KEANEKARAGAMAN FAUNA LANTAI MUDFLAT DI KAWASAN …
Transcript of KEANEKARAGAMAN FAUNA LANTAI MUDFLAT DI KAWASAN …
KEANEKARAGAMAN FAUNA LANTAI MUDFLAT DI
KAWASAN MANGROVE DESA MAJELIS HIDAYAH
KECAMATAN KUALA JAMBI KABUPATEN
TANJUNG JABUNG TIMUR
PROVINSI JAMBI
SKRIPSI
OLEH
MUHAMMAD DENI SAPUTRA
NIM.TB161061
PROGRAM STUDI TADRIS BIOLOGI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERISULTHAN THAHA
SAIFUDDIN JAMBI
2020
KEANEKARAGAMAN FAUNA LANTAI MUDFLAT DI
KAWASAN MANGROVE DESA MAJELIS HIDAYAH
KECAMATAN KUALA JAMBI KABUPATEN
TANJUNG JABUNG TIMUR
PROVINSI JAMBI
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana
Strata Satu (S-1) dalam Ilmu Pendidikan
OLEH
MUHAMMAD DENI SAPUTRA
NIM.TB161061
PROGRAM STUDI TADRIS BIOLOGI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERISULTHAN THAHA
SAIFUDDIN JAMBI
2020
v
PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya susun
sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi seluruhnya
merupakan hasil karya sendiri.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi yang saya kutip
dari hasil karya orang lain telah ditulis sumbernya secara jelas sesuai dengan
norma, kaidah, dan etika penulisan Ilmiah.
Apabila dikemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian skripsi bukan
hasil karya saya sendiri atau terindikasi adanya unsur plagiat dalam bagian-bagian
tertentu, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan dan perundang-
undangan yang berlaku.
Jambi, 23 September 2020
Penulis,
Muhammad Deni Saputra
NIM:TB.161061
vi
PERSEMBAHAN
Untaian rasa syukur atas segala nikmat yang telah diberikan oleh Allah
SWT, dan Shalawat teriring salam tercurahkan untuk baginda Nabi Muhammad
SAW, kepadanya hamba selalu menghaturkan do’a dan kepadanya pula hamba
menteladani uswatun hasanah yang mulia.
Izinkan saya persembahkan sebuah karya tulis ilmiah yang berbentuk
skripsi ini dengan penuh kasih sayang untuk ayahanda Ahmad Suhaimi dan
ibunda Bainar serta Saudari Perempuan saya Narmiriati dan Najmi
Khairifasufi yang tiada henti memberiku semangat, Do’a, dorongan, kasih
sayang serta pengorbanan yang tak tergantikan. Semoga senantiasa diberikan
rahmat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala , Amin.
Sahabat-sahabat seperjuangan saya, keluarga besar Program Studi Tadris
Biologi angkatan 2016, terkhusus teman-teman Biologi D 2016 dan keluarga
besar PMII Rayon Tadris Komisariat UIN STS Jambi. Sahabat saya Rizki Tenno
Ari Ramadhon, Nur Mursidawati, Febry Hasna, Sri Wulandari, Yessi Andriani,
Vivi Isroati Maslaha, dan Lutfiah Fitriyanti.
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Rabbi atas
segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan lancar. Shalawat serta salam penulis persembahkan kepada junjungan kita
Nabi Besar Muhammad SAW, pembawa risalah kebenaran.
Skripsi ini di susun untuk melengkapi syarat-syarat meraih gelar sarjana
strata satu (S1) dalam Progam Studi Tadris Biologi di Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi dengan judul
skripsi Keanekaragaman Fauna Lantai Mudflat di Kawasan Mangrove Desa
Majelis Hidayah Kec. Kuala Jambi, Kab.Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa tulisan ini masih
jauh dari kesempurnaan. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang turut membantu
sehingga penulisan skripsi ini terselesaikan, terutama kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Su’aidi Asy’ari, MA, Ph.D Rektor UIN STS Jambi.
2. Ibu Dr. Rofiqoh Ferawati, SE, M.El. Bapak Dr. As’ad Isma, M.Pd. dan
Bapak Dr. Bahrul Ulum, S.Ag, MA Selaku Wakil Rektor I, II, III UIN
STS Jambi.
3. Ibu Dr. Hj Fadlilah, M.Pd selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan keguruan
UIN STS Jambi.
4. Dr. Risnita, M.Pd., Bapak Dr. Najmul Hayat, S.Ag, M.Pd.I dan Ibu Dr.
Yusria, S. Ag, M.Ag Wakil Dekan I, II dan III pada Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan UIN STS Jambi.
5. Ibu Reny Safita, S.Pt, M.Pd, Ketua Program Studi Tadris Biologi dan Ibu
Dwi Gusfarenie, M.Pd, Sekretaris Program Studi Tadris Biologi Fakultas
Tarbiyah dan KeguruanUIN STS Jambi.
6. Ibu Badariah, S.Pd., M.Pd selaku Pembimbing I yang tidak henti-hentinya
memberikan bantuan, ide, nasehat, material, bimbingan, dan saran,
sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
7. Ibu Reny Safita, S.Pt, M.Pd selaku Pembimbing II yang tidak henti-
ix
hentinya memberikan bantuan, ide, nasehat, material, bimbingan, dan
saran, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
8. Bapak Kholid Musyaddad, S.Ag, M.Ag selaku Pembimbing Akademik
yang tidak henti-hentinya memberikan bantuan, ide, nasehat, bimbingan,
dan saran.
9. Bapak Rahmad Saleh, S.Hut., M.Si selaku Kepala Balai Konservasi
Sumber Daya Alam Jambi dan Kepala Seksi Konservasi Wilayah III
Muara Sabak.
10. Bapak Dr. Tedjo Sukmono, S.Si, M.Si, Ibu Nova Mujiono, S.Si, M.Si dan
Bapak Dharma Arif Nugroho, S.Si, M.Si selaku Pelaksana dalam proses
Identifikasi Sampel. Ibu Ir. Ristiyanti Marsetiyowati Marwoto, M.Si
selaku Kepala Kurator Moluska/Penyelia dan Ibu Dr. Daisy Wowor, M.Sc
selaku Kepala Kurator Krustasea/Penyelia. Bapak Dr. Cahyo Rahmadi
selaku Plt. Kepala Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi-LIPI.
11. Bapak Kepala Kelurahan Tanjung Solok dan Bapak Kepala Desa Majelis
Hidayah, Kec. Kuala Jambi, Kab. Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi.
12. Para pendamping Lapangan Bapak Muhtar, Bapak Arpan Rizal, Bapak
Saharuddin, Bapak Luthfi Fauzi, S.Si, dan Ibu Diandaraoryza, M. Si.
13. Asisten lapangan Rizki Tenno Ari Ramadhon, Tiara Angeliya
Mutmainnah, serta Baim, Farel dan Zaki.
Demikianlah atas segala bantuan dan jasa baik yang telah diberikan kepada
penulis semoga mendapat pahala yang setimpal dari Allah SWT, dan kiranya
skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, dan semua pihak yang
membaca pada umumnya.
Jambi, 23 September 2020
Muhammad Deni Saputra
NIM:TB.161061
x
ABSTRAK
Nama : Muhammad Deni Saputra
Prodi : Tadris Biologi
Judul : Keanekaragaman Fauna Lantai Mudflat di Kawasan Mangrove
Desa Majelis Hidayah Kec. Kuala Jambi, Kab. Tanjung Jabung
Timur, Provinsi Jambi
Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang terdiri dari 13.667 pulau dan
mempunyai wilayah pantai sepanjang 54.716 kilometer.Hutan mangrove di
Provinsi Jambi yaitu seluas 12.528,3 ha dan seluas 4.126,6 ha merupakan
kawasan yang berstatus sebagai cagar alam.Ekosistem hutan mangrove adalah
suatu sistem yang terdiri dari organisme (vegetasi, satwa, dan mikroorganisme)
yang berinteraksi dengan system lingkungannya pada suatu habitat hutan
mangrove.Kawasan ekosistem mangrove teridentifikasi berupa pantai berlumpur
(mudflat).Karakteristik mudflat yang berlumpur, terletak di bagian paling tepi dari
daratan.Hutan mangrove juga merupakan rumah bagi organisme air seperti
berbagai jenis molusca, echinodermata, ikan, Crustacea, burung, tumbuhan epifit
dan berbagai biota lainnya.Biota yang dominan berasal dari kelompok moluska
dan crustacea.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Keanekaragaman Fauna
Lantai pada Mudflat. Penelitian ini merupakan penelitian sains dan terapan yang
menggunakan teknik pengambilan sampel dengan menggunakan metode kuadrat
sampling, yaitu dilakukan dengan dilakukan banyak petak yang letaknya tersebar
merata pada area yang dipelajari, sedangkan pengumpulan data yang digunakan
yaitu observasi dan koleksi data. Koleksi data meliputi pembuatan
herbarium,dokumentasi,dan identifikasi sampel dilakukan di Lembaga
Pengetahuan Indonesia (LIPI) dengan menggunakan buku dan referensi spesies
didapatkan dengan studi pustaka.Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 8 spesies
fauna lantai yang terdiri dari 3 filum dan 4 kelas. Jenis fauna lantai yang di
temukan yaitu Periophthalmodon schlosseri, Geloina expansa, Cerithidea quoyii,
Neritina cornucopia, Neritina violacea, Clithon oualainensis, Tubuca dussumieri,
Charybdis annulata. Angka indeks keanekaragaman di lokasi penelitian dikatakan
rendah dengan angka indeks yaitu indeks Shannon Wiener sebesar 0,776986 dan
pada indeks Simpson sebesar 0.177529115.
Kata kunci : Keanekaragaman Hayati, Mudflat, Fauna Lantai
xi
ABSTRACT
Name : Muhammad Deni Saputra
Program Studi : Tadris Biologi
Title : Diversity of Mudflat Floor Fauna in Mangrove Area, Majelis
Hidayah Village, Kec. Kuala Jambi, Kab. Tanjung Jabung Timur,
Jambi Province
Indonesia is an archipelagic country consisting of 13,667 islands and has a coastal
area of 54,716 kilometers. The mangrove forest in Jambi Province, covering an
area of 12,528.3 ha and an area of 4,126.6 ha, is an area with the status of a nature
reserve. Mangrove forest ecosystem is a system consisting of organisms
(vegetation, animals, and microorganisms) that interact with their environmental
systems in a mangrove forest habitat. The identified mangrove ecosystem area is a
mudflat beach. The mudflat characteristic is muddy, located at the very edge of
the land. Mangrove forests are also home to aquatic organisms such as various
types of molluscs, echinoderms, fish, crustaceans, birds, epiphytic plants and
various other biota. The dominant biota comes from the mollusc and crustacean
groups. This study aims to determine the diversity of floor fauna in mudflat. This
research is a scientific and applied research that uses the sampling technique using
the samplingkuadrat method, which is carried out by doing many plots which are
spread evenly in the area studied, while the data collection used is observation and
data collection. The data collection includes the creation of a herbarium,
documentation, and sample identification carried out at the Indonesian Institute of
Knowledge (LIPI) using books and species references are obtained through
literature studies. Based on the research results found 8 species of floor fauna
consisting of 3 phyla and 4 classes. The types of floor fauna found were
Periophthalmodon schlosseri, Geloina expansa, Cerithidea quoyii, Neritina
cornucopia, Neritina violacea, Clithon oualainensis, Tubuca dussumieri,
Charybdis annulata.The diversity index number at the research location is said to
be low with the index number being Shannon Wiener index is 0,776986 and
Simpson index is 0.177529115.
Keywords: Species Diversity, Mudflat, Floor Fauna
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
NOTA DINAS ................................................................................................... ii
PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................................. iv
PERSEMBAHAN .............................................................................................. v
MOTTO ............................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
ABSTRAK ........................................................................................................ ix
ABARACT ......................................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakang Masalah ........................................................................... 1
B. Fokus Penelitian ...................................................................................... 6
C. Rumusan Masalah ................................................................................... 6
D. Tujuan PenelitianDan Manfaat Penelitian .............................................. 7
E. Manfaat Penelitian .................................................................................. 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori ............................................................................................ 8
B. Studi Relevan ....................................................................................... 23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat Dan Waktu Penelitian .............................................................. 31
B. Alat dan Bahan ...................................................................................... 31
C. Metode Pengumpulan Data ................................................................... 32
D. Prosedur Penelitian ................................................................................ 39
E. Analisa Data .......................................................................................... 40
BAB IV
A. Hasil Penelitian ..................................................................................... 42
B. Pembahasan ........................................................................................... 48
BAB V
A. Kesimpulan........................................................................................... 61
B. Saran .................................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 63
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Spesies Mangrove di Pulau Baai, Bengkulu .......................................... 13
Tabel 2.2 Studi Relevan ......................................................................................... 23
Tabel 3.1Alat Penelitian ......................................................................................... 31
Tabel 3.2Bahan Penelitian ..................................................................................... 32
Tabel 3.3Komposisi Jenis ...................................................................................... 40
Tabel 4.1 Komposisi Jenis Fauna Lantai Mudflat di Kawasan Mangrove Desa
Majelis Hidayah, Kec. Kuala Jambi, Kab. Tanjung Jabung Timur,
Provinsi Jambi ....................................................................................... 42
Tabel 4.1 Kelimpahan Jenis Fauna Lantai Mudflat di Kawasan Mangrove Desa
Majelis Hidayah, Kec. Kuala Jambi, Kab. Tanjung Jabung Timur,
Provinsi Jambi ....................................................................................... 44
Tabel 4.2Indeks Keanekaragaman Shannon Wiener Fauna Lantai Mudflat di
Kawasan Mangrove Desa Majelis Hidayah, Kec. Kuala Jambi, Kab.
Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi ................................................ 45
Tabel 4.4 Indeks Keanekaragaman Simpson Fauna Lantai Mudflat di Kawasan
Mangrove Desa Majelis Hidayah, Kec. Kuala Jambi, Kab. Tanjung
Jabung Timur, Provinsi Jambi .............................................................. 46
Tabel 4.5 Jenis-jenis Fauna Lantai Mudflat Kawasan Mangrove Desa Majelis
Hidayah, Kec. Kuala Jambi, Kab. Tanjung Jabung Timur, Provinsi
Jambi ..................................................................................................... 47
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Peta kawasan hutan bakau pantai timur di Provinsi Jambi .................. 3
Gambar 2.1 Hutan mangrove ................................................................................ 13
Gambar 2.2Morfologi Mangrove ........................................................................... 14
Gambar 2.3Klasifikasi Moluska............................................................................. 17
Gambar 2.4Morfologi Cambarus viridis ............................................................... 19
Gambar 2.5 Klasifikasi Arthropoda ....................................................................... 21
Gambar 2.6 Uca sp. ............................................................................................... 22
Gambar 2.7Mudflat ................................................................................................ 23
Gambar 3.1Desa Majelis Hidayah, Kec. Kuala Jambi. .......................................... 31
Gambar 3.2Awetan Basah ...................................................................................... 37
Gambar 3.3Metode kuadrat sampling .................................................................... 40
Gambar 3.4Rumus Shannon Wiener ...................................................................... 41
Gambar 3.5 Rumus Simpson ................................................................................. 41
Gambar 4.1 Periophthalmodon schlosseri ............................................................. 53
Gambar 4.2Geloina expansa .................................................................................. 55
Gambar 4.3Cerithidea quoyii ................................................................................. 56
Gambar 4.4Nerita cornucopia ............................................................................... 57
Gambar 4.5Neritina violacea ................................................................................. 58
Gambar 4.6Clithon oualaniensis ............................................................................ 59
Gambar 4.7Tubuca dussumieri ............................................................................. 60
Gambar 4.8Charybdis annulata ............................................................................ 61
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Dokumentasi Penelitian ......................................................................... 67
Lampiran II Hasil Identifikasi Hewan ....................................................................... 70
Lampiran III Jadwal Penelitian ................................................................................... 73
Lampiran VII Kartu Konsultasi .................................................................................... 74
Lampiran VIII Daftar Riwayat Hidup ............................................................................ 76
1
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hutan mangrove tersebar luas di dunia, terutama di sekeliling
khatulistiwa wilayah tropika dan sedikit di subtropika. Hutan mangrove di
dunia mencapai luas sekitar 16.530.000 ha yang tersebar di Asia 7.441.000
ha, Afrika 3.258.000 ha dan Amerika 5.831.000 ha, sedangkan di Indonesia
dilaporkan seluas 3.735.250 ha. Dengan demikian, luas hutan mangrove
Indonesia hampir 50% dari luas mangrove Asia dan hampir 25% dari luas
hutan mangrove dunia (Haris, 2014, hal. 117).
Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang terdiri dari 13.667
pulau dan mempunyai wilayah pantai sepanjang 54.716 kilometer.Wilayah
pantai (pesisir) ini banyak ditumbuhi hutan mangrove. Luas hutan mangrove
di Indonesia sekitar 4.251.011,03 hektar dengan penyebaran: 15,46 persen di
Sumatera, 2,35 persen di Sulawesi, 2,35 persen di Maluku, 9,02 persen di
Kalimantan, 1,03 persen di Jawa, 0,18 persendi Bali dan Nusa Tenggara, dan
69,43 persen di Irian Jaya (Karimah, 2017, hal. 52).
Namun, luas hutan mangrove di Indonesia telah mengalami penurunan
30-50% pada setengah abad terakhir ini karena pembangunan daerah pesisir,
perluasan pembangunan tambak, abarasi air laut, dan penebangan yang
berlebihan. Sedangkan berdasarkan data Kementrian Kehutanan (2013),
Hutan mangrove di Indonesia tersebar di beberapa provinsi di berbagai
gugusan kepulauan. Luasan hutan mangrove di Indonesia lebih kurang 3,7
juta hektar yang merupakan hutan mangrove terluas yang ada di Asia dan
bahkan di dunia (Karimah, 2017, hal. 52).
Hutan mangrove di Provinsi Jambi yaitu seluas 12.528,3 ha dan seluas
4.126,6 ha merupakan kawasan yang berstatus sebagai cagar alam. Kawasan
Cagar Alam (CA) hutan mangrove pantai timur yaitu terletak di Kecamatan
Mendahara, Kuala Jambi, Muara Sabak Timur dan Nipah Panjang Kabupaten
2
Tanjung Jabung Timur serta Kecamatan Betara Kabupaten Tanjung Jabung
(Fazriyas,2018, hal. 59).
Kecamatan Kuala Jambi denganIbu Kota Kampung Laut merupakan
Kecamatan dengan luas daerah terbesar di Kabupaten Tanjung Jabung Timur
dengan luas wilayah 1.821,2 . Daerah ini merupakan daerah perbatasan
langsung dengan Laut Cina Selatan di sebelah utara dan timur, Kabupaten
Muaro Jambi di sebelah selatan dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat di
sebelah barat.
Hutan mangrove sepanjang 80 kilometer di pesisir pantai timur Jambi
yang berbatasan langsung dengan zona Taman Nasional Berbak (TNB)
merupakan kawasan ramsar hutan rawa gambut terbesar di Asia Tenggara.
Kawasan mangrove di kawasan Tanjung Jabung Timur memiliki keunikan
tersendiri karena terletak di kawasan pesisir dan sekitarnya terdapat
pemukiman tradisional yang didirikan di atas rawa atau daerah
bakau(Maslikah, 2017, hal. 4).
3
Gambar 1.1Peta kawasanhutanbakaupantaitimur di Provinsi Jambi
Sumber: Rencana pengelolaan cagar alam pantai timur (periode 2016-
2025) dalam BKSDA Jambi, 2015(Maslikah, 2017).
Mangrove adalah habitat penting kecil yang selalu hijau, biasanya
ditemukan di zona pasang surut tropis dan subtropis(Ponnambalam, 2012,
hal. 51). Terutama di pantai yang terlindung, laguna, dan muara sungai yang
komunitas vegetasinya bertoleransi terhadap kadar garam yang tinggi.
Adapun ekosistem hutan mangrove adalah suatu sistem yang terdiri dari
organisme (vegetasi, satwa, dan mikroorganisme) yang berinteraksi dengan
system lingkungannya pada suatu habitat hutan mangrove (Lose, 2015, hal.
118).
Kawasan ekosistem mangrove teridentifikasi berupa pantai berlumpur
(mudflat) (Prasetyo, 2017, hal. 97). Karakteristik mudflat yang berlumpur,
terletak di bagian paling tepi dari daratan (Prasetyo, 2017, hal. 96).
Komunitas mangrove terdiri dari tumbuhan, hewan, dan mikrobia,
namun tanpa kehadiran tumbuhan mangrove, kawasan tersebut tidak dapat
disebut ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang
terdiri atas berbagai tumbuhan, hewan, dan mikrobia yang berinteraksi
dengan lingkungan di habitat mangrove (Setyawan, 2005, hal. 90).
Kawasan hutan mangrove merupakan sumber daya alam daerah tropika
yang memiliki pengaruh sangat luas ditinjau dari segi ekonomis, sosial, dan
ekologis. Secara fisik hutan mangrove memiliki peranan, yaitu untuk menjaga
garis pantai, mencegah terjadinya abrasi dan melindungi daerah dibelakang
hutan mangrove dari gelombang (Ceri, 2014, hal. 240).
Secara ekologi vegetasi mangrove berfungsi sebagai daerah asuhan
(nursery ground), daerah pemijahan (spawning ground), dan tempat mencari
makan (feeding ground) bagi beranekaragam biota perairan seperti ikan,
udang, dan kepiting (Cahyanto, 2013, hal. 74). Materi organik menjadikan
hutan mangrove sebagai tempat sumber makanan dan tempat asuhan berbagai
biota seperti ikan, udang dan kepiting. Produksi ikan dan udang di perairan
4
laut sangat bergantung dengan produksi serasah yang dihasilkan oleh hutan
mangrove (Lose, 2015, hal. 119).
Tumbuhan yang ada di hutan mangrove Indonesia terdiri dari 47
spesies pohon, 5 spesies semak, 9 spesies herba dan rumput, 29 spesies epifit,
2 spesies parasit, serta beberapa spesies Algae dan Bryophyta. Formasi hutan
mangrove terdiri dari empat genus utama, yaitu Avicennia, Sonneratia,
Rhizophora, dan Bruguiera, serta juga Aegiceras, Lumnitzera, Acanthus
illicifolius,Acrosticum aureum, dan Pluchea indica (Ceri, 2014, hal. 240).
Pada perbatasan hutan mangrove dengan rawa air tawar tumbuh Nypa
fruticans dan beberapa jenis Cyperaceae. Hutan mangrove alami membentuk
zonasi tertentu. Bagian paling luar didominasi Avicennia, Sonneratia, dan
Rhizophora, bagian tengah didominasi Bruguieragymnorrhiza, bagian ketiga
didominasi Xylocarpus dan Heritieria, bagian dalam didominasi
Bruguieracylindrica, Scyphiphorahydrophyllacea, dan Lumnitzera,
sedangkan bagian transisi didominasi Cerberamanghas. Pada masa kini pola
zonasi tersebut jarang ditemukan karena tingginya laju perubahan habitat
akibat pembangunan tambak, penebangan hutan, sedimentasi/reklamasi, dan
pencemaran lingkungan, meskipun masih dapat dirujuk pada pola zonasi
tersebut (Setyawan, 2005, hal. 90).
Mangrove merupakan habitat bagi berbagai jenis satwa liar seperti
primata, reptillia dan burung. Satwa liar yang terdapat di ekosistem mangrove
merupakan perpaduan antara fauna ekosistem terestrial, peralihan dan
perairan. Satwa liar terestrial kebanyakan hidup di pohon mangrove
sedangkan satwa liar peralihan dan perairan hidup di batang, akar mangrove
dan kolom air (Haris, 2014, hal. 120).
Tingginya kelimpahan makanan dan tempat tinggal, serta rendahnya
tekanan predasi, menyebabkan ekosistem mangrove membentuk habitat yang
ideal untuk berbagai spesies satwa dan biota perairan, untuk sebagian atau
seluruh siklus hidup mereka (Wardhani, 2011, hal. 62).
Habitat hutan mangrove di Kabupaten Poso memiliki 31 jenis fauna
darat 24 jenis famili serta 86 jumlah individu, dengan 3 jenis fauna darat
5
yaitu fauna jenis burung, fauna reptil dan fauna serangga/insekta. Fauna
Jenis burung yang ada terdiri dari 11 famili, 22 jenis dan 24 individu. Untuk
fauna Reptil yang ada terdiri dari 3 famili, 3 jenis dan 3 individu. Dan
serangga terdapat 6 famili, 9 jenis dan 64 individu (Lose, 2015, hal. 122).
Hutan mangrove juga merupakan rumah bagi organisme air seperti
berbagaijenis molusca, echinodermata, ikan, Crustacea, burung, tumbuhan
epifit danberbagai biota lainnya. Biota penempelterdiri dari bakteri, binatang,
dan tumbuhan. Biota penempel yang penting meliputiteritip, algae, hidrozoa
dan. Hasil penelitian tentang biota penempel yangberasosiasi dengan
mangrove teluk ambon bagian dalam menunjukkan bahwa biotayang
dominan berasal dari kelompok moluska dan crustacea. (Maulud, 2017, hal.
491).
Berdasarkan habitatnya hewan lantai pada ekosistem hutan mangrove
terdiri atas golongan infauna, yaitu fauna yang hidup dalam lubang atau
dalam substrat, maupun yang tergolong epifauna, yaitu fauna yang hidup
bebas di atas substrat (Mudflat) (Karimah, 2017, hal. 55).Secara ekologis,
jenis moluska penghuni mangrove memiliki peranan yang besar dalam
kaitannya dengan rantai makanan di kawasan mangrove, karena disamping
sebagai pemangsa detritus, moluska juga berperan dalam merobek atau
memperkecil serasah yang baru jatuh.
Perilaku moluska jenis Telebraria palustris dan beberapa moluska
lainnya dalam memecah atau menghancurkan serasah mangrove untuk
dimakan, namun disisi lain sangat besar artinya dalam mempercepat proses
dekomposisi serasah yang dilakukan mikrorganime akan lebih cepat
(Karimah, 2017, hal. 55). Disamping membantu dalam proses dekomposisi,
beberapa fauna kepiting juga membantu dalam penyebaran seedling dengan
cara menarik propagul kedalam lubang tempat persembunyiannya ataupun
pada tempat yang berair. Aktifitas kepiting ini dampaknya sangat baik dalam
kaitannya dengan distribusi dan kontribusi pertumbuhan dari seedling
mangrove dari jenis Rhizophora sp, Bruguiera sp. dan Ceriops sp., terutama
6
pada daerah yang sudah atau mulai terjadi konversi hutan mangrove
(Karimah, 2017, hal. 56).
Dari kelompok moluska, ditemukan empat jenis gastropoda yaitu
Littorinascabra, Nerita oualaniens, Terebralia sulcata, Cassidula nucleus
dan satu jenisbivalvia (Saccostrea cucullata). Sedangkan dari kelompok
crustacea biota yangdominan adalah kelomang (Clibanarius ambonensis) dan
Cardisoma carnifex(Maulud, 2017, hal. 491).
Adapun alasan peneliti tertarik melakukan penelitian tentang mangrove
karena belum ada peneltian tentang Keanekaragaman Fauna Lantai Mudflat di
Kawasan Mangrove Desa Majelis Hidayah, Kec. Kuala Jambi, Kab. Tanjung
Jabung Timur untuk dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya
di tempat lain. Berdasarkan penjelasan diatas ini, peneliti terdorong dan
termotivasi untuk melakukan penelitian tentang “Keanekaragaman Fauna
Lantai Mudflat di Kawasan Mangrove Desa Majelis Hidayah, Kec.
Kuala Jambi, Kab Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi”.
B. Fokus Penelitian
Agar penelitian ini terfokus pada permasalahan yang dibahas dan
mencegah terjadi kesimpangsiuran penyelesaian masalah maka perlu adanya
pembatasan masalah yaitu :
1. Lokasi penelitian dilakukan di Kawasan Mangrove Desa Majelis
Hidayah, Kec. Kuala Jambi, Kab. Tanjung Jabung Timur.
2. Waktu penelitian dilaksanakan pada 17-29 Februari 2020.
3. Penelitian dilakukan hanya untuk melihat keanekaragaman Fauna Lantai
di pantai berlumpur (mudflat).
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan
permalahan yang akan dibahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
7
1. Spesies-spesies Fauna apa saja yang terdapat pada Mudflat di Kawasan
Mangrove Desa Majelis Hidayah, Kec. Kuala Jambi, Kab. Tanjung
Jabung Timur ?
2. Bagaimana Keanekaragaman Fauna Lantai Mudflat di Kawasan Mangrove
Desa Majelis Hidayah, Kec. Kuala Jambi, Kab. Tanjung Jabung Timur ?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui Spesies-spesies Fauna apa saja yang terdapat pada
Mudflat di Kawasan Mangrove Desa Majelis Hidayah, Kec. Kuala Jambi,
Kab. Tanjung Jabung Timur.
2. Untuk mengetahui Keanekaragaman Fauna Lantai Mudflat di Kawasan
Mangrove Desa Majelis Hidayah, Kec. Kuala Jambi, Kab. Tanjung
Jabung Timur.
E. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian maka penelitian yang dilakukan ini
memiliki manfaat sebagai berikut :
1. Menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam dunia pendidikan pada
umumnya dan Program Studi Tadris Biologi pada khususnya.
2. Sebagai alternatif sumber belajar untuk mata kuliah Ekologi pada
Program Studi Tadris Biologi.
3. Sebagai alternatif sumber belajar bagi Siswa di Sekolah setempat untuk
lebih mengenal Ekosistem Mangrove di lingkungannya.
4. Sebagai bahan referensi ilmiah untuk dijadikan landasan bagi peneliti
selanjutnya yang berkaitan dengan Ekosistem Mangrove.
8
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Keanekaragaman Hayati
Indonesia sebagai daerah tropis mempunyai keanekaragaman
hayati tinggi, baik di darat maupun di laut khususnya di wilayah pesisir.
Tingginya keanekaragaman hayati tersebut tidak lepas dari kondisi
geofisik dan letak geografis perairan Indonesia (Warpur, 2016, hal 20).
Keanekaragaman hayati ialah suatu istilah yang mencankup
semua bentuk kehidupan yang mencankup gen, spesies tumbuhan, hewan
dan mikroorganisme serta ekosistem dan proses-proses ekologi (Sutoyo,
2010, hal 101).Keanekaragaman hayati (biodiversity) adalah jumlah jenis
yang dapat ditinjau dari tiga tingkat sebagai berikut (Irwan, 2007, hal.
184).
a. Pada tingkat gen dan kromosom yang merupakan pembawa sifat
keturunan.
b. Pada tingkat jenis yaitu berbagai golongan makhluk yang
mempunyai susunan gen tertentu.
c. Pada tingkat ekosistem atau ekologi yaitu tempat jenis itu
melangsungkan kehidupannya dan berinteraksi dengan faktor biotik
dan abiotik.
2. Ekologi
Ekologi merupakan salah satu cabang biologi. Yaitu ilmu
pengetahuan tentang hubungan antara organisme dan lingkungannya.
Atau ilmu yang mempelajari pengaruh faktor lingkungan terhadap jasad
hidup (Irwan, 2007, hal. 6).
Istilah ekologi pertama kali diperkenalkan oleh Ernest Haeckel,
yaitu seorang ahli biologi yang berkebangsaan Jerman pada tahun 1869.
Istilah ekologi berasal dari bahasaYunani, yaitu oikos yang berarti rumah
9
atau tempat tinggal atau habitat, dan logos yang berarti ilmu, telaah,
studi, atau kajian (Indriyanto, 2008, hal. 2).
Secara harfiah ekologi adalah pengkajian hubungan organisme-
organisme atau kelompok organisme terhadap lingkungannya (Irwan,
2007, hal. 6). Atau secara harfiah ekologi berarti ilmu tentag makhluk
hidup dalam rumahnya atau ilmu tentang tinggal makhluk hidup
(Indriyanto, 2008, hal. 2).
Berdasarkan komposisi jenis organisme yang dikaji, maka ekologi
digolongkan menjadi dua sebagai berikut (Indriyanto, 2008, hal. 8).
a. Autekologi, yaitu ekologi yang mempelajari suatu spesies organisme
atau organime secara individu yang berinteraksi dengan
lingkungannya.
b. Sinekologi, yaitu ekologi yang mempelajari kelompok organisme
yang tergantung dalam satu kesatuan dan saling berinteraksi dalam
daerah tertentu.
Berdasarkan atas habitat suatu spesies atau kelompok spesies
organisme, maka ekologi dapat digolongkan sebagai berikut (Indriyanto,
2008, hal. 8).
a. Ekologi daratan (terestrial), yaitu mempelajari hubungan timbal
balik antara organisme dengan organisme lainnya serta dengan
semua komponen lingkungan yang ada di wilayah daratan.
b. Ekologi air tawar (freshwater), yaitu mempelajari hubungan timbal
balik antara organisme dengan organisme lainnya serta dengan
semua komponen lingkungan yang ada di wilayah perairan tawar.
c. Ekologi bahari, yaitu mempelajari hubungan timbal balik antara
organisme dengan organisme lainnya serta dengan semua komponen
lingkungan yang ada di wilayah perairan asin atau lautan.
d. Ekologi estuarin, yaitu mempelajari hubungan timbal balik antara
organisme dengan organisme lainnya serta dengan semua komponen
lingkungan yang ada di wilayah perairan payau.
10
e. Ekologi hutan, yaitu mempelajari hubungan timbal balik antara
organisme dengan organisme lainnya serta dengan semua komponen
lingkungan yang ada di ekosistem hutan.
f. Ekologi padang rumput, yaitu mempelajari hubungan timbal balik
antara organisme dengan organisme lainnya serta dengan semua
komponen lingkungan yang ada di ekosistem padang rumput.
Berdasarkan taksonomi dan sistematika makhluk hidup, maka
cabang-cabang ekologi yang dapat berkembang diantaranya sebagai
berikut (Indriyanto, 2008, hal. 9).
a. Ekologi tumbuhan, yaitu mempelajari hubungan timbal balik antara
tetumbuhan dengan semua komponen lingkungan yang ditempati.
b. Ekologi serangga, yaitu mempelajari hubungan timbal balik antara
serangga dengan semua komponen lingkungan yang ditempati.
c. Ekologi burung, yaitu mempelajari hubungan timbal balik antara
burung dengan semua komponen lingkungan yang ditempati.
d. Ekologi vertebrata, yaitu mempelajari hubungan timbal balik antara
hewan vertebrata dengan semua komponen lingkungan yang
ditempati.
e. Ekologi mikroba, yaitu mempelajari hubungan timbal balik antara
hewan jasad renik dengan semua komponen lingkungan yang
ditempati.
3. Ekosistem
Istilah ekosistem pertama kali diusulkan oleh seorang ahli ekologi
berkebangsaan Inggris bernama A. G. Tansley pada tahun 1935,
meskipun tentu saja konsep ini sama sekali buakn merupakan konsep
yang baru. Terbukti bahwa sebelum akhir tahun 1800-an, pernyataan-
pernyataan resmi tentang istilah dan konsep yang berkaitan dengan
ekosistem mulai terbit cukup menarik dalam literatur-literatur ekologi di
Amerika, Eropa, dan Rusia (Indriyanto, 2008, hal. 19).
11
Di alam terdapat organisme hidup (makhluk hidup) dengan
lingkungannya yang tidak hidup saling berinterksi berhubungan erat tak
terpisahkan dan saling pengaruh mempengaruhi satu sama lain yang
merupakan suatu sistem. Dalam hal ini makhluk hidup lazim disebut
dengan biotik, dari asal kata bi berarti hidup. Lingkungan yang tidak
hidup disebut abiotik dari asala kata a dan bi yang berarti tidak hidup
(Irwan, 2007, hal. 27).
Di dalam sistem tersebut terdapat dua aspek penting yaitu arus
energi (aliran energi) dan daur materi atau disebut juga daur mineral atau
siklus mineral ataupun siklus bahan disamping adanya sistem informasi.
Aliran energi dapat terlihat pada struktur makanan, keragaman biotik dan
siklus bahan (yakni pertukaran bahan-bahan antara bagian yang hidup
dan tidak hidup). Sistem tersebut disebut ekosistem (Irwan, 2007, hal.
27).
Maka, ekosistem yaitu tatanan kesatuan secara kompleks yang di
dalamnya terdapat habitat, tumbuhan, dan binatang dipertimbangkan
sebagai unit kesatuan secarah utuh, sehingga semuanya akan menjadi
bagian mata rantai siklus materi dan aliran energi. Bahkan ekosistem
dikatakan sebagai suatu unit fungsional dasar dalam ekologi karena
merupakan satuan terkecil yang memiliki komponen secara lengkap,
memiliki relung ekologi secara lengkap, serta di dalamnya terjadi proses
ekologi secara lengkap, sehingga di dalam ekosistem siklus materi dan
arus energi berjalan sesuai dengan kondisi ekosistemnya (Indriyanto,
2008, hal. 53).
Berdasarkan atas segi struktur dasar ekosistem, maka komponen
ekosistem terdiri atas dua jenis sebagai berikut (Indriyanto, 2008, hal.
21).
a. Komponen biotik (komponen makhluk hidup), misalnya binatang,
tumbuhan dan mikroba.
b. Komponen abiotik (komponen benda mati), misalnya air, udara,
tanah dan energi.
12
Dari segi makanan (tropik)(Irwan, 2007, hal. 31). Memiliki dua
komponen yang biasanya terpisah-pisah dalam waktu dan ruang yaitu :
a. Komponen autotrop (memberi makan sendiri), disini terjadi
pengikatan energi sinar matahari.
b. Komponen heterotrop (memakan yang lainnya) disini terjadi
pemakaian, pengaturan kembali dan perombakan bahan-bahan yang
kompleks.
4. Ekosistem Mangrove
Ekosistem hutan mangrove (ekosistem hutan payau) adalah tipe
ekosistem yang terdapat di daerah pantai dan selalu atau secara teratur
digenangi air laut atau dipengaruhi oleh pasang surut air laut, daerah
pantai dengan kondisi tanah berlumpur, berpasir, atau lumpur berpasir.
Ekosistem tersebut merupakan ekosistem yang khas untuk daerah tropis,
terdapat di daerah pantai yang berlumpur dan airnya tenang (gelombang
laut tidak besar). Ekosistem hutan ini disebut ekosistem hutan payau
karena terdapat di daerah payau (estuarin), yaitu daerah perairan dengan
kadar garam/salinitas antara 0,50/00 dan 30
0/00, disebut juga ekosistem
hutan pasang surut karena terdapat di daerah yang dipengaruhi oleh
pasang surut air laut (Indriyanto, 2008, hal. 65).
Pohon-pohon mangrove adalah halofit, artinya bahwa mangrove
ini tahan akan tanah yang mengandung garam dan genangan air laut. Ada
juga mangrove yang tumbuh di tempat yang lebih tinggi, sehingga akan
mengalami masa tanpa di genangan air laut yang agak panjang. Namun
beberapa pohon mangrove dapat dijumpai di tepi sungai sekitar 100 km
dari laut, walaupun pada permukaan air dimana pohon itu tumbuh adalah
air tawar, tetapi pada dasar sungai terdapat seiris air asin(Irwan, 2007,
hal. 22).
13
Gambar 2.1 Hutan mangrove
Sumber: Maslikah, 2017, hal. 15.
Berbeda hutan mangrove dengan hutan hujan sehubungan dengan :
a. Habitat. Mangrove terbatas pada daerah-daerah pantai berlumpur,
sungai-sungai pasang yang berlumpur dan sebagainya.
b. Komposisi. Mangrove miskin akan jeni, serta anggota-anggota
mangrove tidak pernah terdapat di dalam hutan hujan.
c. Struktur. Mangrove tidak mempunyai lapisan tajuk.
d. Fisiognomi. Mangrove terlihat hampir seragam dan memiliki bentuk
yang khas.
5. Klasifikasi Mangrove
Beberapa jenis pohon mangrove yang umum dijumpai di pesisir
Indonesia adalah bakau (Rhizophorasp.), api-api (Avicennia sp.), pedada
(Sonneratia sp.), tanjang (Bruguiera sp.), nyirih (Xylocarpus sp.), tengar
(Ceriops sp.), dan buta-buta (Exoecaria sp.) (Puspitaningasih, 2012, hal.
40).
Tabel 2.1
Spesies Mangrove di Pulau Baai, Bengkulu
14
No. Family Genus Spesies
1 Rhizophoraceae Rhizophora Rhizophoramucronata
2 Rhizophoraceae Bruguiera Bruguieracylindrica
3 Avicenniaceae Avicennia Avicenniamarina
4 Lythraceae Sonneratia Sonneratiaalba
5 Combretaceae Lumnitzera Lumnitzeralittorea
Sumber: Febriansyah, 2018, hal. 120.
15
Gambar 2.2 Morfologi Mangrove
Sumber: Khusni, 2018, hal. 12.
6. Fauna Lantai
Terkait dengan sifat fauna yang padaumumnya sangat dinamis,
maka batasanzonasi yang terjadi pada fauna penghunimangrove kurang
begitu jelas. Penyebaran faunapenghuni hutan mangrovememperlihatkan
dua cara, yaitu penyebaransecara vertical dan secara
horisontal.Penyebaran secara vertikal umumnyadilakukan oleh jenis
fauna yang hidupnyamenempel atau melekat pada, akar, cabangmaupun
batang pohon mangrove, misalnyajenis Liftorina scabra, Nerita
albicilla,Menetaria annulus dan Melongenagaleodes(Karimah, 2017, hal.
55).
Sedangkan penyebaran secara horizontal biasanya ditemukan
pada jenis fauna yang hidup pada substrat, baik itu yang tergolong
infauna, yaitu fauna yang hidup dalam lubang atau dalam substrat,
maupun yang tergolong epifauna, yaitu fauna yang hidup bebas di atas
substrat. Distribusi fauna secara horisontal pada areal hutan mangrove
yang sangat luas, biasanya memperlihatkan pola permintakatan jenis
fauna yang dominan dan sejajar dengan garis pantai (Karimah, 2017, hal.
55). Di pantai berlumpur ditemukan beberapa jenis udang-udang, kerang,
siput dan cacing yang hidup di permukaan atau menggali lubang di
lumpur (Tjandra, 2016, hal. 8).
Ekosistem mangrove merupakan habitat penting bagi organisme
laut. Umumnya didominasi oleh moluska dan krustasea (Karimah, 2017,
hal. 56). Kelompok fauna perairan/akuatik, terdiri atas dua tipe yaitu
(Lose, 2015, hal. 121).
a. Yang hidup di kolam air, terutama berbagai jenis ikan dan udang.
b. Yang menempati substrat baik keras (akar dan batang mangrove)
maupun lunak (lumpur) terutama kepiting, kerang dan berbagai jenis
invertebrata lainnya.
16
Berikut merupakan pendapat ahli megenai jenis-jenis fauna lantai
pada Mudflat:
a. Petersen (1913) dan Thorson (1957) pada mudflat yang memiliki
kelimpahan tinggi seperti burung, ikan dan inverebrata (Elliot, 1998,
hal. 18).
b. Dharma (1992) Gastropoda hidup di atas tanah berlumpur (Mudflat)
atau tergenang airnya di daerah pasang surut (Nento, 2013, hal. 43).
c. Sasekumar (1984) lantai hutan mangrove menawarkan substrat
berumpur atau Mudflat yang kaya akan materi organik sebagai
sumber makanan bagi berbagai jenis hewan, terutama kelompok
moluska dan krustasea (Hamidy, 2010, hal. 81).
d. Snedaker (1978) substrat lumpur atau mudflatsangat baik untuk
berlindung moluska, krustasea dan beberapa jenis ikan (Pribadi,
2009, hal. 102).
a. Moluska
Yang termasuk phylum ini adalah: siput, cumi-cumi dan
sebagainya. Yang prinsip tubuhnya bilateral simetris tak beruas-ruas
dan mempunyai cangkok.Tubuh kerang, kepah dan siput biasanya
tersimpan di dalam cangkok sehingga tak nampak dari luar.Bila
keadaan aman tubuh dijulurkan keluar dan yang nampak pertama
kali adalah kakinya, dan kaki tersebut untuk berjalan atau berenang
(Yasin, 2004, hal. 171).
Molusca berdasarkan simetri, kaki, cangkang, mantel,
insang dan sistem sarafnya terbagi atas 5 klas yaitu (Yasin, 2004,
hal. 171).
17
Gambar 2.3 Klasifikasi Moluska
Sumber: Yasin, 2004, hal. 173.
1) Klas Amphineura, contoh: Chiton, tubuhnya bilateral simetris,
cangkang terdiri dari 8 kepingan kapur yang mempunyai banyak
serabut insang yang berlapis-lapis.
2) Klas Gastropoda, contoh : siput, bekicot dan lain-lain.
3) Klas Scaphopoda, cangkang seperti kerucut atau tanduk. Ujung
cangkang berlubang dan bermantel.
4) Klas Cephalopoda, contoh: Cumi-cumi, Gurita, Nautilus dan
sebagainya. Tubuhnya bilateral, kakinya berubah menjadi
lengan yang beralat penghisap. Sistem saraf berkembang
dipusatkan di kepala.
5) Klas Pelecypoda, contoh: Kerang, Tiram Kepah, Remis dan
sebagainya. Tubuhnya bilateral simetris. Cangkang terdiri atas
18
dua bagian yang dihubungkan oleh engsel dan mantel juga
terbagi atas dua bagian.
Secara ekologis, jenis moluska penghuni mangrove
memiliki peranan yang besar dalam kaitannya dengan rantai
makanan di kawasan mangrove, karena disamping sebagai pemangsa
detritus, moluska juga berperan dalam merobek atau memperkecil
serasah yang baru jatuh. Perilaku moluska jenis Telebraria palustris
dan beberapa moluska lainnya dalam memecah atau menghancurkan
serasah mangrove untuk dimakan, namun disisi lain sangat besar
artinya dalam mempercepat proses dekomposisi serasah yang
dilakukan mikrorganime akan lebih cepat (Karimah, 2017, hal. 55).
Fauna moluska yang hidup sebagai penghuni hutan
mangrove di Indonesia umumnya didominasi oleh Gastropoda, yaitu
sekitar 61 jenis, sedangkan dari kelas Bivalvia hanya sekitar 9 jenis
saja. Dari fauna Gastropoda penghuni mangrove yang memiliki
penyebaran yang sangat luas adalah Littorina scabra, Terebralia
palustris, T. sulcata dan Cerithium patalum. Sedangkan jenis
yangmemiliki daya adaptasi yang tinggiterhadap lingkungan yang
sangat ekstrimadalah Littorina scabra, Crassostreacacullata dan
Enigmonia aenigmatica (Karimah, 2017, hal. 56).
Selanjutnya disebutkan pula bahwa dari sebanyak
Gastropoda penghuni hutan mangrove tersebut beberapa diantaranya
dapat dimanfaatkan untuk dikonsumsi masyarakat sekitar mangrove,
antara lain adalah jenis Terebralia palustris dan Telescopium
telescopium. Sedangkan kelas Bivalvia yang dikonsumsi masyarakat
adalah jenis Polymesoda coaxans,Anadara antiquata dan Ostrea
cucullata (Karimah, 2017, hal. 56).
b. Arthropoda
Hewan yang termasuk dalam phylum ini antara lain: Udang,
insecta, scorpio (kalajengking) (Yasin, 2004, hal. 194). Ciri-ciri
19
umum dari Arthropoda: Mempunyai anggota yang beruas, tubuhnya
bilateral simetris terdiri atas sejumlah ruas-ruas, tubuh dibungkus
oleh zat chitine, sehingga merupakan exoskeleton (rangka luar),
biasanya ruas-ruas terdapat bagian-bagian yang tidak berchitine,
sehingga ruas-ruas tersebut mudah digerakkan, sistem saraf tangga
tali, Coelom pada hewan dewasa adalah kecil dan merupakan satu
rongga berisi darah dan disebut haemocoel (Yasin, 2004, hal. 195).
Klasifikasi Arthropoda:
1) Klas Crustacea, contoh: Udang.
Tubuh Cambarus viridis sebelah luar terdapat kutikula
dimana disusun oleh pectin dan garam-garam mineral. Struktur
buku terdiri atas flat (lembaran) dorsal yang kompleks disebut
tergum. Plat ventral teransversal disebut sternum plat yang
menggantung sebelah menyebelah disebut pleura, plat antara
pleura dan kaki disebut epineura (Yasin, 2004, hal. 195).
Gambar 2.4 Morfologi Cambarus viridis
Sumber: Syafrudin, 2016, hal. 15.
2) Klas Onychophora, contoh: Prepatus.
Pada kepala terdapat 3 pasang appendage, antena, papil
mulut, dan rahang, sepasang mata sederhana dan mulut terletak
20
sebelah ventral. Kaki berdaging yang meliputi jumlah antara 17
pasang sampai 40 pasang yang berbeda-beda pada setiap
spesies, dan tiap-tiap kaki memiliki 2 kait (Yasin, 2004, hal.
239).
3) Klas Chilopoda, contoh: Kelabang.
Tubuh terdiri atas 15-173 ruas, yang masing-masing
memiliki sepasang kaki, kecuali 2 ruas terakhir dan 1 ruas muka
yang pertama yakni kepala. Ruas terakhir memiliki sepasang
alat penjepit yang beracun, yang berguna untuk membunuh
hewan lain. Antena panjang terdiri atas 12 ruas (Yasin, 2004,
hal. 240).
4) Klas Diplopoda, contoh: Kelemayar.
Sering disebut hewan berkaki seribu. Tubuh agak bulat
panjang, terdiri dari atas kurang lebih 25-100 ruas. Sebagian
besar tiap ruas memiliki dua pasang anggota (kaki) dan pada
hewan tertentu terjadi penyatuan dua ruas menjadi satu (Yasin,
2004, hal. 243).
5) Klas Insecta (Hexapoda), contoh: Belalang.
Ciri khusus insecta: Tubuh terdiri atas caput, thorax,
dan abdomen. Alat pencernaan terdiri atas: bagian muka, bagian
tengah dan bagian belakang (Yasin, 2004, hal. 202).
6) Klas Arachnoidea, contoh: Laba-laba.
Hewan-hewannya berbeda satu dengan lainnya, tetapi
memiliki sifat tertentu yang penting yaitu tidak memiliki antena,
tidak memiliki rahang yang sebenarnya, sepasang anggota
pertama adalah penjepit yang disebut cheliceraedan tubuh
terbagi atas bagian anterior yakni cephalothorax dan bagian
posterior yakni abdomen (Yasin, 2004, hal. 246).
7) Klas Pauropoda, contoh: Pauropus.
8) Klas Symphyla, contoh: Scutigerella.
21
Gambar 2.5 Klasifikas Arthropoda
Sumber: Yasin, 2004, hal. 194.
Disamping membantu dalam proses dekomposisi, beberapa
fauna kepiting juga membantu dalam penyebaran seedling dengan
cara menarik propagul kedalam lubang tempat persembunyiannya
ataupun pada tempat yang berair. Aktifitas kepiting ini dampaknya
sangat baik dalam kaitannya dengan distribusi dan kontribusi
pertumbuhan dari seedling mangrove dari jenis Rhizophora sp,
Bruguiera sp. dan Ceriops sp., terutama pada daerah yang sudah atau
mulai terjadi konversi hutan mangrove (Karimah, 2017, hal. 56).
Kelas Crustacea yang ditemukan pada ekosistem hutan
mangrove adalah sebanyak 54 jenis, dan umumnya didominasi oleh
jenis kepiting (Brachyura) yang dapat dikategorikan sebagai golongan
infauna, sedangkan beberapa jenis udang (Macrura) yang ditemukan
pada ekosistem mangrove sebagian besar hanya sebagai penghuni
sementara (Karimah, 2017, hal. 56).
Dari beberapa penelitian yang dilakukan di berbagai tempat
menunjukkan bahwa famili Grapsidae merupakan penyusun utama
fauna Crustacea hutan mangrove. Jenis Thalassina anomala
merupakan jenis udang lumpur sebagai penghuni setia hutan
mangrove, karena udang ini hidup dengan cara membuat lubang dan
22
mencari makan hanya disekitar sarang tersebut (Karimah, 2017, hal.
56).
Gambar 2.6 Uca sp.
Sumber: Andriyani, 2017, hal. 41.
Sedangkan pada hutan mangrove bersubstrat lumpur agak
pejal, umumnya didominasi Ucadusumeri. Jenis lain yang muncul
pada substrat tersebut adalah Uca lactea, U.vocans, U. signatus dan
U. conso- brinus. Diantara kepiting mangrove yang mempunyai nilai
ekonomis dan dikonsumsi masyarakat adalah Scylla serrata, S.
olivacea, Portunus pelagicus, Epixanthus dentatus dan Labnanium
politum (Karimah, 2017, hal. 56).
7. Mudflat
Kondisi tanah di lahan pasang surut pada umumnya jenuh air
dengan pH tanah berkisar antara 4–5 (Riyanti, 2015, hal. 11).Arus pasang
surut menyediakan pasokan energi yang menyebabkan gerakan sedimen
ke dalam dan keluar dari muara.Gelombang dan pasang membawa
sedimen halus dari mulut muara (Nayak, 2018, hal. 1).
23
Gambar 2.7Mudflat
Sumber: Rahmawati, 2018, hal. 16.
B. Studi Relevan
Untuk menguatkan alasan penelitian ini dilakukan maka penulis
memaparkan hasil penelitian terdahulu sebagai penelitian yang relevan
dengan penelitian ini, antara lain :
Tabel 2.2
Studi Relevan
No. Peneliti Judul Hasil Persamaan Perbedaan
1 Maulud,
A., dkk.
2017.)
“Kelimpah
an Biota
Penempel
yang
Terdapat
Pada
Mangrove
di Muara
Alue Naga
Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa :
1. Kelimpahan biota
penempel pada
kawasan mangrove
Muara Alue
Naga,Kecamatan
Syiah Kuala,
berkisar 0,9 – 1,56
Peneliti
menjadikan
Fauna
sebagai
objek
penelitian
seperti
Coenobita
violascens
Peneliti
tersebut
hanya
berfokus
pada biota
penempel
sebagai
objek
penelitianny
24
Kecamatan
Syiah
Kuala Kota
Banda
Aceh”.
ind/m², dengan
kelimpahan
jenistertinggi yaitu
Alectryonella
picatul.
2. Kerapatan
mangrove yang di
temukan berkisar
0,25 - 0,5 ind/m²,
dari
jenisRhizophora
sapiculata.
atau
Kelomang
hijau-ungu.
a
2 Karimah.
2017
“Peran
Ekosistem
Hutan
Mangrove
Sebagai
Habitat
Untuk
Organisme
Laut”.
Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa
ekosistem
hutanmangrove
merupakan habitat
penting
bagiorganisme laut.
Umumnya
didominasi
olehmoluska dan
krustasea. Moluska
ini terdiri terutama
dari Gastropoda dan
selanjutnyadidominas
i oleh dua keluarga,
yaituPotamidae dan
Ellobiidae.
Sedangkan
untukkrustasea,
Peneliti
menemukan
beberapa
jenis fauna
lantai
seperti
Moluska
dan
Krustasea.
Penelitian
tersebut
dilakukan
dengan
cakupan
lokasi yang
luas di
Hutan
Mangrove.
25
terutama terdiri dari
Brachyura.Beberapa
hewan yang hidup di
hutanmangrove juga
dikenal sebagai bahan
habispakai dan secara
ekonomi penting
sepertiTerebralia
palustris,
Telescopiumtelescopi
um (Gastropoda),
Anadara
kuno,Coaxans
polymesoda, Ostrea
cucullata(Bivalvia),
dan Scylla serrate, S.
olivacea,Portunus
pelagicus, Epixanthus
dentatus,Labnanium
politum (Crustacea).
3 I Made
Ismail
Lose,
Elhayat
Labiro
dan
Sustri
(2015)
“Keanekara
gaman
Jenis Fauna
Darat Pada
Kawasan
Wisata
Mangrove
Di Desa
Labuan
Kecamatan
Lage
Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa
pada lokasi penelitian
dijumpai sebanyak 68
individu fauna darat
yang berasal dari 31
jenis fauna darat.
Jenis-jenis fauna
darat yang dijumpai
berasal dari 24 famili
dengan jenis fauna
Peneliti
menjadikan
Fauna
sebagai
objek
penellitian.
Peneliti
tersebut
hanya
mengidentif
ikasi jenis
Fauna Darat
secara
umum.
26
Kabupaten
Poso”.
yang dilindungi 7
jenis yang dilindungi,
4 jenis fauna
endemik, 3 fauna
migran dan 18 jenis
fauna penetap. Indeks
keanekaragaman
jenis (H’) sebesar
2,2573 dan indeks
kemerataan jenis (E)
sebesar 0,6573.
4 Salim,
G., dkk.
2019.
“Hubungan
Kerapatan
Mangrove
Dengan
Kelimpaha
n
Gastropoda
Di
Kawasan
Konservasi
Mangrove
Dan
Bekantan
(KKMB)
Kota
Tarakan”.
Hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa
berdasarkan
perhitungan dengan
analisis regresi linier
sederhana kerapatan
mangrove dengan
kelimpahan
gastropoda terdapat
hubungan positif
antar keduanya
dengan nilai korelasi
sebesar 0,4766 yang
berarti berkorelasi
cukup.
Sampel
diambil di
dalam plot
pengamata.
Penelitian
hanya
berfokus
pada
Gastropoda.
5 Hartoni
dan Andi
Agussali
“Komposis
i Dan
Kelimpaha
Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa:
1.komposisimoluskad
Peneliti
menjadikan
moluska
Peneliti
tersebut
hanya
27
m. 2013. n Moluska
Di
Ekosistem
Mangrove
Muara
Sungai
Musi
Kabupaten
Banyuasin
Provinsi
Sumatera
Selatan”.
i lokasi penelitian
terdiridari21spesie
syangterdiri
darigastropoda17s
pesies
danbivalvia4spesie
s.
2.Kelimpahanmolusk
ayangtertinggiadal
ahLittorinascabra.
sebagai
objek
penelitian.
berfokus
pada
moluska
sebagai
objek
penelitian.
6 Pribadi,
R, dkk.
2009.
“Kompetisi
Jenis Dan
Distribusi
Gastropoda
Di
Kawasan
Hutan
Mangrove
Segara
Anakan
Cilacap”.
Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa:
1.Di Segara Anakan
terdapat 29 jenis
gastropoda dari 10
famili.
2.Sedimentasi yang
lebih tinggi di
Klaces
menyebabkan
jumlah jenis dan
kelimpahan
individu
gastropoda lebih
banyak (24 jenis,
58,2 ind. /m2)
daripada Sapuregel
(19 jenis dan 15,71
ind./m2) dengan
Peneliti
menjadikan
Gastropoda
sebagai
objek
penelitian.
Peneliti
tersebut
hanya
berfokus
pada
Gastropoda
sebagai
objek
penelitian.
28
Indeks Kesamaan
Komunitas
65,12%. Di
Klaces,
3.Kemelimpahangastr
opoda semakin
tinggi dengan
makin jauhnya
lokasi dari pantai
karena adanya
tekanan
lingkungan yang
berupa sampah
organik maupun
an-organik di
sebagian besar
pantai, namun di
Sapuregel hampir
sama.
7 Shalihah,
H.N, dkk
(2017).
“Keanekara
gaman
Moluska
Berdasarka
n Tekstur
Sedimen
dan Kadar
Bahan
Organik
Pada
Muara
Sungai
Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa:
1.Ditemukan 10
genera dari kelas
Gastropoda yaitu
Littorina,
Cerithidea,
Turritella,
Clathrodrillia,
Fasciolaris, Conus,
Filopaludina, Pila,
Melanoides dan
Peneliti
menjadikan
moluska
sebagai
objek
penelitian.
Peneliti
tersebut
hanya
berfokus
pada
moluska
sebagai
objek
penelitian.
29
Betahwalan
g, Kab.
Demak”.
Telescopium dan 4
genera dari kelas
Bivalvia yaitu
Anadara,
Mesodesma,
Mytilus dan
Donax;
2.Tipe substrat pada
Muara Sungai
Betahwalang di
dominasi liat dan
liat berpasir
dengan kadar
bahan organik
berkisar 6,20 –
17,40 %; dan
3.Hubungan moluska
dengan tekstur
sedimen memiliki
angka koefisien
korelasi 0,535
dengan persamaan
y = 6.94x + 224.0
menandakan
terdapat korelasi
cukup erat antara
moluska dengan
tekstur sedimen.
4.Hubungan moluska
dengan bahan
organik sedimen
30
memiliki angka
koefisien korelasi
sebesar 0,507
dengan persamaan
y = 33.44x + 271.1
menandakan
terdapat korelasi
cukup erat antara
moluska dengan
bahan organik
sedimen.
31
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Majelis Hidayah, Kec. Kuala
Jambi, Kab Tanjung Jabung Timur. Waktupenelitian dilaksanakan pada 17-29
Februari 2020.
Gambar 3.1 Desa Majelis Hidayah, Kec. Kuala Jambi.
Sumber: google maps
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Tabel 3.1
Alat Penelitian
No. Alat Fungsi
1 Kamera Sebagai alat dokumentasi
2 Tali plastic Sebagai batas petak-petak penelitian
3 Parang Untuk mengambil bahan yang dibutuhkan
4 Gunting Untuk memotong tali
5 Papan ujian Sebagai alas menulis
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
6 Alat tulis menulis
(seperti buku,
pena, penggaris,
dan sebagainya)
Untuk membantu penulisan data-data yang
diperoleh di lapangan
7 Keranjang Sebagai wadah meletakkan bahan penelitian
8 Meteran Untuk mengukur batas petak agar sesuai dengan
Metode Penelitian
Tabel 3.2
Bahan Penelitian
No. Bahan Fungsi
1 Alkohol 70% Untuk proses pengawetan Sampel
2 Toples Sebagai wadah Sampel yang telah steril untuk
disimpan.
3 Plastik Sebagai wadah Sampel sementara.
C. Metode Pengumpulan Data
1. Observasi
Observasi merupakan kegiatan yang melibatkan seluruh
kekuatan indera seperti pendengaran, penglihatan, perasa, sentuhan, dan
cita rasa berdasarkan pada fakta-fakta peristiwa empiris.Kegiatan
observasi merupakan kegiatan ilmiah empiris yang berdasarkan fakta-
fakta lapangan maupun teks (Hasanah, 2016, hal. 25).
Setiap kejadian hendaknya memerlukan pencatatan. Mengamati
tanpa diimbangi dengan pencatatan mengakibatkan pengamat lupa
terhadap apa yang diamatinya. Kemampuan pengamat lebih lemah dari
yang seharusnya diingat, dan kemampuan ingatan berbeda-beda
(Hasanah, 2016, hal. 27).
Observasi dalam penelitian ini berguna untuk mendapatkan
informasi mengenai gambaran umum tentang lokasi penelitian dan fauna-
fauna di Kawasan Mangrove khususnya fauna lantai. Observasi ini,
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
penulis gunakan untuk memperoleh data-data sehingga penulis dapat
mengetahui dengan baik tentang situasi dan kondisi di kawasan
mangrove di Desa Majelis Hidayah, Kecamatan Kuala Jambi Kabupaten
Tanjung Jabung timur.
2. Koleksi Data
Koleksi data dilakukan untuk mendapatkan data-data yang
dihasilkan dari observasi langsung ke kawasan mangrove yang ada di
Desa Majelis Hidayah, Kecamatan Kuala Jambi, Kabupaten Tanjung
Jabung timur, baik itu observasi secara langsung maupun mewawancarai
masyarakat.
3. Pembuatan Awetan Basah
Untuk tujuan pendidikan, maka spesimen tersebut dikoleksi dan
dijadikan sebagai spesimen awetan basah di Laboratorium Biologi
Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.Spesimen yang
dibuatberupa seluruh bagian tubuh.Lakukan pencucian hingga bersih dan
rendam selama 24 jam, setelah bersih pindahkan spesimen dalam cairan
alkohol 70-75 % untuk pengawetan.Agar pengawetan dapat tahan dan
spesimen krustasea tetap dalam keadaan lentur, maka tambahkan 10 ml
gliserin(Pratiwi, 2006, hal. 5).
a. Ikan
Sampel-sampel ikan yang berasal darialam sebelum
dilakukan pengawetan, makadifiksasi/perendaman terlebih
dahulu. Koleksiikan biasanya dalam bentuk basah yaitu
ikansegar yang baru ditangkap dimasukkan kedalam larutan
formalin (10 %), tetapi spesimenyang dibekukan di lemari es,
harus dicairkanterlebih dahulu.
Fiksasi ikan dilakukan denganmerendam dalam cairan
formalin (10 %).Perendaman dilakukan selama 24 jam
untukikan-ikan yang berukuran standar (kurang dari10 cm),
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
sedangkan ikan dengan ukuran yangbesar (lebih dari 10 cm)
perendaman dalamselang waktu 24 jam sampai beberapa
hari.Perendaman dirasakan cukup apabila tubuhikan sudah
mengeras.
Sedangkan fiksasi untukbagian dalam ikan dilakukan
denganpenyuntikan di bagian perut dengan cairanformalin,
dengan demikian bagian dalam akanterfiksasi secara sempurna.
Penyuntikkanhanya untuk ikan-ikan yang berukuran besarsaja.
Kulit dan sisik ikan juga sangatberpengaruh dalam hal
perendaman, semakintebal kulit semakin banyak
kandunganlemaknya, sehingga semakin lama
perendaman.Umumnya berkisar 4-14 hari.
Setelah fiksasi dilakukan, maka ikanharus dicuci secara
sempurna terlebih dahulusebelum diawetkan dengan cairan
alkohol.Pencucian dilakukan dengan air mengalir dandirendam
dalam beberapa malam. Formalinharus benar-benar bersih atau
harus benar-benar hilang dari tubuh ikan. Setelah bersihbetul
barulah spesimen dimasukan ke dalamcairan alkohol (70-75
%). Perendaman dalamalkohol tergantung kepada jenis
ikannya, adayang dilakukan secara bertahap atau bertingkatdari
kadar yang terendah lebih dulu sampaiyang tertinggi(Pratiwi,
2006, hal. 4).
b. Krustasea
Untuk mematikan krustasea yang telah dikumpulkan dari
lapangan, jika sampel tersebut berukuran besar dapat dilakukan
secara langsung yaitu dimasukan ke dalam cairan fiksatif
(formalin) 5-10 % atau alcohol dengan konsentrasi tinggi 90-95
%. Tetapi hal tersebut tidak dapat dilakukan terhadap jenis
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
krustasea yang berukuran kecil dan ketam, karena sensitif, kaki-
kaki ketam akan terlepas bila dimasukkan ke dalam larutan
formalin yang berkadar tinggi tersebut. Oleh karena itu untuk
mematikan krustasea harus dibius terlebih dahulu.
Krustasea yang berukuran besar harusdisuntikan
formalin ke dalam tubuhnya,sedangkan untuk ketam harus
dimasukanalkohol dalam kadar rendah yaitu 30 %,diamkan
hingga mati dan pindahkan dalamcairan formalin. Lakukan
pencucian hinggabersih dan rendam selama 24 jam,
setelahbersih pindahkan spesimen dalam cairanalkohol 70-75 %
untuk pengawetan. Agarpengawetan dapat tahan dan
spesimenkrustasea tetap dalam keadaan lentur, makatambahkan
10 ml gliserin(Pratiwi, 2006, hal. 4).
c. Moluska (Keong, Kerang dan Cumi-Cumi)
Untuk melakukan pelemasan ataurelaksasi moluska laut
ada beberapa cara. Carayang biasa digunakan adalah
denganMgCl26H2O, pembekuan cepat, dengan menthol, dengan
klorat hidrat atau merendamnyadalam air tawar.
Pembekuan cepat dapatdilakukan dengan cara
meletakkan pecahan esbatu dalam cawan petri dan masukkan
moluskake dalam cawan.Bila ingin membuat koleksi
kering,maka moluska dikeluarkan dari cangkangnyaterlebih
dahulu dengan cara memasukkanmoluska ke dalam air dingin
(air laut atautawar), kemudian dipanaskan perlahan-lahan.
Tubuh binatang akan keluar dari cangkang,dan dapat
difiksasi. Cangkang dibungkusdengan kapas atau kertas tisu,
agar tidakrusak dan masukkan dalam kotak plastik
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
ataukardus.Tahapan berikutnya bersihkancangkang dengan air
mengalir berulang kali,kemudian keringkan.
Setelah kering dapatdisimpan dalam kotak plastik bebas
asam atauunit trayyang bebas asam.Fiksasi untuk moluska
menggunakan2-4 % formalin yang dinetralkan denganboraks
atau larutan Bouin. Formalin diencerkandengan air laut,
masukkan sampel moluskayang telah mati atau lemas dan
diamkanhingga 1 atau 2 hari.
Untuk koleksi basah,spesimen harus dibungkus dengan
kapasatau kain yang telah direndam dengan formalin (2 %) atau
alkohol (70 %). Setelah ituspesimen ditempatkan dalam
kantong plastiktebal dan kemudian disimpan dalam wadahatau
kotak plastik untuk dibawa kelaboratorium.
Di laboratorium, dipindahkan kebotol yang telah berisi
larutan pengawet(alkohol 70 %).Khusus untuk moluska jenis
besaryaitu Chephalopoda, fikasasi dapat disuntikanke dalam
mantel sehingga bagian dalam jugadapat terfiksasi(Pratiwi,
2006, hal. 5).
d. Ekhinodermata (Teripang, Bulu Babi,Bintang Laut dan
Bintang Mengular)
Semua spesimen hewan ini dibuat dalamkoleksi basah,
kecuali bintang laut yangberupa koleksi kering. Pengawetan di
lapangandalam formalin, tetapi bila sudah dilaboratorium atau
ruang koleksi menggunakanpengawet alkohol. Bintang laut
disimpan dalamkantong plastik yang tahan asam dan
disimpandalam lemari atau laci yang sudah diberi kapurbarus di
dalamnya.
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
Pengecekan dan penggantian larutandilakukan secara
berkala setiap 3 bulan sekali,sekaligus pengelapan botol-botol
spesimenagar tidak berdebu dan berjamur(Pratiwi, 2006, hal. 5).
Gambar 3.2 Awetan basah
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2020.
e. Koral (Karang Batu dan Karang Lunak)
Karang batu yang sudah kering danbersih disimpan
dalam kotak plastik tahanasam atau dalam kantong plastik besar
yangjuga tahan asam. Kemudian disusunberdasarkan
sukunya.Koleksi karang batu biasanya dalambentuk koleksi
kering. Sedangkan karang lunakdalam bentuk koleksi basah
yang diawetkandengan larutan pengawet alkohol.
Sampelbiasanya berupa patahan-patahan kecil
yangdisimpan dalam bentuk koleksi basah danatau koleksi
kering.Untuk mendapatkan karang batu yangberwarna putih
bersih maka pada saatmerendam dapat ditambahkan
bayclin(pemutih pakaian) secukupnya, diamkan selama1 hari
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
kemudian angkat dan keringkan. Cucidengan air mengalir
untuk menghilangkandebu dan jamur(Pratiwi, 2006, hal. 6).
4. Metode Dokumentasi
Menurut Sugiyono (2014) dokumen merupakan catatan
peristiwa yang sudah berlalu.Dokumentasi biasa bebentuk
tulisan,gambar,atau karya-karya monumental dari seseorang.Disini
diperlukan Kamera untuk memotret dan menvideokan objek penelitian
(Pratiwi, N.I., 2017, hal. 213).
5. Identifikasi
Pengumpulan dan pengidentifikasian jenis-jenis fauna akan
dilakukan melalui pengamatan secara langsung pada saat dijumpai di
lokasi penelitian dengan menggunakan alat-alat penelitian. Kemudian
peneliti juga membawa buku panduan lapangan untuk membantu
mengidentifikasi jenis fauna secara langsung untuk diamati (Lose, 2015,
hal. 120).
Tujuan dari melakukan identifikasi spesimen fauna adalah untuk
menyesuaikan ciri-ciri dan karakteristik fauna-fauna yang ditemukan di
mudflat yang ada di kawasan mangrove Desa Majelis Hidayah,
Kecamatan Kuala Jambi, Kabupaten Tanjung Jabung Timur dengan
referensi yang ada, untuk kemudian ditentukan nama ilmiahnya
berdasarkan klasifikasinya.
Identifikasi dilakukan dengan menggunakan buku dan referensi
spesies didapatkan dengan studi pustaka.Identifikasi dilakukan sampai
tingkat spesies dan minimal tingkat family.Identifikasi dapat dilakukan
dengan menggunakan Literatur Taksonomi Hewan Invertebrata,
mencocokkan gambar-gambar, dan ciri-ciri fauna tersebut yang ada
dalam buku yang menjadi sumber penelitian.
D. Prosedur Penelitian
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
Pengambilan sampel dilakukan pada jarak antara 0-10 meter, 20-30
meter, dan 40-50 meter dari garis pantai dan seterusnya (Fachrul, 2006, hal.
144).Unit pengambilan sampel berbentuk segi empat attau berbentuk
rectangular yang diletakkan secara acak di dalam zona sensus (Fachrul, 2006,
hal. 14).
Zona sensus itu dapat dianggap papan pengecekkan (cheker-board)
dan kuadrat yang dicari dapat ditentukan dengan membuat penomoran secara
acak. Kuadrat sampling digunakan untuk pengambilan sampel pada populasi
berikut (Fachrul, 2006, hal. 15):
1. Vegetasi atau tumbuhan;
2. Satwa dengan pergerakan yang lambat;
3. Satwa yang hidup di dalam lubang, di atas bukit atau di dalam sarang;
4. Biota bentik (di dasar perairan);
5. Fauna di tanah.
Berdasarkan ketentuan diatas maka teknik pengambilan sampel
menggunakan metode kuadrat sampling. Sampel diambil di dalam plot
pengamatan berukuran (10x10) m2. Dalam setiap plot ukuran contoh tersebut
dibuat sub plot dengan tiga titik, dimana masing-masing titik tersebut
menggunakan transek (1x1) m2.Penentuan titik sampling juga diletakkan
secara acak(Salim, 2019, hal. 11).
Pengambilan sampel dilakukan pada saat air surut sehingga
mempermudah dalam menghitung dan mengidentifikasi jenis.Fauna-fauna
yang diambil berada di permukaan substrat (epifauna).Selanjutnya sampel
dimasukkan ke dalam plastik dan diberi label untuk keperluan identifikasi
berdasarkan Buku Panduan (Salim, 2019, hal. 11).
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
Gambar 3.3 Unit kuadrat sampling.
Sumber :Fachrul, 2006, hal. 14.
E. Analisa Data
1. Komposisi Jenis
Untuk mengetahui komposisi masing-masing jenis fauna,
dilakukan dengan memasukkan data dari masing-masing jenis fauna ke
dalam tabel yang dapat memperlihatkan keberadaan masing-masing jenis
pada habitat yang berbeda (Lose, 2015, hal. 120).
Tabel 3.3
Komposisi Jenis
No. Nama
Indonesia
Nama
Daerah
Nama
Ilmiah
Jumlah Keterangan
Sumber: Lose, dkk, 2015, hal. 120.
2. Kekayaan Jenis
Untuk mengetahui Kekayaan Jenis (Species Richness), maka
digunakan rumus Margalef (Fachrul, 2006, hal.145), sebagai berikut:
R = S-1
In(n)
Dengan:
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
S = Jumlah jenis.
n = Jumlah seluruh individu.
3. Kelimpahan Jenis
Menurut Taqwa (2010) untuk mengetahui Kelimpahan Jenis, maka
digunakan rumus(Natania, 2017, hal. 16), sebagai berikut:
Xi = .ni
A
Keterangan:
Xi = Kelimpahan jenis i.
ni = Jumlah jenis i.
A = Luas wilayah pengambilan sampel (m2).
4. Indeks Keanekaragaman Jenis
Untuk mengetahui keanekaragaman jenis, maka digunakan rumus
Shannon Wiener (Shalihah, 2017, hal. 60).
Dengan rumus sebagai gambar berikut:
Gambar 3.4Rumus Shannon Wiener
Sumber :Shalihah, 2017, hal. 60.
Kemudian disandingkan dengan Rumus Simpson sebagai gambar berikut:
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
Gambar 3.5 Rumus Simpson
Sumber : Elanchezhyan, 2017, hal. 1390.
43
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Komposisi Jenis Fauna Lantai Mudflat di Kawasan Mangrove Desa
Majelis Hidayah, Kec. Kuala Jambi, Kab. Tanjung Jabung Timur,
Provinsi Jambi
Berdasarkan hasil pengumpulan data dan identiifikasi spesies-
spesies yang ditemukan di Kawasan Mangrove Desa Majelis Hidayah,
didapatkan 8 spesies Fauna Lantai Mudflat dengan jumlah 318 individu.
Tabel 4.1
Komposisi Jenis Fauna Lantai Mudflat di Kawasan Mangrove Desa Majelis
Hidayah, Kec. Kuala Jambi, Kab. Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi
No. Nama
Indonesia
Nama
Daerah Nama Ilmiah Jumlah Keterangan
1 Ikan
Tembakul,
Ikan Gelodok
Ikan
Tebakul,
Ikan
Selayar
Periophthalmo
don schlosseri 2
Berhabitat di
lumpur dengan
membuat lubang
dan bermain di
atas permukaan
yang basah serta
di permukaan air.
2 Kepiting Biola Ketam Tubuca
dussumieri 78
Berhabitat di
lumpur dengan
membuat lubang
dan bermain di
atas permukaan
lumpur.
3 Siput Bakau,
Siput Nenek Siput
Cerithidea
quoyii 45
Berhabitat di atas
permukaan
lumpur.
4 Siput Siput Neritina
cornucopia 24
Berhabitat di atas
permukaan
lumpur.
5 Siput Siput Neritina violacea 54 Berhabitat di atas
permukaan
lumpur.
6 Siput Siput Clithonoualain
ensis 46
Berhabitat di atas
permukaan
lumpur.
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
7 Lokan Lokan Geloina
expansa 67 Berhabitat di
kubangan lumpur.
8 Kepiting Kepiting Charybdis
annulata 2
Berhabitat di
lumpur basah dan
bermain di atas
permukaan yang
teduh.
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwaditemukan Spesies Fauna
dengan jumlah individu terbanyak adalah jenis Tubuca dussumieriyang
berjumlah 78 individu. Sementara, yang terendah adalah Charybdis
annulatadan Periophthalmodon schlosserimasing-masing berjumlah 2
individu.
Substrat merupakan faktor lingkungan yang terpenting bagi
kehidupan Decapoda, sebab substrat merupakan habitat berpijah
(spawning ground), mencari makan (feeding ground), dan habitat asuh
(nursery ground).Berdasarkan tabel 4.1 sebagian besar sampel fauna lantai
ditemukan pada permukaan lumpur, ada juga jenis fauna lantai yang
ditemukan hidup di permukaan air maupun kubangan lumpur.
Diagram 4.1 Diagram jenis-jenis Fauna di Kawasan Mangrove Desa
Majelis Hidayah
Spesies Fauna Yang Di temukan
Periophthalmodon schlosseri
Geloina expansa
Cerithidea quoyii
Neritina cornucopia
Neritina violacea
Clithon oualainensis
Tubuca dussumieri
Charybdis annulata
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
2. Kekayaan Jenis Fauna Lantai Mudflat di Kawasan Mangrove Desa
Majelis Hidayah, Kec. Kuala Jambi, Kab. Tanjung Jabung Timur,
Provinsi Jambi
Berdasarkan hasil pengumpulan data Jenis Fauna Lantai Mudflat di
Kawasan Mangrove Desa Majelis Hidayah, dengan 8 Spesies yang telah
teriidentifikasi dan jumlah seluruh individu yang teramati sebesar 318,
maka ditemukan Kekayaan Jenisnya (R) sebesar7.9968553.
3. Kelimpahan Fauna Lantai Mudflat di Kawasan Mangrove Desa
Majelis Hidayah, Kec. Kuala Jambi, Kab. Tanjung Jabung Timur,
Provinsi Jambi
Berdasarkan hasil pengumpulan data Jenis Fauna Lantai Mudflat di
Kawasan Mangrove Desa Majelis Hidayah ditemukan Kelimpahan
Jenisnya sebesar 3,18. Ditemukan jenis fauna lantai dengan jumlah
Kelimpahan Jenis (Xi) tertinggi dimiliki Tubuca dussumieridengan nilai
0,78.
Tabel 4.2
Kelimpahan Jenis Fauna Lantai Mudflat di Kawasan Mangrove Desa
Majelis Hidayah, Kec. Kuala Jambi, Kab. Tanjung Jabung Timur,
Provinsi Jambi
No. Jenis Jumlah Individu Xi
1 Periophthalmodon schlosseri 2 0.02
2 Geloina expansa 67 0.67
3 Cerithidea quoyii 45 0.45
4 Neritina cornucopia 24 0.24
5 Neritina violacea 54 0.54
6 Clithonoualainensis 46 0.46
7 Tubuca dussumieri 78 0.78
8 Charybdis annulata 2 0.02
Total (N) 318 3.18
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
4. Indeks Keanekaragaman Lantai Mudflat di Kawasan Mangrove Desa
Majelis Hidayah, Kec. Kuala Jambi, Kab. Tanjung Jabung Timur,
Provinsi Jambi
Indeks keanekaragaman Fauna Lantai Mudflat di Kawasan Mangrove
Desa Majelis Hidayah ditemukan pada indeks Shannon Wiener sebesar
0,776986 dan pada indeks Simpson sebesar 0.177529115. Beradasarkan
angka yang ditemukan dapat disimpulkan bahwa tingkat keanekaragaman
fauna lantai di hutan ini dikatakan rendah. Ditemukan fauna lantai dengan
jumlah 318 individu dan jenis Fauna yang paling banyak di temukan
adalah jenis Tubuca dussumieri.
Tabel 4.3
Indeks Keanekaragaman Shannon Wiener Fauna Lantai Mudflat di
Kawasan Mangrove Desa Majelis Hidayah, Kec. Kuala Jambi, Kab.
Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi
No. Jenis Jumlah
Individu
Pi =
(ni/N) log pi pi*log pi
1 Periophthalmodon
schlosseri 2 0.006289 -2.2014 -0.01385
2 Geloina expansa 67 0.210692 -0.67635 -0.1425
3 Cerithidea quoyii 45 0.141509 -0.84921 -0.12017
4 Neritina cornucopia 24 0.075472 -1.12222 -0.0847
5 Neritina violacea 54 0.169811 -0.77003 -0.13076
6 Clithonoualainensis 46 0.144654 -0.83967 -0.12146
7 Tubuca dussumieri 78 0.245283 -0.61033 -0.1497
8 Charybdis annulata 2 0.006289 -2.2014 -0.01385
Total 318 1 -9.27061 -0.77699
H'= -∑ 0.776986
Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel 4.3 dapat dilihat bahwa
indeks Keanekaragaman Fauna Lantai Mudflatdi lokasi penelitian adalah
0,776986. Menurut Shalihah, H.N, dkk (2017) apabila H’<1 maka
dikategorikan dalam keanekaragaman jenis rendah, nilai keanekaragaman
yang rendah disebabkan karena distribusi atau penyebaran biota yang tidak
merata dalam komunitas.
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
Tabel 4.4
Indeks Keanekaragaman Simpson Fauna Lantai Mudflat di Kawasan
Mangrove Desa Majelis Hidayah, Kec. Kuala Jambi, Kab. Tanjung
Jabung Timur, Provinsi Jambi
No. Jenis Jumlah Individu ni-1 ni (ni-1)
1 Periophthalmodon schlosseri 2 1 2
2 Geloina expansa 67 66 4422
3 Cerithidea quoyii 45 44 1980
4 Neritina cornucopia 24 23 552
5 Neritina violacea 54 53 2862
6 Clithonoualainensis 46 45 2070
7 Tubuca dussumieri 78 77 6006
8 Charybdis annulata 2 1 2
N 318 310 17896
N-1 317
N (N-1) 100806
∑ ni (ni-1) 17896
D ∑ ni (ni-1) / N (N-1) 0.177529115
Selanjutnya Odum (1996), menyatakan indeks keanekaragaman ≤
0,50 berarti keanekaragamannya rendah, nilai indeks keanekaragaman ≥
0,50 sampai ≤ 0,75 berarti indeks keanekaragamannya sedang, sedangkan
≥ 0,75 sampai mendekati 1 berarti indeks keanekaragamannya tinggi
(Nento, 2013, hal. 45). Hasil perhitungan nilai indeks keanekaragaman
berdasarkan Tabel 4.4 diatas menunjukkan bahwa keanekaragaman Fauna
Lantai Mudflat di Kawasan ini tergolong rendah.
Maka keanekaragaman Fauna Lantai Mudflat di Kawasan
Mangrove Desa Majelis Hidayah, Kec. Kuala Jambi, Kab. Tanjung Jabung
Timur, Provinsi Jambi tergolong kategori rendah.Rendahnya nilai indeks
keanekaragaman menunjukkan kekayaan jenis yang rendah dan cenderung
hanya satu atau beberapa spesies yang mempunyai jumlah individu yg
melimpah. Sebaliknya suatu komunitas dikatakan mempunyai
keanekaragaman jenis tinggi apabila komunitas tersebut disusun oleh
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
banyaknya spesies dengan kelimpahan spesies yang sama atau hampir
sama.
Odum (1971) mengatakan bahwa jumlah jenis dapat berkurang jika
suatu lingkungan menjadi ekstrim yaitu mengalami gangguan tekanan
lingkungan baik fisik, kimia, maupun biologi. Adanya degradasi
lingkungan distasiun pengamatan diduga juga mengakibatkan kandungan
bahan organik menjadi rendah. Hal inilah yang menyebabkan rendahnya
keanekaragamanfauna lantai pada lokasi pengamatan (Pribadi, 2009, hal.
108).
5. Jenis-jenis Fauna Lantai Mudflat di Kawasan Mangrove Desa Majelis
Hidayah, Kec. Kuala Jambi, Kab. Tanjung Jabung Timur, Provinsi
Jambi
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan di Kawasan
Mangrove Desa Majelis Hidayah, Kec. Kuala Jambi, Kab. Tanjung Jabung
Timur, Provinsi Jambidi temukan 8 spesies Fauna dengan 318 jumlah
individu yang termasuk ke dalam 3 Filum, 4 Kelas,5 Ordo dan 6 Famili.
Tabel 4.5
Jenis-jenisFauna Lantai Mudflat di Kawasan Mangrove Desa Majelis Hidayah,
Kec. Kuala Jambi, Kab. Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi
Filum Sub
Filum Kelas Ordo Famili
Sub
Famili Genus Jenis
Chordata Actinopterygii Percifermes Gobiidae Oxuderci
nae
Periophthalm
odon
Periophtha
lmodon
schlosseri
Mollusca
Bivalvia Venerida Cyrenidae Geloina Geloina
expansa
Gastropoda
Caenogastropod
a Potamididae Cerithidea
Cerithidea
quoyii.
Cycloneritida Neritidae
Neritina Neritina
cornucopia
Neritina Neritina
violacea
Clithon Clithonoua
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
lainensis
Arthropo
da Crustacea Malacostraca Decapoda
Ocypodidae Tubuca Tubuca
dussumieri
Portunidae Charybdis Charybdis
annulata
Pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa jenis Fauna yang ditemukan di
Kawasan Mangrove Desa Majelis Hidayah ditemukan 3 Filum, yaitu
Chordata, Mollusca dan Arthropoda. Filum Chordata terdiri dari kelas
Actinopterygii dengan 1 jenis spesies, Filum Mollusca terdiri dari 2 kelas
yaitu Bivalvia dengan 1 jenis spesies dan Gastropoda dengan 4 jenis spesies,
Filum Arthropoda terdiri dari kelas Malacostraca dengan 2 jenis spesies. Dari
hasil penelitian menunjukkan bahwa Spesies Fauna yang ditemukan di lokasi
pengamatan didominasi oleh Filum Mollusca. Spesies Fauna yang termasuk ke
dalam Filum Molluscaantara lain Geloina expansa, Cerithidea quoyii, Neritina
cornucopia, Clithonoualaniensis dan Neritina violacea.
Diagram 4.2 Diagram Fauna Lantai di Kawasan Mangrove Desa
Majelis Hidayah berdasarkan kelas.
B. Pembahasan
1. Keanekaragaman Fauna Lantai
Menurut sifat komunitas, keanekaragaman ditentukan dengan
banyaknya jenis serta kemerataan kelimpahan individu tiap jenis yang
didapatkan. Semakin besar nilai suatu keanekaragaman berarti semakin
banyak jenis yang didapatkan dan nilai ini sangat bergantung kepada
00,5
11,5
22,5
33,5
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
nilai total dari individu masing-masing jenis atau genera.
Keanekaragaman (H’) mempunyai nilai terbesar jika semua individu
berasal dari genus atau spesies yang berbeda-beda, sedangkan menurut
Odum(1993) nilai terkecil jika semua individu berasal dari satu genus
atau satu spesies saja (Alimuddin, 2016, hal. 28).
Berdasarkan tabel Tabel 4.3 Indeks keanekaragaman Shannon-
Wiener (H’)fauna lantai di Kawasan Mangrove Desa Majelis Hidayah
di temukan sebesar 0,776986. Menurut Shalihah, H.N, dkk (2017)
apabila Nilai H<1 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada
suatu tempat adalah rendah. Ini menunjukkan bahwa kondisi ekosistem
tidak seimbang dan tekanan ekologi di hutan mangrove tersebut
rendah.
Sementara berdasarkan Tabel 4.4 (Indeks Simpson) didapatkan
sebesar 0.177529115. Selanjutnya Odum (1996), menyatakan indeks
keanekaragaman ≤ 0,50 berarti keanekaragamannya rendah, nilai
indeks keanekaragaman ≥ 0,50 sampai ≤ 0,75 berarti indeks
keanekaragamannya sedang, sedangkan ≥ 0,75 sampai mendekati 1
berarti indeks keanekaragamannya tinggi (Nento, 2013, hal. 45). Hasil
perhitungan nilai indeks keanekaragaman berdasarkan Tabel 4.4 dan
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa keanekaragaman Fauna Lantai Mudflat
di Kawasan ini tergolong rendah.
Hal ini juga diakibatkan oleh distribusi atau penyebaran biota
yang tidak merata dalam komunitas. Banyaknya jenis dalam suatu
komunitas dan kelimpahan dari tiap jenis akan mempengaruhi
keanekaragaman di suatu ekosistem. Menurut Odum (1993)
keanekaragaman ditandai dengan banyaknya spesies yang membentuk
komunitas baru semakin banyak jumlah spesies maka semakin tinggi
keanekaragamaan (Natania, 2017, hal. 20).
Keanekaragaman dalam suatu ekosistem akan berkurang jika
semakin sedikit jumlah jenis dan adanya variasi jumlah individu dari
suatu jenis atau ada beberapa jenis yang memiliki jumlah individu
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
yang lebih besar.Rendahnya keanekaragaman fauna lantai yang di
temukan disebabkan oleh rendahnya bahan organik di lokasi penelitian
tersebut, serta kerapatan mangrove yang rendah. Rendahnya bahan
organik menyebabkan menurunnya ketersediaan bahan makanan
sehingga tidak banyak fauna lantai yang menghuni di area tersebut.
Odum (1971) mengatakan bahwa jumlah jenis dapat berkurang
jika suatu lingkungan menjadi ekstrim yaitu mengalami gangguan
tekanan lingkungan baik fisik, kimia, maupun biologi. Adanya
degradasi lingkungan distasiun pengamatan diduga juga
mengakibatkan kandungan bahan organik menjadi rendah. Hal inilah
yang menyebabkan rendahnya keanekaragamanfauna lantai pada
lokasi pengamatan (Pribadi, 2009, hal. 108).
Hal ini sebanding dengan Lapoan Hasil Uji uang dilakukan
Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jambi di UPTD Laboratorium
Lingkungan Daerah dengan Nomor Sampel 050/LL/VIII/17.Dimana
parameter lingkungan yang diuji di Cagar Alam Pantai Timur yaitu
Salinitas dan pH air.
Menurut Ahmad (2002) derajat salinitas dapat dikelompokan
menjadi oligohalin dengan salinitas yang rendah (0,5-5 ppt), mesohalin
dengan salinitas yang sedang (5-18 ppt) dan polihalin dengan salinitas
tinggi (18-30 ppt), sementara air tawar memiliki salinitas 0,14 ppt
(Maslikah, 2017, hal. 67). Sementara Cagar Alam Pantai Timur sendiri
memiliki derajat salinitas tergolong oligohalin dengan kadar salinitas
0,3601 – 1,483 ppt.
Hal ini sedikit berselisih dengan pendapat Ahmad (2002)
bahwa salinitas di kawasan mangrove berkisar 0,5 – 35 ppt. Sementara
pH di kawasan tersebut berkisar 5,73 – 6,84. Hal tersebut
menunjukkan bahwa kondisi perairan dikawasan tersebut termasuk
dalam kisaran pH asam (Maslikah, 2017, hal. 69).
Dengan konsisi perairan yang sangat asam atau basa akan
membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Nilai
pH yang idal bagi kehidupan organisme pada umumnya antara 7 – 8,5.
Jenis-jenis Fauna Lantai yang ditemukan di Kawasan
Mangrove Desa Majelis Hidayah ditampilkan pada Tabel 4.3 yang
paling mendominasi di lokasi ini berasal dari filum mollusca. Ini
sesuai dengan pendapat Karimah (2017) Ekosistem mangrove
merupakan habitat penting bagi organisme laut. Umumnya didominasi
oleh moluska dan krustasea. Menurut Middleton (1993) moluska
merupakan kelompok yang banyak hidup di perairan dengan substrat
yang mengandung bahan organic tinggi, baik terlarut maupun terendap
(Shalihah, 2017, hal. 63).
Secara ekologis, jenis moluska penghuni mangrove memiliki
peranan yang besar dalam kaitannya dengan rantai makanan di
kawasan mangrove, karena disamping sebagai pemangsa detritus,
moluska juga berperan dalam merobek atau memperkecil serasah yang
baru jatuh.Anggota filum mollusca sangat banyak dan kompleks.
Dalam beberapapenelitian, anggota filum ini selalu ditemukan
dan sering dengan jumlah anggota terbesar yang ditemukan dalam
penelitian-penelitian tersebut. Hal ini berarti bahwa jenis-jenis yang
ditemukan mempunyai kemampuan untuk beradaptasi dengan lokasi
tersebut, serta pola penyebaran yang lebih baik dibandingkan dengan
jenis fauna lantai lainnya.
Komposisi moluska pada ekosistem mangrove sangat
dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi pada ekosistem tersebut.
Karena sifat moluska yang hidupnya cenderung menetap menyebabkan
moluska menerima setiap perubahan lingkungan ataupun perubahan
dari dalam hutan mangrove terebut (Hartoni, 2013, hal. 7).
Berdasarkan tabel 4.1 Spesies yang paling banyak ditemukan
yaitu Tubuca dussumieridari filum Anthropoda dengan jumlah 78
individu.Salah satu jenis kepiting yang memiliki habitat di daerah
intertidal, terutama di sekitar hutan mangrove dan pantai
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
berpasir.Kepiting biola termasuk fauna mangrove yang
menggantungkan hidupnya pada mangrove.Kepiting biola keluar dan
turun mencari makan ketika surut pada substrat mangrove.Merupakan
pemakan detritus (detrivor) yang membantu dekomposisi pada
mangrove sehingga keberadaannya sangat penting dalam rantai
makanan ekosistem mangrove.Kepiting biola juga menjadikan
mangrove sebagai habitat tempat berpijah dan tempat mengasuh untuk
melangsungkan siklus hidupnya agar tetap lestari (Rahayu, 2018, hal.
54).
Berdasarkan Diagram 3.1 Fauna lantai yang banyak ditemukan
di lapangan yaitu dari kelas Gastropoda berjumlah tiga jenis fauna
lantai yaituNeritina cornucopia, Neritina violacea,
Clithonoualainensis. Gastropoda yang dikenal dengan siput atau keong
merupakan kelas yang memiliki anggota terbanyak dalam filum
moluska. Gastropoda merupakan salah satu sumber daya hayati yang
mempunyai keanekaragaman yang tinggi di ekosistem mangrove dan
menempati hutan mangrove sebagai habitat hidupnya (Salim, 2019,
hal. 10).
Menurut Morgan dan Hailstone (1986) gastropoda adalah
komponen utama fauna mangrove, serta merupakankelas yang paling
beragam dari Filum Moluska yakni sekitar40.000 – 100.000 spesies
(Syahrial dan Novita MZ, 2018, hal. 96).Selanjutnyadisebutkan pula
bahwa dari sebanyakGastropoda penghuni hutan mangrovetersebut
beberapa diantaranya dapatdimanfaatkan untuk dikonsumsimasyarakat
sekitar mangrove, antara lainadalah jenis Terebralia palustris
danTelescopium telescopium. Sedangkan kelasBivalvia yang
dikonsumsi masyarakatadalah jenis Geloina expansa.
Dengan mengamati habitat fauna lantai yang di temukan, maka
dapat di ketahui perananya bagi suatu ekosistem hutan mangrove.
Kepitingbiola merupakan pemakan detritus (detrivor) yang membantu
dekomposisi pada mangrove, sehingga keberadaannya sangat penting
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
dalam rantai makanan ekosistem mangrove (Hanafi, 2020, hal. 350).
Dimana detritus merupakanpengurai tumbuhan atau hewan yang sudah
mati. Salah satunya adanya keberadaan kepiting dapat mengendalikan
jumlah detritus yangada di ekosistem mangrove.
Liang atau lubang yang digunakan untuk membenamkan diri,
bersembunyi, mempertahankan diri agar tetap dingin selama air surut
dan melindungi diri dari predator (Tahmid, 2015, hal. 541).Keberadaan
hewan pembuat lubang seperti kepiting dan ikan gelodok dapat
membantu aerasi (Setyawan, 2002, hal. 254).
2. Deskripsi Fauna Lantai Yang Di Temukan Di Kawasan Mangrove
Desa Majelis Hidayah
Fauna lantai yang ditemukan di lokasi penelitian memiliki
morfologi yang berbeda baik dari segi bentuk maupun ukuran. Dalam segi
adaptasi fauna lantai pun memiliki kemampuan yang berbeda setiap
jenisnya. Deskripsi dari masing-masing fauna yang ditemukan di lokasi
penelitian dapat di lihat sebagai berikut.
1. Filum Chordata
Pada lokasi penelitian Filum Chordata hanya di temukan 1
jenis spesies saja yaitu :
a. Periophthalmodon schlosseri
Gambar 4.1 Periophthalmodon schlosseri
(Dokumentasi Pribadi, 2020)
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
Periophthalmodon schlosseridi lokasi penelitian
ditemukan hanya 2 individu.Periophthalmodon schlosserimemiliki
Panjang tubuh 14,5 cm, tinggi tubuh 2,2 cm, lebar tubuh 2 cm.
Kulitnya digunakan untuk membantu pernafasan ketika di darat.
Berhabitat di lumpur dengan membuat lubang dan bermain di atas
permukaan yang basah serta di permukaan air.
Klasifikasi ilmiah Periophthalmodon schlosseri
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Classis : Actinopterygii
Ordo : Percifermes
Familia : Gobiie
Genus : Periophthalmodon
Spesies :Periophthalmodon schlosseri
2. Filum Mollusca
Filum Mollusca merupakan filum yang paling banyak di
temukan di lokasi penelitian. Yang termasuk phylum ini adalah: siput,
cumi-cumi dan sebagainya. Yang prinsip tubuhnya bilateral simetris
tak beruas-ruas dan mempunyai cangkok. Tubuh kerang, kepah dan
siput biasanya tersimpan di dalam cangkok sehingga tak nampak dari
luar. Bila keadaan aman tubuh dijulurkan keluar dan yang nampak
pertama kali adalah kakinya, dan kaki tersebut untuk berjalan atau
berenang (Yasin, 2004, hal. 171).
Berdasarkan hasil penelitian Filum Molluscayang dapat
dikelompokkan ke dalam5 jenis yaitu :
a. Geloina expansa
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
Gambar 4.2Geloina expansa
(Dokumentasi Pribadi, 2020)
Geloina expansadi lokasi penelitian di temukan sebanyak
67 individu.Geloina expansaMemiliki cangkang yang keras
berbentuk segitiga membulat dan menggembung,panjang cangkang
7 cm, diameter cangkang 8 cm dan ketebalan tubuh ketika
cangkang menutup 3,7 cm. Berhabitat di kubangan lumpur.
Klasifikasi ilmiah Geloina expansa
Kingdom : Animalia
Filum : Mollusca
Classis : Bivalvia
Ordo : Venerida
Familia : Cyrenidae
Genus : Geloina
Spesies :Geloina expansa
b. Cerithidea quoyii
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
Gambar 4.3Cerithidea quoyii
(Dokumentasi Pribadi, 2020)
Cerithidea quoyii di lokasi penelitian di temukan sebanyak
45 individu.Cerithidea quoyii Memiliki cangkang yang panjang
dan bertekstur kasar. Cangkang berwarna hijau gelap. Panjang
cangkang 3,6 cm dan diameter cangkang 1,3 cm.Berhabitat di atas
permukaan lumpur.
Klasifikasi ilmiah Cerithidea quoyii
Kingdom : Animalia
Filum : Mollusca
Classis : Gastropoda
Ordo : Caenogastropoda
Familia : Potamididae
Genus : Cerithidea
Spesies :Cerithidea quoyii
c. Neritina cornucopia
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
Gambar 4.4Nerita cornucopia
(Dokumentasi Pribadi, 2020)
Neritina cornucopiadi lokasi penelitian di temukan
sebanyak 24 individu.Nerita cornucopiaMemiliki cangkang
membulat, berlubang lonjong dan panjangnya relatif pendek.
Cangkang berwarna hijau gelap. Panjang cangkang 1,9 cm dan
diameter cangkang 1,5/1,4 cm.Berhabitat di atas permukaan
lumpur.
Klasifikasi ilmiah Neritina cornucopia
Kingdom : Animalia
Filum : Mollusca
Classis : Gastropoda
Ordo : Cycloneritida
Familia : Neritidae
Genus : Neritina
Spesies :Neritina cornucopia
d. Neritina violacea
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
Gambar 4.5Neritina violacea
(Dokumentasi Pribadi, 2020)
Neritina violaceadi lokasi penelitian di temukan sebanyak
54 individu.Neritina violaceaMemiliki cangkang lebih kecil,
berwarna dasar hijau gelap dan memiliki garis-garis hitam. Panjang
cangkang 0,7 cm, diameter cangkang 0,5 cm, dan tinggi cangkang
tegak 0,4 cm.Berhabitat di atas permukaan lumpur.
Klasifikasi ilmiah Neritina violacea
Kingdom : Animalia
Filum : Mollusca
Classis : Gastropoda
Ordo : Cycloneritida
Familia : Neritidae
Genus : Neritina
Spesies :Neritina violacea
e. Clithonoualaniensis
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
Gambar 4.6Clithon oualaniensis
(Dokumentasi Pribadi, 2020)
Clithon oualaniensis di lokasi penelitian di temukan
sebanyak 46 individu.Clithon oualaniensisMemiliki cangkang
lebih kecil, berwarna dasar kuning dan memiliki loreng dari garis-
garis hitam. Panjang cangkang 0,7 cm, diameter cangkang 0,6 cm,
dan tinggi cangkang tegak 0,4 cm.Berhabitat di atas permukaan
lumpur.
Klasifikasi ilmiah Clithon oualaniensis
Kingdom : Animalia
Filum : Mollusca
Classis : Gastropoda
Ordo : Cycloneritida
Familia : Neritidae
Genus : Clithon
Spesies :Clithon oualaniensis
3. Filum Arthropoda
Pada lokasi penelitian Filum Arthropoda di temukan 2 jenis spesies.
Hewan yang termasuk dalam phylum ini antara lain: Udang, insecta,
scorpio (kalajengking) (Yasin, 2004, hal. 194).
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
a. Tubuca dussumieri
Gambar 4.7Tubuca dussumieri
(Dokumentasi Pribadi, 2020)
Tubuca dussumieri di lokasi penelitian di temukan sebanyak
78 individu.Tubuca dussumieriMemiliki tungkai depan bercapit salah
satu sisi yang berukuran lebih besar. Panjang tubuh 2,3 cm, tinggi
tubuh 1,8 cm, lebar tubuh 10,5 cm, panjang capit kanan 8,6
cm.Berhabitat di lumpur dengan membuat lubang dan bermain di atas
permukaan.
Klasifikasi ilmiah Tubuca dussumieri
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Classis : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Familia : Ocypodidae
Genus : Tubuca
Spesies :Tubuca dussumieri
b. Charybdis annulata
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
Gambar 4.8Charybdis annulata
(Dokumentasi Pribadi, 2020)
Charybdis annulata di lokasi penelitian hanyadi temukan
2 individu.Charybdis annulatamemiliki Panjang tubuh 4,2 cm,
tinggi tubuh 1,5 cm, lebar tubuh 14,5 cm. Berhabitat di lumpur
basah dan bermain di atas permukaan yang teduh.
Klasifikasi ilmiah Charybdis annulata
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Classis : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Familia : Portunidae
Genus : Charybdis
Spesies :Charybdis annulata
63
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan tentang
Keanekaragaman Fauna Lantai Mudflat di Kawasan Mangrove Desa
Majelis Hidayah, Kec. Kuala Jambi, Kab. Tanjung Jabung Timur, Provinsi
Jambi dapat disimpulkan bahwa Keanekaragaman Fauna Lantai di
Kawasan Mangrove Desa Majelis Hidayah dikatakan rendah dengan
indeks Shannon Wiener sebesar 0,776986 dan pada indeks Simpson
sebesar 0.177529115.
Dimana pada lokasi penelitian ditemukan 8 spesies fauna lantai dari 3
Filum. Filum Chordata terdiri dari 1 kelas yaitu Actinopterygii, Filum
Mollusca terdiri dari 2 kelas yaitu Bivalvia dan Gastropoda dan, Filum
Arthropoda terdiri dari 1 kelas yaitu Malacostraca. Jenis fauna lantai yang
ditemukan adalah Periophthalmodon schlosseri, Geloina expansa,
Cerithidea quoyii, Neritina cornucopia, Neritina violacea, Clithon
oualainensis, Tubuca dussumieri, Charybdis annulata.
B. Saran
Adapun saran yang diajukan setelah melakukan penelitian di Kawasan
Mangrove Desa Majelis Hidayah, Kec. Kuala Jambi, Kab. Tanjung Jabung
Timur, Provinsi Jambi
1. Fauna lantai di hutan mangrove merupakan hewan yang keberadaanya
dipengaruhi oleh jenis dan kemelimpahan mangrove di daerah tersebut,
sehingga perlu adanya pelatihan dan sosialisasi kepada masyarakat
tentang penjagaan, pelestarian, dan pemanfaatan fauna lantai secara
optimal.
2. Mengingat potensi Kawasan Hutan Mangrove yang sangat besar,
sebaiknya diperlukan perhatian khusus dari pemerintah untuk lebih
serius menangani persoalan yang di alami kawasan tersebut.
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
Pengelolaan Kawasan seharusnya mempertahankan kelestarian
lingkungan terkhusus pada mangrove yang dari tahun ke tahun
semakin habis di babat sehingga dilakukan rehabilitasi guna
menambah luasan wilayah hutan mangrove untuk meningkatkan
keanekaragaman fauna pada ekosistem mangrove tersebut.
3. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
referensitambahan dalam pembelajaran di sekolah maupun dalam
penelitian-penelitianlainnya yang berkaitan dengan fauna lantai
65
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
DAFTAR PUSTAKA
Alimuddin, K. 2016. Keanekaragaman Makrozoobentos Epifauna Pada Perairan
Pulau Lae-lae Makasar. Fakultas Sains Dan Teknologi, UIN Alauddin
Makasar.
Andriyani, R. 2017. Studi Kemelimpahan Kepiting (Scylla sp.) Di Hutan Bakau
Teluk Bogam Kecamatan Kumai Kabupaten Kotawaringin Barat. Iain
Palangkaraya Fakultas Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan Jurusan Pendidikan
Mipa Program Studi Tadris Biologi.
Cahyanto, T., Kuraesim, R. 2013.Struktur Vegetasi Mangrove Di Pantai Muara
Marunda Kota Administrasi Jakarta Utara Provonsi Dki
Jakarta.Universitas Islam Negeri Sunand Gunung Djati Bandung.Vol. 7
No. 2 (2013: 73-88).
Ceri, B., dkk. 2014. Keanekaragaman Jenis Paku-Pakuan (Pteridophyta) Di
Mangrove Muara Sungai Peniti Kec. Segedong Kab.
Pontianak.Protobionat.Vol. 3 No. 2 (2014: 240-246).
Elanchezhya, k., dkk. Butterfly Diversity At The Agricultural College Campus,
Killikulam, Tami Nadu, India. Journal Of Entomology And Zoology
Studies. V ol. 5 No. 5 (2017: 1389-1400).
Elliot, M., dkk. 1998. Intertidal Sand And Mudflat And Subtidal Mobile
Sandbank. Institute of Estuarine and Coastal Studies, University of Hull.
UK: Scottish Association For Marine Science.
Fachrul, M.F. 2006. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: PT. Bumi Angkasa.
Fazriyas, F., dkk. 2018.Penilaian Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove di
Kawasan Cagar Alam Hutan Bakau Pantai Timur Desa Alang-Alang
Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Timur.Jurnal Silva
Tropika.Vol. 2 No. 3 (2018: 59-66).
Febriansyah, dkk.2018.Struktur Komunitas Hutan Mangrove Di Pulau Baai Kota
Bengkulu.Jurnal Enggano.Vol. 3 No. 1 (2018: 112-128).
Haris, R. 2014. Keanekaragaman Vegetasi Dan Satwa Liar Hutan
Mangrove.Jurnal Bionature.Vol. 15 No. 2 (2014: 117-122).
Hamidy, R. 2010. Struktur Dan Keragaman Komunitas Kepiting Di Kawasan
Hutan Mangrove Stasiun Kelautan Universitas Riau, Desa Purnama
Dumai. Ilmu Lingkungan. Vol. 2, No. 4 (2010: 81-91).
Hanafi, dkk.2020.Keanekaragaman Kepiting Biola Pada Kawasan Hutan
Mangrove Desa Karimunting Kecamatan Sungai Raya Kepulauan
Kabupaten Bengkayang.Jurnal Hutan Lestari.Vol. 8, Vol. 2 (2020: 350-
364).
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
Hartoni, Agussalim, A. 2013. Komposisi Dan Kelimpahan Moluska Di Ekosistem
Mangrove Muara Sungai Musi Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera
Selatan.MaspariJurnal. Vol. 5, No. 1 (2013: 6-15).
Hasanah, H. 2016. Teknik-teknik Observasi.Jurnal at-Taqaddum.Vol.8, No. 1
(2016: 21-46).
Indriyanto. 2008. Ekologi Hutan. Jakarta: Bumi Aksara.
Irwan, Z. D. 2007. Prinsip-prinsip Ekologi Dan Organisasi Ekosistem,
Komunitas, Dan Lingkungan. Jakarta: Bumi Aksara.
Karimah.2017. Peran Ekosistem Hutan Mangrove Sebagai Habitat Untuk
Organisme Laut.Jurnal Biologi Tropis.Vol. 17, No. 2 (2017: 51-58).
Khusni, A.F. 2018. Karakterisasi Morfologi Tumbuhan Mangrove Di Pantai
Mangkang Mangunharjo Dan Desa Bedono Demak Sebagai Sumber
Belajar Berbentuk Herbarium Pada Mata Kuliah Sistematika Tumbuhan.
Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Islam Negeri Walisongo
Semarang.
Lose, I. M. I, dkk.2015.Keanekaragaman Jenis Fauna Darat Pada Kawasan Wisata
Mangrove Di Desa Labuan Kecamatan Lage Kabupaten Poso.Warta
Rimba.Vol.3, No. 2 (2015: 118-123).
Maslikah.2017. Keanekaragaman Jenis Mangrove Kawasan Cagar Alam Hutan
Bakau Pantai Timur Di Kelurahan Nipah Panjang I Kec.Nipah Panjang
Kab. Tanjung Jabung Timur. Program Studi Tadris Biologi, Fakultas
Tarbiyah Dan Keguruan, UIN STS Jambi.
Maulud, A., dkk. 2017. Kelimpahan Biota Penempel yang Terdapat Pada
Mangrove di Muara Alue Naga Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda
Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah.Vol.2,
No. 4 (2017: 490-496).
Natania,T, dkk. 2017. Struktur Komunitas Kepiting Biola (Uca spp.) Di
Ekosistem Mangrove Desa Kahyapu Pulau Enggano.JurnalEnggano.
Vol. 2, No. 1 (2017: 11-24).
Nayak, GN. and Noronha. 2018. Estuarine Mudflat and Mangrove Sedimentary
Environments along Central West Coast of India. SF Journal of
Environmental and Earth Science.Vol.1, Edition 1 (2018: 1-7).
Nento, R., dkk. 2013. Kelimpahan, Keanekaragaman Dan Kemerataan Gastropoda
Di Ekosistem Mangrove Pulau Dudepo, Kecamatan Anggrek, Kabupaten
Gorontalo Utara. Jurnal ilmu Perikanan Dan Kelautan.Vol. 1, No. 1
(2013: 41-47).
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
Ponnambalam, K., Chokkalingam, L., Subramaniam, V., and Ponniah, J. M.
2012.Mangrove Distribution And Morphology Changes In The
Mullipallam Creek, South Eastern Coast Of India. International Journal
Of Conservation Science. Volume 3, Issue 1(2012: 51-60).
Prasetyo.2017.Kepekaan Lingkungan Ekosistem Mangrove Terhadap Tumpahan
Minyak Di Kecamatan Ujung Pangkah, Gresik.Jurnal Penelitian Hutan
Dan Konservasi Alam. Vol. 14, No. 2 (2017: 91-98).
Pratiwi, N.I. 2017.Penggunaan Media Video Call Dalam Teknologi
Komunikasi.Jurnal Ilmu Dinamika Sosial.Vol. 1, No. 2 (2017: 202-224).
Pratiwi, R. 2006. Biota Laut: II. Bagaimana Mengkoleksi Dan Merawat Biota
Laut.Oseana.Vol.31, No. 2 (2006: 1-9).
Pribadi, R, dkk. 2009. Kompetisi Jenis Dan Distribusi Gastropoda Di Kawasan
Hutan Mangrove Segara Anakan Cilacap.Ilmu Kelautan.Vol. 14, No. 2
(2019: 102-111).
Puspitaningasih. 2012. Mengenal Ekosistem Laut Dan Pesisir. Jawa Barat:
Pustaka Sains.
Rahayu, S.M., dkk. 2018. Keanekaragaman Kepiting Biola Di Kawasan
Mangrove Kabupaten Purwerejo, Jawa Tengah.Bioeksperimen.Vol.4, No.
1 (2018: 53-63).
Rahmawati. 2018. Analisis Abrasi Pantai Dengan Menggunakan Penginderaan
Jauh (Studi Kasus Di Pantai Marunda Kelurahan Marunda Kecamatan
Cilincing Provinsi DKI Jakarta). Jurusan Pendidikan Ilmu Pendidikan
Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Riyanti, A., dkk. 2015. Sistem Pengolahan Grey Water Di Daerah Rawa Pasang
Surut Studi Kasus Di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan.Jurnal
Penelitian Universitas Jambi Seri Sains.Vol.17, No. 1 (2015: 11-17).
Salim, G., dkk. 2019. Hubungan Kerapatan Mangrove Dengan Kelimpahan
Gastropoda Di Kawasan Konservasi Mangrove Dan Bekantan (KKMB)
Kota Tarakan.JurnalHarpodonBorneo.Vol.12, No. 1. (2019: 9-19)
Shalihah, H.N, dkk (2017). Keanekaragaman Moluska Berdasarkan Tekstur
Sedimen dan Kadar Bahan Organik Pada Muara Sungai Betahwalang,
Kab. Demak. Saintek Perikanan. Vol. 13, No. 1 (2017: 58-64).
Setyawan, A. D., dkk. 2005. Tumbuhan Mangrove Di Pesisir Jawa Tengah: 1.
Keanekaragaman Jenis.Biodiversitas.Vol. 6, No. 2 (2005: 90-94).
Setyawan, A. D., dkk. 2002. Habitat Reliks Vegetasi Mangrovedi Pantai Selatan
Jawa.Biodiversitas.Vol. 3, No. 2 (2002: 242-256).
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
Sutoyo.2010. Keanekaragaman Hayati Indonesia.BuanaSains.Vol. 10, No.2
(2010: 101-106).
Syafrudin. 2016. Identifikasi Jenis Udang (Crustacea) Di Daerah Aliran Sungai
(Das) Kahayan Kota Palangkaraya Provinsi Kalimantan Tengah.Institut
Agama Islam Negeri Palangkaraya, Fakultas Tarbiyah Dan Ilmu
Keguruan, Jurusan Pendidikan Mipa, Prodi Tadris Biologi
Syahrial, Novita MZ. 2018. Inventarisasi Mangrove Dan Gastropoda di Pulau
Tunda Serang Banten, Indonesia Serta Distribusi Spasial Dan
Konektivitasnya. Saintek Perikanan. Vol. 13, No. 2 (2018: 94-99).
Tahmid, M, dkk.2015.Kualitas Habitat Kepiting Bakau (Scylla Serrata) Pada
Ekosistem Mangrove Teluk Bintan, Kabupaten Bintan, Kepulauan
Riau.Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis.Vol. 7, No. 2 (2015:
535-551).
Tjandra, E. 2016.Mengenal Pantai.Jawa Barat: Pakar Media.
Wardhani, M. K. 2011. Kawasan Konservasi Mangrove Suatu Potensi
Ekowisata.Jurnal Kelautan.Vol.4 No. 1 (2011: 60-76).
Warpur, M. 2016.Struktur Vegetasi Hutan Mangrove Dan Pemanfaatannya Di
Kampung Ababiaidi Distrik Supiori Selatan Kabupaten
Supiori.JurnalBiodjati.Vol. 1, No. 1 (2016: 19-26).
Yasin, M. 2004. Zoologi Invertebrata. Surabaya: Sinab Wijaya.
69
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian
Proses Pembuatan Plot Proses Pembuatan Plot Proses Pembuatan Plot Proses Pembuatan Plot
Proses Pembuatan Plot Proses Pembuatan Plot Proses Pembuatan Plot Proses Pembuatan Plot
Proses Pembuatan Plot Proses Pembuatan Plot Proses Pembuatan Plot Proses Pembuatan Plot
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
Proses Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel
dengan cara di pancing Proses Pengambilan
sampel Sampel yang di dapat
Proses Pengambilan
sampel
Sampel yang terlihat Proses Penangkapan
sampel Proses Penangkapan
sampel Proses Penangkapan
sampel
Proses Pengambilan
sampel Proses Pengambilan
sampel ikan tembakul Proses Pengambilan
sampel Proses Pengambilan
sampel
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
Proses Pengukurann Sampel
Proses Pengukuran sampel
Periophthalamodon
schlosseri
Proses Pengukuran sampel
Charybdis annulata
Proses Pengukuran sampel
Tubuca dussumieri
Proses Pengukuran sampel
Neritina cornucopia
Proses Pengukuran sampel
Neritina violacea
Proses Pengukuran sampel
Geloina expansa
Proses Pengukuran sampel
Clithon oualaniensis
Proses Pengukuran sampel
Cerithidea quoyii
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN STS Jambi
No
Kegiatan
Bulan
Sept Okt Nov Des Jan Feb Juni Juli Agus Sep
3 4 1 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3
1. Pengajuan Judul
2. Pengajuan dosen pembimbing
3. Bimbingan Proposal
4. Pengajuan seminar proposal
5. Seminar proposal
6. Perbaikan proposal
7. Pengajuan izin riset
8. Pengumpulan Data
9. Pengolahan dan analisis data
10. Penuisan skripsi
11. Daftar sidang Skripsi
12. Sidang Skripsi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
(CURRICULUM VITAE)
Nama : Muhammad Deni Saputra
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/Tanggal Lahir : Jambi, 10 Desember 1997
Alamat : RT 13 Desa Talang Duku Kecamatan Taman Rajo
Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi
Email : [email protected]
Kontak : 082372755136
Riwayat Pendidikan
1. SD/MI, Tahun Tamat : SDN 218/IX Talang Duku, 2010
2. SMP/MTS, Tahun Tamat : MTs.N Talang Duku, 2013
3. SMA/MAN, Tahun Tamat : MAN 4 Muaro Jambi, 2016
Pengalaman Organisasi
1. Himpunan Mahasiswa Prodi(HMP) Biologi
2. Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
3. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon Tadris Komisariat UIN
STS Jambi
4. BANSER PAC Taman Rajo
Motto Hidup : “Manusia dilahirkan dalam kondisi merdeka, maka
merdekalah jiwa-jiwa yang terbelenggu”