KDK DM

78
BAB I PENDAHULUAN Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) yang terjadi akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi dan secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Insulin merupakan suatu hormon yang diproduksi pankreas yang berfungsi mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya. Secara klinis terdapat dua tipe DM yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2. DM tipe 1 disebabkan karena kurangnya insulin secara absolut akibat proses autoimun sedangkan DM tipe 2 merupakan kasus terbanyak (90-95% dari seluruh kasus diabetes) yang umumnya mempunyai latar belakang kelainan diawali dengan resistensi insulin. DM tipe 2 berlangsung lambat dan progresif, sehingga tidak terdeteksi karena gejala yang dialami pasien sering bersifat ringan seperti kelelahan, iritabilitas, poliuria,polidipsi dan luka yang lama sembuh. Kemampuan tubuh untuk bereaksi dengan insulin dapat menurun pada pasien DM, keadaan ini dapat menimbulkan komplikasi baik akut (seperti diabetes ketoasidosis dan sindrom hiperosmolar nonketotik) maupun kronik. Komplikasi kronik biasanya terjadi dalam jangka waktu 5- 1

description

referat

Transcript of KDK DM

Page 1: KDK DM

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik

peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) yang terjadi akibat kelainan sekresi

insulin, kerja insulin atau keduanya. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang

dikonsumsi dan secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah.

Insulin merupakan suatu hormon yang diproduksi pankreas yang berfungsi

mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan

penyimpanannya.

Secara klinis terdapat dua tipe DM yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2. DM tipe 1

disebabkan karena kurangnya insulin secara absolut akibat proses autoimun

sedangkan DM tipe 2 merupakan kasus terbanyak (90-95% dari seluruh kasus

diabetes) yang umumnya mempunyai latar belakang kelainan diawali dengan

resistensi insulin. DM tipe 2 berlangsung lambat dan progresif, sehingga tidak

terdeteksi karena gejala yang dialami pasien sering bersifat ringan seperti kelelahan,

iritabilitas, poliuria,polidipsi dan luka yang lama sembuh.

Kemampuan tubuh untuk bereaksi dengan insulin dapat menurun pada pasien

DM, keadaan ini dapat menimbulkan komplikasi baik akut (seperti diabetes

ketoasidosis dan sindrom hiperosmolar nonketotik) maupun kronik. Komplikasi

kronik biasanya terjadi dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah diagnosa ditegakkan.

Komplikasi kronik terjadi pada semua organ tubuh dengan penyebab kematian 50%

akibat penyakit jantung koroner dan 30% akibat penyakit gagal ginjal. Selain itu,

sebanyak 30% penderita diabetes mengalami kebutaan akibat retinopati dan 10%

menjalani amputasi tungkai kaki.

DM sudah merupakan salah satu ancaman bagi kesehatan umat manusia pada

abad 21. WHO membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah penderita

diabetes di atas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25

tahun kemudian jumlah tersebut akan meningkat menjadi 300 juta orang. Menurut

data WHO, Indonesia menempati urutan keempat terbesar dalam jumlah penderita

diabetes di dunia. Pada tahun 2000 yang lalu saja, terdapat sekitar 5,6 juta penduduk

Indonesia yang mengidap penyakit diabetes. Namun, pada tahun 2006 diperkirakan

1

Page 2: KDK DM

jumlah penderita diabetes di Indonesia meningkat tajam menjadi 14 juta orang,

dimana baru 50 persen yang sadar mengidapnya dan di antara mereka baru sekitar 30

persen yang datang berobat teratur.

Penelitian terakhir antara tahun 2001 dan 2005 di daerah Depok didapatkan

prevalensi DM tipe 2 sebesar 14,7%, demikian juga di Makasar prevalensi terakhir

pada tahun 2005 mancapai 12,5%, merupakan suatu angka yang sangat mengejutkan.

Ini sesuai dengan perkiraan yang dikemukakan WHO bahwa jumlah pengidap

diabetes sebanyak 12,4 juta orang pada tahun 2025, meningkat dua kali dibanding

tahun 1995.1

Mengingat jumlah penderita DM yang terus meningkat dan besarnya biaya

perawatan pasien diabetes yang terutama disebabkan oleh karena komplikasinya,

maka upaya yang paling baik adalah melakukan pencegahan. Menurut WHO tahun

1994, upaya pencegahan dapat dilakukan dengan tiga tahap yaitu pencegahan primer,

sekunder dan tersier. Pencegahan primer merupakan semua aktivitas yang ditujukan

untuk mencegah timbulnya hiperglikemia pada populasi umum misalnya dengan

kampanye makanan sehat, penyuluhan bahaya diabetes. Pencegahan sekunder yaitu

menemukan penderita DM sedini mungkin misalnya dengan tes penyaringan sedini

mungkin terutama pada populasi resiko tinggi sehingga komplikasi tidak terjadi.

Pencegahan tersier adalah semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan

melalui penyuluhan, maka perlu kerjasama semua pihak untuk mensukseskannya.

Menurut American Diabetes Association (2004), komplikasi diabetes dapat

dicegah, ditunda dan diperlambat dengan mengendalikan kadar glukosa darah.

Pengelolaan diabetes yang bertujuan untuk mempertahankan kadar glukosa darah

dalam rentang normal dapat dilakukan secara nonfarmakologis dan farmakologis.

Pengelolaan nonfarmakologis meliputi pengendalian berat badan, olah raga/latihan

jasmani dan diet. Terapi farmakologis meliputi pemberian insulin dan/atau obat

hiperglikemia oral.2

2

Page 3: KDK DM

BAB II

LAPORAN HASIL KUNJUNGAN RUMAH

A. Identitas Pasien dan Keluarga

Identitas Pasien

Nama : Ny. Imronah

Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 45 tahun

Status Pernikahan : Menikah

Alamat : Dusun Kliwonan RT 02 RW 07 Desa Jogomulyo,

Kecamatan Tempuran, Kabupaten Magelang, Jawa

Tengah

Agama : Islam

Suku Bangsa : Jawa

Pendidikan : Tamat SD

Pekerjaan : Buruh Tani

Identitas Kepala Keluarga

Nama : Tn. Panut

Jenis Kelamin : Laki – laki

Umur : 48 tahun

Status Pernikahan : Menikah

Alamat : Dusun Kliwonan RT 02 RW 07 Desa Jogomulyo,

Kecamatan Tempuran, Kabupaten Magelang, Jawa

Tengah

Agama : Islam

Suku Bangsa : Jawa

Pendidikan : Tamat SD

Pekerjaan : Buruh Tani

3

Page 4: KDK DM

B. Profil Keluarga

Tabel 1. Profil Keluarga yang Tinggal Satu Rumah

No Nama Kedudukan

dalam

Keluarga

JK Umur

(tahun)

Pendidikan Pekerjaan Keterangan

1. Panut KK L 48 SD Buruh tani Sehat

2. Imronah Istri KK P 45 SD Buruh tani Sakit

3. Sarinah Ibu KK P 85 Tidak

sekolah

Tidak

bekerja

Sehat

TD : 120/70

mmHg

4. Mustakim Anak KK L 18 SMP Tidak

bekerja

Sehat

Keterangan :

L : laki-laki

P : perempuan

Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Pasien

Gambar 1. Pohon Keluarga

C. Resume Penyakit Dan Penatalaksanaan Yang Sudah Dilakukan

4

Page 5: KDK DM

Anamnesi s

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 14 September

2013 pukul 11.00 WIB dan dilanjutkan pada tanggal 16 September 2013 pukul

13.00 di rumah pasien di Dusun Kliwonan Desa Jogomulyo, Kecamatan

Tempuran, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Keluhan Utama

Pasien datang ke Puskesmas Tempuran untuk kontrol penyakitnya.

Keluhan Tambahan

Kedua tangan dan kaki sering kesemutan, sering BAK malam hari.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke Puskesmas Tempuran untuk kontrol penyakitnya.

Sebelumnya pasien didiagnosis oleh dokter menderita diabetes melitus sejak

1 tahun yang lalu. Saat ini pasien mengeluh kedua tangan dan kaki sering

kesemutan sepanjang hari. Pasien juga mengatakan bahwa ia merasa cepat

haus dan sering terbangun pada malam hari untuk buang air kecil sebanyak 3-

4 kali/ malam.

1 tahun yang lalu, pasien datang ke Puskesmas Muntilan dengan

keuhan adanya luka melentung di daerah punggung. Awalnya luka tersebut

dirasakan kecil, tetapi lama-kelamaan semakin membesar, dan membuat

pasien merasa tidak nyaman. Saat berobat ke puskesmas, luka melentung

tersebut pecah dan mengeluarkan cairan berwarna kuning, dan setelah itu

dilakukan pemeriksaan gula darah sewaktu didapatkan hasilnya 480 mg/dl.

Pasien didiagnosis oleh dokter menderita diabetes melitus.

2 bulan yang lalu, pasien merasa badannya lemas dan berat badan

menurun, padahal pasien mengaku nafsu makannya semakin meningkat.

Penurunan berat badan diakui pasien tidak diikuti dengan diet, pasien juga

mengatakan tidak sedang banyak pikiran. Keluhan jantung berdebar-debar

disangkal, ia juga mengatakan tidak ada keluhan leher membesar ataupun

bola mata yang menonjol.

Pasien mengaku tidak merasakan gatal – gatal di selangkangan atau

bagian tubuh lainnya.

Riwayat Penyakit Dahulu

5

Page 6: KDK DM

Pasien tidak mempunyai riwayat sakit jantung, darah tinggi, ginjal

maupun asma.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang mengeluh keluhan yang sama

seperti pasien. Riwayat kencing manis, hipertensi, asma, penyakit jantung

dalam keluarga disangkal.

Riwayat Kesehatan Reproduksi

Pasien mengaku tidak ada keluhan dalam aktifitas sexualnya. Pasien

tidak menggunakan KB sudah 1 tahun setelah IUD lepas.

Riwayat Kebiasaan

Pasien sering mengkonsumsi makanan manis dan jarang berolahraga.

Merokok dan minum alkohol disangkal oleh pasien.

Riwayat Pengobatan

Pasien kontrol rutin ke puskesmas untuk penyakit kencing manisnya.

Pertama kali berobat pasien diberikan metformin 2x500 mg oleh dokter.

Puskesmas. Saat ini pasien diberi obat tambahan Glibenklamid 1 x 5 mg yang

sudah diminum selama 2 bulan.

Riwayat Lingkungan

Pasien tinggal di lingkungan yang padat penduduk. Daerah tempat

tinggal pasien merupakan daerah endemis penyakit DBD.

Pemeriksaan Fisik

Tanggal 14 September pukul 12.00 WIB di kediaman pasien.

Keadaan umum : Tampak Sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital :

6

Page 7: KDK DM

• Tekanan darah : 130/80 mmHg

• Nadi : 88 x/menit

• Suhu : 36,80 C

• Pernapasan : 20x/menit

• BB sebelum sakit : 54 kg

• BB sekarang : 45 kg

• TB : 155 cm

• BMI : 18,73

Status Generalis

Kepala : Normosefali

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Telinga : Normotia, benjolan (-), oedem (-), nyeri tekan (-)

Hidung : Normosepti, sekret (-), deviasi septum (-)

Bibir : pucat (-), sianosis (-)

Tenggorok : T1-T1, faring hiperemis (-), granulasi (-), nyeri telan (-)

Leher : Trakea di tengah, pembesaran KGB (-/-)

Thoraks :

Paru - paru

o Inspeksi :

Bentuk dada normal, simetris, gerak thoraks pada pernafasan simetris, sama

tinggi, tidak ada bagian yang tertinggal, retraksi (-/-).

o Palpasi :

Gerak nafas simetris, sama tinggi, tidak ada bagian yang tertinggal, vocal

fremitus simetris, sama kuat.

o Perkusi :

Kedua hemitoraks berbunyi sonor, peranjakan paru tidak dapat dinilai.

o Auskultasi :

Suara napas vesikuler, rhonkhi (-/-), wheezing (-/-).

Jantung

7

Page 8: KDK DM

o Inspeksi :

Bentuk dada normal, simetris, iktus kordis terlihat pada ICS V 2 cm lateral

dari garis midklavikularis kiri.

o Palpasi :

Iktus cordis teraba di ICS V 2 cm lateral dari garis midklavikularis kiri.

o Perkusi :

Tidak ada nyeri ketuk, batas jantung kanan pada garis sternalis kiri setinggi ics IV,

batas paru lambung sekitar ics VI, batas jantung kiri setinggi ics V 2 cm garis

midklavikularis kiri, batas atas jantung kiri setinggi ics III pada garis sternalis kiri.

o Auskultasi :

Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-).

Abdomen

Inspeksi : Datar, Caput Medusae (-), Smilling umbilikus (-)

Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-), Hepatomegali (-), Splenomegali (-)

Perkusi : Timpani, nyeri ketuk (-)

Auskultasi : Bising usus normal

Ekstremitas

Ekstremitas Superior

• Inspeksi : simetris, sianosis (-/-), tidak tampak luka

• Palpasi : akral hangat (+/+), edema (-/-)

Ekstremitas Inferior

• Inspeksi : simetris, sianosis (-/-), tidak tampak luka

• Palpasi : akral hangat (+/+), edema (-/-)

Hasil Laboratorium di Puskesmas Tempuran

Tanggal 3 Agustus 2013

GDS : 182 mg/dl

Tanggal 16 September 2013

GDS : 167 mg/dl

Diagnosis Kerja

8

Page 9: KDK DM

Diabetes Melitus Tipe 2

Rencana Penatalaksanaan

Medikamentosa :

Metformin 2 x 500 mg (p.o)

Glibenklamid 1 x 5 mg (p.o)

Non medikamentosa :

Edukasi

Diet ( jumlah, jenis, jadwal )

Dalam sehari pasien makan dianjurkan 3 kali makan besar dan 3 kali

makanan ringan (kudapan). Makanan yang digunakan berasal dari

rebusan seperti kentang atau ubi bisa menggunakan nasi. Dalam

keseharian menggunakan garam tidak boleh lebih dari 1 sendok teh

garam. Kurangi makan makanan yang berlemak terutama gorengan.

Makanan ringan bisa menggunakan buah-buahan, perbanyak

mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran.

Olahraga teratur

Olahraga yang dilakukan oleh pasien dianjurkan 3-4 x/minggu, dalam

1 kali dilakukan dalam waktu + 30 menit. Olahraga tidak perlu

mengangkat atau melakukan sesuatu hal yang berat. cukup berjalan

kaki dipagi atau disore hari. kurangi aktifitas seperti menonton tf dan

bermalas malasan.

Kontrol rutin jika obat habis

Hasil Penatalaksanaan Medis

Keluhan pasien berkurang.

Faktor pendukung :

Pasien rutin minum obat dan kontrol ke dokter.

Faktor penghambat :

Terkadang masih susah untuk mengatur pola makan.

Indikator keberhasilan

9

Page 10: KDK DM

Perbaikan keadaan umum

D. Permasalahan pada Pasien

Tabel 2. Tabel Permasalahan Pada Pasien

No. Risiko & masalah

kesehatan

Rencana pembinaan Sasaran

1. Gula darah tinggi Menurunkan gula darah dengan

obat dan perbaikan pola makan

Pasien

2. Pola makan berlebih Penyusunan jadwal, jenis dan

jumlah diet

Pasien

E. Identifikasi Fungsi Keluarga

Fungsi Biologis

Dari wawancara dengan penderita diperoleh keterangan bahwa penderita sudah

menderita penyakit ini sejak 1 tahun yang lalu.

Fungsi Psikologis

Penderita memiliki satu anak. Saat ini penderita tinggal serumah dengan anaknya

yang belum bekerja dan ibunya. Hubungan antara penderita dengan anak dan

ibunya baik. Penderita bekerja sebagai buruh tani. Penderita mempunyai

kepribadian yang terbuka dan ramah terhadap orang lain.

Fungsi Sexual

Pasien wanita subur yang berusia 45 tahun dan mengaku masih menstruasi.

Pasien mengaku tidak menggunakan alat kontrasepsi sejak 1 tahun yang lalu

setelah IUD lepas. Tidak terdapat keluhan pada aktifitas sexual pasien.

Fungsi Ekonomi

Biaya kebutuhan sehari-hari pasien dipenuhi dari upahnya sebagai buruh tani.

Pendapatan perbulan kurang lebih Rp. 500.000 – 800.000. Uang tersebut dipakai

untuk kebutuhan rumah tangga seperti listrik dan makan. Pasien tidak

mempunyai ASKES untuk kesehatan.

Fungsi Pendidikan

Penderita bersekolah sampai SD.

Fungsi Religius

10

Page 11: KDK DM

Penderita seorang Muslim dan keluarga yang lain memeluk agama Islam,

menjalankan ibadah agama secara rutin (sholat dan pengajian). Penerapan nilai

agama dalam keluarga baik.

Fungsi Sosial dan Budaya

Penderita dan keluarga tinggal di Dusun Kliwonan Desa Jogomulyo, di kawasan

pemukiman yang cukup padat penduduk. Penderita dan keluarga dapat diterima

dengan baik di lingkungan rumahnya. Komunikasi dengan tetangga baik.

Keluarga penderita aktif dalam kegiatan di lingkungan seperti arisan dan

pertemuan warga yang rutin dilakukan sebulan sekali.

Pola Konsumsi Penderita

Frekuensi makan besar 3x sehari, diselingi dengan makanan ringan. Penderita

biasanya makan di rumah. Jenis makanan dalam keluarga ini bervariasi. Variasi

makanan sebagai berikut : nasi, lauk (tahu, tempe, telur), sayur (kangkung,

bayam, dll), air minum (air putih, teh, kopi). Pasien jarang mengkonsumsi ayam,

daging. Air minum berasal dari air sumur pompa yang dimasak sendiri.

F. Identifikasi Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan

Faktor Perilaku

Penderita bekerja sebagai buruh tani.

Faktor Lingkungan

Tinggal dalam lingkungan yang cukup padat penduduk, dimana kebersihan di

dalam rumah kurang. Pencahayaan di dalam rumah kurang dan sirkulasi udara

juga kurang baik. Sumber air minum berasal dari sumur pompa dan dimasak

sebelum diminum. Buang air besar menggunakan jamban leher angsa di wc

umum di luar rumah yang langsung dibuang ke septic tank. Untuk pembuangan

limbah, dibuang ke got dan mengalir ke saluran kota, dan tersedianya tempat

pembuangan sampah di luar rumah.

Faktor Sarana Pelayanan Kesehatan

Terdapat Puskesmas Tempuran yang berjarak < 5 km.

Faktor Keturunan

Tidak ada anggota keluarga yang menderita diabetes melitus.

G. Identifikasi Lingkungan Rumah

11

Page 12: KDK DM

Gambaran Lingkungan Rumah

Rumah pasien terletak di Dusun Kliwonan, Desa Jogomulyo, Kecamatan

Tempuran, Kabupaten Magelang, dengan ukuran rumah 8 x 5 m2, bentuk

bangunan 1 lantai. Rumah tersebut ditempati oleh 4 orang. Secara umum

gambaran rumah terdiri dari 3 kamar tidur, 1 ruang tamu, 1 ruang makan, dan 1

dapur di bagian belakang rumah.

Rumah tidak mempunyai langit-langit dan tidak memiliki dinding tembok, lantai

rumah beralaskan tanah. Penerangan dalam rumah dan kamar kurang dan terasa

lembab. Ventilasi dan jendela kurang memadai, yaitu dengan luas < 10 % dan

jarang dibuka. Cahaya matahari masuk lewat pintu dan jendela. Tata letak barang

di rumah cukup rapi. Sumber air bersih dari sumur pompa untuk minum maupun

cuci dan masak. Air minum dimasak sendiri. Fasilitas MCK di kamar mandi

umum yang berada di sebelah rumahnya. Kebersihan dapur kurang, tidak ada

lubang asap dapur, namun asap dapur langsung mengarah ke pintu. Tidak ada

saluran untuk pembuangan air limbah. Tidak ada tempat pembuangan sampah

dan tertutup dan membuang sampah di kebun. Jalan di depan rumah lebarnya 4

meter terbuat dari tanah . Kebersihan lingkungan di sekitar rumah cukup.

Gambar 2. Denah Rumah

H. Diagnosis Fungsi Keluarga

12

Kamar tidur 1

Kamar tidur 2 Kamar

tidur 3

Ruang Makan

Ruang Tamu

DapurKamar Mandi Umum

Jamban Umum

Page 13: KDK DM

Fungsi Biologis

o Dari hasil wawancara.

Fungsi Psikologis

o Hubungan pasien dengan keluarga terjalin baik

o Hubungan sosial dengan tetangga dan kerabat baik.

Fungsi Sexual

o Pasien tidak menggunakan KB sudah 1 tahun. Tidak terdapat gangguan

aktifitas sexual pada pasien.

Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan

o Kesan sosial ekonomi kurang dilihat dari pendapatan sebagai buruh

sebesar Rp.500.000-800.000 per bulan.

Fungsi Religius dan Sosial Budaya

o Termasuk keluarga yang taat beragama. Hubungan keluarga dan pasien

dengan tetangga baik, komunikasi berjalan dengan lancar. Tidak terdapat

keterbatasan hubungan antara pasien dan masyarakat.

Faktor Perilaku

o Pasien tinggal di rumah yang pencahayaannya kurang dan ventilasi udara

di rumah kurang baik sehingga sirkulasi udara buruk Lantai tidak kedap

air (tanah) sehingga kebersihan kurang terjaga serta banyak debu.

Faktor Non Perilaku

o Sarana pelayanan kesehatan di sekitar rumah dekat. Jarak antara rumah

pasien dengan puskesmas < 5 km.

13

Page 14: KDK DM

I. Diagram Realita Yang Ada Pada Keluarga

Gambar 3. Diagram Realita

J. Pembinaan Dan Hasil Kegiatan

Tabel 3. Pembinaan dan Hasil Kegiatan

Tanggal Kegiatan yang dilakukan Keluarga

yang

terlibat

Hasil Kegiatan

14

September

2013

Perkenalan, melakukan

anamnesis pemeriksaan fisik

kepada pasien di rumah

Pasien Mendapatkan

diagnosis kerja pasien

16

September

2013

Mengamati keadaan

kesehatan rumah dan

lingkungan sekitar.

Memberikan penjelasan

kepada pasien dan

keluarga pasien mengenai

penyakit Diabetes

Pasien dan

keluarga

Pasien, istri dan anak

pasien dapat

memahami penjelasan

yang diberikan dan

diharapkan dapat

merubah pola hidup.

14

- Puskesmas berlokasi cukup dekat

STATUS

KESEHATAN

GENETIK

YANKES LINGKUNGAN

PERILAKU

Sering mengkonsumsi makanan manisJarang berolahraga

Page 15: KDK DM

mellitus, komplikasi,

pengobatan pencegahan,

faktor resiko.

Edukasi mengenai pola

makan, dan kontrol gula

darah serta efek jangka

panjang dari gula darah

yang tidak terkontrol.

Edukasi kepada keluarga

pasien untuk selalu

memotivasi dan mendukung

pasien untuk mengontrol

gula darah, pola makan dan

merokok.

Pasien, istri dan anak

pasien mengerti

tentang penyakit

Diabetes Mellitus dan

cara menangani

penyakit tersebut.

K. Kesimpulan Pembinaan Keluarga

Tingkat pemahaman :

Pemahaman terhadap pembinaan yang dilakukan cukup baik.

Faktor pendukung :

Penderita dan keluarga dapat memahami dan menangkap penjelasan yang

diberikan tentang penyakit diabetes mellitus itu sendiri.

Keluarga yang kooperatif dan adanya keinginan untuk memperbaiki pola

perilaku hidup yang sehat.

Faktor penyulit : -

Indikator keberhasilan : pasien mengetahui risiko dan bahaya dari penyakit itu

sendiri.

BAB III

15

Page 16: KDK DM

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Menurut American Diabetes Association(ADA) 2005, Diabetes Melitus

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia

yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-keduanya.

Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa Diabetes Melitus merupakan suatu

kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah

faktor dimana didapat defisiensi insulin absolute atau relative dan gangguan fungsi

insulin.3

B. KLASIFIKASI

Klasifikasi DM dapat dilihat pada table 1.3

Tabel 4.Klasifikasi Etiologis DM

Tipe 1 Destruksi sel beta umumnya menjurus ke defisiensi insulin

absolute :

Autoimun

Idiopatik

Tipe 2 Bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi insulin

disertai insulin relatif sampai yang terutama defek sekresi

insulin disertai resistensi insulin

Tipe lain Defek genetik fungsi sel beta

Defek genetik kerja insulin

Penyakit eksokrin pankreas

Endokrinopati

Karena obat atau zat kimia

Infeksi

Sebab imunologi yang jarang

Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM

Diabetes

Melitus

Gestasional

DM ditegakkan apabila kadar glukosa darah sewaktu melebihi

200 mg%. Jika didapatkan nilai di bawah 100 mg% berarti

bukan DM dan bila nilainya diantara 100-200 mg% belum

16

Page 17: KDK DM

pasti DM. Pada wanita hamil, sampai saat ini pemeriksaan

yang terbaik adalah dengan test tantangan glukosa yaitu

dengan pembebanan 50 gram glukosa dan kadar glikosa darah

diukur 1 jam kemudian. Jika kadar glukosa darah setelah 1 jam

pembebanan melebihi 140 mg% maka dilanjutkan dengan

pemeriksaan test tolesansi glukosa oral. Gangguan DM terjadi

2% dari semua wanita hamil, kejadian meningkat sejalan

dengan umur kehamilan, tetapi tidak merupakan

kecenderungan orang dengan gangguan toleransi glokusa, 25%

kemungkinan akan berkembang menjadi DM. DM gestasional

merupakan keadaan yang perlu ditangani dengan professional,

karena dapat mempengaruhi kehidupan janin/ bayi dimasa

yang akan datang, juga saat persalinan.

C. PATOFISIOLOGI

Pada defisiensi insulin akut, akan tejadi hiperglikemia karena pengaruh

insulin pada metabolisme glukosa tidak ada. Penimbunan glukosa di ekstrasel

menyebabkan hiperosmolaritas. Transpor maksimal glukosa akan meningkat di ginjal

sehingga glukosa diekskresikan ke dalam urin. Hal ini menyebabkan diuresis

osmotik yang disertai kehilangan air(poiluria), Natrium dan Kalium dari ginjal,

dehidrasi, dan kehausan. Meskipun kehilangan Kalium dari ginjal, tetapi tidak terjadi

hipokalemia karena sel melepaskan Kalium akibat penurunan aktivitas kotranspor

natrium-kalium-2clorin dan natrium-kalium-ATPase.

Jika terdapat defisiensi insulin, protein akan dipecahkan menjadi asam amino

di otot dan jaringan lain. Pemecahan otot bersama dengan gangguan elektrolit akan

menyebabkan kelemahan otot. Lipolisis yng telah tejadi menyebabkan pelepasan

asam lemak kedalam darah(hiperlipidasidemia). Hati menghasilkan asam asetoasetat

dan asam hidroksibutirat-B dari asam lemak. Penumpukan asam ini akan

menyebabkan asidosis, yang memaksa pasien untuk bernafas dalam. Beberapa asam

ini akan terjadi aseton.1,4

Skema patofiosolgi dapat dilihat pada Gambar 4.

17

Page 18: KDK DM

Gambar 4. Patofisiologi Diabetes Mellitus1

D. DIAGNOSIS

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.

Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan

18

Page 19: KDK DM

diagnosis DM pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan

glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah

utuh (whole blood), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan

memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan

oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan

dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler.5

Berbagai keluhan dapat dikemukakan pada diabetesi. Kecurigaan adanya DM

perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut dibawah ini.5

Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polydipsia, polifagia, dan penurunan berat

badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya

keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi

ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama jika keluhan klasik

ditemukan. maka pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dL sudah cukup untuk

menegakkan diagnosis DM. Kedua, dengan TTGO. Meskipun TTGO beban 75g glukosa

lebih sensitif dibanding dengan pemeriksaan glukosa darah puasa, namun memiliki

keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek

sangat jarang dilakukan. Ketiga dengan pemeriksaan glukosa darah puasa yang lebih mudah

dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah sehingga pemeriksaan ini dianjurkan

untuk diagnosis DM.6

Tabel 5. Kriteria Diagnosis DM7

19

Page 20: KDK DM

1. Gejala klasik DM + glukosa darah sewaktu ≥ 200mg/dL (11,1 mmo/L)

Glukosa sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa

memperhatikan waktu makan terakhir

Atau

2. Gejala klasik DM+Kadar glukosa darah ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L)

Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam

Atau

3. Kadar glukosa darah 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L)

TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara

dengan 75g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM maka dapat

digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDPT tergantung dari hasil yang

diperoleh.7

TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah beban antara 140-199 mg/dL (7,8-11,0

mmol/L)

GDPT: glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dL (5,6 -6,9 mmol/L)

Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):5

3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan

karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa

Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air

putih tanpa gula tetap diperbolehkan

Diperiksa kadar glukosa darah puasa

Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak)

dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit

Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam

setelah minum larutan glukosa selesai

Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa selama proses

pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidakmerokok

E. PEMERIKSAAN PENYARING

20

Page 21: KDK DM

Pemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai risiko DM namun

tidak menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan

pasien dengan DM, TGT maupun GDPT, sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat.

Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai prediabetes, merupakan tahapan

sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor risiko untuk terjadinya

DM dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari.8

Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok yang memiliki salah satu faktor

risiko DM sebagai berikut:

1. Usia > 45 tahun

2. Usia lebih muda, terutama dengan IMT > 23 kg/m2 yang disertai dengan faktor

risiko:

kebiasaan tidak aktif

turunan pertama dan orang tua dengan DM

riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram, atau riwayat

DM-gestasional

hipertensi (≥140/90 mmHg)

kolesterol HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dL

menderita polycyctic ovarial syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang

terkait dengan resistensi insulin

adanya riwayat toleransi glukosa yang terganggu (TGT) atau glukosa darah

puasa terganggu (GDPT) sebelumnya

memiliki riwayat penyakit kardiovaskular.

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah

sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes tolerasi glukosa

oral (TTGO) standar.

Pemeriksaan penyaring untuk tujuan (skrining masal) tidak dianjurkan

mengingat biaya yang mahal, serta pada umumnya tidak dengan rencana tindak

lanjut bagi mereka yang diketemukan ada kelaianan. Pemeriksaan penyaring juga

dianjurkan dikerjakan pada saat pemeriksaan untuk penyakit Lain atau general

check up. Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai patokan

penyaring dapat dilihat pada table 3.

Tabel 6. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dL)7

21

Page 22: KDK DM

Bukan DM Belum pasti

DM

DM

Kadar Plasma vena <100 100-199 ≥ 200

Glukosa darah

sewaktu (mg/dL) Darah kapiler <90 90-199 ≥200

Kadar glukosa

darah puasa(mg/dL) Plasma vena <100 100-125 ≥126

Catatan:untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil

dilakukan pemeriksaan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia >45 tahun

tanpa faktor risiko lain pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.

F. PILAR PENATALAKSANAAN DM5,8,9

Pilar penatalaksanaan Diabetes Mellitus antara lain:

1. Edukasi

2. Terapi gizi medis

3. Latihan jasmani

4. Intervensi Farmakologis

Pengelolaan DM dimulai dengan terapi gizi medis dan latihan jasmani selama

beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran,

dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau

suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal

atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik

berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat,

adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan

mandiri tanda dan gejala hipoglikemi dan cara mengatasinya harus diberikan kepada

pasien, sedangkan pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri,

setelah mendapat pelatihan khusus.

1. Edukasi

22

Page 23: KDK DM

Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah

terbentuk dengan mapan. Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri

membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim

kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk

mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang

komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.

Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang:

Perjalanan penyakit DM

Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM

Penyulit DM dan risikonya

Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan

Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik, dan obat hipoglikemik

oral atau insulin serta obat-obatan lain.

Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah

atau urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak

tersedia)

Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau

hipoglikemia

Pentingnya latihan jasmani yang teratur

Masalah khusus yang dihadapi (misalnya: hiperglikemia pada

kehamilan)

Pentingnya perawatan diri

Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.

Edukasi dapat dilakukan secara individual dengan pendekatan

berdasarkan penyelesaian masalah. Seperti halnya dengan proses edukasi,

perubahan perilaku memerlukan perencanaan yang baik, implementasi,

evaluasi dan dokumentasi.

2. Terapi Gizi Medis

Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes

secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari

anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri)

Setiap diabetisi sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya guna

mencapai target terapi

23

Page 24: KDK DM

Prinsip pengaturan makan pada diabetisi hampir sama dengan anjuran makan

untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan

kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada diabetisi perlu

ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan

jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun

glukosa darah atau insulin.

Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:

Karbohidrat

Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi

Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan

Makanan harus mengandung lebih banyak karbohidrat terutama

yang berserat tinggi

Sukrosa tidak boleh lebih dari 10% total asupan energi

Sedikit gula dapat dikonsumsi sebagai bagian dari perencanaan

makan yang sehat dan pemanis non-nutrisi dapat digunakan sebagai

pengganti jumlah besar gula misalnya pada minuman ringan dan

permen

Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat

dalam sehari

Lemak

Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25 % kebutuhan kalori. Tidak

diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.

Lemak jenuh <7% kebutuhan kalori

Lemak tidak jenuh ganda <10%, selebihnya dari lemak tidak jenuh

tunggal.

Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak

mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging

berlemak dan susu penuh (whole milk).

Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari. Diusahakan lemak

berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh (MUFA/Mono

Unsaturated Fatty Acicf), membatasi PUFA (Poly Unsaturated Fatty

Acid) dan Asam lemak jenuh.

24

Page 25: KDK DM

Protein

Dibutuhkan sebesar 15 - 20% total asupan energi.

Sumber protein yang baik adalah ikan, seafood, daging tanpa lemak,

ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang, dan kacang-

kacangan (Leguminosa), tahu, tempe.

Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein

menjadi 0.8 g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan

65% hendaknya bernilai biologik tinggi.

Garam

Anjuran asupan natrium untuk diabetisi sama dengan anjuran untuk

masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan

6-7 g (1 sendok teh) garam dapur.

Pembatasan natrium sampai 2400 mg atau sama dengan 6 gr/hari

garam dapur, terutama pada mereka yang hipertensi.

Sumber natrium antara lain garam dapur, vetsin dan soda.

Serat

Seperti halnya masyarakat umum, penyandang diabetes dianjurkan

mengkonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah dan sayuran

serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung

vitamin, mineral, serat dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.

Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari, diutamakan serat larut.

Pemanis

Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan pemanis tak

bergizi. Termasuk pemanis bergizi adalah gula alkohol dan fruktosa.

Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol

dan xylitol, mengandung 2 kalori /g .

Batasi penggunaan pemanis bergizi. Dalam penggunaannya pemanis

bergizi perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian

dari kebutuhan kalori sehari.

Fruktosa tidak dianjurkan digunakan para diabetisi karena efek

samping pada lipid plasma.

25

Page 26: KDK DM

Pemanis tak bergizi termasuk: aspartam, sakarin, acesulfame

potassium, sukralose, neotame.

Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman

(Accepted Daily intake / ADI).

Kebutuhan kalori

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang

dibutuhkan diabetisi. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan

berdasarkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori / kg BB

ideal, ditambah dan dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu

jenis kelamin, umur, aktifitas, berat badan, dll.

Perhitungan berat badan ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi

adalah sbb:

Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm -100) x 1 kg.

Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150

cm, rumus modifikasi menjadi:

Berat badan ideal = (TB dalam cm -100) x 1 kg.

BB Norma l : BB ideal ± 10%

Kurus : < BBI - 10%

Gemuk : > BBI + 10%

Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh. Indeks massa

tubuh dapat dihitung dengan rumus IMT = BB (kg)/TB(m2) Klasifikasi IMT*

BB kurang : <18,5

BB Normal : 18,5-22,9

BB Lebih : ≥ 23,0

Dengan risiko 23,0-24,9

Obes I 25,0-29,9

Obes ≥ 30

*WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pasific Perspective;

Redefining obesity and its treatment

26

Page 27: KDK DM

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain

Jenis Kelamin

Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria.Kebutuhan kalori

wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/kg BB.

Umur

Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk

dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk usia 60 s/d 69 tahun

dan dikurangi 20%, diatas 70 tahun

Aktifitas Fisik atau Pekerjaan

kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktifitas fisik

Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan

istirahat, 20% pada pasien dengan aktifitas ringan 30% dengan aktifitas

sedang, dan 50% dengan aktifitas sangat berat

Berat Badan

Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% bergantung kepada tingkat

kegemukan Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan

untuk meningkatkan BB.

Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan paling

sedikit 1000 - 1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200 - 1600 kkal perhari

untuk pria.

Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas

dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore

(25%) serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya Untuk

meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan secara

bertahap disesuaikan dengan kebiasaan. Untuk diabetisi yang mengidap

penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit

penyertanya.

3. Latihan Jasmani

27

Page 28: KDK DM

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4

kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar

dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke

pasar menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan (lihat tabel 4).

Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat

menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas insulin, sehingga akan

memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa

latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda santai,

jogging, dan berenang, latihan jasmani sebaiknya disesuiakan dengan umur

dan status kesegaran jasmani. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak

atau bermalas-malasan.

28

Page 29: KDK DM

Tabel 7. Aktifitas Fisik Sehari-hari

Kurangi aktifitas

Hindari aktifitas sedenter

Misalnya, menonton televise, menggunakan

internet, main game computer

Persering Aktifitas

Mengikuti olahraga rekreasi dan

beraktifitas fisik tinggi pada

waktu liburan

Misalnya, jalan cepat, golf, olah otot, bersepeda,

sepak bola

Aktifitas Harian

Kebiasaan bergaya hidup sehat

Misalnya, berjalan kaki ke pasar (tidak

menggunakan mobil), menggunakan tangga

(tidak menggunakan lift), menemui rekan kerja

(tidak hanya melalui telepon internal), berjalan-

jalan

4. Intervensi Farmakologis

Intervensi farmokologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum

tercapai dengan TGM dan latihan jasmani

1. Obat hipoglikemik oral (OHO)

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:

a. pemicu sekresi insulin (insulin secretogogue): sulfonilurea dan

b. penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion

c. penghambat glukoneogenesis (metformin)

d. penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa

A. Pemicu Sekresi Insulin

1) Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi

insulin oleh sel beta pancreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien

dengan berat badan normal dan kurang namun masih boleh diberikan

kepada pasien dengan berat badan lebih.

Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai

keadaaan seperti orang tua, gangguan faai ginjai dan hati, kurang nutrisi

serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfoniiurea

kerja panjang.

29

Page 30: KDK DM

2) Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan

sulfonilurea, dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase

pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid

(derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini

diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi

secara cepat melalui hati.

B. Penambah sensitivitas terhadap insulin

1. Tiazolidindion

Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada

peroxisome proliferator activated receptor gamma (PPAR γ), suatu

reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek

menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein

pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di

perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal

jantung klas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan

juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan

tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan- faal hati secara berkala.

Saat ini tiazolidindion tidak digunakan sebagai obat tunggal.

C. Penghambat glukoneogenesis (metformin)

1. Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa

hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa

perifer. Terutama dipakai pada diabetisi gemuk. Metformin

dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjai

(kreatinin serum > 1,5) dan hati, serta pasien-pasien dengan

kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis,

syok, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual.

Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau

sesudah makan.

30

Page 31: KDK DM

D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus

halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah

sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping

hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah

kembung dan flatulen.

Tabel 8. Mekanisme kerja, efek samping utama dan pengaruh terhadap penurunan A1C

(Hb-glikosilat)

Cara kerja utama Efek samping

utama

Penurunan A1C

Sulfonilurea Meningkatkan

sekresi Insulin

BB naik,

hipoglikemia

1,5-2%

Glinid Meningkatkan

sekresi Insulin

BB naik,

hipoglikemia

Metformin Menekan produksi

glukosa hati &

menambah

sensitivitas

terhadap insulin

Diare, dispepsia,

asidosis laktat

1,5-2%

Penghambat

glukosidase

alfa

Menghambat

absorpsi glukosa

Flatulens, tinja

lembek

0,5-1,0%

Tiazolidindion Menambah

sensitivitas

terhadap insulin

Edema 1,3%

Insulin Menekan produksi

glukosa hati,

stimulasi

pemanfaatan

Hipoglikemia, BB

naik

Potensial sampai

normal

31

Page 32: KDK DM

glukosa

Cara Pemberian OHO, terdiri dari:

OHO dimulai dengan dosis kecif dan ditingkatkan secara bertahap

sesuai respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis

hampir maksimal

Sulfonilurea generasi I & II: 15 -30 menit sebelum makan

Glimepiride: sebelum/sesaat sebelum makan

Hepaglinid, Nateglinid: sesaat/ sebelum makan

Metformin: sebelum /pada saat/ sesudah makan karbohidrat

Penghambat glukosidase a (Acarbose): bersama suapan pertama

makan

Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan.

2. Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan:

Penurunan berat badan yang cepat

Hiperglilkemia berat yang disertai ketosis

Ketoasidosis diabetik

Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

Hiperglikemla dengan asidosis laktat

Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal

Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)

Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan

TGM

Gangguan fungsi ginjai atau hati yang berat

Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Jenis dan lama kerja insulin

Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi lima jenis, yakni :

insulin kerja cepat (rapid acting insulin)

insulin kerja pendek (short acting insulin)

insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)

insulin kerja panjang (long acting insulin)

insulin campuran tetap (premixed insulin)

Efek samping terapi insulin

32

Page 33: KDK DM

Efek samping utama dari terapi insulin adalah teriadinya hipoglikemi

Penatalaksanaan hipoglikemi dapat dilihat dalam bab komplikasi akut DM

Efek samping yang lain berupa reaksi imun terhadap insulin yang dapat menimbulkan

alergi insulin atau resistensi insulin.

Dasar pemikiran terapi insulin:

Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi insulin

diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang fisiologis

Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial atau

keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemi pada

keadaan puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial akan menimbulkan hiperglikemi

setelah makan

Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi

yang terjadi

Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal (satu macam) berupa: insulin kerja cepat

(rapid acting), kerja pendek (short acting), kerja menengah (intermediate acting) atau

kerja panjang (long acting) dan insulin campuran tetap (premixed insulin).

Pemberian dapat pula secara kombinasi antara jenis insulin Kerja cepat atau insulin

kerja pendek untuk koreksi defisiensi insulin prandial. dengan kerja menengah atau

kerja panjang untuk koreksi defisiense insulin basal. Juga dapat dilakukan kombinasi

dengan OHO

Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan

respons individu terhadap insulin, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa

darah harian.

Penyesuian dosis insulin dapat dilakukan dengan menambah 2-4 unit setiap hari 3-4

hari bila target terapi belum tercapai

Cara Penyuntikan insulin

Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subuktan). Dengan arah

alat suntik tegak lurus terhadap permukaan kulit

Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus atau drip.

Terdapat sediaan insulin campuran (mixed insulin) antara insulin kerja pendek dan

kerja menengah, dengan perbandingan dosis yang tertentu Apabila tidak terdapat

sediaan insulin campuran tersebut atau diperlukan perbandingan dosis yang lain, dapat

33

Page 34: KDK DM

dilakukan percampuran sendiri antara kedua jenis insulin tersebut. Teknik

pencampuran dapat dilihat dalam buku panduan tentang insulin

Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara penyimpanan harus dilakukan

dengan benar demikian pula mengenai rotasi tempat suntik.

Apabila diperlukan, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin semprit insulin dan

jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali oleh diabetisi yang sama.

Secara resmi, kemasan insulin injeksi 40u/ml tidak beredar lagi si Indonesia sehingga

mengurangi risiko kesalahan yang dapat di sebabkan karena perbedaan kemasan

insulin dengan semprit yang dipakai Saat ini juga tersedia insulin campuran

(premixed) kerja cepat dan kerja menengah.

3. Terapi kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,

untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa

darah.

Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani bila diperlukan

dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi

dengan OHO kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang

mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah beium

tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda

atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan

klinik di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, dipilih terapi dengan

kombinasi tiga OHO. (lihat bagan 2 tentang algoritma pengelolaan DM tipe-2).

Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah

kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja sedang/panjang) yang diberikan

pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada

umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin

yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah/panjang adalah 10 unit yang

diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan

meniiai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya.

34

Page 35: KDK DM

Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih

tidak terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin

saja.

G. PENILAIAN HASIL TERAPI8,9

Dalam praktek sehari-hari, hasil pengobatan diabetes tipe 2 harus dipantau

secara terencana dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan jasmani dan

pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah:

1 Pemeriksaan kadar glukosa darah

Tujuan pemeriksaan glukosa darah:

Untuk mengetahui apakah target terapi telah tercapai

Untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila target terapi belum tercapai.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan kadar glukosa

darah puasa dan 2 jam postprandial secara berkala sesuai dengan kebutuha

2 Pemeriksaan A1C

Tes hemoglobin terglikasi, yang disebut juga sebagai

glycohemoglobin, atau hemoglobin glikosilasi disingkat sebagai A1C,

merupakan cara yang digunakan untuk menilai efek perubahan terapi 8-12

minggu sebelumnya. Tes ini tidak dapat digunakan untuk menilai hasil

pengobatan jangka pendek. Pemeriksaan A1C dianjurkan dilakukan sebanyak

4 kali dalam setahun.

3 Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM)

Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai darah kapiler.

Saat ini banyak dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen

kering yang umumnya sederhana dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan

kadar glukosa darah memakai alat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh

kalibrasi dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan dilakukan sesuai

dengan cara standar yang dianjurkan. Secara berkala, hasil pemantauan

dengan cara reagen kering perlu dibandingkan dengan cara konvensional.

PGDM dianjurkan bagi diabetisi dengan pengobatan insulin atau pemicu

sekresi insulin. Waktu pemeriksaan PGDM bervariasi, tergantung pada terapi.

Waktu yang dianjurkan adalah, pada saat sebelum makan, 2 jam setelah

35

Page 36: KDK DM

makan (menilai ekskursi maksimal glukosa), menjelang waktu tidur (untuk

menilai risiko hipoglikemia), dan di antara siklus tidur (untuk menilai adanya

hipoglikemia nokturnal yang kadang tanpa gejala), atau ketika mengalami

gejala seperti hypoglycemic spells.

Tabel 9. Prosedur pemantauan

Tes dilakukan pada waktu (tergantung tujuan pemeriksaan):

- sebelum makan

- 2 jam sesudah makan

- sebelum tidur malam*

Diabetesi dengan control buruk/tidak stabil dilakukan tes setiap hari

sampai target tercapai

Diabetisi dengan kontrol baik/stabil tes dilakukan sebanyak 1 - 2 kali/

minggu Pemantauan dapat lebih jarang apabila diabetisi terkontrol baik

secara konsisten Pemantauan glukosa darah pada diabetisi yang

mendapat terapi insulin ditujukan juga untuk penyesuaian dosis insulin

dan memantau timbulnya hipoglikemi

Diabetisi yang melaukan aktifitas tinggi pada keadaan kronis, atau pada

diabetisi yang sulit mencapai target terapi (selalu tinggi atau sering

mengalami hipoglikemi).

*ADA menganjurkan pemeriksaan kadar glukosa darah malam hari (bed time)

dilakukan pada jam 22.00

4. Pemeriksaan Glukosa Urin

Pengukuran glukosa urin memberikan penilaian yang tidak langsung.

Hanya digunakan pada diabetisi yang tidak dapat atau tidak mau memeriksa

kadar glukosa darah. Ekskresi glukosa renal rata-rata sekitar 180 mg/dL,

dapat bervariasi pada beberapa diabetisi bahkan pada pasien yang sama

36

Page 37: KDK DM

dalam jangka waktu lama. Hasil pemeriksaan sangat tegantung pada fungsi

ginjal dan tidak dapat dipergunakan untuk menilai keberhasilan terapi.

5. Penentuan Benda Keton

Pemantauan benda keton dalam darah maupun dalam urin cukup

penting terutama pada diabetisi tipe-2 yang terkendali buruk kadar glukosa

darah >300 mg/dL), Pemeriksaan benda keton juga diperlukan pada diabetisi

tipe 2 yang sedang hamil, Tes benda keton urin mengukur kadar asetoasetat,

sementara benda keton yang penting adalah asam beta hidroksibutirat. Saat

ini telah dapat dilakukan pemeriksaan kadar asam beta hidroksibutirat dalam

darah secara langsung dengan menggunakan strip khusus Kadar benda keton

darah <0.6 mmol/L dianggap normal, di atas 1.0 mmol/L disebut ketosis dan

melebihi 3.0 mmol/L indikasi adanya KAD.

Pengukuran kadar glukosa darah dan benda keton secara mandiri, dapat

mencegah terjadinya penyulit akut diabetes, khususnya KAD.

H. KRITERIA PENGENDALIAN DM8,9,10

Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan

pengendalian DM yang baik yang merupakan target terapi. Diabetes terkendali baik,

apabila kadar glukosa darah mencapai kadar yang diharapkan serta kadar lipid dan

A1C juga mencapai kadar yang diharapkan. Demikian pula status gizi dan tekanan

darah.

37

Baik Sedang Buruk

Glukosa darah puasa

(mg/dL)

80-100 100-125 ≥126

Glukosa darah 2 jam

(mg.dL)

80-144 145-179 ≥180

A1C (%) <6,5 6,5 – 8 >8

Kolesterol Total (mg/dL) <200 200-239 ≥240

Kolesterol LDL (mg/dL) >100 100-129 ≥130

Kolesterol HDL (mg/dL) >45

Trigeliserida (mg/dL) <150 150-199 ≥200

IMT (kg/m2) 18.5 – 2,3 23-25 >25

Tekanan darah (nmHg) ≤130/180 130-140/80-

90

>140/90

Page 38: KDK DM

Tabel 10. Kriteria pengendalian DM

Keterangan:

Angka di atas adalah hasil pemeriksaan plasma vena.

Penu konversi nilai kadar glukosa darah dari darah kapiler darah utuh ke plasma

vena.

Untuk diabetisi berumur lebih dari 60 tahun, sasaran kendali kadar glukosa darah

dapat lebih tinggi dari biasa (puasa 100-125 mg/dL, dan sesudah makan 145-180

mg/dL). Demikian pula kadar lipid, tekanan darah, dan Iain-Iain, mengacu pada

batasan kriteria pengendalian sedang. Hal ini dilakukan mengingat sifat-sifat khusus

diabetisi usia lanjut dan juga untuk mencegah kemungkinan timbulnya efek samping

dan interaksi obat.

I. PROMOSI PERILAKU SEHAT

Promosi perilaku sehat merupakan faktor penting pada kegiatan pelayanan

kesehatan. Untuk mendapatkan hasil pengelolaan diabetes yang optimal dibutuhkan

perubahan perilaku. Perlu dilakukan edukasi bagi diabetisi dan keluarga untuk

pengetahuan dan peningkatan motivasi. Hal tersebut dapat terlaksana dengan baik

melalui dukungan tim educator yang terdiri dari dokter, ahli diet, perawat dan tenaga

kesehatan lain

1. Perilaku sehat bagi diabetisi

Tujuan dari perubahan perilaku adalah agar diabetesi dapat menjalani

pola hidup sehat. Perilaku yang diharapkan adalah :

Mengikuti pola makan sehat Meningkatkan kegiatan jasmani

Menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaan khusus secara

aman, teratur

Melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan

memanfaatkan data yag ada

Melakukan perawatan kaki secara berkala

Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi keadaan sakit akut

dengan tepat

38

Page 39: KDK DM

Mempunyai keterampilan mengatasi masalah yang sederhana dan mau

bergabung dengan kelompok diabetisi serta mengajak keluarga untuk

mengerti pengelolaan diabetes.

Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.

Lakukan kompromi dan negosiasi agar tujuan pengobatan dapat diterima

Berikan motivasi dengan memberikan penghargaan

Libatkan keluarga/ pendamping dalam proses edukasi

Perhatikan kondisi jasmani dan psikologis serta tingkat pendidikan pasien

dan keluarganya

Gunakan alat bantu audio visual

Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai

bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan

DM secara holistik. Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan materi

edukasi

Materi edukasi pada tingkat lanjut adalah :

Mengenal dan mencegah penyulit akut DM

Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM

Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain

Makan di luar rumah

Rencana untuk kegiatan khusus

Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir tentang

DM

Pemeliharaan/Perawatan kaki

Edukasi perawatan kaki harus diberikan secara detail pada semua diabetesi dengan

ulkus maupun neuropati peripheral dan penyakit arteri perifer

1. Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir.

2. Periksa kaki setiap hari, dan laporkan pada dokter apabila ada kulit terkelupas atau

daerah kemerahan atau luka.

3. Periksa alas kaki dari benda asing sebelum memakainya.

4. Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, dan mengoieskan iosion pelembab ke

kulit yang kering

Edukasi perawatan kaki harus dilakukan secara teraturtingkat lanjutan.

J. PENYULIT DIABETES MELITUS10

39

Page 40: KDK DM

Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun

1. Penyulit akut

1. Ketoasidosis diabetic

2. Hiperosmolar non ketotik

3. Hipoglikemi

Dalam buku konsensus hanya dibahas mengenai hipoglikemi, sedangkan mengenai

ketoasidosis diabetik dan hiperosmolar non ketotik dapat dilihat 2002) buku Petunjuk

Praktis Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 (PERKENI 2002)

Hipoglikemi dan cara mengatasinya

Hipoglikemi ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah hingga mencapai <60

mg/dL

Bila terdapat penurunan kesadaran pada diabetisi harus selalu dipikirkan

kemungkinan terjadinya hipogiikemia. Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh

penggunaan sulfonilurea dan insulin

Hipoglikemia akibat sulfonilurea dapat berlangsung lama, sehingga harus diawasi

sampai seluruh obat diekskresi dan waktu kerja obat telah habis Terkadang

diperlukan waktu yang cukup lama untuk pengawasannva (24-72 jam atau lebih,

terutama pada diabetisi dengan gagal ginjai kronik) Hipoglikemi pada usia lanjut

merupakan suatu ha yang harus dihindari mengingat dampaknya yang fatal atau

terjadinya kemunduran mental bermakna pada diabetisi. Perbaikan kesadaran pada

DM usia lanjut lebih lamban dan memerlukan pengawasan yang lebih lama

Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar banyak keringat,

gemetar, rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing gelisah kesadaran menurun

sampai koma)

Hipoglikemia harus segera mendapatkan pengelolaan yang memadai. Diberikan

makanan yang mengandung karbohidrat atau minuman yang mengandung gula

berkalori atau glukosa 15-20g melalui intra vena. Perlu dilakukan pemeriksaan ulang

glukosa darah 15 menit setelah pemberian glukosa. Glukagon diberikan pada

diabetisi dengan hipoolikemi berat

Untuk diabetisi yang tidak sadar, sementara dapat diberikan glukosa 40% intravena

terlebih dahulu sebagai tindakan darurat, sebelum dapat dipastikan penyebab

menurunnya kesadaran.

2 Penyulit menahun:

1. Makroangiopati yang melibatkan:

Pembuluh darah jantung

40

Page 41: KDK DM

Pembuluh darah tepi

Penyakit arteri perifer sering terjadi pada diabetisi. Biasanya teriadi dengan

gejala tipikal intermittent claudicatio, meskipun sering tanpa gejala

terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul

Pembuluh darah otak

2. Mikroangiopati:

Retinopati diabetic

Kontrol glukosa darah dan tekanan darah yang baik akan mengurangi

risiko dan memberatnya retinopati. Terapi asatosal tidak mencegah

timbulnya retinopati

Nefropati diabetic

Kontrol glukosa darah dan tekanan darah yang baik akan mengurangi

risiko nefropati

Pembatasan asupan protein dalam diet (0.8 g/kg BB) juga akan

mengurangi risiko terjadinya nefropati

3. Neuropati

Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya

sensasi distal. Adanya neuropati berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki

dan amputasi.

Gejala lain yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri,

dan lebih terasa nyeri di malam hari.

Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap diabetisi perlu dilakukan

skrining untuk mendeteksi adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan

sederhana. Dilakukan sedikitnya setiap tahun.

Apabila diketemukan adanya polineuropati distal, perawatan kaki yang

memadai akan menurunkan risiko amputasi.

Untuk mengurangi rasa nyeri dapat diberikan antara lain duloxetine,

antidepresan trisiklik atau gabapentin.

Semua diabetisi yang disertai neuropati perifer harus diberikan edukasi

perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus kaki.

Untuk penatalaksanaan penyulit ini seringkali diperlukan kerja sama dengan

bidang/disiplin ilmu lain.

K. PENCEGAHAN PRIMER5

41

Page 42: KDK DM

1. Sasaran pencegahan primer:

Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok,

faktor risiko, yakni mereka yang belum terkena tetapi berpotensi untuk

menjadi DM dan kelompok prediabetes.

Faktor risiko diabetes

Faktor risiko diabetes sama dengan faktor risiko untuk prediabetes yaitu :

Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi

Riwayat keiuarga dengan diabetes

Umur. Risiko untuk menderita prediabetes meningkat seiring dengan

memngkatnya usia

Riwayat pernah menderita DM gestasional (DMG)

Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg Bayi yang

lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi disbanding

dengan bayi lahir dengan BB normal

Faktor risiko yang bisa dimodifikasi;

Berat badan lebih

Kurangnya aktifitas fisik

Hipertensi

Dislipidemia

Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi gula dan rendah serat

akan meningkatkan risiko menderita prediabetes dan DM tipe-2

Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes :

Penderita polycystic ovary syndrome (PCOS)

Penderita sindroma metabolic

Prediabetes

Prediabetes merupakan suatu keadaan yang mendahului timbulnya diabetes.

Angka kejadian prediabetes dilaporkan terus mengalami peningkatan.

Istilah ini diperkenalkan pertama kali pada tahun 2002 oleh Department of

Health and Human Services (DHHS) dan the American Diabetes

Association (ADA). Sebelumnya istilah untuk menggambarkan keadaan

prediabetes adalah TGT dan GDPT Setiap tahun 4-9% orang dengan

prediabetes akan menjadi Diabetes.

Prediabetes mempunyai risiko timbulnya gangguan kardiovaskular sebesar

satu setengah kali lebih tinggi dibandingkan orang normal.

42

Page 43: KDK DM

Diagnosis prediabetes ditegakkan dengan pemeriksaan TTGO setelah puasa

8 jam. Diagnosis prediabetes ditegakkan apabila hasil tes glukosa darah

menunjukkan salah satu dari angka tersebut di bawah ini :

Glukosa darah puasa antara 100 -125 mg/dL

Glukosa darah 2 jam setelah muatan glukosa (TTGO) antara 140-

199 mg/dL.

Pada pasien dengan prediabetes, anamnesis dan pemeriksaan fisik yang

dilakukan ditujukan untuk mencari faktor risiko yanq dapat dimodifikasi.

2 Materi pencegahan primer:

Penyuluhan, yang ditujukan kepada:

A. Kelompok masyarakat yang mempunyai risiko tinggi dan kelompok

prediabetes.

Materi penyuluhan meliputi antara lain:

1. Program penurunan berat badan. Pada seseorang yang mempunyai

risiko diabetes dan mempunyai berat badan lebih, penurunan berat

badan merupakan cara utama untuk menurunkan risiko terkena DM

tipe-2 atau prediabetes. Beberapa penelitian menunjukkan penurunan

berat badan 5- 10% dapat mencegah atau memperlambat munculnya

DM tipe-2.

2. Diet sehat.

Dianjurkan diberikan pada setiap orang yang mempunyai risiko.

Jumlah asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat badan

ideal.

Karbohidrat komplek merupakan pilihan dan diberikan secara

terbagi dan seimbang sehingga tidak menimbulkan puncak (peak)

glukosa darah yang tinggi setelah makan

Mengandung sedikit lemak jenuh, dan tinggi serat iarut

3. Latihan jasmani.

Latihan jasmani teratur dapat memperbaiki kontrol glukosa

darah, mempertahankan atau menurunkan berat badan serta dapat

meningkatkan kadar kolesterol-HDL.

Latihan jasmani yang dianjurkan:

43

Page 44: KDK DM

Dikerjakan sedikitnya selama 150 menit/minggu dengan

latihan aerobik sedang (mencapai 50-70% denyut jantung

maksimal), atau 90 menit/minggu dengan latihan aerobik berat

(mencapai denyut jantung >70% maksimal). Latihan jasmani

dibagi menjadi 3-4 x aktifitas/minggu.

4. Menghentikan merokok. Merokok merupakan salah satu risiko

timbulnya gangguan kardiovaskular. Meski merokok berkaitan langsung

dengan timbulnya prediabetes, tetapi merokok dapat memperberat

komplikasi kardiovaskular dari prediabetes dan DM tipe 2

B. Perencana kebijakan kesehatan agar memahami dampak sosio ekonomi

penyakit ini dan pentingnya penyediaan fasilitas yang memadai dalam upaya

pencegahan primer

Pengelolaan, yang ditujukan kepada :

Kelompok prediabetes

Kelompok dengan risiko (obesitas, hipertensi, disliplidemia, dll)

1. Pengelolaan Prediabetes

Prediabetes sering berkaitan dengan syndrom metabolik yang ditandai dengan

adanya obesitas sentral, dislipidemi (trigliserida yang tinggi, dan atau kolesterol

HDL rendah),dan hipertensi

Sebagian besar penderiat prediabetes dapat diperbaiki dengan perubahan gaya

hidup, menurunkan berat badan mengkonsumsi diet sehat serta melakukan

latihan jasmani yang cukup dan teratur.

Hasil penelitian Diabetes Prevention Program menunjukkan bahwa perubahan

gaya hidup lebih lebih efektif untuk mencegah DM tipe-2 dibandingkan dengan

penggunaan obat-obatan

Penurunan berat badan sebesar 5-10% disertai dengan latihan jasmani teratur

mampu mengurangi resiko timbulnya DM tipe 2 sebesar 50%. Sedangkan

penggunaan obat (seperti metformin thiazolidinediones, acarbose) hanya

mampu menurunkan resiko sebesar 31% dan penggunaan berbagai obat tersebut

untuk penanganan Prediabetes masih menjadi kontroversi

Bila disertai dengan obesitas hipertensi dan dislipedemia, dilakukan

pengendalian berat badan, tekanan darah dan profil lemak hingga tercapai target

yang ditetapkan

2. Pengelolaan berbagai faktor risiko :

a. Obesitas

44

Page 45: KDK DM

b. Hipertertsi

c. Dislipidemia

L. PENCEGAHAN SEKUNDER5

Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya

penyulit pada diabetes yang telah menderita DM. Dilakukan dengan pemberian

pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan

penyakit DM Dalam upaya pencegahan sekunder program penyluhan memegang

peranan penting untuk meningkatkan kepatuhan diabetisi dalam menjalani program

pengobatan dan dalam menuju perilaku sehat.

Penyuluhan untuk pencegahan sekunder ditujukan terutama diabetisi baru

Penyuluhan dilakukan sejak pertemuan pertama dan perlu selalu diulang pada setiap

kesempatan pertemuan berikutnya. Materi penyuluhan pada tingkat pertama dan

lanjutan dapat dilihat pada materi edukasi pada bab II.3.3.1 dan materi tentang

edukasi edukasi tingkat lanjut pada bab II.4.2.

Salah satu penyulit DM yang sering terjadi adalah penyakit kardivaskular,

yang merupakan penyebab utama kematian pada diabetesi. Selain pengobatan

terhadap tingginya glukosa darah, maka pengendalian berat badan, tekanan darah

profil lipid dalam darah serta pemberian antipletelet dapat menurunkan resiko

tembulnya kelaianan kardivaskular pada diabetesi.

Dislipidemia pada Diabetes

Displidemia pada diabetesi lebih meningkatkan risiko timbulnya penyakit

kardivaskular

Perlu pemeriksaan profit lipid pada saat diagnosis diabetes ditegakkan Pada pasien

dewasa pemeriksaan profil lemak sedikitnya dilakukan setahun sekali d dan bila

dianggap perlu dapat dilakukan lebih sering. Sedangkan pada pasien dengan

profil lemak menunjukkan hasil yang baik (LDL<l00mg/dL; HDL>50 mg/dL;

trigleserid <150 mg/dL), pemeriksaan profil lemak dapat dilakukan 2 tahun sekali.

Gambaran dislipidemia yang sering didapatkan pada diabetisi adalah peningkatan

kadar trigliserida, dan penurunan kadar kolesterol HDL, sedangkan kadar

kolesterol LDL normal atau sedikit meningkat.

Perubahan perilaku yang tertuju pada pengurangan asupan kolesterol dan

penggunaan lemak jenuh serta peningkatan aktifitas fisik terbukti dapat

memperbaiki profil lemak dalam darah

45

Page 46: KDK DM

Dipertimbangkan untuk memberikan terapi farmakologis sedini mungkin bagi

diabetisi yang disertai dislipidemia

Target terapi:

o Pada pasien target utamanya adalah penurunan LDL dengan pemberian

statin

Pada diabetisi dengan penyakit kardiovaskular:

- LDL <70 mg/dL (1.8 mmol/L)

- Pasien dengan usia >40 tahun, dianjurkan menurunkan LDL

sebsear 30-40% dari kadar awal

- Pasien dengan < 40tahun dengan risiko penyakit

kardiovaskular yang gagal dengan perubahan gaya hidup, dapat

diberikan terapi farmokologis

Pada diabetesi dengan penyakit kardiovaskular

- LDL <70 mg/dL (1.8 mmol/L)

- semua diabetisi diberikan terapi statin untuk menurunkan LDL

sebesar 30-40%

o Trigliserida < 150 mg/dL (1.7 mmol/L)

o HDL > 40 mg/dL (1.15 mmol/L) untuk pria dan >50 mg/dL untuk

wanita

o Setelah target LDL terpenuhi, jika trigliserida 150 mg/dL (1.7 mmol/L) atau

HDL ≤ 40 mg/dL (1.15 mmol/L) dapat diberikan fibrat

o Apabila trigliserida ≥ 400 mg/dL (4.51 mmol/L) perlu segera diturunkan

dengan terapi farmakologis untuk mencegah timbulnya pankreatitis.

o Terapi kombinasi statin dengan obat pengendali lemak yang lain mungkin

diperlukan untuk mencapai target terapi, dengan memperhatikan

peningkatan risiko timbulnya efek samping

o Niasin merupakan obat yang efektif untuk meningkatkan HDL, namun pada

dosis besar dapat meningkatkan kadar glukosa darah

o Pada wanita hamil penggunaan statin merupakan kontra indikasi

o Selanjutnya dapat dilihat pada buku Konsensus Pengelolaan Dislipidemia

pada DM

Hipertensi pada Diabetes

Indikasi pengobatan :

Bila TD sistolik ≥ 130 mmHg dan/atau TD diastolik ≥80 mmHg.

46

Page 47: KDK DM

Sasaran (target penurunan) tekanan darah:

Tekanan darah <130/80 mmHg

Bila disertai proteinuria ≥1g/24 jam: < 125/75 mmHg

Pengelolaan:

Non-farmakoiogis:

Modifikasi gaya hidup, antara lain: menurunkan berat badan,

meningkatkan aktifitas fisik, menghentikan merokok dan alkohol, serta

mengurangi konsumsi garam

Farmakologis:

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat anti-hipertensi

(OAH):

Pengaruh OAN terhadap profil lipid

Pengaruh OAH terhadap metabolisme glukosa

Pengaruh OAH terhadap resistensi insulin

Pengaruh OAH terhadap hipoglikemia terselubung

Obat anti hipertensi yang dapat dipergunakan:

Penghambat ACE

Penyekat reseptor angiotensin

Penyekat reseptor beta selektif, dosis rendah

Diuretik dosis rendah

Penghambat alfa

Antagonis kaisium golongan non-dihiropiridin

Pada diabetisi dengan tekanan darah sistolik antara 130-139 mmHg atau

tekanan diastolik antara 80-89 mmHg diharuskan melakukan perubahan

gaya hidupo hingga 3 bulan. Bila gagal mencapai target dapat ditambahkan

terapi farmakologis

Diabetisi dengan tekanan darah sistolik ≥140 atau tekanan diastoiik ≥90

mmHg langsungg perubahan gaya hidup dapat diberikan terapi farmakologis

secara langsung

Diberikan terapi kombinasi apabila target terapi tidak dapat dicapai dengan

monoterapi.

Catatan :

Penghambat ACE, penyekat reseptor angiotensin II (ARB =

angiotensin II receptor blocked) dan antagonis kalsium

47

Page 48: KDK DM

golongan non-dihidropiridin dapat memperbaiki

mikroalbuminuria.

Penghambat ACE dapat memperbaiki kinerja

kardiovaskular.

Diuretik (HCT) dosis rendah jangka panjang, tidak terbukti

memperburuk toleransi glukosa.

Pengobatan hipertensi harus diteruskan walaupun sasaran.

sudah tercapai.

Bila tekanan darah terkendali, setelah satu tahun dapat

dicoba menurunkan dosis secara bertahap.

Pada orang tua, tekanan darah diturunkan secara bertahap

Obesitas pada Diabetes

Prevalensi obesitas pada DM cukup tinggi, demikian pula kejadian DM dan

gangguan toleransi glukosa pada obesitas cukup sering dijumpai

Obesitas, terutama obesitas sentral secara bermakna berhubungan dencan

sindrom dismetabolik (dislipidemia, hiperglikemi, hipertensi), yang didasari

oleh resistensi insulin resistensi insulin pada diabetes dengan obesitas

membutuhkan pendekatan khusus

Obesitas dan diabetes meningkatkan risiko kematian akibat PJK

Penurunan 5-10 % dari berat badan dapat memperbaiki sindroma dismetabolik

dan menurunkan risiko PJK secara bermakna

Pengelolaan obesitas terutama ditujukan pada perubahan perilaku pola makan

dan peningkatan kegiatan jasmani. Apabila tidak cukup, maka pendekatan

farmakoterapi (misalnya sibutramine dan orlistat) atau terapi bedah merupakan

pilihan.

Gangguan koagulasi pada Diabetes

Terapi asetosal 75-160 mg/hari diberikan sebagai strategi pencegahan sekunder

bagi diabetisi dengan riwayat pernah mengalami penyakit kardiovaskular

Terapi asetosal 75-160 mg/hari digunakan sebagai strategi pencegahan primer

pada diabetisi tipe-2 yang merupakan faktor risiko kardiovaskular, termasuk

diabetisi dengan usia >40 tahun yang memiliki riwayat keluarga penyakit

48

Page 49: KDK DM

kardiovaskular dan kebiasaan merokok, menderita hipertensi, dislipidemi atau

albuminuria

asetosal dianjurkan tidak diberikan pada diabetisi dengan usia di bawah 21

tahun, seiring dengan peningkatan kejadian sindrom Reye

Terapi kombinasi asetosai dengan antiplatelet lain dapat dipertimbangkan

pemberiannya pada diabetisi yang memiliki risiko sangat tinggi.

Penggunaan obat antiplatelet selain asetosal dapat dipertimbangkan sebagai

pengganti asetosal pada diabetisi yang mempunyai kontra indikasi dan atau

tidak tahan terhadap penggunaan asetosal.

M. PENCEGAHAN TERSIER5

Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok diabetisi yang telah mempunyai

penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih ianjut. Upaya rehabilitasi pada

diabetisi dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan menetap. Sebagai contoh pemberian

asetosal dosis rendah (75-160 mg/hari) dapat diberikan secara rutin bagi diabetisi yang sudah

mempunyai penyulit makroangiopati.

Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada diabetisi dan

keiuarga. Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk

mencapai kualitas hidup yang optimal.

Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan holistik dan terintegrasi

antar disiplin yang terkait, terutama di rumah sakit rujukan. Kolaborasi yang baik

antar para ahli diberbagai disiplin (jantung dan ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah

vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatri, dll) sangat diperlukan dalam

menunjang keberhasilan pencegahan tersier.

BAB IV

KESIMPULAN

Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik

peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) yang terjadi akibat kelainan sekresi

insulin, kerja insulin atau keduanya. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang

dikonsumsi dan secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah.

Insulin merupakan suatu hormon yang diproduksi pankreas yang berfungsi

49

Page 50: KDK DM

mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan

penyimpanannya (American Diabetes Assosiation, 2004 dalam Smeltzer&Bare,

2008).3

Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin

atau kedua-keduanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa Diabetes

Melitus merupakan suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang

merupakan akibat dari sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin absolute

atau relative dan gangguan fungsi insulin.

Pengelolaan DM dimulai dengan terapi gizi medis dan latihan jasmani selama

beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran,

dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau

suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal

atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik

berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat,

adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan. Pilar penatalaksanaan Diabetes

Mellitus antara lain: Edukasi, Terapi gizi medis, Latihan jasmani, Intervensi

Farmakologis.9

DAFTAR PUSTAKA

1. Hudak dan Gallo.Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, edisi VI, volume II.

Jakarta: EGC.

2. American Diabetes Association. Practical Insulin. A handbook for prescribers. ADA

edisi 2004

3. American Diabetes Association. Standards of medical care in diabetes-2006.

Diabetes care 2006:29:S94-S102

50

Page 51: KDK DM

4. DR. Paul Belchetic & DR. Peter J Hammond. 2005. Diabetes and Endokrinology.

Mosby

5. American Diabetes Association. Hyperglikemic crises in diabetes. Diabetes care

2004:27:S94-S102

6. Chernecky, Schumacher . 2005. Critical care & emergency nursing. USA. Elsevier

Science

7. Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku ajar keperawatan medika-bedah Brunner dan

Suddarth. Edisi 8.. Jakarta: EGC.

8. PB Perkeni. Consensus pengelolaan dan pencegahan diabetes mellitus Tipe 2. 2006

9. Adam JMF. Penatalaksanaan endokrin darurat. Perkumpulan Endokrinologi

indonesia. Makassar, 2002

10. Prof. DR. H. Tabrani. 2008. Agenda Gawat Darurat (critical care). Bandung. PT

Alumni

51

Page 52: KDK DM

LAMPIRAN

52

Page 53: KDK DM

53