikan Islam 2006. Dalam skripsinya

yang berjudul Islamisasi Ilmu Pengetahuan Kontemporer dalam

Perspektif Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Yudi membahas Islamisasi

Ilmu Pengetahuan yang akan membebaskan akal manusia dari keraguan

menuju keyakinan akan kebenaran mengenai relaitas spiritual, intelijibel

dan materi.

2. Islam dan Sekularisme: Telaah Pemikiran Syed Naquib Al-Attas disusun

oleh Irwansyah, Sarjana pemikiran Politik Islam tahun 2009. Skripsi ini

membahas pengaruh buruk sekularisme pada jiwa individu muslim.

3. Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan; Studi Pemikiran Pendidikan Syed

Naquib Al-Attas, disusun oleh Abdul Ghofur, Sarjana Pendidikan Agama

Islam 2009. Skripsi ini membahas tentang Islamisasi Ilmu untuk

melindungi orang islam dari ilmu yang sudah tercemar yang

menyesatkan.

4. Konsep Manusia dan Pendidikan Islam, Studi Pemikiran Syed Naquib

Al-attas, disusun oleh Arsyad, sarjana Theologi Islam 2013, skripsi ini

memebahas tentang konsep manusia yang baik dalam mencapai ilmu dan

kepribadian yang beradab melalui pendidikan islam.

5. Pandangan Syed Naquib Al-Attas mengenai Islamisasi di Kepulauan

Melayu Nusantara, disusun oleh Mulyadi, Sarjana Theologi Islam 2013,

Page 16: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

7

skripsi ini membahas tentang Islamisasi di Kepulauan Melayu

Nusantara.

E. Metodologi Penelitian

Metodologi yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dalam artian

berdasarkan data yang di dapat dari sumber-sumber data penelitian yang bersifat

kualitatif.

a. Sumber data penelitian

Adapun sumber data penelitian karya akademik yang akan penulis buat ini

adalah sesuai dalam teknik pengumpulan data, yakni studi kepustakaan. Maka

sumber-sumber yang penulis gunakan adalah buku-buku yang memuat tentang

Syed Naquib Al-Attas. Sebagai sumber primer, Syed Naquib Al-Attas sendiri

yang terdokumentasikan, antara lain; Prolegomena to The Metaphysics of Islam,

Islam dan Sekularisme; Konsep Pendidikan dalam Islam. Adapun dari sumber

sekundernya yang ada hubungannya dengan judul skripsi, antara lain: Wan

Mohammad Nor Wan Daud, Filsafat dan Pendididkan Islam. Gerbang kearifan

karya Mulyadi Kartanegara. Manusia dan Alam Semesta Murtadha Muthahhari.

b. Teknik pengumpulan data

Karena penelitian ini termasuk penelitian library research, maka teknik

pengumpulan data dilakukan di sebagian besar perpustakaan, baik Perpustakaan

Utama UIN Jakarta, perpustakaan Fakultas Ushuluddin, atau perpustakaan lain

yang menyediakan literatur atau referensi yang berkaitan dengan tema yang

Page 17: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

8

diangkat pada penelitian ini. Semua buku yang berkaitan dengan pembahasan

penelitian ini dikumpulkan dan diklasifikasi berdasarkan relevansi terhadap

pembahasan penelitian ini. Setelah semua buku telah diklasifikasikan maka

langkah selanjutnya adalah dibaca dan diteliti, dan pada akhirnya dimasukkan

pada pembahasan penelitian yang diangkat.

c. Teknik Analisa Data

Adapun teknik analisa data yang dilakukan penulis adalah metode deskriptif

analitis yakni metode dalam bentuk deskriptif agar penulis mampu memahami dan

memberikan gambaran yang jelas mengenai permasalahan yang terkait dengan

skripsi ini. Dan metode analitis digunakan agar penyusunan skripsi lebih

sistematis sehingga lebih mengena pada permasalahan yang dibahas dalam skripsi

ini. Dengan demikian mencatat informasi yang faktual yang menggambarkan

sesuatu apa adanya juga menggambarkan secara rinci dan akurat mengenai hal-hal

yang berhubungan dengan segala bentuk yang diteliti.

F. Sistematika Penulisan

Penelitian ini akan disusun ke dalam lima bab. Bab 1 akan membahas

tentang latar belakang penelitian yang berisi masalah-masalah penelitian yang

akan dibahas. Selanjutnya akan dibahas tentang batasan dan rumusan masalah

yang akan dijawab dalam penelitian. Tidak lupa juga di dalam bab 1 ini akan

menyebutkan tinjauan pustaka dan metodologi yang akan digunakan dalam

penelitian.

Page 18: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

9

Bab 2 akan membahas tentang riwayat hidup Syed Muhammad Naquib al-

Attas. Bab ini akan berisi tentang kehidupannya dari mulai tinggal di Bogor

Indonesia sampai pindah ke negeri jiran Malaysia. Di dalam bab ini juga akan

disebutkan beberapa karya-karya yang dihasilkan olehnya.

Bab 3 akan membahas tentang definisi dan konsep kebahagiaan secara

umum. Kemudian dilanjutkan pada definisi kebahagiaan yang akan dikemukakan

dalam al-Qur‘an, menurut kalangan falsafuf, dan menurut kalangan sufi. Bab ini

akan menggambarkan perbedatan kebahagiaan menurut berbagai kalangan sebagai

landasan teoritis dalam menyusun penelitian ini.

Pada bab 4 akan membahas tentang pandangan al-Attas tentang

kebahagiaan. Pandangan kebahagiaannya tidak akan terlepas dari pandangan

hidupnya dan sistem berpikirnya yang sangat menekankan pada filsafat Islam

khususnya pada tataran epistemologi Islam. Pada bab ini pula akan dikemukakan

tentang analisis kebahagiaan menurut al-Attas.

Sedangkan penutup dalam penelitian ini akan tersaji dalam bab 5. Bab ini

berisi tentang jawaban permasalahan yang dikumukakan dalam bab 1 yaitu

tentang pandangan al-Attas tentang kebahagiaan. Tidak lupa dalam bab ini akan

menyajikan saran dan rekomendasi terkait dengan penelitian yang masih

memungkinkan dibahas oleh para pengkaji dalam pemikiran al-Attas selanjutnya.

Page 19: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

10

BAB II

BIOGRAFI SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

DAN LANDASAN PEMIKIRAN SUFISTIKNYA

A. Biografi Intelektual

Al-Attas merupakan salah satu intelektual terkemuka di wilayah Melayu

Nusantara yang memiliki keahlian keilmuan yang kompleks. Darah intelektualnya

berasal dari garis keturunan yang berasal dari kedua orang tuanya yaitu Syed Ali

bin Abdillah al-Attas dan Syarifah Raquan al-‗Aydrus. Intelektual Muslim yang

kini berdomisili di negeri jiran Malaysia ini lahir di Bogor pada tanggal 5

September 1931. Ia mempunyai nama lengkap Syed Muhammad Naquib bin Ali

bin Abdillah bin Muhsin al-Attas.1 Ia merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.

Kakak kandung al-Attas merupakan seorang intelektual terkenal dengan

spesifikasi keahlian dibidang sosiologi yang bernama Syed Hussein al-Attas.

Sedangkan adiknya bernama Syed Zaid al-Attas, seorang intelektual di bidang

Kimia.2

Al-Attas, jika dilihat dari silsilah orang tuanya, merupakan keturunan ke-37

dari Imam Husein, cucu Nabi Muhammad Saw. Penyematan nama Syed (baca:

sayyid) merupakan indikasi kuat bahwa ia merupakan keturunan Nabi Muhammad

Saw. yaitu melalui silsilah keluarga sayyid Ba‘Alawi di Hadramaut.3 Melalui jalur

keturunan inilah, menjadikan al-Attas bukan berasal dari keluarga biasa. Karena

1 Wan Moh Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed Muhammad

Naquib al-Attas, terj. Hamid Fahmy Zarkasy (Bandung: Mizan, 2003), h. 123. 2 Kemas Badarudin, Filsafat Pendidikan Islam: Analisis Pemkiran Prof. Dr. Syed

Muhammad al-Attas (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 9. 3 Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam, h. 132.

Page 20: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

11

di antara leluhur al-Attas ada yang menjadi wali, ulama dan ilmuan. Salah satu

dari mereka adalah Syed Muhammad al-Aydrus (Dari pihak ibu). Beliau

merupakan guru dan pembimbing Syed Abū Ḥafs ‗Umar bin Syaiban dari

Ahdramaut, yang kemudian membawa Nūr al-Dīn al-Rānīrī menjadi seorang

ulama terkemuka di dunia Melayu-Nusantara. Selain itu, terdapat Syed Abdullah

bin Muhsin bin Muhamma al-Attas (dari pihak bapak) adalah seorang wali dari

tanah Jawa. Ia sangat berpengaruh sampai di dunia Arab. Salah seirang muridnya,

Syed Hsan Fad‘ak adalah seorang penasihat agama kepada Amir Faisal (saudara

Raja Abdullah dari Jordan). Leluhurnya juga ada yang berdarah aristokrat, yaitu

Ruqatah Hanum (dari pihak bapak). Ruqayah menikah dengan Syed Abdullah al-

Attas dan dikaruniakan seorang anak, Syed Ali al-Attas, yaitu bapak dari al-Attas

sendiri.4

Transmisi keilmuan yang didapatkan al-Attas diawali dengan bimbingan

intensif dari orang tuanya. Ketika berusia 5 tahun, al-Attas diajak orang tuanya

migrasi ke Malaysia. Di Malaysia, al-Attas masuk pendidikan dasar Ngee Heng

Primary School (1936-1941) sampai usia 10 tahun. Pada pertengahan abad 20 M.

kondisi Malaysia memburuk karena dikasai tentara Jepang. Hal ini mengakibatkan

al-Attas dan keluarganya pindah kembali ke Indonesia. Di Indonesia, ia

melanjutkan pendidikannya di daerah Sukabumi di sekolah Urwah al-Wusqa

(1941-1945).5 Daerah Sukabumi merupakan salah satu daerah yang di dalamnya

berkembang cukup pesat tradisi tarekat, khususnya taarekat Naqsyabandiyyah.

4 Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam, h. 46.

5 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis

(Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 116-117.

Page 21: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

12

Kondisi ini tampaknya memengaruhi minat intelektual al-Attas pada kemudian

hari untuk mendalami khazanah intelektual Islam lebih massif.

Pada tahun 1946, pasca Perang Dunia II, al-Attas kembali ke Johor untuk

merampungkan pendidikannya kembali. Pertama di bukit Zahrah School,

kemudian English College (1946-1951). Pada saat itu, ia tinggal dengan salah

seorang pamannya yang bernama Ungku Abdul Aziz bin Ungku Abdil Majid,

salah satu keponakan Sultan dan pada kemudian hari menjadi Kepala Menteri

Johor Modern.6 Ungku Abdul Aziz merupakan salah seorang kolektor manuskrip

sehingga ia mempunyai perpustakaan khusus yang menyimpang naskah-naskah

Melayu.

Al-Attas, sedikit banyak juga terpengaruh oleh koleksi dan bacaan literatur

yang dimiliki Ungku Abdul Aziz. Bahkan ia menghabiskan masa mudanya

dengan membaca dan mendalami manuskrip-manuskrip sejarah, sastra dan agama

serta buku-buku klasik Barat dalam bahasa Inggris. Di antaranya manuskrip

tersebut adalah al-Ahadiyyah atau terkenal dengan nama Risalah al-Ajwibah.

Karya ini disebut-sebut sebagai karya faylasuf besar asal andalusia, Muḥy al-Dīn

Ibn ‗Arabī atau ada pula yang mengatakan karya dari muridnya, Abdullah al-

Baylānī. Selain itu, al-Attas juga banyak membaca kitab yang pernah menjadi

kitab rujukan ulama Nusantara dalam masalah Wujudiyyah yaitu al-Tuḥfah al-

Mursalah ilā Rūḥ al-Nabī karya Faḍl Allāh al-Buhanpūrī.7

Pada tahun 1951, al-Attas masuk di Dinas Tentara sebagai perwira kadet

dengan nomor 6675 dalam askar Melayu-Inggris. Setahun kemudian, ia diikutkan

6 Mohammad Fahrur Rozi, ‗Pendidikan Islam dalam Perspektiif Syed Muhammad Naquib

al-Attas‘, dalam Tadris, Vol. 5, no. 2, 2010, h. 227-228. 7 Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam, h. 47.

Page 22: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

13

latihan kemiliteran sehingga ia menjadi Letnan di Royal Militery Academy,

Sandhurst, Inggris. Selain mengikuti pendidikan militer, al-Attas juga sering pergi

ke negara-negara Eropa lainnya terutama Spanyol dan Afrika Utara untuk

mengunjungi tempat-tempat yang terkenal dengan tradisi intelektual, seni dan

gaya bangunan keislamannya. Di Sandhurst, al-Attas berkenakan berkenalan

untuk pertama kali dengan pandangan metafisika tasawuf, terutama melalui karya-

karya sufistik ‗Abd al-Raḥmān Jāmi‗.8

Pasca dari Sandhurst, al-Attas ditugaskan sebagai pegawai kantor di resimen

tentara kerajaan Malaya. Namun karena merasa bukan dalam bidangnya kemudian

ia keluar dan melanjutkan sekolah di University Malaya pada Fakultas Kajian

Ilmu-Ilmu Sosial. Merasa tidak puas dengan ilmu yang didapat dari University

Malaya, ia kemudian melanjutkan lagi di Institute of Islamic Studies University

Mc.Gill, Montreal, Kanada sampa mendapat gelar Master of Art (MA) pada tahun

1962.9

Ketika mengambil program S! di Unibersittas Malaya, al-Attas telah

menulis dua buku. Buku pertama adalah Rangkaian Ruba’iyyat. buku ini termasuk

di antara karya sastra pertama yang dicetak oleh Dewan Bahasa dan Pustaka

Kuala Lumpur, pada tahun 1959. Sedangkan buku kedua yang sekarang menjadi

karya klasik adalah Some Aspect of Sufism as Understood anad Practiced Among

the Malays, yang diterbitkan oleh lembaga penelitian sosiologi Malaysia pada

tahun 1963. Untuk memeroleh bahan-bahan yang diperlukan dalam menulis buku

kedua ini, ia berkeliling ke seantero Malaysia dengan menjumpai tokoh-tokoh

8 Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam, h. 48.

9 Kemas Badarudin, Filsafat Pendidikan Islam, h. 10-11.

Page 23: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

14

penting sufi agar bisa mengetahui ajaran dan praktek tasawuf mereka. Keseriusan

al-Attas dalam menghasilkan karya mendapat apresiasi dari pemerintah Kanada

melalui Canada Counsel Fellowship memberinya beasiswa untuk belajar di

Institute of Islamic Studies, University McGill, Montreal, Kanada yang didirikan

oleh Wilfred Cantwell Smith. Di Universitas inilah ia berkenalan dengan beberapa

orang sarjana ternama seperti Sir Hamilton Gibb (Inggris), Fazlur Rahman

(Pakistan), Toshihiko Izutsu (Jepang), dan Sayyed Hossein Nasr (Iran).10

Pada tahun 1963, al-Attas didorong beberapa tokoh seperti A.J. Arberry,

Montimer Wheeler, dan Richard Winsted dan pimpinan Royal Asiatic Society

serta melalui sponsor Sir Richard of Oriental and African Studies, ia melanjutkan

kuliah lagi di SOAS (School of Oriental and African Studies) University of

London, hingga mendapat gelar Philosophy Doctor (Ph.D) dengan predikat

Culmaude dalam bidang Filsafat Islam dan Kesustateraan Melayu Islam pada

tahun 1965 dengan judul disertasi The Mysticism Hamzah Fansuri.11

Di sini ia

belajar dibawah bimbingan Prof. Arberry dan Dr. Martin Lings. Tokoh yang

tersebut terakhir merupaja irang yang bepengaruh besar atas pemikiran al-Attas,

walaupun hanya sebatas tataran metodologis. Salah satu pengaruh yang besar

dalam diri al-Attas adalam asumsi yang menyatakan bahwa terdapat integritas

antara realitas metafisis, kosmologi dan psikologi. 12

Pasca memeroleh gelar Doktor, al-Attas langsung diangkat menjadi Ketua

jurusan Sastera di Fakultas Kajian Melayu University Malaya, Kuala Lumpur.

Pada tahun 1968-1970, ia menjabat sebagai Ketua Departemen Kesusastraan

10

Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, h. 49. 11

Kemas Badarudin, Filsafat Pendidikan Islam, h. 10-11. 12

Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam, h. 50.

Page 24: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

15

dalam Pengajian Melayu. Ia juga tercatat sebagai salah satu pendiri University

Kebangsaan Malaysia pada tahun 1970. Kemudian pada tahun 1970-1973, ia

menjabar sebagai Dekan di Fakultas Sastra dan dikukuhkan sebagai guru besar

(profesor) bahasa Kesustateraan Melayu.13

Al-Attas merupakan pakar yang menguasai berbagai bidang seperti teologi,

filsafat, metafisika, sejarah dan sastra yang telah diakui dunia Internasional. Ia

diangkat sebagai anggota pada berbagai badan ilmiah Internasional lainnya seperti

Member of International Congress of Medival Philosophy, Member of

International Congress of the VII Centanary of St. Bonaventura da Bognaregia,

Member Malaysia Delegate International Congress on Millinary of al-Biruni, dan

berbagai anggota prestisus lainnya. Ia juga dikenal sebagai penyair dan seniman

dalam bidang seni kaligrafi, pahat dan mahir dalam berbagai bahasa dunia seperti

bahasa Arab, Inggris, Latin, Jerman, Spanyol, dan tentu dalam bahasa Melayu.14

Pada tahun 1999, al-Attas dilantik sebagai mentri pendidikan Malaysia dan

menjadi presiden di Universitas Islam International Malaysia sebagai profesor

dalam bidang pPemikiran dan Tamaddun Islam. Konsep Universitas yang

didirikan oleh al-Attas terdapat pengajaran dasar-dasar Islam dan bahasa Arab

yang diharapkan mahasiswa dapat menyaring konsep yang tidak Islami sehingga

Islamisasi terjadi dalam diri mahasiswa. Ia juga diangkat sebagai direktur The

International Institute of Islamic Thought and Civilizaton (ISTAC) Malaysia.15

B. Karya-Karya al-Attas

13

Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam, h. 50. 14

Ainurrofiq Dawam, ‗Kritik Atas Epistemologi Modern (Upaya Islamisasi Ala Naquib al-

Attas)‘,dalam Jurnal Studi Islam Mukaddimah, no. 14, November 2003, h. 101. 15

Kemas Badarudin, Filsafat Pendidikan Islam, h. 15.

Page 25: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

16

Al-Attas merupakan pemikir Islam yang termasuk produktif dalam

menghasilkan karya. Tercatat tidak kurang dari 26 buku telah dikarangnya yang

ditulis dalam bahasa Inggris dan Melayu. Pada umumnya karya yang dihasilkan

dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu karya-karya kesarjanaan dan

karya-karya pemiiran. Pada bagian pertama, al-Attas dapat digambarkan sebagai

seorang ahli atau sarjana (scholar). Hal ini dapat dibuktikan dengan karya-

karyanya yang berkaitan dengan kebudayaan Melayu dan Nusantara khususnya

mengenai mistisisme. Sementara pada bagian kedua, ia digambarkan sebagai

seorang pemikir sejati. Di antara karya-karyanya yang termasuk dalam kategori

atau bagian pertama adalah:16

1. Rangkaian Ruba’iyyat, Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur,

1959.

2. Raniry and the Wujudiyyah of 17th Century Acheh, Monographh of the

Royal Asiatic Society. Malaysian Branch no. 111, Singapore, 1966.

3. Some Aspects of Sufism as Understood anad Praticed Among the

Malays.Malaysia Sociological esearch Institute, 1963.

4. The Origin of the Malay Sha’ir. Dewan Bahasa dan Pustaka, Kulaa

Lumpur, 1968.

5. Pleriminary Statement on a General Theory of the Islamization of the

Malay-Indonesia Archipelago. Dewan Bahasa, Kuala Lumpur, 1969.

6. The Mysticism of Hamzah Fansuri. Kuala Lumpur, University Malaya

Press, 1969.

16

Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam, h. 55.

Page 26: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

17

7. Concluding Poscript to the Malay Shair. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa,

1971.17

Adapun karya yang berkenaan dengan gagasan atau pemikiran banyak

membicarakan tentang konsep, terutama konsep pendidikan, filsafat dan

Islamisasi ilmu. Berikut di antara karya-karya yang termasuk pada kategori atau

bagian kedua:18

1. Islam: the Concept of Religon and the Foundation of Ethic and Morality.

Kuala Lumpur: ABIM, 1976.

2. Premiminary Thought on the Nature of Knowledge and the Definition and

Aims of Education. Kuala Lumpur: PMIM, 1977.19

3. The Concept of Education in Islam: A Frramework for an Islamic

Philosophy of Education, Kuala Lumpur: ABIM, 1980.

4. Islam and Secularism, Kuala Lumpur, ABIM, 1978.

5. The Intuition of Existance, ISTAC, Kuala Lumpur, 1990.

6. The Degree of Existence, ISTAC, Kuala Lumpur, 1994.

7. Prolegomena of the Metaphysics of Islam: an Exposition of the

Fundamental Elements of the Worldview of Islam, ISTAC, Kuala Lumpur,

1995.

8. Islam and the Philosophy of Science, ISTAC, Kuala Lumpur, 1989.

Di samping karya-karya yang berbentuk buku dan monograf, menurut

keterangan Wa Daud, al-Attas juga telah menyampaikan leih dari 400 makalah

17

Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, h. 302. 18

Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam, h. 56-57. 19

Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, h. 303.

Page 27: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

18

ilmiah di berbagai neggara, baik di Barat maupun di negara-negara Islam. Selain

itu, ia juga aktif menulis berbagai artikel dalam jurnal-jurnal internasional.20

C. Landasan Pemikiran Sufistik al-Attas

Pada dasarnya landasan pemikiran sufistik al-Attas berangkat dari

pandangan tentang epistemologi Islam dan modern yang dipahaminya. Dengan

pemahaman yang komprehensif dari kedua epistemologi yang berkembang di

dunia ini, maka akan didapatkan pandangan sufistik yang akan dikemukakan oleh

al-Attas dalam memahami arti dan hakikat kebahagiaan sebagaimana bahasan

dalam penelitian ini.

Epistemologi al-Attas dibangun atas dasar tradisi intelektual Islam yang

berkaitan erat dengan psikologi jiwa manusia. Karena dalam memeroleh ilmu

pengetahuan dalam Islam merupakan konsep spiritual yang tidak terlepas dari

kuasa ilahiah Tuhan. Epistemologi Islam sangat berbeda dengan epistemologi

Barat yang memandang aktivitas intelektual independen dari hal-hal yang bersifat

metafisik. Sebagai contoh, epistemologi kaum empiris yang mendominasi

cakrawala manusia Barat di dunia modern telah berhasil mereduksi realitas

menjadi semata-mata dunia yang dialami oleh indera eksternal, sehingga

membatasi makna realitas dan menghilangkan konsep realitas yang mencakup

Tuhan. Konsekuensi dari perubahan makna ini telah mereduksi Tuhan dan semua

20

Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam, h. 17-18.

Page 28: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

19

alam spiritual dari being (yang ada) menjadi sesuatu yang abstrak dan pada

akhirnya unreal (tidak nyata).21

Al-Attas dalam membangun epistemologinya banyak mengadopsi

pandangan yang dikemukakan al-Ghazālī (w. 1111) terutama dalam Kitab

Ma‘āriḍ (yang diturunkan dari Kitab Syifā’ dan Najāt oleh Ibn Sina (w. 1037). Al-

Attas menjabarkan makna realitas dan hubungannya dengan ilmu pengetahuan

secara mendetail dan komprehensif dalam karya-karyanya. Ia menjelaskan bahwa

jiwa manusia memiliki fakultas atau kekuatan-kekuatan (quwāh) yang

termanifestasi melalui hubungannya dengan tubuh. Jiwa mirip sebuah genus yang

terbagi menjadi tiga jiwa yang berbeda yaitu: al-nabātiyyah (jiwa vegetatif), al-

ḥayawāniyyah (jiwa hewani), dan al-insāniyyah (jiwa insani) atau al-nāṭiqah

(jiwa rasional).22

Al-Attas dalam pemikiran metafisika berangkat dari paham teologisnya

yang dikenal dalam tradisi Islam terutama pada tradisi tasawwuf. Ia memberikan

batasan yang jelas mengenai berbagai tingkatan para Sālik dalam dunia kesufian.

Ada tiga tingkatan yang ketiganya merupakan sebuah peringkat yang bersifat

hirarkis, yaitu: mubtadi‘, mutawassiṭ dan muntahī. Pada tingkatan tertinggi ini

Sālik memasuki dunia filsafat dan metafisika.23

Gradasi terakhir ini mewajibkan

Sālik memiliki ilmu pengetahuan yang mendalam tentang tiga jenis pengetahuan,

yaitu ilmu kebijaksanaan Tuhan, ilmu-ilmu naqliyah atau syari‘ah, dan yang

terakhir ilmu-ilmu rasional. Dengan demikian tasawwuf yang dikemukakan al-

21

Abdur Rahman Haji Abdullah, Pemikiran Islam di Malaysia: Sejarah dan Aliran

(Jakarta: Gema Insan Press, 1997), h. 65. 22

Abdur Rahman Haji Abdullah, Pemikiran Islam di Malaysia, h. 67. 23

S.M.Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysic of Islam: An Exposition of the

Fundamental Element of the Worldview of Islam (Kuala Lumpur: ISTAC, 2001), h. 167.

Page 29: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

20

Attas lebih dikenal dengan sebutan tasawwuf falsafi dan tingkat pertama serta

kedua dikenal dengan tasawwuf akhlaqi.

Al-Attas berpendapat bahwa pencapaian tertinggi dalam tasawwuf

terkandung juga pengetahuan yakni ma‘rifah, maka seseorang yang sudah

mencapai tingkat muntahī adalah seorang yang telah mencapai tingkat tertinggi

pula dalam bidang pengetahuan.24

Sesungguhnya pandangan wadat al-wujūd ini pertama kali diperkenalkan

oleh Muḥy al-Dīn ibn ‗Arabī (1165-1240). Menurut Ibn ‗Arabī sudah manjadi

kenyataan bahwa makhluk itu diciptakan dan berhajat kepada Khalik yang

menciptakannya, karena ia hanya mempunyai sifat mumkin (mungkin ada dan

mungkin tidak ada). Karena itu eksistensinya tergantung pada sesuatu yang lain.

Sesuatu yang lain sebagai tempat bergantung haruslah sesuatu yang secara

esensial mempunyai wujud yang bersifat wajib, berdiri sendiri dan tidak berhajat

kepada yang lain dalam eksistensinya. Bahkan benar secara esensial memberi

wujud kepada yang diciptakan. Dengan demikian, yang diciptakan mempunyai

sifat wajib tetapi sifat wajib itu bergantung pada sesuatu yang lain, dan tidak pada

dirinya sendiri. Dengan kata lain yang sebenarnya mempunyai wujud hanyalah

satu, yaitu Tuhan. Wujud selain Tuhan adalah wujud bayangan.25

Sejalan dengan itu upaya al-Attas dalam menghidupkan kembali tasawwuf

falsafi merupakan sebuah keniscayaan. Sebab, krisis kebudayaan Barat dengan

paham sekularismenya berawal dari landasan filosofis yang tidak mengenal atau

24

terma ini diambil dari pemikiran tasawuf yang dikemukakan oleh Hamzah Fansuri.

Selengkapnya baca: Abbdul Hadi W.M, Hamzah Fansuri: Risalah Tasawuf dan Puisi-Puisinya

(Bandung: Mizan, 1995), h. 36. 25

Kautsar Azhari Noer, Ibn al-‘Arabī: Waḥdat al-Wujūd dalam Perdebatan (Jakarta:

Paramadina, 1995), h. 74.

Page 30: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

21

menerima paradigma pemikiran alternatif (berlandaskan agama). Hal ini dapat

dilihat pada landasan epistemologi Barat yang hanya mengacu pada pendekatan

rasional-empiris-filosofis. Sedangkan, pemikiran Islam sebagai paradigma

alternatif yang cukup menjanjikan, bukan hanya rasional, empiris, dan filosofis

saja, tetapi juga meliputi yang intuitif, metafisis, dan filosofis.26

Epistemologi Islam menurut al-Attas menekankan pentingnya intuisi dalam

perolehan ilmu melalui proses iluminatif. Intuisi yang dijabarkan al-Attas berbeda

dengan intuisi yang didefinisikan kebanyakan pemikir-pemikir Barat yang hanya

menghubungkan intuisi dengan elemen-elemen inderawi seperti yang

dikembangkan oleh pemikir Barat salah satunya adalah Henry Bergson (1859-

1941). Intuisi dalam konsep al-Attas bukan hanya pengenalan langsung dan cepat

subyek ilmu kepada dunia eksternal, kebenaran rasio dan nilai-nilai universal.

Namun intuisi merupakan pengenalan langsung dan cepat terhadap kebenaran

agama, yaitu realitas dan eksistensi Tuhan. Pengenalan tersebut diperoleh melalui

intuisi tingkat tinggi yang disebut intuisi akan eksistensi. Intuisi ini menurut al-

Attas adalah pekerjaan dari qalb (hati).27

Selain memahami epistemologi Islam, menurut al-Attas, perlu juga

memahami bagaimana inti epistemologi Barat. Al-Attas mengatakan bahwa inti

asumsi-asumsi ilmu yang berhubungan dengan fenomena merupakan pernyataan

dasar dan kesimpulan umum tentang sains serta filsafat yang diturunkan darinya

adalah khas dari zaman tertentu dan bahwa yang diterima hanyalah teori-teori

26

Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, h. 132. 27

S.M.Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysic of Islam, h. 119.

Page 31: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

22

yang direduksi kepada unsur-unsur inderawi, walaupun ada kemungkinan

melibatkan gagasan-gagasan yang melampaui jangkauan pengalaman empiris.28

Al-Attas memiliki perhatian yang besar terhadap khazanah intelektual Barat.

Sebab, dengan memahami secara mendalam tentang inti dari asumsi-asumsi dasar

epistemologis disiplin-disiplin modern tentunya mensyaratkan pemahaman yang

mendalam tentang khazanah intelektual Barat itu sendiri. Sejalan dengan strategi

islamisasinya, al-Attas tidak mencampakkan begitu saja inti asumsi epistemologi

Barat. Al-Attas menggunakan pendekatan tersebut sebagai batu loncatan untuk

mengoreksi displin modern dan memurnikan ilmu-ilmu Islam yang telah tercelup

dalam paham-paham sekular.29

Sains modern lanjut al-Attas, tumbuh dan berkembang dari sebuah filsafat

yang sejak periode pertamanya telah mengukuhkan pandangannya, bahwa segala

sesuatu muncul terwujud dari sesuatu yang lainnya. Penolakan terhadap realitas

dan keberadaan Tuhan sudah tersiram dalam filsafat ini. Dalam lingkup sains

modern segala sesuatu yang bukan sains, yaitu semua yang tidak sesuai dengan

ilmu alam dan matematika, tidak terkecuali teori tentang alam semesta, manusia

atau masyarakat, perlahan-lahan dikenal sebagai filsafat.30

Landasan filsafat seperti penjelasan di atas, maka salah satu dari metode

yaitu, rasionalisme, filosofis yang cenderung atau persepsi inderawi. Rasionalisme

sekular yang cenderung lebih bersandar pada pengalaman inderawi dan

menyangkal otoritas serta ilusi, serta menolak wahyu dan agama sebagai sumber

28

S.M.Naquib al-Attas, Islam dan Filsafat Sains, terj. Sauful Muzani (Bandung: Mizan,

1995), h. 34. 29

Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, h. 133. 30

Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, h. 133.

Page 32: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

23

ilmu yang benar. Sedangkan, empirisme filosofis atau empirisme logis yang

menyandarkan seluruh ilmu pada fakta-fakta yang dapat diamati, bangunan

logika, dan analisis bahasa.31

Landasan filosofis dan metode-metode yang dilahirkan oleh ilmu-ilmu

modern, maka semua obyek kajian yang menjadi sorotan utama hanyalah yang

berkisar pada sesuatu yang dapat dicerap pancaindera dan alat bantunya belaka.

Padahal masih banyak realitas lain sebenarnya memerlukan penelitian yang

mendalam untuk mengungkapkannya. Upaya pengungkapan realitas-realitas yang

tidak mampu diatasi dengan pancaindera maupun alat-alat bantu yang tercanggih

memerlukan landasan filosofis lain. 32

Sebagai alternatif, paradigma pemikiran Islam layak untuk diperhatikan.

Sesuai dengan universalitas dan kontinuitas Islam termasuk ajarannya tentang

ilmu pengetahuan, Islam memberikan sebuah discourse yang cukup terbuka bagi

setiap orang untuk menggalinya sedalam dia mampu. Meskipun banyak

pandangan yang berbeda bahkan kadang-kadang bertentangan antara yang satu

dengan yang lainnya, bukan berarti Islam itu terpecah-pecah melainkan dengan

banyaknya interpretasi yang berbeda menunjukkan sifat terbukanya Islam, berikut

ajaran-ajarannya termasuk wacana ilmu pengetahuan. Salah satu interpretasi yang

cukup mendalam diberikan oleh al-Attas dalam kajiannya tentang epistemologi

Islam.

Menurut Syed Muhammad Naquib al-Attas dalam memahami ‗makna‘

harus melibatkan pengakuan terhadap tempat segala sesuatu di dalam sistem

31

Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, h. 133. 32

Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, h. 134.

Page 33: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

24

sehingga ilmu pengetahuan sejati terdiri atas pengakuan terhadap ‗tempat yang

tepat‘ bagi Allah Swt. dalam urutan being dan eksistensi. Al-Attas menegaskan

bahwa ‗tempat‘ merujuk kepada letaknya yang wajar dalam sistem, yaitu sistem

pemikiran dalam al-Qur‘an yang diuraikan secara sistematis melalui tradisi para

Nabi dan dituturkan oleh agama sebagai suatu worldview sehingga menghantarkan

kepada pengenalan terhadap Tuhan Semesta Alam. Hal ini berarti bahwa ilmu

pengetahuan tanpa pengakuan terhadap eksistensi Tuhan, bukan merupakan ilmu

pengetahuan yang sesungguhnya.33

Salah satu aspek dari ilmu pengetahuan yang dibahas secara substansial oleh

al-Attas yaitu sifat dan kegunaan ilmu pengetahuan yang berbeda dengan

kegunaan dan sifat ilmu dalam pandangan hidup Barat (Western worldview)

terutama dalam memandang realitas dan hakikat kebenaran. Pandangan hidup

Barat (Western worldview) tersebut telah menyebabkan pengaburan antara yang

benar dan yang salah, ‗yang sebenarnya‘ dengan ‗yang palsu‘, karena ilmu telah

terlepas dari iman atau Tuhan dan hal-hal yang bersifat metafisik akibat

sekularisasi. Padahal dalam pandangan hidup Islam (Islamic worldview), iman

mengandung unsur ilmu yang memahamkan tentang kebenaran pada akal

manusia.34

Semua penjelasan di atas sebenarnya yang membedakan antara epistemologi

Islam dan Barat ialah paham tentang kemampuan inderawi, autoritas, akal, dan

intuisi. Perbedaan ini akhirnya menjadi titik tolok keyakinan wujud (ontological

commitment) masing-masing. Bagi pemahaman umum wujud meliputi ‘alam al-

33

S.M.Naquib al-Attas, Tinjauan Ringkas Peri Ilmu dan Pandangan Alam (Pulau Pinang:

Universiti Sains Malaysia, 2007), h. 42. 34

Al-Attas, Tinjauan Ringkas Peri Ilmu dan Pandangan Alam, h. 2-3.

Page 34: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

25

syahādah (alam yang tampak) dan ‘alam al-gaib (alam tidak tampak), dan kedua

alam ini berpadu dalam Zat al-Wajīb al-Wujūd, dan manusia mampu mencapai

ilmu sekedar kemampuannya tentang ketiga kategori wujud ini.35

35

Adi Setia, ‗Epistemologi Islam Menurut al-Attas: Satu Uraian Ringkas‘, dalam Islamia,

Vol. 2, no. 6, Juli-September, 2005, h. 57.

Page 35: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

26

BAB III

DIMENSI TEORI KEBAHAGIAAN

A. Definisi Kebahagiaan

Kebahagiaan sering didefinisikan sebagai suatu kesenangan dan

ketentraman hidup (lahir dan batin), keberuntungan, kemunjuran yang bersifat

lahir dan batin.1 Titik tekan yang hendak menjadi acuan dalam kebahagiaan

adalah ketentraman. Adapun tentram berarti perasaan aman, damai, dan sentosa

lahir dan batin, bebas dari segala yang menyusahkan. Kata lain yang

menggambarkan kebahagiaan adalah kenikmatan, kepuasan, dan kesenangan.

Kenikmatan diartikan sebagai keadaan yang nikmat, yang antara lain berkonotasi

pada makanan dan tempat tinggal. Sedangkan kepuasan diartikan perihal atau

perasaan puas, lega, gembira karena telah terpenuhi hasrat hatinya, yang dapat

saja berkonotasi negatif, misalnya hasrat mencelakakan orang lain. Adapun

kesenangan diartikan sebagai kondisi senang karena mendapatkan keenakan dan

kepuasan.2

Namun ada beberapa prinsip dasar yang membedakan antara kebahagiaan,

kenikmatan, kepuasan dan kesenangan. Kebahagiaan merupakan kondisi kejiwaan

yang meliputi ketentraman yaitu perpaduan antara rasa aman, damai, dan tenang.

Sedangkan kenikmatan, kesenangan, maupun kepuasan walaupun bisa menjadi

1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai

Pustaka, 1990), h. 65. 2 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 615.

Page 36: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

27

barometer kebahagiaan, namun tidak dapat disangkal bahwa ketiganya juga dapat

mendatangkan kesengsaraan atau lawan dari kebahagiaan.3

Definisi singkat tentang kebahagiaan di atas menunjukkan bahwa untuk

menentukan hakikat dari kata kebahagiaan merupakan bukan perkara yang

mudah. Hal ini karena setiap individu memiliki barometer tersendiri untuk

menuntukan dan menklaim suatu kebahagiaan. Satu orang dapat mengatakan

bahwa sesuatu itu merupakan kebahagiaan menurutnya, sedangkan orang lain

;belum tentu mencapai kesepakatan kata yang sama dengan orang pertama.

Kebahagiaan merupakan konsep yang luas, seperti emosi positif atau pengalaman

yang menyenangkan, rendahnya mood yang negatif, dan memiliki kepuasan hidup

yang tinggi.4

Para tokoh banyak yang memberi penafsiran tentang arti dan hakikat

kebahagiaan dengan berbagai macam artikulasi. Aristoteles menyatakan bahwa

kebahagiaan (happines) berasal dari kata happy yang berarti feeling good, having

fun, having a good time, atau sesuatu yang membuat pengalaman yang membuat

menyenangkan. Sedangkan orang yang bahagia menurutnya adalah orang yang

mempunyai good birth, good health, good look, good luck, good reputation, good

money, dan goodness.5

Veenhove mencoba memberikan tafsiran berbeda tentang kebahagiaan.

Menurutnya, kebahagiaan merupakan sinonim dari kepuasan hidup atau life

3 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 812.

4 E. Diener, R.E.Lukas, ‗Subjective Well Being: The Science of Happiness and Life

Satification‘, dalam C.R.Synder dan S.j. Lopez, Handbook of Positive Psychology (New York:

Oxford University Press, 2005), h. 71-72. 5 Veenhoven, New Directions in the Study of Happiness: United States and International

Perspective (Notre Dame: University of Notre Dame Press, 1995), h. 25-8.

Page 37: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

28

satisfaction. Ia mendefinisikan life satisfaction adalah keseluruhan evaluasi

mengenai hidp termasuk semua kriteria yang berada di dalam pemikiran individu

seperti bagaimana rasanya hidup yang baik, sejauh mana hidup sudah mencapai

ekspektasi, bagaimana hidup yang menyenangkan dapat terapai, dan sebagainya.6

Senada dengan Veenhove, Diener juga menyatakan bahwa life satisfaction

merupakan bentuk nyata dari happines atau kebahagiaan, di mana kebahagiaan

tersebut merupakan suatu yang lebih dari suatu pencapaian tujuan. Dikarenakan

pada kenyataannya kebahagiaan selalu dihubungkan dengan kesehatan yang lebih

baik, kreativitas yang lebih tinggi serta tempat kerja yang lebih baik.7

Dari definisi yang dikembangkan ilmuan dan pemikir di atas dapat ditarik

kesimpulan bahwa kebahagiaan merupakan suatu yang membuat pengalaman

yang menyenangkan berupa perasaan senang, damai, dan termasuk di dalamnya

kesejahteraan, kedamaian pikiran, kepuasan hidup serta tidak adanya perasaan

tertekan, dan segala hal yang dapat mengurangi atau menghilangkan kebahagiaan

lainnya.

Pada dasarnya kebahagiaan manusia di dunia ini bersifat temporar dan tidak

selamanya. Ada waktunya seorang manusia sedang berbahagia ada pula waktu

manusia merasa tidak berbahagia. Apabila sedang sukse, manusia akan merasa

bahagia, namun sebaliknya apabila sedang merugi, manusia akan merasa tidak

6 Veenhoven, A Comparative Study of Satisfaction with Live (Eropa: Eotvos University

Press, 1996), h. 5-6. 7 E. Diener, ‗Subjective Well Being‘, h. 191.

Page 38: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

29

berbahagia. Sehingga dapat dikatakan bahwa kebahagiaan itu bersifat sesaat,

tergantung kondisi eksternal manusia.8

Ada lima tahap kebahagiaan. Tahap kebahagiaan pertama adalah

kebahagiaan fisik dan emosional (physical and emotional happiness). Pada tahap

ini, seorang akan merasa bahagia apabila kebutuhan fisik dan emosionalnya

terpenuhi. Seperti orang lapar, akan merasa bahagia apabila sudah makan dan

kenyang, orang yang berjalan kaki dan merasa lelah akan menjadi bahagia apabila

beristirahat, dan lain sebagainya.9

Tahap kedua adalah kebahagiaan intelektual (intellectual happiness). Pada

tahap ini kata nalar menjadi kunci pembahasannya, yaitu apabila keinginan dan

hasrat nalar akan melakukan sesuatu terpenuhi makan pada tahap ini akan

berbahagia. Contohnya adalah orang merasa senang ketika sudah dinyatakan lulus

sarjana, atau magister atau tingkat doktoral. Atau bisa juga orang yang

menuangkan gagasan atau idenya ke dalam suatu karya tulis. Hal ini merupakan

termasuk dalam kategori kebahagiaan intelektual.

Tahap ketiga adalah kebahagiaan estetik (aesthetical happiness). Pada tahap

ini seorang akan merasa bahagian apabila melihat dirinya atau yang ada disekitar-

nya terasa indah dan nyaman. Contohnya orang akan merasa berbahagia apabila

memiliki rumah yang indah dan taman yang hijau dengan udara yang sejuk, dan

sebagainya.10

8 Darwis Harahap, ‗Kebahagiaan dan Akhir Kehidupan Menurut Filsafat Ekonomi Islam‘,

dalam Human Falah, Vol. 2, no. 2, 2015, h. 87. 9 Darwis Harahap, ‗Kebahagiaan dan Akhir Kehidupan‘, h. 88.

10 Darwis Harahap, ‗Kebahagiaan dan Akhir Kehidupan‘, h. 89.

Page 39: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

30

Tahap keempat adalah kebahagiaan moral (moral happiness). Pada tahap

ini kebahagiaan seorang akan didapatkan apabila menyangkut pada persoalan

moralitas. Seperti seorang akan merasa berbahagia apabila membantu orang lain

yang sedang ditimpa kesusahan, kemalangan, dan kerugian. Pada tahap ini

kebahagiaan seorang adalah jika ia bisa melakukan hal terbaik kepada orang lain.

Adapun tahap kelima adalah keh=bahagiaan spiritual (spiritual happiness).

Tahap ini merupakan tahapan kebahagiaan yang memiliki derajat paling tinggi

dari tahap-tahap lainnya. Apabila pada tahap-tahap sebelumnya kebahagiaan

hanya menyangkut aspek lahir dan fisik, maka pada tahap ini kebahagiaan

menyangkut aspek batin, spiritual, dan non fisik. Kebahagiaan pada tahap ini

mengharuskan seorang menggunakan daya intuitifnya untuk meraih kebahagiaan.

Contohnya merasa tentram ketika bermunajat kepada Allah dan bertaubat kepada-

Nya.11

B. Kebahagiaan Menurut al-Qur’an

Kata kebahagiaan, apabila dicarikan padanan kata di dalam al-Qur‘an

memiliki berbagai macam padanan. Seperti kata sa‘ādah, ḥasanah, ṭūbā, matā‘,

surūr, falāḥ, fawz, dan faraḥ. Delapan padanan kata yang merujuk pada

pengertian kebahagiaan dalam al-Qur‘an, hanya kata sa‘ādah yang dapat

merepresentasikan wacana pemikiran al-Attas. Ini didasarkan ia hanya

menggunakan term sa‘ādah untuk merujuk pengertian kebahagiaan.12

11

Darwis Harahap, ‗Kebahagiaan dan Akhir Kehidupan‘, h. 90. 12

Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena: to the Metaphysics of Islam (Kuala

Lumpur: ISTAC, 2001), h. 82.

Page 40: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

31

al-Isfahānī mengartikan kata sa‘ādah atau sa‘īd dengan pertolongan kepada

manusia terhadap perkara ketuhanan untuk memeroleh kebaikan. Kata sa‘īd

sering dihubungkan dengan kata syaqāwah (kesengsaraan) sebagai lawan katanya.

Kedua terma ini tersirat dalam al-Qur‘an surat Hūd [11] ayat 105:

هم شقي وسعيد ي وم يأت ل تكلم ن فس إل بإذنه فمن

‗Dikala datang hari itu, tidak ada seorang pun yang berbicara melainkan

dengan izin-Nya; maka di antara mereka ada yang celaka dan ada yang

berbahagia‘.

Term kebahagiaan (sa‘ādah) pada ayat di atas dapat dipahami dalam

konteks dualitas, yaitu merupakan lawan dari kata sengsara. Kesadaran manusia

pada dasarnya selalu bersifat dualistis. Artinya kehidupannya di setiap tempat dan

waktu merupakan polarisasi yang tajam antara sakit dan lezat, bahagia dan derita.

Ia akan selalu berhadapan dengan kesusahan atau kesenangan, bahagia atau

sengsara. Manuisa akan selalu berhadapan dengan dua realitas ini, yaitu

kesenangan atau kesusahan, termasuk ekspresinya, yaitu tertawa atau menagis.

Tangisan adalah tanda kesedihan atau sesuatu yang menyakitkan, sedangkan

tertawa adalah bukti kebahagiaan, kegembiraan, atau kesenangan.13

Orang yang

berbahagia biasanya menampakkan wajah yang penuh senyuman atau berseri-seri.

Sebaliknya, orang yang sedih biasanya menunjukkan wajah yang muram atau

penuh tangisan. Orang yang sengsara adalah irang yang sesat, tidak tau jalan

hidup yang harus ditempuh, tidak sadar apakah ia berbuat benar atau salah, atau

tidak dapat membedakan mana yang hak dan yang batil. Orang yang bahagia

13

Muskinul Fuad, ‗Psikologi Kebahagiaan dalam al-Qur‘an‘, Laporan Penelitian di

Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat IAIN Purwokerto, 2016, h. 41.

Page 41: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

32

adalah kebalikan dari itu. Jiwanya tenang, hati tenteram, tenang menghadapi

persoalan, hatinya disinari cahaya iman kepada Allah, di dalam jiwanya tertanam

akidah yang kuat dan sadar bahwa segala sesuatu telah diatur oleh Allah Swt.14

Orang berbahagia adalah orang yang merasa aman, tenang, dan punya kekuatan

untuk menjalani kehidupan. Sebagaimana firman Allah dalam surat Ṭāhā [20] ayat

123:

فل يضل ول يشقى فمن ات بع هداي

‗Lalu barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan ia

tidak akan celaka‘.

Selain kata sa‘ādah, term lain dalam al-Qur‘an yang menunjukkan

pengertian kebahagiaan adalah falāḥ. Menurut Ibn Manẓūr, arti kata falāḥ adalah

beruntung, selamat, abadi dalam kenikmatan dan kebaikan. Sebagaimana

interpretasi al-Azhary dari firman Allah surat al-Mu‘minūn [23] : 1, bahwa

sesungguhnya dikatakan kepada ahli surga adalah orang-orang yang beruntung

karena keberuntungan mereka yang tetap abadi di surga.15

Al-Isfahānī menyebutkan bahwa kata falāḥ adalah al-ẓafr wa-idrāk

bughyah, memeroleh apa yang dikehendaki. Kata ini seringkali diterjemahkan

dengan beruntung, berbahagia, atau memeroleh kemenangan. Selain itu, al-

Isfahānī dalam Mufradāt Alfāẓ al-Qur’ān membagi kata falāḥ dalam arti

kebahagiaan menjadi dua bagian, yaitu duniawi dan ukhrawi. Kebahagiaan

duniawi mencakup usia panjang, kekayaan, dan kemuliaan. Sedangkan

14

Muskinul Fuad, ‗Psikologi Kebahagiaan dalam al-Qur‘an‘, h. 42. 15

Al-Raghīb al-Isfahānī, Mufradāt Alfāẓ al-Qur’an (Damaskus: Dar al-Qalam, 2002), h.

644.

Page 42: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

33

kebahagiaan ukhrawi mencakup kekekalan tanpa kepunahan, kekayaan tanpa

kebutuhan, kemuliaan tanpa kehinaan, dan pengetahuan tanpa kebodohan.16

Menurut M.Quraish Shihab, kata falāḥ mempunyai derivasi berupa kata

aflaḥa yang berarti sebagai ‗memeroleh oyang dikehendaki‘.17

Kata aflaḥ

ditemukan dalam al-Qur‘an sebanak empat kali, salah satunya adalah surat Ṭāhā

[20] ayat 64:

وقد أف لح الي وم من است على

‗pasti memeroleh keberuntungan (kebahagiaan) siapa yang hari ini lebih

tinggi sihirnya‘.

Selain itu, kata Quraish Shihab, kata aflaḥa merupakan penegasan Allah

Swt. yang ditemukan pada surat al-A‗lā‘ [87] ayat 14, al-Syams [91] ayat 9, dan

al-Mu‘minūn [23] ayat 1. Dalam al-Mu‘minūn [23] ayat 1-9, dikemukakan sifat-

sifat orang-orang mukmin yang akan meraih kemenangan (falaḥ). Sifat-sifat

tersebut mencerminkan pula usaha-usaha mereka (orang-orang yang beriman)

yang pada akhirnya dapat dinilai sebagai upaya penyucian diri (tazakka),

sebagaimana terdapat dalam surat al-A‗lā [87] ayat 14. Upaya-upaya itu meliputi

khusyu dalam salat, menunaikan zakat, menjauhkan diri dari perbuatan sia-sia,

menjaga kemaluan kecuali pada pasangan yang sah, memelihara amanat dan

janji, dan memelihara waktu salat. Dalam surat al-A‗rāf [7] ayat 157, ditegaskan

16

Al-Raghīb al-Isfahānī, Mufradāt Alfāẓ al-Qur’an, h. 644. 17

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 1997), h. 430.

Page 43: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

34

pula bahwa orang-orang yang beriman kepada Nabi Saw. itu memuliakan, dan

membela beliau, termasuk orang-orang yang beruntung.18

Wawasan al-Qur‘an tentang arti kebahagiaan sebagaimana dikemukakan di

atas, dapat disimplifikasikan ke dalam beberapa aspek.

Pertama, bahwa kebahagiaan di dalam al-Qur‘an merujuk pada kebahagiaan

dunia dan akhirat. Setiap individu sangat ditekankan untuk memeroleh kedua

kebahagiaan ini. Kebahagiaan dunia dikatakan dalam al-Qur‘an bersifat temporar

dan sesaat, sedangkan kebahagiaan akhirat bersifat abadi dan selamanya.19

Kedua, bahwa kebahagaiaan juga mencakup kebahagiaan fisik dan non-

fisik. Namun banyak di dalam al-Qur‘an yang mengindikasikan bahwa

kebahagiaan hakikat adalah kebahagiaan non-fisik

C. Kebahagiaan Menurut Filsafat

Pandangan kebahagiaan pada sub tema ini akan dikhususkan pada pendapat-

pendapat yang dikemukakan oleh para filosof Yunani dan filosof Barat, dan bukan

filosof Islam. K. Bartens mengatakan bahwa semua ilmu yang dikembangkan oleh

para filosof pada akhirnya bertujuan untuk mencari tahu bagaimana cara manusia

mencapai kebahagiaan. Kebahagiaan hakiki menurut Sokrates adalah kebahagiaan

jiwa (eudaimonia). Sokrates mengemukakan bahwa jiwa manusia bukanlah

nafasnya saja, tetapi merupakan unsur terpenting dalam hidup manusia. Jiwa

merupakan inti sari manusia. Karena jiwa merupakan inti sari manusia, maka

manusia wajib mengutamakan kebahagiaan jiwanya (eudaimonia=memiliki

18

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, h. 431. 19

Al-Raghīb al-Isfahānī, Mufradāt Alfāẓ al-Qur’an, h. 644.

Page 44: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

35

daimon atau jiwa yang baik), lebih daripada kebahagiaan tubuhnya atau

kebahagiaan yang lahiriah.20

Manusia harus membuat jiwanya menjadi jiwa yang sebaik mungkin.21

Dan

untuk mencapai eudaimonia diperlukan kebajikan atau keutamaan, seperti

pendirian Sokrates yang terkenal ‗keutamaan adalah pengetahuan‘. Keutamaan di

bidang hidup baik tentu menjadikan seseorang dapat hidup baik. Hidup baik

berarti menerapkan pengetahuannya tentang hidup baik itu. Jadi baik dan jahat

dikaitkan dengan soal pengetahuan, bukan dengan keinginan manusia. Maka

menurut Sokrates, tidak mungkin orang dengan sengaja melakukan hal yang

salah. Kalau ada orang berbuat salah, maka hal itu disebabkan karena ia tidak

berpengetahuan.22

Senada dengan Socrates, Plato yang juga merupakan murid Socrates

mengatakan bahwa eudaimonia merupakan tujuan hidup manusia. Bagi Plato

manusia harus mengupayakan kebahagiaannya (eudaimonia) itu. Menurutnya

kebahagiaan/kesenangan itu tidak hanya kepuasan hawa nafsu selama hidup di

dunia (indrawi) saja tetapi kebahagiaan juga harus dilihat dalam hubungan kedua

dunia (dunia indrawi/jasmani dan dunia Idea). Maksudnya, dengan kata lain di

samping kebahagiaan indrawi kebahagiaan yang hakiki yang berkaitan erat

dengan batin yakni dunia Ide juga perlu diupayakan. Oleh karena ituu, untuk

mencapai pada kebahagiaan (eudaimonia) dalam dunia Ide, manusia harus selalu

melakukan apa yang baik. Sebab bagi Plato semua kebaikan dan kebajikan ada di

20

K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani (Yogyakarta: Kanisius, 1999), h. 105. 21

K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani (Yogyakarta: Kanisius, 1999), h. 106. 22

Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat (Yogyakarta: Kanisius, 1980), h. 36-38.

Page 45: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

36

dunia Ide (dunia Ide adalah realitas yang sesungguhnya, sedangkan yang indrawi

itu merupakan realitas bayangan).23

Pendapat yang hampir serupa dikemukakan oleh Aristoteles. Ia memulai

ajarannya tentang kebahagiaan dari mempertanyakan bagaimana manusia

mencapai hidup yang baik. Menurutnya, manusia untuk mencapai kebahagiaannya

adalah dengan hidup yang baik. Hidup yang baik di sini maksudnya ialah hidup

bermakna, suatu hidup yang terasa penuh dan menentramkan. Untuk dapat hidup

bermakna seseorang harus mencapai apa yang menjadi tujuan hidupnya.

Pertanyaannya sekarang adalah apa yang menjadi tujuan hidup manusia? Menurut

Aristoteles jawabannya adalah, kebahagiaan (eudaimonia).24

Sama dengan

pendahulunya, kebahagiaan yang dimaksud di sini bukan hanya terbatas pada

perasaan subyektif seperti senang atau gembira yang adalah aspek emosional,

melainkan lebih mendalam dan obyektif menyangkut pengembangan seluruh

aspek kemanusiaan suatu individu (aspek moral, sosial, emosional, rohani).

Menurut Aristoteles kebahagiaan dapat dicapai dengan hidup secara bermoral

(hidup baik), karena itulah jalan menuju kebahagiaan. Tujuan moralitas adalah

untuk mengantar manusia ke tujuan akhirnya, yakni kebahagiaan.25

Kebahagiaan diwujudkan oleh setiap orang dengan jalannya masing-masing.

Kemampuan setiap orang untuk mewujudkan kebahagiaan juga tidak sama.

Semakin seseorang memandang kebahagiaan sebagai tujuan akhir dalam

hidupnya, maka semakin terarah dan mendalam aktivitas-aktivitas yang

23

K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, h. 141. 24

Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika Sejak Zaman Yunani Sampai Abad ke-19

(Yogyakarta: Kanisius, 1997), h. 30-31. 25

Franz Magnis Suseno, Menjadi Manusia: Belajar dari Aristoteles (Yogyakarta: Kanisius,

2009), h. 4-7.

Page 46: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

37

dilakukannya untuk ‗hidup baik‘. Dalam hal ini, Aristoteles menempatkan

keutamaan dalam posisi istimewa. Menurutnya supaya manusia bahagia, ia harus

menjalankan aktivitasnya menurut keutamaannya.

Hidup dalam keutamaan yang dimaksud oleh Aristoteles ialah hidup yang

sungguh ditata dengan baik. Sementara keutamaan (arete) yang dimaksud oleh

Aristoteles ialah keutamaan yang mengarahkan manusia pada perbuatan yang

baik. Kehidupan yang dijalani dalam rambu-rambu aturan-aturan moralitas dan

etika yang berlaku secara wajar atau umum dalam masyarakat tertentu. Aturan-

aturan moralitas dalam hal ini perlu dipandang sebagai sesuatu yang dapat

dimengerti dan berasal dari dorongan manusiawi untuk menjalankannya, bukan

dorongan dari luarnya. Pada intinya, Aristoteles mengajak manusia untuk hidup

secara bermoral, yang ia anggap sebagai cara untuk dapat mencapai kebahagiaan.

Lebih rinci Aristoteles membagi kebahagiaan itu menjadi lima bagian,

yaitu: Pertama, kebahagiaan yang terdapat pada kondisi sehat badan dan

kelembutan indrawi. Kedua, kebahagiaan karena mempunyai sahabat. Ketiga,

kebahagiaan karena mempunyai nama baik dan termasyhur. Keempat,

kebahagiaan karena sukses dalam berbagai hal. Kelima, kebahagiaan karena

mempunyai pola pikir yang benar dan punya keyakinan yang mantap. Dengan

tercapainya kelima hal ini, menurut Aristoteles barulah manusia akan mencapai

bahagia yang sempurna.26

Filosof lain yang menjelaskan mengenai kebahagiaan adalah Epikuros.

Ajaran Epikuros diarahkan kepada satu tujuan akhir, yakni menjamin kebahagiaan

26

Khairul Hamim, ‗Kebahagiaan dalam Perspektif al-Qur‘an dan Filsafat‘, dalam Jurnal

Tasimuh, Vol. 13, No. 2, 2016, h. 134.

Page 47: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

38

manusia dengan Etika sebagai inti pemikirannya. Etika Epikuros hendak

memberikan ketenangan hati (ataraxia) kepada manusia, sebab menurut Epikuros

ketenangan hati ini terancam oleh rasa takut – diantaranya rasa takut terhadap

dewa-dewi, rasa takut terhadap kematian, dan rasa takut terhadap nasib – yang

sebenarnya tidak mendasar dan tidak masuk akal.27

Epikuros menekankan bahwa tujuan hidup manusia adalah hedone

(kenikmatan, kepuasan) yang dapat kita miliki bila hati kita tenang dan tubuh kita

sehat. Namun kata hedone sering disalahartikan oleh kebanyakan orang. Hedone

yang ditekankan oleh Epikuros bukan berarti bahwa kita harus secara membabi

buta mengikuti hasrat kita. Bahkan sebaliknya, kesenangan yang sesungguhnya

tidak tercapai dengan mencari pengalaman nikmat sebanyak mungkin, tetapi

dengan menjaga kesehatan dan berusaha hidup sedemikian rupa hingga jiwa bebas

dari keresahan. Untuk itu manusia yang mau bahagia justru harus membatasi diri.

Ia harus dapat senang dengan yang sederhana.28

Bila dicermati beberapa pandangan para filosof di atas, nampaknya masing-

masing mereka punya cara dan bahasa yang berbeda-beda dalam dalam

menyampaikan pemikirannya tentang kebahagiaan. Mereka sepakat bahwa tujuan

yang ingin dicapai dalam kehidupan ini adalah kebahagiaan. Di mana kebahagiaan

tertinggi atau yang paling sempurna adalah dengan mencapai eudaimonia atau

kebahagiaan jiwa (bahasa Plato dunia idea).

Mencermati penjelasan beberapa para filosof mengenai kebahagiaan di atas,

terlihat jelas bahwa mereka membahas tentang kebahagiaan jasmani yang dialami

27

Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 1, h. 53-56. 28

Bernard Delfgaauw, Sejarah Ringkas Filsafat Barat (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1992),

h. 38-39.

Page 48: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

39

dan dirasakan oleh seseorang pada saat mereka berada di dunia saja. Mereka tidak

membahas kebahagiaan yang akan dan dialami seseorang pada saat mereka berada

di alam akhirat kelak.

D. Kebahagiaan Menurut Tasawuf

Pada dasarnya, bahagia adalah fitrah atau bawaan alami manusia. Artinya, ia

merupakan sesuatu yang melekat dalam diri manusia.29

Bahagia sudah seharusnya

dimiliki oleh setiap manusia, karena menurut fitrahnya, manusia diciptakan

dengan berbagai kelebihan dan kesempurnaan. Manusia adalah makhluk yang

paling baik dan sempurna dibanding dengan makhluk lainnya. Hal ini telah

dinyatakan oleh Allah dalam al-Qur‘an surat al-Isrā [17] ayat 70, sebagai berikut:

―Dan sungguh Kami telah memuliakan anak cucu Adam dan Kami angkat

mereka di daratan dan lautan, dan Kami telah memberikan rezeki yang baik

kepada mereka, dan Kami telah lebihkan mereka dari makhluk-makhluk lain

yang telah Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.

Kabir Helminski, seorang sufi penerus tradisi Jalaluddin Rumi, menulis

tentang manusia sempurna dalam The Knowing Heart: A Sufi Path of

Transformation. Menurut tokoh ini, sifat manusia sempurna adalah refleksi dari

sifat-sifat Tuhan yang sebagian tercermin dalam 99 nama Allah (al-Asmā al-

Ḥusnā). Kesempurnaan manusia adalah takdir bawaan manusia, yang memerlukan

hubungan yang harmonis antara kesadaran diri dan rahmat Ilahi. Itulah capaian

kebahagiaan yang sesungguhnya.30

29

Murtadha Muthahhari, Fitrah: Menyingkap Hakikat, Potensi, dan Jatidiri Manusia

(Jakarta: Lentera, 2008), h. 31. 30

Erbe Sentanu, Quantum Ikhlas: Teknologi Aktivasi Kekuatan Hati (Jakarta: Elex Media

Komputindo, 2008), h. 19-20.

Page 49: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

40

Demikianlah sebagian makna hakikat kebahagiaan yang telah dirumuskan

oleh para sufi yang boleh jadi masih berupa konsep yang abstrak. Kata yang

dirumuskan para Sufi tersebut sama halnya dengan ahli psikologi yang merusakan

mengkongkritkan kata-kata yang bersifat abstrak. Dikatakan bahwa Jika ada

seorang klien datang ke psikolog dan berkata: ―Hari ini saya merasa bahagia‖,

maka sang psikolog tentu akan bertanya lebih lanjut: ―Mengapa Anda merasa

bahagia?‖. Salah satu jawaban yang mungkin akan diberikan seseorang adalah:

―Karena saya merasa puas dengan apa yang terjadi dengan hidup saya‖.31

Demikian halnya dengan kehidupan seseorang, apakah bermakna atau tidak dapat

dinilai dari model pertanyaan dan jawaban di atas.

Dialog di atas mengindikasikan bahwa kebahagiaan hidup seseorang dapat

dinilai secara obyektif (objective happiness) dan subyektif (subjective happiness).

Secara obyektif, kebahagiaan seseorang dapat diukur dengan menggunakan

standar yang merujuk pada aturan agama atau pembuktian tertentu. Jalaluddin

Rakhmat mencontohkan, misalnya ada seseorang bernama Fulan. Ia

menghabiskan waktu mudanya untuk berfoya-foya, termasuk dengan melakukan

segala tindakan dosa. Ia tidak pernah mengalami sakit. Ia mengaku sangat

bahagia. Benarkah ia bahagia? Menurut ukuran agama, ia dianggap tidak bahagia,

karena pada hari akhirat kelak, jika ia tidak segera bertaubat, akan masuk neraka.

Dalam bahasa Tasawuf, si fulan ini dikatakan sedang mengalami apa yang disebut

dengan istidraj. Artinya ia sedang diberi ujian oleh Allah dengan nikmat

(kesenangan) untuk melihat apakah ia sadar atau tidak dengan nikmat yang

31

Jalaluddin Rakhmat, Meraih Kebahagiaan (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008),

h. 98.

Page 50: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

41

didapatkannya. Menurut ukuran (pembuktian) rasional, ia juga tidak bahagia,

karena lama-kelamaan ia pasti akan kehilangan harta, kesehatan, dan

kesenangannya. Secara subyektif, kita dapat mengukur kebahagiaan seseorang

dengan bertanya kepadanya dengan singkat apakah ia bahagia atau tidak.32

Demikian pula dengan konsep makna hidup.

Pandangan kebahagiaan dalam tradisi tasawuf berakar dari inti ajaran

tasawuf sendiri yaitu mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan laku

penyucian diri. Sehingga tindak tanduk yang dilakukan oleh Sālik akan diarahkan

dan ditujukan kepada wilayah ketuhanan. Termasuk dalam memandang persoalan

kebahagiaan. Kiranya tidak ada kebahagiaan yang lebih baik dan indah bagi

seorang Sālik daripada bertemu dengan Tuhannya. Al-Ghazālī dalam Kimiyā al-

Sa‘ādah mengatakan bahwa tujuan kehidupan manusia adalah sampai kepada

Allah kelak di akhirat, sebagaimana sampainya orang yang bertemu dengan apa

yang didambakannya.33

Al-Ghazālī juga mengatakan bahwa puncak kebahagiaan pada manusia

adalah jika dia berhasil mencapai ma‘ritafullāh, mengenal Allah. Ia mengatakan

sebagai berikut:34

Sesungguhnya kenikmatan dan kebahagiaan bagi manusia itu adalah

ma‘rifatullāh. Ketahuilah bahagia tiap-tiap sesuatu adalah bila kita rasakan

nikmat, kesenangan dan kelezatan, karena rasa itu adalah menurut perasaan

masing-masing. Maka kelezatan (mata) ialah melihat rupa yang indah, kenikmatan

telinga ialah mendengar suara yang merdu, demikian pula segala anggota yang

32

Jalaluddin Rakhmat, Meraih Kebahagiaan, h. 107. 33

Al-Ghazālī, Kimia al-Sa‘adah, terj. Dedi Slamet Riyadi (Jakarta: Zaman, t.t.), h. 100. 34

Hamka, Tasawuf Modern (Jakarta: Panji Mas, 1990), h. 12.

Page 51: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

42

lain dan tubuh manusia. Adapun kelezatan hati ialah ma‘rifat kepada Allah,

karena hati dijadikan tidak lain untuk mengingat Tuhan. Seorang rakyat jelata

akan sangat berbahagia kalau dia dapat berkenalan dengan seorang pejabat tinggi

atau menteri, kegembiraan itu naik berlipat ganda kalau dia dapat berkenalan yang

lebih tinggi misalnya raja atau presiden. Maka mengenal Allah adalah puncak dari

segala macam kegembiraan. Lebih dari apa yang dapat dibayangkan oleh

manusia, sebab tidak ada yang lebih tinggi dari kemuliaan Allah. Dan oleh sebab

itu tidak ada ma‘rifat (mengenal)) yang lebih lezat daripada ma‘rifatullāh.35

Dengan demikian dalam perspektif al-Ghazālī, kebahagiaan itu terbagi

menjadi dua, yaitu kebahagiaan hakiki, yaitu kebahagiaan akhirat dan

kebahagiaan majazī, yaitu kebahagiaan di dunia.36

Begitu juga kebahagiaan

menurut al-Ghazālī yang dikutip oleh Hamka, yaitu kemenangan di dalam

menerangi hawa nafsu dan menahan kehendak berlebihan. Maka kemenangan

menahan hawa nafsu ini ialah dari segala kemenangan atau kebahagiaan.37

Menurut ‗Aiḍ al-Qarnī, pemikir Muslim Kontemporer, bahwa kebahagiaan

adalah keringanan hati karena kebenaran yang dihayatinya. Kebahagiaan adalah

kelapangan dada karena prinsip yang menjadi pedoman hidup dan kebahagiaan

adalah ketenangan hati karena di sekelilingnya.38

Di antara beberapa definisi yang dikemukakan dari tokoh-tokoh tasawuf di

atas, baik klasik maupun kontemporer, memiliki pendangan yang kuat dalam

meraih kebahagiaan akhirat, karena seperti yang didefinisikan al-Ghazālī, bahwa

35

Mustofa Bisri, Metode Tasawuf al-Ghazaly (Surabaya: al-Miftah, 2007), h. 52-55. 36

Al-Ghazālī, Mīzān al-‘Amal (Beirut: Dar al-Kutub al-‗Ilmiyyah), h. 104. 37

Hamka, Tasawuf Modern, h. 17. 38

‗Aidh Abdullah al-Qari, La Tahzan, terj. Samson Rahman (Jakarta: Qisthi Press, 2004),h.

xiii.

Page 52: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

43

kebahagiaan akhirat adalah kebahagiaan yang hakiki. Secara keseluruhan,

menurut ahli tasawuf, bahwa kebahagiaan adalah ketika seorang meluruskan

jiwanya atau melapangkan dadanya untuk tetap mengikuti kebenaran yaitu dengan

mengikuti perintah Allah sebagai pedoman hidup di dunia dan meraihnya hingga

di akhirat. Hal ini cenderung pada kebahagiaan yang telah disimpulkan oleh al-

Ghazālī bahwa kebahagiaan terbagi menjadi kebahagiaan dunua (dunyawiyyah)

dan akhirat (ukhrawiyyah).39

39

Al-Ghazālī, Mīzān al-‘Amal, h. 104.

Page 53: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

44

BAB IV

KEBAHAGIAAN MENURUT SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

A. Manusia dan Hakikat Kebahagiaan

Dalam membahas tentang masalah kebahagiaan, al-Attas dalam

Prolegomena banyak mengadopsi pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh al-

Ghazālī. Tampaknya ia sangat mengagumi al-Ghazālī sebagai intelektual Muslim

yang memiliki pemahaman keislaman yang komprehensif. Sehingga tidak

mengherankan apabila dalam mengemukakan tentang konsep kebahagiaan

manusia banyak terpengaruh oleh pemikiran al-Ghazālī terutama dalam Iḥyā

‘Ulūm al-Dīn, Kimiyā al-Sa‘ādah dan Mīzān al-‘Amāl.1

Al-Attas menjelaskan bahwa manusia terdiri atas dua unsur utama yaitu

tubuh (al-jism) dan jiwa (al-nafs).2 Tubuh merupakan unsur yang bersifat gelap,

kasar dan memiliki sifat-sifat sama seperti halnya semua zat yang ada di alam

dunia. Ia merupakan unsur materi yang bersifat dapat rusak. Adapun jiwa (al-nafs)

merupakan unsur yang memiliki daya mengetahui, memiliki kemauan, dan

menjadi penyempurna bagi unsur lainnya yaitu tubuh.

Selain dua unsur di atas, al-Attas menyebutkan dua unsur lain yaitu al-nafs

al-ḥayawāniyyah (jiwa hewani) dan al-nafsal-nāṭiqah (jiwa rasional).3 Al-nafs al-

ḥayawāniyyah adalah jism yang halus (al-jism al-laṭīf) yang mengalir pada

pembuluh-pembuluh nadi ke bagian tubuh yang lain. Al-nafs al-ḥayawāniyyah

1 Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam (Kuala

Lumpur: ISTAC, 2001), h. 82-92. 2 Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam, h. 82.

3 Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam, h. 82.

Page 54: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

45

merupakan pendorong terhadap kebutuhan makanan yang dapat menggerakkan

syahwat dan emosi. Unsur ini tidak dapat memberikan petunjuk kepada

pengetahu-an, dan ia akan mati seiring dengan matinya badan. Al-Attas,

sebagaimana al-Ghazālī, menjelaskan bahwa al-nafs al-ḥayawāniyyah adalah

sejenis uap yang sangat halus, berpusat di rongga jantung dan menyebar ke

seluruh tubuh melalui syaraf dan pembuluh nadi dan menggerakkan anggota-

anggota badan untuk melakukan sesuatu. Adapun al-nafsal-nāṭiqah atau dalam

bahasa al-Ghazāī al-rūḥ al-ṭābi‘ī merupakan suatu kekuatan yang mendorong

terhadap kebutuhan intelektual, makanan dan kekuatan yang bertempat di hati.4

Al-Attas mengatakan bahwa tujuan manusia dalam menggapai kebahagiaan

tergantung pada lebih besar mana kecenderungan manusia dalam menggunakan

kedua unsur dalam tubuh tersebut. Kedua aspek tersebut memiliki kekuatan atau

fakultas (al-quwwah). Fakultas jiwa hewani ialah penggerak (motive) dan

persepsi, dan fakultas jiwa rasional itu aktif dan kognitif.5 Sejauh hal tersebut

berfungsi sebagai intelek aktif, fakultas tersebut merupakan prinsip penggerak

atas tubuh manusia. fakultas tersebut merupakan rasio praktis, dan mengarahkan

tindakan individu dalam persetujuan dengan fakultas teoritis dari intelek kognitif.

Sementara dalam hubungan dengan daya penggerak dari jiwa hewani, yang

bertanggung jawab untuk penggunaan keinginan sehingga hasrat atau keengganan

muncul dalam tindakan, di mana fakultas tersebut menghasilkan emosi manusia.

Dalam hubungan dengan kekuatan perseptif dan fakultas representatif, estimatif,

4 Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam, h. 82., bandingkan al-Ghazālī,

Ma‘ārij al-Quds fī Madārij Ma‘rifat al-Nafs (Beirut: Dar al-Kutub al-‗Ilmiyyah, 1986), h. 47-50. 5 Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam, h. 82. bandingkan dengan keterangan

al-Ghazālī, Iḥyā ‘Ulūm al-Dīn (Beirut: Dar al-Fikr, 2009), Jld. 3, h. 52.

Page 55: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

46

dan imajinatif, fakultas tersebut mengatur obyek fisik dan menghasilkan

kemahiran manusia dan seni. Dan dalam hubungan dengan fakultas imajinasi

rasional tersebut, fakultas tersebut memunculkan premis dan kesimpulan. Sejauh

fakultas tersebut memerintah dan mengatur tubuh manusia, fakultas tersebut

memengaruhi perilaku etis manusia yang melibatkan pengenalan akan sifat buruk

dan kebajikan. Kedua sifat inilah yang akan mengantarkan manusia memeroleh

kebahagiaan atau bahkan kesengsaraan.6

Jiwa (al-nafs) sebagai esensi dari eksistensi manusia, menurut al-Attas, tetap

saja memiliki suatu skala ketergantungan kepada badan (al-jism).7 Hubungan

antara jiwa dan badan diibaratkan seperti hubungan antara penunggang kuda dan

kudanya. Hubungan ini merupakan hubungan antivitas, dalam arti bahwa yang

memegang kendali aktivitas adalah penunggang kuda bukan kudanya. Kuda

merupakan alat untuk mencapai tujuan. Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa peran yang tepat adalah badan merupakan alat bagi jiwa untuk memenuhi

tujuannya. Hubungan tersebut tidak hanya sebatas hubungan di dunia saja, namun

yang paling penting dan utama adalah hubungan di akhirat juga. Jiwa tidak mati,

tetapi hanya meninggalkan badan, dan menunggu kembali kepadanya di hari

kiamat.

Penalaran yang dibangun al-Attas, pada dasarnya merupakan pengembangan

konsep al-Ghazālī. Ia dalam Kimiyā al-Sa‘ādah mengatakan bahwa diri manusia

terdiri atas jasad sebagai sebuah kerajaan, jiwa sebagai raja, nalar sebagai perdana

6 Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam, h. 82.

7 Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam, h. 83.

Page 56: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

47

menteri, nafsu sebagai pemungut pajak dan emosi sebagai polisi.8 Dengan

berpura-pura mengumpulkan pajak, nafsu cenderung untuk terus-menerus

merampas demi kepentingannya sendiri, sementara emosi cenderung mengarah

pada kekerasan. Pemungut pajak dan polisi harus senantiasa berada di bawah

perintah raja. Namun tidak boleh dimusnahkan karena keduanya memiliki fungsi

kehidupan yang juga penting. Raja (jiwa) yang membiarkan fakultas-fakultas

yang lebih rendah (nafsu dan emosi) menguasai yang lebih tinggi (nalar) pada

akhirnya akan mengalami kehancuran.9

Berdasarkan konsepsi mengenai eksistensi manusia inilah al-Attas

membangun suatu pandangan mengenai kebahagiaan. Terdapat dua jenis

kebahagiaan yaitu kebahagiaan yang dirasakan oleh badan dan kebahagian yang

dirasakan oleh jiwa. Sifat kebahagiaan badan adalah berubah-rubah dan cepat

rusak, adapun kebahagiaan jiwa bersifat kekal. Badan yang sifatnya tidak berbeda

dengan materi dunia akan memeroleh kebahagiaannya dari kehidupan dunia,

sedangkan jiwa yang bersifat kekal akan memeroleh kebahagiaan dari suatu

bentuk kehidupan yang kekal, mulai dari dunia hingga akhirat.10

Konsep al-Attas mengenai tujuan hidup yang lebih mengutamakan

kehidupan akhirat bukan berarti ia menolak akan keberadaan kebahagiaan dunia.11

Ia menyatakan bahwa tujuan manusia adalah mencapai kebahagiaan dunia dan

8 Al-Ghazālī, Kimia al-Sa‘adah, terj. Dedi Slamet Riyadi (Jakarta: Zaman, t.t.), h. 95.

9 Al-Ghazālī, Mīzān al-‘Amal (Beirut: Dar al-Kutub al-‗Ilmiyyah), h. 59-60.

10 Al-Attas, Risalah untuk Kaum Muslimin (Kuala Lumpur: ISTAC, 2001), h. 18-23.

11 Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam, h. 85.

Page 57: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

48

akhirat, sedangkan tujuan akhirnya adalah kebahagiaan akhirat. Kebahagiaan yang

kedua ini lebih utama karena sifatnya abadi.12

B. Kebahagiaan dan Moralitas: Kritik Atas Pandangan Barat

Pandangan kebahagiaan al-Attas merupakan respon atas pandangan

kebahagiaan yang berkembang di dunia Barat. Al-Attas mengatakan bahwa

kebahagiaan dalam Islam berbeda dengan pandangan Barat. Menurutnya,

kebahagiaan yang berkembang di dunia Barat sekarang ini merupakan terusan dari

konsep kebahagiaan yang telah dikemukakan oleh Aristotelian dan kemudian

dipadukan dengan pandangan tentang sekularisasi.13

Konsepsi kebahagiaan

Aristotelian mengatakan bahwa kebahagiaan hanya berhubungan dengan dunia ini

saja. Hal tersebut disetujui oleh pandangan Barat, yang pada tahap selanjutnya

mengatakan bahwa kebahagiaan hanya sebagai kondisi psikologis tanpa memiliki

hubungan dengan nilai moral di dalamnya.14

Pandangan yang berkembang di

dunia Barat seperti itulah yang tidak diamini oleh al-Attas, bahkan ia

mengkritiknya secara tegas.

Al-Attas menegaskan bahwa berbeda dengan kajian etika atau filsafat moral

pada umumnya yang hanya berbicara tentang tuntunan untuk berbuat baik,

pembahasan etika dalam filsafat Islam terkait dengan masalah kebahagiaan.

Bahkan menurut Majid Fakhry, etika atau filsafat moral dalam Islam merupakan

12

Al-Attas, Risalah untuk Kaum Muslimin, h. 26. 13

Al-Attas, Risalah untuk Kaum Muslimin, h. 196. 14

Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam, h. 13.

Page 58: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

49

keseluruhan usaha filosofis dalam rangka mencapai kebahagiaan atau berkaitan

dengan proses tindakan ke arah tercapainya kebahagiaan.15

Keterkaitan antara kebahagiaan dan ajaran moral dapat dijelaskan melalui

hubungan antara kebaikan dan kebahagiaan. Sebagai bagian dari filsafat, dalam

filsafat Islam, moral bukan hanya membicarakan tentang tindakan yang baik yang

dilakukan manusia, tetapi sekaligus ‗mengharuskan‘ manusia untuk selalu berbuat

kebaikan. Hal itu dikarenakan kebaikan yang dilakukan manusia pada akhirnya

pasti akan menghasilkan kebahagiaan. Manusia harus menjadi baik, karena hanya

dengan menjadi baiklah seseorang akan menjadi bahagia. Orang baik adalah orang

yang sehat mentalnya. Orang yang sehat mentalnya akan dapat merasakan

kebahagiaan-kebahagiaan ruhani. Sebaliknya apabila jiwa tidak sehat, misalnya

karena ada penyakit dengki, maka manusia tidak akan dapat merasakan

kebahagiaan. Bahkan ia akan merasa tidak berbahagia manakala ada orang lain

yang merasakan kebahagiaan. Dengan demikian, perilaku yang baik atau terpuji

(al-akhlāq al-karīmah) akan menjamin seseorang mencapai kebahagiaan dalam

kehidupan.16

Tokoh yang sangat gencar menggaungkan atau mengaitkan antara

kebahagiaan dan perilaku moral adalah al-Ghazālī. Pandangan-pandangan al-

Ghazālī banyak diambil oleh al-Attas karena dibandingkan dengan para pemikir di

dunia Islam lainnya seperti al-Rāzī dan Ikhwān al-Ṣafā, pandangan kebahagiaan

al-Ghazālī lebih bersifat praktis-keagamaan.

15

Majid Fakhry, Sejarah Filsafat Islam, terj. Mulyadhi Kartanegara (Jakarta: Pustaka Jaya,

1986), h. 361. 16

Mustaim, ‗Etika dan Ajaran Moral Filsafat Islam: Pemikiran Para Filosof Muslim tentang

Kebahagiaan‘, dalam Jurnal Ulumuna, Vol. 17, No. 1, 2013, h. 196.

Page 59: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

50

Dalam pandangan moralnya, al-Ghazālī menempatkan akal sebagai

pengendali nafsu dan efisiensi dalam mencapai tujuan praktis seseorang, sehingga

yang terpenting adalah bagaimana akal dapat mengarahkan kepada tindakan

perbuatan yang benar secara moral keagamaan dalam rangka mencapai

kebahagiaan ukhrawi. Pandangan moral semacam inilah yang disebut oleh George

F. Hourani sebagai ‖ethical voluntarist‖, yaitu pandangan-pandangan moral yang

hanya mengacu kepada aspek diperintahkan atau tidak diperintahkan oleh agama

sebagai standar penilaian.17

Menurut al-Ghazālī, kebahagiaan ukhrawi yang menjadi tujuan moral

tersebut memunyai ciri-ciri yang khas, yaitu berkelanjutan tanpa akhir,

kegembiraan tanpa duka-cita, pengetahuan tanpa kebodohan, dan kecukupan

(ghinā) yang tak membutuhkan apa-apa lagi guna kepuasan yang sempurna

(surga).18

Penekanan yang kuat pada aspek praktikal-keagamaan (‘ibādah) dalam

bidang moral ini, konsekuensinya wilayah rasionalnya (eksplanation) menjadi

terabaikan. Sehingga mengabaikan perlunya penjelasan terhadap tindakan moral

yang diperintahkan (agama). Manusia hanya dituntut untuk melakukan tindakan-

tindakan moral dengan imbalan akan tercapainya kebahagiaan. Pandangan moral

semacam ini dipilih al-Ghazālī untuk menghindari agar tidak terpeleset pada

kecenderungan memertanyakan penjelasan-penjelasan atas setiap tindakan moral

17

George F. Hourani, ‗Ethical Presupposition of the Qur‘an‘, dalam Muslim World, Vol.

LXX, Januari 1980, h. 14. 18

Muhammad Abul Quasem, Etika al-Ghazali: Etika Majemuk dalam Islam, terj.

Mahyuddin (Bandung: Pustaka, 1988), h. 51.

Page 60: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

51

(agama), khususnya dalam inti pokok ajaran agama.19

Landasan dasar yang

menekankan hubungan antara pengalaman mistik dan tindakan pelaksanaan yang

benar dari apa yang telah ditetapkan oleh hukum-hukum ibadah (agama) inilah,

yang kemudian dikembangkan dalam pandangan moral khususnya, dan secara

umum dalam pemikiran tasawuf al-Ghazālī.

Filosof Muslim lain yang memiliki pemikiran yang hampir sama dengan al-

Ghazālī adalah, Ibn Miskawaih. Ia mengatakan bahwa untuk menjamin

keberlangsungan kebahagiaan secara terus menerus, maka perlu untuk memelihara

kesehatan jiwa.

Menurutnya ada lima kiat dalam merawat kesehatan mental: (1) Pandai-

pandai mencari teman yang baik, agar tidak bergaul dengan orang-orang yang

buruk tabiatnya. Karena, sekali bergaul dengan mereka, maka secara tidak sadar

kita akan mencuri tabiat buruk mereka yang sulit untuk dibersihkan kala ia

menodai jiwa kita; (2) Berolah fikir bagi kesehatan mental sama pentingnya

dengan berolah raga bagi kesehatan badan. Karenanya, berolah pikir—dalam

bentuk kontemplasi, refleksi, dan lainnya—sangat penting bagi pemeliharaan

kesehatan mental; (3) Memelihara kesucian kehormatan dengan tidak merangsang

nafsu; (4) Menyesuaikan rencana yang baik dengan perbuatan, agar kita tidak

terjerat pada kebiasaan buruk yang merugikan; dan (5) Berusaha memerbaiki diri

yang diawali dengan mencari dan mengenali kelemahan diri sendiri.20

Pemikiran moral Ibn Miskawaih juga menekankan pentingnya tindakan

moralitas, terutama yang mengandung semangat emansipatoris, yaitu

19

Oliver Leaman, Pengantar Filsafat Islam, terj. Amin Abdullah (Jakarta: Rajawali Press,

1989), h. 193. 20

Mustaim, ‗Etika dan Ajaran Moral Filsafat Islam‘, h. 200.

Page 61: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

52

mendasarkan manusia sebagai makhluk sosial. Ibn Miskawaih juga menekankan

agar manusia jangan hanya memerhatikan akhlaknya sendiri, tetapi juga harus

memerhatikan akhlak orang lain, sehingga pembinaan akhlak harus diarahkan

pada pembinan akhlak sosial. Oleh karena itu Ibn Miskawaih menentang segala

bentuk kehidupan kependetaan, yang menjauhkan diri dari segala kebajikan moral

tersebut di atas. Karena kebajikan-kebajikan moral tersebut hanya dapat

ditunjukkan dalam keterlibatan bersama orang lain dalam kehidupan

bermasyarakat.21

Pentingnya memelihara kesehatan jiwa dan pengobatan ruhani juga

ditekankan oleh filosof muslim al-Kindī. Dalam karyanya yang berjudul al-Ḥilah

li Daf‘ al-Aḥzan (seni menepis kesedihan), al-Kindī berupaya menganalisis

beberapa penyakit jiwa, di antaranya adalah kesedihan (al-ḥuzn). Menurutnya

kesedihan adalah penyakit jiwa yang disebabkan karena hilangnya apa yang

dicinta dan luputnya yang didamba. Untuk mengobati kesedihan, al-Kindi

menawarkan pengobatan sebagai berikut. Pertama, kesedihan karena hilangnya

apa yang dicinta. Untuk mengobatinya, al-Kindi menganjurkan agar manusia

memahami sifat dasar keberadaan makhluk di dunia yang fana ini. Apapun yang

dicintai di dunia ini pasti akan musnah. Oleh karena itu manusia janganlah

mengharapkannya menjadi kekal abadi, karena hal itu sama dengan mengharap

yang tak mungkin dan akan menimbulkan kesedihan. Kedua, yaitu luputnya yang

21

M.M. Sharif, Para Filosof Muslim, terj. Ilyas Hasan (Bandung: Mizan, 1985), h. 95.

Page 62: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

53

didamba bisa diatasi dengan mengembangkan sikap hidup yang sederhana, suka

menerima (qanā‘ah).22

Kritik al-Attas terhadap konsep kebahagiaan yang berkembang di dunia

Barat tidak terlepas dari komitmen keagamaan yang kuat dari dalam dirinya dan

memiliki argumen teologis yang memadai. Selain itu, kutipan dari berbagai tokoh

filosof Islam di atas, dan juga banyak digunakan dan dikutip dalam tulisan al-

Attas, menunjukkan bahwa terdapat jurang perbedaan yang signifikan antara

pandangan kebahagiaan di dunia Islam dan Barat.23

Kebahagiaan dalam dunia

Islam bukan hanya menyangkut kebahagiaan di dunia ini saja tetapi kehidupan

akhirat kelak. Al-Attas tidak membatasi kebahagiaan hanya sebatas pada

kehabagiaan dunia yang bersifat temporar, dan kehidupan sekular, karena menurut

al-Attas kebahagiaan juga memiliki relasi erat dengan kehidupan spiritual dan

akhirat. Selain itu, kebahagiaan di dunia Islam juga memiliki keterkaitan yang erat

dengan moral. Tentu ini berbeda dengan pandangan Barat yang melepaskan nilai

moral dalam masalah kebahagiaan.24

C. Kebahagiaan Menurut Pandangan Sufistik al-Attas

Al-Attas menyiratkan dalam Prolegomena bahwa kebahagiaan sejati adalah

cinta akan Tuhan (maḥabbatullāh).25

Lebih jauh ia mengatakan bahwa

kebahagiaan yang sebenarnya bukan hanya menunjuk pada entitas fisik manusia,

bukan pada jiwa hewani (al-nafs al-ḥayawāniyyah), dan tubuh manusia, ataupun

22

Mustaim, ‗Etika dan Ajaran Moral Filsafat Islam‘, h. 201. 23

Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam, h. 82. 24

Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam, h. 13. 25

Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam, h. 91.

Page 63: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

54

kondisi pikiran, perasaan, kenikmatan dan segala hiburan lainnya. Namun

kebahagiaan memiliki hubungan dengan keyakinan (yaqīn) dan kemantapan hati

yang berasal dari tindakan spiritual yang berpusat pada hati (qalb). Dengan kata

lain kebahagiaan adalah kedamaian, keamanan, dan ketenangan hati (ṭuma’ninah)

yang berujung pada pengenalan kepada Allah (ma‘rifatullāh). Hal ini hanya dapat

terwujud melalui cinta akan Tuhan yang berasal dari manifestasi iman kepada-

Nya sebagai-mana digambarkan diri-Nya sendiri di dalam firman-Nya, serta

menjalankan kewajiban yang diperintahkan kepadanya (‘ibādah), dan lagi mampu

berbuat keadilan (‘adl).26

Atas dasar penyataan di atas, menurut al-Attas kebahagiaan di dunia

sekarang ini bukan merupakan akhir dari kebahagiaan sejati, tetapi kebahagiaan

akan berujung pada cinta akan Allah (maḥabbatullāh).

Al-Attas mengatakan bahwa kebahagiaan di dunia ini terdapat dua tingkatan

yaitu kebahagiaan psikologis dan kebahagiaan spiritual. Kebahagiaan psikologis

digambarkan sebagai perasaan atau emosi, dan yang diraih ketika keinginan dan

kebutuhan telah dicapai dengan perilaku yang benar berdasarkan pada kabajikan.

Kebahagiaan pada tingkatan ini bersifat sementara dan bisa hilang apabila sudah

tercapai. Sedangkan kebahagiaan spiritual lebih bersifat permanen, kekal dari

kebahagiaan psikologis. Kebahagiaan yang bersifat spiritual merupakan

kelanjutan dari tingkatan pertama. Tingkatan kedua ini muncul bersamaan dengan

hilangnya kebahagiaan pada tingkat pertama dan berkembang pada kebahagiaan

26

Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam, h. 91.

Page 64: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

55

yang lebih luas dan abadi.27

Pada tingkat kebahagiaan spiritual seorang individu

akan mengalami fase peralihan kondisi sebelum akhirnya benar-benar mencapai

kebahagiaan tertinggi yaitu melihat Tuhan (ru’yat Allāh).

Al-Attas seringkali menyebut kata syaqāwah (penderitaan), sebagai lawan

daripada kata sa‘ādah (kebahagiaan). Kata syaqāwah memiliki padanan dalam

bahasa Inggris seperti great misfortune, misery, straitness of circimstance,

distress, disquietude, despair, adversity dan suffering.28

Masing-masing dari kata-

kata tersebut memiliki aktifitas internal dan eksternal. Kata syaqāwah merupakan

kata umum untuk menggambarkan segala bentuk perasaan penderitaan yang

dialami seseorang. adapun kata-kata yang semisal dengannya hanya merupakan

derivasi atau turunan dari kata syaqāwah seperti khawf (takut), ḥuzn (sedih),

dukacita, dan lain sebagainya. Semua istilah tersebut digunakan secara khusus

untuk mereka yang berpaling dari Tuhan dan menolak petunjuk-Nya, dan berlaku

pada kondisi di dunia dan akhirat.29

Menurut al-Attas, salah satu hal terpenting yang membuat manusia bahagia

atau menderita adalah berkaitan erat dengan petunjuk Allah (hudā Allāh).

Maksudnya, ketika seseorang tidak mendapatkan petunjuk Allah dalam menjalani

kehidupan di dunia ini, maka hakikatnya orang tersebut sedang menderita dan

hidup dalam kesengsaraan. Walupun secara kasat mata orang tersebut tampak

bahagia karena kecukupan harta, jabatan yang tinggi, dihormati banyak orang, dan

memiliki keluarga yang sejahtera dan bahagia. Begitu pula sebaliknya, seseorang

yang mendapatkan petunjuk Allah, pada hakikatnya ia sedang berada dalam

27

Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam, h. 90. 28

Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam, h. 86. 29

Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam, h. 88.

Page 65: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

56

kebahagiaan dan terlepas dari kesengsaraan. Walaupun secara kasat mata, orang

tersebut tidak mempunyai harta, hanya sebagai rakyat biasa, rumah yang tidak

besar, dan tidak memiliki kedudukan di mata masyarakat. Sehingga secara

istimewa seseorang yang sangat didampakan adalah orang yang mendapatkan

petunjuk dari Allah dan berbahagia di dunia, dalam pengertian orang tersebut

mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.30

Al-Attas berpandangan bahwa secara tegas bahwa peradaban Barat yang

kini ada merupakan peradaban yang telah membuang petunjuk Tuhan dalam

menjalani kehidupannya. Meskipun secara lahiriah peradaban Barat tampak

menguasai teknologi, sains, memiliki harta, dan hal-hal lain, sebenarnya pada

lapisan dasar kehidupan mereka adalah penderitaan.31

Penjelasan tentang kebahagiaan yang dikemukakan al-Attas di atas, tampak

jelas bahwa ia cenderung menggiring konsep kebahagiaan dalam ranah spiritual.

Bahwa jiwa manusia yang sempurna itu bisa terjadi apabila jiwa manusia tersebut

telah suci keinginan-keinginan prasial duniawi. Jiwa yang suci dan bersih inilah

yang bisa menembus batas-batas pengetahuan akan Allah (ma‘rifat Allāh) dan

akan mendapatkan cinta dari-Nya.

30

Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam, h. 86. 31

Al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam, h. 86.

Page 66: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

57

BAB V:

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa kebahagiaan menurut al-

Attas bukan hanya bersifat materi tetapi juga non-materi, bukan hanya bersifat

fisik tetapi juga non-fisik, tidak hanya didapatkan di dunia ini tetapi juga kelak di

akhirat. Menurutnya ada dua macam bentuk kebahagiaan. Pertama adalah

kebahagiaan fisik dan kedua adalah kebahagiaan spiritual. Kebahagiaan fisik

bersifat temporar, sekejap, dan tidak selamanya. Sedangkan kebahagiaan spiritual

merupakan kebalikan dari kebahagiaan fisik, yaitu bersifat kekal, dan selamanya.

Pandangan al-Attas tentang kebahagiaan merupakan bentuk perwujudan atas

ketidaksamaan pandangan hidup dengan dunia Barat yang cenderung memaknai

kebahagiaan hanya dapat dirasakan di dunia ini saja. Sedangkan aspek spiritual

tidak pernah disentuh. Akibatnya pandangan Barat ini cenderung melupakan

akhirat sebagai tempat kembali yang sebenarnya, dan akhirnya mereka bersifat

sekuler, dalam artian menegasikan hal-hal yang bersifat spiritual seperti agama

dan Tuhan dalam kehidupan duniawi.

Atas dasar keprihatinannya tersebut itulah pandangan al-Attas tentang

kebahagiaan lebih cenderung ke arah sufistik, yaitu dengan penekanan pada

aktivitas hati (qalb). Karena menutunya kebahagiaan adalah kedamaian,

keamanan, dan ketenangan hati (ṭuma’ninah). Kebenaran sejati adalah kebenaran

Page 67: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

58

yang berorientasi pada kesenangan dan ketenangan spiritual yang bertujuan untuk

mendapatkan cinta Tuhan (maḥabbatullāh) dan mengenal Tuhan (ma‘rifatullāh).

B. Rekomendasi

Penelitian tentang kebahagiaan menurut pandangan sufistik Syed

Muhammad Naquib al-Attas atau berbagai macam pandangan tentang cara

pandang muslim terhadap realitas ini masih perlu dikaji secara komprehensif.

Penelitian ini hanya menyentuh sedikit dari aspek pemikiran al-Attas. Masih

banyak dari pemikiran dan gagasan yang dikembangkan olehnya yang perlu dan

patut untuk dikembangkan terutama dalam tatanan praktek. Oleh karena itu,

penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk lebih menyempurnakan penelitian-

penelitian yang sudah ada.

Page 68: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

59

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Abdur Rahman Haji, Pemikiran Islam di Malaysia: Sejarah dan Aliran.

Jakarta: Gema Insan Press, 1997.

Ainurrofiq Dawam, ‗Kritik Atas Epistemologi Modern: Upaya Islamisasi Ala

Naquib al-Attas‘,dalam Jurnal Studi Islam Mukaddimah, no. 14, November

2003.

Al-Attas, Syed Muhammad Naquib, Prolegomena to the Metaphysics of Islam.

Kuala Lumpur: ISTAC, 2001.

_______, Islam dan Filsafat Sains, terj. Sauful Muzani. Bandung: Mizan, 1995.

_______, Tinjauan Ringkas Peri Ilmu dan Pandangan Alam. Pulau Pinang:

Universiti Sains Malaysia, 2007.

_______, Islam dan Sekularisme. Bandung: Pustaka Perpustakaan Salman ITB,

1981.

Badarudin, Kemas, Filsafat Pendidikan Islam: Analisis Pemkiran Prof. Dr. Syed

Muhammad al-Attas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.

Bertens, K, Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius, 1999.

Bisri, Mustofa, Metode Tasawuf al-Ghazaly. Surabaya: al-Miftah, 2007.

Daud, Wan Mohd Nor Wan, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed

Muhammad Naquib Al-Attas, terj. Hamid Fahmy. Bandung; Pustaka, 2003.

Delfgaauw, Bernard, Sejarah Ringkas Filsafat Barat. Yogyakarta: Tiara Wacana,

1992.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta: Balai Pustaka, 1990.

Diener, E., R.E.Lukas, ‗Subjective Well Being: The Science of Happiness and

Life Satification‘, dalam C.R.Synder dan S.j. Lopez, Handbook of Positive

Psychology. New York: Oxford University Press, 2005.

Fakhry, Majid, Sejarah Filsafat Islam, terj. Mulyadhi Kartanegara. Jakarta:

Pustaka Jaya, 1986.

Fuad, Muskinul, ‗Psikologi Kebahagiaan dalam al-Qur‘an‘, Laporan Penelitian di

Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat IAIN Purwokerto,

2016.

Page 69: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

60

Al-Ghazālī, Abū Ḥāmid, Iḥyā ‘Ulūm al-Dīn. Beirut: Dar al-Fikr, 2009.

_______, Kimia al-Sa‘adah, terj. Dedi Slamet Riyadi. Jakarta: Zaman, t.t.

_______, Ma‘ārij al-Quds fī Madārij Ma‘rifat al-Nafs. Beirut: Dar al-Kutub al-

‗Ilmiyyah, 1986.

_______, Mīzān al-‘Amal. Beirut: Dar al-Kutub al-‗Ilmiyyah.

Hadi, Abbdul W.M, Hamzah Fansuri: Risalah Tasawuf dan Puisi-Puisinya.

Bandung: Mizan, 1995.

Hadiwijono, Harun, Sari Sejarah Filsafat Barat. Yogyakarta: Kanisius, 1980.

Hamim, Khairul, ‗Kebahagiaan dalam Perspektif al-Qur‘an dan Filsafat‘, dalam

Jurnal Tasimuh, Vol. 13, No. 2, 2016.

Hamka, Tasawuf Modern. Jakarta: Panji Mas, 1990.

Harahap, Darwis, ‗Kebahagiaan dan Akhir Kehidupan Menurut Filsafat Ekonomi

Islam‘, dalam Human Falah, Vol. 2, no. 2, 2015.

Hourani, George F., ‗Ethical Presupposition of the Qur‘an‘, dalam Muslim World,

Vol. LXX, Januari 1980.

Al-Isfahānī, al-Raghīb, Mufradāt Alfāẓ al-Qur’an. Damaskus: Dar al-Qalam,

2002.

Leaman, Oliver, Pengantar Filsafat Islam, terj. Amin Abdullah. Jakarta: Rajawali

Press, 1989.

Mustaim, ‗Etika dan Ajaran Moral Filsafat Islam: Pemikiran Para Filosof Muslim

tentang Kebahagiaan‘, dalam Jurnal Ulumuna, Vol. 17, No. 1, 2013.

Muthahhari, Murtadha, Fitrah: Menyingkap Hakikat, Potensi, dan Jatidiri

Manusia. Jakarta: Lentera, 2008.

Nizar, Samsul, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis dan

Praktis. Jakarta: Ciputat Press, 2002.

Noer, Kautsar Azhari, Ibn al-‘Arabī: Waḥdat al-Wujūd dalam Perdebatan.

Jakarta: Paramadina, 1995.

Al-Qar, ‗Aidh Abdullah, La Tahzan, terj. Samson Rahman. Jakarta: Qisthi Press,

2004.

Quasem, Muhammad Abul, Etika al-Ghazali: Etika Majemuk dalam Islam, terj.

Mahyuddin. Bandung: Pustaka, 1988.

Page 70: KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40631/1/MELI... · KEBAHAGIAAN MENURUT PANDANGAN SUFISTIK SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS

61

Rakhmat, Jalaluddin, Meraih Kebahagiaan. Bandung: Simbiosa Rekatama Media,

2008.

Rozi, Mohammad Fahrur, ‗Pendidikan Islam dalam Perspektiif Syed Muhammad

Naquib al-Attas‘, dalam Tadris, Vol. 5, no. 2, 2010.

Sentanu, Erbe, Quantum Ikhlas: Teknologi Aktivasi Kekuatan Hati. Jakarta: Elex

Media Komputindo, 2008.

Setia, Adi, ‗Epistemologi Islam Menurut al-Attas: Satu Uraian Ringkas‘, dalam

Islamia, Vol. 2, no. 6, Juli-September, 2005.

Sharif, M.M., Para Filosof Muslim, terj. Ilyas Hasan. Bandung: Mizan, 1985.

Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati, 1997.

Suseno, Franz Magnis, 13 Tokoh Etika Sejak Zaman Yunani Sampai Abad ke-19.

Yogyakarta: Kanisius, 1997.

_______, Menjadi Manusia: Belajar dari Aristoteles. Yogyakarta: Kanisius, 2009.

Veenhoven, New Directions in the Study of Happiness: United States and

International Perspective. Notre Dame: University of Notre Dame Press,

1995.

_______, A Comparative Study of Satisfaction with Live. Eropa: Eotvos

University Press, 1996.