Kdok Kluarga
-
Upload
sri-hardyanti-bulan -
Category
Documents
-
view
13 -
download
0
description
Transcript of Kdok Kluarga
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT TUGASFAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2015UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
KEDOKTERAN KELUARGA “ DERMATITIS KONTAK IRITAN KRONIS “
OLEH :Muh.hasan, S.Ked.
Pembimbing :dr.Gusti Gunawan DPDK
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR2015
BAB I
PENDAHULUAN
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap
pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa
efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan
gatal.1 Dermatitis kontak adalah reaksi fisiologik yang terjadi pada kulit karena kontak dengan
substansi tertentu, dimana sebagian besar reaksi ini disebabkan oleh iritan kulit dan sisanya
disebabkan oleh alergen yang merangsang reaksi alergi.1, 2, 3 Dermatitis kontak merupakan
suatu respon inflamasi dari kulit terhadap antigen atau iritan yang bisa menyebabkan
ketidaknyamanan dan rasa malu dan merupakan kelainan kulit yang paling sering pada para
pekerja.4, 5
Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan inflamasi pada kulit yang bermanifestasi sebagai
eritema, edema ringan dan pecah-pecah. DKI merupakan respon non spesifik kulit terhadap
kerusakan kimia langsung yang melepaskan mediator-mediator inflamasi yang sebagian besar
berasal dari sel epidermis.6 DKI dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur,
ras dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama yang
berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun dikatakan angkanya secara tepat
sulit diketahui.1
DKI merupakan hasil klinik dari inflamasi yang berasal dari pelepasan sitokin-sitokin
proinflamasi dari sel-sel kulit (prinsipnya kerartinosit), biasanya sebagai respon terhadap
rangsangan kimia. Bentuk klinik yang berbeda-beda bisa terjadi. Tiga perubahan patofosiologi
utama adalah disrupsi sawar kulit, perubahan seluler epidermis dan pelepasan sitokin.6 Iritan
pada DKI meliputi yang ditemui sehari-hari seperti air, deterjen, berbagai pelarut, asam, bassa,
bahan adhesi, cairan bercampur logam dan friksi. Sering bahan-bahan ini bekerja bersama
untuk merusak kulit. Iritan merusak kulit dengan cara memindahkan minyak dan pelembab dari
lapisan terluar, membiarkan iritan masuk lebih dalam dan menyebabkan kerusakan lebih lanjut
dengan memicu inlamasi.7
DKI masih belum banyak diketahui bila dibandingkan dengan dermatitis kontak alergi
(DKA). Kebanyakan artikel tentang dermatitis kontak konsern pada DKA. Tidak ada uji
diagnostik untuk DKI. Diagnosis adalah berdasarkan ekslusi penyakit kutan lainnya (khususnya
DKA) dan pada penampakan klinis dermatitis pada tempat yang terpapar dengan cukup
terhadap iritan yang diketahui.6 Terkadang penampakan klinis DKI kronik mirip dengan DKA.
Beberapa sumber menyatakan DKI kronik pada telapak tangan dan telapak kaki sulit dibedakan
dengan DKA.1,8 Dalam penatalaksanaan DKI, penting bagi penderita dan dokter untuk
mengetahui substansi yang menyebabkan penyakitnya tersebut sehingga dapat diberikan terapi
yang lebih efisien dan efektif.7
Makalah ini membahas kasus DKI yang mengenai seorang penderita pada daerah telapak
tangan dan telapak kakinya setelah terpapar substansi deterjen.
LAPORAN KASUS
ANAMNESIS
Seorang pasien perempuan umur 60 tahun datang ke puskesmas dahlia dengan keluhan kulit
mengelupas di kedua telapak tangan. Keluhan ini dirasakan sejak 2 minggu yang lalu. Awalnya
kulit kemerahan, lalu bersisik dan mengelupas. Kedua telapak tangan terasa gatal dan perih.
Keluhan ini muncu setelah mencuci dengan detergen, keluhan ini sempat berkurang dan
muncul kembali
Home Visit
PEMERIKSAAN FISIS
Keadaan Umum : Compos mentis
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Frekuensi nadi : 82x/menit
Frekuensi Nafas : 21x/menit
Suhu : 36,7 0C
Berat Badan : 65 Kg
Tinggi Badan : 168 cm
ANAMNESIS YANG MENGARAH KE DIAGNOSIS
• Gejala klinis :
– Kulit mengelupas
– Gatal dan perih
– Muncul setelah mencuci dengan detergen
– Keluhan ini sudah sering berulang
• Pemeriksaan fisis
– Kulit kering
– Eritema
– Fissura
– likenifikasi
Pemeriksaan fisis pasien saat home visit
PEMERIKSAAN ORGAN
PEMERIKSAAN KELENJAR LIMFE
PEMERIKSAAN PENUNJANG YANG DIPERLUKAN
1. Kultur bakteri
2. Uji tempel
3. Biopsi kulit
ALASAN PEMERIKSAAN
1. Dilakukan jika ada infeksi sekunder
2. Dilakukan untuk mendiagnosis DKA
3. bisa membantu menyingkirkan kelainan lain seperti tinea, psoriasis
DIAGNOSIS KERJA
• DERMATITIS KONTAK IRITAN KRONIS
DIAGNOSIS BANDING
• Dermatitis Kontak alergi
• DKI akut
STATUS KESHATAN KELUARGA
RIWAYAT PENGOBATAN TERDAHULU
• Amoxicilin 3x1
• Dexametasone 3x1
• CTM 3x1
• Salf betametason
• Salf cina
PENATALAKSANAAN
• Non Farmakologi
o Hindari detergen
o pakai APD di tangan
• Farmakologi
o Dexametasone 3x1
o CTM 3x1
o Salf Hydrocortison
Kegiatan Yang dilakukan pada Kunjungan RumaH
PERJALANAN PENYAKIT SAAT INI
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Pada riwayat penyakit keluarga pasien, ada yang mengalami keluhan yang sama dan ada juga
yang mengalami kelainan mata, selain itu pemeriksaan tidak dilakukan sebelumnya oleh
anggota keluarga lain sehingga tidak diketahui penyebab sakit dan kematian. Cara keluarga
pasien menghadapi penyakit ini adalah memantau keadaan pasien, mengatur pola makan,
mengawasi konsumsi obat, mengurangi stress emosional, dan mengantar pasien untuk kontrol
di puskesmas.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien telah menderita dermatitis kontak iritan sejak 1 tahun yang lalu dan sering berulang dan
dulu pasien juga sering terkena ISPA
STRUKTUR KELUARGA
DIAGNOSTIK HOLISTIK
DIAGNOSIS SOSIAL,EKONOMI,PENCARIAN PELAYANAN KESEHATAN DAN PERILAKU
LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL
o Kepemilikan rumah : Milik sendirio Daerah perumahan : Padato Luas Rumah : 5 m x 3 mo Rumah :Tidak Bertingkato Jumlah penghuni : 2 orango Luas halaman : 1 m o Lantai rumah : semen o Dinding rumah : Kayu o Kondisi Rumah : Sedang
PENCEGAHAN YANG DISAMPAIKAN PADA KELUARGA
KESIMPULAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
DKI merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, dimana kerusakan kulit terjadi
langsung tanpa didahului proses sensitisasi.1 Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan
inflamasi pada kulit yang bermanifestasi sebagai eritema, edema ringan dan pecah-pecah. DKI
merupakan respon non spesifik kulit terhadap kerusakan kimia langsung yang melepaskan
mediator-mediator inflamasi yang sebagian besar berasal dari sel epidermis.6
2.2 Epidemiologi
DKI dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras dan jenis
kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama yang berhubungan dengan
pekerjaan (DKI akibat kerja), namun dikatakan angkanya secara tepat sulit diketahui.1 Hal ini
disebabkan antara lain oleh banyaknya penderita dengan kelainan ringan tidak datang berobat,
atau bahkan tidak mengeluh.
Di Amerika, DKI sering terjadi di pekerjaan yang melibatkan kegiatan mencuci tangan
atau paparan berulang kulit terhadap air, bahan makanan atau iritan lainnya. Pekerjaan yang
berisiko tinggi meliputi bersih-bersih, pelayanan rumah sakit, tukang masak, dan penata
rambut. 80% Dermatitis tangan okupasional karena iritan, lebih sering mengenai tukang bersih-
bersih, penata rambut dan tukang masak. Prevalensi dermatitis tangan karena pekerjaan
ditemukan sebesar 55,6% di ICU dan 69,7% pada pekerja yang sering terpapar (dilaporkan
dengan frekuensi mencuci tangan >35 kali setiap pergantian). Penelitian menyebutkan
frekuensi mencuci tangan >35x tiap pergantian memiliki hubungan kuat dengan dermatitis
tangan karena pekerjaan (OR=4,13). Di Jerman, angka insiden DKI adalah 4,5 setiap 10.000
pekerja, dimana insiden tertinggi ditemukan pada penata rambut (46,9 kasus per 10.000 pekerja
setiap tahunnya), tukang roti dan tukang masak.6,7
Berdasarkan jenis kelamin, DKI secara signifikan lebih banyak pada perempuan
dibanding laki-laki. Tingginya frekuensi ekzem tangan pada wanita dibanding pria karena
faktor lingkungan, bukan genetik. Berdasarkan usia, DKI bisa muncul pada berbagai usia.
Banyak kasus karena dermatitis ”diaper” (popok) terjadi karena iritan kulit langsung pada urine
dan feses. Seorang yang lebih tua memiliki kulit lebih kering dan tipis yang tidak toleran
terhadap sabun dan pelarut. DKI bisa mengenai siapa saja, yang terpapar iritan dengan jumlah
yang sufisien, tetapi individu dengan dengan riwayat dermatitis atopi lebih mudah
terserang.6,7
2.3 Etiologi
Penyebab munculnya DKI adalah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut,
deterjen, minyak pelumas, asam alkali, serbuk kayu, bahan abrasif, enzim, minyak, larutan
garam konsentrat, plastik berat molekul rendah atau bahan kimia higroskopik. 1, 2, 6, 9, 10, 11
Kelainan kulit yang muncul bergantung pada beberapa faktor, meliputi faktor dari iritan itu
sendiri, faktor lingkungan dan faktor individu penderita. Dapat dilihat pada tabel berikut.
Iritan adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang jika
terpapar pada kulit: dalam konsentrasi yang cukup, pada waktu yang sufisien dengan frekuensi
yang sufisien. Masing-masing individu memiliki predisposisi yang berbeda terhadap berbagai
iritan, tetapi jumlah yang rendah dari iritan menurunkan dan secara bertahap mencegah
kecenderungan untuk meninduksi dermatitis.10 Fungsi pertahanan dari kulit akan rusak baik
dengan peningkatan hidrasi dari stratum korneum (oklusi, suhu dan kelembaban tinggi, bilasan
air yang sering dan lama) dan penurunan hidrasi (suhu dan kelembaban rendah). Tidak semua
pekerja di area yang sama akan terkena. Siapa yang terkena tergantung pada predisposisi
individu (rowayat atopi misalnya), personal hygiene dan luas dari paparan. Iritan biasanya
mengenai tangan atau lengan. Efek dari iritan merupakan concentration-dependent, sehingga
hanya mengenai tempat primer kontak.10
2.4 Patogenesis
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui
kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin,
menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit.
Kebanyak bahan iritan (toksin) merusak membran lemak keratinosit tetapi sebagian dapat
menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau komplemen inti. Kerisakan
membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakidonat (AA), diasilgliserida
(DAG), platelet actifating factor (PAF) dan inositida (IP3). AA dirubah menjadi prostaglandin
(PG) dan leukotrin (LT). PG dan LT menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan
permeabilitas vaskuler sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT
juga bertindak sebagai kemoatraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel
mas melepaskan histamin, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan
vaskuler.
DAG dan second messenger lain mengstimulasi ekspresi gen dan sintesis protein,
misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyt-macrophage colony stimulating factor (GMCSF).
IL-1 mengaktifkan sel T-penolong mengeluarkan IL-2 an mengekspresi reseptor IL-2 yang
menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut.
Keratinosit juga membuatmolekul permukaan HLA-DR dan adesi intrasel- (ICAM-1).
Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNFά, suatu sitokin proinflamasi yang
dapat mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit, menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan
pelepasan sitokin.
Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat terjadinya
kontak di kulit berupa eritema, edema, panas, nyeri, bila iritan kuat. Bahan iritan lemah akan
menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum
korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya,
sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh iritan.
2.5 Klinis
a.Riwayat Penyakit
Riwayat yang terperinci sangat dibutuhkan karena diagnosis dari DKI tergantung pada
adanya riwayat paparan iritan kutaneus yang mengenai tempat-tempat pada tubuh. Tes tempel
juga digunakan pada kasus yang berat atau persisten untuk menyingkirkan DKA. Gejala
subjektif primer biasanya meliputi hal-hal sebagai berikut6:
Riwayat paparan yang cukup terhadap iritan kulit, Onset gejala muncul dalam beberapa
menit hingga beberapa jam pada DKI akut. Pada DKI subakut merupakan ciri iritan tertentu
seperti benzalkonium klorida (ada pada disinfektak) yang mendatangkan reaksi radang 8-24
jam setelah paparan. Onset dan gejala bisa tertunda beberapa minggu pada DKI kumulatif.
Nyeri, rasa terbakar, rasa tersengat atau tidak nyaman pada fase awal.
Gejala subjektif lainnya meliputi: onset dalam 2 minggu paparan dan adalanya keluhan yang
sama pada rekan kerja atau anggota keluarga lainnya. DKI okupasional biasanya terjadi pada
karyawan baru atau mereka yang belum belajar untuk melindungi kulitnya dari iritan. Individu
dengan dermatitis atopik (khususnya pada tangan) rentan terhadap DKI tangan.6
b.Pemeriksaan Fisik
Kriteria diagnostik primer DKI menurut Rietschel meliputi:6
Makula eritema, hiperkeratosis atau fisura yang menonjol. Kulit epidermis seperti
terbakar Proses penyembuhan dimulai segera setelah menghindari paparan bahan iritan
Tes tempel negatif dan meliputi semua alergen yang mungkin Kriteria objektif minor meliputi:
Batas tegas pada dermatitis
Bukti pengaruh gravitasi seperti efek menetesKecenderungan untuk menyebar lebih
rendah dibanding DKA Untuk kepentingan pengobatan, berdasarkan perjalanan penyakit dan
gejala klinis DKI dikelompokkan menjadi DKI akut, lambat akut dan kumulatif. Ada pula
bentuk DKI lainnya yaitu: reaksi iritan, DKI traumatik, DKI noneritematosa dan DKI
subyektif.
Tabel 2. Perbedaan DKI Akut, Lambat Akut dan Kumulatif 1, 6
2.6 Histopatologik
Gambaran histtopatologik DKI tidak karakteristik. Pada DKI akut (oleh iritan primer),
dalam dermis terjadi vasodilatasi dan sebukan sel mononuklear di sekitar pembuluh darah
dermis bagian atas. Eksositosis di epidermis diikuti spongiosis dan edema intrasel dan akhirnya
menjadi nekrosis epidermal. Pada keadaan berat, kerusakan epidermis dapat menimbulkan
vesikel atau bila. Di dalam vesikel atau bula ditemukan limfosit atau neutrofil.1, 6 Pada DKI
kronis adalah hiperkeratosis dengan area parakeratosis, akantosis dan perpanjangan rete
ridges.6
2.7 Diagnosis
Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran klinis.
DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga penderita pada
umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya. Sebaliknya DKI kronis timbul lambat
serta mempunyai variasi gambaran klinis yang luas, sehingga kadang sulit dibedakan dengan
DKA. Untuk ini diperlukan uji tempel dengan bahan yang dicurigai.1
2.8 Pemeriksaan Laboratorium 6
Pemeriksaan kultur bakteri bisa dilakukan apabila ada komplikasi infeksi sekunder
bakteri. Pemeriksaan KOH bisa dilakukan dan sampel mikologi bisa diambil untuk
menyingkirkan infeksi tinea superficial atau kandida, bergantung pada tempat dan bentuk lesi.
Uji tempel dilakukan untuk mendiagnosis DKA, tetapi bukan untuk membuktikan adanya iritan
penyebab munculnya DKI. Diagnosis adalah berdasarkan eksklusi DKA dan riwayat paparan
iritan yang cukup Biopsi kulit bisa membantu menyingkirkan kelainan lain seperti tinea,
psoriasis atau limfoma sel T
2.9 Penatalaksanaan
Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan iritan, baik
yang bersifat mekanik, fisis atau kimiawi serta menyingkirkan faktor yang memperberat. Bila
dapat dilakukan dengan sempurna dan tanpa komplikasi, maka tidak perlu pengobatan topikal
dan cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering.
Apabila diperlukan untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid topikal.
Pemakaian alat perlindungan yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan bahan
iritan sebagai upaya pencegahan.
a.Dermatitis akut
Untuk dermatitis akut, secara lokal diberikan kompres larutan garam fisiologis atau
larutan kalium permanganas 1/10.000 selama 2-3 hari dan setelah mengering diberi krim yang
mengandung hidrokortison 1-2,5%. Secara sistemik diberikan antihistamin (CTM 3x1
tablet.hari) untuk menghilangkan rasa gatal. Bila berat/luas dapat diberikan prednison 30
mg/hari dan bila sudah ada perbaikan dilakukan tapering. Bila terdapat infrksi sekunder
diberikan antibiotik dengan dosis 3x500 mg selama 5-7 hari.12
b.Dermatitis kronik
Topikal diberikan salep mengandung steroid yang lebih poten seperti hidrokortison
yang mengalami fluorinasi seperti desoksimetason, diflokortolon. Sistemik diberikan
antihistamin (CTM 3x1 tablet.hari) untuk menghilangkan rasa gatal.12
2.10 Komplikasi6
Adapun komplikasi DKI adalah sebagai berikut:
1. DKI meningkatkan risiko sensitisasi pengobatan topical Lesi kulit bisa
mengalami infeksi sekunder, khususnya oleh Stafilokokus aureus
2. Neurodermatitis sekunder (liken simpleks kronis) bisa terjadi terutapa pada
pekerja yang terpapar iritan di tempat kerjanya atau dengan stres psikologik
3. Hiperpigmentasi atau hipopignemtasi post inflamasi pada area terkena DKI
4. Jaringan parut muncul pada paparan bahan korosif, ekskoriasi atau artifak.
2.11Prognosis
Prognosis baik pada individu non atopi dimana DKI didiagnosis dan diobati dengan
baik. Individu dengan dermatitis atopi rentan terhadap DKI. Bila bahan iritan tidak dapat
disingkirkan sempurna, prognosisnya kurang baik, dimana kondisi ini sering terjadi DKI kronis
yang penyebabnya multifaktor.1,6
DAFTAR PUSTAKA
1. Sularsito, S. A., dan Djuanda, S. Dermatitis. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta; 2005. hal:129-153.
2. Contact Dermatitis. University of Virginia Health System; 2005. Available at:
http://www.w3.org/TR/xhtml1/DTD/xhtml1-transitional.dtd
3. Lehrer, M. S. Contact dermatitis. Medline Plus Medical Encyclopedia; 2006. Available at:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus.html
4. Michael, J. A. Dermatitis, Contact. Emedicine; 2005. Available at:
http://www.emedicine.com/specialties.htm
5. Schalock, P. C. Dermatitis. Merck Manual Home Edition; 2006. Available at:
http://www.merck.com
6. Hogan, D. Contact Dermatitis, Irritant. Emedicine; 2006. Available at:
http://www.emedicine.com/specialties.htm
7. Irritant Contact Dermatitis. DermsnetMZ; 2007. Available at: http://dermnetnz.org
8. Jovanovi, D. L. et al. Chronic Contact Allergic And Irritant Dermatitis Of Palms And Soles:
Routine Histopathology Not Suitable For Differentiation. Acta Dermatoven APA Vol 12,
No 4; 2003.p:127-9
9. Dermatitis, Irritant Contact. VisualDxHealth; 2007. Available at: http://visualdxhealth.com
10. A Guide To Occupational Skin Disease. In: Occupational Safety and Health Information
Series. Occupational Safety and Health Service. Department of Labour Wellington. New
Zealand; 1995
11. What is occupational irritant contact dermatitis? Canada’s National Occupational Health
and Safety Resources; Available at: http://www.ccohs.ca
12. Dermatitis. Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit Kulit dan Kelamin RSUP
Sanglah Denpasar. Lab/SMF. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FK Unud/RSUP Sanglah.
Denpasar. Bali; 2000.